• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

6.3. Gambaran Faktor Penyebab Kekosongan Stok Obat

Kekosongan stok menjadi salah satu kendala yang dapat menurunkan kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian dirumah sakit. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor yang menjadi penyebab kekosongan obat untuk memberikan informasi bagi rumah sakit dalam mengendalikan stock out di gudang medis instalasi farmasi. Untuk mengetahui gambaran faktor penyebab terjadinya kekosongan obat paten di rumah sakit digunakan pendekatan sistem berupa input, proses dan output.

Komponen input dalam manajemen persediaan obat merupakan sumber-sumber daya yang diperlukan dalam kegiatan pengelolaan obat dirumah sakit, diantaranya SDM, dana, prosedur, kebijakan, dan distributor. Hasil penelitian pada input pengelolaan obat di gudang medis Instalasi Farmasi RSUD Kota Bekasi tahun 2015, secara keseluruhan diketahui masih belum mencukupi dengan standar kefarmasian di rumah sakit menurut Permenkes no.58 th 2014. Hal ini dikarenakan terdapat kurangnya dana dalam pengadaan obat dirumah sakit, adanya kebijakan BPJS dan BPOM yang membatasi obat poli jiwa,

adanya kekosongan pada distributor, dan adanya keterlambatan pengiriman dari distributor ke gudang farmasi.

Berdasarkan hasil penelitian menyatakan bahwa faktor input yang belum mencukupi dapat mempengaruhi berjalannya proses kegiatan yang akan menghasilkan kurangnya pencapaian pada output. Berdasarkan faktor input diketahui bahwa faktor penyebab kekosongan obat yaitu faktor dana, kebijakan, dan distributor. Ketiga faktor tersebut merupakan penyebab dari kekosongan stok yang dapat merugikan dan menurunkan kepuasan pasien dirumah sakit.

6.3.1. Faktor Dana

Faktor dana yaitu dimana adanya ketidaklancaran dalam pembayaran ke distributor yang akan mengirimkan barang. Diketahui bahwa terdapat 2 distributor yang menolak untuk mengirimkan obat karena ketidaklancaran pembayaran RSUD ke distributor. Hal ini juga terjadi dalam penelitian Rahmi (2009) di RS As-shobirrin bahwa kekosongan obat dapat terjadi karena keterlambatan dalam pembayaran ke distributor.

Berdasarkan penelitian Dumbi (2012) bahwa faktor yang mempengaruhi kekosongan obat di Instalasi Farmasi RSUD Pohuwato yaitu dana yang tersedia tidak mencukupi untuk melakukan perencanaan pengadaan obat dan keterlambatan dalam pembayaran tagihan dimana pemesanan barang sudah melebihi dana yang tersedia dirumah sakit. Hal ini juga didukung dengan penelitian oleh Mustika dan Sulanto (2004) mereka

menyebutkan bahwa kekurangsesuaian dana pengadaan obat secara tidak langsung mengakibatkan berkurangnya kesesuaian ketersediaan obat hingga kekosongan obat.

Ketidaklancaran pembayaran ini menyebabkan tidak tersedianya obat yang dibutuhkan bagi pasien. Rumah sakit mengatasi hal ini dengan mencari pengganti obat tersebut dari distributor lain yang mau menerima ketidaklancaran pembayaran dirumah sakit, melakukan pemesanan cito di luar rumah sakit, dan apabila obat masih tidak tersedia maka petugas kefarmasian akan meracik obat lain sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.

Distributor memiliki batas nominal yang diberikan untuk rumah sakit yaitu berupa limit credit dan TOP (Time of Payment) dalam melakukan pembayaran. Distributor memberikan batas jumlah pembayaran dalam melakukan kredit yaitu mencapai ±650 jt, sedangkan batas TOP (Masa Berlaku Pembayaran) sampai 60 hari. Apabila pembayaran rumah sakit melebihi batas jumlah dan waktu yang telah ditentukan maka distributor tidak akan menyuplai barang ke rumah sakit.

Komponen input berupa kurangnya dana dalam pembayaran ke distributor dapat mengakibatkan terhambatnya proses kegiatan perencanaan dan pengadaan sediaan farmasi dirumah sakit. Hal ini dikarenakan beberapa distributor tidak akan mengirim barang apabila pembayaran dari rumah sakit masih belum diselesaikan. Perencanaan dan pengadaan terhadap obat tersebut menjadi terhambat, akibatnya obat akan mengalami kekosongan

dirumah sakit sehingga rumah sakit akan melakukan pembelian cito ke apotik diluar rumah sakit.

6.3.2. Faktor Kebijakan

Diketahui bahwa terdapat kebijakan BPJS dan BPOM yang membatasi jumlah obat keras tertentu dapat menyebabkan kekosongan obat dirumah sakit. Apabila obat tersebut telah mengalami kekosongan, rumah sakit tidak bisa memesan kembali untuk memenuhi kebutuhan pasien di bulan yang sama. Kebijakan ini terkait penggunaan obat untuk pasien di poli jiwa. Pada Januari 2015, jatah obat untuk pasien di poli jiwa dikurangi untuk dosis 2 minggu sisanya diminta untuk dibeli. Dampaknya apabila penderita jika tidak mengkonsumsi obat tersebut akan menimbulkan halusinasi bunuh diri dan penderita perlu direlaps dan diikat (Jamaludin, 2015).

Apabila dalam setiap bulan dilakukan pemesanan obat tersebut dan dibulan yang sama obat telah habis dan mengalami kekosongan, maka rumah sakit tidak bisa melakukan pemesanan kembali obat tersebut di bulan yang sama. Adanya kebijakan ini dapat menghambat kegiatan perencanaan dan pengadaan terhadap obat tersebut dirumah sakit sehingga obat mengalami kekosongan. Akibatnya obat mengalami kekosongan padahal obat tersebut sangat dibutuhkan bagi pasien. Sehingga pasien harus membeli sendiri obat tersebut diluar jaminan kesehatan nasional (JKN).

6.3.3. Faktor Distributor

Faktor dari distributor yang dapat menyebabkan kekosongan obat di gudang farmasi RSUD Kota Bekasi diantaranya kekosongan pada distributor obat dan keterlambatan pengiriman dari distributor obat ke gudang farmasi. Kekosongan pada distributor disebabkan adanya kekosongan pada produsen (principle)karena adanya bahan baku yang sulit didapat. Kekosongan pada produsen ini juga dapat menghambatnya pengiriman ke distributor.

Hal ini juga terjadi dalam penelitian Utari (2010) yang menjelaskan bahwa penyebab stock out di RS Zahirah dikarenakan kosongnya obat di distributor dan tidak sesuainya permintaan obat yang biasa digunakan. Dalam penelitian Pratiwi (2009) juga dijelaskan bahwa ketidaktepatan dalam melakukan pengiriman dikarenakan kosongnya obat di distributor dan ketidaktepatan kualitas barang yang diterima menjadi penyebab kekosongan obat dirumah sakit.

Sedangkan komponen input dari faktor distributor yaitu adanya kekosongan pada principle dan keterlambatan dalam pengiriman yang dapat mempengaruhi proses kegiatan dalam perencanaan dan pengadaan obat digudang farmasi. Hal ini dapat mengakibatkan obat yang dibutuhkan mengalami kekosongan sehingga petugas harus mencari subtitusi dari obat tersebut dan apabila tidak ada subtitusi lain dari obat tersebut maka obat akan mengalami kekosongan dirumah sakit sehingga rumah sakit akan melakukan pembelian cito ke apotik diluar rumah sakit. Selain itu,

kekosongan obat ini juga dapat mempengaruhi kegiatan perencanaan karena dapat merusak pola konsumsi dan data stok obat pada sistem komputer.

Keterlambatan yang terjadi ini seringkali menghambat dan menganggu aktifitas petugas kefarmasian di gudang farmasi. Masalah yang timbul dari keterlambatan misalnya dapat merusak pola konsumsi di gudang farmasi dan menganggu ketenangan petugas dalam bekerja.

Dilihat dari komponen input yang dapat mempengaruhi berjalannya proses pada masing-masing kegiatan terdapat beberapa input/sumber daya yang perlu ditingkatkan oleh petugas kefarmasian. Berdasarkan hasil dari input dan proses manajemen persediaan obat yang masih belum mencukupi dan terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya maka didapatkan hasil penelitian pada output manajemen persediaan obat yang masih belum sesuai dengan standar Kemenkes. Hal tersebut ditunjukkan dengan rendahnya pencapaian pada komponen output, diantaranya adanya kekosongan obat dan obat yang kadaluarsa di gudang medis RSUD Kota Bekasi.

Rendahnya pencapaian tersebut, berkaitan dengan belum mencukupinya input yang tersedia sehingga mengakibatkan kendala dalam kegiatan pengelolaan obat digudang medis. Ini membuktikan bahwa kekosongan obat dan obat yang kadaluarsa disebabkan dari input dan proses yang belum mencukupi.

Berdasarkan hasil penelitian dari ketiga komponen manajemen persediaan obat yaitu input, proses dan output, maka diketahuilah secara keseluruhan pengelolaan obat di gudang medis RSUD Kota Bekasi masih belum berjalan dengan baik. Hal tersebut disebabkan oleh rendahnya pencapaian output yang

berupa terjadinya kekosongan obat (stock out) dan adanya obat kadaluarsa dirumah sakit. Dari hasil penelitian diatas, dapat diketahui bahwa untuk meningkatkan pengelolaan obat menjadi lebih baik maka perlu ditingkatkan pencapaiannya terhadap output. Sedangkan komponen output berhubungan dengan kegiatan pengelolaan obat (komponen proses) dirumah sakit, untuk itu perlu diadakan pengendalian dan evaluasi secara berkala.

Dokumen terkait