• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat Paten Dan Upaya Pengendaliannya Di Gudang Medis Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi Pada Triwulan I Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat Paten Dan Upaya Pengendaliannya Di Gudang Medis Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi Pada Triwulan I Tahun 2015"

Copied!
224
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENYEBAB KEKOSONGAN STOK OBAT PATEN DAN UPAYA PENGENDALIANNYA DI GUDANG MEDIS

INSTALASI FARMASI RSUD KOTA BEKASI PADA TRIWULAN I TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

AJRINA WINASARI NIM. 1111101000046

(2)
(3)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN SKRIPSI, DESEMBER 2015

Ajrina Winasari, NIM: 1111101000046

GambaranPenyebab Kekosongan Stok Obat Paten Dan Upaya Pengendaliannya Di Gudang Medis Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi Pada Triwulan I Tahun 2015

xii + (163) halaman, (10) tabel, (7) bagan, (12) lampiran

ABSTRAK

Latar Belakang : Instalasi farmasi bertanggung jawab untuk menjamin dan memastikan kualitas, manfaat, keamanan serta ketersediaan obat-obatan dapat tepat jenis, tepat jumlah, dan tepat waktu pada saat dibutuhkan. Gudang farmasi RSUD Kota Bekasi belum optimal dalam melakukan pengelolaan obat, hal ini karena belum adanya keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan obat sehingga terjadi stock out dan pembelian cito. Untuk itu perlu dilakukan analisis mengenai sistem pengelolaan obat dan diketahuinya faktor penyebab kekosongan obat di gudang farmasi.

Metode : Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Informan penelitian ini terdiri dari Kepala Instalasi Farmasi, Wakil Kepala Instalasi Farmasi, Kepala Gudang Farmasi, Kepala UPBJ, dan Distributor. Hasil Penelitian : Pengelolaan obat yang dilakukan di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi masih belum cukup efektif. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa komponen input (SDM, Dana, Kebijakan, Prosedur, dan Distributor), proses (Perencanaan, Pengadaan, Pengawasan dan Pengendalian), serta output (Stock Out, Obat Kadaluarsa, dan Stock Opname) yang belum sesuai dengan Permenkes No.58 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kekosongan obat yaitu faktor dana dan faktor distributor. Pengendalian persediaan obat paten di gudang farmasi dilakukan melalui stock opname dan belum menggunakan metode pengendalian yang khusus. Upaya pengendalian persediaan obat paten melalui analisis ABC terdapat 28 jenis obat yang tergolong kelompok A, terdapat 30 jenis obat paten yang tergolong kelompok B, dan 70 jenis obat paten yang tergolong kelompok C. Berdasarkan metode EOQ didapatkan jumlah pemesanan optimum obat paten yang tergolong kelompok A berjumlah mulai dari 5-375 item. Berdasarkan metode Reorder Point (ROP) dengan mempertimbangkan buffer stock diperoleh titik pemesanan kembali untuk kelompok A mulai dari 34-2257 item.

Saran : Diharapkan manajemen RS lebih memperhatikan kegiatan pengendalian obat di gudang farmasi dan menjaga ketersediaan jumlah obat agar terhindar dari kekosongan obat yang akan mempengaruhi pelayanan dan memberikan kerugian bagi rumah sakit.

Kata Kunci : Manajemen Persediaan, Kekosongan Obat, Analisis ABC, EOQ, ROP

(4)

STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY

HEALTH CARE MANAGEMENT SKRIPSI, DECEMBER 2015

Ajrina Winasari, NIM: 1111101000046

Causes of Emptiness Stock Drug Patents and Effort control in Warehouse Pharmacy Medical City Hospital Bekasi 2015

xix + 165 pages, 10 table, 7 frame, 12 appendix

ABSTRACT

Background : Pharmacy is responsible for guarantee and ensuring the quality, benefits, safety and availability of drugs can be the exact kind, quantity, and timely in times of need. Hospital pharmacy warehouse of Bekasi City not optimal in managing medication, it is because there is no balance between demand and availability of drugs resulting in stock out and purchase cito. It is necessary for the analysis of the medication management system and know the factors causing stock out drug in pharmaceutical warehouse.

Methods : This research is descriptive qualitative research. Data used in this research is primary data collected from in-depth interviews, observation, and document analysis. The informants consisted of Head of Pharmacy, the Deputy Head of Pharmacy, Head of Warehouse, Head of the procurement unit, and distributors.

Results : Medication management is done in the pharmaceutical warehouse Bekasi City Hospital is still not be effective. This is because there are still some components such as inputs (human resources, budget, policies, procedures, and distributors), processes (planning, procurement, monitoring and control), and output (stock outs, expired drugs, and stock opname) were not in accordance with standard pharmacy services in hospitals in 2014. Factors that cause drug empty are budget factors and distributor factors. Inventory control in warehouses pharmaceutical patent medicine is done through stock opname and not using that specific control methods. Patent drug supply control efforts through ABC analysis there are 28 types of drugs that are categorized as group A, there are 30 kinds of patented drugs classified as group B, and 70 types of patent medicines that belong to a group C. Based on EOQ method, optimum ordering quantity for 28 types of drugs that are categorized as group A was ranged from 5-375 items. Based on reorder point (ROP) method, reorder point/reorder time for 28 types of drugs that are categorized as group A was ranged from 34-2257 items.

Suggestion : Hospital management is expected to pay more attention to control drugs in a pharmaceutical warehouse for avoid stock out drugs that would affect service and disadvantages hospital.

(5)
(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Ajrina Winasari

JenisKelamin : Perempuan

Tempat / TanggalLahir : Jakarta, 14 Mei 1993

Alamat : Jl. Lumbu Tengah 1E No. 113, Rawalumbu, Bekasi

Agama : Islam

No. Telp : 089604449808

E-mail : ajrinawinasari05@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

2011 – sekarang : Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK), Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatulah Jakarta

2008 – 2011 : MAN 02 Kota Bekasi

2005 – 2008 : SMP Bani Saleh 2 Kota Bekasi 1999 – 2005 : SDN BJRL IX

1998 – 1999 : TK An – Nisa

RIWAYAT ORGANISASI

2006 – 2007 : PMR SMP Bani Saleh 2

2009 – 2010 : Sekretaris Pramuka MAN O2 Kota Bekasi 2013 – 2014 : Sekretaris II HACAMSA UIN Jakarta

PENGALAMAN KERJA

Januari 2014 – Maret 2014 : Pengalaman Belajar Lapangan di Kelurahan Buaran RW 03

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Penyebab Kekosongan Stok Obat Paten dan Upaya Pengendaliannya di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015”. Shalawat serta salam tidak lupa penulis sampaikan pada baginda Rasullulah Muhammad SAW yang membawa umatnya ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada program studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat sehat dan kelancaran sehingga penulis dapat menjalankan skripsi ini dengan lancar.

2. Kedua orang tua tercinta, yaitu Bapak Arno Sugiyarno dan Ibu Dewi Panawiningsih, saudaraku tercinta, dan adik-adik penulis yang selalu mendoakan, memberi dukungan, semangat, serta selalu memberikan kasih sayangnya yang tiada henti kepada penulis. 3. Bapak Arif Sumantri selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Fajar Ariyanti, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS dan Ibu Catur Rosidati, MKM selaku Pembimbing Fakultas yang telah memberikan arahan serta bimbingannya dengan sangat baik.

6. Ibu Dwi Agus Sumarni, S.Si. Apt selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi yang telah memberikan bimbingan, arahan dan perizinan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan selama penelitian.

(9)

banyak memberikan bantuan, berbagi ilmu dan pengalaman kerjanya dirumah sakit yaitu Pak Andy, Pak Ferdy, Pak Afi, Ibu Resty, Ibu Fia, Mas Ozan dan Mas Rian. 8. Pak Tono selaku staf di instalasi Diklat yang sudah banyak membantu dalam

memberikan kemudahan perizinan dan administrasi surat di RSUD Kota Bekasi. 9. Agus Setiawan, terima kasih banyak atas seluruh dukungan, semangat, dan doanya

selama ini. Selalu mendampingi disaat kesusahan, kebosanan, dan perjuangan selama disusunnya skripsi ini.

10.Teman-teman seperjuangan Program Studi Kesehatan Masyarakat yaitu Eka Lestari Sitepu, Putri Anggraeni, Putri Dwi Karina khususnya Peminatan Manajemen Pelayanan Kesehatan yaitu Anis Saputri, Nurul Ismi, Safira Hilwa, Sri Henny dan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semangat, doa, motivasi dan kebersamaan kita selama ini. Senang menjadi bagian dari kalian MPK 2011.

Dan pihak-pihak lain yang secara tidak langsung juga membantu saya dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih. Dengan mengirimkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca pada umumnya serta dapat menjadi referensi penulisan skripsi bagi mahasiswa lain.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Bekasi, Desember 2015

(10)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

DAFTAR ISTILAH ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 10

1.3.Pertanyaan Penelitian ... 12

1.4.Tujuan Penelitian ... 12

1.4.1.Tujuan Umum ... 12

1.4.2.Tujuan Khusus ... 13

1.5.Manfaat Penelitian ... 14

1.5.1. Bagi Peneliti ... 14

1.5.2. Bagi Rumah Sakit ... 14

1.5.3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ... 14

(11)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 16

2.1.Manajemen Logistik ... 16

2.1.1.Tujuan Manajemen Logistik ... 17

2.1.2.Fungsi Manajemen Logistik ... 17

2.2.Manajemen Persediaan ... 22

2.2.1.Perencanaan Persediaan ... 26

2.2.2.Pengadaan Persediaan ... 27

2.2.3.Pengawasan Persediaan ... 28

2.2.4.Pengendalian Persediaan ... 29

2.2.4.1. Pengendalian Persediaan dengan Analisis ABC Investasi ... 30

2.2.4.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ ... 33

2.2.4.3. Pengendalian Persediaan dengan Safety Stock ... 35

2.2.4.4. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP ... 37

2.3.Stock Out ... 39

2.4.Obat ... 40

2.5.Pengertian Sistem ... 40

2.6.SDM ... 41

2.7.Prosedur ... 43

2.8.Dana ... 43

2.9.Kebijakan ... 44

2.10. Distributor ... 44

2.11. Rumah Sakit ... 45

2.12. Instalasi Farmasi ... 47

2.13. Kerangka Teori ... 51

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH... 52

3.1.Kerangka Konsep ... 52

(12)

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 61

4.1.Desain Penelitian ... 61

4.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 61

4.3.Informan Penelitian ... 61

4.4.Instrumen Penelitian ... 62

4.5.Pengumpulan Data ... 62

4.6.Validitas Data ... 63

4.7.Penyajian Data ... 66

4.8.Pengolahan Data ... 66

4.9.Analisis Data ... 68

BAB V HASIL PENELITIAN ... 73

5.1.Gambaran Umum RSUD Kota Bekasi ... 73

5.1.1. Visi dan Misi RSUD Kota Bekasi ... 70

5.2.Gambaran Umum Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi ... 74

5.3.Input Manajemen Persediaan ... 75

5.3.1.Sumber Daya Manusia ... 76

5.3.2. Dana ... 82

5.3.3. Prosedur ... 84

5.3.4. Kebijakan ... 88

5.3.5. Distributor ... 88

5.4.Proses ... 92

5.4.1. Perencanaan Persediaan ... 93

5.4.2. Pengadaan Persediaan ... 96

5.4.3. Pengawasan Persediaan ... 99

5.4.4. Pengendalian Persediaan ... 100

5.5.Output ... 103

5.5.1.Stock Out ... 105

5.5.2. Obat Kadaluarsa ... 108

5.5.3.Stock Opname ... 109

5.6.Upaya Pengendalian Persediaan ... 111

5.6.1.Klasifikasi ABC Investasi ... 111

5.6.2.Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ ... 114

(13)

BAB VI PEMBAHASAN ... 121

6.1.Keterbatasan Penelitian ... 121

6.2.Gambaran Kekosongan Stok Obat ... 122

6.3.Gambaran Faktor Penyebab Kekosongan Stok Obat ... 125

6.4.Input ... 131

6.4.1. Sumber Daya Manusia ... 131

6.4.2. Dana ... 135

6.4.3. Prosedur ... 137

6.4.4. Kebijakan ... 140

6.4.5. Distributor ... 141

6.5.Proses ... 142

6.5.1. Perencanaan Persediaan ... 142

6.5.2. Pengadaan Persediaan ... 144

6.5.3. Pengawasan Persediaan ... 146

6.5.4. Pengendalian Persediaan ... 147

6.6.Output ... 149

6.6.1. Stock Out ... 149

6.6.2. Obat Kadaluarsa ... 150

6.6.3.Stock Opname Obat ... 152

6.7.Upaya Pengendalian Persediaan ... 153

6.7.1. Klasifikasi ABC Investasi ... 154

6.7.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode EOQ ... 156

6.7.3. Pengendalian Persediaan dengan Metode ROP ... 158

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 161

7.1.Kesimpulan ... 161

7.2.Saran ... 163

DAFTAR PUSTAKA ... xviii

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

[image:14.595.65.534.121.534.2]

Judul Tabel Halaman

Tabel 4.1 Triangulasi Sumber Dilihat dari Pedoman Wawancara 64 Tabel 4.2 Triangulasi Metode Dilihat dari Pedoman Wawancara 65 Tabel 5.1 Jumlah Ketenagaan Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun

2015

76

Tabel 5.2 Karakteristik Informan di RSUD Kota Bekasi 79 Tabel 5.3 Data Pemesanan Cito di Gudang Farmasi RSUD Kota

Bekasi pada Triwulan I Tahun 2015

105

Tabel 5.4 Data Pemesanan Cito di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi pada Tahun 2014 dan tahun 2015

105

Tabel 5.5 Kelompok ABC berdasarkan Nilai Investasi Obat Paten Periode Januari-Maret tahun 2015

113

Tabel 5.6 Biaya ATK dalam setiap pemesanan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi

116

Tabel 5.7 Biaya Pemesanan dalam sekali pemesanan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi

(15)

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Judul Bagan Halaman

Bagan 2.1 Siklus Manajemen Logistik 18

Bagan 2.2 Kerangka Teori 51

Bagan 3.1 Kerangka Konsep 54

Bagan 5.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi 74

Bagan 5.2 Input Manajemen Persediaan 75

Bagan 5.3 Proses Manajemen Persediaan 92

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Telaah Dokumen

Lampiran 2 Lembar Observasi

Lampiran 3 Matriks Wawancara

Lampiran 4 Matriks Triangulasi Sumber

Lampiran 5 Daftar Obat Kadaluarsa pada bulan Januari – Maret tahun 2015 Lampiran 6 Tabel Kelompok Obat Paten Berdasarkan Analisis ABC tahun 2015

Lampiran 7 Tabel Perhitungan EOQ Obat Paten Kelompok A tahun 2015

Lampiran 8 Tabel Perhitungan ROP dan Buffer Stock Obat Paten Kelompok A

[image:16.595.66.523.116.561.2]
(17)

DAFTAR SINGKATAN

BPJS = Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

BPOM = Badan Perusahaan Obat dan Makanan

Depkes = Departemen Kesehatan

EOQ = Economic Order Quantity

IFRS = Instalasi Farmasi Rumah Sakit

JKN = Jaminan Kesehatan Nasional

NPWP = Nomor Pokok Wajib Pajak

PBF = Perusahaan Besar Farmasi

Permenkes/PMK = Peraturan Menteri Kesehatan

ROP = Reorder Point

RS = Rumah Sakit

RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah

SIUP = Surat Izin Usaha Perdagangan

SIPA = Surat Izin Praktek Apoteker

SDM = Sumber Daya Manusia

SOP = Standar Operasional Prosedur

(18)

DAFTAR ISTILAH

Buffer Stock/Safety Stock = Stok pengaman untuk menghindari kemungkinan

terjadinya kekurangan persediaan

Cito = Pemesanan dilakukan insidental dan harus dikirim saat

itu juga

Defekta = Pendokumentasian/pencatatan mengenai permintaan

dan pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek

Expired Date = Tanggal Kadaluarsa

E- catalogue = Daftar Katalog obat secara online

E-purchasing = Pembelian obat secara online

Formularium = Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh

tenaga kesehatan dirumah sakit

Life – saving = Obat yang harus ada dirumah sakit sebagai obat

penyelamat hidup pasien

Lead Time = Waktu tunggu pemesanan obat atau waktu yang

diperlukan dari mulai pemesanan sampai obat diterima

Obat yang Fast Moving = Obat yang perputarannya cepat

Obat yang Slow Moving = Obat yang perputarannya lambat

Stock Out = Kekosongan Stok

Stock Opname = Kegiatan mencocokan jumlah fisik barang gudang

dengan kartu stok

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan UU no.44 tahun 2009, Rumah Sakit adalah institusi

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat. Salah satu kewajiban rumah sakit, yaitu membuat, melaksanakan, dan

menjaga standar mutu pelayanan kesehatan dirumah sakit sebagai acuan dalam

melayani pasien. Kewajiban ini menuntut rumah sakit untuk terus melakukan

upaya dalam memperbaiki kualitas pelayanan jasa yang diberikan.

Pelayanan kesehatan dirumah sakit memiliki 5 revenue center, diantaranya

pelayanan rawat jalan dan rawat inap, pelayanan gawat darurat, instalasi

laboratorium, instalasi radiologi dan instalasi farmasi (Suciati, 2006). Salah satu

tugas utama instalasi farmasi adalah pengelolaan, pelayanan, sampai dengan

pengendalian semua perbekalan kesehatan yang digunakan dirumah sakit (Siregar,

2004). Apabila tugas ini tidak dikelola dengan baik dan penuh tanggung jawab

maka dapat diprediksi bahwa kualitas pelayanan rumah sakit dan pemasokan RS

akan menurun.

Berdasarkan PMK no.58 tahun 2014 tentang standar pelayanan

kefarmasian dirumah sakit bahwa pelayanan kefarmasian dirumah sakit

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah

(20)

kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang

berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang

berorientasi pada pasien (patient oriented). Pelayanan yang berorientasi pada

pasien mengharuskan pelayanan kefarmasian yang dapat meningkatkan mutu

dalam pengelolaan dan kefarmasian klinis dirumah sakit.

Dalam menjamin mutu pelayanan kefarmasian harus dilakukan

pengendalian perbekalan farmasi yang bertanggung jawab. Menurut Permenkes

no.58 tahun 2014 bahwa pengendalian mutu kefarmasian meliputi kegiatan

monitoring dan evaluasi terhadap pelayanan yang diberikan. Kegiatan ini

bertujuan menjamin kegiatan sesuai dengan rencana, salah satunya untuk

mencegah terjadi kekosongan stok perbekalan farmasi saat dibutuhkan. Apabila

ditemukan stok obat yang kosong maka penyebabnya akan dipastikan dan diatasi

sehingga masalah tersebut dapat segera dikendalikan dan meminimalkan

kerugian.

Kekosongan stok obat dirumah sakit dapat mempengaruhi mutu pelayanan

yang diberikan. Menurut penelitian Academy of Managed Care Pharmacy

(AMCP) tentang The Reality of Drug shortages (2010) yang mayoritas

respondennya sebagian besar adalah kepala farmasi/apoteker, diperoleh hasil

bahwa kekosongan obat dapat mengakibatkan 55,5% kelalaian, 54,8% kesalahan

dosis, 34,8% kesalahan obat, 70,8% perawatan tertunda dan 38% mengakibatkan

keluhan pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase terbesar terhadap

kekosongan obat yaitu dapat menghambat dan mengakibatkan perawatan terhadap

(21)

mengalami kekurangan obat melaporkan bahwa kenaikan biaya yang dikeluarkan

rumah sakit dapat terjadi akibat adanya kekurangan obat.

Kekosongan obat juga dapat mempengaruhi perawatan pada pasien.

Berdasarkan penelitian oleh Milena, dkk (2013) di Inggris diperoleh hasil bahwa

kekurangan obat dapat memiliki efek dalam perawatan pasien karena mereka

membatasi pilihan pengobatan yang tersedia untuk resep pasien. Menanggapi

kekurangan obat, sistem kesehatan harus bertindak cepat untuk mengidentifikasi

dan mendapatkan obat/produk alternatif. Hal ini dilakukan untuk menghindari

gangguan dalam perawatan pasien dan memberikan terapi obat yang aman. Dalam

penelitian ini juga dijelaskan bahwa kekurangan obat juga dapat mempengaruhi

prosedur dan pengambilan keputusan mengenai pengadaan obat.

Akibat lain dari adanya stok yang kosong yaitu rumah sakit akan mengalami

nilai kerugian. Hasil penelitian Renie & Widodo (2013) tentang Faktor Penyebab

dan kerugian akibat Stockout dan Stagnant Obat di Unit Logistik RSU Haji

Surabaya bahwa pada bulan Januari-April 2012 terdapat 166 jenis obat yang

mengalami stock out. Dari stock out obat ini mengakibatkan RSU Haji Surabaya

memiliki total kerugian yang diperhitungkan dengan hilangnya biaya kesempatan

(peluang untuk mendapatkan keuntungan yang hilang) mencapai Rp 10.836.405.

Hasil pada penelitian tersebut juga menjelaskan bahwa faktor penyebab

dari adanya stockout obat di RSU Haji Surabaya yaitu adanya floor stock,

kurangnya tenaga kerja untuk kegiatan inventory dan perencanaan pengadaan

(22)

terhadap logistik obat dan perbekalan farmasi dirumah sakit agar tidak terjadi

stockout yang dapat merugikan rumah sakit.

Dari penelitian Dumbi (2012) bahwa faktor yang mempengaruhi

kekosongan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato yaitu dana yang tersedia

tidak mencukupi untuk melakukan perencanaan pengadaan obat dan

keterlambatan dalam pembayaran tagihan dimana pemesanan barang sudah

melebihi dana yang tersedia dirumah sakit. Sedangkan berdasarkan hasil

penelitian Amiati Pratiwi (2009), Stock out Obat di Gudang Perbekalan

Kesehatan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih pada Triwulan I tahun

2009 terdapat sebesar 5,70% jumlah permintaan obat yang tidak terlayani dari

gudang logistik ke depo farmasi dirumah sakit. Dimana permintaan yang tidak

terlayani ini disebabkan karena tidak tersedianya obat di gudang atau terjadi

kekosongan obat di gudang logistik. Barang yang diminta tersedia namun secara

kuantitas tidak dapat memenuhi permintaan atau barang tidak tersedia sama

sekali.

Berdasarkan penelitian oleh Anindita tentang Cara Pengendalian

Persediaan Obat Paten di RS Zahirah (2014), kekosongan obat juga terjadi

dimana terdapat 164 jenis obat yang pernah dibeli ke apotek luar pada triwulan I

(Januari-Maret) tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 164 jenis obat

yang belum dapat disediakan dalam jumlah yang diminta pada waktu dibutuhkan

sehingga harus dibeli secara cito ke apotek luar. Hal ini tentu saja dapat

merugikan karena pembelian obat di luar rumah sakit akan lebih mahal

(23)

Hal serupa juga terjadi di RSUD Kota Bekasi. Berdasarkan wawancara dan

observasi, kekosongan obat yang terjadi di RSUD Kota Bekasi mengakibatkan

seringnya rumah sakit melakukan pembelian obat di apotik luar RSUD.

Pembelian ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasien walau harga

pembelian obat lebih mahal dibanding ke distributor. Banyak pasien yang

mengeluh akibat keterlambatan pengiriman dari apotik luar RSUD sehingga dapat

mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan dan kesembuhan pasien yang

berkunjung ke rumah sakit.

Berdasarkan data perhitungan terhadap obat yang dilakukan pemesanan di

apotik luar RSUD Kota Bekasi pada tahun 2014 mencapai 208 jenis obat dari

1970 jenis obat atau mencapai 10,5% dari jumlah seluruh obat, yang terdiri dari

84 jenis obat paten, 83 obat JKN, dan 76 obat generik. Sedangkan pada triwulan I

(Januari-Maret) tahun 2015 terdapat 35 jenis obat dari 1320 jenis obat atau

mencapai 2,7% dari seluruh jumlah obat dirumah sakit, yang terdiri dari 16 obat

paten, 11 obat JKN, dan 8 obat generik. Obat paten merupakan obat yang paling

banyak dilakukan pemesanan secara cito pada tahun 2014 dan tahun 2015.

Penggunaan obat generik meningkat dengan adanya pelayanan yang

menggunakan JKN(Jaminan Kesehatan Nasional), dimana obat-obatan didalam

Formularium Nasional sebagian besar obat generik. Kementerian Kesehatan

mewajibkan seluruh fasilitas kesehatan milik pemerintah menggunakan obat

generik dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Dalam Permenkes No.68

tahun 2010 tentang kewajiban menggunakan obat generik di faskes pemerintah

(24)

Untuk itu, obat generik sangat dibutuhkan dibanyak rumah sakit pemerintah.

Penggunaan obat generik terus meningkat hingga mengakibatkan kekosongan

stok. Untuk menyiasati kekosongan itu, maka rumah sakit mengganti obat generik

dengan obat paten yang sama komponennya.

Dalam Permenkes No.68 tahun 2010 tersebut juga dijelaskan bahwa dokter

ataupun apoteker dapat mengganti obat generik dengan obat paten yang sama

komponennya. Oleh karena itu, penggunaan terhadap obat paten juga kian

meningkat hingga melakukan pembelian cito diluar rumah sakit. Hal ini

dikarenakan persediaan obat paten yang tidak mencukupi di gudang farmasi.

Tingginya penggunaan terhadap obat paten dirumah sakit belum dapat

memenuhi persediaan yang dibutuhkan pasien sehingga sering terjadi kekosongan

obat dan melakukan pemesanan cito di apotek luar rumah sakit. Besarnya nilai

investasi dan pemakaian akan obat paten cenderung meningkat setiap bulannya di

RSUD Kota Bekasi. Pemakaian obat paten pada bulan Januari sebesar 39,3%,

pada bulan Februari sebesar 41,2% dan bulan Maret mencapai 42,4% dari seluruh

persediaan obat gudang farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015.

Berdasarkan data penggunaan obat paten diketahui bahwa obat paten

memiliki pemakaian yang lebih tinggi dibandingkan obat generik dan askes

(JKN), untuk itu diperlukan pengendalian terhadap persediaan obat paten dirumah

sakit. Berdasarkan data diatas adanya peningkatan terhadap penggunaan obat

paten pada bulan Januari-Maret 2015, hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan

obat paten perlu mendapat perhatian. Jika stok obat paten mengalami kekosongan

(25)

pemesanan cito memerlukan biaya yang lebih mahal dibandingkan melakukan

pemesanan ke distributor.

Instalasi farmasi di RSUD Kota Bekasi yang telah terstandar ISO

9001:2008 tentunya akan berupaya memberikan pelayanan kefarmasian yang

bermutu kepada masyarakat. Pelayanan yang dapat memenuhi kebutuhan

perbekalan farmasi pasien sehingga meningkatkan kepuasan pasien dirumah sakit

dan efisiensi terhadap anggaran rumah sakit. Pelayanan kefarmasian di RSUD

Kota Bekasi dilakukan di depo/cabang farmasi di masing-masing unit pelayanan

dirumah sakit. Obat ataupun sediaan farmasi di depo farmasi didistribusikan dari

gudang medis RSUD Kota Bekasi. Gudang medis merupakan pusat dari kegiatan

perencanaan, penerimaan, pendistribusian, penyimpanan, dan pengendalian

sediaan farmasi dirumah sakit. Dalam mencegah kekosongan obat, petugas

gudang perlu lebih memperhatikan pengendalian terhadap obat maupun sediaan

farmasi digudang medis. Untuk itu, peran petugas di gudang medis penting dalam

bertanggung jawab terhadap pengendalian sediaan farmasi dirumah sakit.

Perusahaan barang atau jasa dalam menjalankan usahanya membutuhkan

persediaan mulai dari keperluan bahan mentah sampai pada barang jadi. Menurut

Rangkuti (2002) bahwa pendekatan manajemen persediaan dapat diterapkan pada

usaha yang membutuhkan persediaan barang-barang untuk dijual. Tujuannya

yaitu untuk membantu perusahaan dalam meningkatkan atau memberikan

pelayanan maksimal kepada konsumen. Dalam hal ini tentu saja rumah sakit

(26)

jasa tentu memiliki visi dan misi dalam memberikan pelayanan yang sesuai

dengan keinginan dan harapan pelanggan.

Salah satu fungsi manajemen persediaan yang sangat penting adalah

pengendalian persediaan. Apabila perusahaan terlalu menggunakan banyak dana

dalam persediaan, hal ini akan menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan.

Perusahaan yang tidak mempunyai persediaan yang mencukupi dapat

mengakibatkan biaya yang timbul dari adanya kekurangan persediaan (Rangkuti,

2002). Oleh karena itu, pendekatan ini sesuai dengan kebutuhan persediaan obat

dirumah sakit yang membutuhkan pengendalian terhadap jumlah pemasukan

maupun pengeluaran barang perbekalan farmasi.

Waters (2003) mengemukakan bahwa terdapat tiga pertanyaan penting

dalam pengendalian persediaan yaitu item apa yang seharusnya disimpan,

kapankah seharusnya melakukan pemesanan, dan berapa banyak yang harus

dipesan (Nadia, 2012). Dalam menjawab tiga pertanyaan tersebut maka digunakan

metode klasifikasi ABC untuk menjawab item apa saja yang harus tersedia,

metode ROP untuk menjawab kapan seharusnya dilakukan pemesanan, dan

metode EOQ untuk menjawab berapa banyak yang harus dipesan. Metode dalam

pengendalian persediaan bertujuan menciptakan keseimbangan antara persediaan

dan permintaan (Anief, 2008). Oleh karena itu, metode pengendalian persediaan

dapat membantu dalam mencegah persediaan mengalami kekurangan atau

kelebihan.

Metode EOQ (Economic Order Point) adalah jumlah atau besarnya pesanan

(27)

persediaan. Untuk menentukan jumlah pemesanan yang ekonomis, harus berusaha

memperkecil biaya pemesanan (ordering costs) dan biaya penyimpanan (carrying

costs) (Assauri, 2008). Buffer stock adalah persediaan pengaman yang berfungsi

untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan barang

(stockout) karena penggunaan barang yang lebih besar dari perkiraan semula atau

keterlambatan dalam penerimaan barang yang dipesan. ROP (Reorder Point)

adalah titik pemesanan ulang yang menandakan bahwa pembelian harus segera

dilakukan untuk menggantikan persediaan yang telah digunakan (Herjanto, 2008).

Dari penelitian Amiati (2009), Dumbi (2012) dan Renie (2013)

menunjukkan beberapa penyebab kekosongan obat di gudang farmasi rumah sakit

diantaranya yaitu ketidaktelitian petugas gudang dalam pemesanan, dana yang

tersedia tidak mencukupi, kekosongan obat di distributor, perencanaan pengadaan

yang tidak akurat, dan terlambatnya petugas dalam melakukan pemesanan.

Hal-hal ini berkaitan dengan kurangnya pengelolaan terhadap SDM, Dana,

perencanaan, pengadaan dan pengendalian persediaan obat dirumah sakit.

Diketahuinya penyebab-penyebab dari kekosongan obat ini diharapkan menjadi

bahan evaluasi bagi manajemen dalam melakukan perencanaan dan analisis

kebutuhan persediaan logistik obat.

Dengan mengetahui penyebab terjadinya stock out dapat memberikan

informasi bagi rumah sakit dalam mengendalikan kejadian stock out di gudang

medis instalasi farmasi. Diharapkan dari adanya informasi tersebut dilakukan

penerapan terhadap metode dalam pengendalian persediaan. Metode pengendalian

(28)

ketersediaan obat dan menghindari pemesanan obat secara cito ke apotek di luar

rumah sakit.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, persediaan obat merupakan unit penting

dalam pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kewajiban bagi rumah sakit

pemerintah untuk menggunakan obat generik mengakibatkan tingginya

pemakaian hingga terjadi kekosongan. Oleh karena itu, rumah sakit dapat

menggantinya dengan obat paten yang sama komponennya.

Permintaan akan obat paten di RSUD Kota Bekasi tahun 2014 dan 2015

kian meningkat namun kurangnya persediaan yang mencukupi menyebabkan

kekosongan obat sehingga harus melakukan pemesanan secara cito di apotik luar

rumah sakit. Hal ini dapat merugikan rumah sakit karena pemesanan di apotek

luar membutuhkan waktu dan biaya yang lebih dibandingkan memesan langsung

kepada distributor.

Terjadinya stock out di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi menjadi salah

satu kendala dalam memenuhi permintaan obat pasien. Hal ini menunjukkan

bahwa obat belum dapat disediakan dalam jumlah yang tepat saat dibutuhkan.

Sehingga tujuan dari pengendalian menurut Kemenkes (2014) yaitu memastikan

agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan sedian farmasi dirumah sakit tidak

dapat tercapai. Masalah tersebut dapat dihindari jika diketahui penyebabnya dan

(29)

Oleh karena itu, diperlukan metode pengendalian yang dapat mencegah

kekosongan obat dirumah sakit. Waters (2003) mengemukakan bahwa terdapat

tiga pertanyaan penting dalam pengendalian persediaan yaitu item apa yang

seharusnya disimpan, kapankah seharusnya melakukan pemesanan, dan berapa

banyak yang harus dipesan (Nadia, 2012). Dalam menjawab tiga pertanyaan

tersebut maka digunakan metode klasifikasi ABC untuk menjawab item apa saja

yang harus tersedia, metode ROP untuk menjawab kapan seharusnya dilakukan

pemesanan, dan metode EOQ untuk menjawab berapa banyak yang harus dipesan.

Metode dalam pengendalian persediaan bertujuan menciptakan keseimbangan

antara persediaan dan permintaan (Anief, 2008). Oleh karena itu, metode

pengendalian persediaan dapat membantu dalam mencegah persediaan mengalami

kekurangan atau kelebihan.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran

terhadap penyebab terjadinya stock out dan melakukan perhitungan EOQ dan

ROP sebagai salah satu upaya dalam mengendalikan kekosongan obat di RSUD

Kota Bekasi. Penelitian ini berjudul “GambaranPenyebab Kekosongan Stok Obat

Paten dan Upaya Pengendaliannya di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi”,

penelitian ini difokuskan pada periode triwulan I tahun 2015 untuk mengetahui

gambaran faktor penyebab terjadinya kekosongan obat paten di rumah sakit

(30)

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran input dari kegiatan manajemen persediaan obat

yang terdiri dari SDM, Dana, Prosedur, Distributor dan Kebijakan di

Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ?

2. Bagaimana gambaran proses kegiatan manajemen persediaan obat yang

terdiri dari perencanaan persediaan, pengadaan persediaan, pengawasan

persediaan dan pengendalian persediaan di Gudang Farmasi RSUD Kota

Bekasi ?

3. Bagaimana gambaran output dari kegiatan manajemen persediaan obat

yang berupa terkendalinya obat paten di Gudang Farmasi RSUD Kota

Bekasi ?

4. Bagaimana gambaran terjadinya stock out (kekosongan stok) obat di

Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ?

5. Faktor apa yang dapat menyebabkan terjadinya kekosongan stok di

Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi ?

6. Bagaimana upaya pengendalian terhadap obat paten agar tidak terjadi

stock out (kekosongan obat) ?

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran faktor yang menjadi penyebab terjadinya

stock out obat dan melakukan perhitungan pengendalian persediaan obat di

(31)

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran input dari kegiatan manajemen

persediaan obat yang terdiri dari SDM, Dana, Prosedur,

Distributor, dan Kebijakan di Gudang Farmasi RSUD Kota

Bekasi.

2. Untuk mengetahui gambaran proses dari kegiatan manajemen

persediaan obat yang terdiri dari perencanaan persediaan,

pengadaan persediaan, pengawasan persediaan dan

pengendalian persediaan di Gudang Farmasi RSUD Kota

Bekasi.

3. Untuk mengetahui gambaran output dari kegiatan manajemen

persediaan obat yang berupa terkendalinya obat paten di Gudang

Farmasi RSUD Kota Bekasi.

4. Untuk mengetahui gambaran terjadinya kekosongan stok (stock

out) obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi.

5. Untuk mengetahui faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

kekosongan stok (stock out) di Gudang Farmasi RSUD Kota

Bekasi.

6. Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimal obat dengan

menggunakan metode EOQ di RSUD Kota Bekasi.

7. Untuk mengetahui waktu dalam melakukan pemesanan kembali

(32)

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1.Bagi Peneliti

1. Dapat menerapkan keilmuan manajemen logistik yang diperoleh di

bangku kuliah.

2. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman tentang pengadaan obat

di Rumah Sakit.

1.5.2.Bagi Rumah Sakit

1. Dengan diketahui gambaran penyebab stock out obat diharapkan

petugas logistik di Gudang farmasi di RSUD Kota Bekasi dapat

melakukan pengendalian terhadap kekosongan obat.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif dan masukan

dalam masalah kekosongan obat di Gudang Farmasi RSUD Kota

Bekasi.

1.5.3.Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa

lain mengenai penyebab kekosongan obat di Gudang Farmasi RSUD

(33)

1.6. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor penyebab

terjadinya stock out obat di Gudang Farmasi RSUD Kota Bekasi periode triwulan

I pada bulan Januari - Maret tahun 2015. Penelitian dilakukan selama bulan

Agustus - September 2015 dengan metode penelitian kualitatif untuk mengetahui

gambaran penyebab dari terjadinya kekosongan obat di rumah sakit dan

melakukan perhitungan untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimal serta

waktu pemesanan kembali persediaan obat. Jenis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari wawancara mendalam,

(34)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MANAJEMEN LOGISTIK

Istilah manajemen logistik rumah sakit didefinisikan oleh Aditama (2007)

yaitu suatu ilmu pengetahuan atau seni serta proses mengenai perencanaan dan

penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan

serta penghapusan material/alat-alat.

Sedangkan menurut Romzi (2010) dalam Ariyanti (2012), manajemen

logistik dapat didefinisikan sebagai Planning, Organizing, Staffing, Leading, dan

Controlling dalam kegiatan yang berkaitan dengan pengadaan, pendistribusian,

penggunaan, pemeliharaan, dan penghapusan barang dan jasa untuk mendukung

kegiatan fungsi-fungsi utama dalam pencapaian organisasi.

Manajemen logistik modern juga didefinisikan oleh Bowersox (2000)

sebagai proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan

barang, suku cadang dan barang jadi dari para suplier, diantara fasilitas-fasilitas

perusahaan dan kepada para pelanggan. Dengan tujuan menyampaikan barang jadi

dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang

dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana ia dibutuhkan,

(35)

2.1.1.TUJUAN MANAJEMEN LOGISTIK

Tujuan manajemen logistik menurut Aditama (2007) adalah

tersedianya bahan logistik setiap saat dibutuhkan, baik mengenai jenis,

jumlah, maupun kualitas yang dibutuhkan secara efisien. Lebih spesifik

kegiatan logistik mempunyai tiga tujuan, yaitu (Henny, 2013) :

1. Tujuan Operasional, agar tersedianya barang serta bahan dalam jumlah

yang tepat dan mutu yang memadai.

2. Tujuan Keuangan, upaya operasional dapat terlaksana dengan biaya yang

serendah-rendahnya. Nilai persediaan yang sesungguhnya dapat

tercermin didalam sistem akuntansi.

3. Tujuan Pengamanan, agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan,

pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan yang

tidak wajar lainnya.

2.1.2.FUNGSI MANAJEMEN LOGISTIK

Dalam mengelola logistik terdapat beberapa fungsi-fungsi manajemen

yang membentuk suatu siklus kegiatan logistik. Keberhasilan dalam

mengelola logistik ditentukan oleh kegiatan dalam fungsi manajemen

logistik. Fungsi manajemen logistik menurut Aditama (2007) diantaranya

perencanaan dan penentuan kebutuhan, penganggaran, pengadaan,

penyimpanan, penyaluran, dan pemeliharaan, penghapusan serta

(36)

Fungsi-fungsi manajemen logistik yang membentuk suatu siklus

kegiatan harus dijaga agar selaras, serasi dan seimbang (Seto, 2004). Siklus

logistik adalah proses dari sebelum terjadinya kegiatan logistik sampai

kegiatan itu dapat di evaluasi (Henny, 2013). Apabila salah satu fungsi

manajemen tidak diimplementasikan dengan baik maka akan mempengaruhi

suatu siklus manajemen logistik. Berikut siklus manajemen logistik, yaitu :

Bagan 2.1

Siklus Manajemen Logistik (Seto, 2004)

Siklus logistik ini didalamnya terdapat beberapa fungsi manajemen

logistik yang menunjang kegiatan pengadaan logistik di rumah sakit.

Fungsi-fungsi logistik tersebut diantaranya perencanaan dan penentuan

kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpanan,

penyaluran, pemeliharaan, penghapusan, serta pengendalian dan

pengawasan (Seto, 2004). Berikut uraian lebih jelas mengenai fungsi-fungsi

kegiatan dalam manajemen logistik, diantaranya : 7. Penghapusan

6. Pemeliharaan

4. Penerimaan dan Penyimpanan

3. Pengadaan 2.Penganggaran 1. Perencanaan dan

Penentuan kebutuhan

Pengawasan

(37)

1. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan

Menurut PMK no.58 tahun 2014, perencanaan kebutuhan merupakan

kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan

pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah,

tepat waktu dan efisien.

Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan

menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar

perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,

kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi serta disesuaikan dengan

anggaran yang tersedia.

2. Fungsi Penganggaran

Fungsi penganggaran merupakan usaha untuk merumuskan perincian

penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar, yakni skala mata uang serta

jumlah biaya dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang

berlaku terhadapnya (Aditama, 2007). Menurut Seto (2004) anggaran

umumnya dipakai dalam periode satu tahun dan merupakan operasional dari

institusi yang berisi ramalan pendapatan yang akan diterima dan

pengeluaran yang terjadi pada tahun mendatang.

3. Fungsi Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan

perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin

(38)

dan sesuai standar mutu. Tujuan dari pengadaan yaitu mendapatkan

perbekalan farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik,

pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancar dan

tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan. Proses pengadaan terdapat

3 elemen penting yang harus diperhatikan diantaranya (Depkes,2008) :

a. Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan “biaya tinggi”

b. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja sangat penting untuk menjaga

agar pelaksanaan pengadaan terjamin mutu

c. Order pemesanan agar barang dapat sesuai jenis, waktu dan tempat.

4. Fungsi Penyimpanan dan Distribusi

Menurut Depkes (2008) bahwa kegiatan penyimpanan merupakan

kegiatan menyimpan dan memelihara perbekalan farmasi yang diterima

pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang

dapat merusak mutu obat. Tujuan dari penyimpanan obat adalah untuk

melindungi obat-obat yang disimpan dari kehilangan, kerusakan, kecurian,

terbuang sia-sia dan untuk mengatur aliran barang dari tempat penyimpanan

ke pengguna melalui suatu sistem yang terjangkau (Febriwati, 2013).

Sedangkan kegiatan distribusi adalah kegiatan mendistribusikan

perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses

terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang

pelayanan medis. Tujuan dari pendistribusian yaitu tersedianya perbekalan

farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis dan jumlah

(39)

lain proses administrasi, proses penyampaian data/informasi, proses

pengeluaran fisik barang, proses angkutan, proses pembongkaran dan

pemuatan (Dina,2012).

5. Fungsi Pemeliharaan

Pemeliharaan diartikan sebagai kegiatan menjaga fasilitas dan peralatan

penunjang kegiatan logistik dirumah sakit agar seluruh kegiatan dapat

berjalan dengan optimal sesuai perencanaan. Fungsi pemeliharaan menurut

Seto (2004) yaitu upaya melindungi kualitas dan kuantitas obat dari faktor

panas, kelembaban, kerusakan fisik, kadaluarsa, kebersihan dari serangga

dan hama, pencuri dan bahaya api.

6. Fungsi Penghapusan

Menurut PMK no.58 tahun 2014 bahwa fungsi penghapusan/pemusnahan

dilakukan untuk sediaan farmasi, alkes dan BHP bila produk tidak

memenuhi pesyaratan mutu, telah kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk

dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu

pengetahuan dan dicabut izin edarnya. Sedangkan menurut Aditama (2007),

fungsi penghapusan yaitu usaha pembebasan barang pertanggungjawaban

yang berlaku karena kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi, dinyatakan

sudah tua, kelebihan, dan hal lain menurut peraturan perundangan yang

berlaku (Herni, 2012).

7. Fungsi Pengawasan/Pengendalian

Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk menyakinkan dan menjamin

(40)

ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah (aturan) yang

diberikan. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen,

disamping fungsi perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan.

Fungsi Pengendalian menurut Subagya (1998) merupakan fungsi inti dari

pengelolaan perlengkapan yang meliputi usaha untuk memonitor dan

mengamankan keseluruhan pengelolaan logistik dimana terdapat kegiatan

pengendalian inventaris.

2.2. Manajemen Persediaan

Menurut Rangkuti (2002), persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan

yang disediakan dan bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk

proses produksi serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi

permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu. Persediaan dapat

diminumkan dengan mengadakan perencanaan produksi yang lebih baik serta

organisasi bagian produksi yang lebih efisien. Persediaan (inventory) ditujukan

untuk mengantisipasi kebutuhan permintaan.

Menurut Priyambodo (2007) tujuan diadakannya persediaan antara lain

untuk memberikan layanan terbaik pada pelanggan, untuk memperlancar proses

produksi, untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan

(stockout) dan untuk menghadapi fluktuasi harga.

Sistem dalam persediaan diartikan sebagai serangkaian kebijakan dan

pengendalian yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat

(41)

pesanan yang harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin

tersedianya sumber daya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat dan pada waktu

yang tepat serta meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan

kapan pesanan dilakukan secara optimal (Rangkuti, 2002).

Biaya – biaya yang timbul dari adanya persediaan, yaitu :

1. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs), yaitu terdiri atas

biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya

penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang

dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya

yang termasuk sebagai biaya penyimpanan diantaranya biaya fasilitas-fasilitas

penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan sebagainya),

biaya modal (opportunity costs of capital), yaitu alternatif pendapatan atas

dana yang diinvestasikan dalam persediaan, biaya keusangan, biaya

penghitungan fisik, biaya asuransi persediaan, biaya pajak persediaan, biaya

pencurian/pengrusakan, dan biaya penanganan persediaan.

Biaya penyimpanan persediaan berkisar antara 12 sampai 40 persen dari

biaya atau harga barang. Untuk perusahaaan manufacturing biasanya, biaya

penyimpanan rata-rata secara konsisten sekitar 25 persen (Rangkuti, 2002).

2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs) yaitu

biaya yang dkeluarkan berkaitan dengan pemesanan barang-barang dari

penjual, sejak dari pesanan dibuat dan dikirim ke penjual sampai barang

tersebut dikirim dan diserahkan serta diinspeksi di gudang (Assauri, 2004).

(42)

upah, biaya telepon, pengeluaran surat menyurat, biaya pengepakan dan

penimbangan, biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan, biaya pengiriman ke

gudang, dan biaya utang lancar.

Pada umumnya, biaya pemesanan (di luar biaya bahan dan potongan

kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pemesanan bertambah besar. Tetapi,

apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah

pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun. Ini berarti,

biaya pemesanan total per periode (tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang

dilakukan setiap periode dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali

pesan (Rangkuti, 2002).

1. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost. Hal ini terjadi apabila

bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri “dalam pabrik” perusahaan,

perusahaan menghadapi biaya penyiapan (set up cost) untuk memproduksi

komponen tertentu. Biaya-biaya ini terdiri dari biaya mesin-mesin, biaya

persiapan tenaga kerja langsung, biaya penjadwalan, dan biaya eksepedisi

(Rangkuti, 2002).

2. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs) adalah biaya yang

timbul apabila persiapan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya

kekurangan bahan sulit diukur dalam praktik, terutama karena kenyataannya

biaya ini sering merupakan opportunity costs yang sulit diperkirakan secara

objektif (Rangkuti, 2002). Menurut Assauri (2004), biaya ini timbul dari

(43)

akibat biaya tambahan karena seorang pelanggan meminta suatu barang

sedangkan barang yang dibutuhkan tidak tersedia.

Kategori jenis-jenis persediaan dibedakan dalam 5 jenis, diantaranya

(Assauri, 2008):

a. Persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu persediaan

barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi.

b. Persediaan komponen rakitan (purchased parts), yaitu persediaan

barang-barang yang terdiri atas bagian yang diterima dari perusahaan lain.

c. Persediaan bahan pembantu atau perlengkapan (supplies stock) yaitu

persediaan barang/bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk

membantu berhasilnya produksi.

d. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (work in process)

yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap bagian dalam satu

pabrik tetapi perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.

e. Persediaan barang jadi (finished good stock) yaitu persediaan barang-barang

yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual

kepada pelanggan. Barang jadi ini merupakan produk selesai dan telah siap

untuk dijual.

Berdasarkan penjelasan jenis persediaan diatas, persediaan farmasi

termasuk dalam persediaan barang jadi. Menurut PMK no.58 th 2014 bahwa

(44)

2.2.1.Perencanaan Persediaan

Perencanaan yang baik menuntut adanya sistem monitoring, evaluasi

dan pencatatan/pelaporan yang memadai dan berfungsi sebagai umpan balik

untuk tindakan pengendalian terhadap devisi yang ada. Suatu rencana harus

didukung oleh semua pihak, rencana yang dipaksakan akan sulit

mendapatkan dukungan bahkan sebaliknya akan berakibat tidak lancar

dalam pelaksanaannya.

Menurut Imron (2010), bahwa kebutuhan logistik rumah sakit

dihitung berdasarkan dari suatu analisa tentang persediaan logistik yang ada,

yang masih dapat digunakan yang masih memerlukan perbaikan atau

memang harus diganti dengan yang baru. Sifat dari kebutuhan logistik

rumah sakit diantaranya rutin, mendesak, dan periodik (Aini, 2012).

Menurut Pedoman Depkes (2008), tujuan perencanaan perbekalan

farmasi adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi

sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dirumah

sakit. Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui

beberapa metode :

a. Metode konsumsi, metode ini didasarkan pada data riil konsumsi

perbekalan farmasi periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan

koreksi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan jumlah

perbekalan farmasi diantaranya pengumpulan data, analisa data,

(45)

b. Metode morbiditas, dasar perhitungan pada metode ini yaitu jumlah

kebutuhan perbekalan perbekalan farmasi yang digunakan untuk beban

kesakitan yang harus dilayani. Metode ini berdasar pola penyakit,

kenaikan kunjungan, dan waktu tunggu.

c. Kombinasi metode konsumsi dan metode morbiditas disesuaikan dengan

anggaran yang tersedia. Acuan yang digunakan yaitu formularium RS,

rekam medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, pola penyakit,

sisa persediaan, data penggunaaan periode yang lalu, dan rencana

pengembangan.

Menurut hasil penelitian Suciati dan Adisasmito (2006) bahwa aspek

yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan obat di RS yaitu

standarisasi obat atau formularium, anggaran, pemakaian periode

sebelumnya, stok akhir dan kapasitas gudang, leadtime dan stok pengaman,

jumlah kunjungan dan pola penyakit, standar terapi, serta penetapan

kebutuhan obat dengan menggunakan ABC Indeks Kritis.

2.2.2. Pengadaan Persediaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang

telah ditetapkan dan disetujui anggarannya (Febriawati, 2013). Terdapat

empat tujuan strategis dalam pengadaan farmasi menurut WHO (2001)

diantaranya, yaitu pengadaan obat dengan biaya yang efektif dan dalam

(46)

dan berkualitas tinggi, pastikan pengiriman tepat waktu, serta mencapai total

biaya serendah mungkin.

Dalam kegiatan pengadaan terdapat kegiatan pembelian, terdapat 4

kegiatan utama dalam pembelian, yaitu pemilihan supplier (pemasok),

melakukan pemantauan pengiriman, menjembatani antara supplier dengan

bagian terkait pembelian di perusahaan, dan mencari produk yang dapat

memberikan kontribusi dan keuntungan pada perusahaan.

Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengadaan antara

lain stok bahan yang ada baik bahan baku, bahan pengemas, dan produk

jadi, dan lead time (waktu yang dibutuhkan untuk pengadaan barang mulai

pemesanan sampai tiba di gudang).

2.2.3.Pengawasan Persediaan

Pengawasan adalah segenap kegiatan untuk menyakinkan dan

menjamin bahwa tugas/pekerjaan telah dilakukan sesuai dengan rencana

yang telah ditetapkan, kebijaksanaan yang telah digariskan dan perintah

(aturan) yang diberikan. Pengawasan merupakan bagian dari fungsi

manajemen, disamping fungsi perencanaan, pengorganisasian dan

pelaksanaan.

Tujuan pengawasan sediaan farmasi adalah (Daris, 2010) melindungi

masyarakat dari sediaan farmasi yang tidak memenuhi syarat, melindungi

(47)

alat kesehatan, dan mencegah persaingan tidak sehat antar perusahaan

farmasi.

Menurut Seto (2004), semua kegiatan dalam siklus logistik harus

selalu dilakukan pengawasan mulai dari Perencanaan, Penganggaran,

Pengadaan, Penyimpanan dan Penyaluran, Pemeliharaan dan Penghapusan.

Pengawasan/pengendalian dari siklus pengelolaan logistik mencakup

pengawasan terhadap harga barang, biaya-biaya yang dikeluarkan dalam

siklus logistik, menyangkut prosedur dalam siklus logistik, kesesuaian

barang, perhatian terhadap kualitas barang, kadaluarsa barang, serta tertib

pencatatan dan pelaporan.

Menurut Rangkuti (2002), pengawasan persediaan pada intinya adalah

menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan, menjaga supaya

pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga biaya

yang timbul tidak terlalu besar dan menjaga agar pembelian secara

kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi

besar.

2.2.4.Pengendalian Persediaan

Menurut Priyambodo (2007) bahwa pengendalian persediaan adalah

menghasilkan keputusan tingkat persediaan yang menyeimbangkan tujuan

diadakannya persediaan dengan biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain,

sasaran akhir dari pengendalian persediaan adalah meminimalkan total

(48)

Untuk mempertahankan tingkat persediaan yang optimum, diperlukan

jawaban atas dua pertanyaan mendasar yaitu kapan dilakukan pemesanan

dan berapa jumlah yang harus dipesan dan kapan harus dilakukan

pemesanan kembali. Keputusan mengenai kapan dan berapa jumlah yang

harus dipesan sangat tergantung kepada waktu dan tingkat persediaan.

Salah satu fungsi manajerial dalam manajemen persediaan yang

sangat penting adalah pengendalian persediaan. Apabila perusahaan

menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, hal ini akan

menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan, dan mungkin

mempunyai oppurtinity cost. Demikian pula apabila perusahaan tidak

mempunyai persediaan yang mencukupi, dapat mengakibatkan biaya-biaya

dari terjadinya kekurangan bahan (stock out) (Rangkuti, 2002).

Sedangkan menurut Seto (2004), pengendalian persediaan (inventory

control) adalah fungsi manajerial yang sangat penting karena

persediaan/stok obat akan memakan biaya yang melibatkan investasi yang

besar karena itu perlu dilakukan dengan efektif dan efisien. Pengendalian

persediaan yang efektif adalah mengoptimalkan dua tujuan yaitu

memperkecil total investasi pada persediaan obat dan menjual berbagai

produk yang benar untuk memenuhi permintaan konsumen.

2.2.4.1. Pengendalian Persediaan Dengan Analisis ABC Investasi Jenis barang perbekalan farmasi dirumah sakit sangat banyak

(49)

digunakan analisis ABC. Analisis ABC ini dapat memudahkan

pengendalian persediaan perbekalan farmasi dengan mengklasifikasikan

item barang. Analisis ABC merupakan metode pembuatan grup atau

penggolongan berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga

terendah, dan dibagi menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok A,B

dan C (Maimun, 2008):

Menurut Assauri (2004), klasifikasi dalam analisis ABC dibagi

menjadi 3, diantaranya :

1. Kelompok A adalah inventory dengan nilai investasinya tinggi dengan

jumlah sekitar 80% dan mempunyai jumlah penggunaan tidak melebihi

10% dari total nilai inventory.

2. Kelompok B adalah inventory dengan nilai investasinya mencapai 15%

dan mempunyai jumlah penggunaan hingga 20% dari total nilai

inventory.

3. Kelompok C adalah inventory dengan nilai investasinya tidak lebih dari

15% dan mempunyai jumlah penggunaan mencapai 70% dari total nilai

inventory.

Menurut Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2008)

klasifikasi persediaan berdasarkan kumulasi persennya dibagi atas 3 bagian,

yaitu :

1) Persediaan dengan persen kumulatifnya 0-70% masuk dalam kategori

(50)

2) Persediaan dengan persen kumulatifnya 71-90% masuk dalam kategori

kelompok B.

3) Persediaan dengan persen kumulatifnya 90-100% masuk dalam kategori

kelompok C.

Menurut Priyambodo (2009), beberapa persediaan memiliki proporsi

yang relatif lebih kecil dari volume persediaan secara keseluruhan, namun

memiliki nilai (rupiah) yang relatif lebih besar.

Besarnya persentase ini adalah kisaran yang bisa berubah-ubah dan

berbeda antara perusahaan satu dengan yang lainnya. Analisis ABC adalah

analisis konsumsi obat tahunan dan biaya untuk menentukan item yang

menjelaskan proporsi terbesar dari anggaran. Analisis ABC dapat (WHO,

2003) :

a. Mengklasifikasikan item yang memiliki tingkat penggunaan yang tinggi

dan item yang memiliki biaya yang rendah.

b. Mengukur sejauh mana konsumsi obat yang sebenarnya mencerminkan

kebutuhan kesehatan masyarakat dan membandingkan konsumsi obat

pola morbiditas.

c. Mengidentifikasi pembelian untuk item di rumah sakit yang tidak masuk

dalam daftar obat esensial yaitu penggunaan obat-obatan

non-formularium.

Manfaat pengendalian persediaan dengan klasifikasi ABC, yaitu

(51)

1) Membantu manajemen dalam menentukan tingkat persediaan yang

efisien.

2) Memberikan perhatian pada jenis persediaan utama yang dapat

memberikan cost benefit yang besar bai perusahaan

3) Dapat memanfaatkan modal kerja sebaik-baiknya sehingga dapat

memacu pertumbuhan perusahaan

4) Sumber-sumber daya produksi dapat dimanfaatkan secara efisien.

2.2.4.2. Pengendalian Persediaan Dengan Metode EOQ (Economic Order Quantity)

Berawal di tahun 1913, F.W. Harris mengembangkan suatu model

dimana menjaga persediaan dalam keadaan siap digunakan, terlebih dahulu

mendefinisikan seberapa banyak suatu persediaan atau produk dipesan.

Kemudian Wilson pada tahun 1934 mengembangkan teori F.W.Harris

membuat perumusan EOQ. Metode ini tidak hanya mengetahui dan

menentukan jumlah pemesanan namun dengan metode ini diharapkan dapat

meminimalisasi total biaya operasional. Hal ini dikarenakan pada

perumusan EOQ, jumlah pemesanan diperoleh dengan mempertimbangkan

biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sebagai variabel yang dihitung

(Nadia, 2012).

Menurut Bunawan (1996), rumus ini kemudian mencapai

pemakaian yang sangat luas dalam industri melalui upaya seorang konsultan

(52)

sebenarnya dikembangkan oleh Harris. Metode ini merumuskan jumlah

barang yang harus dipesan dengan meminimalkan biaya pengoperasian

persediaan.

Menurut Anief (2008), metode EOQ merupakan volume atau

jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap

kali pembelian. Sehingga diharapkan metode ini dapat mencegah

kekosongan obat dengan mengadakan jumlah pemesanan barang.

Berikut adalah rumus untuk menentukan jumlah pemesanan

optimum menurut Heizer dan Render (2010), yaitu :

Rumus :

Keterangan :

Q : Jumlah pesanan

D : Jumlah kebutuhan barang

S : Biaya pemesanan untuk setiap pesanan

H : Biaya penyimpanan per unit per tahun

Menurut Schroeder (2003), dalam menggunakan EOQ ada beberapa

asumsi yang digunakan :

1) Permintaan terhadap obat konstan, berulang, dan diketahui.

2) Waktu tunggu (lead time) konstan dan diketahui.

3) Tidak diperbolehkan terjadi kehabisan stok untuk menentukan dengan

pasti kapan harus memesan bahan untuk mencegah kekurangan stok.

(53)

5) Harga per unit konstan dan tidak ada diskon yang diberikan jika pesanan

dalam jumlah banyak.

6) Barang merupakan produk tunggal ,tidak ada interaksi dengan produk

lain.

2.2.4.3. Pengendalian Persediaan Dengan Safety Stock

Apabila penggunaan persediaan melebihi dari perkiraan maka terdapat

persediaan pengamanan untuk menghindari kekosongan obat inilah yang

dinamakan safety stock. Rumah sakit sering menghadapi ketidakpastian

jangka waktu pengiriman dan permintaan akan barang logistik selama

periode tertentu. Dalam hal ini rumah sakit memerlukan persediaan ekstra

yang disebut persediaan pengamanan. Safety stock bertujuan untuk

menentukan berapa besar stok yang dibutuhkan selama masa tenggang

untuk memenuhi besarnya permintaan. (Rangkuti, 2002)

Safety stock adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk

melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan

yang disebabkan karena adanya permintaan yang lebih besar dari perkiraan

semula atau karena keterlambatan barang yang dipesan sampai digudang

penyimpanan (lead time yang lebih lama dari perkiraan semula) dengan

menentukan besarnya persediaan pengaman yang kemudian diikuti dengan

jumlah pesanan tetap atau EOQ (Seto dkk, 2004). Fakto

Gambar

Tabel 4.1Tabel
Tabel Kelompok Obat Paten Berdasarkan Analisis ABC tahun 2015
Tabel 4.1 Triangulasi Sumber Dilihat dari Pedoman Wawancara
Tabel 4.2 Triangulasi Metode Dilihat dari Pedoman Wawancara
+7

Referensi

Dokumen terkait