• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ringkasan Eksekutif

I. YURISDIKSI PENGADILAN MILITER 13 – 44

      A.       Yurisdiksi ratione personae ...  14 – 23 

 B.       Yurisdiksi ratione temporis ...  24 – 34 

       C.       Yurisdiksi ratione materiae ...  35 – 44  II.   JAMINAN ATAS PERSIDANGAN YANG ADIL ...  45 – 70 

 A.       Legalitas pengadilan militer ...  46 ‐ 56 

 B.       Organisasi pengadilan militer ...  57 – 62  C.      Operasi pengadilan militer ...  63 – 70 

 III.   KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...  71 – 86 

Pendahuluan

1. Dalam putusannya No 2002/103, Sub-Komisi untuk Penegakan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia, dengan menghargai versi yang diperbaharui dari laporan mengenai administrasi peradilan melalui tribunal militer (E/CN.4/Sub.2/2002/4), yang diserahkan oleh Mr. Louis Joinet, berterima kasih kepada Mr. Louis Joinet atas kerja penting yang telah dilakukannya dan memutuskan untuk meminta Mr. Emmanuel Decaux untuk melengkapi dokumen tersebut, dengan mempertimbangkan komentar-komentar yang diberikan oleh para peserta sesi kelima

       puluh empat, dan untuk menyerahkan, tanpa implikasi finansial, sebuah versi yang diperbaharui dari laporan tersebut kepada Sub-Komisi pada sesinya yang kelima puluh lima.

2. Dokumen ini adalah versi yang diperbaharui seperti yang diminta oleh Sub- Komisi. Dokumen ini menelaah administrasi peradilan melalui pengadilan militer berdasarkan temuan-temuan dan analisa-analisa yang berhubungan dengan kuesioner yang ditulis oleh Mr. Joinet dan dicantumkan dalam laporannya kepada Sub-Komisi pada sesinya yang kelima puluh tiga (E/CN.4/Sub.2/2001/WG.1/CRP.3, lampiran) dan laporanny ayang telah diperbaharui kepada Sub-Komisi pada sesinya yang ke- lima puluh empat (E/CN.4/Sub.2/2002/4), serta perkembangan terbaru dan informasi baru yang tersedia mengenai hal tersebut.

3. Sangatlah berguna untuk mengingat, sejak awal, usulan yang dibuat oleh by Mr. Joinet dalam laporan pendahuluannya kepada Sub-Komisi pada sesinya yang kelima puluh tiga, yaitu, “untuk mempertimbangkan, dengan maksud memperkaya persiapan laporan akhir, pengadaan sebuah seminar para pakar – yang akan mencakup pakar militer – mengenai kecenderungan-kecenderungan dan, terutama, kemajuan yang diperoleh, dalam administrasi peradilan melalui tribunal militer. Dengan mengingat sumberdaya keuangannya yang terbatas, Kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia dapat mensponsori pertemuan ini, inisiatif untuk ini – sejauh menyangkut pengorganisasiannya - dapat dilakukan oleh organisasi non-pemerintah dengan bekerjasama, apabila perlu, dengan pemerintahan-pemerintahan yang tertarik” (E/CN.4/Sub.2/2001/WG.1/CRP.3, proposal 1, hal. 10). Mr. Joinet merujuk pada usulan ini dalam laporannya kepada Sub-Komisi pada sesinya yang kelima puluh emapt (E/CN.4/Sub.2/2002/4, catatan kaki, hal. 8). Pada tahapan studi saat ini, telah menjadi penting artinya untuk memperluas pembahasan tersebut dengan mengadakan

       seminar pakar semacam itu, dengan menggunakan versi yang diperbaharui dari laporan ini sebagai makalah latar belakangnya.

4. Dengan alasan yang sama, seminar regional juga tidak diragukan lagi akan berguna untuk mengumpulkan informasi dengan dasar yang paling bervariasi dan untuk mencatat perkembangan terbaru di berbagai benua yang berbeda. Dalam hal ini, harus disebutkan mengenai kerja yang sedang dilakukan oleh Council of Europe’s Komite of Experts for the Improvement of Procedures for the Protection of Human Rights (DH-PR) mengenai tindakan-tindakan hukum dalam pengadilan militer pada negara-negara anggota (DH-PR (2002) 009 rev. 10 September 2002), yang mengandung tanggapan resmi dari negara-negara berikut: Austria, Belgia, Kroasia, Republik Cekoslowakia, Denmark, Prancis, Belanda, Federasi Rusia, Slovakia dan Swiss. Versi yang diperbaharui akan mencakup tanggapan dari Hungaria, Irlandia, Portugal dan Turki. Banyak informasi yang juga dapat ditemukan pada hasil kerja Federico Andreu-Guzmán, Fuero militar y derecho internacional [yurisdiksi militer

dan undang-undang internasional], yang dipublikasikan di Spanyol oleh International Commission of Jurists (Bogotá 2003) dan dalam pelaksanaan seminar internasional mengenai yurisdiksi militer yang diadakan di Rhodes pada bulan Oktober 2001 dan diterbitkan oleh International Society for Military Laws and the Laws of War

(Brussels, 2003). Pusat dokumentasi milik Society ini juga menerbitkan secara reguler status terbaru legislasi nasional di: Australia, Belgia, Cina, Denmark, Jerman, Hungaria, Norwegia, Swedia, Swiss dan Amerika Serikat. Sintesis regional menyangkut Afrika dan Asia akan sangat berguna dan memungkinkan dilaksanakannya sebuah review menyeluruh berdasarkan rencana kerja komprehensif yang diserahkan kepada Sub-Komisi pada sesinya yang kelima puluh tiga, mengenai doktrin case law badan-badan internasional, regional dan nasional (E/CN.4/Sub.2/2001/WG.1/CRP.3, bagian II, hal. 6).

       5. Tujuan utama pembaruan saat ini adalah untuk memperjelas banyak hal yang terkandung dalam studi ini dengan tujuan menyusun struktur debat publik yang harus diadakan.

6. Dalam resolusinya no. 2003/39 mengenai integritas sistem peradilan, Komisi Hak Asasi Manusia mencatat laporan yang diserahkan oleh Mr. Louis Joinet kepada Sub- Komisi pada sesinya yang kelima puluh empat dan menekankan bahwa “integritas sistem peradilan harus dihormati setiap saat”. Dalam hal ini, Komisi:

“1. Menegaskan bahwa setiap orang berhak, dalam kesetaraan penuh, atas pemeriksaan yang adil dan terbuka oleh sebuah pengadilan yang kompeten, independen dan tidak-berpihak yang ditetapkan oleh undang-undang, dalam menentukan hak-hak dan kewajiban mereka dan mengenai dakwaan kriminal apapun terhadap mereka;

“2. Juga menegaskan bahwa setiap orang memiliki hak untuk diadili oleh pengadilan

atau tribunal biasa menggunakan prosedur hukum yang seharusnya dan bahwa tribunal yang tidak menerapkan prosedur yang telah ditetapkan itu dalam proses hukumnya tidak boleh dibentuk untuk mengambil alih yurisdiksi yang dimiliki oleh pengadilan atau tribunal biasa;

[…]

“9. Menyerukan kepada negara-negara yang memiliki pengadilan militer untuk mengadili pelaku pelanggaran kriminal untuk memastikan bahwa pengadilan tersebut merupakan bagian integral dari sistem peradilan umum dan menerapkan tindakan- tindakan hukum yang telah ditetapkan.”

       7. Perkembangan “keadilan militer” harus ditempatkan dalam kerangka prinsip- prinsip umum yang mengatur administrasi peradilan yang baik. Meskipun pada saat ini tidak ada kebutuhan untuk mereview alasan-alasan historis dibalik fenomena tersebut, yang telah ditelaah dalam laporan-laporan sebelumnya, adalah penting untuk memperhatikan konsekuensi hukum dari fenomena tersebut dalam kaitannya dengan undang-undang internasional hak asasi manusia. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, serta Konvensi-Konvensi regional atau instrumen lokal lain yang relevan instrumen, tidaklah mendua dalam perkara keadilan. Pernyataan-pernyataan mengenai administrasi peradilan yang baik memiliki aplikasi yang luas. Dengan kata lain, keadilan militer haruslah menjadi “bagian integral dari sistem peradilan umum”, seperti yang telah dinyatakan oleh Komisi.

8. Prinsip generalisasi ini telah lama ditentang menggunakan logika pengecualian, yang seringkali digunakan untuk membenarkan pembentukan pengadilan militer. Kerja Sub-Komisi mengenai situasi yang dikenal sebagai “keadaan bahaya atau darurat” dan mengenai hak asasi manusia dan keadaan darurat telah memungkinkan untuk mengukur sejauh mana fenomena ini berlangsung dan untuk menarik perhatian terhadap dua permasalahan utama: “(a) Kecenderungannya untuk menerapkan impunitas bagi personel militer, terutama perwira tingkat tinggi, yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia yang merupakan kejahatan berat di bawah undang-undang internasional (kejahatan perang, kejahatan terhadap

kemanusiaan, atau bahkan genosida); (b) Kecenderungannya untuk memperluas yurisdiksinya terhadap masyarakat sipil

yang damai” (E/CN.4/Sub.2/2002/4, paragraf. 4).

9. Dengan menimbang situasi ini, ada dua solusi yang mungkin, yang mana keduanya tidak inkompatibel: satu yaitu merekomendasikan penghapusan tribunal militer

       dalam jangka waktu singkat, seperti ditekankan dalam laporan sebelumnya, yang menegaskan bahwa “tujuan jangka panjang adalah menghapuskan pengadilan militer dan, sebagai langkah pertama, pengadilan militer yang kompeten di masa damai, dengan mentransfer kasus mereka ke pengadilan biasa”, sembari merekomendasikan bahwa “untuk sementara ini, memperbaiki prosedur yang seharusnya dan peraturan- peraturan yang mengatur kompetensi yurisdiksi semacam itu” (ibid., paragraf 29). 10. Ulasan ini akan tidak lengkap bila tidak mempertimbangkan kecenderungan baru yang disebutkan dalam laporan terdahulu sebagai wilayah riset di masa depan, yaitu, administrasi peradilan oleh pengadilan dengan yurisdiksi khusus selain pengadilan militer dan administrasi peradilan selama masa perdamaian atau selama operasi perdamaian yang dilakukan oleh angkatan bersenjata di bawah sebuah mandat (“tanpa sebuah mandat” juga dapat ditambahkan). Aspek penting ini sebagian ditangani oleh makalah kerja yang ditulis oleh Ms. Françoise Hampson, sesuai putusan Sub-Komisi no. 2002/104, mengenai cakupan kegiatan dan akuntabilitas angkatan bersenjata, polisi sipil PBB, pegawai sipil internasional dan para pakar yang berpartisipasi dalam operasi pendukung perdamaian. Laporan pendahuluan terbaru yang ditulis oleh Special Rapporteur, Ms. Kalliopi Koufa, mengenai terorisme dan hak asasi manusia, sesuai resolusi Sub-Komisi No 2002/24 juga harus dipertimbangkan secara penuh. 11. Dalam kontes baru ini, risikonya bukan lagi hanya militerisasi keadilan tetapi lebih kepada penyangkalan keadilan. Antara de-militerisasi keadilan, yang berada di luar jangkauan bagi beberapa negara, dan keadilan luar biasa, yang menolak prinsip- prinsip undang-undang biasa, pertimbangan harus diberikan kepada karakter spesifik dari administrasi peradilan melalui pengadilan militer sebagai sebuah bagian integral dari sistem peradilan umum. Karenanya hal ini bukan lagi menyangkut perbandingan antara norma pengecualian atau pengecualian terhadap norma tetapi lebih merupakan

       pengintegrasian pengecualian itu ke dalam norma, dengan penghormatan penuh terhadap prinsip-prinsip yang mengatur administrasi peradilan yang baik.

12. Pertama-tama, adalah penting artinya, untuk memastikan jangkauan yang pasti dari fenomena ini dengan cara menelaah yurisdiksi pengadilan militer dan batasan- batasan bagi yurisdiksi semacam itu (bab I), dan kemudian memastikan bahwa jaminan atas persidangan yang adil dipatuhi dalam administrasi peradilan melalui pengadilan militer (bab II).