• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penolakan Menjadi Ahli Waris Menurut Hukum Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penolakan Menjadi Ahli Waris Menurut Hukum Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PENOLAKAN MENJADI AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

Yatmi Wulan Sari NIM : 100044219402

Dibawah Bimbingan Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PENOLAKAN MENJADI AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

Yatmi Wulan Sari NIM : 100044219402

Dibawah Bimbingan Pembimbing

Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PENOLAKAN MENJADI AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG – UNDANG HUKUM PERDATA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas syariah dan Hukum Univesitas Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Pada 13 Mei 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada program studi Al - ahwal Al - syakhsiyah (Adminitrasi Keperdataan Islam).

Jakarta, 13 Mei 2009 Mengesahkan,

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP. 150 169 102

2. Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag, MH NIP. 150 285 972

3. Pembimbing I : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA. NIP. 150 169 102

4. Penguji I : DR. KH. A. Djuaini Sukry, LC, MA. NIP. 150 256 969

5. Penguji II : Prof. DR. H. A. Sutarmadi. NIP. 150 031 177

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 Oktober 2008

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat illahi Rabbi atas segala rahmat dan hidayahnya, sholawat tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabatnya.

Penulis bertolak dari satu keyakinan bahwa, atas izin dan petunjuknya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam penulisannya skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan. Karenanya penulis sangat menghargai semua pihak yang dapat memberikan masukan hingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik. Karena itu sudah sepatutnya penulis mengucapkan rasa hormat dan terimakasih, kepada semua pihak yang telah memberikan , dorongan doa dan pengorbanan moril, materil, pada penulis dalam penyelesaian skripsi ini

Akhirnya izinkan penulis untuk menyampaikan rasa terimakasih sebesar besarnya kepada:

(6)

2. Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H, MA. Sebagai Dosen Pembimbing Skripsi dan Drs. Kama Rusdiana Selaku Ketua Dan Sekretaris Program Studi Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Dr. KH. A. Djuaini Sukry, LC, MA. Selaku Penguji I dan Prof. Dr. H. A. Sutamardi Selaku Penguji II

4. Kepada Orang Tua Tercinta, Ayahanda, dan Bunda Yang Telah Memberikan Motivasi Dan Do'a Untuk Penulis Dapat Menyelesaikan Skripsi Ini.

5. Kakak-Kakakku Dan Adik-Adikku, Dan Yang Tersayang Yang Selalu Memberi Semangat Penulis Dalam Mengerjakan Skripsi Ini.

6. Untuk Teman-Temanku dan Semua Pihak Yang Telah Memberikan Semangat Baik Moril Maupun Materi.

Akhirnya Skripsi Ini Kupersembahkan Kepada Insan Akademik Almamater Dan Para Pencari Ilmu, Harapan Penulis Semoga Karya Ilmiah Ini Bermanfaat Dan Dapat Menambah Khazanah Pengetahuan.

Jakarta, Mei 200 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

LEMBARAN PERNYATAAN i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Perumusan Masalah 7

C. Metode Pembahasan 8

D. Sistem Penyusunan 9

BAB II BEBERAPA PENGERTIAN-PENGERTIAN

A. Pengertian Hukum Islam 11

B. Pengertian Hukum Perdata 18

C. Pengertian Kewarisan 21

BAB III KONSEP KEWARISAN HUKUM ISLAM DAN KITAB

UNDANG - UNDANG HUKUM PERDATA

A. Dasar Hukum Kewarisan Menurut Hukum Islam Dan Kitab

Undang - Undang Hukum Perdata 24

B. Sebab - Sebab Mewaris Menurut Hukum Islam Dan Kitab

Undang - Undang Hukum Perdata 37

(8)

Undang - Undang Hukum Perdata 45

BAB IV PENOLAKAN MENJADI AHLI WARIS

A. Penolakan Menjadi Ahli Waris Menurut Hukum Islam 57 B. Penolakan Ahli waris Menurut Kitab Undang - Undang

Hukum Perdata 68

C. Persamaan dan perbedaan penolakan menjadi waris 73

D. Analisis 78

BAB V PENUTUP

A. kesimpulan 84

B. Saran 86

DAFTAR PUSTAKA 87

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses perjalanan kehidupan manusia, diawali dengan kelahiran, hidup dan diakhiri dengan kematian, ketiga peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang tidak dapat dielakkan, apakah melalui prosedur yang sah/tidak, maupun karena perkawinan.

Peristiwa kelahiran seseorang, tentunya akan menimbulkan akibat hukum seperti hubungan hukum dengan orang tua, saudaranya, keluarga, pada umumnya, dan juga timbulnya hak dan kewajiban pada dirinya, peristiwa perkawinan juga menimbulkan akibat hukum yang kemudian diatur dalam hukum perkawinan. Sehingga timbul hubungan hukum berupa hak dan kewajiban antar suami istri, terhadap anak-anak dan pihak-pihak lainnya. Demikian juga peristiwa kematian (meninggal dunia) juga merupakan peristiwa yang menimbulkan akibat hukum terhadap orang lain terutama pada keluarganya dan pihak-pihak tertentu. Pada saat kematian akan timbul persoalan tentang bagaimana harus dilakukan terhadap harta yang ditinggalkan.1

1

Suparman Usman , Ikhtisar hukum waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(10)

Dengan meninggalnya seseorang, segala kewajiban pada prinsipnya tidak beralih kepada pihak lain. Adapun mengenai harta kekayaan beralih kepada pihak lain yang masih hidup yakni orang yang telah ditetapkan sebagai pihak penerima.2

Proses beralihnya kekayaan dari yang meninggal kepada orang yang masih hidup, inilah yang diatur hukum waris.3 Dalam hukum islam, ilmu tersebut dikenal dengan nama hukum waris, Fiqih Mawaris atau Ilmu Faraid.4 Di Indonesia selain waris yang berasal dari syari’at islam dan yang telah di formilkan yakni KHI dikenal juga hukum waris adat dan hukum waris dari kitab undang-undang hukum perdata (Burgelijk wetboek), yang terdapat dalam buku II. Berdasarkan ketiga hukum itu hukum perkawinan dan hukum kewarisan yang menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat.5

Apabila memperhatikan pengaturan dan kedudukan waris yang bersumber pada ketentuan hukum yang berlainan itu, maka akan dapat diketahui baik dari segi perbedaan maupun segi persamaannya dan selanjutnya akan dapat diketahui pula. Bagaimana bagian masing-masing pada ketentuan hukum waris itu mengatur kedudukan harta benda warisan, ahli waris yang menerima dan menolak bagian dan permasalahan waris lainnya.

2

Suparman Usman & yusuf somawinata, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), Cet. Pertama, h. 13

3

Usman, Ikhtisar Hukum Waris, h.49-50

4

Usman & Somawinata, Fiqh Mawaris, h.13

5

(11)

Dalam literatur hukum waris Islam mengatur adanya kelompok atau golongan ahli waris menurut garis keturunannya, masing-masing yang dihubungkan kepada pewaris, seperti ahli waris menurut garis keturunannya masing-masing yang berhubungan dengan pewaris, seperti ahli waris ashabul furudh ( ) dan golongan dzawil arham ( ﺡ ), serta golongan terakhir yaitu waris ‘asshabah ( ).

Sedangkan dalam sistem kewarisan menurut hukum perdata, para ahli waris dapat menentukan salah satu sikap diantara tiga kemungkinan, yaitu :

1. Menerima harta warisan secara penuh dan murni (Zuivere aanvaarding) 2. Menerima harta warisan dengan syarat (Beneficiare aanvaarding) 3. Menolak harta warsan (Verwerpen)

Namun pada kenyataannya. tidak menutup kemungkinan terjadi sikap penolakan atas bagian harta kekayaan itu. Maka penulis mengadakan penilitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedan dan persamaan waris menurut hukum Islam dan kitab undang-undang hukum perdata.

Dalam hukum Islam waris dijelaskan takharuj atau pengunduran diri adalah kesepakatan para ahli waris tentang pengunduran salah seorang atau beberapa orang diantara mereka dari penerimaan warisan setelah menerima prestasi atau imbalan dari salah seorang atau beberapa orang ahli waris lainnya, baik imbalan tersebut berasal dari harta perseorangan maupun dari harta peninggalan itu sendiri.6

6

(12)

Sedangkan dalam pengertian pengunduruan diri memiliki arti perjanjian atau perdamaian para hali waris untuk mengeluarkan atau mengundurkan sebagiannya dari pewarisan, dengan mendapatkan suatu prestasi atau imbalan yang ditentukan. 7

Dalam pasal 1057 kitab undang-undang hukum perdata (Burgelijk wetboek) yaitu “Menolak suatu warisan harus terjadi dengan tegas, dan harus dilakukan dengan suatu pernyataan yang dibuat di kepaniteraan pengadilan negeri, yang dalam daerah hukumnya telah terbuka warisan itu”.8

Dari pasal tersebut, dapat ditarik suatu pengertian bahwa para ahli waris dapat menentukan sikap untuk menolak bagian warisan dari si pewaris dalam bentuk suatu pernyataan kepada kepaniteraan pengadilan negeri setempat dimana warisan itu telah terbuka.

Konsekwensinya ahli waris yang menolak bagian waris tersebut dinyatakan tidak pernah menjadi ahli waris. Hal ini sebagaimana yang telah dinyatakan dalam pasal kitab undang-undang hukum perdata pasal 1058.9

Adapun yang dimaksud dengan penolakan itu sendiri adalah melepaskan suatu hak sebagaimana halnya dengan setiap pelepasan hak lainnya. Mulai berlaku dengan menyatakan kehendaknya pada yang bersangkutan, dalam hal ini ahli waris.10

7

Ibid, h. 152

8

R. Subekti dan R Tjitosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek),

(Jakarta: PT. Pradanya Paramita, 2001), Cet. Ke 30 h. 273.

9

(13)

Bagian warisan ahli waris yang menolak jatuh kepada ahli waris lain yang sedianya berhak atas bagian itu seandainya orang yang menolak itu tidak hidup pada waktu meninggalnya si pewaris dan juga tidak menyebabkan adanya pergantian tempat kepada keturunannya, jika yang menolak itu satu-satunya ahli waris dalam derajatnya atau semua ahli waris menolak, maka semua keturunan dari ahli waris yang menolak itu tampil sebagai ahli waris atas dasar kedudukan mereka sendiri (Vitegen Hoofde) dan mewaris untuk bagian yang sama. 11

Berkenaan dengan penolakan yang terjadi ahli waris tersebut diatas, bila dikolerasikan dengan penjabaran atau objek pembahasan hokum waris Islam, baik menurut persepsi ulama, dan atau menurut ketentuan perundang-undangan yang mengatur perihal kewarisan, terdapat titik-titik perbedaan yang sangat essensial antara keduanya.

Dalam hukum Islam (Fiqih) dijelaskan bahwa pengunduran diri seorang waris dari hak yang dimilikinya untuk mendapatkan bagiannya secara syar’i. Dalam hal ini dia hanya meminta imbalan berupa sejumlah uang atau barang tertentu dari salah seorang ahli waris lainnya atau dari harta peninggalan yang ada.12 Dan dalam hukum perdata menurut pasal 1057 penolakan menjadi ahli waris harus terjadi dengan tegas

10

A. Pitlo. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Belanda. (Jakarta :Penerbit Intermasa, 1986) Cet. Kedua, h.41.

11

Usman, Ikhtisar HUkum Waris Islam, h. 127

12

(14)

dan dilakukan dengan bentuk pernyataan seperti apa yang harus melalui kepeniteraan pengadilan negeri.

Selain itu, perbedaan lainnya terdapat pada segi pengertiannya dalam penolakan memiliki arti melepaskan suatu hak13 Penolakan tidak mempengaruhi legitim (bagian warisan) dari ahli waris lainnya.14 Dan bagian legietieme portienyapun akan hilang15 sedangkan dalam pengertian pengunduran diri memiliki arti perjanjian atau perdamaian para ahli waris untuk mengeluarkan atau mengundurkan sebagiannya dari pewarisan, dengan mendapatkan suatu prestasi atau imbalan ditentukan.16

Dari kesimpulan perbedaan tentang pengertian penolakan menurut hukum Islam dan hukum perdata. Terdapat perbedaan dalam pemberian imbalan. Dalam kewarisan Islam pengunduran diri mendapatkan suatu prestasi atau imbalan yang sudah ditentukan, sedangkan dalam hukum perdata (Burgeljik Wetboek) tidak diatur adanya pemberian imbalan atau prestasi kepada ahli waris yang menolak bagian warisan yang mengundurkan diri untuk menerima bagian warisan, Itulah beberapa permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih jauh, karena kewarisan yang dalam sistem kewarisan perdata (Burgelijk wetboek) dengan kewarisan yang dalam hukum

13

A.Pitlo, Hukum Waris, Jakarta, h.41

14

Ibid, h. 42

15

Efendi Perangin, Hukum waris, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Cet. Keempat, h. 12

16

(15)

Islam terdapat beberapa prinsip dan pembahasan yang bertolak belakang diantara keduanya.

Melihat hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :

“PENOLAKAN MENJADI AHLI WARIS MENURUT HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”

B. Pembatasan & Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasinya hanya pada pembahasan tentang penolakan menjadi ahli waris menurut hukum islam dan kitab undang-undang hukum perdata

2. Perumusan Masalah

Masalah bahasan dalam skripsi ini penulis rumuskan sebagai berikut :

“Baik dalam hukum islam maupun dalam kitab undang-undang

hukum perdata masing-masing berhak menerima bagian waris dari

keluarganya yang mati. Dalam kenyataannya terdapat ahli waris yang

menolak. Mendapat hak waris untuk hal inlahi yang ingin penulis telusuri

dalam skripsi ini. Baik sebab-sebab yang bersangkutan mengundurkan diri

maupun statusnya sebagai ahli waris.”

(16)

1. Apakah sebab-sebab seseorang menolak menjadi ahli waris menurut hukum Islam ?

2. Bagaimana status seseorang ahli waris yang menolak menjadi ahli waris, apa saja sebab penolakan menjadi ahli waris menurut hukum kitab undang-undang hukum perdata?

3. Apa persamaan dan perbedaan tentang penolakan menjadi ahli waris menurut kedua hukum tersebut ?

C. Metode Pembahasan

Metode yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah asas pendekatan deskripsi, yuridis dan komparatif dengan metode kepustakaan (library research).

Metode deskripsi, yaitu pertama penulis menggali bahan-bahan dari buku-buku, naskah dan data-data yang berkaitan dengan pembahasan.

Metode yuridis setelah bahan tersebut terkumpul dan di analisis dan di kaji perspektif hukumnya menurut hukum perdata barat.

Baru kemudian dilakukan pendekatan komparatif (perbandingan) hukum mungkin di terapkan dengan memakai unsur-unsur system hukum sebagai titik tolak pembanding :

a. Struktur hukum, yaitu lembaga hukum

(17)

c. Budaya hukum perangkat nilai yang dianut17

Namun disini penulis hanya membandingkannya dari subtansi hukumnya saja, karena fungsi perbandingan pada hakekatnya menjelaskan persamaan-persamaan terhadap objek diselidiki yang kesemuanya dijelaskan dalam perbandingan sebagai suatu metode baik deskripsi, analisis maupun secara teori yang kemudian dievaluir.18

Adapun teknik penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku pedoman skripsi ini penulis menggunakan buku pedoman skripsi, tesis dan disertai UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Sistematika Penyusunan

Supaya lebih sistematis, skripsi ini disusun dalam (lima) bab pokok pembahasan dengan perincian sebagai berikut :

1). Bab I adalah pendahuluan,berisi latar belakang pemikiran dari judul skripsi, Pembatasan masalah dan perumusan masalah, metode penyusunan skripsi.

2). Bab II berisi penjelasan secara umum pengertian tentang kewarisan, meliputi pengertian hukum islam, pengertian hukum perdata, pengertian kewarisan.

3). Bab III memberikan penjelasan dasar hukum kewarisan, sebab-sebab mewaris dan bagian-bagian ahli waris menurut hukum islam dan kitab undang-undang hukum perdata barat (Burgelijk Wetboek).

17

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normative. (Jakarta : Rajawali, 1980) Cet. Kedua, h101

18

(18)

4). Bab IV memberikan penjelasan tentang penolakan menjadi ahli waris, di dalamnya menjelaskan penolakan menjadi ahli waris menurut hukum islam, penolakan ahli waris menurut kitab undang-undang hukum perdata, serta persamaan dan perbedaan penolakan.

(19)

BAB II

BEBERAPA PENGERTIAN-PENGERTIAN

A. Pengertian Hukum Islam

Untuk dapat memahami pengertian hukum Islam maka terlebih dahulu kita pahami pengertian tentang kata hukum, jika berbicara tentang hukum. Secara sederhana terlintas dalam pikiran kita adalah peraturan-peraturan atau seperangkat norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.19

Dalam konsepsi hukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah swt. Tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lain (hablum minannas) dan benda dalam masyarakat. Akan tetapi hubungan dengan yang lainnya, yaitu hubungan antara manusia dengan tuhan (hablum minallah).20

19

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu dan Tata Hukum Islam diIndonesia,

Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. Kedelapan, h. 38

(20)

Hukum menurut Ahmad Rofiq ialah seperangkat peraturan tentang tindak tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu Negara atau masyarakat yang berlaku dan untuk seluruh anggotanya.21

Sedangkan menurut L.J Van Apeldoorn dalam bukunya pengantar Ilmu Hukum, bahwa adalah seluruh peraturan tingkah laku yang ditetapkan oleh pemerintah.22

Kata hukum yang dipergunakan sekarang dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Hukum (tanpa U antara huruf K dan M). Dalam bahasa Arab artinya norma atau kaidah yakni ukuran. Tolak ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia atau benda.

Dari beberapa pengertian dan penjelasan tentang hukum diatas, maka dapat dsimpulkan bahwa hukum adalah norma atau seperangkat peraturan yang mengatur tungkah laku hubungan manusia dalam masyarakat yang bersifat mengikat dan berlaku bagi masyarakat pada umumnya.

Setelah kita pahami setelah kita pahami arti dari kata hukum, berikutnya kata hukum tersebut di sandarkan kepada kata Islam jika kita telusuri Al-Qur’an dan literature hukum dalam Islam, kata hukum Islam tidak di temukan didalamnya, Islam hanya mengenal kata Syari’ah, Fiqih dan kompilasi hukum Islam.23

21

Ahmad Rafiq. Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. keempat, h. 7

22

L.j. Van Apeldorn. Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta : PT. Pradnya Paramit, 1996), Cet. Ke-26, h. 3

23

(21)

Namun ketiga kata tersebut yaitu syari’ah, fiqih, dan kompilasi hukum Islam seringkali di gunakan untuk menunjukan satu arti yaitu hukum Islam, meskipun antara ketiganya mempunyai perbedaan masing-masing24

Untuk lebih jelasnya perlu diuraikan kata-kata tersebut satu per satu yaitu : a. Syari’ah

Dilihat dari sudut pandang kebahasaan, kata syari’ah mempunyai arti jalan tempat keluarnya air minum. Kemudian bangsa arab menggunakan kata ini untuk konotasi jalan lurus. Maka dalam pembahasan mengenai hukum menjadi bermakna segala sesuatu yang diisyaratkan Allah SWT kepada hamba-hambanya sebagai jalan lurus untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan diakhirat.25

Ulama lain memberi pengertian, syari’ah ialah hukum-hukum yang bersumber dari Allah SWT untuk hamba-hambanya yang oleh seorang rasul baik hukum yang berkaitan dengan cara berperilaku yang dihimpun dalam ilmu fiqih maupun yang berkaitan dengan cara mengadakan kepercayaan yang dihimpun dalam ilmu kalam. Syari’ah juga terkadang disebut dengan pengertian agama.26

24

Umar Syihab, Hukum Islam dan Transpormasi Pemikiran (Semarang : Dina Utama, Semarang, 1996), Cet. Pertama, h. 11

25

Dede Rosyida. Hukum Islam dan pramata Sosial, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Persada, 1993), Cet Pertama, h. 3

26

(22)

Syari’at memuat ketetapan-ketetapan Allah SWT dan ketentuan rasulnya baik berupa larangan maupun perintah meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.27

b. Fiqih

Secara bahasa kata fiqih bermakna sesuatu dan memahaminya dengan baik. Sedangkan menurut istilah adalah mengetahui hukum-hukum syara yang bersifat amaliah yang dikaji dari dalil-dalil secara spesifik.28. secara garis besar isi kitab fiqih meliputi empat bidang, yaitu ibadah, munakahat, muamalah dan jinayah.29

Fiqih di ibaratkan dengan ilmu, karena fiqih itu semacam ilmu pengetahuan, memang fiqih itu tidak sama dengan ilmu secara fiqih itu bersifat zany, karena ia adalah hasil apa yang dapat dicapai melalui ijtihadnya para mujtahid sedangkan ilmu itu mengandung arti suatu yang pasti qath’iy.30

Pada pokoknya perbedaan antara syari’at dan fiqih adalah sebagai berikut :

1. Syari’at adalah wahyu dari Allah SWT, sedangkan fiqih adalah pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syari’at dan hasil dari pemahaman tersebut.

27

Ali, Hukum Islam, h. 41

28

Djamil, Filsafat Hukum Islam.

29

Cik Hasan Bisri. Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. Ketiga, h. 67

30

(23)

2. Syari’at bersifat fundamental dan mempunyai ruang lingkup yang luas. Fiqih bersifat instrumental, ruang lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia yang biasanya di sebut sebagai perbuatan hukum.

3. Syari’at adalah ketetapan Allah dan ketentuan rasulnya karena berlaku abadi. Sedangkan fiqih adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi dan dapat berubah dari waktu ke waktu.

4. Syari’at hanya satu pemahaman, sedangkan fiqih mungkin lebih dari satu pemahaman seperti terlihat pada aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah mazhab atau mazahib.

5. Syari’at menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedangkan fiqih menunjukkan keragamannya.31

c. Nash

“Dan lapangan ijtihad terhadap Nash itu ada yang qath’y ada yang Dzanni, dari segi wurud Qur’an itu Qath’y. sedangkan hadits itu dzanni. Sekalipun Qur’an itu qath’y namun dilalahnya belum tentu qath’y yakin ada yang qath’y dan ada yang dzami. Dalam hal yang qath’y dilalah ada yang masuk kategori ta’abudi yakni yang tidak boleh ditanya tentang apa sebab demikian dank arena apa demikian. Ta’abudi disebut juga dengan istilah ghairu Al-Ma’qul.

Sedangkan yang ta’aquli, yakni yang boleh ditanya apa sebab dank arena apa, istilah ta’aquli ini juga disebut dengan ma’qul yakni yang dapat dirasioalkan.

Sekalipun ta’abudi disebut ghairu ma’qul atau tidak bias dimasuki ijtihad, kalau dilihat dari perjalanan sejarah islam, hal ini banyak sekali dilakukan syaidina umar yang tampaknya semuanya yang bersifat tatbiki, penerapan atau aplikasinya.

31

(24)

Dari yang tersebut diatas berarti yang tidak bias dimasuku ijtihad hanyalah yang qath’y dilalah yang bersifat ta’abudi. Namun ada juga pendapat yang tidak begitu popular yakni pendapat Al-Naim dimana dengan teori nasikh masuknya yang terbalik, yang ta’abudi inipun masih bias dimasuki ijtihad.32

d. Kompilasi Hukum Islam

Beberapa pengertian tentang kompilasi hukum islam adalah sebagai berikut : a. Adalah himpunan bahan-bahan hukum dalam islam suatu buku, atau lebih

tepat yaitu himpunan kaidah-kaidah hukum islam yang disusun secara sistematik selengkapnya mungkin dengan berpedoman pada rumusan kalimat atau pasal yang lazim digunakan dalam peraturan perundang-undangan.33 b. Adalah rangkaian dari berbagai pendapat hukum yang dimbil dari berbagai

kitab, yang ditulis oleh para ulama fiqih yang bias digunakan untuk referensi pada pengedilan agama untuk dan dikembangkan serta dihimpun kedalam satu himpunan.34

Berdasarkan uraian dan penjelasan tentang pengertian diatas, maka jelaslah bahwa yang dimaksud dengan kompilasi Hukum Islam adalah sekumpulan materi hukum islam yang ditulis pasal demi pasal yang berjumlah 229 pasal dari 3 kelompok materi hukum, yaitu Hukum Perkawinan (170 pasal), Hukum Kewarisan termasuk wasiat dan hibah (44 Pasal), dan hukum perwakafan (14 pasal), ditambah satu pasal

32

H.A.Basiq Djalil. Pernikahan Lintas Agama (dalam persfektif Fiqih dan Kompilasi Hukum Islam), Jakarta, penerbit Qulbun Salim, thn 2005 Cet Pertama. h.180-181

33

Tahir Azhari. Kompilasi Hukum Islam sebagai Alternatif :suatu Analisa Sumber-sumber hukum islam, dalam Mimbar Hukum (Jakarta : Al-Hikmah dan DITBINBAPERA, 1991), h.15

34

(25)

ketentuan penutup yang berlaku untuk ketiga kelompok hukum tersebut.35 Ketiga materi hukum tersebut diperlakukan sebagai bahan rujukan dan pedoman bagi para hukum di lingkungan peradilan Agama di Indonesia dalam memutuskan perkara-perkara yang dihadapinya.

Setelah melihat beberapa pembahasan diatas tentang Syari’ah,Fiqih,KHI dan Nash, maka dapat dibedakan pengertian antara,Ssyari’ah,Fiqih, KHI dan Nash sebagai berikut :

1. Pengertian syariah adalah hukum yang bersumber dari Allah SWT berupa ketetapan Allah dan ketetapan rasul, baik berupa larangan maupun perintah meliputi seluruh aspek kehidupan manusia

2. Pengertian Fiqih adalah pemahaman manusia yang merupakan beragam aliran-aliran hukum yang memenuhi syarat tentang syariat yang ruang lingkupnya terbatas dan dapat berubah dari waktu-kewaktu.

3. Kompilasi hukum islam adalah himpunan bahan-bahan hukum islam yang dirangkai dari berbagai pendapat hukum yang diambil dari beberapa kitab yang ditulis oleh ulama fiqih yang digunakan untuk referensi pengadilan kitab yang dikembangkan serta dihimpun kedalam suatu humpunan berupa pasal-pasal yang digunakan dalam perundang-undangan.

4. Nash dari segi wurud Qur’an itu qath’y sedangkan hadits itu dzani qath’y itu dilalahnya ada yang qath’y dan ada yang dzanni dan dzanni itu dilalahnya juga

35

(26)

ada yang qath’y dan dzanni dan nash yang qath’y dilalahnya itu ada yang bersifat ta’abudi dan ada yang bersifat ta’aquli.

B. Pengertian Hukum Perdata

Pada dasarnya hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu hukum public dan hukum privat (hukum perdata). Hukum Public merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur kepentingan umum, sedangkan hukum perdata mengatur kepentingan yang bersifat keperdataan. Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Djojodiguno sebagai terjamahan dari Burgerlijkrecht pada masa penduduk jepang. Disamping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah Civielrecht dan privatrecht.36

Hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan yang mengatur kepentingan antara warga Negara perseorangan yang satu dengan warga Negara perseorangan yang lain.37

Kaidah hukum perdata dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah hukum perdata yang terdapat didalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi,

36

Dune dalam Salim Hs. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (Burgelijk Wetboek), Cet. Kedua, h. 5

37

(27)

sedangkan kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan masyarakat (kebiasaan).38

Subjek hukum dibedakan menjadi dua macam yaitu manusia dan badan hukum. Manusia sama dengan orang karena manusia mempunyai hak-hak subjektif dan kewenangan hukum. Sedangkan badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban.39

Hukum perdata menurut ilmu hukum dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu : a. Hukum tentang diri seseorang

b. Hukum kekeluargaan c. Hukum Kekayaan d. Hukum Warisan

1) Hukum tentang diri seseorang, memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu. 2) Hukum keluarga, mengatur perihal hubungan kekeluargaan, yaitu

perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami-istri, hubungan antara orang tua dan anak, perkawinan dan curatele.

38

Salim Hs. Pengantar hukum Perdata Tertulis, h. 6

39

(28)

3) Hukum kekayaan, mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Kekayaan seseorang yang dimakudkan ialah jumlah segala hak dan kewajiban orang itu dinilai dengan uang.

Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang dan karenanya dinamakan hak mutlak dan hak-hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau suatu pihak yang tertentu saja dinamakan hak perseorangan. Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atau suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.

4) Hukum waris, mengatur hal ikhwal tentang benda atau kekayaan seorang jikalau ia meninggal atau hukum yang mengatur akibat-akibat hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.40

Dari berbagai rumusan diatas, dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum dalam definisi hukum perdata, yaitu :

1. Adanya kaidah hukum (tertulis atau tidak tertulis)

2. Mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain.

3. Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata meliputi hukum orang hukum keluarga, hukum kekayaan dan hukum warisan.41

40

Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata (Jakarta : PT. Intermasa, 1987), Cet ke-21, h. 16-17

41

(29)

C. Pengertian Kewarisan

a. Pengertan Kewarisan Menurut Hukum Islam

Menurut kamus bahasa Arab kata waris merupakan bentuk masdar dari kata yang mempunyai arti mewarisi (harta) bapaknya42 atau mewarisi (harta) dari bapaknya. Sedangkan mewarisi menurut istilah, yaitu menurut T.M Hasby Ash-Shiddieqy ialah harta peninggalan orang yang telah meninggal, yang diwarisi oleh para ahli warisnya.43

Dalam rumusan kompilasi hukum Islam (pasal 171 huruf a) tentang hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggaln (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing. Sedangkan (pasal 171 huruf c) tentang ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris beragama islam yang tidak terhalang karena hukum menjadi ahli waris.44

Faraid ( ) adalah jamak dari faraidah ( )), yang berlaku satu bagian tertentu, jadi faraid berarti beberapa bagian tertentu

42

Ahmad Warson Al-Munawir. Kamus Arab Indonesia Al-Munawir (Yogyakarta : 1984), h. 1655

43

Tm Hasby Ash-Shiddiqey. Fiqih Al-Mawaris (Semarang : PT. Rizki putra,2001), Cet .ketiga, h. 17

44

(30)

Didalam faraid dibahas hal-hal yang berkenaan dengan warisan (harta peninggalan), ahli waris, ketentuan bagian ahli waris dan pelaksanaan pembagiannya.45

Didalam Al-Qur’an Allah berfirman, dalam surat An-Nisa ayat 7 :

!"#

$%

&'

()" *+

,-

"

.

/

"- 01" / 23

4

5

6

&7

4

!"#

$%

&'

()" *+

,-

"

.

/

89 01" / 23

4

$%

'

:;*

0

< '

44=

>?7(@

A

7B !"#

<C4 /E:'

! "#

$

%

& ' (

Artinya : Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan(An-Nissa /4 : 7)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Ilmu Faraid adalah ketentuan-ketentuan bagian ahli waris yang diatur secara rinci di dalam Al-Qur’an.46

Sementara H.Abdullah Siddik Menjelaskan bahwa Ilmu Faraid adalah suatu Ilmu pembagian pusaka seseorang yang meninggal dunia dengan kata lain Ilmu Faraid merupakan suatu Ilmu yang menerangkan ketentuan-ketentuan pusaka yang menjadi ahli waris. 47

45

M.Ali Hasan, Hukum Dalam Islam, Jakarta, PT.Bulan Bintang, 1996, Cet. Keenam,, h. 10

46

Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 1995), Cet. Kedua,, h. 1

47

(31)

b. Pengertian Kewarisan Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek)

Pengertian kewarisan menurut hukum perdata barat (Burgelijk Wetboek) seperti yang dikemukakan oleh Apitlo.

“Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh orang meninggal dunia dan akibat dari pemindahan ini, bagi orang-orang yang memperolehnya baik dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga”.48

Soediman Kartohadiprojo berpendapat bahwa :

“Hukum kewarisan barat adalah bagian kesemuanya kaedah hukum yang mengatur nasib kekayaan seseorang setelah meninggal dunia dan menentukan siapa yang mendapat warisan”49

Dari pengertian diatas dapatlah diartikan bahwa pengertian kewarisan mempunyai arti yang cukup luas meliputi unsur-unsur :

1. Adanya orang yang meninggal dunia yaitu orang yang meninggalkan harta warisan.

2. Adanya orang yang masih hidup yaitu orang yang menurut Undang-Undang atau statement untuk berhak mendapatkan warisan dari orang yang meninggal dunia. 3. Adanya benda yang ditinggalkan oleh pewaris yang pada saat dia meninggal

dunia yang disebut harta warisan atau warisan.50

48

A. Pitlo. Hukum Waris Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda. Terjemahan (Jakarta, Intermassa, 1990) , Cet. Pertama, h. 1

49

(32)

BAB III

KONSEP KEWARISAN ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

A. Dasar Kewarisan Menurut Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

1. Dasar Kewarisan Menurut Hukum Islam

Bagi umat Islam melaksanakan peraturan-peraturan syari’at yang ditunjuk oleh nash-nash yang sharih meski dalam soal pembagian harta pusaka sekalipun adalah suatu keharusan selama peraturan tersebut tidak ditunjuk oleh dalil nash yang lain yang menunjukkan ketidakwajibannya. Padahal tidak ada nash yang demikian itu bahkan didalam surat An-Nisaa ayat 13 dan 14, “Tuhan akan menempatkan surga selama-lamanya orang-orang yang mentaati ketentuan (pembagian harta pusaka)

dan memasukan ke neraka untuk selama-lamanya orang-orang yang tidak

mengindahkannya. 51

Waris adalah bagian dari syari’at Islam, oleh karenanya Islam mengatur secara sempurna masalah-masalah yang berkaitan dengan waris. Al-Qur’an menegaskan secara terperinci ketentuan bagian ahli waris yang disebut dengan

50

Suparman Usman. Ikhtisar Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(Burgelijk Wetboek ) Daud ulum press, 1993), Cet. Kedua, h. 55 51

(33)

Furudul Muqadarah (bagian yang ditentukan) atau bagian ashabah serta orang-orang yang tidak termasuk ahli waris.52

Pokok-pokok hukum waris tercakup dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW, tentang siapa yang berhak untuk saling mewarisi, serta ketetapan berapa besar bagian untuk masing-masing ahli waris dalam menerima harta waris.

a. Al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an pembicaraan mengenai pembagian warisan53 yaitu : ayat tentang hak kewarisan laki-laki dan wanita dari orang tuanya dan kerabatnya seperti dalam Surat An-Nisa ayat 7, yang berbunyi :

!"#

$%

&'

()" *+

,-

"

.

/

"- 01" / 23

4

5

6

&7

4

!"#

$%

&'

()" *+

,-

"

.

/

89 01" / 23

4

$%

'

:;*

0

< '

44=

>?7(@

A

7B !"#

<C4 /E:

! "#

$

%

& ' (

Artinya : Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang Telah ditetapkan.(An-Nissa /4 : 7)

a) Ayat tentang perolehan anak dengan tiga garis hukum, perolehan Ibu/Bapak dengan tiga garis hukum, tentang wasiat dan hutang.

52

Hasbiyallah, Belajar Ilmu Waris, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2007, Cet. Pertama, H. 6

53

(34)

Penjelasan ayat 11

A. Ayat perolehan anak dengan tiga garis hukum :

a. Allah menentukan mengenai pembagian harta warisan untuk anak-anakmu ialah untuk seorang anak laki-laki sebanyak bagian dua orang anak perempuan.

b. Jika anak-anak kamu itu hanya anak perempuan saja dan jumlahnya ada dua orang atau lebih mereka mendapat dua pertiga bagian harta peninggalan.

c. Dan jika anak perempuan itu hanya seorang saja maka baginya seperdua harta peninggalan.

B. Ayat perolehan Ibu/Bapak dengan tiga garis hukum

a. Dan bagi dua orang Ibu/Bapak, masing-masingnya mendapat seperenam dari harta peninggalan kalau si pewaris meninggalkan anak.

b. Maka jika si pewaris tidak meninggalkan anak dan mewarisinya Ibu/Bapaknya maka bagi ibunya sepertiga jika tidak ada baginya saudara. c. Maka jika si pewaris tidak meninggalkan anak tetapi ada baginya saudara

dan mewarisinya Ibu/Bapaknya maka bagi ibunya seperenam.

d. Pelaksanaan pembagian harta warisan termasuk dalam garis hukum a sampai dengan f itu sesudah dibayarkan wasiat dan hutang si pewaris. Seperti firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 11 yang berbunyi :

F 5G

H I

J

KL

M

NOPQ

R *

44=

S

(@T

; U

'

(35)

,M X Y*U#Z3

A

-

[*\

$ 5@

]5

6

^

*_N *\

,M X"`"a/

$ cd *\

*U? ?

"'

()" *+

S

-

e 4

fg"# (@

<h

R

.

4

cd *\

!

&<

A

I

"1i3 4

,V;5G

BR

d. 4

%jk l

&'

m:Rn

$%

'

()" *+

-

e

"- (@

o0 *

p

*

4

A

-

[*\

T

5G"I

o=T

p

*

4

Eo0 4 r

4 4

0d

"14=

&'s6*\

l? tZ

A

-

[*\

"- (@

Eo=*

uh

v

e

&'s6*\

m:Rn

A

@

'

R ?"1

Bw Y

H 4

p

I

wkx

44=

M/y

G

NO5@5"

"1

5

NO5@5"

h7N14=

4

z{

"-4mrfR*+

NOc|I4=

}~" / 4=

N15G*

7?/E"#

A

<wz

I

*\

8•

&'

G

:-

e

T

"- (@

€%

"

U% G

! "#

$

%

& )) (

Artinya : Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (An-Nissa /4: 11)

b) Ayat tentang perolehan duda, janda dan saudara dalam hal kalalah54 dengan dua garis hukum.

54

Kalalah adalah seseorang pewaris yang meninggal dunia dan si pewaris tersebut tidak mempunyai anak maka saudaranya tampl mewaris

(36)

Penjelasan ayat 12 :

A. Ayat perolehan duda dengan dua garis hukum

a) Duda karena suami yang kematian istri mendapat seperdua harta peninggalan istrinya kalau si istri meninggalkan anak.

b) Duda karena suami yang kematian istri mendapat seperempat harta peninggalan istrinya kalau si istri meninggalkan anak.

c) Pelaksanaan pembagian harta warisan termasuk dalam garis hukum a dan b diatas itu sesudah dibayarkan wasiat dan hutang si pewaris.

B. Ayat tentang perolehan janda dengan dua garis hukum

d.) Janda karena istri yang kematian suami mendapat seperempat harta peninggalan suami tidak meninggalkan anak.

e.) Janda karena istri yang kematian suami mendapat seperdelapan harta peninggalan suaminya kalau si suami tidak meninggalkan anak.

f.) Pelaksana pembagian harta warisan termasuk dalam garis hukum d dan e diatas itu sesudah dibayarkan wasiat atau hutang si pewaris.

C. Ayat tentang perolehan kalalah :

g.) Jika ada seorang laki-laki atau seorang perempuan diwarisi secara punah (kalalah) sedangkan baginya ada seorang saudara laki-laki atau seorang saudara perempuan, maka setiap mereka itu memperoleh seperenam.

(37)

h.) Jika ada seorang laki-laki atau seorang perempuan di warisi secara penuh (kalalah) sedangkan baginya ada saudara-saudara yang jumlahnya lebih dari dua orang maka mereka bersekutu untuk a sepertiga.

i.) Pelaksanaan pembagian harta warisan tersebut dalam garis hukum g & h diatas itu sesudah dibayarkan wasiat atau hutang si pewaris

Seperti dalam surat An-Nisa ayat 12 yang berbunyi :

[

NOP‚*

4

!

#

"'

()" *+

NOP‚ƒ.

4/„4=

-

e

T

5G"I

$ cT

p

*

4

A

-

[*\

"-

zQ

…•c*

p

*

4

OP‚d *\

†01‡

$%

'

v ˆQ" *+

A

@

'

R ?"1

Bw Y

H 4

8‰X

H I

c

1

44=

=‰/y

A

…•c*

4

†01‡

$%

'

02/@" *+

-

e

NOT

P‚"I

NO5GT

pR*

4

A

-

[*\

"-

zQ

NOP‚*

p

*

4

$ cd *\

 %tU

$%

'

i5ŠˆQ" *+

A

@

&'

R ?"1

Bw Y

H 4

89 H ?+

c

1

44=

=M/y

G

-

e 4

89 (@

u;ƒ r

a r I

‹*

d zQ

44=

uh4=" /'

Eo=*

4

Υ4=

44=

ug vŽ=

,V;5G

*\

BR

d.

4

%c 7

&'

m:Rn

A

-

[*\

S

K 0# zQ

>*7ˆQ4=

'

B

.*•

fgc*\

m5

zQ >P•

L

M

l? tZ

A

@

'

R ?"1

Bw Y

H 4

Ap6

I

wkx

44=

M/y

>N (Œ

r

z

'

A

<w Y

H 4

v

&'

G

J

4

"’

)

! "#

$

%

& )* (
(38)

dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun. (An-Nissa /4 : 12)

j.) Ayat tentang seseorang yang mendapatkan harta peninggalan dari Ibu/Bapaknya, kerabatnya dan handai taulan seperjanjiannya, seperti dalam surat An-Nisa ayat:33

V;P‚

4

h7\

?

ƒ

L“.

"'

$%

'

()" *+

,-

"

.

/

89 01" / 23

4

A

"My

T

4

fO

R*e"

NOP‚<

% I4=

NO?” ?+

" *\

NOjkv•n !"#

A

:-

e

T

"- zQ

ALd+"

,V;PQ

=5

p(

–RY

c(T

)

! "#

$

%

& ++ (

Artinya : Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan (jika ada) orang-orang yang kamu Telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.(An-Nissa /4 : 33)

k.) Ayat tentang arti kalalah, juga mengenai perolehan saudara-saudara dalam kalalah, seperti dalam surat An-Nisa ayat 176 yang berbunyi :

B"# 02/E"`

h—

,;?

J

NOP‚Y

2/EI

L

M

‹*

d *G/

A

,-

e

S

Œ"m˜N™

Bd

š / *

o0 *

p

*

4

(39)

c?

"I

-

e

NOT

5G"I

h›•œ

p

*

4

A

-

[*\

"2"# (@

,M X"2

</

%cd *\

,-

*U? tU

•EC

()" *+

A

-

e 4

S

K 0# (@

<h

v

e

<{

r

]5

6

^ 4

(@T

*\

; Z

'

VW

,M X Y*]#Z3

G

M

&X"‚I

J

NOP‚*

-4=

S

Ÿ

*+

G

J

4

,V;5G

1

~5

p(

B

"’

)

! "#

$

%

& )', (

Artinya : Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (An-Nissa /4 : 176)

b. Al-Hadits

1. Hadits riwayat muslim

ﺏ . ﺱ0 #123ﺡ

4ﺏ 5 26 7389ﺡ 4ﺏ 3

7:

4ﺏ 329 ; <8= ﺏ0 4

7:

. ﺱ0 > ?

&

@ AB > ? #123ﺡ

&

ﻥ AD . 2E2 3

ﻥ AD

> ? 7F 2 4ﺏ 4 G8ﺏD 4 7F H 4ﺏ 4

9I;

&

> ?

G26 >Jﺱ

J9"? <26ﺱ G86 G26 K26

G26

LM K6

N=D 48ﺏ > 9

7 M 7NO K P6

QM ﺕ 9

<6"; S

(

T

(40)

berkata : bersabda Rosulallah SAW bersabda: bagikanlah harta warisan kepada ahli waris ( Ashabul Furudh ) sesuai dengan ketetapan kitabullah, sisanya kepada keluarga laki-laki yang terdekat ( Ashabah ).55( Riwayat Muslim )5

2. Hadits riwayat muslim :

4ﺏ 4 U8= #123ﺡ VWﺱ 2# J= 7X 29ﺡ 4ﺏ K6 P 3

#123ﺡ

> ? 7F 2 4ﺏ 4 G8ﺏD 4 7F H

&

<26ﺱ G86 G26 K26

G26 >Jﺱ > ?

&

WYﺏ 9 Z6=Pﺏ

JY D

[JZ

7 M 7NO K

<6"; S

(

,

Telah menceritakan kepada kami Abdul A’la bin Hamid dan dia dari bangsa \Narsiy\ telah bercerita pula kepada kami Wuhaib dari ibnu thowus dari bapaknya, dari ibnu abbas r.a berkata, Rosulallah SAW bersabda : Bagikanlah harta warisan kepada ahli waris ( yang berhak, dzawil Furudh ), Sedang sisanya kepada keluarga laki-laki yang terdekat ( Ashabah ). ( Riwayat Muslim )56

c. Ijma dan Ijtihad

Ijma dan Ijtihad para sahabat, imam-imam mazhab dan mujtahid-mujtahid kenamaan mempunyai peranan yang tidak kecil terhadap pemecah-pemecah masalah waris yang belum dijelaskan oleh nash-nash yang sharih seperti pembagian muqasamah (bagi sama) dalam masalah Al Jaddu wal-ikhwah (kakek bersama dengan saudara-saudara) kemudian masalah wasiat wajibah, masalah pengangguran dan penambahan bagian ahli waris (auld an rad) masalah garawin dan lainnya.57

2. Dasar hukum kewarisan menurut kitab undang-undang hukum perdata

55

Abi Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairy Al- Naisabury, Shahih Muslim, ( Bairut-Lebanon : ‘Dar ‘Al-Kitab Al-Arabi ) Hadits 4143, h. 671.

56

Abi Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairy Al- Naisabury, Shahih Muslim, ( Bairut-Lebanon : ‘Dar ‘Al-Kitab Al-Arabi ) Hadits 4143, h. 671.

57

(41)

Bahwa cikal bakal kitab undang-undang hukum perdata (Burgelijk Wetboek) pada mulanya berasal dari bangsa romawi. Sejak lebih kurang 50 sebelum masehi, pada waktu itu seorang Raja Romawi Julius Caesar berkuasa di Eropa barat, hukum romawi sudah diperlakukan disana terutama di Prancis dalam perkembangan selanjutnya telah berkuasa terus menyusun hukum nasionalnya, untuk mencapai kesatuan Hukum Perdata (Huku Sipil) mereka. Hal ini telah dirintis sejak Raja Lodewijk XV yang membawa code justianus (Corpus Jueris Cilivis) ke Prancis yang pada waktu itu Corpus Juris Civilis ini. Dianggap sebagai suatu hukum yang paling sempurna.58

Pada waktu Napoleon Bonaparte kemudian dapat menguasai Romawi, Corpus Juris Civilis ini kemudian diasimilasi dengan hukum Islam yang digodok Napoleon Bonaparte di Mesir dengan bantuan seorang syekh Sayukat Al-Azhar dengan mempergunakan Kitab Fiqih Abdullah Asy-Syargawi (1737-1812), dibantu oleh tim khusus Perancis yang ditunjuk oleh Napoleon Bonaparte, yaitu Portalis Fronchets Biqot de preamencu, maka tidak salah kiranya Hasbullah Bakri mengatakan bahwa Bueelijk Wetboek (Kitab Undang-undang hukum perdata) barat yang dibawa oleh pemerintah Hindia Belanda ke Indonesia berdasarkan asas Konkordasi itu suatu

58

(42)

penjiplakan dari hukum fiqih Islam yang berdasaran Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW.59

Perkembangan selanjutnya dalam tahun 1810, Negara Belanda dikuasai oleh Perancis di bawah Napoleon Bonaparte, dan pada tahun 1811 Code Civil Prancis seperti halnya juga Code de Penal dan Code du Commerce (Hukum Pidana dan Hukum Dagang Prancis) diperlukan pula di negeri Belanda.60 Berdasarkan asas konkordasi akhirnya diberlakukan pula di Indonesia.61

Meresmikan diberlakukannya di Hindia Belanda (Indonesia) itu dikeluarkanlah pengumuman Pemerintah Hindia Belanda tanggal 30 April 1847, Nomor 23 yang baru mulai berlaku pada tanggal 1 mei 1848.62

Adapun kitab Undang-undang hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), terutama pasal 528, tentang hak mewarisi diidentikkan dengan hak kebendaan, sedangkan ketentuan dari pasal 584 KUHPdt, menyangkut hak waris sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak kebendaan.63 Oleh karenanya ditempatkan dalam buku ke

59

Hasbullah Bakri dalam Idris Ramulyo. Perbandingan Umum Kewarisan Islam di peradilan agama dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata di peradilan negeri, (Jakarta : Pedoman Ilmu, 1992), h. 157-158

60

M. Idris Ramulyo. Beberapa Masalah Pelakanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat, Jakarta, Sinar Grafika, 1996, cet. Kedua, h. 11

61 Ibid

62 Ibid

63

(43)

IIKUHPdt (tentang benda)64. Jadi keseluruhan pokok dasar hukum kewarisan perdata ini tercantum dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berupa pasal-pasal.

Menurut statsblad 1952 Nomor 415 jo 447 yang telah diubah, ditambah dan sebagainya terakhir dengan S.1929 No.221 pasal 131 jo. Pasal 163, hukum kewarisan yang diatur dalam KUHPdt tersebut diberlakukan bagi orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang-orang Eropa tersebut.65

Dengan Statsblad 1917 No.129 jo. Staatsblad 1928 No.557 hukum kewarisan dalam KUHPdt diberlakukan bagi orang-orang timur asing Tionghoa, dan berdasarkan Staatsblad 1917 No.12 menundukkan diri terhadap Hukum Eropa, maka bagi orang-orang Indonesia mungkin pula menggunakan hukum kewarisan yang terutang dalam KUHPdt dengan demikian maka KUHPdt (Burgelijk Wetboek) diberlakukan kepada :

1. Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan orang Eropa misalnya Inggris, Perancis, Amerika dan termasuk orang-orang Jepang.

2. Orang-orang timur Asia Tionghoa.

3. Orang-orang timur asia lainnya, orang-orang pribumi menundukkan diri.66 Menurut KUHPdt pasat 874, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu: 1. Ahli waris menurut ketentuan Undang-undang; dan

2. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testasmen).

64

Ibid., h. 12

65

Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan, h. 30

(44)

Cara yang pertama dinamakan mewarisi menurut Undang-undang atau “ab intesatto”. Sedangkan cara yang kedua dinamakan mewarisi secara “testamentair”67

Adapun dasar atau sumber hukum kewarisan perdata, ini tertuang dalam KUHP perdata pasal 830, 831, 34, 832, 841 dan 842 yang berbunyi:

1. Pasal 830 BW :

“pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. 2. Pasal 831 BW:

“Apabila beberapa orang antara mana yang satu adalah untuk menjadi warisan yang lain, karena satu mala petaka yang sama atau pada suatu hari, telah menemui ajalnya dengan tak dapat diketahui siapakah kiranya yang mati terlebih dahulu, maka dianggaplah mereka telah meninggal dunia pada detik yang sama, dan perpindahan warisan dari yang satu kepada yang lain tidaklah berlangsung karenanya”.

3. Pasal 834 BW:

“Apabila seorang tampil sebagai ahli waris, mereka berhak menuntut supaya segala apa saja yang termasuk harta peninggalan si peninggal diserahkan kepadanya berdasarkan haknya sebagai ahli waris. Hak penuntut ini menyerupai hak penuntutan seseorang pemilik suatu benda, dan menurut maksudnya penuntutan itu ditunjukkan kepada orang yang menguasai satu benda warisan dengan maksud memilikinya”.

4. Pasal 832 BW :

67

(45)

“Menurut Undang-undang yang berhak menjadi ahli waris ialah, para keluarga sedarah baik sah, maupun luar kawin dan si suami atai isteri yang hidup terlama, semua menurut peraturan-peraturan tertera di bawah ini:

Dalam hal, bilamana baik keluarga sedarah, maupun si yang hidup terlama diantara suami-isteri, tidak ada, maka segala harta peninggalan si yang meninggal, menjadi milik Negara, yang mana berwajib akan melunasi hutangnya, sekedar harga harta peninggalan mencukupi untuk itu.”Pasal 841 BW :

“Pergantian memberi hak kepada seorang yang mengganti, untuk bertindak sebagai pengganti, dalam derajat dan segala hak orang yang diganti”.

5. Pasal 842 BW :

“Pergantian dalam garis lurus ke bawah yang sah, berlangsung terus dengan tiada akhirnya”.

Dalam segala hal, pergantian seperti di atas selamanya diperbolehkan, baik dalam. Hal bilamana beebrapa anak dari yang meninggal mewarisi bersama-sama dengan keturunan seorang anak yang telah meninggal lebih dahulu, maupun sekalian keturunan mereka mewarisi bersama-sama lain dalam pertalian keluarga yang berbeda-beda derajatnya.68

B. Sebab-sebab Mewaris Menurut Hukum` Islam Dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

68

(46)

1. Sebab-sebab Mewaris menurut Hukum Islam.69 a. Karena hubungan perkawinan

Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris) disebabkan adanya hubungan perkawinan antara si mayat dengan seseorang tersebut, yang termasuk dalam klarifikasi ini adalah suami atau si isteri dari si mayat.

b. Karena adanya hubungan darah

Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris) disebabkan adanya hubungan nasab atau hubungan darah/ ini seperti : ibu, bapak, kakek, nenek, anak, cucu, cicit, saudara, anak saudara dan lain-lain.

c. Karena memerdekakan si mayat

d. Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi ahli waris) dari si mayat disebabkan seseorang itu memerdekakan si mayat dari perbudakan, dalam hal ini dapat saja seseorang laki-laki atau seorang perempuan.

e. Karena sesama muslim

Seorang muslim yang meninggal dunia dan ia tidak ada meninggalkan ahli waris sama sekali (punah), maka harta warisannya diserahkan kepada baitul maal dan lebih lanjut akan dipergunakan untuk kepentingan kaum muslimin. 2. Sebab-sebab mewaris menurut KHI :

A. Ahli waris menurut hubungan perkawinan terdiri dari : 1. Janda atau

2. Duda

69

(47)

Apabila ahli waris laki-laki, perempuan secara keseluruhan ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanyalah :

1. Anak (perempuan / laki-laki) 2. Ayah

3. Ibu

4. Janda ata Duda (paal 174 ayat 2 KHI)

B. Ahli waris menurut hubungan darah (Nasabiyah) (pasal 174 ayat 1) ahli waris kelompok ini jumlah keseluruhannya ada 39 orang terdiri dari 21 orang laki-laki dan 18 orang perempuan, ahli waris golongan laki-laki terdiri dari-ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki paman dan kakak, adapun ahli waris golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek. Halangan untuk menerima atau disebut mawaani’al irts adalah tindakan atau hal-hal yang dapat menggugurkan hak-hak seseorang untuk mempusakai beserta adanya sebab-sebab dan syarat-syarat mempusakai. Para ahli waris yang kehilangan hak waris karena adanya mawaani’al irts ini disebut mahrim dan halangannya disebut hirman70

Adapun hal-hal yang dapat menghalangi, yang disepakati ulama ada tiga macam, yaitu pembunuhan, berlainan agama dan perbudakan. Sedangkan yang tidak disepakati ulama adalah berlainan Negara.71

70

Faturrahman. Ilmu Waris, Bandung , Al-Ma’arif , 1981, Cet. Kedua, H. 83

71

(48)

a. Perbudakan (Al-Raqqu)

Perbuatan menjadi penghalang pusaka-mempusakai para faradiyun. Telah bulat pendapatnya untuk menetapkan perbudakan adalah suatu hal yang menjadi penghalang pusaka mempusakai, berdasarkan adanya petunjuk umum dari suatu nash yang shorih yang menafikan kecakapan bertindak seorang budak dalam segala bidang yaitu firman Allah yang termaktub dalam ayat An-Nahl:75.

v~ >z

J

€(*U"'

7RN‚"

<@ ? f%:'

¡{

mr

R/e"I

ALd+"

=5

p(

N 2# D

$

),

&

'T

(

“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun....dst” (An-Nahl /16:75)

.

Mahfum ayat tersebut menjelaskan bahwa budak yang tidak cakap mengurusi hak milik kebendaan dengan jalan apa saja dalam soal pusaka mempusakai terjadi di satu pihak melepaskan hak milik kebendaan dan disatu pihak yang lain menerma hak milik kebendaan.72

b. Pembunuhan (Al-Qatlu)

Jumhur ulama sependapat bahwa pembunuhan pada prinsipnya menghalangi si pembunuh untuk mewarisi harta peninggalan orang yang dibunuh, dengan alasan sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ahmad:

72

(49)

4ﺏ

9 4 7] 2^ﺡ 4 S D 9 4ﺏ N8 9ﺱ0 _#9 JﺏD #123ﺡ

7U8I`

4ﺏ 9 K 0 :

a39 G#ﺏ NO NL? > ? Sb3O 4 G8ﺏD 4

4; a ; G86 NI^ G# G26 Wﺽ

2de

a 2Yﺡ 481 61 Nﺏf

g ی

> ? a 28#1 48Iﺏ D a _O 481 61

QI9ﺱ WbﻥD J Nﺕ Y

iL6LY S3 Jﺏ 3

NLYی

>JYی <26ﺱ G86 G26 K26

G26 >Jﺱ

39ﺡD 3#";

(

*+

Telah menceritakan Kepada kami Abu Mundzir Ismail Bin Umar Saya melihatnya dari hajjaj dari Umar bin Syu’aib dari bapaknya dan kakeknya dia berkata: seorang laki-laki telah membunuh anaknya dengan sengaja maka dilaporkan kepada umar bin Khatab R.a kemudian beliau memberikannya hukuman dengan membayar seratus unta tiga puluh hiqqah, tiga puluh jadzuah dan empat puluh tsaniyah dan berkata : seorang pembunuh tidak berhak mendapatkan harta warisan ( dari orang yang dibunuhnya ) seandainya saja saya tidak mendengar Rosulallah. SAW bahwa seorang ayah itu tidak boleh dibunuh/qishas disebabkan membunuh anaknya maka pasti saya akan membunuhmu.( Musnad Ahmad )23

73

c. Berlainan agama (Khilaaf Al-Diin)

Berlainan agama yang menjadi penghalang saling mewarisi adalah apabila terjadi perbedaan agama yang menjadi kepercayaan antara pewaris dan ahli waris, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

7 jﺏ JﺏD 5

G26 3 JﺏD ﻥ AD

&

329 ; JﺏD 4"

4ﺏ 39ﺡD

7.X

JﺏD k Y9 73; ﺡ KﺏD 4ﺏ

&

F J

KﺏD 4ﺏ 329 ;

F 2I JﺏD #123ﺡ J ? VKﻥ[382

&

4ﺏ 329 ;

7 jﺏ JﺏD #123ﺡ JYIی

&

4 7lی O 4ﺏ 4 7<

JﺏD Kﻥ AD VKﻥ m2

. ﺱ0 4ﺏ 329 ;

4ﺏ ; ﺱD 4 @ 9n 4ﺏ

9 4 748"ﺡ 4ﺏ bK6 4 7 Z` 4ﺏ

G26 >Jﺱ > ? > ? 73یE

-6

<6ﺱ G86 o K

-&

<6"9 g ی [

73

(50)

<6"9

j [

j

p

4 q8 2

K V

e S

KﺏD

<8

(

*%

Telah memberitahukan kepada kami Abu Abdillah Al-Hafidz dan Abu Bakar Ahmad bin Hasan dan abu Muhammad bin Abi Hamid Al-Mughori dan Abu Shodiq Muhammad bin Abi Al-Qawaris As-Shoydalani, mereka berkata : telah menceritakan kepada kami Abu Abbas Muhammad bin Ya’kub telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Ishaq As-Shogoni, telah memberitahukan kepadaku Abu ‘Ashim dari Abu Juhaij dari Ibnu Syihab dari Ali bin Husein dari Amr bin Utsman dari usaman bin Zaid dia berkata : Rosulallah SAW bersabda : “ Orang islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak dapat mewaris harta orang islami ”. ( HR. Bukhori didalam shohih dari Abi ‘ Ashim). 2474

d. Berlainan Negara (Khalifah Al-Darain)

Pengertian Negara adalah suatu wilayah yang ditempati oleh pewaris dan ahli waris, baik berbentuk kerajaan, kesultanan maupun republic. Dan Negara dikatakan berlainan menurut Ibnu Abidin (Facthur Rahman, 1994 ; 106) karena ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Angkatan perangnya berlainan, artinya masing-masing negawa memiliki angkatan bersenjata sendiri.

2. Memiliki kepala Negara berlainan

3. Tidak memiliki ikatan kekuasaan (Ismah) satu sama lain.

Adapun berlainan Negara yang menjadi penghalang saling mewarisi adalah apabila diantara ahli waris dan pewarisnya berdomisili di dua Negara yang berbeda

74

(51)

kriterianya. Namun apabila dua Negara yang berlainan tersebut sama-sama muslim para ulama tidak menjadi penghalang saling mewarisi diantara keduanya.75

Sedangkan Menurut KHI sebagai berikut :

Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempuyai kekuatan hukum yang tetap dihukum karena :

a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris.

b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukumannya yang lebih berat (pasal 173)

2. Sebab-sebab Mewaris Menurut Kitab Undang-undang hukum perdata Seseorang ahli waris mewarisi harta pewaris menurut hukum waris perdata (BW) dengan dua cara, yaitu:

1. Menurut ketentuan Undang-undang

2. Karena ditunjukkan dalam surat wasiat (testament)76

Orang-orang yang berhak mewarisi harta peninggalan seseorang diatur dalam undang-undang. Untuk menetapkan itu, para anggota keluarga si peninggal dibagi dalam berbagai golongan. Jika terdapat orang-orang dari golongan pertama maka itulah yang bersama-sama mewarisi semua harta peninggalah

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal memeberikan pelayanan dan perlindungan warga bagi WNI yang menjadi anak buah kapal (ABK) dan nelayan, KBRI Doha telah melakukan beberapa tindakan

Documented digital cultural heritage by using cloud computing technology, which is done by recording and processing large amounts of data and is stored in

Hal ini menunjukkan bahwa keeratan hubungan antara durasi penggunaan media sosial dengan kualitas tidur pada remaja kelas VIII di SMP Muhammadiyah 1 Yogyakarta

[r]

Laporan akhir yang berjudul “ Perencanaan Pembangunan Gedung Fakultas Ekonomi Bisnis Islam (FEBI) IAIN Raden Fatah Palembang ” selain sebagai salah satu syarat dan tugas

[r]

Diriwayatkan oleh Muslim (Nashif, vol. II, hadits no. Muhammad Utsman Najati).. serta kisah-kisah yang mengandung ibrah yang mampu menjernihkan hati sehingga hati manusia

Ati, Marinta Agustina Waskita. A Set of English Speaking Instructional Material to Enhance Business Presentation Skills for Managers and Supervisors of Public Facility Division II