• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Algoritma Lucy Richardson Sebagai Restorasi Citra Blur Pada Penginderaan Jauh Muatan Roket

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Algoritma Lucy Richardson Sebagai Restorasi Citra Blur Pada Penginderaan Jauh Muatan Roket"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI ALGORITMA LUCY RICHARDSON

SEBAGAI RESTORASI CITRA BLUR PADA

PENGINDERAAN JAUH MUATAN ROKET

TEGUH HADI PRATAMA

10208114

(2)

Latar Belakang

1. Kemungkinan terjadinya citra blur pada penginderaan

jauh muatan roket sangat besar.

2. Sulitnya memperoleh informasi dari citra blur.

3. Restorasi citra merupakan proses merekrontruksi atau

mendapatkan kembali citra asli dari citra yang cacat

agar menyerupai citra aslinya.

(3)

Maksud dan Tujuan

Membuat sistem penginderaan jauh yang dapat

melakukan restorasi citra blur akibat dari ayunan

muatan roket dan mempermudah identifikasi

obyek.

Implementasi Algortima Lucy Ricardson pada

sistem penginderaan jauh diharapkan dapat

merestorasi citra blur dengan baik agar data yang

disampaikan tidak berkurang dengan waktu

pengiriman gambar seoptimal mungkin

(4)

Batasan Masalah

Data citra maksimal yang akan dikirim berukuran 200 x 200

pixel

.

Data citra dengan format

Grayscale

Komunikasi radio yang digunakan adalah komunikasi

half-duplex

.

Waktu pengiriman citra mengejar waktu 45 detik dari batas

waktu pengiriman maksimal 60 detik .

Restorasi citra

blur

karena ayunan muatan roket

(5)

Landasan Teori

1. Algoritma lucy richardson

menyatakan konvolusi, f

n+1

= f(x,y) menyatakan estimasi citra

restorasi, g = g(x, y) menyatakan citra masukan (yang mengalami

degradasi),

reflect

(PSF) menyatakan pencerminan PSF

2. Point spread function (PSF)

Jika segala sesuatu sempurna seperti optik teleskop yang sempurna, maka

citra bintang hanya berupa

pixel

tunggal seperti pada gambar (a) dan

sebaliknya akan berupa pixel menyebar.

(a)

(b)

F

n+1

= F

n

�∗��

* reflect PSF

(6)

3. Model degradasi

Landasan Teori

F(x,y) H +

N(x,y)

G(x,y)

f(x, y) = citra asli

g(x, y) = citra terdegradasi

g(x, y) adalah perkalian f(x, y) dengan operator distorsi

H ditambah dengan derau aditif n(x, y).

(7)

4. Penginderaan jauh

Ilmu yang digunakan untuk memperoleh informasi suatu daerah dengan

analisa data yang diperoleh dengan menggunakan media atau alat tanpa

kontak langsung.

Ada 3 jenis penginderaan jauh yaitu :

1. Pemotretan udara secara tegak (

vertical

).

2. Pemotretan udara secara condong (

oblique

) dan.

3. Pemotretan udara sangat condong (

high oblique

).

Landasan Teori

1

2

3

(8)

Perancangan

1. Format paket data

2. Perangkat keras

1. Sistem muatan roket

2. Sistem ground segment

3. Perangkat Lunak

1. Algoritma cmucam3+

2. Tampilan antar muka sistem Ground Segment

(9)

Format Paket Data

Pixel

1

2

3

4

n

1

FF

Gray

code

Gray

code

Gray

code

Gray

code

Gray code

2

FF

Gray

code

Gray

code

Gray

code

Gray

code

Gray code

m

FF

Gray

code

Gray

code

Gray

code

Gray

code

Gray code

[9]

1.

Data gambar dikirimkan per-byte

2.

awal baris pengiriman data akan selalu diawali dengan

header

FF

3.

jika data gambar ternyata sama dengan data

header

FF

,

data

(10)

Perancangan Perangkat Keras

Spesifikasi muatan roket

Muatan roket berbentuk tabung.

Berdiameter maksimal 10 cm.

Tinggi muatan roket maksimal 20 cm.

Berat maksimum 1kg.

Sistem Muatan Roket

Sistem ground segment

(11)

Perancangan perangkat lunak

mulai Deklarasi Variable dan inisialisasi Apakah data serial masuk?

Input = data serial

Input= “A”? Input=”B”? Capture tanpa Restorasi Citra Restorasi Citra Y Y Y T T T 1 2 3 4 5 6 7 8

Algoritma utama sistem kamera

[11]

(12)

Mulai

Inisialisasi

Ambil Gambar dan simpan di Buffer

Set_frame_width ← width Set_frame_height ← height

Proses Grayscale

Gray = 0.3*R+0.59*G+0.11*B

Kirim Gray Return 1 2 3 4 5 6 7 Mulai Inisialisasi

Ambil Gambar dari Buffer

Set_frame_width ← width Set_frame_height ← height

Proses Grayscale

Gray = 0.3*R+0.59*G+0.11*B

Kirim Gray

Return

Proses Deblurring

Gray2= Gray*Gray/80 1 2 3 4 5 6 7 8

Perancangan perangkat lunak

Prosedur

capture

tanpa

proses restorasi citra

Prosedur

capture

(13)

Software

Antarmuka sistem

ground segment

(14)

Analisa

1. Pengolahan citra

1. Citra

blur

2. Restorasi citra

blur

3. Proses

grayscale

4. Cropping image

2. Waktu pengiriman gambar

(15)

Citra

blur

Citra yang mengalami motion blur.

Akibat dari pergerakan benda

Citra yang mengalami Gaussian blur.

Akibat dari

out of focus

g = Hf + n

g = citra yang telah mengalami

blur

.

H = operator distorsi, biasa disebut dengan PSF (

point spread function

f = citra asli atau citra sebelum mengalami

blur

.

n =

noise

yang merusak citra.

(16)

Restorasi citra

blur

(Deblurring)

if(((p*p)/n)>=255){

blur

=254;}

else if(((p*p)/n)<=0){

blur

=0;}

else{blur=((p*p)/n);}

Restorasi Citra Blur

Restorasi Citra Blur

(17)

Citra

grayscale

(1)

Proses Grayscale

Proses

grayscale

yang digunakan adalah dengan mengubah

persentase nilai dimasing-masing

pixel

Gray= 0.3*R + 0.59*G + 0.11*B

p = (0.299*p1) + (0.587*p2) + (0.114*p3);

P= nilai

Pixel Grayscale

P1=

Red

P2=

Green

P3=

Blue

Program pada cmucam3+

(18)

Citra

grayscale

(2)

(Gray= 0.3*R + 0.59*G + 0.11*B).

(Gray= (R+G+B)/3)

(19)

Cropping image

(X/Y)

(

width

)

(

height

)

Cropping image

memiliki empat posisi elemen vektor

cc3_pixbuf_frame_set_roi (76,44,276,244);

citra yang didapat adalah fungsi dua dimensi (F(X,Y))

X = 276-76 = 200

Y=244-44 = 200

F(X,Y) = 200 x 200

pixel

Proses

Cropping image

(20)

Analisa waktu pengiriman gambar

Ilustrasi proses pengambilan gambar

1. Muatan roket meluncur

2. Mautan roket separasi.

3. Sekitar 10 detik setelah

separasi kamera mengambil

gambar dan proses

deblurring

4. Data selesai dikirim

No

Ukuran gambar (pixel)

Format gambar

Waktu pengiriman

Perbaikan citra

1

200 x 200

Grayscale

42 detik

Tanpa Deblurring

2

200 x 200

Grayscale

42detik

Deblurring

[20]

Untuk ukuran gambar dengan m x n pixel maka jumlah

byte yang harus dikirimkan

(21)

Simpulan

1. Restorasi citra

blur

pada penelitian yang dilakukan menggunakan nilai

PSF yang telah ditentukan dan berhasil merestorasi citra.

2. Proses perubahan format citra dari RGB menjadi

grayscale

berhasil

diimplementasikan pada modul kamera cmucam3+ tanpa mengurangi

kualitas citra.

3. Lensa modul cmucam3+ tidak memiliki fitur untuk filter sinar UV, sehingga

jika terkena efek sinar matahari hasil citra RGB akan terlihat merah.

4. Teknik

cropping image

berhasil diimplementasikan pada modul kamera

cmucam3+.

5. Waktu pengiriman citra berhasil mengejar waktu kurang dari 45 detik dari

batas waktu yang ditentukan yaitu 60 detik.

(22)

Terima Kasih

(23)

SURAT KETERANGAN

PENYERAHAN HAK EKSKLUSIF

Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini, penulis sebagai pihak penelitian, bersedia :

“Bahwa hasil penelitian dapat dionlinekan sesuai dengan peraturan yang berlaku, untuk

kepentingan riset dan pendidikan”.

Bandung, Agustus 2012

(24)

IMPLEMENTASI ALGORITMA LUCY RICHARDSON

SEBAGAI RESTORASI CITRA BLUR PADA

PENGINDERAAN JAUH MUATAN ROKET

TUGAS AKHIR

Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan

Pada Program Studi Sistem Komputer Strata Satu di Jurusan Teknik Komputer

Oleh

Teguh Hadi Pratama

10208114

Pembimbing :

Dr. Yeffry Handoko Putra, M.T Iman Imanudin, S.Si

JURUSAN TEKNIK KOMPUTER

FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

(25)

HALAMAN PENGESAHAN

IMPLEMENTASI ALGORITMA LUCY RICHARDSON SEBAGAI

RESTORASI CITRA BLUR PADA PENGINDERAAN JAUH MUATAN

ROKET

Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan pada

Program Studi Sistem Komputer Strata Satu di Jurusan Teknik Komputer Oleh:

Teguh Hadi Pratama

10208114

Bandung, Agustus 2012 Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yeffry Handoko Putra, M.T

NIP. 4127.70.05.001

Iman Imanudin, S.Si

NIP. 4127.70.05.025

Mengetahui,

Ketua Jurusan Teknik Komputer

Sri Nurhayati, M.T

(26)

ABSTRAK

Pada penginderaan jauh muatan roket, hasil capture citra kemungkinan akan mengalami kerusakan akibat pergerakan dari muatan roket, salah satu akibatnya adalah citra menjadi blur. Citra yang blur membuat sulitnya proses pengamatan suatu obyek dan informasi yang didapat akan sedikit. Hal ini mendorong untuk melakukan penelitian pemanfaatan algoritma deblurring dalam mengatasi masalah ini. Metode algoritma deblurring akan diimplementasikan pada sistem kamera muatan roket menggunakan algoritma Lucy Richardson. Sistem kamera akan secara otomatis melakukan perbaikan pada citra. Dengan begitu citra yang blur

akan mudah diamati dan mendapatkan informasi yang maksimal dari citra yang didapat. Hasil dari pengujian citra blur yang didapat berhasil diperbaiki (deblurring) dan dikirimkan melalui jalur udara ke komputer. Selain itu pengolahan citra lainnya seperti cropping image dan proses grayscale berhasil diimplementasikan pada modul kamera cmucam3+.

(27)

ABSTRACT

Remote sensing payload, the result of image capture is likely will be damage due

to the movement of payload rocket, one effect from th movement is blured image.

Blured image makes difficult the observation of an object and information

obtained will be slightly. This way encouraging to make a research about the use

of deblurring algorithms solve this problem. Deblurring algorithms will be

implemented on a camera system payload using Lucy Richardson algorithm.

Camera system will automatically make repair in image. This way the blured

image will easily observed and obtain the maximum information from the images

obtained. Result from research has been done blured image successfully repaired

(deblurring) and transmitted by air to the computer ground segment. Furthermore

other image processing such as image cropping and grayscale filter successfully

implemented camera module cmucam3+.

Key word : Remote Sensing, Payload, Deblurring, Lucy Richardson, blured

(28)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ...

Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PERNYATAAN ...

Error! Bookmark not defined.

ABSTRAK ...

Error! Bookmark not defined.

ABSTRACT ...

Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ...

Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ... 1

DAFTAR TABEL ...

Error! Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR ...

Error! Bookmark not defined.

BAB I PENDAHULUAN ...

Error! Bookmark not defined.

1.1

Latar Belakang...

Error! Bookmark not defined.

1.2

Perumusan masalah...

Error! Bookmark not defined.

1.3

Maksud dan Tujuan ...

Error! Bookmark not defined.

1.4

Batasan Masalah ...

Error! Bookmark not defined.

1.5

Metode penelitian ...

Error! Bookmark not defined.

1.6

Sistematika Penulisan ...

Error! Bookmark not defined.

BAB II DASAR TEORI ...

Error! Bookmark not defined.

2.1

Algoritma Lucy Richardson ...

Error! Bookmark not defined.

2.1.1

Konvolusi ...

Error! Bookmark not defined.

2.1.2

Point Spread Function (PSF) ...

Error! Bookmark not defined.

2.2

Model degradasi ...

Error! Bookmark not defined.

2.3

Penginderaan jauh ...

Error! Bookmark not defined.

2.4

Pengolahan citra ...

Error! Bookmark not defined.

2.5

Modulasi Digital ...

Error! Bookmark not defined.

2.5.1

Amplitudo Shift Keying (ASK) ...

Error! Bookmark not defined.

2.5.2

Frequency Shift Keying (FSK)...

Error! Bookmark not defined.

2.5.3

Phase Shift Keying (PSK) ...

Error! Bookmark not defined.

(29)

2.7

Perangkat keras ...

Error! Bookmark not defined.

2.7.1

CMUcam3+ ...

Error! Bookmark not defined.

2.7.2

Mikrokontroler ARM ...

Error! Bookmark not defined.

2.7.3

Modem radio ...

Error! Bookmark not defined.

2.8

Perangkat lunak ...

Error! Bookmark not defined.

2.8.1

Downloader dan compiler CMUcam3

Error! Bookmark not defined.

2.8.2

Visual basic 6 ...

Error! Bookmark not defined.

BAB III PERANCANGAN ...

Error! Bookmark not defined.

3.1

Diagram blok sistem ...

Error! Bookmark not defined.

3.2

Proses pengambilan gambar ...

Error! Bookmark not defined.

3.3

Format paket data ...

Error! Bookmark not defined.

3.4

Perancangan perangkat keras. ...

Error! Bookmark not defined.

3.4.1

Perangcangan mekanik. ...

Error! Bookmark not defined.

3.4.2

Modul CMUcam3+ ...

Error! Bookmark not defined.

3.4.3

Modem Radio ...

Error! Bookmark not defined.

3.4.4

Sistem

Ground segment

...

Error! Bookmark not defined.

3.5

Perancangan perangkat lunak ...

Error! Bookmark not defined.

3.5.1

Algoritma cmucam3+ ...

Error! Bookmark not defined.

3.5.2

Software

Antarmuka sistem

ground segment

Error!

Bookmark

not

defined.

BAB IV ANALISA ...

Error! Bookmark not defined.

4.1

Analisa teknik pengolahan citra ...

Error! Bookmark not defined.

4.1.1

Analisa citra

blur

...

Error! Bookmark not defined.

4.1.2

Analisa restorasi citra

blur

...

Error! Bookmark not defined.

4.1.3

Analisa citra

grayscale

...

Error! Bookmark not defined.

4.1.4

Analisa

cropping image

...

Error! Bookmark not defined.

4.2

Analisa waktu pengiriman gambar ...

Error! Bookmark not defined.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...

Error! Bookmark not defined.

5.1

Simpulan ...

Error! Bookmark not defined.

(30)
(31)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Restorasi citra merupakan proses merekontruksi atau mendapatkan kembali citra asli dari citra yang cacat agar menyerupai citra aslinya [1]. Restorasi citra dilakukan dengan cara melewatkan citra masukan pada penapis. Salah satu penapisnya adalah menggunakan algoritma Lucy Richardson.

Restorasi citra berbeda dengan peningkatan kualitas citra walaupun kedua-duanya sama, bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra. Pada peningkatan kualitas citra lebih pada proses penajaman citra dari fitur tertentu pada citra sedangkan untuk restorasi citra, memanfaatkan pengetahuan tentang terjadinya degradasi untuk memperoleh citra asal. Proses degradasi yang sering yang dibahas adalah pengaburan (blurring). Penyebab terjadinya pengaburan bisa berbagai macam seperti pergerakan ketika mengambil gambar, penggunaan alat optik yang tidak fokus dan sebagainya.

Ada beberapa algoritma restorasi citra blur seperti algoritma wiener, algoritma blind deconvolution dan algoritma Lucy Richardson. Pada penelitian ini menggunakan algoritma Lucy Richardson. Prinsip dari algoritma Lucy Richardson adalah estimasi ke (n+1) dari citra restorasi yang artinya estimasi dari iterasi ke-n dikali dengan sebuah citra koreksi [1]. Iterasi dapat terus dilakukan jika citra koreksi sudah memenuhi kriteria. Algoritma Lucy Richardson awalnya digunakan untuk merestorasi citra astronomi hingga akhirnya digunakan pada sembarang citra.

Penggunaan algoritma Lucy Richardson sangat membantu untuk memperbaiki citra suatu wilayah daratan atau lautan jika citra yang didapat tidak begitu jelas sehingga informasi dari citra tersebut tidak berkurang. Sedangkan untuk proses pengambilan citranya itu sendiri dapat memanfaatkan kamera yang dipasang pada pesawat terbang, satelit atau balon udara.

(32)

memakan banyak biaya dibanding menggunakan pesawat terbang atau yang lainnya. Sistem penginderaan jauh ini memanfaatkan modul kamera yang sudah memiliki mikrokontroler dengan memanfaatkan algoritma Lucy Richardson dalam proses pengolahan citra blur pada program utamanya.

1.2 Perumusan masalah

Berikut merupakan perumusan masalah implementasi algoritma Lucy Richardson sebagai restorasi citra blur pada sistem penginderaan jauh muatan roket:

a. Bagaimana teknik untuk menghilangkan atau meminimumkan citra kabur (blur) akibat dari pergerakan muatan roket sehingga data yang disampaikan tidak berkurang.

b. Bagaimana teknik pengiriman citra menggunakan modem radio. Dengan sistem pengiriman half-duplex sehingga harus dipikirkan bagaimana pengiriman perintah dari ground segment dan pengiriman citra dari kamera muatan roket tidak saling bertabrakan.

c. Bagaimana teknik pengolahan citra sebelum dikirim ke ground segment seperti cropping citra dengan format grayscale.

d. Bagaimana teknik restorasi citra blur dengan memanfaatkan algoritma Lucy Richardson sehingga dapat diimplementasikan pada penginderaan jauh muatan roket.

e. Bagaimana teknik pengiriman data citra yang baik ke ground segment

agar proses pengiriman tidak terlalu lama dan data berhasil diterima dengan baik.

1.3 Maksud dan Tujuan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah membuat sistem penginderaan jauh yang dapat melakukan restorasi citra blur akibat dari ayunan muatan roket dan mempermudah identifikasi obyek.

(33)

data yang disampaikan tidak berkurang dengan waktu pengiriman gambar seoptimal mungkin.

1.4 Batasan Masalah

Berikut beberapa batasan masalah implementasi algoritma Lucy Richardson pada sistem penginderaan jauh:

a. Data citra maksimal yang akan dikirim berukuran 200 x 200 pixel. b. Data citra dengan format grayscale.

c. Komunikasi radio yang digunakan adalah komunikasi half-duplex. d. Waktu pengiriman citra mengejar waktu kurang dari 45 detik. e. Restorasi citra blur karena motion blur.

1.5 Metode penelitian

Dalam perancangan sistem ini ada beberapa tahapan dalam proses perancangannya:

a. Studi pustaka

Mengumpulkan materi pendukung dalam proses perancangan sistem ini. Seperti materi mengenai algoritma Lucy Richardson, penginderaan jauh.

b. Observasi

Mengumpulkan bahan-bahan dan komponen yang akan digunakan dalam pembuatan sistem ini.

c. Proses perancangan

Perancangan sistem ini meliputi perancangan hardware dan software. d. Pengujian

Menguji sistem yang telah dibuat. Proses pengujian tersebut meliputi: a. Pengujian pengiriman data gambar.

b. Pengujian deblurring citra berdasarkan besar simpangan payload ketika proses pengambilan gambar.

(34)

e. Analisis

Menganalisis hasil dari pengujian sistem yang telah dibuat.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN

Berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan, batasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI

Berisi tentang teori-teori pendukung yang digunakan dalam perencanaan dan pembuatan tugas akhir.

BAB III : PERANCANGAN SISTEM

Berisi tentang perancangan sistem yang dibuat, meliputi garis besar sistem, perancangan perangkat keras dan perangkat lunak.

BAB IV : PENGUJIAN DAN ANALISA SISTEM

Berisi tentang pengujian dan analisa data pada tugas akhir ini. BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

(35)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Algoritma Lucy Richardson

Algoritma Lucy Richardson yang dikenal dengan dekonvolusi Lucy Richardson dikembangkan secara independen oleh Richardson (1972) dan lucy (1974). Algoritma ini efektif jika mengetahui point spread function tetapi hanya mengetahui derau aditif pada citra. Algoritma ini pada mulanya digunakan untuk merestorasi citra astronomi, sebelum akhirnya digunakan secara luas untuk merestorasi sembarang citra yang mengalami kekaburan. Algoritma ini memaksimumkan kemungkinan (maksimum likelihood) bahwa sebuah citra bila di dekonvolusi dengan point spread function hasilnya adalah mengasumsikan derau tersebut dengan distribusi poison. Algoritma Lucy Richardson dapat dijelaskan pada persamaan berikut.

Fn+1 = Fn

* reflect PSF………2.1

Operator ∗ menyatakan konvolusi, fn+1 = f(x,y) menyatakan estimasi citra

restorasi, g = g(x, y) menyatakan citra masukan (yang mengalami degradasi),

reflect (PSF) menyatakan pencerminan PSF.

2.1.1 Konvolusi

Konvolusi didefinisikan sebagai cara untuk mengkombinasikan dua buah deret angka yang menghasilkan deret angka yang ketiga [6]. Secara matematis konvolusi adalah integral yang mencerminkan jumlah lingkupan dari sebuah fungsi a yang digeser atas fungsi b sehingga menghasilkan fungsi c. Konvolusi dilambangkan dengan asterisk (*). Sehingga a * b = c . yang artinya a dikonvolusikan dengan b menghasilkan c.

(36)
[image:36.612.218.459.144.487.2]

Pada gambar 2.1 merupakan ilustrasi dari proses konvolusi dan gambar 2.2 merupakan ilustrasi dari perhitungan konvolusi.

(37)
[image:37.612.177.464.105.285.2]

Gambar 2.2.Ilustrasi perhitungan konvolusi.

2.1.2 Point Spread Function (PSF)

Penjelasan sederhana mengenai PSF ini dengan contoh citra bintang yang ditangkap oleh teleskop. Jika segala sesuatu sempurna seperti optik teleskop yang sempurna, sudut penglihatan yang sempurna, maka citra bintang hanya berupa

pixel tunggal seperti ditunjukan pada gambar 2.1 (a). Tetapi karena segala sesuatunya tidak sempurna citra bintang yang ditangkap oleh teleskop menyebar pada beberapa pixel, seperti pada gambar 2.1 (b). Hal ini yang dikenal dengan nama point spread function.

(a) (b)

[image:37.612.233.406.547.654.2]
(38)
[image:38.612.166.477.587.676.2]

Ada beberapa jenis dari PSF diantaranya:

Gambar 2.4 Jenis PSF.

Keempat jenis PSF pada gambar 2.4 motion blur, out of Focus blur, Gaussian blur, Scatter blur [2]. Merupakan faktor yang menyebabkan citra menjadi kabur. PSF diibaratkan sebuah lapisan kertas pada citra , sehingga jika PSF ditempelkan pada citra, citra akan terlihat tidak jelas. Disetiap jenis PSF memiliki karakteristik yang mudah dibedakan, contohnya pada motion blur citra akan terlihat seperti ditarik kearah samping.

2.2 Model degradasi

Citra yang tertangkap oleh mata atau alat optik merupakan citra yang sudah mengalami degradasi. Pada gambar 2.5 merupakan contoh dari model citra yang terdegrdasi [7].

F(x,y) H +

N(x,y)

G(x,y)

(39)

Citra yang mengalami degradasi adalah citra yang mengalami penurunan mutu citra, karena citra yang asli hanya didapat dengan kondisi yang sangat sempurna. Jika f(x, y) adalah citra asli dan g(x, y) adalah citra terdegradasi, maka g(x, y) adalah perkalian f(x, y) dengan operator distorsi H ditambah dengan derau aditif n(x, y). Derau n(x, y) adalah sinyal aditif yang timbul selama akuisisi citra sehingga menyebabkan citra menjadi rusak (mengalami degradasi).

2.3 Penginderaan jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu yang digunakan untuk memperoleh informasi suatu daerah atau obyek yang digunakan dengan analisa data yang diperoleh dengan menggunkan media atau alat tanpa kontak langsung dengan daerah atau obyek tersebut [4]. Penginderaan jauh merupakan bagian dari bidang ilmu geografi dan dasar dari sains informasi geografi, yang berkaitan dengan interpretasi citra non-foto dan citra foto.

Citra non-foto adalah sebuah gambar yang dicetak dari hasil perekaman dengan bantuan alat seperti satelit dengan hasil perekaman secara parsial, contohnya adalah citra dari satelit landsat. Sedangkan citra foto adalah sebuah gambar yang dicetak dari hasil pemotretan dengan kamera dengan perekaman secara fotografi, contohnya adalah foto udara. Citra foto ini didapat dengan cara memotret dengan menggunakan sebuah wahana (atau alat transportasi) biasanya berupa balon udara, pesawat terbang, gantole, pesawat ultra-ringan, dan pesawat tanpa awak. Pengambilan gambar dilakukan dengan menentukan objeknya, jalur penerbangan, dan menentukan arah penerbangan. Dengan bantuan kamera udara dan pesawat udara maka pemotretan dapat dilakukan.

(40)

Pemotretan udara secara tegak merupakan pemotretan yang dilakukan dengan posisi kamera melakukan pemotretannya secara tegak lurus dengan permukaan bumi sehingga hasil yang didapat foto secara vertical. Pada gambar 2.2 merupakan hasil foto yang didapat dengan cara foto vertical.

Gambar 2.6 Hasil foto yang didapat secara vertical.

(41)
[image:41.612.221.416.460.643.2]

Gambar 2.7. Hasil foto yang didapat secara condong.

Pemotretan udara sangat condong atau high oblique. Sedikit berbeda dengan pemortretan udara condong. Perbedaan keduanya terlihat pada garis batas cakrawala atau batas horizon. Namun ada perbedaan lainnya yaitu sudut pengambilan gambar pada optical axis nya, sehingga batas cakrawala ikut terpotret. Pada gambar 2.4 merupakan hasil foto pemotretan udara sangat condong.

(42)

Ketinggian pesawat udara terhadap permukaan bumi pada saat pemotretan juga mempengaruhi skala foto udara yang dihasilkan. Semakin tinggi pesawat udara, maka akan menghasilkan skala foto udara yang relative kecil namun cakupan cukup luas, akan tetapi objek yang ditangkap tidak begitu detil. Dan jika pemotretan dilakukan dengan ketinggian rata-rata, maka hasil foto udara adalah cakupan yang cukup luas dan kenampakan obyek cukup detil pula. Namun hal itu disesuaikan dengan tujuan dari pemotretan.

2.4 Pengolahan citra

Pengolahan citra merupakan kegiatan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (komputer). Masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra tapi dengan kualitas lebih baik daripada citra masukan. Misal citra warnanya kurang tajam, kabur (blurring), mengandung noise

(missal bintik-bintik putih) sehingga perlu ada pemrosesan untuk memperbaiki citra karena citra tersebut menjadi sulit diinterpretasikan karena informasi yang disampaikan menjadi berkurang.

Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi, kemiripan dan imitasi dari suatu objek atau benda. Contohnya foto sinar-X thorax mewakili keadaan bagian dalam tubuh seseorang. Citra dari sudut pandang matematis, merupakan fungsi menerus dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi.

Citra yang terlihat merupakan cahaya yang direfleksikan dari sebuah objek. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut dan pantulan cahaya ditangkap oleh alat-alat optik, misal mata manusia, kamera, scanner, sensor satelit dan sebagainya.

Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat: 1. Optik berupa foto

2. Analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi

(43)

Citra juga dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu citra tampak dan citra tidak tampak.

1. Citra tampak berupa foto, gambar, lukisan, apa yang Nampak di layar monitor atau televisi, hologram.

2. Citra tidak tampak berupa data foto atau gambar dalam berntuk file, citra yang dipresentasikan dalam fungsi matematis.

Citra atau gambar bisa diibaratkan sebagai matriks dua dimensi. Gambar digital merupakan suatu fungsi dengan nilai yang berupa intensitas cahaya pada tiap titik pada bidang yang telah dikuantisasi. Titik dimana suatu gambar

di-sampling disebut picture element atau disingkat pixel. Nilai intensitas warna pada suatu pixel disebut level grayscale.

Ada beberapa level grayscale berdasarkan banyaknya bit:

binary-valued image: 1 bit, hanya bernilai 0 atau 1.

Gray level : 8 bit, nilainya antara 0 – 255.

High color : 16 bit, rentang nilainya 216

224 true color : 24 bit.

True color : 32 bit.

Jika suatu gambar disimpan maka yang disimpan adalah array 2 dimensi, dimana masing-masing merepresentasikan data yang berhubungan dengan pixel

tersebut.

Pengolahan citra merupakan sebuah bentuk pemrosesan sebuah citra atau gambar dengan cara memproses numerik dari gambar tersebut, dalam hal ini yang diproses adalah masing-masing pixel dari gambar tersebut.

Pengolahan citra sering diidentikkan dengan “image filtering”. Pengolahan citra sendiri dapat didefinisikan sebagai proses filtering sebuah gambar pixel demi

pixel.Tujuan utama dari pengolahan citra adalah untuk meningkatkan kualitas gambar yang diperoleh. Beberapa contoh filtering yang biasa dilakukan:

(44)

Grayscale filter mengubah sebuah gambar berwarna menjadi gambar hitam putih dengan cara mengubah efek warna dari masing-masing pixel

menjadi derajat keabuan.

Gambar 2.9 Foto dengan format grayscale.

2. Low Pass Filter

Low pass filter digunakan untuk menghilangkan ruang derau berfrekuensi tinggi dari sebuah gambar digital. Istilah derau atau noise digunakan sebagai efek samping dari proses konversi pola dan energi cahaya menjadi energi listrik selama proses konversi gambar dari bentuk analog menjadi bentuk digital. Noise merupakan variasi yang tidak diinginkan terjadi dalam sebuah pixel. Hasil dari low pass filter ini membuat gambar menjadi lebih kabur daripada aslinya.

(45)

3. Crop dan Zoom

Proses crop adalah mengambil daerah sebagian dari gambar sedangkan

[image:45.612.232.442.209.356.2]

zoom adalah menampilkan dengan ukuran yang lebih besar daripada ukuran koordinat asli daerah yang diambil tersebut.

Gambar 2.11 Hasil dari foto crop dan zoom

Selain filtering, citra digital juga memiliki elemen-elemen sebagai berikut: 1. Kecerahan (Brightness): Intensitas cahaya pada gambar.

2. Kontras (Contrast) : Sebaran terang dan gelap pada gambar.

3. Kontur (Contour) : Keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada pixel-pixel yang bertetangga. Mendeteksi tepi objek pada gambar. 4. Warna (Color) : Persepsi yang dirasakan mata terhadap panjang

gelombang cahaya λ yang dipantulkan objek.

5. Bentuk (Shape) : Objek asli yang berbentuk 3 dimensi ketika dilihat oleh mata ataupun setelah menjadi citra digital akan menjadi 2 dimensi. Informasi bentuk objek diperoleh dari citra yang ditangkap sistem visual (segmentasi citra).

(46)

2.5 Modulasi Digital

Modulasi adalah sebuah proses pengkodean informasi dari sumber pesan yang yang ditransmisi dengan cara yang sesuai [3]. Sedangkan modulasi digital merupakan proses penumpangan sinyal digital (bit stream) ke dalam sinyal pembawa (carrier). Melalui proses modulasi digital setiap tingkatan dapat dikirim kepenerima dengan baik.

Ada tiga jenis dari modulasi digital yaitu Amplitudo Shift Keying (ASK) bekerja dengan mengubah amplitude sinyal pembawa, Frequency Shift Keying

(FSK) bekerja dengan mengubah frekuensi sinyal pembawa, Phase Shift Keying

(PSK) bekerja dengan mengubah phasa sinyal pembawa. Berikut penjelasan mengenai ketiga jenis modulasi digital:

2.5.1 Amplitudo Shift Keying (ASK)

Amplitudo shift keying adalah jenis modulasi dengan mengubah-ubah amplitude. Pada proses modulasi ini kemunculan frekuensi gelombang pembawa tergantung pada ada atau tidak adanya sinyal informasi digital. Bentuk Amplitudo shift keying yang paling sederhana dan umum beroperasi seperti sebuah saklar, menggunakan adanya gelombang karier untuk mengindikasikan sebuah binary 1 dan absensinya untuk mengindikasi sebuah 0. Tipe modulasi ini disebut on-off keying, dan digunakan pada frekuensi radio untuk mentransmisi kode morse

2.5.2 Frequency Shift Keying (FSK)

(47)

2.5.3 Phase Shift Keying (PSK)

Phase shift keying adalah jenis modulasi yang menyatakan sinyal digital 1 sebagai suatu nilai tegangan tertentu dengan beda fasa tertentu pula (misalnya tegangan 1 volt dengan beda fasa 0 derajat) dan sinyal digital 0 sebagai suatu nilai tegangan tertentu dengan beda fasa yang berbeda.

[image:47.612.202.436.239.476.2]

Berikut merupakan contoh sinyal keluaran dari ASK, FSK dan PSK.

Gambar 2.12 Contoh sinyal dari ASK, FSK dan PSK

Pada gambar 2.12 merupakan contoh dari ketiga jenis modulasi digital, sehingga terlihat jelas perbedaan dari masing-masing jenis modulasi digital.

2.6 Gaussian frequency shift keying

Gaussian frequency shift keying (GFSK) adalah jenis frekuensi shift keying modulation yang menggunakan filter gaussian untuk kelancaran deviasi frekuensi positif dan negatif

(48)

tersebut dilewatkan melalui filter gaussian untuk membuat pulsa yang lebih halus sehingga membatasi lebar spektral.

2.7Perangkat keras

2.7.1 CMUcam3+

[image:48.612.233.407.311.466.2]

Pada sistem penginderaan jauh dibutuhkan perangkat keras utama yaitu kamera yang berfungsi mengambil objek yang dituju. Kamera yang digunakan adalah CMUcam3+. Kamera ini telah memiliki mokrokontroler sendiri dari varian mikrokontroler ARM. Berikut tampilan fisik untuk modul kamera CMUcam3+.

Gambar 2.13 Modul kamera CMUcam3+

Berikut merupakan fitur – fitur yang dimiliki oleh CMUcam3+ : 1. CIF dengan resolusi (352x288) pixel sensor warna RGB 2. Lingkungan pengembangannya pada windows dan linux. 3. Memiliki slot flash MMC dengan dukungan driver FAT16. 4. Memiliki 4 port servo.

5. Dapat memuat gambar ke memori dengan waktu 26 frame per second. 6. Memiliki software kompresi JPEG.

7. Library manipulasi gambar dasar.

(49)

2.7.2 Mikrokontroler ARM

Mikrokonteoler ARM berarsitektur prosesor 32-bit RISC yang dikembangkan oleh ARM limited. ARM merupakan singkatan dari Advance RISC Machine atau sebelumnya bernama Acorn RISC Machine karena pertama kali diperkenalkan oleh perusahaan Acorn Computers. Berikut fitur RISC yang dimiliki ARM diantaranya:

 Arsitektur Load/Store.

 Eksekusi siklus tunggal.

 Instruksi dengan lebar sama 32 bit untuk mempermudah

decoding dan pipelining.

 16 x 32-bit file register

Selain fitur RISC, ARM juga menambahkan beberapa fitur lainnya, yaitu:

 Instruksi aritmatika mengubah kode kondisi hanya jika diperlukan.

 Mode pengalamatan terindeks yang efektif.

 Sebual link register untuk pemanggilan fungsi cepat.

Interrupt dengan dua level prioritas dengan bank register yang dapat di tukar.

32-bit barrel shifter yang dapat digunakan tanpa adanya pengurangan performa.

Karena kesederhanaannya mikrokontroler ARM sangat cocok untuk aplikasi dengan daya yang kecil. Karena itu, mikrokontroler ARM banyak digunakan pada pasar perangkat mobile. Sebagai contohnya pada iPod, Nintendo DS, Tablet PC, dan mobile phone.

2.7.3 Modem radio

(50)

elektromagnetik ini diterima oleh sebuah antena yang sesuai. Sinyal yang diterima kemudian diteruskan ke sebuah pesawat penerima RX.

Jenis komunikasi dapat dibedakan berdasarkan aliran datanya, antara lain : 1. Simplex comunication merupakan komunikasi satu arah, aliran data

hanya satu arah, contoh sistem komunikasi TV, Radio broadcast. 2. Half duplex comunication merupakan komunikasi dua arah, data dapat

mengalir kedua arah secara bergantian, hanya satu arah saja pada suatu saat. Contoh pada Sistem Walkie-talkies.

3. Full duplex communication merupakan komunikasi dua arah secara simultan, pada saat yang sama data mengalir ke kedua arah secara bersamaan. Contoh akses internet dan telepon lewat saluran TV cable, pada saat bersamaan.

[image:50.612.287.381.428.574.2]

Implementasi algoritma Lucy Richardson Pada sistem penginderaan jauh ini menggunakan komunikasi half duplex dengan radio yang dipakai dalam pengiriman data gambar ataupun perintah ini adalah YS-1020UB.

Gambar 2.14 Modem radio YS – 1020UB

Berikut merupakan spesifikasi dari Modem radio:

(51)

2. Tipe modulasi yang dipakai adalah GFSK (Gaussian Frequensy Shift Keying). Menggunakan Gaussian filter untuk memperhalus penyimpangan frekuensi yang terjadi.

3. Dapat menggunakan leve ltegangan TTL. TTL adalah level tegangan yang bisa diterima oleh kebanyakan chip atau mikrokontroler saat ini. Tegangan TTL biasanya besarnya 5V DC.

2.8 Perangkat lunak

2.8.1 Downloader dan compiler CMUcam3

Untuk penggunaan modul kamera CMUcam3 dibutuhkan software

downloader dan software compiler. Kedua software ini menjadi aplikasi penting karena fungsi dari keduanya agar kamera bekerja sesuai dengan apa yang pengguna inginkan.

software downloader berfungsi untuk menanamkan program yang telah dibuat kedalam mikrokontroler yang telah terintegrasi dengan kamera CMUcam3 program tersebut bernama LPC2000 Flash Utility. Sedangkan software compiler

berfungsi untuk mengubah berkas bahasa pemrograman c yang dibuat menjadi berkas dengan berekstensi .HEX. Untuk software compilernya sendiri bernama

Cygwin. cygwin adalah compiler berbasis CLI (Command Line Interface) layaknya Terminal atau Konsole pada Linux ataupun Command Prompt pada Windows. Berikut merupakan gambar tampilan dari masing-masing software.

(52)

Gambar 2.16 LPC2000PHILIPS (downloader CMUcam3)

2.8.2 Visual basic 6

Visual basic 6 merupakan software antarmuka komputer yang digunakan untuk membuat program aplikasi. software ini menggunakan bahasa pemrograman basic yang mudah dimengerti oleh seorang yang baru belajar sekalipun.

Visual Basic 6.0 sebetulnya perkembangan dari versi sebelumnya dengan beberapa penambahan komponen yang sedang tren saat ini, seperti kemampuan pemrograman internet dengan DHTML (Dynamic HyperText Mark Language), dan beberapa penambahan fitur database dan multimedia yang semakin baik

Beberapa kemampuan atau manfaat dari visual basic diantaranya : 1. Untuk membuat program aplikasi seperti windows.

2. Untuk membuat objek-objek pembantu program seperti misalnya : kontrol activeX, file help, aplikasi internet, dan sebagainya.

(53)

Gambar 2.17 Tampilan new project pada visual basic 6

Gambar 2.18 Tampilan Intergrate Development Environment pada visual basic 6

(54)
(55)

BAB III

PERANCANGAN

3.1 Diagram blok sistem

Sistem pada penginderaan jauh memiliki dua sistem, yaitu sistem pada muatan roket dan sistem pada ground segment. Berikut merupakan gambar kedua diagram blok sistem tersebut:

Gambar 3.1 Diagram blok sistem muatan roket

(56)

Berikut ini penjelasan dari masing- masing gambar diagram blok sistem penginderaan jauh:

Sistem pada muatan roket.

A. Model kamera CMUcam3. Sudah terdiri dari kamera serta mikrokontroler ARM sebagai unit kontrol dan pemrosesnya

B. Mikrokontroler ARM. Perintah pengambilan gambar serta proses restorasi citra dilakukan oleh Mikrokontroler ARM yang hasilnya akan dikirim ke

ground segment.

C. TX modem radio. Media transmisi data digital keluar atau masuk CMUcam3. Modem radio yang digunakan bekerja dengan prinsip half-duplex sehingga data masuk atau data keluar harus secara bergantian D. Catu Daya. Untuk memberikan daya pada komponen-komponen sistem.

Catu daya yang digunakan berupa baterai LiPo Sistem pada ground segment.

a. Personal Computer berfungsi untuk mengolah data yang dikirim oleh muatan roket dan juga berfungsi untuk mengirimkan perintah pada sistem muatan roket.

b. RS 232 berfungsi mengubah tegangan TTL yang keluar dari modem radio menjadi tegangan rs232 yang sesuai dengan komputer

c. RX modem radio berfungsi sebagai media transmisi data digital yang masuk ke ground segment ataupun yang dikirim dari ground segment.

d. Catu daya. Memberikan tegangan ke rangkaian MAX232, modem radio

3.2 Proses pengambilan gambar

(57)

Gambar 3.3 Ilustrasi proses pengambilan gambar

Gambar 3.3 menceritakan mengenai bagaimana proses terjadinya peluncuran roket hingga pengambilan gambar setelah roket separasi. Berikut penjelasan pada tiap tahapannya:

1. Awal roket diluncurkan.

Pada tahap ini roket diluncurkan didalamnya sudah terdapat muatan roket, yang nantinya sebagai sistem penginderaan jauh yang bertugas mengambil gambar.

2. Roket melakukan separasi.

Pada ketinggian tertentu roket akan mulai melakukan separasi. 3. Muatan roket terlepas dari roket.

Muatan roket dengan sendirinya akan terlepas ketika roket sudah separasi. Muatan roket disertai dengan parasut agar tidak jatuh terlalu cepat.

4. Proses pengambilan gambar.

Selang beberapa detik setelah separasi, sistem kamera akan mengambil gambar, yang sebelumnya telah menerima perintah dari ground segment.

3.3 Format paket data

Pada proses pengiriman data dibutuhkan metode pengiriman data yang tepat dari sistem muatan roket ke ground segment, agar ketika proses pengolahan datanya dapat diolah dengan mudah.

Format pengiriman data pada sistem yang dibuat berformat grayscale

(58)

8 bit untuk tiap perpindahan barisnya. Jadi jika data yang dikirim 200 x 200 pixel

maka pada setiap pengiriman akan didahului dengan header diteruskan dengan data gambar sebanyak 200 byte. Data gambar 200 byte ini mengacu pada lebar gambar 200 pixel. Pada gambar III.4 merupakan contoh dari format pengiriman data grayscale. Berikut merupakan format pengiriman paket data ini

Pixel 1 2 3 4 n

1 FF Gray

code Gray code Gray code Gray code Gray code

2 FF Gray

code Gray code Gray code Gray code Gray code

M FF Gray

code Gray code Gray code Gray code Gray code

Gambar 3.4 Format pengiriman paket data berupa grayscale

Setiap awal baris pengiriman data akan selalu diawali dengan header FF sebagai tanda setiap baris dari data gambar. Namun ada permasalah jika data gambar ternyata sama dengan data header, sehingga dibutuhkan kondisi pengecekan dimana data gambar dibandingkan dengan data header yaitu FF, jika sama maka data gambar di ubah menjadi FE.

3.4 Perancangan perangkat keras.

3.4.1 Perangcangan mekanik.

Perancangan mekanik ini berupa perancangan muatan roket dan penempatan komponen pada muatan roket, berikut merupakan beberapa spesifikasi yang dibuat:

(59)

c. Tinggi muatan roket maksimal 20 cm. d. Berat maksimum 1kg.

Pada gambar 3.5 merupakan rancangan desain mekanik muatan roket.

Gambar 3.5 mekanik muatan roket

3.4.2 Modul CMUcam3+

Modul CMUcam3+ digunakan sebagai alat untuk mengambil data gambar yang dipasang pada muatan roket. Pengolahan data gambar pun dilakukan oleh modul CMUcam3+ karena telah memiliki mikrokontroler sendiri. CMUcam3+ dipilih karena kemampuannya yang cukup memadai untuk sistem yang dibuat. Selain itu karena kemampuannya untuk bertahan pada kondisi yang cukup ekstrem. Ini dibuktikan dengan pengujian G-force, G-shock, dan uji vibrasi yang pernah dilakukan dan CMUcam3+ ini masih dapat berfungsi normal. Pengujian yang dilakukan disesuaikan dengan keadaan ketika roket diluncurkan sehingga mengetahui kemampuan dari modul CMUcam3+ dan pengujian tersebut membuktikan kehandalan dari CMUcam3+

(60)
[image:60.612.201.442.79.282.2]

Gambar 3.6 Tampilan koneksi hardware pada CMUcam3+

3.4.3 Modem Radio

Modem Radio yang digunakan pada perancangan sistem ini adalah YS-1020UB. Kemampuan jarak jangkauan modem radio ini kurang lebih 800 meter dan mempunyai 8 kanal dengan frekuensi yang berbeda – beda.

Tabel 3.1 Konfigurasi pin YS1020UB

Pin Nama Pin Fungsi Level 1 GND Ground

2 Vcc Tegangan Input +3.3 s/d 5.5 V 3 RXD/TTL Input Serial Data TTL 4 TXD/TTL Output Serial Data TTL 5 DGND Digital Grounding

6 A(TXD) Aof RS-485 or TXD of RS-232

A (RXD) 7 B(RXD) B of RS-485, RXD

or RS-232

B (TXD) 8 SLEEP Sleep Control

(Input)

[image:60.612.147.493.450.633.2]
(61)

3.4.4 Sistem Ground segment

[image:61.612.185.455.166.337.2]

IC MAX232 berfungsi untuk mengubah tegangan dari TTL menjadi level RS232. Sehingga komputer dapat berkomunikasi dengan sistem muatan roket.. Berikut merupakan skematik RS232:

Gambar 3.7 Skematik RS232

3.5 Perancangan perangkat lunak

Pada perancangan perangkat lunak meliputi pembuatan algoritma cmucam3+ dan software antar muka sistem ground segment. Pada pembuatan algoritma meliputi algoritma utama sistem kamera dan beberapa prosedur dalam pengiriman citra, sedangkan untuk sistem ground segment meliputi fitur-fitur

software antar muka sistem ground segment.

3.5.1 Algoritma cmucam3+

(62)
[image:62.612.160.471.74.465.2]

Gambar 3.8 Flowchart algoritma sistem kamera

Tabel 3.2 Penjelasan flowchart algoritma sistem kamera

No Penjelasan 1 Memulai program

2 Deklarasi tiap variabel dan inisialisasi variable yang digunakan

3 Menunggu data serial dari sistem ground segment, jika tidak ada terus memeriksa.

4 Data serial simpan pada variabel input.

(63)

6 Prosedur capture tanpa dengan proses restorasi citra.

7 Apakah input sama dengan karakter “B”, jika benar ke proses 8 jika salah kembali keproses 3.

8 Prosedur capture dengan proses restorasi citra.

(64)
[image:64.612.250.391.81.474.2]

Gambar 3.9 Flowchart prosedur capture tanpa proses restorasi citra

Tabel 3.3 Penjelasan flowchart prosedur capture tanpa proses restorasi citra

No Penjelasan 1 Mulai prosedur capture

2 Inisialisasi variabel dalam program 3 Capture dan simpan citra pada buffer

4 Set ukuran width dan height citra

5 Merubah format citra dari RGB menjadi grayscale.

6 Kirim hasil ke ground segment

(65)
[image:65.612.251.389.134.541.2]

c. Prosedur capture dengan proses resotasi citra

Gambar 3.10 Flowchart prosedur capture dengan proses restorasi citra

Tabel 3.4 Penjelasan flowchart prosedur capture dengan proses restorasi citra

(66)

3 Ambil data citra dari buffer kamera 4 Set frame citra, width dan height citra

5 Merubah format citra dari RGB menjadi grayscale 6 Proses restorasi citra blur

7 Mengirim gambar ke ground segment

8 Kembali keproses awal.

3.5.2 Software Antarmuka sistem ground segment

Software antarmuka pada sistem ground segment berfungsi sebagai pengatur proses pengambilan gambar oleh kamera yang hasil dari pengambilan gambarnya nantinya akan ditampilkan pada software antarmuka ini.

[image:66.612.138.490.382.563.2]

Berikut merupakan tampilan dari software antarmuka sistem ground segment

Gambar 3.11 Software Antarmuka sistem Ground segment

Berikut penjelasan dari tiap komponen pada sistem ground segment 1. Tombol capture.

2. Tombol Deblurring citra.

3. Picture box untuk menampilkan hasil capture.

(67)
(68)

BAB IV

ANALISA

4.1 Analisa teknik pengolahan citra

Pada proses pengolahan citra ada beberapa teknik lain yang digunakan selain teknik restorasi citra blur untuk memperjelas citra blur, seperti proses

grayscale untuk merubah citra RGB menjadi derajat keabuan dan cropping image

berfungsi memotong sebagian citra untuk menghasilkan citra yang baru. Kemudian setelah melalui semua proses pengolahan citra, proses pengiriman citra harus mengejar waktu dibawah 45 detik dari batas waktu yang ditentukan yaitu 60 detik.

4.1.1 Analisa citra blur

Dalam proses resotarasi citra blur hal paling utama adalah mengetahui tipe citra blur tersebut hal ini bertujuan mengetahui penyebab terjadinya citra blur. Pada penginderaan jauh muatan roket dua tipe blur yang sering terjadi adalah out of focus dan motion blur, namun pada uji yang dilakukan hanya difokuskan pada

motion blur. Proses analisa ini membantu untuk menangani citra blur yang terjadi.

(69)
[image:69.612.235.402.81.232.2]

Gambar 4.1 Citra yang mengalami motion blur

Gambar 4.2 Citra yang mengalami Gaussian blur

Tipe blur pada gambar 4.1 merupakan tipe motion blur sedangkan untuk gambar 4.2 merupakan citra yang mengalami Gaussian blur. Pada sistem penginderaan jauh muatan roket kondisi semacam ini pasti akan terjadi. Modul kamera cmucam3+ tidak memiliki fitur untuk merestorasi citra blur, sehingga kedua kondisi pada gambar 4.3 dan gambar 4.4 akan kerap terjadi.

Sebuah citra blur dapat dijelaskan dengan persamaan

g = Hf + n ……….. 4.1

Dimana penjelasan setiap komponennya adalah: g = Citra yang telah mengalami blur.

[image:69.612.229.410.275.438.2]
(70)

menggambarkan sejauh mana mengaburkan titik cahaya citra. f = Citra asli atau citra sebelum mengalami blur.

n = Noise yang merusak citra.

Kualitas restorasi citra blur adalah dari pengetahuan mengenai PSF. Artinya ketika nilai PSF telah diketahui dari sebuah citra blur maka proses perbaikan citra akan lebih mudah dan hasilnya pun akan lebih baik.

4.1.2 Analisa restorasi citra blur

Citra blur sangat mengganggu proses pengamatan dari penginderaan jauh, sehingga dibutuhkan proses perbaikan citra blur agar proses pengamatan citra mudah dilakukan. Berikut merupakan persamaan Lucy Richardson secara umum yang diimplementasikan pada modul cmucam3+. Persamaan Lucy Richardson terdapat proses konvolusi, namun dalam penelitian ini proses tersebut tidak digunakan, hal ini terkait dengan target waktu pengiriman citra 45 detik.

Fn+1 = (pixel citra terdegradasi x pixel citra terdegradasi) / PSF. ………. 4.2

Fn+1 merupakan prediksi pixel citra selanjutnya sedangkan pixel citra terdegrdasi

adalah pixel citra yang mengalami penurunan mutu citra (citra blur). Berikut merupakan sebagian listing program restorasi citra pada cmucam3+

if(((p*p)/n)>=255){blur=254;} else if(((p*p)/n)<=0){blur=0;}

else{blur=((p*p)/n);}………. 4.3

Dalam hal ini p merupakan pixel citra terdegrdasi, n merupakan nilai PSF yang telah ditentukan.

Citra terdegradasi merupakan citra blur yang didapat dan nilai masukan adalah nilai PSF, nilai PSF didapat dari beberapa percobaan yang dilakukan. Berikut merupakan contoh hasil dari citra yang telah melalui proses restorasi citra

(71)

(a) (b)

Gambar 4.3 (a) Citra blur. (b) Citra blur melalui proses restorasi citra

Pada gambar 4.3 (a) dan (b) yang ditandai lingkaran merupakan obyek yang jelas telah mengelami proses restorasi dengan perbedaan benda yang lebih jelas. Proses restorasi dilakukan di setiap byte data citra, artinya setiap data byte

sebelum dikirim ke ground segment akan melalui proses restorasi terlebih dahulu. Karena Proses perbaikan citra ini berlangsung pada mikrokontroler modul kamera, citra yang ditampilkan pada ground segment adalah citra yang telah diperbaiki yang telah melalui proses restorasi citra blur. Jika dibandingkan dengan hasil restorasi yang berlangsung pada komputer, lebih baik menggunakan komputer, namun jika kondisinya untuk menganalisa data dengan cepat proses restorasi citra pada muatan roket sangat dibutuhkan. Sehingga Pengamat tidak perlu lagi mengolah citra, tapi bisa langsung mengamati data citranya.

Citra yang mengalami blur akan sulit untuk diamati sehingga metode restorasi citra sangat membantu, walaupun sulit untuk mengembalikan seperti citra aslinya setidaknya citra yang telah diperbaiki lebih mudah diamati jika dibandingkan dengan citra blur. Sehingga akan mudah melihat bentuk benda yang didapat.

[image:71.612.167.483.77.245.2]
(72)
[image:72.612.138.505.81.217.2]

Restorasi citra

[image:72.612.137.505.292.434.2]

Gambar 4.4 Restorasi citra dengan nilai PSF 40

Gambar 4.5 Restorasi citra dengan nilai PSF 80

[image:72.612.133.500.503.647.2]
(73)
[image:73.612.132.500.79.222.2]

Gambar 4.7 Restorasi citra dengan nilai PSF 190

Gambar 4.8 Restorasi citra dengan nilai PSF 220

Dari semua contoh proses restorasi citra bahwa nilai PSF yang ideal adalah tidak jauh dari nilai 80, karena jika nilai tersebut terlalu kecil maka citra akan terlihat sangat terang, sedangkan jika nilai PSFnya terlalu besar maka citra akan terlihat terlalu gelap.

4.1.3 Analisa citra grayscale

[image:73.612.135.505.283.425.2]
(74)
[image:74.612.247.419.78.221.2]

Gambar 4.9 Citra RGB

Lensa modul kamera cmucam3+ tidak memiliki filter sinar UV sehingga pengambilan citra dengan format RGB akan menghasilkan citra terlihat merah, hal itu disebabkan efek dari sinar UV.

Proses grayscale yang digunakan adalah dengan mengubah nilai dimasing-masing pixel dengan cara memberi konstanta pengali. Berikut merupakan persamaan yang digunakan untuk mengubah derajat keabuan.

Gray= 0.3*R + 0.59*G + 0.11*B …..4.4

Proses perkalian tersebut bertujuan untuk mengatur persentasi warna ditiap

pixel warna, sehingga ketika ketiga pixel warna tersebut dijumlahkan akan mengahasilkan citra dengan derajat keabuan yang baik. Selain persamaan (IV.3) untuk mengubah citra RGB menjadi grayscale ada Persamaan grayscale yang lain yang sering digunakan yaitu.

Gray= (R+G+B)/3 …………..4.5

(75)

(a)

[image:75.612.161.482.75.509.2]

(b)

Gambar 4.10 Citra grayscale (Gray= 0.3*R + 0.59*G + 0.11*B) (a). Hasil citra

(76)

(a)

[image:76.612.178.466.73.508.2]

(b)

Gambar 4.11 Citra grayscale (Gray= (R+G+B)/3). (a). Hasil citra grayscale, (b).

Histogram citra grayscale

Jika diperhatikan gambar 4.10 dengan gambar 4.11, terlihat tidak memiliki perbedaan, namun jika dilihat dari nilai histogram di tiap citra, kedua citra tersebut terlihat perbedaannya. Pada histogram gambar 4.10 memiliki nilai pixel

(77)

benda yang memiliki nilai pixel warna yang berdekatan, gambar 4.11 akan lebih sulit membedakan benda tersebut dibandingkan dengan gambar 4.10.

4.1.4 Analisa cropping image

Cropping image merupakan metode untuk memotong sebagian citra dan membuat citra yang baru. Pada penginderaan jauh muatan roket, citra di potong sebagian untuk memenuhi ukuran pixel menjadi 200 x 200 pixel Karena modul kamera cmucam3+ memiliki ukuran 352 x 288 pixel.

[image:77.612.246.417.308.445.2]

Penggunaan metode ini tentunya tidak sembarangan memotong citra yang ada agar menjadi ukuran yang diinginkan, tapi memperhitungkan titik tepi citra yang akan dipotong. Berikut merupakan contoh hasil cropping image.

Gambar 4.12 Sebelum cropping image

Pada gambar 4.12 merupakan citra yang memiliki ukuran 352 x 288 pixel

(78)
[image:78.612.194.461.59.210.2]

Gambar 4.13 Setelah cropping image

Cropping image memiliki empat posisi elemen vektor, [Xmin, Ymin, width, height]. Xmin dan Ymin adalah titik tepi citra sedangkan untuk width dan height adalah lebar dan tinggi citra. Fungsi cropping image pada modul kamera cmucam3+ dituliskan cc3_pixbuf_frame_set_roi (76, 43, 276, 243). Jadi untuk nilai empat posisi elemen vektornya [Xmin, Ymin, width, height] adalah [76, 43, 276, 243].

Dengan mengetahui empat elemen vektor citra dapat mengetahui pula ukuran pixel dari citra, dengan cara melihat rentang nilai titik Xmin, Ymin dan titik

width, height. Untuk penentuan nilai titik X, dilihat dari rentang nilai antara Xmin

dan width sedangkan untuk nilai titik Y, dilihat dari rentang nilai antara Ymin dan height. karena citra yang didapat adalah fungsi dua dimensi (F(X,Y)) dengan begitu nilai 200 x 200 pixel akan didapat. berikut merupakan beberapa contoh citra melalui proses cropping dengan berbagai ukuran.

(a) (b) (c)

Gambar 4.14 Ukuran citra (a). 200 x 200 pixel (b). 150 x150 pixel

(c) 100 x 100 pixel

(width)

[image:78.612.173.467.516.652.2]
(79)

4.2 Analisa waktu pengiriman gambar

Waktu pengiriman citra dari sistem penginderaan jauh ke ground segment

merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, karena waktu setelah muatan roket separasi hanya sekitar 70 detik sehingga waktu pengiriman citra diharuskan terkirim kurang dari 60 detik. Berikut merupakan ilustrasi dari mulai muatan roket diluncurkan hingga proses pengambilan citra.

Gambar 4.15 Ilustrasi proses pengambilan gambar

1. Keadaan dimana muatan roket mulai diluncurkan.

2. Kondisi muatan roket untuk separasi atau memisahkan diri dari roket. Setelah kondisi ini kamera tidak langsung mengambil gambar.

3. Sekitar 10 detik setelah separasi kamera mengambil gambar untuk dikirimkan ke ground segment.

4. Proses pengiriman data gambar selesai.

Proses pengiriman citra yang dilakukan dengan cara mengirim data tiap

pixel dari citra yang diambil sehingga membutuhkan waktu yang lama. Karena pengiriman datanya per pixel sehingga waktu pengiriman dipengaruhi oleh ukuran gambar yang dikirimkan, semakin besar ukuran gambar yang dikirimkan maka akan semakin lama proses pengirimannya.

Jumlah byte gambar yang dikirimkan untuk suatu gambar dengan bentuk matrik m x n menggunakan persama

an berikut.

(80)

= ( 3 ) + ℎ ……….. 4.7

Pada persamaan 4.6 digunakan untuk mencari byte gambar berformat

grayscale sedangkan untuk persamaan 4.7 digunakan untuk mencari byte gambar berformat RGB. Namun pada proses analisa yang dilakukan hanya pada gambar dengan format grayscale.

Lamanya waktu pengiriman gambarnya sendiri adalah 42 detik dengan format gambar grayscale dan ukuran gambar 200 x 200 pixel. dengan menggunakan rumus 4.6 dapat mengetahui jumlah byte yang harus dikirim pada format gambar grayscale.

g = (200 x 200) + 200 = 40200 byte

sedangkan untuk transfer rate nya sendiri adalah

transfer rate = 934 byte/s

(81)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan:

1. Restorasi citra blur pada penelitian yang dilakukan menggunakan nilai PSF yang telah ditentukan dan berhasil merestorasi citra.

2. Proses perubahan format citra dari RGB menjadi grayscale berhasil diimplementasikan pada modul kamera cmucam3+ tanpa mengurangi kualitas citra.

3. Lensa modul cmucam3+ tidak memiliki fitur untuk filter sinar UV, sehingga jika terkena efek sinar matahari hasil citra RGB akan terlihat merah.

4. Restorasi citra blur dengan nilai PSF kurang dari 50 akan menghasilkan citra yang memiliki tingkat kecerahan yang berlebih sedangkan jika nilai PSF diatas 200 akan menghasilkan citra yang memiliki tingkat kecerahan yang kurang.

5. Teknik cropping image berhasil diimplementasikan pada modul kamera cmucam3+.

6. Waktu pengiriman citra berhasil mengejar waktu kurang dari 45 detik. 7. Transfer rate citra 934 byte/s.

5.2 Saran

Jika rekan-rekan ingin mengembangkan tugas akhir ini ada beberapa hal yang bisa dikembangkan yaitu:

(82)
(83)
(84)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Munir, R. (2006). Restorasi Citra Kabur dengan Algoritma Lucy-Richardson dan Perbandingannya dengan Penapis Wiener. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi(SNATI). Yogyakarta. Diakses tanggal 20 maret 2012, dari http://journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/viewFile/1524/1304

[2] Wicaksono, F. Y. (2009). Apa itu Foto Udara. Diakses tanggal 20 maret 2012, dari http://bpadjogja.info/file/a993f9ea56c9580ff07f271a12e7a62b.pdf

[3] Digital Modulation. Diakses pada tanggal 30 maret 2012, dari

http://planete.inrialpes.fr/~roca/doc_teaching/ricm5_09/C3-Modulation.pdf

[4] Chan, T., park, F., & Yip, A. M. (2004). Some Blind Deconvolution Technique in Image Processing. Astronomical Data Analysis Software & Systems Conference series. Pasadena.

[5] YS-1020UB RF Data Transceiver. ShenZhen YiShi Electronic Technology Development

[6] W, Eri Prasetyo. Konvolusi dan Transformasi fourier. Diakses tanggal 13 april 2012.

(85)

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Teguh Hadi Pratama.

Tempat /tanggal lahir : Subang, 17 Agustus 1990. Jenis Kelamin : Laki-laki.

Status Perkawinan : Belum Menikah. Agama : Islam.

Pendidikan Terakhir : Sarjana Sistem Komputer PENDIDIKAN FORMAL

· 1. SD Negeri Blanakan di Subang, berijazah tahun 2001. · 2. SMP Negeri I Blanakan di Subang, berijazah tahun 2004. · 3. SMA Sekar Kemuning di Cirebon, berijazah tahun 2007.

· 4. Universitas Komputer Indonesia di Bandung, berijazah tahun 2012. PENGALAMAN ORGANISASI

1. Anggota Osis SMP Negri I Blanakan, Periode 2002-2003 2. Anggota Osis SMA Sekar Kemuning, Periode 2004-2005 3. Bendahara HIMA Teknik Komputer, Periode 2009-2010 PENDIDIKAN NON FORMAL

· 1. Microsoft Office (Windows, Word, Excel) · 2. English for Basic Conversation.

· 3. Internet (Homepage Design, E-Mail). · 4. Visual Basic, C++, Matlab Program. PENGALAMAN KERJA / LAIN – LAIN

· Pembuatan homepage internet. (Front Page, Publisher, Dreamweaver, Manual) · Memiliki kendaraan pribadi. (SIM C)

· Memiliki kemampuan berkomunikasi, berbahasa inggris, (Course English Conversation)

KONTAK:

Gambar

Gambar 2.1. Ilustrasi proses konvolusi.
Gambar 2.3 Point spread function pada citra bintang yang ditangkap oleh
Gambar 2.4 Jenis PSF.
Gambar 2.7. Hasil foto yang didapat secara condong.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hingga suatu saat ia bertemu dengan seorang koki profesional bernama Legrand Vauclaire yang sedang bingung karena akan dikeluarkan oleh pemilik restoran besar tempat ia bekerja

Agar setiap program studi dapat merencanakan, mengembangkan, serta mengimplementasikan kurikulum KBK secara optimal, maka LP3 Undana, melalui serangkaian kegiatan

Anda akan menerima email konfirmasi bahwa anda telah mendaftar dan untuk mengaktifkan account Paypal, buka email dari Paypal tersebut dan klik link konfirmasi yang terdapat

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan di teliti. 32 Populasi dalam penelitian adalah Semua pelaku industri rumah tangga pada makanan

Kemudian juga dapat diketahui bahwa kemauan untuk berwirausaha memberikan pengaruh yang signifikan (0,000) terhadap kepuasan berwirausaha dan ini memberikan bukti bahwa

Pemimpin harus memiliki kecenderungan sikap dan perilaku yang mengarah kepada suatu makna yang ingin dituju atau diinginkan oleh pemimpin organisasi.Sebagai mana penelitian

Steinberg, Wittmann, Redish (1996) menyebutkan bahwa tutorial adalah seperangkat bahan pembelajaran yang dimaksudkan untuk melengkapi buku pegangan standar. Bahan

Melalui Pengumuman ini maka Penyelenggara Negara telah memenuhi kewajiban mengumumkan harta kekayaan sesuai dengan ketentuan Undang Undang Republik Indonesia Nomor