PEMBEBANAN BIAYA KURATOR TERHADAP PAILITNYA
PT. TELKOMSEL, TBK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG
NOMOR 37 TAHUN 2004
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi
Syarat-Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
100200226
Anggie Yosephine Sinaga
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
MEDAN
2014
PEMBEBANAN BIAYA KURATOR TERHADAP PAILITNYA PT. TELKOMSEL,TBK. DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37
TAHUN 2004
S k r i p s i
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat dalamMemperolehGelar Sarjana Hukum
Oleh :
A N G G I E Y O S E P H I N E S I N A G A 10020022 6
Disetujui oleh :
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
NIP : 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum
Pembimbing I Pembimbing
II
Prof. Dr. Sunarmi,S.H., M.Hum
NIP : 196302151989032002 NIP :
195303121983031002
PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan harapan, semangat, kekuatan, kesabaran, dan bimbingan
selama proses penulisan skripsi ini sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik
dan tepat waktu.
Penulisan skripsi yang berjudul “Pembebanan Biaya Kurator Terhadap
Pailitnya PT. Telkomsel, TBK Ditinjau Dari Undang-Undang No. 37 Tahun
2004” ini ditujukan untuk memberikan informasi kepada para pembaca mengenai
pembebanan biaya kurator terhadap pailitnya suatu perusahaan apabila pernyataan
pailit tersebut ditolak pada tingkat kasasi maupun peninjauan kembali. Selain itu,
penulisan skripsi ini juga ditujukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai
gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulisan skripsi ini tidaklah terlepas dari ketidaksempurnaan sehingga
besar harapan agar semua pihak dapat memberikan masukan berupa kritik dan
saran yang membangun demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik
dan lebih sempurna lagi, baik dari segi substansi maupun cara penulisannya.
Secara khusus ingin berterima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang
tua yang begitu luar biasa, Drs. Kardi Sinaga, SH., dan Loise Marpaung, yang
pendidikan formal sampai pada tingkat Strata Satu. Terima kasih juga kepada
kakak dan abang tercinta, Eka Margaret Sinaga, S.Pd., M.Pd. dan Johanes
Antonius Sianaga, SH. yang selalu mendukung dan menyemangati dalam
penulisan skripsi. Semoga dengan berbekal pendidikan yang penulis tempuh
selama ini dapat membahagiakan dan membanggakan keluarga tercinta.
Terima kasih juga kepada beberapa pihak, seperti :
1. Bapak rektor Universitas Sumatera utara (USU) Medan, Prof. Dr. dr.
Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K).
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
4. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum., DFM selaku Pembantu Dekan
II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
5. BapakDr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Windha, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan
Dosen Hukum Ekonomi.
7. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum selaku Dosen Hukum Ekonomi
Universitas Sumatera Utara (USU) dan Dosen Pembimbing I. Dalam
kesempatan ini ingin terima kasih sebesar-besarnya kepada Beliau atas
referensi guna menyelesaikan skripsi ini. Beliau merupakan sosok yang
sangat menginspirasi, selain sikap Beliau yang low profile, Beliau juga
memiliki sikap yang tegas namun sangat memotivasi.Tanpa bantuan, kritik,
dan saran dari Beliau mungkin skripsi tidak dapat diselesaikan dengan baik.
8. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Jurusan Departemen
Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing II. Terima kasih sebesar-besarnya
kepada Beliau atas segala bantuan dan dukungan yang sangat bermanfaat
bagi penyelesaian skripsi ini.Beliau merupakan figur yang apa adanya, baik,
serta peduli. Dedikasi Beliau sangat di kagumi oleh setiap mahasiswa dalam
mengajarkan mata kuliah hukum ekonomi dengan caranya yang sederhana
dan mudah diterima oleh mahasiswa.Penulisan skripsi ini tidaklah mungkin
dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan, kritik, dan saran dari Beliau.
9. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H. selaku Guru Besar dan Dosen
Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
10. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum. selaku Dosen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
11. Ibu Dr. Keizerina Devi, S.H., M.Hum. selaku Dosen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
12. Ibu Joiverdia Arifiyanto, S.H., M.H. selaku Dosen Hukum Ekonomi
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
13. Bapak Dr. Jusmadi Sikumbang, SH., M.S. selaku Dosen Penasihat
Akademik. Di tengah kesibukan Beliau, Beliau masih dapat meluangkan
waktu untuk mengkaji perkembangan hasil studi saya hingga selesai.Untuk
segala bantuan dan dukungan yang telah Beliau berikan selama kegiatan
perkuliahan berlangsung mulai sejak penulis pertama kali menjadi
mahasiswa baru sampai masa perkuliahan selesai.
14. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) atas
segala ilmu yang telah diberikan sejak awal perkuliahan hingga
terselesainya penulisan skripsi ini.
15. Seluruh staf pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
16. Dini Wahyuni Harahap, Nurul Dwi Oktari Sitepu, dan Defina Angreani
Simangunsong, yang merupakan teman stambuk 2010 sekaligus sahabat
seperjuangan yang telah memberikan banyak dukungan selama perkuliahan
di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
17. Teman-teman Stambuk 2010, yang merupakan teman-teman akrab, teman
segrup, dan teman satu tim klinis, yaitu Ekpi Simbolon, Diana Wijaya,
Cynthia Wirawan, Rivera Wijaya, Paul Brena Tarigan, Muhammad Mirza
Hutajulu, Rory Eka Putra Sitepu, Fadlan Fahmi Simatupang, Umar Ismail
Sipahutar serta yang lainnya yang tidak bisa diucapkan satu per satu.
18. Saudara-saudariku di Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) St. Fidelis
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yaitu, Agnes Deslina Sinaga,
Dewi Maya Ginting, Teguh Sinulingga, Christoper, Charles Salim, kak
Dorothy Rumapea, kak Putri Rajagukguk, bang Jigoro Lumbanraja, bang
Richter Sinaga, bang Rio Montes Malau, bang Agustinus Siallagan,
adik-adikku yaitu Nova Atri Sagala, Richard Sitio, Ivan Ferdinandus, Eni Dora
Sipayung, Kristina Simbolon, Ruba Franklin Silaen, Devid Lubis, Vincent
2013 yang tidak bisa penulis ucapkan satu per satu. Terima kasih
sebesar-besarnya telah memberikan semangat serta motivasi yang luar biasa.
19. Saudara-saudariku di Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) St. Albertus
Magnus Universitas Sumatera Utara.Ad Maioreim Dei Gloriam!
20. Adikku Kaprianto Manullang, Sesilia Simarmata, bang Hisar Sidauruk,
bang Fransiscus Sitompul, dan Cristina Sondang terimakasih banyak atas
semangat dan motivasi yang selalu menguatkan penulis dalam apapun.
21. Freddy Tantra yang merupakan figur penyemangat yang secara tidak
langsung mengajarkan penulis untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri
dan kuat selama menjalani masa perkuliahan.
22. Sahabat dari SMA St. Thomas 1 Medan, yaitu Nopelita Sembiring, Giovani
Malau, dan Lorensia Perangin-angin.
23. Teman-teman organisasi Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI)
khususnya bidang Pendidikan.
24. Senior-senior di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan banyak informasi mengenai kegiatan perkuliahan dan
membimbing penulis selama mengikuti kegiatan-kegiatan hukum dalam
organisasi kampus.
Salam Hormat,
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... vi
ABSTRAK ...viii
BAB I PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7
D. Keaslian Penulisan ... 8
E. Tinjauan Kepustakaan ... 9
F. Metode Penelitian... 15
G. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL, Tbk………... 19
A. Syarat Kepailitan PT. Telkomsel, Tbk ... 19
B. Prosedur Permohonan Pailit PT. Telkomsel, Tbk ... 33
C. Akibat Hukum Pernyataan Pailit PT. Telkomsel, Tbk ... 42
D. Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit PT. Telkomsel, Tbk ... 45
BAB III TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT………...51
A. Hubungan Kurator dengan Pihak-Pihak dalam Putusan Pernyataan Pailit... 51
B. Tugas dan Kewajiban Kurator ... 63
C. Tanggung Jawab Kurator ... 76
A. Pengaturan Tentang Imbalan Biaya Kurator dalam Hukum
Kepailitan ... 80
B. Pembebanan Biaya Kurator ... 86
C. Pembebanan Biaya Kurator dalam Kasus PT. Telkomsel, Tbk ... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..98
A. Kesimpulan ... 98
B. Saran ...100
ABSTRAK
Pembebanan Biaya Kurator Terhadap Pailitnya PT. Telkomsel, Tbk. Ditinjau dari Undang-Undang 37 Tahun 2004
Anggie Sinaga*
Perkara kepailitan banyak terjadi di Indonesia khususnya dalam dunia perusahaan.Kurator bertugas untuk melakukan mengurus dan membereskan harta pailit dalam perkara kepailitan yang diproses di Pengadilan.Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana kepailitan pada perusahaan PT. Telkomsel; bagaimana tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit; bagaimana pembebanan biaya kurator terhadap pailitnya PT. Telkomsel ditinjau dari UU No. 37 Tahun 2004.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan yang didasarkan pada data sekunder yaitu mengumpulkan bahan-bahan dari kepustakaan, putusan perkara Telkomsel, peraturan mengenai pengaturan tentang imbalan jasa kurator, internet maupun hasil karya tulisan ilmiah lainnya yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan skripsi ini adalah bahwa Telkomsel awalnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga.Namun, putusan kepailitan tersebut dibatalkan pada tingkat Kasasi maupun tingkat Peninjauan Kembali.Tanggung jawab kurator adalah melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta pailit.Pengaturan mengenai pembebanan kurator awalnya diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman No. M.09-HT.05.10 Tahun 1998 tentang Pedoman besarnya Imbalan Jasa Bagi Kurator dan Pengurus kemudian diatur kembali dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. 01 Tahun 2013 tentang Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus. Pembebanan biaya kurator dalam kasus PT. Telkomsel dikenakan kepada pihak PT. Prima Jaya Informatika.Karena sesuai dengan Permenkunham No. 01 Tahun 2013 jelas dikatakan bahwa apabila permohonan pernyataan pailit ditolak pada tingkat kasasi maupun peninjauan kembali maka biaya kurator dibebankan kepada pihak pemohon pailit.Saran, sebaiknya Majelis Hakim Mahkamah Agung dapat lebih memahami isi dari Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. 01 Tahun 2013 agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memutuskan terhadap siapa pembebanan kurator akan diberikan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkara kepailitan banyak terjadi di Indonesia khususnya dalam dunia
perusahaan. Salah satu sarana hukum yang menjadi landasan bagi penyelesaian
utang piutang dan erat relevansinya dengan kebangkrutan dunia usaha adalah
peraturan tentang Kepailitan, termasuk pengaturan tentang Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang.
Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur demi
kepentingan semua kreditornya. Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan
debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan memperhatikan hak-hak
mereka masing-masing.1
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang
mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh
pengadilan. Dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak
dapat membayar utangnya.2
Dari sudut sejarah hukum, Undang-Undang Kepailitan pada mulanya
bertujuan untuk melindungi para kreditor dengan memberikan jalan yang jelas dan
pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar. Dalam
1
Fred B.G. Tumbuan, “Pokok-pokok Undang- Undang Tentang Kepailitan sebagaimana diubah oleh PERPU No. 1/1998” dalam Penyelesaian Utang-Piutang melalui Kepailitan atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Rudy A. Lontoh, Ed., (Bandung; Alumni, 2001), hlm. 125.
2
perkembangannya kemudian, Undang-Undang Kepailitan juga bertujuan untuk
melindungi debitur dengan memberikan cara untuk menyelesaikan utangnya tanpa
membayar secara penuh, sehingga usahanya dapat bangkit kembali tanpa beban
utang.
Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara kreditor
atas kekayaan debitur oleh kurator.3
Kurator memiliki peran utama dalam pengurusan dan pemberesan harta
pailit. Untuk memahami lebih lanjut tugas dan kewenangan seorang kurator, maka Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan
menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur
dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan haknya masing-masing.
Putusan pernyataan pailit terhadap debitur membawa dampak besar bagi
para kreditor debitur pailit. Permasalahannya, bagaimana mereka mendapatkan
hak-haknya atas harta debitur pailit. Siapa yang akan mengurus pembagian harta
debitur pailit kepada para kreditor berdasarkan haknya masing-masing.
Permasalahan utama dalam kepailitan sebagaimana yang diungkapkan Professor
Warren adalah siapa yang berhak dan bagaimana membagi harta debitur pailit.
Terhadap pernyataan ini, di Indonesia telah diatur bahwa yang berhak melakukan
itu adalah Balai Harta Peninggalan dan Kurator. Hanya saja inti pernyataan ini
adalah bagaimana membagi harta debitur pailit. Membagi harta debitur pailit
merupakan bagian akhir dari proses kepailitan. Tahap mencapai pembagian harta
inilah yang akan menjadi tugas berat seorang kurator.
3
Mosgan Situmorang, “Tinjauan Atas Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 menjadi Undang –Undang”. Majalah Hukum Nasional,
yang harus dipahami terlebih dahulu adalah memahami hakikat dan ruang lingkup
tugas kurator. Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan menentukan bahwa
kurator yang diangkat harus independen dan tidak mempunyai benturan
kepentingan dengan debitur atau kreditor. Selanjutnya Pasal 89 menyatakan
bahwa setelah ditelaah menerima pemberitahuan yang termaksud dalam Pasal 13
ayat (3), maka kurator dengan segala upaya yang perlu dan patut harus
mengusahakan keselamatan harta pailit.
Untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya, seorang kurator perlu
memilih kewenangan yang dimilikinya berdasarkan undang-undang yaitu (i)
kewenangan yang dapat dilaksanakan tanpa diperlukannya persetujuan dari
instansi atau pihak lain, dan (ii) kewenangan yang dapat dilaksanakan setelah
memperoleh persetujuan dari pihak lain, dalam hal ini Hakim Pengawas.4
Kemampuan kurator harus diikuti dengan integritas. Integritas berpedoman
pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk menaati standar profesi dan
etika sesuai isi dan semangatnya. Integritas merupakan salah satu ciri yang
fundamental bagi pengakuan terhadap profesionalisme yang melandasi
kepercayaan publik serta patokan (benchmark) bagi anggota kurator dalam
menguji semua keputusan yang diambilnya.
Kurator harus memahami bahwa tugasnya tidak hanya sekedar bagaimana
menyelamatkan harta pailit yang berhasil dikumpulkannya untuk kemudian dibagi
kepada para kreditor, tapi lebih jauh sedapat mungkin bisa meningkatkan nilai
harta pailit tersebut.
4
Integritas mengharuskan kurator untuk bersikap jujur dan dapat dipercaya
serta tidak mengorbankan kepercayaan publik demi kepentingan pribadi,
integritas mengharuskan kurator untuk bersikap objektif dan menjalankan
profesinya secara cermat dan saksama.5
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan mengatur tentang
berwenanganya kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan atau
pemberesan harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan,
sebagai berikut,6
Telkomsel dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada tanggal 14
September 2012.
“Terhitung sejak tanggal pernyataan pailit ditetapkan, kurator berwenang
melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit, meskipun
terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjuai kembali.”
Tugas kurator tidak mudah atau dapat berjalan dengan mulus seperti yang
telah ditentukan dalam Undang-Undang Kepailitan. Persoalan yang dihadapi oleh
kurator seringkali menghambat proses kinerja kurator yang semestinya seperti
menghadapi debitur yang tidak dengan sukarela menjalankan putusan pengadilan,
misalkan debitur tidak memberikan akses data dan informasi atas asetnya yang
dinyatakan pailit.
7
5
Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia Bagian Pertama Prinsip Kelima
6
Undang–Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan PERPU No. 1 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang–Undang tentang Kepailitan menjadi Undang–Undang, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 135
7
Tempo, “Melawan Tagihan Kurator”, Majalah Tempo, 25 Februari-3 Maret 2013, hlm. 89, (diakses pada tanggal 21 Oktober 2013).
Mahkamah Agung, namun hal tersebut belum selesai karena pada tanggal 31
Januari 2013, Pengadilan Niaga menetapkan biaya kurator sebesar Rp 293,6
miliar yang dibebankan kepada Telkomsel dan Prima Jaya.8
8Ibid.
Pembebanan biaya
tersebut menjadi masalah karena beberapa faktor, (i) angka yang dianggap tidak
wajar, sebab angka sebesar itu merupakan ½ % dari aset Telkomsel, yang
berjumlah Rp 52,723 triliun. Adapun jika merujuk pada Peraturan Menteri Hukum
dan HAM Nomor 1 Tahun 2013, imbalan jasa kurator untuk perusahaan dengan
aset diatas Rp 500 miliar adalah 0,2%. (ii) pembebanan yang dilatarbelakangi
perubahan tatanan hukum mengenai pembebanan biaya kurator pada kasus
kepailitan yang dibatalkan.Isu hukum yang paling mencuat tentu problematika
siapa yang akan dibebankan biaya kurator tersebut. Menurut Pasal 2 ayat (1) huruf
c Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.09–HT.05.10 Tahun 1998 dijelaskan
bahwa dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak ditingkat kasasi atau
peninjauan kembali, besarnya imbalan jasa ditetapkan oleh hakim dan dibebankan
kepada debitur. Bertolak belakang dengan Keputusan Menteri Kehakiman
tersebut sehari setelah Mahkamah Agung membatalkan pailit, dikeluarkan
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2013. Pada Pasal 2 ayat (1)
huruf c dijelaskan bahwa dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di
tingkat kasasi atau peninjauan kembali, banyaknya imbalan ditetapkan oleh hakim
dan dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit. Kontradiksi antara Keputusan
Menteri Kehakiman Nomor M.09-HT.05.10 Tahun 1998 dan Peraturan Menteri
Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2013 itulah yang menimbulkan perselisihan
biaya kurator. Sehingga, Feri S. Samad dan kawan-kawan yang ditunjuk
Pengadilan Niaga sebagai kurator tidak mendapatkan biaya kurator yang
seharusnya menjadi haknya.
Oleh karena itu menjadi menarik, apabila dapat di cari tahu sebenarnya
bagaimana bentuk ideal ketentuan peraturan pembebanan biaya kurator apabila
permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali.
Apakah harus dibebankan kepada debitur atau dibebankan kepada pemohon pailit.
Perangkat hukum tentu akan sangat dibutuhkan agar ketentuan penyelesaian utang
piutang dapat dilakukan secara adil, cepat, terbuka, dan efektif,9
B. Perumusan Masalah
sesuai dengan
Undang-Undang Kepailitan di Indonesia.
Adapun permasalahan yang di kemukakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kepailitan pada perusahaan PT. Telkomsel, Tbk?
2. Bagaimana tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan
harta pailit?
3. Bagaimana pembebanan biaya kurator dalam pailitnya PT. Telkomsel, Tbk
ditinjau dari UU No. 37 Tahun 2004?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
9
1. Untuk mengetahui pailitnya perusahaan PT. Telkomsel, Tbk.
2. Untuk mengetahui tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan
pemberesan harta pailit.
3. Untuk mengetahui pembebanan biaya kurator dalam pailitnya PT.
Telkomsel, Tbk yang ditinjau dari UU No. 37 Tahun 2004.
Selain itu, penulisan skripsi ini juga ditujukan sebagai pemenuhan tugas
akhir dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Adapun manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, pembahasan mengenai pembebanan biaya kurator terhadap
pailitnya PT. Telkomsel, Tbk ditinjau dari UU No. 37 Tahun 2004 ini akan
memberikan pemahaman dan pengetahuan baru bagi para pembaca mengenai
pailitnya suatu perusahaan, tugas dan wewenang kurator, dan pembebanan biaya
kurator terhadap pailitnya PT. Telkomsel, Tbk apabila pernyataan pailit ditolak
pada tingkat kasasi atau peninjauan kembali.
2. Secara Praktis
Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembaca
terutama bagi praktisi dan masyarakat umum yang ingin mengetahui lebih jauh
pernyataan pailit ditolak pada tingkat kasasi atau peninjauan kembali dalam
pengurusan dan pemberesan harta pailit.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik dari
hasil penelitian yang masih ada maupun yang sedang dilakukan khususnya di
lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Pembebanan
Kurator Terhadap Pailitnya PT. Telkomsel Tbk Ditinjau dari Undang-Undang No.
37 Tahun 2004” belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya.
Sehubungan dengan keaslian judul ini, peneliti telah melakukan pemeriksaan pada
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan
bahwa judul skripsi ini belum pernah diteliti oleh orang lain di lingkungan
universitas/perguruan tinggi lain dalam wilayah Republik Indonesia.
Apabila di kemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah
ditulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat,
maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan
Perseroan terbatas (limited liability company) sebagai badan hukum
merupakan salah satu pilihan dari masyarakat dalam kegiatan bidang usaha.
Filosofi perseroan terbatas sebagai badan hukum disediakan untuk keperluan
orang yang sangat banyak)10
Pengertian perseroan terbatas dapat ditelusuri dari kata perseroan dan
terbatas. Perseroan adalah persekutuan modal yang terdiri dari sero-sero atau
saham. Dalam Kamus Indonesia-Inggris
. Dengan kata lain, perseroan terbatas merupakan
persekutuan modal yang oleh undang-undang diberi status badan hukum.
11
, saham diartikan atau diterjemahkan
antara lain share, stock, sedangkan seroartinya antara lain a share. Sedangkan
kata terbatas diartikan atau diterjemahkan dengan limited.12
Perseroan terbatas dapat diuraikan lebih lanjut dari kata perseroan, yaitu
persekutuan sero-sero atau saham. Sedangkan kata terbatas itu tertuju pada
tanggung jawab pemegang saham atau persero sejumlah nominal saham yang
dimiliki oleh pemegang saham tersebut. 13
Ada keterkaitan antara pemakaian nama perseroan terbatas dengan
pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham pada perseroan terbatas.
Artinya bahwa, pendirian perseroan terbatas belum tentu akan selalu pemegang
saham perseroan terbatas, karena pemegang saham tersebut dapat menjualnya atau
mengalihkan sahamnya kepada pihak lain. Maka di Perancis, perseroan terbatas
disebut “society anonyme” yang menunjukkan ketidakterikatan perseroan tersebut
Salah satu persyaratan
pertanggungjawaban terbatas adalah bahwa perseroan harus sebagai badan
hukum.
10
Rudhi Prasetya, “Kedudukan, Peran, dan Pertanggungjawaban Pengurus Perseroan Terbatas” (makalah disampaikan pada seminar Hukum Dagang, diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum Nasional, Jakarta 29-30 Juli 1987), 17.
11
John M Echols & Hassan Shadily, Kamus Indonesia–Inggris (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 472
12Ibid
, hlm. 52 13
dengan orangnya.14 Di Jerman disebut Aktien Geselschaft, dimana Aktien berarti
ditonjolkan segi saham yang merupakan ciri khas dari perseroan terbatas.15
Di Inggris disebut Limited Company, dimana kata Company menunjukkan
bahwa yang menyelenggarakan bukan seorang diri, tetapi terdiri dari beberapa
orang yang tergabung dalam suatu wadah atau badan. Sedangkan kata limited
menunjukkan pertanggungjawaban dari orang-orang (pemegang saham) sebatas
harta kekayaan dalam badan usaha. Maksudnya adalah bahwa tanggung jawab
dari pemegang saham terhadap pihak ketiga atas tindakan hukum perseroan,
terbatas sejumlah saham dalam perseroan. Di Amerika, perseroan terbatas disebut
Limited Liability Company (LLC), yang dianggap sebagai asosiasi bisnis terbaru.16
Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang
mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dan kemudian Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menentukan
perseroan terbatas diartikan sebagai persekutuan modal, yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal yang seluruhnya
terbagi dalam usaha dan memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam
undang-undang serta peraturan pelaksanaan lainnya. Berdasarkan defenisi tersebut
perseroan terbatas dapat dikatakan sebagai persekutuan atau asosiasi modal.
14
Rudi Prasetya, Op. Cit., 41 15Ibid.
16
dinyatakan pailit oleh pengadilan. Debitur tidak dapat membayar utangnya apabila
jelas telah diputuskan oleh Majelis Hakim di dalam Pengadilan Niaga.17
Pernyataan pailit tersebut mengakibatkan debitur kehilangan haknya untuk
menguasai dan mengurusi kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan,
terhitung sejak pernyataan pailit.18
Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur demi
kepentingan semua kreditornya. Kepailitan merupakan suatu proses dimana
seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya
dinyatakan pailit oleh pengadilan.19
Jika seorang debitur hanya mempunyai satu kreditur dan debitur tidak
membayar utangnya dengan suka rela, kreditur akan menggugat debitur secara
perdata ke Pengadilan Negeri yang berwenang dan seluruh harta debitur menjadi Sementara itu dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang
dimaksud dengan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit
yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah
pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
17
J. Djohansah. “Pengadilan Niaga” di dalam Rudy Lontoh (Ed.), Penyelesaian Utang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Bandung; Alumni, 2001). Hlm. 23, lihat juga Pasal 1 Undang–Undang No. 4 Tahun 1998
18
Pasal 22 UUK 19
pelunasan utangnya kepada kreditur tersebut. Hasil bersih eksekusi harta debitur
dipakai untuk membayar kreditur tersebut.20
Sebaliknya dalam hal debitur mempunyai banyak kreditur dalam harta
kekayaan, debitur tidak cukup hanya membayar semua kreditur, para kreditur
akan menggunakan segala cara baik yang halal maupun tidak, untuk mendapatkan
pelunasan tagihannya terlebih dahulu. Kreditur yang datang belakangan mungkin
sudah tidak mendapatkan pembayaran lagi karena harta debitur sudah habis. Hal
ini sangat tidak adil dan merugikan debitur.21
Menurut Kartini Muljadi, hal inilah yang menjadi maksud dari tujuan dari
Undang-Undang Kepailitan yaitu untuk menghindari terjadinya keadaan seperti
yang dipaparkan di atas.22
Fred B.G. Tumbuan menyatakan bahwa melalui sita umum maka dihindari
dan diakhiri sita dan eksekusi oleh para kreditur secara sendiri-sendiri.23 Dengan
demikian para kreditur harus bertindak secara bersama-sama (concursus
creditorium)24
Dari sudut sejarah hukum, Undang-Undang Kepailitan pada mulanya
bertujuan untuk melindungi para kreditornya dengan memberikan jalan yang jelas
dan pasti untuk menyelesaikan utang yang dapat dibayar. Dalam sesuai dengan asas sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1132 KUH
Perdata.
20
Kartini Muljadi, Penyelesaian Utang Piutang melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Bandung: Alumni, 2001) hlm. 75-56.
21
perkembangannya kemudian, Undang-Undang Kepalilitan juga bertujuan untuk
melindungi debitur dengan memberikan cara untuk menyelesaikan utangnya tanpa
membayar secara penuh, sehingga usahanya dapat bangkit kembali tanpa beban
utang.
Tujuan kepailitan adalah untuk melakukan pembagian antara para kreditur
atas kekayaan debitur oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan
menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur
dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan haknya masing-masing.
Berdasarkan hal di atas, bahwa kepailitan bertujuan untuk menjamin para kreditur
untuk memperoleh hak-haknya atas hartadebitur pailit. Lebih jauh tentang
pembagian harta pailit ini, Professor Raddin mengungkapkan bahwa :25
Untuk melaksanakan tugas dan kewenangannya, seorang kurator perlu
memilih kewenangan yang dimilikinya berdasarkan undang-undang yaitu (i)
kewenangan yang dapat dilaksanakan tanpa diperlukannya persetujuan dari
instansi atau pihaklain; (ii) kewenangan yang dapat dilaksanakan setelah
memperoleh persetujuan dari pihak lain dalam hal ini Hakim Pengawas.
“purpose off all bankruptcy laws is to provide a collective forum for sorting
out the rights of the various claimants aggaints the assets of debtor where
there are not enough assets to go around”.
26
25
David G. Epstein, Steve H. Nickles, and James J. White, Bankruptcy (USA : West Publishing Co, 1993), hlm. 2.
26
Integritas mengharuskan kurator untuk antara lain bersikap jujur dan dapat
dipercaya. Integritas mengharuskan kurator untuk bersikap objektif dan
menjalankan profesinya secara cermat dan saksama.27
Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan mengatur tentang
berwenangnya kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan atau
pemberesan harta pailit sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan sebagai
berikut.28
F. Metode Penelitian
“Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan
atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan, meskipun terhadap
putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali”.
Tugas kurator tidak mudah atau dapat berjalan dengan mulus seperti yang
telah ditentukan dalam Undang-Undang Kepailitan. Persoalan yang dihadapi
kurator sering kali menghambat proses kinerja kurator semestinya, seperti
menghadapi debitur yang tidak dengan sukarela menjalankan putusan pengadilan,
misalkan debitur tidak memberi akses data dan informasi atas asetnya yang
dinyatakan pailit.
Adapun penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
27
Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurusan Indonesia, Bagian Pertama Prinsip Kelima
28
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif. Pada
penelitian hukum jenis ini, seringkali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang
tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum
dikonsepkansebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku
manusia yang dianggap pantas.29
b. Data dan Sumber Data
Penyusunan skripsi ini, data dan sumber data yang digunakan hanyalah data
sekunder. Data sekunder berasal dari informasi yang telah dikumpulkan pihak lain
yang dapat berbentuk dokumen atau literatur dan terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri
dari norma atau kaidah dasar dimana yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
adalah Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitandan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, Keputusan Menteri Kehakiman Nomor
M.09-HT.05.01 Tahun 1998 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa Bagi Kurator dan
Pengurus, serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 1 Tahun 2013
tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa Bagi Kurator Dan Pengurus.
Bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti Rancangan Perundang-Undangan, hasil
analisis mengenai kasus Putusan Pengadilan yang menyatakan PT. Telkomsel
pailit, dan pendapat para ahli hukum mengenai kasus PT. Telkomsel guna
memperjelas pembahasan skripsi ini.
29
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus hukum, dan ensiklopedia.
c. Teknik Pengumpulan Data
Dalam memperoleh bahan-bahan guna menyusun skripsi ini digunakan
penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data melalui studi pustaka
(library research) yang dilakukan dengan meneliti bahan-bahan pustaka atau data
sekunder. Sumber-sumber atau literatur-literatur tertulis yang dapat dijadikan
bahan dalam penulisan skripsi ini, seperti buku-buku, majalah, koran, artikel
dengan cara membaca, memahami, menafsirkan, dan membandingkan berbagai
sumber yang ada serta kemudian mengambil data yang paling relevan untuk
mengetahui sistem pembebanan kurator dalam kepailitan.
d. Analisis Data
Metode analis data yang digunakan adalah metode kualitatif dimana data
yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnyadianalisis
secara kualitatif untuk mencapai kejelesan masalah yang akan dibahasdan
hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Penggungaan metodekualitatif
akan menghasilkan data yang bersifat deskriptif analistik.
G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya harus
disusun secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka
diperlukan adanya penguraian dalam bab per bab secara teratur dan berkaitan satu
BAB I : Berisikan pendahuluan yang pada pokoknya menguraikan tentang
latar belakang pengangkatan judul skripsi, perumusan masalah
yang menjadi pokok pembahasan dalam bab pembahasan, tujuan
dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II: Berisikan kepailitan pada perusahaan PT. Telkomsel, Tbk yang
pada pokoknya tentang syarat kepailitan PT. Telkomsel, Tbk,
prosedur permohonan pailit PT. Telkomsel, Tbk, akibat hukum
yang ditimbulkan dari pernyataan pailit PT. Telkomsel, Tbk, dan
diakhiri dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit PT.
Telkomsel, Tbk.
BAB III: Berisikan tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan
pemberesan harta pailit yang pada pokoknya menguraikan tentang
hubungan kurator dengan pihak-pihak dalam putusan pernyataan
pailit, tugas dan kewajiban kurator, serta tanggungjawab kurator.
BAB IV: Berisikan ketentuan pembebanan kurator yang pada pokoknya
menguraikan tentang system pembebanan biaya kurator ditinjau
dari UU No. 37 Tahun 2004, dan pembebanan biaya kurator dalam
pailitnya PT. Telkomsel, Tbk.
BAB V: Berisikan bagian penutup yang sekaligus merupakan bab terakhir
dalam penulisan skripsi ini yang dimana dikemukakan mengenai
kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pembahasan yang
BAB II
KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK
A. Syarat Kepailitan PT. Telkomsel. Tbk
Seorang debitor dapat dinyatakan pailit atau dalam keadaan pailit apabila
telah dinyatakan oleh hakim atau pengadilan dengan suatu putusan hakim.
Kewenangan pengadilan 30 untuk menjatuhkan putusan kepailitan itu telah
ditentukan secara tegas di dalam Undang-Undang Kepailitan.31
1. Syarat adanya dua kreditur atau lebih (Concursus Creditorium)
Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pailit dapat dilihat dari Pasal 2
ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 , yakni sebagai berikut :
“Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar
lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan satu atau
lebih kreditornya.”
Syarat-syarat mengenai permohonan pailit sebagaimana terdapat dalam
Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tersebut dapatlah dijelaskan lebih
mendalam sebagai berikut :
Berdasarkan dari Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004, pihak yang dapat
mengajukan pailit adalah seorang debitur yang mempunyai dua atau lebih
krediturnya dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
30
Hakim dan Pengadilan yang dimaksud adalah Hakim dan Pengadilan Niaga, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 7 dan Pasal 300-303 UUK
31
waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dalam Pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya,
kemudian permohonan tersebut dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk
kepentingan umum.
Apabila debitur merupakan bank, maka pernyataan permohonan pailit hanya
dapat dilakukan oleh Bank Indonesia. Apabila debiturnya adalah Perusahaan
Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan
Penyelesaian, maka permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh
Badan Pengawas Pasar Modal. Apabila debiturnya adalah Perusahaan Asuransi,
Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
bergerak di bidang kepentingan publik, maka permohonan pernyataan pailit
diajukan oleh Menteri Keuangan.
Berdasarkan jenis pelunasan piutangnya dari debitur, maka tingkatan
kreditur dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Kreditur Preferen (kreditur istimewa atau privilege) yang terdiri atas :
1) Kreditur Preferen karena undang-undang
Yaitu kreditur yang karena undang-undang diberi tingkatan yang lebih
tinggi daripada kreditur lainnya yang semata-mata karena sifat piutang
yang diatur dalam Pasal 1139 KUHPedata dan Pasal 1149
KUHPerdata.
2) Kreditur Separatis (secured creditor)
Yaitu kreditur yang dapat menjual sendiri benda jaminan seolah-olah
melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debitornya dinyatakan
pailit.
Kreditur pemegang hak jaminan adalah kreditur preferen.
Mariam Darus Badrulzaman menyebutkan sebagai kreditur pemegang
hak jaminan yang memiliki hak preferen dan kedudukannya sebagai
kreditur separatis.32 Perbedaan antara hak dan kedudukan kreditur
yang piutangnya dijamin dengan hak atas kebendaan yaitu haknya
disebut preferen karena ia digolongkan oleh undang-undang sebagai
kreditur yang diistimewakan pembayarannya, sedangkan
kedudukannya adalah separatis karena ia memiliki hak yang terpisah
dari kreditur preferen lainnya yaitu utangnya dijamin dengan hak
kebendaan.33 Dikatakan separatis yang berkonotasi pemisahan karena
kedudukan kreditur tersebut memang dipisahkan dari kreditur lainnya,
dalam arti ia dapat menjual benda sendiri dan mengambil sendiri dari
hasil penjualan yang terpisah dengan harta pailit pada umumnya.34
b. Kreditur Konkuren (unsecured creditor)
Kreditur pemegang hak jaminan ini karena sifat pemilik suatu hak
yang dilindungi secara preferen dapat mengeksekusi seolah-olah tidak
terjadi kepailitan karena di anggap separatis (berdiri sendiri).
Yaitu kreditur yang tidak termasuk dalam kreditur separatis atau golongan
preferen. Pelunasan piutang-piutang mereka dicukupkan dari sisa
32
Mariam Darus Badrulzaman. Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fidusia. (Bandung: PT. Citra Aditia Bakti, 1991). Hal 17
33Ibid. 34
penjualan/pelelangan harta pailit sesudah diambil bagian golongan separatis
dan preferen. Sisa hasil penjualan harta pailit dibagi menurut imbangan
besar kecilnya piutang kreditur konkuren.35
Ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU tidak membedakan jenis-jenis
kreditur yang dapat mengajukan permohonan pailit tanpa terkecuali termasuk
kreditur separatis. Akan tetapi Sutan Remi Syahjeini berpendapat bahwa kreditur
separatis atau kreditur pemegang hak jaminan tidak mempunyai kepentingan
untuk diberi hak mengajukan permohonan pernyataan pailit mengingat kreditur
separatis telahterjamin sumber pelunasan tagihannya, yaitu dari barang agunan
yang dibebani dengan hak jaminan. Apabila seorang kreditur separatis merasa
kurang terjamin sumber pelunasan piutangnya karena nilai hak jaminan yang
dipegangnya lebih rendah daripada nilai piutangnya, dan apabila kreditur separatis
itu menghendaki untuk memperoleh sumber pelunasan dari harta pailit, maka
kreditur separatis itu harus terlebih dahulu melepaskan hak separatisnya, sehingga
dengan demikian berubah statusnya menjadi kreditur konkuren.36
Dalam hukum perdata perbedaan kreditur hanya dibedakan dari kreditur
preferen dengan kreditur konkuren. Kreditur preferen dalam hukum perdata dapat
mencakup kreditur yang memiliki hak jaminan kebendaan dan kreditur yang
menurut undang-undang harus didahulukan pembayaran piutangnya. Akan tetapi
di dalam kepailitan yang dimaksud dengan kreditur preferen hanya kreditur yang
menurut undang-undang harus didahulukan pembayaran piutangnya, seperti
pemegang hak privillage, pemegang hak retensi, dll. Sedangkan kreditur yang
memiliki jaminan kebendaan dalam hukum kepailitan diklasifikasikan dalam
35
kreditur separatis. Dalam hubungannya dengan aset-aset yang digunakan,
kedudukan kreditur preferen sangat tinggi, lebih tinggi dari kreditur yang
diistimewakan lainnya, kecuali undang-undang menentukan sebaliknya. Hal ini
sesuai dengan Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata yang berbunyi: "Gadai dan hipotik
adalah lebih tinggi dari pada hak istimewa kecuali dalam hal-hal dimana oleh
undang-undang ditentukan sebaliknya". Sehingga berdasarkan semua penjelasan
diatas maka kreditur preferen memilikikedudukan yang diistimewakan dimana
kreditur preferen memiliki hak untuk mendapat pelunasan terlebih dahulu dari
hasil penjualan harta pailit berdasarkan sifat piutangnya.
2. Syarat harus ada utang
Syarat lain yang harus dipenuhi bagi seorang pemohon pernyataan pailit
adalah harus ada utang. UU No. 37 Tahun 2004 tidak menentukan apa yang
dimaksudkan dengan utang. Dengan demikian para pihak yang terkait dengan
suatu permohonan pernyataan pailit dapat berselisih pendapat mengenai ada atau
tidak adanya utang. Pihak-pihak yang dimaksud adalah Penasihat Hukum dari
pemohon, Penasihat Hukum dari termohon, dan Majelis Hakim Peninjauan
Kembali.37
a. Menurut Remy Sjahdeini, pengertian utang di dalam UU No. 4 Tahun 1998
yaitu tidak seharusnya hanya diberi arti berupa kewajiban membayar utang
yang timbul karena perjanjian utang-piutang saja, tetapi merupakan setiap Di bawah ini ada beberapa pendapat para pakar hukum mengenai pengertian
utang, yaitu :
37
Pengertian Syarat harus adanya Utang,
kewajiban yang berupa kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada
kreditur baik karena kewajiban untuk membayar sejumlah uang kepada
kreditur, baik kewajiban itu timbul karena perjanjian tidak terbatas, maupun
timbul karena ketentuan undang-undang, dan timbul karena putusan hakim
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.38
b. Menurut Kartini dan Gunawan Widjaja, utang adalah perikatan, yang
merupakan prestasi atau kewajiban dalam lapangan harta kekayaan yang
harus dipenuhi oleh setiap debitur dan bila tidak dipenuhi, kreditor berhak
mendapat pemenuhannya dari harta debitur. Pada dasarnya UU Kepailitan
tidak hanya membatasi utang sebagai suatu bentuk utang yang bersumber
dari perjanjian pinjam-meminjam uang saja.39
Pasal 1 angka (6) menjelaskan pengertian utang sebagai berikut :
Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam
jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing,
baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau
kontijen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib
dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur
untuk mendapat pemenuhannya darta kekayaan debitur.
Berdasarkan defenisi utang yang diberikan oleh UU Kepailitan, jelas bahwa
definisi utang harus ditafsirkan secara luas, tidak hanya meliputi utang yang
timbul dari perjanjian utang-piutang atau perjanjian pinjam-meminjam, tetapi juga
38
Prof. Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Faillissementsverordening Juncto Undang-Undang No. 4 Tahun 1998, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm 110.
39
utang yang timbul karena undang-undang atau perjanjian yang dapat dinilai
dengan sejumlah uang.
3. Syarat cukup utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
Pasal 1 ayat (1) UUK tidak membedakan tetapi menyatukan syarat utang
yang telah jatuh waktu dan utang yang telah dapat ditagih. Pada perjanjian kredit
perbankan, kedua hal tersebut jelas dibedakan. Utang yang telah jatuh waktu
adalah utang yang dengan lampaunya waktu yang ditentukan di dalam perjanjian
kredit itu menjadi waktu dan karena itulah kreditur berhak menagihnya.
Pasal 1angka (6) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang yang mendefenisikan utang adalah kewajiban yang
dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang
Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan
timbul dikemudianhari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau
undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak
kepada kreditor untuk mendapat pemenuhan dari harta kekayaan debitor.
Utang hanyalah jatuh waktu apabila menurut perjanjian kredit atau
perjanjian utang piutang telah sampai jadwal waktunya untuk dilunasi oleh debitor
sebagaimana ditentukan di dalam perjanjian itu. Maka kata-kata di dalam Pasal 1
ayat (1) UUK yang berbunyi “utang yang telah jatuh waktu dan telah dapat
ditagih” diubah menjadi “utang yang telah dapat ditagih” atau “utang yang telah
dapat ditagih baik utang tersebut telah jatuh waktu atau belum”.
Salah satu syarat mengajukan permohonan pernyataan permohonan pailit
seorang kreditur tersebut, harus pula dalam keadaan tidak mampu membayar lebih
dari 50% (lima puluh persen).40
Perkara kepailitan PT. Telkomsel telah dijelaskan dalam putusan perkara
kepailitan No.48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst jo No.704k/Pdt.Sus/2012. Adapun
duduk perkaranya adalah sebagai berikut :41
1. Tanggal 1 Juni 2012 :
Perjanjian Kerjasama yang disetujui antara PT. Telkomsel dan PT. Prima
Jaya Informatika. No. Perjanjian Kerjasama Telkomsel :
PKS.591/LG.05/SL-01/2011 dan No. Perjanjian Kerjasama Prima Jaya
Informatika : 031/PKS/PJI-TD/VI/2011.
2. Perjanjian Kerjasama tersebut berlangsung dari tanggal 11 Juni 2011-1 Juni
2013.
3. Inti Perjanjian Kerjasama tersebut adalah :
a. Telkomsel harus menyediakan voucher isi ulang dan Kartu Perdana
sebesar Rp 5,2 miliyar (lima koma dua miliyar rupiah)
b. Prima Jaya Informatika harus menjual sebanyak 120 juta Voucher,
10jutaKartu Perdana, dan membentuk komunitas Prima sebanyak 10juta
anggota.
4. Tanggal 9 Mei 2012 :
Prima Jaya Informatika melakukan pemesanan produk pada Telkomsel.
5. Tanggal 20-21 Juni 2012 :
40
SyaratPailit,http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://hernathesis.mu ltiply.com/review/item/13(diakses tanggal 30 Januari 2014).
41
Prima Jaya Informatika sekali lagi melakukan pemesanan produk pada
Telkomsel.
6. Telkomsel menolak pemesanan Voucheryang di minta oleh Prima Jaya
Informatika melalui email pada tanggal 21 Juni 2012 karena belum
melakukan pembayaran.
7. Telkomsel berusaha mengadakan mediasi terkait performa terhadap Prima
Jaya Informatika.
8. Prima Jaya Informatika mengajukan permohonan pailit terhadap PT.
Telkomsel pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (No.
48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst).
9. Alasan Prima Jaya Informatika mengajukan permohonan pailit terhadap
Telkomsel adalah sebagai berikut :
Telkomsel mempunyai utang akibat tidak melaksanakan perjanjian
kerjasama yang telah disepakati antara Telkomsel dan Prima Jaya
Informatika dengan menimbulkan kerugian sebesar Rp. 5,3 miliyar (lima
koma tiga miliyar rupiah) pada Prima Jaya Informatika.
10. Dalil pailitnya PT. Telkomsel adalah sebagai berikut :
a. Kreditor I yaitu PT. Prima Jaya Informatika memiliki piutang sebesar
Rp 5,2 miliyar (lima koma dua miliyar) ;
b. Kreditor II yaitu PT. Extend Media Indonesia memiliki piutang sebesar
Rp 40,3 miliyar (empat puluh koma tiga miliyar) ; dan
c. Telkomsel menolak berprestasi (pemesanan II) melalui email tanggal 21
11. Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat menjatuhkan putusan pailit pada
tanggal 14 September 2012.
Amar Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terhadap pailitnya PT.
Telkomsel adalah sebagai berikut :42
1. Mengabulkan permohonan pernyataan pailit pemohon pailit PT. Prima Jaya
Informatika untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Termohon pailit yaitu PT. Telkomsel, pailit dengan segala
akibat hukumnya.
3. Mengangkat dan menunjuk hakim niaga pada Pengadilan Niaga Jakarta
Pusat sebagai Hakim Pengawas dalam proses kepailitan Termohon Pailit
tersebut.
4. Mengangkat dan menunjuk Sdr. Feri S. Samad, S.H., M.H., sebagai Kurator
dalam proses kepailitan Termohon Pailit tersebut.
5. Menetapkan bahwa imbalan jasa (fee) Kurator yang akan ditetapkan setelah
Kurator selesai melaksanakan tugasnya.
Inti pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Agung terhadap kasus
pailitnya PT. Telkomsel (No.704K/Pdt.Sus/2012) adalah sebagai berikut :43
1. Majelis Hakim Pengadilan Niaga, perkara No.
48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst tidak memahami atau sangat keliru dalam
memahami hukum perikatan/perjanjian Indonesia.
42Ibid. 43
2. Majelis Hakim Niaga perkara No. 48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst, tidak
memahami atau sangat keliru dalam mempertimbangkan pengertian utang
dari utang yang telah jatuh tempo dan dapat di tagih.
3. Berdasarkan Pasal 8 ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pengadilan Niaga hanya
berwenang memeriksa dan memutuskan utang yang keberadaanya dapat
dibuktikan secara sederhana.
4. Sangat membingungkan pertimbangan dan cenderung terjadi tindakan
kesemena-menaan hukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga terhadap
adanya kreditur lainnya.
5. Majelis Hakim Pengadilan Niaga tidak dapat menyebutkan dasar hukum
pertimbangan hukum putusannya secara tepat dan benar.
6. Pemohon Kasasi adalah perusahaan telekomunikasi yang sangat sehat dan di
kelola dengan sangat baik yang terus menghasilkan keuntungan dan
berdasarkan laporan keuangan tahun 2011 yang telah di audit dan
membukukan keuntungan sebesar Rp. 12.823.670.058.017,00 (dua belas
triliun delapan ratus dua puluh tiga miliar enam ratus tujuh puluh juta lima
puluh delapan ribu tujuh belas rupiah).
Amar Putusan Mahkamah Agung terhadap pailitnya PT. Telkomsel
(No.704K/Pdt.Sus/2012) adalah sebagai berikut :44
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi, PT.
Telekomunikasi Selular.
2. Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat No.48/Pailit/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst pada tanggal 14 September 2012.
3. Menghukum Termohon Kasasi/Pemohon Pailit untuk membayar biaya
perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini
ditetapkan sebesar Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pailit merupakan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitur
atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo.Kepailitan merupakan sita umum atas
semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan
oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana di atur dalam
Undang-Undang ini.45 Utang merupakan kewajiban yang dinyatakan atau dapat
dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata
uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari,
yang timbul karena perjanjian/UU dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila
tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari
harta kekayaan debitur.46
45
Lihat Pasal 1 angka (1) UUK 46
Lihat Pasal 1 angka (6) UUK
Pasal 2 ayat (1) UUK menjelaskan bahwa debitur yang mempunyai dua atau
lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh
waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas
permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta/keadaan
yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit
Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menjatuhkan pailit kepada PT.
Telkomsel dapat dipertanyakan keabsahannya. Sengketa antara PT. Telkomsel
dan PT. Prima Jaya Informatika terkait purchase order Voucher dan Kartu
Perdana sebenarnya merupakan perkara perdata biasa dan bukan perkara
kepailitan. Pengadilan Niaga sebenarnya tidak berwenang menangani kasus
sengketa Telkomsel dengan Prima Jaya Informatika tersebut.47
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat tidak memiliki kompetensi untuk mengadili
sengeketa perdata. Hal tersebut sebenarnya menjadi kewenangan Pengadilan
Negeri, sehingga yang berhadapan seharusnya adalah pihak Penggugat dan pihak
Tergugat (head to head). Pembuktian kasus purchase order (PO) yang diajukan
oleh pihak PT. Prima Jaya Informatika kepada PT. Telkomsel itu sifatnya
komplek bukan bersifat sederhana, karena bersifat komplek, maka sebenarnya
Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili sengketa kedua pihak dengan
mengacu sepenuhnya pada Perjanjan Kerjasama antara PT. Telkomsel dan PT.
Prima Jaya Informatika. Dari Perjanjian Kerjasama tersebut akan terlihat
berdasarkan fakta, pihak mana yang benar dan pihak mana yang salah.48
PT. Prima Jaya Informatika berusaha membuat opini seolah-olah ini
merupakan perkara kepailitan dengan membawa mitra Telkomsel yang lain yaitu
PT. Extend Media Indonesia, sehingga secara formil dapat memenuhi
syarat-syarat Pasal 2 ayat (1) UUK. Ketentuan itu menyebutkan bahwa bila ada debitur
yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya
47
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat di tagih, dinyatakan pailit dengan
putusan Pengadilan.49
Hal inilah yang menjadi kesalahan dari Hakim Pengadilan Niaga. Hakim
Pengadilan Niaga tidak paham pada syarat formil pengajuan perkara kepailitan
yang mengharuskan adanya dua atau lebih kreditur dan membuat opini bahwa
pembuktiannya bersifat sederhana. Padahal masalah ini adalah pembuktiannya
bersifat komplek yang harus ditangani oleh Pengadilan Negeri sebagai perkara
perdata biasa. Apabila ditangani oleh Pengadilan Negeri, maka kasus ini menjadi
kasus perdata biasa, dan sitanya berlaku sesuai utang yang harus dibayarkan
kepada Prima Jaya Informatika. Namun, apabila ditangani oleh Pengadilan Niaga
sitanya bersifat umum. Pengertian Kepailitan berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUK
adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan
pemberesannya dilakukan oleh seorang Kurator di bawah pengawasan Hakim
Pengawas sebagaimana diatur oleh undang-undang.50
B. Prosedur Permohonan Pailit PT. Telkomsel. Tbk
Pasal 1 angka (7) UU No. 37 Tahun 2004 secara tegas menentukan bahwa :
“Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum.”
Permohonan pernyataan pailit harus diajukan ke Pengadilan Niaga yang daerah
hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor. Kedudukannya
adalah sebagai berikut :51
49Ibid. 50 Ibid. 51
1. Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan
dan atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum debitor.
2. Dalam hal debitor telah meninggalkan wilayah Republik Indonesia,
Pengadilan yang berwenang menetapkan Putusan atas pernyataan pailit
adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
hukum terakhir debitor.
3. Dalam hal debitor adalah persero suatu firma, Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan firma tersebut juga berwenang untuk
memutuskan.
4. Dalam hal debitor tidak bertempat kedudukan dalam wilayah negara
Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atas usahanya dalam wilayah
negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang memutuskan
adalah Pengadilan yang hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor
pusat debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah negara
Republik Indonesia.
5. Dalam hal debitor merupakan badan hukum, maka kedudukan hukumnya
adalah sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasarnya.
Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh seorang Advokat (Pasal 7
UU No. 37 Tahun 2004). Prosedur permohonan pernyataan pailit sebagaimana
ditentukan dalam Pasal 6 adalah sebagai berikut :52
1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan ;
52Ibid
2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal
permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan
tanda terima tertulis yang ditandatangani Pejabat yang berwenang dengan
tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran ;
3. Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi
institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), (4) dan ayat (5) jika
dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat tersebut ;
4. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua
Pengadilan Negeri paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan
didaftarkan ;
5. Dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan
pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan
menetapkan hari sidang ;
6. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan
dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal
permohonan didaftarkan ;
7. Atas permohonan debitor dan berdasarkan alasan yang cukup, Pengadilan
dapat menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat
(5) sampai dengan paling lama 25 (dua puluh lima) hari terhitung sejak
Berdasarkan Pasal 6 UU No. 37 Tahun 2004 diketahui bahwa prosedur
permohonan pernyataan pailit memiliki timeframe yang sangat singkat yang
berbeda dengan peraturan Kepailitan yang lama.53
Kerangka waktu prosedur permohonan pernyataan pailit secara terperinci
dijabarkan dalam Pasal 8 UUK, yaitu :54
1. Pengadilan :
a. Wajib memanggil debitor, dalam hal permohonan pernyataan pailit
diajukan oleh kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas
Pasar Modal, atau Menteri Keuangan ;
b. Dapat memanggil kreditor, dalam permohonan pernyataan pailit yang
diajukan oleh debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk
dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah
terpenuhi.
2. Pemanggilan terhadap debitur dilakukan oleh Jurusita dengan surat kilat
tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang pemeriksaan pertama
diselenggarakan ;
3. Pemanggilan adalah sah dan dianggap telah diterima oleh debitur, jika
dilakukan oleh jurusita sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ;
4. Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau
keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan
pailit telah terpenuhi ;
53Ibid, hlm 69. 54Ibid
5. Putusan atas permohonan pernyataan pailit didaftarkan ;
6. Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaiman dimaksud dalam
ayat (5) wajib memuat pula :
a. Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
dan/atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk
mengadili ; dan
b. Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari Hakim anggota
atau Ketua Majelis.
7. Putusan atas permohonan pernyataan pailit yang memuat secara lengkap
pertimbangan hukum yang mendasari Putusan tersebut harus diucap dalm
‘sidang terbuka’ dan ‘dapat dilaksanakan terlebih dahulu’, meskipun
terhadap putusan itu diajukan suatu upaya hukum.
Apabila seluruh pernyataan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi
semuanya, maka pengadilan akan memberikan putusannya. Tetapi, apabila
ternyata harta pailit tidak cukup untuk membayarkan biaya kepailitan tersebut,
maka Pengadilan atas usul Hakim Pengawas dan setelah mendengar panitia
kreditor sementara apabila ada, sertasetelah memanggil secara sah atau
mendengarkan dari pihak debitur, dapat memutuskan pencabutan pernyataan
pailit.55
Tujuan utama dalam suatu proses di muka Pengadilan adalah untuk
memperoleh putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Akan tetapi setiap
keputusan yang dikeluarkan oleh Hakim, belum tentu dapat menjamin kebenaran
55
secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari kekeliuran dan kehilafan,
bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar kekeliuran dan kehilafan itu dapat
diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan keadilan, terhadap putusan Hakim
itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara yang tepat untuk mewujudkan
kebenaran dan keadilan itu adalah dengan melaksanakan upaya hukum.56
UU No. 37 Tahun 2004 UU Kepailitan dan PKPU sebenarnya tidak ada
diatur tentang upaya hukum secara banding. Hal ini menunjukkan bahwa
berdasarkan dari UU No. 37 Tahun 2004, terhadap suatu perkara kepailitan tidak
dapat diajukan suatu banding tetapi langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung. Pasal 11 UU No. 37 Tahun 2004 mengatur tentang kasasi ke Mahkamah
Agung, yaitu :
Terhadap suatu putusan pencabutan pernyataan pailit tersebut dapat pula
diajukan suatu kasasi dan/atau peninjauan kembali. Apabila setelah pencabutan
pernyataan pailit diucapkan diajukan kembali permohonan pernyataan pailit, maka
debitor atas permohonan wajib membuktikan bahwa ada cukup harta untuk
membayar biaya kepailitan berdasarkan Pasal 19 UU No. 37 Tahun 2004.
57
1. Upaya hukum yang dapat dilakukan terhadap putusan atas permohonan
pernyataan pailit, adalah kasasi ke Mahkamah Agung.
2. Permohonan Kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dalam
jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari tentang sejak tanggal putusan
yang dimohonkan kasasi diucapkan, dengan mendaftarkannya pada Panitera
Pengadilan yang telah memutuskan permohonan pernyataan pailit.
56
Munir, Fuady. Hukum Pailit 1998 dalam Teori dan Praktik, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2002), hlm.20.
57
3. Permohonan Kasasi yang sebagaimana dimaskud dalam ayat (2), selain
dapat diajukan oleh Debitor dan Kreditor yang merupakan pihak pada
persidangan tingkat pertama, juga dapat diajukan oleh kreditor lain yang
bukan merupakan pihak pada persidangan tingkat pertama yang tidak puas
terhadap putusan atas permohonan pernyataan pailit.
4. Panitera mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan yang
bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis
yang ditandatangani Panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal
penerimaan pendaftaran.
Mengenai permohonan kasasi terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) dan (2) UUK
yang mengatakan bahwa Pemohon Kasasi wajib menyampaikan kepada Panitera
Pengadilan memori kasasi pada tanggal permohonan kasasi didaftarkan. Panitera
wajib mengirimkan permohonan kasasi dan memori kasasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada pihak termohon kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah
permohonan kasasi didaftarkan.
Pasal 12ayat (3) menjelaskan bahwa, termohon kasasi dapat mengajukan
kontra memori kasasi kepada Panitera Pengadilan paling lambat 7 (tujuh) hari
setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi sebagaimana dimaksud
ayat (2) dan Panitera Pengadilan wajib menyampaikan kontra memori kasasi
kepada pemohon kasasi paling lambat 2 (dua) hari setelah kontra memori kasasi
diterima. Pasal 12 ayat (4), panitera wajib menyampaikan permohonan kasasi,
memori kasasi, dan kontra memori kasasi beserta berkas perkara yang
bersangkutan kepada Mahkamah Agung paling lambat 14 (empat belas) hari