• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kita masih menyisakan Komite III, Komite IV, PURT dan Pansus Tatib. Sekarang sudah masuk waktu Dzuhur saya tawarkan kepada dewan sidang yang saya hormati apakah kita skors atau kita lanjutkan? Kita lanjut. Baik, kita lanjutkan.

Selanjutnya Komite III dipersilakan.

PEMBICARA: Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III DPD RI) Bismillahirrahmaniirrahiim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang. Salam sejahtera bagi kita semua.

Ijinkanlah saya menyampaikan laporan pelaksanaan tugas Komite III DPD RI disampaikan pada Sidang Paripurna ke-5 DPD RI Masa Sidang II Tahun Sidang 2016-2017.

Yang terhormat Saudara Pimpinan DPD RI.

Yang terhormat Saudara Pimpinan Alat Kelengkapan DPD RI.

Yang terhormat Saudara-saudaraku para Anggota DPD RI Senator Indonesia serta para hadirin yang berbahagia.

Sebelum mengawali penyampaian laporan ini izinkanlah kami menyambut baik gagasan dari wakil ketua untuk membentuk Pansus Tenaga Kerja Asing hal ini juga telah kami sampaikan kepada Komite III pada penutup masa sidang bahwa pada masa reses ini diwajibkan kepada seluruh Anggota Komite III untuk menginventarisasi persoalan-persoalan tenaga kerja asing di daerah. Insya Allah setelah masuk masa reses nanti inventarsasi ini akan kami sampaikan kepada pimpinan untuk selanjutnya kami menyambut baik Komite III menjadi inisiasi tenaga kerja asing yang akan menjadi Pansus kalau perlu kami akan sampai ke Negeri Cina.

Sehubungan dengan perkembangan program kerja Komite III DPD RI pada Masa Sidang II Tahun Sidang 2016-2017 dapat kami laporkan perkembangan pelaksanaan tugas Komite III baik di bidang penyusunan Rancangan Undang Undang, pandangan pendapat serta advokasi isu-isu aktual yang berkembang di tengah masyarakat.

Yang pertama, penyusunan Rancangan Undang-undang sebagai usul inisiatif Komite III DPD RI. Sebagaimana telah kami laporkan pada Sidang Paripurna yang lalu bahwa Komite III telah berusaha keras untuk dapat menyelesaikan RUU tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang semula bernama RUU Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sebagai salah satu usul inisiatif Komite III DPD RI. Komite III DPD RI memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada PPUU yang telah membantu perbaikan dan penyempurnaan RUU melalui harmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsepsi RUU tersebut. Di dalam garis besar substansi materi yang diatur dalam RUU tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan meliputi:

1. Asas tujuan ruang lingkup dan fungsi.

2. Kewajiban tanggung jawab sosial lingkungan. 3. Jenis tanggung jawab sosial dan lingkungan. 4. Sasaran. 5. Pengelolaan. 6. Perencanaan. 7. Pelaksanaan. 8. Pengawasan. 9. Evaluasi.

10. Sistem informasi. 11. Tugas dan wewenang. 12. Penghargaan.

13. Pendanaan.

14. Partisipasi masyarakat. 15. Sanksi administrasi.

Draft RUU tersebut tentu sudah di meja Bapak, Ibu Para Senator yang mulia.

Sehubungan dengan telah selesainya penyusunan RUU tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan, melalui Sidang Paripurna yang mulia ini, Komite III meminta Pimpinan dan seluruh Anggota Dewan Perwakilan Daerah yang terhormat untuk dapat memutuskan dan mengesahkan RUU tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagai produk DPD RI yang selanjutnya akan kita serahkan kepada DPR RI.

Yang kedua, pandangan rancangan pandangan DPD RI tentang RUU Kewirausahaan Nasional. Adapun garis besar substansi materi pandangan DPD RI terhadap RUU Kewirausahaan Nasional adalah sebagai berikut:

1. Pembentukan RUU Kewirausahaan Nasional memiliki irisan substansi dengan rancangan UU tentang ekonomi kreatif yang khas menjadi prioritas pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat RI.

2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan kewirausahaan perlu memperhatikan nilai-nilai karakter diantranya nilai-nilai integritas dan kemandirian sehingga dapat membentuk wirausahawan yang berkualitas.

3. Perlu pengaturan tentang kewajiban badan usaha milik pemerintah, swasta dan daerah untuk memberikan peluang pemagangan kerja sebagai sistem pelatihan kerja serta pemagangan yang dimaksud harus dilaksanakan secara spesifik sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan serta didukung keterpaduan lintas sektor dan instansi. 4. Pengaturan RUU Kewirausahaan Nasional perlu mencantumkan ketentuan mengenai

asuransi kredit wirausaha sehingga dapat kemudahan bagi wirausahawan untuk memperoleh akses pembiayaan.

5. Perlu pengaturan tersendiri dalam rancangan kewirausahaan nasional mengenai keberlanjutan program pemerintah dan upaya mendorong kecintaan masyarakat terhadap produk dalam negeri.

6. Gugusan tugas kewirausahaan nasional wajib diperluas keanggotaannya, tidak hanya kementerian lintas sektoral tetapi termasuk pula pemerintah daerah dan pemangku kepentingan di bidang wirausaha, serta di daerah perlu dibentuk gugus tugas kewirausahaan nasional.

7. Perlu diatur kewajiban penciptaan infrastruktur kewirausahaan nasional oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan tentang pemerintah daerah. Pandangan inipun sudah ada ditangan Senator yang mulia, oleh karena itu kami mengharapkan dalam kesempatan ini pada sidang paripurna yang mulia kiranya dapat disahkan pandangan DPD RI terhadap RUU tentang Kewirausahaan Nasional.

Bapak Ibu yang kami muliakan, sebagai penutup, kembali kami mengharapkan kepada Bapak Ibu yang mulia untuk dapat memutuskan dan mengesahkan beberapa materi Komite III yang kami sebutkan tadi. Yang pertama adalah Rancangan Undang-Undang tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan. Yang kedua adalah pandangan DPD RI terhadap RUU tentang kewirausahaan nasional. Demikianlah laporan yang kami sampaikan, tentu saja kami mengucapkan selamat tahun baru dan kita akan bertemu sampai tahun hadapan. Bunga mawar berwarna merah, warna putih kuntum melati. Selamat kembali reses di daerah, konstituen kita telah menanti.

PEMBICARA: Pdt. MARTHEN, M.Th (SULBAR) Pimpinan, Marthen, Sulawesi Barat.

Sulawesi Barat. Sebelah sini Pak. Terima kasih.

Tidak disampaikan oleh Komite III tentang pemandangan yang menarik dipertontonkan pemerintah tentang tidak konsistennya atau tidak satu jalannya pimpinan bangsa ini tentang penyelenggaraan pendidikan. Media memberitahukan kepada kita bahwa ujian nasional ada perbedaan pendapat yang begitu tajam antara Menteri Pendidikan dengan Pak Wapres. Hal ini menggambarkan kepada kita bahwa penyelenggaraan pendidikan di Indonesia ini masih ada masalah serius, padahal masalah pendidikan adalah masalah masa depan bangsa ini, karena itu menurut saya, Komite III perlu mencermati dengan baik pada masa akan datang pentingnya perencanaan penyelenggaraan pendidikan yang lebih sistematis dan terencana. Kalau terus-menerus akan seperti ini kita membayangkan bangsa kita ke depan dengan pelaksanaan pendidikan yang sampai sekarang belum tuntas, sampai ujiannya saja belum sepaham pimpinan bangsa ini. Menurut saya ini catatan penting untuk ditindalanjuti pada pada masa akan datang.

Terima kasih.

PIMPINAN SIDANG: Prof. Dr. FAROUK MUHAMMAD (WAKIL KETUA DPD RI) Baik, terima kasih.

Masukan untuk Komite III mungkin bahan-bahan atensi kita.

PEMBICARA: Drs. H. MOHAMMAD SOFWAT HADI, S.H. (KALSEL) Pak, Sofwat Hadi dari Kalimantan Selatan.

Apa yang disampaikan rekan kami tentang ujian nasional. Kami setuju ujian nasional karena menyelenggarakan ujian nasionalpun lakukan dulu survei, pertemuan para rektor-rektor, tidak mudah pemerintah memutuskan tempo hari mengadakan ujian nasional. Jadi kalau kami di daerah-daerah banyak segi positifnya ada ujian nasional. Ada keseriusan dari murid-murid, guru-guru tidak takut lagi didemo oleh murid, sekolah-sekolah tidak dirusak lagi oleh anak-anak sekolah yang tidak lulus, bahkan tawuran pelajarpun makin berkurang dibandingkan dengan pada waktu tidak ada ujian nasional. Lebih baik menghadapi ujian nasional dengan berkeringat takut tidak lulus, daripada mengikuti ujian nasional dianggap tidak ada apa-apa, dianggap nanti lulus semuanya. Jadi tidak ada keseriusan daerah. Kalau kami yang di daerah sangat mendukung adanya ujian nasional.

Terima kasih.

PEMBICARA: ADRIANUS GARU, SE., M.Si (NTT) Mungkin sedikit Pimpinan. Saya mohon izin langsung.

Jadi kalau bicara pendidikan ini memang sangat aneh mungkin di republik ini masalah pendidikan. Mohon maaf saudara-saudara saya yang di Komite III. Jadi kalau istilah saya di Komite IV sudah lazim itu, Undang-Undang Pendidikan di Indonesia ini paling sinting di dunia. Kata wajib pendidikan dasar 9 tahun, ada lagi yang tidak lulus SD, ada lagi yang tidak lulus SMP, tetapi kalau ujian bohong-bohongan satu hari ujian persamaan, lulus. Dimana kata wajibnya? Kita bicara zaman Soeharto, dia buat Inpres, itu supaya orang tahu membaca, banyak juga orang yang tidak tahu membaca ketika itu, tetapi ketika dia tahu membaca, dia mengerti mata uang, dia sudah bisa jadi pintar. Nah tinggal bagaimana kreatif.

Makanya saya bilang saya sependapat sekali bahwa dibubarkan itu undang-undang, eh apa namanya ujian nasional, karena itu proyek, proyek pemerintah pusat untuk daerah. Bayangkan di daerah-daerah saya di NTT sudah tahu sekolah-sekolah tidak ada listrik tidak minta komputer, kasih komputer. Aneh ini, karena kebanyakan anggaran, bingung mau mengatasi. Sinting yang kedua, mujur kalau Bapak Ibu yang ada di dalam ruangan ini bukan orang tuanya guru, wajib sertifikasi, sudah umur 53-54 guru SD tetapi suruh sertifikasi, sudah gejala asam urat, gejala stroke, pertanyaannya mau kuliah anak kedua apa anak ketiga atau bapak mama yang harus jadi sarjana? Ditambah lagi selama ini yang setiap tahun, sekarang baru mulai taubat-taubat sedikit, setiap tahun ganti kurikulum ya karena memang pasal-pasal pabrik buku. Jadi kita harus sedih ini lihat posisi daerah ini. Makannya saya sebetulnya mau guyon itu, siapa saja yang mendukung ujian nasional, ya sekolah lagi. Ya karena ini proyek semua. Apanya gunanya ujian sekolah? Kita dukung ujian sekolah supaya orang jadi baik, kita tidak. Nah coba bayangkan, saya tidak mengerti di daerah Saudara-saudara. Kalau di daerah saya banyak buka sekolah, sekolah politik, tidak pernah memikirkan kesejahteraan guru, bagaimana gurunya bisa inovatif, bisa kreatif. Nah banyak buka sekolah, murid juga tidak ada. Bayangkan ada satu sekolah, sekolah negeri, guru negerinya 1, 15 guru swasta, guru honor. Aneh ini negara ini, karena memang semua didasarkan ada kepentingan politik dan bisnis, sekolah jadi bisnis, sekolah jadi politik, rusaklah sistem kita. Tidak sadar-sadar.

Nah, saya sepakat bahwa harus DPD berpikir jadi garda terdepan jangan sampai orang daerah jadi korban orang pusat, mari kita lawan ini. Kalau ada misalkan pejabat masih mau ngotot mau melakukan ujian nasional, perlu sekolah lagi dia. Itu catatan saya.

Terima kasih, saya kembali.

PEMBICARA: Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III DPD RI) Pimpinan....

PIMPINAN SIDANG: Prof. Dr. FAROUK MUHAMMAD (WAKIL KETUA DPD RI) Baik, terima kasih. Mudah-mudahan..

PEMBICARA: Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III DPD RI) Pimpinan, boleh saya sebentar, Ketua Komite III, Hardi Selamat Hood, B-38.

PIMPINAN SIDANG: Prof. Dr. FAROUK MUHAMMAD (WAKIL KETUA DPD RI) Iya, silakan.

PEMBICARA: Drs. H. HARDI SELAMAT HOOD (KETUA KOMITE III DPD RI) Pertama, terima kasih dan memberi apresiasi kepada para senator yang menyampaikan persoalan ujian nasional. Perlu kami sampaikan bahwa sikap politik DPD kalau kita lihat pada awal kita bersama-sama di Dewan Perwakilan Daerah telah meminta kepada pemerintah untuk tidak melaksanakan ujian nasional. Saya kira itu sudah kita putuskan dalam sidang paripurna, tidak hanya pada periode ini, pada periode yang lalupun 5 tahun berturut-turut kita telah menolak ujian nasional. Walaupun terdapat perdebatan terhadap mashab pro ujian nasional atau tidak ujian nasional saya kira ini hal yang biasa

tetapi kami ingin mengulang menyampaikan bahwa DPD melalui sidang paripurnanya telah memutuskan sikap untuk pemerintah tidak menyelenggarakan ujian nasional.

Terima kasih Pimpinan.

PIMPINAN SIDANG: Prof. Dr. FAROUK MUHAMMAD (WAKIL KETUA DPD RI) Baik, terima kasih.

Kalau masih ada diskusi soal UN, mari silakan kita kembalikan ke komite saja. PEMBICARA: Drs. H. ANDI SURYA (LAMPUNG)

Di luar UN Pak.

Ada sedikit yang perlu saya sampaikan kepada Komite III, ini terkait dengan kehidupan perguruan tinggi, terutama perguruan tinggi negeri yang saya ingin menyampaikan bahwa fenomena perguruan tinggi negeri sekarang ini yang membuka kelas-kelas ekstensi di luar kelas-kelas reguler. Nah ini kaitannya dengan penerimaan negara bukan pajak Pak. karena kelas-kelas ekstensi ini harusnya menjadi bagian secara struktural yang ada di dalam sebuah perguruan tinggi negeri. Iya Pak ya. Nah kelas-kelas ekstensi yang dikelola oleh perguruan tinggi negeri ini terkesan sebagai perguruan tinggi swasta yang menempel di negeri yang uangnya, uang kuliah bayangkan saja ada hampir seratus PTN di Indonesia dengan mengelola sekian mahasiswa doktoral, kemudian S2 dan S1 di luar reguler, uang-uangnya itu banyak sekali Pak. Ini perlu diawasi oleh Komite III uang-uangnya masuk kemana, harusnya uang ini masuk dalam kategori PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan saya mensinyalir ada modus-modus yang dilakukan sehingga uang itu tidak masuk ke dalam sistem PNBP kita. Itu yang pertama, karena kita sekarang sedang memperkuat masalah-masalah penerimaan negara bukan pajak.

Yang kedua, juga yang perlu dilihat oleh Komite III adalah bagaimana Dikti melakukan proses ya dalam hal moratorium perizinan ya, yang sekarang ini banyak PTS-PTS maupun PTN melakukan proses perizinan baru. Apakah tahapan-tahapan moratorium itu sudah dilakukan atau tidak dan bagaimana prosesnya dilakukan, karena sampai sekarang ini kami melihat belum ada pergerakan yang berarti dari pada proses perizinan yang terjadi di Dikti. Barangkali demikian Pimpinan

Terima kasih.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

PIMPINAN SIDANG: Prof. Dr. FAROUK MUHAMMAD (WAKIL KETUA DPD RI) Terima kasih, mudah-mudahan masukan Komite III.

Baik, terima kasih. Setelah kita bersama mendengar laporan Pimpinan Komite III apakah kita dapat menyetujui, pertama RUU usul inisiatif DPD tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan. Setuju? Ini kita jelas sekaligus apresiasi Komite III itu bagus sekali ini bentuknya. Tepuk tangan dulu.

KETOK 2X

Kedua, pandangan DPD RI terhadap RUU Kewirausahaan Nasional. Kalau pandangannya biasa. Setuju?

Baik selanjutnya kami persilakan kepada Komite IV untuk menyampaikan laporan. PEMBICARA: Drs. H. A. BUDIONO, M.Ed (WAKIL KETUA KOMITE IV DPD RI)

Bismillahirahmanirahim.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang.

Salam sejahtera untuk kita semuanya.

Yang terhormat Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Yang terhormat para Anggota Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Sesjen dan seluruh jajarannya. Untuk kesekian kalinya, marilah kita membacakan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga pada hari ini kita bisa mengikuti sidang paripurna kelima Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah dengan sehat walafiat.

Atas nama pimpinan dan segenap Anggota Komite IV DPD RI kami sampaikan terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan. Selanjutnya sesuai dengan jadwal sidang pada hari ini, perkenankan kami menyampaikan laporan pelaksanaan tugas Komite IV DPD RI

1. Nilai Rancangan Undang-Undang tentang penilai sebagai usul inisiatif DPD RI. 2. Pertimbangan terhadap tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2016 3. Hasil pengawasan terhadap Dana Alokasi Umum sebagai pelaksanaan

Undang-Undang tentang APBN-P Tahun Anggaran 2016 dan Undang-Undang-Undang-Undang tentang APBN Tahun Anggaran 2017.

A. Rancangan Undang-Undang tentang penilai.

Hadirin sidang paripurna yang berbahagia, sesuai dengan prioritas prolegnas pada tahun sidang ini, Komite IV mengajukan RUU tentang penilai sebagai usul inisiatif DPD RI. RUU Penilai sudah dibahas melalui serangkaian tahapan sesuai dengan pedoman legislasi sebagai berikut:

1) Pembentukan tim ahli RUU Penilai pada bulan Maret 2016;

2) Penyusunan tim dengan kegiatan diantaranya adalah: a) Expert meeting kemudian, b) RDPU dengan ahli ekonomi dan ahli hukum pada tanggal 15 Februari 2016, c) studi empirik pada tanggal 23 sampai 25 Mei 2016 di tiga perguruan tinggi yaitu Universitas Negeri Makassar, Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan Universitas Sumatera Utara di Medan serta kunjungan kerja ketiga daerah yakni Papua, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jambi yang dilaksanakan pada tanggal 15, maaf, dilaksanakan pada tanggal 13 sampai 15 Juni 2016;

3) studi referensi;

4) peer review pada tanggal 13-15 September 2016 dengan menghadirkan: a) Dirjen Keuangan Daerah, Kemendagri

b) Ketua dan Pengurus Masyarakat Profesi Penilai Indonesia atau MAPPI; 5) Uji sahih dengan melibatkan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, Ikatan Akuntan

Publik Indonesia atau IAPI dan berbagai akademisi dan praktisi yang dilaksanakan pada tanggal 27 September 2016;

6) Finalisasi naskah akademik yang dilaksanakan oleh tim ahli RUU Penilai; 7) Finalisasi RUU yang dilaksanakan oleh Komite IV.

8) Kemudian yang 8, yang terakhir adalah harmonisasi pemantapan dan pembulatan konsepsi RUU Penilai yang diselesaikan oleh Komite IV bersama dengan PPUU terdiri dari tahapan praharmonisasi bersama tim ahli RUU Penilai dan staf ahli

PPUU pada tanggal 14-15 November 2016 dan dilanjutkan harmonisasi pemantapan dan pembulatan konsep RUU Penilai bersama Tim Kerja RUU Penilai Komite IV dan PPUU pada tanggal 18, maaf, pada tanggal 8 Desember 2016.

Hadirin sidang paripurna yang berbahagia, hal-hal yang melatarbelakangi RUU Penilai didasarkan pada landasan filosofis, sosiologis dan juga yuridis. Arah pengaturan RUU ini mencakup beberapa hal yang terkait dengan pertanggungjawaban hasil penilaiannya kepada pihak-pihak terkait atau stakeholder karena itu penilai diharuskan memiliki kompetensi yang dipersyaratkan antara lain pengalaman praktek memberikan jasa penilaian, arah pengaturan juga akan berisi cakupan materi mengenai kode etik Penilai Indonesia yang berstandar internasional, dan substansi mengenai kaidah-kaidah penilai berdasarkan asas-asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, kepastian nilai, keadilan, manfaat, kehati-hatian, partisipatif, kearifan lokal dan tanggung jawab negara untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan atau sustanable development dan mensejahterakan kehidupan seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan arah pengaturan tersebut, ruang lingkup RUU Penilai antara lain: 1. pendidikan; 2. penilai pemerintah; 3. penilai publik; 4. jasa penilaian; 5. laporan penilaian; 6. pusat data transaksi; 7. kode etik dan standar penilaian; 8. kelembagaan profesi; 9. pembinaan dan pengawasan.

B. yang merupakan laporan dari Komite IV yang berikutnya adalah hasil pengawasan atas DAU sebagai pelaksana Undang-Undang APBN-P 2016 dan APBN 2017. Pengawasan terhadap DAU dimaksudkan sebagai pelaksanaan tugas rutin Komite IV dalam menjalankan fungsi pengawasan DPD RI atas pelaksanaan Undang-Undang APBN dalam hal ini APBN-P 2016 dan APBN 2017. Pada APBN-P Tahun 2016 ini, kebijakan DAU menjadi isu yang sangat serius terkait penundaan penyaluran sebagian DAU tahun 2016 yang sebagian tertunda hingga tahun 2017, sehingga ada kekhawatiran membawa dampak yang cukup besar bagi penyelenggaraan pemerintah dan ekonomi di daerah.

Metode yang digunakan Komite IV dalam pengawasan DAU yaitu 1. Rapat Dengar Pendapat dengan pakar keuangan negara dan pakar hukum tata negara; 2. kemudian Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri dan Dirjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan juga gubernur, bupati dan walikota pada hari Senin 10 Oktober 2016 di Kantor DPD RI; 3. Rapat Dengar Pendapat Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan pada hari Senin 21 November 2016, Jakarta. 4. Kemudian juga Rapat Dengar Pendapat dengan Menteri Keuangan Republik Indonesia pada hari Rabu 14 Desember 2016 Jakarta. Dari serangkaian kegiatan tersebut dapat diperoleh temuan hasil pengawasan atas masalah DAU yaitu sebagai berikut:

1) Peraturan Menteri Keuangan adalah petunjuk teknis atau juknis untuk melaksanakan peraturan presiden tentang rincian APBN dan undang-undang APBN. Menteri Keuangan tidak memiliki kewenangan untuk menunda penyaluran sebagian DAU yang dialokasikan pada APBN-P, penundaan penyaluran DAU yang substansinya adalah pengurangan DAU, tidak dapat diatur didalam atau dengan MK.

2) Dana Alokasi Umum adalah hak setiap pemerintah provinsi kabupaten/kota yang jumlah dan jadwal penyalurannya dijamin oleh undang-undang. Alokasi DAU yang diterima oleh pemerintah daerah juga sudah ditetapkan berdasarkan perda

pada masing-masing pemerintah daerah. Kebijakan menteri keuangan menunda penyaluran sebagian DAU melanggar undang-undang sekaligus melanggar perda. 3) Mekanisme perumusan kebijakan dan formula DAU serta perhitungan alokasi DAU per provinsi dan per kabupaten/kota tidak sesuai dengan Pasal 38 dan 39 Ayat 1 PP Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan.

4) Alokasi atau besaran DAU 2017 untuk provinsi belum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 karena belum mengakomodir seluruh pengalihan kewenangan urusan kabupaten/kota dan provinsi.

5) Kebijakan alokasi DAU Tahun Anggaran 2017 telah diatur pada Undang-Undang No. 18 Tahun 2016 tentang APBN Tahun Anggaran 2017 pada Pasal 11 Ayat 10, Pasal 11 Ayat 10 yang menyatakan bahwa Pagu DAU Nasional dalam artian tidak bersifat final atau dapat diubah sesuai perubahan penerimaan dalam negeri netto dalam perubahan APBN inipun juga melanggar Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat pemerintah daerah.

6) Rencana pencairan atau transfer DAU pada Januari 2017 menimbulkan permasalahan baru bagi daerah khususnya daerah yang sebagian DAU 2016 ditunda pencairannya.

Terhadap hasil pengawasan tersebut DPD RI merekomendasikan kepada DPR untuk mendorong pemerintah guna memperhatikan dan menindaklanjuti hal-hal yang sebagai berikut:

Dari aspek yuridis:

1. Setelah perubahan alokasi APBN harus melalui mekanisme dan berdasarkan Undang-Undang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Undang-Undang-Undang-Undang APBNP

2. Apabila perkiraan tidak tercapainya target anggaran penerimaan pajak dianggap sebagai keadaan yang memaksa, dan pemerintah harus segera mengambil keputusan secara cepat, maka produk hukum yang sesuai dengan undang-undang adalah peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu)

3. Peraturan Menteri Keuangan sebagai petunjuk teknis peraturan presiden tentang rincian APBN dan Undang-Undang APBN tidak dapat digunakan sebagai dasar

Dokumen terkait