• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Pasien Thalassemia Rawat Inap di RSUP H Adam Malik Medan dari Tahun 2009 sampai 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Pasien Thalassemia Rawat Inap di RSUP H Adam Malik Medan dari Tahun 2009 sampai 2010"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PASIEN THALASSEMIA DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI TAHUN 2009 SAMPAI 2010

OLEH:

NUR ZURIANA BINTI ZAKI 080100343

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KARAKTERISTIK PASIEN THALASSEMIA DI RSUP H ADAM MALIK MEDAN DARI TAHUN 2009 SAMPAI 2010

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH:

NUR ZURIANA BINTI ZAKI 080100343

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik pasien Thalassemia rawat inap di RSUP H Adam Malik Medan dari tahun 2009 sampai 2010.

Nama: Nur Zuriana Zaki NIM: 080100343

Pembimbing Penguji I

………. …...……… (dr. Rini Savitri Daulay, Sp. A) (dr. Tetty Aman Nasution, M.Med, Sc)

NIP: 19790928 200501 2 004 NIP: 19700109 199702 2 001

Penguji II

...………. ( Prof. Dr. Aznan Lelo, PhD, SpFK)

NIP: 19511202 197902 1 001

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

...

(4)

ABSTRAK

Pendahuluan: Thalassemia merupakan penyakit herideter dengan ciri9ciri terjadinya penurunan produksi atau tidak ada sama sekali produksi dari rantaian globin. Thalassemia merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak9anak. Taksiran di Sumatera Utara sebanyak 3.35% karier kepada Thalassemia α, 4.07% menderita Thalassemia β dan 0.26% menderita HbE. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita Thalassemia berupa sosiodemografi, gejala yang timbul serta terapi yang diberikan kepada penderita Thalassemia.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data dilakukan dari rekam medis penderita Thalassemia yang dirawat inap dari tahun 2009 hingga 2010 di RSUP H Adam Malik, Medan. Jumlah sampel yang diambil sebesar 60 orang dari 160 penderita.

Hasil: Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh sosiodemografi penderita Thalassemia tertinggi pada kelompok umur 6910 tahun (38.3%), jenis kelamin laki9laki (61.7%) dan berasal dari daerah luar Medan (65.0%). Keluhan utama adalah pucat (86.7%), kadar Hb pada kunjungan awal adalah 5910 g/dL (63.3%), sebagian besar menderita Thalassemia β (82.0%), terapi utama adalah transfusi darah (48.3%) dan penerima darah hanya sebesar 46.3% mendapat iron chelation.

Kesimpulan: Karakteristik penderita Thalassemia terbanyak pada kelompok umur 6910 tahun, laki9laki, dari luar Medan, pucat, kadar Hb 5910 g/dL, Thalassemia β, mendapat transfusi darah dan tidak disertai iron chelation.

(5)

Thalassemia is a hereditary disease with characteristic of lowered

production or absent of globin chain production. It is a disease most commonly

found in children. Estimated, in Sumatera Utara, there are as much as 3.35%

Thalassemia α carrier, 4.07% having Thalassemia β and 0.26% have Hb E. The

purpose of this study is to identify the characteristics of Thalassemic people in

terms of sosiodemography, sign and symptom that appeared and therapy given.

This study is a descriptive retrospective study with cross sectional

approach. Data is collected from medical records of Thalassemia patients

admitted to RSUP H Adam Malik, Medan from 2009 to 2010. Total sample is 60

people from 160 patients.

From the study that is done, the result is, in sosiodemography of

Thalassemic patients, the highest age group is 6210 years old (38.3%), male

gender (61.7%) and from outside of Medan (65.0%). Chief complain is pallor

(86.7%), Haemoglobin rate at first visit is 5210 g/dL (63.3%), mostly have

Thalassemia β (82.0%), main therapy is blood transfusion (48.3%) dan only

46.3% blood receivers get iron chelation.

Characteristics of Thalassemia patients mostly in group age of 6210

years old, male, from outside of Medan, pallor, Hb rate of 5210 g/dL, Thalassemia

β, and receive blood transfusion without iron chelation.

(6)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum,

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah s.w.t. Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah9Nya, dan di atas izin9Nya saya telah dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Karakteristik Pasien Thalassemia di RSUP H Adam Malik Medan dari Januari 2009 sampai Januari 2010” dengan baik dan tidak ada hambatan suatu apa pun.

Terima kasih saya ucapkan kepada dosen pembimbing saya, dr. Rini Savitri Daulay, SpA atas bimbingan dan tunjuk ajar yang diberikan. Selain itu, terima kasih juga kepada dosen9dosen Community Research Program dan dosen9dosen lain di atas bimbingan dan tunjuk ajar mereka. Tidak dilupakan kepada teman9teman dan kedua orang tua saya yang telah memberikan sokongan dan dukungan.

Kepada semua pihak yang telah membantu dan terlibat secara langsung dan tidak langsung dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, saya sampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya. Semoga bantuan yang telah kalian berikan akan mendapat balasan yang setimpal dari tuhan Ynag maha Kuasa. Amin.

Akhir kata, saya berharap penelitian ini memberi manfaat kepada semua pihak.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan .……….. i

Abstrak ………. ii

Abstract ………. iii

Kata Pengantar ……… iv

Daftar Isi ……… v

Daftar Tabel ………. viii

Daftar Gambar ……… ix

Daftar Lampiran ……….. x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ………. 1

1.2.Rumusan Masalah ……… 4

1.3.Tujuan Penelitian ………. 4

1.4.Manfaat Penelitian ……… 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Thalassemia ……….. 5

2.2. Klasifikasi Thalassemia ……….. 7

2.2.1. Thalassemia α ……… 7

2.2.2. Thalassemia β ……… 9

(8)

2.4. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis

2.4.1. Thalassemia α silent carier dan Thalassemia α minor ……. 11

2.4.2. Thalassemia Hb H ………. 12

2.4.3. Thalassemia Bart ……….. 12

2.4.4. Thalassemia β minor / Thalassemia trait……… 12

2.4.5. Thalassemia β intermedia……….. 13

2.4.6. Thalassemia β mayor / Anemia Cooley………. 13

2.5. Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang 2.5.1. Screening Test……… 15

2.5.2. Definitive Test……… 16

2.6. Penatalaksanaan. ……….. 17

2.7 Karakteristik pasien Thalassemia di Medan ……….. 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian……… 19

3.2. Definisi Operasional……… 19

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ……… 22

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian ……… 22

4.2.2. Tempat Penelitian………. 22

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi………. 22

(9)

4.4. Teknik Pengumpulan Data……… 23

4.5. Pengolahan dan Analisis Data……….. 23

4.6 Etika penelitian ………. 23

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil penelitian 5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian ……… 24

5.1.2. Deskripsi karakteristik sampel ………. 24

5.2. Sosiodemografi penderita Thalassemia berdasarkan demografi 5.2.1 Umur penderita Thalassemia ………. 25

5.2.2 Jenis kelamin penderita Thalassemia ……… 25

5.2.5 Daerah asal penderita Thalassemia ……… 26

5.3. Keluhan utama penderita Thalassemia ……… 26

5.4. Kadar hemoglobin penderita Thalassemia pada kunjungan pertama. .. 27

5.5. Jenis Thalassemia yang diderita ……….. 27

5.6. Terapi yang diperoleh penderita Thalassemia ………. 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ……….. 30

6.2. Saran ……… 30

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Halaman

5.1 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan umur 25

5.2 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan jenis kelamin 25

5.3 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan daerah asal 26

5.4 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan keluhan utama 26

5.5 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan kadar hemoglobin pada kunjungan pertama

27

5.6 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan jenis Thalassemia 27

5.7 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan terapi 28

5.8 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan pemberian iron chelation

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul

Halaman

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Data induk

(13)

ABSTRAK

Pendahuluan: Thalassemia merupakan penyakit herideter dengan ciri9ciri terjadinya penurunan produksi atau tidak ada sama sekali produksi dari rantaian globin. Thalassemia merupakan penyakit yang sering dijumpai pada anak9anak. Taksiran di Sumatera Utara sebanyak 3.35% karier kepada Thalassemia α, 4.07% menderita Thalassemia β dan 0.26% menderita HbE. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik penderita Thalassemia berupa sosiodemografi, gejala yang timbul serta terapi yang diberikan kepada penderita Thalassemia.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data dilakukan dari rekam medis penderita Thalassemia yang dirawat inap dari tahun 2009 hingga 2010 di RSUP H Adam Malik, Medan. Jumlah sampel yang diambil sebesar 60 orang dari 160 penderita.

Hasil: Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh sosiodemografi penderita Thalassemia tertinggi pada kelompok umur 6910 tahun (38.3%), jenis kelamin laki9laki (61.7%) dan berasal dari daerah luar Medan (65.0%). Keluhan utama adalah pucat (86.7%), kadar Hb pada kunjungan awal adalah 5910 g/dL (63.3%), sebagian besar menderita Thalassemia β (82.0%), terapi utama adalah transfusi darah (48.3%) dan penerima darah hanya sebesar 46.3% mendapat iron chelation.

Kesimpulan: Karakteristik penderita Thalassemia terbanyak pada kelompok umur 6910 tahun, laki9laki, dari luar Medan, pucat, kadar Hb 5910 g/dL, Thalassemia β, mendapat transfusi darah dan tidak disertai iron chelation.

(14)

Thalassemia is a hereditary disease with characteristic of lowered

production or absent of globin chain production. It is a disease most commonly

found in children. Estimated, in Sumatera Utara, there are as much as 3.35%

Thalassemia α carrier, 4.07% having Thalassemia β and 0.26% have Hb E. The

purpose of this study is to identify the characteristics of Thalassemic people in

terms of sosiodemography, sign and symptom that appeared and therapy given.

This study is a descriptive retrospective study with cross sectional

approach. Data is collected from medical records of Thalassemia patients

admitted to RSUP H Adam Malik, Medan from 2009 to 2010. Total sample is 60

people from 160 patients.

From the study that is done, the result is, in sosiodemography of

Thalassemic patients, the highest age group is 6210 years old (38.3%), male

gender (61.7%) and from outside of Medan (65.0%). Chief complain is pallor

(86.7%), Haemoglobin rate at first visit is 5210 g/dL (63.3%), mostly have

Thalassemia β (82.0%), main therapy is blood transfusion (48.3%) dan only

46.3% blood receivers get iron chelation.

Characteristics of Thalassemia patients mostly in group age of 6210

years old, male, from outside of Medan, pallor, Hb rate of 5210 g/dL, Thalassemia

β, and receive blood transfusion without iron chelation.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Thalassemia merupakan kelainan darah herediter yang melibatkan hemoblogin (Hb) di mana sistesis hemoglobin mengalami gangguan. Gangguan ini terjadi akibat dari perubahan globin yang merupakan pembentuk utama Hb. Akibat dari kesalahan sintesis, Hb lebih mudah menjadi lisis dan menyebabkan penderita mengalami anemia. Thalassemia terdiri dari beberapa tipe dimana terdapat manifestasi klinis yang bervariasi dari tidak mempunyai gejala langsung sampai yang bisa menyebabkan kematian.

Dua tipe utama Thalassemia yang dikenal pasti adalah Thalassemia β dan α. Tipe lain adalah Structural Haemoglobin Variants termasuklah Haemoglobin S (Hbs), haemoglobin E (HbE), C, D dan Lepore (TIF, 2010). Thalassemia mayor akan menimbulkan gejala klinis pada penderita sedangkan Thalassemia minor tidak.

(16)

penyakit Thalassemia β, terdapat 25 511 penderita yang memerlukan transfusi darah untuk hidup akan tetapi kurang dari 12% mendapatkan perawatan tersebut. Di Asia Tenggara pula, 9 983 pasien dari 20 240 kelahiran memerlukan tranfusi darah dan hanya 9.6% yang mendapatkan terapi yang diperlukan. Tingkat kematian akibat tidak mendapat transfusi darah adalah 22 522 di dunia, dan lebih 40% atau 9 021 terjadi di Asia Tenggara.

Thalassemia International Federation (TIF) pula memperkirakan 1.5% populasi global, yaitu sekitar 80990 juta orang, membawa Thalassemia β dengan insidens 60 000 kelahiran setiap tahun, terutama di negara9negara membangun. Laporan TIF juga menunjukkan hanya 200 000 pasien yang menderita Thalassemia mayor masih hidup dan diregistrasi di seluruh dunia. Hal ini mencerminkan mayoritas dari anak9anak yang menderita mati akibat tidak atau salah didiagnosis, menerima rawatan kurang memadai atau tidak langsung mendapat terapi (TIF, 2010).

Penelitian di Thailand pada 2007 menyatakan Thalassemia mempunyai prevalensi tinggi di Asia sehingga menyebabkan masalah kesehatan masyarakat dan sosioekonomi. Prevalensi Thalassemia α, β dan Hb E tinggi di Asia Tenggara, Sri Lanka, Bangladesh, Maldives dan Timur India. Hemoglobin Cs juga tinggi prevalennya di Asia Tenggara sedangkan Haemoglobin Bart’s Hydrops Fetalis didapatkan terutama di Asia Tenggara dan Selatan Cina. Pemeriksaan skrining di Jepang dan Korea menunjukkan jumlah penderita yang sedikit. Di Indonesia prevalensi sebagai pembawa adalah 6916% (α), 3910 (β), 1925% (HbE), sedangkan di Maldives, masing9masing 28%, 18% dan 0.69% dan di Thailand adalah 10930%, 399% dan 10953%. Di Malaysia pula 4.5% adalah karier untuk Thalassemia β(Fucharoen, 2007).

(17)

Centre (NTC) di negara tersebut. Perkiraan yang didapatkan menyatakan 40 pasien baru akan dilahirkan di negara tersebut dengan satu dari 596 orang akan menjadi pembawa Thalassemia β. Frekuensi Thalassemia β di Indonesia mencapai 4.597% dengan estimasi 4 000 bayi dengan tipe berat Thalassemia β dilahirkan setiap tahun. Meskipun dengan jumlah pasien yang ada kurang dari separuh menerima transfusi darah, keperluan jumlah darah setiap tahun mencapai kurang lebih 1.2 juta unit.

Ganie (2005) menyatakan di Sumatera Utara khususnya di Medan, taksiran pembawa Thalassemia α adalah 3.35% sedangkan bagi Thalassemia β pula adalah 4.07% dan HbE sebanyak 0.26%. Skrining donor darah yang dilakukan di Medan juga menunjukkan prevalensi Thalassemia lebih dari 5%.

(18)

1.2 Rumusan masalah

Masalah yang muncul adalah informasi tentang pasien Thalassemia rawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan dari tahun 2009 hingga 2010.

1.3 Tujuan penelitian:

1.3.1 Tujuan Umum:

Bagaimanakah karakteristik pasien rawat inap di RSUP H Adam Malik Medan yang menderita Thalassemia dari 2009 hingga 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus:

a. Untuk mengetahui proporsi penderita Thalassemia berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin dan daerah asal.

b. Untuk mengetahui proporsi penderita Thalassemia berdasarkan keluhan utama. c. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita Thalassemia berdasarkan jenis

Thalassemia.

d. Untuk mengetahui terapi yang diperoleh penderita Thalassemia dan adakah mereka mendapat iron chelation.

e. Untuk mengetahui proporsi penderita Thalassemia berdasarkan kadar Hb sewaktu kunjungan pertama ke RS.

1.4 Manfaat penelitian:

a. Data yang diperoleh dapat digunakan oleh RSUP H. Adam Malik sebagai bahan masukan dan juga sebagai informasi kepada pihak lain.

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Thalassemia

Nama Thalassemia berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu thalassa yang berarti lautan dan anaemia (“weak blood”). Perkataan Thalassa digunakan karena gangguan darah ini pertama kali ditemui pada pasien yang berasal dari negara9negara sekitar Mediterranean (TIF, 2010). Istilah Thalassemia sekarang digunakan pada kelompok hemoglobinopati yang diklasifikasi berdasarkan rantai globin spesifik di mana sintesisnya terganggu (Chen, 2006). Nama Mediterranean anemia yang diperkenalkan oleh Whipple sebenarnya tidak tepat karena kondisi ini bisa ditemuikan di mana saja dan sesetengah tipe thalasemia biasanya endemik pada daerah geografi tertentu (Paediatric Thalassemia, Medscape).

Pada tahu 1925, Thomas Cooley yang merupakan dokter anak di Detroit, menemukan beberapa tipe anemia yang dijumpai pada anak9anak yang berketurunan Itali. Dia menemuikan banyak eritrosit berinti pada darah perifer yang awalnya disangka sebagai anemia eritroblastik. Tidak lama kemudian dia mendapati

(20)

Medscape). Thalassemia yang merupakan penyakit genetik diturunkan dari orang tua ke anak melalui gen, tidak infeksius dan tidak bisa ditularkan kepada individu lain melalui kontak fisik, darah, transfusi makanan atau udara (TIF, 2010).

Thalassemia diakibatkan oleh reduksi pada satu atau lebih sinteis rantain globin. Ini akan mengurangkan produksi globin yang menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak seimbang, produksi Hb yang defektif dan rusaknya eritrosit atau prekursornya (Rodak, 2007).Presipitasi rantaian globin di dalam prekursor eritrosit menyebabkan eritropoiesis yang tidak efektif sedangkan presipitasi di dalam eritrosit matang membawa kepada hemolisis (Kumar, 2005).

Reduksi suplai globin menurunkan produksi hemoglobin tetramers, menyebabkan keadaan hipokromia dan mikrositik. Akumulasi tidak seimbang subunit α dan β terjadi akibat sintesis globin yang normal tetap berlangsung secara normal. Akumulasi rantai yang tidak seimbang mendominasi fenotip klinis. Keparahan secara klinis bervariasi karena dipengaruhi kepada tahap gangguan pada sintesis globin yang terganggu, alterasi sintesis pada rantai globin yang lain dan co2inheritance pada alel globin abnormal yang lainnya (Harrison, 2008).

(21)

2.2 Klasifikasi Thalassemia

Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi gangguan produksi rantai α atau β. Dua kromosom 11 mempunyai satu gen β pada setiap kromosom (total dua gen β) sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen α pada setiap kromosom (total empat gen α). Oleh karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit α dan dua subunit β. Secara normal setiap gen globin α memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin β, menghasilkan produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globin α akan menyebabkan defek pada seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin β dapat menyebabkan defek yang menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).

Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu Thalassemia α dan Thalassemia β. Pelbagai defek secara delesi dan non9 delesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak, 2007).

2.2.1 Thalassemia α

(22)

a. Delesi satu gen α / silent carrier/ (9α/αα)

Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein α sehingga secara umum kondisinya kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007).

b. Delesi dua gen α / Thalassemia α minor (99/αα) atau (9α/9α)

Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit hipokromik mikrositik dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak (Wiwanitkit, 2007).

c. Delesi 3 gen α / Hemoglobin H (99/9α)

Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai α dan β menyebabkan akumulasi rantai β di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H (Hb H/ β4) (Wiwanitkit, 2007).

d. Delesi 4 gen α / Hemoglobin Bart (99/99)

Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam kandungan atau beberapa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat rantai α menyebabkan kelebihan rantai γ (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai β menghasilkan masing9masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (γ4 / Hb Bart, afiniti terhadap

oksigen sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (β4, tidak stabil) (Sachdeva,

(23)

2.2.2 Thalasemia β

Thalassemia β disebabkan gangguan pada gen β yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak, 2007).Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia β disebabkan point mutation

dibandingkan akibat delesi gen (Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan subtropis serta di daerah dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007).

Thalassemia βo

Tipe ini disebabkan tidak ada rantai globin β yang dihasilkan (Rodak, 2007). Satu per tiga penderita Thalassemia mengalami tipe ini (Chen, 2006).

Thalassemia β+

Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin β terjadi. Sebanyak 109 50% dari sintesis rantai globin β yang normal dihasilkan pada keadaan ini (Rodak, 2007).

Secara klinis, Thalassemia β dikategori kepada:

a. Thalassemia β minor / Thalassemia β trait(heterozygous) / (β+β) or (βoβ)

Salah satu gen adalah normal (β) sedangkan satu lagi abnormal, sama ada β+ atau βo. Individu dengan Thalassemia ini biasanya tidak menunjukkan simptom dan biasanya terdeteksi sewaktu pemeriksaan darah rutin. Meskipun terdapat ketidakseimbangan, kondisi yang terjadi adalah ringan karena masih terdapat satu gen β yang masih berfungsi secara normal dan formasi kombinasi αβ yang normal masih bisa terjadi (Wiwanitkit, 2007). Anemia yang terjadi adalah mikrositik, hipokrom dan hemolitik (Rodak, 2007).Penurunan ringan pada sistesis rantai globin β menurunkan produksi hemoglobin. Rantai α yang berlebihan diseimbangkan oleh peningkatan produksi rantai δ di mana keduanya akan berikatan membentuk HbA2 / α2δ2 (3.598%). Individu

(24)

b. Thalassemia β mayor / Cooley's Anemia (homozygous) (β+βo) or (βoβo) or (β+β+) Pada kondisi ini, kedua gen rantai β mengalami disfungsi (Wiwanitkit, 2007).

HbA langsung tidak ada pada βoβo dan menurun banyak pada β+β+. Penyakit ini berhubungan dengan gagal tumbuh dan sering menyebabkan kematian pada remaja (Motulsky, 2010). Anemia berat terjadi dan pasien memerlukan transfusi darah (Rodak, 2007) dan gejala tersebut selalunya bermanifestasi pada 6 bulan terakhir dari tahun pertama kehidupan atas akibat penukaran dari sistesis rantai globin γ (Hb F/ α2γ2) kepada β (Hb A / α2β2) (Yazdani, 2011).

c. Thalassemia β intermedia (β+/β+) atau (βo/β+)

Simptom yang timbul biasanya antara Thalassemia minor dan mayor (Rodak, 2007).

2.3 Epidemiologi

Prevalensi dan tingkat keparahan Thalassemia tergantung kepada populasi (Wiwanitkit, 2007). Thalassemia juga sering dijumpai di daerah endemik untuk malaria di seluruh dunia (Mosby, 2002). Prevalensi yang tinggi dijumpai di Mediterranean dan Asia Tenggara. Thalassemia β mayor pertama kali dijumpai di Itali tetapi masalah ini lebih besar di Asia Tenggara terutama di Thailand dan Laos.

Di Asia Tenggara, penderita dan pembawa Thalassemia adalah sebanyak 1% sampai 40% dari seluruh populasi. prevalensi tertinggi dilaporkan di timur laut Thailand, selatan Laos dan daerah utara dari Kemboja. Tipe utama di daerah ini adalah Thalassemia α (Wiwanitkit, 2007).Thalassemia Β mempunyai insidens yang tinggi di Mediterranean. Pada African American, 293% mempunyai Thalassemia α minor (Mosby, 2002).

(25)

terhadap Thalassemia terganggu akibat masalah ekonomi, prioritas terhadap masalah kesehatan yang lain seperti penyakit infeksius serta halangan dari segi agama atau budaya. (Angastiniotis, 1998)

Studi tentang karakteristik pada penderita Thalassemia telah dilakukan di RS Dr. Pirngadi dari tahun 1979 sampai 1989. didapatkan 131 kasus di mana 61.60% menderita Thalassemia mayor, 35.71% Thalassemia Hb E dan 2.20% menderita Hemoglobin H. (Sinulingga, 1991)

2.4 Patofisiologi dan manifestasi klinis

Hb A secara normal disintesis oleh kombinasi dua rantai α yang terletak di kromosom 16 dan dua rantai β yang dijumpai di kromosom 11. Thalassemia α disebabkan defek genetik akibat rantai α yg terlalu pendek sedangkan Thalassemia β akibat mutasi di kromosom 11 menyebabkan sintesis rantai β menurun atau tidak ada sama sekali (Dunphy, 2010).

Pada semua Thalassemia akan timbul gejala klinis yang menyebabkan anemia, transfusional dan absorptive iron overload yang serupa tetapi berbeda9beda berdasarkan keparahannya. Gejala klinis terbagi kepada dua, yaitu, hematologi dan non hematologi. Gejala klinis hematologi terdiri dari anemia sedangkan gejala non9 hematologi adalah thalassemic face, splenomegali, retardasi pertumbuhan, hematopoiesis extramedular dan kolelitiasis (Wiwanitkit, 2007).

2.4.1. Thalassemia α dan Thalassemia α minor

(26)

2.4.2. Thalassemia Hb H

Karakteristik Hemoglobin H adalah anemia hemolitik kronis yang ringan sampai sedang. Kadar Hb berkisar 7910 g/dl sedangkan eritrosit 5910%. Sum9sum tulangnya mengalami hiperplasia eritroid dan limpa membesar. Hemolitik krisis juga dapat terjadi.(Rodak, 2007). Jaundis dan splenomegali dapat dijumpai sedangkan morfologi eritrositnya adalah hipokrom dan mikrositik disertai MCV 50973 fl. Komplikasi yang dapat timbul adalah splenomegali yang progresif, hipersplenism, batu empedu, defisiensi folat superimpose, infeksi dan ulser kaki (Dunphy, 2010).

2.4.3. Thalassemia Bart

Pada kondisi ini, anemia berat yang terjadi menyebabkan edema pada jaringan subkutan fetus membawa kepada hydrops fetalis. Hb Bart mempunyai afiniti oksigen yang sangat tinggi menyebabkan transportasi oksigen ke jaringan gagal. Fetus yang bertahan hingga trimester ketiga selalunya dilahirkan prematur dan stillborn, atau mati sejurus selepas lahir.

2.4.4. Thalassemia β minor / Thalassemia trait

Individu dengan gen Thalassemia yg heterozigot dikatakan mengalami Thalassemia minor . Penderita selalunya asimptomatik tetapi bisa mengalami gejala ringan di mana eritrosit yang diproduksi adalah mikrositik dan hipokrom, menghasilkan anemia hemolitik ringan yang kronik. Sebagai kompensasi produksi eritrosit cenderung meningkat (Dunphy, 2010).Eritrosit lebih kecil dan kurang terisi dengan hemoglobin menyebabkan penurunan nilai mean cellular hemoglobin (MCH) dan mean cellular volume (MCV) (Motulsky, 2010). Oleh karena terdapat anemia hipokrom dan mikrositik maka diagnosis bandingnya adalah anemia defisiensi besi. Ferritin, serum besi dan total iron binding capacity adalah normal sedangkan kadar Hb selalunya lebih tinggi dari 10 g/dl. MCVnya < 75 fl sedangkan MCH < 26 pg. Kadar eritrosit bisa meningkat sedangkan retikulosit normal ataupun sedikit menurun. Pemeriksan apusan darah menunjukkan mikrositosis, sel target, basophilic stippling

(27)

2.4.5. Thalassemia β intermedia

Penderita Thalassemia intermedia mengalami anemia yang lebih berat dari Thalassemia minor tetapi tidak memerlukan transfusi untuk menjaga kadar eritrosit dan kualitas hidup seperti pada Thalassemia mayor. Meskipun kadar Hb selalunya lebih dari 7 g/dl, ia tidak menjadi jaminan untuk menegakkan diagnosis tetapi harus tetap memperhatikan keadaan klinis. Ketidakseimbangan sintesis rantai α dan β berada di antara Thalassemia minor dan mayor, fenotip pula berada di antara sangat memerlukan transfusi dan asimptomatik sedangkan dari segi genotipe ia sangat heterogenetik. Akibat keheterogenetik pada sindrom klinis, hasil lab dan klinis berbeda9beda. Morfologi eritrosit serupa dengan Thalassemia mayor tetapi keparahan anemia dan jaundis bervariasi sesuai tingkat defek genetik yang dialami. Adanya splenomegali menyebabkan kadar trombosit dan neutrofil berkurang. Iron overload

bisa terjadi pada pasien ini walaupun tidak menerima transfusi darah. Ini disebabkan proses eritropoiesis, meskipun inefektif, meningkat, membawa kepada peningkatan

plasma turnover iron yang meningkatkan absorpsi besi di usus. Akibatnya, komplikasi jantung dan endokrin muncul 10 sampai 20 tahun kemudian dari pasien yang selalu mendapat tranfusi darah (Rodak, 2007). Komplikasi lain yang bisa timbul pada pasien ini adalah artritis, kholelithiasis, ulser kaki, tromboembolis dan mudah terkena infeksi (Dunphy, 2010).

2.4.6. Thalassemia β mayor / anemia Cooley

(28)

eritropoiesis yang tidak efektif menyebabkan anemia menetap. Anemia hemolitik ini akan menyebabkan pucat, hepatosplenomegali, ulser kaki, batu empedu dan gagal jantung kongestif. Hiperplasia bisa terjadi secara berlebihan dan menghasilkan massa jaringan eritropoietik ekstramedular di hati dan limpa (hepatosplenomegali) (Harrison, 2008).Pelebaran diploe pada tulang fasial dan tengkorak menghasilkan karakteristik bentuk muka “thalassemia” di mana terjadi splaying of the teeth dan frontal bossing. Namun, hasil dari terapi efektif keadaan ini jarang terlihat di negara maju. Deformitas tulang selain dari pada tengkorak juga dapat terjadi di tempat lain menyebabkan tulang dan tangan yang panjang (Dunphy, 2010). Penggunaan kalori berlebihan untuk pada proses eritropoiesis akan menyebabkan lelah, cenderung mengalami infeksi, disfungsi endokrin dan paling parah kematian pada 10 tahun kehidupan (Harrison, 2008).

(29)

2.5 Diagnosa dan pemeriksaan penunjang

Diagnosis untuk Thalassemia terdapat dua yaitu secara screening test dan

definitive test.

2.5.1 Screening test

Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai gangguan Thalassemia (Wiwanitkit, 2007).

a. Interpretasi apusan darah

Dengan apusan darah anemia mikrositik sering dapat dideteksi pada kebanyakkan Thalassemia kecuali Thalassemia α silent carrier. Pemeriksaan apusan darah rutin dapat membawa kepada diagnosis Thalassemia tetapi kurang berguna untuk skrining.

b. Pemeriksaan osmotic fragility (OF)

Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas formasi pori9pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol < spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false positive rate 18.40% dan false negativerate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).

c. Indeks eritrosit

(30)

d. Model matematika

Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia β berdasarkan parameter jumlah eritrosit digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCH x (MCV)², RDW x MCH x (MCV) ²/Hb x 100, MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi dengan Thalassemia β (Wiwanitkit, 2007).

Sekiranya Indeks Mentzer = MCV/RBC digunakan, nilai yang diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).

2.5.2 Definitive test

a. Elektroforesis hemoglobin

Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95998%, Hb A2 293%, Hb F

0.892% (anak di bawah 6 bulan kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 495.8% atau Hb F 295%, Thalassemia Hb H: Hb A2 <2%

dan Thalassemia mayor Hb F 10990%. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).

b. Kromatografi hemoglobin

Pada elektroforesis hemoglobin, HB A2 tidak terpisah baik dengan Hb C.

Pemeriksaan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) pula membolehkan penghitungan aktual Hb A2 meskipun terdapat kehadiran Hb C atau Hb

(31)

c. Molecular diagnosis

Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular diagnosis bukan sahaja dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit, 2007).

2.6 Penatalaksanaan

Pada Thalassemia α silent carrier, pasien selalunya simptomatik dengan kadar Hb normal atau hampir normal. Sekiranya tidak ada defisiensi besi, perlu dihindari pemberian suplemen besi (Dunphy, 2010). Pada Thalassemia α Hb H pula, transfusi darah tidak diperlukan melainkan pada kasus yang berat dengan anemia hemolitik yang simptomatik. Sesetengah pasien dengan anemia berat dan hipersplenism, splenektomi bisa membantu (Dunphy, 2010). Pasien dengan Thalassemia α Hb Bart selalunya meninggal di dalam kandungan atau sejurus selepas lahir. Terdapat laporan yang mengatakan terdapat bayi yang dapat diselamatkan dengan melakukan exchange transfusion sejurus selepas lahir. Risiko defek urogenital, neurologik dan extremitas bagaimanapun wujud dan terapi transfusi darah dan iron chelation seumur hidup diperlukan (Dunphy, 2010).

(32)

wajah, pertumbuhan jelek, fraktur tulang dan hematopoiesis extramedular (TIF, 2010). Pasien Thalassemia β intermedia pula tidak memerlukan transfusi darah akibat anemia. Terapi iron chelation bisa diberikan pada sesetengah pasien untuk mencegah atau merawat iron overload (Dunphy, 2010).

2.7 Karakteristik pasien Thalassemia di Medan

(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka konsep penelitian

Penderita Thalassemia a. Sosiodemografi

Umur

Jenis kelamin Daerah asal b. Keluhan utama c. Kadar Hb

d. Jenis Thalassemia e. Terapi yang diperoleh

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian 3.2 Definisi operasional

3.2.1 Penderita Thalassemia adalah individu yang menderita Thalassemia berdasarkan diagnosa yang ditentukan dokter sesuai dengan yang tertulis pada rekam medis. Kriteria inklusi adalah penderita Thalassemia yang sudah didiagnosa oleh dokter dan dirawat inap di RSUP H Adam Malik dari tahun 2009 hingga 2010. Kriteria eksklusi adalah penderita Thalassemia yang tidak dirawat inap di RSUP H Adam Malik serta rekam medis yang tidak lengkap.

3.2.2 Umur adalah usia pasien seperti di dalam rekam medis dan dikategorikan sebagai: 1. 095 tahun

(34)

3.2.3 Jenis kelamin adalah tanda9tanda atau ciri9ciri pada pasien seperti yang tertulis pada rekam medis dan dikategori sebagai:

1. Laki9laki 2. Perempuan

3.2.4 Daerah asal adalah tempat pasien tinggal dan menetap dan dikategori sebagai: 1. Dalam kota Medan

3.2.7 Jenis Thalassemia adalah tipe Thalassemia yang dideritai pasien sesuai dengan yang tertulis di rekam medis dan dikategori sebagai:

1. Thalassemia α 2. Thalassemia β

3. Lain9lain / unspecified

3.2.8 Terapi yang diperoleh adalah pengobatan yang diterima pasien dan dikategori seperti berikut:

1. Medikamentosa 2. Transfusi darah

(35)

Penderita Thalassemia yang mendapat transfusi darah, pemberian iron chelation

ditentukan menurut rekam medik dan dikategori sebagai 1. Ada

(36)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis deskriptif retrospektif dengan desain penelitian cross sectional.

4.2 Lokasi dan waktu penelitian 4.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik, Medan.

4.2.2. Waktu penelitian

Penelitian dilakukan dari bulan Januari 2011 hingga Desember 2011. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2011.

4.3 Populasi dan sampel 4.3.1 Populasi

(37)

4.3.2 Sampel

Sampel yang diambil adalah populasi pasien Thalassemia yang dirawat di RSUP H Adam Malik Medan dari tahun 2009 hingga 2010. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus perhitungan besar sampel dengan data proporsi (Wahyuni, 2008)

)

Z1α9/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) padaiα tertentu (biasanya 95% = 1,96) d = kesalahan (absolut) yang dapat ditoleransi (0.01)

p = harga proporsi di populasi (0.05)

)

Maka, nilai minimal sampel adalah seramai 60 orang.

4.4 Teknik pengumpulan data

Data dikumpul menggunakan data sekunder yaitu rekam medis penderita Thalassemia di RSUP H Adam Malik dari tahun 2009 hingga 2010.

4.5 Pengolahan dan analisa data

Data yang dikumpulkan akan diolah menggunakan komputer dan dianalisa secara statistik deskriptif. Program SPSS (Statistical Product and Service Solution) akan digunakan. Data akan dibentangkan dalam bentuk tabel.

4.6Etika penelitian

(38)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Proses pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2011 di RSUP H Adam Malik, Medan. Data yang diambil diperoleh dari rekam medis di rumah sakit tersebut. Sebanyak 60 rekam medis diteliti.

5.1 Hasil penelitian

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H Adam Malik yang merupakan rumah sakit pemerintah dan terletak di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Rumah sakit ini merupakan Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A, meliputi kawasan Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau.

5.1.2 Deskripsi karakteristik sampel

(39)

5.2 Sosiodemografi penderita Thalassemia berdasarkan demografi 5.2.1 Umur penderita Thalassemia

Tabel 5.1 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan umur

Umur % Adam Malik dari 2009 hingga 2010 berdasarkan umur adalah sebagai berikut: penderita Thalassemia yang terbanyak adalah pada kelompok umur 6910 tahun sebanyak 23 orang (38.3%) sedangkan jumlah paling sedikit pada kelompok umur 21925 tahun yaitu sebanyak 2 orang (3.3%).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di rumah sakit yang sama dari tahun 2006 hingga 2008 yaitu terbanyak pada kelompok umur 6915 tahun (65.8%) dan terendah adalah umur >15 tahun (0.9%). Dari penelitian yang dilakukan di India, sebanyak 44.44% penderita Thalassemia yang diteliti berada pada kelompok umur 5914 tahun (Mallik, 2009).

5.2.2 Jenis Kelamin penderita Thalassemia

Tabel 5.2 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan jenis kelamin

Kelamin % Thalassemia terbanyak adalah jenis kelamin laki9laki dengan jumlah 37 orang (10.7%) sedangkan penderita dengan jenis kelamin perempuan sebesar 23 orang (38.3%).

(40)

5.2.3 Daerah asal penderita Thalassemia

Tabel 5.3 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan daerah asal

Daerah asal % tempat rujukan dari daerah sekitarnya sehingga banyak penderita yang datang berobat ke kota Medan. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya di RSUP H Adam Malik pada tahun 2006 hingga 2008 dimana proporsi terbesar adalah yang berasal dari luar kota Medan dengan jumlah sebesar 67.5% manakala penderita dari kota Medan sendiri sebesar 32.5%.

5.3 Keluhan utama penderita Thalassemia

Tabel 5.4 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan keluhan utama

Keluhan utama %

Pucat 52 86.7

Perut membesar 6 10.0

Lain9lain 2 3.3

Total 60 100.0

Berdasarkan tabel 5.6 di atas terlihat karakteristik penderita Thalassemia di RSUP H Adam Malik dari tahun 2009 hingga 2010 berdasarkan keluhan utama. Dari 60 orang penderita, 52 orang (86.7%) mempunyai keluhan pucat, hanya 6 orang (10.0%) datang dengan keluhan perut membesar dan 2 orang (3.3%) mempunyai keluhan lain.

(41)

5.4 Kadar hemoglobin penderita Thalassemia pada kunjungan pertama

Tabel 5.5 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan kadar hemoglobin pada kunjungan pertama

Dari tabel 5.7 di atas, dapat dilihat karakteristik penderita Thalassemia di RSUP H Adam Malik dari tahun 2009 hingga 2010 berdasarkan kadar Hb. Tertinggi, sebanyak 38 orang (63.3%) yang diperiksa Hb sewaktu kunjungan pertama mempunyai Hb berkisar antara 59 10 g/dL. 19 orang (31.7%) pula mempunyai kadar Hb kurang dari 5 g/dL. Kelompok penderita Thalassemia dengan kadar Hb di atas 10 g/dL adalah paling sedikit yaitu 3 orang (5.0%) saja.

Keadaan ini adalah karena pada penderita Thalassemia sering terjadi anemia hemolitik yang menyebabkan penurunan kadar Hb. Pada Thalassemia Hb H selalunya Hb verkisar 7910 g/dL, pada Thalassemia beta minor Hb selalu lebih tinggi dari 10 g/dL, pada Thalassemia intermedia Hb selalu lebih tinggi dari 7 g/dL, sedangkan pada Thalassemia β mayor Hb bisa sangat rendah yaitu 293 g/dl.

Dari hasil penelitian Sinulingga S dari 1979 hingga 1989 di RS Pirngadi terdapat sedikit perbedaan dimana kelompok terbesar adalah <5 g/dL, sebesar 49.62%, 5910 g/dL sebesar 48.09% dan >10 g/dL sebesar 2.29%.

5.4 Jenis Thalassemia yang diderita

Tabel 5.6 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan jenis Thalassemia

Jenis Thalassemia %

α 2 3.3

β 49 81.7

unspecified 9 15.0

Total 60 100.0

(42)

dengan jumlah tertinggi adalah penderita Thalassemia β dengan jumlah 49 orang (81.7%). Penderita Thalassemia yang unspecified pula adalah sebanyak 9 orang (15.0%) manakala dengan Thalassemia α sebanyak 2 orang (3.3%) saja.

Hal ini dapat terjadi karena pada penderita Thalassemia α jarang terlihat gejala juga mendapatkan Thalassemia β sebagai kelompok terbesar dengan jumlah penderitanya 61.9%. Hasil penelitian yang dilakukan di Malaysia adalah Thalassemia mayor sebesar 59.0% dan Thalassemia intermedia sebesar 11.5% (Ismail, 2006).

5.5 Terapi yang diperoleh penderita Thalassemia

Tabel 5.7.1 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan terapi

Terapi %

Medikamentosa 6 10.0

Transfusi darah 29 48.3

Medikamentosa dan transfusi darah 25 41.7

Total 60 100.0

Tabel 5.9.1 di atas menunjukkan karakteristik penderita Thalassemia di RSUP H Adam Malik dari tahun 2009 hingga 2010 berdasarkan terapi yang diperoleh pasien. Dapat dilihat 29 orang (48.3%) penderita mendapatkan transfusi darah, 25 orang (41.7%) mendapat transfusi darah disertai medikamentosa berupa iron chelation (ferriprox dan/atau desferal), dan 6 orang (10.0%) mendapat terapi medikamentosa saja. Medikamentosa yang diberi pada 6 orang tersebut adalah iron chelation, vitamin B kompleks, antibiotic, urdafalk atau pun diet.

(43)

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Thailand di mana terapi utama adalah transfusi darah, sebesar 60.83% (Thavorncharoensap, 2010). Hasil yang berbeda diperoleh dari penelitian yang dilakukan sebelumnya di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2006 hingga 2008 di mana pemberian terapi yang terbesar adalah terapi dengan transfusi darah bersama dengan medikamentosa.

Tabel 5.9.2 di bawah ini pula menunjukkan jumlah penderita yang mendapat iron chelation sebagai terapi untuk kelebihan besi di dalam darah.

Tabel 5.7.2 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan pemberian

Iron chelation %

Ada 25 46.3

Tidak ada 29 53.7

Total 54 100.0

Dari 54 orang penderita Thalassemia yang mendapat terapi transfusi darah, sebanyak 29 orang (53.7%) tidak mendapat iron chelation dalam terapinya dan hanya 25 orang (46.3%) mendapat iron chelation berupa desferal dan/atau ferriprox dalam regim terapi.

Iron chelation adalah penting untuk diberikan pada penderita Thalassemia terutama yang mendapat transfusi darah karena efek samping dari pemberian darah adalah terjadinyanya iron overload yang bisa mengganggu fungsi organ tubuh yang lain dan mengakibatkan komplikasi yang jelek.

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Thailand, 72.6% penderita Thalassemia tidak mendapat terapi iron chelation setelah menerima transfusi darah (Thavorncharoensap, 2010).

(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARANAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang karakteristik penderita Thalassemia yang dilakukan di RSUP H Adam Malik dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:

a. Berdasarkan sosiodemografi, karakteristik penderita Thalassemia di RSUP H Adam Malik adalah kebanyakan dari kelompok umur 6910 tahun (38.3%), jenis kelamin laki9laki (61.7%), dan berasal dari daerah luar Medan (65.6%).

b. Sebagian besar penderita Thalassemia yang datang ke RSUP H Adam Malik mempunyai keluhan pucat (anemia) yaitu sebesar 86.7%.

c. Kadar Hb pada saat kunjungan pertama terbanyak pada kelompok 5910 g/dL (63.3%).

d. Sebanyak 81.7% penderita Thalassemia didiagnosis oleh dokter di RSUP H Adam Malik sebagai penderita Thalassemia β.

e. Sebanyak 54 orang dari 60 penderita Thalassemia yang dirawat inap di RSUP H Adam Malik mendapat terapi dalam bentuk transfusi darah tetapi hanya 25 orang (46.3%) penderita Thalassemia diberi iron chelation.

6.2 Saran

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Angastiniotis M, Modell B, 1998. Global epidemiology of hemoglobin disorder.

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9668547 [Accessed 1

May 2011]

Ayyub, M., 2055, Efficacy and Adverse Effects of Oral Iron Chelation Deferiprone in Patients with Beta Thalassemia in Pakistan. Available from:

http://www.ayubmed.edu.pk/JAMC/PAST/1794/04AyyubAFIT.pdf [Accessed 12

December 2011]

Chen, H., 2006. Atlas of Genetic Diagnosis and Counseling. Humana Press, 950

Dunphy, C.H., 2010. Molecular Pathology of Hematolymphoid Diseases. Springer. 472

Fucharoen, S., Winichagoon, P. 2007. Prevention and Control of Thalassemia in Asia

Available from: http://abm.digitaljournals.org/index.php/abm/article/viewFile/91/10 [Accessed 3 May 2011]

Ganie, R.A. 2005. Thalassemia: Permasalahan dan Penanganannya. Available from: http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2005/ppgb_2005_ratna_akbari_ganie.pdf

Harrison's Principle of Internal Medicine. 2008. 17th ed. McGraw9Hill Companies, Inc

Ismail, A., 2006, Health Related Quality of Life in Malaysian Children with Thalassemia. Available from : http://www.hqlo.com/content/pdf/14779752594939.pdf [Accessed 12 December 2011]

(46)

Madara, B., Pomarico9Denino, V., 2008. Pathophysiology. 2nd ed. Jones and Bartlett Publisher. 93994

Mallik, S., 2009, Expenditure to Treat Thalassemia: An Experience at a Tertiary Care Hospital in India. Available from: http://www.ijph.ir/pdfs/129

Dr%20Mallik%20Replt%20to%20proof.pdf [Accessed 12 December 2011]

Marshall, W.J., Bangert, S.K., 2008. Clinical Biochemistry: Metabolic and Clinical

Aspects. 2nd ed. Elsevier Limited. 580

Medscape, Paediatric Thalassemia. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/9588509overview [Accessed 1 May 2011]

Mosby's Pediatric Clinical Advisor: Instant Diagnosis and Treatment. Mosby Inc 2002. 717

Rodak, B.F., Fritsma, G.A., Doig, K. 2007. Hematology: Clinical Principles and

Applications. Elsevier Health Science. 3rd ed. 356

Sachdeva, A., Lokeshwar, M.R., 2006. Hemoglobinopathies 1st ed. Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd. 18

Sinulingga, S., 1991. The pattern of Thalassemia in Children at the Department of Child Health, School of Medicine University of North Sumatera/Dr. Pirngadi Hospital, Medan Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1780165 [Accessed 11 May 2011]

Speucher, M. R., Antonarakis, S.E., Motulsky, A.G., 2010. Vogel and Motulsky's Human

(47)

Thalassemia International Federation, 2010. About Thalassemia. Available from: http://www.thalassaemia.org.cy [Accessed 28 April 2011]

Thavorncharoensap, M., 2010, Factor Affecting Health9related Quality of Life in Thai

Children with Thalassemia. Available from:

http://www.biomedcentral.com/content/pdf/14719232691091.pdf [Accessed 12

December 2011]

Wahyuni, A.S., 2008. Statistika Kedokteran. Bamboedoea Communication. 1169117

WHO, 199892000. Health Situation in the South9East Asia Region, 199892000.

Available from:

http://www.searo.who.int/en/Section1243/Section1382/Section1386/

Section1898_9435.htm [Accessed 8 May 2011]

WHO, 2008. Epidemiology of Haemoglobin Disorders and Derived Service Indicators.

Available from:http://www.who.int/bulletin/volumes/86/6/069036673/en [Accessed

18 April 2011]

Wiwanitkit, V. 2007. Tropical Anemia Nova Science Publisher, Inc. 106

Yazdani, S., McGhee S., Stiehm, R., 2011. Chronic Complex Diseases of Childhood: A

(48)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nur Zuriana Binti Zaki

Tempat / Tanggal Lahir : Malaysia / 11 Juli 1989

Agama : Islam

Alamat : No.48, Jalan Pokok Resam 2, Taman BDC, Kolombong,

88450, Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia Riwayat Pendidikan : 1. Sek. Ren. Keb. Lok Yuk Inanam

2. Sek. Men. All Saints

3. Allianze College of Medical Sciences 4. Universitas Sumatera Utara

Riwayat Pelatihan : 9

Riwayat Organisasi : 1. Persatuan Kebangsaan Pelajar9pelajar Malaysia

di Indonesia (PKPMI)

(49)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

0 5 tahun 14 23.3 23.3 23.3

6 10 tahun 23 38.3 38.3 61.7

11 15 tahun 18 30.0 30.0 91.7

16 20 tahun 3 5.0 5.0 96.7

21 25 tahun 2 3.3 3.3 100.0

Valid

Total 60 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Laki laki 37 61.7 61.7 61.7

Perempuan 23 38.3 38.3 100.0

Valid

Total 60 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Medan 21 35.0 35.0 35.0

Luar Medan 39 65.0 65.0 100.0

Valid

(50)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

2009 33 55.0 55.0 55.0

2010 27 45.0 45.0 100.0

Valid

Total 60 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Pucat 52 86.7 86.7 86.7

perut membesar 6 10.0 10.0 96.7

lain lain 2 3.3 3.3 100.0

Valid

Total 60 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

<5 g/dl 19 31.7 31.7 31.7

5 10 g/dl 38 63.3 63.3 95.0

>10 g/dl 3 5.0 5.0 100.0

Valid

(51)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

alpha 2 3.3 3.3 3.3

beta 49 81.7 81.7 85.0

unspecified 9 15.0 15.0 100.0

Valid

Total 60 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Medikamentosa 6 10.0 10.0 10.0

Transfusi darah 29 48.3 48.3 58.3

Medikamentosa dan

transfusi darah

25 41.7 41.7 100.0

Valid

Total 60 100.0 100.0

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Ada 26 43.3 43.3 43.3

Tidak ada 34 56.7 56.7 100.0

Valid

Gambar

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 5.1 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan umur
Tabel 5.3 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan daerah asal
Tabel 5.5 Distribusi penderita Thalassemia berdasarkan kadar hemoglobin pada
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 17 ayat (2) huruf g angka 2) huruf a) Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan

Metode ini dilakukan dengan mengikuti prosedur tertentu dengan dilakukan dengan mengikuti prosedur tertentu dengan maksud untuk memahami pengaruh suatu kondisi yang maksud

Karya tiga dimensi yang telah dibuat nantinya akan digunakan sebagai bahan pembuatan maket lingkungan tempat tinggal.. Oleh karena itu, pertimbangkanlah benda yang

Aspek kebaruan meliputi kemampuan (1) menggunakan strategi yang bersifat baru, unik, atau tidak biasa untuk menyelesaikan masalah; atau (2) memberikan contoh atau

Secara garis besar menurut Healy (1985) menyatakan bahwa penggunaan transaksi discretionary accruals, manajemen dapat mempengaruhi laba dengan mengendalikan jumlah

Ayo belajar (tepuk tangan 3 kali) Bila kau ingin cerdas.. Bila kau ingin pintar Ayo

Oleh sebab itu di samping model pembelajaran yang cocok dan proses pembelajaran yang benar perlu ada sistem penilaian yang baik dan terencana (Surapranata, 2005: 1)...

Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai mana dimaksud dalam huruf a dan b di atas maka perlu ditetapkan Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Situbondo