INTELEKTUAL ANAK TUNAGRAHITA DI
SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA BEJI DEPOK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam (S.Kom.I)
Oleh:
SITI RUPAEDAH
NIM. 108051000115
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan
karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Januari 2013
Siti Rupaedah
Bentuk Komunikasi Pengajar dan Murid dalam Meningkatkan Kemampuan Intelektual Anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Nusantara Beji Depok
Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Intelektual atau kecerdasan memiliki tujuh komponen yaitu kecerdasan linguistik-verbal, logis-matematis, spasial-visual, ritmik-musik, kinestetik, kecerdasan interpersonal dan intrapersonal. Salah satu permasalahan yang dihadapi tunagrahita adalah mereka mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat dan didengar sehingga menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Hal tersebut dapat menjadi tantangan tersendiri bagi para pengajar dalam menyampaikan materi belajar. Sekarang ini sudah banyak ditemui sekolah atau tempat terapi bagi anak-anak yang menderita tunagrahita. Salah satunya adalah Sekolah Luar Biasa Nusantara berasrama di Beji, Depok.
Untuk itu pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana bentuk komunikasi yang digunakan pengajar di Sekolah Luar Biasa Nusantara dalam meningkatkan kemampuan intelektual (dalam hal ini kecerdasan berbahasa) anak tunagrahita tingkat SD kelas 1 dan 2? Serta bagaimana kemampuan berbahasa anak-anak tunagrahita?
Menurut Joseph A. Devito komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi ini berlangsung secara dialogis sehingga terjadi interaksi antara pemberi pesan dan penerima, bahkan keduanya dapat saling bertukar posisi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu metode penelitian yang ditujukan untuk mengumpulkan data aktual dan rinci mengenai gejala yang terjadi, kemudian mengidentifikasi masalah dan cara orang lain menghadapi kondisi tertentu, dan selanjutnya mempelajari pengalaman mereka. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan cara observasi, wawancara serta dokumentasi.
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah atas rahmat dan magfirah-Nya yang senantiasa
tercurahkan kepada hamba-hambanya. Serta shalawat dan salam kucurahkan
untuk Nabiku tercinta yakni Nabi Muhammad SAW semoga kita mendapatkan
syafaatnya kelak di yaumil akhir.
Penulis bersyukur bahwasanya skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam
penulisan ini banyak menyita waktu, tenaga dan pikiran. Meski demikian, penulis
berharap proses tersebut dapat memberikan pelajaran dan pengalaman tersendiri
untuk masa depan. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis dan bagi para pembaca.
Terwujudnya skripsi ini pada hakekatnya adalah berkat pertolongan Allah
SWT, namun tidak terlepas pula bantuan dari berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan, semangat, dan bimbingan yang sabar dan tak ternilai
harganya. Untuk itu penulis menghanturkan terima kasih yang tiada terhingga
kepada:
1. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan
Komunikasi, Drs. Wahidin Saputra, M.A, selaku Pembantu Dekan
2. Drs. Djumroni, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran
Islam (KPI). Dra. Umi Musyarofah, M.A, selaku Sekretaris Jurusan
Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).
3. Nasichah, M.A, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan arahan praskripsi.
4. Rubiyanah, MA. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
berkenan meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan
pengarahan.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
selama ini telah memberikan ilmu pengetahuan. Semoga ilmu yang
diberikan bermanfaat.
6. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah melayani penulis
dalam mempergunakan buku-buku dan literatur yang penulis butuhkan
selama penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua tercinta, atas segala kasih sayang, perhatian,
dorongan, yang tak pernah lelah dan bosan dalam membiayai kuliah
serta do’a yang selalu dipanjatkan untuk anak-anaknya
8. Seluruh keluarga besar, kakak tercinta, bibi, dan paman yang telah
Nusantara yang telah mengizinkan saya untuk dapat melakukan
penelitian. Dan dengan terbuka melayani setiap pertanyaan.
10.Seluruh teman-teman KPI D 2008, yang selalu memotivasi, menemami
sepanjang menuntut ilmu di bangku kuliah, baik dalam keadaan suka
dan duka.
11.Dan untuk orang-orang yang tidak bisa disebutkan satu persatu, tapi
turut serta memberikan suntikan semangat untuk segera menyelesaikan
kuliah ini.
Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis serahkan, semoga mendapat
imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Mungkin skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan dalam penulisan. Meski begitu besar harapan penulis skripsi
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Jakarta, 15 Januari 2013
Penulis
ABSTRAK……… ii
B. Kecerdasan Linguistik Verbal ……….... 24
C. Tunagrahita ………... 26
1. Definisi Tunagrahita ………... 26
2. Klasifikasi Tunagrahita ……….... 27
3. Hambatan dan Karakteristik Tunagrahita ………... 38
BAB III GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA A. Sejarah dan Profil Sekolah ………. 31
B. Struktur Pengurus ………... 34
C. Program atau Kegiatan yang Tersedia ……….... 35
B. Kemampuan berbahasa anak-anak tunagrahita ………... 48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………. 58
B. Saran-saran ………. 59
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan pilar yang sangat penting dalam kehidupan.
Dengan pengetahuan yang diperoleh, seseorang dapat merubah jalan hidupnya ke
arah yang lebih baik. Atau paling tidak dengan pengetahuan yang dimiliki,
seseorang dapat membedakan mana yang baik dan tidak untuk dirinya sendiri.
Untuk itu sudah menjadi tugas bagi setiap orang tua dan mereka yang peduli, agar
memberikan pendidikan bagi anak-anak sejak usia dini. Tak terkecuali untuk
anak-anak berkebutuhan khusus.
Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Khusus adalah suatu usaha pembelajaran
untuk mengembangkan semua potensi kemanusiaan peserta didik luar biasa baik
yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan (berkebutuhan
khusus) secara optimal agar dapat bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan
masyarakat.
Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special
needs) membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan
masing-masing. Salah satu Sekolah Luar Biasa yang memberikan pembelajaran kepada
anak-anak berkebutuhan khusus adalah SLB Nusantara di Beji, Depok. Sekolah
ini menampung penderita tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan autis untuk dapat
menimba ilmu. Berbeda dengan sekolah pada umumnya, setiap kelas di SLB ini
Tunagrahita sendiri merujuk pada keterbatasan fungsi intelektual umum
dan keterbatasan pada keterampilan adaptif. Keterampilan adaptif ini mencakup
area komunikasi, merawat diri, keterampilan sosial, bermasyarakat, mengontrol
diri, serta pemanfaatan waktu luang dan kerja. Karena itulah, jika anak kelas 1 SD
di sekolah umum berkisar antara usia 6 atau 7 tahun, maka tidak demikian dengan
di Sekolah Luar Biasa. Disini usia tidak bisa menjadi patokan, bisa saja usia SMP
atau SMA tetapi masih harus belajar di tingkat SD.
Anak dengan handaya perkembangan kemampuan (tunagrahita), memiliki
problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan intelegensi,
mental, emosi, sosial dan fisik. Untuk itu prinsip pembelajaran yang diperlukan
yaitu prinsip kebutuhan dan keaktifan, kebebasan yang mengarah, pemanfaatan
waktu luang dan kompensasi, kekeluargaan dan kepatuhan kepada orang tua, setia
kawan, perlindungan, minat dan kemampuan, disiplin, serta kasih sayang.1
Salah satu permasalahn yang dihadapi tunagrahita adalah mereka
mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat, didengar sehingga
menyebabkan kesulitan dalam berbicara.
Padahal manusia adalah mahluk sosial yang berkomunikasi dan
berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya, baik itu lingkungan
tempat tinggal, sekolah maupun lingkungan kerja. Komunikasi menjadi penting
untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, untuk
memperoleh kebahagiaan, memupuk hubungan dengan orang lain, serta terhindar
dari tekanan dan ketegangan. Untuk itu, pengajaran baca tulis menjadi penting
pula sebagai dasar atau pondasi untuk berbicara.
1
Pembelajaran di kelas belum tentu dapat berjalan sesuai dengan keinginan
pengajar. Seringkali guru atau pengajar harus mengikuti keinginan muridnya
masing-masing, dengan memberi kebebasan melakukan hal yang mereka suka.
Setelah mereka merasa nyaman barulah pengajar dapat memberikan materi belajar
yang telah disiapkan. Setiap pengajar harus dapat mengetahui karakteristik
murid-muridnya. Saat seorang anak tidak mau belajar, pengajar juga harus memberikan
perhatian dan pendekatan untuk dapat mengetahui alasannya.
Proses pembelajaran di kelas merupakan suatu interaksi antara guru
dengan siswa dan suatu komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam suasana
edukatif untuk pencapaian suatu tujuan belajar. Dalam proses pembelajaran ini,
kedua komponen tersebut yaitu interaksi dan komunikasi harus saling menunjang
agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal.
Namun demikian, tujuan pembelajaran disini bukan hanya untuk
meningkatkan pengetahuannya, tetapi juga untuk mempersiapkan para siswa
dengan hendaya perkembangan kemampuan (tunagrahita) agar dapat hidup secara
mandiri, dapat menghidupi diri sendiri, dan mungkin keluarganya, setelah yang
bersangkutan keluar dari sekolah. Atau minimal mereka dapat bersosialisasi
dengan baik di masyarakat serta bersikap sopan santun.
Tidak seperti SLB yang lain, SLB Nusantara ini menyediakan asrama
bagi siswanya yang berasal dari luar daerah. Selain itu bagi mereka yang telah
lulus tingkat SMA disediakan pula fasilitas keterampilan seperti komputer, untuk
mendesain pin dan gelas, atau keterampilan menjahit.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirasa penting untuk meneliti
tunagrahita dalam membantu mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
mereka terutama kemampuan bahasa secara optimal. Untuk itu penelitian ini
diberi judul “Bentuk Komunikasi Pengajar Dan Murid Dalam Meningkatkan Kemampuan Intelektual Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa
Nusantara Beji Depok”
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasannya tidak meluas, maka penelitian ini dibatasi hanya
pada pola komunikasi pengajar anak-anak yang menderita tunagrahita ringan
di tingkat SD (sekolah dasar) kelas 1 dan 2 Sekolah Luar Biasa Nusantara.
Kemampuan intelektual (kecerdasan) juga dibatasi hanya pada kecerdasan
linguistik-verbal.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan
masalahnya adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana bentuk komunikasi yang digunakan pengajar Sekolah
Luar Biasa Nusantara dalam meningkatkan kemampuan berbahasa
anak-anak tunagrahita?
C. Tujuan Penelitian
Setelah mengetahui judul serta latar belakang masalah, maka penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengetahui bentuk komunikasi yang digunakan pengajar Sekolah Luar
Biasa Nusantara dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak-anak
tunagrahita
2. Mengetahui kemampuan berbahasa anak tunagrahita
3. Mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat peningkatan
kemampuan berbahasa anak tunagrahita.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis. Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmu
komunikasi, terutama dalam upaya komunikasi yang efektif
2. Manfaat praktis. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi
bagi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya untuk lebih peduli dengan
anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Dan sebagai masukan bagi
lembaga-lembaga lainnya yang bergerak dibidang yang sama.
E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu prosedur
lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.2 Dengan metode
penelitian deskriptif kualitatif, yaitu metode penelitian yang ditujukan untuk
mengumpulkan data aktual dan rinci mengenai gejala yang terjadi, untuk
kemudian mengidentifikasi masalah dan cara orang lain menghadapi kondisi
tertentu, dan selanjutnya mempelajari pengalaman mereka untuk menetapkan
rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.3
Disini peneliti akan berinteraksi secara langsung dengan subjek
penelitian untuk mengamati kegiatan sehari-hari terutama yang berkaitan
dengan apa yang diteliti, agar mendapatkan gambaran yang nyata.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini yaitu pengajar atau guru SD di
Sekolah Luar Biasa Nusantara. Sedangkan objek penelitiannya adalah pola
komunikasi yang digunakan oleh pengajar Sekolah Luar Biasa Nusantara di
kelas dalam meningkatkan kemampuan intelektual (kecerdasan bahasa)
anak-anak tunagrahita.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan mulai September-November 2012. Di
Sekolah Luar Biasa Nusantara, Jalan Sempu I Rt 06 Rw 04, Kelurahan Beji,
Kecamatan Beji, Kota Depok.
2
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 4
3
4. Tahapan Penelitian
a. Teknik Pengumpulan Data
1) Observasi
Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subjek
(orang), objek (benda-benda) atau kejadian yang sistematik tanpa
adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang
diteliti.4 Selain itu observasi juga dapat diartikan sebagai kegiatan
pemilihan, pengubahan, dan pengodean serangkaian perilaku dan
suasana yang diamati.5
Observasi ini akan dilakukan di sekolah, terutama di dalam
kelas, yaitu tentang bagaimana komunikasi antara pengajar dengan
anak-anak tunagrahita tersebut terjalin. Secara jelasnya adalah tentang
cara penyampaian pesannya, alat-alat pendukung yang digunakan, cara
pengajar mengatasi suatu masalah, dan tanggapan dari setiap murid.
2) Wawancara
Wawancara adalah pertemuan antara dua orang dengan maksud
bertukar informasi atau ide melalui tanya jawab.6 Dalam hal ini
peneliti melakukan wawancara langsung kepada kepala sekolah dan
pengajar tunagrahita ringan kelas 1 dan 2 SD di Sekolah Luar Biasa
Nusantara. Tentang bagaimana cara pengajar menyampaikan materi
belajar untuk meningkatkan kemampuan murid dalam berbahasa.
4
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 34
5
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, h. 83
6
3) Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sumber data yang diambil dari
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini, baik dari
pihak yayasan ataupun pihak lainnya seperti dari buku, majalah, artikel
dan lain-lain.
b. Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh akan diolah dan disusun berdasarkan
pedoman penulisan karya ilmiah yaitu buku CeQda yang diterbitkan oleh
Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, yang berjudul “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Dan Disertasi)”
c. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik analisis data kualitatif. Menurut Bogdan, analisis data kualitatif
merupakan proses mencari dan menyusun data-data yang diperoleh
melalui wawancara, catatan lapangan atau observasi, dan bahan-bahan lain
secara sistematis, dengan mendeskripsikan atau menggambarkannya
secara tertulis. Sehingga dapat dengan mudah dipahami dan hasilnya dapat
diinformasikan kepada orang lain.7 Dan agar lebih mempermudah
penyusunannya, hasil penelitian ini akan dijabarkan secara jelas sesuai
dengan perumusan masalahnya.
7
F. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tinjauan terhadap beberapa tulisan, buku, dan skripsi tentang
pola komunikasi, diantaranya skripsi dari:
Herman Setiawan, dengan metode analisis deskriptif, dalam skripsinya
menemukan pola komunikasi yang digunakan pengasuh dalam pembinaan akhlak
adalah komunikasi yang bersifat kelompok. Selain itu ada juga pola komunikasi
antar pribadi yang lebih sering digunakan pada saat diluar proses belajar
mengajar, seperti pada waktu istirahat.8
Nurhasanah, dengan metode deskriptif analisis, dalam skripsinya
menemukan pola komunikasi yang digunakan guru-guru agama dalam
menerapkan nilai-nilai keislaman adalah dengan komunikasi antar pribadi yaitu
pada saat murid menghafal Al-Qur’an atau hadits, dan komunikasi kelompok pada saat belajar mengajar di dalam kelas. Teori yang digunakan adalah teori Wibur
Scramm bahwa komunikasi didasarkan atas hubungan antar satu sama lain yang
fokus pada informasi yang sama, dan berada dalam komunikasi tatap muka.9
Heldawati, dengan metode deskriptif, dalam skripsinya menemukan pola
komunikasi yang digunakan Pembina dalam program pembinaan muallaf adalah
pola roda yaitu pada saat Pembina memberikan materi kepada muallaf dalam
8
Herman Setiawan, Pola Komunikasi Antara Pengasuh dengan Anak Asuh dalam Pembinaan Akhlak di Panti Asuhan Al-Ikhsan Vila Tomang Tangerang (Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2010)
9
jumlah yang besar, dan pola bintang pada saat pemberian materi rukun iman dan
islam, dimana semua anggota saling berkomunikasi.10
Dari ketiga tinjauan pustaka diatas yang membedakannya dengan
penelitian ini yaitu terletak pada tempat, subjek dan objek penelitiannya,
penelitian ini bertempat di Sekolah Luar Biasa Nusantara Beji, Depok, subjeknya
adalah Pengajar di kelas 1 dan 2 SD, dan objeknya yaitu bentuk komunikasi yang
digunakan guru kepada murid.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini bersifat sistematis, untuk itu penulis membaginya
menjadi lima bab yang tiap-tiap babnya terdiri dari beberapa sub bab. Adapun
sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Di dalamnya berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian,
tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Menguraikan tentang difinisi komunikasi, unsur-unsur komunikasi,
karakteristik komunikasi, bentuk komunikasi, hambatan komunikasi, kecerdasan
linguistik-verbal, dan pengertian, klasifikasi serta karakteristik tunagrahita.
10
BAB III GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA
Gambaran umum ini berisi tentang sejarah dan profil sekolah, struktur
kepengurusan, kegiatan atau program-program yang disediakan sekolah, serta
keadaan guru dan murid-murid.
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN
Berisi tentang bentuk komunikasi yang terjadi antara pengajar dengan
anak tunagrahita di dalam kelas, kemampuan berbahasa yang dimiliki tunagrahita,
serta faktor pendukung dan penghambat komunikasi tersebut.
BAB V PENUTUP
Berisikan kesimpulan yang berkaiatan dengan bentuk komunikasi yang
digunakan oleh pengajar dalam meningkatkan kemampuan intelektual anak-anak
penderita tunagrahita, dan saran bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan anak
12 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Ruang Lingkup Komunikasi
1. Definisi Komunikasi
Secara etimologi (bahasa), komunikasi berasal dari bahasa Latin
communicatio yang bersumber dari kata communis yang berarti sama.
Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, makna atau pesan dianut
secara sama.1 Namun secara umum banyak definisi mengenai komunikasi,
tergantung paradigma atau perspektif yang digunakan para ahli
komunikasi dalam menjelaskan fenomena komunikasi yang mereka
temukan. Secara terminologi (istilah) ada beberapa definisi mengenai
komunikasi, definisi tersebut diantaranya yaitu:
a. Menurut Theodore M. Newcomb, “setiap tindakan komunikasi
dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari
rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima”
b. Gerald R. Miller menyatakan “komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat
yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima”
1
c. Pernyataan yang senada di katakan oleh Everett M. Rogers (1981),
“komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber
kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka”.
d. Sedangkan menurut Harold Laswell, “Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect?” atau Siapa Mengatakan
Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh yang
Bagaimana?2
Pada definisi yang diungkapkan Everett M. Rogers, baik
komunikator atau komunikan sebagai partisipan sama-sama aktif dalam
merumuskan isi pesan yang dapat dimengerti dan disetujui oleh kedua
belah pihak. Ini merupakan cirri komunikasi dua arah, yakni isi pesan
bukan hanya dimengerti oleh satu pihak saja tetapi kedua-duanya. Dengan
demikian efek komunikasi yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.3
Tidak ada yang salah atau benar dalam definisi-definisi diatas.
Tergantung dalam konteks apa komunikasi itu digunakan. Dalam hal ini
menurut penulis, secara singkat komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya
penyampaian pesan atau informasi dari sumber kepada penerima, dengan
atau tanpa media, dengan harapan terjadi perubahan atau efek ke arah yang
lebih baik.
2
Ibid., h. 69
3
Pada hakikatnya komunikasi adalah sebuah proses penyampaian
pesan dari komunikator kepada komunikan. Pesan ini dapat berupa pesan
verbal atau non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang berupa kata-kata
lisan atau tulisan, sedangkan non verbal adalah pesan yang berupa isyarat
badan atau gerakan.
2. Unsur-unsur Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu proses kegiatan yang terdiri dari
beberapa unsur, yaitu:
a. Komunikator
Yaitu unsur yang pertama kali menyampaikan pesan4 atau
menghubungkan pesan kepada seseorang atau beberapa orang.
b. Pesan
Adalah seperangkat lambang, baik berupa ide atau
informasi bermakna yang disampaikan oleh komunikator kepada
pendengarnya.5
Pesan sendiri dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
1) Informatif adalah komunikasi yang memberikan
keterangan-keterangan, kemudian mengambil kesimpulan
4
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 46
5
dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu komunikasi
informatif justru berhasil dan persuasif.
2) Persuasif adalah komunikasi yang berisikan bujukan, yaitu
membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa
apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan
sikap, dan perubahan ini diterima atas kesadaran sendiri.
3) Koersif adalah komunikasi dengan menggunakan
sanksi-sanksi. Bentuknya dikenal dengan agitasi, yaitu
penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin diantara
sesama dan dikalangan publik.
c. Media
Yaitu sarana atau saluran yang mendukung pesan jika
penerima (komunikan) jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.
d. Komunikan
Yaitu orang yang menerima pesan dari komunikator.6 Saat
komunikasi terjadi dua arah, maka komunikan dapat berperan
sebagai komunikator.
e. Efek
Yaitu pengaruh yang ditimbulkan dari pesan yang
disampaikan. Yang terpenting dalam sebuah proses komunikasi
adalah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan oleh
6
komunikator dapat memberikan dampak atau efek kepada
komunikan. Dampak tersebut dapat diklasifikasikan menjadi:
1) Dampak kognitif. Yaitu dampak yang timbul pada
komunikan yang menyebabkan menjadi tahu atau
meningkat intelektualitasnya
2) Dampak afektif. Yaitu dampak yang tidak hanya sekedar
komunikan menjadi tahu, tetapi juga tergerak hatinya.
Menimbulkan perasaan tertentu, misalnya iba, terharu,
sedih, gembira, marah dan lain-lain
3) Dampak behavioral. Yaitu dampak yang timbul berupa
perilaku, tindakan atau kegiatan. Misalnya berbuat seperti
apa yang disarankan atau berbuat yang tidak disarankan
(menentang).7
3. Karakteristik Komunikasi
a. Komunikasi adalah suatu proses
Artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau
peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama
lainnya dalam waktu tertentu.
b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan
tertentu
7
Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar,
disengaja sesuai dengan kemauannya, serta sesuai dengan tujuan
yaitu hasil atau akibat yang ingin dicapai.
c. Komunikasi menuntut adanya patisipasi dan kerja sama dari para
pelaku yang terlibat
Komunikasi akan berlangsung dengan baik jika pihak-pihak yang
melakukan komunikasi sama-sama terlibat dan mempunyai
perhatian yang sama pada pesan yang dikomunikasikan.
d. Komunikasi bersifat simbolis
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan
dengan menggunakan lambang-lambang, misalnya bahasa.
e. Komunikasi bersifat transaksional
Pada dasarnya komunikasi menuntut adanya tindakan yaitu
memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut perlu dilakukan
secara seimbang oleh pelaku yang terlibat dalam komunikasi.
f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu
Para peserta atau pelaku yang terlibat komunikasi tidak perlu lagi
hadir dalam ruang dan waktu yang sama. Karena dengan kemajuan
kedua faktor tersebut bukan menjadi persoalan dalam
berkomunikasi.8
4. Bentuk Komunikasi
Onong U. Effendi menyebutkan dalam bukunya
Dimensi-Dimensi komunikasi, berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah
komunikan, komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk:
komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa.
a. Komunikasi antarpribadi
Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara dua
orang dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan.
Komunikasi ini dapat berlangsung secara tatap muka atau melalui
medium seperti telepon. Ciri khas komunikasi antar pribadi ialah
sifatnya yang dua arah atau timbal balik (two way traffic
communication). Efektifnya komunikasi antar pribadi ini ialah
karena adanya arus balik langsung, sehingga komunikator dapat
melihat seketika tanggapan komunikan. Pengertian efektif dalam
komunikasi antar pribadi ini yaitu hubungannya dengan perubahan
sikap (attitude change).9
Komunikasi antar pribadi menurut Joseph A. Devito dalam
bukunya “The Interpersonal Communication Book” (Devito, 1989) “proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang
8
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 33
9
atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek
dan beberapa umpan balik seketika”10
Keuntungan dari situasi komunikasi antarpribadi ialah
karena prosesnya yang berlangsung secara dialogis. Dialog adalah
bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukan adanya
interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi ini dapat
berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar
secara bergantian.
Dalam proses komunikasi ini juga nampak adanya upaya
dari para pelaku agar terjadinya pengertian bersama (mutual
understanding) dan empati. Disinilah terjadinya saling
menghormati, bukan karena status sosial ekonomi, melainkan
karena didasarkan anggapan bahwa masing-masing memang wajib,
berhak, pantas dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia.11
Jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi yang
lain, komunikasi antarpribadi dinilai yang paling berpengaruh
dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku
komunikan. Karena itulah komunikasi antar pribadi sering
digunakan untuk melancarkan komunikasi persuasive, yaitu suatu
teknik komunikasi secara psikologis yang sifatnya halus, berupa
ajakan, bujukan atau rayuan.12
10
Onong U. Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 59
11
Ibid., h. 60
12
b. Komunikasi kelompok
Komunikasi kelompok (group communication) adalah
komunikasi antara seseorang dengan sejumlah orang yang
berkumpul bersama-sama secara sengaja dalam bentuk kelompok.
Kelompok tersebut bisa kecil (small group) bisa juga besar (large
group), tetapi jumlah orang dalam anggota kelompok itu tidak
dapat ditentukan dengan eksak.
1) Kelompok kecil atau kadang disebut micro group adalah
kelompok yang dalam situasi komunikasinya terdapat
kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal.
Dengan kata lain komunikator dapat melakukan
komunikasi antar pribadi dengan salah seorang anggota
kelompok.
2) Kelompok besar atau disebut juga macro group. Dalam
komunikasi ini kontak pribadi antara komunikator dengan
komunikan jauh lebih kurang dibandingkan dengan situasi
kelompok kecil. Apabila anggota kelompok besar
memberikan tanggapan kepada komunikator maka
tanggapan itu lebih bersifat emosional. 13
c. Komunikasi massa
Komunikasi masa (mass communication) ialah komunikasi
melalui media masa modern dengan jangkauan yang luas, seperti
surat kabar, siaran radio dan televisi serta film. Namun menurut
13
Everett M. Rogers, selain media masa modern ada juga media
masa tradisonal seperti teater rakyat, juru dongeng keliling, juru
pantun dan lain-lain.
Umumnya media masa modern menunjukan seluruh sistem
dimana pesan-pesan diproduksikan, dipilih, disiarkan, diterima dan
ditanggapi. Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan
sikap kepada komunikan yang beragam dan dalam jumlah yang
banyak dengan menggunakan media.14
5. Hambatan Komunikasi
Ada beberapa hal yang seringkali menjadi hambatan dalam
komunikasi, diantara yang harus diperhatikan yaitu:
a. Gangguan
Menurut sifatnya, ada dua jenis gangguan terhadap jalannya
komunikasi:
1) Gangguan mekanik. Gangguan ini disebabkan oleh saluran atau
media yang digunakan dalam komunikasi yang berbentu fisik.
Seperti gangguan suara pada pesawat radio.
2) Gangguan semantik. Gangguan jenis ini bersangkutan dengan
bahasa yang digunakan komunikator untuk menyampaikan
pesan kepada komunikan.
14
b. Kepentingan
Interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif
dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang hanya akan
memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan
kepentingannya. Kepentingan tidak hanya mempengaruhi perhatian
saja tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan
tingkah laku.
c. Motivasi terpendam
Motivasi akan membuat seseorang berbuat sesuatu yang sesuai
dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Semakin sesuai
komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar pula
kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh
komunikan.15
d. Hambatan Psikologis dan Sosial
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu
komunikasi. Misalnya, bencana yang menimbulkan trauma pada
komunikan sehingga sulit diajak komunikasi.
Selain itu faktor prasangka juga merupakan hambatan yang
berat bagi suatu komunikasi, karena orang yang mempunyai
prasangka, terlebih yang tidak baik, akan cepat bersikap curiga dan
menentang komunikator yang hendak melakukan komunikasi. Dalam
15
prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan tanpa
menggunakan pikiran yang rasional.16
Hambatan-hambatan komunikasi yang seringkali ditemui dalam
proses belajar mengajar antara lain:
a. Verbalisme. Dimana guru menerangkan pelajaran hanya melalui
kata-kata atau secara lisan. Disini yang aktif hanya guru,
sedangkan murid lebih banyak bersifat pasif, dan komunikasi
bersifat satu arah.
b. Perhatian yang bercabang. Yaitu perhatian murid tidak terpusat
pada informasi yang disampaikan guru, tetapi bercabang perhatian
lainnya.
c. Kekacauan penafsiran. Terjadi disebabkan berbedanya daya
tangkap murid, sehingga sering terjadi istilah-istilah yang sama
namun diartikan berbeda-beda.
d. Tidak adanya tanggapan. Yaitu murid-murid tidak merespon secara
aktif apa yang disampaikan oleh guru, sehingga tidak terbentuk
sikap yang diperlukan. Disini proses pemikiran tidak terbentuk
sebagaimana mestinya.
e. Kurang perhatian. Hal ini disebabkan karena prosedur dan metode
pengajaran kurang bervariasi, sehingga penyampaian informasi
yang monoton menyebabkan timbulnya kebosanan murid.
16
f. Keadaan fisik dan lingkungan yang mengganggu. Misalnya objek
yang terlalu besar atau kecil, gerakan yang terlalu cepat atau
lambat, dan objek yang terlalu kompleks serta konsep yang terlalu
luas, sehingga menyebabkan tanggapan murid menjadi
mengambang.
g. Sikap pasif anak didik. Yaitu tidak bergairahnya siswa dalam
mengikuti pelajaran disebabkan kesalahan memilih teknik
komunikasi.17
B. Kecerdasan Linguistik Verbal
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Intelektual berarti cerdas,
berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. (Depdiknas,
2005:437)18
Howard Gardner dalam bukunya, Frames of Mind: The Theory of
Multiple Intelligences (1983) mengusulkan bahwa kecerdasan memiliki tujuh
komponen. Yaitu kecerdasan linguistik-verbal, kecerdasan logis-matematis,
spasial-visual, ritmik-musik, kinestetik, kecerdasan interpersonal dan
kecerdasan intrapersonal.19
Kecerdasan linguistik-verbal mengacu pada kemampuan menyusun
pikiran dengan jelas dan mampu menggunakannya secara kompeten melalui
17
Basyirudin Usman dan Asnawir, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), h.6
18
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 437
19
kata-kata untuk mengungkapkan pikiran dalam bentuk berbicara, membaca
dan menulis.20
Kecerdasan berbahasa mencakup kemampuan seseorang untuk
menggunakan bahasa atau kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam
berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.21
Keterampilan membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar
dalam komunikasi. Cerdas dalam kata-kata juga merupakan kemampuan yang
memungkinkan manusia untuk dapat berkomunikasi satu sama lain dalam
tataran sosial. Dan komunikasi yang efektif memungkinkan seseorang untuk
memahami orang lain, mempengaruhi orang lain, belajar dari orang lain, dan
belajar lebih tentang diri sendiri.
Anak-anak yang mengetahui kata-kata akan belajar memahami dan
menggunakan bahasa, khususnya bahasa lisan dan tulis. Hal ini yang
kemudian akan membantu mereka bersosialisasi dengan lingkungan dan
membuka pintu untuk menguasai berbagai pelajaran mulai dari sains,
matematika, sejarah dan lain-lain.
Bahasa menurut Myklebust (1955) didefinisikan sebagai perilaku
simbolik yang mencakup kemampuan seseorang dalam mengikhtisarkan,
mengikatkan kata-kata dengan arti, dan menggunakannya sebagai simbol
untuk berpikir dan mengekspresikan ide, maksud dan perasaan.22
20
May Lwin, h. 11
21
Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat, Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 12
22
Beberapa hal dibawah ini merupakan kegiatan yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, diantaranya:
Keterampilan verbal
1. Berbicara dalam kalimat
2. Memahami dan mengikuti perintah
3. Menirukan dan memainkan peran
4. Merangkai kata-kata untuk berkomunikasi
Keterampilan membaca dan menulis
1. Berusaha untuk menulis abjad dasar
2. Mulai membaca kata-kata sederhana
3. Mengenal abjad dengan baik
4. Memperlihatkan minat pada buku-buku23
C. Tunagrahita
1. Definisi Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak
yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam
bahasa asing istilah yang digunakan seperti mental retardation, mentally
retarded, mental deficiency.24
Definisi dari American Association of Mental Retardation/AAMR
(Luckasson, 1992), dengan menitikberatkan pada tiga dimensi utama
penilaian yakni kemampuan (capabilities), lingkungan tempat ia
23
May Lwin, dkk., Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan, h. 22
24
melakukan fungsi kegiatan (environment), dan kebutuhan bantuan dengan
berbagai tingkat keperluan (functioning dan support), hasilnya yaitu:
“Anak dengan hendaya perkembangan, mengacu pada adanya keterbatasan dalam perkembangan fungsional. Hal ini menunjukan adanya signifikansi karakteristik fungsi intelektual yang berada dibawah normal, bersamaan dengan kemunculan dua atau lebih ketidaksesuaian dalam aspek keterampilan penyesuaian diri (adaptif) meliputi: komunikasi, bina diri, kehidupan di rumah, keterampilan sosial, penggunaan fasilitas lingkungan, mengatur diri, kesehatan dan keselamatan diri, keberfungsian akademik, mengatur waktu luang, dan bekerja. Keadaan seperti itu secara nyata berlangsung sebelum usia 18 tahun”.25
Seseorang dikategorikan berkelainanan mental subnormal atau
tunagrahita jika ia memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, sehingga
untuk meningkatkan kemampuannya memerlukan bantuan atau layanan
spesifik, termasuk dalam program pendidikannya (Bratanata, 1979).26
2. Klasifikasi Tunagrahita
a. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Mereka
masih dapat membaca, menulis dan berhitung sederhana. Dengan
bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan
pada saatnya dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
Karena mereka dapat dididik menjadi tenaga kerja seperti pekerjaan
laundry, pertanian, peternakan, dan pekerjaan tumah tangga.
Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami
gangguan fisik. Mereka tampak seperti anak normal. Hanya saja
25
Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h.62
26
Bratanata, “Pendidikan Anak Terbelakang Mental ” dalam Mohammad Effendi
mereka tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara
independen.
b. Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang disbut juga imbesil. Mereka sangat
sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar
menulis, membaca dan berhitung. Tetapi mereka masih dapat dididik
untuk mengurus diri seperti mandi, berpakaian, makan minum,
mengerjakan pekerjaan rumah dan sebagainya. Namun dalam
kehidupan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan yang terus
menerus.
c. Tunagrahita Berat
Anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Mereka
memerlukan bantuan perawatan total dalam hal merawat diri, makan
dan lainnya. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya
sepanjang hidupnya.27
3. Hambatan dan Karakteristik Tunagrahita
Pada dasarnya tunagrahita menunjukan kecenderungan
kemampuan yang rendah pada fungsi umum kecerdasannya, karena
keterbatasan fungsi kognitif. Fungsi kognitif sendiri merupakan
kemampuan seseorang untuk mengenal atau memperoleh pengetahuan.
27
Beberapa hambatan yang tampak pada anak tunagrahita dari segi
kognitif yang juga menjadi karakteristiknya yaitu:
a. Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret
b. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
c. Kemampuan sosialisasinya terbatas
d. Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit
e. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi
f. Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis
dan hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.28
Menurut Hallahan, terdapat empat bidang hambatan kognisi pada
anak yang tergolong kategori retardasi mental. Empat bidang tersebut
adalah hambatan perhatian, ingatan, bahasa, dan prestasi akademik.
a. Hambatan Perhatian. Biasanya mereka kesulitan mencurahkan
perhatiannya kepada aspek yang bermacam-macam
b. Hambatan Ingatan. Mereka sulit mengingat suatu benda atau
proses yang telah dialaminya
c. Hambatan Bahasa. Karena mengalami kesulitan dalam mengingat
apa yang dilihat dan didengar sehingga menyebabkan kesulitan
dalam berbicara
28
d. Prestasi Akademik. Karena terlambat dalam perkembangan mental,
tunagrahita mengalami masalah dalam keterampilan akademik di
banding kelompok usia sebaya.29
Sementara itu, Bandi Delphie dalam bukunya menyebutkan bahwa
karakteristik anak tunagrahita, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama
seperti anak-anak yang tidak menyandang tunagrahita
b. Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali
melakukan kesalahan (expectancy for failure)
c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya
mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan
(outerdirectedness)
d. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri
e. Mempunyai permasalahan dengan perilaku sosial (social
behavioral)
f. Mempunyai masalah dengan karakteristik belajar
g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan
h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik
i. Kurang mampu untuk berkomunikasi
j. Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak30
29
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 155
30
31
GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA
A. Sejarah Dan Profil Sekolah 1. Sejarah
Berawal dari rasa prihatin terhadap adik kelas sewaktu kuliah di
Pendidkan Luar Biasa, Bapak Sujono (saat ini menjabat sebagai ketua
yayasan) menampung dua belas orang adik kelasnya tersebut di dua tempat
yaitu di Depok dan Jakarta Selatan. Mereka mulai mencari murid, hingga
muridnya terus bertambah banyak. Karena para guru (yang juga adik
kelasnya) tinggal dan makan di sekolah, maka dibuatlah sekolah berasrama.
Akhirnya pada tahun 1989 beliau membeli tanah di daerah Beji, Depok dari
uang pribadi hasil penjualan rumah.
Saat ini beliau telah membangun dua Sekolah Luar Biasa di dua daerah
yaitu di Beji, Depok dan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.1 Sekolah Luar
Biasa Nusantara Ber-asrama tidak hanya menerima siswa-siswi ABCD
(Tunanetra, Tunarungu, tunagrahita, Tunadaksa), tetapi juga Hiperaktif, Down
Syndrom, Autis dan Epilepsi, mulai dari usia dini sampai usia lanjut. Motto
sekolah adalah PAIKEM GEMBROT yang artinya Pendidikan Aktif Inovatif
Kreatif Efektif Menyenangkan Gembira Berbobot.
Selain pendidikan formal, sekolah ini juga menyediakan beberapa
program umum seperti:
1
a. Lembaga pendidikan komputer nusantara untuk Anak berbakat usia
sekolah, SMKLB, alumni SMALB
b. Paket wisata alam nusantara, diadakan setiap minggu, maksimal 15
peserta di wilayah jabodetabek, waktunya satu hari. Kegiatan ini
ditujukan untuk menghilangkan kejenuhan dari rutinitas sehari-hari
c. Klinik tumbuh kembang ”Bunga Nusantara”, yaitu layanan terapi untuk anak berkebutuhan khusus seperti terapi air, terapi perilaku,
terapi okupasi, terapi wicara, terapi sensor integrasi, konsultasi anak
dan tes psikologi.2
2. Profil
Nama Sekolah : SLB BCD NUSANTARA BER-ASRAMA
Status Sekolah : Swasta
NSS : 802026605001
Alamat Sekolah : Jl. Sempu Raya No. 120 Rt. 03 Rw. 04 Kel.
Beji Kec. Beji Kota Depok 16421
Telp (021)7761131
Tahun Berdiri : 1989
Ijin Oprasional : No. 421.9/3124 – DISDIK/2003
Status Akreditasi : C
Waktu Penyelengaraan : Siang Hari
Nama Kepala Sekolah : Kusnaeni, S.Pd
Nama Yayasan : YPLB NUSANTARA
2
Alamat Yayasan : Jl. Sempu Raya No. 120 Rt. 03 Rw. 04 Kel.
Beji Kec. Beji Kota Depok 16421
Tlp./ Hp. (021) 7761131 / 08174948901
No Akte Notaris / Tahun : 117 / 2001
Nama Ketua Yayasan : Drs. Sujono, MM
Nama Komite : -
Visi :
Mewujudkan SLB BCD Nusantara Berasrama kota Depok sebagai
salah satu sekolah unggulan dan terbaik di jawa barat.
Misi :
1. Meningkatkan kinerja aparatur sekolah yang efektif, efisien dan
profesional
2. Meningkatkan segala potensi sumber daya sekolah
3. Mengembangkan wawasan keunggulan kreatif dan inovatif dibidang
pendidikan
4. Membangguan komitmen kebersamaan dan keteladanan warga
sekolah yang harmonis, religius yang dilandasi Iman dan Taqwa.3
3
B. Struktur Pengurus 4
4
C. Program atau Kegiatan yang Tersedia
Beberapa program atau kegiatan yang menjadi unggulan di sekolah ini
yaitu:
1. Keterampilan. Sablon elektrik seperti membuat gelas, pin, topi dan
kaos bergambar, serta menyulam dan memasang manik-manik
2. Bina Diri. Kegiatan dalam bina diri ini yaitu keterampilan dalam
mengerjakan pekerjaan sehari-hari, mulai dari makan, minum,
bersih-bersih, ke toilet, ganti baju dan lain-lain
3. Seni. Seperti memainkan alat musik dan tarian
4. Olahraga. Kegiatan olahraga ini yaitu renang, badminton, fitness5
D. Keadaan Guru dan Murid
Jumlah guru yang ada di sekolah ini yaitu 16 orang. Dengan status
kepegawaian 1 orang pegawai negeri dan 15 lainnya pegawai swasta. Pendidikan
terakhir masing-masing guru yaitu: 1 orang tamatan S2, 5 orang tamatan S1/D4, 3
orang tamatan SGPLB/D3/SARMUD/POLITEKNIK, dan 7 orang tamatan
SMA/SMK/MA/MAK. Sedangkan jumlah muridnya yaitu 93 orang, 63
perempuan dan 35 laki-laki.6
Untuk kelas 1 dan 2 SD ini terdapat 7 orang murid, 6 laki-laki dan 1
perempuan. 4 orang termasuk tunagrahita ringan yaitu Ridwan, Shendi, Krist
Hansen dan Naufal. 3 lainnya yaitu Raihan, Aldi dan Nina termasuk down
syndrome dan tunagrahita. Yang menjadi fokus penelitian pada skripi ini adalah
5
Hasil wawancara dengan Bapak Kusnaeni pada Selasa, 20 November 2012
6
tunagrahita ringan, maka yang akan dibahas pada bab selanjutnya hanya 4 anak
tersebut saja.
Jam belajar di sekolah yaitu mulai dari pukul 07.30-11.30, dengan jam
istirahat pada pukul 09.30-10.00. Pada jam istirahat anak-anak akan tetap berada
di dalam kelas untuk makan bekal yang dibawa masing-masing. Sementara guru
mengawasi mereka, karena makan merupakan salah satu pelajaran bina diri bagi
anak-anak tunagrahita, yang memang diharapkan setelah keluar dari sekolah
mereka dapat mengurus dirinya sendiri. Waktu istirahat ini bisa dimanfaatkan oleh
guru untuk lebih mendekatkan diri kepada muridnya dan menilai kemandiriannya.
Guru kelas 1 dan 2 SD ini merasa sudah sangat sayang dengan muridnya,
hal tersebut dirasakan jika ada salah seorang murid yang tidak masuk maka beliau
merasa kangen.7 Beliau berharap dengan rasa sayang yang diberikan dalam
mengajar, murid-muridnya dapat mematuhi beliau karena sayang dan bukan takut.
Bahasa yang biasa digunakan oleh Ibu Rita (Guru kelas 1 dan 2 SD) dalam
berbicara kepada muridnya cenderung bahasa yang baik, dikatakan baik karena
sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia seperti: “tidak boleh bicara seperti itu”,
“minta maaf kepada temannya”, “kalau tidak selesai, tidak boleh pulang”, “bersihkan sampahnya”, “nanti ibu kasih tau ayah ya kalau kamu nakal”.8
Selain bertanggung jawab terhadap pelajaran atau akademiknya, guru juga
bertanggung jawab dengan keadaan muridnya. Anak tunagrahita cenderung
mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri9 termasuk saat mereka
7
Wawancara dengan Ibu Rita Maryana 8
Observasi
9
ingin buang air kecil atau besar. Jadi jika ada yang buang air kecil dicelana maka
guru yang harus membantunya ke kamar mandi dan menggantikan celananya.
Identitas guru dan murid yang menjadi subjek penelitian:
1. Guru
Nama : Rita Maryana
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Oktober 1986
Agama : Islam
Islam Jl. Temulawak, Citayam,
Depok
Krist Hansen
Lamliembert (7 thn)
Belitung,
15 Mei 2005
Kristen Jl. Bioskop Surya No.164,
38
ANALISA HASIL PENELITIAN
A. Bentuk Komunikasi yang Terjadi Antara Pengajar Dengan Anak Tunagrahita
Dalam teorinya, tunagrahita diklasifikasi menjadi tiga. Dan yang termasuk
dalam penelitian ini adalah tunagrahita ringan, seperti dalam buku Psikologi
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus tunagrahita ringan adalah mereka yang
masih dapat membaca, menulis dan berhitung sederhana.1 Meskipun dengan
usaha yang lebih dibandingkan anak lain seusianya. Karena mereka membutuhkan
berkali-kali pengulangan agar dapat mengingat apa yang telah diajarkan dalam
jangka waktu yang cukup lama.
Dalam penyampaian materi, di sekolah umum biasanya murid akan
mengikuti apa saja yang diberikan oleh guru. Tetapi di Sekolah Luar Biasa,
khususnya pada anak tunagrahita tingkat SD kelas 1 dan 2 ini, bisa saja guru yang
mengikuti keinginan dari murid-murid, yang penting materi pada hari itu tetap
tersampaikan. Hal ini dilakukan karena kepribadian anak tunagrahita berbeda
dengan yang lain, seperti yang dikatakan Ibu Rita “…beberapa diantaranya cenderung tempramen, sulit membedakan yang benar dan salah, dan lebih suka
bermain”.2
Di sekolah ini, kelas 1 dan 2 SD digabung dalam satu ruangan. Selain
karena ruang kelas yang terbatas, hal ini dilakukan karena jumlah muridnya tidak
1
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 139
2
sebanyak dengan di sekolah umum. Selain itu pelajaran untuk anak kelas 1 dan 2
cenderung sama, yaitu belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Di bawah ini beberapa hasil kegiatan harian di dalam kelas:
Hari/Tanggal Senin, 1 Oktober 2012 (10.30-11.30)
Mata Pelajaran IPA
Subjek Kegiatan
Guru Memberikan materi belajar IPA
Ridwan, Krist Hansen, Shendy menyalin tulisan KACANG HIJAU yang diberikan guru di buku masing-masing siswa. Naufal tidak ada di dalam ruangan.
Ridwan dan Shendi
Mengerjakan tugas yang diberikan
Krist Hansen Mengerjakan tugas yang diberikan, kemudian dia meminta guru untuk melihat kacang hijau atau kecambah yang sebelumnya sudah ditanam.
“Ibu katanya mau belajar kacang hijau, yang kemarin udah ditanam itu bu”
Ridwan Ridwan juga mengiyakan kata-kata Krist Hansen “Iya bu”
Guru “Iya, setelah ini. Selesaikan dulu tugasnya”
Shendi “Lima aja ya bu”
Shendi minta tugasnya dikurangi dari delapan menjadi lima Guru “Yaudah sampai lima aja ya ngerjainnya
Kalau sudah selesai boleh ambil kacang hijaunya”
Setelah semuanya selesai, guru menjelaskan bagian-bagian dari kecambah dan kegunaan dari kacang hijau.
Kegiatan belajar ini tidak dilakukan didalam kelas yang terdapat kursi dan
meja tulis, tetapi di ruangan kosong sehingga anak-anak bisa bebas bergerak. Dari
kegiatan tersebut penulis melihat hasil tulisan Shendi, kata KACANG HIJAU
yang ditulis sebanyak lima kali tidak semuanya lengkap. Ada yang kurang huruf I,
itu, meskipun sudah bisa menulis tetapi ada saja huruf yang kurang dalam
tulisannya.
Hari/Tanggal Senin, 26 November 2012 (10.00-11.30)
Pembahasan Pra Ujian Semester
Subjek Kegiatan
Guru Memberikan materi pra ujian semester yang berbeda-beda
Ridwan: Diberikan soal Matematika, penjumlahan satu dan dua
angka.
Krist hansen: Diberikan soal PKN berupa sebuah paragraf
tentang hidup rukun antar sesama anggota keluarga dan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan tersebut.
Shendi: Diberikan soal IPS, mengikuti tulisan “Rumah Adat”, “Pakaian Adat” yang sudah tersedia di lembar soal masing-masing lima kali.
Naufal: Tidak ada di ruangan
Krist Hansen “Ibu, saya ko soalnya susah. Shendi dikasih yang gampang” Guru “Katanya pintar… masa soal seperti itu tidak bisa. Baca dulu
setelah itu jawab pertanyaannya”
Krist Hansen “Saya maunya yang kaya Shendi aja bu, gampang”
Guru “Iya, selesaikan dulu, nanti dikasih yang gampang. Ridwan sudah mau selesai… kalah sama Ridwan, ya Ridwan ya…” Ridwan dan
Shendi
Tetap mengerjakan tugasnya tanpa banyak protes
Karena kesal dengan tugas yang dirasa sulit, Krist Hansen mulai
bermalas-malasan, pindah dari kursi ke lantai. Dia juga menjawab soal tanpa
memperhatikan bacaan dalam paragraf. Guru tidak melarang Krist duduk di lantai,
karena jika dilarang dia bisa semakin kesal. Sementara itu, Ridwan sudah selesai
mengerjakan tugas matematikanya, Shendi masih tetap mengerjakan soal IPSnya,
Krist Hansen merasa tugas yang diberikan padanya berupa menjawab
pertanyaan dengan menyesuaikannya pada bacaan adalah sulit. Dia mengatakan
bahwa tugas Shendi menyalin tulisan Rumah Adat dan Pakaian Adat sebanyak
lima kali lebih mudah dari tugasnya. Padahal yang diberikan oleh guru tersebut
sudah disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jika demikian Krist
Hansen bukan kesulitan tetapi dia malas dan merasa iri pada Shendi.
Hari/Tanggal Selasa, 29 Januari 2013 (10.00 – 11.30)
Mata Pelajaran PKN dan IPA
Subjek Kegiatan
Sebelum mulai belajar anak-anak dibimbing untuk mengangkat kedua tangan sambil membaca do’a (al-fatihah). Tetapi yang terdengar suaranya hanya beberapa orang saja, itupun hanya sepenggal-sepenggal seperti Ridwan, Krist
Hansen dan Shendi.
Guru Menyiapkan materi belajar yang akan diberikan
Shendi: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dari buku bacaan
IPA
Ridwan: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dari buku bacaan
PKN
Naufal: Diberi tugas IPA dari lembar soal yang telah dibuat
oleh guru
Krist Hansen: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dan
menjawab soal dari buku bacaan IPA
Naufal Di lembar tugas pertama Naufal dibimbing oleh guru (sambil
dibantu memegang pensil) untuk mencari gambar yang sama
antara bagian yang kiri dan kanan, sambil menyebutkan nama
bendanya. Dilembar kedua menyalin tulisan AYAM dan
IKAN, awalnya masih dibantu setelah itu guru memintanya
menulis sendiri tetapi naufal tidak mengerjakan. Kemudian
membuat huruf A (kecil) dengan mengatakan “ayo naufal tulis, angka satu…bulat di depan”. Huruf Y (kecil) “lengkungan.. lengkungan”. Huruf M (kecil) “kakinya tiga”.
Shendi Karena tugas yang diberikan kepada Shendi tidak dikerjakan,
kemudian guru mengganti tugasnya dengan menyalin tulisan
guru BEL SEKOLAH BERBUNYI di buku tulis sebanyak
sepuluh kali
Guru “Kerjakan tugasnya… ayo tulis…” Melihat Ridwan, Krist Hansen dan Shendi berbicara dan berhenti mengerjakan
tugasnya
Krist Hansen “Ibu, ini banyak banget. Dua aja ya bu…”
Guru “Sampai selesai”
Krist Hansen “Tapi kalau udah selesai saya minta origami satu untuk bikin burung ya bu…”
Guru “Iya”
Shendi “Bukannya sampe lima bu… Bu Rita, bukannya sampe lima?” Shendi meminta tugasnya dikurangi
Guru “Sampe enam deh, sampe enam”
Selama kegiatan tersebut Krist Hansen terus meminta tugasnya dikurangi.
Ridwan memarahi Shendi hanya karena Shendi melihat tulisannya, dan berkata “ah… nyontek mulu, kerjain sendiri apa”.
Naufal tiba-tiba berteriak dan menangis cukup lama, sehingga murid lain berhenti
menulis dan berbalik melihat kearahnya. Bu Rita mencoba mengalihkan
perhatiaanya dan meminta Naufal untuk bernyanyi saja tetapi naufal tetap
berteriak. Guru juga berpura-pura menelpon ibunya Naufal dengan berkata “ibu, Naufal tidak usah dijemput ya…”, sebagai sebuah konsekuensi kalau tidak berhenti berteriak. Tetapi Naufal tetap teriak, hingga akhirnya guru mengajak
Naufal duduk dilantai menghadap pintu. Akhirnya Naufal berhenti berteriak.
Sampai pukul 11.30, tugas yang diberikan guru tidak semuanya dapat
diselesaikan, hanya sebagian-sebagian saja.
do’a selesai belajar (surat Al-Asr).
Sepanjang kegiatan belajar tersebut yang lebih sering berbicara dan
meminta sesuatu seperti minta tugasnya dikurangi adalah Krist Hansen. Padahal
tugasnya hanya tiga nomor dengan lima pertanyaan.
Tugas tersebut yaitu:
1. Sebutkan tanda-tanda terjadinya waktu Pagi siang dan malam
2. Pada hari apa saja kamu libur sekolah
Pada hari apa kamu belajar matematika di sekolah 3. Pukul berapa kamu masuk sekolah
Pukul berapa kamu pulang sekolah
Ridwan terlihat murung, sesekali marah-marah kepada shendi karena hal
kecil. Tetapi Shendi hanya senyum-senyum saja melihat temannya marah.
Awalnya Naufal antusias dengan lembar yang diberikan guru, dia menyebutkan
nama gambar dihadapannya itu AYAM, IKAN dengan jelas tetapi dia tidak mau
menulisnya.
Di luar kegiatan yang penulis observasi tersebut, ada beberapa metode
belajar yang dijelaskan oleh guru kepada penulis “…metode tematik yaitu mengajarkan satu pelajaran tetapi mencakup beberapa kemampuan. Misalnya
saat belajar mengenal angka satu, maka yang dipelajari bisa mengucap
huruf-hurufnya, membaca dan menulis. Ada juga metode bermain peran, saya
membacakan cerita lalu mengajak anak-anak bermain peran…”.3
3
Meskipun berada dalam kelas tetapi guru menggunakan pendekatan
komunikasi antarpribadi dalam mengajar, karena materi yang diberikan
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak, sehingga komunikasi yang
terjadi antara guru dan murid sesuai dengan materi belajar tersebut.
Komunikasi antarpribadi menurut Joseph A. Devito adalah proses
pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara
sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik
seketika.4
Dalam proses komunikasi antarpribadi akan terjadi interaksi antara
pemberi pesan dan penerima, karena ciri khas komunikasi ini adalah sifatnya yang
dua arah atau timbal balik. Komunikasi antarpribadi juga dianggap efektif karena
adanya arus balik langsung. Pada kasus ini arus balik yang diterima guru sebagai
tanggapan yang diberikan murid misalnya terjadi pada Shendi yang meminta
tugas menulis atau menyalin tulisan “Kacang Hijau” dikurangi dari delapan
menjadi lima pada pelajaran IPA. Atau Krist Hansen yang meminta tugas yang
lebih mudah pada saat Pra Ujian Semester. Itu artinya mereka merasa keberatan
dengan tugas yang diberikan oleh guru.
Pendekatan antarpribadi juga terlihat pada saat guru mengajarkan Naufal
menulis, dengan sabar guru memegang tangan Naufal dan membantunya memilih
gambar yang sama kemudian membantu menulis kata Ayam dan Ikan sambil
mengatakan bagaimana penulisannya. Atau pada saat guru melihat Shendi tidak
nyaman dengan tugasnya, tidak dikerjakan, hanya membolak-balik bukunya,
hingga akhirnya guru mengganti tugas tersebut.
4
Secara umum, mata pelajaran yang diajarkan di sekolah ini sama seperti
sekolah biasa, hanya saja standar pencapaiannya berbeda. Jika disekolah umum
ada buku-buku paket dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dimiliki setiap anak
untuk belajar. Di sini buku paket atau buku bacaan dipegang oleh guru, bahan
belajar murid diberikan oleh guru dan disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing,
Proses belajar menulis, membaca dan pemberian tugas lebih sering
diberikan guru kepada murid langsung di buku bukan di papan tulis. Misalnya:
a. Bagi murid yang sudah bisa membaca dan menulis, diberikan sebuah
bacaan dalam bentuk paragraf, kemudian diberikan pertanyaan sesuai
dengan bacaan tersebut. Baik dari buku bacaan atau guru yang
menulisnya. Seperti yang diberikan pada Ridwan dan Krist Hansen.
b. Untuk yang baru bisa mencontoh atau menyalin, materi yang diberikan
biasanya dalam bentuk satu kalimat singkat yang hanya terdiri dari dua
kata atau lebih, untuk selanjutnya ditiru lima sampai delapan kali.
Seperti yang diberikan kepada Shendi dan Naufal.5
Meskipun begitu, terkadang Ridwan dan Krist Hansen juga diberikan
materi yang sama dengan yang diberikan pada Shendi dan Naufal.
Begitu pentingnya seorang guru untuk dapat mengetahui kemampuan
setiap siswanya, sehingga ibu Rita sendiri harus mengikuti kegiatan observasi
selama tiga bulan di sekolah ini sebelum mulai mengajar. Seperti yang
disampaikannya dalam wawancara “…sebelum mengajar disini saya melakukan
5
observasi selama tiga bulan, biasanya saya datang tiga kali dalam seminggu
itupun setelah selesai mengajar di sekolah sebelumnya (TK)”.6
Tujuan observasi ini adalah agar guru tersebut dapat terbiasa dengan
keadaan anak tunagrahita dan dengan sendirinya dapat lebih mudah menganalisis
karakter murid-murid yang diajarnya serta mengatasi masalah yang mungkin
terjadi.
Karakter Anak-anak:7
Subjek Karakter
Shendi Patuh dengan apa yang dikatakan oleh guru, mau bertanggung
jawab dengan apa yang dia lakukan
Naufal Mudah ngambek dan jenuh
Ridwan Suka buat onar tetapi masih patuh dengan apa yang dikatakan
oleg guru.
Krist Hansen Sombong, bertanggung jawab
Dari pengamatan penulis, Shendi adalah anak yang suka bertanya karena
setiap kali penulis berkunjung ada saja yang dia tanyakan seperti alamat, “kakak yang waktu hari senin datang juga ya?”. Tetapi Shendi hanya diam saja dengan
apa yang dikatakan temannya tentang dia, seperti Krist Hansen yang pernah
mengatakan bahwa “Shendi orang miskin”.
Naufal cenderung tempramen, penulis pernah melihat Naufal tiba-tiba
memukul teman disampingnya (Nina) tanpa sebab, sementara pandangan matanya
tetap kedepan.8 Beberapa kali kunjungan penulis, Naufal terlihat berada di ruang
6
Wawancara dengan Ibu Rita Maryana
7
Wawancara dengan Ibu Rita Maryana pada 03 Februari 2013
8