• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN PREDIABETES PADA MAHASISWA UNIVERSITAS LAMPUNG TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN OBESITAS DENGAN PREDIABETES PADA MAHASISWA UNIVERSITAS LAMPUNG TAHUN 2013"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN OBESITY AND PREDIABETES AMONG THE STUDENT OF LAMPUNG UNIVERSITY 2013

By

RANTI APRILIANI PUTRI

(3)

ABSTRAK

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN PREDIABETES PADA MAHASISWA UNIVERSITAS LAMPUNG TAHUN 2013

Oleh

RANTI APRILIANI PUTRI

Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisir pada bagian tertentu. Pada dekade akhir terdapat peningkatan prevalensi remaja dengan obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013. Desain penelitian menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan cross sectional. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Oktober sampai November 2013. Sampel penelitian berjumlah 108 orang dengan teknik consecutive sampling kemudian disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian ini adalah rerata kadar Gula Darah Puasa (GDP) dan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) pada mahasiswa obesitas sebesar 86 mg/dl dan 113 mg/dl sedangkan persentase prediabetes pada mahasiswa di Universitas Lampung sebesar 17,4%. Berdasarkan uji Chi-square didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013. Hasil uji Chi-square adalah terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan Prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013. Simpulan pada penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013 dengan p=0,800.

(4)
(5)
(6)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas ... 6

1. Epidemiologi ... 8

2. Pengukuran Antropometri dengan IMT ... 10

a. Indeks Massa Tubuh ( IMT ) ... 11

b. Kategori Indeks Massa Tubuh ... 11

B. Diabetes Melittus ( DM ) ... 13

1. Klasifikasi ... 13

2. Faktor Resiko ... 15

3. Patofisiologi ... 16

4. Gejala Klinis ... 19

(7)

ii

6. Metode Pengukuran Glukosa ... 23

C. Kerangka Pemikiran ... 27

1. Kerangka Teori ... 27

2. Kerangka Konsep ... 28

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 29

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

D. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

E. Definisi Oprasional ... 31

F. Alat dan Cara Penelitian ... 32

G. Alur Penelitian ... 35

H. Pengolahan dan Analisis Data ... 36

I. Etical Clearence ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 41

1. Gambaran umum tempat penelitian ... 41

2. Karakteristik responden ... 42

3. Analisis Univariat ... 42

a. Rerata Usia, IMT, GDP dan TTGO ... 42

b. Persentase Prediabetes pada Mahasiswa UNILA ... 43

4. Analisis Bivariat ... 44

a. Perbedaan rerata kadar GDP berdasarkan Status Gizi ... 44

b. Perbedaan rerata kadar TTGO berdasarkan Status Gizi ... 44

c. Hubungan antara Obesitas dengan GDP ... 45

d. Hubungan antara Obesitas dengan TTGO ... 45

e. Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian Prediabetes ... 46

(8)

iii

B. Pembahasan ... 47

1. Analisis Univariat ... 48

a. Rerata Usia, IMT, GDP dan TTGO ... 48

b. Persentase Prediabetes pada Mahasiswa UNILA ... 49

2. Analisis Bivariat ... 49

a. Perbedaan rerata kadar GDP berdasarkan Status Gizi ... 49

b. Perbedaan rerata kadar TTGO berdasarkan Status Gizi ... 50

c. Hubungan antara Obesitas dengan GDP ... 50

d. Hubungan antara Obesitas dengan TTGO ... 52

e. Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian Prediabetes ... 52

f. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Prediabetes ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(9)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumus IMT ... 11

2. Prinsip reaksi metode heksokinase ... 26

3. Kerangka teori ... 27

4. Hubungan antar variabel ... 28

5. Bagan alur penelitian ... 35

(10)

iv DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kategori Indeks Massa Tubuh ... 12

2. Interpretasi GDP dan TTGO ... 22

3. Definisi Oprasional ... 32

4. Kekuatan koefisien korelasi ... 38

5. Rerata usia, IMT, GDP dan TTGO ... 42

6. Persentase prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013 ... 43

7. Analisis perbedaan kadar GDP berdasarkan status gizi ... 44

8. Analisis perbedaan kadar TTGO berdasarkan status gizi ... 44

9. Analisis hubungan antara obesitas dan GDP ... 45

10.Analisis hubungan antara obesitas dan TTGO ... 45

11.Analisis hubungan antara status gizi dengan kejadian prediabetes ... 46

(11)

vi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat peminjaman alat dan penelitian ... 61

2. Informed consent ... 62

3. Formulir identifikasi ... 63

4. Pertanyaan penelitian ... 64

5. Foto – foto kegiatan ... 67

6. Hasil analisis statistik ( Univariat ) ... 71

7. Hasil analisis statistik ( Bivariat ) ... 74

8. Data penelitian ... 78

(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau

terlokalisasi pada bagian bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan

total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada

pria dan >25% pada wanita (Ganong W.F, 2005). Penyebabnya adalah

peningkatan konsumsi makanan padat energi yang banyak mengandung lemak,

karbohidrat, dan kurangnya aktivitas fisik (WHO,2003). Terdapat berbagai

metode pengukuran antropometri tubuh yang dapat digunakan sebagai skrining

obesitas yaitu antara lain pengukuran indeks massa tubuh (IMT), lingkar

pinggang, lingkar panggul, lingkar leher, serta perbandingan lingkar pinggang

dan lingkar panggul (Bell et al., 2001).

Masa remaja merupakan salah satu periode tumbuh kembang yang penting dan

menentukan pada periode perkembangan berikutnya, sehingga pada masa

remaja rentan mengalami obesitas dan berlanjut pada masa dewasa. Hal ini

telah dibuktikan dengan peningkatan insiden obesitas pada periode transisi

antara remaja dan dewasa muda dalam kurun waktu lima tahun meningkat,

yaitu dari 10,9% menjadi 22,1%. Prevalensi remaja obesitas ternyata juga

(13)

2  

Peningkatan prevalensi obesitas bersamaan dengan prevalensi diabetes melitus

tipe 2 (DMT2) dan diperikirakan akan terus berlanjut ( Soegondo S, 2005).

Menurut prediksi terjadi peningkatan jumlah diabetisi di Indonesia dari 8,4 juta

pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta diabetisi pada tahun 2030. Hal ini

akan menjadikan Indonesia menduduki rangking ke 4 (empat) dunia setelah

Amerika Serikat, China, dan India (Wild et al., 2004). Sekitar 80% - 90%

individu dengan diabetes melitus tipe 2 (DMT2) mengalami obesitas, dan

obesitas dapat secara langsung menyebabkan berbagai derajat resistensi insulin

(Rolefes et al., 2006).

Penyakit diabetes melitus merupakan termin akhir setelah sesorang mengalami

resistensi insulin yang cukup lama dalam bentuk Toleransi Glukosa Terganggu

(TGT) dan/atau Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT) yang disebut keadaan

prediabetes. Berdasarkan perjalanan alamiah dari penyakit, sekitar 25%

prediabetes akan berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2 dalam kurun

waktu 10 tahun, 25% akan menjadi normal, dan 50% tetap pada keadaan

prediabetes dalam kurun waktu dua sampai lima tahun (Yunir et al., 2009).

Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa pemeriksaan gula darah puasa (GDP)

dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) adalah strategi yang efektif sebagai

upaya screening dalam pencegahan prediabetes yang berujung pada diabetes

(14)

3  

Keadaan inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan suatu

penelitian mengenai hubungan obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa

Universitas Lampung tahun 2013.

B. Rumusan Masalah

Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan

kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita. Prevalensi

remaja obesitas ternyata juga meningkat pada dekade terakhir. Hal ini telah

dibuktikan dengan peningkatan insiden obesitas pada periode transisi antara

remaja dan dewasa muda dalam kurun waktu lima tahun meningkat, yaitu dari

10,9% menjadi 22,1%. Obesitas secara langsung dapat menyebabkan berbagai

derajat resistensi insulin. Penyakit diabetes melitus merupakan termin akhir

setelah sesorang mengalami resistensi insulin yang cukup lama dalam bentuk

Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan/atau Gula Darah Puasa Terganggu

(GDPT) yang disebut keadaan prediabetes. Berdasarkan perjalanan alamiah

dari penyakit, sekitar 25% prediabetes akan berkembang menjadi diabetes

melitus tipe 2 dalam kurun waktu 10 tahun, 25% akan menjadi normal, dan

50% tetap pada keadaan prediabetes dalam kurun waktu dua sampai lima

tahun. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan

masalah :

• Berapa persentase prediabetes pada mahasiswa di Universitas Lampung

tahun 2013?

• Bagaimana hubungan antara obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa

(15)

4  

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui persentase prediabetes pada mahasiswa di Universitas

Lampung tahun 2013.

2. Mengetahui hubungan antara obesitas dengan prediabetes pada

mahasiswa di Universitas Lampung tahun 2013.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

a. Bagi peneliti/penulis, menambah ilmu pengetahuan serta dapat

menerapkan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan.

b. Bagi institusi/masyarakat

• Dapat menambah bahan kepustakaan dalam lingkungan Fakultas

Kedokteran Universitas Lampung.

• Dapat memberikan informasi mengenai salah satu dampak

obesitas sehingga diharapkan dapat melakukan pencegahan

secara mandiri.

c. Penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi

(16)

5  

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diturunkan suatu hipotesis

bahwa :

Ho : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan

prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013.

Ha : Terdapat hubungan antara obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Obesitas

Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan

dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah

kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian

bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu

apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada

wanita karena lemak (Ganong W.F, 2003). Obesitas sebagai salah satu faktor

risiko dari resistens insulin, merupakan penyakit multifaktorial yang terjadi

akibat penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh, sehingga dapat

mengganggu kesehatan. Obesitas disebabkan oleh peningkatan konsumsi

makanan padat energi yang banyak mengandung lemak, karbohidrat, dan

kurangnya aktivitas fisik. Keadaan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi,

urbanisasi, modernisasi dan mudahnya mendapatkan makanan serta banyaknya

jumlah makanan yang tersedia akibat globalisasi pada pasar makanan dunia

(WHO, 2003).

Obesitas memiliki kecenderungan lebih besar untuk menjadi gemuk di

kemudian hari dibandingkan dengan mereka yang memiliki berat badan

(18)

 

   

7

lingkungan maupun genetik berperan dalam terjadinya obesitas. Faktor

lingkungan antara lain pengaruh psikologi dan budaya. Dahulu status sosial

dan ekonomi juga dikaitkan dengan obesitas. Individu yang berasal dari

keluarga sosial ekonomi rendah biasanya mengalami malnutrisi. Sebaliknya,

individu dari keluarga dengan status sosial ekonomi lebih tinggi biasanya

menderita obesitas. Kini diketahui bahwa sejak tiga dekade terakhir, hubungan

antara status sosial ekonomi dengan obesitas melemah karena prevalensi

obesitas meningkat secara dramatis pada setiap kelompok status sosial

ekonomi (Zhang, 2004).

Meningkatnya obesitas tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti

menurunnya aktivitas fisik, dan kebiasaan menonton televisi berjam-jam.

Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan normal melalui

pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga menentukan

banyak dan ukuran sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh. Obesitas

berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas menurut pola

distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh bagian atas

(upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah (lower body obesity)

(Boivin, 2007).

Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak tubuh di

trunkal. Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada trunkal, yaitu

trunkal subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum,

(19)

 

   

8

lebih banyak didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih

dikenal sebagai “android obesity”. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat

dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas

tubuh bagian bawah. Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan

tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini

lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut “gynoid obesity”.

Tipe obesitas ini berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada wanita

(Boivin, 2007).

1. Epidemiologi

Obesitas adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di

seluruh dunia karena berperan dalam meningkatnya morbiditas dan mortalitas.

Saat ini prevalensi obesitas di negara maju maupun negara berkembang

semakin meningkat, diperkirakan jumlah obesitas di seluruh dunia dengan

Indeks Masa Tubuh > 30 kg/m2 melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7 % dari

populasi orang dewasa di dunia. Banyak negara mengalami peningkatan laju

obesitas selama 10-20 tahun terakhir ini. Menurut WHO peningkatan jumlah

obesitas berat akan dua kali lipat dibandingkan dengan orang dengan berat

badan kurang dari tahun 1995 sampai 2025 nanti, dan prevalensinya akan

meningkat mencapai 50 % pada tahun 2025. Prediksi WHO pada tahun 2005

kurang lebih terdapat 400 juta orang dewasa yang obesitas, dan di tahun 2015

diperkirakan meningkat menjadi 700 juta orang obesitas. Bahkan untuk negara

maju seperti Amerika Serikat diperkiraan obesitas mencapai 45-50%, di

(20)

 

   

9

Survei nasional pada tahun 1996/1997 di seluruh ibukota provinsi di Indonesia

menunjukkan bahwa 8,1% penduduk laki-laki dewasa ( > 18 tahun) 6,8%

mengalami obesitas dengan IMT sebesar 27-30 kg/m2, sedangkan penduduk

wanita dewasa ( > 18 tahun) sebesar 13,5%. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun

2007 prevalensi nasional obesitas umum adalah 10,3%, dan obesitas sentral

sebesar 18,8% ( Riskerdas, 2007).

Obesitas saat ini merupakan suatu epidemik global sehingga menjadi masalah

kesehatan yang harus segera ditangani. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan

pola makan dan kurangnya aktivitas fisik. Di Amerika terjadi perubahan pola

makan ke arah makanan tinggi kalori, tinggi lemak saturated, gula dan garam.

Pola makan ini, ditambah dengan fakta bahwa 30-60% populasi kurang

melakukan aktivitas fisik memberikan kontribusi yang besar pada peningkatan

insiden obesitas (Inoue et al., 2000 ; Wild et al., 2004).

Obesitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti penampilan kurang

menarik dan kurang rasa percaya diri. Keadaan epidemik obesitas merupakan

penyebab di balik meningkatnya insiden diabetes. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Lew dan Garfinkel 1979, obesitas meningkatkan risiko

kematian untuk semua penyebab kematian. Orang yang mempunyai berat

badan 40% lebih berat dari berat badan rata-rata populasi mempunyai risiko

kematian 1,9 kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan rata-rata baik

pada pria maupun wanita. Kenaikan mortalitas di antara penderita obes

(21)

 

   

10

DM tipe 2 (Inoue et al., 2000).Pada tahun 2000, WHO menyatakan bahwa dari

statistik kematian di dunia, 57 juta jiwa kematian terjadi setiap tahunnya

disebabkan oleh penyakit tidak menular dan diperkirakan bahwa sekitar 3,2

juta jiwa per tahun penduduk dunia meninggal akibat diabetes melitus.

Menurut hasil Riskesdas 2007, di ketahui bahwa proporsi kematian akibat

penyakit diabetes melitus sebesar 5,7%. Proporsi kematian pada umur 45-54

tahun pada perempuan yang tertinggi adalah diabetes melitus sebesar 16,3%,

sedangkan pada laki-laki sebesar 6% setelah stroke, penyakit jantung iskemik

dan hipertensi. Saat ini morbiditas dan mortalitas penyakit ini menjadi isu

utama di kesehatan masyarakat. Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit

yang mahal, biaya pertahun yang dikeluarkan sehubungan dengan penyakit

diabetes melitus di Amerika Serikat sebesar $ 174 milyard. Pengeluaran

langsung untuk diabetes, komplikasi dan biaya perawatan medis sebesar $ 116

milyard dan pengeluaran tidak langsung dari kesakitan, disability dan

premature mortality sebesar $ 58 milyard (Garber et al., 2008). Obesitas

meningkat di setiap negara, pada setiap jenis kelamin, dan pada semua

kelompok usia, ras, dan tingkat pendidikan (Adam, 2006).

2. Pengukuran antropometri dengan IMT untuk menentukan obesitas

Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan saat

ini antara lain pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta

perbandingan lingkar pinggang dan panggul. Sebuah studi menyatakan bahwa

(22)

 

   

11

Berikut ini penjelasan metode pengukuran antropometri tubuh berdasarkan

IMT :

a) Indeks Massa Tubuh (IMT)

Salah satu penentuan obesitas adalah dengan menggunakan Indeks

Massa Tubuh (IMT). IMT adalah nilai yang diambil dari perhitungan

antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT

dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adiposit

dalam tubuh seseorang. IMT tidak mengukur lemak tubuh secara

langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi

dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater

weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM

et al., 2002).

IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh

karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah

dilakukan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan

rumus berikut:

Gambar 1. Rumus IMT Berat badan (Kg)

IMT = ---

(23)

 

   

12

b) Kategori Indeks Massa Tubuh

Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi

menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk

semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja,

intrepretasi IMT adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin.

Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas, IMT di

bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23

sebagai berat badan lebih atau overweight, dan IMT melebihi 25

sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara

18,5 sehingga 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I

(25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2009).

Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi

berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara

berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT

untuk Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh

IMT KATEGORI

<18,5 Berat badan kurang

18,5-22,9 Berat badan normal

23,0 Kelebihan berat badan

23,0-24,9 Beresiko menjadi obesitas

25,0-29,9 Obesitas I

>30 Obesitas II

(24)

 

   

13

B. Diabetes Melitus (DM)

Penyakit diabetes melitus merupakan satu penyakit kronik yang berlaku bila

pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup atau tubuh tidak dapat

memanfaatkan insulin yang diproduksikan secara efektif, dan ini

mengakibatkan konsentrasi glukosa dalam darah kita meningkat (WHO, 2006).

1. Klasifikasi

a) Prediabetes

Prediabetes adalah suatu kondisi dimana kadar gula darah terlalu tinggi

untuk dianggap normal, tetapi tidak cukup tinggi untuk dilabelkan sebagai

diabetes. Orang- orang dikatakan sebagai prediabetes jika kadar gula darah

puasa mereka adalah antara 101 mg / dL dan 126 mg / dL atau jika tingkat

gula darah mereka 2 jam setelah tes toleransi glukosa adalah antara 140 mg /

dL dan 200 mg / dL. Mengidentifikasi orang yang prediabetes adalah sangat

penting karena mereka mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk menderita

penyakit siabetes melitus pada masa depan. Penurunan berat badan dari 5

sampai 10% melalui diet dan latihan dapat mengurangkan risiko terkena

diabetes pada masa depan dengan signifikan (Merck, 2008).

b) Diabetes melitus Tipe 1

Pada diabetes tipe 1 (sebelumnya disebut sebagai diabetes insulin dependent

atau diabetes onset remaja), lebih dari 90% dari sel pankreas yang

memproduksi insulin mengalami kerusakan secara permanen. Oleh karena

(25)

 

   

14

diproduksikan. Namun, hanya sekitar 10% dari semua penderita diabetes

melitus menderita diabetes tipe 1. Kebanyakan diabetes tipe 1

mengembangkan sign dan simptom sebelum usia 30. Para ilmuwan percaya

bahwa faktor lingkungan seperti infeksi virus atau faktor gizi pada masa

kanak-kanak atau awal dewasa dapat menyebabkan sistem kekebalan

menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Faktor genetik dapat

membuat sebagian orang lebih rentan terhadap ancaman faktor lingkungan

(Merck, 2008).

c) Diabetes melitus Tipe 2

Pada diabetes melitus tipe 2 (sebelumnya disebut sebagai diabetes non

insulin dependent atau diabetes onset dewasa), pankreas adalah normal dan

dapat terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang pada tingkat lebih

tinggi dari normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek

insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan

tubuh. Diabetes tipe 2 jarang sekali wujud pada anak-anak dan remaja tetapi

menjadi lebih umum pada kebelakangan ini. Namun, diabetes tipe 2

biasanya bermula pada pasien yang umurnya lebih dari 30 dan menjadi

semakin lebih umum dengan peningkatan usia. Sekitar 15% dari orang yang

lebih tua dari 70 tahun menderita diabetes tipe 2. Ras dan etnis menjadi

salah satu faktor resiko diabetes tipe 2. Peningkatan risiko menderita

diabetes tipe 2 setinggi 2 kali lipat terjadi pada penduduk asli Amerika dan

Hispanik yang tinggal di Amerika Serikat. Riwayat keluarga juga

(26)

 

   

15

diabetes tipe 2. Obesitas adalah faktor risiko utama untuk diabetes tipe 2,

setinggi 80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe 2 mengalami obesitas.

Obesitas dapat menyebabkan resistensi insulin, makanya, orang obesitas

memerlukan insulin yang berjumlah sangat besar untuk mengawali kadar

gula darah yang normal. Gangguan tertentu dan obat-obatan dapat

mempengaruhi cara tubuh menggunakan insulin dan dapat menyebabkan

diabetes tipe 2 secara tidak langsung. Kortikosteroid berdosis tinggi (pada

penyakit Cushing atau pengambilan obat kortikosteroid) dan kehamilan

(diabetes gestasi) adalah penyebab yang paling umum mengganggu fungsi

dan efektivitas insulin. Diabetes juga dapat terjadi pada pasien dengan

kelainan hormon seperti kelebihan hormon pertumbuhan (Akromegali) atau

pada orang yang dengan tumor mensekresi hormon tertentu. Pankreatitis

berat atau berulang serta gangguan lain yang dapat merusak pankreas dapat

menyebabkan diabetes (Merck, 2008).

2. Faktor Resiko

Menurut Wijayakusuma (2004), penyakit Diabetes melitus dapat disebabkan

oleh beberapa hal :

a. Pola Makan

Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang

dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya Diabetes melitus. Hal

ini disebabkan jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai

(27)

 

   

16

b. Obesitas

Orang obesitas dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai

kecenderungan yang lebih besar untuk terserang diabetes melitus

dibandingkan dengan orang yang non obesitas.

c. Faktor genetik

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus orang tua.

Biasanya, seseorang yang menderita diabetes melitus mempunyai

anggota keluarga yang juga memiliki riwayat penyakit yang sama.

d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan

radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan

pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon

yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh, contohnya adalah

hormon insulin.

e. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas

sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada

pankreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin.

3. Patofisiologi

a. Diabetes Melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang

berhubungan dengan kerusakan sel-sel Beta pada pankreas secara

(28)

sel- 

   

17

sel beta telah mencapai status terakhir. Beberapa fitur mencirikan bahwa

diabetes tipe merupakan penyakit autoimun. Ini termasuk: kehadiran

sel-immuno kompeten dan sel aksesori di pulau pankreas yang diinfiltrasi,

asosiasi dari kerentanan terhadap penyakit dengan kelas II (respon imun)

gen mayor histo kompatibilitas kompleks (MHC; leukosit manusia

antigen HLA); kehadiran autoantibodies yang spesifik terhadap sel Islet

of Lengerhans; perubahan pada immunoregulasi sel-mediated T,

khususnya di CD4 + Kompartemen; keterlibatan monokines dan sel Th1

yang memproduksi interleukin dalam proses penyakit, respons terhadap

immunotherapy, dan sering terjadi reaksi autoimun pada organ lain yang

pada penderita diabetes tipe 1 atau anggota keluarga mereka. Mekanisme

yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh untuk berespon terhadap

sel-sel beta sedang dikaji secara intensif ( Al Homsi and Lukic, 1993).

b. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 memiliki hubungan genetik lebih besar dari tipe

1 diabetes mellitus. Satu studi populasi kembar yang berbasis di

Finlandia telah menunjukkan rate konkordansi pada kembar yang

setinggi 40%. Efek lingkungan dapat menjadi faktor yang menyebabkan

tingkat konkordansi diabetes tibe 2 lebih tinggi dari pada tipe 1 diabetes

melitus. Studi genetika molekular pada diabetes tipe 2, menunjukkan

bahwa mutasi pada gen insulin mengakibatkan sintesis dan sekresi

insulin yang abnormal, keadaan ini disebut sebagai insulinopati.

(29)

 

   

18

dan bereaksi normal terhadap administrasi insulin eksogen. Gen reseptor

insulin terletak pada kromosom yang mengkodekan protein yang

memiliki alfa dan subunit beta, termasuk domain transmembran dan

domain tirosin kinase. Mutasi mempengaruhi gen reseptor insulin telah

diidentifikasi dan asosiasi mutasi dengan diabetes tipe 2 dan resistensi

insulin tipe A telah dipastikan. Insulin resistensi tidak cukup untuk

menyebabkan overt glucose intolerance, tetapi dapat memainkan peranan

yang signifikan dalam kasus obesitas di mana terdapat penurunan fungsi

insulin. Insulin resistensi mungkin merupakan event sekunder pada

diabetes tipe 2, karena juga ditemukan pada individual obese

non-diabetik. Namun, gangguan dalam sekresi insulin barulah faktor primer

dalam diabetes tipe 2. Banyak faktor berkontribusi kepada ketidakpekaan

insulin, termasuk obesitas dan durasi obesitas, umur, kurangnya latihan,

peningkatan pengambilan lemak dan kurangnya serat dan faktor genetik.

Obesitas dapat disebabkan oleh faktor genetika bahkan faktor

lingkungan, namun, ini memiliki efek yang kuat pada pengembangan

diabetes tipe 2, diabetes melitus seperti yang ditemukan di negara-negara

barat dan beberapa etnis seperti Pima Indian. Perjalanan obesitas

sehingga menjadi diabetes tipe 2 adalah seperti berikut: augmentasi dari

massa jaringan adiposa, yang menyebabkan peningkatan oksidasi lipid;

insulin resistensi pada awal obesitas, dinampakkan dari klem euglycemic,

sebagai resisten terhadap penyimpanan glukosa insulinmediated dan

oksidasi. Seterusnya memblokir fungsi siklus glikogen; meskipun sekresi

(30)

 

   

19

penyimpanan glukosa yang lebih lanjut dan mengarah ke diabetes tipe 2;

kelelahan sel beta yang menghasilkan insulin secara komplit. Dari proses

ini, dapat dinyatakan bahwa obesitas lebih dari sekedar faktor risiko saja,

namun dapat memiliki efek kausal dalam pengembangan diabetes tipe 2

(Al Homsi and Lukic, 1993).

4. Gejala klinis

Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dari

tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu

mendapat perhatian ialah :

a. Poliuria ( Peningkatan pengeluaran urin)

b. Polidipsia ( Peningkatan rasa haus)

Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan

dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel

karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien

konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat peka). Dehidrasi intrasel

merangsang pengeluaran ADH (antidiuretik hormone) dan menimbulkan

rasa haus.

c. Rasa lelah dan kelemahan otot

Akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama, katabolisme

protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk

menggunakan glukosa sebagai energi.

(31)

 

   

20

e. Peningkatan angka infeksi

Akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi,

peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun,

dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.

f. Kelainan kulit : gatal – gatal

Kelaianan kulit berupa gatal – gatal. Lipatan kulit seperti di ketiak dan

dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.

g. Kelainan ginekologis

Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.

h. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.

Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami

gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur

protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama perfifer mengalami

kerusakan.

i. Kelemahan tubuh

Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik

yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung

secara optimal.

j. Luka/ bisul yang tidak sembuh-sembuh

Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein

dan unsur makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan

protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga

bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak

(32)

 

   

21

diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada

penderita diabetes melitus.

k. Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi

Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon

seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem yang berperan.

l. Mata kabur

Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa

oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus

vitreum.

5.Diagnosis

a) Gula Darah Puasa ( GDP )

Test ini digunakan untuk mengukur glukosa darah pada orang yang tidak

makan apa-apa untuk minimal 8 jam. Tes ini digunakan untuk mendeteksi

diabetes dan prediabetes. Tes GDP adalah ujian yang lebih disukai untuk

mendiagnosis diabetes karena nyaman dan biayaan yang rendah. Tes GDP

adalah yang paling dapat dipercayai bila dilakukan di pagi hari. Orang

dengan tingkat glukosa puasa setinggi 100 sampai 125 miligram per

desiliter (mg / dL) menderita sejenis prediabetes yang disebut sebagai gula

darah puasa terganggu (GDPT). Memiliki GDPT berarti seseorang memiliki

peningkatan risiko diabetes tipe 2. Tingkat sekitar 126 mg / dL atau lebih,

dikonfirmasi dengan mengulang uji pada hari lain, berarti seseorang

(33)

 

   

22

b) Tes Toleransi Glukosa Oral ( TTGO )

Digunakan untuk mengukur glukosa darah setelah seseorang puasa minimal

8 jam dan 2 jam setelah seseorang diberi minuman yang mengandungi

glukosa. Tes ini dapat digunakan untuk mendiagnosa diabetes ataupun

prediabetes. Penelitian telah menunjukkan bahwa TTGO lebih sensitif

dibandingkan dengan pengujian GDP untuk mendiagnosa prediabetes, tapi

kurang nyaman untuk pasien. TTGO memerlukan puasa minimal 8 jam

sebelum ujian. Tingkat glukosa plasma diukur segera sebelum dan 2 jam

setelah seseorang minum cairan yang mengandung 75 gram glukosa yang

dilarutkan dalam air. Jika kadar glukosa darah adalah antara 140 dan 199

mg / dL 2 jam setelah minum glukosa (TGT), berarti seseorang memiliki

peningkatan risiko diabetes tipe 2. Tingkat glukosa 2 jam 200 mg / dL atau

lebih, dikonfirmasi dengan mengulang uji pada hari lain, berarti seseorang

[image:33.595.134.513.523.652.2]

telah menderita diabetes ( ADA, 2010)

Tabel 2. Interpretasi GDP dan TTGO

Kriteria mg/dL mmol/L

GDPT 100 - 125 5,6 – 6,9

TGT 140 - 199 7,8 – 11,0

Diabetes Melitus GDP ≥ 126

TTGO ≥ 200

GDP : 7,0

TTGO : 11,1

(34)

 

   

23

6. Metode Pengukuran Glukosa ( GDP dan TTGO )

a. Metode kimia

Sebagian besar pengukuran dengan metode kimia yang didasarkan atas

kemampuan reduksi sudah jarang dipakai karena spesifitas pemeriksaan

kurang tinggi. Prinsip pemeriksaan, yaitu proses kondensasi glukosa

dengan akromatik amin dan asam asetat glasial pada suasana panas,

sehingga terbentuk senyawa berwarna hijau kemudian diukur secara

fotometri. Beberapa kelemahan atau kekurangan dari metode kimia

adalah memerlukan langkah pemeriksaan yang panjang dengan

pemanasan, sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan besar bila

dibandingkan dengan metode enzimatik. Selain itu, reagen-reagen pada

metode kimiawi ini bersifat korosif pada alat laboratorium. Dan gula

selain glukosa dapat terukur kadarnya sehingga menyebabkan hasil tinggi

palsu. Pada penderita gagal ginjal, kadar ureum tinggi akan terjadi hasil

pengukuran kadar glukosa yang lebih tinggi. Demikian juga pada bayi

yang baru lahir, akan tetapi penyebabnya kadar bilirubin yang tinggi.

Peningkatan kadar glukosa pada bayi yang baru lahir karena terbentuk

biliverdin yang berwarna hijau dan pada metode kimiawi ini hasil reaksi

antara glukosa dan reagen adalah warna hijau (Departemen Kesehatan

(35)

 

   

24

b. Cara Strip

Merupakan alat pemeriksaan laboratorium sederhana yang dirancang

hanya untuk penggunaan sampel darah kapiler, bukan untuk sampel

serum atau plasma. Strip katalisator spesifik untuk pengukuran glukosa

dalam darah kapiler (Suryaatmadja, 2003). Prinsip pemeriksaan pada

metode ini adalah strip test diletakkan pada alat, ketika darah diteteskan

pada zona reaksi tes strip, katalisator glukosa akan mereduksi glukosa

dalam darah. Intensitas dari elektron yang terbentuk dalam alat strip

setara dengan konsentrasi glukosa dalam darah.

Cara strip memiliki kelebihan hasil pemeriksaan dapat segera diketahui,

hanya butuh sampel sedikit, tidak membutuhkan reagen khusus, praktis,

dan mudah dipergunakan, serta dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa

butuh keahlian khusus.

Kekurangannya adalah akurasinya belum diketahui, dan memiliki

keterbatasan yang dipengaruhi oleh kadar hematokrit, interfensi zat lain

(Vitamin C, lipid, dan hemoglobin), suhu, volume sampel yang kurang,

dan strip bukan untuk menegakkan diagnosa klinis melainkan hanya

untuk pemantauan kadar glukosa (Suryaatmadja, 2003).

c. Metode enzimatik

Metode enzimatik pada pemeriksaan glukosa darah memberikan hasil

dengan spesifitas yang tinggi, karena hanya glukosa yang akan terukur.

Cara ini adalah cara yang digunakan untuk menentukan nilai batas. Ada 2

(36)

 

   

25

metode hexokinase (Departemen Kesehatan RI, 2005).

1) Metode glucose oxidase

Metode glucose oxidase merupakan metode yang paling banyak

digunakan di laboratorium yang ada di Indonesia. Sekitar 85% dari

peserta Program Nasional Pemantapan Mutu Eksternal bidang Kimia

Klinik (PNPME-K) memeriksa glukosa serum kontrol dengan metode ini

(Departemen Kesehatan RI, 2005).

Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah enzim glucose oxidase

mengkatalisis reaksi oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan

hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan

phenol dan 4-amino phenazone dengan bantuan enzim peroksidase

menghasilkan quinoneimine yang berwarna merah muda dan dapat

diukur dengan fotometer pada panjang gelombang 546 nm. Intensitas

warna yang terbentuk setara dengan kadar glukosa darah yang terdapat

dalam sampel (Riyani, 2009).

Digunakannya enzim glucose oxidase pada reaksi pertama menyebabkan

sifat reaksi pertama spesifik untuk glukosa (Departemen Kesehatan RI,

2005).

2) Metode hexokinase

Metode hexokinase merupakan metode pengukuran kadar glukosa darah

yang dianjurkan oleh WHO dan IFCC. Pada metode ini digunakan dua

macam enzim yang baik karena kedua enzim ini spesifik (Departemen

Kesehatan RI, 2005). Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang

(37)

 

   

26

digunakan spesifik untuk glukosa. Metode ini menghitung kadar glukosa

melalui dua reaksi yakni :

Gambar 2. Prinsip reaksi metode heksokinase (Sumber : Roche, 2004)

Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah hexokinase (HK)

mengkatalisis fosforilasi glukosa oleh ATP untuk membentuk

glukosa-6-fosfat dan ADP. Untuk mengikuti reaksi, selanjutnya enzim kedua,

glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PDH) digunakan untuk mengkatalisis

oksidasi glukosa-6-fosfat oleh NAD + untuk membentuk NADH.

Konsentrasi NADH yang terbentuk berbanding lurus dengan konsentrasi

glukosa. Hal ini ditentukan dengan mengukur kenaikan absorbansi pada

(38)

 

   

27

C. Kerangka Pemikiran

[image:38.595.106.527.123.610.2]

1. Kerangka Teori

Gambar 3. Kerangka Teori (Yoan Hotnida, 2012) Obesitas 

Akumulasi trigliserid dan Asam  lemak dalam otot 

Tnf‐α  Leptin  IL‐6  Resistin  Adiponektin 

Sensitivitas Insulin  Terganggu 

Resistensi Insulin 

Prediabetes 

Diabetes Melitus 

GDP ↑ 

(39)

 

   

28

[image:39.595.194.399.120.341.2]

2. Kerangka Konsep

Gambar 4. Hubungan antar variabel Obesitas

Resistensi 

Insulin 

Prediabetes

GDP 

(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan desain

penelitian Cross Sectional, dimana data antara variabel independen dan

dependen akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Dahlan, 2008).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung,

dan Laboratorium Patologi Klinik RS Abdul Moelek Bandar Lampung.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2013

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek

penelitian yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Dahlan,

2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di Universitas

(41)

   

30

Teknik pengumpulan sampel dalam peneltian ini adalah consequtive sampling.

Consequtive sampling adalah merupakan teknik pengumpulan sampel dimana

sampel yang memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria Inklusi:

1. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani inform consent.

2. Tidak memiliki riwayat keluarga diabetes atau sampel di diagnosis diabetes

melitus.

Kriteria eksklusi:

1. Mengkonsumsi obat yang mempengaruhi kadar glukosa darah.

2. Tidak hadir saat penelitian.

Besar sampel dihitung dengan rumus perkiraan proporsi dalam suatu

populasi:

n : Za2PQ

d2

Keterangan :

n = jumlah sampel yang dibutuhkan

Zα = tingkat kemaknaan 1,96

P = perkiraan prevalensi ( jika tidak diketahui maka nilai P : 0,5 )

Q = 1-p

d = ketelitian sekitar ± 10% (d=0,1)

Hasil perhitungan :

n : (1,96)2 x 0,5 x (1-0,5) = 96

(42)

   

31

DO: 10% sehingga n = 96 + (96X0,1) = 106

Sehingga dibutuhkan sampel minimal sebanyak 106 orang.

D. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang apabila nilainya berubah akan

mempengaruhi variabel yang lain (Dahlan, 2008). Variabel terikat adalah

variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang

menjadi variabel terikat adalah prediabetes. Variabel bebasnya adalah

obesitas.

E. Definisi operasional

Untuk memudahkan pelaksanan penelitian ini dan agar penelitian tidak terlalu

(43)

   

[image:43.595.107.549.107.544.2]

32

Tabel 3. Definisi operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Obesitas Suatu keadaan dimana

terjadi penumpukan lemak pada jaringan tubuh yang di tentukan berdasarkan nilai Indeks Massa Tubuh (CORE, 2007).

Timbangan dan Microtoise

IMT < 25 = Tidak Obesitas

IMT > 25 = Ya Obesitas

Ordinal

2 Prediabetes Kondisi dimana kadar

glukosa darah lebih tinggi dari nilai rujukan tetapi tidak memenuhi kriteria Diabetes Melitus ( Handayani, 2012).

Pemeriksaan GDP dan TTGO

GDP < 100 mg/dL dan TTGO < 140 mg/dL = Tidak prediabetes

GDP : 100-125 mg/dL dan TTGO : 140-199 mg/dL = Ya prediabetes Ordinal

3 Kadar Glukosa Jumlah kandungan glukosa

dalam plasma darah puasa dan setelah dilakukan tes toleransi glukosa oral. Nilai rujukan jika GDP > 100 mg/dL dan TTGO > 140 mg/dL (ADA, 2010).

Automatic Glukosa Analizer (metode hexokinase) Reagen roche

mg/dL Numerik

F. Alat dan Cara Penelitian

1. Alat Penelitian

Pada penelitian ini digunakan alat – alat sebagai berikut :

a) Mikrotois

b) Timbangan berat badan

c) Kalkulator

(44)

   

33

e) Automatic Glukosa Analyzer ( Cobas Integra 400 )

f) Plester

g) Kapas

h) Spuit

i) Tube

j) Alkohol

k) Turniket

l) Sentrifus

m) Lembar informed consent

n) Reagen Glukosa Roche

2. Cara penggambilan data

Dalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari responden

(data primer), yang meliputi :

1. Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian.

2. Pengisian informed consent.

3. Pengukuran IMT.

4. Pengambilan sampel darah Gula Darah Puasa (GDP) yang diambil

sebanyak 3 cc melalui pembuluh darah vena responden.

5. Pemberian beban glukosa 75 gr yg dilarutkan dalam 500 ml air dan

diminum dalam waktu 5 menit.

6. Setelah 2 jam dilakukan pengambilan sampel darah Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) sebanyak 2 cc melalui pembuluh darah vena

(45)

   

34

7. Proses pengolahan sampel awal, memisahkan serum darah di

laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung.

8. Proses pemeriksaan kadar gula darah dilakukan dengan metode

Hexokinase dengan menggunakan alat Automatic Glukosa

Analyzer ( Cobas Integra 400 ) dan menggunakan reagen glukosa

Roche serta kontrol di tiap pemeriksaan kadar gula darah yang

dilakukan di laboratorium Patologi Klinik RSAM.

(46)

   

35

[image:46.595.123.548.102.604.2]

G. Alur Penelitian

Gambar 5. Bagan alur penelitian 1. Tahap 

Persiapan 

Pembuatan Proposal,  Perijinan, Koordinasi 

2. Tahap  

pelaksanaan 

Pengisian informed  consent 

Pengukuran IMT 

Pengambilan darah GDP  dan TTGO 

3. Tahap Pengolahan 

Data 

Pencatatan  

Analisis dengan SPSS 

Pemisahan plasma dan serum  di lab PK FK UNILA 

Proses pemeriksaan  glukosa dengan Cobas 

INTEGRA 400 dan  reagen roche di lab PK 

RSAM 

(47)

   

36

H. Pengolahan dan Analisis data

1. Pengolahan data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah

kedalam bentuk tabel, kemudian data diolah menggunakan program

Software Statistik pada komputer.

Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini

terdiri beberapa langkah :

Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang

dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk

keperluan analisis.

Data entry, memasukkan data kedalam komputer.

• Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap

data yang telah dimasukkan kedalam komputer.

Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer

kemudian dicetak.

2. Analisis Statistika

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan

program Software Statistik pada komputer dimana akan dilakukan 2

(48)

   

37

Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel

bebas dan variabel terkait, yaitu proporsi obesitas, rerata IMT dan

untuk mengetahui rerata kadar glukosa darah pada sampel.

Analisa Bivariat

analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statististik :

1). Uji normalitas data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu

data apakah normal atau tidak. Uji normalitas data berupa uji

Kolmogorov-Smirnov digunakan apabila besar sampel > 50

sedangkan uji Shapiro-Wilk digunakan apabila besar sampel≤ 50 .

Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke

dalam bentuk p dan diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,05

maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan

jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak

(49)

   

38

2). Uji Korelasi

Uji Pearson merupakan uji parametrik (distribusi data normal)

yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih,

namun bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji

statistik non parametrik Uji spearman (Dahlan, 2008). Adapun

syarat untuk uji Pearson adalah :

a. Data harus berdistribusi normal (wajib)

b. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.

Pengujian analisis dilakukan menggunakan program Software

Statistik pada komputer dengan tingkat kesalahan 5%. Apabila

didapatkan nilai p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Dari koefisien korelasi yang didapatkan, dapat digunakan untuk

mengukurtingkat korelasi antara kedua variabel. Penafsiran

terhadap tingkat korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil,

maka dapat berpedoman pada tabel di bawah ini (Dahlan, 2008).

Tabel 4. Kekuatan Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Kekuatan Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Rendah Sedang Kuat Sangat kuat

(50)

   

39

3) Uji Komparatif

a. Uji chi square

Uji chi square merupakan uji komparatif yang digunakan dalam

data di penelitian ini. Uji signifikan antara data yang diobservasi

dengan data yang diharapkan dilakukan dengan batas

kemaknaan (α < 0,1) yang artinya apabila diperoleh p < α,

berarti ada perbandingan yang signifikan antara variabel

independent dengan variabel dependent dan bila nilai p > α,

berarti tidak ada perbandingan yang signifikan antara variabel

independent dengan variabel dependent (Dahlan, 2008).

b. Uji T Independent

Uji T independent merupakan uji parametrik (distribusi data

normal) yang digunakan untuk membandingkan dua mean

populasi yang berasal dari populasi yang sama. Dalam hal ini

uji tersebut digunakan untuk mengetahui perbandingan kadar

glukosa pada mahasiswa obesitas dan non obesitas. Namun, bila

distribusi data tidak normal dapat digunakan uji U Mann –

Whitney sebagai alternatif (Dahlan, 2008). Adapun syarat untuk

uji T tidak berpasangan adalah :

a. Data harus berdistribusi normal (wajib)

(51)

   

40

I. Etical Clearence

Proposal penelitian ini telah disetujui oleh komisi etik penelitian kesehatan di

di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan

(52)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 108 mahasiswa Universitas

Lampung Tahun 2013, dapat disimpulkan bahwa :

1. Persentase prediabetes pada mahasiswa di Universitas Lampung sebesar

17,4 %.

2. Berdasarkan uji Chi-square didapatkan hasil, bahwa tidak terdapat

hubungan yang bemakna antara obesitas dengan kejadian prediabetes pada

mahasiswa di Universitas Lampung, dengan p=0.800.

B. Saran

1. Pada mahasiswa yang mengalami obesitas diharapkan dapat mengurangi

berat badan guna mencegah timbulnya penyakit metabolik dikemudian

hari.

2. Bagi penelitian selanjutnya, perlu dilakukan analisa terkait pengukuran

lingkar perut dan persentase lemak tubuh pada mahasiswa obesitas dengan

(53)

56

3. Dapat dilakukan pemeriksaan TTGO dan GDP dalam upaya screening dan

preventif terhadap penyakit DM tipe 2 dengan sampel yang lebih tua

usianya.

4. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan pemeriksaan kadar HBA1c

Gambar

Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh
Tabel 2.  Interpretasi GDP dan TTGO
Gambar 3. Kerangka Teori (Yoan Hotnida, 2012)
Gambar 4. Hubungan antar variabel
+3

Referensi

Dokumen terkait

ketiga titik sudut A,B dan C, masing- masing ditarik garis yang tegak lurus terhadap sisi segitiga AB, BC dan CA sehingga terbentuk segitiga baru. Diketahui ∆ABC sebangun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dan tingkat konsumsi nutrien pakan masih lebih rendah dibandingkan standar kebutuhan sehingga peluang untuk meningkatkan

Hal yang penting dilakukan untuk meningkatkan keandalan dari material pada perbaikan kapal adalah dengan melakukan pencatatan untuk semua kegagalan yang berhubungan

Dengan adanya tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan bagi anak didik, yaitu; anak didik mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu; (1) anak didik

Hal ini berlaku bagi anak sumbang yang lahir dari luar perkawinan, ini berbeda jika perkawinan sedarah ini dilakukan dengan sah, maka anak sumbang ini mendapatkan hak waris yang

Gambar 2.3 Diagram rangkaian generator AC 1 fasa rotating field Ada dua jenis bentuk rangkaian generator sinkron 1 fasa yaitu rotating field concentrated stator winding (lilitan

La existencia de dos corrientes dentro de la Liga, ya que algunos países lo consideran como medio para reforzar la soberanía y la independencia y otros lo ven como un medio para

Kementerian Agama Kabupaten Semarang dari tahun ketahun selalu merencanakan segala sesuatunya dengan baik, selalu merencanakan kegiatan kegiatan yang terdiri dari