• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fiqh Kelas XI MA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fiqh Kelas XI MA"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

BAB 1. JINAYAH

(2)

BAB 1. Jinayah(Pembunuhan, Qishas, Diyat, dan Kafarat)

Mata Pelajaran : Fiqih

Kelas/semester : XI/Ganjil

Standar Kompetensi: Memiliki Pemahaman dan Penghayatan yang lebih

mendalam terhadap ajaran Islam tentang Pidana (Jinayah), Hudud, dan

Peradilan serta mampu menngamalkannya dalam kehidupan sehari-hari

Kompetensi Dasar :

1.

Menjelaskan hukum pembunuhan dan hikmahnya

2.

Menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang qishash dan hikmahnya

3.

Menjelaskan keten tuan hukum Islam tentang diyat dan kafarat

beserta hikmahnya

4.

Menunjukkan contoh contoh Qishah,diyat dan kafarat dalam hukum

Islam

Indikator-Indikator

1.

Menjelaskan dasar hukum larangan membunuh

2.

Mengklasifikasikan macam

macam pembunuhan

3.

Menjelaskan hukuman bagi pembunuh

4.

Menjelaskan dasar hukum bagi pembunuh

5.

Menjelaskan hikmah dilarangnya pembunuhan

6.

Menjauhi dari perbuatan membunuh

7.

Menjelaskan pengertian qisos

8.

Menjelaskan hukum Qisos

9.

Menyebutkan syarat-syarat qishash

10.

Menjelaskan qishos pembunuhan oleh massa

11.

Menjelaskan hikmah hukum qishash

(3)

13.

Menjelaskan dasar hukum diyat

14.

Menyebutkan sebab-sebab diyat

15.

Menyebutkan macam-macam diyat

16.

Menunjukkan diyat selain pembunuhan

17.

Menjelaskan hikmah diyat

18.

Menjelaskan pengertian kifarat

(4)

Epitum BAB I

BAB 1

1.1

1.1.1 1.1.2 1.1.3 1.1.4

1.1.2.1 1.1.2.2 1.1.2.3

1.2.5 1.2

1.2.1 1.2.2 1.2.3 1.2.4

1.3.1 1.3.2 1.3.3

1.3.2.1 1.3.2.2 1.3.2.3

1.3

1.4

1.4.1 1.4.2

1.4.3

(5)

Penjelasan Epitum BAB I

1.1

Pembunuhan

1.1.1

Pengertian Pembunuhan

1.1.2

Macam-Macam Pembunuhan

1.1.2.1

Qatlul „Amdi

1.1.2.2

Qatlul Syibhul „Amdi

1.1.2.3

Qatlul Khata‟

1.1.3

Landasan Hukum Larangan Pembunuhan

1.1.4

Hikmah-Hikmah Larangan Pembunuhan

1.2

Qishash

1.2.1

Pengertian Qishash

1.2.2

Dasar Hukum Qishash

1.2.3

Syarat-Syarat Qishash Pembunuhan

1.2.4

Qishas Pembunuhan oleh Massa

1.2.5

Hikmah-Hikmah Hukum Qishas

1.3

Diyat

1.3.1

Pengertian Diyat

1.3.2

Macam-Macam Diyat

1.3.2.1

Diyat Mughaladah

1.3.2.2

Diyat Mukhafafah

1.3.2.3

Diyat Selain Pembunuhan

1.3.3

Hikmah-Hikmah Diyat

1.4

Kafarat

1.4.1

Pengertian Kafarat

1.4.2

Macam Kafarat

(6)

1.4.2.3

Kafarat Membunuh Binatang Buruan Pada Waktu Melakukan

Ihram

1.4.2.4

Kafarat Dihar

1.4.2.5

Kafarat „Ila

1.4.3

Hikmah-Hikmah Kafarat

(7)

BAB I. JINAYAH

(Pembunuhan, Qishas, Diyat dan Kafarat)

A.

Pembunuhan

1. Pengertian

Pembunuhan dalam bahasa arab disebut al-qatlu.

Pembunuhnya disebut al qaatilu dan yang terbunuh disebut al maqtul ( Moh. Karim dan Sholeh Zuhri,2005 :2). Secara istilah pembunuhan adalah tindakan seseorang melenyapkan nyawa, atau lenyapnya jiwa seseorang akibat perbuatan orang lain (Abu Malik Kamal, 2007: 312).

Perbuatan membunuh adalah merupakan kjarakter dari hewan buas yang tak mengenal perikemanusiaan, dan seharusnya dihindari oleh umat manusia. Penyebab orang melakukan tindakan ini cukup beragam, ada yang akarena dendam, iri, dengki, perebutan wanita , dan lain-lain. Ambisi ingin menguasai sesuatu inilah yang terkadang menjadikan orang gelap mata sehingga ia melakukan pembunuhan.

Dalam hukum Islam pembunuhan tersebut digolongkan dalam hukum jinayat yang meliputi membunuh, melukai, memotong anggota tubuh, dan menghilangkan manfaat anggota badan. Seseorang haram menghilangkan nyawa maupun merusak anggota badan dan menimpakan gangguan pada apapun di tubuhnya, karena setelah kekafiran tidak ada dosa yang lebih besar daripada pembunuhan terhadap orang mukmin, karena dalil-dalil berikut :

                                                                        

(8)







 

  













 



“Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.”(Qs An Nisa‟:93).

2. Macam-Macam Pembunuhan

a. Pembunuhan Dengan Sengaja (Qatlul ‘Amdi)

Pembunuhan dengan sengaja menurut definisi jumhur „ulama adalah “memukul dengan benda tajam atau benda tidak tajam (namun diyakini bisa menghilangkan nyawa) (Abu Malik Kamal, 207 :312). Definisi benda tajam sendiri adalah sesuatu yang bisa memotong dan menembuskedalam badan, misalnya pisau, pedang dan yang sejenisny. Sedangkan definisi benda tidak tajam adalah sesuatu yang menurut asumsi umum bisa menyebabkan/ mengakibatkan hilangnya nyawa, ketika digunakan, misalnya batu besar atau kayu.

(9)

berdusta ketika menjadi saksi, yang menyebabkan dia dibunuh, dan lainnya dari gambaran seperti ini. (Syekh Muhammad bin Ibrahim at Tuwaijiri, 2009:7)

Diwajibkan atas pembunuhan dengan sengaja, qishas: yaitu dengan membunuh si pembunuh, wali orang yang terbunuh berhak untuk menuntut qishas, atau mengambil diyat ataupun memberikan ampunan, dan inilah yang terbaik..

Hukum jinayat dengan sengaja ini wajib dilakukan qishas, sebagaimana diatur dalam Al Qur‟an , Firman Allah :

                                                          

“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim (QS Al Maidah :45).

Dan Sabda Rasulullah SAW : “Barangsiapa ditumpahkan darahnya atau dilukai, maka ia bisa memilih salah satu dari tiga hal, yaitu Qishas, atau mengambil diyat, atau memaaffkan pelakunya. Jika ia mengambil pilihjan keempat, maka halng-halangi keinginannya (HR Ahmad dan Ibnu Majah ).

b. Pembunuhan Semi Sengaja (Qatlu Syibhul “Amdi)

(10)

c. Pembunuhan tersalah (Qatlul Khata’)

Yaitu pembunuhan yang terjadi tanpa ada maksud untuk melakukan tindak pembunuhan itu sendiri atau terhadap orang tertentu, atau tanpa bermaksud pada salah satunya. Maksudnya pembunuhan yang sama sekali tidak ada niat untuk membunuh. Contohnya adalah, tidak bermaksud untuk membunuh seperti memanah atau menembek hewan buruan namun kemudian mengenai seseorang, menggeliat-geliat (menyerang) orang lain pada saat tidur (menggigau) hingga membunuhnya, membunuh dalam keadaan perang seseorang yang dia kira sebagai orang kafir, namun ternyata ia adalahs eorang muslim, memukul dengan dengan maksud bercanda hiungga membunuhnya.                                                                                                             

“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)[334], dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat[335] yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah[336]. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya[337], Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”(QS An Nisa‟:92).

3. Landasan Hukum Larangan Pembunuhan

(11)

cara yang ditetapkan oleh Allah, yakni dalam batas-batas keadilan tanpa melampaui batas, sebagaimana diternagkan oleh Allah :

























 







 







 

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar]. dan Barangsiapa dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan”(QS Al Isra‟ : 33).

Sabda Rasulullah saw. : “ Barang siapa yang menolong membunuh orang Islam meskipun dengan sepotongkalimat, maka diantara kedua matanya akan tertulis ungkapan (Yaaisun rahmatillah) putus asa dari rahmat Allah” (HR Tirmidzi).

Dalam syari‟at Islam ada pengecualian (istitsna‟) dibolehkannya seorang membunuh orang muslim yaitu dalam kondisi sebagai berikut : Jika ada seorang mu‟min yang murtad, pezina muhson, pembunuh seseorang tanpa alasan yang benar, semata-mata karena berbuat zalim dan permusuhan.

Tidak halal membunuh seorang muslim kecuali tiga hal : kufur setelah beriman, berzina setelah berkeluarga, dan membunuh seorang dengan alasan yang tidak benar karena semata-mata berbuat zalim dan permusuhan” (HR Muslium)

3. Hikmah-Hikmah Larangan Pembunuhan

 Menjaga dan menyelamtkan kelangsungan hidup manusia  menempatkan kedudukan manusia sebgai makhluk yang

mulia

 membatasi kemauan manusia untuk berbuat semena-mena terhadap jiwa manusia

 Menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan

(12)

B. QISHAS 1. Pengertian

Kata qishas berasal dari qaasha, yuqasha, qishaas, artinya mengambil balas. Secara istilah qishas adalah hukuman balas yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun pengrusakan anggota badan seseorang, yang dilakukan dengan sengaja (Moh. Karim dan Sholih Zuhri,2005,6). Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. qishaash itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, Maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.(Tafsir Al Qur‟an).

Banyak peristiwa pembunuhan atau penganiayaan yang terjadi di tanah air kita ini yang dapat disaksikan di layar televisi maupun media massa. Ketika salah satu keluarga korban diwawancarai rata-rata menginginkan pelakunya dihukum setimpal atas perbuatannya yang telah melakukan hal yang sama pada anggota keluarganya yang terbunuh.

Dari contoh peristiwa diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum qishas benar-benar sesuai dengan tuntutan hati nurani sekaligus tuntutan keadilan hukum. Dan sangat tidak benar jika qishas yang merupakan hukum Islam tidak manusiawi dan melanggar hak asasi manusia, justru qishas merupakan hukum yang paling memenuhi keadilan.

Qishas dilaksanakan apabila : a. membunuh dengan sengaja maka hukumannya juga harus dibunuh, b. apabila merusak atau menghilangkan ia perbuat. Misalnya jika seseorang menganiaya orang lain dengan memotong tangannya maka hukum balasnya dengan menmotong tangan, demikan seterusnya.

(13)

2. Dasar Hukum Qishas

Firman Allah swt. Surat Al Baqarah; 178

                                                                        

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih[111]. (Qs Al Baqarah :178)

Dampak negative psikologis dari perbuatan pembunuhan adalah menjadikannya sulit untuk mendapatkan ampunan Allah swt. Karena perbuatan prmbunuhan termasuk dosa besar yang hampir sebanding dengan dosa syirik kepada Allah, oleh karena itu nabi saw. Menyebutnya setelah menyebut dosa syirik dalam haditsnya. Dan kelak di akhirat pembunuh tersebut akan mendapat siksa neraka jahanam yang sangat pedih, sabda Rasulullah saw. “ Setiap siksa ada harapan pengampunan Allah kecuali seorang laki-laki yang mati dalam keadaan syirik atau seorang yang membunuh orang mukmin dengan sengaja (HR Ibnu Dawud, Ibnu Hibban, dan Hakim).

(14)

menebar ketakutan di seluruh penjuru Negara dan menyebabkan menjandanya para wanita serta menjadikan yatimnya anak-anak.

 















“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (Al BAqarah :179).

3. Syarat-Syarat Qishas

a. Pembunuh sudah baligh dan berakal sehat, apabila dia masih kecil, gila ataupun sedang tidak ada di tempat, hendaklah si pelaku ditahan sampai anak tersebut dewasa, berakal kembali orang gila dan datangnya orang yang bepergian, kemudian jika berkehendak dia boleh menuntut qishas, meminta diyat ataupun memaafkannya, dan inilah yang terbaik.

b. Pembunuh bukanlah orang tua terbunuh.. sebab jika orang tua yang membunuh anaknya tidak wajib dilakukan qishas. Tetapi, jika anak yang melakukan pembunuhan pada orang tuanya maka wajib diberlakukan qishash.

c. Jenis pembunuhan adalah yang disengaja. Sedangkan pembunuhan yang tidak sengaja dan mirip sengaja maka tidak diberlakukan hukum qishas.

d. Orang yang dibunuh adalah orang yang terpelihara darahnya. Artinya dia bukan orang jahat (apabila pembunuh itu melakukan pembunuhan karena membela diri atau orang mukmin yang membunuh orang kafir harbi, murtad, dan pezina muhson maka tidak diberlakukan qishas kepadanya.

e. Orang yang dibunuh sama derajadnya, maksudnya orang islam dengan orang Islam, perenpuan dengan perempuan. Atau orang merdeka dengan orang merdeka

f. Qishas dilakukan dalam hal sama, jiwa dengan jiwa, mata dengan mata, telinga dengan telinga, dan lain sebagainya jadi harus seimbang.

(15)

membunuh seseorang, lalu mereka melakukannya, maka qishas dijatuhkan terhadap dia yang memerintahkan saja, karena orang yang diperintah hanya sebagai alat dari orang yang memerintah.

4. Qishas Pembunuhan oleh Massa

Qishash merupakan hukuman balasan yang harus diterima seseorang/ oleh pelaku karena melakukan sebuah pelanggaran yaitu berupa pengrusakan atauupun menghilangkan nyawa orang lain. Akan tetapi bagaimanakah jika yang melakukan pembunuhan tersebut berupa massa atau orang banyak. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa ; Dari Sa‟id bin Muassyab, bahwa Umar telah menghukum

bunuh lima atau enam orang yang telah membunuh seseorang laki-laki secaratipuan di tenmpat yang sunyi. Kemudian dia berkata ;

“Andaikata semua penduduk Sun‟a secara bersama-sama membunuhnya niscaya akan aku bunuh mereka semua

Berdasarkan atsar diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa apabila terjadi pembunuhan disengaja yang dilakukan oleh banyak orang dan orang yangh dibunuh dalam posisi yang benar, maka semua orang yang terlibat dalam pembunuhan itu wajib di qishas (dibunuh) semuanya. Penetapan hukum yang pernah dilakukan oleh Umar bin Khatab tersebut juga pernah dipraktekkan pada masa Ali bin Abi Thalib berkuasa yang mana pernah menghukum qishas tiga orang yang melakukan persekongkolan untuk membunuh seseorang dengan hukum qishas (bunuh).

Imam Malik berpendapat bahwa jika ada sekelompok orang laki atau perempuan merdeka bersekongkol membunuh seorang laki-laki atau perempuan yang merdeka maka seluruh orang yang melakukan persekongkolan tersebut wajib dihukum qishas (bunuh).

Hal yang perlu diingat adalah bahwa hukum dibuat untuk ditegakkan secara seimbang dan adil, jika di masyarakat banyak terjadi pelanggaran-pelanggran seperti pembunuhan itu tandanya penegakan hukum masih belum berjalan secara seimbang dan adil.

5. Hikmah-Hikmah Hukum Qishas.

a. Menjadikan sikap berhati-hati pada setiap orang untuk tidak berbuat penganiayaan fisik kepada yang lain

b. Menjadikan kehidupan manusia aman karena diayomi oleh hukum yang tegas, adil dan bijaksana.

(16)

d. Terlindunginya jiwa raga manusia dari ancaman kejahatan e. Menjunjung tinggibharkat dan martabat manusia

f. Menunjukkan rasa kepatuhan dan penyerahan diri terhadap hukum Allah swt.

C. DIYAT

1.

Pengertian

Diyat secara bahasa adalah merupakan bentuk mashdar dari kata kerja “wada‟, lengkapnya adalah “wadaa-yadil-diyatan : jika walinya memberikan harta yang merupakan pengganti nyawa atau lainnya.

Sedangkan menurut terminologi atau istilah diyat memiliki arti “ Harta yang wajib diberikan kepada orang yang menjadi korban pidana kejahatan atau kepada walinya, baik dalam pidana pembunuhan atau lainnya. Diyat juga berarti „al-„aql” yang berarti ikatan, karena dua alasan, alas an yang pertama, diyat bisa mencegah (menghalangi darah supaya mengalir mengalir), kedua jika diyat dikenakan, maka ia mengambil unta, lalu unta tersebut dikumpulkan dan diikat, kemudian digiring untuk diserahkan kepada wali korban. Sehingga orang Arab biasa mengatakan “ „aqaltu „an fulanin (saya membayar hutang diyat pada si fulan) (Abu Malik Kamal, 2007:386 dan Abdul Azhim, 2006:874).

Diyat wajib bagi setiap orang yang menyebabkan melayangnya nyawa seseorang, baik yang meninggal tersebut seorang Muslim, dzimmi musta'man ataupun seorang mu'ahad. Apabila kejahatan dilakukan dengan sengaja, maka pada waktu itu juga wajib untuk dibayarkan diyat dari harta pelaku, akan tetapi jika dia yang menyerupai sengaja ataupun karena kesalahan, maka kewajiban diyat dibebankan kepada keluarga pelaku dan diberi tenggang waktu sampai tiga tahun.

Diyat dapat diterapakn kepada seseorang dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

 Pembunuhan yang disengaja, lalu pembunuhnya dimaafkan oleh keluarga korban, maka tidak ada qishas bagi pembunuh, tetapi pembunuh wajib membayar denda kepada keluarga korban.

 Pembunuhan yang tidak disengaja  Pembunuhan yang mirip disengaja

 Pembunuh melarikan diri sebelum dijatuhi hukuman qishas, maka anggota keluarga pembunuh tersebut wajib membayar diyat kepada keluarga korban

(17)

2.

Macam-Macam Diyat

a.Diyat Mughaladah (Denda berat)

Yaitu harus membayar 100 ekor unta, terdiri dari 30 ekor

hiqqah (unta betina umur 3-4 tahun), 30 ekor jadz‟ah (unta betina umur 4-5 tahun), dan 40 ekor khilfah (unta betina yang bunting).

Diyat ini diterapkan pada :

Pembunuhan disengaja (Qatlul „Amdi, tapi dimaafkan oleh keluarga korban. Tekhnik pembayaran diyat ini adalah secara cast (kontan), sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. “"Barang siapa membunuh seorang Mukmin dengan sengaja maka dia harus diserahkan kepada wali orang terbunuh, apabila berkehendak mereka bisa membunuhnya, dan boleh pula bagi mereka untuk meminta diyat, yaitu tiga puluh ekor hiqqoh (unta berumur empat tahun), tiga puluh ekor jaz'ah (unta berumur lima tahun) dan empat puluh ekor halifah (unta hamil), apa yang mereka ringankan atasnya merupakan hak bagi mereka, itu disebabkan karena besarnya diyat" (H.R Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Pembunuhan seperti disengaja (qatlu syibhul „amdi). Tidak ada hukuman qishas terhadap kasus semacam ini, tetapi pembunuh wajib membayar diyat, dengan masa pembayaran selama tiga tahun , dan setiap tahun wajib membayar sepertiga dari ketentuan. Pembunuhan tidak disengaja di tanah haram, yaitu di kota mekkah dan Madinah. Pembunuhan tidak disengaja yang dilakukan pada bulan Muharram ( Zulqa‟dah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab). Pembunuhan tidak disengaja terhadap muhrim, kecuali jika pembunuhnya orang tua terhadap anak.

b.Diyat Mukhafafah (Diyat ringan)

Diyat yang harus membayar 100 ekor unta yang perinciannya sebagai berikut : 20 ekor hiqqah, 20 ekor jidz‟ah, 20 ekor binta labun

(unta betina umur lebih 2 tahun), 20 ekor unta binta makhad (unta betina umur lebih satu tahun). Diyat mukhafafah dikenakan pada:

Pertama, orang yang membunuh tidak sengaja selain di tanah haram, selain bulanan muharram, selain muhrim. Masa pembayarannya selama tiga tahun, setiap tahun dibayar sepertiganya, sabda Rasulullah saw. ;” Mukhafafah penuh bagi orang yang melakukan kejahatan : memotong dua tangan, dua kaki, dua telinga, hidung, lidah, dua bibir, kemaluan laki-laki, merusak dua mata, tempat keluarnya suara, penglihatan atau merusak. Diyat khata‟ diperincilima macam hewan yaitu : 20 ekor unta umur empat tahun, 20 ekor unta umur lima tahun, 20 ekor unta betina umur 2 tahun, dan 20

(18)

Kedua , orang yang dengan sengaja membuat cacat atau melukai anggota badan seseorang, tetapi dimaafkan oleh korban atau keluarga korban, maka wajb bayar diyat.

c. Diyat selain pembunuhan

Membayar diyat penuh ,” Karena memotong 2 kaki 1 diyat penuh”. Dalam hadits lain disebutkan “Karena memotong 2 tangan satu diyat penuh”,‟ Tentang diyat anggota badan lain Nabi saw. Bersabda :

Memotong hidung seluruhnya, lidah, 2 bibir, 2 pelir, kemaluan, tulang rusak, dan 2 mata (wajib membayar) diyat (sempurna) dan memotong satu kaki (wajib membayar) setengah diyat”(HR An Nasa‟i).

Membayar setengah diyat mukhafafah, bagi orang yang memotong atau menghilangkan salah satu anggota yang berjumlah 2. Misalnya satu tangan, satu kaki, satu mata, satu telinga, dan lain-lain.

Dan dalam setiap telinga diyatnya 50 ekor unta”(HR Baihaqi

dan Darruquthni).

Membayar sepertiga diyat mukhafafah. Yaitu bagi orang yang melukai kepala sampai otak, luka badan sampai ke perut. Membayar diyat 15 ekor unta, yaitu bagi orang yang melukai kulit diatas tulang. Membayar diyat 10 ekor unta, bagi orang yang melukai orang lain sampai putus jari tangan maupun jari kaki. Membayar diyat 5 ekor unta, bagi orang yang melukai orang lain sampai sebuah gigi copot. “Tiap-tiap satu gigi diyatnya 5 ekor unta”(HR Abu Dawud).

Apabila penganiayaan seseorang mengakibatkan seluruh gigi orang yang dianiaya copot tinggal mengalikan 5 ekor unta. Namun meurut sebagian ulama‟ cukup membayar 60 ekor unta dewasa.

Diyat wanita kitabiy adalah separuh diyat laki-laki kitabiy. Orang yang hamil melakukan aborsi dengan cara minum obat atau yang lain maka wajib membayar diyat yaitu membebaskan budak wanita. Denda perempuan (kalau yang menjadi korban adalah perempuan) maka dendanya adalah separo dari denda orang laki-laki, sabda Nabi Muhammad saw. “Denda perempuan seperdua dari denda laki-laki.” (HR Amr Ibnu Hazm).

(19)

3.

Hikmah-Hikmah Diyat

 Menjadikan orang lebih berhati-hati terhadap orang lain, apabila terjadi suatu masalah tidak mudah menganiaya secar fisik, mengingat menganiaya orang lain akan terkena sangsi hukuman, yaitu membayar denda berupa barang yang cukup besar nilainya.

 Diyat bermanfaat sebagai pelipur lara bagi si korban atau keluarga korban. Meskipun tidak bisa secara langsung menghilangkan rasa dendam dan rasa benci dalam hati mereka, paling tidak bisa meringankan beban si korban sebagai biaya pengobatan si korban serta biaya hidup di kemudian hari.

 Kehidupan bermasyarakat menjadi tenang, damai, tentram, sejahtera karena masing-masing orang merasa dilindungi oleh hukum.

 Sebagai bukti perhatian Allah terhadap manusia dalam menjaga derajat kemanusiaannya. Dan sekaligus menunjukkan bahwa benar-benar derajat martabat manusia itu mulia serta mahal harganya.

D.

KAFARAT

1.

Pengertian

Kafarat secara bahasa berarti tebusan. Secara Istilah kafarat adalah perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan ketentuan syari‟at Islam dilakukan seseorang guna melebur kesalahan-kesalahan berupa pelanggaran terhadap sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT. (Moh. Karim dan Sholih Zuhri, 2005: 13).

2.

Macam-Macam

a. Kafarat Pembunuhan

(20)

ia wajib melaksanakan puasa 2 bulan berturut-turut. Sebagaimana dijelaskan oleh Al Qur‟an surah an –Nisaa‟: 92

                                                                                                            

“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (Qs AN Nisaa‟ : 92).

b. Kafarat melanggar sumpah

Para ulama membedakan sumpah tersebut dalam sumpah lagw (sia-sia) seperti ucapan seseorang yang dilontarkan tanpa tujuan untuk bersumpah. Sumpah seperti ini tidak dianggap sebagai sumpah yang harus dikenai denda kafarat. Ada pula sumpah qumus yakni sumpah dusta dan mengandung unsur pengkhianatan. Sumpah seperti ini tidak dikenakan kafarat menurut jumhur ulama karena hukumannya lebih besar dan berat dari kafarat. Sumpah mun'aqidah yaitu sumpah yang dilakukan seseorang bahwa ia akan melakukan sesuatu di masa yang akan datang atau tidak melakukan sesuatu, namun sumpah itu dilanggarnya. Bentuk sumpah ini dikenai kafarat sumpah sebagaimana difirmankan dalam Alquran

(21)

                                   

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi Pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)” (QS Al Maidah :9).

Menurut surat Al-Maidah ayat 89 kafarat orang yang melanggar sumpah adalah yakni memberi makan 10 orang miskin, memberi pakaian mereka aatau memerdekakan budak. Jika si pelanggar sumpah tidak sanggup melaksanakan kafarat tersebut, ia harus berpuasa selama tiga hari.

c. Kafarat membunuh binatang buruan waktu melakukan ihram

Kafarat yang wajib dibayar yaitu mengganti dengan binatang seimbang atau memberi makan orang miskinmasing-masing satu mud atau dengan puasa.

                                                                                          

(22)

dengan makanan yang dikeluarkan itu[440], supaya dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah Telah memaafkan apa yang Telah lalu. dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa”(QS Al Maidah : 9).

d. Kafarat Dhihar

Kafarat zihar, yaitu ucapan menyamakan punggung ibu dengan punggung istri. Hukumannya menurut QS Al-Mujadilah ayat 3 dan 4 adalah memerdekakan budak; jika tidak sanggup, berpuasa dua bulan berturut-turut dan jika tidak mampu juga, memberi makan 60 orang miskin. Jumhur ulama sepakat bahwa kafarat zihar ini dengan urutan seperti yang ada dalam ayat itu, tanpa ada kebolehan memilih atau mengganti-ganti urutan tersebut. Berbeda dengan jumhur ulama, ulama Mazhab Maliki berpendapat bentuk-bentuk hukuman tersebut merupakan tiga alternatif yang boleh dipilih tanpa terikat dengan tertib yang ada dalam ayat. Boleh saja yang dua didahulukan kalau kemaslahatan menghendaki demikian.

e. Kafarat Ila’:

Yaitu kafarat yang wajib dibayar lantaran suaminya melanggar sumpahnya bahwa ia tidak akan menggauli istrinya selama waktu tertentu. Kafarat yang wajib dilakukan sama dengan sumpah kafarat sumpah.

3.

Hikmah-Hikmah Kafarat

 Mendidik manusia agar disiplin dan berhati-hati dalam bergaul dengan anggota keluarganya maupun orang lain

 Mendidik manusia untuk bertanggungjawab, karena setiap pelanggaran yang dilakukan, ia harus menebusnya dengan berbagai macam tebusan yang seimbangdengan tingkat kesalahannya

 Terciptanya kehidupan yang aman, damai, sejahtera dalama keluarga dan masyarakat

 Membebaskan perbudakan manusia kepada manusia, karena setiap ada pelanggaran kafarat yang harus dibayar diantaranya membebaskan budak. Jadi semakin banyak pula budak-budak yang merdeka, sehingga sampai saat ini tidak ada lagi perbudakan

 Memotivasi manusia agar lebih bertaqarrub pada Allah.

(23)

Kesimpulan

 Pembunuhan adalah tindakan seseorang melenyapkan nyawa, atau lenyapnya jiwa seseorang akibat perbuatan orang lain  Pembunuhan ada 3 macam (1) Pembunuhan yang disengaja

(Qatlul „amad); (2)

Pembunuhan yang tidak disengaja (Qatlul syibhul „amad); dan (3) Pembunuhan yang tidak ada unsur membunuh (Qatlul Khatha‟)

 Dasar hukum pengharaman pembunuhan adalah Al Isra‟ ayat 35 dan hadits .

 Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. qishaash itu tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si pembunuh setelah menerima diat, Maka terhadapnya di dunia diambil qishaash dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih.

 Dasar qishas adalah Al Baqarah :178

 Syarat-Syarat diberlakukannya Qishash: pelaku baligh dan berakal, bukanlah orang tua pembunuh, Jenis pembunuhannya adalah disengaja, korban terpelihara darahnya, korban sama derajadnya,dilakukan dalam hal yang sama.

 Jika pembunuhan dilakukan oleh massa pada satu orang maka massa tersebut semuanya diberlakukan qishash.

 Diyat adalah Harta yang wajib diberikan kepada orang yang menjadi korban pidana kejahatan atau kepada walinya, baik dalam pidana pembunuhan atau lainnya diyat mughalladah, diyat mukhaffafah, diyat selain pembunuhan.

(24)

 Kafarat terbagi menjadi kafarat pembunuhan, melanggar sumpah, membunuh binatang buruan pada waktu melaksanakan ihram, kafarat dhihar, kafarat ila‟

EVALUASI

A. Pilihlah salah satu jawaban yang benar

1. Pembunuhan dalam bahasa Arab disebut……… a. Al Maqhtul b. Semua

jawaban benar

e. Al Qatlu

c. Al Qaatilu d. Maqtul alaih

2. Dalam hukum Islam pembunuhan tersebut digolongkan dalam hukum…….

a. Jinayat b. Qadaf c. Riddah d. Huduud e. Sirqah

3. Hukuman bagi pembunuh yang disengaja adalah……… a. Membayar diyat

b. Membayar kaffarat c. Diqishas

d. Diasingkan/ dipenjara seumur hidup e. Jawaban b dan c benar

4. Dengan alasan apapun pembunuhan diharamkan, kecuali pembunuhan terhadap………

a. Orang yang mencuri b. Orang yang berhaji c. Pezina ghairu muhson d. Pezina Muhson

e. Orang yang dituduh membunuh 5. Qishas secara bahasa ……..

a. cerita b. memukul c. hukuman balas

d. hukum e. membunuh

6. Pembunuh yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya maka…..

(25)

c. Sunah diqishas d. Jaiz diqishas

e. Tidak dikenai hukum diqishas

7. Pembunuhan yang dillakukan oleh anak terhadap orang tuanya….

a. Wajib diqishas b. Makruh diqishas c. Sunah diqishas d. Jaiz diqishas

e. Tidak dikenai hukum diqishas

8. Diyat wajib dibayar apabila ……. Kecuali……

a. Pembunuhan disengaja

b. Pembunuhan yang tidak disengaja

c. Pembunuh melarikan diri sebelum di qishas d. Pembunuhan mirip sengaja

e. Membuat cacat orang lain lalu dimaafkan 9. Kafarat secara bahasa adalah ….

a. Denda b. Menghilangkan c. Balas

dendam

d. Tebusan e. Membunuh

10.Kafarat bagi suami yang mendhihar istrinya adalah ……….. a. Berpuasa 3 berturut-turut dan memberi pakaian 10 orang

miskin

b. Berpuasa memerdekakan seorang budak

c. Berpuasa 2 bulan berturut-turut dan member makan 60 orang fakir miskin

d. Diqishas

e. Membayar tebusan seberat 62, 85 gram emas.

B. JAWABLAH PERTANYAAN DI BAWAH INI DENGAN BENAR! 1. Sebutkan definisi pembunuhan secara bahasa dan istilah!

2. Bagaimanakah syarat-syaratnya Qishas diberlakukan!

3. Kapan seseorang menerima sangsi berupa QISHAS DAN KAFARAT!

4. Tulis dalil tentang dasar hukum qishas!

(26)

Daftar Pustaka.

1. Al Asqalani, Ibnu Hajar, 2009, Mukhtasar Targhgib wa Tarhib (Ensiklopedia Anjuran dan Larangan,penj. Syarief

Baraja‟), , Pustaka As Sunnah, Jakarta

2. Al Jazairi, Abu Bakr, Ensiklopedia Muslim (Minhajul Muslim),2000, PT Darul Falah, Jakarta

3. Al-Khalafi, 2006, Al Wajiz (Ensiklopedia Fiqih Islam dalam

Al Qur‟an dan Sunah As Shahih, penj Ma‟ruf Abdul Jalil), , Pustaka As Sunnah, Jakarta.

4. Al-Qardhawi, Yusuf.1997,Sistem Masyarakat Islam dalam Al

Qur‟an dan Sunnah,Citra Islami Pers (Ebook).

5. As‟ad, Mahrus dan A. Wahid,2006,Memahami Fiqih, Armico,Bandung

6. As-Sayuti,Jalaludin.1981,Al Jami‟us Shagir, Beirut, Darul

Fikr.

7. At-Tuwaijiri,Syaikh Muhammad bin Ibrahim,2009,

Mukhtasarul Fiqhul Islami (Ringkasan Fiqh Islam, terj. Eko

Haryato Abu Ziad dan Mohammad Latif, LC), Team

Indonesia Islam House.com.

8. Departemen Agama RI. 1971, Al Qur‟an dan terjemahannya,

, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Tafsir Al Qur;an,

Jakarta

9. _____________________.1985/1986, AlQur‟an dan Tafsirnya..

(27)

PENDAHULUAN

BAB 2. Hudud

(Zina ,Qadzaf, Miras,

Mencuri,Menyamun, Dan Bughat

)

(28)

BAB II. Hudud (Zina ,Qadzaf, Miras, Mencuri, Menyamun, Dan

Bughat )

Mata Pelajaran : Fiqih

Kelas/semester : XI/Ganjil

Standar Kompetensi: Memiliki Pemahaman dan Penghayatan yang lebih

mendalam terhadap ajaran Islam tentang Pidana (Jinayah), Hudud, dan

Peradilan serta mampu menngamalkannya dalam kehidupan sehari-hari

Kompetensi Dasar :

1.

Menjelaskan hukum zina dan qadzaf beserta hikmahnya

2.

Menjelaskan hukuman bagi peminum minuman keras beserta

hikmahnya

3.

Menjelaskan hukuman bagi orang yg mencuri, menyamun, dan

merampok beserta hikmahnya

4.

Menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang bughat beserta

hikmahnya

Indikator :

1.

Menjelaskan pengertian dan hukum zina

2.

Menjelaskan dasar hukum dilarangnya zina

3.

Menjelaskan macam-macam zina

4.

Menjelaskan macam hukuman bagi pezina

5.

Menjelaskan hikmah dilarangnya zina

6.

Menjauhi perbuatan zina

7.

Menjelaskan pengertian dan hukum Qaqzaf

8.

Menjelaskan syarat-syarat gugurnya had Qadzaf

9.

Menjelaskan hikmah Qadzaf

10.

Menjauhi perbuatan Qadzaf

(29)

12.

Menjelaskan had mencuri menyamun & merampok

13.

Menyebtkn batas nishab (kadar) barang yang dicuri

14.

Menjelaskan hikmah dilarangnya mencuri menyamun, dan

merampok

15.

Menjauhi perbuatan mencuri, menyamun dan merampok

16.

Menjelaskan pengertian dan hukum bughat

(30)

Epitum BAB II

2.2.3 .1

2.2. 4

2.5

2.2. 3 2.1

2.1. 1

2.1. 3

2.2. 1 2.1.

2

2.2

2.2.3 .2

2.4

2.3.4

2.3.3

2.3.2

2.3.1

2.3

2.1.2 .1

2.1.2 .2

2.2. 2

2.4.1 2.4.2 2.4.3 2.4.4 2.4.5 2.4.6 BAB 2

2.6

2.6.1 2.6.2 2.6.3 2.6.4 2.5.3

2.5.2

(31)

Penjelasan Epitum

2.1 Zina

2.1.1 Pengertian Zina

2.1.2 Macam-Macam Zina

2.1.2.1 Zina Muhson

2.1.2.2 Zina Ghairu Muhson

2.1.3 Hikmah-Hikmah Dilarangnya Zina

2.2 Qadzaf

2.2.1 Pengertian Qadzaf

2.2.2 Hukum Qadzaf

2.2.3 Had Qadzaf

2.2.3.1 Syarat-Syarat Pelaksanaan Qadzaf

2.2.3.2 Had Qadzaf Gugur

2.2.4 Hikmah-Hikmah Had Qadzaf

2.3 Minuman Keras

2.3.1 Pengertian minuman Keras

2.3.2 Hukum Minuman Keras

2.3.3 Hukuman Minuman Keras

2.3.4 Hikmah Diharamkannya Minuman Keras

2.4 Mencuri

2.4.1 Pengertian Mencuri

2.4.2 Dasar Hukum Mencuri

2.4.3 Penetapan Pencurian

2.4.4 Had/Hukuman Pencurian

2.4.5 Nishab Barang Yang Dicuri

2.4.6 Hikmah Dilarangnya Pencurian

2.5 Menyamun/Merampok

(32)

2.5.2 Hukum Menyamun/Merampok

2.5.3 Hikmah Dilarangnya Menyamun/Merampok

2.6 Bughat

2.6.1 Pengertian Bughat

2.6.2 Ciri-Ciri Bughat

2.6.3 Tindakan Hukum Pada Bughat

2.6.4 Hikmah Dilarangnya Bughat

Deskripsi : Zina ,Qadzaf, Miras, Mencuri, Menyamun, Dan Bughat merupakan perkara hudud dimana menurut istilah adalah hukuman yang ditetapkan pada pelaku tersebut. Hudud bertujuan untuk menghalangi dosa demi menjaga hak Allah, contohnya hukuman dalam zina. Hudud bisa berarti pula sesuatu yang menyebabkan bertemunya hak Allah dan hak manusia seperti menuduh berzina (Qadzaf) dan mengambil barang milik orang lain baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan. Hudud juga berarti dapat menjaga kedamaian diantara penduduk muslim dengan cara tidak melakukan sessuatu pemberontakan terhadap pemerintahan. Dalam pembahasan bab kali ini akan mengupas bagaimanakah kriteria-kriteria Zina ,Qadzaf, Miras, Mencuri, Menyamun, Dan Bughat yang termasuk dalam pembahasan hudud

(33)

BAB 2. Hudud

(Zina ,Qadzaf, Miras, Mencuri,Menyamun, Dan

Bughat)

A.

Zina

1.Pengertian Zina

Zina secara bahasa memiliki beberapa arti, menurut Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim diantaranya adalah kekejian dan kesempitan. Berasal dari kata zana zunu yang artinya masuk dan sempit. Menurut istilah dalam kitab Mu‟jamul Wasith zina diartikan sebagai bercampurnya seseorang dengan seorang wanita tanpa melalui akad yang sesuai dengan syar‟i. Zina secara istilah juga didefinisikan secara berbeda-beda oleh para imam fiqhiyah, yaitu :

 Al-Malikiyah mendefinisikan bahwa zina itu adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang mukallaf muslim pada kemaluan wanita yang bukan haknya (bukan istri atau budak) tanpa syubhat atau disengaja.

 Sedangkan As-syafi‟iyyah mendefiniskan bahwa zina adalah masuknya kemaluan laki-laki atau bagiannya ke dalam kemaluan wanita yang bukan mahram dengan dilakukan dengan keinginannya di luar hal yang syubhat.

 Dan Al-Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan fahisyah (hubungan seksual di luar nikah) yang dilakukan pada kemaluan atau dubur.

Dapat disimpulkan dari berbagai definisi istilah, bahwa zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang lelaki dengan seorang perempuan tanpa nikah yang sah mengikut hukum syarak (bukan pasangan suami isteri) dan kedua-duanya orang yang mukallaf. Dalil larangan zina secara umum adalah firman Allah SWT :

(34)

[QS Al Isra' 17:32]

Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui."[QS Al A'raaf 7:33]

(35)

Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.[QS Al Maaidah 5:5]

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.[QS An Nuur 24:2]

Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min.[QS An Nuur 24:3]

Dalil naqli tentang zina dalam hadist shahih:

(36)

Berkata Ibnu Abbas: "Dicabut cahaya (nur) keimanan di dalam zina"

[Hadist Riwayat Bukhari di awal kitab Hudud, Fathul Bari 12:58-59]

Ada tiga golongan (manusia) yang Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka siksa yang sangat pedih, yaitu ; Orang tua yang berzina, raja yang pendusta (pembohong) dan orang miskin yang sombong [Hadits shahih riwayat Muslim 1/72 dari jalan Abu Hurairah]

Dalam hadist Sumarah bin Jundab yang panjang tentang mimpi Nabi saw, Beliau saw bersabda:

Kemudian kami berjalan dan sampai kepada suatu bangunan serupa tungku api dan di situ kedengaran suara hiruk-pikuk. Lalu kami tengok ke dalam, ternyata di situ ada beberapa laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat. Dari bawah mereka datang kobaran api dan apabila kena nyala api itu, mereka memekik. Aku bertanya, “Siapakah orang

itu” Jawabnya, “Adapun sejumlah laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat yang berada di dalam bangunan serupa tungku api itu adalah para pezina laki-laki dan perempuan.” [Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3462 dan Fathul Bari XII: 438 no: 7047].

Namun untuk menjalankan hukum zina seperti ini, maka ada beberapa syarat penting yang harus dipenuhi. Pertama, Pelakunya adalah seorang mukallaf, yaitu aqil dan baligh. Sedangkan bila seorang anak kecil atau orang gila melakukan hubungan seksual di luar nikah maka tidak termasuk dalam kategori zina secara syar`i yang wajib dikenakan sangsi yang sudah baku. Begitu juga bila dilakukan oleh seorang idiot yang para medis mengakui kekuranganya itu.

Kedua, Pasangan zinanya itu adalah seorang manusia, baik laki-laki ataupun seorang wanita. Sehingga bila seorang laki-laki berhubungan seksual dengan binatang seperti anjing, sapi dan lain-lain tidak termasuk dalam kategori zina, namun punya hukum tersendiri.

(37)

dimaksud. Perbuatan itu dilakukan bukan dalam keadaan terpaksa baik oleh pihak laki-laki maupun wanita.

Keempat, Perbuatan itu dilakukan di negeri yang secara resmi berdiri tegak hukum Islam secara formal , yaitu di negeri yang “adil” atau “darul-Islam”. Sedangkan bila dilakukan di negeri yang tidak berlaku hukum Islam, maka pelakunya tidak bisa dihukum sesuai dengan ayat hudud.

2. Macam Zina

Zina terbagi dalam 2 golongan yaitu : a. Zina Muhson

Dalam kitab At Tasyri‟ Al Jina‟i pengertian muhson adalah orang yang pernah menikah dan memenuhi syarat-syarat:

a. Mukallaf dalam artian akil baligh b. Orang merdeka

c. Telah terjadi persetubuhan dalam bingkai pernikahan Apakah muhshan itu harus beragama islam? Disini kalangan ahli fikih berbeda pendapat akan tetapi yang dianggap paling benar adalah pendapat dan pandangan dari Syafi‟i dan Ahmad bahwa keduanya sudah menikah, berdasarkan riwayat bahwa Nabi SAW pernah didatangi seorang laki-laki dan seorang perempuan dari kalangan Yahudi yang telah berzina, kemudian beliau merajam keduanya. Jadi pengertian dari Zina Muhson yaitu zina yang dilakukan oleh orang yang sudah baligh, berakal, merdeka, sudah pernah nikah secara sah. Maksudnya adalah yang dilakukan oleh suami, istri, duda ataupun janda.

Para Imam Fiqhiyah berbeda pendapat mengenai hukum yang akan dilaksanakan pada pezina muhson :

Pertama, Pezina tersebut dicambuk sebelum dirajam. Pendapat

ini mengikuti riwayat Ahmad dan yang dipegang oleh kalangan madzhab Dhahiri dengan dalil :

Dari Ubadah bin Shamit RA, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : “ ....Sedangkan duda dan janda yang berzina dihukum seratus cambukan dan rajam. (HR Abdul Baihaqi, periwayatannya shahih ).

(38)

dengan adanya hukuman berat. Hal itu karena hukuman ringan dimaksudkan untuk membuat jera, dan cambukan itu tidak memiliki pengaruh apa-apa jika telah ditetapkan hukuman rajam.

Ketiga, hukuman cambuk dan rajam dilaksanakan sekaligus

dalam pelaksanaan hukuman rajam orangtua baik laki-laki maupun perempuan tetapi tidak kepada yang muda. Dalam hal ini, Ubay bin Ka‟ab dan Masruq mendasarkan pada dalil ayat yang telah dinasakh yang berbunyi : “Jika seorang kakek-kakek dan nenek-nenek berzina, maka rajamlah saja keduanya”. Kata kakek-kakek disitu dipahami berfungsi sebagai pengkhususan orang yang sudah tua. Karena kalimatnya seperti itu maka orang muda terhalang untuk hukuman tersebut.

Dari beberapa pendapat diatas maka hukuman yang paling rajih (kuat) adalah dengan merajam sampai mati tanpa adanya cambukan (Al Allamah Asy Syanqithi, hlm 47-48)

b. Zina Ghairu Muhson

Zina Ghairu muhson adalah zina yang dilakukan oleh orang yang belum pernah nikah (Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim,2007, hlm. 60). Maksudnya zina jenis ini dilakukan oleh orang yang masih perawan atau perjaka. Hukumannya adalah dicambuk seratus kali sesuai firman Allah :

                                               

Artinya : “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”( QS. An Nur: 2).

Para ahli fiqh berbeda pendapat mengenai apakah selain hukuman cambuk pelaku diberi tambahan hukuman. Ada 3 pendapat mengenai ini:

Pertama, Selain hukam cambuk dia wajib dikenai hukuman pengasingan dari tempat asalnya dalam waktu satu tahun. Ini menurut pendapat imam Syafi‟i Ahmad, dan Ibnu Hazm mereka berpegang dengan alasan dari sebuah hadits yang artinya :

(39)

dan diasingkan dari tempat tinggalnya selama setahun.”(HR. Muslim, At Tirmidzi, dan Abu Daud).

Kedua, Pezina laki-laki dibuang keluar daerah, namun tidak bagi perempuan. Ini adalah pendapat dari Imam Malik dan Al Auza‟i. Mereka mendasarkan pada pendapat Nabi saw, “Tidak diperbolehkan bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk melakukan perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Mereka berpendapat, pengasingan perempuan dengan tanpa saudara/ muhrimnya dapat mengakibatkan timbulnya kejahatan yang menimpanya atau bahkan lebih parah daripada itu. Namun apabila disertai oleh mahramnya, maka ini adalh tindak pengasingan kepada orang yang tidak melakukan zina dan menghukum (pengasingan) kepada orang yang tidak berdosa.

Ketiga, pada dasarnya tidak wajib pengasingan ke luar daerah tempat asalnya sebagai tambahan hukuman kecuali sebagai penjeraan

Pendapat yang paling rajih dan dapat diterima adalah bahwa hukuman pezina ghairu muhson adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama setahun, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.

3. Hikmah-Hikmah Diharamkannya Zina

Para ulama‟ sepakat bahwa hukum melakukan zina adalah haram dan termasuk dosa besar, karena mempunyai banyak dampak negatif.yang luar biasa, seperti tercampurnya air sperma yang menjadikan ketidakjelasannya keturunan, menjadikan kondisi masyarakat yang kacau, dan munculnya banyak penyakit yang sulit disembuhkan. Islam mengharamkan perbuatan zina sebenarnya banyak hikmah yang terkandung di dalamnya, seperti :

a. Untuk menjaga kesucian masyarakat Islam

b. Melindungi kehormatan kaum muslimin dan kesucian dari mereka,

c. Mempertahankan kemuliaan kaum muslimin,

d. Menjaga kemuliaan dan kejelasan nasab/ keturunan sehingga dapat tercipta generasi yang baik, bersih, dan suci lahir batin

e. Menjaga kebeningan jiwa

f. Terciptanya kehidupan rumnah tangga yang harmonis

(40)

h. Terciptanya kehidupan masyarakat yang bebas dari fitnah-fitnah dan la‟nat Allah.

B. QADZAF

1. Pengertian Qadzaf

Menurut bahasa qadzaf berasal dari kata - - sinonimnya Ar Ramyu - - (Abdul Malik Kamal:2007: 86) artinya melempar atau melontar. Sedangkan menurut istilah syara‟ qadzaf menurut Ibnu Sayyid Salim adalah menuduh zina atau memungkiri nasab yang mengharuskan hukuman keduanya. Sedang menurut Moh. Karim dan Sholih Zuhri qadzaf adalah melempar suatu tuduhan berbuat zina terhadap seseorang.

2. Hukum Qadzaf

Menuduh orang lain berbuat zina tanpa ada pembuktian menurut ijma‟ ulama‟ adalah haram dan termasuk salah satu dosa besar, merujuk pada firman Allah :













  











Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengahlagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar,[ QS. An Nur:23].

Rasulullah bersabda: Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah bersabda: “ Jauhilah olehmu tujuh perkara yang membinasakan di neraka; nabi ditanya ; Apa saja tujuh perkara itu ya Rasulullah: Rasulullah menjawab“ Mensekutukan Allah, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan jalan yang sah menurut

syara‟, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari

medan perang, dan menuduh wanita baik-baik berzina yang tak pernah ingat berbuat keji, lagi beriman” (HR Bukhari Muslim).

Oleh karena itu, Allah Ta‟ala memvonis pelakunya sebagai orang fasik dan menggugurkan keadilannya.

3. Had Qadzaf

(41)

                                                             

Artinya: dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang yang fasik. Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An Nur; 4-5).

Juga karena Rasulullah saw. Mendera para pelaku penyebar fitnah tentang diri Aisyah RA dengan dera 80 kali.

a. Syarat-Syarat Pelaksanaan Had Qadzaf

Syarat pelaksanaan adanya qadzaf adalah tuntutan orang yang dituduh dan tidak terbuktinya adanya perzinahan (penuduh tidak bisa membuktikan perzinahan orang yang dituduh). Untuk melaksanakan had qadzaf ini ada beberapa syarat-syarat, Al Jazairi mengungkapkan ada 4 syarat utama :

 Pelaku qadzaf adalah orang muslim yang berakal & baligh

 Orang yang dituduh berzina adalah orang suci yang tidak pernah dikenal berbuat zina oleh masyarakat

 Orang yang dituduh berbuat zina meminta penerapan had qadzaf terhadap penuduh, karena ia mempunyai hak untuk hal tersebut, jika mau ia menerapkan dan jika ia mau memaafkan

 Penuduh tidak daapt mendatangkan empat orang saksi yang bersaksi atas kebenaran qadzaf-nya tertuduh

b. Had Qadzaf Gugur

Had qadzaf dapat gugur jika terjadi salah satu dari 3 kemungkinan berikut :

(42)

sama tentang temapt, waktu, dan cara melakukan perzinahan.

- Dengan li‟an , jika suami menudih istrinya berbuat zina ia tidak usah mendatangkan 4 saksi, cukup bersumpah li‟an. Li‟an adalah sumpah suami yang menuduh istrinya berbuat zina . sumpah cukup diucapkan 4 kali, misalnya “ Demi Allah istri saya telah berbuat zina dengan si Fulan “ sebanyak 4 kali kemudian sumpah kelima ditambah “Saya bersedia dikutuk bila saya berdusta atas ucapan saya ini” .”

Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar (QS An Nur :6-7).

- Orang yang dituduh memaafkan orang yang menuduh. Meskipun dalam keadaan seperti ini, si mantan penuduh tetap dikenai hukuman ta‟zir (bentuk hukuman diserahkan pada hakim).

4. Hikmah-Hikmah Had Qadzaf

a) Untuk menjaga kebersihan kehormatan orang muslim dan kemuliaannya

b) Menjaga kesucian masyarakat dari maraknya perzinaan di dalamnya dan tersebarnya akhlaq bejat diantara kamum muslimin yang notabene orang-orang adil dan orang-orang bersih

c) Menunjukkan bahwa Islam sangat mengahargai martabat manusia. Sehingga tak semua tuduhan harus diterima, akan tetapi harus diikuti dengan empat orang saksi yang benar-benar adil serta harus tahu peristiwanya.

d) Mendidik manusia agar lebih hati-hati dalam bergaul.

B.

MINUMAN KERAS (KHAMR)

1. Pengertian Khamr

(43)

yang membunuh kawannya adalah disebabkan khamr. Termasuk juga kebanyakan orang yang mengadukan dirinya karena diliputi oleh suasana kegelisahan, orang yang membawa dirinya kepada lembah kebangkrutan dan menghabiskan hak miliknya, adalah disebabkan oleh khamr.

Khamr atau minuman keras yaitu sesuatu yang mengandung bahan alkohol atau yang menyebabkan mabuk pada orang yang meninumnya (Al Qardhawi,1993 : Bab Khamr). Khamr diambil dari kata Khamara artinya menutup. Maksudnya adalah menutupi akal. Karena itu makanan atau meinuman yang dapat menutupi akal secara bahasa juga disebut khamr. Al Fairuz Abadi (Abu Malik Kamal,2007:120) mengatakan bahwa khamr adalah minuman paling memabukjkan yang bersal dari sari buah anggur atau minuman yang pada umumnya memabukkan, dan yang umum inilah yang paling tepat. Menurut pendapat jumhur, khamer adalah segala sesuatu yuang memabukkan baik berupa sari anggur atau sari buah lainnya baik direbus maupun tidak yang menyebabkan peminumnya hilang kesadarannya . Pendapat ini berasal dari hadits Nabi Saw. :

Artinya : “Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap yang memabukkan haram (HR Muslim).

Jadi yang dimaksud dengan minuman keras ialah segala jenis minuman yang memabukan, sehingga dengan meminumnya menjadi hilang kesadarannya,yang termasuk minuman keras seperti arak (khamar) minuman yang banyak mengandung alcohol, seperti wine, whisky brandy, sampagne, malaga dan lain-lain, selain itu juga ada benda padat yang bias memabukkan seperti ganja, morfin, candu, pil BK, nipan, magadon, dan lain-lain atau biasa yang di sebut dengan narkoba dan lain-lain sama termasuk kategori minman keras.

Dari pengertian khamr dan esensinya seperti yang dikemukakan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa segala macam makanan ataupun minuman yang terolah atau selama mengganggu akal pikiran maka dia adalah khamr dan haram hukumnya.

2. Hukum Minuman Keras

(44)

































“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan.

Referensi

Dokumen terkait

- Guru meminta agar para siswa sekali lagi tentang hikmah yang terkandung dalam perkembangan Islam pada abad pertengahan sebagai penutup materi pembelajaran. - Guru meminta agar

Agama islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang yang berasal dari ….. Arab, Persia

Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa

o Siswa memabaca dalil nakli yang berkaitan dengan materi/yaitu persoalan-persoalan yang mengakibatkan qishash diyat dan kafarat dalam hukum Islam.. o Guru menunjuk siswa

Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa

o Siswa memabaca dalil nakli yang berkaitan dengan materi/yaitu persoalan-persoalan yang mengakibatkan qishash diyat dan kafarat dalam hukum Islam?. o Guru menunjuk siswa

Ruang lingkup mata pelajaran Fiqih di Madrasah Aliyah meliputi : kajian tentang prinsip-prinsip ibadah dan syari’at dalam Islam; Ruang lingkup mata pelajaran Fiqih di Madrasah

Etika dalam ajaran Islam menjadi penting melihat sekarang ini kebanyakan etika hanya pada ranah sopan santun dan tata tertib sekolah, seharusnya lebih dari itu etika