GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS
PADA WANITA DALAM USIA PREMENOPAUSE DI MEDAN
2010
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
RATHIDEVI THANASEELAN
NIM: 070100299
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis pada Wanita dalam Usia
Premenopause di Medan 2010.
Nama : Rathidevi Thanaseelan
NIM : 070100299
Pembimbing, Dosen Penguji I
(dr. Evo Elidar Harahap SpRad) (dr. Syafrizal Nasution SpPD)
Dosen Penguji II
(dr. Mistar Ritongga SpF)
Medan, 14 Desember 2010
Universitas Sumatera Utara
Fakultas Kedokteran
Dekan
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH)
ABSTRAK
Latar belakang : Osteoporosis adalah salah penyakit degeneratif yang sedang dihadapi masyarakat dunia semasa menjelang usia tua. Ini dilihat dari semakin meningkatnya jumlah kasus patah tulang di kalangan wanita pasca menopause dari tahun ke tahun. Berdasarkan Menurut penelitian Badan Litbang Depkes pada tahun 2005, 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan menderita osteoporosis (keropos tulang ). Selain itu pada Badan Litbang Gizi Depkes RI tahun 2006, menunjukkan angka prevalensi prevalensi osteoporosis sebesar 10,3% yang berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia berisiko terkena osteoporosis.
Tujuan : Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan tentnag Osteoporosis pada wanita dalam usia premenopause di Kelurahan Madras Hulu, Medan pada tahun 2010.
Metode : Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Jumlah sampel yang diperoleh adalah sebanyak 100. Data dikumpul dengan teknik wawancara dengan menggunakan alat ukur kuesioner. Analisis bivariate dilakukan dengan menggunakan uji statistik
chi-square untuk menentukan hubungan antara kedua variabel tersebut.
Hasil : Hasil uji tingkat pengetahuan wanita dalam usia premenopause tentang Osteoporosis di Kelurahan Madras Hulu sebesar 60% dikategorikan baik.
Kesimpulan : Tingkat pengetahuan wanita dalam lingkungan usia premenopause mengenai Osteoporosis secara umum yang memiliki pengetahuan yang baik sebesar 60%, pengetahuan yang dikategori sedang sebesar 37% dan pengetahuan yang dikategori kurang sebesar 3%.
Saran : Dari hasil uji tersebut maka diharapkan petugas kesehatan dan departemen terkait dapat memberikan informasi mengenai Osteoporosis kepada wanita terutama bagi wanita dengan tingkat pendidikan rendah.
Kata kunci: Osteoporosis,usia premenopause,pengetahuan.
ABSTRACT
Background : Osteoporosis is one of the degenerative disease faced by the
community of the world as they grew older. This was shown by the increasing rate of fracture cases among the post menopause women from year to year. Based on the research that was done by the health department in year of 2005, one third of women has the tendency to suffer from Osteoporosis. Besides that, the department of Nutrition in Indonesia, has showed the incident rate of 41.7% of the women suffering of early Osteoporosis dan around 10.3% is suffering with Osteoporosis in 2006. This means, two out of five from the community in Indonesia has the risk of getting Osteoporosis.
Objective : The aim of this study is to apprehend pre-menopause women’s knowledge towards Osteoporosis.
Method : This study was conducted in descriptive observational manner with the
approach of the cross sectional. A hundred samples were taken. Data were collected by interviewing the women in pre-menopause age by using a questionnaire as the measuring tool. Bivariate analysis was done by using the chi-square statistical test to find the relationship between the two variables.
Results : Results showed that the knowledge of the women in premenopause age
about Osteoporosis is 60% and categorized as good.
Conclusion : The knowledge of the women in premenopause age about
Osteoporosis is generally good which is 60%, whereabout those who have moderate level of knowledge is as much as 37% and lastly the lowest level of knowledge is 3%.
Opinion : As listed above health providers and related department are expected
to share about Osteoporosis information and further care for the poorly-educated community.
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya
tulis yang berjudul “Gambaran Tingkat Pengetahuan tentang Osteoporosis pada
Wanita dalam Usia Premenopause di Kelurahan Madras Hulu,Kecamatan Medan
2010”, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana kedokteran
di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tepat pada waktunya.
Terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua peneliti yang
memberikan dukungan baik serta moral maupun material untuk penyelesaian
karya tulis ilmiah ini.
Dalam penulisan karya tulis ini,peneliti telah banyak mendapat mendapat
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh kerana itu, pada kesempatan
ini, penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A.
Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.
2. dr. Evo Elidar Harahap, SpRad selaku dosen pembimbingb karya tulis
ilmiah atas kesabaran dan waktu yang diberikan untuk membimbing
peneliti sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes selaku pembimbing akademik yang telah
membimbing peneliti selama masa perkuliahan.
4. Seluruh staf pengajar Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama masa
pendidikan.
5. Kepala Kantor Kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan Polonia atas
6. Teman-teman peneliti yang telah memberikan saran dan kritik yang
menbangun untuk penyelesaian karya tulis ilmiah ini.
7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada peneliti.
Peneliti juga menyadari bahwa penyusunan karya tulis ini tidak luput dari
kesalahan dan ketidaksempurnaan. Oleh kerana itu, saran dan kritik yang
membangun menjadi sumbangan yang berarti bagi karya tulis ini.
Akhirnya peneliti mengharapkan semoga hasil karya tulis ini dapart memberikan
sumbangan pikiran yang berguan bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara,bangsa dan negara Indonesia serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Demikian dan terima kasih.
24 November 2010
Peneliti,
Rathidevi Thanaseelan
NIM:070100299
ABSTRAK
Latar belakang : Osteoporosis adalah salah penyakit degeneratif yang sedang dihadapi masyarakat dunia semasa menjelang usia tua. Ini dilihat dari semakin meningkatnya jumlah kasus patah tulang di kalangan wanita pasca menopause dari tahun ke tahun. Berdasarkan Menurut penelitian Badan Litbang Depkes pada tahun 2005, 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan menderita osteoporosis (keropos tulang ). Selain itu pada Badan Litbang Gizi Depkes RI tahun 2006, menunjukkan angka prevalensi prevalensi osteoporosis sebesar 10,3% yang berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia berisiko terkena osteoporosis.
Tujuan : Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan tentnag Osteoporosis pada wanita dalam usia premenopause di Kelurahan Madras Hulu, Medan pada tahun 2010.
Metode : Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Jumlah sampel yang diperoleh adalah sebanyak 100. Data dikumpul dengan teknik wawancara dengan menggunakan alat ukur kuesioner. Analisis bivariate dilakukan dengan menggunakan uji statistik
chi-square untuk menentukan hubungan antara kedua variabel tersebut.
Hasil : Hasil uji tingkat pengetahuan wanita dalam usia premenopause tentang Osteoporosis di Kelurahan Madras Hulu sebesar 60% dikategorikan baik.
Kesimpulan : Tingkat pengetahuan wanita dalam lingkungan usia premenopause mengenai Osteoporosis secara umum yang memiliki pengetahuan yang baik sebesar 60%, pengetahuan yang dikategori sedang sebesar 37% dan pengetahuan yang dikategori kurang sebesar 3%.
Saran : Dari hasil uji tersebut maka diharapkan petugas kesehatan dan departemen terkait dapat memberikan informasi mengenai Osteoporosis kepada wanita terutama bagi wanita dengan tingkat pendidikan rendah.
Kata kunci: Osteoporosis,usia premenopause,pengetahuan.
ABSTRACT
Background : Osteoporosis is one of the degenerative disease faced by the
community of the world as they grew older. This was shown by the increasing rate of fracture cases among the post menopause women from year to year. Based on the research that was done by the health department in year of 2005, one third of women has the tendency to suffer from Osteoporosis. Besides that, the department of Nutrition in Indonesia, has showed the incident rate of 41.7% of the women suffering of early Osteoporosis dan around 10.3% is suffering with Osteoporosis in 2006. This means, two out of five from the community in Indonesia has the risk of getting Osteoporosis.
Objective : The aim of this study is to apprehend pre-menopause women’s knowledge towards Osteoporosis.
Method : This study was conducted in descriptive observational manner with the
approach of the cross sectional. A hundred samples were taken. Data were collected by interviewing the women in pre-menopause age by using a questionnaire as the measuring tool. Bivariate analysis was done by using the chi-square statistical test to find the relationship between the two variables.
Results : Results showed that the knowledge of the women in premenopause age
about Osteoporosis is 60% and categorized as good.
Conclusion : The knowledge of the women in premenopause age about
Osteoporosis is generally good which is 60%, whereabout those who have moderate level of knowledge is as much as 37% and lastly the lowest level of knowledge is 3%.
Opinion : As listed above health providers and related department are expected
to share about Osteoporosis information and further care for the poorly-educated community.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Bambang, (2005) di Indonesia masih dijumpai masalah kesehatan reproduksi yang memerlukan perhatian semua pihak. Masalah-masalah kesehatan
reproduksi tersebut muncul dan terjadi akibat pengetahuan dan pemahaman serta
tanggung jawab yang rendah. Akses untuk mendapatkan informasi yang benar dan
bertanggung jawab mengenai alat-alat dan fungsi reproduksi juga tidak mudah
didapatkan.Secara garis besar periode daur kehidupan wanita melalui beberapa
tahap diantaranya pra konsepsi, konsepsi, pra kelahiran, pra pubertas, pubertas,
reproduksi, menopause/klimakterium, pasca menopause dan senium/lansia
(Manuaba, 2002). Satu hal yang paling terlihat dan pasti terjadi pada wanita
dewasa pada masa penuaan adalah terjadinya menopause atau berhentinya
menstruasi (Kuntjoro, 2002). Proses menuju menopause terjadi ketika fungsi
indung telur mulai mengalami penurunan dalam memproduksi hormon. Pada saat
mulai terjadi penurunan fungsi ini gejala-gejala menopause mungkin mulai terasa
meskipun menstruasi tetap datang. Saat itu mulai nampak ada perubahan pada
ketidakteraturan siklus haid.
Menurut Anonim (2002) menopause serta usia lanjut memang sangat
berhubungan dengan terjadinya osteoporosis. Pada perempuan yang sudah
menopause terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Perubahan hormon ini
menurunkan kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium secara drastis, sehingga
penyerapan kalsium menjadi tidak efisien. Osteoporosis menjadi salah satu
ancaman bagi wanita menopause.
Dalam peringatan Hari Osteoporosis Nasional beberapa waktu lalu,
Menteri Kesehatan Dr. Siti Fadilah Supari menyatakan bahwa jumlah warga usia
lanjut di dunia maupun nasional makin meningkat. Tahun 2000, jumlah usia lanjut
di
menjadi 9,3% atau 21,1 juta jiwa. Menurut penelitian Badan Litbang Depkes pada
tahun 2005, 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan menderita osteoporosis
(keropos tulang ).Selain itu pada Badan Litbang Gizi Depkes RI tahun
2006,menunjukkan angka prevalensi
dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3% yang berarti 2 dari 5 penduduk
Indonesia berisiko terkena osteoporosis.). Tambahan pula Litbang juga
menyebutkan sedikitnya lima propinsi di Indonesia masuk kategori resiko tinggi
penderita penyakit osteoporosis. Lima propinsi tersebut adalah Sumatera Selatan,
Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Utara, dan Jawa Timur. Hasil analisa Depkes
yang dilakukan di 14 propinsi menunjukkan masalah osteoporosis telah mencapai
pada tingkat perlu diwaspadai yaitu sekitar 19,7 persen dari jumlah lansia yang
ada.
Tingginya angka resiko osteoporosis tersebut, dikatakan Menkes Siti
Fadillah Supari dalam acara pencanangan Bulan Osteoporosis Nasional dan
Tulang Kuat di Jakarta, Kamis 22 September 2005, salah satu penyebabnya yaitu
meningkatnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia. Pada tahun 2005,
angka harapan hidup masyarakat Indonesia mencapai 67,68 tahun. Faktor lain
yang tak kalah penting adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk mencegah
datangnya penyakit itu sendiri. Hal itu ditandai dengan rendahnya konsumsi
kalsium rata-rata orang Indonesia, yakni hanya 254 mg per hari (Supari, S,F,
2005).
Selain beberapa faktor diatas, pengetahuan seorang wanita premenopause
juga sangat berpengaruh. Pengetahuan khusus sangat diperlukan, terutama
pengetahuan mengenai osteoporosis dan asupan kalsium untuk mencegahnya di
masa menopause. Wanita premenopause akan lebih mudah mengurangi
kecemasan dan mampu melalui masa menopause tanpa banyak keluhan apabila
mereka mendapatkan pengetahuan yang faktual dan akurat mengenai osteoporosis
(Mustopo, 2005).
Guna mengetahui hubungan mengenai tingkat pengetahuan wanita tentang
Pengetahuan Tentang Osteoporosis pada Wanita dalam usia Premenopause di
Kelurahan Madras Hulu“.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,secara garis besar dapat dirumuskan
satu masalah yaitu: “Bagaimanakah tingkat pengetahuan wanita tentang
Osteoporosis pada wanita dalam usia premenopause di Medan“?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang osteoporosis pada wanita
dalam usia Premenopause di Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengidentifikasi tingkat pengetahuan wanita tentang osteoporosis agar
wanita sedini mungkin mencegahnya.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat kepada penulis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat
pengetahuan tentang osteoporosis pada wanita dalam usia premenopause.
2. Peneliti dapat meningkatkan kemampuan di bidang penelitian serta melatih
kemampuan analisis dan kemampuan membuat karya tulis ilmiah.
1.4.2 Manfaat pada masyarakat
Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya
ibu-ibu agar lebih memperhatikan kesehatannya terutama osteoporosis pada masa
premenopause.
1.4.3 Manfaat kepada Dinas Kesehatan.
Diharapkan dapat memberikan masukkan kepada Tenaga Kesehatan dan
osteoporosis pada masa premenopause, serta memberi informasi mengenai
faktor-faktor yang harus dihindari dan yang harus diperhatikan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari
tahu yang terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan tersebut menjadi panca indera manusia yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh dari mata dan telinga, perilaku dalam bentuk pengetahuan yakni dengan
mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Pengetahuan merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila perilaku
didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebuat akan
bersifat langgeng (long tasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari
oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif
mempunyai enam tingkatan yakni:
2.1.2 Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang diterima.
2.1.3 Memahami (Compression)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
2.1.4 Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real).
2.1.5 Analisis (Analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya antara satu sama lain.
2.1.6 Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dari
formulasi-formulasi yang ada.
2.1.7 Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu suatu
criteria yang telah ada.
2.2 Tulang
2.2.1 Kalsium untuk pembentukan tulang
Tulang adalah jaringan hidup dengan matriks protein kolagen yang telah
diresapi oleh garam-garam mineral, khususnya fosfat dan kalsium. Tulang
menyokong tubuh dan memegang peranan penting pada homeostatis mineral,
khususnya fosfat dan kalsium. Protein dalam serabut-serabut kolagen yang
membentuk matriks tulang adalah kompleks. Jumlah yang adekuat dari protein
dan mineral keduanya harus tersedia untuk mempertahankan struktur tulang yang
hidroksiapatit. Garam ini membentuk kristal yang ukurannya 20 per 3 – 7 nm.
Natrium dan sejumlah kecil magnesium dan karbonat juga terdapat dalam tulang
(Ganong W.F 1983).
Selain itu,pengerasan adalah pembentukan tulang oleh kegiatan osteoblast
dan osteoklas dan penambahan garam mineral dan senyawa. Kalsium harus
tersedia untuk osifikasi .Osteoblast tidak membuat mineral ini, tetapi harus
mengambil kalsium dari darah dan mendepositkan di tulang. Secara khusus, serat
kolagen dan garam kalsium yang membantu memperkuat tulang. Bahkan, serat
kolagen dari tulang memiliki kekuatan tarik yang besar (kekuatan untuk menahan
peregangan), sementara garam kalsium,memiliki kekuatan kompresi besar
(kekuatan untuk menahan pemerasan). Tambahan pula,pembangunan tulang
bukan sahaja dipengaruhi oleh kalsium dan serat kolagen malah asupan gizi,
paparan sinar matahari, sekresi hormon, dan latihan fisik juga memainkan peranan
penting dalam pembentukan tulang. Sebagai contoh, paparan kulit dengan sinar
ultraviolet matahari membantu perkembangan tulang, karena kulit dapat
memproduksi vitamin D apabila terkena radiasi tersebut. Vitamin D diperlukan
untuk penyerapan kalsiu di usus kecil. Dengan tidak adanya vitamin ini, kalsium
kurang diserap, matriks tulang kekurangan kalsium, dan tulang-tulang cenderung
patah atau sangat lemah. Vitamin A dan C juga dibutuhkan untuk pertumbuhan
tulang normal.
Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan tulang disekresikan oleh
kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, indung telur dan testis.
Kelenjar hipofisis, mensekresikan hormon pertumbuhan (GH) yang disebut juga
somatotropin yang menstimulasi aktivitas di lempeng epifisis. Somatotropin
memainkan peranan yang penting dalam tubuh dengan merangsang pertumbuhan
otot, mempertahankan tingkat normal sintesis protein dalam semua sel tubuh,
serta membantu dalam pelepasan lemak sebagai sumber untuk hormon lain yang
berperanan dalam mempertahankan kekuatan matriks tulang. Ini adalah untuk
mengkontrol tingkat kalsium darah. Selain itu, kalsium juga diperlukan untuk
sejumlah proses metabolisme lain selain daripada pembentukan tulang seperti
kuantiti kalsium dalam darah adalah rendah, kelenjar paratiroid berespon dengan
mensekresikan hormon paratiroid (PTH). Hormon ini merangsang osteoklas untuk
memecah jaringan tulang, dan garam kalsium yang dilepaskan ke dalam darah. Di
sisi lain, jika tingkat kalsium darah terlalu tinggi, kelenjar tiroid merespon dengan
mensekresi hormon yang disebut calcitonin. Efeknya adalah antagonis dengan
hormon paratiroid; yaitu menghambat aktivitas osteoclast dengan menstimulasi
osteoblast untuk membentuk jaringan tulang (Human Phys Space).
2.2.2 Kepadatan Tulang ( Densitas Tulang )
Kepadatan tulang erat hubungannya dengan kekuatan tulang dan
perubahan-perubahan tulang yang terjadi selama kehidupan. Kepadatan tulang
meningkat selama periode pertumbuhan wanita, dan tetap berlangsung walaupun
pertumbuhan tulang telah berhenti. Pada wanita usia 35 – 40 tahun dengan
menstruasi yang teratur, kepadatan tulang tidak meningkat atau menurun.
Pertumbuhan tulang mencapai puncaknya pada usia 25 – 35 tahun untuk
tulang-tulang trabekular ( antara lain tulang-tulang belakang ) dan pada usia 35 – 40 tahun untuk
tulang-tulang kortikal. Setelah pematangan tulang selesai, kehilangan tulang
dimulai dan berlangsung terus sampai usia 85 – 90 tahun (Rahman IA dkk).
Pada periode menopause, kepadatan tulang trabekular akan menurun pada
tulang belakang yaitu 1–8% pertahun dan pada leher tulang paha terjadi
penurunan tulang kortikal sebesar 0,5–5% pertahun. Kehilangan tulang pada 5–
10 tahun setelah mengalami menopause sebesar 0,5% pertahun (Riggs BL dkk).
Seorang wanita selama kehidupannya akan kehilangan 40–50 % jumlah tulang
secara keseluruhan. Sedangkan pada pria hanya sebesar 20–30 % (Rahman IA,
dkk).
Banyaknya kehilangan massa tulang pada wanita, selain disebabkan
kenaikan usia dihubungkan juga dengan penurunan kadar estrogen dalam darah
karena penurunan fungsi dan terhentinya fungsi ovarium dan diduga penurunan
hormon progesteron ikut berperan (Rahman IA dkk). Buktinya terdapat pada ekstrak tulang dari wanita-wanita postmenopause dengan konsentrasi estrogen
meningkatkan suseptibilitas untuk fraktur. Kedua osteoklas dan osteoblas
mengekspresikan reseptor estrogen dan merupakan target langsung untuk
estrogen, tetapi keseluruhan, estrogen diklasifikasikan sebagai agen-agen
antiresoptif. Estrogen secara langsung menghambat fungsi osteoklas.
2.3 Osteoporosis 2.3.1 Definisi
Osteoporosis didefinisikan sebagai penyakit skeletal sistemik yang
ditandai dengan penurunan massa tulang dan perubahan mikroarsitektural jaringan
tulang yang mengakibatkan peningkatan fragilitas dan risiko terjadinya fraktur
(American Journal Medicine pada tahun, 1993)
Sedangkan menurut Konferensi Konsensus United States National
Institutes of Health(2000) osteoporosis sebagai penyakit metabolik tulang yang
ditandai dengan penurunan kekuatan tulang pada orang tertentu yang akan
meningkatkan risiko terjadinya fraktur.Kekuatan tulang ini mencakup kesatuan
dari densitas dan kualitas tulang.
Osteoporosis merupakan keadaan terdapat pengurangan jaringan tulang
perunit volume sehingga tidak mampu lagi melindungi atau mencegah terjadinya
fraktur terhadap trauma minimal (Harrison’s Principle of Interna Medicine
Vol.2).Pengurangan massa tulang tersebut tidak disertai dengan adanya perubahan
perbandingan antara substansi mineral dan organik tulang.
2.3.2 Epidemiologi
Menurut satu laporan Badan Kesehatan Sedunia (WHO), dianggarkan
bahwa setiap 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan terkena osteoporosis
ataupun terdapat kemungkinan sebanyak 67 % untuk golongan wanita
mengalaminya. Sedangkan pada pria, insidensinya lebih kecil yaitu 1 dari 7 pria
namun kemungkinan bagi orang lelaki mengalaminya juga agak tinggi dikalangan
mereka yang berumur, merokok, minum minuman keras dan kurang bersenam.
Osteoporosis memang biasanya menyerang sebagian besar wanita pasca
25 tahun berisiko terkena osteoporosis. Pada usia diatas 45 tahun percepatan
proses penyakit ini pada wanita meningkat menjadi 80 % dan sebaliknya pada pria
hanya 20 % (Anonymous, 2004).
Dengan meningkatnya usia harapan hidup maka pelbagai penyakit
degeneratif dan metabolik termasuk osteoporosis akan menjadi masalah
muskuloskeletal yang memerlukan perhatian khusus terutama di negara-negara
ang berkembang, termasuk Indonesia. Pada survey kependudukan tahun 1990,
ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%,
menigkat 50% dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus
osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur juga diperkirakan juga
akan meningkat.
Penelitian Roeshandi di Jawa Timur, mendapatkan bahawa puncak massa
tulang dicapai pada usia 30-34 tahun rata-rata kehilangan massa tulang pasca
menapouse adalah 1,4% tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik reumatologi
RSCM mendapatkan faktor risiko osteoporosis yang meliputi umur, lamanya
menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah
kadar estrogen yang tinggi.riwayat berat badan yang lebih/obesitas, asupan
kalsium dan latihan yang teratur ( Bambang Setiyohadi ).
2.3.3 Faktor resiko
Osteoporosis adalah penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur
merupakan salah satu faktor risiko yang terpenting yang tidak tergantung pada
densitas tulang . Setiap peningkatan umur 1 dekade setara dengan peningkatan
risiko osteoporosis 1,4-1,8 kali. Ras kulit putih dan wanita juga merupakan faktor
risiko osteoporosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pencapaian
puncak massa tulang juga merupakan faktor risiko osteoporosis, seperti sindrom
Klinefelter, sindrom Turner, terapi glukokortikoid jangka panjang dan dosis
tinggi, hipertiroidisme atau defisiensi hormon pertumbuhan. Pubertas terlambat,
aneroksia nervosa dan kegiatan fisik yang berlebihan yang menyebabkan amenore
juga berhubungan erat dengan puncak massa tulang yang tidak maksimal.
sebab itu harus diperhatikan masalah ini pada penduduk yang tinggal di daerah 4
musim. Selain kalsium dan vitamin D, defisiensi protein dan vitamin K juga
berhubungan dengan osteoporosis. Faktor hormonal juga berperanan pada
pertumbuhan tulang, termasuk hormon seks gonadal dan androgen
adrenal(dihidroepiandrosteron dan androstenedion). Aspek hormonal yang lain
berperan pada peningkatan massa tulang adalah IGF-1,25(OH)2D, reabsorbsi
fosfat anorganik di tubulus dan peningkatan fosfat serum. Faktor hormonal yang
berhubungan dengan kehilangan massa tulang adalah hiperkortisolisme,
hipertiroidisme dan hiperparatiroidisme. Faktor lain juga berhubungan dengan
osteoporosis adalah merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan.
Aspek skeletal yang harus diperhatikan sebagai faktor resiko osteoporosis
adalah densitas masa tulang, ukuran tulang, makro dan mikroarsitektur, derajat
mineralisasi dan kualitas kolagen tulang. Selain faktor risiko osteoprosis, maka
risiko terjatuh juga harus diperhatikan kerana terjatuh berhubungan erat dengan
fraktur osteoporotik. Beberapa faktor yang berhubungan dengan risiko terjatuh
adalah usia tua, ketidakseimbangan, penyakit kronik seperti sakit jantung,
gangguan neurologik, gangguan penglihatan, lantai yang licin dan sebagainya.
Faktor resiko osteoporosis (table 2.1)
Umur • Tiap peningkatan 1 dekad,risiko meningkat
1,4-1,8
Genetik •
Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
• Seks (perempuan > laki-laki) • Riwayat keluarga
• Risiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
Hormonal dan penyakit kronik
• Defisiensi estrogen dan androgen
• Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme)
ginjal,gastrektomi)
Sumber daripada:Faktor resiko Osteoporosis Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam – edisi 4,Editor-Aru W.Sudoyo,Bambang Setiyohadi,Idrus A,Marcellus S K,Siti Setiati 1259
2.3.4 Klassifikasi
Osteoporosis dibagi menjadi :
Osteoporosis primer(involusional) dan osteoporosis sekunder.Osteoporosis
primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan osteoporosis
sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya. Pada tahun 1940-an
Albright mengemukakan pentingnya estrogen pada patogenesis osteoporosis.
Kemudian pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis primer atas
osteoposis tipe 1 dan tipe 2.
Osteoporosis primer tipe I atau osteoporosis post menopause dihubungkan
dengan kenaikan usia dan terjadi pada wanita setelah mengalami menopause
selama 15 – 20 tahun serta dihubungkan dengan defisiensi estrogen setelah
menopause.
Osteoporosis primer tipe II dihubungkan dengan osteoporosis senilis yang terjadi kehilangan tulang secara lambat,disebabkan oleh gangguan absorpsi
kalsium di usus kecil sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang
mengakibatkan timbulnya osteoporosis.
Belakangan ini konsep itu berubah,kerana ternyata peran estrogen juga
menonjol pada osteoporosis tipe 2. Selain pemberian kalsium dan vitamin D pada
osteoporosis tipe 2 juga tidak memberi hasil yang tidak adekuat. Akhirnya pada
tahun 1990-an, Riggs dan Melton memperbaiki hipotesisnya dan mengemukakan
bahawa estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada imbulnya osteoporosis
2.3.5 Gejala klinis
Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses
kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis
senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari
dan tanpa disertai adanya gejala.
Gambar 1
Gejala-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti:
• patah tulang
• punggung yang semakin membungkuk
• hilangnya tinggi badan
• nyeri punggung
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur,
maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang
menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa
mengalami hancur secara spontan atau kerana cedera ringan(Anonymous).
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari
punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika
disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan
menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan
yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan
oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling
serius adalah patah tulang panggul.
Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain
itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara
perlahan(Klik dokter menuju Indonesia sehat).
2.3.6 Patogenesis
Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan
aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel
pembentuk tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang
(Manolagas SC. 2000). Ada beberapa teori yang menyebabkan deferensiasi sel
osteoklas meningkat dan meningkatkan aktivitasnya yaitu:
1. Defisiensi estrogen
2. Faktor sitokin
3. Pembebanan
1. Defisiensi estrogen
Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas,
dan beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel
tersebut,mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti:Interleukin-1 (IL-1),
Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan
sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen
meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang merupakan
satu-satunya faktor pertumbuhan(growth factor) yang merupakan mediator untuk
menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel
osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk
melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas,
sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada
a) Efek Estrogen terhadap sel Osteoblast.
Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat
penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun
osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui
pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Seperti
dikemukakan diatas bahwasanya sel osteoblas memiliki reseptor estrogen alpha
dan betha (ERα dan ERβ) di dalam sitosol. Dalam diferensiasinya sel osteoblas
mengekspresikan reseptor betha (ERβ) 10 kali lipat dari reseptor estrogen alpha
(Erα) (Monroe DG dkk). Didalam percobaan binatang defisiensi estrogen
menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan
tetapi dengan pemberian estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan
didapatkan penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a, begitu juga
selanjutnya akan terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand
(RANK-L). Di sisi lain estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan
TGF-b (Transforming Growth Factor-b) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang
lebih lanjut akan menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis
dari sel osteoklas (Bell, Norman H. 2003). Induksi fungsi suatu sel oleh berbagai
faktor yang sangat kompleks serta regulasinya yang berbeda-beda masih sedikit
diketahui sampai saat ini. Suatu sitokin, ligand, maupun hormon yang dapat
menghambat atau merangsang fungsi suatu sel bergantung pada berbagai hal,
diantaranya adalah tingkat aktivasi sel tersebut, sinyal yang memicu, dan waktu
(timing), seperti misalnya pada sel makrofag (Stout RD dkk). Hal yang sama
terjadi juga pada sel stroma osteoblastik dan osteoblas. Jadi tingkat aktivasi dari
sel stroma osteoblastik bergantung pada kontak antara reseptor dan ligand.
Estrogen merupakan salah satu yang berfungsi menstimulasi ekspresi gene dan
produksi protein pada sel osteoblastik manusia, seperti misalnya produksi OPG,
RANK-L, dan IL-6 (Hofbauer LC dkk).Besar kecilnya protein yang diproduksi bergantung pada aktivasi sel stroma osteoblastik.Efek biologis dari estrogen
estrogen receptor-related receptor a (ERRa), reseptor estrogen α, β (ERα, ERβ).
Sub tipe reseptor inilah yang melakukan pengaturan homeostasis tulang dan
berperan akan terjadinya osteoporosis(Quaedackers ME dkk ).Dalam sebuah studi
didapatkan bahwa kemampuan estrogen mengatur produksi sitokin sangat
bervariasi dari masing-masing organ maupun masing-masing spesies, begitu juga
terhadap produksi dari IL-6. Dikatakan produksi dari IL-6 pada osteoblas manusia
(human osteoblast) dan stromal sel sumsum tulang manusia (human bone marrow
stromal cells), terbukti diinduksi oleh IL-1 danTNFa, tidak secara langsung oleh
steroid ovarium. Dengan demikian dimungkinkan pada sel stroma osteoblastik
dan sel osteoblas terjadi perbedaan tingkat aktivasi sel, sehingga akan terjadi
perbedaan produksi dari protein yang dihasilkannya seperti misalnya: IL-6,
RANK-L, dan OPG, dengan suatu stimulasi yang sama.
b) Efek estrogen pada sel osteoklas
Dalam percobaan binatang, defisiensi estrogen akan menyebabkan
terjadinya osteoklastogenesis yang meningkat dan berlanjut dengan kehilangan
tulang. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian estrogen. Dengan defisiensi
estrogen ini akan terjadi meningkatnya produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a yang
lebih lanjut akan diproduksi M-CSF dan RANK-L. Selanjutnya RANK-L
menginduksi aktivitas JNK1 dan osteoclastogenic activator protein-1, faktor
transkripsi c-Fos dan c-Jun. Estrogen juga merangsang ekpresi dari OPG dan
TGF-boleh sel osteoblas dan sel stroma, yang selanjutnya berfungsi menghambat
penyerapan tulang dan mempercepat/ merangsang apoptosis sel osteoklas. Jadi
estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan pengaruh
secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung estrogen
mempengaruhi proses deferensiasi, aktivasi, maupun apoptosis dari osteoklas (
Bell, Norman H. 2003 ).Dalam deferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan
ekspresi RANK-L, MCSF dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya
ikatan kompleks antara RANK-L dan RANK, dengan memproduksi reseptor
OPG, yang berkompetisi dengan RANK. Begitu juga secara tidak langsung
osteoklas seperti: IL-6, IL-1, TNF-a, IL-11 dan IL-7. Terhadap apoptosis sel
osteoklas, secara tidak langsung estrogen merangsang osteoblas untuk
memproduksi TGF-b, yang selanjutnya TGF-b ini menginduksi sel osteoklas
untuk lebih cepat mengalami apoptosis. Sedangkan efek langsung dari estrogen
terhadap osteoklas adalah melalui reseptor estrogen pada sel osteoklas, yaitu
menekan aktivasi c-Jun, sehingga mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor
osteoklas dan menekan aktivasi sel osteoklas dewasa(Oursler MJ. 2003).
2. Faktor Sitokin
Pada stadium awal dari proses hematopoisis dan osteoklastogenesis,
melalui suatu jalur yang memerlukan suatu mediator berupa sitokin dan faktor
koloni-stimulator (Manolagas SC. 2000). Diantara group sitokin yang
menstimulasi osteoklastogenesis antara lain adalah: IL-1, IL-3, IL-6,Leukemia
Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin M (OSM),Ciliary Neurotropic Factor (CNTF),
Tumor Necrosis Factor (TNF), Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating
Factor (GM-CSF), dan Macrophage-Colony Stimulating Factor (M-CSF).
Sedangkan IL-4, IL-10,IL-18, dan interferon-g, merupakan sitokin yang
menghambat osteoklastogenesis. Interleukin-6 merupakan salah satu yang perlu
mendapatkan perhatian,oleh karena meningkatnya IL-6 terbukti memegang
peranan akan terjadinya beberapa penyakit, antaranya berpengaruh pada
remodeling tulang dan terjadinya penyerapan tulang berlebihan baik lokal maupun
sistemik (Manolagas SC. 2000). Sebetulnya tahun 1998 telah dikemukakan
adanya hubungan antara sitokin, estrogen, dan osteoporosis pascamenopause.
Dikatakan terjadi peningkatan kadar dan aktivitas sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6,
TNF-a) secara spontan apabila fungsi ovarium menurun, misalnya pada masa
menopause.Bagaimana mekanisme secara pasti hubungan penurunan estrogen
dengan peningkatan sitokin ini belum diketahui secara jelas. Tetapi ini diduga erat
hubungannya dengan interaksi dari reseptor estrogen (ER = Estrogen Receptor)
dengan faktor transkripsi, modulasi dari aktivitas nitrik-oksid (NO), efek
antioksidan, aksi plasma membran, dan perubahan dalam fungsi sel imun. Maka
massa tulang dengan peningkatan sitokin proinflamasi ini. Kemudian ditemukan
lagi bahwa, terjadinya diferensiasi turunan sel monosit menjadi sel osteoklas
dewasa/matang dirangsang oleh: tumor necrosis factor related factor yang disebut,
RANK-L atau dengan nama lain,OPGL atau ODF (Osteoclast Diferentiation
Factors) (Jones DH dkk). Bahkan dikatakan bahwa RANK-L memegang peran yang sangat esensial dalam pembentukan sel osteoklas dan lebih lanjut akan
menyebabkan penyerapan tulang. Melalui studi genetik dan biokemis RANK-L
mengatur diferensiasi osteoklas, dengan mengaktifkan reseptor RANK, melalui
peran dari faktor transkripsi:c-Jun.Sebuah studi dengan menggunakan tikus
mendapatkan bahwa estrogen (E2) menyebabkan menurunnya osteoklastogenesis,
akibat menurunnya respons prekursor osteoklas terhadap RANK-L; yang lebih
lanjut akan menurunkan aktivasi dari ensim Jun N-terminal kinase 1 (JNK1), yang
selanjutnya akan mengakibatkan menurunnya produksi faktor transkripsi
osteoklastogenik c-Fos dan c-Jun. Dan molekul yang dapat diblokade aktivitasnya
oleh OPG disebut: OPG ligand atau ODF atau yang kemudian lebih dikenal
dengan RANK-Ligand, berperan sangat penting sebagai kunci mediator dalam
osteklastogenesis. RANK-L dan osteoprotegerin merupakan suatu parakrin yang
mengatur metabolisme tulang dan fungsi vaskuler. RANK-L merupakan suatu
mediator yang meningkatkan penyerapan tulang pada wanita pascamenopause.
Malahan terakhir dibuktikan bahwa RANK-L merupakan salah satu faktor risiko
secara biomolekuler akan terjadinya osteoporosis pada wanita pascamenopause
defisiensi estrogen. RANK-L yang merupakan salah satu famili dari TNF disebut
juga: OPG-L, TNF-Related Activation Induced Cytokine (TRANCE), ODF dan
memiliki reseptor RANK yang merupakan kunci pengaturan remodeling tulang
dan sangat esensial dalam perkembangan dan aktivasi dari osteoklas.Terjadinya
diferensiasi sel osteoklas dari hemopoitik progenitor bergantung pada reseptor
yang terdapat pada membran sel osteoklas yang disebut RANK yang terbukti
bahwa pengaturan transkripsinya oleh NF kappaB.Sedangkan sel stroma
osteoblastik mengekspresikan pada permukaannya L. Selanjutnya
RANK-L berikatan dengan RANK pada permukaan sel osteoklas progenitor untuk
mensekresi suatu substansi yang larut dan mengambang, yang berfungsi sebagai
reseptor dan dapat juga mengikat RANK-L yang disebut OPG. OPG dapat beraksi
sangat poten sebagai penghambat pembentukan osteoklas dengan cara berikatan
dengan RANK-L,sehingga mencegah interaksi antara RANK-L dengan RANK
pada progenitor osteoklas.Ketiganya yaitu RANK-L, RANK, dan OPG
merupakan molekul esensial yang merupakan protein superfamili dari
TNF-TNFR. RANK dan RANK-L merupakan protein yang menyerupai molekul sitokin
yang berikatan pada membran (membrane-boundcytokine-like molecules).
Sedangkan OPG yang sangat poten sebagai penghambat proses osteoklastogenesis
dan penyerapan tulang baik in vitro maupun in vivo, melalui kemampuannya
sebagai reseptor umpan (decoyreceptor) yang dapat berikatan dengan
RANK-L,sehingga dihambat terjadinya interaksi antara RANK-L dan RANK. Dalam
implikasinya RANK-L merangsang terjadinya fusi dari sel prekursor yang
mononukler menjadi sel multinuklear, kemudian memacu untuk berdiferensiasi
menjadi sel osteoklas dewasa, perlengketannya pada permukaan tulang, dan
aktivitasnya menyerap tulang, dan bahkan lebih lanjut mempertahankan
kehidupan osteoklas dengan cara memperlambat terjadinya apoptosis. RANK-L
diekspresi paling banyak oleh osteoblas dan sel lapisan mesenchim. Selain itu
diekspresi juga oleh sel periosteal, kondrosit, sel endotelial, dan juga oleh sel T
aktif.
3. Pembebanan
Tulang merupakan jaringan dinamik yang secara konstan melakukan
remodeling akibat respon mekanik dan perubahan hormonal. Remodeling tulang
terjadi dalam suatu unit yang dikenal dengan bone remodeling unit, yang
merupakan keseimbangan dinamik antara penyerapan tulang oleh osteoklas dan
pembentukan tulang oleh osteoblas. Remodeling ini dimulai dari perubahan
permukaan tulang yang pasif (quiescent) menjadi perubahan permukaan tulang
yang mengalami resorpsi. Disini sebetulnya sel osteosit memegang peranan
penting dalam menginisiasi remodeling tulang dengan mengirimkan sinyal lokal
kanalikuler.Osteosit adalah sel osteoblas yang terkubur dalam lakuna dan
termineralisasi dalam matriks tulang dengan morfologi stellate, dengan tonjolan
dendritic yang merupakan penonjolan plasma membran dan berfungsi sebagai
sistem syaraf. Sel osteosit jumlahnya 10 kali dari jumlah sel osteoblas. Osteosit
melalui penonjolan plasma membran (panjang 5 Ð 30 mm) dalam kanalikuli dapat
berkomunikasi dengan osteoblas. Selanjutnya osteoblasberkomunikasi dengan sel
dalam sumsum tulang dengan memproyeksikan selnya ke sel endotil di sinusoid,
dengan demikian lokasi strategis osteosit menjadikan sel ini sebagai kandidat sel
mekanosensori untuk deteksi kebutuhan tulang,menambah atau mengurangi massa
tulang selama adaptasi fungsi skeletal. Osteosit juga mempunyai kemampuan
deteksi perubahan aliran cairan interstisial dalam kanalikuli yang dihasilkan akibat
pembebanan mekanik dan deteksi perubahan kadar hormon, oleh karena itu
gangguan pada jaringan osteosit meningkatkan fragilitas tulang (Manolagas SC
dkk).Pembebanan mekanik pada tulang (skletal load) menimbulkan stres mekanik
dan strain atau resultant tissue deformation yang menimbulkan efek pada jaringan
tulang yaitu membentukan tulang pada permukaan periosteal sehingga
memperkuat tulang dan menurunkan bone turnover yang mengurangi penyerapan
tulang. Dengan demikian pembebanan mekanik dapat memperbaiki ukuran,
bentuk, dan kekuatan jaringan tulang dengan memperbaiki densitas jaringan
tulang dan arsitektur tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses
seluler yang memerlukan sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan
mekanik. Informasi pembebanan ini harus dikomunikasikan ke sel efektor yang
akan membuat tulang baru dan merusak tulang yang tua (Liswati H 2007).
2.3.8 Terapi untuk Osteoporosis 1. Pengobatan Hormonal Estrogen
Pengobatan wanita postmenopause dengan estrogen akan menghentikan
kehilangan tulang (perlindungan terhadap terjadinya osteoporosis) pada wanita
usia 50, 60 atau 70 tahun. Terapi estrogen dihentikan bila tidak ada peningkatan
pada kasus osteoporosis.Estrogen dianggap dapat menghambat resorpsi tulang,
terapi pemberian estrogen sebagai pencegahan terhadap osteoporosis berdasarkan
observasi sebagai berikut :
1) Kejadian osteoporosis meningkat postmenopause.
2) Wanita yang mengalami ooforektomi bilateral memperlihatkan gejala
osteoporosis lebih dini dan hebat.
3) Penderita yang mengalami osteoporosis umumnya berkurang dengan
pemberian estrogen.
Pemberian estrogen merupakan dasar pencegahan dan pengobatan
kehilangan tulang postmenopause. Studd dkk. telah membuktikan bahwa terdapat
korelasi bermakna antara kadar estradiol dengan persentasi kenaikan densitas
tulang belakang 1 tahun setelah pemberian implan 75 mg estradiol dan 100 mg
testosteron. Pemberian estrogen oral, transdermal atau implan kesemuanya dapat
meningkatkan densitas tulang secara bermakna dan secara epidemiologik
dibuktikan bahwa terapi ini menurunkan angka kejadian patah tulang oleh karena
osteoporosis pada panggul dan tulang punggung.
Belum ada kesepakatan, bagaimana estrogen dapat mencegah kehilangan
tulang dan masih merupakan teori. Kemungkinan estrogen mencegah osteoporosis
dengan cara sebagai berikut:
1) Estrogen menempati reseptor osteoklas yang akan mempengaruhi fungsi
osteoklas dalam menurunkan kehilangan tulang.
2) Estrogen menurunkan kecepatan perubahan tulang normal yang
menyebabkan efek positif terhadap keseimbangan kalsium.
3) Estrogen akan memperbaiki absorpsi kalsium.
4) Estrogen mengatur produksi interleukin 1 dan 6 yang merupakan “bone
resorbing”. Estrogen juga mengatur bahan-bahan yang merangsang
pembentukan tulang seperti Insulin like growth factor I dan II, serta
Growth factor beta.
5) Estrogen merangsang sintesa kalsitonin yang dapat menghambat resorpsi
tulang.
Ada beberapa keadaan yang harus diperhatikan sebelum memulai
pemberian estrogen pada wanita untuk mencegah proses osteoporosis yang
progresif antara lain adalah keadaan tekanan darah, hasil pemeriksaan sitologi
(pap’s smear), pembesaran uterus, adanya varises yang berat di ekstremitas bagian
bawah, adanya obesitas, fungsi kelenjar tiroid ( BMR ), kadar Hb, kolesterol total,
HDL, trigliserida, kalsium, fungsi hati.Beberapa prinsip pemberian estrogen yang
dapat dijadikan patokan adalah :
1) Mulailah selalu dengan estrogen lemah ( estriol ) dan dengan dosis rendah
yang efektif.
2) Pemberian estrogen dilakukan secara siklik.
3) Usahakan selalu pemberian estrogen dikombinasi dengan progesteron.
4) Perlunya diberikan pengawasan ketat selama pemberian (6 – 12 bulan)
5) Apabila selama pemberian estrogen tersebut terjadi perdarahan atopik,
maka perlu dilakukan dilatasi dan kuretase.
6) Dilakukannya kerjasama dengan bagian Penyakit Dalam apabila dalam
masa pengobatan atau sebelum masa pengobatan ditemukan adanya
keluhan nyeri dada, hipertensi kronik, hiperlipidemia, dan Diabetes
Mellitus atau peningkatan kadar gula darah.
Secara epidemiologik manfaat estrogen dalam pengobatan hormon
pengganti pada wanita dapat menurunkan risiko terjadi patah tulang belakang
sampai 90% dan fraktur Colley’s dan paha sampai 50%. Dosis minimum estrogen
yang disarankan untuk mempertahankan tulang adalah 0,625 mg dan 1 – 2 mg
estradiol per hari dan hanya diperlukan setengah dosis bila digabung dengan
kalsium. Dari kepustakaan dikatakan bahwa pemberian estrogen jangka pendek
sekitar 6 – 10 tahun tidak efektif, sedangkan pemberian 7 tahun saja hanya
memberikan efek pencegahan patah tulang panggul selama 10 – 20 tahun.Adapun
standar dosis estrogen yang dibutuhkan untuk mencegah kehilangan massa tulang
Tabel (2.2 )
Standar dosis estrogen yang dianjurkan
Dikutip dari: J. of Pediatrics, obstet.gyn May / June 1993
Ada beberapa rute pemberian estrogen sebagai terapi sulih hormon, yaitu :
1) Oral : tablet kombinasi yang terpisah atau tergabung antara estrogen dan
progestogen.
2) Parenteral : transdermal (patch atau jel), implan subkutan, injeksi
intramuskular, krim/tablet topikal.
Estrogen oral mengalami metabolisme lintas pertama di hati, diubah
menjadi estron. Campuran estron dan estradiol (30 %) banyak dibuang lewat
empedu. Untuk mengatasi bioavailabilitas yang rendah ini, preparat terapi sulih
hormon oral mengandung estrogen dengan dosis lebih tinggi dibandingkan dosis
dalam sediaan transdermal.
2. Pengobatan non hormonal 1. Inhibitor penyerapan tulang
a. Kalsitonin
Kalsitonin menurunkan kehilangan lebih lanjut tulang pada vertebrae dan
femur yang ditemukan pada keadaan osteoporosis, tetapi efeknya pada frekuensi
fraktur belum dipublikasikan. Kalsitonin dapat menimbulkan efek analgesik pada
penderita dengan kesakitan akut yang terjadi pada fraktur vertebrae. Jenis terapi
dalam bentuk suntikan atau semprotan pada hidung (nasal spray). Kalsitonin
tampak jelas dalam dalam menghambat kerusakan tulang lebih lanjut pada
osteoporosis yang dicetuskan oleh glukokortikoid. Kalsitonin diberikan sebagai
Estrogen Standar dosis
terapi alternatif pada wanita yang tidak dapat atau tidak merespon terhadap
estrogen.
b. Bifosfonat
Data-data menunjukkan bahwa bifosfonat mengurangi kehilangan tulang
selama tahun pertama menopause dan penderita yang menngalami osteoporosis
karena terapi glukokortikoid.
c. Kalsium
Pentingnya masukan kalsium pada seluruh fase kehidupan memang sudah
dibuktikan. Kalsium merupakan bahan dasar bagi pertumbuhan tulang secara
alamiah. Bagaimanapun masukan kalsium yang tinggi tidak akan menggantikan
terapi estrogen dalam mengurangi kecepatan kehilangan tulang selama masa
klimakterium.
Tabel (2.3)
Asupan kalsium yang dianjurkan mengikut umur, kelamin dan hormone.
Usia Jumlah Kalsium Harian
Bayi
Lahir sampai 6 bulan 400mg
Enam bulan sampai 1 tahun 600mg Anak-anak / Dewasa Muda
Satu sampai 10 tahun 800 - 1.200 mg
11-24 tahun 1.200 - 1.500 mg
Wanita Dewasa
Hamil atau Menyusui 1.200 - 1.500 mg 25-49 tahun (premenopause) 1.000 mg
50-64 tahun (menopause menggunakan estrogen atau hormon yang serupa)
1.000 mg
50-64 tahun (pascamenopause tidak mengambil hormon estrogen atau serupa)
2. Stimulasi pembentukan tulang
a. Fluorida
Fluorida menstimulasi osteoblast dan meningkatkan kekompakan massa
tulang. Bagaimanapun efeknya pada insiden fraktur masih kontroversi dan
mungkin tidak saling berhubungan. Pada penelitian klinik terbaru didapatkan
bahwa masukan 75 mg sodium fluorida perhari, akan ditemukan peningkatan
massa tulang trabekula pada vertebrae.
b. Anabolik steroid
Diduga pembentukan anabolik steroid dapat meningkatkan massa tulang
pada osteoporosis. Penggunaan jangka panjang dapat mempunyai efek samping
termasuk sterilisasi seperti efek sampingnya pada metabolisme karbohidrat dan
lemak serta pada fungsi hati.
c. Hormon parathiroid
Data menunjukkan bahwa adanya peningkatan massa tulang selama
penyelidikan klinik berkelanjutan pada penggunaan hormon ini seperti terapi
anabolik.
d. Bahan lain.
Efek positif dari 1,25 dihidroxyvitamin D
3 dan 1 α hidroxyvitamin D pada
insiden fraktur nyata pada beberapa studi dalam hal subyek osteoporosis yang
menunjukkan penyerapan kalsium, terutama pada usia muda dan mereka dengan
masukan kalsium rendah.
e.Olah raga
Modifikasi gaya hidup harus menjadi salah satu pengobatan anda. Olah
raga yang teratur akan mengurangi patah tulang akibat osteoporosis. Olah raga
yang di rekomendasikan termasuk disalamnya adalah jalan kaki, bersepeda,
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian.
Berdasarkan tujuan dari penelitian di atas,maka kerangka konsep dalam penelitian adalah :
3.2 Definisi Operasional
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan tentang osteoporosis pada wanita dalam usia premenopause.
3.2.1. Wanita premenopause
Wanita yang sekitar 46-55 tahun ialah wanita yang berada dalam fase
klimakterium yaitu suatu periode dimana terjadi penurunan fungsi ovarium yang
dimulai pada umur 46-55 tahun. Klimakterium merupakan keadaan yang
berlangsung beberapa tahun sebelum dan sesudah menopause.
3.2.2. Pengetahuan tentang cara untuk mencegah Osteoporosis. a. Definisi
Pengetahuan tentang pencegahan Osteoporosis adalah pengetahuan yang
meliputi pengertian tentang Osteoporosis.
b. Cara pengukuran
Pengukuran dilakukan dengan metode wawancara. c. Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner d. Hasil pengukuran
Pengetahuan wanita premenopause
Hasil pengukuran dinyatakan dalam tingkat pengetahuan. Tingkat
pengetahuan dikelompokan berdasarkan kategori berikut : ( Pratomo,1990)
Tingkat Pengetahuan Nilai
Baik Bila nilai yang diperoleh >12
Sedang Bila nilai yang diperoleh 6-11
Kurang Bila nilai yang diperoleh 0 - 5
e. Skala pengukuran
Tingkat pengetahuan dinyatakan dalam skala ordinal(ranking)
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang akan menggambarkan
tingkat pengetahuan tentang osteoporosis pada wanita dalam usia premenopause
di Kelurahan Madras Hulu,Medan selama tahun 2010. Penelitian ini dilakukan
dengan pendekatan cross sectional dimana data diambil hanya sekali bagi tiap
subyek pada saat wawancara.
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Madras Hulu, Medan.Waktu
pengambilan data direncanakan pada bulan Augustus – Oktober, 2010.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah wanita dalam periode premenopause
yang berusia antara 46-55 tahun yang tinggal di Kelurahan Madras Hulu.
4.3.2. Sampel
Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah wanita yang berumur sekitar 46-55 tahun yang menetap di kelurahan Madras Hulu, Medan dan
memenuhi criteria inklusi serta tidak ( potong lintang ) dimana pengambilan
termasuk dalam kriteria eksklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Kriteria Inklusi
1) Wanita yang berumur antara 46-55 tahun.
2) Wanita yang menetap di Kelurahan Madras Hulu yang sedang melalui
3) Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan setelah penjelasan ( informed consent ).
b) Kriteria Eksklusi
1) Wanita yang berumur kurang dari 46 tahun
2) Wanita yang sudah menopause.
3) Wanita yang mempunyai kondisi fisik (berpenyakit) dan mental yang
tidak sesuai untuk dijadikan sampel penelitian.
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara simple randomized
sampling dimana semua sampel yang didapat dan memenuhi criteria
pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang
diperlukan terpenuhi. Menurut Notoatmodjo (2005), untuk mencapai jumlah
sampel dari populasi yang jumlahnya lebih kecil dari 10.000, dapat dihitung
berdasarkan rumus :
d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (0,1)
Hasil dari asumsi, jumlah populasi wanita dalam usia sekitar 46-55 tahun
di Kelurahan Madras Hulu adalah 423 orang, maka sekurang-kurangnya 81 orang
diperlukan untuk mengikuti penelitian ini. Dalam penelitian ini saya telah
menambahkan 19 orang sampel lagi menjadikanya 100 sampel. Ini adalah untuk
menambahkan keakuratan hasil penelitian dan juga memudahkan perkiraan.
4.4 Metode Pengumpulan Data
4.4.1. Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang didapat langsung dari responden. Pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara langsung dengan kuesionar kepada sampel
penelitian.
4.4.2. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data ( Notoatmodjo, 2005 ).
Instrumen penelitian ini berupa kuesionar sebagai alat bantu dalam
pengumpulan data yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan semi terbuka dan
tertutup untuk mengumpulkan data tingkat pengetahuan responden tentang
osteoporosis.
4.4.3. Teknik Skoring dan Skala
Dalam penelitian ini, kuesionar yang digunakan adalah kuesionar
mengetahui tentang tingkat pengetahuan tentang osteoporosis pada wanita dalam
usia premenopause di Kelurahan Madras Hulu. Kuesionar berisi
15 pertanyaan.
Tabel 4.1 Penentuan Nilai dari Kuesionar Pengetahuan ( Nilai 0-15 )
Pertanyaan No. 1 s.d. 15
Jawaban benar bernilai 1
Jawaban salah bernilai 0
Setelah seluruh kuesionar dinilai sesuai dengan table diatas, maka tingkat
• Baik, apabila nilai yang diperoleh 80% dari nilai tertinggi • Sedang, apabila nilai yang diperoleh 40-75% dari nilai tertinggi • Kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari nilai tertinggi
Berdasarkan skala pengukuran di atas, maka kategori pengetahuan dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 4.2 Kategori dari kuesionar Pengetahuan
Tingkat Pengetahuan
Nilai
Baik Bila nilai yang diperoleh 12
Sedang Bila nilai yang diperoleh 6-11
Kurang Bila nilai yang diperoleh 0 - 5
4.5 Metode Analisis Data
Pengolahan data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif, dengan
menggunakan Program Statistic Package for Social Science ( SPSS ). Data
BAB 5
METODOLOGI PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian.
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah Kelurahan Madras Hulu. Kelurahan Madras Hulu merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan
Polonia, Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Berdasarkan luas geografinya,
Kecamatan Medan Polonia memiliki luas wilayah sebesar 9,01 km² yang terletak
sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamata
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan
Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Medan,pada
tahun 2001,jumlah penduduk di Kecamatan Medan Polonia adalah sebesar
46.316 jiwa.
Jumlah penduduk di Kelurahan Madras Hulu adalah 4.710 jiwa dengan
luas wilayah sebesar 10 hac. Sebahagian besar penduduk di Kelurahan Madras
Hulu adalah adalah wanita sebanyak 2.389 orang (50.72%). Sementara penduduk
berjenis kelamin laki-laki sejumlah 2.321 orang (49.28%).
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden.
Dalam penelitian ini, responden yang terpilih adalah sebanyak 100 subjek. Dari keseluruhan responden, gambaran karakteristik responden yang
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia
terbesar pada usia 46 tahun yaitu sebanyak 14 orang (14%) dan terendah pada
kelompok usia 55 tahun yaitu sebanyak 6 orang (6%).
tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Atasan (SLTA) yaitu 52 orang (52%) dan
terendah adalah pada kelompok Perguruan Tinggi yaitu 2 orang sebesar (2%).
5.1.3 Hasil Analisa Data
Data lengkap distribusi jawaban kuesioner responden pada variable pengetahuan dapat dilihat di table 5.3.
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan.
Jawaban responden
No. Pertanyaan/pernyataan Benar Salah
f % f %
1. Menopause adalah berhentinya menstruasi atau 93 93 7 7
putusnya haid pada wanita untuk selamanya
2. Menopause terjadi antara usia 45-50 tahun 84 84 16 16
3. Menopause menyebabkan wanita osteoporosis 61 61 39 39
4. Osteoporosis merupakan kehilangan massa 81 81 19 19
tulang(keropos tulang)
5. Golongan wanita lebih ramai dan mudah 78 78 22 22
menghidapi Osteoporosis (keropos tulang).
6. Kurangnya aktivitas atau olahraga meningkatkan 64 64 36 36
terjadinya osteoporosis.
7. Berkurangnya tinggi badan secara tiba-tiba 61 61 39 39
merupakan tanda dan gejala osteoporosis.
8. Keju dan susu adalah makanan mengandung 79 79 21 21
kalsium yang dapat mencegah osteoporosis.
9. Osteoporosis menyebabkan tubuh menjadi bungkuk 79 79 21 21
dan gejala osteoporosis bagi wanita tua.
11. Tulang yang pertama mengalami osteoporosis 70 70 30 30
(keropos tulang) adalah tulang belakang .
12. Asupan kalsium yang cukup dapat 82 82 18 18
mempertahankan kepadatan tulang.
13. Paparan sinar matahari pagi membantu tubuh 75 75 25 25
menghasilkan vitamin D yang membantu
penyerapan kalsium dalam tubuh serta mengatasi
Osteoporosis.
14. Merokok dapat mempercepat osteoporosis. 66 66 34 34
15. Wanita yang konsumsi alkohol atau minuman 81 81 19 19
keras dapat memperlambatkan osteoporosis.
Berdasarkan tabel di atas, pertanyaan/pernyataan yang paling banyak dijawab benar adalah pertanyaan tentang maksud menopause yaitu menopause
adalah berhentinya menstruasi atau putusnya haid pada wanita untuk selamanya
yaitu sebanyak 93 orang sebesar 93%. Sedangkan pertanyaan yang paling banyak
dijawab salah adalah pertanyaan tentang menopause menyebabkan wanita
osteoporosis sebanyak 39 orang yaitu sebesar 39% dan juga soalan mengenai
berkurangnya tinggi badan secara tiba-tiba merupakan tanda dan gejala
osteoporosis (keropos tulang) sebanyak 39 orang yaitu sebesar 39%.
Berdasarkan hasil uji tersebut, maka tingkat pengetahuan responden tentang
Tabel 5.4 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan
Dari tabel di atas,dapat dilihat bahawa tingkat pengetahuan dengan
kategori baik memiliki persentase paling besar yaitu 60%. Tingkat pengetahuan
yang dikategori sedang sebesar 37% dan tingkat pengetahuan yang dikategori
kurang sebesar 3%.
5.2 Pembahasan.
5.2.1 Tingkat Pengetahuan
Menurut Roger (1974) dalam Notoadmojo (2003), pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Dari hasil analisa data dapat dilihat bahawa tingkat pengetahuan masyarakat di
Kelurahan Madras Hulu Medan mengenai Osteoporosis berada dalam kategori
baik,hal ini mungkin ada kaitannya dengan faktor usia yang dapat dilihat pada
tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan kelompok usia.
Tingkat Pengetahuan
Usia Baik Sedang Kurang Total f % f % f %
46-50 45 45 19 19 0 0 64 51-55 15 15 18 18 3 3 36 Total 60 60 37 37 3 3 100
Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan yang dikategorikan baik paling banyak terdapat pada kelompok usia diantara 46-50 tahun (45%),
Tingkat Pengetahuan f %
tingkat pengetahuan yang dikategorikan sedang paling banyak pada kelompok
usia 46-50 tahun juga (19%). Sedangkan tingkat pengetahuan yang kurang paling
banyak terdapat pada usia 51-55 tahun (3%). Dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ardita Popy Darwis dari Universitas Ponorogo Muhammadiyah (2008)
Wanita premenopause memiliki tingkat pengetahuan buruk disebabkan karena
rendahnya pendidikan, kurangnya informasi tentang osteoporosis dan
bertambahnya usia.
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat pendidikan terakhir. banyak terdapat pada kelompok lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atasan (48%),
tingkat yang dikategorikan sedang paling banyak pada kelompok lulusan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (26%). Sedangkan tingkat pengetahuan yang kurang
paling banyak terdapat pada kelompok lulusan sekolah dasar sahaja (3%). Dari
hasil penelitian yang dilakukan oleh Ardita Popy Darwis dari Universitas
Ponorogo Muhammadiyah (2008) wanita premenopause memiliki tingkat
pengetahuan buruk disebabkan karena rendahnya pendidikan. Dikatakan bahawa
pada kelompok yang berpendidikan lebih tinggi akan memberikan tingkat
pengetahuan tentang Osteoporosis yang lebih baik dibandingkan dengan
kelompok pendidikan rendah.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardita Popy