EFIKASI LORATADIN DIBANDINGKAN DENGAN CETIRIZIN PADA PENGOBATAN RINITIS ALERGI PADA ANAK
DI KOTA MEDAN
TESIS
JULIANA
077103018 / IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
EFIKASI LORATADIN DIBANDINGKAN DENGAN CETIRIZIN PADA PENGOBATAN RINITIS ALERGI PADA ANAK
DI KOTA MEDAN
TESIS
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kesehatan Anak / M.Ked (Ped) pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
JULIANA 077103018 / IKA
PROGRAM MAGISTER KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Efikasi Loratadin Dibandingkan dengan Cetirizin pada Pengobatan Rinitis Alergi pada Anak Di Kota Medan
Nama : Juliana Nomor Induk Mahasiswa : 077103018 / IKA
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing :
Prof. Dr. H. Sjabaroeddin Loebis,SpA(K) Ketua
Dr. Lily Irsa, SpA(K) Anggota
Ketua Program Magister Ketua TKP- PPDS
Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K) Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)
PERNYATAAN
EFIKASI LORATADIN DIBANDINGKAN DENGAN
CETIRIZIN PADA PENGOBATAN RINITIS ALERGI
PADA ANAK DI KOTA MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan
dalam daftar pustaka.
Medan, 30 juni 2010
Telah diuji pada
Tanggal: 30 Juni 2010
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.Dr. H. Sjabaroeddin Loebis,SpA(K) ……… Anggota : 1. Prof.Dr. Atan Baas sinuhaji, SpA(K) ………
2. Dr. Lily Irsa, SpA(K) ………
3. Dr. Supriatmo, SpA(K) ………
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di
FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua
pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. Dr. H. Sjabaroeddin Loebis,SpA(K), Dr. Lily
Irsa, SpAK. Dr. Rita Evalina, SpA, Dr. Muhammad Ali, SpA(K), yang
telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat
berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
sebagai sekretaris program yang telah banyak membantu dalam
menyelesaikan tesis ini.
3. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Ketua Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan periode 2003-2007 dan Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K),
selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2008-sampai sekarang,
yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian
tesis ini.
4. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU /
RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan
pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini
5. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu,
DTM&H, M.Sc(CTM), SpA(K) dan Rektor periode sebelumnya Prof.
DR. dr. H. Chairuddin P Lubis. Dekan FK-USU yang telah memberikan
kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis
Anak di FK- USU
6. Kepala Sekolah beserta guru-guru yang telah memberikan izin dan
fasilitas pada penelitian ini sehingga dapat terlaksana dengan baik.
7. Irwan Effendi, Pinta Siregar dan Ade Saifan Surya, Wagito, Syamsir
suka dan duka serta teman sejawat PPDS Departemen Ilmu
Kesehatan Anak dan semua pihak yang telah memberikan bantuan
dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.
Teristimewa untuk suami tercinta Ir. Indra Sakti Harahap, MSi
yang telah banyak memberikan dorongan dan semangat, juga
orangtua yang tercinta Alm. M.Nurdin Batubara dan Alm. Hj. Surya
Daulay dan Mertua saya Hj. Tinur Hasibuan serta abang, kakak dan
adik-adik yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan
moril dan materil begitu juga dengan pengasuh anak - anak saya
selama penulis mengikuti pendidikan ini. Terima kasih atas doa,
pengertian, dan dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan
ini, semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari
Allah SWT. Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan
tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
DAFTAR ISI
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 14
3.3. Populasi Penelitian 14
3.11. Analisis Data dan Penyajian Data 21
Bab 4. Hasil 22
Bab 5. Pembahasan 31
Bab 6. Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan 34
6.2 Saran 34
Bab 7. Ringkasan 35
Daftar Pustaka 39
Lampiran :
1. Surat Informed Consent
2. Surat Penjelasan kepada Subyek Penelitian
3. Kuisioner Penelitian
4. Surat Persetujuan Panitia Tetap Etik Penelitian 5. Riwayat Hidup
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Farmakokinetik AH generasi kedua 9
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 24
Tabel 4.2. Evaluasi gejala RA pada hari ke-3 25 setelah mendapat cetirizin atau loratadin
Tabel 4.3. Evaluasi gejala RA pada hari ke-7 26 setelah mendapat cetirizin atau loratadin
Tabel 4.4. Evaluasi gejala RA pada hari ke-14 27 setelah mendapat cetirizin atau loratadin
Tabel 4.5. Evaluasi efek samping obat pada hari ke-3, 28 ke-7 dan hari ke-14
Tabel 4.6. Evaluasi skoring RA sesudah terapi cetirizin atau loratadin 29
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Patogenesis RA 6
Gambar 2.2. Struktur molekul Loratadin 10
Gambar 2.3. Struktur molekul Cetirizin 11
Gambar 2.4. Kerangka konseptual penelitian 13
Gambar 3.1. Alur penelitian 19
DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA
RA : Rinitis alergi
AH1 : Antihistamin-1
ARIA : Allergic rhinitis and its impact on asthma
DCL : Descarboethoxy-loratadine
ECP : Eosinophile cationic protein
EKG : Elektrokardiografi
ETAC : Early treatment of the atopic child
ICAM-1 : Intracellular adhesion mollecule 1
IgE : Immunoglobulin E
IL : Interleukin
IPFT : Intracutaneous provocative food test
ISAAC : International study on asthma and allergy in childhood
LT : Limfotoksin
RANTES : Regulated on activation, normal T cell expressed and secreted
DAFTAR TANDA
α : Kesalahan tipe I
β : Kesalahan tipe II
n : Jumlah subjek / sampel
P : Proporsi
P1 : Proporsi sembuh untuk kelompok I P2 : Proporsi sembuh untuk kelompok II
Q : 1 – P
Q1 : 1 – P1 Q2 : 1 – P2
zα : Deviat baku normal untuk α zβ : Deviat baku normal untuk β
P : Tingkat kemaknaan > : Lebih besar dari < : Lebih kecil dari ≥ : Lebih besar dari ≤ : Lebih kecil dari
ABSTRAK
Latar belakang: Cetirizin dan loratadin merupakan antagonis reseptor histamin H1 mempunyai efek antihistamin. Cetirizin mampu menurunkan gejala rinitis alergi lebih baik dibandingkan generasi kedua lainnya. Penelitian efikasi cetirizin dan loratadin pada rinitis alergi belum pernah dilakukan penelitian di kota Medan.
Tujuan: Untuk membandingkan efikasi loratadin dengan cetirizin pada penderita rinitis alergi.
Metode: Uji klinis acak tersamar ganda yang membandingkan efikasi loratadin dengan cetirizin penderita rinitis alergi pada anak. Penelitian dilakukan di dua Sekolah Menengah Pertama di kota Medan pada bulan Oktober sampai November 2009. Sampel penelitian usia 13-16 tahun. Dari 475 siswa diperiksa didapat 100 sampel yang ikut kemudian dibagi 2 kelompok. Kelompok I cetirizin dan kelompok II loratadin diberikan selama 14 hari. Obat diminum sehari sekali. Gejala klinis rinitis alergi dan efek samping obat dievaluasi pada hari ke-3, ke-7 dan hari ke-14.
Hasil. Pada penelitian di temukan skor rinitis alergi sebelum diterapi skor sedang 37% dan skor berat 63%, setelah diterapi dengan loratadin 10 mg atau cetirizin 10 mg pada hari ke-14 dijumpai tidak ada keluhan 80%, ringan 11%, sedang 7%, berat 2% (P = 0.057). Efek samping obat sakit kepala dijumpai perbedaan yang signifikan pada hari ke-3 dan hari ke-7 (P = 0.01) dan (P = 0,03) dan efek samping jantung berdebar dijumpai hari ke-7 (P = 0,04) pada pasien yang diberi loratadin.
Kesimpulan.Tidak ada perbedaan yang bermakna skor rinitis alergi antara terapi cetirizin dan loratadin dalam mengurangi gejala RA yang dievaluasi pada hari ke-3, ke-7 dan ke-14 (P = 0.057).
ABSTRACT
Background Cetirizine and loratadine were selective H1-antagonist with AH effect. In traditional clinical trials, cetirizine has been shown to be safe and effective for the treatment of allergic rhinitis. Effication research of cetirizine and loratadine for the treatment of allergic rhinitis has never been done in Medan City.
Objective : To compare the efficacy of loratadine with cetirizine for the treatment of allergic rhinitis.
Method : A double-blinded clinical trial to compare the efficacy of loratadine with cetirizine in children present with allergic rhinitis. This research was done at two junior secondary school in Medan from October until November 2009. Sample in this study was children range from 13-16 years. This sample divided into two groups with total sample of 100. Fifty samples given cetirizine or loratadine for 14 days. The medicines was taken once a day. The symptoms of allergic rhinitis and side effects of the medication was evaluated on the 3rd, 7th, and 14thday.
Result : Allergic rhinitis score before therapy shower moderate score 37% and severe score 63%. On the 14th day, score with no complaint 80%, mild score 11%, moderate score 7%, severe score 2% had (P = 0.057). Side effects such as headache was found on the 3rd and on the 7th day with (P = 0.01) and (P = 0.03). Side effects as palpitation was found on the 7th day in patients who taken loratadine with a value (P = 0.04).
Conclusion : No significant difference in scoring for RA between cetirizine and loratadine in reducing symptoms for allergic rhinitis which was evaluated on the 3rd, 7th and 14th day with (P = 0.057).
ABSTRAK
Latar belakang: Cetirizin dan loratadin merupakan antagonis reseptor histamin H1 mempunyai efek antihistamin. Cetirizin mampu menurunkan gejala rinitis alergi lebih baik dibandingkan generasi kedua lainnya. Penelitian efikasi cetirizin dan loratadin pada rinitis alergi belum pernah dilakukan penelitian di kota Medan.
Tujuan: Untuk membandingkan efikasi loratadin dengan cetirizin pada penderita rinitis alergi.
Metode: Uji klinis acak tersamar ganda yang membandingkan efikasi loratadin dengan cetirizin penderita rinitis alergi pada anak. Penelitian dilakukan di dua Sekolah Menengah Pertama di kota Medan pada bulan Oktober sampai November 2009. Sampel penelitian usia 13-16 tahun. Dari 475 siswa diperiksa didapat 100 sampel yang ikut kemudian dibagi 2 kelompok. Kelompok I cetirizin dan kelompok II loratadin diberikan selama 14 hari. Obat diminum sehari sekali. Gejala klinis rinitis alergi dan efek samping obat dievaluasi pada hari ke-3, ke-7 dan hari ke-14.
Hasil. Pada penelitian di temukan skor rinitis alergi sebelum diterapi skor sedang 37% dan skor berat 63%, setelah diterapi dengan loratadin 10 mg atau cetirizin 10 mg pada hari ke-14 dijumpai tidak ada keluhan 80%, ringan 11%, sedang 7%, berat 2% (P = 0.057). Efek samping obat sakit kepala dijumpai perbedaan yang signifikan pada hari ke-3 dan hari ke-7 (P = 0.01) dan (P = 0,03) dan efek samping jantung berdebar dijumpai hari ke-7 (P = 0,04) pada pasien yang diberi loratadin.
Kesimpulan.Tidak ada perbedaan yang bermakna skor rinitis alergi antara terapi cetirizin dan loratadin dalam mengurangi gejala RA yang dievaluasi pada hari ke-3, ke-7 dan ke-14 (P = 0.057).
ABSTRACT
Background Cetirizine and loratadine were selective H1-antagonist with AH effect. In traditional clinical trials, cetirizine has been shown to be safe and effective for the treatment of allergic rhinitis. Effication research of cetirizine and loratadine for the treatment of allergic rhinitis has never been done in Medan City.
Objective : To compare the efficacy of loratadine with cetirizine for the treatment of allergic rhinitis.
Method : A double-blinded clinical trial to compare the efficacy of loratadine with cetirizine in children present with allergic rhinitis. This research was done at two junior secondary school in Medan from October until November 2009. Sample in this study was children range from 13-16 years. This sample divided into two groups with total sample of 100. Fifty samples given cetirizine or loratadine for 14 days. The medicines was taken once a day. The symptoms of allergic rhinitis and side effects of the medication was evaluated on the 3rd, 7th, and 14thday.
Result : Allergic rhinitis score before therapy shower moderate score 37% and severe score 63%. On the 14th day, score with no complaint 80%, mild score 11%, moderate score 7%, severe score 2% had (P = 0.057). Side effects such as headache was found on the 3rd and on the 7th day with (P = 0.01) and (P = 0.03). Side effects as palpitation was found on the 7th day in patients who taken loratadine with a value (P = 0.04).
Conclusion : No significant difference in scoring for RA between cetirizine and loratadine in reducing symptoms for allergic rhinitis which was evaluated on the 3rd, 7th and 14th day with (P = 0.057).
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rinitis Alergi (RA) merupakan masalah kesehatan global yang menyerang
sekitar 10% sampai 40% penduduk dunia dan terjadi peningkatan prevalensi
lebih dari 40 tahun terakhir ini.1-3 Penyakit ini dapat mempengaruhi kualitas
hidup penderita baik secara fisik, emosional, gangguan bekerja, dan sekolah.
Gangguan ini dapat berupa keterbatasan aktivitas, frustasi, gangguan tidur,
gangguan emosi dan kognitif, serta penurunan kewaspadaan dan
penampilan, sedangkan pada anak berhubungan erat dengan gangguan
belajar.4
Antihistamin (AH) oral salah satu pilihan terapi RA yang sering
digunakan. Antihistamin terdiri dari tiga generasi yaitu generasi pertama,
kedua dan ketiga. Generasi kedua terdiri dari : loratadin, terfenadin, cetirizin
dan astemizole. Antihistamin generasi kedua dianggap lebih baik karena
mempunyai rasio efektivitas, keamanan dan farmakokinetik yang baik, dapat
diminum sekali sehari serta bekerja cepat dalam mengurangi gejala hidung
dan mata serta lebih selektif terhadap H1 reseptor, durasi lebih lama dan
minimal efek sedasi. Selain itu AH generasi kedua juga berfungsi sebagai
antialergi dan antiinflamasi. Penelitian sebelumnya melaporkan efikasi AH
Saat ini obat cetirizin dan loratadin mudah didapat dan harganya relatif
murah sehingga menjadi pilihan untuk pasien RA yang berpenghasilan
rendah.3 Perbedaan antara cetirizin dan loratadin terletak pada struktur kimia,
proses metabolisme, efek sedasi dan efek kardiotoksik sehingga masih
diperlukan penelitian terhadap kedua obat tersebut.8,9
Komponen cetirizin tidak dimetabolisme di hati dan diekskresikan
melalui ginjal, loratadin secara aktif dimetabolisme di hati lebih dari 98% dan
diekskresikan melalui ginjal.10 Loratadin membutuhkan dosis yang lebih besar
dibandingkan cetirizin untuk memberikan efek yang sama, sehingga cetirizin
mempunyai potensi sampai 6 kali lebih kuat dibandingkan loratadin. Hal ini
juga berlaku apabila cetirizin dibandingkan dengan AH generasi kedua
lainnya. Sedangkan obat generasi kedua lainnya seperti terfenadin dan
astemizole secara cepat dimetabolisme di hati dan mempunyai efek
kardiotoksik.3,11-14 Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian di
Medan yang membandingkan efikasi cetirizin dengan AH generasi kedua
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan pertanyaan penelitian : Apakah
ada perbedaan efikasi antara loratadin dengan cetirizin pada anak RA.
1.3. Hipotesis
Ada perbedaan efikasi loratadin dengan cetirizin pada anak RA.
1.4. Tujuan Penelitian
Untuk membandingkan efikasi loratadin dengan cetirizin pada anak RA.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Mendapatkan terapi yang efektif untuk pengobatan RA pada anak
2. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi ilmiah dalam
pananganan RA dan akan bermanfaat untuk meningkatkan upaya
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rinitis Alergi
Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan
alergi terhadap partikel, antara lain: tungau debu rumah, asap, serbuk /
tepung sari yang ada di udara. Penyakit ini tergolong reaksi hipersensitivitas
tipe I yang diperantarai oleh IgE.13,15
Gejala utama pada hidung yaitu hidung gatal, tersumbat, bersin-bersin,
keluar ingus cair seperti air bening. Gejala pada mata yaitu mata berair,
kemerahan dan gatal.13,16
Klasifikasi RA mengalami beberapa perubahan. Dahulu dikenal 2
pembagian yaitu seasonal dan parennial. Seasonal adalah gejala RA timbul hanya pada waktu tertentu dan biasanya dihubungkan dengan adanya faktor
pencetus polen (serbuk sari), sedangkan parennial dimaksudkan sebagai serangan yang terjadi sepanjang masa (tahunan). Saat ini ARIA (Initiative
Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma 2000) mengubah klasifikasi tersebut menjadi tipe intermiten dan persisten. Dikatakan intermiten apabila
gejala timbul kurang 4 hari seminggu atau lamanya gejala kurang dari 4
minggu. Sedangkan dikatakan persisten apabila gejala lebih dari 4 hari per
Selain klasifikasi di atas juga dibedakan jenis serangannya yaitu mild
(ringan) dan moderate – severe (sedang-berat). Dikatakan ringan apabila gejala RA tidak mengganggu aktivitas sehari-hari seperti sekolah, bekerja,
berolahraga dengan baik, tidur tidak terganggu dan dikatakan sedang sampai
berat apabila sudah terdapat satu atau lebih gangguan seperti gangguan
tidur, belajar, dan bekerja.18
2.2. Patogenesis rinitis alergi
Histamin merupakan mediator penting pada gejala alergi di hidung. Histamin
bekerja langsung pada reseptor histamin selular, dan secara tidak langsung
melalui refleks yang berperan pada bersin dan hipersekresi. Melalui sistem
saraf otonom, histamin menimbulkan gejala bersin dan gatal, serta
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menimbulkan gejala
beringus encer (watery rhinorrhoe) dan edema lokal. Reaksi ini timbul setelah beberapa menit pasca pajanan alergi. (Gambar 2.1)13,19,20
Refleks bersin dan hipersekresi adalah refleks fisiologik yang berfungsi
protektif terhadap antigen yang masuk melalui hidung. Iritasi sedikit pada
daerah mukosa hidung menimbulkan respons hebat di seluruh mukosa
hidung. Setelah mediator histamin dilepas muncul mediator yang lain
misalnya leukotrin (LTB4, LTC), prostaglandin (PGD2). Efek mediator ini
meningkatnya sekresi kelenjar sehingga menimbulkan gejala beringus kental
(mucous rhinorrhoe).19
2.3. Diagnosis
Riwayat atopi dalam keluarga merupakan faktor predisposisi RA yang
penting pada anak. Sesuai dengan patogenesisnya, gejala RA dapat berupa
rasa gatal di hidung dan mata, bersin, sekresi hidung, hidung sumbat, dan
bernafas melalui mulut. Gejala kombinasi bersin, ingusan serta hidung
tersumbat adalah gejala yang paling mengganggu dan menjengkelkan.
Perilaku penderita RA kronik seperti sering mengosok-gosok mata dan
hidung, timbul tanda khas seperti : allergic shiner (bayangan gelap di bawah
kelopak mata karena sumbatan pembuluh darah vena), allergic salute (akibat sering menggosok hidung dengan punggung tangan ke arah atas), dan
allergic crease (garis melintang di sepertiga bawah dorsum nasi ).13
Pemeriksaan THT dilakukan dengan menggunakan rinoskopi kaku
atau fleksibel, sekaligus juga dapat menyingkirkan kelainan seperti : infeksi,
deviasi septum dan tumor. Pada RA ditemukan tanda klasik yaitu mukosa
edema dan pucat kebiruan dengan ingus encer. Untuk mencari penyebab
dapat dilakukan uji kulit dengan cara uji tusuk (prick test), uji gores (scratch test). Kurang dari setengah penderita RA anak mempunyai kadar Ig E total yang meningkat. Pemeriksaan sekret hidung dilakukan untuk mendapatkan
sel eosinofil yang meningkat >3% atau 5 sel / lapang pandang menunjukkan
kemungkinan alergi, kecuali pada saat infeksi sekunder maka sel neutrofil
2.4. Pengobatan Rinitis Alergi
Penatalaksanaan RA pada anak terutama dilakukan dengan penghindaran
alergen penyebab, kontrol lingkungan dan farmakoterapi secara tepat dan
rasional.13,18 Negara berkembang merekomendasikan pilihan pertama
pengobatan RA adalah dengan AH1 oral. Hal ini juga sama dengan Unit
Koordinasi Kerja Alergi - Imunologi dimana pilihan utama pengobatan RA
adalah AH1 oral.13 Sebaiknya penderita RA menggunakan obat tidak pada
saat diperlukan saja. Tujuannya untuk mengurangi terjadinya minimal
persistant inflammation (inflamasi minimal yang menetap) serta komplikasi pada saluran nafas.13,21,22
2.5. Antihistamin
Antihistamin merupakan salah satu obat terbanyak dan terluas digunakan
sudah lebih dari 50 tahun pada anak dan efektif untuk mengurangi gejala RA.
Dulu, AH1 dikenal sebagai antagonis reseptor histamin H1. Namun seiring
perkembangan ilmu farmakologi molekuler AH1 lebih digolongkan sebagai
inverse agonist daripada antagonis reseptor histamin H1. AH terdiri dari tiga generasi yaitu generasi pertama, kedua dan ketiga.13, 21,23
Generasi pertama AH1 dikenal sebagai AH1 klasik bersifat lipofilik
Generasi kedua lebih bersifat lipofobik dan memiliki ukuran molekul
lebih besar sehingga lebih banyak dan lebih kuat terikat dengan protein
plasma dan berkurang kemampuannya melintasi otak. Generasi kedua AH1
mempunyai rasio efektivitas, keamanan dan farmakokinetik yang baik, dapat
diminum sekali sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam
mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat generasi terbaru ini kurang
efektif dalam mengatasi kongesti hidung. Farmakokinetik AH generasi kedua
pada Tabel 2.1.24
Tabel 2.1. Farmakokinetik cetirizin dan loratadin
Antihistamin T maks setelah dosis tunggal
Antihistamin yang ideal jika tidak mempunyai efek antikolinergik,
antiserotonin, antiadrenergik, tidak melewati sawar darah otak, tidak
menyebabkan ngantuk dan tidak mengganggu penampilan psikomotor.21
2.5.1. Loratadin
Loratadin merupakan AH generasi kedua derivat azatadin, yang mula
kerjanya cepat dan efek kerja yang panjang. Struktur kimia terdiri dari
terlihat pada Gambar 2.2. Loratadin berbentuk serbuk berwarna putih tulang
dan tidak larut dalam air, tetapi mudah larut dalam alkohol, aseton dan
kloroform.25
Gambar 2.2. Struktur kimia loratadin
Loratadin 97% terikat pada protein plasma dan dapat diekskresikan
melalui air susu. Loratadin dimetabolisme di hati dan menghasilkan metabolit
deskarboetoksiloratadin. Eliminasi terjadi melalui feses.10,25
Efek samping loratadin tidak memperlihatkan efek sedatif yang secara
klinis bermakna pada pemberian dosis 10 mg. Efek samping yang sering
dilaporkan rasa kecapaian, sakit kepala, mulut kering, jantung berdebar,
gangguan pencernaan seperti mual dan muntah.21,26 Studi penelitian klinis
2.5.2 . Cetirizin
Cetirizin merupakan metabolit aktif asam karboksilat dari antagonis reseptor
H1 generasi pertama yaitu hidroksizin dengan kerja yang lama. Struktur kimia
terdiri dari C21H25CIN2O3.2HCI dengan berat molekul (BM) 461.82. Gambar
2.3 memperlihatkan struktur kimia cetirizin. Cetirizin berbentuk serbuk putih
larut dalam air.21
Gambar 2.3. Struktur kimia cetirizin
Cetirizin 93% terikat dengan protein plasma. Metabolisme cetirizin
tidak diolah di hati sehingga efek terapeutik tidak tergantung pada
biotransformasi dan diekskresikan ke urin dan feses dalam bentuk yang tidak
berubah. Efek samping cetirizin yang sering dijumpai adalah: sakit kepala,
lelah, mulut kering, mual, muntah dan mengantuk. Studi penelitian
melaporkan cetirizin tampak lebih sedatif dibandingkan loratadin dan plasebo
Suatu penelitian melaporkan cetirizin mampu menurunkan gejala
mayor RA (hidung berair, bersin, hidung gatal, mata berair) lebih baik secara
bermakna dibandingkan dengan loratadin dan plasebo.28
Cetirizin bekerja memblok reseptor histamin H1 sehingga mempunyai
efek AH. Selain itu cetirizin mempunyai efek antiinflamasi terutama ditujukan
melalui penghambatan migrasi eosinofil (invivo) ke lokasi kulit yang terstimulasi oleh alergen dan secara invitro menghambat kemotaksis eosinofil dan adhesi ke sel endotel kultur serta aktivasi platelet, juga mempengaruhi
platelet dan neutrofil. Efek antiinflamasi cetirizin juga tercapai melalui
penghambatan ekskresi ICAM-1 invivo di nasal dan epitel konjungtiva selama
inflamasi alergi dan penarikan eosinofil di kulit, hidung, mata dan paru.29,30
Mukosa hidung
Reaksi Hipersensitivitas tipe 1
Bersin- bersin, hidung
gatal, ingus encer, hidung sumbat, mata gatal
Hindari alergen Kontrol lingkungan
Farmakoterapi ( AntiHistamin)
- Loratadine - Cetirizin
Histamin Granulasi sel mast
Sistem syaraf otonom
Imunoterapi
: yg diteliti Kesembuhan
14
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Desain
Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda yang
membandingkan efikasi loratadin dengan cetirizin pada kelompok anak
penderita RA.
3.2.Tempat dan Waktu
Tempat penelitian dilakukan di SMP Alwasliyah dan SMP Univa di kota
Medan Propinsi Sumatera Utara, dilakukan mulai Oktober sampai November
2009. Penelitian dilakukan selama 2 minggu.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi target adalah anak penderita RA. Populasi terjangkau adalah anak
sekolah menengah pertama yang bertempat tinggal di kota Medan Propinsi
Sumatera Utara yang menderita RA usia 13-16 tahun. Sampel adalah
populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi.
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk
n1 = Jumlah subjek yang masuk dalam kelompok cetirizi
n1 = Jumlah subjek yang masuk dalam kelompok cetirizin
n2 = Jumlah subjek yang masuk dalam kelompok loratadin
P1 = Proporsi sembuh untuk kelompok mendapat cetirizin
P2 = Proporsi sembuh untuk kelompok mendapat loratadin
P = Proporsi = ½ (P1+P2)
Q = 1-P
Pada penelitian ini ditetapkan yaitu :
α = kesalahan tipe I = 0,05 ( Tingkat kepercayaan 95%) Æ Zα = 1,96
β = kesalahan tipe II = 0,2 (Kekuatan uji 80%) Æ Zβ = 0.842
Perbedaan sembuh yang diharapkan adalah 0,30 maka :
P1 = 0,5033 dan P2 = 0,8
P = ½ (0,50 + 0,80) = 0,65
Q = 1- 0,65 = 0,35
Dengan memakai rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel untuk
masing-masing kelompok adalah 50 orang.
3.5. Kriteria Penelitian 3.5.1 Kriteria Inklusi :
1. Anak sekolah usia 13-16 tahun yang menderita RA
2. Adanya riwayat atopi dalam keluarga
3.5.2 Kriteria Eksklusi :
1. Penderita sinusitis, influenza, asma dan otitis media
2. Kelainan anatomi pada hidung seperti : deviasi septum nasi
3. Sedang mengkonsumsi obat AH atau obat glukokortikoid
dalam 2 minggu terakhir
4. Riwayat alergi obat cetirizin atau loratadin
3.6. Informed Consent
Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah
dilakukan penjelasan mengenai kondisi penyakit yang dialami, pengobatan
yang diberikan dan efek samping pengobatan.
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian
- Data dasar diperoleh dari wawancara dan mengisi kuisioner
- Sebelum dilakukan penelitian mendapat persetujuan orang tua
- Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian
- Dilakukan anamnesis untuk menentukan keluhan dan gejala RA
berdasarkan skor (Skor 0-3).18
0 = Tidak ada keluhan
1 = Ringan ada gejala tidak mengganggu aktivitas sehari-hari dan
gangguan tidur
2 = Sedang ada 2 sampai 4 gejala pada hidung (bersin-bersin, hidung
sumbat, gatal, ingus encer) dan mengganggu aktivitas sehari-hari
3 = Berat dijumpai semua gejala pada hidung, mata dan menganggu
aktivitas sehari-hari
- Sampel yang mempunyai gejala RA dilakukan pemeriksaan hidung dengan
alat rinoskopi untuk menilai anatomi hidung dan mendukung diagnosis RA.
Pemeriksaan dilakukan oleh peneliti. Sampel dibagi menjadi dua
kelompok secara acak dengan menggunakan randomisasi sederhana
dan memakai tabel random. Kelompok I merupakan sampel yang
mendapat terapi cetirizin 10 mg. Kelompok II sampel yang mendapat terapi
- Masing-masing obat diberikan 1 kali sehari pada waktu pagi hari
selama 14 hari ( 2 minggu ), kecuali hari minggu obat diberikan hari
sabtu dan dibawa pulang kemudian dijelaskan pada kedua kelompok.
- Obat dibuat dalam bentuk, warna, dan ukuran sama oleh apotik. Obat
diberi kode A atau B. Peneliti, pengawas minum obat dan sampel tidak
mengetahui jenis obat apa yang diberikan pada kedua kelompok. Obat
diberikan setiap hari oleh salah seorang guru dari sekolah yang ditunjuk
oleh Kepala Sekolah untuk mengawasi minum obat. Obat diminum
langsung di depan pengawas minum obat.
- Masing-masing kelompok dilakukan evaluasi pada hari ke-3,ke-7 dan
hari ke-14 terhadap perubahan gejala klinis RA yaitu pilek encer,
bersin, hidung sumbat, gatal dan merah pada mata. Efek samping obat
juga dievaluasi sampai hari ke14.
Tahap akhir penelitian ini untuk menilai perubahan gejala klinis RA
sampel berdasarkan skoring setelah mendapat terapi loratadin atau
cetirizin. Sedangkan efek samping obat dicatat oleh tim peneliti dalam
laporan penelitian dengan mengisi kuisioner yang langsung ditanya
kepada subyek penelitian. Efek samping yang dapat timbul berupa
mengantuk, sakit kepala, susah tidur, mual, muntah, mulut kering dan
Populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi
Mengisi kuisioner
enelitian
Kelompok I cetirizin 10 mg
Gejala RA Î Skor 0-3 0 = Tidak ada keluhan 1 = Ringan
2 = Sedang 3 = Berat
Kelompok II loratadin 10 mg
Obat diberikan selama 14 hari
Dilakukan evaluasi pada hari ke-3, ke-7,dan hari ke-14
Penilaian Skoring RA
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Antihistamin Nominal dikotom
Variabel tergantung
Skor rinitis alergi Ordinal
3.10. Batasan Operasional
1. Rinitis alergi adalah reaksi peradangan pada daerah hidung terhadap
alergen (bahan-bahan yang menimbulkan alergi), yang memiliki gejala
rhinorrhea (keluarnya ingus terus-menerus), sneezing (bersin), itching
(rasa gatal) dan nasal blockage (sumbatan pada hidung).15
2. Klasifikasi RA berdasarkan beratnya keluhan dengan menggunakan skor
0 sampai 3. Skor 0= tidak ada keluhan,1= ringan; ada gejala tapi tidak
mengganggu aktivitas sehari dan gangguan tidur, 2= sedang; ada 2
sampai 4 gejala pada hidung dan mengaggu aktivitas sehari-hari, 3 =
berat; dijumpai semua gejala pada hidung dan mata dan mengganggu
aktivitas sehari-hari.18
3. Atopi adalah kecenderungan perorangan (personal) dan atau keluarga
(familial) untuk tersensitisasi dan memproduksi antibodi IgE sebagai
respon terhadap pajanan alergen, biasanya protein. Individu ini dapat
4. Efek samping obat adalah keluhan yang muncul dan dirasakan akibat
minum obat selama penelitian berlangsung. Efek samping kedua obat
yang dapat timbul berupa mengantuk, sakit kepala, susah tidur, mual,
muntah, mulut kering dan rasa pahit, gangguan buang air kecil,
kelelahan, jantung berdebar-debar dan pandangan kabur.21,26
3.11. Analisis dan Penyajian Data
Untuk menilai hubungan pemberian AH dengan perubahan skor RA
digunakan uji x2. Pengolahan data yang terkumpul dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak SPSS versi 15.0 dengan tingkat
kemaknaan P < 0,05 dan interval kepercayaan 95% (IK 95%). Pada
penelitian ini dilakukan analisis intention to treat.
3.12. Jadwal Penelitian
Waktu : Oktober 2009
Lama : 2 minggu
Penyusunan Laporan : 2 minggu
Penggandaan/Pengiriman : 2 minggu
BAB 4. HASIL
4.1. Data Karakteristik Subyek
Penelitian ini dilakukan di SMP Alwasliyah dan SMP Univa di kota Medan
Propinsi Sumatera Utara. Siswa yang diperiksa sebanyak 475 didapati
penderita RA sebanyak 150 siswa, terdiri dari 40 siswa tidak memenuhi
kriteria inklusi karena 40 siswa usianya kurang dari 13 tahun, 5 penderita
menolak ikut dalam penelitian, 5 penderita baru minum obat AH dan sisanya
100 anak diikutkan dalam penelitian. Sampel di randomisasi sederhana
dengan menggunakan tabel random. Dibagi dua kelompok terdiri dari
kelompok I berjumlah 50 orang mendapat cetirizin dan kelompok II berjumlah
50 orang mendapat loratadin. Gambar 4.1.
Pada kelompok I yang mendapat cetirizin usia yang terbanyak adalah
13 tahun sebanyak 30 orang (60%) sedangkan pada kelompok loratadin usia
terbanyak 13 tahun sebanyak 32 orang (65.3%). Tabel 4.1. Kelompok yang
mendapat loratadin usia rata-rata 13.38 tahun dan kelompok yang mendapat
cetirizin usia rata-rata 13.40 tahun. Sedangkan jenis kelamin pada kelompok
cetirizin didapati perempuan sebanyak 34 (68%) sedangkan kelompok
475 pelajar SMP
100 penderita di randomisasi sederhana
Evaluasi dilakukan pada hari ke- 3,ke-7dan ke-14
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian
Tabel 4.1 skor rinitis pada kelompok cetirizin adalah skor sedang
sebanyak 21 penderita dan skor berat 29 penderita, sedangkan kelompok
loratadin skor sedang 16 penderita dan skor berat 34 penderita. Total skor
sedang 37% dan berat 63%.
sekolah. Paling banyak dikeluhkan bersin (98%), hidung sumbat (92%), pilek
encer (87%) diikuti gangguan belajar (66%) dan gangguan tidur (62%).
Gangguan yang jarang berupa keluhan mata (35%) dan tidak terganggunya
kehadiran sekolah (15%).
Tabel 4.2. Evaluasi gejala klinis RA pada hari ke-3 setelah mendapat
terapi cetirizin atau loratadin
Keluhan cetirizin
mendapat pengobatan dengan cetirizin atau loratadin. Gejala RA masih
(67%) walaupun secara kuantitatif dijumpai penurunan gejala RA tetapi
secara statistik tidak dijumpai perbedaan yang signifikan diantara kedua obat.
Pada tabel 4.3 memperlihatkan evaluasi gejala klinis RA setelah 7 hari
mendapat pengobatan, keluhan yang dijumpai seperti pilek encer, bersin,
dan hidung sumbat masih dijumpai walaupun secara jumlah sudah terjadi
penurunan dibandingkan hari ketiga. Hasilnya secara statistik tidak dijumpai
perbedaan yang signifikan.
Tabel 4.3 Evaluasi gejala klinis rinitis alergi pada hari ke-7 setelah
mendapat pengobatan cetirizin atau loratadin
Tabel 4.4 Evaluasi gejala klinis RA pada hari ke-14 setelah mendapat
pengobatan cetirizin atau loratadin
Keluhan cetirizin
Tabel 4.4 memperlihatkan evaluasi gejala klinis RA setelah 14 hari
mendapat terapi cetirizin atau loratadin. Gejala RA mengalami pengurangan
keluhan seperti bersin (9%), pilek encer (4%), hidung sumbat (9%), gatal
pada mata (6%) sedangkan gangguan tidur dan gangguan belajar dengan
terapi cetirizin pada hari ke-14 tidak dijumpai lagi (0%) tetapi pada kelompok
yang mendapat loratadin masih dijumpai 3 orang lagi. Secara statistik kedua
Tabel 4.5 Evaluasi efek samping obat pada hari ke-3, ke-7 dan hari ke-14
setelah mendapat terapi cetirizin atau loratadin
Hari ke-3 Hari ke-7 Hari ke-14
Keterangan : I = kelompok cetirizin II = kelompok loratadin
Tabel 4.5 memperlihatkan efek samping obat pada hari ke-3, ke-7 dan
hari ke-14, hasil yang didapat menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara dua kelompok. Terapi dengan loratadin dijumpai efek
samping sakit kepala (26.5%) pada hari ke-3 dan 34% pada hari ke-7
dibandingkan cetirizin (8.2%) hari ke-3 dan hari ke-7 (16%). Secara statistik
pada hari ke-7 sedangkan dengan cetirizin (0%). Secara statistik dijumpai
perbedaan yang signifikan dengan nilai P = 0.04.
Tabel 4.6 Evaluasi skoring RA pada hari ke-3, ke-7 dan ke-14 setelah
pemberian cetirizin atau loratadin
*
P > 0.05
Tabel 4.6 terlihat evaluasi skor RA pada hari ke-3, ke-7 dan ke-14
setelah diberi obat pada kedua kelompok. Sebelum mulai terapi skor sedang
pada kelompok cetirizin 42% dan loratadin 32% untuk skor berat 29% untuk
cetirizin dan loratadin 34%. Pada hari ke-3 dan ke-7 terlihat perubahan skor
RA kearah perbaikan tetapi secara statistik tidak ada perbedaan yang
mendapat cetirizin tidak ada keluhan sebanyak 43 orang (86%) dibandingkan
loratadin 37 (74%) ternyata di akhir evaluasi kedua obat tersebut tidak
menunjukkan efek yang berbeda secara signifikan dengan nilai P = 0.057.
BAB 5. PEMBAHASAN
Penelitian ini melaporkan data karakteristik kedua kelompok hampir sama,
dengan rata-rata usia anak pada penelitian 13.40 tahun. Menurut hasil
International Study on Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) prevalensi
RA 1.4% sampai 39.7% pada usia 13 sampai 14 tahun.1,2
Klasifikasi RA dibedakan berdasarkan jenis serangannya yaitu mild
(ringan) dan moderate – severe (sedang-berat) berdasarkan skor RA.18,26,32
Sebelum pemberian terapi klasifikasi RA sedang (42%) dan berat (29%).
Pemberian obat yang teratur pada pasien ini maka evaluasi pada hari
ke-3,ke-7dan ke-14 terjadi perubahan gejala klinis RA, pada hari ke-14 hampir
50% penderita sudah tidak ada keluhan.
Penderita RA yang menggunakan obat secara teratur dapat
mengurangi terjadinya minimal persistent inflammation ( inflamasi minimal menetap). Cetirizin dibuktikan dapat mengontrol inflamasi minimal menetap.18
Cetirizin mempunyai keunggulan dibandingkan antihistamin klasik lain karena
mempunyai efek antiinflamasi terutama melalui penghambatan proses
kemotaksis sel inflamasi. Hasil studi ETAC juga menunjukkan cetirizin
mempunyai efektivitas yang tinggi dengan efek samping yang minimal.31
Studi melaporkan cetirizin 10 mg mampu menurunkan gejala mayor
RA (hidung berair, bersin, hidung gatal, mata berair) lebih baik secara
Pada evaluasi hari ke-14 terjadi peningkatan jumlah penderita yang
tidak merasakan keluhan lagi sebanyak 43 (86%) pada kelompok cetirizin
sedangkan loratadin 37 (74%). Keluhan skor ringan sebanyak 6(12%) untuk
cetirizin dan 5 (10%) untuk loratadin. Gejala skor sedang 0 (0%) untuk
cetirizin sedangkan loratadin 7 (14%). Gejala skor berat mengalami
perubahan pada kelompok cetirizin sebanyak 1 orang (2%) sedangkan untuk
loratadin 1 orang (2%). Semua evaluasi yang dilakukan mulai hari ke-3,ke-7
dan ke-14 tidak ada perbedaan yang signifikan dengan nilai P = 0.40 hari
ke-3, P = 0.07 pada hari ke-7dan P = 0.057 pada hari ke-14 .
Pada suatu penelitian selama 7 minggu pada 90 pasien RA yang diberi
terapi cetirizin 10 mg sekali sehari atau loratadin 10 mg sekali sehari
keduanya didapati lebih baik dibandingkan placebo. Bagaimanapun cetirizin
secara kuantitatif lebih baik dibandingkan dengan loratadin walaupun secara
statistik tidak berbeda signifikan.3
Efek samping mengantuk pada kelompok cetirizin telihat lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok loratadin tetapi perbedaan ini tidak signifikan
( P = 0.41). Penelitian melaporkan efek sedasi cetirizin lebih tinggi daripada loratadin. Penelitian lain menyatakan loratadin lebih rendah potensi efek
sedasinya dibandingkan cetirizin.34,35 Penelitian terhadap efek sedasi
Suatu penelitian klinis terkontrol efek samping loratadin sebanding
dengan plasebo, pada penelitian tersebut loratadin tidak memperlihatkan
sifat sedatif atau antikolinergik yang secara klinis bermakna dibanding
plasebo. Efek samping dilaporkan adalah rasa kecapaian, sakit kepala 1-2%,
mulut kering 3-5%, gangguan pencernaan seperti mual dan muntah 1-2%.37
Fexofenadin dan loratadin risiko mengantuk lebih rendah secara signifikan
dibandingkan dengan cetirizin.38
Beberapa penelitian terhadap AH generasi kedua seperti: cetirizin,
loratadin, fexofenadin dan ebastine bebas efek toksik pada jantung walaupun
konsentrasinya tinggi dalam plasma dibandingkan dengan astemizole dan
terfenadin.3,39-41 Penelitian ini dijumpai perbedaan yang signifikan terhadap
efek samping jantung berdebar pada kelompok loratadin dibandingkan
cetirizin (P = 0.01) pada hari ke-3 dan hari ke-7 (P = 0.03). Penelitian ini efek
jantung berdebar tidak didukung dengan pemeriksaan EKG, sehingga masih
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pada penelitian kami dijumpai penurunan persen skor rinitis alergi sebelum
diterapi dan sesudah diterapi dengan cetirizin atau loratadin tetapi secara
statisitik tidak dijumpai perbedaan yang signifikan skor rinitis alergi antara
terapi cetirizin dan loratadin yang dievaluasi pada hari ke-3, ke-7 dan ke-14.
Kami juga menilai efek samping dari kedua obat pada hari 3, 7 dan
ke-14 ternyata secara statistik dijumpai perbedaan yang signifikan efek samping
sakit kepala dan jantung berdebar dengan loratadin.
6.2 Saran
Uji cukit merupakan pemeriksaan yang paling peka untuk reaksi yang
diperantarai oleh IgE dengan pemeriksaan ini alergen penyebab akan dapat
diketahui. Dalam penelitian ini diagnosis rinitis alergi ditegakkan hanya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan THT rutin tanpa pemeriksaan tes kulit
BAB 7. RINGKASAN
Telah dilakukan penelitian secara uji klinis acak tersamar ganda yang
bertujuan membandingkan efikasi loratadin dengan cetirizin pada anak
penderita rinitis alergi. Penelitian dilakukan di SMP Alwasliyah dan SMP
Univa di kota Medan Propinsi Sumatera Utara, dilakukan mulai Oktober
sampai November 2009. Penelitian berlangsung selama 2 minggu. Dari 475
siswa yang diperiksa terdapat penderita rinitis alergi sebanyak 150 orang.
Sampel didapat 100 siswa yang memenuhi kriteria inklusi yaitu anak sekolah
usia 13-16 tahun yang menderita rinitis alergi dan didukung pemeriksaan
hidung dengan alat spekulum untuk menilai anatomi hidung dan mendukung
rinitis alergi, adanya riwayat atopi dalam keluarga dan orang tua mengisi
informed consent.
Sampel dipilih secara acak dengan randomisasi sederhana
menggunakan tabel random. Terdiri dari dua kelompok yaitu 50 anak
mendapat terapi cetirizin 10 mg dan 50 anak mendapat terapi loratadin 10
mg. Gejala klinis di evaluasi pada hari ke-3,-7 dan hari ke-14. Sebelum
pemberian terapi didapatkan jumlah anak penderita rinitis alergi dengan skor
berat pada kelompok cetirizin 29 siswa (58%) dan kelompok loratadin 34
(68%), penderita rinitis alergi dengan skor sedang pada kelompok cetirizin
Pada evaluasi hari ke-14, didapatkan jumlah anak yang tidak
mengalami keluhan lebih banyak pada kedua kelompok terapi, 43 anak
(86%) pada kelompok cetirizin dan 37 anak (74%) pada kelompok loratadin.
Akan tetapi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik (P = 0.057). Pada studi ini didapatkan efek samping yang lebih besar pada anak
yang diberi terapi loratadin pada hari ketiga dan hari ketujuh dibandingkan
pada kelompok cetirizin (P < 0.05).
Sebagai kesimpulan tidak ada perbedaan efikasi yang bermakna
Summary
A randomized clinical trials research has been done to compare cetirizine and
loratadine efficacy on children suffer from allergic rhinitis. The research are
done in Alwasliyah Junior High School and Univa Junior High School in city of
Medan, North Sumatera, started since October until November 2009. This
study are been held in two weeks time. One hundred fifty were allergic rhinitis
from a total of 475 students. One hundred sample are taken using diagnosed
with which is students aged between 13 until 16 years who suffered from
allergic rhinitis and supported by nose examination with speculum to evaluate
nose anatomy and diagnose with allergic rhinitis, familial atopic history and
parents who are willing to sign the informed consent.
Sample are choosen randomly using simple randomized from a
random table. Sample are divided into two groups, fifty of there were given
cetirizine 10 mg whereas another 50 were given loratadine 10 mg. Clinical
sign was evaluated on day 3,7 and day 14. Before the therapy are given 29
sample (58%) from cetirizine therapy group only 21 sample (42%) from
loratadine therapy group were diagnosed with severe allergic instead. Fourty
two persen cetirizine group were put under moderate score while 32% from
On the 14-day of evaluation there are more children with complaint in
this two group therapy, fourty three childrens (86%) in cetirizine group and 37
children (74%) in loratadine group. But there are no significant difference
statictically (P = 0.057). In this study, there are greater side effect when treated children with loratadine on day-3 and day-7 than treated with cetirizine
Daftar Pustaka
1. Strachan D, Sibbald B, Weiland Sl. Worldwide variations in prevalence of symptoms of allergic rhinoconjunctivitis in children: The International study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Pediatr Allergy Immunol. 1997; 8:161-76
2. Lundback B. Epidemiology of rhinitis and asthma. Clin Exp Allergy. 1998;2:3-10
3. Melitzer EO. Evaluation of the optimal oral antihistamine for patients with allergic rhinitis. Mayo Clin Proc. 2005; 80(9):1170-6
4. Kar Hui Ng, Chong D, Wong CK, Ong HT, Lee CH, lee BW, et al. Central nervous system side effects of first and second generation antihistamines in school children with perennial allergic rhinitis: Randomized, double blind, placebo-controlled comparative study. Pediatrics. 2004;113:116-21
5. Heir B, Ortis G, Williams DM. The role of nonprescription antihistamines in the treatment of allergic rhinitis. Am pharmacists assoc. 2007;1:1-20
6. Motala C. Antihistamines in allergic disease. Curr Allergy & Clin Immun. 2009;22:71-4
7. Simons FER. Advances in H1- antihistamines. N Engl J Med. 2004; 351:2203-17
8. Pousti A, Malihi G, Bakharian, Abdullah Z. The comparative effects of four antihistamines isolated rat atria. IJPT. 2002
9. Bender BG, Berning S, Dudden R, Milgrom H., Tran ZV. Sedation and performance impairment of diphenhydramine and second-generation antihistamines; a meta analysis. J Allergy Clin Immunol. 2003;111 Suppl 4:770-6
10. Du Buske LM. Pharmacokinetics/pharmacodynamics and psychomotor performance aspects of antihistamine therapies. Clin Appl Immunol. 2001;1:277-89
11. Roongapinum S, Wajajamreon S, Fooanant S. Comparative efficacy of wheal and flare suppression among various non sedating antihistamines and the pharmacologic insights to their efficacy. J Med Assoc Thai. 2004;87:551-6
12. Davila I, Sastre J, Bartra J, Cuvillo A, Jauregui L, Montoro J, et al. Effect of antihistamines upon the cardiovascular system. J Investig Allergy Clin Immunol. 2006;16:13-23
14. Jack D, McCue MD. Safety of antihistamines in the treatment of allergic rhinitis in elderly patients. Arch Fam Med.1996;5:464-8
15. Plaut M, Valentine MD. Allergic rhinitis.N Engl J Med. 2005;353:1934-44 16. Bousquet J, Cauwenberge VP. Allergic rhinitis and its impact on
asthma (ARIA). Allergy. 2002;57:841-55
17. Bosquet J, Khaltaev N, Cruz AA, Denburg J, Fokkens WJ, Togias A. Allergic rhinitis and its impact on asthma (ARIA) update in collaboration with the world health organization. Allergy. 2008:63;8-160 18. Lee STS, Amin MJ. Efficacy and safety of loratadine compared with astemizole
in malaysian patients with allergic rhinitis. Singapore Med J. 1994;35:591-4 19. Baratawidjaja KG. Imunologi dasar. Edisi ke-7. Jakarta: FKUI, 2006. h. 155-75 20. Scadding G. Clinical efficacy of a histamine H1-receptor antagonist :
Predicting and establishing the clinical efficacy of a histamine H. Diunduh dari : http://www.medscape.com/viewarticle
21. Sjamsudin U, Dewoto HR. Histamin dan anti alergi. Dalam: Ganiswarna GS, Setiabudy, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrilda, penyunting. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI, 1995. h. 248-61 22. Simons FER. A new classification of H1-receptor antagonists. Allergy
1995;50:7-11
23. Simons FER. Advances in H1- antihistamines. N Engl J Med. 2004;351:2203-17
24. Motala C. H1 Antihistamines in allergic disease. Curr Allergy & Clin Immunol. 2009;22:71-4
25. Skapin SD, Matijevic E. Preparation and coating of finely dispersed drugs loratadine and danazol. J of Colloid and Interface Science. 2004;272:90-8
26. Boner AL, Miglioranzi P, Richelli C, Marchesi E, Andreoli A. Efficacy and safety of loratadine suspension in the treatment of children with allergic rhinitis. Allergy. 1989;44:437-41
27. Juhlin LA. A comparison of the pharmacodynamics of H1- receptor antagonists as assessed by the induced wheal-and-flare model. Allergy Immunol.1995;50:24-30
28. Meltzer EO, Weiler JM, Widlitz MD. Comparative outdoor study of the efficacy, onset and duration of action, and safety of cetirizin, loratadin and placebo for seasonal allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol. 1996;97 Suppl 2 : 617-26
reduces epithelial ICAM-1 expression. Clin Exp Allergy. 1997;27:118-23
31. ETAC Study group. Allergic factors associated with the development of asthma and the influence of cetirizine in a double-blind, randomised, placebo-controlled trial: First result of ETAC. Pediatric Allergy Immunol.1998;116-24
32. Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta : Sagung Seto, 2008. h. 302–31
33. Day JH, Briscoe M, Widlitz MD. Cetirizine, loratadine or placebo in subjects with seasonal allergic rhinitis: Effects after controlled ragweed pollen challenge in an environmental exposure unit. J Allergy Clin Immunol.1998;101:638-45
34. Sienra-Monge JJ, Gazca-Aguilar A, Del Rio-Navarro B. Double blind comparison of cetirizine and loratadine in children ages 2 to 6 years with parrenial allergic rhinitis. Am J Ther. 1999;6:149-55
35. Salmun LM, Gates D, Scharf M, Greiding L, Ramon F, Heithoff K. Loratadine versus cetirizine: Assessment of somnolence and motivation during the workday. Clin Ther. 2000;22:573-82
36. Ten Eick AP, Blumer JL, Reed MD. Safety of antihistamines in children. Drug Safety. 2001;24:119-47
37. Olin BR. Drug facts and comparison. St. Louis: Facts and Comparison. 2001;698-707
38. Mann RD, Pearce GL, Dunn N, Shakir S. Sedation with” non sedating” antihistamines: four prescription-event monitoring studies in general practice. BMJ. 2000;320:1184-6
39. Woosley RI. Cardiac actions of antihistamines. Annu Rev Pharmacol Toxicol.1996;36:233-52
40. Adkinson NF Jr, Yunginger JW, Busse WW. Middleton’s Allergy: Principles and practice. Edisi ke- 6. Philadelphia, PA:Mosby. 2003 41. Kar Hui Ng, Chong D, Wong CK, Ong HT, Lee CH, lee BW, Chi shek
LP. Central nervous system side effects of first and second generation antihistamines in school children with perennial allergic rhinitis: Randomized, double blind, placebo-controlled comparative study. Pediatrics. 2004;113:116-21
43. Spector SL, NicklasRA, Chapman JA, bernstein IL, Berger WE, Moore JB,dkk. Symptom severity assessment of allergic rhinitis: Part 1. Ann Allergy Asthma Immunol. 2003;91(2):105-14
44. Allergic rhinitis and its impact on asthma (ARIA). At-a glance out patient allergic rhinitis pocket reference. 2006;1-12
45. Dreborg S, Frew A. Allergen standardization and skin tests. Allergy.1993;48:4975
46. Boot JD, Chandoesing P, de Kam ML, Mascelli MA, Das AM, Gerth van WR,dkk. Applicability and reproducibility of biomarkers for the evaluation of anti-inflammatory therapy in allergic rhinitis. J Investig Allergol Clin Immunol. 2008;18(6):433-42.
47. Weiner JM, Abramson MJ, Puy RM. Intranasal corticosteroids versus oral H1 receptor antagonists in allergic rhinitis; systemic review of randomised controlled trials. BMJ.1998;317:1624-29
48. Negrini AC, Troise C, Voltolini S, Horak F, Bachert C, Janssen M. Oral anti histamine/ decongestant treatment compared with intranasal corticosteroids in seasonal allergic Rhinitis. Clin Exp Allergy.1995;25:60-5
49. Bagnasco M, Canonica GW. Influence of H1-receptor antagonists on adhesion molecules and celullar traffic. Allergy Immunol.1995;50:17-23 50. Simons FER. Prospective, long term safety evaluation of the
H1-receptor antagonist cetirizine in very young children with atopic dermatitis. Journal Allergy Clinical Immunol.1999;104: 433-40
51. Melitzer EO. Evaluation of the optimal oral antihistamine for patients with allergic rhinitis. Mayo Clinic Proceedings. 2005; 80 (9):1170-6 52. Lehman JM, Blaiss MS. Selecting the optimal oral antihistamine for
patiens with allergic rhinitis. Drugs. 2006;66:2309-19
53. Hore I, georgalas C, Scadding G. Oral antihistamines for persistent allergic rhinitis in adults and children over 12 years old ( Protocol) . The Cochrane Collaboration.2008
54. Watanasomsiri A, Poachanukoon O, Vichyanond P. Efficacy of montelukast and loratadine as treatment for allergic rhinitis in children. Asian Pacific Journal of Allergy and Immunology. 2008;26:89-95
55. James HD, Brisco, Rafeiro M, Elizabeth, Chapman, Douglass, dkk. Comparative onset of action and symptom relief with cetirizine, loratadine, or placebo in an environmental exposure unit in subjects with seasonal allergic rhinitis: confirmation of a test system. Annals of Allergy, Asthma and Immunology. 2001;
Lampiran 1.
INFORMED CONSENT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : ………umur………tahun L/P
Alamat :……….
Dengan ini menyatakan sesungguhnya telah memberikan
PERSETUJUAN
Untuk dilakukan pengobatan alergi di hidung dengan cetirizin atau loratadin
terhadap anak saya : Yang tujuan, sifat dan perlunya pengobatan tersebut diatas, serta efek
samping yang ditimbulkan, telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya .
Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.
………, ………..2009
Yang memberikan penjelasan yang membuat pernyataan persetujuan
Dr………..
Saksi-saksi :1. Tanda tangan
Lampiran 2.
PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN
Yth. Bapak / ibu……….
1. Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri (dengan menunjukkan surat tugas dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU). Nama saya
dokter……….., bertugas di divisi alergi-imunologi
anak Departemen Ilmu kesehatan anak FK USU / RSUP H Adam
Malik Medan. Saat ini kami sedang melaksanakan penelitian untuk
membandingkan efek kesembuhan obat cetirizin dan loratadin pada
penderita alergi di hidung
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan kami, anak Bapak / Ibu mengalami
alergi di hidung, sehingga sangat mengganggu aktivitas sekolahnya.
3. Untuk itu, kami berencana untuk mengobati anak Bapak / Ibu dengan
memberikan obat anti histamin oral berisi cetirizin atau loratadin
Efek pengobatan dan efek samping obat akan dipantau dan dievaluasi
. Efek pengobatan yang diharapkan adalah gejala rinitis alergi
berkurang dan aktivitas disekolah tidak terganggu akibat alergi di
4. Pada penelitian ini akan dilakukan catatan gejala rinitis alergi dan
kuisoner untuk memantau efek pengobatan dan efek samping obat
yang dikeluhkan
5. Pada anak yang rinitis alergi, akan diberikan obat selama 2 minggu
loratadin atau cetirizin dimana peneliti, anak penderita rinitis alergi
tidak tahu obat yang mana yang diberikan
6. Pada anak yang diberikan obat akan dipantau pada hari ke -3,-7 dan
ke-14
7. Jika Bapak / Ibu bersedia agar anaknya diobati dengan obat tersebut,
maka kami mengharapkan Bapak / Ibu menandatangani lembar
persetujuan setelah penjelasan
8. Semua data penelitian akan diperlakukan secara rahasia, sehingga
tidak memungkinkan orang lain mengetahui data penderita. Semua
biaya penelitian akan ditanggung oleh peneliti.
9. Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak/ Ibu,
Lampiran 3.
Kuesioner Penelitian
Apakah waktu gejala timbul mengganggu
kehadiran disekolah ( ) ( )
Kapan saja keluhan muncul : ( ) ( )
Musim dingin/hujan ( ) ( )
Menjelang pagi hari ( ) ( )
Lelah / terlalu capek ( ) ( )
Membersihkan kamar tidur ( ) ( )
Terpapar dengan debu rumah ( ) ( )
Terpapar dengan bulu binatang ( ) ( )
Apakah ada mengkonsumsi obat sebelumnya ( ) ( )
Kalau ada apa jenisnya :
- Chlorpheniramin ( ) ( )
- prednison ( ) ( )
- cetirizin ( ) ( )
- loratadin ( ) ( )
- jenis lain:
……….
……….
Kapan terakhir makan obat tersebut
……..hari yang lalu
……..minggu yang lalu
……..bulan yang lalu
Data efek samping obat
1. Mengantuk ( ) ( )
2. Pusing ( ) ( )
3. Bingung ( ) ( )
4. Rasa pahit ( ) ( )
5. Mual ( ) ( )
6. Muntah ( ) ( )
7. Mulut kering ( ) ( )
8. Sakit kepala ( ) ( )
9. Dada sesak ( ) ( )
10. Terganggu buang air kecil ( ) ( )
11. Kelelahan ( ) ( )
12. Jantung berdebar-debar ( ) ( )
Lampiran 5. RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Juliana
Tanggal lahir : 22 juli 1073
Tempat lahir : Padang Sidempuan
NIP : 140364750
Alamat : JL.Sering no 50 Medan
Nama Orangtua (ayah) : A.M. Nurdin Batubara
(Ibu) : Hj. Surya Daulay
Pendidikan
1. Sekolah Dasar Negri no.060823 Medan, tamat tahun 1985
2. SMP Swasta Dwiwarna I Medan tamat tahun 1988
3. SMA Neg-13 Medan, tamat tahun 1991
4. Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat tahun 2008
Riwayat Pekerjaan
1. Dokter jaga UGD RS. Bhayangkari POLDASU Medan, 1998
s/d 1999
Pendidikan Spesialis
1. Adaptasi di BIKA FK. USU: 01-04-2006 s/d 30-05-2006
2. Pendidikan Tahap I : 01-06-2006 s/d 30-05-2007
3. Pendidikan Tahap II : 01-06-2007 s/d 30-05-2008
4. Pendidikan Tahap III : 01-06-2008 s/d 30-05-2009
5. Pendidikan Tahap IV : 01-06-2009 s/d 30-08-2010