• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS WACANA PEMBERITAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (PILKADA) KOTA TANGERANG SELATAN 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS WACANA PEMBERITAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (PILKADA) KOTA TANGERANG SELATAN 2010"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Pemberitaan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Tanggerang Selatan Pada Koran Tangsel Pos

Periode 8 – 12 November 2010)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)

Oleh :

Ahmad Fathul Wahab NIM : 104051101930

KONSENTRASI JURNALISTIK

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

(2)
(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 26 Mei 2011

(5)

i

104051101930

Analisis Wacana Pemberitaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (PILKADA) Kota Tanggerang Selatan 2010. Studi Pemberitaan Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Tanggerang Selatan Pada Koran Tangsel Pos Periode 8-12 November 2010

Berita menjadi bagian hidup manusia dalam berinteraksi. Sejak zaman Romawi berita dinyatakan sebagai sebuah peristiwa atau fakta yang secara khusus disistematisasikan atau dijadikan sebuah realitas sosial.

Dalam kenyataanya, realitas sosial memiliki makna ketika dikonstruksi dan dimaknakan secara subjektif oleh orang lain sehingga memantapkan realitas tersebut secara objektif. Demikian halnya proses konstruksi realitas yang dilakukan oleh media, dimana proses tersebut merupakan usaha “menceritakan” sebuah peristiwa atau keadaan.

Realitas tersebut tidak serta merta melahirkan berita, melainkan melalui proses interaksi antara penulis berita, dengan fakta (konstruksi realitas). Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan menggunakan analisis wacana yang mengadopsi model wacana Teun A Van Dijk terhadap teks berita seputar KPUD Kota Tangsel pada Pilkada 2010 di Koran Tangsel Pos Periode 8-12 November 2010. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui konstruksi realitas sosial yang dibentuk dalam teks berita KPUD Kota Tangsel pada Pilkada 2010 di Koran di harian tersebut.

Analisis wacana melihat bagaimana pesan-pesan diorganisasikan, digunakan dan dipahami. Dengan objek berita KPUD Tangsel dan pendekatan kualitatif juga mengadopsi elemen analisis Teun A Van Dijk yaitu struktur makro, superstruktur dan struktur mikro. Kemudian melakukan dokumentasi dan wawancara juga analisa teks, kognisi sosial serta kondisi sosial

Teori Yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Hierarki Pengaruh, karya Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. Model hierarki ini menjelaskan bahwa terdapat lima lapisan atau level yang mempengaruhi isi media, yakni level individu, level rutinitas media, level organisasi, level luar media, dan level ideologi media.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

ِﻢْﯿِﺣ ﺮﱠﻟا ِﻦَﻤْﺣ ﺮﱠﻟا ِﷲا ِﻢْﺴِِِِﺑ

Untaian kalimat puja dan puji syukur senantiasa dipersembahkan ke hadirat Allah SWT. Hanya berkat rahmat, anugerah dan kasih sayang-Nya, penulis mendapat kekuatan sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga tetap tercurah kepada insan pilihan yang pernah ada di muka bumi ini, yakni Muhammad SAW., keluarganya, sahabatnya, pengikutnya dan para penggemarnya yang setia hingga hari pembalasan.

(7)

iii

1. Prof. Dr. Murodi, MA., mantan Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi, terimakasih atas segala arahan dan nasihatnya.

2. Drs. Study Rizal, LK, MA., Pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu komunikasi. Terimakasih atas sindiran yang konstruktifnya. 3. Pudek Akademik Drs. Wahidin Saputra, MA., dan Drs. Mahmud Jalal, MA., Pudek

Administrasi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang juga sebagai ketua siding munaqosah.

4. Dra. Rubiyanah, MA., dan Ade Rina Farida, M.Si,. Ketua dan Sekretaris Jurusan Konsentrasi Jurnalistik. Semoga tak bosan dengan kehadiran saya hingga batas maksimal kuliah.

5. Para dosen FIDKOM, Drs. Azwar Khatib (terimakasih walau hanya bertemu di semester satu namun dengan Ilmu Kalam telah membuka cakrawala penulis tentang ketuhanan). Drs. Suhaimi, M.Si., (tanpanya penulis tak mengenal luasnya Ilmu Komunikasi dan Media). Drs. Gun Gun Heriyanto (referensi dalam mengasah naluri politik penulis). Dan lainnya yang tak mungkin disebutkan satu persatu.

6. Staff tata usaha; Bapak Mulkan Nasir, Abang Ari dan Yunda Syifa, terimakasih telah memudahkan dalam administrasi.

7. Dr. Suparto, M.Ed. sebagai penguji 1 sidang munaqosah, terimakasih atas masukan sehingga saya lebih mengerti sistematika penulisan karya ilmiah, mudah-mudahan saya bisa mengikuti jejak Bapak hingga ke Australia. .

(8)

iv

S.Fil.I., (2nd motivator di rumah). Muhammad Athoallah. Dan seluruh kakak ipar penulis Teteh Ipah, Kakak Dorry, Teteh Eha, Teteh Nining, Teteh Nur.

9. Ponakan-ponakan yang jauh lebih smart dari penulis; Nadia Fitria dan Viana Fauzia (mahasiswi ITB dan siswi SMUN 34 Jakarta).

10.Redaktur Pelaksana Tangsel Pos Abang Khomsurizal dan wartawan politik Samsudin. Terimakasih atas data dan wawancaranya.

11.KAHMI Ciputat; Abang Very Muhclis Az dan Yunda Siti Nafsiyah Az, Abang Budiman, Abang Anung, Abang Hamid, Abang Agus Salim, Abang Puad (INCIS), Abang Dadan, Abang Muchlas Noor Hidayat, Abang Muhamad Yusuf, dan Abang Rahmat Baihaqi, Abang Kholis. Abang Palkon, dan Nurfaida Afni (ICCE).

12.Teman-teman Tim Menata Tangsel yang setia; Mustafid (Terimakasih sudah mengantar ke kantor Tangsel Pos), Subairi, Deni Daelani, Reda, Oplos, Abang Komeng, Syukron, Jajuli, Abang Erdi, Ibunda Ai Arofah, Ibunda Tuti. Terimakasih atas bantuan dan semangatnya.

13.Teman-teman Humas PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang; Candra Sona, Anda Suhanda, Putri, Sarah, Sukma, Eki dan Abang Arif.

14.Teman-teman PT. Entitas Komunika; Abang Sony, Abang Adi, Abang Gojes, Abang Bembeng, Abang Agus, Mba Neneng, Mba Linda.

15.Teman-teman Forum Pembaruan Kebangsaan (FPK) Kota Tangsel; Abang Abba Taher Lamatapo, Abang Fauzi, Abang Humaidi.

(9)

v

Ahmad Zaki (UNPAD). Dinul Fitriadi, S.PT (UNPAD). terimakasih atas bantuannya disaat penulis membutuhkan dana.

17.Teman seperjuangan angkatan 2004 yang setia bersama; Zulham. Dera Mughni, Ade Rahmat, Yoan Zulfikar, Dewi Pratiwi, Rintis Deka Yudhi, Terimakasih atas pinjaman komputernya.

18.Junior penulis; Ketum Komisariat Komfakda Lini Zurlia, Mimi Fahmia, S.Sos.I., Jay, Botel, Faqih, Japra dll. Terimakasih selalu mengingatkan skripsi ini.

19.Kawan-kawan penghuni Aula Insan Cita; Kanda Rafi’I, Kanda Burhan, Uwin, dan Abang Slash. Tanpa mereka AIC selalu jarang sekali bersih.

20.Sahabat karib Ismail Fahmi. Terimakasih sudah meminjamkan laptopnya dan untuk persahabatan dalam suka dan duka.

21.Teman-teman di kosan; Abang Adit, Abang Zeki, Apud, Darmawan, Zulkifli. Hari ini makan indomi insyaallah besok makan daging, amin.

22.Terakhir, khusus untuk yang senantiasa mendampingi dan menentramkan hati penulis hingga saat ini. Semoga Allah meridhoi niat baik kita.

Penulis yakin, mudah-mudahan amal dan jasa baik mereka tidak hanya akan menjadi manifestasi ukhrawi saja, lebih dari itu juga akan mendapatkan balasannya di dunia. Amiin.

(10)

vi

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat sedikit memberikan manfaat dan menjadi cermin bagi dunia pendidikan Islam khususnya di Indonesia.

Jakarta, 26 Mei 2011

(11)

vii

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metodologi Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 21

F. Sistematika Penulisan ... 23

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 25

A. Teori Konstruksi Sosial ... 25

a. Konstruksi Atas Realitas ... 25

b. Media Massa Sebagai Saluran Konstruksi Realitas ... 29

c. Konstruksi Realitas Politik ... 32

d. Political Performance ... 33

B. Teori Hirarki Pengaruh ... 36

a. Level Individual ... 37

b. Level Rutinitas Media ... 38

(12)

viii

C. Konseptualisasi Berita ... 41

a. Konsep Berita ... 41

b. Nilai Berita ... 45

c. Varian Berita ... 47

BAB III GAMBARAN UMUM ... 50

A. Gambaran Umum Harian Tangsel Pos ... 50

1. Sejarah Berkembangnya Koran Tangsel Pos ... 50

2. Profil ... 51

a. Motto Koran Tangsel Pos ... 51

b. Profil Pembaca ... 52

c. Tiras dan Sirkulasi Koran Tangsel Pos ... 52

d. Usia Pembaca ... 53

e. Profesi Pembaca ... 54

f. Pendapatan Pembaca Per Bulan ... 54

g. Pendidikan Pembaca ... 55

h. Struktur Redaksi ... 55

B. Gambaran Umum Tentang Kpud Tangsel ... 58

a. Visi KPU Tangsel ... 59

b. Misi KPU Tangsel ... 59

(13)

ix

B. Analisis Teks Berita KPUD Tangsel Sebelum Atau Menjelang Pemungutan

Suara ... 63

C. Analisis Kognisi Sosial Berita KPU Tangsel ... 87

D. Konteks Sosial Berita KPU Tangsel ... 90

BAB V PENUTUP ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(14)

x

Table 1.1 Model Analisis Wacana Teun Van Djik ... 13

Table. 2.1 Teori Hirarki Pengaruh ... 37

Tabel. 2.2 Piramida Terbalik ... 44

Tabel 3.1. Jenis Kelamin Pembaca ... 52

Tabel 3.2. Sirkulasi Penyebaran Koran Tangsel Pos ... 53

Tabel 3.3. Usia Pembaca ... 53

Tabel 3.4. Profesi Pembaca Koran Tangsel Pos ... 54

Tabel. 3.5. Pendapatan Pembaca Per Bulan ... 54

Tabel. 3.6. Pendidikan Pembaca ... 55

[image:14.612.112.539.54.430.2]

Tabel. 3.7. Managemen Koran Tangsel Pos ... 54

(15)

1 A. Latar Belakang Masalah

Di era demokrasi saat ini, dalam kancah politik istilah Pemilu Kada atau sering disebut Pilkada kini telah menyebar luas dan hampir merata di berbagai kota, kabupaten ataupun provinsi. Peperangan meningkatkan citra kian marak seiringan dengan berbagai publisitas yang dimainkan oleh media. Pada masa industri komunikasi yang bercirikan menjamurnya industri media massa, sangat tidak mungkin bagi seorang politisi yang akan bertarung di medan politik, mengesampingkan hubungan baik dengan media. Semakin ia menguasai dan memiliki jaringan atas media, maka ia akan semakin kuat daya tariknya dalam mempengaruhi khalayak.

(16)

Satu fenomena yang menarik dalam pesta Pilkada yang saat ini berlangsung di berbagai daerah di tanah air, adalah peranan penting yang dimainkan media massa lokal maupun nasional. Persuasi yang kuat membutuhkan pemilihan media yang tepat, rumusan seperti itulah yang kini banyak dipraktikkan para calon kepala daerah. Hal ini sangat wajar, terlebih jika kita menyadari makna penting dari persuasi itu sendiri. Menurut Erwin P Bettinghaus, persuasi adalah usaha yang disadari untuk mengubah sikap, kepercayaan atau prilaku orang melalui transmisi pesan yang tentunya memiliki intensitas komunikasi tak hanya menyampaikan fakta seperti halnya pada tingkat pemberitahuan dan penjelasan, melainkan juga memperkuat unsur bujukan.1

Fakta melibatkan media untuk mendongkrak popularitas sebenarnya telah mulai marak sejak Pemilu 1999 dan semakin menguat di Pemilu 2004. Bahkan, dapat dikatakan kemenangan SBY dalam Pemilu Presiden secara langsung tahun 2009, merupakan keberhasilan publisitas melalui media. Bangsa Indonesia seakan terhipnotis dengan sosok SBY yang berhasil mengkonstruksi secara baik melalui tampilan media. Keberhasilan SBY inilah yang sering mengilhami para peserta Pilkada di daerah untuk ikut-ikutan memanfaatkan media. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa perhelatan Pilkada pun memberi rezeki nomplok bagi pengelola media khususnya cetak dan elektronik. Tim sukses berbondong-bondong memasang iklan besar-besaran dengan kontrak tayang relatif intensif. Tak ketinggalan, banyak media yang secara sengaja menjual sebagian besar kolom, rubrik ataupun program televisi kepada para peserta Pilkada. Artinya, Pilkada turut menjadi momentum akumulasi keuntungan bagi media.

1

(17)

Media massa seperti koran, majalah, tabloid, radio dan TV di daerah yang menyelenggarakan Pilkada, habis-habisan menjadi ranah pertarungan berbagai kekuatan ekonomi dan politik. Tak jarang, di beberapa daerah ada kecenderungan media massa lokal yang sebelum Pilkada menampilkan diri sebagai media independen serta menjungjung tinggi nilai jurnalistik, namun pada saat Pilkada berlangsung menjadi sebaliknya, sangat absurd, memihak dan menafikan keindahan etika jurnalistik.

Asumsi media massa memiliki kekuatan yang sangat signifikan dalam memproduksi dan bahkan mereproduksi citra politik. Tuchman, mengingatkan bahwa seluruh isi media sebagai realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality).2 Media pada dasarnya menyusun realitas hingga membentuk sebuah cerita. Sehingga terkesan maklum jika kemudian muncul rumusan "siapa munguasai media maka akan menguasai dunia". Dalam konteks Pilkada, siapa yang mengusai opini publik melalui media massa maka sudah barang tentu berpotensi besar untuk dinobatkan sebagai pemenang.

Teori Berger dan Luckman, proses konstruksi citra melalui media berlangsung melalui suatu interaksi sosial. Proses dialektis yang menampilkan tiga bentuk realitas yakni realitas subjek (subjective reality), realitas symbol (symbolic reality), dan realitas objek (objective reality).3 Pada saat seorang tokoh tampil sebagai fakta yang berada di luar diri publik, dan tampil seperti apa adanya itulah objective reality. Sementara itu, semua ekspresi simbolik dari apa yang dihayati sebagai "objective reality" termasuk di dalamnya isi media (media content), dikategorikan sebagai simbolic reality.

2

Tuchman, Gaye, (1991), Qualitative Methods in the Study of News, in Jensen, K.B., and Jankowski, N.W. (ed.), A Handbook of Qualitative Methodologies for Mass Communication Research, London and New York: Routledge. dalam Heriyanto, Gun Gun, Ibid, h. 2

3

(18)

Realitas simbolik inilah sebetulnya yang menjadi kekuatan media. Karena definisi konstruksi tentang realitas yang dimiliki individu-individu (subjective reality) ini sangat dipengaruhi oleh ekspresi simbolik yang diberikan media. Realitas simbolik di TV, majalah, koran, radio dan lainnya inilah yang kemudian mempengaruhi opini warga masyarakat.

Melihat pentingnya Pilkada yang menjadi bagian dalam proses demokratisasi di Indonesia, sudah semestinya media lokal maupun nasional tak hanya memikirkan akumulasi keuntungan dari perhelatan Pilkada. Meskipun tak bisa melepaskan diri dari kelompok kepentingan yang bertarung di Pilkada, media sejatinya tetap mengedepankan pertanggungjawaban sosial. Adalah media dalam arti pers tak hanya melakukan kerja komodifikasi. Komodifikasi dalam pandangan ekonomi-politik Vincent Mosco, mengacu pada proses mentransformasikan nilai guna (use value) menjadi nilai tukar (exchange value) atau nilai yang didasarkan pasar.4

Pers dalam perannya sebagai "mata" dan "telinga" idealnya dapat terus menjalankan fungsinya dengan maksimal. Adalah fungsi pokok pers seperti dikemukakan Harold D. Laswell adalah sebagai Pengawas Sosial (sosial surveillance).5 Usaha penyebaran informasi dan interpretasi objektif mengenai berbagai peristiwa dengan tujuan kontrol sosial agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan masyarakat.

Keberhasilan dalam menyelenggaraan Pilkada, adalah partisipasi pers lokal. Keberadaan pers lokal di banyak daerah seringkali dianggap kurang memiliki peran

4

Mosco, Vincent, The Political Economy of Communication, London, New Delhi: SAGE Publication, 1996 dalam Heriyanto, Gun Gun, Ibid, h.3

5

(19)

signifikan. Padahal, jika pers lokal dapat menjalankan fungsinya secara maksimal maka akan menjadi alat kontrol yang cukup efektif.

Selama berlangsungnya Pilkada, ada tiga potensi yang dimiliki pers lokal.6

Pertama, pers lokal terbisaa fokus dengan masalah-masalah di daerah yang menjadi wilayah liputannya. Para jurnalis lokal sangat akrab dengan isu-isu mikro yang sering kali mereka ulas secara lebih detil. Namun, karena harus berbagi dengan beragam isu di tingkat nasional bahkan internasional rubrik atau program acara yang tersedia untuk isu-isu lokal menjadi sangat terbatas. Pers lokal bisa masuk ke pusaran isu secara lebih mendalam karena proses identifikasi isu di daerah tersebut sudah menjadi keseharian kerja jurnalistik mereka.

Kedua, akses informasi para jurnalis pers lokal sudah terjalin jauh hari sebelum Pilkada dilaksanakan. Sehingga kemungkinan network di antara para pekerja media dengan key person dari elit lokal sudah terbangun. Ini akan memudahkan mereka dalam mendapatkan informasi dari pihak pertama. Ketiga, seiring perkembangan industri media massa di Indonesia, pers lokal banyak yang telah menerapkan sistem manajemen modern. Terlebih dengan terkoneksinya manajemen pers lokal tersebut dengan group media besar seperti Tangsel Pos di Tangerang Selatan yang menjadi bagian dari Rakyat Merdeka Group.

Pada saat mendekati pelaksanaan Pilkada, peran media massa seakan menjadi pintu utama informasi, hal itu lantaran bukan hanya peserta Pilkada yang memanfaatkan ruang media mssa, melainkan KPU sebagai penanggungjawab berjalannya proses demokratisasi tersebut pun tak mau ketinggalan. Dan biasanya media massa lokal

6

(20)

mengkemas dengan sengaja rubrik tersendiri atau bahkan penambahan halaman guna menampung informasi yang dianggapnya penting untuk dipublikasikan.

Fenomena Kota Tangerang Selatan atau sering disingkat dengan Tangsel adalah kota baru hasil pemekaran Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Di usianya yang seumur jagung dan untuk kali pertamanya menyelengarakan Pilkada. Maka wajar jika relasi antara elit politik dengan media pun serba baru terjalin. Dalam kondisinya yang baru tersebut kian menjadi daya tarik untuk lebih dalam mengamati dari berbagai elemen yang terkait dengan media dan Pilkada. Dari kinerja KPUD hingga strategi

mass marketing of politic para peserta Pilkada.

Dari penjabaran inilah selanjutnya menggugah penulis untuk meneliti lebih dalam hubungan antara Media dan Pilkada dari sudut pemberitaan media, oleh karena itu penulis dengan penuh keyakinan memberikan judul : ANALISIS WACANA PEMBERITAAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (PILKADA) KOTA TANGGERANG SELATAN 2010 (Studi Pemberitaan Komisi Pemilihan Umum Daerah Tanggerang Selatan Pada Koran Tangsel Pos Periode 8 – 12 November 2010)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

(21)

sebelum atau menjelang pemungutan suara Pilkada Kota Tangsel 13 November 2010 yaitu tertanggal 8 November sampai dengan 12 November 2010. Peneliti memilih lima hari menjelang pemungutan suara karena KPUD Tangsel tentunya memiliki banyak kegiatan menjelang pertama kalinya Kota Tangsel menyelenggarakan Pilkada.

Dalam pelaksanaanya peneliti memilih Rubrik Pilkada Tangsel pada koran Tangsel Pos dikarenakan koran Tangsel Pos adalah koran lokal pertama dangan jumlah pembaca yang besar dibandingkan koran lokal yang lainnya di Kota Tangsel.

Dan sebagai gambaran pembaca melalui judul di atas peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah konstruksi wacana yang terdapat dalam berita KPUD Tangsel pada Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos.

b. Bagaimanakah penyajian berita KPUD Tangsel pada Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos ditinjaun dari kognisi sosial?

c. Bagaimanakah konteks sosial berita KPUD Tangsel pada Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos.

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Mengetahui konstruksi wacana yang terdapat dalam berita KPUD Tangsel pada Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos.

(22)

c. Mengetahui konteks sosial berita KPUD Tangsel pada Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Manfaat Akademis atau Teoritis

1. Menambah khazanah akademik terutama tentang kajian media terkait dengan berita KPUD Tangsel pada Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos. 2. Memperdalam kajian dalam konteks analisis wacana terkait berita Pilkada

Tangsel 2010 khususnya pemberitaan tentang kinerja KPUD Tangsel menjelang pemungutan suara.

3. Sebagai informasi awal bagi siapa saja yang akan melakukan penelitian serupa pada masa yang akan datang.

b. Manfaat Praktis

1. Dapat dijadikan sebagai sumber, metode, teori dan gagasan yang dapat diimplementasikan bagi peneliti selanjutnya.

2. Sebagai referensi yang dapat memberikan kontribusi bagi media massa dalam mengawal penyelenggaraan Pilkada selanjutnya.

3. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang kontekstual bahasa yang digunakan dalam mengkemas berita pada Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos bagi peneliti dan pembaca.

(23)

D. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian skripsi ini menggunakan metodologi penelitian seperti yang akan disebutkan di bawah ini :

1. Obyek Penelitian

Obyek kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berita Pilkada Tangsel 2010 yang terkait dengan kinerja KPUD Tangsel selama lima hari menjelang dilaksanakannya pemungutan suara, yaitu pada tanggal 8 – 12 November 2010 dalam Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam memaparkan hasil penelitian ini, peneliti menggunakan media kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data desktiptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.7 Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapat pemahaman yang bersifat umum yang diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman kenyataan tersebut.

3. Model Analisis

Dalam penelitian mengenai pemberitaan analisis wacana menekankan pada

“How the ideological significant of news is part and parcel of the methods used to

process news” (bagaimana signifikansi ideologi berita merupakan bagian dan menjadi paket metode yang digunakan untuk memproses media). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Teun Van Dijk yang menekankan bahwa wacana dapat berfungsi sebagai suatu pernyataan (assertion), pertanyaan

7

(24)

(question), tuduhan (accusation), atau ancaman (threat). Wacana juga dapat digunakan mendiskriminasikan atau mempersuasikan orang lain. Karena model ini tidak terbatas pada analisis teks semata, melainkan juga meliputi struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi atau pikiran serta kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.8

Analisis wacana Pilkada Tangsel 2010 yang disampaikan dalam berita, baik dari metode penulisannya, kesesuaian isi yang disajikan dengan informasi yang ingin disampaikan, bahasa dan makna kata yang dipergunakan, cara penulisan yang mudah dipahami oleh pembaca, yang juga mendukung bagaimana pesan dan berita disampaikan dengan menggunakan metode Teun A. Van Djik.

Elemen analisis wacana dalam struktur teks dipaparkan oleh Teun Van Djik dibedakan menjadi tiga struktur atau tingkatan.9 Dengan struktur tersebut dapat diketahui apa dan bagaimana media mengungkapkan peristiwa ke dalam pilihan bahasa tertentu. Struktur teks tersebut terbagi ke dalam tiga bagian yaitu Pertama,

Struktur Makro, adalah makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik atau tema yang diangkat oleh suatu teks dengan menganalisis tema atau topik yang dikedepankan dalam suatu berita (tematik). Kedua, Superstruktur, adalah kerangka suatu teks yang terdiri dari bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan dengan menganalisis bagian dan urutan berita yang disekemakan dalam teks berita utuh (skematik). Ketiga, Struktur Mikro, adalah makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat atau gaya yang dipahami oleh suatu teks dengan

8

Eriyanto, (Ed. 6), Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: ELKiS, 2001), h. 71

9

(25)

menganalisis makna yang ingin ditekankan dalam teks berita dengan memberi detil pada suatu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detil pada sisi lain (semantik), menganalisis kalimat yang dipilih (sintaksis), menganalisis pilihan kata yang dipakai dalam teks berita (sitilistik), menganalisis cara penekanan yang digunakan dalam struktur bahasa (retoris).

Wacana model Van Djik merangkum model analisis wacana dari tiga struktur tersebut digabungkan ke dalam kesatuan analisis, tiga dimensi yang ditekankan pada analisis Van Djik ialah:

Pertama, analisis wacana struktur teks. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra, dan sebagainya. Bahasa (teks) mampu menentukan konteks. Karena bahasa dapat mempengaruhi orang lain (menunjukan kekuasaannya) melalui pilihan kata yang secara efektif mampu memanipulasi konteks. Dalam analisis struktur teks yang menjadi obyek penelitian adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipahami untuk menegaskan suatu tema tertentu. Serta membagi teks ke dalam struktur makro, superstruktur dan stuktur mikro. Pada struktur makro yang diamati adalah Tematik. Dan pada superstruktur hal yang diamati adalah Skematik. Selanjutnya dalam struktur mikro adalah semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris.

(26)

meneliti proses terbentuknya teks. Proses terbentuknya suatu teks tidak hanya bermakna bagaimana suatu teks itu dibentuk tetapi juga proses memasukan informasi yang digunakn penulis dari suatu bentuk wacana tertentu. Menurut Van Djik, analisis kognisi sosial memusatkan perhatian pada struktur mental, proses pemaknaan, dan mental komunikator dalam memahami sebuah fenomena dari proses produksi sebuah teks (berita, cerita dan sebagainya). Kognisi sosial itu difokuskan pada efek kognitif atau efek media massa terhadap pengetahuan. Sebuah media tidak hanya mengubah sikap tetapi juga mengubah pengetahuan seseorang akan suatu hal. Kognisi sosial menjadi bagian penting dan tidak terpisahkan dalam memahami teks media. Struktur ini menekankan pada bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan dan kemudian ditampilkan dalam suatu model. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian atas representasi kognisi dan strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita. Adapun cara pencarian data adalah dengan melakukan proses wawancara kepada narasumber yang berkaitan.

(27)
[image:27.612.142.538.165.426.2]

perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang sesuatu hal diproduksi dan dikonstrouksi dalam masyarakat. Adapun elemen dalam analisis wacana model Teun A. Van Djik tersebut digambarkan sebagai berikut:

Table 1.1 Model Analisis Wacana teun Van Djik.10

Dalam Model Van Djik untuk memperoleh gambaran struktur teks, penjelasan singkatnya adalah sebagai berikut:

a. Tematik

Tematik secara harfiah berarti tema. Tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan penulis melalui tulisannya. Nama lain dari tema bisa juga disebut topik. Topik secara teoritis digambarkan sebagai bagian dari informasi penting dari suatu wacana dan memainkan peranan penting sebagai pembentuk kesadaran

10

(28)

sosial.11 Gagasan Van Djik didasarkan pada pandangan ketika wartawan meliput suatu peristiwa dan memandang suatu masalah didasarkan pada suatu mental atau pikiran tertentu. Kognisi ini secara jelas dapat dilihat dari topik yang dimunculkan dalam berita.12

b. Skematik

Skematik atau alur dari pendahuluan sampai terakhir. Skematik menggambarkan wacana umum yang disusun dengan sejumlah kategori seperti pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan. Struktur skematik memberikan tekanan pada bagian mana yang didahulukan dan bagian mana yang dikesampingkan sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting.

c. Semantik

Semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang mengkaji makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Strategi semantik dimaksudkan untuk menggambarkan diri sendiri atau kelompok sendiri secara positif dengan detil yang besar, eksplisit, langsung dan jelas. Sedangkan menggambarkan kelompok lain secara buruk sehingga menghasilkan makna yang berlawanan yakni ketika menggambarkan kebaikan kelompok lain disajikan dengan detil pendek, dan samar-samar.13 Semantik menggambarkan bentuk wacana umum dengan kategori latar, detil, maksud.

11

Alex Sobur (ed. 4), Analisis Teks Media : Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik,Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 75

12

Eriyanto, Analisis wacana; Pengantar Analisis Teks media, (Yogyakarta: ELKiS, 2001), h.16

13

(29)

1. Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi semantik (arti) yang ingin ditampilkan pada teks.14 Latar teks merupakan elemen yang dapat mengungkap apa maksud atau apa isi utama yang tidak ditampilkan dalam teks. Dengan melihat latar apa yang ditampilkan dan bagaimana latar tersebut disajikan maka penulis bisa menganalisis maksud tersembunyi yang ingin disampaikan oleh wartawan.

2. Detil merupakan elemen strategis bagaimana wartawan mengekspresikan sikapnya dengan cara yang implisit. Sikap atau wacana yang dikembangkan oleh wartawan tidak selalu disampaikan secara terbuka tetapi dengan diuraikan secara penjang detil bagaian mana yang dikembangkan dan bagian mana yang diberitakan dengan detil yang besar, akan menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media.

3. Maksud merupakan elemen yang melihat informasi yang menguntungkan komunikator, diuraikan secara eksplisit dan jelas sedangkan informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit dan tersembunyi. Tujuannya adalah agar publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan komunikator.

d. Sintaksis

Sintaksis merupakan struktur teks yang dalam pengemasannya menentukan koherensi dan kata ganti yang digunakan dalam kalimat. Strategi untuk menampilkan diri sendiri secara positif dan lawan secara negatif seperti pada pemakaiaan kata ganti, aturan tata kata, pemakaian kategori sintaksis yang

14

(30)

spesifik, pemakaian kalimat aktif dan pasif, peletakan anak kalimat, pemakaian kalimat yang kompleks dan sebagainya. Strategi pada level sintaksis ini diantaranya adalah:

1. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata atau kalimat dalam teks. Dua kalimat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan sehingga tampak koheren.15 Koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seseorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa yang dipandang terpisah atau berbeda oleh wartawan. Koherensi dapat diamati dengan mudah melalui kata hubung (konjungsi) untuk menghubungkan fakta. Kata hubung yang digunakan antara lain adalah; dan, akibat, tetapi, lalu, karena, meskipun.16

a) Koherensi kondisional ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebgai penjelas. Dan koherensi kondisional ini ada atau tidak ada anak kalimat tidak mengurangi anak kalimat, walaupun kalimat ke dua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama

b) Koherensi pembeda berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta akan dibedakan. Dua peristiwa dapat dibuat seolah-olah saling bertentangan dan berseberangan (contrast) namun dapat dibuat saling berhubungan.

2. Bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis yaitu prinsip kausalitas.17 Logika kausalitas dalam bahasa menjadi susunan subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Dalam

15

Ibd, h.243

16

Ibid, h.243

17

(31)

hal ini bentuk kalimat berkaitan dengan persoalan teknis kebenaran tata bahasa dan menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalimat.

3. Kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinasi yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan posisi seorang dalam wacana. Sering kali di beberapa media menggunakan kata ‘kita’ untuk menjadikan sebagai representasi dari sikap bersama. Batas antara komunikator dengan khalayak dengan sengaja dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap komunikan secara keseluruhan.18

e. Stilistik

Stilistik (style) yaitu cara yang digunakan seseorang pembicar atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sasaran.19 Gaya bahasa mencakup diksi-diksi atau pilihan leksikal, struktur kalimat, majas dan citraan. Salah satu strategi pada level stilistik adalah leksikon. Leksikon merupakan elemen yang menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atau frase atas berbagai kemungkinan kata atau frasa yang tersedia. Pilihan kata-kata yang tersedia menunjukan sikap dan ideologi tertentu.20

18

David G. Smith, Modernisme, Hiperliteracy and Colonialization of The Word, Alternative No. 17, 1992. H. 250-252; dalam Erianto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks media. (Yogyakarta: ELKiS, 2001), Ibid, h.254

19

Alex Sobur (ed. 4), Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h.82

20

(32)

f.Retoris

Retoris adalah gaya bahasa yang diungkapkan dalam ucapan atau tulisan yang memiliki fungsi persuasif dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan kepada khalayak. Strategi pada level retoris adalah sebagai berikut : 1) Grafis, merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau

ditonjolkan atau dianggap penting oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Elemen grafis muncul dalam bentuk foto, gambar, atau table untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan. 2) Ekspresi dimaksudkan untuk membantu menonjolkan atau menghilangkan

bagian tertentu dari teks yang disampaikan. Elemen ekspresi adalah dengan menampilkan huruf berbeda dibandingkan denga huruf yang lain, misalnya dengan cetak tebal, huruf miring, huruf besar atau pemberian warna atau efek lain.21

3) Metafora merupakan kelompok kata yang menyatakan arti yang tidak sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Dalam suatu wacana, wartawan atau komunikator menyampaikan pesan melalui kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksud sebagai ornamen dari suatu berita.22

4. Tekhnik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan salah satu jenis penelitian yaitu discourse analysis (analisis wacana) dibandingkan dengan jenis lainnya. Karena dengan menggunakan analisis wacana

21

Ibid, h. 258

22

(33)

peneliti tidak hanya mengetahui isi teks namun juga dapat melihat bagaimana suatu pesan disampaikan melalui kata, frasa, kalimat atau pun bentuk metafora apa yang disajikan. Dan yang terpenting dalam analisis wacana adalah kepaduan (coherence) juga kesatuan (unity) serta penafsiran peneliti.

Deskriptif merupakan sesuatu tekhnik penelitian yang objektif sistematik dengan menggunakan metode wawancara dan observasi serta menggambarkan secara kualitatif pernyataan yang diungkapkan.23

Dalam analisis wacana ini penulis menggunakan beberapa tekhnik dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan pembahasan yang diantaranya adalah: a.Dokumentasi

Dokumentasi di sini adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen tertulis. Peneliti melakukan studi dokumentasi sebagai bukti untuk pengujian, hasil pengkajian dokumen akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas pengetahuan terhadap sesuatu yang diteliti.24 Dalam penulisan ini peneliti mengumpulkan data-data atau teori dari buku, majalah, internet, profile lembaga, dan informasi tertulis dari Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos dan lainnya yang terkait dengan pembahasan.

Dokumen yang terkumpul seperti kumpulan berita KPUD Tangsel 2010 pada Rubrik Pilkada Tangsel di Koran Tangsel Pos, yaitu sejak tanggal 8 – 12 November 2010 atau menjelang pengutan suara tanggal 13 november 2010.

23

Rosadi, Ruslan, Metodologi Penelitian Public Relation & Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.215

24

(34)

b. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi atara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari orang lain dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan tujuan tertentu.25 Dan wawancara merupakan tekhnik mengum pulkan data langsung dari narasumbernya. Pada penelitian ini, penulis menggunakan tekhnik wawancara semistruktur, yaitu wawancara yang dilakukan secara bebas namun terarah dengan tetap berada pada jalur pokok permasalahan yang akan ditanyakan dan telah disisipkan terlebih dahulu. Wawancara ini dilakukan sebagai pendukung yang terkait informasi kognisi sosial dan konteks sosial dalam analisis wacana.

c. Sumber Data

Sumber data terdiri dari dua jenis yaitu :

a) Data primer, adalah data utama, yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari berita-berita KPUD Tangsel 2010 pada Rubrik Pilkada Tangsel Koran Tangsel Pos dan hasil wawancara dengan redaktur pelaksana serta wartawan desk politik Koran Tangsel Pos.

b) Data skunder, adalah data tambahan digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, dan karya ilmiah lainnya yang terkait dengan analisis wacana.

d. Tekhnik Analisis Data

Tahapan analisis isi kualitatif desktiptif adalah:

25

(35)

1) Masalah yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah pesan yang terkandung dalam berita KPUD pada rubrik Pilkada Tangsel di koran Tangsel Pos tanggal 8 – 12 November 2010 dan bentuk penyampaian pesan tersebut melalui tulisan dan penyajian beritanya. Dari masalah ini kemudian disesuaikan dengan struktur wacana pada teori Teun Van Djik.

2) Setelah melakukan analisis wacana dari berita tersebut, peneliti berharap dapat menjawab masalah yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini. Selanjutnya dalam menggunakan data-data tersebut, peneliti berusaha untuk memaparkan kerangka awal mengenai objek studi yang ditulis dengan memahami secara seksama kemudian memberikan interpretasi sesuai kecendrungan dan kerangan berpikir. Dalam tekhnik penelitian skripsi ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh CEQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.

E. TINJAUAN PUSTAKA

(36)

Penelitian ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu serta artikel-artikel yang membahas tentang analisis wacana media. Penelitian menggunakan analisis wacana sering kali diilhami dari kondisi politik yang didominasi dengan pesta demokrasi dalam pemberitaan media yang ingin menonjolkan sesuatu dari yang lainmya untuk membuat khalayak ikut kepada ideologi media dalam memberitakan sesuatu dan didorong pula dari buku-buku analisis wacana.

Adapun referensi oprasional dalam judul penelitian ini yakni analisis wacana yang menelaah bagaimana bahasa menyebabkan kelompok sosial yang ada bergantung dan mengajukan ideologinya masing-masing.26 Berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat, kabar, laporan, pemberitahuan, pengumuman.27 Pilkada Tangsel merupakan proses dimana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan politik tertentu di tingkat daerah, yaitu Walikota dan Wakil Walikota.

Dari pengertian oprasional di atas maka penulis menggunakan buku-buku dan skripsi sebelumnya sebagai pedoman dalam penulisan skripsi ini:

Buku karya Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media,

Yogyakarta: ELKiS, 2001. Agus Sudibyo, Poitik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta: LKiS, 2006. Dan Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dan Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis Terhadap Berita-berita Politik, Jakarta: Granit, 2004.

26

Ibn hamad, Perkembangan Analisis Wacana dalam Ilmu Komunikasi, sebuah Telaah Ringkas. http://www.google.co.id/search/analisis_wacana. Eriyanto, h.229

27

(37)

Serta skripsi-skripsi yang berhubungan dengan analisi wacana. Diantaranya adalah skripsi saudari : Yul Shella K.A, Analisis Wacana Pemberitaan Pemilu 2009 Pada Koran Seputar Indonesia: Studi Pemberitaan KPU Sebelum Pemilu Legislatif, Tahun 2009. Skripsi saudara Mochamad Arifin, Analisis Wacana Teun Van Dijk Berita Tentang Calon Presiden 2009 Partai Keadilan Sejahtera di Harian Republika, Tahun 2010. Skripsi saudari Asih Amerti, Analisis Wacana Editorial Koran Tempo Tentang Serangan Israel ke Kota Gaza (Edisi 27 Desember 2008 – 18 Januari 2009), Tahun 2009.

F. SISTEMATIKA PENULISAN BAB I : Pendahuluan

Pada Bab ini peneliti menjabarkan Latar Belakang, Pembatasan juga Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penulisan

BAB II : TinjauanTeoritis

Sebagai Bab Tinjauan Teori, maka bab ini akan menjelaskan secara rinci Teori Konstruksi Sosial, Teori Hirarki Pengaruh dan Konseptualisasi Berita.

BAB III : Gambaran Umum

(38)

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada Bab ini gambaran beberapa berita terkait KPUD Tangsel sebelum atau menjelang Pemungutan suara, selain itu bab ini juga akan menjadi penting karena memaparkan analisis wacana dengan model Teun Van Djik terkait berita KPUD tangsel sebelum atau menjelang pemungutan suara, dilihat dari sudut analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial. BAB V : Penutup

(39)

25 A. Teori Konstruksi Realitas

a. Konstruksi Atas Realitas

Aktivitas media dalam melaporkan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan politik memberi dampak signifikan bagi perkembangan politik. Banyak aspek dalam media massa yang menjadikannya penting dalam kehidupan politik, diantaranya daya jangkau (coverage) media massa yang sangat luas dalam menyebarluaskan informasi publik sehingga suatu masalah politik yang disampaikan menjadi perhatian bersama dari berbagai kalangan, kemampuan media massa dalam mewacanakan peristiwa politik sesuai dengan pandangan atau kebijakan redaksional menjadikan media tersebut diincar oleh pihak-pihak yang ingin melakukan pencitraan politik, dan pemberitaan peristiwa politik berkaitan dengan media lainnya sehingga membentuk rantai informasi (media as links in order chains) sehingga menambah kekuatan peranan media pada penyebaran informasi politik dalam membentuk opini publik.

Opini publik yang dalam proses pembentukannya dipengaruhi oleh orang-orang yang berwenang dan mempunyai tujuan tertentu.1 Pembentukan opini publik yang dalam media massa tidak pernah lepas dari pewacanaan yang digunakan oleh suatu media massa. Sistem media massa yang menjalankan operasi jurnalistik hingga

1

(40)

opini yang terbentuk secara tersirat dalam pewacanaan media sangat dipengaruhi oleh proses pembuatan atau pengkonstruksian realitas.

Proses konstruksi realitas, prinsipnya adalah setiap upaya menceritakan (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan atau benda tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksi realitas.2 Bahasa merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas. Konstruksi realitas ini berawal dari persepsi terhadap suatu objek yang kemudian hasil dari pemaknaan melalui proses persepsi ini diinternalisasikan ke dalam sebuah wacana. Objek kajian media massa dalam mengkonstruksi realitas terdiri atas konstruksi realitas sosial dan konstruksi realitas politik. Kedua konstruksi ini memiliki kajian yang berbeda yang saling mempengaruhi.

Media massa dapat berperan dalam mengkonstruksi suatu peristiwa untuk membentuk realitas sosial. Pendekatan konstruksi realitas sosial telah menjadi gagasan penting dan populer dalam ilmu sosial. Menurut Keneth Gargen, konstruksi sosial memusatkan perhatiannya pada proses dimana para individu menanggapi kejadian di sekitarnya berdasarkan pengalaman mereka.3 Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas terjadi melalui tiga proses simultan, yaitu objektivasi

(interaksi sosial), eksternalisasi (Penyesuaian diri), internalisasi (proses identifikasi diri).4 Ketiga proses tersebut terjadi secara alamiah melalui bahasa antara individu dengan individu lainnya dalam masyarakat. Peter Berger memandang masyarakat

2

Peter Berger L dan Thomas Luckman, The Social Construction of Reality, A Treaties in The Sociology of Knowledge, (New York: Anchor Books, 1967), h. 34-46; dalam Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa, (Jakarta: Granit, 2004), h. 12

3

Sasa Djuarsa Sendjaja (Ed. 9), Teori Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), h. 83

4

(41)

sebagai produk manusia dan manusia sebagai produk masyarakat.5 Masyarakat sebagai produk manusia maksudnya adalah struktur sosial yang eksislah yang lebih penting bagi tindakan dan persepsi manusia.

Sedangkan manusia sebagai produk masyarakat maksudnya adalah manusia digambarkan sebagai entitas yang otonom melakukan pemaknaan dan membentuk masyarakat. Manusia yang membentuk realitas, menyusun institusi dan norma yang ada. Teori konstruksi sosial berada diantara keduanya. Proses berpikir dialektis Berger dikemukakan melalui tiga momen simultan yakni objektivasi, eksternalisasi,

dan internalisasi.6

Objektivasi (interaksi sosial) adalah kemampuan manusia memanifestasikan diri dalam produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsen-produsennya maupun orang lain. Pada tahap ini sebuah produk sosial berada pada proses institusionalisasi.7 Salah satu contoh objektivasi yang sangat penting adalah signifikansi yakni pembuatan tanda oleh manusia yang kemudian tanda-tanda tersebut dikelompokan dalam sebuah sistem seperti bahasa.8 Bahasa mempunyai fungsi mendasar untuk menamai atau menjuluki suatu objek atau peristiwa.9

Eksternalisasi (penyesuaian diri) adalah penyesuaian diri dengan dunia sosio cultural sebagai produk manusia. Jika binatang lahir ke dunia sudah ditentukan sepenuhnya oleh instinktualnya, diarahkan pada suatu lingkungan yang khas spesiesnya. Pada manusia berbeda, dunia manusia dibentuk oleh aktivitas manusia sendiri. Oleh karena itu, keberadaan manusia adalah sebagai penyeimbang antara

5

Ibid, h. 10

6

Ibid, h. 16

7

Ibid, h. 19

8

Ibid, h. 29-30

9

(42)

manusia dengan dirinya sendiri dan manusia dengan lingkungan dan dunianya (di luar pribadinya). Dalam proses penyeimbang ini, manusia membentuk dirinya sendiri sehingga manusia bisa merealisasikan dirinya dalam kehidupan.10 Manusia juga menciptakan bahasa yang merupakan suatu bangunan simbol-simbol yang teridentifikasi semua aspek kehidupan.

Internalisasi (proses identifikasi diri) adalah proses pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subjektif bagi dirinya pribadi.

Internalisasi dalam arti luas merupakan dasar dari pemahaman mengenai sesama manusia dan pemahaman mengenai dunia sebagai suatu yang maknawi dari kenyataan sosial. Salah satu wujud internalisasi adalah sosialisasi. Bagaimana suatu generasi menyampaikan nilai-nilai dan norma-norma sosial (termasuk budaya) yang ada kepada generasi berikutnya. Generasi berikutnya diajar (lewat berbagai kesempatan dan cara) untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai budaya yang mewarnai struktur masyarakat. Generasi baru dibentuk oleh makna-makna yang telah diobjektivikasikan. Generasi baru mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai tersebut.

Pemikiran Barger ini berimplikasi pada kenyataan objektif dan subjektif pada wacana berita. Objektivitas dalam berita hanya merupakan suatu mitos, karena tidak mungkin memberi laporan tanpa berpendapat dan ketika orang berpendapat maka

10

(43)

akan subjektif.11 Pihak-pihak yang tidak mengakui adanya objektivitas dalam pemberitaan ini bisa dikenal dengan subjektifivitas.

Merril beranggapan bahwa objektivitas semua wartawan baik reporter maupun redaktur bersikap subjektif dalam menjalankan praktek jurnalistik. Setiap kata kalimat ataupun paragraf dalam laporannya pasti bersifat subjektif. Dalam membuat suatu laporan wartawan senantiasa terbentur pada keterbatasan penguasaan bahasa yang dimilikinya dan dipengaruhi latar belakang pengalamannya, lingkugan, pendidikan dan faktor lain yang mempengaruhi kata-kata dan struktur bahasa menentukan makna (gambaran) suatu realitas.12

Realitas sosial tergantung pada bagaimana seseorang menafsirkannya. Pemahaman itulah disebut realitas. Karena itu peristiwa dan realitas yang sama bisa menghasilkan konstruksi realitas yang berbeda dari orang yang berbeda. Setiap individu memiliki gambaran yang berbeda-beda mengenai realitas di sekelilingnya.13 Dalam hal ini media massa turut berperan dalam merekonstruksi suatu peristiwa atau kejadian tertentu.

b. Media Massa Sebagai Saluran Konstruksi Realitas

Media massa adalah sarana penyampaian pesan yang berhubungan langsung dengan masyarakat luas, misalnya media elektronik (radio, TV, dan film) ataupun media cetak (Koran, majalah, dan sebagainya).14

11

Ibid, h. 30

12

Kaelan, Filsafat Bahasa, Masalah dan Perkembangannya, (Yogyakarta: Paradigma, 1998), h. 114-118, dalam Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dan Media Massa; Sebuah Studi Critical Discourse Analisis Terhadap Berita-berita Politik, (Jakarta: Granit, 2004), h.14

13

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: Rosdakarya, 2005), h. 176

14

(44)

Tugas media adalah mengumpulkan fakta, menulis berita, menyunting serta menyiarkan berita kepada khalayak pembaca. Media massa dikatakan unggul jika media massa tersebut telah mencakup pada bagian dari fungsi berikut15:

a) Media berfungsi sebagai issue intensifier. Media memunculkan isu atau konflik dan mempertajamnya dengan posisinya sebagai intensifier (media dapat mem-blow up realitas menjadi isu sehingga dimensi isu menjadi transparan).

b) Media berfungsi sebagai conflict diminished. Adalah media dapat menenggelamkan atau meniadakan suatu isu atau konflik, terutama bila terkait dengan kepentingan media yang bersangkutan.

c) Media berfungsi menjadi pengarah conflict resolution. Yaitu media menjadi mediator dengan menampilkan isu dari berbagai prespektif serta mengarahkan pihak yang bertikai pada penyelesaian konflik.

d) Media massa berfungsi sebagai pembentuk opini publik. Media merupakan bagian dari publik oleh karena itu media massa berhak mengetahui kinerja pelayanan publik.

Fungsi media massa dalam komunikasi politik dapat dikatakan sebagai

transmitter (penyampai) pesan-pesan politik dari pihak-pihak di luar dirinya, sekaligus menjadi sender (pengirim) pesan politik yang dibuat (constructed) oleh para wartawan kepada audiens.16 Dalam buku Anwar Arifin, Pencitraan dalam Politik, mengungkapkan bahwa pesan politik disampaikan oleh media massa

15

Eni Setiani, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, (Jakarta: Andi Press, 2005), h. 68

16

(45)

bukanlah realitas yang sesungguhnya melainkan realitas media.17 Maksudnya realitas yang dibuat oleh wartawan dan redaktur yang mengelola peristiwa politik menjadi berita politik, melalui proses penyaringan dan seleksi (editing dan rapat redaksi) dengan kata lain adalah realitas buatan atau realitas tangan kedua.

Dalam kehidupan sehari-hari media massa mempunyai dua peranan normatif. Pertama yaitu, media harus bisa bersikap netral karena isi yang disampaikan adalah cerminan dari realitas sosial yang beranggapan bahwa media mampu merefleksikan seluruh yang ada dalam kehidupan sosial. Peran kedua adalah sudah selayaknya media bertindak selektif dalam menyajikan informasinya yang pada akhirnya isi pesan pemberitaan itu cenderung selektif dan spesifik.18

Melalui peranan dan isi media dapat melahirkan perspektif teoritik bahwa isi media dapat dianggap sebagai penggambaran suatu realitas sosial yang ada dan yang hidup di masyarakat.19 Media mewakili realitas sosial yang terkait dengan berbagai macam kepentingan. Keterkaitan media ini berhubungan dengan kepentingan yang berada di dalam maupun di luar media massa itu sendiri. Kepentingan eksternal meliputi pemilik atau pengelola media yang berhubungan dengan keuntungan industri media. Sedangkan kepentingan internal meliputi kepentingan masyarakat. Sehingga hal ini yang membuat media harus bergerak dinamis diantara kepentingan-kepentingan tersebut sebagai saluran dalam mengkonstruksi realitas.

17

Anwar Arifin, Pencitraan dalam Politik; Strategi Pemenangan PEMILU dalam Perspektif Komunikasi Politik, (Jakarta: Pustaka Indonesia, 2006), h. 5

18

Mansyur Sema, Study Gate Keeping dalam Pemberitaan Surat Kabar Indonesia. Tesis ini tidak diterbitkan. Jakarta Pasca Sarjana FISIP UI Jakarta. 1990.

19

(46)

c. Konstruksi Realitas Politik

Berdasarkan penjabaran di atas bahwa media sebagai saluran yang mengkonstruksi realitas diantara berbagai macam kepentingan maka para politisi selalu berusaha mendapatkan dukungan media, sambil berharap konstruksi realitas politik yang dibut media berpihak kepadanya.20

Dan sebaliknya, dalam iklan politik yang berlaku di Indonesia, media massa mempunyai kebebasan yang sangat luas dalam mengkonstruksi realitas. Kebebasan ini bukan berarti tidak ada pembatasan sama sekali terhadap media massa khususnya media cetak. Ada hukum yang melarang fitnah terhadap individu, kelompok atau lembaga tertentu. Oleh karena itu, sistem politik yang diterapkan dalam suatu Negara akan turut menentukan kebijakan dan mekanisme kerja media massa.

Dalam konteks ini terbuka peluang bagi media untuk bersikap partisipan atau non partisipan terhadap suatu kekuatan politik. Media massa yang bersikap partisipan terhadap suatu kekuatan politik (non-partisipan) cendrung memiliki khalayak yang lebih luas dan tidak stabil.21 Namun tidak dapat dipungkiri bahwa daya tarik khalayak terhadap suatu media umumnya berbeda dengan daya tarik terhadap media lainnya.22 Khalayak selalu memilih media sesuai dengan keinginannya. Walau demikian, pengaruh media massa tetap ada. Media akan tetap mengubah atau mempengaruhi secara berlahan-lahan dan samar.

20

W. Lance Benet, (ed. 3), News The Politics of Illusion, (New York: Longman, 1996), h. 77-113; dalam Ibnu Hamad, (ed. 2), Konstruksi Realitas Politik dalam Media massa; Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, (Jakarta: Granit, 2004), h. 15

21

Ibnu Hamad (ed 2), Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita politik, (Jakarta: Granit, 2004), h. 27

22

(47)

Suatu media yang lebih ideologis umumnya muncul dengan konstruksi realitas yang bersifat pembelaan terhadap kelompok yang sealiran dan penyerangan terhadap kelompok yang berbeda haluan.23 Jadi, dalam mengkonstruksi realitas politik, faktor ideologi yang dimiliki media dan dianut khalayak akan mempengaruhi pasar media tersebut. Dengan kata lain, muatan ideologi dan politis dijadikan dasar untuk mempertahankan pasar (kepentingan ekonomi) manakala media memberitakan salah satu pemberitaan politik. Selain itu faktor-faktor tersebut, terdapat faktor lain pula yang mempengaruhi konstruksi realitas politik oleh media, yaitu kepentingan-kepentingan yang bersifat tumpang tindih pada tingkat perorangan atau kelompok dalam sebuah organisasi media, kepentingan itu dapat berupa kepentingan agama, kedaerahan serta struktur organisasi media tersebut.

Organisasi media ini merupakan dasar yang efektif dalam mengumpulkan dan mengevaluasi beberapa hal yang terkait dengan kepentingan tersebut.24 Kepentingan tersebut dipengaruhi oleh orientasi khalayak, oleh karena itu rutinitas media menjadi suatu kebutuhan yang tersistem dan menjadi standar, terlembagakan dan dimengerti oleh penggunanya.

d. Political Performance

Indonesia merupakan Negara demokratis. Demokrasi adalah realisasi, dalam merealisasikan demokrasi salah satu cara yang dilakukan adalah pemilihan umum,

23

Harsono Suwardi, Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 1993), h. 218-219.

24

(48)

rakyat berhak memilih secara langsung siapa yang akan menjadi pemimpin dan program siapa yang telah diiklankan sesuai dengan keinginan rakyat.25 Oleh karena itu, perlu adanya kinerja politik (Political Performance) sebagai indikator yang turut mendukung dalam pelaksanaan kehidupan politik.

Political Performance atau kinerja politik jika diartikan satu persatu terdiri dari kata kinerja yang berarti suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu institusi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.26 Serta politik adalah proses pelaksanaan, pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan-keputusan ataupun pengembangan kebijakan-kebijakan secara otoritas yang mengalokasikan sumber-sumber dan nilai-nilai tertentu.27

Political Performance sebagai indikator kehidupan politik menurut Bringham antara lain:28

a) Legitimasi pemerintah didasarkan pada klaim bahwa pemerintah tersebut mewakili keinginan rakyatnya. Artinya klaim pemerintah untuk patuh pada aturan hukum didasarkan pada penekanan bahwa apa yang dilakukannya merupakan kehendak rakyat.

25

Kennth N. Waltz, Foreign Policy and Democratic Politic; The American and British Experience, (Boston: Little. Brown and Company, 1967), h. 20. dalam Ibnu Hamad (ed. 2), Konstruksi Realitas Politik dalam Media massa: Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Politik, (Jakarta: Granit, 2004), h. 32

26

John Witmore, Coaching for Performance: The New Edition of Political Guide, (Finland: WS Bookwell, 1997), h. 104 : dalam Ibnu Hamad, Ibid h. 26

27

Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta : Rineka Cipta, 2001), h.18

28

(49)

b) Pengaturan pengorganisasian perundingan (bargaining) untuk memperoleh legitimasi dilaksanakan melalui PEMILU yang kompetitif. Pemimpin dipilih dengan interval yang teratur, dan pemilih dapat memilih diantara beberapa alternatif calon.

c) Partisipasi dalam PEMILU, setiap orang memiliki hak berpartisipasi dalam PEMILU baik sebagai pemilih maupun sebagai calon yang dipilih untuk menduduki jabatan penting.

d) Kerahasiaan dan independensi. Dalam pemilihan umum yang berlangsung, penduduk memilih secara rahasia dan tanpa dipaksa.

e) Hak-hak dasar. Masyarakat dan pemimpin menikmati hak-hak dasar seperti, kebebasan berbicara, berkumpul, berorganisasi dan kebebasan pers.

Suatu sistem politik dapat lestari jika sistem politik secara keseluruhan mendapatkan dukungan, seperti penerimaan dan pengakuan dari masyarakat. Manakala dukungan terhadap lembaga-lembaga politik masih lemah maka dalam masyarakat terdapat krisis kelembagaan.29 Krisis kelembagaan ini tentunya akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap para pemimpin politik, untuk kemudian krisis kebijakan akan terjadi jika masyarakat menilai kebijakan pemerintah hanya menguntungkan sekelompok kecil.

Maka legitimasi yang berarti dukungan masyarakat terhadap sistem politik dan pemerintah yang berwenang ini sangatlah penting. Secara umum, terdapat dua alasan utama yang menjadikan legitimasi itu penting. Pertama, legitimasi akan mendatangkan kestabilan politik dan kemungkinan-kemungkinan untuk perubahan

29

(50)

sosial. Pengakuan dan dukungan masyarakat pada pihak yang berwenang akan menciptakan pemerintahan yang stabil sehinga pemerintah dapat membuat dan melaksanakan keputusan yang menguntungkan masyarakat umum. Kedua,

legitimasi akan membuka kesempatan yang semakin luas bagi pemerintah untuk tidak hanya memperluas bidang-bidang kesejahteraan yang hendak ditangani tetapi juga untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan.30

Oleh karena itu, salah satu cara mendapatkan legitimasi dari masyarakat dengan menyelenggarakan pemilihan umum untuk menentukan para wakil rakyat, presiden, gubernur, walikota/bupati dan anggota lembaga tingi Negara.31

B. Teori Hirarki Pengaruh

Sebagaimana yang telah diungkapkan di atas bahwa dalam pembuatan berita terdapat banyak faktor yang mempengaruhinya. Pemela Shoemaker dan Reese dalam bukunya yang berjudul Madiating The Message: Theories of Influences on Mass Media Content memaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dalam ruang pemberitaan,32 berikut penggambaran dan penjelasannya:

30

Ibid, h.98

31

Ibid, h. 96

32

(51)
[image:51.612.108.539.50.412.2]

Table. 2.1 Teori Hirarki Pengaruh Shoemaker

Sumber: Shoemaker dan Reese, dalam Alex Sobur, 2002, h. 138

a. Level Individual

Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola atau pemilik media. Level individu melihat para pengaruh aspek-aspek personal dari pengelola media terhadap pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak.33 Latar belakang individu seperti jenis kelamin, usia atau agama akan mempengaruhi informasi yang disampaikan oleh media pada khalayak. Pada pendekatan individu ini, berita yang disampaikan oleh media tidak pernah lepas dari aspek personalitas wartawan, reporter, kamerawan, script writer dan lainnya. Oleh karena itu, bagaimanapun berita yang disampaikan media dilihat pula dari personalitas wartawan yang menulis berita tersebut mengambil informasi dari suatu kejadian atau peristiwa tidak lepas dari sudut pandang yang diambil oleh wartawan tersebut. Aspek personal dan level individu ini tentunya mempengaruhi sekema pemahaman pengelola media. Latar belakang pendidikan

33

(52)

atau kecendrungan orientasi pada salah satu partai politik akan secara tidak langsung mempengaruhi pemberitaan media.

b. Level Rutinitas Media (Media Routine)

Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang suatu berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung setiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berbeda di dalamnya. Rutinitas media ini berhubungan dengan mekanisme bagaimana berita dibentuk. Berbagai mekanisme yang dijelaskan bagaimana berita diproduksi, rutinitas media kerenanya mempengaruhi bagaimana wujud akhir sebuah berita. Rutinitas media ini seperti rapat redaksi yang mana dalam rapat redaksi tersebut berbagai hal terkait pemberitaan dibahas sedetil mungkin, misalnya apakah data yang didapat sesuai denga rapat redaksi, kerasnya perdebatan, dan dead line yang ditentukan. Rutinitas memiliki dampak yang penting dalam memproduksi wacana simbolik. Mereka merupakan bentuk mediasi lingkungan yang menentukan kemana individu pekerja media membawa pekerjaannya. Rutinitas media ini juga dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, oleh karena itu media harus mampu beradaptasi antara struktur birokratik media dengan faktor eksternal yang mempengaruhi secara beriringan.

c. Level Organisasi

(53)

yang turut berperan dalam proses penyampaian berita misalnya bagian redaksi, bagian pemasaran, periklanan, sirkulasi dan bagian umum lain sebagainya. Masing-masing bagian memiliki fungsi, tujuan dan strategi masing-masing dalam mewujudkan visi media yang terkait. Setiap organisasi berita mempunyai banyak elemen dan tujuan serta filosofi organisasi yang berbeda-beda. Berbagai elemen tersebut mempengaruhi bagaimana seharusnya wartawan bersikap dan bagaimana peristiwa disajikan dalam berita.

d. Level Ekstra Media

Level ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Terdapat beberapa faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar media yakni sumber berita, sumber penghasilan kerja, dan pihak eksternal.

1) Sumber berita juga mempunyai kepentingan untuk mempengaruhi media dengan berbagai alasan. Sebagai pihak yang mempunyai sumber berita, ia akan memberikan informasi yang baik untuk dirinya dan akan mengembargo informasi yang tidak baik bagi dirinya. Pengelola media secara tidak sadar bahwa orientasi pemberitaan telah diarahkan untuk menguntungkan sumber berita.

(54)

oleh media. Media tidak akan menyia-nyiakan momentum peristiwa yang disenangi oleh khalayak.

3) Pihak eksternal ini adalah pemerintah dan lingkungan. Pengaruh pihak eksternal ini sangat ditentukan oleh corak masing-masing lingkungan eksternal media. Pemerintah dalam banyak hal memegang lisensi penerbitan jika media ingin tetap terbit maka harus mengikuti batas-batas yang telah ditentukan oleh pemerintah.

e. Level Ideologi

Ideologi diartikan sebagai rangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang digunakan oleh individu untuk melihat realitas. Shoemaker dan Reese melihat ideologi sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi isi media, ideologi sebagai mekanisme simbolik yang berperan sebagai kekuatan pengikat dalam masyarakat.34 Pada level ini akan dilihat pada yang berkuasa di masyarakat dan bagaimana media menentukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa ideologi mempunyai dua pengertian yang berbeda. Pengertian dalam tataran positif, ideologi dipersepsikan sebagai realitas pandangan dunia yang menyatakan sistem nilai suatu kelompok atau suatu komunitas sosial tertentu untuk melegitimasikan kepentingannya. Sedangkan dalam tataran negatif menyatakan bahwa ideologi dipersepsikan sebagai realitas kesdaran palsu yang artinya ideologi merupakan sarana manipulative dan deceptive pemahaman manusia mengenai realitas sosial.35 Ideologi merupakan sarana yang digunakan untuk ide-ide kelas yang berkuasa

Gambar

Tabel. 3.8. managemen Redaksi Koran Tangsel Pos ..............................................
Table 1.1 Model Analisis Wacana teun Van Djik.10
Table. 2.1 Teori Hirarki Pengaruh Shoemaker
Tabel. 2.2 Piramida Terbalik47
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan layout dibuat untuk memudahkan saat implementasi aplikasi. Kerangka aplikasi ini sifatnya fleksibel, masih dimungkinkan untuk dilakukan perubahan-perubahan

Dari pembahasan diatas penyusun menyarankan agar kita sadar sedalam-dalamnya bahwa Pancasila adalah pandangan hidup Bangsa dan Dasar Negara Republik Indonesia serta merasakan

Pregabalin, salah satu first drug yang telah diakui FDA untuk nyeri neuropatik, telah dibuktikan melalui beberapa studi mengenai efektivitasnya dalam mengatasi nyeri neuropatik

Dalam data format vektor, bumi kita direpresentasikan sebagai suatu mosaik dari garis (arc/line), polygon (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik

Penelitian yang dilakukan oleh Firzanah (2013) yang berjudul pemberian daun binahong terdapat kandungan fenol yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka perineum

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa karbon dari grafit adalah yang paling dapat menghasilkan zirkonium karbida lebih baik dari pada karbon dari bahan lain.. Struktur kristal

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana solusi numerik model matematika glukosa, insulin, dan sel beta pada

Dengan menggunakan IDEA sebagai penguat kunci dan Blowfish sebagai algoritma untuk menyandikan dokumen, waktu yang dibutuhkan untuk proses enkripsi dekripsi suatu dokumen