KAJIAN IMPOTENSI:
AFINITAS RESEPTOR DAN NEUROTRANSMISI
P A D A ARTERIA P U D E N D A
Macaca nemestrina
DISERTASI
oleh :
FRITS AUGUST ICAKIAILATU
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FRITS AUGUST KAKIAILATU. Kajian impotensi: afinitas reseptor dan neurotransrnisi pada arteria pudenda M a c a c a nernestrina
(Dibawah bimbingan TONNY UNGERER sebagai Ketua,
DJOKOWOERJO SASTRADIPRADJA, ARJATMO TJOKRONEGORO,
SLAMET SWONO dan JUHARA SUKRA sebagai Anggota).
Impotensi atau gangguan ereksi (erectile dysfunction) dapat diartikan sebagai ketidakmampuan lax-laki mencapai dan
mernpertahankan ereksi yang cukup kaku untuk persetubuhan yang
memuaskan. Kekakuan dan kelembekan penis sangat tergantung
pada tingkat pengisian darah korpus kavernosum yang pada
gilirannya tergantung pada kondisi relaksasi dan kontraksi otot polos
trabekula jaringan korpus kavernosum. Relaksasi-kontraksi
trabekula ini dipengaruhi oleh beberapa sistem neurotransmisi dan neuromediator antara lain, sistern adrenergik, endotelin dan
prostaglandin untuk kontraksi serta sistem kolinergik dan nitrik
oksida (NO) untuk relaksasi. Data tentang neurofarmakologi ereksi
serta fisiologi korpus kavernosum sudah cukup tersedia. Namun
tidak demikian halnya dengan arteria pudenda, pembuluh proksimal
Pada saat ini sedikit sekali yang diketahui tentang reaktivitas
arteria pudenda. Perubahan diameter (vasodilatasi, vasokonstriksi,
stenosis) dari pembuluh ini merupakan kendala utama pasokan
arterid (arterial in-flow) ke korpus kavernosum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui reaktivitas arteria
pudenda, juga mempelajari neurotransmisi, neuromodulasi dan
distribusi reseptor serta membandingkan respons neurofarmakologik
arteria pudenda dengan korpus kavernosum. Penelitian
dilaksanakan di fasilitas Karantina dan PeneIitian Biomedis Pusat
Studi Satwa Primata, Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor
dan Laboratorium Penelitian Department of Obstetrics and
Gynaecology, National University Hospital, Singapore, dari bulan
Januari 1996 hingga bulan Juli 1996.
Tiga belas Macam netnestrim jantan sehat dengan bobot badan
4-8 kg berumur 4-7 tahun dibius dengan ketamin 1 0 mg/kg BB
intramuskuler (sebagai premedikasi) dilanjutkan dengan
pentobarbital 600 mg intravena. Melalui laparotomi, arteria pudenda
kanan dan kiri sampai masuk ke penis diisolasi, dibebaskan dari
tenunan sekitar dan dikeluarkan dari rongga abdomen. SeIanjutnya
jaringan korpus kavernosum dibebaskan dari tunika albuginea.
Kedua jaringan ini kemudian dimasukkan ke larutan dapar Krebs
Henseleit 40C dalarn terrnos. Spesimen jaringan arteria pudenda dan
korpus kavernosum itu diterbangkam ke Laboratorium Penelitian
Department of Obstetrics and Gyneacology, National University
Hospital Singapore. Disini kedua jaringan tersebut dipotong-potong
menjadi strips berukuran 10x3 mm. Stnps dibentang dalarn
tissue-bath berisi larutan dapar Krebs Henseleit 37012 yang dialiri 0 2
95% dan C 0 2 50h dengan satu ujung diikat pada i s o m e t ~ c force
transducer. Sebelum perlakuan stnp diberi pre-load 1 gram.
Perlakuan terdiri atas uji rangsang listrik dan farmakologik.
Peubah yang diukur adalah relaksasi isometrik. Sebelum
dilaksanakan uji listrik dan uji farmakologik tiap s t r i p diprakontraksi
dengan fenilefrin. Stimulasi listrik dilaksanakan dengan bantuan dua
elektroda platina terpasang sejajar disebelah kiri dan kanan strip sejauh 4-5 mm yang dihubungkan dengan amplifier arus Iistrik dan
stimulator. Arus listrik yang dipakai bertegangan 70-90V; strip dirangsang selama 1-4 msec dengan frekuensi 2-32 Hz. Stimulasi
listrik dilanjutkan dengan pemberian penyekat (antagonis) yaitu
atropin (antagonis asetilkolin), propranolol (antagonis isoprenalin),
L-NOARG (antagonis nitrogliserin) untuk membuktikan pelepasan
(release) asetilkolin, isoprenalin dan nitrogliserin &bat rangsangan
listrik. Pada uji farmakologik neuromodulator yang dipakai adalah
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa stirnulasi listrik
dengan prakontraksi fenilefrin pada frekwensi rendah maupun
sedang menghasilkan relaksasi arteria pudenda dan korpus
kavernosum. Relaksasi ini disebabkan oleh pelepasan nitrik oksida
dan asetilkolin dan berlangsung secara neural, karena dapat disekat
oleh tetrodotoksin. Jaringan arteria pudenda mempunyai cukup banyak reseptor nitrergik, kolinergik dan adrenergik. Demikian juga
pada jaringan korpus kavernosum. Modulasi transrnisi nitrergik lebih
efektif pada jaringan arteria pudenda, sedangkan pada jaringan
korpus kavernosum modulasi transmisi adrenergik lebih dominan.
Efektivitas serta dominasi transmisi pada kedua jaringan ini
masih perlu dikaji lanjut dengan penelitian imuno-sito-kimia.
Disamping itu perlu dilakukan penelitian neuro-fisio-fmakologik
untuk menegaskan keterkaitan ACh dengan N O S yang dapat berupa
nNOS (neural nih'c oxide synthase), eNOS (endothelial mmtnnc oxide
synthase) dan iNOS (inducable nitric oxide synthase]. Informasi ini
akan melengkapi pemahaman tentang neuro-fisio-farmakobgi ereksi
yang diperlukan untuk mengembangkan strategi pengobatan
RECEPTORAL AFFINITY AHD NEUROTRANSMISSION
OF
THE
PUDENDAL ARTERY INTHE
Maccrca n e m e s t r i ~ABSTRACT
Penile erection is preceded by a large inflow of blood into the corpus cavernosum (CC). A major blood vessel responsible for this inflow is the pudendal artery (PA), however, there is very limited information available regarding the reactivity of this blood vessel. This study intends to characterize and compare the neurophannacological responses of PA tissue to those of CC tissue.
Thirteen adult (4-7 years), clinically healthy male M m c a nemestrina (4-8 Kg) were used in the study. The monkeys were anesthetized with Ketamine (10 mg/Kg BW irn) and Pentobarbital (600 mg iv). Following laparotomy, the PA and CC were isolated, dissected, harvested and preserved with a Krebs-Henseleit {KH) solution.
Sfnps (10x3 mm) of PA and CC tissues were placed in an isolated tissue-bath with KH solution (370C, gased with 0 2 95% and
C02 5%). Effects of field stimulation (70-90 V, 1-4 msec, 2-32 Hz) and administration of neurornediators (acetylcholine, isoprenaline, nitroglycerine) and their blockers (atropine, propranolol and L-NOARG) were observed. Responses (isometric relaxation) were measured as percent reduction in phenylephrine pre-contraction.
KAJIAN IMPOTENSI:
AFINITAS RESEPTOR DAN NEUROTRANSMISI PADA ARTERIA PUDENDA
Macaca nemestrina
oleh :
FRITS AUGUST KAKIAILATU
SVT 91540
Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor
pada
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Penelitian : Kajian impotensi : afinitas reseptor dan
. meurotransmisi pada arteria pudenda Maraca netnestrim
Nama Mahasiswa : Frits August Kakiailatu
Nomor Pokok : SVT 91540
Menyetujui :
1. Komisi Penasehat
/---.
/ -
(Prof. Dr. T o m y Ungerer) Ketua
1
'- .
(Prof, Dr. Djokowoejo Sastcadipradja) Anggota
L
(Prof. Dr. H. Slamet Suyono)
Anggo ta Anggota
2. Ketua Program Studi Sains Veteriner am Pascasarjana
' / + ~ d . ,
*(Prof. Dr. H. Masduki Partadiredja)
Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Juli 1936 di Magelang,
sebagai a n a k terakhir dari duabelas bersaudara dari keluarga pensiunan militer masa pra-pemerintahan Republik Indonesia, ayah
Alvaris Willem Kakiailatu (dm) asal Pulau Nusa h u t , Maluku
Tengah dan ibu Augustina Anoi ( d m ) asal Pulau Sangir, Sulawesi
Utara.
Pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah atas
diselesaikan di SMA Kristen Jalan Dago Bandung pada tahun 1957.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan tingkat tinggi
pada Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia tamat pada tahun
1963 dengan gelar dokter. Pendidikan dilanjutkan pada tahun 1967
di Bagian Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
tamat 1972 dengan gelar Ahli Bedah dan dilanjutkan lagi di Afdeling
Urologie, Academisch Ziekenhuis Leiden. Rijksuniversiteit Leiden
tarnat 1975 dengan gelar Ahli Bedah Urologi. Tahun 1982 penulis
mengikuti pendidikan khusus teknik operasi penanaman prostesis
penis di Mayo Clinic, Rochester, Minnesota. Transplantasi Ginjal dan
Imunologi didapatnya lagi pada Academisch Medisch Centrum dari
Pada tahun 1960 sebagai mahasiswa kedokteran penulis
masuk Angkatan Laut RI dengan pangkat Letnan Dua. Setelah
menyelesaikan pendidikan di dalam dan luar negeri tahun 1976
penulis bertugas sebagai konsulen urologi di RS Angkatan Laut
dr. Mintohardjo, R S Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto d m sejak
1983 diangkat menjadi anggota Tim Dokter Ahli Presiden RI di
bidang urologi.
Pada tahun 199 1 penulis bebas tugas dengan hormat dari ABRI
dengan masa bakti 30 tahun tanpa cacad dengan pangkat terakhir
Laksarnana Pertama TNI.
Penulis menikah dengan Toeti Soewardjo dan dikaruniai anak
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang menciptakan langit dan burni beserta isinya, yang dengan kasih setiaNya telah memampukan penulis untuk rnulai dan
mengakhiri tugas ini.
Terima kasih yang tulus ikhlas dan penghargaan setinggi-
tingginya penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Prof.
Dr. Tonny Ungerer selaku ketua Komisi Pembimbing, Bapak
Prof. Dr. Djokowoerjo Sastradipradja, Bapak Prof. Dr. H. Ajatmo
Tjokronegoro, Bapak Prof. dr. H. Slarnet Suyono dan Bapak Prof.
Dr. H. J u h a r a Sukra, masing-masing selaku anggota Komisi
Pembimbing, atas segala bimbingan, nasehat, dorongan semangat
dan kemudahan-kemudahan lain yang telah diberikannya dengan
penuh tanggung jawab d m cinta kasih. Tidak hanya ilmu
pengetahuan yang penulis peroleh dari mereka, tetapi juga sikap
tentang bagaimana agar kehidupan ini lebih bermanfaat dalam misi
menolong yang dalarn kesulitan, sakit, cacad sehingga menganggap
hidup dalarn dunia ini sudah tidak mempunyai arti dan harapan lagi.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga
disarnpaikan kepada yang terhormat Bapak Ketua Tim Dokter Ahli
staf dan seluruh jajaran komandonya atas segala bantuan dan
kemudahan yang memungkinkan penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan karya ilmiah ini dan kepada Angkatan Laut RI khususnya Direktorat Kesehatan terrnasuk Kepala RSAL Mintohardjo yang telah
mendidik penulis sebagai prajurit Saptamarga dan dokter sehingga
dapat mencapai penvira tinggi dan dokter spesialis yang berguna
untuk sesarna, ilmu dan negara.
Kepada yang terhormat Bapak Rektor IPB dan semua Pimpinan
Unit Pelaksana Teknis di fingkungannya, penulis menyarnpaikan
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya, atas segala
bantuan dan berbagai kemudahan yang telah diberikan selama
penulis mengikuti pendidikan disini. Khusus pada Bapak Prof. Dr. Ir.
Edi Guhardja selaku Direktur Program Pascasarjana IPB beserta
stafnya, penulis merasa sangat terkesan dan kagum atas langkah-
langkah kebijaksanaan dalam menyelamatkan masa depan
mahasiswanya dari resiko kegagalan karena batasan waktu studi,
tanpa harus te je b a k dalam degradasi kualitas lulusannya.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada Dr. Dondin Sajuthi beserta stafnya pada Pusat Studi Satwa
Primata Lembaga Penelitian IPB, yang telah memberikan bantuan s
dan kemudahan dalam mendapatkan dan menggunakan seluruh
perangkat untuk meneliti, sehingga penelitian ini dapat terlaksana
dengan baik sekali. Tidak lupa ucapan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya disampaikan kepada Bapak Dr. P.
Ganesan Adaikan beserta stafnya yang telah membantu
melaksanakan penelitian ini di Laboratorium Penelitian Department
of Obstetrics and Gynaecology, National University Hospital,
Singapore.
Terima kasih dan penghargaan setinggi -tingginya disarnpaikan
pada Drs. Harnowo, MSc yang telah ikut rnembantu mengukur,
menghitung hingga mendapatkan hasil dari seluruh data penelitian.
Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada Bapak Ketua Yayasan Beasiswa
Supersemar atas bantuan biaya penelitian, Bapak HiImy Haludin dari
PT Sempati Air yang telah membantu fasilitas penerbangan Jakarta- Singapore hingga seluruh penelitian dapat diselesaikan dan kepada
semua Sahabat yang tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu.
Terima kasih yang tidak terhingga disampaikan pada Guru-
guru yang t e r n memberikan ilmu pengetahuan melestarikan keindahan hidup antar sesarna manusia tanpa memandang suku,
agama, ras dan aliran Prof.dr.Oetama (alm), Prof-dr-Djarnaluddin
( d m ) , Pr0f.Dr.P. J. Donker, Prof.dr.W.L.Furlow dan Pr0f.Dr.R.M. Levin.
Terima kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada rekan-
rekan Alumni Fakultas Kedokteran UI 1963 (EGA) yang telah
mengajar cara hidup bersaudara serta merangsang, menggerakkan
dan mengerjakan karya ilmiah ini dari awaI hingga akhir.
Akhirnya, tetapi bukan berarti terkecil, kepada kedua orang tua Alvaris WilIem Kakiailatu ( d m ) dan Augustina Anoi ( d m ) beserta
segenap saudara kandung disampaikan terima kasih dan
penghargaan setinggi-tingginya yang telah membantu berusaha
untuk mendidik tanpa jemu-jemu pada masa dan pasca revolusi
fisik sehingga penulis dapat mencapai tingkatan setinggi ini yang
telah melebihi apa yang pemah diidamkan.
Terima kasih d m penghargaan yang tak terhingga diucapkan
kepada istriku Toeti dan anak-anakku Arie, Sita dan Rafael yang
dengan setia dan cinta kasih yang tulus mendoakan, mendorong dan mendampingi penulis selarna melanjutkan dan menyelesaikan tugas
ini, penulis mencurahkan rasa haru dan kasih mendalam. Mereka
bukan saja yang terbaik, tetapi juga merupakan sumber inspirasi dan
kekuatan seakan-akan ingin menyeberangi samudra dengan segala
kendala serta bahaya tetap dite gang sehingga mencapai tujuan.
Penulis menyadari sepenuh-penuhnya bahwa karya ilmiah ini
masih terlalu jauh dari kriteria kesempurnaan. OIeh karena itu,
penulis akan sangat berterima kasih kepada sidang pembaca yang
bersimpati memberikan saran-saran demi kesempurnaan karya ini.
Semoga karya ini berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Saya serukan pada sejawat y&g rnenaruh perhatian dalam bidang ini untuk meneruskan proyek kemanusiaan ini.
DAFTAR IS1
Halaman
...
RINGKASAN ii
...
ABSTRACT vi
...
...
RIWAYAT HIDUP
.
.
.
ixUCAPAN TERIMA KASIH
...
xi...
DAFTAR IS1
...
.
.
x v i DAFTAR TABEL ... xviii DAFTAR GAMBAR...
xix...
DAFTAR LAMPIRAN xxi
...
I. PENDAHULUAM 1
Latar B e l a k a n g P e n e l i t i a n
...
1...
Tujuan P e n e l i t i a n 5
...
...
M a n f a a t P e n e l i t i a n
.
.
.
.
.
511. TINJAUAN PUSTAKA..
...
...
A. M a s a l a h i m p o t e n s i d i I n d o n e s i a
B. M e k a n i s m e Ereksi.
...
I . Teori E r e k s i
... .
.
...
...
...
Teori Aristoteles
...
...
Teori S l u i c e...
Teori P o l s t e rTeori Korporo-veno-oklusif
...
2 . F a s e E r e k s i
...
...
F a s e L e m b e k
F a s e Laten..
...
Fase Ereksi Penuh
...
.
.
...
Fase Kaku
...
...
Fase Kempis
3
.
Neuromediator Ereksi...
...
Mediator Kolinergik
Mediator Adrenergik
...
Mediator Peptinergik
...
...
Mediator Nitrergik...
Hormon Ereksi...
.C Gangguan Ereksi
.
...
D Penanggulangan Impotensi
...
111
.
MATERlDAN
METOIIA P E N E L I T I A N...
A Materi Penelitian
...
3 Metode Penelitian
...
I.
Rancangan Percobaan2 . Analisis Data
...
I V
.
H A s I L DABI PEMBAHASAN...
....
...
46 A.
Stimulasi Listrik...
4 6B
.
Neuromodulator...
52C
.
Farrnakoterapi...
69V
.
K E S I M W L A N DAN SARAN...
7 2...
A
.
Kesimpulan 72Halaman
Gambar 1 .
Gambar 2
.
Gambar 3 .
Gambar 4
.
Gambar 5
.
Gambar 6
.
Gambar 7 .
Gambar 8 .
Garnbar 9
.
Gambar 10 .
Gambar 1 1 .
Gambar 12 .
Gambar 13 .
Gambar 1 4
.
Gambar 1 5
.
Gambar 1 6
.
Gambar 17
.
Gambar 18
.
Gambar 19
.
Arteria Pudenda
...
...
Vaskularisstsi korpus kaversosum...
Penampang melintang korpus kavernosum
Mekanisme ereksi : Teori korporo-veno-oklusif
...
Fase ereksi
...
Saraf simpatis, parasimpatis dan somatis
...
penis...
Saraf pusat dan tepi ke penisMekanisme kontraksi dan relaksasi otot polos
trabekula
...
...
Asetilkolin dan pelepasan NO
...
Fe sebagai reseptor NO
Isoform NOS
...
Efek relaksasi otot akibat pengaruh senyawa
vaso-aktif
...
Prostesis penis
...
...
M a c a c a nemestrina (beruk) jantanDiagram peralatan percobaan
...
...
Rancangan perco baan
Relaksasi arteria pudenda dengan stimulasi
...
listrik
Relaksasi arteria pudenda dan korpus
...
kevernosum akibat stimulasi listrik
Efek atropin, propranolol dan L-NOARG pada
Garnbar 20.
Gambar 2 1 .
Gambar 22.
Gambar 23.
Garnbar 24.
Gambar 25.
Gambar 26.
Garnbar 27.
Gambar 28.
Efek atropin, propranolol d m L N O A R G pada
...
korpus kavernosum
Efek tetrodotoksin pada arteria
pudenda..
...
Efek relaksasi, kontraksi dan bi-fasis pada
korpus kavernosum
...
Kontraksi dari PGEl dan ATP pada arteria
...
pudenda..
Relaksasi A C h , ISP dan NTG pada arteria
pudenda..
...
Relaksasi ACh, ISP dan NTG pada korpus
kavernosum.
...
Relaksasi A C h , ISP dan NTG pada arteria
pudenda dan korpus kavernosurn.
...
Dilatasi otot polos korpus kavernosum manusia...
diabetes dan nondiabetesHalaman
Tabel 1 . Susunan larutan dapar Krebs-Henseleit
...
40Halaman
Lampiran 1 . Rataan Relaksasi Arteria Pudenda
...
83Larnpiran 2
.
Sidik Ragam Korpus Kavernosum...
8 5...
Lampiran 3 . Uji Student's t Newman K e u l s 87
...
Lampiran 4
.
Uji Student's t Asetilkolin (ACh) 89...
Lampiran 5 . Uji Student's t Isoprenalin (ISP) 90
...
I. PENDAHULUAN
Latar Bdakang Penelitian
Impotensi atau gangguan ereksi (eredile dysfunction) dapat
diartikan sebagai ketidakmampuan la&-laki untuk mencapai dan
mempertahankan ereksi yang memadai (cukup kaku) bagi
persetubuhan yang memuaskan. Definisi ini adalah yang paling
mutakhir yang ditawarkan International Society for Impotence
Research pada pertemuan dua-tahunannya tanggal 4-7 November
1996 di San Francisco.
Masalah impotensi di tanah air sejak tahun 1981 mulai
diperhatikan serta ditangani secara profesional dengan didirikannya
Proyek Penanggulangan Impotensi di RSPAD Gatot Soebroto dengan
restu Bapak Presiden RI dalarn rangka memperingati Tahun Cacat
Sedunia. Sejak itu banyak Minik impotensi dibuka di beberapa kota
besar di Indonesia. Impotensi patut diwaspadai mengingat gangguan
ini dapat mempengaruhi keadaan jasmani dan rohani individu yang
terserang dan dengan dernikian mempengaruhi kualitas sumber
daya manusia. Angka kejadian di Indonesia diperkirakan sebesar
5- 10%. Angka ini adalah sementara dan dihitung dari jumlah pasien
0
yang berobat di Minik impotensi, infertilitas dan urologi di Jakarta,
Amerika Serikat, National Institute of He&th memperkirakan ada 30
juta penderita impotensi termasuk yang ringan dengan prevalensi 5%
pada umur 40 tahun dan 15%-25% pada urnur 65 tahun atau lebih
(Droller et al., 1993). Krane ef al. (1989) menyatakan bahwa impotensi
terkait dengan usia. Selanjutnya Padma-Nathan dan Gerstenberg
(199 1) menemukan bahwa sensibilitas penis sangat tergantung pada
umur. Melalui studi histologik mereka t e m u h bahwa semakin tua
orang semakin banyak korpus Pacini berdegenerasi dan semakin banyak infiltrasi kolagen dan atropi lapisan kulit.
Sejalan dengan keberhasilan pembangunan di sektor sosio-
ekonomi dan kesehatan diamati bahwa umur harapan orang
Indonesia meningkat dari 63 tahun menjadi 65 tahun (Repelita VI Pidato Presiden RI) d m ini diantisipasi akan berdarnpak pada kejadian penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif yang paling
terkait dengan impotensi adalah aterosklerosis dan diabetes melitus.
Pada diabetes impotensi merupakm komplikasi yang cukup tinggi
prevalensinya. Seperti diketahui komplikasi kronik diabetes
terutama disebabkan kelainan vaskular (makrovaskular dan
mikrovaskular). Patogenesis impotensi pada diabetes terutarna
juga terkait dengan faktor resiko hiperglikemia, hipertensi dan dan
agregasi trombosit pada perokok.
Fungsi ereksi mencakup interaksi kompleks stimulasi lansung
saraf otot polos korpus kavernosum, pelepasan mediator
neurohumoral, faktor kontraksi dan relaksasi endotil yang spesifik. J u g a dipengaruhi modulasi sekunder beberapa neuropeptida dan
modulator vasoaktif nitrik oksida dan rnungkin ATP (Tong et aI.,
1992). Sjostrand dan Klinge (1979), juga Steers dan de Groat (1988)
melaporkan bahwa rangsangan listrik in-vivo pada saraf simpatis
pelvis kelinci, anjing, kucing dan manusia menimbulkan ereksi. Sedangkan rangsangan listrik pada saraf kavernosa menghasilkan
ereksi yang sebagian dihambat dengan pemberian atropin secara
intrakavernosa (Steers dan de Groat, 1988).
Pada manusia pemberian asetilkolin secara intrakavernosa
meningkatkan volume darah penis tanpa ereksi (Stief et aZ.,I989).
Saenz de Tejada (1982) mengemukakan bahwa relaksasi otot polos
kavernosa disebabkan oleh modulasi kolinergik (eksogen) dan
dipengaruhi endothelium derived relaxing factor (endogen). Beberapa
tahun kemudian peran endotelium ditemukan pada otot polos korpus
kavernosum. (Azadzoi et al., 1992). Kemudian Adaikan dan Ratnam
membengkaknya penis hingga menjadi kaku terkait dengan
pengaturan neurofax-makologik. Semua infonnasi ini memberi
petunju k bahwa modulasi neurofmakologik jaringan kavernosa
pen ting bagi mekanisme ereksi.
Data tentang partisipasi mediator neurofarmakologik dalam
ereksi dan fisiologi korpus kavernosum sudah cukup banyak.
Namun tidak demikian halnya dengan arteria pudenda, pembuluh
proksimal pemasok darah utama korpus kavernosum. Data tentang
reaktivitas arteria pudenda termasuk aflnitas reseptor dan
neurotransmisinya belum tersedia. Penelitian ini dilaksanakan
untuk mengetahui afinitas reseptor dan neurotransmisi arteria
pudenda pada M- nemestrina. Hewan coba ini secara filogenik
dekat dengan manusia dan mempunyai penis yang diinervasi oleh
saraf simpatis, parasimpatis dan somatis. Perjalanan ketiga saraf
tersebut dari pleksus pelvis ke penis juga serupa dengan manusia.
Beberapa peneliti berpendapat bahwa efek farmakologik serta modulasi neurotransmisi genitalia primata tidak berbeda dengan
manusia (Walsh dan Donker.1982; Lue et al., 1982 dan Lepor et al.,
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari neurotransmisi
dan afinitas reseptor pada arteria pudenda serta membandingkan respons rnodulasi neurofarmakoIogik arteria pudenda dengan korpus
kavernosum.
Manfaat Penelitian
Montague dan Lakin (1994) mengemukakan bahwa pemasangan penis prostesis masih lebih diminati dibanding cara
penanggulangan impotensi lain seperti pemakaian alat vakum,
operasi arteria maupun vena penis dan f m a k o t e r a p i . Namun
dipihak lain cara ini selain invasif juga cukup mahd bagi penderita
impotensi di Indonesia. Sehubungan dengan itu perlu dicari alternatif
penanggulangan yang efektif dan murah.
Data neurotransmisi serta afinitas reseptor dari arteria
11. T I W J A U A R I PUSTAKA
A. Masalah Impotensi di Lndonesia
Angka kejadian yang pasti dari jumlah penderita impotensi
belum ada di Indonesia, Sejak didirikannya Proyek Penanggulangan
Impotensi tahun 1981 di RSPAD Gatot Soebroto mulai bermunculan
klinik-klinik lain yang mengobati impotensi seperti di Semarang,
Bandung, Surabaya, Denpasar dan Ujung Pandang. Angka kejadian di Minik ataupun rumah sakit kota-kota tersebut belum
menggambarkan angka kejadian yang sebenarnya di Indonesia karena angka tersebut tergantung pada banyak faktor seperti usia, pengaruh psikologik dan &bat tindakan medis. Pengaruh sosio-
kultural seperti adat istiadat, agama dan kemiskinan masyarakat
setempat juga sangat mempengaruhi angka kejadian. Karena faktor- faktor di atas diperkirakan besar angka kejadian impotensi di Indonesia antara 5- 10%.
Usia rata-rata yang menderita gangguan ereksi yang ditanggulangi dengan prostesis penis oleh Kakmda
. .
tu (199 1) adalah50 tahun. Ini sesuai dengan temuan Krane d czl. (1989) yang
mengungkap bahwa gejala impotensi terkait dengan usia. Dengan
meningkatnya tar& hidup karena keadaan sosio-ekonomis yang
yang mengakibatkan makin banyak timbul penyakit karena kelainan
degeneratif seperti diabetes melitus, penyakit jantung, hipertensi d m
merendahnya HDL (Goldstein dan Hatzichrestou. 1994). Keadaan ini
diperkuat dengan analisis Singarimbun (1996) bahwa proporsi
penduduk usia lanjut telah bejurnlah 4% dari seluruh penduduk
Indonesia yang dapat memberi dampak timbulnya problema baru.
Ward (1994) mengungkap bahwa 35% dari penderita diabetes melitus menderita impotensi yang disebabkan oleh bertarnbahnya
umur, adanya neuropati saraf otonom dan berkurangnya aliran
darah ke penis ataupun adanya kebocoran vena sedang Kakiailatu
mendapatkan 39(59%) dari 66 kasus impotensinya yang menderita diabetes melitus. Beberapa peneliti membuktikan bahwa sebab
impotensi pada diabetes adalah karena kelainan neurologik dan
vaskular ditambah dengan beberapa risk fador seperti merokok,
hipertensi dan hiperhpidemia.
B. Meikanhne Ereksi I . T d E s e L c r i
Teoli Aristoteler
T
d
SluicePenelitian Deysach (1939) pada anjing, rusa dan monyet
menunjukkan bahwa ereksi pada hewan tergantung pada panjang
pendeknya tulang penis. Ia mengemukakan bahwa ada tiga macam
ereksi arteria, ereksi vena dan ereksi katub (sluice valve erection).
Ereksi pada hewan yang mempunyai tulang penis panjang adalah
ereksi arteria dan vena. Sedang pada yang bertulang penis pendek
- merupakan ereksi katub. Katub inilah yang berhubungan dengan
vena profunda penis. Bila katub ini tertutup maka aliran balik vena
tertahan dan te rjadilah ereksi.
Teori Polster
Ercolan (18691, von Ebner (1900) dan Conti (1952) menyatakan
bahwa ereksi disebabkan oleh kegiatan kontraksi dan relaksasi bantalan (polster) yang terdapat d d a m vena maupun arteria.
Kontraksi bantalan dalam arteria menyebabkan darah mengalir ke
dalam sinusoid sedang pada relaksasi, bantalan dalam vena menghaIangi darah mengalir keluar.
Teori Korporo-v-o-oklusif
Teori mutakhir dari mekanisme ereksi disebut teori korporo-
oleh hasil pemeriksaan korpus kavemosum secara histologik,
dissecting scanning electron microscope, plastic cast serta hasil
penyuntikan bahan vaso-aktif. Penis rnendapat darah dari arteria pudenda sebagai pemasok darah utarna ke korpus kavernosum penis
(Garnbar 1).
common iliac artery
Sup. g1ut.a.
internal ~ l i a c . a.
inferior glut. a.
int. pudendal a.
deep a. penile artery
arl. of the bulb
urogenilal diaphragm
Gambar 1 . Arteria pudenda (Sumber : Wagner, 198 1)
Sinusoid (lacunar space) mengempis karena otot polos dalarn
sinusoid dan trabekula berkontraksi. Sedang venul antara sinusoid
dan tunika albuginea terbuka ke dalam vena emisaria. Pada waktu
ereksi otot polos trabekula mengendur, sehingga tahanan pembuluh
darah menurun dan darah melalui arteria helisina mengalir ke dalarn sinusoid hingga tekanan mencapai hampir 100 kali dibanding waktu
lembek. Sinusoid bertambah besar dan darah terpe-gkap di
dalamnya.
Hal
ini rnenyebabkan vena yang mengalirkan darah keluarterhdang karena memanjang dan tercekiknya venul antara jaringan
sinusoid yang membesar dan tunika albuginea yang padat dan kaku.
Temyata mekanisme ereksi itu sangat terpengaruh oleh aliran
darah yang masuk dan tekanan yang terjadi dalam korpus
kavemosum. Arteria helisina dan pembuluh-pembuluh darah bentuk
spiral berkelok-kelok asal arteria kavernosa membuka langsung
kedalarn sinusoid seakan-akan berfungsi sebagai kontrol aliran dan tekanan dalarn rongga ini. Konstriksi arteria dalam korpus
kavemosum mengakibatkan te jadinya penurunan aliran dan
tekanan dalam arteria kavernosa dan sinusoid yang mengakibatkan penis menjadi iembek. Tampak pada peristiwa ini arteria helisina
berperan sebagai regulator waktu penis keras dan lembek. Kapasitas
venapun menurun sehingga keadaan ini membuktikan bahwa otot
memainkan peranan penting dalam mekanisrne ereksi (Gambar 2, 3
dan 4)
2. Fase Ereksl
Fase Lembek IJ7uccLd Phase)
Darah mengalir dalam penis cukup untuk memberi nutrien
pada jaringan.
Fase Laten ( L a m P h a s e )
Aliran darah arterial dalam fase ini a d d a h yang paling besar.
Aliran darah bertambah melalui arteria pudenda s e h a sistol dan diastol. Dengan bertambahnya tekanan dalarn korpus kavernosum
maka penis mulai rnembesar dan memanjang.
Fase Bsmglrak e-( Phnsa)
Tekanan intrakorpus kavernosum bertambah, sedang aliran
darah mulai berkurang. Penis rnernbengkak dan memanjang hingga kapasitas maksirnalnya. Setelah tekanan intrakorpus kavernosum
naik melebihi tekanan diastol maka darah mengalir hanya pada
ARTERIAL SUPPLY ,
Camnous a.
VEWOUS RETURN
C.mnous v.
superRd.1-l C. urnnosum
circumfiex v.
Gambar 3. Penampang melintang korpus kavernosum (Sumber : Lue, 1988)
Fase Erelui Pen&
( F u z z
Errection Phcrse)Tekanan intrakorpus kavernosum sudah tidak bertambah dan
dapat mencapai 85% tekanan sistole. Aliran darah dalam arteria
pudenda sekarang lebih kecil dari aliran darah fase bengkak, tetapi
lebih besar dari fase lembek. Tekanan dan volume penis dalam fase ini adalah tetap sehingga aliran arteria dan vena seimbang.
Fase Kaka ( R i g t d Emction P h a s e ]
Pada fase ini terjadi kontraksi otot polos isiokavernosum yaitu
otot seran lintang y m g dikontrol oleh saraf somatis, dan ereksi penuh merupakan suatu ereksi vaskuler yang dikontrol oleh saraf
otonom. Tekanan intrakorpus kavernosum pada saat ini lebih thggi
dari tekanan sistol hingga semuanya ini menyebabkan penis menjadi
kaku. Selarna fase ini tidak ada aliran darah. Fase ini berlangsung
sangat singkat karena kelesuan otot tubuh. Singkatnya fase ini
sesungguhnya mencegah tejadinya isernia dan kerusakan jaringan
karena tidak adanya aliran darah.
Farre Kempir -( Phcwe)
Sesudah terhentinya rangsangan seksual dan terjadinya
ejakulasi maka rangsangan simpatis membuat otot polos dalam
trabekula berkontraksi. Aliran darah te j a d i karena vena membuka
dan arteriol berkontraksi untuk mengeluarkan darah dari ruang
sinusoid. Aliran arteria menjadi berkurang hingga penis berada
dalam fase lembek kembali. Penis menjadi pendek, kecil dan lembek
hingga fase lembek tercapai dengan sempurna (Garnbar 5)
50
.i
3
*
.s$ 9 5
25g " E
3 0 0 200 4 6 W
2 3 %
- =
100
S f
5
=!?
-
0
8V 7 H z
Keterangan : Pudendd 5 V 33Hz N.
1. Fase lembek, 2. Fase laten 3. Fase bengkak
4. Fase ereksi penuh Fase kaku
5. Fase kempis
Gambar 5. Fase ereksi (Sumber : Lue, 1986)
Ereksi tidak akan berlangsung bila te j a d i gangguan pada fase
laten. Karena pada fase laten ini aliran darah dari arteria pudenda
merelaksasi otot polos trabekula. Kebocoran vena kongenital
maupun yang didapat akan mengakibatkan tekanan dalam korpus kavernosum tidak cukup untuk menciptakan ereksi pada fase ini.
8. Neuromediator E r e h i
Ereksi penis merupakan respon fisiologik dan kompleks yang
tergantung pada ke j a sama mekanisme vaskular, neurologik dan
endokrin.
Pengendalian neurohumoral ereksi masih belum jelas tetapi
yang pasti adalah bahwa ereksi dapat te j a d i karena rangsangan
psikogenik maupun refleksogenik saraf hingga suatu vasodilatasi
t e j a d i karena aliran darah dalam jaringan kavernosa bertambah
(Lue, 1982). Yang ber-eran dalarn mekanisme ereksi adalah sistem
saraf pusat dan tiga pasang saraf perifer yaitu saraf simpatis, parasimpatis dan somatis yang mengandung banyak neurotransmiter
(Gambar 6).
Ereksi melalui jalur refleksogenik dimulai karena ada rangsang
dalam jalur parasimpatis di daerah sakral. Jalur ini terdiri dari cabang aferen dalam nervus dorsalis penis serta nervus pudendus
dan cabang eferen yang terdiri dari akson pregangglion yang menjdar dari nervus pelvis ke pleksus pelvis. Sel-sel ganglion dalam pleksus
penis melalui nervus kavernosum. Sedang ereksi psikogenik dimulai
oleh bermacam-macarn rangsangan yang terjadi atau diterima oleh
otak.
M E S E N T E l l C
S U P E R I O R
D O R S A L N E R V E O F P E N I S
Gambar 6. Saraf simpatis, parasimpatis dan somatis penis
(Sumber : d e Groat dan Steers, 1988)
Otakpun juga menerima rangsang dari penis melalui jalur
spinal yang naik. Sedang j d u r spinal yang turun dan yang dikontrol
parasimpatik. Kedua jalur ini yang membuat te jadinya ereksi
psikogenik. J a l u r vasokonstriksi simpatis timbul dari rantai ganglia
paravertebra yang menuju penis melalui nervus pudendus,
hipogastrika dan nervus pelvis (Gambar 7). Mediator
neurofarmakologik dapat berupa mediator kolinergik, adrenergik,
nonadrenergik nonkoIinergik, peptinergik dan nitrergik.
M a t o r Kollnergik
Asetilkolin telah diketahui sebagai transmiter pada sinapsis
ganglia saraf otonom dan bermacam-macarn neuro-efektor junction
postganglia dari saraf parasimpatis. Dalam ganglia, asetilkolin
menyebabkan kontraksi dengan perantara reseptor nikotinik dan
pada pembuluh darah membuat vasodilatasi melalui reseptor muskarinik. Efek vasodilatasi ini beke rja dengan segera pada otot
polos. Studi terakhir membuktikan bahwa rangsang asetilkolin
secara eksogenik dapat merangsang endotil pembuluh darah yang
mengeluarkan endothezium-derived reZ-ng factor ( E D R F ) yang dapat
menghasilkan relaksasi pada otot polos pembuluh darah
(Burnstock, 1986; Furchgott, 1984) (Gambar 8). Tetapi beberapa
penelitian membuktikan bahwa asetilkolin adalah transmiter sakral parasimpatik yang menjalar menuju penis (Krane et al., 1986).
Studi histokirnia menggunakan pewarnaan kolinesterase
memperlihatkan adanya saraf kolinergik dalarn jaringan kavernosa manusia yang mempunyai densitas yang berbeda-beda.
Studi ultrastruktur jaringan kavernosum penis manusia
membuktikan adanya uaricosities yang berisi vesikel jernih kecil yang
Cholineraic
Contraction
&
-
CAMP
-
Relaxation
t
t
l\-
cGMPI
\
Prostaglandins Endothelin Nitric Oxide (NO)
Endothelium
Ach
Gambar 8. Mekanisrne kontraksi dan relaksasi otot polos trabekula
(Sumber : Saenz de Tejada., 1992)
Relaksasi jaringan kavernosum dengan prakontraksi epinefrin
in-vitro dapat disekat oleh atropin. Atropin hanya dapat menyekat
sebagian efek relaksasi dari stirnulasi listrik pada jaringan
kavernosum. Fisiostigmin yang merupakan senyawa anti-
kolinesterase menghambat penghancuran asetilkolin hingga terlihat
efek relaksasi yang bertarnbah pada rangsang listrik (Saenz de Tejada
et al., 1985).
Perusakan endoti1 pembuluh darah dapat mempengaruhi
vasodilatasi, tetapi pada rangsang in-vitro asetilkolin eksogenik dapat
menghasilkan relaksasi jaringan tergantung pada utuhnya endotil
pembuluh darah d m keluarnya EDRF. Efek vasodilatasi EDRF
tergantung pada ramgsang pembentukan enzim guanil siklase yang
merubah GTP menjadi cGMP dalam otot polos. Ini terbukti dari
beberapa data pemeriksaan histokimia bahwa penis mempunyai saraf
kolinergik. Secara fisiologik terbukti bahwa sistem parasimpatis .
rnerupakan efektor utama mekanisme ereksi sedang data
farmakologik menunjukkan bahwa asetilkolin bukan satu-satunya
relaksan untuk menghasilkan ereksi pada manusia. Ternyata
asetilkolin juga berfungsi menghambat pengaruh alfa adrenergik
presinapsis, merangsang saraf nonadrenergik nonkolinergik dan
rnenstirnulasi endotil untuk membentuk EDRF hingga menghasilkan
ereksi. Ini sesuai dengan studi Adaikan dan Ratnarn (1988) bahwa peristiwa mulainya penis membengkak hingga te jadinya ereksi yang
cukup lama terkait dengan empat pengaturan neurofarmakologik.
Pertama yaitu menghilangnya neurotransmisi alfa adrenergik atau
tersekatnya pengaruh alfa adrenergik setempat. Kedua adalah
pelepasan neurotransmiter kolinergik. Ketiga adalah pelepasan
neurotransmiter nonadrenergik nonkolinergik dan yang terakhir
adalah te jadinya relaksasi langsung oleh endothelium-derived
oleh beberapa peneliti sebagai neurotransmiter nonadrenergik
nonkolinergik penghambat otot polos trabekula. Fakta ini telah
dibuktikan dengan pemeriksaan adanya VIP immuwreactive fibers
dalam trabekula (Gu et a l . , 1 9 8 3 ; Polak et al., 1 9 8 1 ) . Semua data ini
memberi petunjuk bahwa kontrol neurofarmakologik jaringan
kavemosa penting bagi mekanisme ereksi.
Mediator Adrenergik
Banyak studi farmakologik dan histokimia tentang pengaruh
sistem saraf adrenergik simpatis pada fungsi penis telah dilakukan.
Terbukti jaringan penis manusia dan monyet mempunyai alfa dan
beta adrenoseptor yang dapat menghasilkan vasokonstriksi dan
vasodilatasi pada pembuluh darah. Alfa reseptor dapat dirangsang
dengan zat adrenergik eksogen atau rnelalui transmiter endogen
dengan rangsang listrik (Sjostrand dan Klinge,1979; Hedlund d m
Anderson, 1985). Sedang beta adrenoseptor hanya dapat dirangsang
dengan rangsang eksogenik saja (Domer et aZ.,1978). Distribusi alfa reseptor sangat penting dalam sistem kontrol pembuluh darah penis.
Telah dibuktikan bahwa alfa reseptor ditemukan pada sinapsis pra
terletak pada postsinapsis saraf yang dapat mernbuat otot polos
berkontraksi (Bumstock, 1986). Diduga bahwa jumlahnya alfa-1
adrenoseptor lebih banyak dalarn pembuluh darah penis. Ini
dibuktikan melalui penelitian in-vitro jaringan kavernosa manusia
bahwa respon kontraksi disebabkan oleh adanya rangsang eksogenik
norepinefrin. Hal ini juga terjadi pada stimulasi listrik yang diperantarai .oleh alfa-2 adrenoseptor ddarn arteri dan alfa-l
adrenoseptor dalam korpus kavernosum (Hedlund dan
Andersson,l985). Alfa-2 adrenoseptor terletak pada terminal saraf
kolinergik dan VIP-ergik yang sangat berperan pada terjadinya
pembengkakan penis, karena norepinefi-in tersekat (Steers ef
d., 1984; Hedlund dan fbdersson, 1985). Pada penderita diabetes melitus ditemukan konsentrasi katekolamin yang dapat meninggi
dalam jaringan kavernosa manusia yang diduga dapat menyebabkan
gangguan ereksi penis. Dalam beberapa studi tentang mekanisme adrenergik ditemukan pembengkakan penis pada penyuntikan suatu
antagonis adrenergik sedang pengempisan penis te j a d i karena suatu
inhibisi presinaptik saraf yang merupakan suatu proses aktif.
Mekanisme vasokonstriksi ini penting karena vasokonstriksi
pembuluh darah membuat penis berada sehari-hari dalam keadaan
Mediator Peptinergik
Penemuan bahwa neuropeptida dapat beke j a sebagai mediator
transmisi nonadrenergik nonkolinergik pada beberapa bagian sistem
saraf perifer marnalia menyebabkan tirnbulnya banyak perhatian untuk meneliti kemungkinan adanya peranan zat ini dalam
mekanisme terjadinya vasodilatasi penis. Senyawa seperti vasoactive
intestinal peptide (VIP), substance P, somastatin, neuropeptide Y dan
endotelin- I telah ditemukan dengan teknik imunositokimia atau
radioimunoesai dalam saraf pembuluh darah penis (Gu et ~1.~1983;
Steers et d., 1984). Diantara macam-macam senyawa ini VIP adalah
senyawa yang banyak diteliti karena dalam peran kehadirannya
sebagai vasodilator dalam saraf simpatis maupun parasimpatis (Bumstock, 1986). VIP ditemukan dalam otot polos trabekula jaringan kavernosa d m pembu fu h darah penis. Konsentrasi VIP merendah pada penderita diabetes melitus [Crow et d.,1983; Gu et d.,1984).
Pada studi ultrastruktur jaringan penis manusia dan hewan dapat
dilihat adanya vesikel VIP yang besar berimpit dengan vesikel
kolinergik yang kecil dan jernih (Steers et aL,1984). Hasil ini terbukti
sama dengan Dail et d.fl986) yang mendapatkslll VIP vesikel pada ganglia dan &son nervus pelvis tikus. VIP juga ditemukan dibagian
lain tubuh yang berfungsi sebagai kotransmiter bersama-sama
dengan asetilkolin. Eksperimen farmakologik dengan menyuntikan
VIP pada penis manusia, monyet dan anjing in-vivo menghasilkan
suatu pembengkakan penis saja (Andersson et al., 1984; Ottsen et
a2.,1984 dan Adaikan et aL,1986). Sedang pemberian VIP secara
intra-arterial pada satu kasus menyekat relaksasi pada penis yang
sangat mungkin disebabkan oleh suatu steal fenomena yang beke rja
vasodilatasi pada pembuluh darah lain diluar penis (de Groat dan
Steers,1988). Pemberian VIP pada jaringan korpus kavernosum
manusia dan monyet dengan prakontraksi norepinefrin in-vitro
menghasilkan relaksasi (Steers et d., 1984; dan Adaikan et al., 1986). Efek VIP dapat disekat oleh VIP anti serum. Konsentrasi VIP dapat naik pada tiap rangsang farmakologik dan psikogenik hingga perlu
diperhatikan bahwa VIP juga dapat naik pada semua organ. VIP dapat merelaksasi otot polos karena efek ini diperantarai oleh siklik
adenosin monofosfat dalarn otot polos yang mengakibatkan
konsentrasi Ca2+ dalarn sel menurun hingga te j a d i suatu relaksasi.
Endotelin- 1 merupakan suatu peptida dalam keluarga
endotelin yang merupakan vasokonstriktor yang kuat. Peptida ini
mempunyai aktivitas sebagai growth faktor yang merangsang
mitogenesis dalam fibroblas, otot polos dan sel endotil. Dalarn endotil pembuluh darah zat ini berperan sebagai suatu hormon parakrin
kavemosum manusia serta dapat menyebabkan dan
mempertahankan kontraksi otot polos korpus kavernosum.
Kemampuan kontraksi zat ini yang diduga dapat mempertahankan
penis dalam keadaan lembek sehari-hari (Saenz de Tejada dan Moreland, 1993).
Meskipun sudah diketahui bahwa papaverin, fentolamin dan
PGEl telah digunakan sebagai senyawa farrnakoterapi tetapi para peneliti khususnya dalam impotensi belum merasa puas hingga
masih juga dicari senyawa yang tidak mengakibatkan fibrosis,
priapismus, nyeri dan penyakit hati. Takahashi et al., (1992) mendapatkan kenaikan aliran arterial dan pertambahan resistensi
vena pada penyuntikkan ATP intrakavernosa anjing yang
menghasilkan ereksi selama satu sampai sebelas menit. Ini dapat
disebabkan oleh ATP sendiri atau dirivatnya. Adenosin adalah suatu
zat endogen tubuh dan metabolit dari ATP yang mempunyai efek
vasodilatasi potensid yang bekerja langsung pada jaringan pembuIuh
darah perifer. Efeknya tidak dipengaruhi oleh EDRF. Adenosin
menaikkan jurnlah CAMP karena mengaktifkan enzim adenil siklase
mengakibatkan terjadinya ereksi penuh pada anjing tergantung dosis
pemberiannya. Adenosin dimetabolisir dalarn tubuh oleh enzim
deaminase (Snyder, 1985; KiIic et aZ.,1994). Stimulasi ATP dapat
menghasilkan kontraksi pada jaringan korpus kavernosum kelinci in-
vitro pada regangan yang rendah (Wu et d.,1993).
Dalam sistem biologi tubuh senyawa purin dapat menyebabkan
kontraksi dan relaksasi tergantung kerja langsung senyawa tersebut
pada reseptor postsinapsis atau memodulasi pengeluaran transmiter
lain melalui reseptor P1 atau P2 yang berlokasi pada pra dan postsinapsis saraf. Mediator purinergik menghasilkan kontraksi
melalui stimulasi reseptor P2 dan relaksasi melalui reseptor P1
(Burnstock dan Brown, 198 1; Burnstock, 1990).
M e d i a t o r IQitrergik
Zat nitrovasodilator mempunyai efek relaksasi pada otot polos
kardiovaskular, otot polos respirasi, otot polos pencernaan, otot polos
saluran kemih dan otot polos rahim (Murad.1992). Yang menjadi
perhatian saat ini adalah adanya efek relaksasi pada pembuluh arteriol dalam jaringan korpus kavernosum penis. Penelitian
mutakhir menyatakan bahwa ereksi penis terjadi melalui suatu
proses sintesa dan pengeluaran zat nitrik oksida (NO) dari neuron-
kavernosa dan pembuluh darah kavernosa penis (Rajfer et aL,1992;
Burnett et al., 1992; Azadzoi et aZ., 1992) (Gambar 9 ) .
0
-
- @MUSCLE CELLS
--
. ,-E
b ENWTHELIAL CELLS - ?,.->-
0
NED TUR ID€)
Garnbar 9 . Asetilkolin dan pelepasan N O (Sumber : Rajfer et aL, 1992)
NO rnenyebabkan te j a d i n y a siklik GMP pada otot polos karena
efek rangsangnya pada enzim guanil siklase. Ini semua akan
menimbulkan serangkaian reaksi yang pada akhirnya menyebabkan otot polos kavernosa dan otot polos pembuluh darah berelaksasi yang
menghasilkan ereksi penis (Burnett et a1.,1992).
Sekarang N O dikenal sebagai zat endothelial-derived relaxing
fador ( E D R F ) yang tersebar diselumh tubuh dan rnernpunyai p e r m
memperbaiki keadaan lapisan endotil yang telah berkurang
fungsinya.
N O dapat dianggap sebagai suatu neurotransmiter yang
'atypical' karena N O mempunyai sifat tidak stabil dan tidak tersimpan dalam vesikel seperti neurotransmiter lainnya. NO terbentuk bila
neuron memerlukannya. Ia menembus membran sel secara difusi
sederhana. Ternyata reseptor N O adalah ion Fe dari heme dalam
pusat enzirn guanil siklase yang akhirnya membentuk siklik GMP
(Snyder dan Bredt, 1992) yang mengakibatkan ion Ca2+ dalam sel otot polos berkurang dan terjadilah relaksasi otot polos (Gambar 10).
Nitrik oksida sintase (NOS) merupakan enzim yang rnerubah
asam amino L-arginin dengan 0 2 menjadi N O dan L-sitrulin. Reaksi
GUMYLYL CYCLASE
GTI
ini mernerlukan beberapa kofaktor, seperti nikotinamid adenin
dinukleotid fosfat dan tetrahidrobioptin. Tiga isofom NOS adalah
inducable NOS (iNOS), neural NOS (nNOS) dan endothelial NOS
(eNOSj. iNOS terdapat dalam makrofag clan te j a d i karena rangsang
endotoksin atau sitokin untuk dapat menghasilkan NO untuk waktu
yang panjang. nNOS berada dalam sel saraf yang dapat menghasilkan NO sebagai neurotransmiter sedang eNOS dikeluarkan oleh sel
endotil yang dapat menghasilkan NO untuk internal waktu singkat (Krane, 1996) (Garnbar 1 1).
ulmlc OXIDE IN PENILE CORPUS CAYERNOSW
NERVE M O O D CELLS
Sintesa NO memerlukan 0 2 . Waktu penis lembek pOa adalah
35-40 mm Hg sedang dalarn ereksi p02 100-110 mm Hg. Kim et al.
(1993) membuktikan bahwa p02 arteria pada awal rangsang penis
sudah naik sebelum tekanan korpus kavemosum naik yang dapat
dipertahankan selarna ereksi berlangsung. Suatu studi in-vitro
membuktikan bahwa produksi NOS dan NO berkurang pada keadaan hipoksia (Azadwi et at., 1996). Ereksi nokturnal selama tidur
pada pria sangat diperlukan untuk sumber 0 2 agar konsentrasi NOS
dan NO tetap dapat dipertahankan jika diperlukan.
Pada awal ereksi otot polos korpus kavernosum berelaksasi
melalui rangsang saraf (nNOS) dan NO yang te rjadi berperan sebagai
neurotransmiter. Aliran darah bertambah serta membawa Oz yang
lebih banyak hingga merangsang terjadinya NO berikutnya dari sel
endotil (eNOS) yang bekerja secara parakrin pada otot polos
kavernosa. Burnett et al. (1995) membuktikan pada tikus dengan
nNOS yang tersekat masih fertil dan masih mempunyai hasrat untuk
kopulasi. Sedang pada sediaan pewarnaan imunologik untuk
eNOS pada tikus nNOS menunjukkan kenaikan eNOS dibanding
kontrol. Terbukti hilangnya nNOS akan diganti selanjutnya oleh
eNOS.
Relaksasi otot polos tidak tergantung pada NO saja karena
stimulasi listrik jaringan korpus kavernosum in-vitro menaikkan
kadar cGMP dan CAMP. M a k a untuk relaksasi diperlukan NO, VIP.
PGE 1 dan neurotransmiter dan neuromodulator lainnya.
Dalarn menentukan strategi penanggulangan maka jalur
pembentukan N O dapat dipergunakan sebagai jurus pengobatan.
Messenger cGMP dan CAMP akan dihancurkan oleh enzim
fosfodiesterase (PDE). Sedang PDE sendiri mempunyai tujuh isofom
dan type V nya itu dapat menghancurkan c G M P dalam penis.
Hormon E r e h i
Davidson et aL, (1988) dalarn studinya pada tikus laki kastrasi
mengobservasi adanya gangguan ereksi terutarna yang dipengaruhi
adalah frekuensi dan larnanya ereksi. Hasrat untuk kopulasi tikus
ikut hilang. Seluruh fungsi ereksi dan hasrat kopulasi akan kembali
bila tikus tersebut diberi testosteron. Tetapi hasrat untuk kopuhsi
tidak kembali bila tikus diberikan dihidrotestosteron. Ternyata
memang diperlukan suatu enzim yang merubah testosteron menjadi
dihidrotestosteron yang sangat berguna untuk fungsi ereksi. Melvin
dan Hamill (1989) menemukan adanya enzim sistem saraf otonom di
ganglia hipogastrika pelvis yang mengontrol sintesa epinefrin dan
asetilkolin yang berpengaruh pada sistem vaskular jaringan
kavernosa. Ini sesuai dengan observasi Quilan et aL, (1989) bahwa
stimulasi listrik pada ganglia tikus normal menaikkan aliran dan
pengisian jaringan kavernosa lebih cepat dari tikus kastrasi. I a
berpendapat bahwa testosteron sangat berpengaruh terhadap respons pengeluaran neurotransmiter saraf parasimpatis. Sistem saraf NANC merupakan jalur utama mediator NO sebagai
neurotransmiter pada penis (Kim et a1,199 1). Hubungan antara
aktivitas NO sintase dan konsentrasi androgen dalam tubuh telah dibuktikan oleh Tillman et al.. (1993) dalam studinya bahwa 51%
penurunan aktivitas NO sintase dalam penis tikus tejadi seminggu
setelah kastrasi. Data ini sesuai dengan data histologik dan fisiologik
Zvara et al., (1995) yang mendapatkan 36% penurunan NO sintase
lima hari pasca kastrasi dan 63% sesudah sepuluh hari. Karena
konsentrasi androgen menurun pada kastrasi maka jurnlah NO sintase pun turun hingga mengakibatkan te jadinya gangguan ereksi
pada laki-laki lanjut usia. Karena tahu bahwa N O itu dikeluarkan
dari ujung saraf melalui NOS bila dibutuhkan maka testosteron dapat
dianggap sebagai salah satu faktor pendukung saraf NANC dalarn penis hingga te Qadi ereksi. Bila jumlah saraf NANC tidak memadai mengakibatkan pengeluaran N O juga tidak cukup hingga memberi
C. Gangguan E r e h i
Gangguan ini dapat te jadi b i b ditemukan kelainan pembuluh
darah pemasok, kelainan s a r d d m endokrin.
Bertambahnya umur akan mempunyai dampak bertambahnya
jumlah kelainan degeneratif seperti diabetes melitus, hipertensi dan
penyakit jantung koroner yang sangat berpengaruh pada fungsi
ereksi manusia. Ward (1994) mengungkap bahwa 35% dari penderita diabetes melitus menderita impotensi yang disebabkan oleh
bertambahnya umur, adanya neuropati saraf otonom dan
berkurangnya aliran darah ke penis ataupun adanya kebocoran
dalarn sistem vena. Kelainan tersebut atas adalah akibat gangguan
makrovaskularisasi, mikrovaskularisasi d m metabolik yang memberi
dampak gangguan fungsi ereksi. Gangguan ini juga ditemukan pada
perokok karena adanya kelainan agregasi tromosit.
Hiperkolesterolernia merupakan juga suatu faktor disamping
diabetes melitus yang dapat menyebabkan terjadinya impotensi.
Dalam suatu percobaan oleh Fahrenkrug (1989) pada hewan
hiperkolesterolemia terbukti bahwa relaksasi EDRF pada otot polos
trabekula terganggu bila dibanding dengan hewan kontrol. Sedang
hiperkolesteroIemia dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit
yang bekerja sebagai neuromodulator merangsang pembentukan
CAMP pada ereksi berkurang.
D. Penanggdangan Impotensi
Penanggulangan impotensi dapat diIakukan dengan
farmakoterapi dan pemakaian prostesis penis. Virag (1982) a d d a h
pelopor dari pengunaan papaverin intrakorpus kavernosum untuk
mengatasi impotensi. Sejak saat itu beberapa senyawa vasodilator
seperti fentolamin dan prostaglandin E l digunakan sebagai obat
untuk mengatasi gangguan ereksi. Papaverin merupakan zat
spasmolitika penyekat nonselektif dari siklik nukleotida difosfoesterase yang mengakibatkan siklik adenosin 3',5' monofosfat
meningkat. Efek sarnping dari senyawa ini adalah timbulnya fibrosis
jaringan kavernosa, priapismus dan kelainan fungsi hepar.
Fentolamin adalah suatu alfa adrenoseptor antagonis kompetitif
yang mempunyai afiiitas sarna terhadap &a-1 dan alfa-2
adrenoseptor. Fentolamin dan papaverin pada hewan coba kanina
memberikan respons relaksasi baik karena kedua senyawa tersebut
menurunkan resistensi aliran masuk arteria sedang papaverin sendiri
menaikkan tahanan keluar vena (Junemann et af., 1986). Pemakaian
kombinasi papaverin, fentolamin dan prostaglandin E l mernberikan
hasil memuaskan tanpa komplikasi.
Pemberian fentolamin secara intrakavernosa pada manusia
tidak memberikan hasil yang memuaskan (Wespes et a1.,1989)
karena dugaan fentolamin sebagai penyekat alfa-2 adrenoseptor
presinaptis mengakibatkan meningkatnya pengeluaran norepinefrin.
Senyawa prostaglandin E 1 rnenghasilkan relaksasi pada jaringan
kavernosa manusia in-vitro dengan prakontraksi norepinefrin hingga
zat ini banyak dipergunakan untuk mengatasi impotensi (Hedlund
dan Andersson, 1985) (Garnbar 12).
CGRP
PGEI, VIP Adenylate
Cyclase
Stimulate
muscle relaxation b
Phosphodiesterase PAPAVERINE
Inhibits
Gambar 12. Efek relaksasi otot akibat pengaruh senyawa vaso-aktif
(Sumber : Holmquist et aI., 1990)
Keunggulan prostaglandin E l adalah bahwa ia kurang
mengakibatkan tejadinya priapismus dibanding relaksan lainnya
karena zat ini dimetabolisir dalarn penis sendiri. Rasa nyeri ditempat suntikan masih ditemui sebanyak 20% dalarn studi Junemann dan
Alken (1989). Sejak mulainya dipakai bahan vaso-aktif seperti
papaverin, fentolamin dan prostaglandin E 1 dalarn bidang diagnostik
dan terapi impotensi (Bennette dan Carpenter, 1991) maka boleh
dikatakan bahwa penanggulangan farmakologik dengan bahan
tersebut a t a s telah membuka tabir terapi baru yang kurang traumatis bila dibanding dengan operasi.
Pemakaian penis prostesis telah dimulai 50 tahun yang lalu
dengan tulang rawan yang dicangkok dalam penis yang hasilnya
kurang memuaskan. Penggunaan bahan sintetik untuk prostesis
dimulai oleh Goodwin dan Scott (1952) yang selanjutnya diteruskan
oleh Jonas dan Jacobi (1980) yang memakai silikon untuk tipe
semirigid prostesisnya dan Furlow (1979) untuk tipe inflatable penile
prostesisnya. Kakiailatu ( 199 1 ) mempunyai pengalaman
pencangkokan 4 1 semi rigid dan 25 inflatable prostesis di RSPAD
Gatot Soebroto dengan hasil yang memuaskan. Beberapa tipe
Penis dan arteria pudenda dipreservasi menurut cara
Soeprapto et a1.(1996) dalam cairan dapar Krebs-Henseleit 40C (Tabel 1) yang siap diterbangkan ke Laboratarium Penelitian Department of
Obstetrics and Gyneacology, National University Hospital, Singapore.
Tabel 1. lasunan laratam dapar Krebs-Senreleit
Glukosa (gram)
NaHC03 (gram)
MgS04-7HzO (ml)
CaCh-2H20 (ml)
Disini arteria pudenda dipotong-potong sepanjang 1 cm. Jaringan ini dipotong Iagi sebagian disisi kanan dan kiri secara transversal hingga pemeriksaan jaringan benar-benar diwakili oleh
otot longitudinal dan yang sirkuler. Jaringan korpus kavernosum
albuginea. Jaringan ini pun dipotong sebesar 10x3 mm. Dengan demikian jaringan yang tersedia adalah 52 potongan arteria pudenda
dan 26 potongan korpus kavernosurn. Potongan jaringan
dimasukkan dalam larutan dapar Krebs-Henseleit 370C yang siap.
untuk dipakai.
2. Mediator f m a k o l o g i k yang dipergunakan untuk uji dilatasi
jaringan adalah asetilkoIin yang merupakan suatu transmiter
muskarinik kolinergik, isoprenalin merupakan beta adrenergik
agonik, nitrogliserin adalah suatu vasodilator nitrergik, prostaglandin
E l merupakan eikosanoid yang dapat menghasilkan vasodilatasi
sistemis dan adenosin trisfosfat (ATP) yang dapat bekeja sebagai
mediator peptinergik. Untuk prakontraksi jaringan yang diuji dipakai
fenilefrin dengan dosis yang telah ditentukan pada dose response
c u r v e untuk mempemudah perhitungan. Untuk menyekat fenilefrin
dipergunakan guanetidin. Jaringan selanjutnya diuji terhadap
relaksan tersebut atas.
3. Stimulasi listrik dipergunakan pada jaringan untuk uji
rangsang jaringan melalui neurotransrniter. Untu