• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektifitas Pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir (PNPM Mandiri Perkotaan) di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektifitas Pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir (PNPM Mandiri Perkotaan) di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan"

Copied!
245
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PINJAMAN

BERGULIR (PNPM MANDIRI PERKOTAAN)

DI KELURAHAN KARANG BEROMBAK KECAMATAN

MEDAN BARAT KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

PATUAN TOGU P. JAYAPURA

097024067/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Studi Pembangunan (MSP) dalam Program Studi Pembangunan pada

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh

PATUAN TOGU P. JAYAPURA

097024067/SP

PROGRAM STUDI MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM

PINJAMAN BERGULIR (PNPM MANDIRI

PERKOTAAN)

DI KELURAHAN KARANG BEROMBAK KECAMATAN MEDAN BARAT KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : Patuan Togu P. Jayapura

Nomor Pokok : 097024067

Program Studi : Studi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si) Ketua

(Drs. Irfan, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 21 Desember 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si

Anggota : 1. Drs. Irfan, M.Si

2. Prof.Dr. M. Arif Nasution, MA 3. Drs. Ermansyah, M.Hum

(5)

PERNYATAAN

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN PROGRAM PINJAMAN BERGULIR (PNPM MANDIRI PERKOTAAN)

DI KELURAHAN KARANG BEROMBAK KECAMATAN MEDAN BARAT KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Desember 2011 Penulis,

(6)

ABSTRAK

Program Pinjaman Bergulir merupakan program pemberdayaan masyarakat yang diluncurkan pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran melalui pemberian pinjaman mikro kepada masyarakat yang memiliki usaha atau berpotensi untuk memulai usaha. Efektifitas pelaksanaan program pinjaman bergulir ditentukan dari pencapaian aspek kelembagaan, aspek sasaran penerima program pinjaman bergulir, aspek keberlanjutan usaha dan keberlanjutan program, aspek kemandirian dan keberdayaan masyarakat serta aspek pengaruh program pinjaman bergulir bagi masyarakat, dalam penerapan kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat melalui penguatan modal usaha. Penelitian ini dilakukan untuk membahas hal tersebut.

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan dengan tujuan untuk mendeskripsikan efektifitas pelaksanaan program pinjaman bergulir di kelurahan tersebut. Penelitian ini bertipekan deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui pemberian kuesioner kepada 51 orang responden, dimana responden tersebut dipilih dengan menggunakan metode cluster sampling. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara mendalam kepada 8 (delapan) orang responden. Data dari wawancara dimanfaatkan untuk menguatkan interpretasi kuantitatif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan program pinjaman bergulir di Kelurahan Karang Berombak masih berada dalam kategori kurang efektif. Kondisi ketidakefektifan tersebut dapat dijelaskan melalui: pelaksanaan sosialisasi yang kurang baik; kecilnya jumlah pinjaman yang diberikan; belum maksimalnya fungsi dan peran BKM/UPK maupun fasilitator dalam melakukan pelatihan ekonomi rumah tangga khususnya pendampingan terhadap usaha yang dikelola masyarakat, ketidakmampuan program untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pihak lain; tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang melaksanakan program pinjaman bergulir; serta tidak terwujudnya modal sosial ditengah masyarakat. Melihat kondisi tersebut di atas, diperlukan peran aktif, kerjasama, serta tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program pinjaman bergulir demi tercapainya sasaran program yang sebenarnya yaitu untuk mengatasi masalah kemiskinan.

(7)

ABSTRACT

Revolving Loan Program is a community empowerment program that launched by the government to reduce poverty and unemployment through the provision of micro loans to people who have a business or has the potential to start a business. Effectiveness implementation of the revolving loan program is determined from the achievement of the institutional aspects, aspects of the target beneficiaries revolving loan program, aspects of business continuity and sustainability of the program, aspects of self reliance and empowerment as well as aspects of the influence of revolving loan programs for the community, in the implementation of capacity building through strengthening the venture capital community. This study was conducted to discuss the issue.

The Research conducted in the sub district Karang Berombak west medan district of Medan city with the aim to describe the effectiveness implementation of a revolving loan program in these village. This study is use descriptive type with quantitative approach. The data was collected through a questionnaire to 51 people giving the respondents, where respondents were selected using cluster sampling method. In addition, data collection is also done through in depth interviews to 8 (eight) respondents. Data from the interviews used to strengthen the quantitative interpretation

The study concluded that the implementation of a revolving loan program in the sub district Karang Berombak still in the category of less effective. Ineffectiveness of these conditions can be explained by: poor socialization implementation; small amount of the loan; not maximal function and the role of the BKM/UPK and training facilitators in the household economy in particular assistance to managed community businesses, the inability of programs to reduce community dependence on other party; not realize that implementing welfare revolving loan program; and not the realization of social capital in the community. Looking at the above conditions, it takes an active role, cooperation, and responsibilities of all parties involved in the implementation of a revolving loan program to achieve the target of the actual program to address the problem of poverty.

.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan kasih dan

berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Efektifitas

Pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir (PNPM Mandiri Perkotaan) di Kelurahan

Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan”, guna memenuhi salah

satu syarat kelulusan pada Program Pascasarjana Magister Studi Pembangunan,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati,

penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya khususnya

kepada kedua orang tua saya dan juga kepada mertua saya, yang telah

memberikan banyak bantuan baik itu moril maupun materil serta tidak lupa

kepada istriku tercinta yang selalu memberikan dukungan dalam penulisan tesis

ini. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), SpA(K), selaku

Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Ketua Program Studi Magister

Studi Pembangunan.

4. Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi

Magister Studi Pembangunan sekaligus sebagai dosen pembimbing utama

penulis.

5. Bapak Drs. Irfan, M.Si, selaku dosen pembimbing kedua penulis.

6. Bapak Drs. Ermansyah, M.Hum dan Bapak Drs. Yance, MA selaku dosen

pembanding.

7. Bapak Drs. Monang Sitorus, MBA, mantan Bupati Kabupaten Toba Samosir

(9)

8. Bapak Liberty Pasaribu, SH, M.Si, selaku Wakil Bupati Kabupaten Toba

Samosir periode 2010-2015, yang telah memberikan banyak kontribusi

kepada penulis selama pengurusan izin tugas belajar.

9. Bapak Suryadi, selaku Koordinator PNPM Mandiri Kota Medan, yang telah

memberikan kesempatan kepada saya untuk melakukan penelitian di

Kelurahan Karang Berombak

10. Bapak Welly, selaku senior fasilitator Kelurahan Karang Berombak yang

telah banyak menambah pengetahuan penulis terkait pelaksanaan program

pinjaman bergulir di Kelurahan Karang Berombak.

11. Bapak Harun, selaku Ketua BKM “Rose” Kelurahan Karang Berombak serta

Ibu Nora selaku petugas UPK, yang telah banyak memberikan data yang

penulis butuhkan dalam penulisan tesis ini.

12. Rekan-rekan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Toba Samosir

13. Rekan-rekan angkatan XVII Magister Studi Pembangunan atas

kebersamaannya selama masa perkuliahan serta masukan yang telah

diberikan dalam penyusunan tesis ini.

14. Bang Iwan, Tika dan Kak Dina, selaku staf program studi Magister Studi

Pembangunan, yang telah banyak membantu saya, khususnya dalam

pengurusan administrasi selama masa perkuliahan.

15. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses pendidikan penulis.

Medan, Desember 2011

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Patuan Togu P. Jayapura

NIM : 097024067

Tempat/Tgl Lahir : Jayapura/20 Oktober 1982

Alamat : Jl. Abdullah Lubis No. 20/8,Medan

Status Perkawinan : Menikah

Nama Orang tua :

Ayah : Gustaf Armenia Pasaribu

Ibu : Erika Amelia Siregar

Saudara Kandung : Merry Donna Pasaribu

Eva Leoniza Pasaribu

Medione Lusiana Pasaribu

Mercy Kristine Pasaribu

Rostina Tonggo Marito

Sinta Gaberia Pasaribu

Pendidikan : 1. SD Methodist I Medan (1989-1995)

2. SMP ST. Thomas IV Medan (1995-1998)

3. SMU Kristen Immanuel Medan (1998-2001)

4. Departemen Teknik/Jurusan Teknik Industri

Universitas Sumatera Utara (2001-2007)

Riwayat Pekerjaan : Staf Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Toba Samosir

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GRAFIK ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 13

1.3. Tujuan Penelitian ... 14

1.4. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan ... 15

2.2. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat ... 19

2.3. Program Pemberdayaan Masyarakat ... 22

2.4. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri ... 25

2.5. Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM Mandiri Perkotaan ... 29

2.5.1. Kelembagaan dalam PNPM Mandiri Perkotaan ... 34

2.6. Efektifitas Program Pinjaman Bergulir ... 36

2.6.1. Efektifitas ... 36

2.6.2. Program Pinjaman Bergulir ... 41

2.6.2.1. Ketentuan Dasar Pinjaman Bergulir ... 46

2.7. Modal Sosial ... 53

2.7.1. Saling Percaya (Trust) ... 59

2.7.2. Jaringan Sosial (Network) ... 61

(12)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 70

3.2. Defenisi Konsep ... 70

3.3. Defenisi Operasional ... 71

3.4. Lokasi Penelitian ... 74

3.5. Populasi dan Sampel ... 75

3.6. Sumber Data ... 77

3.7. Teknik Pengumpulan Data ... 77

3.8. Analisis Data ... 78

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 82

4.1.1.Kondisi Geografis Kelurahan Karang Berombak ... 82

4.1.2.Kondisi Demografi Kelurahan Karang Berombak ... 83

4.1.3.Kondisi Ekonomi dan Sarana Prasarana Kelurahan Karang Berombak ... 86

4.2. Program Pinjaman Bergulir di Kelurahan Karang Berombak ... 88

4.3. Karateristik Responden ... 99

4.4. Distribusi Jawaban Responden pada Setiap Aspek Penilaian Efektifitas Program Pinjaman Bergulir ... 103

4.4.1. Aspek Kelembagaan ... 104

4.4.2. Aspek Sasaran Penerima Dana Pinjaman Bergulir ... 121

4.4.3. Aspek Keberlanjutan Usaha dan Keberlanjutan Program Pinjaman ... 137

4.4.4. Aspek Kemandirian dan Keberdayaan Masyarakat ... 154

4.4.5. Aspek Pengaruh Program Pinjaman Bergulir ... 166

4.5. Efektifitas Pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir ... 183

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 203

5.2. Saran ... 212

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Tahapan Pemberian Dana Pinjaman Bergulir ... 10

2. Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 73

3. Skoring Jawaban Kuesioner ... 79

4. Jumlah Penduduk Menurut Lingkungan Tahun 2011 ... 84

5. Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Menurut LingkunganTahun 2011 ... 85

6. Jumlah Penduduk Kelurahan Karang Berombak Berdasarkan Kelompok UmurTahun 2011 ... 86

7. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Kelurahan Karang Berombak ... 87

8. Jumlah Rumah Tangga Miskin Menurut Lingkungan di Kelurahan Karang Berombak Tahun 2011 ... 88

9. Daftar KSM, Nama Anggota KSM, Usaha yang Dikelola serta Jumlah Pinjaman yang Diperoleh ... 91

10. Tanggapan Responden Mengenai Waktu Pembentukan BKM ... 110

11. Pengetahuan Responden mengenai Pengembalian Dana Pinjaman agar Dapat Disalurkan kepada Anggota KSM yang Belum Memperoleh Dana Pinjaman ... 134

12. Tanggapan Responden Mengenai Perlunya Dilakukan Kemitrausahaan dengan Lembaga Formal Lainnya untuk Memberikan Pinjaman ... 142

13. Tanggapan Responden Mengenai Perlunya Mengembalikan Dana Pinjaman agar Program Pemberian Pinjaman Dapat Terus Berlanjut ... 145

14. Tanggapan Responden Mengenai Peranan Pelatihan Pengelolaan Ekonomi Rumah Tangga yang Dilakukan oleh BKM/Fasilitator ... 149

15. Tanggapan Responden Mengenai Pendampingan yang Dilakukan oleh UPK/Fasilitator ... 151

(14)

17. Pengetahuan Anggota KSM Mengenai Salah Satu Tujuan dari

Pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir untuk Mewujudkan

Terciptanya Modal Sosial Masyarakat Terutama Melalui Sistem

Tanggung Renteng ... 179

18. Tingkat Efektifitas Berdasarkan Aspek Kelembagaan ... 184

19. Tingkat Efektifitas Berdasarkan Aspek Sasaran Penerima

Program Pinjaman Bergulir ... 187

20. Tingkat Efektifitas Berdasarkan Aspek Keberlanjutan Usaha

dan Keberlanjutan Program Pemberian Pinjaman ... 191

21. Tingkat Efektifitas Berdasarkan Aspek Kemandirian dan

Keberdayaan Masyarakat ... 195

22. Tingkat Efektifitas Berdasarkan Aspek Pengaruh

(15)

DAFTAR GRAFIK

Nomor Judul Halaman

1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 99

2. Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 100

3. Komposisi Responden Berdasarkan Suku Bangsa ... 101

4. Komposisi Responden Berdasarkan Tinkat Pendidikan ... 102

5. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Pinjaman Diperoleh ... 103

6. Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Proses Pembentukan BKM ... 106

7. Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Proses Pembentukan KSM ... 108

8. Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Alasan Pembentukan BKM/UPK. ... 109

9. Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Kemampuan BKM/UPK dalam Mengelola Program Pinjaman bergulir ... 112

10. Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Pelaksanaan Fungsi BKM/UPK dalam Program Pinjaman bergulir ... 114

11. Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Pengetahuan Anggota KSM Terhadap Perkembangan Dana Pinjaman Bergulir yang Dikelola UPK ... 118

12. Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Transparansi Pengelolaan Dana Pinjaman Bergulir yang Dikelola UPK ... 119

13. Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Sumber Informasi Pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir di Kelurahan Karang Berombak ... 122

(16)

15. Distribusi Tanggapan Responden Mengenai Keterlibatan

Anggota KSM dalam Menentukan Kriteria Masyrakat

yang Berhak Menerima Dana Pinjaman Bergulir ... 125

16. Tanggapan Responden Mengenai Ketepatan Sasaran Penerima

Dana Pinjaman Bergulir ... 127

17. Tanggapan Responden Mengenai Tingkat Kesulitan dalam

Memperoleh Dana Pinjaman Bergulir Mulai Tahap Pengajuan

hingga Tahap Persetujuan Pemberian Pinjaman ... 130

18. Tanggapan Responden Mengenai Tingkat Kesulitan Proses Pencairan

Dana Pinjaman oleh UPK kepada Anggota KSM yang Telah Sesuai

Kriteria Penerima Pinjaman ... 132

19. Tanggapan Responden Mengenai Mengenai Tingkat Perguliran

Dana Pinjaman kepada Anggota KSM yang Belum Melaksanakan

Pinjaman Bergulir ... 135

20. Tanggapan Responden Mengenai Pengaruh Jumlah Pinjaman yang

Diperoleh Terhadap Peningkatan Usaha Anggota KSM ... 139

21. Tanggapan Responden Mengenai Upaya Chanelling yang

Dilakukan Dengan Lembaga Formal Lain ... 143

22. Tanggapan Responden mengenai Tingkat Kelancaran Pengembalian

Dana Pinjaman yang Diperoleh Anggota KSM ... 146

23. Tanggapan Responden mengenai Peranan Pelatihan Pengelolaan

Ekonomi Rumah Tangga (PERT) dalam Meningkatkan Usaha yang

Dikelola Anggota KSM ... 150

24. Tanggapan Responden mengenai Peranan Pendampingan yang

dilakukan oleh UPK /fasilitator terhadap Usaha yang dikelola

Anggota KSM ... 152

25. Tanggapan Responden Mengenai Pengetahuan Anggota KSM

Terhadap Usaha yang Dikelola ... 155

26. Tanggapan Responden Mengenai Peranan Program Pinjaman

(17)

27. Tanggapan Responden Mengenai Peranan Program Pinjaman

Bergulir dalam Memberikan Kesempatan kepada Anggota KSM

untuk Mengembangkan Potensi Dirinya ... 158

28. Tanggapan Responden Mengenai Keterlibatan Anggota KSM dalam

Setiap Pengambilan Keputusan pada Pelaksanaan Program

Pinjaman Bergulir ... 160

29. Tanggapan Responden Mengenai Peranan Anggota KSM dalam

Setiap Pengambilan Keputusan pada Pelaksanaan Program

Pinjaman Bergulir ... 161

30. Tanggapan Responden Mengenai Peranan Program Pinjaman

Bergulir dalam Mengurangi Ketergantungan Kepada Pihak Lain

di Luar Program Pinjaman Bergulir ... 164

31. Tanggapan Responden Mengenai Perbedaan Kondisi Usaha

Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Program Pinjaman Bergulir ... 168

32. Tanggapan Responden Mengenai Peranan Program Pinjaman

Bergulir Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Hidup Anggota KSM .. 170

33. Tanggapan Responden Mengenai Peran Program Pinjaman Bergulir

dalam Mengupayakan Keberlanjutan Usaha Masyarakat ... 172

34. Tanggapan Responden Mengenai Peran Program Pinjaman Bergulir

dalam Mewujudkan Kemandirian Anggota KSM ... 176

35. Tanggapan Responden Mengenai Peran Program Pinjaman Bergulir

dalam Memberdayakan Masyarakat untuk Berpartisipasi

Mengatasi Kemiskinan ... 178

36. Tanggapan Responden Mengenai Peranan Program Pinjaman Bergulir

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kerangka Berpikir Penulis... 69

2. Struktur Organisasi BKM “Rose”

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 220

2. Panduan Wawancara ... 227

(20)

ABSTRAK

Program Pinjaman Bergulir merupakan program pemberdayaan masyarakat yang diluncurkan pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran melalui pemberian pinjaman mikro kepada masyarakat yang memiliki usaha atau berpotensi untuk memulai usaha. Efektifitas pelaksanaan program pinjaman bergulir ditentukan dari pencapaian aspek kelembagaan, aspek sasaran penerima program pinjaman bergulir, aspek keberlanjutan usaha dan keberlanjutan program, aspek kemandirian dan keberdayaan masyarakat serta aspek pengaruh program pinjaman bergulir bagi masyarakat, dalam penerapan kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat melalui penguatan modal usaha. Penelitian ini dilakukan untuk membahas hal tersebut.

Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Karang Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan dengan tujuan untuk mendeskripsikan efektifitas pelaksanaan program pinjaman bergulir di kelurahan tersebut. Penelitian ini bertipekan deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui pemberian kuesioner kepada 51 orang responden, dimana responden tersebut dipilih dengan menggunakan metode cluster sampling. Selain itu, pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara mendalam kepada 8 (delapan) orang responden. Data dari wawancara dimanfaatkan untuk menguatkan interpretasi kuantitatif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan program pinjaman bergulir di Kelurahan Karang Berombak masih berada dalam kategori kurang efektif. Kondisi ketidakefektifan tersebut dapat dijelaskan melalui: pelaksanaan sosialisasi yang kurang baik; kecilnya jumlah pinjaman yang diberikan; belum maksimalnya fungsi dan peran BKM/UPK maupun fasilitator dalam melakukan pelatihan ekonomi rumah tangga khususnya pendampingan terhadap usaha yang dikelola masyarakat, ketidakmampuan program untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pihak lain; tidak terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang melaksanakan program pinjaman bergulir; serta tidak terwujudnya modal sosial ditengah masyarakat. Melihat kondisi tersebut di atas, diperlukan peran aktif, kerjasama, serta tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program pinjaman bergulir demi tercapainya sasaran program yang sebenarnya yaitu untuk mengatasi masalah kemiskinan.

(21)

ABSTRACT

Revolving Loan Program is a community empowerment program that launched by the government to reduce poverty and unemployment through the provision of micro loans to people who have a business or has the potential to start a business. Effectiveness implementation of the revolving loan program is determined from the achievement of the institutional aspects, aspects of the target beneficiaries revolving loan program, aspects of business continuity and sustainability of the program, aspects of self reliance and empowerment as well as aspects of the influence of revolving loan programs for the community, in the implementation of capacity building through strengthening the venture capital community. This study was conducted to discuss the issue.

The Research conducted in the sub district Karang Berombak west medan district of Medan city with the aim to describe the effectiveness implementation of a revolving loan program in these village. This study is use descriptive type with quantitative approach. The data was collected through a questionnaire to 51 people giving the respondents, where respondents were selected using cluster sampling method. In addition, data collection is also done through in depth interviews to 8 (eight) respondents. Data from the interviews used to strengthen the quantitative interpretation

The study concluded that the implementation of a revolving loan program in the sub district Karang Berombak still in the category of less effective. Ineffectiveness of these conditions can be explained by: poor socialization implementation; small amount of the loan; not maximal function and the role of the BKM/UPK and training facilitators in the household economy in particular assistance to managed community businesses, the inability of programs to reduce community dependence on other party; not realize that implementing welfare revolving loan program; and not the realization of social capital in the community. Looking at the above conditions, it takes an active role, cooperation, and responsibilities of all parties involved in the implementation of a revolving loan program to achieve the target of the actual program to address the problem of poverty.

.

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kemiskinan bukanlah hal baru bagi Negara Indonesia dan negara

berkembang pada umumnya. Kemiskinan seolah-olah identik dengan negara

berkembang, yang umumnya tertinggal dalam hal perekonomian. Kemiskinan

sepertinya juga menjadi sesuatu yang telah mengakar dan menjadi permasalahan

yang tidak terpecahkan.

Kemiskinan sebagai masalah besar yang dihadapi dalam pembangunan

negara berkembang dewasa ini, terkait dalam dimensi politik, sosial maupun

ekonomi yang menjadikan masyarakat miskin sulit untuk keluar dari kemiskinan.

Dimensi politik terlihat dari tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu

memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin guna pengambilan

keputusan yang menyangkut diri mereka sendiri. Dimensi sosial muncul dengan

tidak terintegrasikannya masyarakat miskin dalam institusi sosial yang ada,

sedangkan dimensi ekonomi terlihat dari rendahnya penghasilan yang

mengakibatkan tingkat pemenuhan kebutuhan hidup sangat terbatas (Situmeang,

2010:3)

Hal inilah yang kemudian menyebabkan negara-negara berkembang

berusaha untuk mengatasi permasalahan kemiskinan dengan menerapkan

kebijakan-kebijakan dan program-program yang diharapkan dapat menjadi solusi

(23)

pemerintah terus-menerus berupaya menerapkan kebijakan-kebijakan dan

program-program yang bertujuan untuk memerangi kemiskinan. Program dan

kebijakan tersebut secara terus-menerus mengalami perubahan dari waktu ke

waktu seiring dengan bergantinya pemerintahan.

Pada masa orde baru, program-program pengentasan kemiskinan

diprioritaskan pada upaya pemenuhan kebutuhan dasar seperti. pemenuhan

sembilan bahan pokok, upaya peningkatan kemampuan para petani di pedesaan

melalui penyediaan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kemudahan para

petani dalam menggarap sawah ladangnya, pelayanan kesehatan dan pendidikan

yang lebih merata dengan program inpres kesehatan, dokter dan tenaga para

medisnya, sekolah, guru dan perlengkapan lainnya, serta mengusahakan adanya

listrik masuk desa dan perbaikan sarana pedesaannya lainnya. Program-program

tersebut bisa dikatakan berhasil dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai seperti,

kemudahan yang diperoleh petani dalam menggarap sawah ladangnya, semakin

banyaknya masyarakat yang dapat menikmati fasilitas kesehatan dan pendidikan

yang layak dan terwujudnya listrik masuk desa yang sangat bermanfaat bagi

masyarakat baik untuk beraktivitas maupun untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Permasalahan yang kemudian muncul adalah program-program tersebut

menimbulkan dampak baru dalam menanggulangi kemiskinan pada masyarakat,

yaitu hilangnya daya kreasi dan inovasi dari masyarakat dan menimbulkan

ketergantungan masyarakat terhadap program-program yang diluncurkan

pemerintah, dan yang terburuk adalah program ini tidak menciptakan kemandirian

(24)

Kenyataan tersebut membawa perubahan terhadap pola pengentasan

kemiskinan oleh pemerintah. Pemerintah kemudian mewujudkan program

pengentasan kemiskinan melalui pola bantuan langsung dan pola pemberdayaan

masyarakat. Berbagai program seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT), program

Jaring Pengaman Sosial (JPS), program kredit lunak bagi masyarakat miskin,

Program Pengembangan Kecamatan (PPK) fase I dan fase II, Program

Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) serta berbagai program

pengentasan kemiskinan melalui pemberian subsidi dan pemberdayaan

masyarakat telah dilakukan oleh pemerintah.

Langkah pemerintah menerapkan pola pengentasan kemiskinan melalui

pemberdayaan masyarakat adalah bahwa melalui pemberdayaan, masyarakat

diharapkan dapat mendefinisikan dan menangani masalah yang mereka hadapi,

serta terbuka untuk menyatakan kepentingan-kepentingannya sendiri dalam proses

pengambilan keputusan. Hal tersebut dikarenakan paradigma pemberdayaan

memandang bahwa masyarakat harus menjadi pusat pembangunan sekaligus

pelaku utama pembangunan (people centered development), berbeda dengan

kecenderungan dalam pelaksanaan program pemerintah sebelumnya, yang

sifatnya sentralistik, dimana program-program yang ditujukan untuk masyarakat

direncanakan, dilaksanakan serta dievaluasi oleh pemerintah sendiri. Pola

perencanaan pembangunan seperti ini menyebabkan keterlibatan masyarakat

yang sangat kecil, padahal masyrakat sendirilah yang merasakan dampak dari

program-program tersebut. Selain itu, pola perencanaan pembangunan yang

(25)

mengendalikan maupun memberi masukan dalam proses pembangunan serta

terjadi ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah. Melalui pemberdayaan

diharapkan masyarakat miskin menjadi berdaya dan mengurangi ketergantungan

yang terus menerus terhadap pemerintah, sehingga mereka dapat terlepas dari

kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan.

Oleh karena itu, pemerintah kemudian meluncurkan Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri pada tahun 1999, sebagai program

pembangunan berbasis masyarakat. Di dalam program tersebut, ada upaya

pemberdayaan masyarakat sebagai strategi untuk mencapai tujuan meningkatnya

kesejahteraan masyarakat terutama keluarga miskin. Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri memiliki konsep melibatkan masyarakat

dalam pembangunan dan peningkatan perekonomian mulai dari perencanaan,

pelaksanaan sampai pada pemantauan dan evaluasi. Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat Mandiri dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan

melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan,

peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam penyediaan layanan umum, dan

peningkatan kapasitas lembaga lokal yang berbasis masyarakat. Pada program ini

masyarakat bukan lagi sebagai objek melainkan subjek dalam upaya

menanggulangi kemiskinan. Masyarakat menjadi mandiri dan memiliki kesadaran

akan pentingnya partisipasi mereka terhadap pembangunan. Bahkan masyarakat

akan memiliki kesempatan lapangan pekerjaan dalam pelaksanaan program ini.

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah program

(26)

meningkatkan kapasitas masyarakat dalam memecahkan persoalan terkait

peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraannya. Proses

pemberdayaan masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

(PNPM) Mandiri, terdiri dari tahap pembelajaran, kemandirian dan keberlanjutan.

Salah satu bagian dari (PNPM) Mandiri adalah Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan. Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan adalah program

pengembangan dari program pemberdayaan masyarakat perkotaan yang

sebelumnya telah dilaksanakan pemerintah yaitu Program Penanggulangan

Kemiskinan Perkotaan (P2KP), yang telah dilaksanakan sejak tahun 1999. Tujuan

dan latar belakang (PNPM) Mandiri Perkotaan yaitu memberdayaan masyarakat

miskin perkotaan agar dapat terlepas dari kemiskinan, secara mandiri dan

berkelanjutan. Ciri-ciri kemiskinan pada masyarakat perkotaan dapat dilihat dari

keadaan seperti, tingginya jumlah pengangguran dan jumlah pencari kerja,

tingginya jumlah penduduk yang tidak bersekolah pada usia sekolah,

ketidakmampuan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai, tidak

adanya akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai dengan

kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan serta

ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar terutama kebutuhan pangan.

Dengan melihat fakta yang terjadi pada mastyarakat perkotaan tersebut, dapat

disimpulkan bahwa kemiskinan yang terjadi pada masyarakat perkotaan terjadi

(27)

Oleh karena itu melalui (PNPM) Mandiri Perkotaan, diharapkan dapat

menjadi solusi untuk mengatasi kemiskinan melalui program-program

pemberdayaan yang dikenal dengan istilah “tridaya” yaitu pemberdayaan di

bidang ekonomi, bidang sosial serta bidang lingkungan. Di bidang ekonomi

pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan pemberian pinjaman kepada

masyarakat miskin yang memiliki usaha, maupun untuk membuka peluang

terciptanya usaha baru yang efektif. Di bidang sosial pemberdayaan dilakukan

melalui kegiatan-kegiatan sosial seperti memberikan bantuan kepada masyarakat

lanjut usia, perbaikan kualitas gizi ibu hamil melalui pemberian makanan bergizi,

dan lain-lain. Sedangkan di bidang lingkungan, pemberdayaan dilakukan melalui

perbaikan sarana dan prasarana lingkungan seperti pengaspalan jalan, perkerasan

jalan, pembuatan parit dan lain sebagainya.

Dari tiga masalah utama kemiskinan yang dialami masyarakat, terlihat

jelas bahwa permasalahan sesungguhnya yang dihadapi masyarakat adalah

rendahnya tingkat perekonomian masyarakat, sehingga mereka tidak mampu

untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Jika masyarakat miskin memiliki

tingkat ekonomi yang lebih baik, tentu saja permasalahan lainnya dapat diatasi.

Sebagai contoh jika masyarakat memiliki kemampuan perekonomian yang baik,

tentu saja masyarakat tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidupnya seperti, dapat

menikmati fasilitas kesehatan yang layak, memiliki tempat tinggal yang memadai,

serta mampu menikmati fasilitas pendidikan hingga tingkat menengah umum

bahkan hingga tingkat perguruan tinggi. Dengan demikian maka sudah layak dan

(28)

menuju ke arah yang lebih baik, melalui program-program pemberdayaan seperti

(PNPM) Mandiri Perkotaan.

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa penyebab utama

kemiskinan adalah karena rendahnya tingkat perekonomian masyarakat, maka

penulis tertarik untuk melihat bagaimana upaya yang dilakukan oleh pemerintah

untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan

pemerintah melalui program pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi adalah

dengan memberikan pinjaman kepada masyarakat miskin yang memiliki usaha

berskala mikro maupun untuk menciptakan peluang usaha. Program ini diberi

nama Program Pinjaman Bergulir, yang merupakan bagian dari (PNPM) Mandiri

Perkotaan. Pada Program Pinjaman Bergulir, masyarakat diberikan kepercayaan

untuk mengelola sejumlah dana pinjaman yang dikucurkan oleh pemerintah, yang

dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan usaha berskala mikro yang dimiliki oleh

masyarakat. Sehingga diharapkan melalui peningkatan usaha berskala mikro

tersebut, perekonomian masyarakat yang menerima dana pinjaman bergulir dapat

semakin membaik. Kenyataan bahwa + 40% masyarakat Indonesia adalah

masyarakat yang memiliki usaha berskala mikro, maka pemerintah merasa perlu

untuk meluncurkan program pinjaman bergulir tersebut (pedoman pelaksanaan

program pinjaman bergulir, 2008:22).

Program pinjaman bergulir pada dasarnya ditujukan untuk masyrakat

miskin yang berada pada wilayah desa/kelurahan, dengan kriteria masyarakat

miskin yang ditentukan sendiri oleh masyarakat yang akan melaksanakan program

(29)

dikelola secara langsung kepada masyarakat yang bersifat perorangan (individu).

Dana pinjaman tersebut harus dikelola oleh unit pengelola keuangan (UPK), untuk

kemudian menyalurkannya kepada kelompok swadaya masyarakat (KSM).

Pemberian dana pinjaman bergulir kepada masyarakat harus melalui

tahapan/prosedur yang dilakukan oleh (UPK), untuk menentukan layak tidaknya

kelompok masyarakat yang mengajukan permohonan pinjaman untuk

memperoleh dana pinjaman tersebut. Unit pengelola keuangan (UPK) dibentuk

dan diawasi oleh badan keswadayaan masyarakat (BKM), selain dua unit

pengelola lainnya yaitu unit pengelola lingkungan (UPL) dan unit pengelola sosial

(UPS).

Kelurahan Karang Berombak adalah salah satu kelurahan di Kecamatan

Medan Barat Kota Medan, yang menerima dana pinjaman bergulir. Dikatakan

bergulir karena pinjaman yang diperoleh masyarakat tidak dapat dinikmati seluruh

kelompok masyarakat secara bersamaan. Peminjaman dilakukan secara bergantian

dari kelompok masyarakat yang telah memperoleh pinjaman, kemudian

dilanjutkan dengan kelompok masyarakat lain yang belum memperoleh pinjaman,

dengan catatan pinjaman yang diperoleh kelompok masyarakat yang

melaksanakannya terlebih dahulu harus dikembalikan secara utuh, barulah

kemudian dapat digulirkan kembali kepada kelompok masyarakat lainnya yang

belum memperoleh pinjaman. Dengan demikian diharapkan tercipta rasa tanggung

jawab, kepedulian dan kerjasama antara kelompok peminjam, terutama bagi

kelompok masyarakat yang sedang melaksanakan pinjaman, agar dana pinjaman

(30)

dimanfaatkan kembali oleh kelompok masyarakat lainnya yang belum

memperoleh pinjaman. Pinjaman yang diperoleh masyarakat tidak hanya dapat

dilakukan melalui satu tahap saja, tetapi dapat dilakukan hingga empat tahap, jika

pengembalian pinjaman pada setiap tahapan dilakukan dengan baik. Jumlah

maksimal pinjaman yang bisa diperoleh setiap anggota kelompok peminjam

adalah Rp. 5.500.000, yang diperoleh secara bertahap, mulai dari tahap pertama

hingga tahap ke-IV. Tahapan pemberian pinjaman pada pelaksanaan program

pinjaman bergulir dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Tahapan Pemberian Dana Pinjaman Bergulir

Program pinjaman bergulir mulai dilaksanakan di Kelurahan Karang

Berombak pada bulan Februari tahun 2010. Salah satu pertimbangan korkot

(koordinator kota) dalam memilih Kelurahan Karang Berombak untuk

melaksanakan program pinjaman bergulir dikarenakan kurang lebih 30%

penduduk Kelurahan Karang berombak merupakan pengusaha berskala mikro,

sehingga perlu untuk mendapatkan perhatian, khususnya pada penambahan modal

usaha melalui pemberian pinjaman. Keterbatasan masyarakat untuk mendapatkan Tahapan Pemberian

Tahap I Rp. 500.000 Selesai (masuk tahap II)

Tahap II Rp. 1.000.000 (2 x jumlah pinjaman tahap I)

Selesai (masuk tahap III)

Tahap III Rp. 2.000.000 (2 x

(31)

akses pinjaman kepada lembaga keuangan formal baik itu lembaga pemerintah

maupun non pemerintah, menyebabkan sulitnya masyarakat untuk

mengembangkan usahanya. Ketidakmampuan untuk mengembangkan usaha

menyebabkan usaha yang dikelola masyarakat tidak mengalami perkembangan

dari waktu ke waktu. Hal inilah menjadi salah satu penyebab mengapa masyarakat

Kelurahan Karang Berombak yang rata-rata pengusaha berskala mikro tetap

berada dalam kemiskinan. Kenyataan ini ditunjukkan dengan jumlah rumah

tangga miskin yang mencapai 1.469 rumah tangga dari 4.324 rumah tangga di

Kelurahan Karang Berombak (sumber: konsultan manajemen wilayah IV

Sumatera Utara).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka diluncurkanlah program

pinjaman bergulir bagi masyarakat Kelurahan Karang Berombak. Jumlah dana

yang diberikan adalah sebesar Rp. 49.000.000,-. Dana pinjaman tersebut

disalurkan kepada 13 KSM pada tahap awal dan kemudian digulirkan kepada 21

KSM, pada tahap berikutnya. Pada tahap awal jumlah pinjaman yang diberikan

adalah sebesar Rp. 500.000, pada tahap kedua jumlah pinjaman yang diberikan

adalah sebesar Rp.1.000.000. Pembatasan pemberian pinjaman dibatasi hingga

tahap kedua, disebabkan keterbatasan dana pinjaman yang disediakan dan masih

banyaknya masyarakat yang belum memperoleh dana pinjaman.

Masing-masing anggota KSM yang memperoleh dana pinjaman bergulir

telah memenuhi persyaratan diantaranya seperti, memiliki usaha berskala mikro

ataupun memiliki potensi untuk memulai usaha, memiliki kemampuan untuk

(32)

masyarakat miskin yang telah ditetapkan serta yang terpenting adalah merupakan

bagian dari masyarakat yang berdomisili pada daerah yang menerima dana

pinjaman bergulir. Adapun kriteria masyarakat miskin yang ditentukan berkaitan

dengan pelaksanaan program pinjaman bergulir di Kelurahan Karang Berombak

adalah sebagai berikut:

1. Berpenghasilan maksimal Rp.20.000/hari

2. Jumlah tanggungan dalam keluarga minimal 5 (lima) orang atau lebih

3. Pendidikan rata-rata anak dalam satu keluarga adalah setingkat SLTP, karena

ketidakmampuan orang tua

4. Masyarakat yang memiliki pekerjaan tidak tetap, terutama pengangguran

5. Umur jompo miskin di atas 60 tahun, kecuali untuk kondisi tertentu seperti

menderita penyakit akut dan cacat

6. Memilik balita dalam keluarga yang mengalami kurang asupan gizi

7. Tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari secara layak

8. Janda miskin

Salah satu syarat agar pinjaman bergulir dapat disalurkan kepada

masyarakat adalah terbentuknya BKM dan UPK, yang merupakan pengelola

program pinjaman bergulir serta KSM, yang menerima dana pinjaman bergulir.

Semua anggota kelompok pengelola maupun pelaksana program pinjaman

bergulir merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri. Badan keswadayaan

masyarakat (BKM) Kelurahan Karang Berombak yang bertugas mengelola

(33)

melaksanakan tugasnya dibantu oleh 10 unit pengelola, yang terdiri dari 4 (empat)

unit pengelola ekonomi, 4 (empat) unit pengelola sosial dan 2 (dua) unit pengelola

lingkungan. UPK sendiri berada di dalam unit pengelola ekonomi dan diangkat

serta bertanggung jawab terhadap BKM.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa program pinjaman bergulir

ini, bukanlah hanya sebatas program yang mengupayakan peningkatan

perekonomian masyarakat saja, tetapi juga menciptakan lembaga sosial

masyarakat sehingga masyarakat mampu berorganisasi, dimana melalui organisasi

tersebut diharapkan tercipta rasa kepercayaan, tanggung jawab serta gotong

royong antara masyarakat yang melaksanakannya. Dengan demikian harapan

untuk mewujudkan lahirnya kembali modal sosial di tengah masyarakat

diharapkan dapat terwujud. Melihat kenyataan-kenyataan yang telah dikemukakan

di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai

efektifitas pelaksanaan program pinjaman bergulir di Kelurahan Karang

Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan.

1.2. Perumusan Masalah

Beranjak dari uraian latar belakang masalah, maka masalah utama yang

diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimana efektifitas pelaksanaan program

dana pinjaman bergulir dilihat dari aspek kelembagaan, aspek sasaran penerima

dana pinjaman bergulir, aspek keberlanjutan usaha dan keberlanjutan program

(34)

program pinjaman bergulir bagi masyarakat di Kelurahan Karang Berombak

Kecamatan Medan Barat Kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

efektifitas pelaksanaan program pinjaman bergulir di Kelurahan Karang

Berombak Kecamatan Medan Barat Kota Medan. Tujuan umum ini kemudian di

rinci kedalam 5 tujuan khusus, yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana aspek kelembagaan BKM dan UPK sebagai

pelaksana dan pengawas program pinjaman bergulir, terutama KSM sebagai

penerima program

2. Untuk mengkaji aspek sasaran penerima dana pinjaman bergulir

3. Untuk mengetahui bagaimana kemandirian dan keberdayaan yang terjadi pada

masyarakat, melalui pelaksanaan program pinjaman bergulir

4. Untuk mengetahui bagaimana keberlanjutan usaha dan keberlanjutan progam

pinjaman khususnya program pinjaman bergulir di masa yang akan datang

5. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh yang dihasilkan bagi masyarakat

melalui pelaksanaan program pinjaman bergulir

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperdalam pengetahuan

penulis tentang pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat miskin di perkotaan

(35)

para pembaca mengenai efektifitas program pinjaman bergulir di Kelurahan Karang

(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kemiskinan

Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk mengatasi ketidakberdayaan.

Ketidakberdayaan ini sangat beraneka ragam dan dapat diartikan dengan

kemiskinan. Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar

ketakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan,

kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang

memasukkan aspek sosial dan moral. Kemiskinan terkait dengan sikap, budaya

hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat, dilain sisi kemiskinan merupakan

ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh

suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan

tereksploitasi (kemiskinan struktural).

Indikator yang digunakan Indonesia dalam mengukur masyarakat yang

hidup dibawah Garis Kemiskinan adalah indikator pengeluaran sebesar

Rp.182.636,- per kapita per bulan, sedangkan indikator lainnya adalah indikator

yang ditetapkan oleh BANK Dunia, dimana pengukuran kemiskinan ditetapkan

berdasarkan paritas kekuatan pembelian, yaitu penduduk yang hidup di bawah 1

dollar AS per hari dan 2 dollar AS per hari (Chalid, 2009)

Secara umum, ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud

(37)

kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan

pokok untuk dapat hidup secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan

konsumsi. Memang definisi ini sangat bermanfaat untuk mempermudah membuat

indikator orang miskin, tetapi defenisi ini sangat kurang memadai karena tidak

cukup untuk memahami realitas kemiskinan, dapat menjerumuskan ke kesimpulan

yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan cukup hanya dengan menyediakan

bahan makanan yang memadai serta kurang bermanfaat bagi pengambil keputusan

ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor.

BAPPENAS (dalam Sahdan, 2005) mendefinisikan kemiskinan sebagai

kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak

mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan

mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara

lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,

perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa

aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi

dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk

mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, beberapa pendekatan perlu

dilakukan, antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach),

pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar

(human capability approach) dan pendekatan objective and subjective.

Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu

ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi

(38)

pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan,

kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat-alat produktif

seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung

mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini,

meyatakan bahwa standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk

membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan

sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis

untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan

ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam

pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai

pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian

normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan

subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin

sendiri (Sahdan, 2005).

Kemiskinan merupakan sebuah lingkaran yang penyebab-penyebabnya

saling terkait satu sama lain. Secara rinci penyebab kemiskinan adalah sebagai

berikut:

1. Pengaruh faktor pendidikan yang rendah

2. Ketidakmerataan investasi di sektor usaha mikro serta alokasi anggaran kredit

yang terbatas.

3. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar.

4. Kebijakan pembangunan perkotaan (mendorong orang desa ke kota).

(39)

6. Rendahnya produktivitas dan pembentukan modal.

7. Budaya menabung yang belum berkembang di kalangan masyarakat.

8. Tidak adanya jaminan sosial untuk bertahan hidup dan untuk menjaga

kelangsungan hidup masyarakat.

9. Rendahnya jaminan kesehatan.

Untuk membuat suatu strategi penanggulangan kemiskinan, uraian

penyebap kemiskinan itu terjadi seperti apa yang tersebut di atas menjadi sangat

penting, apalagi dihubungkan dengan kemiskinan itu sebagai suatu lingkaran dari

berbagai aspek penyebabnya. Artinya dibutuhkan keterlibatan masyarakat miskin

itu sendiri.

Menurut Budiman (2003:3) bahwa program pemberdayaan masyarakat

akan lebih baik jika dilakukan dengan menggunakan proses partisipatif dari

masyarakat yang dijadikan kelompok sasaran sehingga berkelanjutan. Partisipasi

adalah sebuah konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat

karena diantara banyak hal, partisipasi terkait erat dengan gagasan HAM (Ife dan

Tesoriero, 2008:295). Lebih lanjut menurut Ife dan Tesoriero terdapat beberapa

kondisi yang mendorong partisipasi yakni:

a. Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas

tersebut penting.

b. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membawa perubahan.

c. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai.

d. Orang harus bisa berpartisipasi, dan tentunya didukung dalam partisipasinya.

(40)

2.2. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat

Pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development)

merupakan dasar bagi munculnya strategi pemberdayaan (empowerment).

Manusia dipandang sebagai aktor utama dalam proses pembangunan, sehingga

pengaktualisasian potensi manusia dalam proses pembangunan dirasakan cukup

penting. Pengaktualisasian potensi manusia dalam proses pembangunan diartikan

sebagai pemberdayaan (Soetomo, 2008).

Pemberdayaan merupakan salah satu strategi pembangunan yang

mengedepankan konsep kemandirian, dan banyak diimplementasikan di

negara-negara sedang berkembang dimana konsep ini bertujuan untuk menemukan

alternatif-alternatif baru dalam pembangunan masyarakat. Paradigma

pemberdayaan ini mempunyai asumsi bahwa pembangunan akan berjalan dengan

sendirinya jikamasyarakat mampu serta diberi hak untuk mengelola sumberdaya

yang mereka miliki dan menggunakannya untuk pembangunan masyarakatnya.

Subejo dan Supriyanto (2004) mendefenisikan bahwa: ”pemberdayaan

masyarakat merupakan upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat

lokal dalam merencanakan,memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang

dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka

memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial”.

Rappaport (dalam Hikmat, 2001), pemberdayaan didefenisikan sebagai

pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial,

(41)

Upaya pemberdayaan masyarakat menurut Adi (2002:161) yaitu upaya

memberdayakan (mengembangkan kelompok sasaran dari keadaan tidak atau

kurang berdaya menjadi mempunyai daya) guna mencapai kehidupan yang lebih

baik. Selanjutnya Payne (dalam Adi, 2008:78) mengemukakan pemberdayaan

(empowerment) pada intinya ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya

untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang

terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan

sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan

kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dia miliki,

antara lain melalui transfer daya dari lingkungan.

Berbicara tentang pemberdayaan tidak dapat lepas dari konsep power

(daya) sebagai inti dari pemberdayaan itu sendiri. Korten (dalam Soetomo,

2008:404-405) merumuskan pengertian power dalam pemberdayaan sebagai

kemampuan untuk mengubah kondisi masa depan melalui tindakan dan

pengambilan keputusan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu kelompok hanya

akan memperoleh tambahan power dengan mengurangi power kelompok lain.

Kelompok yang bersifat powerless akan memperoleh tambahan power atau

empowerment hanya dengan mengurangi power yang ada pada kelompok

powerholders. Dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat

diharapkan adanya keseimbangan komposisi peranan antara peran masyarakat dan

peran negara yang dapat diwujudkan dengan mengurangi peranan negara dan

meningkatkan peranan masyarakat. Dengan memberikan peran yang lebih besar

(42)

dalam masyarakat. Pada dasarnya manusia memang perlu diberikan kesempatan

atau peluang untuk mengaktualisasikan eksistensinya, dan hal ini merupakan

kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dipungkiri.

Konsep pemberdayaan merupakan jawaban atas ketidakberdayaan karena

adanya sistem kekuasaan yang sifatnya absolut dalam pembangunan. Ketidak

berdayaan merupakan produk dari situasi yang kompleks yang merupakan

akumulasi dari berbagai macam faktor seperti, latar belakang historis, masalah

produktivitas dan ketenagakerjaan, ketergantungan, keterbatasan akses serta

struktur sosial masyarakat (Usman, 2006). Untuk itu posisi masyarakat sebagai

subyek dan obyek pembanguan harus menjadi komitmen bagi pelaksana

pembangunan.

Ketidakberdayaan masyarakat juga disebapkan oleh faktor ketimpangan yaitu:

a. Ketimpangan struktur dalam masyarakat, seperti perbedaan kelas antara orang

kaya dan orang miskin, buruh dan majikan, perbedaan ras, ketidaksetaraan

gender, etnis lokal dan pendatang, kaum minoritas dan mayoritas.

b. Ketimpangan kelompok,seperti masalah perbedaan usia (tua-muda), ketidak

mampuan fisik, mental dan intelektual, serta pengaruh letak geografis.

2.3. Program Pemberdayaan Masyarakat

Program pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang dilakukan oleh

pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya melalui upaya

pemberdayaan (empowering) baik itu dengan pemberian bantuan modal,

(43)

maupun cara-cara lainnya. Adi (2008:79-88) menggungkapkan bahwa program

pemberdayaan masyarakat memiliki tujuan yang berbeda sesuai bidang yang di

garap, bagaimana menyinergikan berbagai macam upaya pemberdayaan

masyarakat yang dilakukan berbagai bidang dengan melibatkan lembaga

pemerintah maupun lembaga non pemerintah guna menciptakan kesejahteraan

masyarakat merupakan masalah yang sering muncul.

Pada umumnya pendekatan program pemberdayaan masyarakat yang

dilaksanakan di Indonesia adalah melalui kelompok dan bukan individu, hal ini

dikarenakan beberapa alasan, diantaranya adalah kontrol program akan lebih

mudah, serta terciptanya peluang usaha untuk saling asah, asih dan asuh dalam

wadah kelompok. Hadiyanti (2006) mengemukakan bahwa pembentukan

kelompok menekankan pada pronsip kebersamaan, dimana tiap-tiap anggota ikut

bertanggung jawab, saling percaya dan saling melayani. Kelompok menyediakan

suatu dasar (platform) bagi terciptanya koneksi sosial yang terbentuk melalui

adanya pertemuan rutin untuk membahas aktivitas kelompok dan pembahasannya.

Adanya kedekatan dan mutual interest dari anggota kelompok untuk membantu

kelompok, untuk membentuk semangat sukarela. Kondisi ini akan membantu

kelompok untuk mengurangi kerentanan individu dalam menghadapi goncangan.

Hutomo (2000) mengemukakan bahwa program pemberdayaan

masyarakat sebaiknya dilaksanakan dengan pendekatan kelompok karena dengan

kelompok akumulasi modal masyarakat miskin dapat tercapai, disamping

masyarakat miskin juga dapat membangun kekuatan dalam mengontrol input

(44)

miskin dapat mempermudah akses permodalan terhadap lembaga keuangan yang

sudah ada, selain itu kelompok juga dapat membangun kelembagaan keuangan

tersendiri dengan memanfaatkan bantuan modal dari program pemberdayaan yang

digulirkan pemerintah. Aspek kelembagaan yang lain adalah dalam hal kemitraan

antar skala usaha dan jenis usaha, pasar barang, dan pasar input produksi.

Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat pada dasarnya memiliki

tahapan-tahapan yang mempengaruhi terhadap keberhasilan program ,secara

terperinci tahapan tersebut adalah:

1. Seleksi Lokasi/Wilayah

Seleksi wilayah dilakukan sesuai dengan kriteria yang disepakati oleh lembaga,

pihak-pihak terkait dan masyarakat. Penetapan kriteria penting agar tujuan

lembaga dalam pemberdayaan masyarakat akan tercapai serta pemilihan lokasi

dilakukan sebaik mungkin.

2. Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat

Kegiatan ini untuk menciptakan komunikasi serta dialog dengan masyarakat.

Sosialisasi pemberdayaan masyarakat membantu untuk meningkatkan

pengertian masyarakat dan pihak terkait tentang program.Proses sosialisasi

sangat menetukan ketertarikan masyarakat untuk berperan dan terlibat dalam

program.

3. Proses Pemberdayaaan Masyarakat

Maksud pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan

kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya (tujuan umum).

(45)

a. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan, potensinya serta peluang

b. Menyusun rencana kegiatan kelompok, berdasarkan hasil kajian

c. Menerapkan rencana kegiatan kelompok

d. Memantau proses dan hasil kegiatan secara terus menerus (monitoring dan

evaluasi partisipatif) sebagai suatu proses penilaian, pengkajian dan

pemantauan kegiatan pemberdayaan masyarakat, baik proses maupun hasil

serta dampaknya agar dapat disusun proses perbaikan kalau diperlukan.

4. Pemandirian Masyarakat

Berpegang pada prinsip pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat, maka arah pendampingan kelompok

adalah mempersiapkan masyarakat agar benar-benar mampu mengelola

sendiri kegiatnnya (Subejo dan Supriyanto, 2004).

2.4. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Dalam upaya mengatasi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja,

diperlukan suatu usaha penanggulangan dengan menggunakan pendekatan yang

multi disiplin dan berdimensi pemberdayaan. Oleh karena itu mulai tahun 2007

pemerintah Indonesia mengeluarkan Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini melibatkan masyarakat dalam

pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan

evaluasi. Pada program ini, masyarakat diharapkan menjadi mandiri dan berperan

sebagai subyek dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Program Nasional

(46)

wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program

penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dilaksanakan melalui

harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program,

penyediaan pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa

dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang

berkelanjutan.

Tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan (PNPM) Mandiri ini terdiri

dari tujuan umum dan khusus (pedoman pelaksanaan PNPM Mandiri, 2008:18)

yaitu:

1) Tujuan Umum

Tujuan umum PNPM Mandiri adalah meningkatkan kesejahteraan dan

kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri.

2) Tujuan Khusus

a. Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat

miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil, dan kelompok

masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses

pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.

b. Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar,

representatif dan akuntabel

c. Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan

(47)

program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin

(pro-poor).

d. Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi,

perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat,

dan kelompok peduli lainnya, untuk mengefektifkan upaya-upaya

penanggulangan kemiskinan.

e. Meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat, serta kapasitas

pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat dalam menanggulangi

kemiskinan di wilayahnya.

f. Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan

potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.

g. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi

dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.

Masih menurut buku pedoman pelaksanaan PNPM Mandiri, PNPM

Mandiri menekankan pada prinsip-prinsip dasar yaitu:

a. Bertumpu pada pembangunan manusia

b. Otonomi

c. Desentralisasi

d. Berorientasi pada masyarakat miskin

e. Partisipasi

f. Kesetaraan dan keadilan gender

g. Demokratis

(48)

i. Prioritas

j. Kolaborasi

k. Keberlanjutan

l. Sederhana

Proses pemberdayaan masyarakat tidak dapat dilakukan secara instan,

namun melalui serangkaian kegiatan pemberdayaan masyarakat yang

direncanakan, dilaksanakan, dan dimanfaatkan oleh masyarakat sendiri.

Rangkaian proses pemberdayaan masyarakat dalam PNPM Mandiri dilakukan

melalui komponen program (pedoman pelaksanaan PNPM Mandiri, 2008:31)

sebagai berikut:

1) Pengembangan masyarakat

Komponen ini mencakup serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran

kritis dan kemandirian masyarakat yang terdiri dari pemetaan potensi, masalah

dan kebutuhan masyarakat, perencanaan partisipatif, pengorganisasian,

pemanfaatan sumberdaya, pemantauan dan pemeliharaan hasil-hasil yang

telah dicapai. Untuk mendukung kegiatan tersebut, disediakan dana

pendukung kegiatan pembelajaran masyarakat, pengembangan relawan, dan

operasional pendampingan masyarakat; dan fasilitator, pengembangan

kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran fasilitator terutama pada saat awal

pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama sebagai

(49)

2) Bantuan langsung masyarakat

Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) ini adalah dana stimulan

keswadayaan yang diberikan kepada sekelompok masyarakat untuk

membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan, terutama masyarakat miskin.

3) Peningkatan kapasitas pemerintahan dan pelaku lokal

Komponen peningkatan kapasitas pemerintahan dan pelaku lokal adalah

serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan

pelaku lokal/kelompok peduli lainnya agar mampu menciptakan kondisi yang

kondusif dan sinergi yang positif bagi masyarakat terutama kelompok miskin

dalam menyelenggarakan hidupnya secara layak. Kegiatan terkait dalam

komponen ini antara lain seminar, pelatihan, lokakarya, kunjungan lapangan

yang dilakukan secara selektif, dan sebagainya.

4) Bantuan pengelolaan dan pengembangan program

Komponen ini meliputi kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan

berbagai kelompok peduli lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti

penyediaan konsultan manajemen, pengendalian mutu, evaluasi, dan

pengembangan program.

2.5. Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM Mandiri Perkotaan

Pemberdayaan Masyarakat melalui PNPM Mandiri Perkotaan merupakan

kegiatan lanjutan dari Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)

yang dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk

(50)

menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini termasuk salah satu

program strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa

lembaga kepemimpinan masyarakat yang representatif, mengakar dan kondusif

bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang

serta menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan

kemiskinan yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan

pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan

merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam

penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan

pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk pemerintah daerah dan kelompok

peduli setempat, sehingga dapat terbangun gerakan kemandirian penanggulangan

kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan, yang bertumpu pada nilai-nilai luhur

dan prinsip-prinsip universal.

Visi kegiatan (PNPM) Mandiri Perkotaan adalah terciptanya masyarakat

yang berdaya yang mampu menjalin sinergi dengan pemerintah daerah serta

kelompok peduli setempat dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan

efektif, secara mandiri dan berkelanjutan. Misi kegiatan (PNPM) Mandiri

Perkotaan adalah memberdayakan masyarakat perkotaan, terutama masyarakat

miskin, untuk menjalin kerjasama sinergis dengan pemerintah daerah dan

kelompok peduli lokal dalam upaya penanggulangan kemiskinan, melalui

(51)

kemitraan antar pelaku pembangunan. Dari visi dan misi tersebut dapat kita

pahami bahwa pengembangan kapasitas merupakan salah satu aspek dalam upaya

pemberdayaan masyarakat untuk mencapai tujuan utama yaitu menanggulangi

kemiskinan.

Tujuan pelaksanaan (PNPM) Mandiri Perkotaan adalah:

a. Mewujudkan masyarakat berdaya dan mandiri, yang mampu mengatasi

berbagai persoalan kemiskinan di wilayahnya, sejalan dengan kebijakan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

b. Meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menerapkan model

pembangunan partisipatif yang berbasis kemitraan dengan masyarakat dan

kelompok peduli setempat

c. Mewujudkan harmonisasi dan sinergi berbagai program pemberdayaan

masyarakat untuk optimalisasi penanggulangan kemiskinan

d. Meningkatkan capaian manfaat bagi masyarakat miskin

Sasaran pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah:

a. Terbangunnya lembaga kepemimpinan masyarakat (BKM) yang aspiratif,

representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya

partisipasi serta kemandirian masyarakat.

b. Tersedianya perencanaan jangka menengah sebagai wadah untuk mewujudkan

sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan

(52)

pengembangan lingkungan permukiman yang sehat, serasi, berjati diri dan

berkelanjutan.

Prinsip dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah :

a. Transparansi. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Perkotaan menekankan transparansi dan penyebarluasan informasi di semua

tahapan program. Pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan harus

dilaksanakan secara terbuka dan disebarluaskan kepada seluruh masyarakat.

b. Keberpihakan kepada orang miskin. Ssetiap kegiatan ditujukan untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat, dengan mempertimbangkan dan

melibatkan masyarakat kurang mampu dalam setiap tahap kegiatan.

c. Partisipasi/melibatkan masyarakat. Partisipasi masyarakat ditekankan,

khususnya kepada masyarakat miskin dan perempuan. Partisipasi harus

menyeluruh, pengambilan keputusan atas kesepakatan seluruh masyarakat.

d. Kompetisi untuk dana. Harus ada kompetisi sehat antara masyarakat untuk

mendapatkan dana.

e. Desentralisasi. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri

Perkotaan memberikan wewenang kepada masyarakat untuk membuat

keputusan mengenai jenis kegiatan yang mereka butuhkan, serta mengelolanya

secara mandiri dan partisipatif.

Pendekatan yang digunakan dalam pencapaian tujuan dari pelaksanaan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan adalah

Gambar

Tabel 1. Tahapan Pemberian Dana Pinjaman Bergulir
Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Lingkungan Tahun 2011
Tabel 5.  Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Menurut LingkunganTahun 2011
Tabel 6. Jumlah Penduduk Kelurahan Karang Berombak Berdasarkan Kelompok UmurTahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Subjek yang akan diteliti adalah Masyarakat yang mendapatkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) Kelurahan Siwalan Kecamatan

1) Dana BLM yang dialokasikan untuk kegiatan Pinjaman Bergulir adalah milik masyarakat kelurahan/ desa sasaran bukan milik perorangan. 2) Tujuan dipilihnya kegiatan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai dana pinjaman ekonomi bergulir kelompok di Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya di dasarkan pada

Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan langkah mengemukakan fakta-fakta yang telah dilakukan oleh pihak BKM “Tridaya Waru Mandiri” mengenai sistem pemberian kredit

Hal ini menunjukan bahwa proses seleksi belum dilaksanakan sebagaimana tujuan yang ditetapkan (hanya cukup memuaskan), antara lain untuk kriteria

Hambatan substansial dalam pelaksanaan perjanjian kredit pada kegiatan pinjaman bergulir Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di Kelurahan

Hambatan substansial dalam pelaksanaan perjanjian kredit pada kegiatan pinjaman bergulir Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di Kelurahan

Dari uraian latar belakang masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri –