• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abu Yusuf Ya’qub Ibnu Ishaq Al-Sabah Al-Kindi (801-873M), Filosof Muslim Pertama

Dalam dokumen SKI VIII MTs BUKU SISWA 2013 (Halaman 50-53)

Cemerlangnya Ilmuwan Dinasti Abbasiyah

D. Abu Yusuf Ya’qub Ibnu Ishaq Al-Sabah Al-Kindi (801-873M), Filosof Muslim Pertama

Al-Razi

(775 M – 785 M) dan Harun Ar-Rasyid (786 M – 809 M). Kakeknya, Asy’ats bin Qais, dikenal sebagah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW.

Al-Kindi sosok yang dikenal berotak encer. Tiga bahasa penting, yaitu Yunani, Suryani, dan Arab dikuasainya, sebuah kelebihan yang jarang dimiliki orang pada era itu. Al-Kindi adalah filosof muslim pertama, karena ia adalah orang Islam pertama yang mendalami ilmu-ilmu filsafat. Pada saat itu, sampai abad ke-7 M, pengetahuan filsafat masih didominasi orang-orang Kristen Suriah. Al-Kindi menerjemahkan dan menyimpulkan karya-karya filsafat Helenisme. Ia juga dikenal sebagai pemikir muslim pertama yang menyelaraskan filsafat dan agama. Al-Kindi memandang filsafat sebagai ilmu yang mulia. Ia melukiskan filsafat sebagai ilmu dari segala ilmu dan kearifan dari segala kearifan. Filsafat bertujuan untuk memperkuat kedudukan agama dan merupakan bagian dari kebudayaan Islam.

Al-Kindi menguasai beragam ilmu pengetahuan. Karyanya berjumlah kurang lebih 270 buah, yang dapat dikelompokkan dalam bidang filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, psikologi, politik, dan meteorologi. Salah satu karya Al Kindi di bidang filsafat adalah Risalah fi Madkhal al Mantiq bi Istifa al Qawl fih yang berisi tentang sebuah pengatar logika.

Al-Kindi mengalami kehidupan tidak kurang dari lima periode khalifah Dinasti Abbasyiah, yakni, Al-Amin, Al-Makmun, Al-Mu’tasim, Al-Wasiq dan Al-Mutawakkil. Dia menjadi salah satu ilmuwan besar sekaligus bukti hidup kegemilangan kebudyaaan Islam era kejayaan Islam Baghdad di bawah kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Ia juga diangkat sebagai guru dan tabib kerajaan. Al-Kindi meninggal pada tahun 869 M.

Nama lengkap Imam Ghazali ialah Muhammad bin Ahmad Al-Imamul Jalil Abu Hamid Ath Thusi Al-Ghazali, lahir di Thusi daerah Khurasan wilayah Persia pada tahun 450 H /1058 M. Ayah Al-Ghazali seorang pemintal benang dan ahli tasawuf yang hebat.

Pada masa kecilnya ia sudah mempelajari ilmu fiqh kepada Syekh Ahmad bin Muhammad Ar-Rozakani, teman ayahnya sekaligus orang tua asuh Al-Ghazali. Kemudian belajar kepada Imam Abi Nasar Al-Ismaili di negeri Jurjan. Selanjutnya, ia berangkat ke Nisafur dan belajar pada Imam Al-Haramain Al-Juwaini, guru besar di Madrasah Nizhamiyah Nisafur. Dengan cepat Al-Ghozali dapat menguasai ilmu –ilmu pengetahuan pokok, seperti ilmu matiq (logika), falsafah dan fiqh madzhab Syafi’i. Karena kecerdasannya ini

Imam Al-Haramain mengatakan bahwa al-Ghazali itu adalah ”lautan tak bertepi’’.

Setelah Imam Al-Haramain wafat, Al-Ghazali meninggalkan Naishabur (Nisafur), pergi ke Mu’askar untuk mengunjungi Perdana Menteri Nizam Al-Muluk, pemerintahan Bani Saljuk. Al-Ghazali disambut dengan penuh kehormatan sebagai seorang ulama besar. Menteri Nizam Al-Muluk akhirnya melantik Al-Ghazali pada tahun 484 H/1091 M, sebagai guru besar pada perguruan Tinggi Nizamiyah di kota Baghdad. Al-Ghazali kemudian mengajar di perguruan tinggi tersebut. Disamping menjadi guru besar di Nizamiyah, Al-Ghazali diangkat sebagai mufti untuk membantu pemerintah dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul dalam masyarakat.

Al-Ghazali selalu hidup berpindah-pindah, khususnya untuk mendalami pengetahuan. Setelah dari Baghdad berangkat ke Syam, menetap hampir 2 (dua) tahun untuk berlatih membersihkan diri, menyucikan hati dengan mengingat Tuhan dan beri’tikaf di mesjid Damaskus. Kemudian menuju ke Palestina untuk mengunjungi kota Hebron dan Jerussalem, tempat di mana para Nabi sejak dari Nabi Ibrahim sampai Nabi Isa mendapat wahyu pertama dari Allah. Terus berangkat ke Mesir, yang merupakan pusat kedua bagi kemajuan dan kebesaran Islam sesudah Baghdad. Di Mesir, dari Kairo dilanjutkan ke Iskandariyah, selanjutnya ke Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima dan berzirah ke kuburan Nabi Ibrahim. Selanjutnya ia kembali ke Naisabur dan mendirikan Madrasah Fiqh dan asrama (khanqah) untuk melatih Mahasiswa-mahasiswa dalam paham sufi.

Al-Ghazali menulis banyak sekali kitab, meliputi bidang ilmu yang populer pada zamannya, di antaranya tentang tafsir al-Qur’an, ilmu kalam,

E. Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Al-Tusi Al-Syafi’i (450-505H/1058-1111M)

Al-Ghozali

termasyhur dan banyak menjadi rujukan di lembaga-lemba pendidikan di Indonesia adalah:

a) Ihya Ulum Ad-Din, yang membahas ilmu-ilmu agama.

b) Tahafut al-Falasifah, menerangkan pendapat para filsuf ditinjau dari segi agama.

c) Al-Munqidz min adh-Dhalal, menjelaskan tujuan dan rahasia-rahasia ilmu. d) Al-Iqtashad fi Al-‘Itiqad (inti ilmu ahli kalam),

e) Jawahir Al-Qur’an (rahasia-rahasia yang terkandung dalam al-Qur’an) f) Mizan Al-‘Amal (tentang falsafah keagamaan)

g) Al-Maqasshid Al-Asna fi Ma’ani Asma’illah Al-Husna (tentang arti nama-nama Tuhan).

h) Al-Basith (fiqh).

i) Al-Mustasfa (ushul fiqh), dan lain-lain.

A-Ghazali wafat di Tusia, sebuah kota tempat kelahirannya pada tahun 505 H (1111 M) dalam usianya yang ke 55 tahun.

Nama lengkapnya, Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ya'qub Ibnu Miskawaih, lebih dikenal Ibnu Miskawaih atau Maskawaih. Nama itu diambil dari nama kakeknya yang semula beragama Majusi (Persia), kemudian masuk Islam. Julukannya adalah Abu ’Ali, yang yang merujuk kepada sahabat ’Ali Ibnu Abi Tholib, di samping juga bergelar al-Khazin yang berarti bendaharawan, karena jabatannya sebagai bendaharawan/ menteri keuangan pada masa kekuasaan ’Adlud al-Dawlah dari Bani Buwaih (al-dawlah al-buwaihiyyah).

Ibnu Miskawaih dilahirkan di Ray (Teheran Iran, sekarang). Para penulis sejarah berselisih pendapat tentang tanggal kelahirannya. Namun pendapat yang lebih kuat mengatakan Miskawaih lahir pada tahun 330 H/942 M, dan meninggal dunia pada tanggal 9 Shafar 421H/16 Pebruari 1030 M.

Tidak banyak informasi yang menjelaskan riwayat pendidikannya. Sejarawan Ahmad Amin menjelaskan bahwa pendidikan anak-anak pada zaman Abbasiyah adalah bahwa pada umumnya anak-anak memulai menuntut ilmu pengetahuan dengan belajar membaca, menulis, mempelajari al-Qur’an dan dasar dari bahasa Arab (nahwu) serta membuat syair-syair. Dilanjutkan dengan mempelajari ilmu Fiqhi, sejarah, matematika dan ilmu-ilmu peraktis seperti ilmu-ilmu musik, catur dan kemiliteran. Ada keterangan

F. Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Ya’qub Ibnu Miskawaih (320-412H/

Dalam dokumen SKI VIII MTs BUKU SISWA 2013 (Halaman 50-53)