PENGARUH PERILAKU IBU TENTANG POLA MAKAN ANAK BALITA TERHADAP KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN
TANJUNG MORAWA
TESIS
Oleh:
ERLINA NASUTION 097032147/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PERILAKU IBU TENTANG POLA MAKAN ANAK BALITA TERHADAP KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN
TANJUNG MORAWA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
OLEH
ERLINA NASUTION 097032147/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PERILAKU IBU TENTANG POLA MAKAN ANAK BALITA TERHADAP
KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN TANJUNG MORAWA
Nama Mahasiswa : Erlina Nasution Nomor Induk Mahasiswa : 097032147
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Ketua
)
Anggota (Dra. Syarifah, M.S)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji pada
Tanggal : 8 Februari 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S
PERNYATAAN
PENGARUH PERILAKU IBU TENTANG POLA MAKAN ANAK BALITA TERHADAP KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN
TANJUNG MORAWA
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan Februari 2012
ABSTRAK
Kejadian diare pada balita di Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari Puskesmas Tanjung Morawa Pekan dan Puskesmas Dalu Sepuluh pada tahun 2009 yaitu 2.208 kasus, terjadi peningkatan menjadi 2.250 kasus pada tahun 2010. Pada bulan April sampai dengan Juni 2011 ditemukan 176 kasus diare pada balita.
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh perilaku ibu tentang pola makan anak balita terhadap kejadian diare di Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Jenis penelitian menggunakan explanatory survey. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai balita berumur 1 sampai dengan 5 tahun selama 3 bulan terakhir (April-Juni 2011) berjumlah 176 balita. Jumlah sampel sebanyak 85 balita yang diambil dengan metode alokasi proporsional. Pengumpulan data menggunakan kuesioner penelitian. Analisis data dengan uji regresi logistik berganda.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sikap dan tindakan ibu tentang pola makan anak balita berpengaruh terhadap kejadian diare di Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Tindakan ibu dominan memengaruhi kejadian diare. Pengetahuan ibu tentang pola makan anak balita tidak berpengaruh terhadap kejadian diare.
Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang untuk lebih mempromosikan pola makan meliputi ASI, PASI dan MP-ASI sesuai usia balita dengan memberdayakan petugas kesehatan/kader melalui sosialisasi/ penyuluhan, dan bagi puskesmas memberikan penyuluhan kesehatan melalui kunjungan rumah sebulan sekali sehingga keluarga menerapkan pola makan sesuai usia balita dengan keanekaragaman makan dan berperilaku hidup bersih dalam mengelola makanan sehingga keluarga terhindari dari penyakit.
ABSTRACT
Occurrence of diarrhea in children under five years in the Puskesmas Tanjung Morawa Deli Serdang Regency consisting of Puskesmas Tanjung Morawa Pekan and Puskesmas Dalu Sepuluh in 2009 there were 2.208 cases, and increase be 2,250 cases in 2010. In April-June 2011 found 176 cases of diarrhea in children under five years.
The purpose of this study was to analyze the influence of mother’s behavior about food pattern of children under five years on the incident of diarrhea in Tanjung Morawa Subdistrict in 2011. The type of research is explanatory survey. The population of this research was mother who has children under five years whose age 1 up to 5 years during the last 3 months (April-June 2011) as many as 176 people. The number of samples as much as 85 children under five years taken with proportional allocation method. Data collection using the questionnaire research. Data analysis with multiple logistic regression tests.
From the research results obtained that the attitude and actions of the mothers about food pattern of children under five years influence on the occurrence of diarrhea in Puskesmas Tanjung Morawa Subdistrict Deli Serdang Regency in 2011. The knowledge of mother about food pattern of children under five years does not affect the occurrence of diarrhea.
Dinas Kesehatan Deli Serdang District is suggested to improve their promotion about food pattern includes ASI, PASI and MPASI according to the children under five years by empowering the health workers/cadres through socialization/extension, and for Puskesmas should provide health education by paying a door-to-door visit once a month and heads of families should apply good food pattern by providing variety of food as well as practicing clean life in processing the food that it can improve their family’s welfare and health.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberi rahmat dan hidayat-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Perilaku Ibu tentang Pola Makan Anak
Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Medan.
Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H.,
M.Sc (CTM)., Sp.A, (K).
2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya
Utama, M.S atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan
Pembimbing dan Anggota Komisi Pembimbing Dra. Syarifah, M.S yang telah
membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis
ini.
4. Tim Komisi Penguji Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Anggota Komisi Penguji
Drh. Rasmaliah, M.Kes yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan
perhatian selama penulisan tesis.
6. Ir. Zuraida Nasution, M.Kes selaku Direktur Poltekes Medan telah memberikan
izin dan membantu serta memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Kepala Puskesmas Tanjung Morawa Pekan dan Puskesmas Dalu Sepuluh yang
telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan.
7. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
8. Teristimewa buat suami Sumijan Suprianto dan ananda tersayang Jelita Seruni,
Lintar yang telah memberikan dukungan dan doanya sehingga saya termotivasi
untuk menyelesaikan studi ini.
10. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan
harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan
dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Medan, Februari 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Erlina Nasution dilahirkan di Siabu tanggal 30 Oktober
1970. Penulis adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan alm. H. Abd
Mukmin Nasution dan Hj. Sania Pulungan, sudah menikah dan dikaruniai 1 orang
putri dan 1 orang putra.
Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 12 Padangsidimpuan
pada tahun 1985, menamatkan MTSn Padangsidimpuan pada tahun 1988,
menamatkan MAN di Padangsidimpuan pada tahun 1991, menamatkan sekolah di
Akademi Gizi (AKZI) Sutan Oloan Medan pada tahun 1996, menamatkan Sarjana S1
Pendidikan di Universitas Negeri Padang pada tahun 2002. Tahun 2009 penulis
mengikuti Pendidikan Lanjutan Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di Fakultas
Kesehatan Masyarakat dengan minat Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Universitas Sumatera Utara.
Penulis memulai karir pada tahun 1998 sebagai Pegawai Negeri Sipil di
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Hipotesis ... 9
1.5. Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1. Konsep Perilaku ... 11
2.1.1. Pengetahuan ... 15
2.1.2. Sikap ... 19
2.1.3. Tindakan ... 20
2.2. Pengaturan Pola Makan Anak Balita ... 20
2.2.1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) ... 21
2.2.2. Pemberian Pengganti Air Susu Ibu (PASI) ... 25
2.2.3. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 29
2.3. Diare pada Anak ……… ... 35
2.3.1. Pengertian dan Determinan Diare ………. 35
2.3.2. Pencegahan Diare ………. ... 42
2.3.3. Klasifikasi Diare ………... 49
2.4. Landasan Teori ... 50
2.5. Kerangka Konsep ... 53
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 54
3.1. Jenis Penelitian ... 54
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54
3.3. Populasi dan Sampel ... 55
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 57
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 59
3.6. Metode Pengukuran ... 60
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 64
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64
4.2. Karakteristik Responden ... 67
4.2.1. Pengetahuan Ibu ... 69
4.2.2. Sikap Responden ... 71
4.2.3. Tindakan Responden ... 74
4.2.4 Kejadian Diare pada Balita ... 77
4.2.5 Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Diare pada Balita ... 77
4.2.6. Hubungan Sikap Ibu tentang Pola Makan pada Balita dengan Kejadian Diare ... 78
4.2.7 Hubungan Tindakan Ibu tentang Pola Makan pada Balita dengan Kejadian Diare ... 79
4.3.Analisis Pengaruh Perilaku Ibu tentang Pola Makan Anak Balita terhadap Kejadian Diare ... 80
BAB 5. PEMBAHASAN ... 82
5.1. Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Pola Makan pada Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa ... 82
5.2. Pengaruh Sikap Ibu tentang Pola Makan pada Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa ... 83
5.3. Pengaruh Tindakan Ibu tentang Pola Makan pada Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa ... 86
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91
6.1. Kesimpulan ... 91
6.2. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
2.1. Pengukuran Makanan Balita ... 32
3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 62
4.1. Desa, Luas dan Jumlah Dusun di Kecamatan Tanjung Morawa
Tahun 2011 ... 65
4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di
Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2010 ... 65
4.3. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjung Morawa Tahun 2010 ... 66
4.4. Ditribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Kecamatan
Tanjung Morawa Tahun 2011 ... 68
4.5. Distribusi Jawaban Responden tentang Pengetahuan Ibu dalam Pola Makan Anak Balita di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun
2011 ... 70
4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu tentang Pola Makan Anak
Balita di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011 ... 71
4.7. Distribusi Jawaban Responden tentang Sikap Ibu dalam Pola
Makan Anak Balita di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011 72
4.8. Distribusi Frekuensi Sikap Ibu dalam Pola Makan Anak Balita
di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011 ... 74
4.9. Distribusi Jawaban Responden tentang Tindakan Ibu dalam Pola
Makan Anak Balita di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011 75
4.10. Distribusi Tindakan Ibu tentang Pola Makan Berdasarkan Umur
Anak Balita di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun 2011 ... 76
4.11. Distribusi Kejadian Diare Anak Balita Berdasarkan Umur di
Kecamatan Tanjung MorawaTahun 2011 ... 77
4.12. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Pola Makan Anak Balita dengan Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun
2011 ... 78
4.13. Hubungan Sikap Ibu tentang Pola Makan Anak Balita dengan
4.14. Hubungan Tindakan Ibu tentang Pola Makan Anak Balita dengan Kejadian Diare di Kecamatan Tanjung Morawa Tahun
2011 ... 79
4.15. Hasil Uji Regresi Logistik GandaPengaruh Perilaku Ibu tentang Pola Makan Anak Balita terhadap Kejadian Diare di Kecamatan
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Landasan Teori ... 52
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU... 97
2 Surat Telah Selesai Meneliti dari Puskesmas Tanjung Morawa Pekan dan Puskesmas Dalu Sepuluh Kabupaten Deli Serdang ... 98
4. Kuesioner Penelitian ... 99
5. Pengolahan Data ... 109
ABSTRAK
Kejadian diare pada balita di Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari Puskesmas Tanjung Morawa Pekan dan Puskesmas Dalu Sepuluh pada tahun 2009 yaitu 2.208 kasus, terjadi peningkatan menjadi 2.250 kasus pada tahun 2010. Pada bulan April sampai dengan Juni 2011 ditemukan 176 kasus diare pada balita.
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh perilaku ibu tentang pola makan anak balita terhadap kejadian diare di Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Jenis penelitian menggunakan explanatory survey. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai balita berumur 1 sampai dengan 5 tahun selama 3 bulan terakhir (April-Juni 2011) berjumlah 176 balita. Jumlah sampel sebanyak 85 balita yang diambil dengan metode alokasi proporsional. Pengumpulan data menggunakan kuesioner penelitian. Analisis data dengan uji regresi logistik berganda.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sikap dan tindakan ibu tentang pola makan anak balita berpengaruh terhadap kejadian diare di Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011. Tindakan ibu dominan memengaruhi kejadian diare. Pengetahuan ibu tentang pola makan anak balita tidak berpengaruh terhadap kejadian diare.
Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang untuk lebih mempromosikan pola makan meliputi ASI, PASI dan MP-ASI sesuai usia balita dengan memberdayakan petugas kesehatan/kader melalui sosialisasi/ penyuluhan, dan bagi puskesmas memberikan penyuluhan kesehatan melalui kunjungan rumah sebulan sekali sehingga keluarga menerapkan pola makan sesuai usia balita dengan keanekaragaman makan dan berperilaku hidup bersih dalam mengelola makanan sehingga keluarga terhindari dari penyakit.
ABSTRACT
Occurrence of diarrhea in children under five years in the Puskesmas Tanjung Morawa Deli Serdang Regency consisting of Puskesmas Tanjung Morawa Pekan and Puskesmas Dalu Sepuluh in 2009 there were 2.208 cases, and increase be 2,250 cases in 2010. In April-June 2011 found 176 cases of diarrhea in children under five years.
The purpose of this study was to analyze the influence of mother’s behavior about food pattern of children under five years on the incident of diarrhea in Tanjung Morawa Subdistrict in 2011. The type of research is explanatory survey. The population of this research was mother who has children under five years whose age 1 up to 5 years during the last 3 months (April-June 2011) as many as 176 people. The number of samples as much as 85 children under five years taken with proportional allocation method. Data collection using the questionnaire research. Data analysis with multiple logistic regression tests.
From the research results obtained that the attitude and actions of the mothers about food pattern of children under five years influence on the occurrence of diarrhea in Puskesmas Tanjung Morawa Subdistrict Deli Serdang Regency in 2011. The knowledge of mother about food pattern of children under five years does not affect the occurrence of diarrhea.
Dinas Kesehatan Deli Serdang District is suggested to improve their promotion about food pattern includes ASI, PASI and MPASI according to the children under five years by empowering the health workers/cadres through socialization/extension, and for Puskesmas should provide health education by paying a door-to-door visit once a month and heads of families should apply good food pattern by providing variety of food as well as practicing clean life in processing the food that it can improve their family’s welfare and health.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
Anak merupakan potensi dan penerus untuk mewujudkan kualitas dan
keberlangsungan bangsa. Sebagai manusia anak berhak untuk mendapatkan
pemenuhan, perlindungan serta penghargaan akan hak asasinya. Sebagai generasi
penerus bangsa, anak harus dipersiapkan sejak dini dengan upaya yang tepat,
terencana, intensif dan berkesinambungan agar tercapai kualitas tumbuh kembang
fisik, mental, sosial, dan spiritual tertinggi. Salah satu upaya mendasar untuk
menjamin pencapaian tertinggi kualitas tumbuh kembangnya sekaligus memenuhi
hak anak adalah pemberian makan yang terbaik sejak lahir hingga usia dua tahun.
Makanan yang tepat bagi bayi dan anak usia dini adalah Air Susu Ibu (ASI)
eksklusif yakni pemberian ASI saja segera setelah lahir sampai usia 6 bulan yang
diberikan sesering mungkin. Setelah usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi makanan
pendamping ASI (MP-ASI). Selanjutnya pada usia 1 tahun anak sudah diberi
makanan keluarga dan ASI masih tetap diberikan sampai anak usia 2 tahun.
Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam
pencapaian keoptimalan fungsinya. Periode tumbuh kembang anak adalah masa
balita, karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan memengaruhi dan
menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial,
emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan
Pola pemberian makan mendukung pertumbuhan optimal bagi anak. Pada
usia 0- 6 tahun terjadi pertumbuhan otak hingga mencapai sekitar 75%, masa ini
disebut periode emas atau golden period. Pemberian makan yang optimal pada usia 0-
2 tahun memberikan kontribusi bermakna pada pertumbuhan otak anak. Pemberian
ASI saja sejak bayi lahir hingga usia 6 bulan (ASI eksklusif enam bulan) dapat
memenuhi seluruh kebutuhan gizi bayi, serta melindungi bayi dari berbagai penyakit
seperti diare yang merupakan penyebab utama kematian balita di Indonesia
(Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsisten feses encer, dapat berwarna hijau atau
dapat pula bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Hal ini terjadi karena
secara fisiologis sistem pencernaan pada balita belum cukup matur (organ-organnya
belum matang), sehingga rentan sekali terkena penyakit saluran pencernaan. Penyakit
saluran pencernaan ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri dan amoeba atau parasit
melalui makanan yang masuk ke dalam tubuh dan juga malabsorpsi serta alergi zat
makanan tertentu (Markum, 1998).
WHO (2008) menyatakan bahwa setiap tahun 1,5 juta anak balita meninggal
dunia akibat penyakit diare, hal ini menyebabkan diare sebagai penyebab kematian
terbesar kedua pada anak balita. Di Negara ASEAN, anak-anak balita mengalami
rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak
dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas)
satu tahun hingga empat tahun. Bahkan pada tahun 2008, diare merupakan
penyumbang kematian bayi terbesar di Indonesia, yaitu mencapai 31,4% dari total
kematian bayi.
Di Provinsi Sumatera Utara, penyakit diare merupakan penyakit endemis dan
sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Hasil pengumpulan data dari
kabupaten/kota selama tahun 2007 jumlah kasus penyakit diare pada balita yang
ditemukan di sarana kesehatan adalah sejumlah 1.146 penderita dengan angka
kesakitan penyakit diare 28,43 per 1.000 penduduk. KLB diare yang tersebar di 10
Kabupaten/Kota dengan total penderita 2.819 orang dan kematian 23 orang (CFR
0,81%). Berdasarkan laporan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit,
pada tahun 2008 tingkat kematian pada penyakit diare mengalami peningkatan
dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2008 CFR akibat diare sebesar 4,78%
dengan 10 penderita meninggal dari 209 kasus. Angka ini naik dari tahun sebelumnya
yaitu dengan CFR 1,31% dengan 4 penderita meninggal dari 304 kasus. Berdasarkan
data profil dari kab/kota tahun 2008, diperoleh bahwa jumlah penderita diare di
Sumatera Utara tahun 2008 adalah 208.024 penderita, dari jumlah tersebut 98.768
(47,48%) adalah kasus pada balita ( Profil Dinkes Sumut, 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Simanjuntak (2007) tentang
pengetahuan ibu dalam pola pemberian ASI, MP-ASI dan pola penyakit pada bayi
usia 0-12 bulan di Desa Limau Manis Kabupaten Deli Serdang Kecamatan Tanjung
Morawa diketahui tingkat pengetahuan ibu masih kurang dengan persentase 43,3%
pengetahuannya cukup dengan persentase 50%. Hal ini disebabkan karena ibu yang
memiliki bayi 0-12 bulan masih berpegang pada prinsip bahwa makanan pendamping
ASI biasanya sudah diberikan sangat dini yang justru menyebabkan banyak penyakit
infeksi pada bayi. Mereka memberikan makanan pendamping pada bulan pertama
setelah lahir berupa nasi yang dikunyah terlebih dahulu oleh ibunya, campuran bubur
beras dan pisang yang diulek, madu dan sebagainya.
Hasil dari penelitian di atas dapat memberi gambaran bahwa cara ibu dalam
memberikan makanan pada bayi di Kabupaten Deli Serdang belum tepat sehingga
meningkatkan risiko bayi terkena diare. Hal ini didukung dengan data laporan STP
Puskesmas dan Program Diare Kabupaten Deli Serdang tahun 2010 tentang jumlah
penderita diare dari tahun 2004-2007 yang terus meningkat. Pada tahun 2007 jumlah
penderita diare sebesar 1.094, kemudian menurun pada tahun 2008 menjadi 1.000
kejadian diare. Namun, pada tahun 2009 kembali meningkat menjadi 1.100 kejadian
diare.
Berdasarkan laporan Kejadian Diare Puskesmas Kecamatan Tanjung Morawa
Kabupaten Deli Serdang juga menunjukkan data peningkatan dari tahun 2009 yaitu
2.208 menjadi 2.250 kejadian diare pada tahun 2010. Di Kecamatan Tanjung Morawa
terdapat 2 Puskesmas Induk yaitu Puskesmas Tanjung Morawa Pekan dan Puskesmas
Dalu Sepuluh. Dari data Puskesmas Tanjung Morawa Pekan bulan April-Juni Tahun
2011 ditemukan 163 kasus diare pada kelompok umur balita, sedangkan pada
Puskesmas Dalu Sepuluh ditemukan kasus 13 diare pada balita. Dengan banyaknya
risiko kejadian diare adalah perilaku ibu dalam pemberian ASI (Air Susu Ibu), PASI
(Pengganti ASI), dan MP ASI (Makanan Pendamping ASI) pada anak bawah lima
tahun atau balita. Hal ini didukung dari hasil penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya yang diuraikan berikut ini.
Kejadian diare pada bayi dapat disebabkan karena kesalahan dalam pemberian
makan, dimana bayi sudah diberi makan selain ASI sebelum berusia 4 bulan. Perilaku
tersebut sangat berisiko bagi bayi untuk terkena diare karena alasan sebagai berikut;
(1) pencernaan bayi belum mampu mencerna makanan selain ASI, (2) bayi
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan zat kekebalan yang hanya dapat diperoleh
dari ASI serta yang ke (3) adanya kemungkinan makanan yang diberikan bayi sudah
terkontaminasi oleh bakteri karena alat yang digunakan untuk memberikan makanan
atau minuman kepada bayi tidak steril (Hidayat, 2008).
Penyebab diare lainnya adalah makanan dan minuman yang terkontaminasi
oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor, bermain dengan mainan yang
terkontaminasi, apalagi pada bayi yang sering memasukan tangan/ mainan/apapun ke
dalam mulut karena virus ini dapat bertahan di permukaan udara sampai beberapa
hari. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan
benar, pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih, tidak mencuci tangan
dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan tinja anak yang
terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang
(Suririnah, 2006). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyakit diare
karena adanya penerapan pola hidup yang tidak benar dan pemberian makanan yang
tidak sehat pada bayi dan anak-anak.
Perilaku ibu dalam pemberian makanan sangat berperan dalam membentuk
pola konsumsi makanan dalam keluarga. Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap dan
praktik/tindakan terhadap pengelolaan makanan dan pemilihan makanan yang bergizi
yang akan memengaruhi status gizi anak. Balita termasuk golongan rentan sehingga
sangat membutuhkan perhatian khusus dalam pemberian makanan.
Pada masa balita seorang anak masih benar-benar bergantung pada perawatan
dan pengasuhan oleh ibunya, termasuk pengaturan pola makan. Untuk tumbuh
dengan baik, tidak cukup hanya dengan memberinya makan, asal dalam memilih
menu makanan dan asal menyuapi makanan. Akan tetapi orang tua juga perlu
menerapkan sikap yang baik dalam memberikan makan. Misalnya, ibu membentuk
pola makan anak sejak dini antara lain dengan pengenalan jam-jam makan dan variasi
makanan. Kadang-kadang orang tua memaksakan bayi untuk banyak memakan
makanan padat agar tidur lelap di malam hari. Akan tetapi, hal ini tidak akan berhasil
dan bisa menimbulkan masalah pemberian makanan dikemudian hari (Ronald, 2010).
Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for
Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal
penting yang harus dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi
segera dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu
(ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6
berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai
anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2006).
Pemberian cairan dan makanan dapat menjadi sarana masuknya bakteri
patogen. Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri penyebab diare, terutama di
lingkungan yang kurang higienis dan sanitasi buruk. Penelitian di Filipina
menegaskan tentang manfaat pemberian ASI Eksklusif dan dampak negatif
pemberian cairan tambahan tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare.
Seorang bayi (tergantung usianya) yang diberi air putih, teh, atau minuman herbal
lainnya akan berisiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak dibanding bayi yang diberi
ASI Eksklusif (Yuliarti, 2010).
Bayi yang diberi susu formula mengalami diare 10 kali lebih banyak yang
menyebabkan angka kematian bayi juga 10 kali lebih banyak, infeksi usus karena
bakteri dan jamur 4 kali lipat lebih banyak, sariawan mulut karena jamur 6 kali lebih
banyak. Penelitian di Jakarta memperlihatkan persentase kegemukan atau obesitas
terjadi pada bayi yang mengkonsumsi susu formula sebesar 3,4% dan kerugian lain
menurunnya tingkat kekebalan terhadap asma dan alergi (Depkes RI, 2006).
Hal ini juga didukung oleh pernyataan UNICEF tahun 2006 yang
menyebutkan bukti ilmiah terbaru, yang juga dikeluarkan oleh Journal Paediatrics
bahwa bayi yang diberikan susu formula memiliki kemungkinan untuk meninggal
dunia pada bulan pertama kelahirannya. Dan peluang itu 25 kali lebih tinggi
dibandingkan bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif (Journal Pediatrics,
Menurut Narendra (2002), ibu bisa melakukan pencegahan diare dengan
mempertahankan pemberian ASI atau memberikan pengganti air susu/susu formula
dengan melakukan pengenceran. Jika terlalu kental, maka asupan susu formula bisa
menyebabkan berbagai gangguan pencernaan. Takaran susu formula umumnya sudah
dibuat sedemikian rupa dengan memerhatikan osmolaritas (tingkat kekentalan) yang
disesuaikan dengan kemampuan fungsi pencernaan bayi.
Berat ringannya diare ditentukan oleh beberapa faktor antara lain umur balita
dan tingkat status gizi balita, makin muda usia balita yang terkena diare maka makin
parah akibatnya, balita yang diare di bawah umur 1 tahun mempunyai resiko yang
paling besar jika diberi makanan pendamping ASI. Pemberian makanan padat atau
tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu pemberian ASI Eksklusif serta
meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Berdasarkan latar belakang dan data-data
kejadian diare, khususnya di Kecamatan Tanjung Morawa yang telah diuraikan di
atas, maka perlu dilakukan penelitian terkait dengan perilaku ibu tentang pola makan
pada anak balita terhadap kejadian diare di Kecamatan Tanjung Morawa tahun 2011.
1.2.Permasalahan
Bagaimana pengaruh perilaku ibu tentang pola makan anak balita terhadap
kejadian diare di Kecamatan Tanjung Morawa tahun 2011.
1.3.Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh perilaku ibu tentang pola makan anak balita
1.4.Hipotesis
Ada pengaruh perilaku ibu tentang pola makan anak balita terhadap kejadian
diare di Kecamatan Tanjung Morawa tahun 2011.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1.
Sebagai bahan masukan dan informasi kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten Deli serdang dalam upaya penanggulangan diare pada anak
khususnya anak balita. Dinas Kesehatan
1.5.2. Puskesmas
Sebagai
1.5.3. Keluarga
masukan dan pertimbangan dalam merencanakan program
pencegahan penyakit infeksi khususnya diare pada anak balita di
Kecamatan Tanjung Morawa pada masa yang akan datang.
Dapat meningkatkan pemahaman ibu tentang pengaturan pola makan
anak balita sehingga diharapkan angka kejadian diare dapat berkurang
1.5.4. Ilmu Pengetahuan
di
Kecamatan Tanjung Morawa.
Dapat memperkaya khasanah keilmuan dan pengembangan penelitian
selanjutnya yang terkait dengan perilaku ibu dalam pengaturan pola
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang
bersangkutan. Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,
sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri
manusia. Terdapat berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan dasar dan
kebutuhan tambahan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2007) merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut “S-O-R”
atau Stimulus Organisme Respons.
Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan
adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang
memiliki unsur-unsur perilaku dengan sakit dan penyakit, perilaku peningkatan dan
pemeliharaan kesehatan (health promotion behaviour), perilaku pencegahan penyakit
(health prevention behaviour), perilaku pencarian pengobatan (health seeking
behaviour), perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, perilaku terhadap
makanan, dan minuman, serta perilaku terhadap lingkungan. Untuk lebih jelasnya
1. Perilaku terhadap sakit dan penyakit
Perilaku terhadap sakit dan penyakit merupakan respons internal dan eksternal
seseorang dalam menanggapi rasa sakit dan penyakit, baik dalam bentuk
respon tertutup (sikap, pengetahuan) maupun dalam bentuk respons terbuka
(tindakan nyata)
2. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion
behaviour)
Perilaku seseorang untuk memelihara dan memingkatkan daya tahan tubuh
terhadap masalah kesehatan.
3. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)
Segala tindakan yang dilakukan seseorang agar dirinya terhindar dari
penyakit, misalnya imunisasi pada balita, melakukan 3M dll.
4. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan/atau kecelakaan, mulai dari mengobati sendiri (self-treatment)
sampai mencari bantuan ahli.
5. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)
Pada proses ini, diusahakan agar sakit atau cacat yang diderita tidak menjadi
hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara
6. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan
Perilaku ini merupakan respons individu terhadap sistem pelayanan kesehatan
modern dan atau tradisional.
7. Perilaku terhadap makanan
Perilaku ini meliputi pengetahuan, sikap, dan praktik terhadap makanan serta
unsur-unsur yang terkandung di dalamnya (gizi, vitamin) dan pengolahan
makanan.
8. Perilaku terhadap kesehatan lingkungan
Perilaku ini merupakan upaya seseorang merespons lingkungan sebagai
determinan agar tidak memengaruhi kesehatannya.
Menurut pengertian perilaku di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
ibu tentang pola makan balita adalah respons ibu terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan dengan pola makan balita yang mencakup ASI, PASI dan MP-ASI.
Konsep Bloom dalam Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa derajat
kesehatan itu dipengaruhi oleh 4 faktor utama yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan dan keturunan (hereditas). Menurut teori Lawrence Green dalam
Notoatmodjo (2007) ada 3 faktor yang memengaruhi perubahan perilaku individu
maupun kelompok sebagai berikut :
a. Faktor yang mempermudah (presdisposing factor) yang mencakup pengetahuan
dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, system nilai yang dianut
b. Faktor pendukung (Enabling factor) antara lain ketersediaan sarana dan prasarana
atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.
c. Faktor pendorong (Reinforcing factor) yaitu faktor yang memperkuat perubahan
perilaku seseorang yang dikarenakan sikap suami, orang tua tokoh masyarakat
atau petugas kesehatan.
Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan :
a. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi
maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk
memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.
b. Ekonomi (pendapatan)
Dalam memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun kebutuhan sekunder,
keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih tercukupi bila dibandingkan
keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini akan memengaruhi pemenuhan
kebutuhan akan informasi pendidikan yang termasuk ke dalam kebutuhan
sekunder.
c. Lingkungan sosial ekonomi
Manusia adalah mahluk sosial dimana didalam kehidupan berinteraksi satu dengan
yang lainnya. Individu yang dapat berinteraksi lebih banyak dan baik, maka akan
d. Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam pemberian respon terhadap
sesuatu yang datangnya dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan
memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan
berfikir sejauh mana keuntungan yang akan mereka dapatkan.
e. Paparan Media Massa atau Informasi
Melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat
diterima oleh masyarakat sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media
massa (TV, radio, majalah dan lai-lain) akan memperoleh informasi yang lebih
banyak dibandingkan dengan orang tidak pernah terpapar informasi media massa.
f. Akses Layanan Kesehatan atau Fasilitas Kesehatan
Mudah atau sulitnya dalam mengakses kesehatan tentunya akan berpengaruh
terhadap pengetahuan khususnya dalam hal kesehatan.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dan subjek penelitian atau
respon (Notoatmodjo, 2003)
Bloom dalam Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa aspek perilaku yang
dikembangkan dalam proses pendidikan meliputi tiga ranah yaitu : ranah Kognitif
(pengetahuan), ranah afektif (sikap), dan ranah Psikomotor (keterampilan). Dalam
2.1.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu Pengindraan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overbehaviour). Berdasarkan pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri
seseorang terjadi proses yang berurutan yakni :
a. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya.
d. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa
yang di kehendaki oleh stimulus
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
Menurut Rogers dalam Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku tidak selalu
harus melewati tahap-tahap di atas. Rogers mengemukakan ada lima tahapan proses
adopsi perilaku dalam Teori Difusi Inovasi yaitu :
1. Tahap
mengenai inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus
disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa melalui
2. Taha
calon pengguna. Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika
mengadopsi inovasi tersebut secara personal. Berdasarkan
dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi atau menolak inovasi
tersebut.
3. Tahap pengambila
akhir apakah mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun
bukan berarti setelah melakukan pengambilan keputusan ini lantas menutup
kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.Taha
Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih jauh tentang
inovasi tersebut.
4. Taha
mencari pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi
buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang kemudian mengubah keputusan
yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakuka
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti
ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku
itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi
pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku
sehingga perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
(Notoatmodjo, 2007), yaitu :
a)Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap suatu yang spesifikn dari seluruh bahan yang I pelajari atau
rangsangan yang telah di terima. Oleh sebab itu, “tahu”ini adalah merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan,menyatakan dan sebagainya.
b)Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginerprestasi materi tersebut secara
menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah
dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan yang bergizi.
c)Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistic
dalam penghitungan-penghitungan hasil penelitian, dapat menggunakan
prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan
masalah kesehatan dari kasus yang di berikan.
d)Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek
kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata-kata kerja ,dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.
e)Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
f)Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukn justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahauan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas.
2.1.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek (Notoadmodjo, 2003). Komponen pokok dari
sikap adalah kepercayaan terhadap suatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi
terhadap suatu objek, dan kecendrungan untuk bertindak.
Tingkatan dari pembentukan sikap, yakni :
(1) Menerima (receiving), dimana bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek).
(2) Merespon (responding), dimana individu memberikan jawaban bila ditanya,
mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indiasi dari
sikap.
(3) Menghargai (valuing), dimana individu mengajak orang lain untuk mengerjakan
(4) Bertanggungjawab (responsible), dimana individu bertanggungjawab terhadap
terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
2.1.3. Tindakan
Menurut Notoadmodjo, (2003) untuk mewujudkan suatu sikap menjadi tindakan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Tingkatan dari praktek atau tindakan, yaitu :
(1) Persepsi (perseption), mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama.
(2) Respon terpimpin (guided response), dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah indikator praktik tingkat kedua. (3) Mekanisme (mecanism), apaila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
(4) Adopsi (adoption), adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
2.2. Pengaturan Pola Makan Anak Balita
Pola makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam
memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang
atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu (Lie, 1985).
saat bayi masih makan nasi tim, yaitu ketika usia baru enam bulan ke atas, ibu harus
tahu dan mampu menerapkan pola makan sehat (Widjaja, 2007).
Pemberian makanan balita bertujuan untuk mendapat zat gizi yang diperlukan
tubuh untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh. Zat gizi berperan memelihara
dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari, dalam
pengaturan makanan yang tepat dan benar merupakan kunci pemecahan masalah
(Suharjo, 2003).
Tujuan pemberian makanan pada anak balita adalah :
1. Untuk mendapat zat gizi yang diperlukan tubuh dan digunakan oleh tubuh.
2. Untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh.
3. Zat gizi berperan dalam memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk
melaksanakan kegiatan sehari-hari.
4. Untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan gizi pada balita diperlukan
adanya prilaku penunjang dari para orang tua, ibu atau pengasuhan dalam
keluarga.
5. Selalu memberikan makanan bergizi yang seimbang kepada balita (Suharjo,
2003).
2.2.1. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
ASI merupakan makanan yang sempurna untuk bayi dan tidak ada produk
makanan pengganti ASI yang kualitasnya menyamai ASI. Hal ini disebabkan karena
ASI sehat, tidak mengandung kuman, memenuhi sebagian kebutuhan metabolik bayi
yang menyusui biasanya lebih tahan terhadap kuman dan virus, karena ASI
mengandung sejumlah faktor pelindung (Alan Berg, 1986). Sedangkan menurut
Behrman dan Vangham (1998), air susu ibu mengandung antibodi bakterial dan viral
karena mengandung laktoferin terutama pada kolostrum. Laktoferin berfungsi
menghambat pertumbuhan E. coli di dalam usus.
Berikut ini adalah kelebihan yang dimiliki ASI dibandingkan dengan susu
botol :
• ASI menyediakan zat-zat gizi yang diperlukan bayi dalam bentuk yang paling
mudah dicerna dan paling mudah diserap.
• ASI mengandung antibodi dan sel-sel darah putih yang melindungi bayi
terhadap infeksi.
• ASI bisa mengubah keasaman tinja dan flora usus sehingga melindungi bayi
terhadap diare karena bakteri.
Dengan kelebihan-kelebihan tersebut, bayi yang diberi ASI pada umumnya
lebih jarang terkena infeksi dibandingkan dengan bayi yang diberi susu botol (H.S,
Ronald, 2010).
ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi bayi karena mengandung
semua zat gizi yang dibutuhkan bayi. Komposisi zat gizi yang terkandung dalam ASI
6. Lemak
ASI maupun susu sapi mengandung lemak yang cukup tinggi, yaitu sekitar 3,5
%. Namun, keduanya mempunyai susunan lemak yang berbeda. ASI lebih
banyak mengandung asam lemak tak jenuh, sedangkan susu sapi lebih banyak
mengandung asam lemak rantai pendek dan asam lemak jenuh. Selain itu, ASI
mengandung asam lemak omega-3 yang dibutuhkan untuk perkembangan otak.
Alat pencernaan bayi akan lebih cepat menyerap asam lemak tak jenuh
dibandingkan menyerap asam lemak jenuh. Oleh karena itu, lemak ASI lebih
cepat diserap oleh usus bayi dibandingkan lemak susu sapi (Pudjiadi, 2000).
7. Protein
Kualitas protein dalam makanan tergantung pada susunan asam amino dan mutu
cernanya. Berdasarkan hasil penelitian, protein susu, telur, daging, dan ikan
memiliki nilai gizi yang paling tinggi. Protein susu dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu kasein (caseine) dan whey (laktaalbumin, laktoglobulin, dll).
Kebutuhan protein ASI pada bayi sekitar 1,8 per kilogram berat badan. Sekitar
80 % susu sapi terdiri atas kasein yang sifatnya sangat mudah mengumpal di
lambung sehingga sulit untuk dicerna oleh enzim proteinase (Krisnatuti dan
Rina, 2002).
8. Karbohidrat
Peranan karbohidrat terutama diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi.
Laktosa merupakan salah satu sumber karbohidrat yang terdapat dalam ASI
laktosa dalam susu sapi hanya sekitar 4,4 % kadar laktosa yang tinggi
mengakibatkan terjadinya pertumbuhan Laktobacillus yang terdapat dalam usus
untuk mencegah terjadinya infeksi (Soetjingsih, 1997).
9. Mineral
Kandungan mineral dalam ASI lebih kecil dibandingkan dengan kandungan
mineral dalam susu sapi (1:4). Karena kandungan mineral yang tinggi pada susu
akan menyebabkan terjadinya beban osmolar yaitu tinggi kadar mineral dalam
tubuh (Pudjiadi, 2000).
10. Vitamin
Kadar vitamin dalam ASI diperoleh dari asupan makanan ibu yang harus cukup
dan seimbang. Kekurangan vitamin tersebut dapat mengakibatkan terganggunya
kesehatan dan dapat menimbulkan penyakit tertentu (Almatsier, 2001).
Pola pemberian ASI adalah kebiasaan ibu menyusui berdasarkan banyaknya
seorang ibu menyusui bayinya. Menyusui adalah suatu proses alamiah. Berjuta-juta
ibu di seluruh dunia berhasil menyusui tanpa pernah membaca buku tentang ASI
(Suhardjo, 1989). Bahkan ibu buta huruf pun dapat menyusui anaknya dengan baik.
Walaupun demikian, dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang
alamiah tidaklah mudah. Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang paling cocok
bagi bayi serta mempunyai nilai yang tinggi dibandingkan dengan makanan bayi
yang dibuat manusia ataupun hewan seperti susu sapi, susu kerbau, dan susu lainnya.
Di kota besar, kita sering melihat bayi diberi susu botol daripada disusui oleh
pisang atau nasi lembek sebagai tambahan ASI (Roesli, 2000). Sebenarnya ASI
merupakan bahan makanan yang terbaik untuk bayi walaupun ibu sedang sakit,
hamil, haid atau dalam keadaan kurang gizi. ASI juga menguntungkan bila ditinjau
dari berbagai segi baik segi gizi, kesehatan, ekonomi, maupun sosial-psikologis
(Soetjiningsih, 1997).
Pemberian ASI ekslusif yang hanya memberikan ASI selama 6 bulan tanpa
makanan dan minuman lain, kecuali obat bila diperlukan. Diketahui bahwa ASI
mengandung air, sehingga tambahan cairan seperti air gula atau tajin tidak diperlukan
lagi oleh bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya. (Roesli, 2000). Hal-hal yang
harus diperhatikan :
a. Menyusui bayi setelah lahir (30 menit), berikan kolostrum.
b. Berikan ASI dari kedua payudara, kiri dan kanan secara bergantian tiap kali
sampai payudara kosong.
c. Berikan ASI setiap kali bayi meminta/menangis tanpa jadwal.
2.2.2. Pemberian Pengganti Air Susu Ibu (PASI)
Ditinjau dari segi makanan, yang paling tepat/ideal untuk bayi adalah air susu
ibu (ASI). Namun demikian, betapapun baiknya ASI sebagai makanan bayi dan
keberatan para ahli kesehatan di seluruh dunia terhadap penggunaan susu formula
sebagai makanan bayi, akan tetapi dalam keadaan tertentu, susu formula akan sangat
diperlukan sebagai minuman buatan untuk bayi. Karena itu perlulah diketahui dalam
PASI adalah makanan bayi yang secara tunggal dapat memenuhi kebutuhan
gizi bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi sampai berumur enam bulan. Menurut
Husaini (1998), PASI yang diberikan untuk bayi lebih dikenal dengan susu botol.
Susu botol adalah susu komersil yang di jual di pasar atau di toko yang terbuat dari
susu sapi atau kedelai, diperuntukkan khusus untuk bayi dan komposisinya
disesuaikan mendekati komposisi ASI, serta biasanya diberikan dalam botol.
Sedangkan menurut Pudjiadi (1991), pengganti ASI untuk bayi adalah susu formula
yang terbuat dari susu sapi. Baik susu botol maupun susu formula merupakan
pengganti ASI yang diberikan untuk bayi sebelum ASI keluar.
Menurut Dinkes (2006), PASI adalah setiap bahan makanan yang dipasarkan
atau dengan cara lain dipandang sebagai pengganti untuk sebagian atau seluruhnya
dari ASI. Beberapa wanita tidak cukup memproduksi ASI, tidak memiliki waktu
karena bekerja seharian penuh, memiliki masalah kesehatan atau kendala lain
sehingga tidak bisa memberikan ASI secara memadai. Untuk itu, pemberian susu
formula tidak terelakkan. Berikut adalah tips pemberian susu formula yang perlu
diperhatikan:
1. Pilih produk sesuai usia
Hal yang terpenting adalah memastikan kesesuaian produk dengan usia anak.
Setiap susu formula memiliki nutrisi dengan komposisi yang disesuaikan dengan
usia anak. Jangan sekali-kali memberikan susu sapi biasa ke bayi. Susu itu tidak
dianjurkan karena tidak memiliki unsur-unsur nutrisi yang tepat untuk bayi dan
Sejauh ini yang paling populer dan mungkin yang terbaik adalah susu formula
yang terbuat dari susu sapi. Bagi bayi yang memiliki intoleransi laktosa, susu
formula berbasis kedelai dan susu kambing bisa menjadi pilihan. Ada banyak
merek yang tersedia di pasaran dan semua merek tunduk pada aturan dan
pengawasan pemerintah (BPOM). Jadi, kita tidak perlu khawatir dengan
kandungannya. Kenyataannya, penelitian menunjukkan bahwa tidak banyak
perbedaan kandungan nutrisi antar produk susu formula, yang semuanya dibuat
menyerupai kandungan gizi pada ASI. Perbedaan antar produk biasanya terletak
pada kadar gula, protein dan lemak. Semua susu formula bayi diperkaya dengan
zat besi (untuk mencegah anemia) dan vitamin D (untuk mempromosikan
pertumbuhan tulang). Beberapa susu formula juga dilengkapi dengan DHA dan
ARA, yang ditemukan dalam ASI dan diperkirakan membantu pertumbuhan otak
bayi.
2. Ikuti dosis yang dianjurkan
Jangan memberikan lebih atau kurang dari takaran yang ditunjukkan pada
kemasan susu. Susu yang terlalu encer akan membuat bayi cepat lapar kembali,
dan bila terlalu kental dapat menyulitkan pencernaannya. Selalu gunakan sendok
takar yang disertakan dalam kemasan. Takaran satu sendok adalah satu sendok
penuh yang diratakan.
3. Perhatikan kebersihan
Botol susu direbus dengan air mendidih, cincin dan dot susu yang sudah dicuci
mencampur susu. Susu formula yang berada lebih dari satu jam pada suhu kamar
tidak boleh diberikan kepada bayi. Susu formula tidak steril, dan bakteri dapat
bertahan hidup dalam susu meskipun menggunakan air steril untuk
mencampurnya. Di suhu ruangan, bakteri itu akan berkembang biak dengancepat.
Bahkan jika menyimpan susu formula di lemari es, bakteri dapat berkembang
dalam beberapa jam. Anak dapat mengalami infeksi perut bila meminumnya.
4. Jangan menjadwalkan pemberian susu.
Nafsu makan bayi bervariasi dari hari ke hari dan bulan ke bulan, jadi biarkan dia
mengatur waktu makannya sendiri. Bayi akan meminta susu sesering yang dia
perlukan, selama ibu memahami dan menanggapi isyaratnya. Ketika bayi baru
lahir, dia akan minum sedikit tetapi sering, sehingga pemberian botol dilakukan
setiap dua atau tiga jam sekali. Semakin besar, semakin besar porsi untuk setiap
pemberian sehingga frekuensinya berkurang. Sebagai aturan umum, bayi
membutuhkan antara 150 ml dan 200 ml susu formula per kilogram berat
tubuhnya per hari. Jadi, jika bayi ibu beratnya 5 kg, dia akan membutuhkan
antara 750 ml dan 1.000 ml susu formula selama periode 24-jam untuk
memuaskan rasa laparnya.
5. Berikan susu formula seperti memberikan ASI.
Terutama pada bayi di bawah enam bulan, pemberian susu formula sebaiknya
dilakukan seperti halnya memberikan ASI, yaitu dengan menggendong. Jaga
dengan ibu adalah ”makanan batin” yang sangat dibutuhkan untuk
perkembangannya.
6. Perhatikan saat pemberian susu.
Miringkan botol sedikit sehingga ujung dot selalu penuh dengan susu, bukan
udara. Anda akan melihat gelembung-gelembung di dalam botol saat bayi Anda
mengisap. Dia mungkin mengisap dengan kuat lalu beristirahat di antaranya.
Istirahat itu memberinya waktu untuk merasakan apakah sudah kenyang atau
belum. Jika Anda mendengar suara bising ketika bayi Anda minum, mungkin
terlalu banyak udara di botolnya. Periksalah apakah dot susu sudah terpasang
dengan kencang dan posisi botol tidak terlalu miring.
2.2.3. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Bertambahnya usia bayi mengakibatkan bertambah pula kebutuhan gizinya.
Ketika bayi memasuki usia enam bulan ke atas, beberapa elemen nutrisi seperti
karbohidrat, protein dan beberapa vitamin serta mineral yang terkandung dalam ASI
atau susu formula tidak lagi mencukupi, oleh sebab itu setelah usia enam bulan bayi
perlu mulai diberi MP-ASI agar kebutuhan gizi bayi atau anak terpenuhi.
Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak
disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya. MP-ASI ini diberikan pada anak
berumur 6 bulan sampai 24 bulan, karena pada masa itu produksi ASI makin
menurun sehingga suplai zat gizi dari ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak
sangat dianjurkan, sebagaimana tercantum dalam Global Strategy for Infant and
Young Child Feeding (Depkes RI, 2006).
Menurut Juwono, Lilian (2003), pemberian makanan tambahan adalah
memberi makanan lain selain ASI. Pemberian makanan tambahan adalah masa saat
bayi mengalami perpindahan menu dari hanya minum susu beralih ke menu yang
mengikut sertakan makanan padat.
Adapun tujuan pemberian makanan pendamping adalah :
Sesudah bayi berumur 6 bulan, secara berangsur
angsur perlu makanan pendamping berupa sari buah, atau buah- buahan, nasi tim,
makanan lunak, dan akhirnya makanan lembek.
a. Melengkapi zat gizi ASI yang kurang
b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima macam-macam makanan
dengan berbagai rasa dan bentuk
c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan (Depkes RI,
2006)
Dalam pemberian MP ASI, yang perlu diperhatikan adalah usia pemberian
MP ASI, frekuensi dalam pemberian MP ASI, porsi dalam pemberian MP ASI, jenis
MP ASI, dan cara pemberian MP ASI pada tahap awal. Pemberian MP ASI yang
tepat diharapkan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, namun juga
merangsang keterampilan makan dan merangsang rasa percaya diri pada bayi
(Depkes RI, 2006).
Pemberian makanan pendamping ASI setelah bayi berusia enam bulan, akan
disebabkan sistem imun pada bayi yang berusia kurang dari enam bulan belum
sempurna, sehingga pemberian MP ASI dini (kurang dari enam bulan) sama saja
dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman penyakit. Belum
lagi jika tidak disajikan secara higienis.
Makanan untuk anak usia 0-24 bulan harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut (Sihadi, 2000) :
1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur
2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan
yang tersedia setempat, kebiasaan makan dan selera makan
3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi dan
keadaan faali anak
4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.
Pada usia 6 bulan, pencernaan bayi mulai kuat. Pemberian makanan
pendamping ASI harus setelah usia 6 bulan, karena jika diberikan terlalu dini akan
menurunkan konsumsi ASI dan bayi mengalami gangguan pencernaan atau bisa
diare. Sebaliknya bila makanan pendamping diberikan terlambat akan mengakibatkan
anak kurang gizi bila terjadi dalam waktu panjang (Depkes, 2003).
1) Jenis makan tambahan
a. Makanan yang dibuat khusus.
b. Makanan keluarga sehari-hari yang dimodifikasi agar mudah dimakan dan
2) Syarat makanan tambahan
a. Kaya energi, protein dan mikronutrien.
b. Bersih dan aman.
Jenis, jumlah dan frekuensi makan pada bayi dan anak balita, hendaknya
diatur sesuai dengan perkembangan usia dan kemampuan organ pencernaannya
[image:51.612.117.526.307.506.2](Depkes RI, 2006).
Tabel 2.1. Pengukuran Makanan Balita Umur
(bulan)
Jenis/bentuk Makanan
Porsi per hari Frekuensi
0-6 bulan ASI Disesuaikan dengan kebutuhan ASI setiap anak menangis siang atau malam hari makin sering makin baik
Min 6 kali
6-9 bulan ASI MP-ASI Makanan Lunak
Disesuaikan dengan kebutuhan usia 6 bulan: 6 sendok makan
(setiap kenaikan usia anak 1 bulan porsi ditambah 1 sdm)
Min 6 kali
2 kali
9-12 bulan ASI
Makanan Lembik Makanan Selingan
Disesuaikan dengan kebutuhan 1 piring ukuran sedang
1 piring ukuran
Min 6 kali 4-5 kali 1 kali 12 bulan ASI
Makanan Keluarga Makanan Selingan
Disesuaikan dengan kebutuhan ½ porsi orang dewasa
½ porsi orang dewasa
3 kali 2 kali >24 bulan Makanan keluarga
Makanan Selingan
Disesuaikan kebutuhan Disesuaikan kebutuhan
3 kali 2 kali Sumber: Depkes RI, 2006
Menurut Muchtadi (2004) hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam
pemberian makanan tambahan pada bayi adalah sebagai berikut :
1. Makanan bayi (termasuk ASI) harus mengandung semua zat gizi yang diperlukan
bayi.
2. Makanan tambahan harus kepada bayi yang telah berumur 6 bulan sebanyak 4-6
3. Sebelum berumur 2 tahun bayi belum dapat mengkonsumsi makanan orang
dewasa.
4. Makanan campuran ganda (multi mix) yang terdiri dari makanan pokok, lauk
pauk, dan sumber vitamin lebih cocok bagi bayi, baik ditinjau dari nilai gizinya
maupun sifat fisik makanan tersebut.
5. Makanan harus diolah dari bahan makanan yang bersih dan aman. Harus dijaga
keamanan terhadap kontaminasi dari organ biologi berbahaya seperti kuman,
virus, parasit dan zat kimia, racun yang berbahaya, mulai dari persiapan bahan
makanan, pengolahan, penyimpanan, distribusi sampai dengan penyajian.
6. Bahan lainnya dapat ditambahkan untuk mempertahankan konsistensi dan rasa
makanan asal tidak mengandung zat berbahaya, misalnya gula, garam, cokelat
dan lainnya.
7. Fortifikasi makanan adalah penambahan zat gizi tertentu ke dalam bahan
makanan atau makanan sehingga mencapai kadar yang dapat meningkatkan
status gizi . Pada MP-ASI yang penting adalah penambahan zat gizi mikro seperti
zat besi, yodium ke dalam biskuit, cookies, roti, garam dan makanan suplemen.
Kendala penambahan zat gizi mikro ke dalam makanan adalah perubahan cita
rasa dan warna, perubahan tekstur dan lain lain, sehingga memerlukan suatu
aplikasi teknologi yang memadai agar dapat mencapai tujuannya. MP-ASI yang
dibuat di rumah tangga ( MP-ASI tradisional ) pada umumnya kurang memenuhi
kebutuhan zat gizi terutama micronutrien seperti Fe, Zn, apalagi pada keluarga
Berdasarkan uraian diatas, makanan tambahan bayi sebaiknya memiliki
beberapa kriteria sebagai berikut :
a. Memiliki nilai energi dan kandungan protein yang tinggi.
b. Memiliki nilai suplementasi yang baik serta mengandung vitamin dan mineral
yang cocok.
c. Dapat diterima oleh alat pencernaan yang baik.
d. Harganya relatif murah
e. Sebaiknya dapat diproduksi dari bahan-bahan yang tersedia secara lokal.
f. Bersifat padat gizi.
g. Kandungan serat kasar atau bahan lain yang sukar dicerna dalam jumlah sedikit
andungan serat kasar yang terlalu banyak justru akan mengganggu pencernaan
bayi (Murianingsih dan Sulastri, 2003)
Makanan lain yang perlu perhatian ekstra untuk dihindari, diantaranya
(Depkes RI, 2006) :
1. Makanan yang terlalu berminyak, junk food, dan makanan berpengawet
sebaiknya dihindari. Keluarga hendaknya menggunakan bahan makanan segar
untuk menu makan terutama untuk balita.
2. Penggunaan Garam. Jika memang diperlukan sebaiknya digunakan dalam jumlah
sedikit dan pilih garam beryodium yang baik untuk kesehatan. Bila membeli
3. Aneka jajanan di pinggir jalan yang tidak terjamin kebersihan dan kandungan
gizinya. Ibu bisa membuat sendiri ‘jajanan’ untuk balita Ibu hingga ia tidak
tergiur untuk jajan.
4. Telur dan kerang. Makanan ini seringkali menimbulkan alergi bahkan keracunan,
bila Ibu tidak jeli memilih yang segar dan salah mengolahnya. Dalam mengolah
telur hendaklah dimasak sampai matang untuk menghindari bakteri yang dapat
mengganggu pencernaan.
5. Kacang-kacangan. Jenis ini bisa juga menjadi pencetus alergi dan menyebabkan balita tersedak jika belum terampil dalam mengunyah.
2.3. Diare pada Anak
2.3.1. Pengertian dan Determinan Diare
Menurut beberapa ahli diare diartikan sebagai berikut :
a. Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang
encer dengan frekuensi buang air besar lebih banyak daripada biasanya. Bayi
berusia 0-2 bulan, dikatakan diare jika buang air besar lebih dari 4 kali sehari.
Bayi berusia 2 bulan lebih dan anak balita, dikatakan diare jika buang air besar
lebih dari 3 kali sehari (Handayani, 2004).
b. Diare menurut WHO didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air
besar) lebih dari biasanya -- lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan
c. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak
dari biasanya (normal 100-200 ml per jam) dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cair (setengah padat) dapat pula disertai frekuensi defekasi yang
meningkat (Mansjoer, 2000).
d. Diare adalah buang air besar cair atau tidak berbentuk (Santoso, 2005)
e. Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang tidak biasa (lebih
dari 3 kali sehari), juga perubahan dalam jumlah dan konsistensi (feses cair)
(Baughman, 2000).
Determinan penyakit diare yaitu :
1. Host (Penjamu)
a) Umur
Survei Departemen Kesehatan tahun 2003 penyakit diare menjadi penyebab
kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi, dan nomor lima pada
semua umur. Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada usia bayi daripada usia
anak. Hasil penelitian Zulkifli (2003) dengan desain cross sectional di
Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie menunjukkan bahwa diare terbanyak pada
anak balita dengan kelompok umur < 24 bulan.
b) Jenis Kelamin
Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.
Penelitian Efrida Yanthi (2001) di Kecamatan Padang Bolak Julu Kabupaten
Tapanuli Selatan dengan desain cross sectional menunjukkan tidak ada hubungan