(Penelitian Quasi Eksperimen di MTs.N 8 Jakarta)
Skripsi
Diajukan dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata-1
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
DESI RATNASARI
108017000010
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa” disusun oleh Desi Ratnasari, NIM. 108017000010, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak
untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh
fakultas.
Jakarta, November 2013
Yang mengesahkan,
Pembimbing I Pembimbing II
Nama : DESI RATNASARI
NIM : 108017000010
Jurusan : Pendidikan Matematika
Angkatan Tahun : 2008
Alamat : JL. H. Sarimun Rt.08 Rw.001 Kelurahan: Kembangan
Selatan, Kecamatan : Kembangan, Jakarta Barat.
MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Generatif
Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
1. Nama : Firdausi, S.Si, M.Pd
NIP : 19690629 200501 1 003
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
2. Nama : Gusni Satriawati, M.Pd
NIP :19780809 200801 2 032
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap
menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya
sendiri.
Jakarta, November 2013
Yang Menyatakan,
Desi Ratnasari
i 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran generatif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Penelitian ini dilaksanakan di MTs.N 8, Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2012/2013. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan randomized subject posttest only control group design. Sampel penelitian sebanyak 56 siswa.
Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling
yaitu memilih dua kelas secara acak dari 5 kelas. Sampel penelitian pada kelas eksperimen berjumlah 26 siswa yaitu pada kelas VIII 1 dengan menggunakan Model Pembelajaran Generatif. Sampel pada kelas kontrol berjumlah 30 siswa yaitu pada kelas VIII 3 dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan analisis dengan uji t, diperoleh nilai thitung yaitu sebesar 2,98 lebih besar
dibandingkan dengan nilai ttabel dengan derajat kebebasan (dk) = 54 dan taraf
signifikansi (α) = 0,05 yaitu sebesar 2.01 (2,98 > 2,01), maka ditolak dan diterima, yang artinya rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran generatif lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran generatif berpengaruh positif terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.
ii
Education, Faculty Science Tarbiyah and Teachership, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013.
The objective of this research was to know the effect of usinggenerative learning model
to mathematical problem solving ability of student. This study was conducted in MTs. 8, west Jakarta in academic year 2012/2013. The research method used was experimental with subject posttest only control group design. The sample used in this research was 56 student’s. Samples were taken by using the technique cluster random sampling that is randomly selecting two classes from 5 classes. The research sample in the experimental class numbered 26 students that is in class VIII 1 using the
generative learning model. The sample in control classes totaling 30 students that is in the class VIII 3 using conventional learning model. Based on the analysis by t test, t value obtained is equal to 2.98 greater than the value of t tables with degrees of freedom (df) = 54 and a significance level (α) = 0.05 is equal to 2.01 (2.98 > 2.01), it H_0 H_1 rejected and accepted, which means an average of mathematical problem-solving abilities of students taught using generative learning model to teaching higher than the average of students' mathematical problem-solving skills are taught using conventional learning model. Thus, the implementation of generative learning model to learning a positive effect on students' mathematical problem solving ability.
iii
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang
senantiasa mencurahkan rahmat, hidayat dan hikmah sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salawat dan salam senantiasa dicurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para
pengikutnya sampai akhir zaman.
Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak
sedikit kesulitan yang dialami. Namun, berkat kerja keras, kesungguhan hati,
perjuangan, doa, dan semangat dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini,
semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Dra. Nurlena Rifa’i, M.A.,Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga selaku
selaku Dosen Penasihat Akademik.
3. Abdul Muin, S.Si., M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Firdausi, S.Si, M.Pd selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam
membimbing penulis selama ini.
5. Gusni Satriawati, M.Pd, selaku selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam
membimbing penulis selama ini.
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Matematika UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada
penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu
iv
8. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan
Matematika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan
dalam pembuatan surat-surat serta sertifikat.
9. Kepala Sekolah MTsN 8 Jakarta, Bapak Drs. H. A. Mawardi, MM yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
10.Seluruh dewan guru MTsN 8 Jakarta , khususnya Ibu Nur Afnidar, S.Pd,
selaku guru matematika yang telah membantu penulis melaksanakan
penelitian ini. Serta siswa dan siswi MTsN 8 Jakarta, khususnya kelas VIII.
11.Teristimewa untuk orangtuaku tercinta yang telah memberikan kasih sayang
yang tiada terkira, bapak Damiri dan Ibu Jaenah yang tak henti-hentinya
mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan
materil kepada penulis. Untuk Abangku dan Adikku tersayang, yang telah memberikan do’a dan semangat, serta seluruh keluarga yang menjadi kekuatan bagi penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.
12.Sahabat-sahabatku tercinta Nufa, Tari yang telah setia membagi kebersamaan
dalam suka dan duka, terimakasih atas ketersediannya dalam memberikan
dukungan, kasih sayang serta perhatian kepada penulis. Dan juga untuk
Latifah yang sering kali memberikan tebengan ke kampus .
13.Teman-teman Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2008 terutama PMTK
2008 A yaitu, Ami, Pusti, Santi, Diah, Eva, Selly, Wini, Warsih, Dini, Mita,
Pa Aji, Ulfah, Wardah, Eka, Nunu, Titin, Tsana, , Bela, Euis, Ocit, Icha, Tita,
Ita, , Ridha, dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima
kasih atas kebersamaannya selama di bangku perkuliahan, serta dukungan
semangat dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis.
Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya
v
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata
semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Jakarta, November 2013
vi
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah Penelitian ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II: DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretik 1. Kemampuan Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Matematik ... 8
a. Pengertian Masalah Matematika ... 8
b. Jenis-jenis Masalah Matematika ... 9
c. Pengertian Pemecahan Masalah Matematik ... 11
d. Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 13
e. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 14
2. Model Pembelajaran Generatif ... 15
a. Pengertian Model Pembeljaran ... 15
b. Model Pembelajaran Generatif ... 16
vii
C. Hipotesis Penelitian ... 26
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27
B. Metode dan Desain Penelitian ... 27
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 29
D. Instrumen Penelitian ... 29
1. Validitas ... 32
2. Reliabilitas ... 33
3. Daya Beda ... 34
4. Taraf Kesukaran ... 35
E. Analisis Data ... 35
1. Uji Normalitas ... 36
2. Uji Homogenitas ... 37
3. Uji Hipotesis ... 38
F. Hipotesis Statistik ... 40
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 41
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Eksperimen ... 41
2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Kontrol ... 44
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 47
B. Pengujian Persyaratan Analisis 1. Uji Normalitas ... 49
a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 50
viii
D. Keterbatasan Penelitian ... 59
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 61
B. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran
Generatif dalam Kelas ... 20
Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 27
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 30
Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik siswa ... 31
Tabel 3.4 Klasifikasi Inseks Reliabilitas Soal ... 33
Tabel 3.5 Indeks Daya Pembeda ... 34
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Eksperimen ... 41
Tabel 4.2 Hasil Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Eksperimen ... 43
Tabel 4.3 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Kelompok Eksperimen ... 44
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Kontrol ... 44
Tabel 4.5 Hasil Statistik Deskriptif Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Kontrol ... 46
Tabel 4.6 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Kelompok Kontrol ... 46
Tabel 4.7 Data Statistik Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Ekperimen dan Kontrol ... 47
Tabel 4.8 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Ekperimen dan Kontrol ... 48
Tabel 4.9 Uji Normalitas Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Ekperimen dan Kontrol ... 50
Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas ... 51
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Uji-t ... 52
x
[image:14.595.95.504.153.606.2]DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tahapan dalam Model Pembelajaran Generatif ... 18 Gambar 4.1 Histogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Eksperimen... 42 Gambar 4.2 Histogram dan Poligon Frekuensi Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Kelompok Kontrol ... 45 Gambar 4.3 Skor Rata-Rata Persentese Kemempuan Pemecahan
Masalah Matematik Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol ... 49 Gambar 4.4 Kurva Uji Perbedaaan Data pada Kelompok
xi
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 70
Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 73
Lampiran 4 Kisi-kisi instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematik ( uji coba ) ... 109
Lampiran 5 Instrumen Test Uji Coba Kemampuan Pemecahan Matematik ... 110
Lampiran 6 Kisi-kisi tes kemampuan pemecahan masalah matematik ... 113
Lampiran 7 Instrumen Test Kemampuan Pemecahan Matematik ... 114
Lampiran 8 Jawaban Instrumen soal ... 118
Lampiran 9 Validitas Instrumen Soal ... 123
Lampiran 9 Langkah-Langkah Perhitungan Uji Validitas ... 125
Lampiran 10 Hasil Perhitungan Uji Reliabilitas ... 127
Lampiran 11 Langkah-Langkah perhitungan Uji Reliabilitas ... 129
Lampiran 12 Hasil Perhitungan Uji taraf Kesukaran ... 130
Lampiran 13 Langkah-Langkah Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ... 132
Lampiran 14 Hasil Perhitungan Daya Pembeda ... 133
Lampiran 15 Langkah-langkah Perhitungan Daya Beda Soal ... 135
Lampiran 17 Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Eksperimen ... 136
Lampiran 18 Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Kelompok Kontrol ... 138
Lampiran 19 Nilai Post Test ... 140
Lampiran 20 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 141
Lampiran 21 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol ... 145
xii
Lampiran 27 Tabel ... 158
Lampiran 28 Uji Referensi ... 165
Lampiran 29 Surat Izin Penelitian ... 172
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai Negara berkembang, Indonesia berupaya meningkatkan kualitas
pendidikan agar memiliki sumber daya manusia yang potensial untuk dapat
berdaya saing yang tinggi. Mengenai kualitas sumber daya manusia, tentunya
tidak lepas dari kualitas pendidikan itu sendiri. Karena keunggulan di bidang
sumber daya manusia dapat dicapai apabila terdapat keunggulan dalam bidang
pendidikannya. Oleh karena itu kualitas pendidikan menjadi sangat penting dan
perlu mendapatkan perhatian yang serius.
Salah satu upaya pendidikan agar dapat menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan matematika. Matematika
merupakan ilmu yang universal. Artinya sebagian besar disiplin ilmu yang ada
diluar matematika, secara langsung maupun tidak langsung memanfaatkan konsep
matematika. Sebagaimana juga tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP), bahwa matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam
berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan pesat
yang terjadi dibidang teknologi belakangan ini tidak dapat dipungkiri pada
dasarnya dilandasi oleh perkembangan dibidang ilmu matematika. Oleh sebab itu,
matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik, mulai dari jenjang
sekolah dasar sampai perguruan tinggi agar mereka memiliki kemampuan berpikir
logis, analisis, kritis dan kreatif untuk menghadapi perkembangan teknologi dan
ilmu pengetahuan.
Salah satu hal terpenting dalam belajar matematika agar cara berpikir
logis, analisis, kritis dan kreatif dapat tercapai adalah dengan mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah matematik. Namun kenyataannya dari fakta yang
ada sangat disayangkan bahwa kemempuan pemecahan masalah matematik siswa
di Indonesia masih sangat kurang. Hal ini bisa dilihat dari hasil survei yang
TIMSS untuk siswa SMP terbagi atas dua dimensi, yaitu dimensi konten dan
dimensi kognitif. Dimensi konten terdiri atas empat domain, yaitu: bilangan,
aljabar, geometri, data dan peluang. Sedangkan dimensi kognitif terdiri atas tiga
domain yaitu mengetahui fakta dan prosedur (pengetahuan), menggunakan konsep
dan memecahkan masalah rutin (penerapan) dan memecahkan masalah nonrutin
(penalaran). Dalam dimensi kognitif, pemecahan masalah merupakan fokus utama
yang muncul dalam soal-soal tes terkait dengan hampir semua topik dalam tiap
domain konten.1 Hasil survei empat tahunan TIMSS yang dilakukan untuk anak SMP kelas VIII pada keikutsertaan pertamakali tahun 1999 Indonesia berada pada
peringkat 34 dari 38 negara. Pada tahun 2003 Indonesia berada pada peringkat 34
dari 46 negara. Pada tahun 2007 turun menjadi peringkat 36 dari 48 negara. Dan
yang terakhir pada tahun 2011 Indonesia berada di peringkat 38 dengan rata-rata
skor 386, sementara rata-rata skor internasional adalah 500. Jauh tertinggal oleh
Korea yang berada di peringkat pertama dengan rata-rata skor 613.2
Sama halnya dengan survei yang dilakukan oleh PISA tahun 2000, 2003, 2006,
2009 dengan hasil yang tidak menunjukkan banyak perubahan pada setiap
keikutsertaannya. Pada PISA tahun 2009 Indonesia hanya menduduki peringkat
61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371, sementara rata-rata skor
internasional adalah 496.3 Adapun kemampuan matematis yang digunakan dalam
penilaian proses matematika dalam PISA adalah Komunikasi (communication),
Matematisasi (mathematising), Representasi (representation), Penalaran dan
argumen (reasoning and argument), Merumuskan strategi untuk memecahkan
masalah (devising strategies for solving problems), Menggunakan bahasa
simbolik, formal, dan teknik, serta operasi (using symbolic, formal, and technical
language, and operations), Menggunakan alat-alat matematika (using mathematical tools). Soal-soal matematika dalam studi PISA lebih banyak mengukur kemampuan menalar, pemecahan masalah, berargumentasi dan
1
Sri Wardhani, Rumiati, Instrumen Penilaian Hasil Belejar Matemetika SMP: Belajar dari PISA dan TIMMS, (Yogyakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, 2011), h. 24.
2
Ina V.S. Mullis, dkk., TIMMS 2011 International Results in Mathematics, (Baston College: TIMMS & PIRLIS, International Study center), h. 42
3
pemecahan masalah daripada soal-soal yang mengukur kemampuan teknis baku
yang berkaitan dengan ingatan dan perhitungan semata.4 Dengan peringkat
Indonesia dalam PISA yang berada pada urutan ke-61, maka dapat dikatakan
bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa Indonesia masih
tergolong rendah. Penelitian lain yang menunjukan kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa rendah yaitu hasil penelitian yang dilakukan Murni
(2010) menemukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
masih rendah. Kelemahan yang terlihat pada hasil kerja siswa dalam hal:
menentukan model matematika, memilih yang tepat dan strategi yang sistematis,
menggunakan konsep atau prinsip, dan kesalahan komputasi.5
Disalah satu sekolah di daerah Jakarta Barat, juga menunjukkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih tergolong rendah. Siswa
kesulitan ketika diberikan soal-soal terapan atau aplikasi yang berkaitan dengan
soal-soal kemampuan pemecahan masalah dan soal-soal ulangan yang biasanya
menggunakan soal-soal non rutin, tetapi mereka tidak merasa kesulitan ketika
harus mengerjakan tugas-tugas harian.
Dari fakta yang ada dapat diketahui bahwa kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa masih tergolong rendah. Padahal kemampuan
pemecahan masalah matematik merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh
setiap siswa. Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang
tercantum dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006) pelajaran
matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan Memahami konsep
matematika, Menggunakan penalaran, Memecahkan masalah, Mengomunikasikan
gagasan, Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.6
Dari tujuan pembelajaran matematika, dapat dilihat bahwa standar
kompetensi dalam pembelajaran matamatika salah satunya adalah memecahkan
4
Ibid., h. 18.
5 Atma Murni, dkk, “The Enhacement Of Junior High School Students’ Abilities In
Mathematical Problem Solving Using Soft Skill-Based Metakognitive Learning”, h.195, tersedia di (http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jme/article/download/554/153), diakses pada 10 April 2014.
6
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Selain
itu, dalam National Council of Teacher Mathematich (NCTM), juga menyiratkan
bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika salah satunya
adalah kemempuam pemecahan masalah matamatik. Itulah sebabnya kemempuan
pemecahan masalah merupakan salah satu fokus dalam pembelajaram
matematika. Kemampuan pemecahan masalah matematik merupakan kemampuan
siswa menggunakan informasi dan pengetahuan yang sudah dimiliki untuk
mencari jalan keluar atau solusi dari suatu permasalahan matematika.
Proses pembelajaran matematika saat ini masih cenderung menerapkan
pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered). Hal tersebut terbukti
dari hasil penelitian Video Study pembelajaran matematika oleh tim Video Study PMPTK tahun 2007 menunjukkan bahwa ceramah merupakan metode yang paling
banyak digunakan selama mengajar matematika, waktu yang digunakan siswa
untuk problem solving 32% dari seluruh waktu di kelas, guru lebih banyak
berbicara dibandingkan dengan siswa, hampir semua guru memberikan soal rutin
dan kurang menantang.7 Untuk itu, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
diinginkan dan agar guru tidak terjebak dalam pembelajaran yang hanya sekedar
mentransfer pengetahuan, guru dapat menggunakan strategi atau model
pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran. Salah satu model pembelajaran
yang dapat di terapkan dalam pembelajaran matematika adalah model
pembelajaran generatif. Model pembelajaran generatif ini adalah model
pembelajaran yang berdasarkan teori belajar konstruktivisme. Siswa di fasilitasi
untuk membangun sendiri pengetahuannya berdasarkan apa yang telah dipahami
dengan mengkomunikasikan idea yang dimiliki.
Model pembelajaran generatif terdiri dari 4 tahap yakni tahap eksplorasi,
tahap pemfokusan, tahap tantangan atau pengenalan konsep, dan tahap penerapan.
Tahapan-tahapan yang terdapat dalam model pembelajaran generatif
7
Fajar Shadiq, Laporan Hasil Seminar dan Lokakarya Pembelajaran Matematika
memungkinkan siswa mendapat kebebasan dalam mengajukan ide-ide,
pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah sehingga belajar matematika lebih
efektif dan bermakna. Selain itu tahapan-tahapan yang terdapat dalam model
pembelajaran generatif juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa
merespon dan menyelesaikan masalah secara bebas dan kreatif. Dalam salah satu
tahapan, yaitu tahap penerapan siswa di ajak untuk dapat memecahkan masalah
dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar yang berkaitan dengan
hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini siswa mengaplikasikan
konsep-konsep yang telah diperoleh dari hasil diskusi untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui latihan-latihan
soal pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, agar kemampuan kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa dapat dikembangkan dengan baik, maka proses
pembelajaran yang dilaksanakan harus melibatkan siswa secara aktif membangun
pengetahuannya sendiri. Salah satu pembelajaran yang melibatkan siswa secara
aktif dan memberikan kesempatan kepada siswa merespon dan menyelesaikan
masalah secara bebas dan kreatif ialah dengan menggunakan model pembelajaran
generatif. Dari latar belakang diatas, maka penulis ingin meneliti mengenai “Pengaruh Model Pembelajaran Generatif terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
permasalahan dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Siswa mendapat kesulitan ketika dihadapkan pada soal-soal matematika yang
berbentuk tes kemampuan pemecahan masalah.
2. Pembelajaran matematika masih berpusat pada guru.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan yang telah dipaparkan, maka dalam
peneltian ini perlu diadakan pembatasan masalah agar penelitian lebih terarah dan
mengingat permasalahan yang cukup luas, maka perlu dilakukan pembatasan
masalah. Masalah akan dibatasi pada:
1. Objek penelitian adalah siswa-siswi kelas VIII MTs.N 8 Jakarta Barat.
2. Kemampuan pemecahan masalah dibatasi pada: mampu memahami masalah,
mampu membuat rencana pemecahan masalah, melaksanakan rencana
pemecahan masalah, dan mampu menafsirkan hasil pemecahan masalah.
3. Materi pembelajaran dibatasi hanya pada materi bangun ruang dengan SK5
yaitu memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, limas, dan
bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya dan KD 5.3 yaitu menghitung luas
permukaan dan volume kubus, balok, prisma dan limas.
D. Perumusan Masalah Penelitian
Agar penelitian ini lebih terarah, baik dalam perumusan tujuan penellitian
maaupun dalam penarikan kesimpulannya, maka penulis terlebih dahulu akan
merumuskan masalah penelitiannya, yaitu:
1. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat
pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran
generatif?
2. Bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang mendapat
pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional dengan metode ekspositori?
3. Bagaimana pengaruh penggunaan model pembelajaran generatifpada
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
1. Mengetahui bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran generatif.
2. Mengetahui bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
yang mendapat pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori.
3. Mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran generatif pada
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, terutama bagi:
1. Bagi Peneliti, dapat menambah pengetahuan dan melihat pengaruh
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa setelah pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran generatif.
2. Memberikan alternatif bagi guru dalam pembelajaran matematika melalui
model pembelajaran generatif.
3. Membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
matematik.
4. Bagi Peneliti Lanjutan, Dapat menjadi rekomendasi agar penelitian
terhadap penerapan model pembelajaran generatif dalam pembelajaran
matematika dilakukan terhadap kemampuan matematika atau pokok
8 A.Deskripsi Teoritik
1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik a. Pengertian Masalah Matematika
Pada dasarnya masalah atau problem adalah situasi yang mengandung
kesulitan bagi seseorang dan mendorongnya untuk mencari solusi dari masalah
tersebut. Tidak semua suatu pernyataan dapat dikatakan sebagai suatu masalah.
Suatu pertanyaan dapat dianggap sebagai suatu masalah oleh seorang tetapi
mungkin saja pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang rutin bagi orang
lain. Menurut Cooney,et al: “….for a question to be a problem, it must present a
challenge that cannot be resolved by some routine procedure known to the
student”.1 Maknanya adalah suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan
oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku atau siswa. Karenanya,
dapat terjadi dimana suatu masalah bagi seseorang siswa akan menjadi pertanyaan
bagi siswa lainnya karena ia sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.
Senada dengan itu Lenchner dalam Sri Wardani pada intinya menyatakan
hal-hal berikut ini:
Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh penjawab pertanyaan dan suatu masalah bagi Si A belum tentu menjadi masalah bagi Si B jika Si B sudah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya, sementara Si A belum
pernah mengetahui prosedur untuk menyelesaikannya.2
1
Fajar Shadiq, PemecahanMasalah,Penalarandan Komunikasi.Makalah Disajikan Dalam Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar. (Yogyakarta: PPPG Matematika, 2004). h. 10.
2
Menurut Holmes, terdapat dua macam masalah dalam pembelajaran
matematika SMP, yaitu masalah rutin dan nonrutin, tetapi apapun masalahnya,
rutin atau nonrutin, tetap bergantung pada pengalaman si pemecah masalah.3
Masalah nonrutin merupakan masalah yang belum diketahui prosedur
penyelesaiannya. Untuk mencari pemecahannya diperlukan keterampilan yang
lebih tinggi, yang dapat diperoleh siswa setelah mereka memiliki pemahaman
konsep dah keterampilan dasar matematika, serta keterampilan memecahkan
masalah-masalah rutin.
Dari berbagai pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa masalah adalah
suatu persoalan yang memerlukan penyelesaian dan masalah bersifat relatif,
sebab suatu soal dapat dikatakan menjadi suatu masalah atau hanya soal latihan
biasa adalah sesuai dengan kemampuan setiap individu tersebut dalam
menghadapi suatu persoalan yang sedang dihadapinya.
b. Jenis-jenis Masalah Matematika
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan kepada
masalah-masalah yang menuntut kita untuk menyelesaikannya. Meskipun definisi suatu
masalah secara relatif cukup familiar dengan kita, kata masalah mengandung arti
yang komprehensif. Banyak berbagai tanggapan yang berbeda dalam menghadapi
masalah tertentu. Secara umum, masalah dalam matematika merupakan soal-soal
yang belum diketahui prosedur pemecahannya oleh siswa. Permasalahan yang di
hadapi dapat dibedakan menjadi masalah yang berhubungan dengan masalah
translasi, masalah aplikasi, masalah proses, masalah teka-teki.4
1) Masalah translasi
Merupakan masalah biasa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang
untuk menyelesaikannya diperlukan translasi (perpindahan) dari bentuk verbal ke
dalam bentuk matematika atau model matematika.
3
Sri Wardani, op. cit., h. 21. 4
Contohnya : Joni memiliki kelereng sebanyak 20 buah. Ketika sedang sekolah
ternyata adik Joni mengambil kelereng Joni sebanyak 7 buah. Berapakah kelereng
yang Joni punya sekarang?
Kata “diambil” di artikan sebagai pengurangan, sehingga apabila diubah kedalam model matematika menjadi: 20 – 7 = ...
2) Masalah aplikasi
Suatu permasalahan yang sengaja dibuat untuk menguji dan memberikan
kesempatan kepada si pemecah masalah untuk menyelesaikan masalah dengan
bermacam-macam keterampilan dan prosedur matematika. Dengan
menyelesaikam masalah seperti itu siswa dapat menyadari kegunaan matematika
dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya : Ayah Joni ingin membuat kotak tempat menaruh mainan Joni
berbentuk balok dengan ukuran tiap rusuknya 1 meter. Kotak mainan yang akan
dibuat oleh ayah Joni terbuat dari triplek yang dibeli di toko dekat rumah Joni.
Jika harga triplek permeter adalan15000. Berapa banyak triplek yang dibutuhkan
ayah Joni dan uang yang diperlukan untuk membeli triplek?
3) Masalah Proses
Masalah ini ada dalam penyusunan langkah-langkah perumusan pola dan
strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah semacam ini memberikan
kesempatan kepada si pemecah masalah untuk mengasah kemampuannya.
Sehingga dalam diri si pemecah masalah terbentuk keterampilan menyelesaikan
masalah sehingga dapat membantu si pemecah masalah menjadi terbiasa
menyeleksi masalah dalam berbagai situasi masalah yang kemudian dapat
memberikan suatu solusi dengan tepat.
Contohnya : Bu Yani meminjam uang di bank sebesar Rp. 8.500.000,-. Aturan
bunga yang diterapkan oleh bank adalah bunga berjalansebesar 8% pertahun. Bu
Yani akan mengembalikan pinjamannya selama 3 tahun secara di cicil. Berapakah
besaran bunga yang diberikan Bu Yani kepada bank?
Permasalahan diatas di tuntut untuk mengetahui rumus yang dipakai, untuk dapat
hal tersebut terlihat bahwa masalah diatas memiliki proses yang agak rumit untuk
menyelesaikannya.
4) Masalah teka-teki
Masalah ini dikemas dalam bentuk permainan yang bertujuan untuk
rekreasi dan kesenangan serta sebagai alat yang bermanfaat untuk mencapai
tujuan yang efektif dalam pengajaran matematika. Sehingga diharapkan nantinya
si pemecah masalah dapat merasakan kondisi bermain dalam memecahkan
masalah matematik.
Contohnya : Gambarlah empat ruas garis melalui sembilan titik pada gambar
berikut tanpa mengangkat alat tulis ada tidak ada garis yang terlewati dua kali.
c. Pengertian Pemecahan Masalah Matematik
Menurut Robert L. Solso, pemecahan masalah adalah suatu pemikiran
yang terarah secara langsung untuk menemukan solusi atau jalan keluar untuk
suatu masalah yang spesifik.5 Sri Wardhani menyatakan bahwa, pemecahan
masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya
ke dalam situasi baru yang belum dikenal.6 Tatag Yull Eko Siwono berpendapat bahwa, pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk
merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode
jawaban blum tampak jelas.7 Dengan demikian ciri dari pertanyaan atau
penugasan berbentuk pemecahan masalah adalah: (1) ada tantangan dalam materi
5
Robert L. Solso, Otto H. Maclin dan M. Kimberly Maclin., Pisikologi Kognitif, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 434.
6
Sri Wardhani, Analisis SI dan SKLMata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika,(Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika, 2008), h. 18.
7
Tatag Yull Eko Siwono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif,(….. ; Unesa university
tugas atau soal, (2) masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan
prosedur rutin yangsudah diketahui penjawab.
Sedangkan Robert Harris, menyatakakan bahwa memecahkan masalah
adalah “the management of a problem in a way that successfully meets the goals
established for treating it”.8
Ini bermakna bahwa memecahkan masalah adalah
proses pengelolaan suatu masalah sehingga dapat tecapai tujuan yang telah
ditetapkan untuk melakukannya.
Senada dengan hal tersebut,menurut NCTM, “Problem solving is a
hallmark of mathematical activity and a major means of developing mathematical
knowledge”.9 Yang dapat diartikan bahwa pemecahan masalah adalah aktifitas
dengan sungguh-sungguh dalam tujuan mengembangkan pengetahuan
matematika.
Dalam NCTM mengungkapkan tujuan pengajaran pemecahan masalah
dari sebelum taman kanak-kanak hingga kelas XII sebagai berikut:10
1. build new mathematical knowledge through problem solving, 2. solve problems that arise in mathematics and in other contexts, 3. apply and adapt a variety of appropriate strategies to solve problems, 4. monitor and reflect on the process of mathematical problem solving. Tujuan pengajaran pemecahan masalah secara umum adalah untuk: 1)
membangun pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah, 2)
memecahkan masalah yang muncul dalam matematika dan di dalam
konteks-konteks lainnya, 3) menerapkan dan menyesuaikan bermacam strategi yang sesuai
untuk memecahkan permasalahan, dan 4) memantau dan merefleksikan proses
dari pemecahan masalah matematika.
Memecahkan masalah menurut Gagne dan Nasution dapat dipandang
sebagai suatu proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang
telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakannya untuk memecahkan masalah
yang baru yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.11 Dengan demikian,
8
Sri Wardani. loc. cit. 9NCTM, “
Priciples and Standards for School Mathematics”, (Reston VA, 2000), p.116.
10
Ibid., h. 52 dan 334. 11
pemecahan masalah adalah proses berpikir untuk menentukan apa yang harus
dilakukan ketika siswa tidak tahu.
Becker & Shimada (dalam McIntosh, R. & Jarret, D.) menegaskan hal ini
sebagai berikut: “Genune problem solving requires a problem that is beyond the
student’s skill level so that she will not automatically know which solution method
to use. The problem should be nonroutine, in that student perceives the problem
as challenging and unfamiliar, yet not insurmountable”.12
Dapat diartikan bahwa sebuah masalah matematik adalah suatu masalah yang melebihi tingkat
kemampuan siswa, sehingga mereka tidak dapat langsung mengetahui metode
untuk mencari solusinya. Suatu masalah haruslah latihan yang tidak rutin yang
menjadikan siswa merasa adalah suatu tantangan dan latihan tak biasa yang belum
bisa diatasi.
Dapat disimpulkan bahwa memecahkan masalah adalah upaya yang
dilakukan untuk menyelesaikan suatu masalah matematikadengan menggunakan
metode sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan atau yang
diinginkan.
d. Langkah-langkah Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah matematika di perlukan langkah-langkah
kongkrit yang tepat sehingga diperoleh jawaban yang benar. Beberapa pandangan
dari langkah-langkah pemecahan masalah di ajukan oleh para ahli secara
terstruktur sehingga memungkinkan kita untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi dengan benar. Polya menguraikan empat langkah rencana dalam proses
pemecahan masalah matematik, yaitu:13 1) memahami masalah, 2) membuat
rencana pemecahan masalah, 3) melaksanakan rencana pemecahan masalah, 4)
membuat review atas pelaksanaan rencana pemecahan masalah.
12
Sumardyono, pengertian dasar problem solving.
h.1.http://p4tkmatematika.org/file/problemsolving/TahapanMemecahkanMasalah.pdf (akses 15 maret 2012)
13
Erna Suangsih & Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS,
Sebagaimana Polya, Dewey pun menguraikan proses yang dapat dilakukan
pada setiap langkah pemecahan masalah. Proses tersebut terangkum dalam lima
langkah utama yaitu:14 1) mengenali/menyajikan masalah: tidak diperlukan
strategi pemecahan masalah jika bukan merupakan masalah; 2) mendefinisikan
masalah: strategi pemecahan masalah menekan-kan pentingnya definisi masalah
guna menentukan banyaknya kemungkinan penyelesian; 3) mengembangkan
beberapa hipotesis: hipotesis adalah alternatif penyelesaian dari pemecahan
masalah; 4) menguji beberapa hipotesis: mengevaluasi kelemahan dan kelebihan
hipotesis; 5) memilih hipotesis yang terbaik.
Sedangkan Fadjar Shadiq mengungkapkan bahwa ada empat langkah
penting dalam poses pemecahan masalah, yaitu: memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang di
peroleh.15 Hal ini sejalan dengan standar isi kurikulum pendidikan matematika, yang mengungkapkan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan
matematika salah satunya adalah agar siswa memiliki kemampuan pemecahan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
e. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Menurut Holmes dalam Sri Wardani, alasan seseorang perlu belajar
memecahkan masalah matematika adalah adanya fakta dalam abad dua puluh satu
ini bahwa orang yang mampu memecahkan masalah hidup dengan produktif. 16
Menurut Holmes, orang yang terampil memecahkan masalah akan mampu
berpacu dengan kebutuhan hidupnya, menjadi pekerja yang lebih produktif, dan
memahami isu-isu kompleks yang berkaitan dengan masyarakat global.17 Oleh
14
Ahmad Firdaus, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika,(tersedia di: http://madfirdaus.wordpress.com/2009/11/23/kemampuan-pemecahan-masalah-matematika/. akses 03 maret 2013)
15
Fadjar Shaddiq, Kemahiran Matematika, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2009), h. 5.
16
Sri Wardani, Pembelajaran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika di SD, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2010) , h. 7.
17
karena itu, kemampuan pemecahan masalah dapat membantu seseorang dalam
kehidupannya.
Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dimiliki oleh siswa
karena dengan memecahkan masalah, siswa mampu berfikir secara logis, analisis,
sistematis, kritis dan kreatif untuk dapat menghadapi perkembangan teknologi
dan ilmu pengetahuan yang semakin modern di zaman sekarang ini . Pola pikir
seperti itu dibina dan dikembangkan dalam belajar matematika.
Menurut Sintha Sih Dewanti, Kemampuan pemecahan masalah merupakan
keterampilan yang diperoleh siswa dari belajar matematika, sehingga latihan
merupakan hal yang penting agar siswa semakin terampil. Semakin siswa
berpengalaman dalam memecahkan beragam masalah, semakin baik pula
kemampuan pemecahan masalahnya.18
Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematik siswa,
diperlukan indikator sebagai acuan penilaiannya. Oleh karena itu, indikator yang
digunakan pada penelitian ini sesuai dengan indikator yang dikemukakan oleh
standar isi kurikulum pendidikan matematika.
Secara operasional yang dimaksud dengan kemampuan pemecahan
masalah matematik dalam penelitian ini adalah skor yang diperoleh melalui
instrumen tes. Dengan indikator-indikator yang meliputi:
1) Mampu memahami masalah
2) Mampu membuat rencana model pemecahan masalah
3) Mampu menyelesaikan rencana model pemecahan masalah
4) Mampu menafsirkan solusi yang di peroleh.
2. Model Pembelajaran Generatif a. Pengertian Model Pembelajaran
Istilah model pembelajaran berbeda dengan strategi pembelajaran, metode
pembelajaran dan prinsip pembelajaran. Model pembelajaran meliputi suatu
model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Joyce dan Weil mengemukakan
18
bahwa setiap model belajar mengajar atau model pembelajaran harus memiliki
empat unsur berikut.19
1. Sintak, yang merupakan fase-fase dari model yang menjelaskan model
tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata.
2. Sistem social, yang menunjukkan peran dan hubungan guru dan siswa
selama proses pembelajaran.
3. Prinsip reaksi, yang menunjukkan bagaimana guru memperlakukan
siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang dilakukan
siswanya.
4. Sistem pendukung, yang menunjukkan segala sarana, bahan dan alat
yang dapat digunakan untuk mendukung model tersebut.
Berdasarkan unsur-unsur di atas Toeti Soekamto dan Winataputra
mendefinisikan „model pembelajaran’ sebagai kerangka konseptual yang
menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi
sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.20
b. Model Pembelajaran Generatif
Pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang
menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan
menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan
baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab suatu
persoalan yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab
permasalahan yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam
memori jangka panjang. Menurut Hassard “The generative learning model is a
teaching sequence based on the view that knowledge is contructed by the
19
Fadjar Shadik, Model Model Pembelajaran Matematika SMP,(Seleman: Departemen Pendidikan Nasional, 2009), hal. 7
20
learner”21. Maksud dari kalimat tersebut adalah model pembelajaran generatif merupakan suatu prosedur pembelajaran yang didasarkan pada suatu pandangan
bahwa pengetahuan itu dikonstruksi oleh siswa itu sendiri.
Pembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berakar pada
teori-teori belajar konstruktivisme. Konstruktivisme dianggap pandangan baru dalam
dunia pendidikan. Belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekedar
menghafal akan tetapi, proses mengkonstruk pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari guru, akan tetapi hasil dari proses
mengkonstruksi pengetahuan yang dilakukan setiap individu.
Menurut Rustaman dkk. Keutamaan pembelajaran berdasarkan
konstruktivisme dapat dijelaskan sebagai berikut:22
1. Memberikan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit
dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan
temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang
gagasannya.
2. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah
dimilki oleh siswa.
3. Memberi kesempatan siswa untuk berpikir tentang pengalamannya agar
siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang teori dan
model, mengenalkan gagasan-gagasan sains pada saat yang tepat.
4. Memberikan kesempatan siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa
terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dan memotivasi siswa
untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
5. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan
6. Memberikan lingkungan belajar yang mendukung siswa mengungkapkan
gagasan, saling menyimak dan menghindari kesan selalu ada satu
“jawaban yang benar”.
21
Lusiana, Yusuf Hartato, dan Trimurti Saleh.,Penerapan Model Pembelajaran Generatif (MPG) untuk Pembelajaran Matematika di Kelas X SMA Negeri 8 Palembang, Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3 No.2, 2009, h.30
22
c. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Generatif
Dalam pembelajaran generatif terdiri atas empat tahap, yaitu pendahuluan
atau disebut tahap eksplorasi, pemfokusan, tantangan atau tahap pengenalan
konsep dan penerapan konsep.23
Gambar 2.1. Tahapan dalam Model Pembelajaran Generatif
Tahap pertama yaitu tahap eksplorasi, pada tahap ini guru membimbing
siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap pengetahuan, ide atau konseptual awal
yang diperoleh dari pengalaman sehari-harinya atau diperoleh dari pembelajaran
pada tingkat kelas sebelumnya.24 Untuk mendorong siswa agar mampu melakukan
eksplorasi, guru dapat memberikan stimulus berupa aktivitas atau tugas-tugas
seperti melakukan penelusuran terhadap suatu permasalahan yang dapat
menunjukkan data dan fakta yang terkait dengan konsepsi yang akan
dipelajari.Pada proses pembelajaran ini guru berperan memberikan dorongan,
bimbingan, memotivasi dan memberikan arahan agar siswa mau dan dapat
mengungkapkan idenya. Ide siswa mungkin ada yang benar dan mungkin pula
ada pula yang salah. Apabila konsepsi siswa ini salah maka dikatakan terjadi salah
konsep (misconception).Namun demikian, guru pada saat itu sebaiknya tidak
memberikan makna, menyalahkan atau membenarkan konsepsi siswa artinya
biarkan siswa melakukan proses eksperimen atau penelusuran terlebih dahulu,
kemudian baru menyimpulkan.
Tahap kedua yaitu tahap pemfokusan atau pengenalan konsep. Pada tahap
guru mengarahkan siswa memfokuskan konsep dalam matematika yang akan
dipelajari dengan mengaitkan konsep yang telah dimilikinya. Untuk itu, guru
23
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer,(Jakarta: Bumi Aksara,2010), h.177
24
Ibid, h.178.
Eksplorasi Pemfokusan Tantangan /
pengenalan konsep
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berfungsi memberikan pengarahan dan
menggali informasi (ide) yang dibutuhkan agar siswa dapat memfokuskan
terhadap konsep materi.Tugas-tugas yang dibuat guru hendaknya tidak seratus
persen merupakan petunjuk atau langkah-langkah kerja, tetapi harus memberikan
kemungkinan siswa untuk menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri atau
cara yang diinginkan.25 Tugas akan dikerjakan secara berkelompok sehingga guru
membagi siswa dalam kelompok-kelompok dengan tujuan agar siswa dapat
berlatih untuk meningkatkan sikap teman sejawat, membantu dalam kerja
kelompok, menghargai pendapat teman, bertukar pengalaman (sharring idea) dan
keberanian bertanya.
Tahap ketiga yaitu tantangan atau pengenalan konsep. Pada tahap ini guru
berperan sebagai moderator dan fasilitator agar jalannya diskusi dapat
terarah.26Guru menghargai pendapat siswanya, bahkan siswa disarankan untuk
melekukan pemecahan masalah dengan jalan pikirannya sendiri dengan
bekerjasama dengan temannya melelui diskusi, presentasi dan adu argumen atas
ide-ide yang dimiliki berkaitan materi yang sedang di bahas.Pada tahap ini
sebaiknya guru memberikan pemantapan konsep, dimaksudkan agar siswa
memahami secara mantap konsep tersebut. Di samping itu guru juga memberikan
latihan soal agar siswa memahami secara mantap konsep tersebut.
Tahap ke empat penerapan konsep. Pada tahap ini, siswa diajak untuk
memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau konsep benar
dalam situasi yang baru yang berkaitan dengan hal-hal yang praktis dalam
kehidupan sehari-hari.27Siswa perlu diberi banyak latihan-latihan soal. Dengan adanyalatihan soal, siswa akan semakin memahami konsep (isi pembelajaran)
secara lebih mendalam dan bermakna.
d. Penerapan Model Pembelajaran Generatif
Kegiatan siswa selama proses pembelajaran matematika menggunakan
model pembelajaran generatif.
25
Ibid, h.179. 26
Ibid.
27
Tabel 2.1
Langkah-Langkah Penerapan Model Pembelajaran Generatif dalam Kelas No Tahapan
Pembelajaran
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Eksplorasi Mengetahuiidea siswa.
Mengeksplorasi pengetahuan, ide atau konsepsi awal yang di peroleh dari pengalaman sehari-hari atau diperoleh dari pembelajaran pada tingkat sebelumnya.
Pada tahap ini siswa diberikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari untuk mengetahui konsep awal siswa.
2 Pemfokusan Memberikan motivasi melalui pengalaman sehari-hari.
Memberikan pertanyaan yang bersifat open ended.
Menafsirkan idea siswa.
Menafsirkan dan menerangkan pandangan siswa.
Melibatkan diri pada kegiatan yang diberikan guru yaitu mengetahui pengalaman sehari-hari yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Memberi pertanyaan mengenai masalah
atau pun kegiatan yang diberikan. Memberikan pendapatnya yang mereka
ketahui mengenai masalah tersebut. Menjelaskan konsep yang mereka
miliki.
Mempresentasikan idea mereka dalam diskusi kelompok dan di depan kelas.
3 Tantangan Mengarahkan dan memfasilitasi siswa agar terjadi pertukaran ide antar siswa. Menjamin ide
siswa semua di pertimbangkan. Membuka diskusi. Mengusulkam
melakukan demonstrasi jika diperlukan.
Berdiskusi kelompok.
Mempertimbangkan idea siswa lain baik dalam kelompok masing-masing maupun diskusi kelas.
Membandingkan pandangan para ahli dengan pandangan kelas terhadap suatu konsep.
4. Penerapan Membuat masalah atau kegiatan yang dapat dipecahkan oleh pengetahuan konsep siswa yang baru.
Membantu siswa untuk memahami pengetahuan baru atau idea yang baru
Menyelesaikan masalah berdasarkan pengetahuan konsep yang baru. Menjelaskan penyelesaian yang dibuatnya kepada siswa lainnya. Berdiskusi mengenai penyelesaian
Melalui tahapan pembelajaran generatif di atas, siswa diharapkan
memiliki pengetahuan, kemampuan serta keterampilan untuk mengkonstruksi atau
membangun pengetahuan secara mandiri. Menurut Sutarman dan Swasono, secara
garis besar ada tiga langkah yang dikerjakan guru dalam pembelajaran, yaitu
sebagai berikut:28
1. Guru perlu melakukan identifikasi pendapat tentang siswa pelajaran
yang dipelajari
2. Siswa perlu mengeskplorasi konsep dari pengalaman dan situasi
kehidupan sehari-hari dan kemudian menguji pendapatnya.
3. Lingkungan kelas harus nyaman dan kondusif sehingga siswa dapat
mengutarakan pendapatnya tanpa rasa takut dari ejekan dan kritikan
dari temannya. Guru perlu menciptakan suasana kelas yang
menyenangkan.
e. Model pembelajaran konvensional
Model pembelajaran konvensional disini adalah model pembelajaran yang
biasanya sering digunakan oleh para guru. Dalam model pembelajaran
konvensional, metode mengajar yang lebih banyak digunakan oleh guru adalah
metode ekspositori. Metode ekspositori ini, merupakan bentuk dari pendekatan
pembelajaran yang berorientasi kepada guru, sebab dalam metode ini guru
memegang peran yang sangat dominan29. Guru menyampaikan materi secara
terstruktur dengan harapan materi pembelajaran yang disampaikan dapat dikuasai
siswa dengan baik. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam model
pembelajaran ini adalah guru menjelaskan atau menerangkan suatu konsep atau
materi, kemudian guru memeriksa (mengecek) apakah siswa sudah mengerti atau
belum. Kegiatan selanjutnya guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya,
kemudian memberikan soal-soal latihan, dan siswa disuruh mengerjakannya. Jadi
kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa mendengarkan atau
mencatat apa yang disampaikan guru.
28
Ibid., h.183. 29
Metode ekspositori memberikan siswa konsep yang telah dipersiapkan
secara rapi, matematis dan lengkap sehingga anak didk tinggal menyimak dan
mencernanya saja secara tertib dan teratur. Ada beberapa langkah dalam
penerapan pembelajaran dengan menggunakan metode ekspositori, yaitu :30
1. Persiapan
Tahap persiapan berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima
pelajaran. Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah:
1. Mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang pasif
2. Membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar
3. Merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa
4. Menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka
2. Penyajian
Langkah penyajian adalah langkah penyampaian materi pelajara sesuai
dengan persiapan yang telah dilakukan.Yang harus dipikirkan oleh setiap
guru dalam penyajian ini adalah bagaimana agar materi pelajaran dapat
dengan mudah ditangkap dan dipahami siswa.
3. Menghubungkan
Pada langkah ini adalah menghubungkan materi pelajaran dan pengalaman
siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat
menangkap keterkaitan dalam struktur pengetahuan yang telah
dimilikinya. Langkah ini dilakukan tiada lain untuk memperbaiki makna
terhadap materi pelajaran.
4. Menyimpulkan
Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahamiinti dari materi pelajaran
yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah sangat
penting dalam strategi ekspositori, sebab melalui langkah menyimpulkan
dapat mengambil intisari dari proses penyampaian.
5. Penerapan
Langkah aplikasi (penerapan) adalah langkah untuk kemampuan siswa
setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan
30
langkah yang sangat penting dalam proses pembelajaran ekspositori, sebab
melalui langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang
penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
konvensional adalah model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru dalam
menyampaikan materi pembelajaran dikelas dengan menggunakan metode
ekspositori, dimana dalam metode ekspositori ini guru lebih berpan dominan
dalam pembelajaran.
f. Penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan model pembelajaran
generatif, diantaranya:
a. Penelitian yang dilakukan oleh Lusiana, dkk (2009) dengan judul
“Penerapan Model Pembelajaran Generatif (MPG) untuk Pelajaran Matematika di Kelas X SMA Negeri 8 Palembang”. Dalam penelitiannya Lusiana, dkk memperoleh kesimpulan bahwa keefektifan
penerapan model pembelajaran generatif untuk pelajaran matematika
dikelas X SMA Negeri 8 Palembang masuk dalam katagori efektif,
dengan rincian keaktifan siswa selama diterapkan model pembelajaran
generatif tergolong sangat tinggi dan ketuntasan belajar siswa secara
klasikal mencapai 76.32%, serta Sikap siswa terhadap penerapan model
pembelajaran generatif tergolong positif .31
b. Penelitian yang dilakukan oleh Mimin Minarni Amelia (2011) yang
berjudul “Pengarun Model Pembelajaran Generatif terhadap Kemampuan Koneksi Matematika siswa”. Dalam penelitiannya Mimin memperoleh kesimpulan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran
generative terhadap kemampuan koneksi matematika siswa dengan
31
rata-rata kemampuan koneksi untuk kelompok eksperimen 48.94
sedangkan untuk kelompok kontrol 33.59 .32
c. Penelitian yang dilakukan oleh Hulukati (2005) dalam disertasinya
yang berjudul “Pengembangan Kemampuan Komunikasi Matematik
Siswa dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Generatif” memperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran generatif dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematik siswa pada sekolah level rendah
tetapi tidak untuk sekolah level tinggi. Untuk kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa baik di sekolah level rendah maupun sekolah
level tinggi yang memperoleh pembelajaran model generatif lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaraan model
konvensional.33
B.Kerangka Berpikir
Pemecahan masalah merupakan seni dari matematika atau jantungnya
matematika.Dalam hal ini, matematika merupakan pemecahan masalah itu
sendiri.Pembelajaran matematika dimulai dari pemecahan masalah sebagai
konteks untuk memperkenalkan atau memahami suatu konsep atau prinsip
matematika, kemudian konsep atau prinsip yang telah berhasil dipahami tersebut
diterapkan dalam soal-soal pemecahan masalah untuk melatih keterampilan siswa.
Pemecahan masalah merupakansuatu usaha mencari jalankeluar dari suatu
kesulitan guna mencapai suatu tujuan. Secara garis besar tahap-tahap pemecahan
masalah menurut standar isi kurikulum adalah pemehaman soal, pemikiran suatu
rencana, pelaksanaan suatu rencana, dan peninjauan kembali.
Kemempuan pemecahan masalah merupakam salah satu fokus utama
dalam pembelajaram matematika. Namun kenyataannya dari fakta yang ada
32
Mimin Minarni Amelia, “Pengarun Model Pembelajaran Generatif terhadap Kemampuan Koneksi Matematika siswa”, skripsi UIN Jakarta , Jakarta, tidak dipublikasikan
33
sangat disayangkan bahwa kemempuan pemecahan masalah matematik siswa di
Indonesia masih sangat kurang. Banyak siswa yang menganggap bahwa
matematika merupakan mata pelajaran yang sulit atau sukar dibandingkan dengan
mata pelajaran yang lain. Kesulitan siswa dalam memahami matematika, tentunya
akan mempengaruhi kemempuan pemecahan masalah matematik siswa.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan dan agar guru tidak
terjebak dalam pembelajaran yang hanya sekedar mentransfer pengetahuan, guru
dapat menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang dapat di terapkan dalam pembelajaran
matematika adalah model pembelajaran generatif.
Pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang
menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan
menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Pengetahuan
baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau
gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan
yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka
panjang.
Pembelajaran generatif memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori
belajar konstruktivisme. Pada teori konstruktivisme ini siswa didorong untuk
belajar aktif dan kreatif sehingga siswa mampu mengkonstruk sendiri suatu
pengetahuan atau suatu konsep, melalui pengintegrasian secara aktif pengetahuan
baru dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya.
Model pembelajaran generatif terdiri dari 4 tahap yakni tahap eksplorasi,
tahap pemfokusan, tahap tantangan atau pengenalan konsep, dan tahap penerapan.
Tahapan-tahapan yang terdapat dalam model pembelajaran generatif
memungkinkan siswa mendapat kebebasan dalam mengajukan ide-ide,
pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah sehingga belajar matematika lebih
efektif dan bermakna. Selain itu tahapan-tahapan yang terdapat dalam model
pembelajaran generatif juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa
merespon dan menyelesaikan masalah secara bebas dan kreatif. Pada
kelompok maupun didalam kelas. Setiap siswa bebas untuk mengemukakan
pendapat, ide, gagasan, atau kritikan,sehingga suatu konsep yang dibentuk lebih
bermakna.Hal ini sejalan dengan pendapat Bruner (Mela, 2013) yang mengatakan
“ Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Selain itu juga
siswa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang
menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna”.34
Dalam salah satu tahapan khususnya, yaitu tahap penerapan siswa di ajak
untuk dapat memecahkan masalah dengan menggunakan konsep barunya atau
konsep benar yang berkaitan dengan hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Pada tahap ini siswa mengaplikasikan konsep-konsep yang telah diperoleh dari
hasil diskusi untuk memecahkan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari. Melalui latihan-latihan soal pemecahan masalah.
Melihat hal tersebut, peneliti beranggapan bahwa model pembelajaran
generatif dapat meningkatkan kemempuan pemecahan masalah matematik siswa.
C.Perumusan Hipotesis
Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut: kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran
generatif lebih tinggi daripada kemempuan pemecahan masalah matematik siswa
yang memperoleh pembelajaran matematika secara konvansional.
34
27 A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTs. Negeri 8 yang terletak di Jl. KPR BTN
Kresek Duri Kosambi Cengkareng, Jakarta Barat, Indonesia 11750. Penelitian
dilakukan pada siswa kelas VIII semester genap tahun ajaran 2012/2013.
B. Metode dan Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, penerapan Model Pembelajara Generatif merupakan
variabel bebas dan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa merupakan
variabel terikat. Karena terdapat hubungan sebab akibat antara perlakuan yang
dilakukan pada variabel bebas, dan hasil yang ditunjukkan pada variabel terikat,
maka metode penelitian yang digunakan adalah metode Quasi Eksperimen yaitu
metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh
terhadap variabel kondisi eksperimen. Dalam metode penelitian ini, peneliti ikut
serta dalam penelitian yaitu dengan mengajar matematika di sekolah tersebut
dengan menerapkan model pembalajaran generatif.
Sampel penelitian ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen menggunakan model
pembelajaran generatif, sedangkan pada kelompok kontrol menggunakan
pembelajaran konvensional.
Desain penelitian yang digunakan adalah randomized posttest only control
[image:43.595.100.513.170.737.2]group design. Desain penelitian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut1 Tabel 3.1
Desain Penelitian
Kelompok Perlakuan (VariabelTerikat) Posttest
Acak A (KE) X1 Y
Acak B (KK) X2 Y
1
Keterangan :
X1 : Treatment dengan model pembelajaran generatif.
X2 : Treatment dengan model pembelajaran konvensional
Y : Pemberian post test kemampuan pemecahan masalah matematik dengan
materi bangun ruang sisi datar.
Berkaitan dengan desain penelitian, penulis menggambarkan
langkah-langkah pada penelitian ini dengan menggunakan diagram alur, sebagai berikut:
Bagan 3.1