• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Incrementalisme Anggaran Terhadap Revisi Anggaran pada Pemerintah Daerah di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Incrementalisme Anggaran Terhadap Revisi Anggaran pada Pemerintah Daerah di Indonesia"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Analisis Incrementalisme Anggaran Terhadap Revisi Anggaran pada Pemerintah Daerah di Indonesia

Oleh :

Rakhmawati Listyarini

Rendahnya daya serap pada anggaran pemerintah daerah mencerminkan perencanaan dalam proses anggaran pemerintah daerah yang lemah dan tidak matang sehingga memicu terjadinya revisi anggaran. Karena dalam proses penyusunan anggaran masih memakai pendekatan sistem lama yaitu secara tradisional, padahal pemerintah sudah menerapkan penganggaran berbasis kinerja. Karakteristik pendekatan ini antara lain: bersifat line item dan incremental sehingga sulit melihat harmonisasi antara pendapatan dan belanja yang berorientasi pada input, dan berperspektif tahunan.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris bahwa tingkat inkrementalisme anggaran belanja operasional dan anggaran belanja modal, kemampuan keuangan daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan area geografis mempengaruhi revisi anggaran belanja operasional dan revisi anggaran belanja modal pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa peraturan daerah atau peraturan walikota yang memberikan secara rinci mengenai APBD, Perubahan APBD dan Laporan Realisasi Anggaran 2012 dan 2013, serta data PDRB masing-masing daerah dilengkapi data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang diambil dari www.djpk.kemenkeu.go.id dan www.bps.go.id. Alat Analisis yang digunakan adalah program SPSS 20.

Hasil pengujian hipotesis dari persamaan regresi Tingkat incrementalisme anggaran belanja (belanja operasional dan belanja modal) mempunyai pengaruh negatif terhadap revisi anggaran belanja operasional dan revisi anggaran modal. Kemampuan keuangan di masing-masing daerah mempunyai pengaruh negatif terhadap revisi anggaran belanja operasional dan revisi anggaran belanja modal. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) akan mempengaruhi revisi anggaran belanja modal, pengaruh PDRB menunjukkan koefisien positif. Untuk Area geografis, dimana dibedakan antara pulau jawa dengan luar jawa menunjukkan adanya pengaruh terhadap revisi anggaran belanja operasional maupun revisi anggaran belanja modal.

(2)

ABSTRAK

An Analysis of Budget Incrementalism on Budget Revision of Regional Government in Indonesia

By:

Rakhmawati Listyarini

Low absorptive capacity at the local government budget reflected that planningin the budget process of local governments is weak and immature so that it triggered the need on budget revision. Because,the system used in the budgeting process was old approach which was traditional. Whereas, when the government has already implemented performance-based budgeting. Characteristics of this approach are line items and incrementalisme nature so that it is difficult to see harmonization between revenue and input-oriented expenditure, and an annual perspective

This study aims to obtain empirical evidence that the level of incrementalisme on current expenditure and capital expenditure, fiscal capacity, Gross Domestic Product (GDP) and the geographical area affect the revision of budget revenue and expenditure budget on the local government city / regency in Indonesia.

The data used in this research were secondary data from local laws or regulations of mayor that provide details on the budget, budget changes and Budget Realization Report 2012 and 2013, and the data on the GDP of each region including data from the General Directorate of Fiscal Balance (DJPK) Ministry of Finance Republic of Indonesia taken from www.djpk.kemenkeu.go.id and www.bps.go.id. The analysis tool used was SPSS 20.

Results of testing the hypothesis of the regression equation incrementalisme level of spending (operating expenditure and capital expenditure) has a negative influence on the revised operating budget and capital budget revision.Financial capability in each region has a negative effect on the operating expenditure budget revision and the revision of the capital expenditure.Gross Regional Domestic Product (GDP) will influence the revision of the capital expenditure budget, the influence of the GDP shows a positive coefficient.For geographical area, which distinguished between the islands of Java and outside Java showed their effect on the budget revision operational and capital expenditure budget revision.

.

(3)
(4)

ANALISIS INCREMENTALISME ANGGARAN TERHADAP REVISI ANGGARAN PADA PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

(Tesis)

Oleh

RAKHMAWATI LISTYARANI

MAGISTER ILMU AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(5)

ABSTRAK

Analisis Incrementalisme Anggaran Terhadap Revisi Anggaran pada Pemerintah Daerah di Indonesia

Oleh :

Rakhmawati Listyarini

Rendahnya daya serap pada anggaran pemerintah daerah mencerminkan perencanaan dalam proses anggaran pemerintah daerah yang lemah dan tidak matang sehingga memicu terjadinya revisi anggaran. Karena dalam proses penyusunan anggaran masih memakai pendekatan sistem lama yaitu secara tradisional, padahal pemerintah sudah menerapkan penganggaran berbasis kinerja. Karakteristik pendekatan ini antara lain: bersifat line item dan incremental sehingga sulit melihat harmonisasi antara pendapatan dan belanja yang berorientasi pada input, dan berperspektif tahunan.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris bahwa tingkat inkrementalisme anggaran belanja operasional dan anggaran belanja modal, kemampuan keuangan daerah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan area geografis mempengaruhi revisi anggaran belanja operasional dan revisi anggaran belanja modal pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa peraturan daerah atau peraturan walikota yang memberikan secara rinci mengenai APBD, Perubahan APBD dan Laporan Realisasi Anggaran 2012 dan 2013, serta data PDRB masing-masing daerah dilengkapi data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan Republik Indonesia yang diambil dari www.djpk.kemenkeu.go.id dan www.bps.go.id. Alat Analisis yang digunakan adalah program SPSS 20.

Hasil pengujian hipotesis dari persamaan regresi Tingkat incrementalisme anggaran belanja (belanja operasional dan belanja modal) mempunyai pengaruh negatif terhadap revisi anggaran belanja operasional dan revisi anggaran modal. Kemampuan keuangan di masing-masing daerah mempunyai pengaruh negatif terhadap revisi anggaran belanja operasional dan revisi anggaran belanja modal. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) akan mempengaruhi revisi anggaran belanja modal, pengaruh PDRB menunjukkan koefisien positif. Untuk Area geografis, dimana dibedakan antara pulau jawa dengan luar jawa menunjukkan adanya pengaruh terhadap revisi anggaran belanja operasional maupun revisi anggaran belanja modal.

(6)

ABSTRAK

An Analysis of Budget Incrementalism on Budget Revision of Regional Government in Indonesia

By:

Rakhmawati Listyarini

Low absorptive capacity at the local government budget reflected that planningin the budget process of local governments is weak and immature so that it triggered the need on budget revision. Because,the system used in the budgeting process was old approach which was traditional. Whereas, when the government has already implemented performance-based budgeting. Characteristics of this approach are line items and incrementalisme nature so that it is difficult to see harmonization between revenue and input-oriented expenditure, and an annual perspective

This study aims to obtain empirical evidence that the level of incrementalisme on current expenditure and capital expenditure, fiscal capacity, Gross Domestic Product (GDP) and the geographical area affect the revision of budget revenue and expenditure budget on the local government city / regency in Indonesia.

The data used in this research were secondary data from local laws or regulations of mayor that provide details on the budget, budget changes and Budget Realization Report 2012 and 2013, and the data on the GDP of each region including data from the General Directorate of Fiscal Balance (DJPK) Ministry of Finance Republic of Indonesia taken from www.djpk.kemenkeu.go.id and www.bps.go.id. The analysis tool used was SPSS 20.

Results of testing the hypothesis of the regression equation incrementalisme level of spending (operating expenditure and capital expenditure) has a negative influence on the revised operating budget and capital budget revision.Financial capability in each region has a negative effect on the operating expenditure budget revision and the revision of the capital expenditure.Gross Regional Domestic Product (GDP) will influence the revision of the capital expenditure budget, the influence of the GDP shows a positive coefficient.For geographical area, which distinguished between the islands of Java and outside Java showed their effect on the budget revision operational and capital expenditure budget revision.

.

(7)

ANALISIS INCREMENTALISME ANGGARAN TERHADAP REVISI ANGGARAN PADA PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

Oleh

RAKHMAWATI LISTYARANI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS AKUNTANSI

Pada

Program Magister Ilmu Akuntansi

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung

MAGISTER ILMU AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(8)
(9)
(10)
(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Polanharjo Kabupaten Klaten pada tanggal 30 Maret 1978, sebagai anak ke

empat dari pasangan Bapak H.Anwar Sanusi, BA dan Ibu Hj.Sri Lestari, Pendidikan formal

penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak BA Aisyiah Di Polanharjo yang diselesaikan pada

tahun 1985. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) di selesaikan pada tahun 1990 di MIN Polanharjo

Kabupaten Klaten, Pada tahun 1993 Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Sekolah

Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Polanharjo Kabupaten Klaten, dan Pendidikan

Sekolah Menengah Atas (SMA) dapat diselesaikan oleh Penulis pada tahun 1996 di SMAN 1

Jatinom, Kabupaten Klaten. Pada tahun 2000 Penulis telah menyesaikan Pendidikan Strata-1 di

Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Pada tahun 2013 Penulis terdaftar sebagai

(12)

PERSEMBAHAN

Teriring doa dan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan hidayahNya,

Kupersembahkan tesis ini dengan segala kerendahan hati untuk setiap orang yang berharga

dalam hidupku, yang mencintai dan menyayangiku dengan penuh ketulusan, atas segala

dukungan yang telah diberikan selama ini serta doa yang tiada henti- henti kepada :

1. Suamiku Didik Kurniawan Abdullah, S.E, M.M, yang terus memberikan kasih sayang,

nasehat dan semangat serta motivasi;

2. Putri-putriku Diva Qaisya Rakenditya, Devika Saaqila Rakhenditya, Dinnaya Zhafira

Rakhenditya yang selalu menjadi motivator dalam hidupku;

3. Ayah dan ibu serta keluargaku semua yang senantiasa mendoakan, memberi kasih sayang

yang berlimpah, nasehat semangat dan dukungan yang tiada henti;

4. STAIN Jurai Siwo Metro

(13)

MOTO

“Sesungguhnya bersama kesukuran itu ada kemudahan. Karena itu bila kamu sudah selesai (dari semua urusan), kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan)

yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap

(Q.S/ Al Insyirah : 6-8)

Kebanggan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setia kali jatuh.”

“ Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi

(14)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin dan Syukur ke Hadirat Allah SWT, karena atas rakhmat dan

hidayah NYA, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ANALISIS INCREMENTALISME ANGGARAN TERHADAP REVISI ANGGARAN PADA PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA” .

Penyusunan tesis ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi Magister Ilmu Akuntansi di Universitas Lampung.

Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini Penulis mendapatkan banyak pembelajaran, petunjuk, saran dan kritik dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada :

1. Bapak Prof.Dr. Satria Bangsawan, S.E, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;

2. Ibu Susi Sarumpet, Ph.D., Akt. Selaku Ketua Program Magister Ilmu Akuntansi Universitas Lampung;

(15)

4. Ibu Dr. Agrianti Komalasari, S. E., M. Si., Akt selaku pembimbing pendamping atas kesediaan memberikan bimbingan, bantuan, saran, perhatian dan waktunya selama penyusunan tesis;

5. Ibu Dr. Rindu Rika Gamayuni, S.E., M. Si selaku Penguji Utama pada ujian tesis yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun pada saat seminar dan ujian;

6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Magister Ilmu Akuntansi yang telah banyak berbagi ilmu dan pengalaman;

7. Suamiku Didik Kurniawan Abdullah, S.E, M.M, yang telah begitu banyak mengorbankan waktu dan terus memberikan motivasi dalam pelaksanaan kuliah maupun penyusunan tesis; 8. Putri-putriku Diva Qaisya Rakenditya, Devika Saaqila Rakhenditya, Dinnaya Zafira

Rakhenditya yang selalu menjadi motivator dalam hidupku;

9. Ayah dan ibu serta keluargaku semua yang senantiasa mendoakan, memberi kasih sayang yang berlimpah, nasehat semangat dan dukungan yang tiada henti;

10.Keluarga MIA Angkatan 4, Mba’ Nyimas, Ayu, Mba’ Nina dan keluarga MIA lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kebersamaan, bantuan, semanngat, kerjasama dan pengalaman yang tak terlupakan selama ini;

11.Mas Ayin, Mas Andri, Mas Jaya, Mas Dwi, Mbak Tina, Mbak Lenny serta semua staf dan karyawan fakultas ekonomi dan bisnis yang selalu bersedia membantu kelancaran dan penyusunan tesis;

(16)

13.Terimakasih untuk Orang-orang yang telah memberikan inspirasi dan motivasi dan orang – orang yang terlewat disebutkan tetapi memiliki arti yang sama pemting nya bagi kehidupan saya serta semua pihak yang mendukung penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bandarlampung , 2016 Penulis

Rakhmawati Listyarini

(17)

DAFTAR ISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka ……… 10

2.1.6 Karakteristik Pemerintah Daerah ……….. 33

2.1.7 Tingkat incrementalisme dalam proses penyusunan anggaran ……….. 34

2.2 Penelitian sebelumnya……….… 36

2.3 Pengembangan Hipotesis ……… 38

2.3.1 Pengaruh tingkat incrementalisme Anggaran Belanja Operasional terhadap Revisi Anggaran Operasional ... 38

2.3.2 Pengaruh tingkat incrementalisme Anggaran Belanja Modal terhadap Revisi Anggaran Belanja Modal ...……… 40

2.3.3 Pengaruh Kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah terhadap Revisi Anggaran Belanja Opearsional dan Belanja Modal …………... 42

2.3.4 Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Revisi Anggaran Belanja Opearsional dan Belanja Modal ………. 44

(18)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ……… 50

3.2 Populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel ……… 50

3.3 Data dan sumber data ………. 51

3.4 Definisi Operasional Variabel ……… 51

3.4.1 Definisi dan Pengukuran Variabel Dependen ……… 52

3.4.2 Definisi dan Pengukuran Variabel Independen ………. 53

3.5 Analisis Data ……….. 55

3.5.1 Statistik Deskriptif ………. 55

3.5.2 Uji Asumsi Klasik ……….. 56

3.5.3 Uji Hipotesis ……….. 60

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif ………. 64

4.1.1 Hasil Pemilihan Sampel……….. 64

4.1.2 Sumber Data ……….. 65

4.1.3 Analisis Deskriptif ………. 66

4.1.4 Uji Asumsi Klasik ………. 69

4.1.5 Uji Hipotesis ……….. 71

4.1.6 Pembahasan ……… 74

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ……… 79

5.2 Keterbatasan ……….. 80

5.3 Saran ……… 80

5.4 Implikasi ………. 81

DAFTAR PUSTAKA

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Hasil Pemilihan Sampel ……… 64

Tabel 4.2 Sumber Data ……… 65

Tabel 4.3 Statitistic deskriptif untuk variable dependen Revisi Anggaran Belanja Operasional

………... 66

Tabel 4.4 Statitistic deskriptif untuk variable dependen Revisi Anggaran Belanja Modal….. 66

Tabel 4.5 Hasil Uji Multi kolinearitas untuk variable dependen Revisi Anggaran

Belanja Operasional ...……… 70

Tabel 4.6 Hasil Uji Multi kolinearitas untuk variable dependen Revisi Anggaran

Belanja Modal ...……… 70

Tabel 4.7 Hasil uji Regresi Linier Berganda untuk persamaan regresi variable dependen

Revisi Anggaran Belanja Operasional ...………. 71

Tabel 4.8 Hasil uji Regresi Linier Berganda untuk persamaan regresi variable dependen

Revisi Anggaran Belanja Modal……… 72

(20)

BAB I

Pendahuluan

1. 1 Latar Belakang

(21)

2

Reformasi dalam bidang pengelolaan keuangan daerah salah satunya didasari dengan UU No 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang khususnya membahas tentang sistem penganggaran. Telah banyak perubahan yang mendasar dalam sistem penganggaran salah satunya adalah penerapan pendekatan yang digunakan dalam penyusunannya berupa pendekatan terpadu (Unified Budget), Medium Term Expenditure Framework (MTEF), dan Anggaran Berbasis Kinerja.

Berdasarkan PMK No 104 Tahun 2010, Penganggaran berbasis kinerja merupakan suatu pendekatan dalam sistem penganggaran dengan mempertimbangkan keterkaitan antara pendanaan dengan output dan outcome, serta efisiensi dalam pencapaian hasil keluaran tersebut. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Peraturan Pemerintah No 13 Tahun 2006 merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah selama masa satu tahun anggaran sejak tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember yang berisikan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui oleh pemerintah daerah bersama dengan DPRD, dan ditetapkan oleh Peraturan Daerah.

(22)

3

98.8 persen pada bulan Desember. Data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia tahun 2014 menunjukkan adanya kecenderungan serapan anggaran yang rendah dan lambat, dimana serapan anggaran pada triwulan ke tiga per Bulan September 2014 rata-rata masih pada kisaran 50 %, dan akan melonjak pada bulan Desember rata-rata diatas 80 %. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya keterlambatan penyerapan anggaran diantaranya adalah tidak adanya perencanaan anggaran yang baik pada saat persiapan pelaksanaan, eksekusi anggaran sepanjang tahun maupun akhir tahun anggaran, instansi pemerintah terlalu berhati-hati ketika melakukan pengeluaran sehingga terkesan lambat dalam memanfaatkan waktu.

Rendahnya daya serap pada anggaran pemerintah daerah mencerminkan perencanaan dalam proses anggaran pemerintah daerah yang lemah dan tidak matang sehingga memicu terjadinya revisi anggaran. Karena dalam proses penyusunan anggaran masih memakai pendekatan sistem lama yaitu secara tradisional, padahal pemerintah sudah menerapkan penganggaran berbasis kinerja. Karakteristik pendekatan ini antara lain: bersifat line item dan incremental sehingga sulit melihat harmonisasi antara pendapatan dan belanja yang berorientasi pada input, dan berperspektif tahunan.

(23)

4

a. Perubahan rincian anggaran yang disebabkan penambahan atau pengurangan pagu anggaran pendapatan dan belanja termasuk pergeseran rincian anggaran. b. Perubahan atau pergeseran rincian anggaran dalam hal pagu anggaran tetap. c. Dan/atau perubahan/ralat karena kesalahan administrasi.

Secara sederhana, revisi APBD dapat diartikan sebagai upaya pemerintah daerah untuk menyesuaikan rencana keuangannya dengan perkembangan yang terjadi. Perkembangan dimaksud bisa berimplikasi pada meningkatnya anggaran penerimaan maupun pengeluaran, atau sebaliknya. Namun, bisa juga untuk mengakomodasi pergeseran-pergeseran dalam satu SKPD.

Revisi atas setiap komponen APBD memiliki latar belakang dan alasan berbeda. Ada perbedaan alasan untuk perubahan anggaran pendapatan dan perubahan anggaran belanja, yang memang menjadi salah satu alasan utama mengapa perubahan APBD dilakukan. Revisi anggaran merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan pemerintahdaerah dalam aktivitas perubahan rincian anggaran belanja yang telah ditetapkan berdasarkan APBD dan telah disahkan dalam daftar isian pelaksanaan anggaran. Anessi-Pessina et al (2012) menemukan bahwa persetujuan anggaran adalah hasil dari proses pengambilan keputusan, namun merupakan proses yang berkesinambungan dari proses pelaksanaan anggaran dan revisi anggaran. Akibatnya, revisi anggaran memiliki keterkaitan dengan beberapa variabel yang mempengaruhi proses anggaran. Dalam konteks ini ada 5 (lima) variabel yang digunakan untuk mengukur revisi anggaran.

(24)

5

sebelumnya atau proses revisi anggaran. Wildavsky (1964) menjelaskan bahwa incrementalisme sangat erat kaitannya dengan anggaran, selain itu beberapa penelitian selanjutnya seperti yang dikemukakan Boyne et al (2001) bahwa proses anggaran dikatakan inkremental apabila perbedaan dengan anggaran tahun sebelumnya kecil dan kurangnya fokus aparat terhadap proses tersebut sehingga inkremental dianggap sebagai penyederhanaan dari proses anggaran.

Penelitian lain yang memberikan pendapat revisi anggaran adalah Devia (2014), yang meneliti tentang pengaruh faktor internal dan faktor eksternal terhadap tingkat revisi anggaran pada pemerintah daerah di Indonesia. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa derajat incrementalisme berpengaruh terhadap revisi anggaran belanja operasional.

(25)

6

didapat dari suatu daerah melalui pendapatan asli daerah (PAD) berupa perusahaan di daerah ataupun hasil yang didapat dari pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki daerah. Sehingga diasumsikan adanya keterkaitan dengan besar kecilnya pendapatan pajak dan retribusi serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah mampu menstimulasi terjadinya revisi anggaran terkait kebutuhan akan pembiayaan operasional dan pembiayaan proyek dan infrastruktur.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beragam demografik wilayah dimana masing-masing wilayah memiliki perbedaan pendapatan bruto yang akan mempengaruhi proses anggaran maupun revisi anggaran. Lu dan Facer (2004) melakukan survey dan menemukan adanya keterkaitan antara proses anggaran dan struktur anggaran terhadap kepala daerah dan lingkungan eksternal. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas harga konstan. Pada penelitian yang dilakukan Anessi-Pessina et al (2012), daerah dengan Gross Domestic Product (GDP) rendah akan cenderung melakukan revisi anggaran dikarenakan daerah tersebut masih mengalami masalah fundamental terkait perencanaan.

(26)

7

jumlah penduduknya lebih padat, dan kualitas infrastruktur yang lebih baik dan lengkap.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Incrementalisme Anggaran terhadap

Revisi Anggaran Pada Pemerintah Daerah di Indonesia”.

1. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apakah tingkat incrementalisme anggaran belanja operasional berpengaruh terhadap revisi anggaran belanja operasional pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia?

b. Apakah tingkat incrementalisme anggaran belanja modal berpengaruh terhadap revisi anggaran belanja modal pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia?

c. Apakah kemampuan keuangan berpengaruh terhadap revisi anggaran belanja operasional dan revisi anggaran belanja modal pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia?

(27)

8

e. Apakah area geografis berpengaruh terhadap revisi anggaran belanja operasional dan revisi anggaran belanja modal pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia?

1. 3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Memperoleh bukti empiris bahwa tingkat incrementalisme anggaran belanja operasional berpengaruh terhadap revisi anggaran belanja operasional pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia.

b. Memperoleh bukti empiris bahwa tingkat incrementalisme anggaran belanja modal berpengaruh terhadap revisi anggaran belanja modal pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia.

c. Memperoleh bukti empiris bahwa kemampuan keuangan berpengaruh terhadap revisi anggaran belanja operasional dan revisi anggaran belanja modal pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia.

d. Memperoleh bukti empiris bahwa Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh terhadap revisi anggaran belanja operasional dan revisi anggaran belanja modal pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia.

(28)

9 1. 4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak dibawah ini, yaitu:

a. Pemerintah sebagai penentu kebijakan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana bagi para penentu kebijakan mengenai fenomena yang ada terkait dengan revisi anggaran pada pemerintah daerah kota/kabupaten, sehingga dapat memberikan masukan agar lebih bijaksana dalam mengelola anggaran yang ada.

b. Masyarakat Pengguna Informasi

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penganggaran yang ada, sehingga masyarakat dapat mengkritisi semua kegiatan yang dilakukan pemerintah terkait dengan penggunaan anggaran.

c. Peneliti selanjutnya

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAN DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1.Tinjauan Pustaka 2.1.1.Anggaran

Halim dan Damayanti (2007) menyebutkan bahwa anggaran merupakan informasi atau pernyataan mengenai rencana atau kebijakan bidang keuangan dari suatu organisasi atau badan usaha untuk jangka waktu tertentu (umumnya satu tahun) berupa perkiraan penerimaan dan pengeluaran negara yang diharapkan akan terjadi pada suatu periode tertentu.

Sedangkan anggaran sektor publik berisi rencana kegiatan yang dipresentasikan dalam suatu bentuk perolehan pendapatan dan belanja dalam suatu moneter (Mardiasmo, 2002). Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran publik merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi informasi mengenai pendapatan, belanja dan aktifitas. Anggaran berisi estimasi mengenai apa yang akan dilakukan organisasi dimasa yang akan datang. Setiap anggaran memberikan informasi mengenai apa yang hendak dilakukan dalam periode yang akan datang.

Bastian (2010) menyebutkan terdapat tiga tujuan dari anggaran sektor publik, yaitu:

(30)

11

welfare), dengan jalan memanfaatkan sumber daya dan dana untuk mendukung kegiatan pembangunan jangka panjang dalam bentuk anggaran tahunan (annual budget)

b. Anggaran digunakan sebagai alat pengendalian yang efektif, yang harus dilakukan secara melekat (built incontrol), dalam tubuh organisasi atas berlangsungnya pelaksanaan kegiatan.

c. Anggaran digunakan sebagai alat evaluasi kinerja setiap pelaksanaan kegiatan dapat diukur dan dievaluasi secara periodik maupun insidental.

Di Indonesia, anggaran diatur dalam pasal 23 ayat (1) UUD 1945 dan diimplementasikan dengan disusunnya UU APBN setiap tahun. Selain itu, untuk melaksanakan UU APBN, pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan perundangan lainnya, seperti UU Pajak, UU Bea Masuk danCukai, Keppres Pelaksanaan APBN, dan peraturan pelaksana lainnya. Adapun dasar Hukum Anggaran:

 Pemerintah Pusat (APBN) : UU No. 17 Tahun 2003

 Pemerintah Daerah (APBD) : UU 17 Tahun 2003, UU 32 & 33 Tahun

2004, PP 58 Tahun 2005, PERMENDAGRI 13 Tahun 2006, PERMENDAGRI 59 Tahun 2007, PERDA

2.1.2.Anggaran Daerah (APBD)

(31)

12

setiap tahun oleh pemerintah daerah kepada DPRD untuk dibahas dan kemudian disahkan sebagai peraturan daerah. Atau dengan kata lain Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah (Nordiawan et al, 2007)

Fungsi APBD menurut Halim dan Damayanti (2007), adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Otorisasi b. Fungsi Perencanaan c. Fungsi Pengawasan d. Fungsi Alokasi e. Fungsi Distribusi f. Fungsi Stabilisasi

Struktur APBD adalah sebagai berikut: a. Pendapatan Asli Daerah

Adalah pendapatan yang diperoleh daerah berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang bersangkutan dalam membiayai kegiatannya. PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

 Pajak daerah, Pungutan yang dilakukan Pemerintah Daerah berdasarkan

(32)

13

dalam dua kategori yaitu pajak daerah yang ditetapkan oleh peraturan daerah dan pajak negara yang pengelolaannya dan penggunaannya diserahkan kepada daerah.

 Retribusi daerah, Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, adalah penerimaan

yang berupa hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yang terdiri dari bagian laba Perusahaan Daerah Air Minum, bagian laba lembaga keuangaan bank, bagian laba lembaga keuangan non bank, bagian laba perusahaan milik daerah lainnya dan bagia laba atas penyertaan modal/investasi kepada pihak ketiga.

 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah, Meliputi hasil penjualan

kekayaan daerah yang tidak dapat dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga dan komisi, potong ataupun bentuk lain sebagai akibat penjualan dan atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh Daerah.

b. Dana Perimbangan

(33)

14

 Dana Bagi Hasil, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Bagi Hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.

 Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang

bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

 Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang

bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

c. Lain-lain Pendapatan Yang Sah

 Hibah Tidak Mengikat. Hibah tidak mengikat diartikan bahwa pemberian

hibah tersebut ada batas akhirnya tergantung pada kemampuan keuangan daerah dan kebutuhan atas kegiatan tersebut dalam menunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga, organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat.

 Dana Darurat Dari Pemerintah, adalah dana yang berasal dari APBN yang

(34)

15

rangka penanggulangan korban atau kerusakan akibat bencana alam. Pemerintah mengalokasikan Dana Darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD.

 Dana Bagi Hasil Pajak Dari Propinsi Ke Kabupaten Atau Kota.

Penganggaran dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya pada APBD memperhitungkan rencana pendapatan pada Tahun Anggaran 2011, sedangkan pelampauan target Tahun Anggaran 2011 yang belum direalisasikan kepada pemerintah daerah dan menjadi hak pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah desa ditampung dalam Perubahan APBD Tahun Anggaran 2012.

 Dana Penyesuaian Dan Dana Otonomi Khusus. Dana Penyesuaian dan

Dana Otonomi Khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua, dan penyesuaian Otonomi Khusus bagi Provinsi yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya.

 Bantuan Keuangan Dari Propinsi Atau Dari Pemerintah Daerah Lainnya.

(35)

16

kepada desa yang didasarkan pada pertimbangan untuk mengatasi kesenjangan fiskal, membantu pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang tidak tersedia alokasi dananya, sesuai kemampuan keuangan masing-masing daerah. Pemberian bantuan keuangan dapat bersifat umum dan bersifat khusus. Bantuan keuangan yang bersifat umum digunakan untuk mengatasi kesenjangan fiskal dengan menggunakan formula antara lain variabel: pendapatan daerah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan luas wilayah yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Bantuan keuangan yang bersifat khusus digunakan untuk membantu capaian kinerja program prioritas pemerintah daerah/desa penerima bantuan keuangan sesuai dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan penerima bantuan. Pemanfaatan bantuan keuangan yang bersifat khusus ditetapkan terlebih dahulu oleh pemberi bantuan.

d. Belanja Tidak Langsung

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, kelompok Belanja Tidak Langsung terdiri dari:

 Belanja pegawai, merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan

tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

 Belanja bunga, digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang

(36)

17

berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.

 Belanja subsidi, digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi

kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. Belanja subsidi dianggarkan sesuai dengan keperluan perusahaan/lembaga penerima subsidi dalam peraturan daerah tentang APBD yang peraturanpelaksanaannya lebih lanjut dituangkan dalam peraturan kepala daerah.

 Belanja hibah, bersifat bantuan yang tidak mengikat/tidak secara terus

menerus dan harus digunakan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam naskah perjanjian hibah daerah.

 Bantuan sosial, digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan

dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bantuan sosial diberikan tidak secara terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya.

 Belanja bagi hasil, digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang

(37)

18

 Bantuan keuangan, digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan

yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah Iainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah Iainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. Bantuan keuangan yang bersifat umum peruntukan dan penggunaannya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah/pemerintah desa penerima bantuan. Bantuan keuangan yang bersifat khusus peruntukan dan pengelolaannya diarahkan/ditetapkan oleh pemerintah daerah pemberi bantuan.

 Belanja tidak terduga, merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya

tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.

e. Belanja Langsung

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, mengenai belanja langsung yang terdapat dalam Pasal 50, Kelompok belanja langsung dari suatu kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari:

 Belanja pegawai, untuk pengeluaran Honorarium atau upah dalam

(38)

19

 Belanja barang dan jasa, digunakan untuk pengeluaran

pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa mencakup belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan pemulangan pegawai.

 Belanja modal, digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam

(39)

20 f. Penerimaan Pembiayaan

 Sisa lebih perhitungan anggaran TA sebelumnya (SiLPA). Sisa lebih

perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA) mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan.

 Pencairan Dana Cadangan. Pencairan dana digunakan untuk

menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah dalam tahun anggaran berkenaan. Jumlah yang dianggarkan yaitu sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan berkenaan.

 Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, digunakan antara lain

untuk menganggarkan hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga, atau hasil divestasi penyertaan modal pemerintah daerah.

 Penerimaan Pinjaman Daerah. Penerimaan pinjaman daerah digunakan

untuk menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan.

 Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman. Penerimaan kembali

(40)

21

kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya.

 Penerimaan Piutang Daerah, digunakan untuk menganggarkan penerimaan

yang bersumber dari pelunasan piutang fihak ketiga, seperti berupa penerimaan piutang daerah dari pendapatan daerah, pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank dan penerimaan piutang lainnya.

g. Pengeluaran Pembiayaan

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pengeluaran pembiayaan terdiri dari pembentukan dana cadangan, penerimaan modal (investasi) pemerintah daerah, pembayaran pokok utang dan pemberian pinjaman daerah.

 Dana Cadangan, adalah dana yang disisihkan untuk menampung

(41)

22

anggaran pelaksanaan dana cadangan. Investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.

 Investasi pemerintah daerah, digunakan untuk menganggarkan kekayaan

pemerintah daerah yang diinvestasikan balk dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat segera diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12 (duabelas) bulan. Investasi jangka panjang antara lain surat berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam rangka mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha, surat berharga yang dibeli pemerintah daerah untuk tujuan menjaga hubungan balk dalam dan luar negeri, surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.

 Pembayaran pokok utang, didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan

(42)

23

 Pinjaman Daerah, adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah

menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Pemberian pinjaman digunakan untuk menganggarkan pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya. Penerimaan kembali pemberian pinjaman digunakan untuk menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya.

2.1.3. Revisi Anggaran

Revisi anggaran adalah perubahan rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang telah ditetapkan berdasarkan APBN/APBD. Revisi anggaran dapat dikurangi dengan cara menggabungkan langkah-langkah resiko dan ketidakpastian dalam proses penganggaran dan mengurangi beberapa efek samping dari revisi anggaran setelah tahun berjalannya anggaran (Gary et al, 2004). Rebudgeting menjadi faktor umum dan signifikan dalam proses penganggaran di banyak kota (Forrester dan Mullins, 1992).

(43)

24

perbaikan atau penyesuaian terhadap alokasi anggaran, maka perubahan APBD masih dimungkinkan terutama apabila:

a. Terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi Kebijakan umum anggaran (KUA);

b. Terjadi keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;

c. Ditemui keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebihtahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan;

d. Keadaan darurat; dan e. Keadaan luar biasa.

Selain itu, dalam keadaan darurat pemerintah daerah juga dapat melakukan pengeluaran untuk membiayai kegiatan yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran tahun berjalan yang untuk pelaksanaannya harus dituangkan dalam peraturan daerah tentang rancangan dan perubahan APBD. Oleh karenanya, dalam Peraturan Daerah terkait harus diperjelas posisi satuan kerja perangkat daerah yang juga mempunyai kedudukan sebagai pengguna anggaran dan pelaksana program.

Keadaan darurat sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:

(44)

25 b. Tidak diharapkan terjadi secara berulang;

c. Berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan

d. Memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.

Perubahan APBD diajukan setelah laporan realisasi anggaran semester pertama dan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50%.

Adapun proses Perubahan APBD adalah sebagai berikut:

a. Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. b. Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah,

selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.

c. Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52, dan Pasal 53 PP Nomor 58 Tahun 2005.

(45)

26

dan/atau belanja, (2) perubahan dan/atau pergeseran anggaran pendapatan dan/atau belanja dalam hal pagu anggaran tetap atau berkurang.

Ada beberapa kondisi yang menyebabkan mengapa perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya:

a. Target pendapatan dalam APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah). Jika sebuah angka untuk target pendapatan sudah ditetapkan dalam APBD, maka angka itu menjadi target minimal yang harus dicapai oleh eksekutif. Target dimaksud merupakan jumlah terendah yang “diperintahkan” oleh DPRD kepada eksekutif untuk dicari dan menambah

penerimaan dalam kas daerah.

b. Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik moral hazard yang dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget minimizer. Dalam penyusunan rancangan anggaran yang menganut konsep partisipatif, SKPD mempunyai ruang untuk membuat budget slack karena memiliki keunggulan informasi tentang potensi pendapatan yang sesungguhnya dibanding DPRD.

c. Jika dalam APBD “murni” target PAD underestimated, maka dapat “dinaikkan” dalam APBD Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai

(46)

27

(leveraging) PAD, khususnya yang terealiasai dan tercapai outcome-nya pada tahun anggaran sebelumnya.

Selain itu, ada beberapa penyebab perubahan belanja yaitu antara lain: a. Perubahan karena adanya varian SiLPA. Perubahan harus dilakukan

apabila prediksi atas SiLPA tidak akurat, yang bersumber dari adanya perbedaan antara SILPA 201a definitif setelah diaudit oleh BPK dengan SiLPA 201b.

b. Perubahan karena adanya pergeseran anggaran (virement). Pergeseran anggaran dapat terjadi dalam satu SKPD, meskipun total alokasi untuk SKPD yang bersangkutan tidak berubah.

c. Perubahan karena adanya perubahan dalam penerimaan, khususnya pendapatan. Perubahan target atas pendapatan asli daerah (PAD) dapat berpengaruh terhadap alokasi belanja perubahan pada tahun yang sama. Dari perspektif agency theory, pada saat penyusunan APBD murni, eksekutif (dan mungkin juga dengan sepengetahuan dan/atau persetujuan legislatif) target PAD ditetapkan di bawah potensi, lalu dilakukan “adjustment” pada saat dilakukan perubahan APBD.

(47)

28

yang diajukan responden antara lain: (1) Keputusan yang diambil pemerintah pusat mempengaruhi bagaimana kegiatan operasi akan dilakukan; (2) Perubahan tak terduga sosioekonomik; (3) Perlunya memberi signal dengan dampak simbolik yang kuat; (4) Kesalahan dalam peramalan pengeluaran; (5) Kesalahan dalam peramalan pendapatan; (6) Kebutuhan untuk mengumpulkan consensus; dan (7) BencanaAlam.

2.1.4.Laporan Keuangan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan keuangan berbasis akrual terdiri dari laporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports) dan laporan finansial, yang jika diuraikan adalah sebagai berikut:

a. Laporan Realisasi Anggaran;

Laporan Realisasi Anggaran (LRA) menyediakan informasi mengenai anggaran dan realisasi pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, dan pembiayaan dari suatu entitas pelaporan.

b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih;

(48)

29

berjalan. Pos-pos tersebut disajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya.

c. Laporan Operasional;

Laporan Operasional (LO) menyediakan informasi mengenai seluruh kegiatan operasional keuangan entitas pelaporan yang tercerminkan dalam pendapatan-LO, beban, dan surplus/defisit operasional dari suatu entitas pelaporan yang penyajiannya disandingkan dengan periode sebelumnya. d. Laporan Perubahan Ekuitas;

Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan sekurang-kurangnya pos-pos ekuitas awal atau ekuitas tahun sebelumnya, Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan dan koreksi-koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar.

e. Neraca;

(49)

30 f. Laporan Arus Kas;

Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi serta saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan.

g. Catatan atas Laporan Keuangan.

CaLK memberikan informasi kualitatif dan mengungkapkan kebijakan serta menjelaskan kinerja pemerintah dalam tahapan pengelolaan keuangan negara. Selain itu, dalam CaLK memberikan penjelasan atas segala informasi yang ada dalam laporan keuangan lainnya dengan bahasa yang lebih mudah dicerna oleh lebih banyak pengguna laporan keuangan pemerintah, sehingga masyarakat dapat lebih berpartisipasi dalam menyikapi kondisi keuangan negara yang dilaporkan secara lebih pragmatis.

(50)

31 2.1.5. Agency Teory

Teori keagenan (Agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut ”nexus of contract”.

Implikasi penerapan teori ini dapat menimbulkan perilaku efisiensi atau perilaku opportunistik bagi si Agen. Di organisasi publik, khususnya di pemerintahan daerah teori keagenan ini telah dipraktekkan, termasuk pemerintahan daerah di Indonesia. Apalagi sejak otonomi dan desentralisasi diberikan kepada pemerintah daerah sejak tahun 1999.

Dalam proses penyusunan dan perubahan anggaran daerah, ada dua perspektif yang dapat ditelaah dalam aplikasi teori keagenan, yaitu hubungan antara eksekutif dengan legislatif, dan legislatif dengan pemilih (voter) atau rakyat. Implikasi penerapan teori keagenan dapat menimbulkan hal positif dalam bentuk efisiensi, tetapi lebih banyak yang menimbulkan hal negatif dalam bentuk perilaku opportunistik (opportunistic behaviour).

(51)

32

keagenan yang timbul di kalangan eksekutif adalah cenderung memaksimalkan utiliti (self-interest) dalam pembuatan atau penyusunan anggaran APBD, karena memiliki keunggulan informasi (asimetri informasi). Akibatnya eksekutif cenderung melakukan ”budgetary slack”.

Hal ini terjadi dikarenakan pihak eksekutif akan mengamankan posisinya dalam pemerintahan di mata legislatif dan masyarakat/rakyat, bahkan boleh jadi untuk kepentingan pilkada berikutnya. Namun demikian budgetary slack APBD lebih banyak untuk kepentingan pribadi kalangan eksekutif (self interest) ketimbang untuk kepentingan masyarakat.

Masalah keagenan yang timbul di kalangan legislatif (anggota dewan) terjadi dari dua tinjauan perspektif, sebagai prinsipal atas eksekutif dan sebagai agen dengan rakyat (pemilih). Masalah keagenan yang timbul dalam perspektif prinsipal akan cenderung melakukan ”kontrak semu” dengan pihak eksekutif karena memiliki discretionary power. Dalam proses penyusunan anggaran, pihak legislatif cenderung melakukan ”titipan”

proyek/kegiatan, hal ini terjadi untuk kepentingan pribadi secara jangka panjang demi menjaga kesinambungan dan mengharumkan nama politisi/anggota dewan.

(52)

33

kewenangan rakyat/pemilih terhadap legislatornya tidak memiliki kejelasan aturan konsekuensi kontrol keputusan yang disebut ”abdication”.

Akibatnya, legislator cenderung menyusun anggaran untuk kepentingan pribadi atau golongannya dan kondisi ini disebut oleh Garamfalvi (1997) sebagai political corruption dalam proses penyusunan anggaran, dan sekiranya anggaran tersebut dilaksanakan akan menimbulkan administration corruption.

Kalau kondisi di atas terjadi, maka proses penyusunan/perubahan anggaran APBD yang semestinya akan menghasilkan outcome yang efisien dan efektif dari alokasi sumber daya dalam anggaran akan terdistorsi karena adanya perilaku opportunistik untuk kepentingan pribadi dan politisi.

2.1.6. Karakteristik Pemerintah Daerah

UU No. 32/2004 memberikan wewenang kepada Pemerintah Daeraah untuk menjalankan urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi serta mewajibkan Pemerintah Daerah untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daeraah (LPPD) kepada pemerintah sebagai salah satu alat pertanggungjawaban kinerja Pemerintah Daerah.

(53)

34

dengan urusan yang menjadi tanggungjawabnya dan karakteristik dari masing-masing Pemerintah Daerah tersebut.

Semakin besar ukuran Pemerintah Daerah maka semakin besar sumber daya yang dimiliki untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah Daerah juga memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) beragam yang salah satunya tergantung dari kekayaan daerah yang dimilikinya. Pemerintah Daerah yang memiliki PAD tinggi seharusnya akan lebih bebas dalam memanfaatkan kekayaan asli daerahnya untuk melakukan pengeluaran-pengeluaran (belanja) daerah yang dapat meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Setiap Pemda juga mendapatkan Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat yang beragam disesuaikan dengan keadaan dari masing-masing Pemerintah Daerah.

Selain dari sisi pendapatan, karakteristik Pemerintah Daerah bisa juga dilihat dari sisi Belanja Pemerintah Daerah yang juga beragam disesuaikan dengan besarnya pendapatan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah tersebut. Semakin besar belanja Pemerintah Daerah seharusnya diharapkan akan semakin meningkat pelayanan yang diberikan Pemerintah Daerah untuk masyarakatnya.

2.1.7.Tingkat Incrementalisme dalam proses penyusunan anggaran

(54)

35

struktur serta susunan anggaran yang bersifat line-item. Anggaran tradisional bersifat incrementalisme yaitu hanya menambahkan atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam (Mardiasmo, 2002). Pendekatan semacam ini tidak saja menjamin terpenuhinya kebutuhan riil, namun juga dapat mengakibatkan kesalahan yang terus berlanjut. Hal ini disebabkan karena ketidaktahuan apakah pendapatan dan belanja periode sebelumnya yang dijadikan sebagai tahun dasar penyusunan anggaran tahun ini telah didasarkan atas kebutuhan yang wajar.

(55)

36

anggaran, karena hanya berpedoman pada penyesuaian atau penambahan pagu anggaran di tahun sebelumnya sehingga ketika pada tahun berikutnya terdapat beberapa proyek/kegiatan/inovasi kegiatan yang belum dianggarkan di tahun sebelumnya akan memicu terjadinya revisi anggaran. Selain itu, Lindblom (1959) dalam penelitiannya pada negara demokrasi memaparkan bahwa kebijakan inkremental dilakukan ketika aparat dalam kondisi tertekan dan membutuhkan jalan pintas untuk membuat sebuah kebijakan, sehingga memilih untuk menggunakan acuan kebijakan tahun sebelumnya dengan sedikit modifikasi.

2.2.Penelitian Sebelumnya

(56)

37

hubungan positif antara Pendapatan Asli Daerah dan pembayaran hutang/pinjaman terhadap revisi anggaran, (4) Kondisi lokal sosioekonomik membuktikan bahwa letak geografis wilayah di Utara mempengaruhi Revisi anggaran secara positif, dan GDP mempengaruhi Revisi anggaran secara positif.

Penelitian dari Forrester & Mullins (1992) menyatakan Rebudgeting dibutuhkan untuk membuat anggaran lebih responsif terhadap kebutuhan anggaran partisipan dan untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan. Studi Forrester & Mullins (1992) menemukan bahwa ada 3 (tiga) kategori penyebab perubahan anggaran. Pertama, managerial necessity, yakni penyesuaian yang bersumber dari kompleksitas secara teknis dalam pembuatan keputusan manajerial berkaitan dengan kebutuhan dan sumberdaya yang ada dalam suatu keterbatasan. Kedua, environmental pressure, yaitu penyesuaian yang dibutuhkan karena adanya perubahan lingkungan dimana pelayanan publik diberikan oleh pemerintah. Terakhir, political concerns, yakni keputusan pengalokasian sumberdaya yang keluar dari hakikat politik anggaran sesungguhnya

Wildavsky, 1964 (dalam Anessi-Pessina et al, 2012) menyatakan bahwa “Rebudgeting is what governments do to revise and update the adopted budget during the course of the fiscal year.” Sebagai lanjutan dari

(57)

38

Berdasarkan hasil penelitian Lindblom, (1959) yang menemukan bahwa anggaran inkremental dilakukan ketika aparat terdesak dan membutuhkan jalan pintas, inkremental suatu anggaran salah satunya disebabkan karena kurangnya perencanaan dan analisis pada perumusan anggaran awal, sehingga pemerintah daerah hanya berpedoman anggaran tahun sebelumnya dengan melakukan penambahan, pengurangan atau modifikasi pada tiap-tiap pagu dananya. Hal tersebut menyebabkan ketika pada tahun berjalan terdapat inovasi kegiatan atau kegiatan baru yang sebelumnya belum pernah dianggarkan, akan memicu terjadinya revisi anggaran.

Devia (2014), melakukan penelitian dengan hasil bahwa faktor internal yang terdiri dari derajat incrementalisme, fitur organisasi, dan kondisi keuangan serta faktor eksternal yang terdiri dari kondisi lokal sosioekonomik dan tipe daerah berpengaruh terhadap revisi anggaran.

2.3 Pengembangan Hipotesis

2.2.1 PengaruhTingkat Incrementalisme Anggaran Belanja Operasional terhadap Revisi Anggaran Belanja Operasional

(58)

39

konsekuensinya, semakin besar revisi anggaran yang dilakukan selama tahun fiskal. Hal ini mencerminkan semakin banyak kebijakan ditetapkan di awal periode, semakin sedikit revisi anggaran yang diperlukan selama tahun fiskal. Anessi-Pessina et al (2012) menyoroti tingkat incrementalisme anggaran pada pos belanja operasi, pos belanja modal, dan pos pengeluaran daerah, dan menemukan signifikansi pada keseluruhan pos tersebut. Hal tersebut mengindikasikan inkremental anggaran disebabkan karena kurangnya perencanaan pada awal periode anggaran, karena hanya berpedoman pada penyesuaian atau penambahan pagu anggaran di tahun sebelumnya sehingga ketika pada tahun berikutnya terdapat beberapa proyek, kegiatan, dan atau inovasi yang belum dianggarkan di tahun sebelumnya akan memicu terjadinya revisi anggaran.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Devia (2014), memberikan hasil bahwa faktor internal yang terdiri dari derajat incrementalisme, fitur organisasi, dan kondisi keuangan serta faktor eksternal yang terdiri dari kondisi lokal sosioekonomik dan tipe daerah berpengaruh secara posifif maupun negatif terhadap revisi anggaran.

(59)

40

pengeluaran yang bersifat rutin dan jumlahnya kecil, serta tidak menambah fungsi suatu asset.

Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H1 : Tingkat incrementalisme anggaran belanja operasional berpengaruh secara negatif terhadap revisi anggaran belanja operasional pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia

2.3.2 Pengaruh Tingkat Incrementalisme Anggaran Belanja Modal terhadap Revisi Anggaran Belanja Modal

Dalam penelitian Anessi-Pessina et al (2012) memberikan hasil bahwa variabel-variabel internal yaitu tingkat inkremental anggaran belanja mempengaruhi revisi anggaran secara signifikan perumusan anggaran inkremental masih dilakukan pemerintah daerah dalam rangka perumusan anggaran ditahun berjalan dengan penyesuaian/penambahan pagu anggaran di tahun sebelumnya.

(60)

41

pada tahun berjalan terdapat inovasi kegiatan atau kegiatan baru yang sebelumnya belum pernah dianggarkan, akan memicu terjadinya revisi anggaran.

Inkremental pada anggaran tidak selalu memiliki makna negatif, berdasarkan pemisahan fungsi anggaran pada PMK 104 Tahun 2010, misalnya pada anggaran belanja operasi, inkremental dapat disebabkan karena pagu anggaran belanja operasi merupakan fungsi anggaran yang bersifat tetap seperti: belanja pegawai dan belanja barang sehingga tidak memerlukan analisis mendalam saat perumusan anggaran di tahun berikutnya. Namun dapat disimpulkan bahwa tingkat penyesuaian dan penambahan pagu anggaran belanja di tahun berjalan tidak mampu memenuhi kebutuhan anggaran belanja di tahun berikutnya sehingga tetap memicu terjadinya revisi anggaran.

Penelitian Devia (2014) memberikan hasil bahwa derajat incrementalisme pada proses penyusunan anggaran awal berpengaruh secara negatif terhadap revisi anggaran pada pos belanja operasi.

Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

(61)

42

2.3.3 Pengaruh Kemampuan Keuangan Daerah Terhadap Revisi Anggaran Belanja Operasional dan Revisi Anggaran Belanja Modal

Hasil penelitian otonomi daerah yang dilakukan oleh Fisipol UGM bekerjasama dengan Litbang Depdagri (1991) menyatakan bahwa ada 6 macam faktor yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu daerah melaksanakan otonomi daerah yaitu kemampuan keuangan daerah, kemampuan aparatur, kemampuan aspirasi masyarakat, kemampuan ekonomi, kemampuan organisasi dan demografi.

Adapun yang dimaksud dengan kemampuan keuangan itu sendiri adalah kemampuan daerah membiayai segala urusan rumah tangganya baik pemerintah maupun pembangunan dengan menggunakan pendapatan yang berasal dari daerah itu sendiri atau PAD. Penentuan tolok ukur kemampuan Keuangan Pemerintah Daerah bisa dilihat dari rasio antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Pendapatan Daerah.

(62)

43

daerah yang berupa pajak dan retribusi maka semakin sedikit revisi anggaran.

Keganjilan yang ada adalah penganggaran dilakukan jauh sebelum laporan realisasi anggaran dibuat (Anessi pessina et al, 2012), oleh karena itu muncul surplus anggaran tahun lalu pada pertengahan tahun berjalan, dengan munculnya surplus ini akan merangsang adanya revisi anggaran.

Pengeluaran daerah didanai oleh pendapatan suatu daerah baik yang bersumber melalui pajak, retribusi, atau dana bantuan pemerintah, sehingga semakin besar pendapatan yang diperoleh entitas pemerintah daerah, maka revisi anggaran yang dilakukan pada akan semakin kecil. Pemerintah daerah akan semakin leluasa dalam melakukan perencanaan tanpa terikat oleh keterbatasan anggaran sehingga pada tahun berjalan dapat meminimalkan terjadinya revisi anggaran (Anessi-Pessina et al 2012).

Berdasarkan hasil penelitian Anessi-Pessina et al (2012) membuktikan bahwa pendapatan pajak dan retribusi daerah akan meningkatkan PAD. Dikarenakan pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk mengalokasikan pendapatannya dalam sektor belanja modal, tingkat PAD yang tinggi akan menyebabkan proses perencanaan yang dilakukan lebih fleksibel dan maksimal sehingga dapat meminimalisasi terjadinya revisi anggaran.

(63)

44

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H3a : Kemampuan keuangan daerah berpengaruh secara negatif terhadap revisi anggaran belanja operasional pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia

H3b : Kemampuan keuangan daerah berpengaruh secara negatif terhadap revisi anggaran belanja modal pada pemerintah daerah kota/kabupaten di Indonesia.

2.3.4 Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Revisi Anggaran Belanja Operasional dan Revisi Anggaran Belanja Modal

Fitur demografi dan budaya masyarakat dapat memberikan peranan penting dalam hal revisi anggaran (Brudney et al 1995; Greenwood et al 1977; Forrester dan Mullins 1992). Bingham (1978) mengingatkan bahwa karakteristik sosio ekonomi masyarakat telah dipelajari oleh banyak ekonom dan ilmuwan politik sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan kebijakan daerah.

Berdasarkan penelitian Anessi-Pessina et al (2012) bahwa daerah yang memiliki PDRB rendah cenderung melakukan revisi anggaran pada anggaran belanja dikarenakan banyaknya masalah dan tantangan dalam melakukan perencanaan perbaikan infrastruktur daerah.

(64)

45

Suatu daerah dengan PDRB yang rendah cenderung mengalami kondisi infrastruktur yang tertinggal dibanding daerah yang memiliki PDRB tinggi. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal No. 01 Tahun 2005, revisi anggaran yang masih kerap terjadi dikarenakan dalam upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal masih menghadapi masalah pokok dan fundamental seperti: (1) masih lemahnya koordinasi pembangunan daerah tertinggal, (2) rendahnya aspek kebijakan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, koordinasi, dan pengendalian, (3) ketidakselarasan dan ketidakterpaduan diantara tiga tingkatan pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten) dalam perencanaan, pelaksanaan, serta monitoring dan evaluasi, dan (4) ketidaksesuaian dan rendahnya dukungan program dan alokasi anggaran dari sektor yang sesuai kebutuhan pembangunan daerah tertinggal.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan mendasar dalam teknologi solar cell solar cell adalah kenyataan derajat adalah kenyataan derajat efisiensi yang sangat rendah dalam upaya pengubahan energi

Sesuai dengan akta Notaris Isyana Wisnuwardhani Sadjarwo,SH no.1, tanggal 1 Agustus 2003 Perusahaan memperoleh pinjaman untuk tambahan biaya proyek pengembangan pembangunan Mall

Sistem informasi penilaian berbasis kurikulum 2013 dikembangkan untuk membantu guru dalam proses penilaian serta memberikan informasi nilai hasil studi siswa berupa

Perubahan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Barito Utara adalah untuk penyempurnaan nomenklatur dan

Dan tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas produk terhadap kepuasan pelanggan, seberapa besar pengaruh harapan

Mikrotom merupakan suatu alat yang dipergunakan untuk memotong jaringan dengan ketebalan yang dapat diatur sesuai dengan tujuan dan kemauan kita, Mikrotom sebagai alat

Dari pengujian Big-O Notation didapatkan bahwa algoritma Serpent memiliki nilai O(N) dimana N adalah banyak block yang harus dikerjakan untuk melakukan enkripsi atau

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa algoritma K-NN dengan parameter setting k=1 memiliki performa terbaik dibandingkan dengan algoritma C4.5 maupun algoritma yang