• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis pada Wanita dalam Usia Premenopause di Medan 2010.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis pada Wanita dalam Usia Premenopause di Medan 2010."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG OSTEOPOROSIS

PADA WANITA DALAM USIA PREMENOPAUSE DI MEDAN

2010

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

RATHIDEVI THANASEELAN

NIM: 070100299

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Osteoporosis pada Wanita dalam Usia

Premenopause di Medan 2010.

Nama : Rathidevi Thanaseelan

NIM : 070100299

Pembimbing, Dosen Penguji I

(dr. Evo Elidar Harahap SpRad) (dr. Syafrizal Nasution SpPD)

Dosen Penguji II

(dr. Mistar Ritongga SpF)

Medan, 14 Desember 2010

Universitas Sumatera Utara

Fakultas Kedokteran

Dekan

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD-KGEH)

(3)

ABSTRAK

Latar belakang : Osteoporosis adalah salah penyakit degeneratif yang sedang dihadapi masyarakat dunia semasa menjelang usia tua. Ini dilihat dari semakin meningkatnya jumlah kasus patah tulang di kalangan wanita pasca menopause dari tahun ke tahun. Berdasarkan Menurut penelitian Badan Litbang Depkes pada tahun 2005, 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan menderita osteoporosis (keropos tulang ). Selain itu pada Badan Litbang Gizi Depkes RI tahun 2006, menunjukkan angka prevalensi prevalensi osteoporosis sebesar 10,3% yang berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia berisiko terkena osteoporosis.

Tujuan : Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan tentnag Osteoporosis pada wanita dalam usia premenopause di Kelurahan Madras Hulu, Medan pada tahun 2010.

Metode : Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Jumlah sampel yang diperoleh adalah sebanyak 100. Data dikumpul dengan teknik wawancara dengan menggunakan alat ukur kuesioner. Analisis bivariate dilakukan dengan menggunakan uji statistik

chi-square untuk menentukan hubungan antara kedua variabel tersebut.

Hasil : Hasil uji tingkat pengetahuan wanita dalam usia premenopause tentang Osteoporosis di Kelurahan Madras Hulu sebesar 60% dikategorikan baik.

Kesimpulan : Tingkat pengetahuan wanita dalam lingkungan usia premenopause mengenai Osteoporosis secara umum yang memiliki pengetahuan yang baik sebesar 60%, pengetahuan yang dikategori sedang sebesar 37% dan pengetahuan yang dikategori kurang sebesar 3%.

Saran : Dari hasil uji tersebut maka diharapkan petugas kesehatan dan departemen terkait dapat memberikan informasi mengenai Osteoporosis kepada wanita terutama bagi wanita dengan tingkat pendidikan rendah.

Kata kunci: Osteoporosis,usia premenopause,pengetahuan.

(4)

ABSTRACT

Background : Osteoporosis is one of the degenerative disease faced by the

community of the world as they grew older. This was shown by the increasing rate of fracture cases among the post menopause women from year to year. Based on the research that was done by the health department in year of 2005, one third of women has the tendency to suffer from Osteoporosis. Besides that, the department of Nutrition in Indonesia, has showed the incident rate of 41.7% of the women suffering of early Osteoporosis dan around 10.3% is suffering with Osteoporosis in 2006. This means, two out of five from the community in Indonesia has the risk of getting Osteoporosis.

Objective : The aim of this study is to apprehend pre-menopause women’s knowledge towards Osteoporosis.

Method : This study was conducted in descriptive observational manner with the

approach of the cross sectional. A hundred samples were taken. Data were collected by interviewing the women in pre-menopause age by using a questionnaire as the measuring tool. Bivariate analysis was done by using the chi-square statistical test to find the relationship between the two variables.

Results : Results showed that the knowledge of the women in premenopause age

about Osteoporosis is 60% and categorized as good.

Conclusion : The knowledge of the women in premenopause age about

Osteoporosis is generally good which is 60%, whereabout those who have moderate level of knowledge is as much as 37% and lastly the lowest level of knowledge is 3%.

Opinion : As listed above health providers and related department are expected

to share about Osteoporosis information and further care for the poorly-educated community.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan karya

tulis yang berjudul “Gambaran Tingkat Pengetahuan tentang Osteoporosis pada

Wanita dalam Usia Premenopause di Kelurahan Madras Hulu,Kecamatan Medan

2010”, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana kedokteran

di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tepat pada waktunya.

Terima kasih yang tak terhingga kepada orang tua peneliti yang

memberikan dukungan baik serta moral maupun material untuk penyelesaian

karya tulis ilmiah ini.

Dalam penulisan karya tulis ini,peneliti telah banyak mendapat mendapat

bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh kerana itu, pada kesempatan

ini, penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A.

Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. dr. Evo Elidar Harahap, SpRad selaku dosen pembimbingb karya tulis

ilmiah atas kesabaran dan waktu yang diberikan untuk membimbing

peneliti sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes selaku pembimbing akademik yang telah

membimbing peneliti selama masa perkuliahan.

4. Seluruh staf pengajar Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara yang

telah memberikan ilmu pengetahuan kepada peneliti selama masa

pendidikan.

5. Kepala Kantor Kelurahan Madras Hulu Kecamatan Medan Polonia atas

(6)

6. Teman-teman peneliti yang telah memberikan saran dan kritik yang

menbangun untuk penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada peneliti.

Peneliti juga menyadari bahwa penyusunan karya tulis ini tidak luput dari

kesalahan dan ketidaksempurnaan. Oleh kerana itu, saran dan kritik yang

membangun menjadi sumbangan yang berarti bagi karya tulis ini.

Akhirnya peneliti mengharapkan semoga hasil karya tulis ini dapart memberikan

sumbangan pikiran yang berguan bagi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara,bangsa dan negara Indonesia serta perkembangan ilmu pengetahuan.

Demikian dan terima kasih.

24 November 2010

Peneliti,

Rathidevi Thanaseelan

NIM:070100299

(7)

ABSTRAK

Latar belakang : Osteoporosis adalah salah penyakit degeneratif yang sedang dihadapi masyarakat dunia semasa menjelang usia tua. Ini dilihat dari semakin meningkatnya jumlah kasus patah tulang di kalangan wanita pasca menopause dari tahun ke tahun. Berdasarkan Menurut penelitian Badan Litbang Depkes pada tahun 2005, 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan menderita osteoporosis (keropos tulang ). Selain itu pada Badan Litbang Gizi Depkes RI tahun 2006, menunjukkan angka prevalensi prevalensi osteoporosis sebesar 10,3% yang berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia berisiko terkena osteoporosis.

Tujuan : Untuk memperoleh gambaran tingkat pengetahuan tentnag Osteoporosis pada wanita dalam usia premenopause di Kelurahan Madras Hulu, Medan pada tahun 2010.

Metode : Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Jumlah sampel yang diperoleh adalah sebanyak 100. Data dikumpul dengan teknik wawancara dengan menggunakan alat ukur kuesioner. Analisis bivariate dilakukan dengan menggunakan uji statistik

chi-square untuk menentukan hubungan antara kedua variabel tersebut.

Hasil : Hasil uji tingkat pengetahuan wanita dalam usia premenopause tentang Osteoporosis di Kelurahan Madras Hulu sebesar 60% dikategorikan baik.

Kesimpulan : Tingkat pengetahuan wanita dalam lingkungan usia premenopause mengenai Osteoporosis secara umum yang memiliki pengetahuan yang baik sebesar 60%, pengetahuan yang dikategori sedang sebesar 37% dan pengetahuan yang dikategori kurang sebesar 3%.

Saran : Dari hasil uji tersebut maka diharapkan petugas kesehatan dan departemen terkait dapat memberikan informasi mengenai Osteoporosis kepada wanita terutama bagi wanita dengan tingkat pendidikan rendah.

Kata kunci: Osteoporosis,usia premenopause,pengetahuan.

(8)

ABSTRACT

Background : Osteoporosis is one of the degenerative disease faced by the

community of the world as they grew older. This was shown by the increasing rate of fracture cases among the post menopause women from year to year. Based on the research that was done by the health department in year of 2005, one third of women has the tendency to suffer from Osteoporosis. Besides that, the department of Nutrition in Indonesia, has showed the incident rate of 41.7% of the women suffering of early Osteoporosis dan around 10.3% is suffering with Osteoporosis in 2006. This means, two out of five from the community in Indonesia has the risk of getting Osteoporosis.

Objective : The aim of this study is to apprehend pre-menopause women’s knowledge towards Osteoporosis.

Method : This study was conducted in descriptive observational manner with the

approach of the cross sectional. A hundred samples were taken. Data were collected by interviewing the women in pre-menopause age by using a questionnaire as the measuring tool. Bivariate analysis was done by using the chi-square statistical test to find the relationship between the two variables.

Results : Results showed that the knowledge of the women in premenopause age

about Osteoporosis is 60% and categorized as good.

Conclusion : The knowledge of the women in premenopause age about

Osteoporosis is generally good which is 60%, whereabout those who have moderate level of knowledge is as much as 37% and lastly the lowest level of knowledge is 3%.

Opinion : As listed above health providers and related department are expected

to share about Osteoporosis information and further care for the poorly-educated community.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Bambang, (2005) di Indonesia masih dijumpai masalah kesehatan reproduksi yang memerlukan perhatian semua pihak. Masalah-masalah kesehatan

reproduksi tersebut muncul dan terjadi akibat pengetahuan dan pemahaman serta

tanggung jawab yang rendah. Akses untuk mendapatkan informasi yang benar dan

bertanggung jawab mengenai alat-alat dan fungsi reproduksi juga tidak mudah

didapatkan.Secara garis besar periode daur kehidupan wanita melalui beberapa

tahap diantaranya pra konsepsi, konsepsi, pra kelahiran, pra pubertas, pubertas,

reproduksi, menopause/klimakterium, pasca menopause dan senium/lansia

(Manuaba, 2002). Satu hal yang paling terlihat dan pasti terjadi pada wanita

dewasa pada masa penuaan adalah terjadinya menopause atau berhentinya

menstruasi (Kuntjoro, 2002). Proses menuju menopause terjadi ketika fungsi

indung telur mulai mengalami penurunan dalam memproduksi hormon. Pada saat

mulai terjadi penurunan fungsi ini gejala-gejala menopause mungkin mulai terasa

meskipun menstruasi tetap datang. Saat itu mulai nampak ada perubahan pada

ketidakteraturan siklus haid.

Menurut Anonim (2002) menopause serta usia lanjut memang sangat

berhubungan dengan terjadinya osteoporosis. Pada perempuan yang sudah

menopause terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Perubahan hormon ini

menurunkan kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium secara drastis, sehingga

penyerapan kalsium menjadi tidak efisien. Osteoporosis menjadi salah satu

ancaman bagi wanita menopause.

Dalam peringatan Hari Osteoporosis Nasional beberapa waktu lalu,

Menteri Kesehatan Dr. Siti Fadilah Supari menyatakan bahwa jumlah warga usia

lanjut di dunia maupun nasional makin meningkat. Tahun 2000, jumlah usia lanjut

di

(10)

menjadi 9,3% atau 21,1 juta jiwa. Menurut penelitian Badan Litbang Depkes pada

tahun 2005, 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan menderita osteoporosis

(keropos tulang ).Selain itu pada Badan Litbang Gizi Depkes RI tahun

2006,menunjukkan angka prevalensi

dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3% yang berarti 2 dari 5 penduduk

Indonesia berisiko terkena osteoporosis.). Tambahan pula Litbang juga

menyebutkan sedikitnya lima propinsi di Indonesia masuk kategori resiko tinggi

penderita penyakit osteoporosis. Lima propinsi tersebut adalah Sumatera Selatan,

Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Utara, dan Jawa Timur. Hasil analisa Depkes

yang dilakukan di 14 propinsi menunjukkan masalah osteoporosis telah mencapai

pada tingkat perlu diwaspadai yaitu sekitar 19,7 persen dari jumlah lansia yang

ada.

Tingginya angka resiko osteoporosis tersebut, dikatakan Menkes Siti

Fadillah Supari dalam acara pencanangan Bulan Osteoporosis Nasional dan

Tulang Kuat di Jakarta, Kamis 22 September 2005, salah satu penyebabnya yaitu

meningkatnya angka harapan hidup masyarakat Indonesia. Pada tahun 2005,

angka harapan hidup masyarakat Indonesia mencapai 67,68 tahun. Faktor lain

yang tak kalah penting adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk mencegah

datangnya penyakit itu sendiri. Hal itu ditandai dengan rendahnya konsumsi

kalsium rata-rata orang Indonesia, yakni hanya 254 mg per hari (Supari, S,F,

2005).

Selain beberapa faktor diatas, pengetahuan seorang wanita premenopause

juga sangat berpengaruh. Pengetahuan khusus sangat diperlukan, terutama

pengetahuan mengenai osteoporosis dan asupan kalsium untuk mencegahnya di

masa menopause. Wanita premenopause akan lebih mudah mengurangi

kecemasan dan mampu melalui masa menopause tanpa banyak keluhan apabila

mereka mendapatkan pengetahuan yang faktual dan akurat mengenai osteoporosis

(Mustopo, 2005).

Guna mengetahui hubungan mengenai tingkat pengetahuan wanita tentang

(11)

Pengetahuan Tentang Osteoporosis pada Wanita dalam usia Premenopause di

Kelurahan Madras Hulu“.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas,secara garis besar dapat dirumuskan

satu masalah yaitu: “Bagaimanakah tingkat pengetahuan wanita tentang

Osteoporosis pada wanita dalam usia premenopause di Medan“?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang osteoporosis pada wanita

dalam usia Premenopause di Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mengidentifikasi tingkat pengetahuan wanita tentang osteoporosis agar

wanita sedini mungkin mencegahnya.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat kepada penulis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat

pengetahuan tentang osteoporosis pada wanita dalam usia premenopause.

2. Peneliti dapat meningkatkan kemampuan di bidang penelitian serta melatih

kemampuan analisis dan kemampuan membuat karya tulis ilmiah.

1.4.2 Manfaat pada masyarakat

Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya

ibu-ibu agar lebih memperhatikan kesehatannya terutama osteoporosis pada masa

premenopause.

1.4.3 Manfaat kepada Dinas Kesehatan.

Diharapkan dapat memberikan masukkan kepada Tenaga Kesehatan dan

(12)

osteoporosis pada masa premenopause, serta memberi informasi mengenai

faktor-faktor yang harus dihindari dan yang harus diperhatikan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari

tahu yang terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan tersebut menjadi panca indera manusia yaitu indera penglihatan,

pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh dari mata dan telinga, perilaku dalam bentuk pengetahuan yakni dengan

mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Pengetahuan merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila perilaku

didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebuat akan

bersifat langgeng (long tasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari

oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif

mempunyai enam tingkatan yakni:

2.1.2 Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang diterima.

2.1.3 Memahami (Compression)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

(13)

2.1.4 Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real).

2.1.5 Analisis (Analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke

dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya antara satu sama lain.

2.1.6 Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

2.1.7 Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu suatu

criteria yang telah ada.

2.2 Tulang

2.2.1 Kalsium untuk pembentukan tulang

Tulang adalah jaringan hidup dengan matriks protein kolagen yang telah

diresapi oleh garam-garam mineral, khususnya fosfat dan kalsium. Tulang

menyokong tubuh dan memegang peranan penting pada homeostatis mineral,

khususnya fosfat dan kalsium. Protein dalam serabut-serabut kolagen yang

membentuk matriks tulang adalah kompleks. Jumlah yang adekuat dari protein

dan mineral keduanya harus tersedia untuk mempertahankan struktur tulang yang

(14)

hidroksiapatit. Garam ini membentuk kristal yang ukurannya 20 per 3 – 7 nm.

Natrium dan sejumlah kecil magnesium dan karbonat juga terdapat dalam tulang

(Ganong W.F 1983).

Selain itu,pengerasan adalah pembentukan tulang oleh kegiatan osteoblast

dan osteoklas dan penambahan garam mineral dan senyawa. Kalsium harus

tersedia untuk osifikasi .Osteoblast tidak membuat mineral ini, tetapi harus

mengambil kalsium dari darah dan mendepositkan di tulang. Secara khusus, serat

kolagen dan garam kalsium yang membantu memperkuat tulang. Bahkan, serat

kolagen dari tulang memiliki kekuatan tarik yang besar (kekuatan untuk menahan

peregangan), sementara garam kalsium,memiliki kekuatan kompresi besar

(kekuatan untuk menahan pemerasan). Tambahan pula,pembangunan tulang

bukan sahaja dipengaruhi oleh kalsium dan serat kolagen malah asupan gizi,

paparan sinar matahari, sekresi hormon, dan latihan fisik juga memainkan peranan

penting dalam pembentukan tulang. Sebagai contoh, paparan kulit dengan sinar

ultraviolet matahari membantu perkembangan tulang, karena kulit dapat

memproduksi vitamin D apabila terkena radiasi tersebut. Vitamin D diperlukan

untuk penyerapan kalsiu di usus kecil. Dengan tidak adanya vitamin ini, kalsium

kurang diserap, matriks tulang kekurangan kalsium, dan tulang-tulang cenderung

patah atau sangat lemah. Vitamin A dan C juga dibutuhkan untuk pertumbuhan

tulang normal.

Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan tulang disekresikan oleh

kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, indung telur dan testis.

Kelenjar hipofisis, mensekresikan hormon pertumbuhan (GH) yang disebut juga

somatotropin yang menstimulasi aktivitas di lempeng epifisis. Somatotropin

memainkan peranan yang penting dalam tubuh dengan merangsang pertumbuhan

otot, mempertahankan tingkat normal sintesis protein dalam semua sel tubuh,

serta membantu dalam pelepasan lemak sebagai sumber untuk hormon lain yang

berperanan dalam mempertahankan kekuatan matriks tulang. Ini adalah untuk

mengkontrol tingkat kalsium darah. Selain itu, kalsium juga diperlukan untuk

sejumlah proses metabolisme lain selain daripada pembentukan tulang seperti

(15)

kuantiti kalsium dalam darah adalah rendah, kelenjar paratiroid berespon dengan

mensekresikan hormon paratiroid (PTH). Hormon ini merangsang osteoklas untuk

memecah jaringan tulang, dan garam kalsium yang dilepaskan ke dalam darah. Di

sisi lain, jika tingkat kalsium darah terlalu tinggi, kelenjar tiroid merespon dengan

mensekresi hormon yang disebut calcitonin. Efeknya adalah antagonis dengan

hormon paratiroid; yaitu menghambat aktivitas osteoclast dengan menstimulasi

osteoblast untuk membentuk jaringan tulang (Human Phys Space).

2.2.2 Kepadatan Tulang ( Densitas Tulang )

Kepadatan tulang erat hubungannya dengan kekuatan tulang dan

perubahan-perubahan tulang yang terjadi selama kehidupan. Kepadatan tulang

meningkat selama periode pertumbuhan wanita, dan tetap berlangsung walaupun

pertumbuhan tulang telah berhenti. Pada wanita usia 35 – 40 tahun dengan

menstruasi yang teratur, kepadatan tulang tidak meningkat atau menurun.

Pertumbuhan tulang mencapai puncaknya pada usia 25 – 35 tahun untuk

tulang-tulang trabekular ( antara lain tulang-tulang belakang ) dan pada usia 35 – 40 tahun untuk

tulang-tulang kortikal. Setelah pematangan tulang selesai, kehilangan tulang

dimulai dan berlangsung terus sampai usia 85 – 90 tahun (Rahman IA dkk).

Pada periode menopause, kepadatan tulang trabekular akan menurun pada

tulang belakang yaitu 1–8% pertahun dan pada leher tulang paha terjadi

penurunan tulang kortikal sebesar 0,5–5% pertahun. Kehilangan tulang pada 5–

10 tahun setelah mengalami menopause sebesar 0,5% pertahun (Riggs BL dkk).

Seorang wanita selama kehidupannya akan kehilangan 40–50 % jumlah tulang

secara keseluruhan. Sedangkan pada pria hanya sebesar 20–30 % (Rahman IA,

dkk).

Banyaknya kehilangan massa tulang pada wanita, selain disebabkan

kenaikan usia dihubungkan juga dengan penurunan kadar estrogen dalam darah

karena penurunan fungsi dan terhentinya fungsi ovarium dan diduga penurunan

hormon progesteron ikut berperan (Rahman IA dkk). Buktinya terdapat pada ekstrak tulang dari wanita-wanita postmenopause dengan konsentrasi estrogen

(16)

meningkatkan suseptibilitas untuk fraktur. Kedua osteoklas dan osteoblas

mengekspresikan reseptor estrogen dan merupakan target langsung untuk

estrogen, tetapi keseluruhan, estrogen diklasifikasikan sebagai agen-agen

antiresoptif. Estrogen secara langsung menghambat fungsi osteoklas.

2.3 Osteoporosis 2.3.1 Definisi

Osteoporosis didefinisikan sebagai penyakit skeletal sistemik yang

ditandai dengan penurunan massa tulang dan perubahan mikroarsitektural jaringan

tulang yang mengakibatkan peningkatan fragilitas dan risiko terjadinya fraktur

(American Journal Medicine pada tahun, 1993)

Sedangkan menurut Konferensi Konsensus United States National

Institutes of Health(2000) osteoporosis sebagai penyakit metabolik tulang yang

ditandai dengan penurunan kekuatan tulang pada orang tertentu yang akan

meningkatkan risiko terjadinya fraktur.Kekuatan tulang ini mencakup kesatuan

dari densitas dan kualitas tulang.

Osteoporosis merupakan keadaan terdapat pengurangan jaringan tulang

perunit volume sehingga tidak mampu lagi melindungi atau mencegah terjadinya

fraktur terhadap trauma minimal (Harrison’s Principle of Interna Medicine

Vol.2).Pengurangan massa tulang tersebut tidak disertai dengan adanya perubahan

perbandingan antara substansi mineral dan organik tulang.

2.3.2 Epidemiologi

Menurut satu laporan Badan Kesehatan Sedunia (WHO), dianggarkan

bahwa setiap 1 dari 3 wanita memiliki kecenderungan terkena osteoporosis

ataupun terdapat kemungkinan sebanyak 67 % untuk golongan wanita

mengalaminya. Sedangkan pada pria, insidensinya lebih kecil yaitu 1 dari 7 pria

namun kemungkinan bagi orang lelaki mengalaminya juga agak tinggi dikalangan

mereka yang berumur, merokok, minum minuman keras dan kurang bersenam.

Osteoporosis memang biasanya menyerang sebagian besar wanita pasca

(17)

25 tahun berisiko terkena osteoporosis. Pada usia diatas 45 tahun percepatan

proses penyakit ini pada wanita meningkat menjadi 80 % dan sebaliknya pada pria

hanya 20 % (Anonymous, 2004).

Dengan meningkatnya usia harapan hidup maka pelbagai penyakit

degeneratif dan metabolik termasuk osteoporosis akan menjadi masalah

muskuloskeletal yang memerlukan perhatian khusus terutama di negara-negara

ang berkembang, termasuk Indonesia. Pada survey kependudukan tahun 1990,

ternyata jumlah penduduk yang berusia 55 tahun atau lebih mencapai 9,2%,

menigkat 50% dibandingkan survey tahun 1971. Dengan demikian, kasus

osteoporosis dengan berbagai akibatnya, terutama fraktur juga diperkirakan juga

akan meningkat.

Penelitian Roeshandi di Jawa Timur, mendapatkan bahawa puncak massa

tulang dicapai pada usia 30-34 tahun rata-rata kehilangan massa tulang pasca

menapouse adalah 1,4% tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik reumatologi

RSCM mendapatkan faktor risiko osteoporosis yang meliputi umur, lamanya

menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah

kadar estrogen yang tinggi.riwayat berat badan yang lebih/obesitas, asupan

kalsium dan latihan yang teratur ( Bambang Setiyohadi ).

2.3.3 Faktor resiko

Osteoporosis adalah penyakit dengan etiologi multifaktorial. Umur

merupakan salah satu faktor risiko yang terpenting yang tidak tergantung pada

densitas tulang . Setiap peningkatan umur 1 dekade setara dengan peningkatan

risiko osteoporosis 1,4-1,8 kali. Ras kulit putih dan wanita juga merupakan faktor

risiko osteoporosis. Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan pencapaian

puncak massa tulang juga merupakan faktor risiko osteoporosis, seperti sindrom

Klinefelter, sindrom Turner, terapi glukokortikoid jangka panjang dan dosis

tinggi, hipertiroidisme atau defisiensi hormon pertumbuhan. Pubertas terlambat,

aneroksia nervosa dan kegiatan fisik yang berlebihan yang menyebabkan amenore

juga berhubungan erat dengan puncak massa tulang yang tidak maksimal.

(18)

sebab itu harus diperhatikan masalah ini pada penduduk yang tinggal di daerah 4

musim. Selain kalsium dan vitamin D, defisiensi protein dan vitamin K juga

berhubungan dengan osteoporosis. Faktor hormonal juga berperanan pada

pertumbuhan tulang, termasuk hormon seks gonadal dan androgen

adrenal(dihidroepiandrosteron dan androstenedion). Aspek hormonal yang lain

berperan pada peningkatan massa tulang adalah IGF-1,25(OH)2D, reabsorbsi

fosfat anorganik di tubulus dan peningkatan fosfat serum. Faktor hormonal yang

berhubungan dengan kehilangan massa tulang adalah hiperkortisolisme,

hipertiroidisme dan hiperparatiroidisme. Faktor lain juga berhubungan dengan

osteoporosis adalah merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan.

Aspek skeletal yang harus diperhatikan sebagai faktor resiko osteoporosis

adalah densitas masa tulang, ukuran tulang, makro dan mikroarsitektur, derajat

mineralisasi dan kualitas kolagen tulang. Selain faktor risiko osteoprosis, maka

risiko terjatuh juga harus diperhatikan kerana terjatuh berhubungan erat dengan

fraktur osteoporotik. Beberapa faktor yang berhubungan dengan risiko terjatuh

adalah usia tua, ketidakseimbangan, penyakit kronik seperti sakit jantung,

gangguan neurologik, gangguan penglihatan, lantai yang licin dan sebagainya.

Faktor resiko osteoporosis (table 2.1)

Umur • Tiap peningkatan 1 dekad,risiko meningkat

1,4-1,8

Genetik

Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)

• Seks (perempuan > laki-laki) • Riwayat keluarga

• Risiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)

Hormonal dan penyakit kronik

• Defisiensi estrogen dan androgen

• Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme)

(19)

ginjal,gastrektomi)

Sumber daripada:Faktor resiko Osteoporosis Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam – edisi 4,Editor-Aru W.Sudoyo,Bambang Setiyohadi,Idrus A,Marcellus S K,Siti Setiati 1259

2.3.4 Klassifikasi

Osteoporosis dibagi menjadi :

Osteoporosis primer(involusional) dan osteoporosis sekunder.Osteoporosis

primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan osteoporosis

sekunder adalah osteoporosis yang diketahui penyebabnya. Pada tahun 1940-an

Albright mengemukakan pentingnya estrogen pada patogenesis osteoporosis.

Kemudian pada tahun 1983, Riggs dan Melton membagi osteoporosis primer atas

osteoposis tipe 1 dan tipe 2.

Osteoporosis primer tipe I atau osteoporosis post menopause dihubungkan

dengan kenaikan usia dan terjadi pada wanita setelah mengalami menopause

selama 15 – 20 tahun serta dihubungkan dengan defisiensi estrogen setelah

menopause.

Osteoporosis primer tipe II dihubungkan dengan osteoporosis senilis yang terjadi kehilangan tulang secara lambat,disebabkan oleh gangguan absorpsi

kalsium di usus kecil sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang

mengakibatkan timbulnya osteoporosis.

Belakangan ini konsep itu berubah,kerana ternyata peran estrogen juga

menonjol pada osteoporosis tipe 2. Selain pemberian kalsium dan vitamin D pada

osteoporosis tipe 2 juga tidak memberi hasil yang tidak adekuat. Akhirnya pada

tahun 1990-an, Riggs dan Melton memperbaiki hipotesisnya dan mengemukakan

bahawa estrogen menjadi faktor yang sangat berperan pada imbulnya osteoporosis

(20)

2.3.5 Gejala klinis

Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses

kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoporosis

senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-tahun tanpa kita sadari

dan tanpa disertai adanya gejala.

Gambar 1

Gejala-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti:

• patah tulang

• punggung yang semakin membungkuk

• hilangnya tinggi badan

• nyeri punggung

Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur,

maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang belakang

menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang rapuh bisa

mengalami hancur secara spontan atau kerana cedera ringan(Anonymous).

Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari

punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika

disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan

menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.

Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan

yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan

(21)

oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling

serius adalah patah tulang panggul.

Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah

persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain

itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara

perlahan(Klik dokter menuju Indonesia sehat).

2.3.6 Patogenesis

Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan

aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel

pembentuk tulang). Keadaan ini mengakibatkan penurunan massa tulang

(Manolagas SC. 2000). Ada beberapa teori yang menyebabkan deferensiasi sel

osteoklas meningkat dan meningkatkan aktivitasnya yaitu:

1. Defisiensi estrogen

2. Faktor sitokin

3. Pembebanan

1. Defisiensi estrogen

Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel osteoblas,

dan beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel

tersebut,mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti:Interleukin-1 (IL-1),

Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan

sitokin yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen

meningkatkan sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang merupakan

satu-satunya faktor pertumbuhan(growth factor) yang merupakan mediator untuk

menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel

osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen, untuk

melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin seperti tersebut diatas,

sekalipun secara tidak langsung maupun secara langsung juga berpengaruh pada

(22)

a) Efek Estrogen terhadap sel Osteoblast.

Estrogen merupakan hormon seks steroid memegang peran yang sangat

penting dalam metabolisme tulang, mempengaruhi aktivitas sel osteoblas maupun

osteoklas, termasuk menjaga keseimbangan kerja dari kedua sel tersebut melalui

pengaturan produksi faktor parakrin-parakrin utamanya oleh sel osteoblas. Seperti

dikemukakan diatas bahwasanya sel osteoblas memiliki reseptor estrogen alpha

dan betha (ERα dan ERβ) di dalam sitosol. Dalam diferensiasinya sel osteoblas

mengekspresikan reseptor betha (ERβ) 10 kali lipat dari reseptor estrogen alpha

(Erα) (Monroe DG dkk). Didalam percobaan binatang defisiensi estrogen

menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan tulang. Akan

tetapi dengan pemberian estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan

didapatkan penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a, begitu juga

selanjutnya akan terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand

(RANK-L). Di sisi lain estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan

TGF-b (Transforming Growth Factor-b) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang

lebih lanjut akan menghambat penyerapan tulang dan meningkatkan apoptosis

dari sel osteoklas (Bell, Norman H. 2003). Induksi fungsi suatu sel oleh berbagai

faktor yang sangat kompleks serta regulasinya yang berbeda-beda masih sedikit

diketahui sampai saat ini. Suatu sitokin, ligand, maupun hormon yang dapat

menghambat atau merangsang fungsi suatu sel bergantung pada berbagai hal,

diantaranya adalah tingkat aktivasi sel tersebut, sinyal yang memicu, dan waktu

(timing), seperti misalnya pada sel makrofag (Stout RD dkk). Hal yang sama

terjadi juga pada sel stroma osteoblastik dan osteoblas. Jadi tingkat aktivasi dari

sel stroma osteoblastik bergantung pada kontak antara reseptor dan ligand.

Estrogen merupakan salah satu yang berfungsi menstimulasi ekspresi gene dan

produksi protein pada sel osteoblastik manusia, seperti misalnya produksi OPG,

RANK-L, dan IL-6 (Hofbauer LC dkk).Besar kecilnya protein yang diproduksi bergantung pada aktivasi sel stroma osteoblastik.Efek biologis dari estrogen

(23)

estrogen receptor-related receptor a (ERRa), reseptor estrogen α, β (ERα, ERβ).

Sub tipe reseptor inilah yang melakukan pengaturan homeostasis tulang dan

berperan akan terjadinya osteoporosis(Quaedackers ME dkk ).Dalam sebuah studi

didapatkan bahwa kemampuan estrogen mengatur produksi sitokin sangat

bervariasi dari masing-masing organ maupun masing-masing spesies, begitu juga

terhadap produksi dari IL-6. Dikatakan produksi dari IL-6 pada osteoblas manusia

(human osteoblast) dan stromal sel sumsum tulang manusia (human bone marrow

stromal cells), terbukti diinduksi oleh IL-1 danTNFa, tidak secara langsung oleh

steroid ovarium. Dengan demikian dimungkinkan pada sel stroma osteoblastik

dan sel osteoblas terjadi perbedaan tingkat aktivasi sel, sehingga akan terjadi

perbedaan produksi dari protein yang dihasilkannya seperti misalnya: IL-6,

RANK-L, dan OPG, dengan suatu stimulasi yang sama.

b) Efek estrogen pada sel osteoklas

Dalam percobaan binatang, defisiensi estrogen akan menyebabkan

terjadinya osteoklastogenesis yang meningkat dan berlanjut dengan kehilangan

tulang. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian estrogen. Dengan defisiensi

estrogen ini akan terjadi meningkatnya produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-a yang

lebih lanjut akan diproduksi M-CSF dan RANK-L. Selanjutnya RANK-L

menginduksi aktivitas JNK1 dan osteoclastogenic activator protein-1, faktor

transkripsi c-Fos dan c-Jun. Estrogen juga merangsang ekpresi dari OPG dan

TGF-boleh sel osteoblas dan sel stroma, yang selanjutnya berfungsi menghambat

penyerapan tulang dan mempercepat/ merangsang apoptosis sel osteoklas. Jadi

estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan pengaruh

secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung estrogen

mempengaruhi proses deferensiasi, aktivasi, maupun apoptosis dari osteoklas (

Bell, Norman H. 2003 ).Dalam deferensiasi dan aktivasinya estrogen menekan

ekspresi RANK-L, MCSF dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya

ikatan kompleks antara RANK-L dan RANK, dengan memproduksi reseptor

OPG, yang berkompetisi dengan RANK. Begitu juga secara tidak langsung

(24)

osteoklas seperti: IL-6, IL-1, TNF-a, IL-11 dan IL-7. Terhadap apoptosis sel

osteoklas, secara tidak langsung estrogen merangsang osteoblas untuk

memproduksi TGF-b, yang selanjutnya TGF-b ini menginduksi sel osteoklas

untuk lebih cepat mengalami apoptosis. Sedangkan efek langsung dari estrogen

terhadap osteoklas adalah melalui reseptor estrogen pada sel osteoklas, yaitu

menekan aktivasi c-Jun, sehingga mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor

osteoklas dan menekan aktivasi sel osteoklas dewasa(Oursler MJ. 2003).

2. Faktor Sitokin

Pada stadium awal dari proses hematopoisis dan osteoklastogenesis,

melalui suatu jalur yang memerlukan suatu mediator berupa sitokin dan faktor

koloni-stimulator (Manolagas SC. 2000). Diantara group sitokin yang

menstimulasi osteoklastogenesis antara lain adalah: IL-1, IL-3, IL-6,Leukemia

Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin M (OSM),Ciliary Neurotropic Factor (CNTF),

Tumor Necrosis Factor (TNF), Granulocyte Macrophage-Colony Stimulating

Factor (GM-CSF), dan Macrophage-Colony Stimulating Factor (M-CSF).

Sedangkan IL-4, IL-10,IL-18, dan interferon-g, merupakan sitokin yang

menghambat osteoklastogenesis. Interleukin-6 merupakan salah satu yang perlu

mendapatkan perhatian,oleh karena meningkatnya IL-6 terbukti memegang

peranan akan terjadinya beberapa penyakit, antaranya berpengaruh pada

remodeling tulang dan terjadinya penyerapan tulang berlebihan baik lokal maupun

sistemik (Manolagas SC. 2000). Sebetulnya tahun 1998 telah dikemukakan

adanya hubungan antara sitokin, estrogen, dan osteoporosis pascamenopause.

Dikatakan terjadi peningkatan kadar dan aktivitas sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6,

TNF-a) secara spontan apabila fungsi ovarium menurun, misalnya pada masa

menopause.Bagaimana mekanisme secara pasti hubungan penurunan estrogen

dengan peningkatan sitokin ini belum diketahui secara jelas. Tetapi ini diduga erat

hubungannya dengan interaksi dari reseptor estrogen (ER = Estrogen Receptor)

dengan faktor transkripsi, modulasi dari aktivitas nitrik-oksid (NO), efek

antioksidan, aksi plasma membran, dan perubahan dalam fungsi sel imun. Maka

(25)

massa tulang dengan peningkatan sitokin proinflamasi ini. Kemudian ditemukan

lagi bahwa, terjadinya diferensiasi turunan sel monosit menjadi sel osteoklas

dewasa/matang dirangsang oleh: tumor necrosis factor related factor yang disebut,

RANK-L atau dengan nama lain,OPGL atau ODF (Osteoclast Diferentiation

Factors) (Jones DH dkk). Bahkan dikatakan bahwa RANK-L memegang peran yang sangat esensial dalam pembentukan sel osteoklas dan lebih lanjut akan

menyebabkan penyerapan tulang. Melalui studi genetik dan biokemis RANK-L

mengatur diferensiasi osteoklas, dengan mengaktifkan reseptor RANK, melalui

peran dari faktor transkripsi:c-Jun.Sebuah studi dengan menggunakan tikus

mendapatkan bahwa estrogen (E2) menyebabkan menurunnya osteoklastogenesis,

akibat menurunnya respons prekursor osteoklas terhadap RANK-L; yang lebih

lanjut akan menurunkan aktivasi dari ensim Jun N-terminal kinase 1 (JNK1), yang

selanjutnya akan mengakibatkan menurunnya produksi faktor transkripsi

osteoklastogenik c-Fos dan c-Jun. Dan molekul yang dapat diblokade aktivitasnya

oleh OPG disebut: OPG ligand atau ODF atau yang kemudian lebih dikenal

dengan RANK-Ligand, berperan sangat penting sebagai kunci mediator dalam

osteklastogenesis. RANK-L dan osteoprotegerin merupakan suatu parakrin yang

mengatur metabolisme tulang dan fungsi vaskuler. RANK-L merupakan suatu

mediator yang meningkatkan penyerapan tulang pada wanita pascamenopause.

Malahan terakhir dibuktikan bahwa RANK-L merupakan salah satu faktor risiko

secara biomolekuler akan terjadinya osteoporosis pada wanita pascamenopause

defisiensi estrogen. RANK-L yang merupakan salah satu famili dari TNF disebut

juga: OPG-L, TNF-Related Activation Induced Cytokine (TRANCE), ODF dan

memiliki reseptor RANK yang merupakan kunci pengaturan remodeling tulang

dan sangat esensial dalam perkembangan dan aktivasi dari osteoklas.Terjadinya

diferensiasi sel osteoklas dari hemopoitik progenitor bergantung pada reseptor

yang terdapat pada membran sel osteoklas yang disebut RANK yang terbukti

bahwa pengaturan transkripsinya oleh NF kappaB.Sedangkan sel stroma

osteoblastik mengekspresikan pada permukaannya L. Selanjutnya

RANK-L berikatan dengan RANK pada permukaan sel osteoklas progenitor untuk

(26)

mensekresi suatu substansi yang larut dan mengambang, yang berfungsi sebagai

reseptor dan dapat juga mengikat RANK-L yang disebut OPG. OPG dapat beraksi

sangat poten sebagai penghambat pembentukan osteoklas dengan cara berikatan

dengan RANK-L,sehingga mencegah interaksi antara RANK-L dengan RANK

pada progenitor osteoklas.Ketiganya yaitu RANK-L, RANK, dan OPG

merupakan molekul esensial yang merupakan protein superfamili dari

TNF-TNFR. RANK dan RANK-L merupakan protein yang menyerupai molekul sitokin

yang berikatan pada membran (membrane-boundcytokine-like molecules).

Sedangkan OPG yang sangat poten sebagai penghambat proses osteoklastogenesis

dan penyerapan tulang baik in vitro maupun in vivo, melalui kemampuannya

sebagai reseptor umpan (decoyreceptor) yang dapat berikatan dengan

RANK-L,sehingga dihambat terjadinya interaksi antara RANK-L dan RANK. Dalam

implikasinya RANK-L merangsang terjadinya fusi dari sel prekursor yang

mononukler menjadi sel multinuklear, kemudian memacu untuk berdiferensiasi

menjadi sel osteoklas dewasa, perlengketannya pada permukaan tulang, dan

aktivitasnya menyerap tulang, dan bahkan lebih lanjut mempertahankan

kehidupan osteoklas dengan cara memperlambat terjadinya apoptosis. RANK-L

diekspresi paling banyak oleh osteoblas dan sel lapisan mesenchim. Selain itu

diekspresi juga oleh sel periosteal, kondrosit, sel endotelial, dan juga oleh sel T

aktif.

3. Pembebanan

Tulang merupakan jaringan dinamik yang secara konstan melakukan

remodeling akibat respon mekanik dan perubahan hormonal. Remodeling tulang

terjadi dalam suatu unit yang dikenal dengan bone remodeling unit, yang

merupakan keseimbangan dinamik antara penyerapan tulang oleh osteoklas dan

pembentukan tulang oleh osteoblas. Remodeling ini dimulai dari perubahan

permukaan tulang yang pasif (quiescent) menjadi perubahan permukaan tulang

yang mengalami resorpsi. Disini sebetulnya sel osteosit memegang peranan

penting dalam menginisiasi remodeling tulang dengan mengirimkan sinyal lokal

(27)

kanalikuler.Osteosit adalah sel osteoblas yang terkubur dalam lakuna dan

termineralisasi dalam matriks tulang dengan morfologi stellate, dengan tonjolan

dendritic yang merupakan penonjolan plasma membran dan berfungsi sebagai

sistem syaraf. Sel osteosit jumlahnya 10 kali dari jumlah sel osteoblas. Osteosit

melalui penonjolan plasma membran (panjang 5 Ð 30 mm) dalam kanalikuli dapat

berkomunikasi dengan osteoblas. Selanjutnya osteoblasberkomunikasi dengan sel

dalam sumsum tulang dengan memproyeksikan selnya ke sel endotil di sinusoid,

dengan demikian lokasi strategis osteosit menjadikan sel ini sebagai kandidat sel

mekanosensori untuk deteksi kebutuhan tulang,menambah atau mengurangi massa

tulang selama adaptasi fungsi skeletal. Osteosit juga mempunyai kemampuan

deteksi perubahan aliran cairan interstisial dalam kanalikuli yang dihasilkan akibat

pembebanan mekanik dan deteksi perubahan kadar hormon, oleh karena itu

gangguan pada jaringan osteosit meningkatkan fragilitas tulang (Manolagas SC

dkk).Pembebanan mekanik pada tulang (skletal load) menimbulkan stres mekanik

dan strain atau resultant tissue deformation yang menimbulkan efek pada jaringan

tulang yaitu membentukan tulang pada permukaan periosteal sehingga

memperkuat tulang dan menurunkan bone turnover yang mengurangi penyerapan

tulang. Dengan demikian pembebanan mekanik dapat memperbaiki ukuran,

bentuk, dan kekuatan jaringan tulang dengan memperbaiki densitas jaringan

tulang dan arsitektur tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses

seluler yang memerlukan sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan

mekanik. Informasi pembebanan ini harus dikomunikasikan ke sel efektor yang

akan membuat tulang baru dan merusak tulang yang tua (Liswati H 2007).

2.3.8 Terapi untuk Osteoporosis 1. Pengobatan Hormonal Estrogen

Pengobatan wanita postmenopause dengan estrogen akan menghentikan

kehilangan tulang (perlindungan terhadap terjadinya osteoporosis) pada wanita

usia 50, 60 atau 70 tahun. Terapi estrogen dihentikan bila tidak ada peningkatan

(28)

pada kasus osteoporosis.Estrogen dianggap dapat menghambat resorpsi tulang,

terapi pemberian estrogen sebagai pencegahan terhadap osteoporosis berdasarkan

observasi sebagai berikut :

1) Kejadian osteoporosis meningkat postmenopause.

2) Wanita yang mengalami ooforektomi bilateral memperlihatkan gejala

osteoporosis lebih dini dan hebat.

3) Penderita yang mengalami osteoporosis umumnya berkurang dengan

pemberian estrogen.

Pemberian estrogen merupakan dasar pencegahan dan pengobatan

kehilangan tulang postmenopause. Studd dkk. telah membuktikan bahwa terdapat

korelasi bermakna antara kadar estradiol dengan persentasi kenaikan densitas

tulang belakang 1 tahun setelah pemberian implan 75 mg estradiol dan 100 mg

testosteron. Pemberian estrogen oral, transdermal atau implan kesemuanya dapat

meningkatkan densitas tulang secara bermakna dan secara epidemiologik

dibuktikan bahwa terapi ini menurunkan angka kejadian patah tulang oleh karena

osteoporosis pada panggul dan tulang punggung.

Belum ada kesepakatan, bagaimana estrogen dapat mencegah kehilangan

tulang dan masih merupakan teori. Kemungkinan estrogen mencegah osteoporosis

dengan cara sebagai berikut:

1) Estrogen menempati reseptor osteoklas yang akan mempengaruhi fungsi

osteoklas dalam menurunkan kehilangan tulang.

2) Estrogen menurunkan kecepatan perubahan tulang normal yang

menyebabkan efek positif terhadap keseimbangan kalsium.

3) Estrogen akan memperbaiki absorpsi kalsium.

4) Estrogen mengatur produksi interleukin 1 dan 6 yang merupakan “bone

resorbing”. Estrogen juga mengatur bahan-bahan yang merangsang

pembentukan tulang seperti Insulin like growth factor I dan II, serta

Growth factor beta.

5) Estrogen merangsang sintesa kalsitonin yang dapat menghambat resorpsi

tulang.

(29)

Ada beberapa keadaan yang harus diperhatikan sebelum memulai

pemberian estrogen pada wanita untuk mencegah proses osteoporosis yang

progresif antara lain adalah keadaan tekanan darah, hasil pemeriksaan sitologi

(pap’s smear), pembesaran uterus, adanya varises yang berat di ekstremitas bagian

bawah, adanya obesitas, fungsi kelenjar tiroid ( BMR ), kadar Hb, kolesterol total,

HDL, trigliserida, kalsium, fungsi hati.Beberapa prinsip pemberian estrogen yang

dapat dijadikan patokan adalah :

1) Mulailah selalu dengan estrogen lemah ( estriol ) dan dengan dosis rendah

yang efektif.

2) Pemberian estrogen dilakukan secara siklik.

3) Usahakan selalu pemberian estrogen dikombinasi dengan progesteron.

4) Perlunya diberikan pengawasan ketat selama pemberian (6 – 12 bulan)

5) Apabila selama pemberian estrogen tersebut terjadi perdarahan atopik,

maka perlu dilakukan dilatasi dan kuretase.

6) Dilakukannya kerjasama dengan bagian Penyakit Dalam apabila dalam

masa pengobatan atau sebelum masa pengobatan ditemukan adanya

keluhan nyeri dada, hipertensi kronik, hiperlipidemia, dan Diabetes

Mellitus atau peningkatan kadar gula darah.

Secara epidemiologik manfaat estrogen dalam pengobatan hormon

pengganti pada wanita dapat menurunkan risiko terjadi patah tulang belakang

sampai 90% dan fraktur Colley’s dan paha sampai 50%. Dosis minimum estrogen

yang disarankan untuk mempertahankan tulang adalah 0,625 mg dan 1 – 2 mg

estradiol per hari dan hanya diperlukan setengah dosis bila digabung dengan

kalsium. Dari kepustakaan dikatakan bahwa pemberian estrogen jangka pendek

sekitar 6 – 10 tahun tidak efektif, sedangkan pemberian 7 tahun saja hanya

memberikan efek pencegahan patah tulang panggul selama 10 – 20 tahun.Adapun

standar dosis estrogen yang dibutuhkan untuk mencegah kehilangan massa tulang

(30)

Tabel (2.2 )

Standar dosis estrogen yang dianjurkan

Dikutip dari: J. of Pediatrics, obstet.gyn May / June 1993

Ada beberapa rute pemberian estrogen sebagai terapi sulih hormon, yaitu :

1) Oral : tablet kombinasi yang terpisah atau tergabung antara estrogen dan

progestogen.

2) Parenteral : transdermal (patch atau jel), implan subkutan, injeksi

intramuskular, krim/tablet topikal.

Estrogen oral mengalami metabolisme lintas pertama di hati, diubah

menjadi estron. Campuran estron dan estradiol (30 %) banyak dibuang lewat

empedu. Untuk mengatasi bioavailabilitas yang rendah ini, preparat terapi sulih

hormon oral mengandung estrogen dengan dosis lebih tinggi dibandingkan dosis

dalam sediaan transdermal.

2. Pengobatan non hormonal 1. Inhibitor penyerapan tulang

a. Kalsitonin

Kalsitonin menurunkan kehilangan lebih lanjut tulang pada vertebrae dan

femur yang ditemukan pada keadaan osteoporosis, tetapi efeknya pada frekuensi

fraktur belum dipublikasikan. Kalsitonin dapat menimbulkan efek analgesik pada

penderita dengan kesakitan akut yang terjadi pada fraktur vertebrae. Jenis terapi

dalam bentuk suntikan atau semprotan pada hidung (nasal spray). Kalsitonin

tampak jelas dalam dalam menghambat kerusakan tulang lebih lanjut pada

osteoporosis yang dicetuskan oleh glukokortikoid. Kalsitonin diberikan sebagai

Estrogen Standar dosis

(31)

terapi alternatif pada wanita yang tidak dapat atau tidak merespon terhadap

estrogen.

b. Bifosfonat

Data-data menunjukkan bahwa bifosfonat mengurangi kehilangan tulang

selama tahun pertama menopause dan penderita yang menngalami osteoporosis

karena terapi glukokortikoid.

c. Kalsium

Pentingnya masukan kalsium pada seluruh fase kehidupan memang sudah

dibuktikan. Kalsium merupakan bahan dasar bagi pertumbuhan tulang secara

alamiah. Bagaimanapun masukan kalsium yang tinggi tidak akan menggantikan

terapi estrogen dalam mengurangi kecepatan kehilangan tulang selama masa

klimakterium.

Tabel (2.3)

Asupan kalsium yang dianjurkan mengikut umur, kelamin dan hormone.

Usia Jumlah Kalsium Harian

Bayi

Lahir sampai 6 bulan 400mg

Enam bulan sampai 1 tahun 600mg Anak-anak / Dewasa Muda

Satu sampai 10 tahun 800 - 1.200 mg

11-24 tahun 1.200 - 1.500 mg

Wanita Dewasa

Hamil atau Menyusui 1.200 - 1.500 mg 25-49 tahun (premenopause) 1.000 mg

50-64 tahun (menopause menggunakan estrogen atau hormon yang serupa)

1.000 mg

50-64 tahun (pascamenopause tidak mengambil hormon estrogen atau serupa)

(32)

2. Stimulasi pembentukan tulang

a. Fluorida

Fluorida menstimulasi osteoblast dan meningkatkan kekompakan massa

tulang. Bagaimanapun efeknya pada insiden fraktur masih kontroversi dan

mungkin tidak saling berhubungan. Pada penelitian klinik terbaru didapatkan

bahwa masukan 75 mg sodium fluorida perhari, akan ditemukan peningkatan

massa tulang trabekula pada vertebrae.

b. Anabolik steroid

Diduga pembentukan anabolik steroid dapat meningkatkan massa tulang

pada osteoporosis. Penggunaan jangka panjang dapat mempunyai efek samping

termasuk sterilisasi seperti efek sampingnya pada metabolisme karbohidrat dan

lemak serta pada fungsi hati.

c. Hormon parathiroid

Data menunjukkan bahwa adanya peningkatan massa tulang selama

penyelidikan klinik berkelanjutan pada penggunaan hormon ini seperti terapi

anabolik.

d. Bahan lain.

Efek positif dari 1,25 dihidroxyvitamin D

3 dan 1 α hidroxyvitamin D pada

insiden fraktur nyata pada beberapa studi dalam hal subyek osteoporosis yang

menunjukkan penyerapan kalsium, terutama pada usia muda dan mereka dengan

masukan kalsium rendah.

e.Olah raga

Modifikasi gaya hidup harus menjadi salah satu pengobatan anda. Olah

raga yang teratur akan mengurangi patah tulang akibat osteoporosis. Olah raga

yang di rekomendasikan termasuk disalamnya adalah jalan kaki, bersepeda,

(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian.

Berdasarkan tujuan dari penelitian di atas,maka kerangka konsep dalam penelitian adalah :

3.2 Definisi Operasional

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan tentang osteoporosis pada wanita dalam usia premenopause.

3.2.1. Wanita premenopause

Wanita yang sekitar 46-55 tahun ialah wanita yang berada dalam fase

klimakterium yaitu suatu periode dimana terjadi penurunan fungsi ovarium yang

dimulai pada umur 46-55 tahun. Klimakterium merupakan keadaan yang

berlangsung beberapa tahun sebelum dan sesudah menopause.

3.2.2. Pengetahuan tentang cara untuk mencegah Osteoporosis. a. Definisi

Pengetahuan tentang pencegahan Osteoporosis adalah pengetahuan yang

meliputi pengertian tentang Osteoporosis.

b. Cara pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan metode wawancara. c. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner d. Hasil pengukuran

Pengetahuan wanita premenopause

(34)

Hasil pengukuran dinyatakan dalam tingkat pengetahuan. Tingkat

pengetahuan dikelompokan berdasarkan kategori berikut : ( Pratomo,1990)

Tingkat Pengetahuan Nilai

Baik Bila nilai yang diperoleh >12

Sedang Bila nilai yang diperoleh 6-11

Kurang Bila nilai yang diperoleh 0 - 5

e. Skala pengukuran

Tingkat pengetahuan dinyatakan dalam skala ordinal(ranking)

(35)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang akan menggambarkan

tingkat pengetahuan tentang osteoporosis pada wanita dalam usia premenopause

di Kelurahan Madras Hulu,Medan selama tahun 2010. Penelitian ini dilakukan

dengan pendekatan cross sectional dimana data diambil hanya sekali bagi tiap

subyek pada saat wawancara.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Madras Hulu, Medan.Waktu

pengambilan data direncanakan pada bulan Augustus – Oktober, 2010.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi dari penelitian ini adalah wanita dalam periode premenopause

yang berusia antara 46-55 tahun yang tinggal di Kelurahan Madras Hulu.

4.3.2. Sampel

Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah wanita yang berumur sekitar 46-55 tahun yang menetap di kelurahan Madras Hulu, Medan dan

memenuhi criteria inklusi serta tidak ( potong lintang ) dimana pengambilan

termasuk dalam kriteria eksklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Kriteria Inklusi

1) Wanita yang berumur antara 46-55 tahun.

2) Wanita yang menetap di Kelurahan Madras Hulu yang sedang melalui

(36)

3) Bersedia menjadi sampel penelitian dengan menandatangani lembar

persetujuan setelah penjelasan ( informed consent ).

b) Kriteria Eksklusi

1) Wanita yang berumur kurang dari 46 tahun

2) Wanita yang sudah menopause.

3) Wanita yang mempunyai kondisi fisik (berpenyakit) dan mental yang

tidak sesuai untuk dijadikan sampel penelitian.

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara simple randomized

sampling dimana semua sampel yang didapat dan memenuhi criteria

pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang

diperlukan terpenuhi. Menurut Notoatmodjo (2005), untuk mencapai jumlah

sampel dari populasi yang jumlahnya lebih kecil dari 10.000, dapat dihitung

berdasarkan rumus :

d = tingkat kepercayaan/ ketepatan yang diinginkan (0,1)

Hasil dari asumsi, jumlah populasi wanita dalam usia sekitar 46-55 tahun

di Kelurahan Madras Hulu adalah 423 orang, maka sekurang-kurangnya 81 orang

diperlukan untuk mengikuti penelitian ini. Dalam penelitian ini saya telah

menambahkan 19 orang sampel lagi menjadikanya 100 sampel. Ini adalah untuk

menambahkan keakuratan hasil penelitian dan juga memudahkan perkiraan.

(37)

4.4 Metode Pengumpulan Data

4.4.1. Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang didapat langsung dari responden. Pengumpulan data

dilakukan melalui wawancara langsung dengan kuesionar kepada sampel

penelitian.

4.4.2. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data ( Notoatmodjo, 2005 ).

Instrumen penelitian ini berupa kuesionar sebagai alat bantu dalam

pengumpulan data yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan semi terbuka dan

tertutup untuk mengumpulkan data tingkat pengetahuan responden tentang

osteoporosis.

4.4.3. Teknik Skoring dan Skala

Dalam penelitian ini, kuesionar yang digunakan adalah kuesionar

mengetahui tentang tingkat pengetahuan tentang osteoporosis pada wanita dalam

usia premenopause di Kelurahan Madras Hulu. Kuesionar berisi

15 pertanyaan.

Tabel 4.1 Penentuan Nilai dari Kuesionar Pengetahuan ( Nilai 0-15 )

Pertanyaan No. 1 s.d. 15

Jawaban benar bernilai 1

Jawaban salah bernilai 0

Setelah seluruh kuesionar dinilai sesuai dengan table diatas, maka tingkat

(38)

• Baik, apabila nilai yang diperoleh 80% dari nilai tertinggi • Sedang, apabila nilai yang diperoleh 40-75% dari nilai tertinggi • Kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari nilai tertinggi

Berdasarkan skala pengukuran di atas, maka kategori pengetahuan dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 4.2 Kategori dari kuesionar Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan

Nilai

Baik Bila nilai yang diperoleh 12

Sedang Bila nilai yang diperoleh 6-11

Kurang Bila nilai yang diperoleh 0 - 5

4.5 Metode Analisis Data

Pengolahan data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif, dengan

menggunakan Program Statistic Package for Social Science ( SPSS ). Data

(39)

BAB 5

METODOLOGI PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian.

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah Kelurahan Madras Hulu. Kelurahan Madras Hulu merupakan salah satu kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan

Polonia, Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Berdasarkan luas geografinya,

Kecamatan Medan Polonia memiliki luas wilayah sebesar 9,01 km² yang terletak

sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamata

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan

Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Medan,pada

tahun 2001,jumlah penduduk di Kecamatan Medan Polonia adalah sebesar

46.316 jiwa.

Jumlah penduduk di Kelurahan Madras Hulu adalah 4.710 jiwa dengan

luas wilayah sebesar 10 hac. Sebahagian besar penduduk di Kelurahan Madras

Hulu adalah adalah wanita sebanyak 2.389 orang (50.72%). Sementara penduduk

berjenis kelamin laki-laki sejumlah 2.321 orang (49.28%).

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden.

Dalam penelitian ini, responden yang terpilih adalah sebanyak 100 subjek. Dari keseluruhan responden, gambaran karakteristik responden yang

(40)

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan usia

terbesar pada usia 46 tahun yaitu sebanyak 14 orang (14%) dan terendah pada

kelompok usia 55 tahun yaitu sebanyak 6 orang (6%).

(41)

tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Atasan (SLTA) yaitu 52 orang (52%) dan

terendah adalah pada kelompok Perguruan Tinggi yaitu 2 orang sebesar (2%).

5.1.3 Hasil Analisa Data

Data lengkap distribusi jawaban kuesioner responden pada variable pengetahuan dapat dilihat di table 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel pengetahuan.

Jawaban responden

No. Pertanyaan/pernyataan Benar Salah

f % f %

1. Menopause adalah berhentinya menstruasi atau 93 93 7 7

putusnya haid pada wanita untuk selamanya

2. Menopause terjadi antara usia 45-50 tahun 84 84 16 16

3. Menopause menyebabkan wanita osteoporosis 61 61 39 39

4. Osteoporosis merupakan kehilangan massa 81 81 19 19

tulang(keropos tulang)

5. Golongan wanita lebih ramai dan mudah 78 78 22 22

menghidapi Osteoporosis (keropos tulang).

6. Kurangnya aktivitas atau olahraga meningkatkan 64 64 36 36

terjadinya osteoporosis.

7. Berkurangnya tinggi badan secara tiba-tiba 61 61 39 39

merupakan tanda dan gejala osteoporosis.

8. Keju dan susu adalah makanan mengandung 79 79 21 21

kalsium yang dapat mencegah osteoporosis.

9. Osteoporosis menyebabkan tubuh menjadi bungkuk 79 79 21 21

(42)

dan gejala osteoporosis bagi wanita tua.

11. Tulang yang pertama mengalami osteoporosis 70 70 30 30

(keropos tulang) adalah tulang belakang .

12. Asupan kalsium yang cukup dapat 82 82 18 18

mempertahankan kepadatan tulang.

13. Paparan sinar matahari pagi membantu tubuh 75 75 25 25

menghasilkan vitamin D yang membantu

penyerapan kalsium dalam tubuh serta mengatasi

Osteoporosis.

14. Merokok dapat mempercepat osteoporosis. 66 66 34 34

15. Wanita yang konsumsi alkohol atau minuman 81 81 19 19

keras dapat memperlambatkan osteoporosis.

Berdasarkan tabel di atas, pertanyaan/pernyataan yang paling banyak dijawab benar adalah pertanyaan tentang maksud menopause yaitu menopause

adalah berhentinya menstruasi atau putusnya haid pada wanita untuk selamanya

yaitu sebanyak 93 orang sebesar 93%. Sedangkan pertanyaan yang paling banyak

dijawab salah adalah pertanyaan tentang menopause menyebabkan wanita

osteoporosis sebanyak 39 orang yaitu sebesar 39% dan juga soalan mengenai

berkurangnya tinggi badan secara tiba-tiba merupakan tanda dan gejala

osteoporosis (keropos tulang) sebanyak 39 orang yaitu sebesar 39%.

Berdasarkan hasil uji tersebut, maka tingkat pengetahuan responden tentang

(43)

Tabel 5.4 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan

Dari tabel di atas,dapat dilihat bahawa tingkat pengetahuan dengan

kategori baik memiliki persentase paling besar yaitu 60%. Tingkat pengetahuan

yang dikategori sedang sebesar 37% dan tingkat pengetahuan yang dikategori

kurang sebesar 3%.

5.2 Pembahasan.

5.2.1 Tingkat Pengetahuan

Menurut Roger (1974) dalam Notoadmojo (2003), pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Dari hasil analisa data dapat dilihat bahawa tingkat pengetahuan masyarakat di

Kelurahan Madras Hulu Medan mengenai Osteoporosis berada dalam kategori

baik,hal ini mungkin ada kaitannya dengan faktor usia yang dapat dilihat pada

tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan kelompok usia.

Tingkat Pengetahuan

Usia Baik Sedang Kurang Total f % f % f %

46-50 45 45 19 19 0 0 64 51-55 15 15 18 18 3 3 36 Total 60 60 37 37 3 3 100

Dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan yang dikategorikan baik paling banyak terdapat pada kelompok usia diantara 46-50 tahun (45%),

Tingkat Pengetahuan f %

(44)

tingkat pengetahuan yang dikategorikan sedang paling banyak pada kelompok

usia 46-50 tahun juga (19%). Sedangkan tingkat pengetahuan yang kurang paling

banyak terdapat pada usia 51-55 tahun (3%). Dari hasil penelitian yang dilakukan

oleh Ardita Popy Darwis dari Universitas Ponorogo Muhammadiyah (2008)

Wanita premenopause memiliki tingkat pengetahuan buruk disebabkan karena

rendahnya pendidikan, kurangnya informasi tentang osteoporosis dan

bertambahnya usia.

Tabel 5.6 Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat pendidikan terakhir. banyak terdapat pada kelompok lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atasan (48%),

tingkat yang dikategorikan sedang paling banyak pada kelompok lulusan Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama (26%). Sedangkan tingkat pengetahuan yang kurang

paling banyak terdapat pada kelompok lulusan sekolah dasar sahaja (3%). Dari

hasil penelitian yang dilakukan oleh Ardita Popy Darwis dari Universitas

Ponorogo Muhammadiyah (2008) wanita premenopause memiliki tingkat

pengetahuan buruk disebabkan karena rendahnya pendidikan. Dikatakan bahawa

pada kelompok yang berpendidikan lebih tinggi akan memberikan tingkat

pengetahuan tentang Osteoporosis yang lebih baik dibandingkan dengan

kelompok pendidikan rendah.

Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardita Popy

Gambar

Tabel (2.2 ) Standar dosis estrogen yang dianjurkan
Tabel (2.3) Asupan kalsium yang dianjurkan mengikut umur, kelamin dan hormone
Tabel 4.2  Kategori  dari  kuesionar  Pengetahuan
Tabel 5.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir
+4

Referensi

Dokumen terkait

memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap audit delay yang artinya jenis. industri financial cenderung lebih cepat dalam mempublikasikan

Di antaranya adalah : optimisasi source, sumber daya manusia, pemilihan tipe perangkat lunak, keterlibatan pemakai dalam pengembangan, dan evaluasi IT.. Analisa beberapa

dukungan tingkat fisik (PD) yang tinggi untuk menjalankan kegiatan pekerjaan pada bagian proses manufaktur tersebut guna mencapai tingkat keberhasilan output (OP)

Petugas harus memahami keamanan laboratorium dan tingkatannya, mempunyai sikap dan kemampuan untuk melakukan penanganan sehubungan dengan pekerjaanyaa

Sementara itu, produk turunan tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan, oleh karena itu perlu dikaji perilaku dari

Dalam hal persyaratan ketebalan pipa pada ayat (4) tidak dapat dipenuhi, Jarak Minimum ditetapkan 3 (tiga) meter, dengan ketentuan faktor desain sebagaimana dimaksud pada

Analisis penetapan Ru dalam cuplikan rasa air hasil ekstraksi campuran rutenium-uranium dapat dilakukan dengan metoda nyala spektrofotometri serapan atom yaitu dengan metoda

Kajian transformasi pembangunan di pekan kecil ini dijangka dapat menyumbang ke arah memahami dengan lebih mendalam berkenaan isu yang timbul, menilai aras kesejahteraan