• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Rumah Sakit Khusus mata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Rumah Sakit Khusus mata"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN INTERIOR RUMAH SAKIT KHUSUS

MATA “BANDUNG EYE CENTER”

Diajukan untuk memenuhi mata kuliah DI.38309 Tugas Akhir Semester 1 tahun 2012/2013

Oleh :

ANITA YUNITA 52008023

PROGRAM STUDI DESAIN INTERIOR

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(2)
(3)
(4)

DAFTAR ISI

1.3 Permasalahan Perancangan ……… 7

1.4 Maksud dan Tujuan ……… 7

BAB II TINJAUAN UMUM ……….. 9

2.1 Rumah Sakit ……… 9

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit ……… 9

2.1.2 Klasifikasi Rumah Sakit menurut kelas/tipe ……… 9

2.1.3 Pengggolongan Rumah Sakit ……… 11

2.1.4 Persyaratan Penyelenggaraan Rumah Sakit ……….. 12

2.1.5 Perbedaan persyaratan penyelenggaraan Rumah Sakit ………... 12

2.1.6 Jenis Pelayanan Rumah Sakit ………... 14

2.1.7 Persyaratan Teknis Sarana Rumah Sakit ……… 15

2.1.7.1 Zonasi ……… 15

2.1.7.2 Kebutuhan luas lantai ……….... 17

2.1.7.3 Langit-langit ……….. 18

2.1.7.4 Dinding dan Partisi ……….. 18

2.1.7.5 Lantai ………. 19

2.1.7.6 Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara.. 20

2.1.7.7 Sistem Pengkondisian Udara ……… 20

2.1.7.8 Pencahayaan ………... 21

2.1.7.9 Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah ……….. 23

(5)

2.2.2 Jenis penyakit mata ………... 23

2.2.3 Izin mendirikan Rumah Sakit Khusus ………. 25

2.2.4 Fungsi Rumah Sakit Mata ………... 26

2.2.5 Kriteria Klasifikasi Rumah Sakit Mata ……….. 26

2.3 Studi Antropometri ………. 27

2.3.1 Antropometri Ruang Rawat ……….. 27

2.3.2 AntropomeTRI Koridor ……….. 28

2.4 Studi Banding ……….. 30

2.4.1 Netral Klinik Spesialis Mata ……… 30

2.4.2Pelayanan utama klinik ……….... 31

BAB III Konsep Perencanaan

3.3.2 Analisa pengguna aktivitas bangunan ……….. 38

3.3.3 Analisa kebutuhan ruang ……… 40

3.3 Hubungan antar ruang ……… 40

3.4 Alur Sirkulasi………. 41

3.4.1 Sirkulasi Staff Medis dan Pengelola ………. 41

3.4.2 Sirkulasi Pasien Gawat Darurat ………. 42

3.4.3 Sirkulasi Pasien ……… 42

3.4.4 Sirkulasi Pengunjung ……… 42

3.4.5 Sirkulasi Barang ………. 42

3.4.6 Sirkulasi Limbah Rumah Sakit ……… 42

(6)

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

4.1 Konsep Perancangan ……….. 46

4.2 Konsep Penggayaan ……… 46

4.3.1 Konsep Bentuk ………. 47

4.3.2 Konsep Warna ………. 48

4.3.3 Konsep Material ………... 49

4.3.4 Konsep Pencahayaan ………. 50

4.3.5 Konsep Penghawaan ……….. 51

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir dengan judul Rumah Sakit Mata “Bandung Eye Center”.

Penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas yang telah diberikan pada mata kuliah Tugas Akhir (DI 38309). Dalam laporan ini penulis mencoba menampilkan desain interior pada fasilitas medis yaitu Rumah Sakit Mata di kota Bandung.

Dalam penulisan laporan ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan, karena keterbatasn penulis. Penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak untuk menyempurnakan laporan ini.

Pada kesempatan ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih atas bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam penulisan laporan ini.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Neufert, Ernst. (1992). Data Arsitek Jilid 1. Terjemahan: Ir. Syamsu Amril. Penerbit Erlangga.

Department Kesehatan RI. (1994). Standar Peralatan Ruang dan Tenaga Rumah Sakit kelas c. Jakarta.

Department Kesehatan RI. (1992). Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta.

Kartini Heni. (2006). Tugas Akhir Rumah Sakit Bersalin. Bandung: Desain Interior UNIKOM.

Darmaprawira, Sulasmi W.A. Warna-Teori dan Kreativitas Penggunanya Edisi ke-2. Penerbit ITB.

Julius Panero, Martin Zelnik. Human Dimension & Interior Space. London : The Architecture Press.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Mata adalah jendela dunia. Melalui kedua mata manusia dapat menikmati segala bentuk keindahan dunia, sehingga tanpa mata yang sehat manusia menjadi kurang mampu melihat keindahan alam semesta ini. Dengan demikian kesehatan mata harus selalu dijaga, karena fungsi mata terus menurun seiring dengan pertambahan usia. Faktor-faktor lain yang menyebabkan kesehatan dan kondisi mata terganggu.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa upaya pembangunan Nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Kesehatan Indera Penglihatan merupakan syarat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, dalam kerangka mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas, produktif, maju, mandiri, dan sejahtera lahir batin.

Menurut Menteri kesehatan RI, gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Survey Kesehatan Indera tahun 1993 – 1996 menunjukkan 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan disebabkan oleh katarak (52%), glaukoma (13,4%), kelainan refraksi (9,5%), gangguan retina (8,5%), kelainan kornea (8,4%), dan penyakit mata lain. (www.depkes.go.id)

Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa glaukoma merupakan penyebab kebutaan terbanyak kedua setelah katarak baik di dunia maupun di Indonesia. Jumlah kasus glaukoma akan bertambah seiring dengan peningkatan usia harapan hidup. Hasil Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007 menunjukkan angka kebutaan sebesar 0,9%. Dengan angka tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan (2,6%) dan terendah di Provinsi Kalimantan Timur (0,3%), sementara hasil Survei Kebutaan dan Kesehatan Mata di Propinsi Jawa Barat tahun 2005, menunjukkan, pada kelompok usia di atas 40 tahun prevalensi glaukoma sebesar 1,2 % dan prevalensi kebutaan karena glaukoma sebesar 0,1% dari total kebutaan sebesar 4,0 %.

(10)

penyakit mata di Jawa Barat, telah tersedia fasilitas medis yang dikelola oleh Pemerintah seperti Rumah Sakit Mata Cicendo dan ada juga Rumah Sakit Mata yang dikelola oleh swasta seperti Bandung Eye Center dan Netra Klinik Spesialis Mata. (www.depkes.go.id)

Penyakit mata sangat beragam dan tidak semuanya dapat menular. Penyakit mata yang disebabkan virus atau bakteri dapat menular, sedangkan jika penyebabnya alergi tidak akan menular. Cara penanganan dan pencegahan macam-macam penyakit mata ini pun berbeda-beda, tergantung kepada penyebabnya. Tidak hanya diderita oleh orang dewasa penyakit mata pun dapat diderita oleh anak-anak, beberapa kelainan mata yang diderita anak usia dibawah satu tahun, pada umumnya bersifat bawaan, seperti Retinopathy of Prematurity (ROP), yaitu kondisi yang biasanya ditemukan pada bayi yang lahir prematur yaitu saat retina belum terbentuk secara sempurna sehingga mudah rusak atau retina terlepas sehingga menyebabkan kebutaan; katarak infantil, yaitu kekeruhan lensa mata bayi yang baru lahir, biasanya ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang mengidap infeksi campak Jerman atau toxoplasmosis; dan glaukoma kongenital. (artikel Melinda Hospital. : 7 Juni 2012).

Untuk melaksanakan kegiatan perawatan dan penyembuhan diperlukan suatu pusat kesehatan yang dapat melayani masyarakat di dalam kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan mata. Seperti perawatan dan penyembuhan penyakit mata untuk masyarakat awam, melayani dan mengadakan penelitian bagi ahli medis dan para medis atau orang-orang yang berkaitan, melayani, dan menyediakan alat-alat bantu untuk penglihatan dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan mata.

Dalam menjawab kebutuhan masyarakat di Bandung, Rumah Sakit Mata

“Bandung Eye Center” hadir sebagai pusat pelayanan kesehatan mata

(11)

Idealnya, hal ini dapat diperhatikan sehingga dapat saling melengkapi satu sama lain. Perancangan Interior pada Rumah Sakit Mata sangat penting karena masyarakat memiliki anggapan bahwa Rumah Sakit tempat yang menakutkan apalagi Rumah Sakit yang dimaksud Spesialis Mata. Masyarakat akan memiliki bayangan dan anggapan mengenai Rumah Sakit dan mata yang merupakan organ vital bagi manusia dengan melihat realita yang ada, dibutuhkan perancangan Rumah Sakit dengan desain yang baik dan berbeda dengan fasilitas yang lengkap sehingga masyarakat merasa nyaman khususnya dapat mengurangi anggapan mengenai buruknya citra Rumah Sakit. Dan dengan hal tersebut, maka masyarakat akan memeriksakan kesehatan matanya dengan datang ke Rumah Sakit Mata tanpa merasa takut akan suasana rumah sakit.

Rumah sakit mata adalah rumah sakit yang khusus memberikan layanan, pengobatan, dan perawatan bagi penderita penyakit mata. Untuk mencapai keseimbangan yang dinamis, rumah sakit mempunyai fungsi utama melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, serta sebagai tempat penelitian (Depkes Ri, 2001).

Menurut Nurachmah (2001), pelayanan pada masa kini sudah merupakan industri jasa kesehatan utama dimana setiap rumah sakit bertanggun jawab terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan. Keberadaan dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan, ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa pelayanan tersebut. Disamping itu, penekanan pelayanan kepada kualitas yang tinggi tersebut harus dapat dicapai dengan biaya yang dapat dipertanggung jawabkan.

Berdasarkan pertimbangan diatas, maka perlu diadakan pelayanan rumah sakit mata dengan mutu pelayanan yang baik, yang akan memberikan kemudahan, kepuasan dan pelayanan mata yang berkualitas, yaitu menghadirkan perancangan fasilitas rumah sakit mata dengan sistem One Stop Service yang berarti menyediakan fasilitas yang menyeluruh yang diperlukan pada saat memeriksa mata, konsultasi, sebelum operasi dan sesudah operasi, terapi, kecantikan, seminar dan pendidikan sehingga akan memudahkan bagi pengguna dengan perpaduan bangunan yang bersih dan nyaman yang disesuaikan dengan standarisasi yang ada, serta peningkatan kualitas untuk fasilitas yang lebih khusus seperti fasilitas khusus anak dan penyakit menular. Oleh karena itu konsep yang akan dterapkan adalah

”Friendly & Natural”. Dengan harapan dapat menampilkan citra desain image

(12)

memaksimalkan penerapan elemen-elemen interior pada fasilitas yang ada. Seperti halnya pelayanan yang baik dan fasilitas yang nyaman, dapat juga membantu dalam proses pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), pemulihan (rehabilitatif), ataupun penyuluhan (promotif) akan bahayanya dari penyakit mata sebagai salah satu pancaindra manusia. (Department Kesehatan RI).

1.2 FOKUS MASALAH

Berdasarkan data yang ada pada Rumah Sakit Mata merupakan salah satu fasilitas penting untuk menangani permasalahan penyembuhan penyakit mata. Perancangan ini dikhususkan untuk merancang fasilitas Rumah Sakit Mata yang melayani Rawat jalan, Rawat inap, baik untuk fasilitas anak, penyakit menular maupun yang tidak menular, pelayanan “One Stop Service” dan .

1.3 PERMASALAHAN PERANCANGAN

Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkan permasalahan dalam perancangan ini adalah :

1. Merancang Rumah Sakit khusus mata dengan citra rumah sakit mata yang nyaman dan menyenangkan serta mengurangi adanya sindroma hospitalisasi, yaitu gejala rasa takut berlebihan dan trauma kejiwaan yang timbul ketika berada di rumah sakit.

2. Menciptakan organisasi dan fasilitas ruang interior suatu rumah sakit mata yang terorganisir, rapi dan harmonis.

3. Merancang fasilitas rumah sakit dengan fasilitas untuk pendidikan dan kecantikan untuk mata.

4. Merancang Rumah Sakit yang dilengkapi oleh faslitas dan pelayanan baik untuk orang dewasa maupun anak-anak.

5. Merancang Rumah Sakit Mata dengan fasilitas untuk penyakit menular dan tidak menular.

6. Merancang Rumah Sakit Khusus Mata dengan konsep “Friendly &

Natural ” melalui elemen-elemen interior yang dapat mendukung konsep tersebut dengan citra rumah sakit yang ramah lingkungan.

(13)

(kuratif), pemulihan (rehabilitatif), ataupun penyuluhan (promotif) akan bahaya penyakit mata.

1.4 MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari perencanaan dan perancangan Rumah Sakit Mata ini secara garis besar adalah menghadirkan fasilitas umum untuk melayani kesehatan mata. Diharapkan Rumah Sakit Mata ini dapat mendukung peningkatan kualitas kesehatan mata masyarakat demi tercapainya masyarakat dan bangsa yang memiliki penglihatan yang baik. Sedangkan tujuan dari perancangan ini adalah : .

1. Merencanakan dan merancang suatu lingkungan dan fasilitas yang menarik dan dapat mendukung kesembuhan pasien secara psikologis maupun fisiologis.

(14)

BAB II TINJAUAN UMUM

2.1. Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah suatu fasilitas umum (public facility) yang

berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan meliputi pencegahan

dan penyembuhan penyakit, serta pemeliharaan, peningkatan dan

pemulihan kesehatan secara paripurna. Adapun pengertian Rumah

Sakit lainnya, antara lain:

a. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang

Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan

yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan

dan gawat darurat. (Depkes RI, 2009, http://depkes.go.id, diakses

tanggal 20 Juli 2010).

b. W.H.O (World Health Organization) memaparkan bahwa menurut

WHO Rumah Sakit adalah organisasi terpadu dari bidang sosial

dan medic yang berfungsi sebagai pusat pemberi pelayanan

kesehatan, baik pencegahan penyembuhan dan pusat latihan dan

penelitian biologi-sosial.

2.1.2 Klasifikasi Rumah Sakit menurut kelas/tipe

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan

lingkungan rumah sakit dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana

pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun

orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta

memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan

(15)

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992

pelayanan rumah sakit umum pemerintah Departemen Kesehatan dan

Pemerintah Daerah diklasifikasikan menjadi kelas/tipe A,B,C,D dan E

(Azwar,1996):

1. Rumah Sakit Kelas A

Rumah Sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas

oleh pemerintah, rumah sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat

pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga

rumah sakit pusat.

2. Rumah Sakit Kelas B

Rumah Sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan

subspesialis terbatas. Direncanakan rumah sakit tipe B didirikan di

setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang menampung

pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Rumah sakit

pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai

rumah sakit tipe B.

3. Rumah Sakit Kelas C

Rumah Sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu

memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. Terdapat

empat macam pelayanan spesialis disediakan yakni pelayanan

penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta

pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah sakit tipe

C ini akan didirikan di setiap kabupaten/kota (regency hospital) yang

menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

4. Rumah Sakit Kelas D

(16)

ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan

rumah sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran

umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan rumah sakit tipe C,

rumah sakit tipe D juga menampung pelayanan yang berasal dari

puskesmas.

5. Rumah Sakit Kelas E

Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus (special

hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan

kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E yang didirikan

pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit

paru, rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan anak.

2.1.3 Penggolongan Rumah Sakit (Peraturan Menteri Kesehatan RI

Tentang Rumah Sakit, BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1)

a. Berdasarkan Bentuk Pelayanan

Rumah Sakit Umum

Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan

semua jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai sub

spedialistik.

Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit yang melenggarakan pelayanan kesehatan

berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu.

b. Berdasarkan Jumlah Tempat Tidur, Pemilik, dan Pengelola :

Rumah sakit kelas A

1000-1500 tempat tidur, pemilik dan pengelola Pemerintah

(Depkes).

Rumah sakit kelas B

400-1000 tempat tidur, pemilik dan pengelola Pemerintah

Dati 1 (di Ibukota propinsi).

(17)

100-300 tempat tidur, pemilik dan pengelola Pemerintah

Dati II/III, memiliki minimal 4 cabang spesialis.

Rumah sakit kelas D

25-100 tempat tidur, pemilik dan pengelola Pemerintah Dati

I/II/III, umum.

Rumah sakit kelas E

Pelayanan kesehatan tertentu (kusta, paru-paru, bersalin,

dan lain-lain).

c. Berdasarkan Kepemilikan dan Penyelenggaraan

1. Rumah Sakit Pemerintah

Rumah sakit yang dibiayai, dipelihara, dan diawasi oleh

Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah, ABRI, dan

departemen lain, termasuk BUMN. Misalnya Rumah Sakit

Umum Pusat, Provinsi, Kabupaten dan lokal. Usaha ini

2.1.4 Persyaratan Penyelenggaraan Rumah Sakit menurut Menteri

Departement Kesehatan

Berdasarkan kepemilikannya, rumah sakit dapat dibedakan

menjadi 2 (dua), yaitu Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit

Swasta. Pada dasarnya, peraturan yang dilakukan pada kedua jenis

rumah sakit tersebut sama, namun ada beberapa peraturan yang

membedakannya. Misanya penyelenggarakan rumah sakit bertujuan

untuk memberikan pelayanan penyembuahn penyakit, peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit, dan pemulihan kesehatan individu

yang bermutu, efisiensi, efektif, dan merata; Rumah sakit wajib

mempunyai ruangan untuk penyelenggaraan rawat jalan. Rawat inap

(18)

non-medik; Kelas pelayanan rumah sakit terdiri dari kelas VIP, kelas I,

kelas II, kelas III.

2.1.5 Perbedaan persyaratan penyelenggaraan Rumah Sakit Pemerintah

Dan Rumah Sakit Swasta menurut Undang-undang .

a. Pemerintah

Rumah sakit pemerintah dimiliki dan diselenggarakan oleh:

Departemen Kesehatan

Pemerintah Daerah

ABRI

Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah terdiri dari:

Kelas A mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan

medic spesialistik luas dan sub-spesialistik luas.

Kelas B II mempunyai fasilitas dan kemapuan pelayanan

medik spesialistik luas dan sub-spesialistik terbatas.

Kelas B I mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayana

medik spesialistik sekurang-kurangnya 11 jenis spesialistik.

Kelas C mempunyai fasilitas dan kemampuan

sekurang-kurangnya pelayanan medik 4 dasar lengkap.

Kelas D mempunyai fasilitas dan kemampuan

sekurang-kurangnya pelayanan medik dasar.

Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah ditentukan berdasarkan

tingkat fasilitas dan kemampuan pelayanan dan bidang

kekhususannya dan ditetapkan tersendiri oleh Menteri Kesehatan.

b. Swasta

Rumah sakit swasta diselenggarakan berasaskan kemandirian

dengan prinsip wirausaha dengan tetap melaksanakan fungdi sosial.

Kepemilikan rumah sakit berbentuk yayasan, Perseroan Terbatas

(19)

Rumah sakit swasta harus memenuhi persyaratan standar bangunan

prasarana, dan peralatan sesuai dengan jenis dan klasifikasi rumah

sakit meliputi :

1. Lokasi atau letak bangunan prasarana harus sesuai dengan

rencana umum tata ruang dan terhindar dari pencemaran.

2. Bangunan, prasarana, peralatan, harus dalam kondisi terpelihara

dan memenuhi standar keamanan, keselamatan, dan

kesejahteraan kerja.

3. persyaratan teknis bangunan, prasarana, peralatan, dan dampak

lingkungan internal dan eksternal.

4. Peralatan medik harus memenuhi persyaratan pengujian/kalibrasi.

Rumah sakit swasta dalam memberikan pelayanan harus menjamin

hak-hak pasien.

Rumah sakit swasta wajib meneyelenggarakan peningkatan mutu

pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Rumah sakit swasta wajib mempunyai komite medik dan komite

keperawatan.

Rumah sakit swasta wajib merujuk pasien ke rumah sakit yang lebih

mampu pelayanannya apabila rumah sakit tersebut mampu

menangani pasien tersebut.

Bentuk pelayanan rumah sakit swasta adalah rumah sakit umum dan

rumah sakit khusus.

Setiap rumah sakit swasta wajib melaksanakan fungsi sosial.

Rumah sakit swasta yang memilki yayasan, perhimpunan,

perkumpulan sosial, dan rumah sakit BUMN yang melayani pasien

umum minimal 25% dan rumah sakit swasta yang dimiliki pemilik

modal minimal 10%.

1.1.6 Jenis pelayanan Rumah Sakit

(20)

kembali melakukan kegiatannya sehari-hari tanpa terganggu oleh keadaan kelainan atau tidak normalnya fungsi fisik atau jiwanya. Oleh

karena besar dan banyaknya kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu rumah sakit, maka kegiatan rumah sakit dibagi dalam beberapa kelompok pelayanan. Kelompok ini ditunjang oleh sarana pelayanan sebagai pelengkap kegiatan kelompok tersebut. Dengan berpedoman pada rumah sakit yang terlengkap, kegiatan kelompok pelayanan adalah sebagai berikut :

Pelayanan Administrasi, antara lain :

Gedung administrasi rumah sakit, pendidikan dan latihan dan sebagainya.

Pelayanan Medis, antara lain :

Rawat jalan (Poliklinik), Gawat darurat (Emergency), Bedah sentral (Central Operating Theater), Obstetric & Gynocolog, dan sebagainya.

Pelayanan penunjang medis, antara lain :

Radiology, Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium, Instalasi Gizi, Kamar Jenazah,

Pelayanan Perawatan, antara lain :

ICCU, ICU, Phisiotherapy, Rawat Nginap dan sebagainya.Patologi dan sebagainya.

Pelayanan Penunjang Non Medis, antara lain :

CSSD, Laundry, Instalasi Pemeliharaan Sarana, Genset, Incenerator, Halaman/parkir, Selasar dan sebagainya

2.1.7 Persyaratan Teknis Sarana Rumah Sakit

(PERMENPU No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.)

2.1.7.1 Zonasi.

Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi

(21)

privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.

(1).Zonasi berdasarkan tingkat risiko terjadinya penularan penyakit terdiri

dari:

area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi, ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsip/rekam medis.

area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non-penyakit menular, rawat jalan.

area dengan risiko tinggi, yaitu ruang isolasi, ruang ICU/ICCU, laboratorium, pemulasaraan jenazah dan ruang bedah mayat, ruang radiodiagnostik.

area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang bersalin, ruang patolgi.

(2) Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :

area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek).

area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan langsung dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan area yang menerima beban kerja dari area publik, misalnya laboratorium, radiologi, rehabilitasi medik.

area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit, umumnya area tertutup, misalnya seperti ICU/ICCU, instalasi bedah, instalasi kebidanan dan penyakit kandungan, ruang rawat inap.

(3) Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :

(22)

Zona Penunjang dan Operasional yang terdiri dari : Instalasi Farmasi, Instalasi Radiodiagnostik, Laboratorium, Instalasi Sterilisasi Pusat (;Central Sterilization Supply Dept./CSSD), Dapur Utama, Laundri, Pemulasaraan Jenazah, Instalasi Sanitasi, Instalasi Pemeliharaan Sarana (IPS).

Zona Penunjang Umum dan Administrasi yang terdiri dari : Bagian Kesekretariatan dan Akuntansi, Bagian Rekam Medik, Bagian Logistik/ Gudang, Bagian Perencanaan dan Pengembangan (Renbang), Sistem Pengawasan Internal (SPI), Bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit), Bagian Sumber Daya Manusia (SDM), Bagian Pengadaan, Bagian Informasi dan Teknologi (IT).

Gambar 2.1 Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola

(23)

2.1.7.2 Kebutuhan luas lantai.

Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit pendidikan disarankan + 110

m2 setiap tempat tidur. 2)

Sebagai contoh, rumah sakit pendidikan dengan kapasitas 500 tempat

tidur, kebutuhan luas lantainya adalah sebesar + 110 (m2/tempat tidur)

x 500 tempat tidur = + 55.000 m2.

Kebutuhan luas lantai untuk rumah sakit umum (non pendidikan) saat

ini disarankan 80 m 2 sampai dengan 110 m2 setiap tempat tidur.3)

Sebagai contoh, rumah sakit umum (non pendidikan) dengan kapasitas 300

tempat tidur, kebutuhan luas lantainya adalah sebesar 80 (m 2/tempat tidur) x 300 tempat tidur = + 24.000 m2

2.1.7.3 Langit-langit.

(1) Umum.

Langit-langit harus kuat, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.

(2) Persyaratan langit-langit.

Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,70 m, dan tinggi di selasar

(koridor) minimal 2,40 m.

Rangka langit-langit harus kuat.

Langit-langit mungkin harus dari bahan kedap suara.

2.1.7.4 Dinding dan Partisi.

a. Umum.

Dinding harus keras, tidak porous, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak

punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan. Disamping itu dinding

(24)

Persyaratan dinding pada ruang-ruang khusus.

Pelapisan dinding dengan bahan keras seperti formika, mudah

dibersihkan dan dipelihara. Sambungan antaranya bisa di “seal” dengan filler plastik. Polyester yang dilapisi (laminated polyester) atau

plester yang halus dan dicat, memberikan dinding tanpa kampuh (

tanpa sambungan = seamless).

Dinding yang berlapiskan keramik/porselen, megumpulkan debu dan

mikro organisme diantara sambungannya. Semen diantara

keramik/porselin tidak bisa halus, dan kebanyakan sambungan yang

diplaster cukup porous sehingga mudah ditinggali mikro organisme

meskipun telah dibersihkan.

Keramik/porselin bisa retak dan patah.

Cat epoksi pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk

mengelupas atau membentuk serpihan.

Pelapis lembar/siku baja tahan karat (stainless steel) pada

sudut-sudut tempat benturan membantu mengurangi kerusakan.

2.1.7.5 Lantai.

a. Umum.

Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak

licin, warna terang, dan mudah dibersihkan.

Persyaratan lantai pada ruang-ruang khusus.

Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan

yang cukup ke arah saluran pembuangan.

Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung

agar mudah dibersihkan.

Lantai harus cukup konduktif, sehingga mudah untuk menghilangkan

muatan listrik statik dari peralatan dan petugas, tetapi bukan

(25)

sengatan listrik.

Untuk mencegah menimbunnya muatan listrik pada tempat

dipergunakan gas anestesi mudah terbakar, lantai yang konduktif

harus dipasang.

Lantai yang konduktif bisa diperoleh dari berbagai jenis bahan,

termasuk vinil anti statik, ubin aspal, linolium, dan teraso. Tahanan

listrik dari bahan-bahan ini bisa berubah dengan umur dan akibat

pembersihan.

Tahanan dari lantai konduktif diukur tiap bulan, dan harus memenuhi

persyaratan yang berlaku seperti dalam NFPA 56A.

Permukaan lantai tersebut harus dapat memberikan jalan bagi

peralatan yang mempunyai konduktivitas listrik yang sedang antara

peralatan dan petugas yang berhubungan dengan lantai tersebut.

Lantai dilokasi anestesi yang tidak mudah terbakar tidak perlu

konduktif. Semacam plastik keras (vinil), dan bahan-bahan yang tanpa

sambungan dipergunakan untuk lantai yang non konduktif.

Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras

untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan

pemvakuman basah.

2.1.7.6 Sistem Penghawaan (Ventilasi) dan Pengkondisian Udara

Sistem Penghawaan (Ventilasi)

(1) Umum.

Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami dan/atau

ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya. Bangunan rumah sakit

harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela

dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi

(26)

Persyaratan Teknis

Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan ventilasi

mekanis seperti pada bangunan fasilitas tertentu yang memerlukan

perlindungan dari udara luar dan pencemaran.

Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, mengikuti

Persyaratan Teknis berikut:

SNI 03 – 6572 - 2000 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan

sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.

SNI 03 – 6390 - 2000 atau edisi terbaru; Konservasi energi sistem tata

udara pada bangunan gedung.

2.1.7.7 Sistem Pengkondisian Udara

a. Umum.

Untuk kenyamanan termal dalam ruang di dalam bangunan rumah sakit

harus mempertimbangkan temperatur dan kelembaban udara.

Menurut Fungsi Ruang atau Unit.

Tabel Fungsi Standar Suhu, kelembabab, dan Tekanan Udara

(27)

15 Administrasi, 21 – 24 45-60 Seimbang 16. Ruang luka bakar 24 – 26 35 - 60 Positif

2.1.7.8 Pencahayaan

Pencahayan dirumah sakit pada umunya menggunakan sumber listrik

yang berasal dari PLN atau pembangkit tenaga listrik yang dimiki rumah

sakit. Pencahyaan mengkonsumsi energy dan memberikan pengaruh besar

pada fungsi penggunaan ruang suatu bangunan. System pencahyaan harus

dipilih yang mudah penggunaanya, efektif, nyaman untuk penglihatan, tiadak

menghambat kelancaran kegiatan, tidak mengganggu kesehatan terutama

dalam ruang-ruang tertentu dan menggunakan energy yang seminimal

mungkin. Dalarn pedoman pencahayaan ini kita coba memahami sedikit

mengenai sistem satuan, agar tidak mengalami kesulitan dalam ha1

pengukuran pencahayaan dilapangan serta batasan luas bidang kerja yang

diukur. Untuk menghitung keperluan penerangan dirumah sakit,

pencahayaan yang baik hams memperhatikan hal-ha1 berikut :

a. Keselamatan pasien dan tenaga medis/paramedis.

b. Peningkatan kecermatan.

c. Kesehatan yang lebih baik.

d. Suasana yang lebih nyaman.

Pemilihan sistem penerangan yang sebaiknya dipergunakan, ditentukan oleh

beberapa faktor antara lain :

a. Intensitas penerangan dibidang ke rja.

b. Intensitas penerangan umum dalam ruangan.

c. Biaya instalasi.

d. Biaya pemakaian energi.

e. Biaya penggantian instalasi termasuk penggantian lampu-lampu.

Pedoman pencahayaan dirumah sakit ini memuat beberapa penjelasan dan

theori pencahayaan serta katagori pencahayaan pada ruangan-ruangan

dirumah sakit yang disesuaikan dengan bidang kerjanya.Katagori

pencahayaan diberikan nilai dengan notasi huruf A, B,C , D , E , F , G , H , I .

(28)

macam yaitu nilai minimal, yang diharapkan dan maximal.

Tabel 2.4 – Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit

No. Ruang atau Unit Intensitas Cahaya (lux)

9 Administrasi/kantor Minimal 100 10 Ruang alat/gudang Minimal 200

11 Farmasi Minimal 200

2.1.7.9 Sistem Pengolahan dan Pembuangan Limbah

Persyaratan Pengolahan dan Pembuangan Limbah Rumah Sakit

dalam bentuk padat, cair dan gas, baik limbah medis maupun non-medis

dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1204/MENKES/SK/X/2004, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

(29)

2.2. Rumah Sakit Mata

2.2.1 Pengertian Rumah Sakit Mata

Menurut kamus besar bahasa Indonesia Rumah sakit mata adalah

rumah sakit yg khusus memberikan layanan, pengobatan, dan perawatan

bagi penderita penyakit mata.

2.2.2 Jenis penyakit mata :

Penyakit mata sangat beragam dan tidak semuanya dapat menular.

Jika penyakit mata disebabkan virus atau bakteri maka bisa menular,

sedangkan jika penyebabnya alergi tidak akan menular. Cara penanganan

dan pencegahan macam-macam penyakit mata ini pun berbeda, tergantung

penyebabnya. Berikut ini beragam penyakit mata :

Penyakit mata yang menular

1. Konjungtivitis (menular)

Merupakan penyakit mata akibat iritasi atau peradangan akibat infeksi

di bagian selaput yang melapisi mata. Gejalanya mata memerah, berarir,

terasa nyeri, gatal, penglihatan kabur, dan keluar kotoran. Penyakit ini

mudah menular dan bisa berlangsung berbulan-bulan. Beberapa faktor

menjadi penyebabnya, seperti infeksi virus atau bakteri, alergi (debu, serbuk,

angin, bulu atau asap), pemakaian lensa kontak dalam jangka waktu panjang

dan kurang bersih.

2. Trakoma (menular)

Infeksi pada mata yang disebabkan bakteri Chlamydia trachomatis

yang berkembang biak di lingkungan kotor atau bersanitasi buruk serta bisa

menular. Penyakit ini sering menyerang anak-anak, khususnya di negara

berkembang.

Penyakit mata yang tidak menular :

1. Keratokonjungtivitas Vernalis (KV)

(30)

akibat alergi sehingga menimbulkan rasa sakit. Memiliki gejala mata merah,

berair, kelopak mata bengkak, gatal, dan adanya kotoran mata. KV

merupakan peradangan yang berulang atau musimam dan penderitanya

cenderung kambuh, khususnya di musim panas.

2. Endoftalmitis

Infeksi pada lapisan mata bagian dalam sehingga bola mata

bernanah. Gejalanya mata merah, terasa nyeri bahkan sampai mengalami

gangguan penglihatan. Infeksi ini cukup berat sehingga harus segera

ditangani karena bisa menimbulkan kebutaan. Penyebab biasanya karena

mata tertusuk sesuatu.

3. Selulitis Orbitalis (SO)

Penyakit mata akibat peradangan pada jaringan di sekitar bola mata.

Gejalanya mata merah, nyeri, kelopak mata bengkak, bola mata menonjol

dan bengkak, serta demam. Pada anak-anak, SO sering terjadi akibat cedera

mata, infeksi sinus atau infeksi berasal dari gigi. Dokter biasanya akan

melakukan rontgen gigi dan mulut atau CT Scan sinus untuk memastikan

penyebabnya.

4. Blefaritis

Peradangan yang terjadi pada kelopak mata akibat produksi minyak

berlebihan dan berasal dari lapisan mata. Memiliki gejala berupa mata

merah, panas, nyeri, gatal, berarti, terdapat luka di bagian kelopak mata dan

membengkak, bahkan rontoknya bulu mata. Blefaritis terbagi dua jenis, yaitu

blefaritis anterior (peradangan mata bagian luap depan yaitu di melekatnya

bulu mata, disebabkan bakteri stafilokukus).

4. Dakrosistitis

Penyakit mata yang disebabkan penyumbatan pada duktus

nasolakrimalis (saluran yang mengalirkan air mata ke hidung). Penyumbatan

disebabkan alergi sehingga menyebabkan infeksi di sekitar kantung air mata

yang menimbulkan nyeri, warna merah dan bengkak, bisa mengeluarkan

nanah dan mengalami demam.

5. Ulkus Kornea (UK)

(31)

virus, protozoa, atau beberapa jenis bakteri seperti stafilokokus,

pseudomonas atau pneumokukus. Awalnya bisa karena kelilipan atau

tertusuk benda asing.

2.2.3 Izin mendirikan Rumah Sakit Khusus

I. Persyaratan :

1. Surat Permohonan Izin Mendirikan RS dari pemilik

(Yayasan/PT/Badan Hukum Lainnya); ditujukan kepada

Bupati/Walikota Cq.Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu;

2. Fotocopy Surat Akte Notaris Pendirian Yayasan/PT/Badan Hukum

Lainnya;

3. Fotocopy sertifikat tanah a/n pemohon;

4. SIMB (surat izin mendirikan rumah sakit) a.n. pemohon;

5. Izin Lokasi dari Pemda Kabupaten/Kota setempat;

6. Studi kelayakan, master program dan master plan;

7. Denah bangunan (skala 1:200);

8. Persyaratan yang diminta di tingkat Kab/Kota ;

9. Surat Pernyataan sanggup mentaati peraturan yang berlaku di bidang

kesehatan dari Pemohon;

10. Dokumen UPL / UKL dan Rekomendasi/Hasil Penelitian UPL/UKL

11. Struktur Organisasi Badan Hukum

II. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus ditetapkan berdasarkan:

a. Pelayanan;

b. Sumber Daya Manusia;

c. Peralatan;

d. Sarana dan Prasarana; dan

e. Administrasi dan Manajemen.

2.2.4 Fungsi Rumah Sakit Mata menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun

2009 tentang rumah sakit

(32)

a. Rumah sakit khusus memberikan pelayanan diagnosis dan

pengobatan untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik

bedah maupun nonmedik, seperti rumah sakit kanker, bersalin,

mata, lepra, rumah sakit rehabilitasi dan penyakit kronis.

b. Golongan rumah sakit kelas E, dimana memberikan pelayanan

kesehatan khusus, yaitu mata.

2.2.5 Kriteria Klasifikasi Rumah Sakit Mata Menurut Menteri Kesehatan RI

a. Jenis Pelayanan Medis

1. Pelayanan spesialistik mata : Refraksi, Infeksi dan imunologi

mata, Glaucoma, Bedah katarak, Medical retina, Oftalmologi

komunitas, Refraksi dan lensa kontak, infeksi dan imunologi

mata, pediatric olfalmologi, bedah plastic dan rekonstruksi dan

onkologi mata.

2. Pelayanan sub-spesialistik mata : Refraksi dan lensa kontak,

infeksi dan imunologi mata, lensa dan bedah refraktif,

glaucoma, vitreo retina, strabismus, neuro oftalmologi, plastic

rekonstruksi, orbita onkologi, pediatric ontamologi dan

oftamologi komunitas. Pelayanan spesialis enestesi, Pelayanan

Rawat inap, Pelayanan Rawat Jalan, Pelayanan Gawat Darurat

Mata, Pelayanan Bedah operasi, Pelayanan Penunjang,

Pelayanan Farmasi, Pelayanan Laboratorium sederhana, Optik,

Gizi, Sterilisasi, Bank Mata, Rekam Medik, Laundry,

Pemulanggaran Jenazah, Penanggulangi Bencana

b. Peralatan

Sarana dan prasarana Kesehatan Mata primer minimal harus

tersedia peralatan sebagai berikut : Slit Lamp, Auto refraktermeter,

Ofralmostop direk, Oftalmostop indirek, Lens Meter, Trial lens set,

(33)

kanahera, Snellen test project, Basic ophtalmik instrument, Flash

light, Loup, Tonometer Schiatz, Sterilizer table mata, Obat

diagnostic midriatikum, Anastetic Topical, Lensa Gonometri

dengan 3 cermin dan Set dilator punctum

c. Sarana dan prasarana Kesehatan Mata Sekunder minimal harus tersedia peralatan sebagai berikut :

Peralatan Diagnostik

Lembar optotip snellen yang dilengkapi clock dial, Lembar kartu

tes baca, Bingkai uji coba trial lens, Buku ishihara-Kanehara,

Lensometer, Optalmostop direk, Optalmoskop indirek, Slit lamp,

Tonometer Schiotz, Tonometer aplanasi, Tonometer non contact,

Streak retinoscopy, Lensa gonioskopi dengan 3 cermin, Refrakto

keratomete.

2.3 Antropometri

2.3.1 ANTROPOMETRI RUANG PERAWAT Jarak Terhadap Ruang Pasien

Malkin (1992) menyatakan bahwa waktu untuk berjalan dan kemampuan untuk menengok pasien menjadi semakin penting untuk mengatasi keterbatasan tenaga perawat. Jika jarak perjalanan pendek dan suplai mudah maka perawat dapat menggunakan waktu lebih banyak untuk pasien. Jadi dapat ditegaskan bahwa jarak ruang perawat terhadap ruang pasien harus sedekat mungkin sehingga memudahkan jangkauan.

Data lapangan menunjukkan bahwa ruang perawat terletak di ujung timur deretan ruang pasien. Dengan demikian maka untuk ruang pasien yang terletak di sekitar ruang perawat tidak akan menjadi masalah.

(34)

Hubungan Dengan Ruang Pendukung

De Chiara dan Challender (1990) menyatakan bahwa rencana ruang

perawat harus menyertakan pula ruang-ruang yang mengakomodasi kereta penyimpanan linan, alat-alat dan suplai lainnya yang dibawa dari unit suplai dan sterilisasi sentral. Jadi jarak ruang perawat harus sedekat mungkin dengan ruang-ruang tersebut, dan bila ruang berada di lantai atas maka lift untuk barang atau ramps harus diletakkan di luarnya.

Data lapangan menunjukkan bahwa ruang perawat terletak di depan ruang-ruang suplai/pendukung seperti ruang obat, ruang linan, dapur, dan ruang cuci. Sedangkan lift/ramps terletak di luarnya dalam jarak yang paling dekat dibanding ruang-ruang pendukung seperti dikemukakan di atas telah sesuai.

Denah Area Kerja Perawat dan Jarak Ruang

Menurut Panero dan Zelnik (1979) lebar 91,4 cm adalah jarak ruang minimal yang memungkinkan antara meja kerja dengan meja belakang. Ini akan memungkinkan akses ke meja belakang bagi orang ke dua sementara perawat sedang menggunakan meja kerja. Disamping itu juga membuat arsip-arsip mudah terjangkau oleh perawat yang

memutar kursinya ke belakang.

(35)

Gambar 2.13. Standar Jarak Area Kerja Ruang Perawat

2.3.2 ANTROPOMETRI KORIDOR

Menurut Woodson (1981), koridor harus cukup lebar sehingga orang

tidak harus berjalan berhati-hati agar tidak menabrak dinding, orang lain, atau perabot yang menempel pada dinding atau dibawa dengan alat dorong. Data lapangan menunjukkan bahwa koridor pada Gedung Lukas terdiri dari koridor utama yang memiliki lebar 250 cm dan sub-koridor yang memiliki lebar 125 cm.

(36)

keperawatan. Perabot yang sering melintasi adalah kursi roda, kereta makan, kereta injeksi, kereta balut, dan tempat tidur pasien. Dengan

demikian maka dapat diperhitungkan bahwa lebar koridor utama paling tidak harus dapat mengakses lebar dua orang (bolak-balik) dan satu tempat tidur pasien (sebagai perabot yang paling lebar). Lebar tempat tidur pasien adalah 90 cm dan akses standar minimun untuk tiap orang adalah 76 cm. Jadi bila dijumlahkan maka lebar koridor utama yang dibutuhkan minimal adalah 242 cm. Dengan demikian maka lebar koridor utama di lapangan telah sesuai untuk dapat mengakses kebutuhan pergerakan manusia dan barang yang terjadi di dalamnya. Sub koridor merupakan akses pendukung yang menghubungkan antar ruang pelayanan yaitu ruang perawat, ruang konsultasi dokter, ruang kepala ruang, dapur, ruang obat, ruang linan dan ruang cuci. Pada sub-koridor ini tidak terdapat perabot apapun. Penggunanya adalah seluruh staf keperawatan dengan perabot yang sering digunakan yaitu kereta makan, kereta injeksi, dan kereta balut. Dengan demikian maka dapat diperhitungkan bahwa lebar sub-koridor paling tidak harus dapat mengakses lebar satu orang dan satu kereta makan (sebagai perabot yang paling lebar). Lebar kereta makan adalah 50 cm dan akses

standar minimum untuk tiap orang adalah 76 cm. Jadi bila dijumlahkan

maka lebar sub-koridor yang dibutuhkan minimal adalah 126 cm. Dengan demikian maka lebar sub-koridor yang ada di lapangan sangat minimal untuk dapat mengakses kebutuhan pergerakan manusia dan barang yang terjadi di dalamnya. (Departemen Kesehatan RI. 1992. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Departmen Kesehatan RI.)

2.4 Studi Banding

2.4.1 Netral Klinik Spesialis Mata

Netra Klinik menyediakan pelayanan kesehatan mata bagi semua pasien

mata yang membutuhkan pengobatan dan pemeriksaan (intensive care)

serta hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan mata. Netra Klinik Spesialis

(37)

Supratman No 17 Bandung. Konsep dari berdirinya Netra Klinik Spesialis

Mata adalah pusat pelayanan kesehatan mata (one stop eye health care

services) yang menyediakan total solution perawatan kesehatan mata yang

mampu mentransformasi kondisi fisik dan mental pasien dan pengantar.

2.4.2Pelayanan utama klinik:

Lasik

Refractive Surgery

Kontak Lens

Katarak

Pediatrik Ophtalmology & Strabismus

Glaukoma

Retina

Okuloplastik

Fasilitas Non medis

Gambar 2.21 Optik

(38)

Gambar 2.22 Lobby Gambar 2.23 R. Resepsionist

(Sumber : Netra Klinik) (Sumber : Netra Klinik

Gambar 2.24 R. Tunggu Gambar 2.25 Taman

(39)

BAB III Konsep Perencanaan

3.1 Data dan Karakteristik

3.1.1 Data lokasi

Rumah Sakit Khusus Mata “Bandung Eye Center” ini

merupakan sarana pelayanan perawatan kesehatan mata. Oleh

karena itu pemilihan lokasi proyek dikawasan Bandung yang terdapat

penduduk usia muda dan belum ada RS serupa dikawasan ini.

Data Proyek :

Nama Proyek : Bandung Eye Center

Lokasi : Jl. Sumatra no. 22 Bandung

Tipe pelayanan : Pelayanan Medis Sub-spesialistik

Status Proyek : Fiktif

Rencana Tata Guna Jalan : Fasilita Umum dan Komersial

Status kepemilikan : Badan Swasta

3.1.2 Sejarah Bandung Eye Center

PT. Nitra Husada adalah sebuah perusahaan yang didirikan

berdasarkan akta nomor 3 tanggal 8 Oktober 2001 oleh Resnizar

Anasrul, SH, notaris di Bandung. Akta Pendirian ini disahkan oleh

Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonensia

dengan surat keputusannya nomor C-12153 HT.01.01.TH.2001 tangal

1 Nopember 2001 dan tercatat dalam pengumuman Berita Negara

(40)

Perusahaan berdomisili di Bandung dengan alamat Jl.

Sumatera no. 22 Bandung 40112. Adapun maksud dan tujuan

perseroan sesuai dengan pasal 3 anggaran dasar perusahaan adalah

berusaha dalam bidang Jasa dan Industri.

Saat ini perusahaan mengelola sebuah Rumah Sakit/Klinik

Spesialis Mata dengan nama „Bandung Eye Center‟ yang memberikan

pelayanan kepada masyarakat dengan menjalankan usaha pelayanan

kesehatan mata dan apotik.

3.1.3 Visi, Misi, Value dan Motto

Visi - Optimalisasi penglihatan dan kualitas hidup

Misi • Memberikan pelayanan klinis berstandar internasional, Memberikan pelayanan yang melebihi harapan pasien, Menerapkan teknologi mutakhir dan terpercaya, Mengembangkan kompetensi dokter dan staf, melalui riset dan pendidikan

Value Pelayanan dan perawatan yang terbaik bagi pasien,

Organisasi yang terus menerus memperbaiki diri, Meningkatkan

nilai-nilai secara berkesinambungan, Persatuan berdasarkan

prestasi.

(41)

3.1.4 Jenis Pelayanan

Pelayanan Medis

Ruang Bedah

Gambar 3.1 Ruang Bedah

(Sumber : Bandung Eye CenterI

Bedah Lasik

Gambar 3.2 Ruang Bedah Lasik

( Sumber : Bandung Eye Center)

Pelayanan Penunjang Medis

Yag Laser

Gambar 3.3 Ruang Yag Laser

(42)

Sepuluh sampai dua puluh persen pasien Pasca Bedah Katarak

mengeluh tajam penglihatan kembali memburuk disertai silau. Hal

tersebut disebabkan oleh karena kekeruhan Kapsul Posterior yang

terletak di belakang lensa yaang ditanam. Untuk menangani keluhan

tersebut dapat dilakukan terapi Yag Laser yang dimiliki oleh Bandung

Eye Center, sedangkan double Yag Laser dengan panjang gelombang

yang berbeda digunakan untuk pengobatan kelainan retina dan

sebagai salah satu alternatif terapi glaukoma.

Biometri

Gambar 3.4 Biometri

(Sumber : Bandung Eye Center)

Biometri adalah pengukuran kekuatan lensa tanam untuk keperluan

bedah katarak. Pengukuran secara akurat Dioptri Lensa Tanam pada

bedah katarak, diperlukan untuk menghasilkan tajam penglihatan

maksimal pasca bedah katarak. Kini Bandung Eye Center dilengkapi

dengan alat biometri IOLmaster 500, biometri tercanggih sehingga

(43)

Ultra Sonografi

Gambar 3.5 Ultra Sonografi

( Sumber : Bandung Eye Center)

Ultra Sonografi dilakukan untuk pemeriksaan dan penilaian anatomi

segmen posterior bola mata.

Pengukuran Visus

Gambar 3.6 Pengukuran Visus

( Sumber : Bandung Eye Center)

Visus adalah suatu sitem sensoris manusia yang sangat kompleks. Melalui

pemeriksaan refraksi, tajam penglihatan pasien diukur dengan cermat. Untuk

mendapatkan hasil pemeriksaan yang memuaskan, pasien di Bandung Eye

Center akan dilayani oleh petugas refragsi yang terlatih dengan

menggunakan alat pemeriksaan refraksi yang lengkap. Setelah pemeriksaan

refraksi standar, penentuan keadaan refraksi akhir dilakukan oleh dokter

(44)

Apotik, Optik dan Laboratorium

Gambar 3.7 Optik

( Sumber : Bandung Eye Center)

3.3 Struktur Organisasi

(45)

3.3.1 Personalia

3.3.2 Analisa pengguna aktivitas bangunan

No Subyek Aktivitas

1 Dewasa Pasien dewasa melakukan aktifitas

kesehatan mata seperti check up,

pemeriksaan visus. Selain itu

beristrahat di dalam kamar rawat

inap atau menunggu pemeriksaan di

(46)

2 Anak-anak Pasien anak melakuan aktifitas

kesehatan mata seperti chek up,

periksa visus, Selain itu beristirahat

di dalam kamar pada instalasi rawat

inap.ini anak-anak akan diberi

fasilitas bermain dengan permainan

yang sesuai dengan usia dan kondisi

kesehatan mereka.

3 Orang tua/pendamping

anak-anak

Selalu mendampingi (24 jam),

kemanapun (sesuai kebutuhan dan rujukan dokter yang menangani) dan apapun yang dilakukan anak-anak (bermainpun butuh pengawasan orang tua).

3 Dokter Dalam menangani pasien,

khususnya anak-anak harus

memperhatikan karakteristik anak

berdasarkan usia mereka.

Komunikasi dengan anak dan orang

tua harus lancar, demi kelancaran

proses penyembuhan.

4 Perawat Membantu, bekerja sama, dan

meringankan tugas seorang dokter.

Perawat lebih sering bertemu dengan

anak-anak daripada dokter pribadi

mereka, itu sebabnya seorang

perawat harus memperhatikan

karakteristik setiap anak.

5 Staff Rumah sakit Mengurus dan mengerjakan

pekerjaan sesuai bidangnya. Kontak

(47)

sedikit mereka alami dan hanya di

bagian tertentu saja.

3.3.3 Analisa kebutuhan ruang

Program Ruang

Pengelompokan bangunan atau ruang dibagi menurut sifat yang terbagi menjadi:

Area Publik

Area Semi Privat

Area Privat

Area Service

3.3 Hubungan antar ruang

3.4 Alur Sirkulasi

3.4.1 Sirkulasi Staff Medis dan Pengelola

Bagan 1 Sirkulasi Staff Medis dan Pengelola

(48)

3.4.2 Sirkulasi Pasien Gawat Darurat

Bagan 2 sirkulasi Pasien Gawat Darurat

(Sumber : Dokumen penulis)

3.4.3 Sirkulasi Pasien

Bagan 3 Sirkulasi Pasien

(Sumber : Dokumen penulis)

3.4.4 Sirkulasi Pengunjung

Bagan 4 Sirkulasi Pengunjung

(49)

3.4.5 Sirkulasi Barang

Bagan 5 Sirkulasi Barang

(Sumber : Dokumen penulis)

3.4.6 Sirkulasi Limbah Rumah Sakit

Bagan 6 Sirkulasi Limbah Rumah Sakit

(Sumber : Dokumen penulis)

3.5 Zoning dan Blocking Zoning

Zoning merupakan hal yang amat penting dalam memperhitungkan pembagian wilayah dalam desain interior oleh karena pembagian zoning

ditentukan berdasarkan aspek yang bersifat publik,semi publik,privat dan service. Mengacu kepada hal tersebut maka pada proyek ini di bagi menjadi

(50)
(51)

Blocking

Blocking adalah salah satu keputusan tata ruang yang bersumber dari pembagian

wilayah atau zoning yang berfungsi sebagai acuan dasar suatu gubahan ruang

(52)
(53)
(54)

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

3.1 Konsep Perancangan

Rumah sakit khusus mata adalah rumah sakit yang khusus memberikan layanan, pengobatan, dan perawatan bagi penderita penyakit mata. Untuk

mencapai keseimbangan yang dinamis, rumah sakit mempunyai fungsi

utama melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan, serta

sebagai tempat penelitian (Depkes Ri, 2001). Konsep perancangan Rumah Sakit Khusus Mata di Bandung yang akan diaplikasikan merupakan gagasan yang berawal dari sifat dan karakterisktik pasien yang datang pada saat berada di Rumah Sakit adanya sindroma hospitalisasi, yaitu gejala rasa takut berlebihan dan trauma kejiwaan yang timbul ketika berada di rumah sakit, maka lahirlah sebuah tema perancangan dengan tema “Friendly & Natural” dengan penggayaan modern, gaya modern itu sendiri diambil untuk menyesuaikan dengan tema perancangan.

Pengertian Friendly adalah ramah dan bersahabat dimana desain ruangan

yang dirancang pada rumah sakit khusus mata ini dapat menciptakan kesan hangat, akrab, nyaman dan fungsional tanpa menghilangkan kesan bersih dan higienis serta menghilangkan suasana asing dan menyeramkan pada citra rumah sakit pada umumnya, dan berfungsi untuk mengoptimalkan

kenyamanan pasien dan memaksimalkan penerapan elemen-elemen interior

pada fasilitas yang ada. sesuai dengan image rumah sakit itu sendiri.

Pengertian Natural adalah alami, istilah natural sendiri dalam bahasa Inggris merupakan suatu adjective ( kata sifat ) yang berarti not artificial or manmade. Dalam pengobatan alternatif istilah natural merupakan suatu simbol kebaikan. Oliver Wendell Holmes ( 1809-1894) menyebutkan

(55)

otomatis mengalami „kerugian‟ dari prinsip dua kutub ini karena kedokteran

konvensional seringkali dihubungkan dengan teknologi yang canggih yang

berlawanan dengan kesederhanaan dan sifat alami. Konsep natural diharapkan dapat memberikan keseimbangan dan efek psikologis bagi pasien karena dengan warna natural diharapkan bias menciptakan perasaan tenang, nyaman dan dan sejuk dilihat terutama untuk pasien penyakit mata.

Natural yang diterapkan yaitu natural dari penggunungan karena

wrna-warnanya yang menyejukkan seperti pepohonan, sungai dan lainnya. Dengan citra rumah sakit mata yang green atau ramah lingkungan diharapkan konsep natural dapat mewakili citra rumah sakit mata tersebut

3.2 Konsep Penggayaan

Penggayaan yang diterapkan pada Rumah sakit khusus mata yaitu Modern. Menurut kamus bahasa Indonseia modern adalah terbaru, kekinian, konsep modern diterapkan untuk menyeimbangkan dengan tema perancangan karena rumah sakit pada umumnya merupakan pelayanan kesehatan dengan menggunakan berbagai fasilitas yang canggih untuk memenuhi kebutuhan kesehatan dan berkembang sesuai dengan jaman yang semakin modern. Modern dipakai karena untuk mengedepankan kesan bersih, melindungi, dan safety. Modern juga memberi kesan terpercaya.

3.3.1 Konsep Bentuk

Bentuk-bentuk yang akan diadaptasi untuk merancang interior Rumah Sakit Khusus Mata sebagai berikut :

Geometris

(56)

gambar 3.1. bentuk geometris

3.3.2 Konsep Warna

Penggunaan warna interior pada rumah sakit sangat penting selain sebagai mewakili pencitraan rumah sakit, warna juga dapat mempengaruhi pasien secara psikologis.

Dalam perancangan Rumah Sakit Khusus mata ini warna–warna yang digunakan adalah warna-warna yang menenangkan, memberi kesan santai dan rasa hangat dan tetap memberikan kesan bersih yaitu dengan warna-warna natural seperti warna-warna kayu dan bamboo.

Pada Lobby lebih banyak menggunakan warna-warna yang Natural seperti warna coklat, warna abu-abu, dan warna-warna aksen seperti warna hijau untuk memberikan warna segar didalam ruangan Lobby tersebut. Serta untuk beberapa area di ruang pollklinik digunakan warna-warna natural untuk memberikan kesan nyaman, untuk poliklinik anak menggunakan warna-warna fun seperti warna-warna primer dan juga sekunder agar menciptakan warna-warna yang playfull seperti warna-warna kontras yang digabungkan sehingga menciptakan suasana yang santai,nyaman,ceria dan dapat mengurangi rasa tegang dan stres.

(57)

batang yang terdapat didalam kornea mata dapat melemah karena melihat suatu warna pada waktu yang cukup lama, contohnya

seorang dokter pada waktu operasi menggunakan baju berwarna hijau, karena warna hijau adalah warna komplementer dari warna merah yaitu warna darah, sehingga walaupun sel batang melemah, para dokter tidak terganggu dalam proses mengobati pasien. Oleh sebab itu pada kamar pasien digunakan warna hijau, dan coklat agar memberikan kesan santai serta hangat, agar pasien dapat merasa nyaman.

gambar 3.2. Warna primer gambar 3.3. Warna Sekunder

gambar 3.4. warna natural

3.3.3 Konsep Material

(58)

kayu seperti parket, batu alam seperti marmer, granit. Pada sudut-sudut pertemuan antara lantai dan dinding dibuat melengkung (hospital plint), supaya juga mudah untuk dibersihkan dan tidak ada

debu, kotoran, kuman yang tersisa.

gambar 3.5. Parquete gambar 3.6 Garnit gambar 3.7. Marmer

2. Dinding, untuk melapis dinding digunakan cat tembok yang mengandung acrylic /viniyl sehingga dalam keadaan tertentu mudah untuk dibersihkan. Dapat pula menggunakan pelapis dinding seperti teac plywood, wallcovering seperti wall vinil, wall paper / wall fabric. Bahan untuk railing tangga yang mudah dibersihkan, yaitu menggunakan bahan dasar metal atau batu alam. Bahan yang digunakan adalah bahan yang memiliki sifat licin seperti besi/aluminium. Sedangkan pada pintu digunakan bahan besi, untuk

mencegah kerusakan akibat terbentur trolley ataupun ranjang yang keluar masuk ruangan. Untuk kusen jendela digunakan aluminium, karena ringan, mudah dibersihkan, tahan karat dan perawatannya mudah.

gambar 3.8. Plywood gambar 3.9. Wallpaper

(59)

board, GRC board. Hal yang harus diperhitungkan adalah kekuatan bahan tersebut terhadap api. Bila terjadi kebakaran, bahan-bahan

tersebut tidak mudah terbakar, sehingga tidak mengakomodasi api menjalar kemana-mana.

gambar 3.10. Gypsum board gambar 3.11. Acoustic Board

3.3.4 Konsep Pencahayaan

Selain sebagai elemen estetik, pencahyaan berfungsi untuk memberikan penerangan didalam ruangan, serta memberikan efek

psikologis bagi manusia. Konsep pencahyaan di Rumah Sakit ini lebih mengutamakan pencahayaan buatan, namun tidak menutupi juga pemberian pencahyaan alami yaitu dari matahari, selain sebagai pemberi cahaya sakaligus berfungsi sebagai penyesteril kuman penyakit juga agar menghemat pemakaian sumber energi listrik.

Sinar matahari merupakan 5 gugusan penyebaran pangaruh radiasi yang sangat kompleks susunan serta akibatny. Sinarnya dapat menyengat dan menusuk orang yang tidak mebiasakan diri terhadap ketajaman sinar matahari sehingga mengakibatkan orang tersebut pingsan atau sakit, sinar ultra jingga (Ultra Violet atau UV) dari spectrum cahaya matahari terkenal berdaya mamatikan kuman-kuman yang dapat berbahaya karena memiliki daya kimia. Sinar infra merah adalah pembawa utama daya kalor matahari.

(60)

membutuhkan kestrilan akan lebih menggutamakn penggunaan cahaya matahari. Dari warna lampu sendiri di bagi dua, pada area

kerja menggunakan warna general putih, sedangkan diruangan yang dikhususkan untuk istirahat menggunakan warna redup, dan untuk ruangan yang membutuhkan estetis menggunakan warna light serta dipadukan dengan lampu yang di jadikan aksen ruangan. Biasanya lampu yang digunakan yaitu lampu Downlight dan TL Fluoresensi, lampu-lampu ini digemari karena daya hidup 8000 jam, serta terdapat banyak warna. Lampu TL yang digunakan biasanya bernomor kode warna 82 (warna putih hangat/warm light) dan nomor kode warna 54 (warna putih/ day light).

3.3.5 Konsep Penghawaan

Konsep penghawaan di Rumah sakit ini mempunyai 2 jenis penghawaan yaitu, penghawaan alami dan penghawaan buatan seperti AC. Selain itu disetiap lantai terdapat ruang AHU yaitu sebagai ruang tempat bertukarnya udara, sehingga ruangan Rumah Sakit ini dapat terbebas dari kuman penyakit. Selain itu suhu ruang perawatan sekitar 22 - 24ºC. Untuk ruang perawatan menggunakan AC Windows unit yaitu untuk memudahkan apabila ruangan terasa panas

(61)

3.3.6 Konsep Keamanan

Konsep keamanan pada rumah sakit khusus mata ini menggunakan konsep keamanan dengan sistem personil yang dikombinasikan dengan teknologi yaitu pengawasan dan pengamanan langsung yang dilakukan oleh sekuriti dengan dibantu oleh sistem keamanan yang terintegrasi dengan bangunan museum seperti kamera CCTV,

smoke/heat detector, fire extinguisher dan sprinkler untuk

(62)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Anita Yunita

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 2 Maret 1990 Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Komp. Permata Kopo Blok B no. 2A Bandung

Telepon : 083821889558

e-mail : nithz.0203@yahoo.com

PENDIDIKAN

1996-2002 : SDN Pagarsih II Bandung

2002-2005 : SMPN 10 Bandung

2005-2008 : SMA Angkasa Lanud Sulaiman

Gambar

Gambar 2.1 Zoning Rumah Sakit Berdasarkan Pelayanan Pada RS Pola Pembangunan Horisontal
Tabel Fungsi Standar Suhu, kelembabab, dan Tekanan Udara
Tabel 2.4 – Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau Unit
Gambar 2.13. Standar Jarak Area Kerja Ruang Perawat
+7

Referensi

Dokumen terkait

governing dan manajemen rumah sakit, CEO, mutu, mutu pelayanan rumah sakit, mutu dari sudut pandang profesional PPK, asuhan yang tidak bermutu, Good Clinical Governance, asas-

Dalam kaitannya dengan besarnya biaya dan mutu pelayanan, maka terdapat berbagai hal penting yang perlu diperhatikan dalam etika bisnis rumah sakit: pelayanan

Perancangan Rumah Sakit Mata di Cirebon (Relokasi dan Pengembangan Cirebon Eye Center) yang sesuai dengan standar bangunan Rumah Sakit Mata, yang dapat

Berdasarkan latar belakang diatas perlu dilakukan penelitian tentang identifikasi bakteri dengan pewarnaan Gram pada penderita infeksi mata luar khusunya di Rumah

Rumah Sakit dalam memberikan pelayanan wajib memenuhi standar pelayanan Rumah Sakit sehingga mutu pelayanan dapat..

Berdasarkan hasil analisis terhadap tingkat kedatangan dan waktu pelayanan, model antrian di rumah sakit khusus mata Medan Baru adalah model antrian dengan

Tujuan umum dari akreditasi rumah sakit adalah meningkatkan mutu layanan rumah sakit sedangkan khususnya adalah memberikan jaminan, kepuasan, dan

Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Mutu Pelayanan Rumah Sakit Berdasarkan Metode Service Quality Servqual.. Analisis Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Pelayanan di Instalansi