• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perilaku Ibu tentang Pola Makan Anak Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Perilaku Ibu tentang Pola Makan Anak Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PERILAKU IBU TENTANG POLA MAKAN ANAK BALITA TERHADAP KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN

TANJUNG MORAWA

TESIS

Oleh:

ERLINA NASUTION 097032147/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH PERILAKU IBU TENTANG POLA MAKAN ANAK BALITA TERHADAP KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN

TANJUNG MORAWA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

ERLINA NASUTION 097032147/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH PERILAKU IBU TENTANG POLA MAKAN ANAK BALITA TERHADAP

KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN TANJUNG MORAWA

Nama Mahasiswa : Erlina Nasution Nomor Induk Mahasiswa : 097032147

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Ketua

)

Anggota (Dra. Syarifah, M.S)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 8 Februari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH PERILAKU IBU TENTANG POLA MAKAN ANAK BALITA TERHADAP KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN

TANJUNG MORAWA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan Februari 2012

(6)

ABSTRAK

Kejadian diare pada balita di Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari Puskesmas Tanjung Morawa Pekan dan Puskesmas Dalu Sepuluh pada tahun 2009 yaitu 2.208 kasus, terjadi peningkatan menjadi 2.250 kasus pada tahun 2010. Pada bulan April sampai dengan Juni 2011 ditemukan 176 kasus diare pada balita.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh perilaku ibu tentang pola makan anak balita terhadap kejadian diare di Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Jenis penelitian menggunakan explanatory survey. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai balita berumur 1 sampai dengan 5 tahun selama 3 bulan terakhir (April-Juni 2011) berjumlah 176 balita. Jumlah sampel sebanyak 85 balita yang diambil dengan metode alokasi proporsional. Pengumpulan data menggunakan kuesioner penelitian. Analisis data dengan uji regresi logistik berganda.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sikap dan tindakan ibu tentang pola makan anak balita berpengaruh terhadap kejadian diare di Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Tindakan ibu dominan memengaruhi kejadian diare. Pengetahuan ibu tentang pola makan anak balita tidak berpengaruh terhadap kejadian diare.

Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang untuk lebih mempromosikan pola makan meliputi ASI, PASI dan MP-ASI sesuai usia balita dengan memberdayakan petugas kesehatan/kader melalui sosialisasi/ penyuluhan, dan bagi puskesmas memberikan penyuluhan kesehatan melalui kunjungan rumah sebulan sekali sehingga keluarga menerapkan pola makan sesuai usia balita dengan keanekaragaman makan dan berperilaku hidup bersih dalam mengelola makanan sehingga keluarga terhindari dari penyakit.

(7)

ABSTRACT

Occurrence of diarrhea in children under five years in the Puskesmas Tanjung Morawa Deli Serdang Regency consisting of Puskesmas Tanjung Morawa Pekan and Puskesmas Dalu Sepuluh in 2009 there were 2.208 cases, and increase be 2,250 cases in 2010. In April-June 2011 found 176 cases of diarrhea in children under five years.

The purpose of this study was to analyze the influence of mother’s behavior about food pattern of children under five years on the incident of diarrhea in Tanjung Morawa Subdistrict in 2011. The type of research is explanatory survey. The population of this research was mother who has children under five years whose age 1 up to 5 years during the last 3 months (April-June 2011) as many as 176 people. The number of samples as much as 85 children under five years taken with proportional allocation method. Data collection using the questionnaire research. Data analysis with multiple logistic regression tests.

From the research results obtained that the attitude and actions of the mothers about food pattern of children under five years influence on the occurrence of diarrhea in Puskesmas Tanjung Morawa Subdistrict Deli Serdang Regency in 2011. The knowledge of mother about food pattern of children under five years does not affect the occurrence of diarrhea.

Dinas Kesehatan Deli Serdang District is suggested to improve their promotion about food pattern includes ASI, PASI and MPASI according to the children under five years by empowering the health workers/cadres through socialization/extension, and for Puskesmas should provide health education by paying a door-to-door visit once a month and heads of families should apply good food pattern by providing variety of food as well as practicing clean life in processing the food that it can improve their family’s welfare and health.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

memberi rahmat dan hidayat-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat

menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Perilaku Ibu tentang Pola Makan Anak

Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan

pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi

Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H.,

M.Sc (CTM)., Sp.A, (K).

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya

Utama, M.S atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan

(9)

Pembimbing dan Anggota Komisi Pembimbing Dra. Syarifah, M.S yang telah

membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis

ini.

4. Tim Komisi Penguji Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Anggota Komisi Penguji

Drh. Rasmaliah, M.Kes yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan

perhatian selama penulisan tesis.

6. Ir. Zuraida Nasution, M.Kes selaku Direktur Poltekes Medan telah memberikan

izin dan membantu serta memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Kepala Puskesmas Tanjung Morawa Pekan dan Puskesmas Dalu Sepuluh yang

telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Teristimewa buat suami Sumijan Suprianto dan ananda tersayang Jelita Seruni,

Lintar yang telah memberikan dukungan dan doanya sehingga saya termotivasi

untuk menyelesaikan studi ini.

10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,

(10)

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan

dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Februari 2012

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Erlina Nasution dilahirkan di Siabu tanggal 30 Oktober

1970. Penulis adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan alm. H. Abd

Mukmin Nasution dan Hj. Sania Pulungan, sudah menikah dan dikaruniai 1 orang

putri dan 1 orang putra.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 12 Padangsidimpuan

pada tahun 1985, menamatkan MTSn Padangsidimpuan pada tahun 1988,

menamatkan MAN di Padangsidimpuan pada tahun 1991, menamatkan sekolah di

Akademi Gizi (AKZI) Sutan Oloan Medan pada tahun 1996, menamatkan Sarjana S1

Pendidikan di Universitas Negeri Padang pada tahun 2002. Tahun 2009 penulis

mengikuti Pendidikan Lanjutan Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas

Kesehatan Masyarakat dengan minat Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Universitas Sumatera Utara.

Penulis memulai karir pada tahun 1998 sebagai Pegawai Negeri Sipil di

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Konsep Perilaku ... 11

2.1.1. Pengetahuan ... 15

2.1.2. Sikap ... 19

2.1.3. Tindakan ... 20

2.2. Pengaturan Pola Makan Anak Balita ... 20

2.2.1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) ... 21

2.2.2. Pemberian Pengganti Air Susu Ibu (PASI) ... 25

2.2.3. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 29

2.3. Diare pada Anak ……… ... 35

2.3.1. Pengertian dan Determinan Diare ………. 35

2.3.2. Pencegahan Diare ………. ... 42

2.3.3. Klasifikasi Diare ………... 49

2.4. Landasan Teori ... 50

2.5. Kerangka Konsep ... 53

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 54

3.1. Jenis Penelitian ... 54

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

3.3. Populasi dan Sampel ... 55

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 57

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 59

3.6. Metode Pengukuran ... 60

(13)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 64

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

4.2. Karakteristik Responden ... 67

4.2.1. Pengetahuan Ibu ... 69

4.2.2. Sikap Responden ... 71

4.2.3. Tindakan Responden ... 74

4.2.4 Kejadian Diare pada Balita ... 77

4.2.5 Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Diare pada Balita ... 77

4.2.6. Hubungan Sikap Ibu tentang Pola Makan pada Balita dengan Kejadian Diare ... 78

4.2.7 Hubungan Tindakan Ibu tentang Pola Makan pada Balita dengan Kejadian Diare ... 79

4.3.Analisis Pengaruh Perilaku Ibu tentang Pola Makan Anak Balita terhadap Kejadian Diare ... 80

BAB 5. PEMBAHASAN ... 82

5.1. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Pola Makan pada Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa ... 82

5.2. Pengaruh Sikap Ibu tentang Pola Makan pada Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa ... 83

5.3. Pengaruh Tindakan Ibu tentang Pola Makan pada Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa ... 86

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1. Kesimpulan ... 91

6.2. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Pengukuran Makanan Balita ... 32

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 62

4.1. Desa, Luas dan Jumlah Dusun di Kecamatan Tanjung Morawa

Tahun 2011 ... 65

4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di

Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2010 ... 65

4.3. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Wilayah Kerja Puskesmas

Tanjung Morawa Tahun 2010 ... 66

4.4. Ditribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Kecamatan

Tanjung Morawa Tahun 2011 ... 68

4.5. Distribusi Jawaban Responden tentang Pengetahuan Ibu dalam Pola Makan Anak Balita di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun

2011 ... 70

4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang Pola Makan Anak

Balita di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011 ... 71

4.7. Distribusi Jawaban Responden tentang Sikap Ibu dalam Pola

Makan Anak Balita di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011 72

4.8. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu dalam Pola Makan Anak Balita

di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011 ... 74

4.9. Distribusi Jawaban Responden tentang Tindakan Ibu dalam Pola

Makan Anak Balita di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011 75

4.10. Distribusi Tindakan Ibu tentang Pola Makan Berdasarkan Umur

Anak Balita di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011 ... 76

4.11. Distribusi Kejadian Diare Anak Balita Berdasarkan Umur di

Kecamatan Tanjung MorawaTahun 2011 ... 77

4.12. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Pola Makan Anak Balita dengan Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun

2011 ... 78

4.13. Hubungan Sikap Ibu tentang Pola Makan Anak Balita dengan

(15)

4.14. Hubungan Tindakan Ibu tentang Pola Makan Anak Balita dengan Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun

2011 ... 79

4.15. Hasil Uji Regresi Logistik GandaPengaruh Perilaku Ibu tentang Pola Makan Anak Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Landasan Teori ... 52

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU... 97

2 Surat Telah Selesai Meneliti dari Puskesmas Tanjung Morawa Pekan dan Puskesmas Dalu Sepuluh Kabupaten Deli Serdang ... 98

4. Kuesioner Penelitian ... 99

5. Pengolahan Data ... 109

(18)

ABSTRAK

Kejadian diare pada balita di Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari Puskesmas Tanjung Morawa Pekan dan Puskesmas Dalu Sepuluh pada tahun 2009 yaitu 2.208 kasus, terjadi peningkatan menjadi 2.250 kasus pada tahun 2010. Pada bulan April sampai dengan Juni 2011 ditemukan 176 kasus diare pada balita.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh perilaku ibu tentang pola makan anak balita terhadap kejadian diare di Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Jenis penelitian menggunakan explanatory survey. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai balita berumur 1 sampai dengan 5 tahun selama 3 bulan terakhir (April-Juni 2011) berjumlah 176 balita. Jumlah sampel sebanyak 85 balita yang diambil dengan metode alokasi proporsional. Pengumpulan data menggunakan kuesioner penelitian. Analisis data dengan uji regresi logistik berganda.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sikap dan tindakan ibu tentang pola makan anak balita berpengaruh terhadap kejadian diare di Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Tindakan ibu dominan memengaruhi kejadian diare. Pengetahuan ibu tentang pola makan anak balita tidak berpengaruh terhadap kejadian diare.

Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang untuk lebih mempromosikan pola makan meliputi ASI, PASI dan MP-ASI sesuai usia balita dengan memberdayakan petugas kesehatan/kader melalui sosialisasi/ penyuluhan, dan bagi puskesmas memberikan penyuluhan kesehatan melalui kunjungan rumah sebulan sekali sehingga keluarga menerapkan pola makan sesuai usia balita dengan keanekaragaman makan dan berperilaku hidup bersih dalam mengelola makanan sehingga keluarga terhindari dari penyakit.

(19)

ABSTRACT

Occurrence of diarrhea in children under five years in the Puskesmas Tanjung Morawa Deli Serdang Regency consisting of Puskesmas Tanjung Morawa Pekan and Puskesmas Dalu Sepuluh in 2009 there were 2.208 cases, and increase be 2,250 cases in 2010. In April-June 2011 found 176 cases of diarrhea in children under five years.

The purpose of this study was to analyze the influence of mother’s behavior about food pattern of children under five years on the incident of diarrhea in Tanjung Morawa Subdistrict in 2011. The type of research is explanatory survey. The population of this research was mother who has children under five years whose age 1 up to 5 years during the last 3 months (April-June 2011) as many as 176 people. The number of samples as much as 85 children under five years taken with proportional allocation method. Data collection using the questionnaire research. Data analysis with multiple logistic regression tests.

From the research results obtained that the attitude and actions of the mothers about food pattern of children under five years influence on the occurrence of diarrhea in Puskesmas Tanjung Morawa Subdistrict Deli Serdang Regency in 2011. The knowledge of mother about food pattern of children under five years does not affect the occurrence of diarrhea.

Dinas Kesehatan Deli Serdang District is suggested to improve their promotion about food pattern includes ASI, PASI and MPASI according to the children under five years by empowering the health workers/cadres through socialization/extension, and for Puskesmas should provide health education by paying a door-to-door visit once a month and heads of families should apply good food pattern by providing variety of food as well as practicing clean life in processing the food that it can improve their family’s welfare and health.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Anak merupakan potensi dan penerus untuk mewujudkan kualitas dan

keberlangsungan bangsa. Sebagai manusia anak berhak untuk mendapatkan

pemenuhan, perlindungan serta penghargaan akan hak asasinya. Sebagai generasi

penerus bangsa, anak harus dipersiapkan sejak dini dengan upaya yang tepat,

terencana, intensif dan berkesinambungan agar tercapai kualitas tumbuh kembang

fisik, mental, sosial, dan spiritual tertinggi. Salah satu upaya mendasar untuk

menjamin pencapaian tertinggi kualitas tumbuh kembangnya sekaligus memenuhi

hak anak adalah pemberian makan yang terbaik sejak lahir hingga usia dua tahun.

Makanan yang tepat bagi bayi dan anak usia dini adalah Air Susu Ibu (ASI)

eksklusif yakni pemberian ASI saja segera setelah lahir sampai usia 6 bulan yang

diberikan sesering mungkin. Setelah usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi makanan

pendamping ASI (MP-ASI). Selanjutnya pada usia 1 tahun anak sudah diberi

makanan keluarga dan ASI masih tetap diberikan sampai anak usia 2 tahun.

Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam

pencapaian keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh kembang anak adalah masa

balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan memengaruhi dan

menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial,

emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan

(21)

Pola pemberian makan mendukung pertumbuhan optimal bagi anak. Pada

usia 0- 6 tahun terjadi pertumbuhan otak hingga mencapai sekitar 75%, masa ini

disebut periode emas atau golden period. Pemberian makan yang optimal pada usia 0-

2 tahun memberikan kontribusi bermakna pada pertumbuhan otak anak. Pemberian

ASI saja sejak bayi lahir hingga usia 6 bulan (ASI eksklusif enam bulan) dapat

memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi, serta melindungi bayi dari berbagai penyakit

seperti diare yang merupakan penyebab utama kematian balita di Indonesia

(Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan

lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsisten feses encer, dapat berwarna hijau atau

dapat pula bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Hal ini terjadi karena

secara fisiologis sistem pencernaan pada balita belum cukup matur (organ-organnya

belum matang), sehingga rentan sekali terkena penyakit saluran pencernaan. Penyakit

saluran pencernaan ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan amoeba atau parasit

melalui makanan yang masuk ke dalam tubuh dan juga malabsorpsi serta alergi zat

makanan tertentu (Markum, 1998).

WHO (2008) menyatakan bahwa setiap tahun 1,5 juta anak balita meninggal

dunia akibat penyakit diare, hal ini menyebabkan diare sebagai penyebab kematian

terbesar kedua pada anak balita. Di Negara ASEAN, anak-anak balita mengalami

rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak

dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas)

(22)

satu tahun hingga empat tahun. Bahkan pada tahun 2008, diare merupakan

penyumbang kematian bayi terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 31,4% dari total

kematian bayi.

Di Provinsi Sumatera Utara, penyakit diare merupakan penyakit endemis dan

sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Hasil pengumpulan data dari

kabupaten/kota selama tahun 2007 jumlah kasus penyakit diare pada balita yang

ditemukan di sarana kesehatan adalah sejumlah 1.146 penderita dengan angka

kesakitan penyakit diare 28,43 per 1.000 penduduk. KLB diare yang tersebar di 10

Kabupaten/Kota dengan total penderita 2.819 orang dan kematian 23 orang (CFR

0,81%). Berdasarkan laporan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit,

pada tahun 2008 tingkat kematian pada penyakit diare mengalami peningkatan

dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2008 CFR akibat diare sebesar 4,78%

dengan 10 penderita meninggal dari 209 kasus. Angka ini naik dari tahun sebelumnya

yaitu dengan CFR 1,31% dengan 4 penderita meninggal dari 304 kasus. Berdasarkan

data profil dari kab/kota tahun 2008, diperoleh bahwa jumlah penderita diare di

Sumatera Utara tahun 2008 adalah 208.024 penderita, dari jumlah tersebut 98.768

(47,48%) adalah kasus pada balita ( Profil Dinkes Sumut, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Simanjuntak (2007) tentang

pengetahuan ibu dalam pola pemberian ASI, MP-ASI dan pola penyakit pada bayi

usia 0-12 bulan di Desa Limau Manis Kabupaten Deli Serdang Kecamatan Tanjung

Morawa diketahui tingkat pengetahuan ibu masih kurang dengan persentase 43,3%

(23)

pengetahuannya cukup dengan persentase 50%. Hal ini disebabkan karena ibu yang

memiliki bayi 0-12 bulan masih berpegang pada prinsip bahwa makanan pendamping

ASI biasanya sudah diberikan sangat dini yang justru menyebabkan banyak penyakit

infeksi pada bayi. Mereka memberikan makanan pendamping pada bulan pertama

setelah lahir berupa nasi yang dikunyah terlebih dahulu oleh ibunya, campuran bubur

beras dan pisang yang diulek, madu dan sebagainya.

Hasil dari penelitian di atas dapat memberi gambaran bahwa cara ibu dalam

memberikan makanan pada bayi di Kabupaten Deli Serdang belum tepat sehingga

meningkatkan risiko bayi terkena diare. Hal ini didukung dengan data laporan STP

Puskesmas dan Program Diare Kabupaten Deli Serdang tahun 2010 tentang jumlah

penderita diare dari tahun 2004-2007 yang terus meningkat. Pada tahun 2007 jumlah

penderita diare sebesar 1.094, kemudian menurun pada tahun 2008 menjadi 1.000

kejadian diare. Namun, pada tahun 2009 kembali meningkat menjadi 1.100 kejadian

diare.

Berdasarkan laporan Kejadian Diare Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa

Kabupaten Deli Serdang juga menunjukkan data peningkatan dari tahun 2009 yaitu

2.208 menjadi 2.250 kejadian diare pada tahun 2010. Di Kecamatan Tanjung Morawa

terdapat 2 Puskesmas Induk yaitu Puskesmas Tanjung Morawa Pekan dan Puskesmas

Dalu Sepuluh. Dari data Puskesmas Tanjung Morawa Pekan bulan April-Juni Tahun

2011 ditemukan 163 kasus diare pada kelompok umur balita, sedangkan pada

Puskesmas Dalu Sepuluh ditemukan kasus 13 diare pada balita. Dengan banyaknya

(24)

risiko kejadian diare adalah perilaku ibu dalam pemberian ASI (Air Susu Ibu), PASI

(Pengganti ASI), dan MP ASI (Makanan Pendamping ASI) pada anak bawah lima

tahun atau balita. Hal ini didukung dari hasil penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya yang diuraikan berikut ini.

Kejadian diare pada bayi dapat disebabkan karena kesalahan dalam pemberian

makan, dimana bayi sudah diberi makan selain ASI sebelum berusia 4 bulan. Perilaku

tersebut sangat berisiko bagi bayi untuk terkena diare karena alasan sebagai berikut;

(1) pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI, (2) bayi

kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya dapat diperoleh

dari ASI serta yang ke (3) adanya kemungkinan makanan yang diberikan bayi sudah

terkontaminasi oleh bakteri karena alat yang digunakan untuk memberikan makanan

atau minuman kepada bayi tidak steril (Hidayat, 2008).

Penyebab diare lainnya adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi

oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor, bermain dengan mainan yang

terkontaminasi, apalagi pada bayi yang sering memasukan tangan/ mainan/apapun ke

dalam mulut karena virus ini dapat bertahan di permukaan udara sampai beberapa

hari. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan

benar, pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih, tidak mencuci tangan

dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan tinja anak yang

terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang

(Suririnah, 2006). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyakit diare

(25)

karena adanya penerapan pola hidup yang tidak benar dan pemberian makanan yang

tidak sehat pada bayi dan anak-anak.

Perilaku ibu dalam pemberian makanan sangat berperan dalam membentuk

pola konsumsi makanan dalam keluarga. Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap dan

praktik/tindakan terhadap pengelolaan makanan dan pemilihan makanan yang bergizi

yang akan memengaruhi status gizi anak. Balita termasuk golongan rentan sehingga

sangat membutuhkan perhatian khusus dalam pemberian makanan.

Pada masa balita seorang anak masih benar-benar bergantung pada perawatan

dan pengasuhan oleh ibunya, termasuk pengaturan pola makan. Untuk tumbuh

dengan baik, tidak cukup hanya dengan memberinya makan, asal dalam memilih

menu makanan dan asal menyuapi makanan. Akan tetapi orang tua juga perlu

menerapkan sikap yang baik dalam memberikan makan. Misalnya, ibu membentuk

pola makan anak sejak dini antara lain dengan pengenalan jam-jam makan dan variasi

makanan. Kadang-kadang orang tua memaksakan bayi untuk banyak memakan

makanan padat agar tidur lelap di malam hari. Akan tetapi, hal ini tidak akan berhasil

dan bisa menimbulkan masalah pemberian makanan dikemudian hari (Ronald, 2010).

Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for

Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal

penting yang harus dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi

segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu

(ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6

(26)

berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai

anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2006).

Pemberian cairan dan makanan dapat menjadi sarana masuknya bakteri

patogen. Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri penyebab diare, terutama di

lingkungan yang kurang higienis dan sanitasi buruk. Penelitian di Filipina

menegaskan tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif dan dampak negatif

pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare.

Seorang bayi (tergantung usianya) yang diberi air putih, teh, atau minuman herbal

lainnya akan berisiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak dibanding bayi yang diberi

ASI Eksklusif (Yuliarti, 2010).

Bayi yang diberi susu formula mengalami diare 10 kali lebih banyak yang

menyebabkan angka kematian bayi juga 10 kali lebih banyak, infeksi usus karena

bakteri dan jamur 4 kali lipat lebih banyak, sariawan mulut karena jamur 6 kali lebih

banyak. Penelitian di Jakarta memperlihatkan persentase kegemukan atau obesitas

terjadi pada bayi yang mengkonsumsi susu formula sebesar 3,4% dan kerugian lain

menurunnya tingkat kekebalan terhadap asma dan alergi (Depkes RI, 2006).

Hal ini juga didukung oleh pernyataan UNICEF tahun 2006 yang

menyebutkan bukti ilmiah terbaru, yang juga dikeluarkan oleh Journal Paediatrics

bahwa bayi yang diberikan susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal

dunia pada bulan pertama kelahirannya. Dan peluang itu 25 kali lebih tinggi

dibandingkan bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif (Journal Pediatrics,

(27)

Menurut Narendra (2002), ibu bisa melakukan pencegahan diare dengan

mempertahankan pemberian ASI atau memberikan pengganti air susu/susu formula

dengan melakukan pengenceran. Jika terlalu kental, maka asupan susu formula bisa

menyebabkan berbagai gangguan pencernaan. Takaran susu formula umumnya sudah

dibuat sedemikian rupa dengan memerhatikan osmolaritas (tingkat kekentalan) yang

disesuaikan dengan kemampuan fungsi pencernaan bayi.

Berat ringannya diare ditentukan oleh beberapa faktor antara lain umur balita

dan tingkat status gizi balita, makin muda usia balita yang terkena diare maka makin

parah akibatnya, balita yang diare di bawah umur 1 tahun mempunyai resiko yang

paling besar jika diberi makanan pendamping ASI. Pemberian makanan padat atau

tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu pemberian ASI Eksklusif serta

meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Berdasarkan latar belakang dan data-data

kejadian diare, khususnya di Kecamatan Tanjung Morawa yang telah diuraikan di

atas, maka perlu dilakukan penelitian terkait dengan perilaku ibu tentang pola makan

pada anak balita terhadap kejadian diare di Kecamatan Tanjung Morawa tahun 2011.

1.2.Permasalahan

Bagaimana pengaruh perilaku ibu tentang pola makan anak balita terhadap

kejadian diare di Kecamatan Tanjung Morawa tahun 2011.

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh perilaku ibu tentang pola makan anak balita

(28)

1.4.Hipotesis

Ada pengaruh perilaku ibu tentang pola makan anak balita terhadap kejadian

diare di Kecamatan Tanjung Morawa tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1.

Sebagai bahan masukan dan informasi kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten Deli serdang dalam upaya penanggulangan diare pada anak

khususnya anak balita. Dinas Kesehatan

1.5.2. Puskesmas

Sebagai

1.5.3. Keluarga

masukan dan pertimbangan dalam merencanakan program

pencegahan penyakit infeksi khususnya diare pada anak balita di

Kecamatan Tanjung Morawa pada masa yang akan datang.

Dapat meningkatkan pemahaman ibu tentang pengaturan pola makan

anak balita sehingga diharapkan angka kejadian diare dapat berkurang

1.5.4. Ilmu Pengetahuan

di

Kecamatan Tanjung Morawa.

Dapat memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan penelitian

selanjutnya yang terkait dengan perilaku ibu dalam pengaturan pola

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang

bersangkutan. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,

sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri

manusia. Terdapat berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan

kebutuhan tambahan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2007) merumuskan bahwa perilaku

merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,

dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut “S-O-R”

atau Stimulus Organisme Respons.

Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan

adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang

memiliki unsur-unsur perilaku dengan sakit dan penyakit, perilaku peningkatan dan

pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour), perilaku pencegahan penyakit

(health prevention behaviour), perilaku pencarian pengobatan (health seeking

behaviour), perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, perilaku terhadap

makanan, dan minuman, serta perilaku terhadap lingkungan. Untuk lebih jelasnya

(30)

1. Perilaku terhadap sakit dan penyakit

Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respons internal dan eksternal

seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk

respon tertutup (sikap, pengetahuan) maupun dalam bentuk respons terbuka

(tindakan nyata)

2. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion

behaviour)

Perilaku seseorang untuk memelihara dan memingkatkan daya tahan tubuh

terhadap masalah kesehatan.

3. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)

Segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari

penyakit, misalnya imunisasi pada balita, melakukan 3M dll.

4. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)

Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita

penyakit dan/atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri (self-treatment)

sampai mencari bantuan ahli.

5. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)

Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi

hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara

(31)

6. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan

Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan

modern dan atau tradisional.

7. Perilaku terhadap makanan

Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta

unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan

makanan.

8. Perilaku terhadap kesehatan lingkungan

Perilaku ini merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai

determinan agar tidak memengaruhi kesehatannya.

Menurut pengertian perilaku di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

ibu tentang pola makan balita adalah respons ibu terhadap stimulus atau objek yang

berkaitan dengan pola makan balita yang mencakup ASI, PASI dan MP-ASI.

Konsep Bloom dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa derajat

kesehatan itu dipengaruhi oleh 4 faktor utama yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan

kesehatan dan keturunan (hereditas). Menurut teori Lawrence Green dalam

Notoatmodjo (2007) ada 3 faktor yang memengaruhi perubahan perilaku individu

maupun kelompok sebagai berikut :

a. Faktor yang mempermudah (presdisposing factor) yang mencakup pengetahuan

dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut

(32)

b. Faktor pendukung (Enabling factor) antara lain ketersediaan sarana dan prasarana

atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

c. Faktor pendorong (Reinforcing factor) yaitu faktor yang memperkuat perubahan

perilaku seseorang yang dikarenakan sikap suami, orang tua tokoh masyarakat

atau petugas kesehatan.

Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan :

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi

maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk

memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

b. Ekonomi (pendapatan)

Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder,

keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila dibandingkan

keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan memengaruhi pemenuhan

kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk ke dalam kebutuhan

sekunder.

c. Lingkungan sosial ekonomi

Manusia adalah mahluk sosial dimana didalam kehidupan berinteraksi satu dengan

yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan

(33)

d. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian respon terhadap

sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan

memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan

berfikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.

e. Paparan Media Massa atau Informasi

Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat

diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media

massa (TV, radio, majalah dan lai-lain) akan memperoleh informasi yang lebih

banyak dibandingkan dengan orang tidak pernah terpapar informasi media massa.

f. Akses Layanan Kesehatan atau Fasilitas Kesehatan

Mudah atau sulitnya dalam mengakses kesehatan tentunya akan berpengaruh

terhadap pengetahuan khususnya dalam hal kesehatan.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dan subjek penelitian atau

respon (Notoatmodjo, 2003)

Bloom dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa aspek perilaku yang

dikembangkan dalam proses pendidikan meliputi tiga ranah yaitu : ranah Kognitif

(pengetahuan), ranah afektif (sikap), dan ranah Psikomotor (keterampilan). Dalam

(34)

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu Pengindraan terjadi melalui panca indra

manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overbehaviour). Berdasarkan pengalaman dan

penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri

seseorang terjadi proses yang berurutan yakni :

a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya.

d. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang di kehendaki oleh stimulus

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

(35)

Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku tidak selalu

harus melewati tahap-tahap di atas. Rogers mengemukakan ada lima tahapan proses

adopsi perilaku dalam Teori Difusi Inovasi yaitu :

1. Tahap

mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus

disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui

2. Taha

calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika

mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan

dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi

tersebut.

3. Tahap pengambila

akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun

bukan berarti setelah melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup

kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.Taha

Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih jauh tentang

inovasi tersebut.

4. Taha

mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi

(36)

buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan

yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakuka

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti

ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka

perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku

itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi

pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku

sehingga perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

(Notoatmodjo, 2007), yaitu :

a)Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifikn dari seluruh bahan yang I pelajari atau

rangsangan yang telah di terima. Oleh sebab itu, “tahu”ini adalah merupakan tingkat

pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu

tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan,menyatakan dan sebagainya.

b)Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginerprestasi materi tersebut secara

(37)

menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah

dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan yang bergizi.

c)Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya

dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistic

dalam penghitungan-penghitungan hasil penelitian, dapat menggunakan

prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan

masalah kesehatan dari kasus yang di berikan.

d)Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek

kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari

penggunaan kata-kata kerja ,dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.

e)Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan

kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat

(38)

f)Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukn justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahauan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.

2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek (Notoadmodjo, 2003). Komponen pokok dari

sikap adalah kepercayaan terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi

terhadap suatu objek, dan kecendrungan untuk bertindak.

Tingkatan dari pembentukan sikap, yakni :

(1) Menerima (receiving), dimana bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

(2) Merespon (responding), dimana individu memberikan jawaban bila ditanya,

mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indiasi dari

sikap.

(3) Menghargai (valuing), dimana individu mengajak orang lain untuk mengerjakan

(39)

(4) Bertanggungjawab (responsible), dimana individu bertanggungjawab terhadap

terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.

2.1.3. Tindakan

Menurut Notoadmodjo, (2003) untuk mewujudkan suatu sikap menjadi tindakan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tingkatan dari praktek atau tindakan, yaitu :

(1) Persepsi (perseption), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.

(2) Respon terpimpin (guided response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat kedua. (3) Mekanisme (mecanism), apaila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

(4) Adopsi (adoption), adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

2.2. Pengaturan Pola Makan Anak Balita

Pola makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam

memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang

atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu (Lie, 1985).

(40)

saat bayi masih makan nasi tim, yaitu ketika usia baru enam bulan ke atas, ibu harus

tahu dan mampu menerapkan pola makan sehat (Widjaja, 2007).

Pemberian makanan balita bertujuan untuk mendapat zat gizi yang diperlukan

tubuh untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh. Zat gizi berperan memelihara

dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari, dalam

pengaturan makanan yang tepat dan benar merupakan kunci pemecahan masalah

(Suharjo, 2003).

Tujuan pemberian makanan pada anak balita adalah :

1. Untuk mendapat zat gizi yang diperlukan tubuh dan digunakan oleh tubuh.

2. Untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh.

3. Zat gizi berperan dalam memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk

melaksanakan kegiatan sehari-hari.

4. Untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan gizi pada balita diperlukan

adanya prilaku penunjang dari para orang tua, ibu atau pengasuhan dalam

keluarga.

5. Selalu memberikan makanan bergizi yang seimbang kepada balita (Suharjo,

2003).

2.2.1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

ASI merupakan makanan yang sempurna untuk bayi dan tidak ada produk

makanan pengganti ASI yang kualitasnya menyamai ASI. Hal ini disebabkan karena

ASI sehat, tidak mengandung kuman, memenuhi sebagian kebutuhan metabolik bayi

(41)

yang menyusui biasanya lebih tahan terhadap kuman dan virus, karena ASI

mengandung sejumlah faktor pelindung (Alan Berg, 1986). Sedangkan menurut

Behrman dan Vangham (1998), air susu ibu mengandung antibodi bakterial dan viral

karena mengandung laktoferin terutama pada kolostrum. Laktoferin berfungsi

menghambat pertumbuhan E. coli di dalam usus.

Berikut ini adalah kelebihan yang dimiliki ASI dibandingkan dengan susu

botol :

• ASI menyediakan zat-zat gizi yang diperlukan bayi dalam bentuk yang paling

mudah dicerna dan paling mudah diserap.

• ASI mengandung antibodi dan sel-sel darah putih yang melindungi bayi

terhadap infeksi.

• ASI bisa mengubah keasaman tinja dan flora usus sehingga melindungi bayi

terhadap diare karena bakteri.

Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, bayi yang diberi ASI pada umumnya

lebih jarang terkena infeksi dibandingkan dengan bayi yang diberi susu botol (H.S,

Ronald, 2010).

ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi bayi karena mengandung

semua zat gizi yang dibutuhkan bayi. Komposisi zat gizi yang terkandung dalam ASI

(42)

6. Lemak

ASI maupun susu sapi mengandung lemak yang cukup tinggi, yaitu sekitar 3,5

%. Namun, keduanya mempunyai susunan lemak yang berbeda. ASI lebih

banyak mengandung asam lemak tak jenuh, sedangkan susu sapi lebih banyak

mengandung asam lemak rantai pendek dan asam lemak jenuh. Selain itu, ASI

mengandung asam lemak omega-3 yang dibutuhkan untuk perkembangan otak.

Alat pencernaan bayi akan lebih cepat menyerap asam lemak tak jenuh

dibandingkan menyerap asam lemak jenuh. Oleh karena itu, lemak ASI lebih

cepat diserap oleh usus bayi dibandingkan lemak susu sapi (Pudjiadi, 2000).

7. Protein

Kualitas protein dalam makanan tergantung pada susunan asam amino dan mutu

cernanya. Berdasarkan hasil penelitian, protein susu, telur, daging, dan ikan

memiliki nilai gizi yang paling tinggi. Protein susu dapat dibagi menjadi dua

golongan, yaitu kasein (caseine) dan whey (laktaalbumin, laktoglobulin, dll).

Kebutuhan protein ASI pada bayi sekitar 1,8 per kilogram berat badan. Sekitar

80 % susu sapi terdiri atas kasein yang sifatnya sangat mudah mengumpal di

lambung sehingga sulit untuk dicerna oleh enzim proteinase (Krisnatuti dan

Rina, 2002).

8. Karbohidrat

Peranan karbohidrat terutama diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi.

Laktosa merupakan salah satu sumber karbohidrat yang terdapat dalam ASI

(43)

laktosa dalam susu sapi hanya sekitar 4,4 % kadar laktosa yang tinggi

mengakibatkan terjadinya pertumbuhan Laktobacillus yang terdapat dalam usus

untuk mencegah terjadinya infeksi (Soetjingsih, 1997).

9. Mineral

Kandungan mineral dalam ASI lebih kecil dibandingkan dengan kandungan

mineral dalam susu sapi (1:4). Karena kandungan mineral yang tinggi pada susu

akan menyebabkan terjadinya beban osmolar yaitu tinggi kadar mineral dalam

tubuh (Pudjiadi, 2000).

10. Vitamin

Kadar vitamin dalam ASI diperoleh dari asupan makanan ibu yang harus cukup

dan seimbang. Kekurangan vitamin tersebut dapat mengakibatkan terganggunya

kesehatan dan dapat menimbulkan penyakit tertentu (Almatsier, 2001).

Pola pemberian ASI adalah kebiasaan ibu menyusui berdasarkan banyaknya

seorang ibu menyusui bayinya. Menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta-juta

ibu di seluruh dunia berhasil menyusui tanpa pernah membaca buku tentang ASI

(Suhardjo, 1989). Bahkan ibu buta huruf pun dapat menyusui anaknya dengan baik.

Walaupun demikian, dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang

alamiah tidaklah mudah. Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang paling cocok

bagi bayi serta mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan dengan makanan bayi

yang dibuat manusia ataupun hewan seperti susu sapi, susu kerbau, dan susu lainnya.

Di kota besar, kita sering melihat bayi diberi susu botol daripada disusui oleh

(44)

pisang atau nasi lembek sebagai tambahan ASI (Roesli, 2000). Sebenarnya ASI

merupakan bahan makanan yang terbaik untuk bayi walaupun ibu sedang sakit,

hamil, haid atau dalam keadaan kurang gizi. ASI juga menguntungkan bila ditinjau

dari berbagai segi baik segi gizi, kesehatan, ekonomi, maupun sosial-psikologis

(Soetjiningsih, 1997).

Pemberian ASI ekslusif yang hanya memberikan ASI selama 6 bulan tanpa

makanan dan minuman lain, kecuali obat bila diperlukan. Diketahui bahwa ASI

mengandung air, sehingga tambahan cairan seperti air gula atau tajin tidak diperlukan

lagi oleh bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya. (Roesli, 2000). Hal-hal yang

harus diperhatikan :

a. Menyusui bayi setelah lahir (30 menit), berikan kolostrum.

b. Berikan ASI dari kedua payudara, kiri dan kanan secara bergantian tiap kali

sampai payudara kosong.

c. Berikan ASI setiap kali bayi meminta/menangis tanpa jadwal.

2.2.2. Pemberian Pengganti Air Susu Ibu (PASI)

Ditinjau dari segi makanan, yang paling tepat/ideal untuk bayi adalah air susu

ibu (ASI). Namun demikian, betapapun baiknya ASI sebagai makanan bayi dan

keberatan para ahli kesehatan di seluruh dunia terhadap penggunaan susu formula

sebagai makanan bayi, akan tetapi dalam keadaan tertentu, susu formula akan sangat

diperlukan sebagai minuman buatan untuk bayi. Karena itu perlulah diketahui dalam

(45)

PASI adalah makanan bayi yang secara tunggal dapat memenuhi kebutuhan

gizi bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi sampai berumur enam bulan. Menurut

Husaini (1998), PASI yang diberikan untuk bayi lebih dikenal dengan susu botol.

Susu botol adalah susu komersil yang di jual di pasar atau di toko yang terbuat dari

susu sapi atau kedelai, diperuntukkan khusus untuk bayi dan komposisinya

disesuaikan mendekati komposisi ASI, serta biasanya diberikan dalam botol.

Sedangkan menurut Pudjiadi (1991), pengganti ASI untuk bayi adalah susu formula

yang terbuat dari susu sapi. Baik susu botol maupun susu formula merupakan

pengganti ASI yang diberikan untuk bayi sebelum ASI keluar.

Menurut Dinkes (2006), PASI adalah setiap bahan makanan yang dipasarkan

atau dengan cara lain dipandang sebagai pengganti untuk sebagian atau seluruhnya

dari ASI. Beberapa wanita tidak cukup memproduksi ASI, tidak memiliki waktu

karena bekerja seharian penuh, memiliki masalah kesehatan atau kendala lain

sehingga tidak bisa memberikan ASI secara memadai. Untuk itu, pemberian susu

formula tidak terelakkan. Berikut adalah tips pemberian susu formula yang perlu

diperhatikan:

1. Pilih produk sesuai usia

Hal yang terpenting adalah memastikan kesesuaian produk dengan usia anak.

Setiap susu formula memiliki nutrisi dengan komposisi yang disesuaikan dengan

usia anak. Jangan sekali-kali memberikan susu sapi biasa ke bayi. Susu itu tidak

dianjurkan karena tidak memiliki unsur-unsur nutrisi yang tepat untuk bayi dan

(46)

Sejauh ini yang paling populer dan mungkin yang terbaik adalah susu formula

yang terbuat dari susu sapi. Bagi bayi yang memiliki intoleransi laktosa, susu

formula berbasis kedelai dan susu kambing bisa menjadi pilihan. Ada banyak

merek yang tersedia di pasaran dan semua merek tunduk pada aturan dan

pengawasan pemerintah (BPOM). Jadi, kita tidak perlu khawatir dengan

kandungannya. Kenyataannya, penelitian menunjukkan bahwa tidak banyak

perbedaan kandungan nutrisi antar produk susu formula, yang semuanya dibuat

menyerupai kandungan gizi pada ASI. Perbedaan antar produk biasanya terletak

pada kadar gula, protein dan lemak. Semua susu formula bayi diperkaya dengan

zat besi (untuk mencegah anemia) dan vitamin D (untuk mempromosikan

pertumbuhan tulang). Beberapa susu formula juga dilengkapi dengan DHA dan

ARA, yang ditemukan dalam ASI dan diperkirakan membantu pertumbuhan otak

bayi.

2. Ikuti dosis yang dianjurkan

Jangan memberikan lebih atau kurang dari takaran yang ditunjukkan pada

kemasan susu. Susu yang terlalu encer akan membuat bayi cepat lapar kembali,

dan bila terlalu kental dapat menyulitkan pencernaannya. Selalu gunakan sendok

takar yang disertakan dalam kemasan. Takaran satu sendok adalah satu sendok

penuh yang diratakan.

3. Perhatikan kebersihan

Botol susu direbus dengan air mendidih, cincin dan dot susu yang sudah dicuci

(47)

mencampur susu. Susu formula yang berada lebih dari satu jam pada suhu kamar

tidak boleh diberikan kepada bayi. Susu formula tidak steril, dan bakteri dapat

bertahan hidup dalam susu meskipun menggunakan air steril untuk

mencampurnya. Di suhu ruangan, bakteri itu akan berkembang biak dengancepat.

Bahkan jika menyimpan susu formula di lemari es, bakteri dapat berkembang

dalam beberapa jam. Anak dapat mengalami infeksi perut bila meminumnya.

4. Jangan menjadwalkan pemberian susu.

Nafsu makan bayi bervariasi dari hari ke hari dan bulan ke bulan, jadi biarkan dia

mengatur waktu makannya sendiri. Bayi akan meminta susu sesering yang dia

perlukan, selama ibu memahami dan menanggapi isyaratnya. Ketika bayi baru

lahir, dia akan minum sedikit tetapi sering, sehingga pemberian botol dilakukan

setiap dua atau tiga jam sekali. Semakin besar, semakin besar porsi untuk setiap

pemberian sehingga frekuensinya berkurang. Sebagai aturan umum, bayi

membutuhkan antara 150 ml dan 200 ml susu formula per kilogram berat

tubuhnya per hari. Jadi, jika bayi ibu beratnya 5 kg, dia akan membutuhkan

antara 750 ml dan 1.000 ml susu formula selama periode 24-jam untuk

memuaskan rasa laparnya.

5. Berikan susu formula seperti memberikan ASI.

Terutama pada bayi di bawah enam bulan, pemberian susu formula sebaiknya

dilakukan seperti halnya memberikan ASI, yaitu dengan menggendong. Jaga

(48)

dengan ibu adalah ”makanan batin” yang sangat dibutuhkan untuk

perkembangannya.

6. Perhatikan saat pemberian susu.

Miringkan botol sedikit sehingga ujung dot selalu penuh dengan susu, bukan

udara. Anda akan melihat gelembung-gelembung di dalam botol saat bayi Anda

mengisap. Dia mungkin mengisap dengan kuat lalu beristirahat di antaranya.

Istirahat itu memberinya waktu untuk merasakan apakah sudah kenyang atau

belum. Jika Anda mendengar suara bising ketika bayi Anda minum, mungkin

terlalu banyak udara di botolnya. Periksalah apakah dot susu sudah terpasang

dengan kencang dan posisi botol tidak terlalu miring.

2.2.3. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Bertambahnya usia bayi mengakibatkan bertambah pula kebutuhan gizinya.

Ketika bayi memasuki usia enam bulan ke atas, beberapa elemen nutrisi seperti

karbohidrat, protein dan beberapa vitamin serta mineral yang terkandung dalam ASI

atau susu formula tidak lagi mencukupi, oleh sebab itu setelah usia enam bulan bayi

perlu mulai diberi MP-ASI agar kebutuhan gizi bayi atau anak terpenuhi.

Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak

disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya. MP-ASI ini diberikan pada anak

berumur 6 bulan sampai 24 bulan, karena pada masa itu produksi ASI makin

menurun sehingga suplai zat gizi dari ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak

(49)

sangat dianjurkan, sebagaimana tercantum dalam Global Strategy for Infant and

Young Child Feeding (Depkes RI, 2006).

Menurut Juwono, Lilian (2003), pemberian makanan tambahan adalah

memberi makanan lain selain ASI. Pemberian makanan tambahan adalah masa saat

bayi mengalami perpindahan menu dari hanya minum susu beralih ke menu yang

mengikut sertakan makanan padat.

Adapun tujuan pemberian makanan pendamping adalah :

Sesudah bayi berumur 6 bulan, secara berangsur

angsur perlu makanan pendamping berupa sari buah, atau buah- buahan, nasi tim,

makanan lunak, dan akhirnya makanan lembek.

a. Melengkapi zat gizi ASI yang kurang

b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima macam-macam makanan

dengan berbagai rasa dan bentuk

c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan (Depkes RI,

2006)

Dalam pemberian MP ASI, yang perlu diperhatikan adalah usia pemberian

MP ASI, frekuensi dalam pemberian MP ASI, porsi dalam pemberian MP ASI, jenis

MP ASI, dan cara pemberian MP ASI pada tahap awal. Pemberian MP ASI yang

tepat diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, namun juga

merangsang keterampilan makan dan merangsang rasa percaya diri pada bayi

(Depkes RI, 2006).

Pemberian makanan pendamping ASI setelah bayi berusia enam bulan, akan

(50)

disebabkan sistem imun pada bayi yang berusia kurang dari enam bulan belum

sempurna, sehingga pemberian MP ASI dini (kurang dari enam bulan) sama saja

dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman penyakit. Belum

lagi jika tidak disajikan secara higienis.

Makanan untuk anak usia 0-24 bulan harus memenuhi syarat-syarat sebagai

berikut (Sihadi, 2000) :

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan

yang tersedia setempat, kebiasaan makan dan selera makan

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi dan

keadaan faali anak

4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

Pada usia 6 bulan, pencernaan bayi mulai kuat. Pemberian makanan

pendamping ASI harus setelah usia 6 bulan, karena jika diberikan terlalu dini akan

menurunkan konsumsi ASI dan bayi mengalami gangguan pencernaan atau bisa

diare. Sebaliknya bila makanan pendamping diberikan terlambat akan mengakibatkan

anak kurang gizi bila terjadi dalam waktu panjang (Depkes, 2003).

1) Jenis makan tambahan

a. Makanan yang dibuat khusus.

b. Makanan keluarga sehari-hari yang dimodifikasi agar mudah dimakan dan

(51)

2) Syarat makanan tambahan

a. Kaya energi, protein dan mikronutrien.

b. Bersih dan aman.

Jenis, jumlah dan frekuensi makan pada bayi dan anak balita, hendaknya

diatur sesuai dengan perkembangan usia dan kemampuan organ pencernaannya

[image:51.612.117.526.307.506.2]

(Depkes RI, 2006).

Tabel 2.1. Pengukuran Makanan Balita Umur

(bulan)

Jenis/bentuk Makanan

Porsi per hari Frekuensi

0-6 bulan ASI Disesuaikan dengan kebutuhan ASI setiap anak menangis siang atau malam hari makin sering makin baik

Min 6 kali

6-9 bulan ASI MP-ASI Makanan Lunak

Disesuaikan dengan kebutuhan usia 6 bulan: 6 sendok makan

(setiap kenaikan usia anak 1 bulan porsi ditambah 1 sdm)

Min 6 kali

2 kali

9-12 bulan ASI

Makanan Lembik Makanan Selingan

Disesuaikan dengan kebutuhan 1 piring ukuran sedang

1 piring ukuran

Min 6 kali 4-5 kali 1 kali 12 bulan ASI

Makanan Keluarga Makanan Selingan

Disesuaikan dengan kebutuhan ½ porsi orang dewasa

½ porsi orang dewasa

3 kali 2 kali >24 bulan Makanan keluarga

Makanan Selingan

Disesuaikan kebutuhan Disesuaikan kebutuhan

3 kali 2 kali Sumber: Depkes RI, 2006

Menurut Muchtadi (2004) hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam

pemberian makanan tambahan pada bayi adalah sebagai berikut :

1. Makanan bayi (termasuk ASI) harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan

bayi.

2. Makanan tambahan harus kepada bayi yang telah berumur 6 bulan sebanyak 4-6

(52)

3. Sebelum berumur 2 tahun bayi belum dapat mengkonsumsi makanan orang

dewasa.

4. Makanan campuran ganda (multi mix) yang terdiri dari makanan pokok, lauk

pauk, dan sumber vitamin lebih cocok bagi bayi, baik ditinjau dari nilai gizinya

maupun sifat fisik makanan tersebut.

5. Makanan harus diolah dari bahan makanan yang bersih dan aman. Harus dijaga

keamanan terhadap kontaminasi dari organ biologi berbahaya seperti kuman,

virus, parasit dan zat kimia, racun yang berbahaya, mulai dari persiapan bahan

makanan, pengolahan, penyimpanan, distribusi sampai dengan penyajian.

6. Bahan lainnya dapat ditambahkan untuk mempertahankan konsistensi dan rasa

makanan asal tidak mengandung zat berbahaya, misalnya gula, garam, cokelat

dan lainnya.

7. Fortifikasi makanan adalah penambahan zat gizi tertentu ke dalam bahan

makanan atau makanan sehingga mencapai kadar yang dapat meningkatkan

status gizi . Pada MP-ASI yang penting adalah penambahan zat gizi mikro seperti

zat besi, yodium ke dalam biskuit, cookies, roti, garam dan makanan suplemen.

Kendala penambahan zat gizi mikro ke dalam makanan adalah perubahan cita

rasa dan warna, perubahan tekstur dan lain lain, sehingga memerlukan suatu

aplikasi teknologi yang memadai agar dapat mencapai tujuannya. MP-ASI yang

dibuat di rumah tangga ( MP-ASI tradisional ) pada umumnya kurang memenuhi

kebutuhan zat gizi terutama micronutrien seperti Fe, Zn, apalagi pada keluarga

(53)

Berdasarkan uraian diatas, makanan tambahan bayi sebaiknya memiliki

beberapa kriteria sebagai berikut :

a. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi.

b. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral

yang cocok.

c. Dapat diterima oleh alat pencernaan yang baik.

d. Harganya relatif murah

e. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal.

f. Bersifat padat gizi.

g. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah sedikit

andungan serat kasar yang terlalu banyak justru akan mengganggu pencernaan

bayi (Murianingsih dan Sulastri, 2003)

Makanan lain yang perlu perhatian ekstra untuk dihindari, diantaranya

(Depkes RI, 2006) :

1. Makanan yang terlalu berminyak, junk food, dan makanan berpengawet

sebaiknya dihindari. Keluarga hendaknya menggunakan bahan makanan segar

untuk menu makan terutama untuk balita.

2. Penggunaan Garam. Jika memang diperlukan sebaiknya digunakan dalam jumlah

sedikit dan pilih garam beryodium yang baik untuk kesehatan. Bila membeli

(54)

3. Aneka jajanan di pinggir jalan yang tidak terjamin kebersihan dan kandungan

gizinya. Ibu bisa membuat sendiri ‘jajanan’ untuk balita Ibu hingga ia tidak

tergiur untuk jajan.

4. Telur dan kerang. Makanan ini seringkali menimbulkan alergi bahkan keracunan,

bila Ibu tidak jeli memilih yang segar dan salah mengolahnya. Dalam mengolah

telur hendaklah dimasak sampai matang untuk menghindari bakteri yang dapat

mengganggu pencernaan.

5. Kacang-kacangan. Jenis ini bisa juga menjadi pencetus alergi dan menyebabkan balita tersedak jika belum terampil dalam mengunyah.

2.3. Diare pada Anak

2.3.1. Pengertian dan Determinan Diare

Menurut beberapa ahli diare diartikan sebagai berikut :

a. Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang

encer dengan frekuensi buang air besar lebih banyak daripada biasanya. Bayi

berusia 0-2 bulan, dikatakan diare jika buang air besar lebih dari 4 kali sehari.

Bayi berusia 2 bulan lebih dan anak balita, dikatakan diare jika buang air besar

lebih dari 3 kali sehari (Handayani, 2004).

b. Diare menurut WHO didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air

besar) lebih dari biasanya -- lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan

(55)

c. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak

dari biasanya (normal 100-200 ml per jam) dengan tinja berbentuk cairan atau

setengah cair (setengah padat) dapat pula disertai frekuensi defekasi yang

meningkat (Mansjoer, 2000).

d. Diare adalah buang air besar cair atau tidak berbentuk (Santoso, 2005)

e. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidak biasa (lebih

dari 3 kali sehari), juga perubahan dalam jumlah dan konsistensi (feses cair)

(Baughman, 2000).

Determinan penyakit diare yaitu :

1. Host (Penjamu)

a) Umur

Survei Departemen Kesehatan tahun 2003 penyakit diare menjadi penyebab

kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi, dan nomor lima pada

semua umur. Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada usia bayi daripada usia

anak. Hasil penelitian Zulkifli (2003) dengan desain cross sectional di

Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie menunjukkan bahwa diare terbanyak pada

anak balita dengan kelompok umur < 24 bulan.

b) Jenis Kelamin

Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.

Penelitian Efrida Yanthi (2001) di Kecamatan Padang Bolak Julu Kabupaten

Tapanuli Selatan dengan desain cross sectional menunjukkan tidak ada hubungan

(56)

Gambar

Tabel 2.1. Pengukuran Makanan Balita
Gambar 2.1. Landasan Teori
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ketika liabilitas keuangan awal digantikan dengan liabilitas keuangan lain dari pemberi pinjaman yang sama dengan ketentuan yang berbeda secara substansial, atau

(2) Pangkat awal yang ditetapkan bagi Pegawai PNS Kemhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama dengan pangkat yang dimilikinya, sedangkan jenjang jabatan Assessor

Supaya gambarnya membentuk lingkaran cd, terlebih dahulu sobat harus bikin objek lingkaran seperti leingkaran cd dengan menggunakan tool oval yang ada di sebelah kiri layar..

[r]

Jawaban dibuktikan dengan melihat label penetapan atau logo BSE dan melihat perbandingan antara jumlah siswa dengan jumlah buku per mata pelajaran yang tersedia...

Dengan demikian berdasarkan kriteria analisis deskriptif persentase dapat diketahui bahwa Pemberian Kredit Terhadap Anggota Koperasi Sepakat Makmur Pemangkat dengan

Mahasiswa Baru falur SNMPTN DIVISI IPS Universitas Negeri Yogyakarta Tahun 2012, sebagai:. PENANGGTING JAWAB

Mars, Deimos, and Phobos, and the orbits of the two moons, drawn to scale and viewed from high above the Martian north pole.... It is called Stickney ,” says the