• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Komunikasi Pengajar Dan Murid Dalam Meningkatkan Kemampuan Intelektual Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa Nusantara Beji Depok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bentuk Komunikasi Pengajar Dan Murid Dalam Meningkatkan Kemampuan Intelektual Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa Nusantara Beji Depok"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

INTELEKTUAL ANAK TUNAGRAHITA DI

SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA BEJI DEPOK

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Penyiaran Islam (S.Kom.I)

Oleh:

SITI RUPAEDAH

NIM. 108051000115

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini, saya telah

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan

karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Januari 2013

(5)

Siti Rupaedah

Bentuk Komunikasi Pengajar dan Murid dalam Meningkatkan Kemampuan Intelektual Anak Tunagrahita di Sekolah Luar Biasa Nusantara Beji Depok

Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Intelektual atau kecerdasan memiliki tujuh komponen yaitu kecerdasan linguistik-verbal, logis-matematis, spasial-visual, ritmik-musik, kinestetik, kecerdasan interpersonal dan intrapersonal. Salah satu permasalahan yang dihadapi tunagrahita adalah mereka mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat dan didengar sehingga menyebabkan kesulitan dalam berbicara. Hal tersebut dapat menjadi tantangan tersendiri bagi para pengajar dalam menyampaikan materi belajar. Sekarang ini sudah banyak ditemui sekolah atau tempat terapi bagi anak-anak yang menderita tunagrahita. Salah satunya adalah Sekolah Luar Biasa Nusantara berasrama di Beji, Depok.

Untuk itu pertanyaan penelitiannya adalah bagaimana bentuk komunikasi yang digunakan pengajar di Sekolah Luar Biasa Nusantara dalam meningkatkan kemampuan intelektual (dalam hal ini kecerdasan berbahasa) anak tunagrahita tingkat SD kelas 1 dan 2? Serta bagaimana kemampuan berbahasa anak-anak tunagrahita?

Menurut Joseph A. Devito komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi ini berlangsung secara dialogis sehingga terjadi interaksi antara pemberi pesan dan penerima, bahkan keduanya dapat saling bertukar posisi.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu metode penelitian yang ditujukan untuk mengumpulkan data aktual dan rinci mengenai gejala yang terjadi, kemudian mengidentifikasi masalah dan cara orang lain menghadapi kondisi tertentu, dan selanjutnya mempelajari pengalaman mereka. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan cara observasi, wawancara serta dokumentasi.

(6)

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji bagi Allah atas rahmat dan magfirah-Nya yang senantiasa

tercurahkan kepada hamba-hambanya. Serta shalawat dan salam kucurahkan

untuk Nabiku tercinta yakni Nabi Muhammad SAW semoga kita mendapatkan

syafaatnya kelak di yaumil akhir.

Penulis bersyukur bahwasanya skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam

penulisan ini banyak menyita waktu, tenaga dan pikiran. Meski demikian, penulis

berharap proses tersebut dapat memberikan pelajaran dan pengalaman tersendiri

untuk masa depan. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi

penulis dan bagi para pembaca.

Terwujudnya skripsi ini pada hakekatnya adalah berkat pertolongan Allah

SWT, namun tidak terlepas pula bantuan dari berbagai pihak yang telah

memberikan dorongan, semangat, dan bimbingan yang sabar dan tak ternilai

harganya. Untuk itu penulis menghanturkan terima kasih yang tiada terhingga

kepada:

1. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Dakwah dan

Komunikasi, Drs. Wahidin Saputra, M.A, selaku Pembantu Dekan

(7)

2. Drs. Djumroni, M.Si, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam (KPI). Dra. Umi Musyarofah, M.A, selaku Sekretaris Jurusan

Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).

3. Nasichah, M.A, selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan dan arahan praskripsi.

4. Rubiyanah, MA. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

berkenan meluangkan waktu dan dengan sabar memberikan

pengarahan.

5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang

selama ini telah memberikan ilmu pengetahuan. Semoga ilmu yang

diberikan bermanfaat.

6. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan

Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah melayani penulis

dalam mempergunakan buku-buku dan literatur yang penulis butuhkan

selama penyusunan skripsi ini.

7. Kedua orang tua tercinta, atas segala kasih sayang, perhatian,

dorongan, yang tak pernah lelah dan bosan dalam membiayai kuliah

serta do’a yang selalu dipanjatkan untuk anak-anaknya

8. Seluruh keluarga besar, kakak tercinta, bibi, dan paman yang telah

(8)

Nusantara yang telah mengizinkan saya untuk dapat melakukan

penelitian. Dan dengan terbuka melayani setiap pertanyaan.

10.Seluruh teman-teman KPI D 2008, yang selalu memotivasi, menemami

sepanjang menuntut ilmu di bangku kuliah, baik dalam keadaan suka

dan duka.

11.Dan untuk orang-orang yang tidak bisa disebutkan satu persatu, tapi

turut serta memberikan suntikan semangat untuk segera menyelesaikan

kuliah ini.

Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis serahkan, semoga mendapat

imbalan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Mungkin skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan dalam penulisan. Meski begitu besar harapan penulis skripsi

ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 15 Januari 2013

Penulis

(9)

ABSTRAK……… ii

B. Kecerdasan Linguistik Verbal ……….... 24

C. Tunagrahita ………... 26

1. Definisi Tunagrahita ………... 26

2. Klasifikasi Tunagrahita ……….... 27

3. Hambatan dan Karakteristik Tunagrahita ………... 38

BAB III GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA A. Sejarah dan Profil Sekolah ………. 31

B. Struktur Pengurus ………... 34

C. Program atau Kegiatan yang Tersedia ……….... 35

(10)

B. Kemampuan berbahasa anak-anak tunagrahita ………... 48

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………. 58

B. Saran-saran ………. 59

(11)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan pilar yang sangat penting dalam kehidupan.

Dengan pengetahuan yang diperoleh, seseorang dapat merubah jalan hidupnya ke

arah yang lebih baik. Atau paling tidak dengan pengetahuan yang dimiliki,

seseorang dapat membedakan mana yang baik dan tidak untuk dirinya sendiri.

Untuk itu sudah menjadi tugas bagi setiap orang tua dan mereka yang peduli, agar

memberikan pendidikan bagi anak-anak sejak usia dini. Tak terkecuali untuk

anak-anak berkebutuhan khusus.

Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Khusus adalah suatu usaha pembelajaran

untuk mengembangkan semua potensi kemanusiaan peserta didik luar biasa baik

yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan (berkebutuhan

khusus) secara optimal agar dapat bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga dan

masyarakat.

Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special

needs) membutuhkan suatu strategi tersendiri sesuai dengan kebutuhan

masing-masing. Salah satu Sekolah Luar Biasa yang memberikan pembelajaran kepada

anak-anak berkebutuhan khusus adalah SLB Nusantara di Beji, Depok. Sekolah

ini menampung penderita tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan autis untuk dapat

menimba ilmu. Berbeda dengan sekolah pada umumnya, setiap kelas di SLB ini

(12)

Tunagrahita sendiri merujuk pada keterbatasan fungsi intelektual umum

dan keterbatasan pada keterampilan adaptif. Keterampilan adaptif ini mencakup

area komunikasi, merawat diri, keterampilan sosial, bermasyarakat, mengontrol

diri, serta pemanfaatan waktu luang dan kerja. Karena itulah, jika anak kelas 1 SD

di sekolah umum berkisar antara usia 6 atau 7 tahun, maka tidak demikian dengan

di Sekolah Luar Biasa. Disini usia tidak bisa menjadi patokan, bisa saja usia SMP

atau SMA tetapi masih harus belajar di tingkat SD.

Anak dengan handaya perkembangan kemampuan (tunagrahita), memiliki

problema belajar yang disebabkan adanya hambatan perkembangan intelegensi,

mental, emosi, sosial dan fisik. Untuk itu prinsip pembelajaran yang diperlukan

yaitu prinsip kebutuhan dan keaktifan, kebebasan yang mengarah, pemanfaatan

waktu luang dan kompensasi, kekeluargaan dan kepatuhan kepada orang tua, setia

kawan, perlindungan, minat dan kemampuan, disiplin, serta kasih sayang.1

Salah satu permasalahn yang dihadapi tunagrahita adalah mereka

mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat, didengar sehingga

menyebabkan kesulitan dalam berbicara.

Padahal manusia adalah mahluk sosial yang berkomunikasi dan

berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya, baik itu lingkungan

tempat tinggal, sekolah maupun lingkungan kerja. Komunikasi menjadi penting

untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, kelangsungan hidup, untuk

memperoleh kebahagiaan, memupuk hubungan dengan orang lain, serta terhindar

dari tekanan dan ketegangan. Untuk itu, pengajaran baca tulis menjadi penting

pula sebagai dasar atau pondasi untuk berbicara.

1

(13)

Pembelajaran di kelas belum tentu dapat berjalan sesuai dengan keinginan

pengajar. Seringkali guru atau pengajar harus mengikuti keinginan muridnya

masing-masing, dengan memberi kebebasan melakukan hal yang mereka suka.

Setelah mereka merasa nyaman barulah pengajar dapat memberikan materi belajar

yang telah disiapkan. Setiap pengajar harus dapat mengetahui karakteristik

murid-muridnya. Saat seorang anak tidak mau belajar, pengajar juga harus memberikan

perhatian dan pendekatan untuk dapat mengetahui alasannya.

Proses pembelajaran di kelas merupakan suatu interaksi antara guru

dengan siswa dan suatu komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam suasana

edukatif untuk pencapaian suatu tujuan belajar. Dalam proses pembelajaran ini,

kedua komponen tersebut yaitu interaksi dan komunikasi harus saling menunjang

agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal.

Namun demikian, tujuan pembelajaran disini bukan hanya untuk

meningkatkan pengetahuannya, tetapi juga untuk mempersiapkan para siswa

dengan hendaya perkembangan kemampuan (tunagrahita) agar dapat hidup secara

mandiri, dapat menghidupi diri sendiri, dan mungkin keluarganya, setelah yang

bersangkutan keluar dari sekolah. Atau minimal mereka dapat bersosialisasi

dengan baik di masyarakat serta bersikap sopan santun.

Tidak seperti SLB yang lain, SLB Nusantara ini menyediakan asrama

bagi siswanya yang berasal dari luar daerah. Selain itu bagi mereka yang telah

lulus tingkat SMA disediakan pula fasilitas keterampilan seperti komputer, untuk

mendesain pin dan gelas, atau keterampilan menjahit.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirasa penting untuk meneliti

(14)

tunagrahita dalam membantu mengembangkan dan meningkatkan kemampuan

mereka terutama kemampuan bahasa secara optimal. Untuk itu penelitian ini

diberi judul “Bentuk Komunikasi Pengajar Dan Murid Dalam Meningkatkan Kemampuan Intelektual Anak Tunagrahita Di Sekolah Luar Biasa

Nusantara Beji Depok”

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar pembahasannya tidak meluas, maka penelitian ini dibatasi hanya

pada pola komunikasi pengajar anak-anak yang menderita tunagrahita ringan

di tingkat SD (sekolah dasar) kelas 1 dan 2 Sekolah Luar Biasa Nusantara.

Kemampuan intelektual (kecerdasan) juga dibatasi hanya pada kecerdasan

linguistik-verbal.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan

masalahnya adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana bentuk komunikasi yang digunakan pengajar Sekolah

Luar Biasa Nusantara dalam meningkatkan kemampuan berbahasa

anak-anak tunagrahita?

(15)

C. Tujuan Penelitian

Setelah mengetahui judul serta latar belakang masalah, maka penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Mengetahui bentuk komunikasi yang digunakan pengajar Sekolah Luar

Biasa Nusantara dalam meningkatkan kemampuan berbahasa anak-anak

tunagrahita

2. Mengetahui kemampuan berbahasa anak tunagrahita

3. Mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat peningkatan

kemampuan berbahasa anak tunagrahita.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis. Diharapkan penelitian ini dapat memperkaya kajian ilmu

komunikasi, terutama dalam upaya komunikasi yang efektif

2. Manfaat praktis. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi informasi

bagi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya untuk lebih peduli dengan

anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Dan sebagai masukan bagi

lembaga-lembaga lainnya yang bergerak dibidang yang sama.

E. Metodologi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu prosedur

(16)

lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.2 Dengan metode

penelitian deskriptif kualitatif, yaitu metode penelitian yang ditujukan untuk

mengumpulkan data aktual dan rinci mengenai gejala yang terjadi, untuk

kemudian mengidentifikasi masalah dan cara orang lain menghadapi kondisi

tertentu, dan selanjutnya mempelajari pengalaman mereka untuk menetapkan

rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.3

Disini peneliti akan berinteraksi secara langsung dengan subjek

penelitian untuk mengamati kegiatan sehari-hari terutama yang berkaitan

dengan apa yang diteliti, agar mendapatkan gambaran yang nyata.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Yang menjadi subjek penelitian ini yaitu pengajar atau guru SD di

Sekolah Luar Biasa Nusantara. Sedangkan objek penelitiannya adalah pola

komunikasi yang digunakan oleh pengajar Sekolah Luar Biasa Nusantara di

kelas dalam meningkatkan kemampuan intelektual (kecerdasan bahasa)

anak-anak tunagrahita.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan mulai September-November 2012. Di

Sekolah Luar Biasa Nusantara, Jalan Sempu I Rt 06 Rw 04, Kelurahan Beji,

Kecamatan Beji, Kota Depok.

2

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 4

3

(17)

4. Tahapan Penelitian

a. Teknik Pengumpulan Data

1) Observasi

Observasi adalah proses pencatatan pola perilaku subjek

(orang), objek (benda-benda) atau kejadian yang sistematik tanpa

adanya pertanyaan atau komunikasi dengan individu-individu yang

diteliti.4 Selain itu observasi juga dapat diartikan sebagai kegiatan

pemilihan, pengubahan, dan pengodean serangkaian perilaku dan

suasana yang diamati.5

Observasi ini akan dilakukan di sekolah, terutama di dalam

kelas, yaitu tentang bagaimana komunikasi antara pengajar dengan

anak-anak tunagrahita tersebut terjalin. Secara jelasnya adalah tentang

cara penyampaian pesannya, alat-alat pendukung yang digunakan, cara

pengajar mengatasi suatu masalah, dan tanggapan dari setiap murid.

2) Wawancara

Wawancara adalah pertemuan antara dua orang dengan maksud

bertukar informasi atau ide melalui tanya jawab.6 Dalam hal ini

peneliti melakukan wawancara langsung kepada kepala sekolah dan

pengajar tunagrahita ringan kelas 1 dan 2 SD di Sekolah Luar Biasa

Nusantara. Tentang bagaimana cara pengajar menyampaikan materi

belajar untuk meningkatkan kemampuan murid dalam berbahasa.

4

Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 34

5

Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, h. 83

6

(18)

3) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan sumber data yang diambil dari

dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini, baik dari

pihak yayasan ataupun pihak lainnya seperti dari buku, majalah, artikel

dan lain-lain.

b. Pengolahan Data

Data-data yang diperoleh akan diolah dan disusun berdasarkan

pedoman penulisan karya ilmiah yaitu buku CeQda yang diterbitkan oleh

Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, yang berjudul “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Dan Disertasi)”

c. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis data kualitatif. Menurut Bogdan, analisis data kualitatif

merupakan proses mencari dan menyusun data-data yang diperoleh

melalui wawancara, catatan lapangan atau observasi, dan bahan-bahan lain

secara sistematis, dengan mendeskripsikan atau menggambarkannya

secara tertulis. Sehingga dapat dengan mudah dipahami dan hasilnya dapat

diinformasikan kepada orang lain.7 Dan agar lebih mempermudah

penyusunannya, hasil penelitian ini akan dijabarkan secara jelas sesuai

dengan perumusan masalahnya.

7

(19)

F. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan tinjauan terhadap beberapa tulisan, buku, dan skripsi tentang

pola komunikasi, diantaranya skripsi dari:

Herman Setiawan, dengan metode analisis deskriptif, dalam skripsinya

menemukan pola komunikasi yang digunakan pengasuh dalam pembinaan akhlak

adalah komunikasi yang bersifat kelompok. Selain itu ada juga pola komunikasi

antar pribadi yang lebih sering digunakan pada saat diluar proses belajar

mengajar, seperti pada waktu istirahat.8

Nurhasanah, dengan metode deskriptif analisis, dalam skripsinya

menemukan pola komunikasi yang digunakan guru-guru agama dalam

menerapkan nilai-nilai keislaman adalah dengan komunikasi antar pribadi yaitu

pada saat murid menghafal Al-Qur’an atau hadits, dan komunikasi kelompok pada saat belajar mengajar di dalam kelas. Teori yang digunakan adalah teori Wibur

Scramm bahwa komunikasi didasarkan atas hubungan antar satu sama lain yang

fokus pada informasi yang sama, dan berada dalam komunikasi tatap muka.9

Heldawati, dengan metode deskriptif, dalam skripsinya menemukan pola

komunikasi yang digunakan Pembina dalam program pembinaan muallaf adalah

pola roda yaitu pada saat Pembina memberikan materi kepada muallaf dalam

8

Herman Setiawan, Pola Komunikasi Antara Pengasuh dengan Anak Asuh dalam Pembinaan Akhlak di Panti Asuhan Al-Ikhsan Vila Tomang Tangerang (Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, 2010)

9

(20)

jumlah yang besar, dan pola bintang pada saat pemberian materi rukun iman dan

islam, dimana semua anggota saling berkomunikasi.10

Dari ketiga tinjauan pustaka diatas yang membedakannya dengan

penelitian ini yaitu terletak pada tempat, subjek dan objek penelitiannya,

penelitian ini bertempat di Sekolah Luar Biasa Nusantara Beji, Depok, subjeknya

adalah Pengajar di kelas 1 dan 2 SD, dan objeknya yaitu bentuk komunikasi yang

digunakan guru kepada murid.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini bersifat sistematis, untuk itu penulis membaginya

menjadi lima bab yang tiap-tiap babnya terdiri dari beberapa sub bab. Adapun

sistematikanya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Di dalamnya berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian,

tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI

Menguraikan tentang difinisi komunikasi, unsur-unsur komunikasi,

karakteristik komunikasi, bentuk komunikasi, hambatan komunikasi, kecerdasan

linguistik-verbal, dan pengertian, klasifikasi serta karakteristik tunagrahita.

10

(21)

BAB III GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA

Gambaran umum ini berisi tentang sejarah dan profil sekolah, struktur

kepengurusan, kegiatan atau program-program yang disediakan sekolah, serta

keadaan guru dan murid-murid.

BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN

Berisi tentang bentuk komunikasi yang terjadi antara pengajar dengan

anak tunagrahita di dalam kelas, kemampuan berbahasa yang dimiliki tunagrahita,

serta faktor pendukung dan penghambat komunikasi tersebut.

BAB V PENUTUP

Berisikan kesimpulan yang berkaiatan dengan bentuk komunikasi yang

digunakan oleh pengajar dalam meningkatkan kemampuan intelektual anak-anak

penderita tunagrahita, dan saran bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan anak

(22)

12 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Ruang Lingkup Komunikasi

1. Definisi Komunikasi

Secara etimologi (bahasa), komunikasi berasal dari bahasa Latin

communicatio yang bersumber dari kata communis yang berarti sama.

Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, makna atau pesan dianut

secara sama.1 Namun secara umum banyak definisi mengenai komunikasi,

tergantung paradigma atau perspektif yang digunakan para ahli

komunikasi dalam menjelaskan fenomena komunikasi yang mereka

temukan. Secara terminologi (istilah) ada beberapa definisi mengenai

komunikasi, definisi tersebut diantaranya yaitu:

a. Menurut Theodore M. Newcomb, “setiap tindakan komunikasi

dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari

rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima”

b. Gerald R. Miller menyatakan “komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat

yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima”

1

(23)

c. Pernyataan yang senada di katakan oleh Everett M. Rogers (1981),

“komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber

kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah

tingkah laku mereka”.

d. Sedangkan menurut Harold Laswell, “Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect?” atau Siapa Mengatakan

Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh yang

Bagaimana?2

Pada definisi yang diungkapkan Everett M. Rogers, baik

komunikator atau komunikan sebagai partisipan sama-sama aktif dalam

merumuskan isi pesan yang dapat dimengerti dan disetujui oleh kedua

belah pihak. Ini merupakan cirri komunikasi dua arah, yakni isi pesan

bukan hanya dimengerti oleh satu pihak saja tetapi kedua-duanya. Dengan

demikian efek komunikasi yang diharapkan dapat dicapai dengan baik.3

Tidak ada yang salah atau benar dalam definisi-definisi diatas.

Tergantung dalam konteks apa komunikasi itu digunakan. Dalam hal ini

menurut penulis, secara singkat komunikasi dapat dikatakan sebagai upaya

penyampaian pesan atau informasi dari sumber kepada penerima, dengan

atau tanpa media, dengan harapan terjadi perubahan atau efek ke arah yang

lebih baik.

2

Ibid., h. 69

3

(24)

Pada hakikatnya komunikasi adalah sebuah proses penyampaian

pesan dari komunikator kepada komunikan. Pesan ini dapat berupa pesan

verbal atau non verbal. Pesan verbal adalah pesan yang berupa kata-kata

lisan atau tulisan, sedangkan non verbal adalah pesan yang berupa isyarat

badan atau gerakan.

2. Unsur-unsur Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses kegiatan yang terdiri dari

beberapa unsur, yaitu:

a. Komunikator

Yaitu unsur yang pertama kali menyampaikan pesan4 atau

menghubungkan pesan kepada seseorang atau beberapa orang.

b. Pesan

Adalah seperangkat lambang, baik berupa ide atau

informasi bermakna yang disampaikan oleh komunikator kepada

pendengarnya.5

Pesan sendiri dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:

1) Informatif adalah komunikasi yang memberikan

keterangan-keterangan, kemudian mengambil kesimpulan

4

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007), h. 46

5

(25)

dan keputusan sendiri. Dalam situasi tertentu komunikasi

informatif justru berhasil dan persuasif.

2) Persuasif adalah komunikasi yang berisikan bujukan, yaitu

membangkitkan pengertian dan kesadaran manusia bahwa

apa yang kita sampaikan akan memberikan perubahan

sikap, dan perubahan ini diterima atas kesadaran sendiri.

3) Koersif adalah komunikasi dengan menggunakan

sanksi-sanksi. Bentuknya dikenal dengan agitasi, yaitu

penekanan-penekanan yang menimbulkan tekanan batin diantara

sesama dan dikalangan publik.

c. Media

Yaitu sarana atau saluran yang mendukung pesan jika

penerima (komunikan) jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

d. Komunikan

Yaitu orang yang menerima pesan dari komunikator.6 Saat

komunikasi terjadi dua arah, maka komunikan dapat berperan

sebagai komunikator.

e. Efek

Yaitu pengaruh yang ditimbulkan dari pesan yang

disampaikan. Yang terpenting dalam sebuah proses komunikasi

adalah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan oleh

6

(26)

komunikator dapat memberikan dampak atau efek kepada

komunikan. Dampak tersebut dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Dampak kognitif. Yaitu dampak yang timbul pada

komunikan yang menyebabkan menjadi tahu atau

meningkat intelektualitasnya

2) Dampak afektif. Yaitu dampak yang tidak hanya sekedar

komunikan menjadi tahu, tetapi juga tergerak hatinya.

Menimbulkan perasaan tertentu, misalnya iba, terharu,

sedih, gembira, marah dan lain-lain

3) Dampak behavioral. Yaitu dampak yang timbul berupa

perilaku, tindakan atau kegiatan. Misalnya berbuat seperti

apa yang disarankan atau berbuat yang tidak disarankan

(menentang).7

3. Karakteristik Komunikasi

a. Komunikasi adalah suatu proses

Artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau

peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama

lainnya dalam waktu tertentu.

b. Komunikasi adalah upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan

tertentu

7

(27)

Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar,

disengaja sesuai dengan kemauannya, serta sesuai dengan tujuan

yaitu hasil atau akibat yang ingin dicapai.

c. Komunikasi menuntut adanya patisipasi dan kerja sama dari para

pelaku yang terlibat

Komunikasi akan berlangsung dengan baik jika pihak-pihak yang

melakukan komunikasi sama-sama terlibat dan mempunyai

perhatian yang sama pada pesan yang dikomunikasikan.

d. Komunikasi bersifat simbolis

Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan

dengan menggunakan lambang-lambang, misalnya bahasa.

e. Komunikasi bersifat transaksional

Pada dasarnya komunikasi menuntut adanya tindakan yaitu

memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut perlu dilakukan

secara seimbang oleh pelaku yang terlibat dalam komunikasi.

f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu

Para peserta atau pelaku yang terlibat komunikasi tidak perlu lagi

hadir dalam ruang dan waktu yang sama. Karena dengan kemajuan

(28)

kedua faktor tersebut bukan menjadi persoalan dalam

berkomunikasi.8

4. Bentuk Komunikasi

Onong U. Effendi menyebutkan dalam bukunya

Dimensi-Dimensi komunikasi, berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah

komunikan, komunikasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk:

komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi massa.

a. Komunikasi antarpribadi

Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara dua

orang dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk percakapan.

Komunikasi ini dapat berlangsung secara tatap muka atau melalui

medium seperti telepon. Ciri khas komunikasi antar pribadi ialah

sifatnya yang dua arah atau timbal balik (two way traffic

communication). Efektifnya komunikasi antar pribadi ini ialah

karena adanya arus balik langsung, sehingga komunikator dapat

melihat seketika tanggapan komunikan. Pengertian efektif dalam

komunikasi antar pribadi ini yaitu hubungannya dengan perubahan

sikap (attitude change).9

Komunikasi antar pribadi menurut Joseph A. Devito dalam

bukunya “The Interpersonal Communication Book” (Devito, 1989) “proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang

8

Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, h. 33

9

(29)

atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek

dan beberapa umpan balik seketika”10

Keuntungan dari situasi komunikasi antarpribadi ialah

karena prosesnya yang berlangsung secara dialogis. Dialog adalah

bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukan adanya

interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi ini dapat

berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar

secara bergantian.

Dalam proses komunikasi ini juga nampak adanya upaya

dari para pelaku agar terjadinya pengertian bersama (mutual

understanding) dan empati. Disinilah terjadinya saling

menghormati, bukan karena status sosial ekonomi, melainkan

karena didasarkan anggapan bahwa masing-masing memang wajib,

berhak, pantas dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia.11

Jika dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi yang

lain, komunikasi antarpribadi dinilai yang paling berpengaruh

dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku

komunikan. Karena itulah komunikasi antar pribadi sering

digunakan untuk melancarkan komunikasi persuasive, yaitu suatu

teknik komunikasi secara psikologis yang sifatnya halus, berupa

ajakan, bujukan atau rayuan.12

10

Onong U. Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 59

11

Ibid., h. 60

12

(30)

b. Komunikasi kelompok

Komunikasi kelompok (group communication) adalah

komunikasi antara seseorang dengan sejumlah orang yang

berkumpul bersama-sama secara sengaja dalam bentuk kelompok.

Kelompok tersebut bisa kecil (small group) bisa juga besar (large

group), tetapi jumlah orang dalam anggota kelompok itu tidak

dapat ditentukan dengan eksak.

1) Kelompok kecil atau kadang disebut micro group adalah

kelompok yang dalam situasi komunikasinya terdapat

kesempatan untuk memberikan tanggapan secara verbal.

Dengan kata lain komunikator dapat melakukan

komunikasi antar pribadi dengan salah seorang anggota

kelompok.

2) Kelompok besar atau disebut juga macro group. Dalam

komunikasi ini kontak pribadi antara komunikator dengan

komunikan jauh lebih kurang dibandingkan dengan situasi

kelompok kecil. Apabila anggota kelompok besar

memberikan tanggapan kepada komunikator maka

tanggapan itu lebih bersifat emosional. 13

c. Komunikasi massa

Komunikasi masa (mass communication) ialah komunikasi

melalui media masa modern dengan jangkauan yang luas, seperti

surat kabar, siaran radio dan televisi serta film. Namun menurut

13

(31)

Everett M. Rogers, selain media masa modern ada juga media

masa tradisonal seperti teater rakyat, juru dongeng keliling, juru

pantun dan lain-lain.

Umumnya media masa modern menunjukan seluruh sistem

dimana pesan-pesan diproduksikan, dipilih, disiarkan, diterima dan

ditanggapi. Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan

sikap kepada komunikan yang beragam dan dalam jumlah yang

banyak dengan menggunakan media.14

5. Hambatan Komunikasi

Ada beberapa hal yang seringkali menjadi hambatan dalam

komunikasi, diantara yang harus diperhatikan yaitu:

a. Gangguan

Menurut sifatnya, ada dua jenis gangguan terhadap jalannya

komunikasi:

1) Gangguan mekanik. Gangguan ini disebabkan oleh saluran atau

media yang digunakan dalam komunikasi yang berbentu fisik.

Seperti gangguan suara pada pesawat radio.

2) Gangguan semantik. Gangguan jenis ini bersangkutan dengan

bahasa yang digunakan komunikator untuk menyampaikan

pesan kepada komunikan.

14

(32)

b. Kepentingan

Interest atau kepentingan akan membuat seseorang selektif

dalam menanggapi atau menghayati suatu pesan. Orang hanya akan

memperhatikan perangsang yang ada hubungannya dengan

kepentingannya. Kepentingan tidak hanya mempengaruhi perhatian

saja tetapi juga menentukan daya tanggap, perasaan, pikiran dan

tingkah laku.

c. Motivasi terpendam

Motivasi akan membuat seseorang berbuat sesuatu yang sesuai

dengan keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Semakin sesuai

komunikasi dengan motivasi seseorang semakin besar pula

kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik oleh

komunikan.15

d. Hambatan Psikologis dan Sosial

Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu

komunikasi. Misalnya, bencana yang menimbulkan trauma pada

komunikan sehingga sulit diajak komunikasi.

Selain itu faktor prasangka juga merupakan hambatan yang

berat bagi suatu komunikasi, karena orang yang mempunyai

prasangka, terlebih yang tidak baik, akan cepat bersikap curiga dan

menentang komunikator yang hendak melakukan komunikasi. Dalam

15

(33)

prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik kesimpulan tanpa

menggunakan pikiran yang rasional.16

Hambatan-hambatan komunikasi yang seringkali ditemui dalam

proses belajar mengajar antara lain:

a. Verbalisme. Dimana guru menerangkan pelajaran hanya melalui

kata-kata atau secara lisan. Disini yang aktif hanya guru,

sedangkan murid lebih banyak bersifat pasif, dan komunikasi

bersifat satu arah.

b. Perhatian yang bercabang. Yaitu perhatian murid tidak terpusat

pada informasi yang disampaikan guru, tetapi bercabang perhatian

lainnya.

c. Kekacauan penafsiran. Terjadi disebabkan berbedanya daya

tangkap murid, sehingga sering terjadi istilah-istilah yang sama

namun diartikan berbeda-beda.

d. Tidak adanya tanggapan. Yaitu murid-murid tidak merespon secara

aktif apa yang disampaikan oleh guru, sehingga tidak terbentuk

sikap yang diperlukan. Disini proses pemikiran tidak terbentuk

sebagaimana mestinya.

e. Kurang perhatian. Hal ini disebabkan karena prosedur dan metode

pengajaran kurang bervariasi, sehingga penyampaian informasi

yang monoton menyebabkan timbulnya kebosanan murid.

16

(34)

f. Keadaan fisik dan lingkungan yang mengganggu. Misalnya objek

yang terlalu besar atau kecil, gerakan yang terlalu cepat atau

lambat, dan objek yang terlalu kompleks serta konsep yang terlalu

luas, sehingga menyebabkan tanggapan murid menjadi

mengambang.

g. Sikap pasif anak didik. Yaitu tidak bergairahnya siswa dalam

mengikuti pelajaran disebabkan kesalahan memilih teknik

komunikasi.17

B. Kecerdasan Linguistik Verbal

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Intelektual berarti cerdas,

berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. (Depdiknas,

2005:437)18

Howard Gardner dalam bukunya, Frames of Mind: The Theory of

Multiple Intelligences (1983) mengusulkan bahwa kecerdasan memiliki tujuh

komponen. Yaitu kecerdasan linguistik-verbal, kecerdasan logis-matematis,

spasial-visual, ritmik-musik, kinestetik, kecerdasan interpersonal dan

kecerdasan intrapersonal.19

Kecerdasan linguistik-verbal mengacu pada kemampuan menyusun

pikiran dengan jelas dan mampu menggunakannya secara kompeten melalui

17

Basyirudin Usman dan Asnawir, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), h.6

18

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 437

19

(35)

kata-kata untuk mengungkapkan pikiran dalam bentuk berbicara, membaca

dan menulis.20

Kecerdasan berbahasa mencakup kemampuan seseorang untuk

menggunakan bahasa atau kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam

berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.21

Keterampilan membaca dan menulis merupakan keterampilan dasar

dalam komunikasi. Cerdas dalam kata-kata juga merupakan kemampuan yang

memungkinkan manusia untuk dapat berkomunikasi satu sama lain dalam

tataran sosial. Dan komunikasi yang efektif memungkinkan seseorang untuk

memahami orang lain, mempengaruhi orang lain, belajar dari orang lain, dan

belajar lebih tentang diri sendiri.

Anak-anak yang mengetahui kata-kata akan belajar memahami dan

menggunakan bahasa, khususnya bahasa lisan dan tulis. Hal ini yang

kemudian akan membantu mereka bersosialisasi dengan lingkungan dan

membuka pintu untuk menguasai berbagai pelajaran mulai dari sains,

matematika, sejarah dan lain-lain.

Bahasa menurut Myklebust (1955) didefinisikan sebagai perilaku

simbolik yang mencakup kemampuan seseorang dalam mengikhtisarkan,

mengikatkan kata-kata dengan arti, dan menggunakannya sebagai simbol

untuk berpikir dan mengekspresikan ide, maksud dan perasaan.22

20

May Lwin, h. 11

21

Hamzah B. Uno dan Masri Kuadrat, Mengelola Kecerdasan Dalam Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 12

22

(36)

Beberapa hal dibawah ini merupakan kegiatan yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, diantaranya:

Keterampilan verbal

1. Berbicara dalam kalimat

2. Memahami dan mengikuti perintah

3. Menirukan dan memainkan peran

4. Merangkai kata-kata untuk berkomunikasi

Keterampilan membaca dan menulis

1. Berusaha untuk menulis abjad dasar

2. Mulai membaca kata-kata sederhana

3. Mengenal abjad dengan baik

4. Memperlihatkan minat pada buku-buku23

C. Tunagrahita

1. Definisi Tunagrahita

Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak

yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam

bahasa asing istilah yang digunakan seperti mental retardation, mentally

retarded, mental deficiency.24

Definisi dari American Association of Mental Retardation/AAMR

(Luckasson, 1992), dengan menitikberatkan pada tiga dimensi utama

penilaian yakni kemampuan (capabilities), lingkungan tempat ia

23

May Lwin, dkk., Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan, h. 22

24

(37)

melakukan fungsi kegiatan (environment), dan kebutuhan bantuan dengan

berbagai tingkat keperluan (functioning dan support), hasilnya yaitu:

“Anak dengan hendaya perkembangan, mengacu pada adanya keterbatasan dalam perkembangan fungsional. Hal ini menunjukan adanya signifikansi karakteristik fungsi intelektual yang berada dibawah normal, bersamaan dengan kemunculan dua atau lebih ketidaksesuaian dalam aspek keterampilan penyesuaian diri (adaptif) meliputi: komunikasi, bina diri, kehidupan di rumah, keterampilan sosial, penggunaan fasilitas lingkungan, mengatur diri, kesehatan dan keselamatan diri, keberfungsian akademik, mengatur waktu luang, dan bekerja. Keadaan seperti itu secara nyata berlangsung sebelum usia 18 tahun”.25

Seseorang dikategorikan berkelainanan mental subnormal atau

tunagrahita jika ia memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, sehingga

untuk meningkatkan kemampuannya memerlukan bantuan atau layanan

spesifik, termasuk dalam program pendidikannya (Bratanata, 1979).26

2. Klasifikasi Tunagrahita

a. Tunagrahita Ringan

Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Mereka

masih dapat membaca, menulis dan berhitung sederhana. Dengan

bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan

pada saatnya dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.

Karena mereka dapat dididik menjadi tenaga kerja seperti pekerjaan

laundry, pertanian, peternakan, dan pekerjaan tumah tangga.

Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami

gangguan fisik. Mereka tampak seperti anak normal. Hanya saja

25

Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Tunagrahita, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h.62

26

Bratanata, “Pendidikan Anak Terbelakang Mental ” dalam Mohammad Effendi

(38)

mereka tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara

independen.

b. Tunagrahita Sedang

Anak tunagrahita sedang disbut juga imbesil. Mereka sangat

sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar

menulis, membaca dan berhitung. Tetapi mereka masih dapat dididik

untuk mengurus diri seperti mandi, berpakaian, makan minum,

mengerjakan pekerjaan rumah dan sebagainya. Namun dalam

kehidupan sehari-hari mereka membutuhkan pengawasan yang terus

menerus.

c. Tunagrahita Berat

Anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Mereka

memerlukan bantuan perawatan total dalam hal merawat diri, makan

dan lainnya. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya

sepanjang hidupnya.27

3. Hambatan dan Karakteristik Tunagrahita

Pada dasarnya tunagrahita menunjukan kecenderungan

kemampuan yang rendah pada fungsi umum kecerdasannya, karena

keterbatasan fungsi kognitif. Fungsi kognitif sendiri merupakan

kemampuan seseorang untuk mengenal atau memperoleh pengetahuan.

27

(39)

Beberapa hambatan yang tampak pada anak tunagrahita dari segi

kognitif yang juga menjadi karakteristiknya yaitu:

a. Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret

b. Mengalami kesulitan dalam konsentrasi

c. Kemampuan sosialisasinya terbatas

d. Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit

e. Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi

f. Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis

dan hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.28

Menurut Hallahan, terdapat empat bidang hambatan kognisi pada

anak yang tergolong kategori retardasi mental. Empat bidang tersebut

adalah hambatan perhatian, ingatan, bahasa, dan prestasi akademik.

a. Hambatan Perhatian. Biasanya mereka kesulitan mencurahkan

perhatiannya kepada aspek yang bermacam-macam

b. Hambatan Ingatan. Mereka sulit mengingat suatu benda atau

proses yang telah dialaminya

c. Hambatan Bahasa. Karena mengalami kesulitan dalam mengingat

apa yang dilihat dan didengar sehingga menyebabkan kesulitan

dalam berbicara

28

(40)

d. Prestasi Akademik. Karena terlambat dalam perkembangan mental,

tunagrahita mengalami masalah dalam keterampilan akademik di

banding kelompok usia sebaya.29

Sementara itu, Bandi Delphie dalam bukunya menyebutkan bahwa

karakteristik anak tunagrahita, meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Mempunyai dasar secara fisiologis, sosial dan emosional sama

seperti anak-anak yang tidak menyandang tunagrahita

b. Selalu bersifat eksternal locus of control sehingga mudah sekali

melakukan kesalahan (expectancy for failure)

c. Suka meniru perilaku yang benar dari orang lain dalam upaya

mengatasi kesalahan-kesalahan yang mungkin ia lakukan

(outerdirectedness)

d. Mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri

e. Mempunyai permasalahan dengan perilaku sosial (social

behavioral)

f. Mempunyai masalah dengan karakteristik belajar

g. Mempunyai masalah dalam bahasa dan pengucapan

h. Mempunyai masalah dalam kesehatan fisik

i. Kurang mampu untuk berkomunikasi

j. Mempunyai kelainan pada sensori dan gerak30

29

Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 155

30

(41)

31

GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA NUSANTARA

A. Sejarah Dan Profil Sekolah 1. Sejarah

Berawal dari rasa prihatin terhadap adik kelas sewaktu kuliah di

Pendidkan Luar Biasa, Bapak Sujono (saat ini menjabat sebagai ketua

yayasan) menampung dua belas orang adik kelasnya tersebut di dua tempat

yaitu di Depok dan Jakarta Selatan. Mereka mulai mencari murid, hingga

muridnya terus bertambah banyak. Karena para guru (yang juga adik

kelasnya) tinggal dan makan di sekolah, maka dibuatlah sekolah berasrama.

Akhirnya pada tahun 1989 beliau membeli tanah di daerah Beji, Depok dari

uang pribadi hasil penjualan rumah.

Saat ini beliau telah membangun dua Sekolah Luar Biasa di dua daerah

yaitu di Beji, Depok dan Srengseng Sawah, Jakarta Selatan.1 Sekolah Luar

Biasa Nusantara Ber-asrama tidak hanya menerima siswa-siswi ABCD

(Tunanetra, Tunarungu, tunagrahita, Tunadaksa), tetapi juga Hiperaktif, Down

Syndrom, Autis dan Epilepsi, mulai dari usia dini sampai usia lanjut. Motto

sekolah adalah PAIKEM GEMBROT yang artinya Pendidikan Aktif Inovatif

Kreatif Efektif Menyenangkan Gembira Berbobot.

Selain pendidikan formal, sekolah ini juga menyediakan beberapa

program umum seperti:

1

(42)

a. Lembaga pendidikan komputer nusantara untuk Anak berbakat usia

sekolah, SMKLB, alumni SMALB

b. Paket wisata alam nusantara, diadakan setiap minggu, maksimal 15

peserta di wilayah jabodetabek, waktunya satu hari. Kegiatan ini

ditujukan untuk menghilangkan kejenuhan dari rutinitas sehari-hari

c. Klinik tumbuh kembang ”Bunga Nusantara”, yaitu layanan terapi untuk anak berkebutuhan khusus seperti terapi air, terapi perilaku,

terapi okupasi, terapi wicara, terapi sensor integrasi, konsultasi anak

dan tes psikologi.2

2. Profil

Nama Sekolah : SLB BCD NUSANTARA BER-ASRAMA

Status Sekolah : Swasta

NSS : 802026605001

Alamat Sekolah : Jl. Sempu Raya No. 120 Rt. 03 Rw. 04 Kel.

Beji Kec. Beji Kota Depok 16421

Telp (021)7761131

Tahun Berdiri : 1989

Ijin Oprasional : No. 421.9/3124 – DISDIK/2003

Status Akreditasi : C

Waktu Penyelengaraan : Siang Hari

Nama Kepala Sekolah : Kusnaeni, S.Pd

Nama Yayasan : YPLB NUSANTARA

2

(43)

Alamat Yayasan : Jl. Sempu Raya No. 120 Rt. 03 Rw. 04 Kel.

Beji Kec. Beji Kota Depok 16421

Tlp./ Hp. (021) 7761131 / 08174948901

No Akte Notaris / Tahun : 117 / 2001

Nama Ketua Yayasan : Drs. Sujono, MM

Nama Komite : -

Visi :

Mewujudkan SLB BCD Nusantara Berasrama kota Depok sebagai

salah satu sekolah unggulan dan terbaik di jawa barat.

Misi :

1. Meningkatkan kinerja aparatur sekolah yang efektif, efisien dan

profesional

2. Meningkatkan segala potensi sumber daya sekolah

3. Mengembangkan wawasan keunggulan kreatif dan inovatif dibidang

pendidikan

4. Membangguan komitmen kebersamaan dan keteladanan warga

sekolah yang harmonis, religius yang dilandasi Iman dan Taqwa.3

3

(44)

B. Struktur Pengurus 4

4

(45)

C. Program atau Kegiatan yang Tersedia

Beberapa program atau kegiatan yang menjadi unggulan di sekolah ini

yaitu:

1. Keterampilan. Sablon elektrik seperti membuat gelas, pin, topi dan

kaos bergambar, serta menyulam dan memasang manik-manik

2. Bina Diri. Kegiatan dalam bina diri ini yaitu keterampilan dalam

mengerjakan pekerjaan sehari-hari, mulai dari makan, minum,

bersih-bersih, ke toilet, ganti baju dan lain-lain

3. Seni. Seperti memainkan alat musik dan tarian

4. Olahraga. Kegiatan olahraga ini yaitu renang, badminton, fitness5

D. Keadaan Guru dan Murid

Jumlah guru yang ada di sekolah ini yaitu 16 orang. Dengan status

kepegawaian 1 orang pegawai negeri dan 15 lainnya pegawai swasta. Pendidikan

terakhir masing-masing guru yaitu: 1 orang tamatan S2, 5 orang tamatan S1/D4, 3

orang tamatan SGPLB/D3/SARMUD/POLITEKNIK, dan 7 orang tamatan

SMA/SMK/MA/MAK. Sedangkan jumlah muridnya yaitu 93 orang, 63

perempuan dan 35 laki-laki.6

Untuk kelas 1 dan 2 SD ini terdapat 7 orang murid, 6 laki-laki dan 1

perempuan. 4 orang termasuk tunagrahita ringan yaitu Ridwan, Shendi, Krist

Hansen dan Naufal. 3 lainnya yaitu Raihan, Aldi dan Nina termasuk down

syndrome dan tunagrahita. Yang menjadi fokus penelitian pada skripi ini adalah

5

Hasil wawancara dengan Bapak Kusnaeni pada Selasa, 20 November 2012

6

(46)

tunagrahita ringan, maka yang akan dibahas pada bab selanjutnya hanya 4 anak

tersebut saja.

Jam belajar di sekolah yaitu mulai dari pukul 07.30-11.30, dengan jam

istirahat pada pukul 09.30-10.00. Pada jam istirahat anak-anak akan tetap berada

di dalam kelas untuk makan bekal yang dibawa masing-masing. Sementara guru

mengawasi mereka, karena makan merupakan salah satu pelajaran bina diri bagi

anak-anak tunagrahita, yang memang diharapkan setelah keluar dari sekolah

mereka dapat mengurus dirinya sendiri. Waktu istirahat ini bisa dimanfaatkan oleh

guru untuk lebih mendekatkan diri kepada muridnya dan menilai kemandiriannya.

Guru kelas 1 dan 2 SD ini merasa sudah sangat sayang dengan muridnya,

hal tersebut dirasakan jika ada salah seorang murid yang tidak masuk maka beliau

merasa kangen.7 Beliau berharap dengan rasa sayang yang diberikan dalam

mengajar, murid-muridnya dapat mematuhi beliau karena sayang dan bukan takut.

Bahasa yang biasa digunakan oleh Ibu Rita (Guru kelas 1 dan 2 SD) dalam

berbicara kepada muridnya cenderung bahasa yang baik, dikatakan baik karena

sesuai dengan ejaan bahasa Indonesia seperti: “tidak boleh bicara seperti itu”,

“minta maaf kepada temannya”, “kalau tidak selesai, tidak boleh pulang”, “bersihkan sampahnya”, “nanti ibu kasih tau ayah ya kalau kamu nakal”.8

Selain bertanggung jawab terhadap pelajaran atau akademiknya, guru juga

bertanggung jawab dengan keadaan muridnya. Anak tunagrahita cenderung

mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri9 termasuk saat mereka

7

Wawancara dengan Ibu Rita Maryana 8

Observasi

9

(47)

ingin buang air kecil atau besar. Jadi jika ada yang buang air kecil dicelana maka

guru yang harus membantunya ke kamar mandi dan menggantikan celananya.

Identitas guru dan murid yang menjadi subjek penelitian:

1. Guru

Nama : Rita Maryana

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Oktober 1986

Agama : Islam

Islam Jl. Temulawak, Citayam,

Depok

Krist Hansen

Lamliembert (7 thn)

Belitung,

15 Mei 2005

Kristen Jl. Bioskop Surya No.164,

(48)

38

ANALISA HASIL PENELITIAN

A. Bentuk Komunikasi yang Terjadi Antara Pengajar Dengan Anak Tunagrahita

Dalam teorinya, tunagrahita diklasifikasi menjadi tiga. Dan yang termasuk

dalam penelitian ini adalah tunagrahita ringan, seperti dalam buku Psikologi

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus tunagrahita ringan adalah mereka yang

masih dapat membaca, menulis dan berhitung sederhana.1 Meskipun dengan

usaha yang lebih dibandingkan anak lain seusianya. Karena mereka membutuhkan

berkali-kali pengulangan agar dapat mengingat apa yang telah diajarkan dalam

jangka waktu yang cukup lama.

Dalam penyampaian materi, di sekolah umum biasanya murid akan

mengikuti apa saja yang diberikan oleh guru. Tetapi di Sekolah Luar Biasa,

khususnya pada anak tunagrahita tingkat SD kelas 1 dan 2 ini, bisa saja guru yang

mengikuti keinginan dari murid-murid, yang penting materi pada hari itu tetap

tersampaikan. Hal ini dilakukan karena kepribadian anak tunagrahita berbeda

dengan yang lain, seperti yang dikatakan Ibu Rita “…beberapa diantaranya cenderung tempramen, sulit membedakan yang benar dan salah, dan lebih suka

bermain”.2

Di sekolah ini, kelas 1 dan 2 SD digabung dalam satu ruangan. Selain

karena ruang kelas yang terbatas, hal ini dilakukan karena jumlah muridnya tidak

1

Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 139

2

(49)

sebanyak dengan di sekolah umum. Selain itu pelajaran untuk anak kelas 1 dan 2

cenderung sama, yaitu belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.

Di bawah ini beberapa hasil kegiatan harian di dalam kelas:

Hari/Tanggal Senin, 1 Oktober 2012 (10.30-11.30)

Mata Pelajaran IPA

Subjek Kegiatan

Guru Memberikan materi belajar IPA

Ridwan, Krist Hansen, Shendy menyalin tulisan KACANG HIJAU yang diberikan guru di buku masing-masing siswa. Naufal tidak ada di dalam ruangan.

Ridwan dan Shendi

Mengerjakan tugas yang diberikan

Krist Hansen Mengerjakan tugas yang diberikan, kemudian dia meminta guru untuk melihat kacang hijau atau kecambah yang sebelumnya sudah ditanam.

“Ibu katanya mau belajar kacang hijau, yang kemarin udah ditanam itu bu”

Ridwan Ridwan juga mengiyakan kata-kata Krist Hansen “Iya bu”

Guru “Iya, setelah ini. Selesaikan dulu tugasnya”

Shendi “Lima aja ya bu”

Shendi minta tugasnya dikurangi dari delapan menjadi lima Guru “Yaudah sampai lima aja ya ngerjainnya

Kalau sudah selesai boleh ambil kacang hijaunya”

Setelah semuanya selesai, guru menjelaskan bagian-bagian dari kecambah dan kegunaan dari kacang hijau.

Kegiatan belajar ini tidak dilakukan didalam kelas yang terdapat kursi dan

meja tulis, tetapi di ruangan kosong sehingga anak-anak bisa bebas bergerak. Dari

kegiatan tersebut penulis melihat hasil tulisan Shendi, kata KACANG HIJAU

yang ditulis sebanyak lima kali tidak semuanya lengkap. Ada yang kurang huruf I,

(50)

itu, meskipun sudah bisa menulis tetapi ada saja huruf yang kurang dalam

tulisannya.

Hari/Tanggal Senin, 26 November 2012 (10.00-11.30)

Pembahasan Pra Ujian Semester

Subjek Kegiatan

Guru Memberikan materi pra ujian semester yang berbeda-beda

Ridwan: Diberikan soal Matematika, penjumlahan satu dan dua

angka.

Krist hansen: Diberikan soal PKN berupa sebuah paragraf

tentang hidup rukun antar sesama anggota keluarga dan

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bacaan tersebut.

Shendi: Diberikan soal IPS, mengikuti tulisan “Rumah Adat”, “Pakaian Adat” yang sudah tersedia di lembar soal masing-masing lima kali.

Naufal: Tidak ada di ruangan

Krist Hansen “Ibu, saya ko soalnya susah. Shendi dikasih yang gampang” Guru “Katanya pintar… masa soal seperti itu tidak bisa. Baca dulu

setelah itu jawab pertanyaannya”

Krist Hansen “Saya maunya yang kaya Shendi aja bu, gampang”

Guru “Iya, selesaikan dulu, nanti dikasih yang gampang. Ridwan sudah mau selesai… kalah sama Ridwan, ya Ridwan ya…” Ridwan dan

Shendi

Tetap mengerjakan tugasnya tanpa banyak protes

Karena kesal dengan tugas yang dirasa sulit, Krist Hansen mulai

bermalas-malasan, pindah dari kursi ke lantai. Dia juga menjawab soal tanpa

memperhatikan bacaan dalam paragraf. Guru tidak melarang Krist duduk di lantai,

karena jika dilarang dia bisa semakin kesal. Sementara itu, Ridwan sudah selesai

mengerjakan tugas matematikanya, Shendi masih tetap mengerjakan soal IPSnya,

(51)

Krist Hansen merasa tugas yang diberikan padanya berupa menjawab

pertanyaan dengan menyesuaikannya pada bacaan adalah sulit. Dia mengatakan

bahwa tugas Shendi menyalin tulisan Rumah Adat dan Pakaian Adat sebanyak

lima kali lebih mudah dari tugasnya. Padahal yang diberikan oleh guru tersebut

sudah disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Jika demikian Krist

Hansen bukan kesulitan tetapi dia malas dan merasa iri pada Shendi.

Hari/Tanggal Selasa, 29 Januari 2013 (10.00 – 11.30)

Mata Pelajaran PKN dan IPA

Subjek Kegiatan

Sebelum mulai belajar anak-anak dibimbing untuk mengangkat kedua tangan sambil membaca do’a (al-fatihah). Tetapi yang terdengar suaranya hanya beberapa orang saja, itupun hanya sepenggal-sepenggal seperti Ridwan, Krist

Hansen dan Shendi.

Guru Menyiapkan materi belajar yang akan diberikan

Shendi: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dari buku bacaan

IPA

Ridwan: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dari buku bacaan

PKN

Naufal: Diberi tugas IPA dari lembar soal yang telah dibuat

oleh guru

Krist Hansen: Diberi tugas untuk menyalin tulisan dan

menjawab soal dari buku bacaan IPA

Naufal Di lembar tugas pertama Naufal dibimbing oleh guru (sambil

dibantu memegang pensil) untuk mencari gambar yang sama

antara bagian yang kiri dan kanan, sambil menyebutkan nama

bendanya. Dilembar kedua menyalin tulisan AYAM dan

IKAN, awalnya masih dibantu setelah itu guru memintanya

menulis sendiri tetapi naufal tidak mengerjakan. Kemudian

(52)

membuat huruf A (kecil) dengan mengatakan “ayo naufal tulis, angka satu…bulat di depan”. Huruf Y (kecil) “lengkungan.. lengkungan”. Huruf M (kecil) “kakinya tiga”.

Shendi Karena tugas yang diberikan kepada Shendi tidak dikerjakan,

kemudian guru mengganti tugasnya dengan menyalin tulisan

guru BEL SEKOLAH BERBUNYI di buku tulis sebanyak

sepuluh kali

Guru “Kerjakan tugasnya… ayo tulis…” Melihat Ridwan, Krist Hansen dan Shendi berbicara dan berhenti mengerjakan

tugasnya

Krist Hansen “Ibu, ini banyak banget. Dua aja ya bu…”

Guru “Sampai selesai”

Krist Hansen “Tapi kalau udah selesai saya minta origami satu untuk bikin burung ya bu…”

Guru “Iya”

Shendi “Bukannya sampe lima bu… Bu Rita, bukannya sampe lima?” Shendi meminta tugasnya dikurangi

Guru “Sampe enam deh, sampe enam”

Selama kegiatan tersebut Krist Hansen terus meminta tugasnya dikurangi.

Ridwan memarahi Shendi hanya karena Shendi melihat tulisannya, dan berkata “ah… nyontek mulu, kerjain sendiri apa”.

Naufal tiba-tiba berteriak dan menangis cukup lama, sehingga murid lain berhenti

menulis dan berbalik melihat kearahnya. Bu Rita mencoba mengalihkan

perhatiaanya dan meminta Naufal untuk bernyanyi saja tetapi naufal tetap

berteriak. Guru juga berpura-pura menelpon ibunya Naufal dengan berkata “ibu, Naufal tidak usah dijemput ya…”, sebagai sebuah konsekuensi kalau tidak berhenti berteriak. Tetapi Naufal tetap teriak, hingga akhirnya guru mengajak

Naufal duduk dilantai menghadap pintu. Akhirnya Naufal berhenti berteriak.

Sampai pukul 11.30, tugas yang diberikan guru tidak semuanya dapat

diselesaikan, hanya sebagian-sebagian saja.

(53)

do’a selesai belajar (surat Al-Asr).

Sepanjang kegiatan belajar tersebut yang lebih sering berbicara dan

meminta sesuatu seperti minta tugasnya dikurangi adalah Krist Hansen. Padahal

tugasnya hanya tiga nomor dengan lima pertanyaan.

Tugas tersebut yaitu:

1. Sebutkan tanda-tanda terjadinya waktu Pagi siang dan malam

2. Pada hari apa saja kamu libur sekolah

Pada hari apa kamu belajar matematika di sekolah 3. Pukul berapa kamu masuk sekolah

Pukul berapa kamu pulang sekolah

Ridwan terlihat murung, sesekali marah-marah kepada shendi karena hal

kecil. Tetapi Shendi hanya senyum-senyum saja melihat temannya marah.

Awalnya Naufal antusias dengan lembar yang diberikan guru, dia menyebutkan

nama gambar dihadapannya itu AYAM, IKAN dengan jelas tetapi dia tidak mau

menulisnya.

Di luar kegiatan yang penulis observasi tersebut, ada beberapa metode

belajar yang dijelaskan oleh guru kepada penulis “…metode tematik yaitu mengajarkan satu pelajaran tetapi mencakup beberapa kemampuan. Misalnya

saat belajar mengenal angka satu, maka yang dipelajari bisa mengucap

huruf-hurufnya, membaca dan menulis. Ada juga metode bermain peran, saya

membacakan cerita lalu mengajak anak-anak bermain peran…”.3

3

(54)

Meskipun berada dalam kelas tetapi guru menggunakan pendekatan

komunikasi antarpribadi dalam mengajar, karena materi yang diberikan

disesuaikan dengan kemampuan masing-masing anak, sehingga komunikasi yang

terjadi antara guru dan murid sesuai dengan materi belajar tersebut.

Komunikasi antarpribadi menurut Joseph A. Devito adalah proses

pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara

sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik

seketika.4

Dalam proses komunikasi antarpribadi akan terjadi interaksi antara

pemberi pesan dan penerima, karena ciri khas komunikasi ini adalah sifatnya yang

dua arah atau timbal balik. Komunikasi antarpribadi juga dianggap efektif karena

adanya arus balik langsung. Pada kasus ini arus balik yang diterima guru sebagai

tanggapan yang diberikan murid misalnya terjadi pada Shendi yang meminta

tugas menulis atau menyalin tulisan “Kacang Hijau” dikurangi dari delapan

menjadi lima pada pelajaran IPA. Atau Krist Hansen yang meminta tugas yang

lebih mudah pada saat Pra Ujian Semester. Itu artinya mereka merasa keberatan

dengan tugas yang diberikan oleh guru.

Pendekatan antarpribadi juga terlihat pada saat guru mengajarkan Naufal

menulis, dengan sabar guru memegang tangan Naufal dan membantunya memilih

gambar yang sama kemudian membantu menulis kata Ayam dan Ikan sambil

mengatakan bagaimana penulisannya. Atau pada saat guru melihat Shendi tidak

nyaman dengan tugasnya, tidak dikerjakan, hanya membolak-balik bukunya,

hingga akhirnya guru mengganti tugas tersebut.

4

(55)

Secara umum, mata pelajaran yang diajarkan di sekolah ini sama seperti

sekolah biasa, hanya saja standar pencapaiannya berbeda. Jika disekolah umum

ada buku-buku paket dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dimiliki setiap anak

untuk belajar. Di sini buku paket atau buku bacaan dipegang oleh guru, bahan

belajar murid diberikan oleh guru dan disesuaikan dengan kemampuan

masing-masing,

Proses belajar menulis, membaca dan pemberian tugas lebih sering

diberikan guru kepada murid langsung di buku bukan di papan tulis. Misalnya:

a. Bagi murid yang sudah bisa membaca dan menulis, diberikan sebuah

bacaan dalam bentuk paragraf, kemudian diberikan pertanyaan sesuai

dengan bacaan tersebut. Baik dari buku bacaan atau guru yang

menulisnya. Seperti yang diberikan pada Ridwan dan Krist Hansen.

b. Untuk yang baru bisa mencontoh atau menyalin, materi yang diberikan

biasanya dalam bentuk satu kalimat singkat yang hanya terdiri dari dua

kata atau lebih, untuk selanjutnya ditiru lima sampai delapan kali.

Seperti yang diberikan kepada Shendi dan Naufal.5

Meskipun begitu, terkadang Ridwan dan Krist Hansen juga diberikan

materi yang sama dengan yang diberikan pada Shendi dan Naufal.

Begitu pentingnya seorang guru untuk dapat mengetahui kemampuan

setiap siswanya, sehingga ibu Rita sendiri harus mengikuti kegiatan observasi

selama tiga bulan di sekolah ini sebelum mulai mengajar. Seperti yang

disampaikannya dalam wawancara “…sebelum mengajar disini saya melakukan

5

(56)

observasi selama tiga bulan, biasanya saya datang tiga kali dalam seminggu

itupun setelah selesai mengajar di sekolah sebelumnya (TK)”.6

Tujuan observasi ini adalah agar guru tersebut dapat terbiasa dengan

keadaan anak tunagrahita dan dengan sendirinya dapat lebih mudah menganalisis

karakter murid-murid yang diajarnya serta mengatasi masalah yang mungkin

terjadi.

Karakter Anak-anak:7

Subjek Karakter

Shendi Patuh dengan apa yang dikatakan oleh guru, mau bertanggung

jawab dengan apa yang dia lakukan

Naufal Mudah ngambek dan jenuh

Ridwan Suka buat onar tetapi masih patuh dengan apa yang dikatakan

oleg guru.

Krist Hansen Sombong, bertanggung jawab

Dari pengamatan penulis, Shendi adalah anak yang suka bertanya karena

setiap kali penulis berkunjung ada saja yang dia tanyakan seperti alamat, “kakak yang waktu hari senin datang juga ya?”. Tetapi Shendi hanya diam saja dengan

apa yang dikatakan temannya tentang dia, seperti Krist Hansen yang pernah

mengatakan bahwa “Shendi orang miskin”.

Naufal cenderung tempramen, penulis pernah melihat Naufal tiba-tiba

memukul teman disampingnya (Nina) tanpa sebab, sementara pandangan matanya

tetap kedepan.8 Beberapa kali kunjungan penulis, Naufal terlihat berada di ruang

6

Wawancara dengan Ibu Rita Maryana

7

Wawancara dengan Ibu Rita Maryana pada 03 Februari 2013

8

Gambar

Gambaran umum ini berisi tentang sejarah dan profil sekolah, struktur

Referensi

Dokumen terkait

Contoh Dewa yajña dalam keseharian, melaksanakan puja Tri Sandya, sedangkan contoh Dewa yajña pada hari-hari tertentu adalah melaksanakan piodalan (upacara pemujaan) di pura dan

Digital imaging merupakan sebuah gambar yang dibentuk dari penggunaan sensor elektronik yang dihubungkan dalam beberapa cara ke sebuah komputer.. Pada awal perkembangan dari

• Does the solution produce results that conform to the data, function, and behavior that are required?.. Seven Core Principles for Software Engineering. 1) Remember the reason

Penyusunan Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Kabupaten/Kota pada.. dasarnya mengacu kepada Peraturan Perundangan maupun Kebijakan yang

Dengan melihat banyak kendala yang dihadapi perpustakaan tersebut maka penulis membuat suatu aplikasi dengan sistem komputerisasi yang tentunya diharapkan dapat membantu

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Numbered Head Together (NHT) untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Luas Persegi dan Luas Persegi

(Penelitian Eksperimen pada Siswa Kelas V SD Negeri 1 Maracang Kabupaten Purwakarta Tahun Ajaran 2013 /

titik awal hallyu adalah drama. Fase ber ikutnya adalah hallyu yang digagasi oleh para penyanyi K-pop. Setelah era kejayaan K-pop, hallyu mencari bentuk baru