GAMBARAN PENYEBAB KEKOSONGAN STOK OBAT PATEN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA DI GUDANG MEDIS
INSTALASI FARMASI RSUD KOTA BEKASI PADA TRIWULAN I TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
AJRINA WINASARI NIM. 1111101000046
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN SKRIPSI, DESEMBER 2015
Ajrina Winasari, NIM: 1111101000046
“GambaranPenyebab Kekosongan Stok Obat Paten Dan Upaya Pengendaliannya Di Gudang Medis Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi Pada Triwulan I Tahun 2015”
xii + (163) halaman, (10) tabel, (7) bagan, (12) lampiran
ABSTRAK
Latar Belakang : Instalasi farmasi bertanggung jawab untuk menjamin dan memastikan kualitas, manfaat, keamanan serta ketersediaan obat-obatan dapat tepat jenis, tepat jumlah, dan tepat waktu pada saat dibutuhkan. Gudang farmasi RSUD Kota Bekasi belum optimal dalam melakukan pengelolaan obat, hal ini karena belum adanya keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan obat sehingga terjadi stock out dan pembelian cito. Untuk itu perlu dilakukan analisis mengenai sistem pengelolaan obat dan diketahuinya faktor penyebab kekosongan obat di gudang farmasi.
Metode : Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Informan penelitian ini terdiri dari Kepala Instalasi Farmasi, Wakil Kepala Instalasi Farmasi, Kepala Gudang Farmasi, Kepala UPBJ, dan Distributor. Hasil Penelitian : Pengelolaan obat yang dilakukan di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi masih belum cukup efektif. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa komponen input (SDM, Dana, Kebijakan, Prosedur, dan Distributor), proses (Perencanaan, Pengadaan, Pengawasan dan Pengendalian), serta output (Stock Out, Obat Kadaluarsa, dan Stock Opname) yang belum sesuai dengan Permenkes No.58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kekosongan obat yaitu faktor dana dan faktor distributor. Pengendalian persediaan obat paten di gudang farmasi dilakukan melalui stock opname dan belum menggunakan metode pengendalian yang khusus. Upaya pengendalian persediaan obat paten melalui analisis ABC terdapat 28 jenis obat yang tergolong kelompok A, terdapat 30 jenis obat paten yang tergolong kelompok B, dan 70 jenis obat paten yang tergolong kelompok C. Berdasarkan metode EOQ didapatkan jumlah pemesanan optimum obat paten yang tergolong kelompok A berjumlah mulai dari 5-375 item. Berdasarkan metode Reorder Point (ROP) dengan mempertimbangkan buffer stock diperoleh titik pemesanan kembali untuk kelompok A mulai dari 34-2257 item.
Saran : Diharapkan manajemen RS lebih memperhatikan kegiatan pengendalian obat di gudang farmasi dan menjaga ketersediaan jumlah obat agar terhindar dari kekosongan obat yang akan mempengaruhi pelayanan dan memberikan kerugian bagi rumah sakit.
Kata Kunci : Manajemen Persediaan, Kekosongan Obat, Analisis ABC, EOQ, ROP
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
HEALTH CARE MANAGEMENT SKRIPSI, DECEMBER 2015
Ajrina Winasari, NIM: 1111101000046
“Causes of Emptiness Stock Drug Patents and Effort control in Warehouse Pharmacy Medical City Hospital Bekasi 2015”
xix + 165 pages, 10 table, 7 frame, 12 appendix
ABSTRACT
Background : Pharmacy is responsible for guarantee and ensuring the quality, benefits, safety and availability of drugs can be the exact kind, quantity, and timely in times of need. Hospital pharmacy warehouse of Bekasi City not optimal in managing medication, it is because there is no balance between demand and availability of drugs resulting in stock out and purchase cito. It is necessary for the analysis of the medication management system and know the factors causing stock out drug in pharmaceutical warehouse.
Methods : This research is descriptive qualitative research. Data used in this research is primary data collected from in-depth interviews, observation, and document analysis. The informants consisted of Head of Pharmacy, the Deputy Head of Pharmacy, Head of Warehouse, Head of the procurement unit, and distributors.
Results : Medication management is done in the pharmaceutical warehouse Bekasi City Hospital is still not be effective. This is because there are still some components such as inputs (human resources, budget, policies, procedures, and distributors), processes (planning, procurement, monitoring and control), and output (stock outs, expired drugs, and stock opname) were not in accordance with standard pharmacy services in hospitals in 2014. Factors that cause drug empty are budget factors and distributor factors. Inventory control in warehouses pharmaceutical patent medicine is done through stock opname and not using that specific control methods. Patent drug supply control efforts through ABC analysis there are 28 types of drugs that are categorized as group A, there are 30 kinds of patented drugs classified as group B, and 70 types of patent medicines that belong to a group C. Based on EOQ method, optimum ordering quantity for 28 types of drugs that are categorized as group A was ranged from 5-375 items. Based on reorder point (ROP) method, reorder point/reorder time for 28 types of drugs that are categorized as group A was ranged from 34-2257 items.
Suggestion : Hospital management is expected to pay more attention to control drugs in a pharmaceutical warehouse for avoid stock out drugs that would affect service and disadvantages hospital.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Ajrina Winasari
JenisKelamin : Perempuan
Tempat / TanggalLahir : Jakarta, 14 Mei 1993
Alamat : Jl. Lumbu Tengah 1E No. 113, Rawalumbu, Bekasi
Agama : Islam
No. Telp : 089604449808
E-mail : ajrinawinasari05@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
2011 – sekarang : Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK), Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatulah Jakarta
2008 – 2011 : MAN 02 Kota Bekasi
2005 – 2008 : SMP Bani Saleh 2 Kota Bekasi 1999 – 2005 : SDN BJRL IX
1998 – 1999 : TK An – Nisa
RIWAYAT ORGANISASI
2006 – 2007 : PMR SMP Bani Saleh 2
2009 – 2010 : Sekretaris Pramuka MAN O2 Kota Bekasi 2013 – 2014 : Sekretaris II HACAMSA UIN Jakarta
PENGALAMAN KERJA
Januari 2014 – Maret 2014 : Pengalaman Belajar Lapangan di Kelurahan Buaran RW 03
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat Paten dan Upaya Pengendaliannya di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015”. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan pada baginda Rasullulah Muhammad SAW yang membawa umatnya ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan kelancaran sehingga penulis dapat menjalankan skripsi ini dengan lancar.
2. Kedua orang tua tercinta, yaitu Bapak Arno Sugiyarno dan Ibu Dewi Panawiningsih, saudaraku tercinta, dan adik-adik penulis yang selalu mendoakan, memberi dukungan, semangat, serta selalu memberikan kasih sayangnya yang tiada henti kepada penulis. 3. Bapak Arif Sumantri selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Fajar Ariyanti, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS dan Ibu Catur Rosidati, MKM selaku Pembimbing Fakultas yang telah memberikan arahan serta bimbingannya dengan sangat baik.
6. Ibu Dwi Agus Sumarni, S.Si. Apt selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan perizinan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan selama penelitian.
banyak memberikan bantuan, berbagi ilmu dan pengalaman kerjanya dirumah sakit yaitu Pak Andy, Pak Ferdy, Pak Afi, Ibu Resty, Ibu Fia, Mas Ozan dan Mas Rian. 8. Pak Tono selaku staf di instalasi Diklat yang sudah banyak membantu dalam
memberikan kemudahan perizinan dan administrasi surat di RSUD Kota Bekasi. 9. Agus Setiawan, terima kasih banyak atas seluruh dukungan, semangat, dan doanya
selama ini. Selalu mendampingi disaat kesusahan, kebosanan, dan perjuangan selama disusunnya skripsi ini.
10.Teman-teman seperjuangan Program Studi Kesehatan Masyarakat yaitu Eka Lestari Sitepu, Putri Anggraeni, Putri Dwi Karina khususnya Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan yaitu Anis Saputri, Nurul Ismi, Safira Hilwa, Sri Henny dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semangat, doa, motivasi dan kebersamaan kita selama ini. Senang menjadi bagian dari kalian MPK 2011.
Dan pihak-pihak lain yang secara tidak langsung juga membantu saya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih. Dengan mengirimkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca pada umumnya serta dapat menjadi referensi penulisan skripsi bagi mahasiswa lain.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Bekasi, Desember 2015
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...
LEMBAR PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv
LEMBAR PENGESAHAN ... v
RIWAYAT HIDUP PENULIS ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
DAFTAR SINGKATAN ... xvi
DAFTAR ISTILAH ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang ... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 10
1.3.Pertanyaan Penelitian ... 12
1.4.Tujuan Penelitian ... 12
1.4.1.Tujuan Umum ... 12
1.4.2.Tujuan Khusus ... 13
1.5.Manfaat Penelitian ... 14
1.5.1. Bagi Peneliti ... 14
1.5.2. Bagi Rumah Sakit ... 14
1.5.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16
2.1.Manajemen Logistik ... 16
2.1.1.Tujuan Manajemen Logistik ... 17
2.1.2.Fungsi Manajemen Logistik ... 17
2.2.Manajemen Persediaan ... 22
2.2.1.Perencanaan Persediaan ... 26
2.2.2.Pengadaan Persediaan ... 27
2.2.3.Pengawasan Persediaan ... 28
2.2.4.Pengendalian Persediaan ... 29
2.2.4.1. Pengendalian Persediaan dengan Analisis ABC Investasi ... 30
2.2.4.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ ... 33
2.2.4.3. Pengendalian Persediaan dengan Safety Stock ... 35
2.2.4.4. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP ... 37
2.3.Stock Out ... 39
2.4.Obat ... 40
2.5.Pengertian Sistem ... 40
2.6.SDM ... 41
2.7.Prosedur ... 43
2.8.Dana ... 43
2.9.Kebijakan ... 44
2.10. Distributor ... 44
2.11. Rumah Sakit ... 45
2.12. Instalasi Farmasi ... 47
2.13. Kerangka Teori ... 51
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH... 52
3.1.Kerangka Konsep ... 52
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 61
4.1.Desain Penelitian ... 61
4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 61
4.3.Informan Penelitian ... 61
4.4.Instrumen Penelitian ... 62
4.5.Pengumpulan Data ... 62
4.6.Validitas Data ... 63
4.7.Penyajian Data ... 66
4.8.Pengolahan Data ... 66
4.9.Analisis Data ... 68
BAB V HASIL PENELITIAN ... 73
5.1.Gambaran Umum RSUD Kota Bekasi ... 73
5.1.1. Visi dan Misi RSUD Kota Bekasi ... 70
5.2.Gambaran Umum Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi ... 74
5.3.Input Manajemen Persediaan ... 75
5.3.1.Sumber Daya Manusia ... 76
5.3.2. Dana ... 82
5.3.3. Prosedur ... 84
5.3.4. Kebijakan ... 88
5.3.5. Distributor ... 88
5.4.Proses ... 92
5.4.1. Perencanaan Persediaan ... 93
5.4.2. Pengadaan Persediaan ... 96
5.4.3. Pengawasan Persediaan ... 99
5.4.4. Pengendalian Persediaan ... 100
5.5.Output ... 103
5.5.1.Stock Out ... 105
5.5.2. Obat Kadaluarsa ... 108
5.5.3.Stock Opname ... 109
5.6.Upaya Pengendalian Persediaan ... 111
5.6.1.Klasifikasi ABC Investasi ... 111
5.6.2.Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ ... 114
BAB VI PEMBAHASAN ... 121
6.1.Keterbatasan Penelitian ... 121
6.2.Gambaran Kekosongan Stok Obat ... 122
6.3.Gambaran Faktor Penyebab Kekosongan Stok Obat ... 125
6.4.Input ... 131
6.4.1. Sumber Daya Manusia ... 131
6.4.2. Dana ... 135
6.4.3. Prosedur ... 137
6.4.4. Kebijakan ... 140
6.4.5. Distributor ... 141
6.5.Proses ... 142
6.5.1. Perencanaan Persediaan ... 142
6.5.2. Pengadaan Persediaan ... 144
6.5.3. Pengawasan Persediaan ... 146
6.5.4. Pengendalian Persediaan ... 147
6.6.Output ... 149
6.6.1. Stock Out ... 149
6.6.2. Obat Kadaluarsa ... 150
6.6.3.Stock Opname Obat ... 152
6.7.Upaya Pengendalian Persediaan ... 153
6.7.1. Klasifikasi ABC Investasi ... 154
6.7.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ ... 156
6.7.3. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP ... 158
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 161
7.1.Kesimpulan ... 161
7.2.Saran ... 163
DAFTAR PUSTAKA ... xviii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
[image:14.595.65.534.121.534.2]Judul Tabel Halaman
Tabel 4.1 Triangulasi Sumber Dilihat dari Pedoman Wawancara 64 Tabel 4.2 Triangulasi Metode Dilihat dari Pedoman Wawancara 65 Tabel 5.1 Jumlah Ketenagaan Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun
2015
76
Tabel 5.2 Karakteristik Informan di RSUD Kota Bekasi 79 Tabel 5.3 Data Pemesanan Cito di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi pada Triwulan I Tahun 2015
105
Tabel 5.4 Data Pemesanan Cito di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi pada Tahun 2014 dan tahun 2015
105
Tabel 5.5 Kelompok ABC berdasarkan Nilai Investasi Obat Paten Periode Januari-Maret tahun 2015
113
Tabel 5.6 Biaya ATK dalam setiap pemesanan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi
116
Tabel 5.7 Biaya Pemesanan dalam sekali pemesanan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan Judul Bagan Halaman
Bagan 2.1 Siklus Manajemen Logistik 18
Bagan 2.2 Kerangka Teori 51
Bagan 3.1 Kerangka Konsep 54
Bagan 5.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi 74
Bagan 5.2 Input Manajemen Persediaan 75
Bagan 5.3 Proses Manajemen Persediaan 92
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Telaah Dokumen
Lampiran 2 Lembar Observasi
Lampiran 3 Matriks Wawancara
Lampiran 4 Matriks Triangulasi Sumber
Lampiran 5 Daftar Obat Kadaluarsa pada bulan Januari – Maret tahun 2015 Lampiran 6 Tabel Kelompok Obat Paten Berdasarkan Analisis ABC tahun 2015
Lampiran 7 Tabel Perhitungan EOQ Obat Paten Kelompok A tahun 2015
Lampiran 8 Tabel Perhitungan ROP dan Buffer Stock Obat Paten Kelompok A
[image:16.595.66.523.116.561.2]DAFTAR SINGKATAN
BPJS = Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPOM = Badan Perusahaan Obat dan Makanan
Depkes = Departemen Kesehatan
EOQ = Economic Order Quantity
IFRS = Instalasi Farmasi Rumah Sakit
JKN = Jaminan Kesehatan Nasional
NPWP = Nomor Pokok Wajib Pajak
PBF = Perusahaan Besar Farmasi
Permenkes/PMK = Peraturan Menteri Kesehatan
ROP = Reorder Point
RS = Rumah Sakit
RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah
SIUP = Surat Izin Usaha Perdagangan
SIPA = Surat Izin Praktek Apoteker
SDM = Sumber Daya Manusia
SOP = Standar Operasional Prosedur
DAFTAR ISTILAH
Buffer Stock/Safety Stock = Stok pengaman untuk menghindari kemungkinan
terjadinya kekurangan persediaan
Cito = Pemesanan dilakukan insidental dan harus dikirim saat
itu juga
Defekta = Pendokumentasian/pencatatan mengenai permintaan
dan pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek
Expired Date = Tanggal Kadaluarsa
E- catalogue = Daftar Katalog obat secara online
E-purchasing = Pembelian obat secara online
Formularium = Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh
tenaga kesehatan dirumah sakit
Life – saving = Obat yang harus ada dirumah sakit sebagai obat
penyelamat hidup pasien
Lead Time = Waktu tunggu pemesanan obat atau waktu yang
diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima
Obat yang Fast Moving = Obat yang perputarannya cepat
Obat yang Slow Moving = Obat yang perputarannya lambat
Stock Out = Kekosongan Stok
Stock Opname = Kegiatan mencocokan jumlah fisik barang gudang
dengan kartu stok
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan UU no.44 tahun 2009, Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Salah satu kewajiban rumah sakit, yaitu membuat, melaksanakan, dan
menjaga standar mutu pelayanan kesehatan dirumah sakit sebagai acuan dalam
melayani pasien. Kewajiban ini menuntut rumah sakit untuk terus melakukan
upaya dalam memperbaiki kualitas pelayanan jasa yang diberikan.
Pelayanan kesehatan dirumah sakit memiliki 5 revenue center, diantaranya
pelayanan rawat jalan dan rawat inap, pelayanan gawat darurat, instalasi
laboratorium, instalasi radiologi dan instalasi farmasi (Suciati, 2006). Salah satu
tugas utama instalasi farmasi adalah pengelolaan, pelayanan, sampai dengan
pengendalian semua perbekalan kesehatan yang digunakan dirumah sakit (Siregar,
2004). Apabila tugas ini tidak dikelola dengan baik dan penuh tanggung jawab
maka dapat diprediksi bahwa kualitas pelayanan rumah sakit dan pemasokan RS
akan menurun.
Berdasarkan PMK no.58 tahun 2014 tentang standar pelayanan
kefarmasian dirumah sakit bahwa pelayanan kefarmasian dirumah sakit
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah
kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang
berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi pada pasien (patient oriented). Pelayanan yang berorientasi pada
pasien mengharuskan pelayanan kefarmasian yang dapat meningkatkan mutu
dalam pengelolaan dan kefarmasian klinis dirumah sakit.
Dalam menjamin mutu pelayanan kefarmasian harus dilakukan
pengendalian perbekalan farmasi yang bertanggung jawab. Menurut Permenkes
no.58 tahun 2014 bahwa pengendalian mutu kefarmasian meliputi kegiatan
monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan. Kegiatan ini
bertujuan menjamin kegiatan sesuai dengan rencana, salah satunya untuk
mencegah terjadi kekosongan stok perbekalan farmasi saat dibutuhkan. Apabila
ditemukan stok obat yang kosong maka penyebabnya akan dipastikan dan diatasi
sehingga masalah tersebut dapat segera dikendalikan dan meminimalkan
kerugian.
Kekosongan stok obat dirumah sakit dapat mempengaruhi mutu pelayanan
yang diberikan. Menurut penelitian Academy of Managed Care Pharmacy
(AMCP) tentang The Reality of Drug shortages (2010) yang mayoritas
respondennya sebagian besar adalah kepala farmasi/apoteker, diperoleh hasil
bahwa kekosongan obat dapat mengakibatkan 55,5% kelalaian, 54,8% kesalahan
dosis, 34,8% kesalahan obat, 70,8% perawatan tertunda dan 38% mengakibatkan
keluhan pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase terbesar terhadap
kekosongan obat yaitu dapat menghambat dan mengakibatkan perawatan terhadap
mengalami kekurangan obat melaporkan bahwa kenaikan biaya yang dikeluarkan
rumah sakit dapat terjadi akibat adanya kekurangan obat.
Kekosongan obat juga dapat mempengaruhi perawatan pada pasien.
Berdasarkan penelitian oleh Milena, dkk (2013) di Inggris diperoleh hasil bahwa
kekurangan obat dapat memiliki efek dalam perawatan pasien karena mereka
membatasi pilihan pengobatan yang tersedia untuk resep pasien. Menanggapi
kekurangan obat, sistem kesehatan harus bertindak cepat untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan obat/produk alternatif. Hal ini dilakukan untuk menghindari
gangguan dalam perawatan pasien dan memberikan terapi obat yang aman. Dalam
penelitian ini juga dijelaskan bahwa kekurangan obat juga dapat mempengaruhi
prosedur dan pengambilan keputusan mengenai pengadaan obat.
Akibat lain dari adanya stok yang kosong yaitu rumah sakit akan mengalami
nilai kerugian. Hasil penelitian Renie & Widodo (2013) tentang Faktor Penyebab
dan kerugian akibat Stockout dan Stagnant Obat di Unit Logistik RSU Haji
Surabaya bahwa pada bulan Januari-April 2012 terdapat 166 jenis obat yang
mengalami stock out. Dari stock out obat ini mengakibatkan RSU Haji Surabaya
memiliki total kerugian yang diperhitungkan dengan hilangnya biaya kesempatan
(peluang untuk mendapatkan keuntungan yang hilang) mencapai Rp 10.836.405.
Hasil pada penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa faktor penyebab
dari adanya stockout obat di RSU Haji Surabaya yaitu adanya floor stock,
kurangnya tenaga kerja untuk kegiatan inventory dan perencanaan pengadaan
terhadap logistik obat dan perbekalan farmasi dirumah sakit agar tidak terjadi
stockout yang dapat merugikan rumah sakit.
Dari penelitian Dumbi (2012) bahwa faktor yang mempengaruhi
kekosongan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato yaitu dana yang tersedia
tidak mencukupi untuk melakukan perencanaan pengadaan obat dan
keterlambatan dalam pembayaran tagihan dimana pemesanan barang sudah
melebihi dana yang tersedia dirumah sakit. Sedangkan berdasarkan hasil
penelitian Amiati Pratiwi (2009), Stock out Obat di Gudang Perbekalan
Kesehatan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih pada Triwulan I tahun
2009 terdapat sebesar 5,70% jumlah permintaan obat yang tidak terlayani dari
gudang logistik ke depo farmasi dirumah sakit. Dimana permintaan yang tidak
terlayani ini disebabkan karena tidak tersedianya obat di gudang atau terjadi
kekosongan obat di gudang logistik. Barang yang diminta tersedia namun secara
kuantitas tidak dapat memenuhi permintaan atau barang tidak tersedia sama
sekali.
Berdasarkan penelitian oleh Anindita tentang Cara Pengendalian
Persediaan Obat Paten di RS Zahirah (2014), kekosongan obat juga terjadi
dimana terdapat 164 jenis obat yang pernah dibeli ke apotek luar pada triwulan I
(Januari-Maret) tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 164 jenis obat
yang belum dapat disediakan dalam jumlah yang diminta pada waktu dibutuhkan
sehingga harus dibeli secara cito ke apotek luar. Hal ini tentu saja dapat
merugikan karena pembelian obat di luar rumah sakit akan lebih mahal
Hal serupa juga terjadi di RSUD Kota Bekasi. Berdasarkan wawancara dan
observasi, kekosongan obat yang terjadi di RSUD Kota Bekasi mengakibatkan
seringnya rumah sakit melakukan pembelian obat di apotik luar RSUD.
Pembelian ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasien walau harga
pembelian obat lebih mahal dibanding ke distributor. Banyak pasien yang
mengeluh akibat keterlambatan pengiriman dari apotik luar RSUD sehingga dapat
mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan dan kesembuhan pasien yang
berkunjung ke rumah sakit.
Berdasarkan data perhitungan terhadap obat yang dilakukan pemesanan di
apotik luar RSUD Kota Bekasi pada tahun 2014 mencapai 208 jenis obat dari
1970 jenis obat atau mencapai 10,5% dari jumlah seluruh obat, yang terdiri dari
84 jenis obat paten, 83 obat JKN, dan 76 obat generik. Sedangkan pada triwulan I
(Januari-Maret) tahun 2015 terdapat 35 jenis obat dari 1320 jenis obat atau
mencapai 2,7% dari seluruh jumlah obat dirumah sakit, yang terdiri dari 16 obat
paten, 11 obat JKN, dan 8 obat generik. Obat paten merupakan obat yang paling
banyak dilakukan pemesanan secara cito pada tahun 2014 dan tahun 2015.
Penggunaan obat generik meningkat dengan adanya pelayanan yang
menggunakan JKN(Jaminan Kesehatan Nasional), dimana obat-obatan didalam
Formularium Nasional sebagian besar obat generik. Kementerian Kesehatan
mewajibkan seluruh fasilitas kesehatan milik pemerintah menggunakan obat
generik dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Dalam Permenkes No.68
tahun 2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di faskes pemerintah
Untuk itu, obat generik sangat dibutuhkan dibanyak rumah sakit pemerintah.
Penggunaan obat generik terus meningkat hingga mengakibatkan kekosongan
stok. Untuk menyiasati kekosongan itu, maka rumah sakit mengganti obat generik
dengan obat paten yang sama komponennya.
Dalam Permenkes No.68 tahun 2010 tersebut juga dijelaskan bahwa dokter
ataupun apoteker dapat mengganti obat generik dengan obat paten yang sama
komponennya. Oleh karena itu, penggunaan terhadap obat paten juga kian
meningkat hingga melakukan pembelian cito diluar rumah sakit. Hal ini
dikarenakan persediaan obat paten yang tidak mencukupi di gudang farmasi.
Tingginya penggunaan terhadap obat paten dirumah sakit belum dapat
memenuhi persediaan yang dibutuhkan pasien sehingga sering terjadi kekosongan
obat dan melakukan pemesanan cito di apotek luar rumah sakit. Besarnya nilai
investasi dan pemakaian akan obat paten cenderung meningkat setiap bulannya di
RSUD Kota Bekasi. Pemakaian obat paten pada bulan Januari sebesar 39,3%,
pada bulan Februari sebesar 41,2% dan bulan Maret mencapai 42,4% dari seluruh
persediaan obat gudang farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015.
Berdasarkan data penggunaan obat paten diketahui bahwa obat paten
memiliki pemakaian yang lebih tinggi dibandingkan obat generik dan askes
(JKN), untuk itu diperlukan pengendalian terhadap persediaan obat paten dirumah
sakit. Berdasarkan data diatas adanya peningkatan terhadap penggunaan obat
paten pada bulan Januari-Maret 2015, hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan
obat paten perlu mendapat perhatian. Jika stok obat paten mengalami kekosongan
pemesanan cito memerlukan biaya yang lebih mahal dibandingkan melakukan
pemesanan ke distributor.
Instalasi farmasi di RSUD Kota Bekasi yang telah terstandar ISO
9001:2008 tentunya akan berupaya memberikan pelayanan kefarmasian yang
bermutu kepada masyarakat. Pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan
perbekalan farmasi pasien sehingga meningkatkan kepuasan pasien dirumah sakit
dan efisiensi terhadap anggaran rumah sakit. Pelayanan kefarmasian di RSUD
Kota Bekasi dilakukan di depo/cabang farmasi di masing-masing unit pelayanan
dirumah sakit. Obat ataupun sediaan farmasi di depo farmasi didistribusikan dari
gudang medis RSUD Kota Bekasi. Gudang medis merupakan pusat dari kegiatan
perencanaan, penerimaan, pendistribusian, penyimpanan, dan pengendalian
sediaan farmasi dirumah sakit. Dalam mencegah kekosongan obat, petugas
gudang perlu lebih memperhatikan pengendalian terhadap obat maupun sediaan
farmasi digudang medis. Untuk itu, peran petugas di gudang medis penting dalam
bertanggung jawab terhadap pengendalian sediaan farmasi dirumah sakit.
Perusahaan barang atau jasa dalam menjalankan usahanya membutuhkan
persediaan mulai dari keperluan bahan mentah sampai pada barang jadi. Menurut
Rangkuti (2002) bahwa pendekatan manajemen persediaan dapat diterapkan pada
usaha yang membutuhkan persediaan barang-barang untuk dijual. Tujuannya
yaitu untuk membantu perusahaan dalam meningkatkan atau memberikan
pelayanan maksimal kepada konsumen. Dalam hal ini tentu saja rumah sakit
jasa tentu memiliki visi dan misi dalam memberikan pelayanan yang sesuai
dengan keinginan dan harapan pelanggan.
Salah satu fungsi manajemen persediaan yang sangat penting adalah
pengendalian persediaan. Apabila perusahaan terlalu menggunakan banyak dana
dalam persediaan, hal ini akan menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan.
Perusahaan yang tidak mempunyai persediaan yang mencukupi dapat
mengakibatkan biaya yang timbul dari adanya kekurangan persediaan (Rangkuti,
2002). Oleh karena itu, pendekatan ini sesuai dengan kebutuhan persediaan obat
dirumah sakit yang membutuhkan pengendalian terhadap jumlah pemasukan
maupun pengeluaran barang perbekalan farmasi.
Waters (2003) mengemukakan bahwa terdapat tiga pertanyaan penting
dalam pengendalian persediaan yaitu item apa yang seharusnya disimpan,
kapankah seharusnya melakukan pemesanan, dan berapa banyak yang harus
dipesan (Nadia, 2012). Dalam menjawab tiga pertanyaan tersebut maka digunakan
metode klasifikasi ABC untuk menjawab item apa saja yang harus tersedia,
metode ROP untuk menjawab kapan seharusnya dilakukan pemesanan, dan
metode EOQ untuk menjawab berapa banyak yang harus dipesan. Metode dalam
pengendalian persediaan bertujuan menciptakan keseimbangan antara persediaan
dan permintaan (Anief, 2008). Oleh karena itu, metode pengendalian persediaan
dapat membantu dalam mencegah persediaan mengalami kekurangan atau
kelebihan.
Metode EOQ (Economic Order Point) adalah jumlah atau besarnya pesanan
persediaan. Untuk menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis, harus berusaha
memperkecil biaya pemesanan (ordering costs) dan biaya penyimpanan (carrying
costs) (Assauri, 2008). Buffer stock adalah persediaan pengaman yang berfungsi
untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang
(stockout) karena penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau
keterlambatan dalam penerimaan barang yang dipesan. ROP (Reorder Point)
adalah titik pemesanan ulang yang menandakan bahwa pembelian harus segera
dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan (Herjanto, 2008).
Dari penelitian Amiati (2009), Dumbi (2012) dan Renie (2013)
menunjukkan beberapa penyebab kekosongan obat di gudang farmasi rumah sakit
diantaranya yaitu ketidaktelitian petugas gudang dalam pemesanan, dana yang
tersedia tidak mencukupi, kekosongan obat di distributor, perencanaan pengadaan
yang tidak akurat, dan terlambatnya petugas dalam melakukan pemesanan.
Hal-hal ini berkaitan dengan kurangnya pengelolaan terhadap SDM, Dana,
perencanaan, pengadaan dan pengendalian persediaan obat dirumah sakit.
Diketahuinya penyebab-penyebab dari kekosongan obat ini diharapkan menjadi
bahan evaluasi bagi manajemen dalam melakukan perencanaan dan analisis
kebutuhan persediaan logistik obat.
Dengan mengetahui penyebab terjadinya stock out dapat memberikan
informasi bagi rumah sakit dalam mengendalikan kejadian stock out di gudang
medis instalasi farmasi. Diharapkan dari adanya informasi tersebut dilakukan
penerapan terhadap metode dalam pengendalian persediaan. Metode pengendalian
ketersediaan obat dan menghindari pemesanan obat secara cito ke apotek di luar
rumah sakit.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, persediaan obat merupakan unit penting
dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kewajiban bagi rumah sakit
pemerintah untuk menggunakan obat generik mengakibatkan tingginya
pemakaian hingga terjadi kekosongan. Oleh karena itu, rumah sakit dapat
menggantinya dengan obat paten yang sama komponennya.
Permintaan akan obat paten di RSUD Kota Bekasi tahun 2014 dan 2015
kian meningkat namun kurangnya persediaan yang mencukupi menyebabkan
kekosongan obat sehingga harus melakukan pemesanan secara cito di apotik luar
rumah sakit. Hal ini dapat merugikan rumah sakit karena pemesanan di apotek
luar membutuhkan waktu dan biaya yang lebih dibandingkan memesan langsung
kepada distributor.
Terjadinya stock out di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi menjadi salah
satu kendala dalam memenuhi permintaan obat pasien. Hal ini menunjukkan
bahwa obat belum dapat disediakan dalam jumlah yang tepat saat dibutuhkan.
Sehingga tujuan dari pengendalian menurut Kemenkes (2014) yaitu memastikan
agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan sedian farmasi dirumah sakit tidak
dapat tercapai. Masalah tersebut dapat dihindari jika diketahui penyebabnya dan
Oleh karena itu, diperlukan metode pengendalian yang dapat mencegah
kekosongan obat dirumah sakit. Waters (2003) mengemukakan bahwa terdapat
tiga pertanyaan penting dalam pengendalian persediaan yaitu item apa yang
seharusnya disimpan, kapankah seharusnya melakukan pemesanan, dan berapa
banyak yang harus dipesan (Nadia, 2012). Dalam menjawab tiga pertanyaan
tersebut maka digunakan metode klasifikasi ABC untuk menjawab item apa saja
yang harus tersedia, metode ROP untuk menjawab kapan seharusnya dilakukan
pemesanan, dan metode EOQ untuk menjawab berapa banyak yang harus dipesan.
Metode dalam pengendalian persediaan bertujuan menciptakan keseimbangan
antara persediaan dan permintaan (Anief, 2008). Oleh karena itu, metode
pengendalian persediaan dapat membantu dalam mencegah persediaan mengalami
kekurangan atau kelebihan.
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran
terhadap penyebab terjadinya stock out dan melakukan perhitungan EOQ dan
ROP sebagai salah satu upaya dalam mengendalikan kekosongan obat di RSUD
Kota Bekasi. Penelitian ini berjudul “GambaranPenyebab Kekosongan Stok Obat
Paten dan Upaya Pengendaliannya di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi”,
penelitian ini difokuskan pada periode triwulan I tahun 2015 untuk mengetahui
gambaran faktor penyebab terjadinya kekosongan obat paten di rumah sakit
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran input dari kegiatan manajemen persediaan obat
yang terdiri dari SDM, Dana, Prosedur, Distributor dan Kebijakan di
Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ?
2. Bagaimana gambaran proses kegiatan manajemen persediaan obat yang
terdiri dari perencanaan persediaan, pengadaan persediaan, pengawasan
persediaan dan pengendalian persediaan di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi ?
3. Bagaimana gambaran output dari kegiatan manajemen persediaan obat
yang berupa terkendalinya obat paten di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi ?
4. Bagaimana gambaran terjadinya stock out (kekosongan stok) obat di
Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ?
5. Faktor apa yang dapat menyebabkan terjadinya kekosongan stok di
Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ?
6. Bagaimana upaya pengendalian terhadap obat paten agar tidak terjadi
stock out (kekosongan obat) ?
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor yang menjadi penyebab terjadinya
stock out obat dan melakukan perhitungan pengendalian persediaan obat di
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran input dari kegiatan manajemen
persediaan obat yang terdiri dari SDM, Dana, Prosedur,
Distributor, dan Kebijakan di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi.
2. Untuk mengetahui gambaran proses dari kegiatan manajemen
persediaan obat yang terdiri dari perencanaan persediaan,
pengadaan persediaan, pengawasan persediaan dan
pengendalian persediaan di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi.
3. Untuk mengetahui gambaran output dari kegiatan manajemen
persediaan obat yang berupa terkendalinya obat paten di Gudang
Farmasi RSUD Kota Bekasi.
4. Untuk mengetahui gambaran terjadinya kekosongan stok (stock
out) obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi.
5. Untuk mengetahui faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
kekosongan stok (stock out) di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi.
6. Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimal obat dengan
menggunakan metode EOQ di RSUD Kota Bekasi.
7. Untuk mengetahui waktu dalam melakukan pemesanan kembali
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1.Bagi Peneliti
1. Dapat menerapkan keilmuan manajemen logistik yang diperoleh di
bangku kuliah.
2. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman tentang pengadaan obat
di Rumah Sakit.
1.5.2.Bagi Rumah Sakit
1. Dengan diketahui gambaran penyebab stock out obat diharapkan
petugas logistik di Gudang farmasi di RSUD Kota Bekasi dapat
melakukan pengendalian terhadap kekosongan obat.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif dan masukan
dalam masalah kekosongan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota
Bekasi.
1.5.3.Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa
lain mengenai penyebab kekosongan obat di Gudang Farmasi RSUD
1.6. RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab
terjadinya stock out obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi periode triwulan
I pada bulan Januari - Maret tahun 2015. Penelitian dilakukan selama bulan
Agustus - September 2015 dengan metode penelitian kualitatif untuk mengetahui
gambaran penyebab dari terjadinya kekosongan obat di rumah sakit dan
melakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimal serta
waktu pemesanan kembali persediaan obat. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MANAJEMEN LOGISTIK
Istilah manajemen logistik rumah sakit didefinisikan oleh Aditama (2007)
yaitu suatu ilmu pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan
penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan
serta penghapusan material/alat-alat.
Sedangkan menurut Romzi (2010) dalam Ariyanti (2012), manajemen
logistik dapat didefinisikan sebagai Planning, Organizing, Staffing, Leading, dan
Controlling dalam kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan, pendistribusian,
penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusan barang dan jasa untuk mendukung
kegiatan fungsi-fungsi utama dalam pencapaian organisasi.
Manajemen logistik modern juga didefinisikan oleh Bowersox (2000)
sebagai proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan
barang, suku cadang dan barang jadi dari para suplier, diantara fasilitas-fasilitas
perusahaan dan kepada para pelanggan. Dengan tujuan menyampaikan barang jadi
dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang
dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana ia dibutuhkan,
2.1.1.TUJUAN MANAJEMEN LOGISTIK
Tujuan manajemen logistik menurut Aditama (2007) adalah
tersedianya bahan logistik setiap saat dibutuhkan, baik mengenai jenis,
jumlah, maupun kualitas yang dibutuhkan secara efisien. Lebih spesifik
kegiatan logistik mempunyai tiga tujuan, yaitu (Henny, 2013) :
1. Tujuan Operasional, agar tersedianya barang serta bahan dalam jumlah
yang tepat dan mutu yang memadai.
2. Tujuan Keuangan, upaya operasional dapat terlaksana dengan biaya yang
serendah-rendahnya. Nilai persediaan yang sesungguhnya dapat
tercermin didalam sistem akuntansi.
3. Tujuan Pengamanan, agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan,
pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang
tidak wajar lainnya.
2.1.2.FUNGSI MANAJEMEN LOGISTIK
Dalam mengelola logistik terdapat beberapa fungsi-fungsi manajemen
yang membentuk suatu siklus kegiatan logistik. Keberhasilan dalam
mengelola logistik ditentukan oleh kegiatan dalam fungsi manajemen
logistik. Fungsi manajemen logistik menurut Aditama (2007) diantaranya
perencanaan dan penentuan kebutuhan, penganggaran, pengadaan,
penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan, penghapusan serta
Fungsi-fungsi manajemen logistik yang membentuk suatu siklus
kegiatan harus dijaga agar selaras, serasi dan seimbang (Seto, 2004). Siklus
logistik adalah proses dari sebelum terjadinya kegiatan logistik sampai
kegiatan itu dapat di evaluasi (Henny, 2013). Apabila salah satu fungsi
manajemen tidak diimplementasikan dengan baik maka akan mempengaruhi
suatu siklus manajemen logistik. Berikut siklus manajemen logistik, yaitu :
Bagan 2.1
Siklus Manajemen Logistik (Seto, 2004)
Siklus logistik ini didalamnya terdapat beberapa fungsi manajemen
logistik yang menunjang kegiatan pengadaan logistik di rumah sakit.
Fungsi-fungsi logistik tersebut diantaranya perencanaan dan penentuan
kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpanan,
penyaluran, pemeliharaan, penghapusan, serta pengendalian dan
pengawasan (Seto, 2004). Berikut uraian lebih jelas mengenai fungsi-fungsi
kegiatan dalam manajemen logistik, diantaranya : 7. Penghapusan
6. Pemeliharaan
4. Penerimaan dan Penyimpanan
3. Pengadaan 2.Penganggaran 1. Perencanaan dan
Penentuan kebutuhan
Pengawasan
1. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan
Menurut PMK no.58 tahun 2014, perencanaan kebutuhan merupakan
kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan
pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah,
tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi serta disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia.
2. Fungsi Penganggaran
Fungsi penganggaran merupakan usaha untuk merumuskan perincian
penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar, yakni skala mata uang serta
jumlah biaya dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang
berlaku terhadapnya (Aditama, 2007). Menurut Seto (2004) anggaran
umumnya dipakai dalam periode satu tahun dan merupakan operasional dari
institusi yang berisi ramalan pendapatan yang akan diterima dan
pengeluaran yang terjadi pada tahun mendatang.
3. Fungsi Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin
dan sesuai standar mutu. Tujuan dari pengadaan yaitu mendapatkan
perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik,
pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan
tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan. Proses pengadaan terdapat
3 elemen penting yang harus diperhatikan diantaranya (Depkes,2008) :
a. Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan “biaya tinggi”
b. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja sangat penting untuk menjaga
agar pelaksanaan pengadaan terjamin mutu
c. Order pemesanan agar barang dapat sesuai jenis, waktu dan tempat.
4. Fungsi Penyimpanan dan Distribusi
Menurut Depkes (2008) bahwa kegiatan penyimpanan merupakan
kegiatan menyimpan dan memelihara perbekalan farmasi yang diterima
pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang
dapat merusak mutu obat. Tujuan dari penyimpanan obat adalah untuk
melindungi obat-obat yang disimpan dari kehilangan, kerusakan, kecurian,
terbuang sia-sia dan untuk mengatur aliran barang dari tempat penyimpanan
ke pengguna melalui suatu sistem yang terjangkau (Febriwati, 2013).
Sedangkan kegiatan distribusi adalah kegiatan mendistribusikan
perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses
terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang
pelayanan medis. Tujuan dari pendistribusian yaitu tersedianya perbekalan
farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah
lain proses administrasi, proses penyampaian data/informasi, proses
pengeluaran fisik barang, proses angkutan, proses pembongkaran dan
pemuatan (Dina,2012).
5. Fungsi Pemeliharaan
Pemeliharaan diartikan sebagai kegiatan menjaga fasilitas dan peralatan
penunjang kegiatan logistik dirumah sakit agar seluruh kegiatan dapat
berjalan dengan optimal sesuai perencanaan. Fungsi pemeliharaan menurut
Seto (2004) yaitu upaya melindungi kualitas dan kuantitas obat dari faktor
panas, kelembaban, kerusakan fisik, kadaluarsa, kebersihan dari serangga
dan hama, pencuri dan bahaya api.
6. Fungsi Penghapusan
Menurut PMK no.58 tahun 2014 bahwa fungsi penghapusan/pemusnahan
dilakukan untuk sediaan farmasi, alkes dan BHP bila produk tidak
memenuhi pesyaratan mutu, telah kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk
dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan dan dicabut izin edarnya. Sedangkan menurut Aditama (2007),
fungsi penghapusan yaitu usaha pembebasan barang pertanggungjawaban
yang berlaku karena kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi, dinyatakan
sudah tua, kelebihan, dan hal lain menurut peraturan perundangan yang
berlaku (Herni, 2012).
7. Fungsi Pengawasan/Pengendalian
Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk menyakinkan dan menjamin
ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah (aturan) yang
diberikan. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen,
disamping fungsi perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan.
Fungsi Pengendalian menurut Subagya (1998) merupakan fungsi inti dari
pengelolaan perlengkapan yang meliputi usaha untuk memonitor dan
mengamankan keseluruhan pengelolaan logistik dimana terdapat kegiatan
pengendalian inventaris.
2.2. Manajemen Persediaan
Menurut Rangkuti (2002), persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan
yang disediakan dan bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk
proses produksi serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi
permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu. Persediaan dapat
diminumkan dengan mengadakan perencanaan produksi yang lebih baik serta
organisasi bagian produksi yang lebih efisien. Persediaan (inventory) ditujukan
untuk mengantisipasi kebutuhan permintaan.
Menurut Priyambodo (2007) tujuan diadakannya persediaan antara lain
untuk memberikan layanan terbaik pada pelanggan, untuk memperlancar proses
produksi, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan
(stockout) dan untuk menghadapi fluktuasi harga.
Sistem dalam persediaan diartikan sebagai serangkaian kebijakan dan
pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat
pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin
tersedianya sumber daya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat dan pada waktu
yang tepat serta meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan
kapan pesanan dilakukan secara optimal (Rangkuti, 2002).
Biaya – biaya yang timbul dari adanya persediaan, yaitu :
1. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs), yaitu terdiri atas
biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya
penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang
dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya
yang termasuk sebagai biaya penyimpanan diantaranya biaya fasilitas-fasilitas
penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan sebagainya),
biaya modal (opportunity costs of capital), yaitu alternatif pendapatan atas
dana yang diinvestasikan dalam persediaan, biaya keusangan, biaya
penghitungan fisik, biaya asuransi persediaan, biaya pajak persediaan, biaya
pencurian/pengrusakan, dan biaya penanganan persediaan.
Biaya penyimpanan persediaan berkisar antara 12 sampai 40 persen dari
biaya atau harga barang. Untuk perusahaaan manufacturing biasanya, biaya
penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen (Rangkuti, 2002).
2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs) yaitu
biaya yang dkeluarkan berkaitan dengan pemesanan barang-barang dari
penjual, sejak dari pesanan dibuat dan dikirim ke penjual sampai barang
tersebut dikirim dan diserahkan serta diinspeksi di gudang (Assauri, 2004).
upah, biaya telepon, pengeluaran surat menyurat, biaya pengepakan dan
penimbangan, biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan, biaya pengiriman ke
gudang, dan biaya utang lancar.
Pada umumnya, biaya pemesanan (di luar biaya bahan dan potongan
kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pemesanan bertambah besar. Tetapi,
apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah
pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti,
biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang
dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali
pesan (Rangkuti, 2002).
1. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost. Hal ini terjadi apabila
bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri “dalam pabrik” perusahaan,
perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set up cost) untuk memproduksi
komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari biaya mesin-mesin, biaya
persiapan tenaga kerja langsung, biaya penjadwalan, dan biaya eksepedisi
(Rangkuti, 2002).
2. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) adalah biaya yang
timbul apabila persiapan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya
kekurangan bahan sulit diukur dalam praktik, terutama karena kenyataannya
biaya ini sering merupakan opportunity costs yang sulit diperkirakan secara
objektif (Rangkuti, 2002). Menurut Assauri (2004), biaya ini timbul dari
akibat biaya tambahan karena seorang pelanggan meminta suatu barang
sedangkan barang yang dibutuhkan tidak tersedia.
Kategori jenis-jenis persediaan dibedakan dalam 5 jenis, diantaranya
(Assauri, 2008):
a. Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan
barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi.
b. Persediaan komponen rakitan (purchased parts), yaitu persediaan
barang-barang yang terdiri atas bagian yang diterima dari perusahaan lain.
c. Persediaan bahan pembantu atau perlengkapan (supplies stock) yaitu
persediaan barang/bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk
membantu berhasilnya produksi.
d. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process)
yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap bagian dalam satu
pabrik tetapi perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.
e. Persediaan barang jadi (finished good stock) yaitu persediaan barang-barang
yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual
kepada pelanggan. Barang jadi ini merupakan produk selesai dan telah siap
untuk dijual.
Berdasarkan penjelasan jenis persediaan diatas, persediaan farmasi
termasuk dalam persediaan barang jadi. Menurut PMK no.58 th 2014 bahwa
2.2.1.Perencanaan Persediaan
Perencanaan yang baik menuntut adanya sistem monitoring, evaluasi
dan pencatatan/pelaporan yang memadai dan berfungsi sebagai umpan balik
untuk tindakan pengendalian terhadap devisi yang ada. Suatu rencana harus
didukung oleh semua pihak, rencana yang dipaksakan akan sulit
mendapatkan dukungan bahkan sebaliknya akan berakibat tidak lancar
dalam pelaksanaannya.
Menurut Imron (2010), bahwa kebutuhan logistik rumah sakit
dihitung berdasarkan dari suatu analisa tentang persediaan logistik yang ada,
yang masih dapat digunakan yang masih memerlukan perbaikan atau
memang harus diganti dengan yang baru. Sifat dari kebutuhan logistik
rumah sakit diantaranya rutin, mendesak, dan periodik (Aini, 2012).
Menurut Pedoman Depkes (2008), tujuan perencanaan perbekalan
farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi
sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dirumah
sakit. Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui
beberapa metode :
a. Metode konsumsi, metode ini didasarkan pada data riil konsumsi
perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan
koreksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan jumlah
perbekalan farmasi diantaranya pengumpulan data, analisa data,
b. Metode morbiditas, dasar perhitungan pada metode ini yaitu jumlah
kebutuhan perbekalan perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban
kesakitan yang harus dilayani. Metode ini berdasar pola penyakit,
kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu.
c. Kombinasi metode konsumsi dan metode morbiditas disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Acuan yang digunakan yaitu formularium RS,
rekam medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, pola penyakit,
sisa persediaan, data penggunaaan periode yang lalu, dan rencana
pengembangan.
Menurut hasil penelitian Suciati dan Adisasmito (2006) bahwa aspek
yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan obat di RS yaitu
standarisasi obat atau formularium, anggaran, pemakaian periode
sebelumnya, stok akhir dan kapasitas gudang, leadtime dan stok pengaman,
jumlah kunjungan dan pola penyakit, standar terapi, serta penetapan
kebutuhan obat dengan menggunakan ABC Indeks Kritis.
2.2.2. Pengadaan Persediaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah ditetapkan dan disetujui anggarannya (Febriawati, 2013). Terdapat
empat tujuan strategis dalam pengadaan farmasi menurut WHO (2001)
diantaranya, yaitu pengadaan obat dengan biaya yang efektif dan dalam
dan berkualitas tinggi, pastikan pengiriman tepat waktu, serta mencapai total
biaya serendah mungkin.
Dalam kegiatan pengadaan terdapat kegiatan pembelian, terdapat 4
kegiatan utama dalam pembelian, yaitu pemilihan supplier (pemasok),
melakukan pemantauan pengiriman, menjembatani antara supplier dengan
bagian terkait pembelian di perusahaan, dan mencari produk yang dapat
memberikan kontribusi dan keuntungan pada perusahaan.
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengadaan antara
lain stok bahan yang ada baik bahan baku, bahan pengemas, dan produk
jadi, dan lead time (waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan barang mulai
pemesanan sampai tiba di gudang).
2.2.3.Pengawasan Persediaan
Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk menyakinkan dan
menjamin bahwa tugas/pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana
yang telah ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah
(aturan) yang diberikan. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi
manajemen, disamping fungsi perencanaan, pengorganisasian dan
pelaksanaan.
Tujuan pengawasan sediaan farmasi adalah (Daris, 2010) melindungi
masyarakat dari sediaan farmasi yang tidak memenuhi syarat, melindungi
alat kesehatan, dan mencegah persaingan tidak sehat antar perusahaan
farmasi.
Menurut Seto (2004), semua kegiatan dalam siklus logistik harus
selalu dilakukan pengawasan mulai dari Perencanaan, Penganggaran,
Pengadaan, Penyimpanan dan Penyaluran, Pemeliharaan dan Penghapusan.
Pengawasan/pengendalian dari siklus pengelolaan logistik mencakup
pengawasan terhadap harga barang, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam
siklus logistik, menyangkut prosedur dalam siklus logistik, kesesuaian
barang, perhatian terhadap kualitas barang, kadaluarsa barang, serta tertib
pencatatan dan pelaporan.
Menurut Rangkuti (2002), pengawasan persediaan pada intinya adalah
menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan, menjaga supaya
pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya
yang timbul tidak terlalu besar dan menjaga agar pembelian secara
kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi
besar.
2.2.4.Pengendalian Persediaan
Menurut Priyambodo (2007) bahwa pengendalian persediaan adalah
menghasilkan keputusan tingkat persediaan yang menyeimbangkan tujuan
diadakannya persediaan dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain,
sasaran akhir dari pengendalian persediaan adalah meminimalkan total
Untuk mempertahankan tingkat persediaan yang optimum, diperlukan
jawaban atas dua pertanyaan mendasar yaitu kapan dilakukan pemesanan
dan berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan harus dilakukan
pemesanan kembali. Keputusan mengenai kapan dan berapa jumlah yang
harus dipesan sangat tergantung kepada waktu dan tingkat persediaan.
Salah satu fungsi manajerial dalam manajemen persediaan yang
sangat penting adalah pengendalian persediaan. Apabila perusahaan
menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, hal ini akan
menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan, dan mungkin
mempunyai oppurtinity cost. Demikian pula apabila perusahaan tidak
mempunyai persediaan yang mencukupi, dapat mengakibatkan biaya-biaya
dari terjadinya kekurangan bahan (stock out) (Rangkuti, 2002).
Sedangkan menurut Seto (2004), pengendalian persediaan (inventory
control) adalah fungsi manajerial yang sangat penting karena
persediaan/stok obat akan memakan biaya yang melibatkan investasi yang
besar karena itu perlu dilakukan dengan efektif dan efisien. Pengendalian
persediaan yang efektif adalah mengoptimalkan dua tujuan yaitu
memperkecil total investasi pada persediaan obat dan menjual berbagai
produk yang benar untuk memenuhi permintaan konsumen.
2.2.4.1. Pengendalian Persediaan Dengan Analisis ABC Investasi Jenis barang perbekalan farmasi dirumah sakit sangat banyak
digunakan analisis ABC. Analisis ABC ini dapat memudahkan
pengendalian persediaan perbekalan farmasi dengan mengklasifikasikan
item barang. Analisis ABC merupakan metode pembuatan grup atau
penggolongan berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga
terendah, dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok A,B
dan C (Maimun, 2008):
Menurut Assauri (2004), klasifikasi dalam analisis ABC dibagi
menjadi 3, diantaranya :
1. Kelompok A adalah inventory dengan nilai investasinya tinggi dengan
jumlah sekitar 80% dan mempunyai jumlah penggunaan tidak melebihi
10% dari total nilai inventory.
2. Kelompok B adalah inventory dengan nilai investasinya mencapai 15%
dan mempunyai jumlah penggunaan hingga 20% dari total nilai
inventory.
3. Kelompok C adalah inventory dengan nilai investasinya tidak lebih dari
15% dan mempunyai jumlah penggunaan mencapai 70% dari total nilai
inventory.
Menurut Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2008)
klasifikasi persediaan berdasarkan kumulasi persennya dibagi atas 3 bagian,
yaitu :
1) Persediaan dengan persen kumulatifnya 0-70% masuk dalam kategori
2) Persediaan dengan persen kumulatifnya 71-90% masuk dalam kategori
kelompok B.
3) Persediaan dengan persen kumulatifnya 90-100% masuk dalam kategori
kelompok C.
Menurut Priyambodo (2009), beberapa persediaan memiliki proporsi
yang relatif lebih kecil dari volume persediaan secara keseluruhan, namun
memiliki nilai (rupiah) yang relatif lebih besar.
Besarnya persentase ini adalah kisaran yang bisa berubah-ubah dan
berbeda antara perusahaan satu dengan yang lainnya. Analisis ABC adalah
analisis konsumsi obat tahunan dan biaya untuk menentukan item yang
menjelaskan proporsi terbesar dari anggaran. Analisis ABC dapat (WHO,
2003) :
a. Mengklasifikasikan item yang memiliki tingkat penggunaan yang tinggi
dan item yang memiliki biaya yang rendah.
b. Mengukur sejauh mana konsumsi obat yang sebenarnya mencerminkan
kebutuhan kesehatan masyarakat dan membandingkan konsumsi obat
pola morbiditas.
c. Mengidentifikasi pembelian untuk item di rumah sakit yang tidak masuk
dalam daftar obat esensial yaitu penggunaan obat-obatan
non-formularium.
Manfaat pengendalian persediaan dengan klasifikasi ABC, yaitu
1) Membantu manajemen dalam menentukan tingkat persediaan yang
efisien.
2) Memberikan perhatian pada jenis persediaan utama yang dapat
memberikan cost benefit yang besar bai perusahaan
3) Dapat memanfaatkan modal kerja sebaik-baiknya sehingga dapat
memacu pertumbuhan perusahaan
4) Sumber-sumber daya produksi dapat dimanfaatkan secara efisien.
2.2.4.2. Pengendalian Persediaan Dengan Metode EOQ (Economic Order Quantity)
Berawal di tahun 1913, F.W. Harris mengembangkan suatu model
dimana menjaga persediaan dalam keadaan siap digunakan, terlebih dahulu
mendefinisikan seberapa banyak suatu persediaan atau produk dipesan.
Kemudian Wilson pada tahun 1934 mengembangkan teori F.W.Harris
membuat perumusan EOQ. Metode ini tidak hanya mengetahui dan
menentukan jumlah pemesanan namun dengan metode ini diharapkan dapat
meminimalisasi total biaya operasional. Hal ini dikarenakan pada
perumusan EOQ, jumlah pemesanan diperoleh dengan mempertimbangkan
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sebagai variabel yang dihitung
(Nadia, 2012).
Menurut Bunawan (1996), rumus ini kemudian mencapai
pemakaian yang sangat luas dalam industri melalui upaya seorang konsultan
sebenarnya dikembangkan oleh Harris. Metode ini merumuskan jumlah
barang yang harus dipesan dengan meminimalkan biaya pengoperasian
persediaan.
Menurut Anief (2008), metode EOQ merupakan volume atau
jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap
kali pembelian. Sehingga diharapkan metode ini dapat mencegah
kekosongan obat dengan mengadakan jumlah pemesanan barang.
Berikut adalah rumus untuk menentukan jumlah pemesanan
optimum menurut Heizer dan Render (2010), yaitu :
Rumus :
Keterangan :
Q : Jumlah pesanan
D : Jumlah kebutuhan barang
S : Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H : Biaya penyimpanan per unit per tahun
Menurut Schroeder (2003), dalam menggunakan EOQ ada beberapa
asumsi yang digunakan :
1) Permintaan terhadap obat konstan, berulang, dan diketahui.
2) Waktu tunggu (lead time) konstan dan diketahui.
3) Tidak diperbolehkan terjadi kehabisan stok untuk menentukan dengan
pasti kapan harus memesan bahan untuk mencegah kekurangan stok.
5) Harga per unit konstan dan tidak ada diskon yang diberikan jika pesanan
dalam jumlah banyak.
6) Barang merupakan produk tunggal ,tidak ada interaksi dengan produk
lain.
2.2.4.3. Pengendalian Persediaan Dengan Safety Stock
Apabila penggunaan persediaan melebihi dari perkiraan maka terdapat
persediaan pengamanan untuk menghindari kekosongan obat inilah yang
dinamakan safety stock. Rumah sakit sering menghadapi ketidakpastian
jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang logistik selama
periode tertentu. Dalam hal ini rumah sakit memerlukan persediaan ekstra
yang disebut persediaan pengamanan. Safety stock bertujuan untuk
menentukan berapa besar stok yang dibutuhkan selama masa tenggang
untuk memenuhi besarnya permintaan. (Rangkuti, 2002)
Safety stock adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk
melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan
yang disebabkan karena adanya permintaan yang lebih besar dari perkiraan
semula atau karena keterlambatan barang yang dipesan sampai digudang
penyimpanan (lead time yang lebih lama dari perkiraan semula) dengan
menentukan besarnya persediaan pengaman yang kemudian diikuti dengan
jumlah pesanan tetap atau EOQ (Seto dkk, 2004). Fakto