• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE BERBANTUAN ALAT PERAGA MANDIRI TERHADAP KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PERCAYA DIRI SISWA KELAS VII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE BERBANTUAN ALAT PERAGA MANDIRI TERHADAP KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PERCAYA DIRI SISWA KELAS VII"

Copied!
404
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN

THINK TALK WRITE

BERBANTUAN ALAT PERAGA MANDIRI TERHADAP

KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PERCAYA DIRI

SISWA KELAS-VII

Skripsi

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

oleh Ema Khoerunnisa

4101411132

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

―Lakukan sekarang, apapun yang bisa dilakukan sekarang‖

Persembahan:

1. Untuk kedua orang tuaku tersayang, Ibu Himayatun dan Bapak Suraji yang senantiasa memberikan doa terbaik dan dukungan penuh kepadaku

2. Untuk adikku tersayang, Nita Dwi Astuti yang senantiasa memberikan semangat kepadaku

3. Untuk teman-teman seperjuangan Pendidikan Matematika 2011, SIGMA Unnes, PKPT IPNU IPPNU Unnes

(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama menyusun skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan, kerjasama, dan sumbangan pikiran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang; 2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E., M.Si., Akt., Dekan FMIPA Universitas Negeri

Semarang;

3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika yang telah membantu kelancaran ujian skripsi;

4. Drs. Supriyono, M.Si., Dosen Wali yang telah memberikan arahan dan motivasi pada penulis serta membantu kelancaran ujian skripsi;

5. Dr. Isti Hidayah, M.Pd. dan Dra. Kristina Wijayanti, M.S., Dosen Pembimbing yang telah sabar dan tulus memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini;

6. Bambang Eko Susilo, S.Pd., M.Pd., Dosen Penguji yang telah memberikan saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini;

7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama perkuliahan di Universitas Negeri Semarang;

(7)

vii

9. Dra. Nurwakhidah Pramudiyati, Kepala SMP Negeri 41 Semarang, yang telah memberi izin penelitian;

10.Murwati, S.Pd., Guru matematika kelas VII SMP Negeri 41 Semarang, yang telah membantu terlaksananya penelitian ini;

11.Siswa kelas VII SMP Negeri 41 Semarang, yang telah membantu proses penelitian;

12.Teman-teman seperjuangan yang telah memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis;

13.Sahabat-sahabatku, Arnita, Ayu, Aulia, Aziz, dll yang senantiasa mengiringi perjalananku dengan do’a; dan

14.Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca demi kebaikan di masa yang akan datang.

Semarang, 1 Oktober 2015

(8)

viii

ABSTRAK

Khoerunnisa, E. 2015. Keefektifan Pembelajaran Think Talk Write Berbantuan Alat Peraga Mandiri terhadap Komunikasi Matematis dan Percaya Diri Siswa kelas-VII. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Isti Hidayah, M.Pd. dan Pembimbing Pendamping Dra. Kristina Wijayanti, M.S. Kata kunci: alat peraga mandiri, keefektifan, komunikasi matematis, percaya diri,

Think Talk Write (TTW)

Kemampuan komunikasi matematis adalah salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa begitu juga dengan perilaku percaya diri. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis dan perilaku percaya diri masih belum sepenuhnya dimiliki oleh siswa khususnya kelas VII. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis dan percaya diri siswa masih rendah. Berbagai model dan strategi dikembangkan oleh para ahli untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dan percaya diri. Berdasarkan hal tersebut, peneliti mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dengan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri.Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII SMP Negeri 41 Semarang menggunakan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri mencapai nilai minimal 75; (2) untuk mengetahui apakah rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII SMP Negeri 41 Semarang menggunakan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri lebih baik dari rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan pembelajaran konvensional; dan (3) untuk mengetahui apakah skor percaya diri siswa kelas VII SMP Negeri 41 Semarang menggunakan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri lebih tinggi dari skor percaya diri siswa menggunakan pembelajaran konvensional.

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ... Error! Bookmark not defined. MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 6

1.3 Rumusan Masalah ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1 Manfaat Teoritis ... 7

(10)

x

1.6 Penegasan Istilah ... 8

1.6.1 Keefektifan ... 8

1.6.2 Model Pembelajaran Matematika ... 9

1.6.3 Strategi Pembelajaran ... 10

1.6.4 Pembelajaran Konvensional ... 10

1.6.5 Alat Peraga Mandiri ... 10

1.6.6 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 11

1.6.7 Percaya Diri ... 12

1.6.8 Materi Pokok Segiempat ... 12

1.6.9 Ketuntasan Belajar... 12

1.7 Sistematika Penulisan Skripsi ... 13

1.7.1 Bagian Awal ... 13

1.7.2 Bagian Isi ... 13

1.7.3 Bagian Akhir ... 14

2. TINJAUAN PUSTAKA... 15

2.1 Landasan Teori ... 15

2.1.1 Belajar dan Pembelajaran ... 15

2.1.2 Teori yang Mendukung ... 17

2.1.2.1 Teori Belajar Vygotsky ... 17

(11)

xi

2.1.2.3 Teori Bruner ... 20

2.1.2.4 Teorema Van Hiele ... 21

2.1.3 Model Pembelajaran ... 23

2.1.3.1 Model Cooperatif Learning ... 23

2.1.3.2 Langkah-Langkah Model Cooperatif Learning ... 25

2.1.4 Strategi Pembelajaran ... 26

2.1.4.1 Strategi Pembelajaran TTW (Think Talk Write) ... 27

2.1.4.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi TTW Berbantuan Alat Peraga Mandiri ... 28

2.1.4.3 Kekuatan Strategi Pembelajaran TTW ... 29

2.1.5 Pembelajaran Konvensional ... 30

2.1.5.1 Student Teams Achievement Divisions (STAD) ... 30

2.1.5.2 Langkah-Langkah Pembelajaran STAD ... 30

2.1.5.3 Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran STAD ... 31

2.1.6 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 32

2.1.7 Alat Peraga Mandiri ... 35

2.1.8 Lembar Kegiatan Siswa (LKS) ... 36

2.1.9 Materi pokok ... 38

2.1.10 Kriteria Ketuntasan Minimal ... 44

(12)

xii

2.2 Penelitian yang Relevan ... 46

2.3 Kerangka Berpikir ... 46

2.4 Hipotesis ... 48

3. METODE PENELITIAN ... 50

3.1 Desain Penelitian ... 50

3.2 Populasi dan Sampel ... 51

3.2.1 Populasi ... 51

3.2.2 Sampel ... 51

3.3 Variabel Penelitian ... 51

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 52

3.4.1 Metode Dokumentasi... 52

3.4.2 Metode Tes ... 52

3.4.3 Skala Psikologi ... 53

3.5 Instrumen Penelitian ... 53

3.5.1 Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 53

3.5.1.1 Langkah-Langkah Penyusunan Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 54

3.5.1.2 Analisis Validitas Item ... 54

3.5.1.3 Analisis Reliabilitas Tes ... 56

(13)

xiii

3.5.1.5 Analisis Daya Pembeda ... 58

3.5.2 Instrumen Skala Psikologi ... 59

3.5.2.1 Langkah-Langkah Penyusunan Skala Psikologi ... 62

3.5.2.2 Analisis Validitas Item ... 63

3.5.2.3 Analisis Reliabilitas Tes ... 63

3.6 Langkah-Langkah Penelitian ... 64

3.7 Teknik Analisis Data ... 65

3.7.1 Analisis Data Awal ... 65

3.7.1.1 Uji Normalitas ... 65

3.7.1.2 Uji Homogenitas ... 67

3.7.1.3 Uji Kesamaan Rata-Rata ... 68

3.7.2 Analisis Data Akhir ... 69

3.7.2.1 Uji Normalitas ... 70

3.7.2.2 Uji Homogenitas ... 71

3.7.2.3 Uji Hipotesis 1 ... 72

3.7.2.4 Uji Hipotesis 2 ... 73

3.7.2.5 Uji Hipotesis 3 ... 74

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 76

4.1 Hasil Penelitian ... 76

(14)

xiv

4.1.1.1 Uji Normalitas ... 76

4.1.1.2 Uji Homogenitas ... 77

4.1.1.3 Uji Kesamaan Rata-rata ... 77

4.1.2 Analisis Data Akhir ... 78

4.1.2.1 Uji Normalitas ... 79

4.1.2.2 Uji Kesamaan Dua Varians ... 79

4.1.2.3 Uji Hipotesis 1 ... 80

4.1.2.4 Uji Hipotesis 2 ... 80

4.1.2.5 Uji Hipotesis 3 ... 81

4.1.3 Pelaksanaan Penelitian ... 81

4.1.3.1 Pembelajaran di Kelas Eksperimen ... 83

4.1.3.2 Pembelajaran di Kelas Kontrol ... 86

4.2 Pembahasan ... 88

4.2.1 Hasil Komunikasi Matematis ... 88

4.2.2 Percaya Diri Siswa ... 92

5. PENUTUP ... 95

5.1 Simpulan ... 95

5.2 Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1 Hubungan antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran

...

17

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 26

Tabel 3.1 Desain Penelitian Posttest-Only Control Group Design... 50

Tabel 3.2 Klasifikasi Koefisien Korelasi ... 55

Tabel 3.3 Klasifikasi Taraf Kesukaran... 57

Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda ... 58

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Data Awal ... 77

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1 Sifat 1 (sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar)

...

39

Gambar 2.2 Sifat 2 (sudut-sudut yang berhadapan sama besar) ... 39

Gambar 2.3 Sifat 3 (jumlah pasangan sudut saling berdekatan adalah 1800) ... 40

Gambar 2.4 Sifat 4 (kedua diagonalnya membagi dua sama panjang) ... 40

Gambar 2.5 Jajargenjang ... 41

Gambar 2.6 Belahketupat ... 41

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 Data Awal Kelas VII A- VII D

...

102

Lampiran 2 Uji Normalitas Data Awal Kelas VII A ... 103

Lampiran 3 Uji Normalitas Data Awal Kelas VII B ... 105

Lampiran 4 Uji Normalitas Data Awal Kelas VII C ... 107

Lampiran 5 Uji Normalitas Data Awal Kelas VII D ... 109

Lampiran 6 Uji Homogenitas Data Awal ... 111

Lampiran 7 Uji Kesamaan Rata-rata Data Awal ... 113

Lampiran 8 Kisi-kisi Tes Uji Coba ... 115

Lampiran 9 Soal Uji Coba Tes Komunikasi Matematis ... 119

Lampiran 10 Kunci Jawaban Tes Komunikasi Matematis ... 122

Lampiran 11 Kisi-kisi Skala Psikologi Percaya Diri ... 133

Lampiran 12 Skala Psikologi Percaya Diri ... 137

Lampiran 13 Lembar Validasi Skala Psikologi Percaya Diri dengan Profesional Psikolog ... 141

Lampiran 14 Analisis Hasil Uji Coba Tes Komunikasi Matematis ... 153

Lampiran 15 Analisis Skala Psikologi Percaya Diri ... 156

Lampiran 16 Perhitungan Reliabilitas Butir Soal ... 163

Lampiran 17 Perhitungan Validitas Butir Soal ... 166

Lampiran 18 Perhitungan Taraf Kesukaran Butir Soal ... 168

Lampiran 19 Perhitungan Daya Beda Butir Soal ... 170

(18)

xviii

Lampiran 21 Kisi-kisi Tes Komunikasi Matematis ... 177

Lampiran 22 Soal Tes Komunikasi Matematis ... 181

Lampiran 23 Kunci Jawaban Tes Komunikasi Matematis ... 184

Lampiran 24 Kisi-kisi Skala Psikologi Percaya Diri ... 193

Lampiran 25 Skala Psikologi Percaya Diri ... 197

Lampiran 26 Pedoman Penskoran Skala Psikologi Percaya Diri ... 201

Lampiran 27 Silabus Kelas Eksperimen ... 202

Lampiran 28 Silabus Kelas Kontrol ... 209

Lampiran 29 RPP Kelas Eksperimen ... 215

Lampiran 30 RPP Kelas Kontrol... 254

Lampiran 31 Bahan Ajar ... 286

Lampiran 32 Alat Peraga Matematika ... 296

Lampiran 33 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 308

Lampiran 34 Kunci Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 318

Lampiran 35 Lembar Diskusi Kelompok (LDK) ... 328

Lampiran 36 Kunci Jawaban Lembar Diskusi Kelompok (LDK) ... 336

Lampiran 37 Kuis ... 354

Lampiran 38 Kunci Jawaban Kuis ... 358

Lampiran 39 Uji Normalitas Data Akhir Kelas Eksperimen ... 370

Lampiran 40 Uji Normalitas Data Akhir Kelas Kontrol ... 372

Lampiran 41 Uji Homogenitas Data Akhir ... 374

Lampiran 42 Uji Hipotesis 1 ... 376

(19)

xix

(20)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Menurut Suherman et al. (2003: 25), matematika berperan sebagai ratu dan pelayan ilmu. Artinya, matematika adalah dasar dari pesatnya perkembangan ilmu-ilmu lain. Menurut Cockroft sebagaimana dikutip oleh Tim PPPG Matematika (2005: 66) siswa harus belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat komunikasi yang sangat kuat dan berpengaruh, teliti dan tepat, dan tidak membingungkan. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan matematika dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran yang diwajibkan di sekolah mulai dari tingkat sekolah dasar sampai dengan tingkat sekolah menengah atas. Salah satu cara yang dibutuhkan untuk mengenalkan mata pelajaran matematika kepada siswa adalah melalui pendidikan.

(21)

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan pengertian pendidikan dan tujuan pendidikan nasional tersebut tersirat bahwa pendidikan merupakan sarana untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri siswa untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mampu menyelesaikan masalah, mampu bernalar, dan mampu berkomunikasi matematis. Sehingga dengan mempelajari matematika, siswa akan belajar menyelesaikan masalah, bernalar, dan berkomunikasi matematis untuk keberhasilan proses pendidikan karena dalam kenyataannya, pendidikan di Indonesia belum sesuai dengan apa yang diharapkan khususnya dalam pendidikan mata pelajaran matematika.

Berdasarkan data hasil ujian nasional SMP Negeri 41 Semarang tahun 2013/2014 menunjukkan bahwa rata-rata hasil ujian nasional mata pelajaran matematika adalah 4,46, rata-rata mata pelajaran bahasa indonesia adalah 7,05, rata-rata mata pelajaran bahasa inggris adalah 5,07, dan rata-rata mata pelajaran IPA adalah 5,00. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika lebih rendah daripada hasil belajar mata pelajaran lain.

(22)

memahami konsep kesebangunan, sifat & unsur bangun datar, serta konsep hubungan antar sudut dan atau garis, serta menggunakannya dalam pemecahan masalah memperoleh 41,62% untuk SMP Negeri 41 Semarang. Jika dibandingkan dengan perolehan nilai kota Semarang yaitu 59,76%, perolehan nilai SMP Negeri 41 Semarang masih terlihat sangat rendah padahal materi ini sangat penting karena sering berkaitan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan penguasaan materi tentang geometri datar siswa SMP Negeri 41 Semarang masih rendah.

(23)

benar-benar paham atau belum. Hal ini menunjukkan bahwa percaya diri siswa juga masih rendah.

Masalah di atas disebabkan karena penggunaan model pembelajaran konvensional. Menurut Afriyani et al., (2014: 49), pembelajaran konvensional dengan komunikasi satu arah mengabaikan sifat sosial dalam belajar matematika dan juga mengganggu perkembangan matematika siswa sehingga untuk menyampaikan ide/ gagasan matematika siswa belum terlatih. Model yang digunakan oleh guru adalah model pembelajaran kooperatif dengan tipe Student Team Achievement Division (STAD) namun dalam praktiknya tipe pembelajaran ini belum sepenuhnya efektif untuk meningkatkan komunikasi matematis dan percaya diri siswa.

Oleh karena itu, dibutuhkan model, strategi, dan perangkat pendukung yang sesuai untuk mengatasi permasalahan tersebut yang salah satunya adalah model cooperatif learning. Dengan model ini diharapkan siswa melalui kegiatan berdiskusi akan lebih aktif untuk bertanya minimal kepada temannya sendiri untuk melatih percaya diri. Kemudian siswa diminta untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompok di depan kelas untuk melatih mereka menyampaikan pendapat sedangkan kelompok lain menanggapi. Ada banyak strategi dalam model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah strategi Think Talk Write.

(24)

pemikiran matematisnya. Melalui tahap ini siswa diharapkan berlatih untuk percaya diri dalam menyampaikan pendapat di kelas. Write, hasil pemikiran siswa tersebut kemudian ditulis menggunakan bahasa matematika. Khusus untuk meningkatkan daya abstraksi siswa, diperlukan perangkat pendukung untuk suatu proses pembelajaran matematika yang dalam hal ini mengenai materi geometri yaitu alat peraga mandiri. Alat peraga mandiri yaitu alat peraga yang dibuat dan digunakan sendiri oleh siswa. Brunner mengungkapkan bahwa dalam proses belajar, anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga) sehingga anak bisa memahami konsep geometri dengan baik. Strategi TTW juga diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan percaya diri siswa yaitu melalui kegiatan talk. Siswa diarahkan untuk dapat berkomunikasi aktif dengan sesama teman dalam suasana diskusi dan kemudian siswa presentasi di depan kelas. Percaya diri merupakan perilaku yang dapat terbentuk akibat sebuah kebiasaan sehingga perilaku percaya diri seharusnya dibiasakan supaya bisa menjadi karakter siswa pada generasi sekarang dan selanjutnya. Oleh karena itu, melalui strategi TTW yang didalamnya memuat penggunaan LKS dan alat peraga untuk membantu proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan membantu meningkatkan percaya diri siswa.

(25)

1.2

Batasan Masalah

Subjek penelitian ini adalah kelas VII SMP Negeri 41 Semarang dengan materi pokok jajargenjang dan belahketupat dengan penerapan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri terhadap komunikasi matematis dan percaya diri siswa. Komunikasi dalam matematika mencakup komunikasi secara tertulis maupun lisan. Dalam penelitian ini, komunikasi matematis yang dimaksud adalah komunikasi tertulis. Hal ini dikarenakan keterbatasan peneliti dan terbatasnya waktu yang digunakan untuk penelitian. Komunikasi matematis diukur menggunakan instrumen tes dan percaya dari siswa diukur menggunakan skala psikologi.

1.3

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Apakah rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII SMP Negeri 41 Semarang menggunakan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri mencapai nilai minimal 75?

(2) Apakah rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas-VII SMP Negeri 41 Semarang menggunakan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri lebih baik dari rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan pembelajaran konvensional?

(26)

1.4

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Untuk mengetahui rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas-VII SMP Negeri 41 Semarang menggunakan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri mencapai nilai minimal 75.

(2) Untuk mengetahui rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas-VII SMP Negeri 41 Semarang menggunakan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri lebih baik dari rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan pembelajaran konvensional.

(3) Untuk mengetahui skor percaya diri siswa kelas-VII SMP Negeri 41 Semarang menggunakan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri lebih tinggi dari skor percaya diri siswa menggunakan pembelajaran konvensional.

1.5

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap perkembangan pembelajaran matematika dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan di masa yang akan datang melalui penggunaan strategi pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri.

1.5.2 Manfaat Praktis

(27)

(1) Bagi guru

Penelitian ini digunakan sebagai masukan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas dan dapat memberikan wawasan terhadap guru dan menjadi bahan referensi untuk melakukan pembelajaran menggunakan strategi TTW berbantuan alat peraga sehingga dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dan percaya diri siswa.

(2) Bagi siswa

Melalui penerapan strategi TTW berbantuan alat peraga, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan percaya diri siswa.

(3) Bagi sekolah

Penerapan model pembelajaran yang berbeda menjadikan proses pembelajaran lebih bervariasi sehingga dapat meningkatkan mutu sekolah.

(4) Bagi Peneliti

Dapat menjadi pengalaman dalam melakukan penelitian sehingga dapat dijadikan sebagai refleksi dalam melakukan proses pembelajaran ketika menjadi pengajar di masa yang akan datang.

1.6

Penegasan Istilah

1.6.1 Keefektifan

(28)

(1) rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri mencapai nilai minimal 75;

(2) rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri lebih baik dari rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan pembelajaran konvensional; dan

(3) skor percaya diri siswa menggunakan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri lebih tinggi dari skor percaya diri siswa menggunakan pembelajaran konvensional.

1.6.2 Model Pembelajaran Matematika

(29)

dengan model yang menarik, siswa akan cenderung lebih memperhatikan sehingga tercipta proses belajar yang efektif.

1.6.3 Strategi Pembelajaran

Menurut Hidayah (2011: 14), strategi pembelajaran adalah perencanaan dan tindakan yang cermat mengenai kegiatan pembelajaran agar kompetensi yang diharapkan tercapai. Strategi yang digunakan pada penelitian ini adalah strategi

Think Talk Write (TTW). Salah satu strategi yang dipopulerkan oleh Huinker dan Laughlin (1996). Strategi ini dibangun melalui aktivitas siswa berpikir secara individu terlebih dahulu (think), aktif menemukakan hasil pemikirannya dalam bentuk diskusi atau media yang lain (talk), serta mampu menyelesaikan hasil pemikiran dalam bentuk tulisan (write).

1.6.4 Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah menggunakan model pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru pada SMP Negeri 41 Semarang yaitu model pembelajaran kooperatif dengan tipe STAD (Student Team Achievement Division). Menurut Primaningtyas, (2009: 18) STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa dikelompokkan dalam kelompok beranggotakan empat sampai dengan enam. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim, kemudian siswa dikenai kuis dengan catatan saat kuis tidak boleh saling membantu.

1.6.5 Alat Peraga Mandiri

(30)

perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang efektif serta menjadikan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan mudah. Salah satu manfaat dari media adalah untuk menciptakan komunikasi yang baik antara guru dan siswa. Sedangkan alat peraga merupakan bagian dari media pembelajaran. Alat peraga adalah media pembelajaran yang digunakan untuk membantu menanamkan konsep atau mengembangkan konsep abstrak, agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep tersebut (Suharjana, 2009: 3)

Berdasarkan pengertian media dan alat peraga diatas, dapat disimpulkan bahwa alat peraga merupakan bagian dari media pembelajaran yang digunakan sebagai alat bantu menanamkan konsep atau prinsip matematika. Dalam penelitian ini menggunakan alat peraga mandiri, artinya siswa membuat alat peraga sendiri sesuai dengan perintah yang diberikan oleh guru kemudian dipraktikkan sendiri di sekolah sebagai alat bantu menanamkan konsep matematika tentang materi segiempat.

1.6.6 Kemampuan Komunikasi Matematis

(31)

dimana terjadi pengalihan pesan (Saputra, 2013: 2). Cara pengalihan pesan dilakukan bisa secara lisan maupun tertulis. Dalam penelitian ini komunikasi matematis yang dimaksud adalah komunikasi matematis dalam bahasa tulis. 1.6.7 Percaya Diri

Menurut Suhardita (2011: 130-131), percaya diri adalah keyakinan pada diri sendiri baik itu tingkah laku, emosi, dan kerohanian yang bersumber dari hati nurani untuk mampu melakukan segala sesuatu dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan hidup agar hidup lebih bermakna. Dengan dibekali rasa percaya diri pada siswa akan menjadikan siswa berani bertanya dan proses belajar menjadi lebih efektif.

1.6.8 Materi Pokok Segiempat

Berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetesi Kelas VII SMP, materi segiempat merupakan materi yang harus dipelajari dan dikuasai oleh siswa. Siswa akan mempelajari materi segiempat diantaranya adalah jajargenjang dan belahketupat.

1.6.9 Ketuntasan Belajar

(32)

matematika kelas VII SMP Negeri 41 Semarang.

1.7

Sistematika Penulisan Skripsi

Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian, yakni bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir.

1.7.1 Bagian Awal

Pada bagian awal terdiri dari halaman judul, pernyataan keaslian tulisan, pengesahan, motto dan persembahan, prakata, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.

1.7.2 Bagian Isi

Bagian isi skripsi merupakan bagian pokok skripsi terdiri dari 5 bab, yaitu sebagai berikut.

BAB 1 : berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan skripsi.

BAB 2 : berisi tentang tinjauan pustaka yang terdiri dari teori-teori yang mendukung dalam pelaksanaan penelitian, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

BAB 3 : berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari metode penentuan subjek penelitian, variabel penelitian, desain penelitian, prosedur penelitian, metode pengumpulan data, instrumen penelitian, metode analisis instrumen, dan metode analisis data.

(33)

BAB 5 : berisi tentang penutup yang mengemukakan simpulan hasil penelitian dan saran-saran yang diberikan peneliti berdasarkan simpulan yang diperoleh.

1.7.3 Bagian Akhir

(34)

15

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Belajar dan Pembelajaran

Menurut Hamalik (2001: 27), belajar merupakan suatu proses yang tidak hanya mengingat tetapi mengalami, bukan merupakan sebuah penguasaan hasil melainkan pengubahan kelakuan. Menurut Witherington, sebagaimana dikutip dalam Purwanto (2007: 84), mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, perilaku, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian. Selain itu, menurut Usman (2009: 5), belajar diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungannya.

Sedangkan menurut Hidayah (2011: 14), pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuan siswa agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta siswa dengan siswa. Sedangkan menurut Smith (2009: 32) pembelajaran merupakan suatu proses perubahan sikap yang terjadi akibat dari suatu pengalaman.

(35)

Sedangkan pembelajaran, digunakan sebagai perencanaan untuk menciptakan proses belajar yang lebih menyenangkan dan kondusif.

Menurut Husamah & Setyaningrum (2013: 188) berikut merupakan karakter belajar yang sering disebut dengan 4C.

(1) Communication

Pada karakter ini, siswa dituntut untuk memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi dalam berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulisan, dan multimedia. Siswa diberikan kesempatan untuk menguraikan idenya dalam diskusi maupun ketika komunikasi dengan guru.

(2) Collaboration

Pada karakter ini siswa menunjukkan kemampuannya dalam kerja sama berkelompok dan kepemimpinan serta beradaptasi dalam berbagai peran dan tanggung jawab.

(3) Critical Thinking and Problem Solving

Pada karakter ini siswa berusaha untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit serta berusaha untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri.

(4) Creativity and Innovation

Pada karakter ini siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain.

(36)
[image:36.595.108.510.175.552.2]

Hubungan antara fase belajar dan acara pembelajaran tersebut diuraikan dalam Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Hubungan Antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran

Perian Fase Belajar Acara Pembelajaran

Persiapan untuk belajar

1. Mengarahkan perhatian Menarik perhatian siswa dengan kejadian yang tidak seperti biasanya, pertanyaan atau perubahan stimulus.

2. Ekspektasi Memberitahu siswa mengenai tujuan belajar.

3. Retrival (informasi dan keterampilan yang relevan untuk memori kerja)

Merangsang siswa agar mengingat kembali hasil belajar sebelumnya.

Pemerolehan dan unjuk perbuatan

4. Persepsi selektif atas sifat stimulus.

Menyajikan stimulus yang jelas sifatnya.

5. Sandi semantik Memberikan bimbingan belajar.

6. Retrival dan respons Memunculkan perbuatan siswa.

7. Penguatan Memberikan balikan

informatif. Retrival dan alih

belajar

8. Pengisyaratan Menilai perbuatan siswa.

9. pemberlakuan secara umum

Meningkatkan retensi dan alih belajar.

2.1.2 Teori yang Mendukung

Terdapat beberapa macam teori belajar yang melandasi model pembelajaran kooperatif dengan strategi pembelajaran TTW berbantuan alat peraga antara lain sebagai berikut.

2.1.2.1Teori Belajar Vygotsky

(37)

akan lebih cepat berkembang kemampuan kognitifnya jika dapat mudah berinteraksi dengan orang lain. Interaksi tersebut dapat berupa kegiatan berdiskusi antara siswa yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu akan muncul ide-ide baru akibat pemikiran yang berbeda dari masing-masing siswa.

Perkembangan kognitif dan kemampuan menggunakan pemikiran untuk mengendalikan tindakan-tindakan kita sendiri pertama-tama memerlukan penguasaan sistem komunikasi budaya dan kemudian belajar menggunakan sistem-sistem ini untuk megatur proses pemikiran kita sendiri (Slavin, 2008: 60).

Zone of proximal development adalah perkembangan tidak jauh dari perkembangan seseorang saat ini. Fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut (Slavin, 2008: 60)

Konsep dasar dari teori ini menurut Husamah & Setyaningrum (2013: 50-51) adalah bahwa perkembangan kognitif dihasilkan dari proses dialektis (percakapan) dengan cara berbagi pengalaman belajar memecahkan masalah dengan orang lain, terutama orang tua, saudara kandung, dan teman sebaya. Pada awalnya orang berinteraksi dengan individu memikul tanggung jawab membimbing pemecahan masalah, tapi kemudian tanggung jawab itu diambil alih sendiri oleh yang bersangkutan. Interaksi inilah yang akan memberikan kontribusi terhadap perkembangan intelektual individu.

(38)

penelitian ini yaitu model cooperative learning. Model ini memfasilitasi siswa untuk saling berdiskusi dalam kelompok-kelompok, sehingga siswa akan cepat memperoleh pengetahuan baru. Teori ini juga sebagai pendukung aktivitas strategi TTW dalam tahap talk, yaitu siswa mengkomunikasikan untuk menyatukan pemahaman dengan cara berbicara. Melalui strategi ini diharapkan kemampuan komunikasi matematis siswa akan meningkat.

2.1.2.2Teori Belajar Konstruktivisme

Konsep belajar menurut teori ini adalah bahwa pengetahuan baru dikonstruksi sendiri oleh siswa secara aktif berdasarkan pengetahuan yang diperoleh sebelumnya (Husamah & Setyaningrum, 2013: 55). Menurut teori pembelajaran ini siswa diberi kesempatan untuk mengingat kembali pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya, kemudian secara aktif siswa berusaha untuk mengaitkan dengan pengetahuan baru, sehingga muncul ide atau gagasan baru hasil dari pemikirannya sendiri.

Dengan melalui pembelajaran konstruktivisme, siswa diharapkan menjadi individu yang penuh dengan percaya diri, yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut.

(1) Bersikap terbuka dalam menerima pengalaman dan mengembangkannya menjadi persepsi atau pengetahuan yang baru dan selalu diperbaharui;

(2) Percaya diri sehingga dapat bersikap secara tepat dalam menghadapi segala hal;

(39)

Teori ini sesuai dengan aktivitas strategi TTW dalam tahap think, yaitu siswa membaca materi yang sudah dikemas untuk memahami kontennya. Dalam proses memahami, siswa diberi kesempatan untuk berpikir terlebih dahulu menemukan ide/gagasan mereka secara individu, kemudian ide/gagasan tersebut disampaikan dalam diskusi kelompok. Saat diskusi kelompok, siswa berpikir kembali menyamakan ide/gagasan mereka menggunakan alat peraga mandiri. Sikap percaya diri diharapkan dapat dilatih melalui kegiatan menyampaikan pendapat dalam diskusi kelompok maupun dalam presentasi hasil diskusi di depan kelas.

2.1.2.3Teori Bruner

Menurut Suherman et al., (2003: 43), Teori Bruner mengungkapkan bahwa dalam proses belajar, anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga itu anak bisa melihat langsung bagaimana pola benda yang diamati kemudian dihubungkan dengan keterangan

intuitif yang telah melekat pada dirinya. Penggunaan alat peraga sangat membantu anak dalam menghubungkan konsep yang sudah dimiliki sebelumnya dengan konsep yang akan dibangun.

Menurut Belajar (2000: 15-16), terdapat tiga tahap teori Bruner yang harus dilalui agar proses belajarnya dapat terjadi secara optimal yaitu tahap enaktif,

(40)

kegiatan yang menggunakan benda konkret, dan pada tahap simbolik, siswa mulai belajar dimana pengetahuan diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak.

Teori Bruner ini sangatlah cocok karena pada penelitian ini menggunakan bantuan alat peraga mandiri. Artinya, siswa belajar dengan mengamati alat peraga yang dibuatnya sendiri kemudian pada saat pembelajaran berlangsung, siswa menggunakan alat peraga yang sudah dibuatnya. Siswa diarahkan untuk belajar mengamati benda nyata terlebih dahulu untuk mengkonstruk pengetahuan, kemudian menggunakan diagram atau gambar, dan yang terakhir menggunakan dalam bentuk simbol supaya siswa memperoleh pengetahuan. Konsep abstrak pada matematika menjadi alasan mengapa penggunaan alat peraga matematika perlu dilakukan. Selain konsepnya yang abstrak, juga karena sebagian orang mengatakan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, sehingga diperlukan inovasi pembelajaran yang bisa membangkitkan semangat dan rasa ingin tahu siswa yaitu dengan bermain menggunakan alat peraga.

2.1.2.4Teorema Van Hiele

Menurut Suherman et al., (2003: 51), Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pengajaran geometri. Van Hiele menyatakan bahwa ada 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri sebagai berikut.

(1) Tahap Pengenalan (Visualisasi)

(41)

(2) Tahap Analisis

Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya dan mampu menyebutkan keteraturan pada benda geometri tersebut.

(3) Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)

Pada tahap ini anak sudah mulai mampu menarik kesimpulan yang biasa disebut berpikir deduktif, tetapi kemampuan ini belum berkembang sepenuhnya. (4) Tahap Deduksi

Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal umum ke hal yang khusus.

(5) Tahap Akurasi

Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap ini merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit, dan kompleks.

(42)

2.1.3 Model Pembelajaran

Menurut Mulyatiningsih (2010: 1), model pembelajaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penyelenggaraan proses belajar mengajar dari awal sampai akhir. Sedangkan menurut Hidayah (2011: 15-16), model pembelajaran adalah suatu tindakan pembelajaran yang mengikuti pola atau langkah-langkah pembelajaran tertentu (sintaks), yang harus diterapkan guru agar kompetensi atau tujuan belajar yang diharapkan akan tercapai dengan cepat, efektif, dan efisien. Menurut Suprijono (2009: 46) model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

Menurut definisi diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pedoman dalam merencanakan penyelenggaraan proses belajar mengajar yang mengikuti langkah-langkah pembelajaran tertentu (sintaks) agar kompetensi atau tujuan belajar dapat tercapai dengan cepat, efektif, dan efisien. Pada penelitian ini, model pembelajaran yang digunakan adalah model cooperatif learning.

2.1.3.1Model Cooperatif Learning

(43)

pembelajaran. Sedangkan menurut Sanjaya sebagaimana dikutip oleh Rusman (2014: 203) model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memberikan peluang kepada siswa untuk saling bekerjasama dalam suatu kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda untuk mecapai tujuan pembelajaran.

Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam Cooperatif Learning agar siswa bekerja secara Cooperatif yaitu sebagai berikut.

(1) Siswa yang tergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai.

(2) Siswa harus menyadari bahwa yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan berhasil tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh seluruh anggota kelompok.

(44)

ketergantungan positif); (2) personal responsibility (tanggung jawab perseorangan); (3) face to face promotive interaction (interaksi promotif); (4)

interpersonal skill (komunikasi antaranggota); dan (5) group processing

(pemrosesan kelompok).

Model pembelajaran kooperatif menurut para ahli pendidikan dianjurkan untuk digunakan dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (1995) sebagaimana dikutip oleh Rusman (2014: 205-206) yaitu menghasilkan sebagai berikut.

(1) Penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan social, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain.

(2) Pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.

2.1.3.2Langkah-Langkah Model Cooperatif Learning

(45)

Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

TAHAP TINGKAH LAKU GURU

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan.

Tahap 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien.

Tahap 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Tahap 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Tahap 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

2.1.4 Strategi Pembelajaran

(46)

Menurut Wena (2009: 5), variabel strategi pembelajaran diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

(1) strategi pengorganisasian (organizational strategy), (2) strategi penyampaian (delivery strategy), dan (3) strategi pengelolaan (management strategy)

Berdasarkan pengertian-pengertian strategi pembelajaran tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi adalah cara-cara yang digunakan untuk mencapai sasaran yang dalam hal ini mencapai hasil pembelajaran yang berbeda sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

2.1.4.1Strategi Pembelajaran TTW (Think Talk Write)

(47)

dimulai dengan keterlibatan siswa dalam berpikir (think) atau berdialog dengan dirinya sendiri dengan proses membaca, selanjutnya berbicara (talk) dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis (write).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi TTW diawali dengan aktivitas siswa berpikir (think) kemudian siswa saling berbicara saling berdiskusi untuk menyamakan pendapat (talk) dan selanjutnya siswa menulis hasil diskusi dalam bentuk catatan (write).

2.1.4.2Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi TTW

Berbantuan Alat Peraga Mandiri

Menurut Yamin & Ansari (2009) sebagaimana dikutip oleh Yuanari (: 24) langkah-langkah pembelajaran dengan strategi TTW adalah sebagai berikut. (1) Guru membagi Lembaran Kegiatan Siswa (LKS) yang memuat situasi

masalah dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya.

(2) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual untuk dibawa ke forum diskusi (think).

(3) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar.

(4) Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write). Berdasarkan uraian di atas, langkah-langkah model pembelajaran kooperatif dengan strategi TTW berbantuan alat peraga mandiri dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(48)

(2) Guru menyajikan informasi yaitu dengan membagikan LKS kepada siswa. (3) Guru mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok dimana tiap kelompok

terdiri dari 3-5 orang siswa.

(4) Siswa mendiskusikan rangkaian pertanyaan pada LKS dengan menggunakan bantuan alat peraga mandiri yang sudah dibuat (talk).

(5) Guru membagikan LDK sebagai bahan diskusi selanjutnya kemudian siswa diberi kesempatan untuk berpikir menyelesaikan LDK secara mandiri (think). (6) Siswa diberi kesempatan untuk berdiskusi dan bertukar ide untuk

menyelesaikan soal-soal pada LDK (talk).

(7) Guru membimbing kelompok bekerja dan belajar kemudian mengingatkan siswa untuk menuliskan hasil diskusi secara individu (write).

(8) Siswa mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas sebagai bahan evaluasi kemudian guru memberikan penghargaan terhadap kelompok yang berani mempresentasikan hasil diskusi.

2.1.4.3Kekuatan Strategi Pembelajaran TTW

Menurut Rahmawati (2013: 27), strategi TTW mempunyai beberapa kelebihan yaitu sebagai berikut.

(1) Memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan berkolaborasi membicarakan tentang penyelidikannya atau catatan-catatan kecil mereka dengan anggota kelompok

(49)

(3) Strategi ini berpusat pada siswa misalkan memberi kesempatan pada siswa dan guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar. Guru memonitoring dan menilai partisipasi siswa terutama dalam sesi diskusi.

2.1.5 Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru matematika di SMP N 41 Semarang yaitu menggunakan model pembelajaran kooperatif learning dengan strategi Student Teams Achievement Divisions (STAD).

2.1.5.1Student Teams Achievement Divisions (STAD)

Salah satu pembelajaran kooperatif paling tua dan paling banyak diteliti adalah STAD. Menurut Slavin (2005: 143), STAD merupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif. Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran. Kemudian siswa mengerjakan soal kuis secara individu. (Rusman, 2014: 213-214).

2.1.5.2Langkah-Langkah Pembelajaran STAD

Langkah-langkah pembelajaran STAD menurut Rusman (2005: 215) adalah sebagai berikut.

(50)

Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa untuk belajar.

(2) Pembagian kelompok

Siswa dibagi dalam kelompok dengan beranggotakan 4-5 orang siswa tiap kelompoknya yang memprioritaskan heterogenitas kelas dalam prestasi, jenis kelamin, rasa atau etnik.

(3) Presentasi dari guru

Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan pentingnya pokok bahasan tersebut. (4) Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim)

Siswa belajar dalam kelompok. Guru menyiapkan lembara kerja kelompok. Ketika siswa bekerja kelompok guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan, dan bantuan jika diperlukan.

(5) Kuis (evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok.

(6) Penghargaan prestasi tim

Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan memberikan penghargaan atas keberhasilan kelompok.

2.1.5.3Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran STAD

(51)

1. Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.

2. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama. 3. Aktif berperan sebagai turor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan

kelompok.

4. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatkan kemampuan mereka dalam berpendapat.

Sedangkan kelemahan pembelajaran kooperatif STAD adalah sebagai berikut.

1. Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum.

2. Membutuhkan waktu yang lebih lama bagi guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif

3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif

4. Menuntut sifat tertentu dari siswa misalnya sifat suka bekerja sama. 2.1.6 Kemampuan Komunikasi Matematis

(52)

berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan siswa dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah (Mahmudi, 2006: 177-178)

Menurut NCTM (2000: 348), komunikasi matematis memungkinkan semua siswa untuk: mengatur dan menggabungkan pemikiran dan ide matematis dengan cara mengkomunikasikannya, mengkomunikasikan pemikiran matematis mereka dengan logis dan jelas kepada teman sebaya, guru, dan orang lain, menganalisis dan mengevaluasi pemikiran matematis orang lain, menggunakan bahasa matematis untuk mengungkapkan ide matematis dengan benar.

Menurut Tim PPG matematika (2005: 59), indikator yang menunjukkan kemampuan komunikasi matematis adalah sebagai berikut.

(1) Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram.

(2) Mengajukan dugaan.

(3) Melakukan manipulasi matematika.

(4) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi.

(5) Menarik kesimpulan dari pernyataan. (6) Memeriksa kesahihan atau argumen.

(7) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Komunikasi matematis menurut Brenner (1998: 109), dapat terlihat sebagai tiga aspek yang dipisah yaitu sebagai berikut.

(1) Communication about mathematics

Merupakan proses dalam pengembangan kognitif individu, dalam hal ini siswa.

(53)

Dengan penggunaan bahasa dan simbol dalam menginterpretasikan matematika. Communication in mathematics mencakup dua kompetensi dasar yaitu sebagai berikut.

(a) Mathematical register, yaitu kemampuan siswa dalam menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika, melalui kata kata, sintaksis, maupun frase , secara lisan maupun tertulis.

(b) Representations, yaitu kemampuan siswa dalam menggambarkan atau menginterpretasikan ide, situasi, dan relasi matematika, melalui gambar benda nyata, diagram, grafik, ataupun secara geometris.

(3) Communication with mathematics

Menyangkut penggunaan matematika oleh siswa dalam menyelesaikan masalah.

Menurut Sumarmo (2006: 3-4), indikator komunikasi matematis atau komunikasi dalam matematika adalah sebagai berikut.

(1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika.

(2) Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematis secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.

(3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam Bahasa atau simbol matematika. (4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

(54)

(6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi.

Yang mendasari pemilihan indikator-indikator komunikasi matematis dalam penelitian ini adalah bahwa kemampuan komunikasi matematis yang ditekankan dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi tulis sehingga indikator yang dipilih adalah indikator yang sesuai dengan komunikasi tulis. Oleh karena itu, indikator komunikasi matematis secara tertulis adalah : (1) menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika melalui sintaksis, maupun frase secara tertulis, (2) menggambarkan atau menginterpretasikan ide, situasi, dan relasi matematika melalui gambar benda nyata, diagram, grafik, ataupun secara geometris, (3) menarik kesimpulan terhadap beberapa solusi, dan (4) memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi. Apabila siswa sudah memiliki kemampuan sesuai dengan indikator-indikator tersebut, maka siswa tersebut dikatakan telah memiliki tingkat kemampuan komunikasi matematis yang baik. 2.1.7 Alat Peraga Mandiri

Menurut Suharjana (2009: 3) alat peraga adalah media pembelajaran yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep yang abstrak, agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep tersebut. Dengan melihat, meraba, dan memanipulasi objek/ alat peraga maka siswa mengalami pengalaman-pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti dari suatu konsep.

(55)

(1) Mempermudah dalam hal pemahaman konsep-konsep dalam matematika. (2) Memberikan pengalaman yang efektif bagi siswa dengan berbagai

kecerdasan yang berbeda.

(3) Memotivasi siswa untuk menyukai pelajaran matematika.

(4) Memberikan kesempatan bagi siswa yang lebih lamban berpikir untuk menyelesaikan tugas dengan berhasil.

(5) Memperkaya program pembelajaran bagi siswa yang lebih pandai. (6) Mempermudah abstraksi.

(7) Efisiensi waktu.

(8) Menunjang kegiatan matematika di luar sekolah (Suharjana, 2009: 4). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa alat peraga mandiri adalah media pembelajaran yang berfungsi sebagai sumber belajar untuk membantu proses penanaman konsep dan proses abstraksi siswa yang dibuat secara mandiri oleh masing-masing siswa atau kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2.1.8 Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan salah satu sumber belajar yang berfungsi sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKS juga merupakan sebuah media pembelajaran, karena dapat digunakan secara bersama-sama dengan sumber belajar atau media pembelajaran yang lain (Widjayanti, 2008: 1).

(56)

(1) Untuk mengarahkan pengajaran atau memperkenalkan suatu kegiatan tertentu sebagai kegiatan belajar mengajar.

(2) Dapat digunakan untuk mempercepat proses pengajaran dan menghemat waktu penyajian suatu topik.

(3) Membantu siswa dapat lebih aktif dalam proses belajar mengajar.

(4) Dapat membangkitkan minat siswa jika LKS disusun lebih baik, sistematis, dan menarik.

(5) Dapat menumbuhkan percaya diri pada siswa dan meningkatkan motivasi belajar dan rasa ingin tahu.

Penyusunan LKS harus memenuhi berbagai persyaratan yaitu syarat didaktik, syarat konstruksi, dan syarat teknik (Widjayanti: 2008: 2-5). Syarat-syarat didaktik penyusunan LKS adalah sebagai berikut: (a) mengajak siswa aktif dalam proses pembelajaran, (b) memberi penekanan pada proses untuk menemukan konsep, (c) memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa sesuai dengan ciri KTSP, (d) dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada diri siswa, dan (e) pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi.

(57)

untuk menulis maupun menggambarkan pada LKS, (g) menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek, (h) gunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata, (i) dapat digunakan oleh anak-anak, baik yang lamban maupun yang cepat, (j) memiliki tujuan yang jelas serta bermanfaat sebagai sumber motivasi, dan (k) mempunyai identitas untuk memudahkan administrasinya.

Syarat teknis penyusunan LKS adalah sebagai berikut: (a) gunakan huruf cetak dan tidak menggunakan huruf latin atau romawi, gunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik, bukan huruf biasa yang diberi garis bawah, gunakan kalimat pendek, tidak boleh lebih dari 10 kata dalam satu baris, gunakan bingkai untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban siswa, usahakan agar perbandingan besarnya huruf dengan besarnya gambar serasi, (b) gambar yang baik untuk LKS adalah gambar yang dapat menyampaikan pesan/ isi dari gambar tersebut secara efektif kepada pengguna LKS, dan (c) penampilan sangat penting dalam LKS karena biasanya anak pertama-tama akan tertarik pada penampilan bukan pada isinya.

2.1.9 Materi pokok

Menurut BSNP (2006: 142), kompetensi dasar mata pelajaran matematika kelas VII kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) materi segitiga dan segiempat adalah sebagai berikut.

6.2Mengidentifikasi sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belahketupat, dan layang-layang.

(58)

(1) Jajargenjang

(a) Pengertian Jajargenjang

[image:58.595.268.439.242.351.2]

Jajargenjang adalah segiempat yang sepasang-sepasang sisinya yang berhadapan sejajar (Panitia Sertifikasi Guru Rayon XII, 2009: 4-15). (b) Sifat-sifat Jajargenjang

Gambar 2.1 Sifat 1 (sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar)

, sebab

BD = BD (berimpit)

( )

( )

theorem 8-2: the opposite sides of a parallelogram are congruent.‖

(Clemens, et al.,1984: 264)

Gambar 2.2 Sifat 2 (sudut-sudut yang berhadapan sama besar)

, sebab

A B

C D

1

1 2 2

A B

C D

1

[image:58.595.242.414.572.688.2]
(59)

BD = BD (berimpit)

( )

( )

.

theorem 8-1: the opposite angles of a parallelogram are congruent.‖

[image:59.595.156.430.255.383.2]

(Clemens, et al., 1984: 264)

Gambar 2.3 Sifat 3 (jumlah pasangan sudut yang saling berdekatan adalah )

Pada jajargenjang ABCD tersebut dan . Sehingga dapat dituliskan (sudut dalam sepihak) dan

(sudut dalam sepihak).

theorem 8-3: each pair of adjacent angles of a parallelogram are

supplementary angles.‖ (Clemens et al., 1984: 265)

Gambar 2.4 Sifat 4 (kedua diagonalnya membagi dua sama panjang) AB = DC (ABCD jajargenjang)

( )

A B

C D

A B

C D

1

1 2 2

1 1

1 2

2

2 4

[image:59.595.245.416.570.677.2]
(60)

( )

(c) Keliling jajargenjang

Keliling bangun datar adalah jumlah panjang sisi-sisinya. Sehingga keliling jajargenjang (d) Luas jajargenjang

[image:60.595.138.438.317.722.2]

Jajargenjang mempunyai alas (a) dan tinggi (t), sehingga luasnya adalah

Gambar 2.5 Jajargenjang

(2) Belahketupat

(a) Pengertian belahketupat

Gambar 2.6 Belahketupat O

A B

C D

A B

C D

(61)

Belahketupat adalah jajargenjang yang 2 sisi berdekatan sama panjang (Panitia Sertifikasi Guru Rayon XII, 2009: 4-19).

[image:61.595.265.404.191.322.2]

(b) Sifat-sifat belahketupat

Gambar 2.7 Sifat belahketupat

Belahketupat adalah jajargenjang yang 2 sisi berdekatan sama panjang. Akibatnya (Sifat semua sisi belahketupat sama panjang).

Selanjutnya perhatikan diagonal dan pada belahketupat ABCD. Jika belahketupat ABCD tersebut dilipat menurut ruas garis , dan dapat saling menutupi secara tepat (berimpit). Oleh karena itu,

̅̅̅̅ adalah sumbu simetri. Selanjutnya jika ABCD tersebut dilipat menurut

ruas garis , dan dapat saling menutupi secara tepat

(berimpit). Oleh karena itu, ̅̅̅̅ adalah sumbu simetri. (Sifat kedua diagonal pada belahketupat merupakan sumbu simetri).

Putarlah belahketupat ABCD sebesar setengah putaran dengan pusat titik O, sehingga dan . Oleh karena itu, dan

. Sehingga (Sifat kedua diagonal

belahketupat saling membagi dua sama panjang dan saling berpotongan O

A B

(62)

tegak lurus). ―theorem 8-10: a parallelogram is a rhombus if and only if its

diagonals are perpendicular to each other.‖ (Clemens, et al., 1984: 283)

Apabila belahketupat ABCD berturut-turut dilipat menurut garis diagonalnya, maka akan terbentuk bangun segitiga yang saling menutup. Hal ini berarti dan . (Sifat pada setiap belahketupat sudut-sudut yang berhadapan sama besar dan dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya). ―theorem 8-11: a parallelogram is a rhombus if and only if each diagonal bisects a pair of opposite angles.‖ (Clemens, et

al., 1984: 283)

(c) Keliling belahketupat

Jika belahketupat mempunyai panjang sisi s maka keliling belahketupat adalah

(d) Luas belahketupat

Luas belahketupat ABCD = Luas + Luas

(63)

2.1.10 Kriteria Ketuntasan Minimal

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus) yang merupakan kriteria ketuntasan ideal. Sedangkan target ketuntasan nasional yang diharapkan adalah 75. Satuan pendidikan dapat memulainya dari target ketuntasan minimal nasional untuk kemudian dinaikkan secara bertahap (Sudrajat, 2008: 3). KKM yang digunakan dalam penelitian ini adalah 75 sesuai dengan KKM yang ditentukan oleh SMP Negeri 41 Semarang.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kriteria ketuntasan minimal menurut (Sudrajat, 2008: 6-8) adalah sebagai berikut.

(1) Tingkat kompleksitas, kesulitan/ kerumitan setiap indikator, kompetensi dasar, dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh siswa. Semakin kompleks KD maka nilai semakin rendah, begitu pla sebaliknya semakin mudah KD, semakin tinggi nilainya.

(2) Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah. Semakin tinggi daya pendukung, semakin tinggi nilainya.

(3) Tingkat kemampuan awal (intake) rata-rata siswa di sekolah yang bersangkutan. Semakin tinggi intake, semakin tinggi nilainya.

2.1.11 Percaya diri

(64)

perasaan percaya terhadap kemampuan yang dimiliki diri sendiri serta paham terhadap kelemahan dan kelebihan diri sendiri yang dibentuk dan dipelajari melalui proses belajar dengan tujuan untuk kebahagiaan dirinya yang dalam hal ini berkaitan dengan penguasaan kemampuan komunikasi. Penyampaian ide atau gagasan dalam proses pembelajaran juga membutuhkan rasa percaya diri, oleh karena itu rasa percaya diri siswa harus dilatih sedini mungkin agar terbentuk jiwa yang percaya pada kemampuan diri sendiri dan mampu berpendapat.

Berdasarkan uraian di atas, indikator-indikator percaya diri yang ditekankan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu favorable dan

(65)

tentang prestasi, keterampilan, penampilan fisik, (7) merendahkan diri secara verbal, depresiasi diri, (8) berbicara terlalu keras, tiba-tiba, atau dengan nada suara yang dogmatis, (9) tidak mengekspresikan pandangan atau pendapat, terutama ketika ditanya, dan (10) memposisikan diri secara submisif. (Santrock, 2003: 338).

2.2

Penelitian yang Relevan

(1) Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Rasa Percaya Diri Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Minggir Sleman Melalui Strategi Think-Talk-Write (TTW) (Widiastuti, 2011 Program Studi Pendidikan Matematika UNY)

(2) Pembelajaran Matematika dengan Strategi TTW (Think Talk Write) Berbasis

Learning Journal Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Matematis Materi Bangun Ruang Sisi Datar Kelas VIII (Edy Suyanto, 2012 Program Pasca Sarjana Unnes)

2.3

Kerangka Berpikir

(66)

baik dalam bentuk lisan, maupun dalam bentuk tulisan. Siswa masih kesulitan untuk memahami maksud dari suatu permasalahan matematika sehingga siswa sulit untuk menuangkan ide dalam bahasa matematika. Selain itu, siswa juga belum terbiasa menyelesaikan soal dengan percaya diri. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis dan rasa percaya diri siswa masih rendah.

Oleh karena itu, dibutuhkan model, strategi, dan perangkat pendukung yang sesuai untuk mengatasi permasalah tersebut, yaitu model yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan percaya diri siswa. Model yang sesuai adalah model cooperatif learning. Dengan kegiatan berdiskusi dalam model ini diharapkan siswa akan menjadi lebih aktif untuk bertanya minimal kepada temannya sendiri. Kemudian siswa diminta untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompok di depan kelas untuk melatih percaya diri mereka menyampaikan pendapat sedangkan kelompok lain menanggapi. Ada banyak strategi dalam model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah strategi Think Talk Write.

(67)

meningkatkan daya abstraksi siswa, diperlukan perangkat pendukung untuk suatu proses pembelajaran matematika yang dalam hal ini mengenai materi geometri yaitu alat peraga mandiri. Alat peraga mandiri yaitu alat peraga yang dibuat dan digunakan sendiri oleh siswa. Brunner mengungkapkan bahwa dalam proses belajar, anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Strategi TTW juga diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan percaya diri siswa yaitu melalui kegiatan talk. Siswa diarahkan untuk dapat berkomunikasi aktif dengan sesama teman dalam suasana diskusi dan ketika presentasi di depan kelas. Percaya diri merupakan perilaku yang dapat terbentuk akibat sebuah kebiasaan sehingga perilaku percaya diri seharusnya dibiasakan supaya bisa menjadi karakter siswa pada generasi sekarang dan selanjutnya. Oleh karena itu, melalui model pembelajaran kooperatif dengan strategi TTW yang didalamnya memuat penggunaan LKS dan alat peraga diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan membantu meningkatkan percaya diri siswa.

2.4

Hipotesis

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa kelas-VII SMP Negeri 41 Semarang yang menggunakan pembelajaran TTW berbantuan alat peraga mandiri mencapai nilai minimal 75.

(68)

lebih baik dari rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan pembelajaran konvensional.

(69)

50

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2009: 72).

Desain penelitian eksperimen yang dapat digunakan dalam penelitian terdiri atas (1) Pre-Experimental Design, (2) True Experimental Design, (3) Factorial Design, dan (4) Quasi Experimental Design. Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experimental Design dengan bentuk

[image:69.595.156.460.480.540.2]

Posttest-Only Control Group Design.

Tabel 3.1 Desain Penelitian Posttest-Only Control Group Design

Kelompo

Gambar

Tabel 2.1 Hubungan Antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran
Gambar 2.2 Sifat 2 (sudut-sudut yang berhadapan sama besar)
Gambar 2.3 Sifat 3 (jumlah pasangan sudut yang saling berdekatan
Gambar 2.5 Jajargenjang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah tombol start ditekan maka, sensor photodiode akan mendeteksi adanya benda dalam box penampungan benda, selanjutnya silinder pneumatic 1 akan mundur dan

Sedangkan usaha kecil berbentuk perorangan serta usaha mikro berbentuk perorangan dan badan usaha perorangan tidak memenuhi definisi entitas pelapor karena dianggap belum

5) Memiliki pengetahuan, keterampilan sederhana dan sikap dasar untuk berkomunikasi, bekerja dan berintegrasi dalam kehiduapan masyarakat serta berkembang sesuai

SD Negeri 2 Tempuranduwur yang beralamat di Desa Tempuranduwur, Kec. Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah. Dengan berjalannya waktu, SD Negeri 2 Tempuranduwur semakin

Dari pengujian yang dilakukan terhadap minyak atsiri bunga kamboja cendana, lama distilasi tidak berpengaruh terhadap kesukaan aroma dengan skor 3,85-4,75(netral-agak

(200 M x 106 M) dan 1 (satu) pintu rumah papan yang terletak di atas tanah tersebut dengan ukuran 4 x 3 M sama dengan luas 12 M, yang terletak di kampung Pilar Jaya, Kecamatan

Untuk mengetahui motivasi belajar peserta didik terhadap pembelajaran melalui model ARIAS ( Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction), analisis ini

[r]