• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Faktor-faktor Perilaku Ibu Dalam Pemeriksaan Pap Smear Di Poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Faktor-faktor Perilaku Ibu Dalam Pemeriksaan Pap Smear Di Poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI

RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH :

NIM : 061000094

BETA LIANA PUTRI NASUTION

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI

RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM : 061000094

BETA LIANA PUTRI NASUTION

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI

RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM : 061000094

BETA LIANA PUTRI NASUTION

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim penguji Skripsi Pada Tanggal 28 Juli 2012 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua penguji Penguji I

Drs. Edy Syahrial, MS

NIP. 19590713 198703 1 001 NIP. 19690922 199403 2 002 Lita Sri Andayani SKM, Mkes

Penguji II Penguji III

dr. Taufik Ashar, MKM

NIP. 19780331 200312 1 001 NIP. 19611024 199003 1 003 Drs. Tukiman, MKM

Medan, Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, Dekan,

(4)

ABSTRAK

Kanker serviks banyak diderita oleh kaum wanita dan 65% penderita sudah berada di stadium lanjut (Darmindro dkk, 2007). Salah satu metode untuk mendeteksi secara dini kanker serviks adalah dengan pemeriksaan Pap Smear. Di RSUD Dr

Pirngadi Medan RSUD bagian ginekologi diperoleh data pasien yang memeriksakan

diri ke rumah sakit dan suspek kanker leher rahim mulai dari januari hingga November 2011 sebanyak 1100 orang.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling purposive. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang melakukan pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan sebanyak 1100 orang dan jumlah sampel sebagai responden diambil sebanyak 63 orang. Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi responden yaitu pengetahuan umumnya berada pada kategori baik yaitu sebanyak 34 orang (54,0%). Untuk sikap responden umumnya berada pada kategori sikap baik yaitu sebanyak 63 orang (100%). Untuk faktor pemungkin yang berupa biaya sebagian besar responden menyatakan tidak mengeluarkan biaya dalam melakukan pemeriksaan Pap Smear sebanyak 53 responden (84,1%), untuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan di poli ginekologi RSUD Dr Pirngadi sebanyak 47 responden (74,6%) menyatakan baik, untuk media informasi 13 responden (20,6%) yang pernah mendapatkan informasi Pap Smear dari televisi. Untuk faktor penguat yaitu sebanyak 62 responden (98,4%) menyatakan mendapat dukungan keluarga dalam melakukan Pap Smear, sebanyak 32 responden (50,8%) menyatakan tidak pernah diajak teman untuk melakukan Pap Smear, sebanyak 60 responden (95,3%) menyatakan petugas kesehatan memberikan informasi Pap Smear kepada responden.

Dari hasil penelitian disarankan kepada petugas kesehatan atau rumah sakit untuk turut berpartisipasi dalam memberikan informasi mengenai Pap Smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks.

(5)

ABSTRACT

Cervical cancer affects many women and 65% of patients already in an advanced stage (Darmindro et al, 2007). One method for early detection of cervical cancer is Pap smear. In Public Hospital Dr Pirngadi Medan acquired the gynecological check-up patient data to hospital with suspected cancer from January to November 2011 as many as 1100 people.

The research aims to know the description of predisposing, enabling, and reinforcing factors of mothers in Pap Smear in public hospitals Dr Pirngadi Medan 2012. This type of research is quantitative descriptive study with purposive sampling collection technique. The study population was all patients who perform Pap Smear in poly Gynecology Hospital Dr Pirngadi field as many as 1100 people and the number of samples taken for the study were 63 people. Presentation of data using frequency distribution tables.

The results showed that respondents are predisposing factors in the category of knowledge is generally good even as many as 34 people (54.0%). For the general attitude of the respondents in the category of a good attitude even as many as 63 people (100%). To factor the cost of enabling the majority of respondents stated it does not cost the Pap smear as many as 53 respondents (84.1%), access to health services for treatment of Pap tests by 40 respondents (63.5%) stated Hospital Dr Pirngadi field is not too difficult to reach and to health services provided by health professionals in poly gynecology Hospital Dr Pirngadi total of 47 respondents (74.6%) stating whether, for media information, 13 respondents (20.6%) who never get a Pap Smear in television. For the reinforcing factor of 62 respondents (98.4%) said that they get support from their family in Pap Smear, a total of 32 respondents (50.8%) claimed never invited friends to do the Pap smear, a total of 60 respondents (95.3%) state health officials to provide information to the respondent Pap Smear.

From the results of the study suggested that health center or hospital to participate in providing information on the Pap Smear as a cervical cancer early detection efforts.

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, dan atas berkah dan hidayah-Nya

lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Gambaran

Faktor-faktor Perilaku Ibu Dalam Pemeriksaan Pap Smear Di Poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012”.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara materi maupun dukungan moril. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

2. Drs. Tukiman, MKM selaku ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku sekaligus Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU serta saran dan masukan kepada penulis.

3. Drs. Eddy Syahrial, MS, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

4. Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

5. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, terima kasih untuk pembelajaran yang telah diberikan kepada penulis selama ini dan tidak lupa kepada Bang Warsito yang selalu membantu penulis dalam hal administrasi.

(7)

8. dr. Fadjrir, Sp.OG selaku Kepala Staf Penelitian bagian Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian.

9. Orangtua Tercinta, Ruslin Nst dan Eldiana Siregar, Abang Tercinta Ade Mahendra Putra Nst, serta adik tersayang Chandri Lidya Putri Nst , yang telah memberikan dukungan moril, materil serta kasih sayang yang kepada penulis.

10.Teman spesialku, Rudy Irwanto, terima kasih atas kebersamaan dan

motivasinya, semoga tetap akan menjadi teman spesial.

11.Teman baikku: Ismil Khairi Lubis, Julianti Aisyah, dan Media Aprina yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini 12. Teman-teman seperjuangan: Lidya N Situngkir dan Masdiana Tanjung yang

telah banyak memberikan dukungan serta semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

13. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu

persatu atas dukungan, kerjasama dan doanya.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini baik dari segi isi maupun penyajiannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, 28 Juli 2012 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

(9)

2.4.5. Stadium Kanker Serviks ... 29

2.5.5. Alat Yang Diperlukan Untuk Pengambilan Tes Pap 40 2.5.6. Cara Pemeriksaan Pap Smear ... 40

2.5.7. Hasil Pemeriksaan Test Pap Smear ... 40

2.6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan Pap Smear ... 42

2.8. Kerangka Konsep... 47

(10)

3.7. Teknik Pengolahan Dan Analisa Data ... 57

3.7.1. Pengolahan Data ... 57

3.7.2. Analisa Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 59

4.1.1. Sejarah Rumah Sakit ... 59

4.1.2. Letak dan Keadaan ... 61

4.1.3. Struktur Organisasi ... 62

4.2. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)... 63

4.2.1. Umur ... 64

(11)

4.5.2. Tindakan Responden Dalam Melakukan Pap Smear Secara

Rutin ... ... 83

4.5.3. Tindakan Responden Dalam Memperoleh Hasil Adanya Kelainan Pada Serviks Melalui Pemeriksaan Pap Smear ... 84

4.5.4. Tindakan Responden Dalam Memperolah Penjelasan Mengenai Hasil Tes Pap Smear Dari Petugas Kesehatan ... 84

4.5.5. Tindakan Responden Dalam Melakukan Pencegahan Kanker Serviks Selain Pap Smear ... ... 84

4.5.6. Tindakan responden Dalam Menganjurkan Pap Smear Kepada Keluarga/Teman/Tetangga ... 85

BAB V PEMBAHASAN ... 86

5.2.1. Pengetahuan Tentang Kanker Serviks Meliputi Pengertian, Penyebab, Faktor Resiko, dan Gejala Kanker Serviks ... 91

5.2.2. Pengetahuan Tentang Merokok Sebagai Salah Satu Faktor Resiko ... ... 93

5.2.3. Pengetahuan Responden Tentang Pemeriksaan Pap Smear ... 94

(12)

5.2.5. Pengetahuan Responden Tentang Usia Wanita Untuk

Melakukan Pap Smear ... 97

5.2.6. Pengetahuan Responden Tentang Pelaksanaan Pap Smear ... 99

5.2.7. Pengetahuan Responden Tentang Tempat Memperoleh Informasi dan Pemeriksaan Pap Smear ... 99

5.2.8. Kategori Tingkatan Pengetahuan ... 100

5.3. Sikap Ibu Tentang Bahaya Kanker Serviks Dan Pemeriksaan Pap Smear ... 102

5.3.1. Sikap Ibu Tentang Kanker Serviks dan Gejala Kanker Serviks ... 102

5.3.2. Sikap Ibu Tentang Faktor Resiko Kanker Serviks .... 103

5.3.3. Sikap Ibu Terhadap Pap Smear ... 104

5.6.1. Tindakan Ibu Mengenai Alasan Melakukan Pap Smear ... 112

5.6.2. Tindakan Ibu Terhadap Frekuensi Melakukan Pap Smear ... 113

(13)

Kepada Keluarga/Teman/Tetangga ... 114

5.6.5. Kategori Tindakan ... 115

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

6.1. Kesimpulan ... 117

6.2. Saran ... 118 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN - Kuesioner

- Print Out Master Data

- Surat Izin Survei Pendahuluan dari FKM USU - Surat Izin Penelitian dari FKM USU

(14)

ABSTRAK

Kanker serviks banyak diderita oleh kaum wanita dan 65% penderita sudah berada di stadium lanjut (Darmindro dkk, 2007). Salah satu metode untuk mendeteksi secara dini kanker serviks adalah dengan pemeriksaan Pap Smear. Di RSUD Dr

Pirngadi Medan RSUD bagian ginekologi diperoleh data pasien yang memeriksakan

diri ke rumah sakit dan suspek kanker leher rahim mulai dari januari hingga November 2011 sebanyak 1100 orang.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling purposive. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang melakukan pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan sebanyak 1100 orang dan jumlah sampel sebagai responden diambil sebanyak 63 orang. Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi responden yaitu pengetahuan umumnya berada pada kategori baik yaitu sebanyak 34 orang (54,0%). Untuk sikap responden umumnya berada pada kategori sikap baik yaitu sebanyak 63 orang (100%). Untuk faktor pemungkin yang berupa biaya sebagian besar responden menyatakan tidak mengeluarkan biaya dalam melakukan pemeriksaan Pap Smear sebanyak 53 responden (84,1%), untuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan di poli ginekologi RSUD Dr Pirngadi sebanyak 47 responden (74,6%) menyatakan baik, untuk media informasi 13 responden (20,6%) yang pernah mendapatkan informasi Pap Smear dari televisi. Untuk faktor penguat yaitu sebanyak 62 responden (98,4%) menyatakan mendapat dukungan keluarga dalam melakukan Pap Smear, sebanyak 32 responden (50,8%) menyatakan tidak pernah diajak teman untuk melakukan Pap Smear, sebanyak 60 responden (95,3%) menyatakan petugas kesehatan memberikan informasi Pap Smear kepada responden.

Dari hasil penelitian disarankan kepada petugas kesehatan atau rumah sakit untuk turut berpartisipasi dalam memberikan informasi mengenai Pap Smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks.

(15)

ABSTRACT

Cervical cancer affects many women and 65% of patients already in an advanced stage (Darmindro et al, 2007). One method for early detection of cervical cancer is Pap smear. In Public Hospital Dr Pirngadi Medan acquired the gynecological check-up patient data to hospital with suspected cancer from January to November 2011 as many as 1100 people.

The research aims to know the description of predisposing, enabling, and reinforcing factors of mothers in Pap Smear in public hospitals Dr Pirngadi Medan 2012. This type of research is quantitative descriptive study with purposive sampling collection technique. The study population was all patients who perform Pap Smear in poly Gynecology Hospital Dr Pirngadi field as many as 1100 people and the number of samples taken for the study were 63 people. Presentation of data using frequency distribution tables.

The results showed that respondents are predisposing factors in the category of knowledge is generally good even as many as 34 people (54.0%). For the general attitude of the respondents in the category of a good attitude even as many as 63 people (100%). To factor the cost of enabling the majority of respondents stated it does not cost the Pap smear as many as 53 respondents (84.1%), access to health services for treatment of Pap tests by 40 respondents (63.5%) stated Hospital Dr Pirngadi field is not too difficult to reach and to health services provided by health professionals in poly gynecology Hospital Dr Pirngadi total of 47 respondents (74.6%) stating whether, for media information, 13 respondents (20.6%) who never get a Pap Smear in television. For the reinforcing factor of 62 respondents (98.4%) said that they get support from their family in Pap Smear, a total of 32 respondents (50.8%) claimed never invited friends to do the Pap smear, a total of 60 respondents (95.3%) state health officials to provide information to the respondent Pap Smear.

From the results of the study suggested that health center or hospital to participate in providing information on the Pap Smear as a cervical cancer early detection efforts.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada akhir abad 20 prevalensi penyakit menular mengalami penurunan,

sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan. Penyakit tidak

menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor

risiko yang sama (common underlying risk factor). Penyakit tidak menular

mengalami peningkatan karena perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola

konsumsi yang lebih mementingkan makanan berlemak, kurang serat, maupun yang

diproses seperti diawetkan, diasinkan, dan diasap (DepKes RI, 2006).

Perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat,

karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Selama ini

epidemiologi kebanyakan berkecimpung dalam menangani masalah penyakit

menular, namun perkembangan sosio ekonomi juga cultural bangsa dan dunia

kemudian menuntut epidemiologi untuk memberikan perhatian kepada penyakit tidak

menular yang jumlahnya terus saja meningkat pada masyarakat, terutama terhadap

penyakit kanker yang saat ini menjadi penyebab kematian nomor 2 di dunia (Depkes,

2006).

Kanker atau dalam bahasa medisnya biasa disebut Karsinoma adalah

sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-sel

yang tidak terkontrol dan tidak normal (Price & Wilson, 2006). Kanker dapat

(17)

karsinogenesis (proses pembentukan kanker). Faktor eksternal dapat berupa infeksi,

radiasi, zat kimia tertentu, dan juga konsumsi tembakau, sedangkan mutasi (baik yang

diturunkan maupun akibat metabolisme), hormon, dan kondisi sistem imun

merupakan faktor internal (American Cancer Society, 2008).

Pada wanita kanker juga dapat menyerang berbagai organ reproduksi. Salah

satunya yaitu kanker serviks. Kanker reproduktif wanita ini diperkirakan membunuh

lebih dari 26.400 wanita di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari kanker ini, sekitar

15.800 adalah kasus baru kanker serviks invasif yang dapat menyebabkan 4800

kematian. Kanker serviks merupakan kanker reproduktif wanita ketiga yang paling

umum dan merupakan bentuk neoplasma yang menduduki salah satu tempat teratas

dalam daftar sebab kematian akibat tumor ganas pada wanita (Brunner & Suddarth,

2001).

Saat ini, ada tiga jenis kanker sebagai penyebab utama kematian pada wanita

yaitu kanker payudara, kanker serviks, dan kanker paru. Menurut data dari WHO

(World Health Organization) setiap tahun, jumlah penderita kanker bertambah

mencapai 6,25 juta orang. Dalam 10 tahun mendatang, diperkirakan 9 juta orang akan

meninggal setiap tahun akibat kanker. Dua pertiga dari penderita kanker di dunia

akan berada di negara-negara yang sedang berkembang (Setiati, 2009).

Menurut data WHO, kanker serviks merupakan kanker nomor dua terbanyak

pada perempuan berusia 15-45 tahun setelah kanker payudara. Tak kurang dari

500.000 kasus baru dengan kematian 280.000 penderita terjadi tiap tahun di seluruh

dunia. Bisa dikatakan, setiap dua menit seorang perempuan meninggal akibat kanker

(18)

13 tahun ke atas yang berisiko terkena kanker serviks. WHO memperkirakan, ada

lebih dari 265.000 kasus kanker serviks dengan kematian 140.000 penderita tiap

tahun di wilayah ini (Prima, 2010).

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti kanker serviks. Kanker

serviks paling sering terjadi pada usia 30 sampai 45 tahun tetapi dapat terjadi di usia

dini yaitu 18 tahun. Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan kanker serviks

seperti hubungan seksual bebas, kehamilan dini, riwayat partus dini dan multi partus,

pemajanan infeksi, personal hygine yang buruk dan gaya hidup yang tidak sehat

(Price & Wilson, 2005). Sebelum terjadi kanker serviks akan terjadi keadaan yang disebut lesi prakanker serviks. Lesi prakanker biasanya ditemukan pada wanita berusia 30 tahun, sedangkan kanker serviks ditemukan pada usia 45 tahun. Sehingga memerlukan waktu kurang lebih 15 tahun dari keadaan lesi prakanker menjadi kanker serviks (Aziz, 2001; Robbins et al., 2007). Penyakit kanker biasanya menunjukkan gejala yang spesifik pada stadium lanjut, sehingga sangat kecil kemungkinan harapan

hidup penderita. Akan tetapi meski beberapa kanker sulit untuk dideteksi, maka lain

halnya dengan kanker serviks yang dapat dilakukan pendeteksian dini dengan uji

pulasan Papanicolaou (Pap) (Depkes RI, 2008).

Sejak tiga dekade terakhir, masyarakat Indonesia telah mengalami perbaikan

yang bermakna dalam tingkat kesehatannya. Hal ini disebabkan karena adanya

pembangunan dan kemajuan sosial ekonomi yang amat pesat disertai pula

pembangunan di bidang kesehatan yang baik. Kemajuan-kemajuan di bidang sosial

ekonomi pada gilirannya mempunyai pengaruh terhadap perubahan lingkungan

(19)

harapan hidup, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut mengakibatkan berubahnya pola

penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular, salah satu diantaranya

ialah peningkatan jumlah penderita penyakit kanker (Fatimah, 2008).

Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker serviks saat ini

menempati urutan pertama kanker yang diderita oleh kaum wanita Indonesia. Saat ini

ada 100 kasus per 100.000 penduduk atau 200.000 kasus setiap tahunnya dengan usia

antara 45-54 tahun dan menempati urutan teratas dari 10 kanker yang banyak pada

wanita dan sekitar 65% berada pada stadium lanjut (kesepro info, 2007).

Data yang dikumpulkan dari 13 laboratorium patologi anatomi di Indonesia

menunjukkan bahwa frekuensi kanker serviks tertinggi di antara kanker yang ada di

Indonesia maupun Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Ciptomangunkusumo.

Akumulasi penyebaran kanker serviks sendiri terdapat di Jawa-Bali yakni 92,44%

(Aziz, 2001).

Untuk wilayah kota medan terdapat 62 kasus kanker seviks sepanjang tahun

2010 (waspada, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari berbagai

rumah sakit di Sumatera Utara ditemukan bahwa di Rumah Sakit Umum Pusat H.

Adam Malik Medan dalam kurun waktu 1998-2002 dari 802 kasus kanker

ginekologik dan 421 (52,5%) diantaranya adalah kanker leher rahim. Di Rumah Sakit

St. Elisabeth Medan selama kurun waktu 1998-2004 dari 1.672 kasus kanker

ditemukan 195 kasus (11,66%) diantaranya didiagnosis sebagai kanker leher rahim

(Zai Elwin, 2009). Dan data dari RSUD dr.Pirngadi Kota Medan pada tahun 2006,

jumlah penderita kanker serviks sebanyak 28, tahun 2007 sebanyak 32 orang,tahun

(20)

sebanyak 40 orang. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa kasus kanker

leher rahim mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Tingginya kasus kanker leher rahim disebabkan minimnya kesadaran untuk

melakukan deteksi dini, dikarenakan upaya promosi dan preventif dalam pencegahan

terhadap kasus kanker leher rahim masih kurang digalakkan oleh pemerintah yang

mengakibatkan masyarakat menjadi kurang informasi mengenai bahaya kanker leher

rahim dan berbagai upaya pencegahannya. Selain itu, rasa keingintahuan masyarakat

Indonesia juga dinilai masih rendah, khususnya ibu-ibu. Ditambah lagi masih

berkembangnya persepsi di setiap masyarakat kita bahwa sarana pelayanan kesehatan

seperti puskesmas dan rumah sakit hanya sebagai tempat untuk berobat saja, itu

artinya masyarakat hanya datang ke pusat pelayanan kesehatan jika mereka sudah

sakit. Akibatnya, sebagian besar kasus yang ditemukan sudah masuk pada stadium

lanjut dan menyebabkan kematian karena kanker leher rahim tidak menunjukkan

gejala (Adiati, 2010).

Prihartono (2002) menyatakan bahwa pengalaman berbagai negara maju

menunjukkan bahwa upaya peningkatan derajat kesehatan hanya dapat dicapai secara

efisiensi apabila lebih ditekankan pada upaya pencegahan. Upaya pencegahan selalu

lebih baik dan bermanfaat dibanding upaya pengobatan. Upaya pencagahan dalam

pengertian yang lebih luas mencakup kegiatan pendeteksian secara dini berbagai jenis

penyakit.

Pencegahan kanker dapat diartikan sebagai pengenalan berbagai faktor

penyebab kanker dan upaya menghindari berfungsinya penyebab itu, atau agar

(21)

dapat dilaksanakan apabila ditemukan pada stadium dini dan pada stadium tersebut,

kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan 100% (Rosilawati, dkk 2007). Deteksi

pemeriksaan yang paling utama dan dianjurkan untuk deteksi dini kanker serviks

adalah pemeriksaan papaniculou smear atau yang dikenal dengan Pap Smear (Bustan,

2000).

Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia dan

sebagainya, test Pap Smear digunakan dalam pemeriksaan massal (mass screenings)

untuk penemuan dini karsinoma serviks. Di Amerika Serikat pemeriksaan massal Pap

Smear selama 20 tahun terakhir menyebabkan penurunan kasus karsinoma serviks

uteri sebanyak 65%. Sebaliknya, di Kanada di propinsi-propinsi yang tidak

melakukan program Pap test terdapat kenaikan mortalitas karena karsinoma serviks

sebesar 25% antara tahun 1960-1970 (Nur, 2007).

Di Indonesia, dinas kesehatan masing-masing kota sudah mulai menggalakkan Pap Smear, yang masuk ke dalam program kerja bulanan, selain itu pap smear juga sudah mulai dimasukkan dalam program kerja di masing-masing puskesmas. Pelatihan tenaga kesehatan agar dapat melakukan tes Pap Smear juga dilakukan, ditambah lagi adanya kerjasama lintas sektoral antara dinas kesehatan setempat dengan Yayasan Kanker Indonesia dan masyarakat untuk terus menggalakkan Pap Smear (Depkes, 2006).

Akan tetapi masih banyak masalah dan kendala yang dihadapi dalam

menggalakkan program Pap Smear di Indonesia antara lain sumber daya manusia

(22)

sitologi/skriner masih terbatas. Data dari sekretariat IAPI (Ikatan Ahli Patologi

Indonesia), bahwa pada tahun 1999 jumlah ahli patologi sebanyak 178 orang yang

tersebebar baru di 13 propinsi di Indonesia dan jumlah skriner yang masih kurang

dari 100 orang. Di sisi lain, Indonesia mempunyai sejumlah bidan, dimana bidan

merupakan tenaga kesehatan yang dekat dengan masalah kesehatan wanita yang

potensinya perlu dioptimalkan khsususnya untuk program skriming kanker serviks.

Dari data sekretariat IBI (Ikatan Bidan Indonesia) Pusat, pada tahun 1997 jumlah

bidan di desa sebanyak 55.000 orang dan bidan praktek swasta sebanyak 16.000

orang. Dari penelitian Nuranna L dan Aziz MF pada tahun 1991, diperoleh data

bahwa diantara petugas kesehatan termasuk bidan, kemampuan kewaspadaannya

terhadap kanker serviks masih perlu diberdayakan.

Secara geografi, wilayah Indonesia sangat luas dan terdiri dari beribu-ribu

pulau, ditambah masih sulitnya komunikasi dan transportasi antar wilayah. Dari segi

wanita yang selayaknya menjalani skriming diperoleh bahwa para wanita sering

enggan untuk diperiksa oleh karena ketidaktahuan, rasa malu, rasa takut, dan faktor

biaya. Hal ini umumnya disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan dan

pengetahuan penduduk di Indonesia (Iswara, 2004).

Menurut Evenmett (2003) yang melakukan analisis mengenai penyebab pap

smear tidak dilakukan oleh wanita yaitu karena faktor psikologis dimana mereka

merasa takut melakukan pap smear, takut mengetahui hasilnya bahwa menderita

kanker dan malu untuk menjalani pemeriksaan Pap Smear. Sedangkan suwigoya,

(23)

ketidaktahuan akan informasi Pap Smear, rasa malu, rasa takut terhadap alat dan

faktor biaya

RSUD Dr.Pirngadi merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan milik

pemerintah yang bertugas melaksanakan pelayanan kesehatan, melalui upaya

penyembuhan, pemulihan terhadap orang sakit serta menyelenggarakan pendidikan

dan penelitian. Selain itu, RSUD Dr.Pirngadi adalah rumah sakit rujukan dari

berbagai rumah sakit di daerah yang juga menerima pasien jamkesmas. Salah satu

pelayanan yang tersedia di RSUD Dr Pirngadi Medan adalah pelayanan dalam

pemeriksaan Pap Smear yang dilakukan di poli Ginekologi (rsupirngadi.com).

Berdasarkan data dari RSUD dr.Pirngadi bagian ginekologi diperoleh data pasien yang memeriksakan diri ke rumah sakit dan suspek kanker leher rahim dan mioma uteri sehingga harus melakukan pap smear dari tahun 2006 sebanyak 525 orang, tahun 2007 sebanyak 678 orang, tahun 2008 sebanyak 794 orang, tahun 2009 sebanyak 968 orang, tahun 2010 sebanyak 1075 orang dan mulai dari januari hingga November 2011 sebanyak 1100 orang (bagian rekam medik dr Pirngadi).

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas penulis tertarik untuk meneliti

“Faktor-faktor Perilaku Ibu dalam Pemeriksaan Pap Smear di Poli Ginekologi RSUD

Dr Pirngadi Medan Tahun 2012”.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah

Faktor-faktor Perilaku Ibu dalam Pemeriksaan Pap Smear di Poli Ginekologi RSUD

(24)

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor perilaku ibu dalam pemeriksaan

Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi perilaku ibu dalam pemeriksaan

Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012.

2. Untuk mengetahui gambaran faktor pemungkin perilaku ibu dalam pemeriksaan

Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012

3. Untuk mengetahui gambaran faktor penguat perilaku ibu dalam pemeriksaan Pap

Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012

1.4. Manfaat penelitian

1. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan sehingga dapat merancang program

kesehatan sebagai sarana promosi untuk meningkatkan pengetahuan mengenai

manfaat Pap Smear pada setiap wanita.

2. Sebagai informasi dan masukan bagi RSUD Dr Pirngadi sehingga dapat

meningkatkan pelayanan kesehatan dalam rangka upaya pencegahan kanker

serviks.

3. Diharapkan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya, yang berkenaan

(25)

4. Untuk menambah serta meningkatkan kemampuan penulis dalam menganalisa

suatu masalah dan berbagai pengalaman langsung dalam menambah wawasan

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme

(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan

manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.

Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan

atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas

antara lain : berbicara, berjalan, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan behwa yang dimaksud

dengan perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,

2003).

Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku

merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,

dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut dengan

teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon. Skinner membedakan adanya dua

respon

1. Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

(27)

eliciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.

Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan.

Respondent ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya dengan mendengar

kabar musibah menjadi sedih.

2. Operant respon atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena

memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas melaksanakan tugasnya

dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas

tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua.

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert) dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya berpikir

dan bersikap.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka

dan dapat dengan mudah diamati oleh orang lain. Misalnya penderita TB minum

obat secara teratur.

Menurut Skinner (1938) yang dijabarkan oleh Notoadmodjo (2005),

perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar

(28)

karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti

bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap

orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang

berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan

menjadi dua, yakni:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,

yang bersifat given atau bawaan. Misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik ligkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan

penghayatan dan aktivitas seseorang, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik

faktor internal maupun eksternal.

Menurut teori Bloom (1908), yang dijabarkan Notoatmodjo (2005),

membagi perilaku manusia ke dalam tiga kawasan (domain), meskipun kawasan itu

tidak memiliki batasan yang jelas dan tegas. Ketiga kawasan tersebut adalah kognitif

(cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam

perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan

kesehatan, yakni : pengetahuan, sikap, tindakan.

2.1.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

(29)

pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Notoatmodjo (2003) dalam bukunya mengemukakan bahwa pengetahuan

yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang telah

dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini diartikan sebagai penggunaan

hukum, rumus, metode, prinsip, dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan

(30)

kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain

agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tingi

pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk menerima

informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka

miliki.

2. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan

(31)

3. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan

psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berpikir seseorang semakin

matang dan dewasa.

4. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap

sesuatu. Minat menjadikan sesorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada

akhirnya diperoleh penetahuan yang lebih mendalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari

dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin

saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi

pengetahuan pada individu secara sabjektif.

6. Informasi

Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membant mempercepat

seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. (Wahid dkk, 2007)

2.1.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulasi atau objek. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan

manifestasi sikap itu tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu

dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari

(32)

Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) berikut ini adalah proses

terbentuknya sikap dan reaksi :

Gambar 2.1.2 Proses Terbentuknya Sikap

Dari diagram diatas dapat disimpulkan bahwa sikap bukanlah suatu bentuk

tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Sikap masih merupakan reaksi tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) sikap dibagi menjadi 3 komponen

pokok, yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3. Kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan,

dan emosi memegang peranan penting (Soekidjo, 2003).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu:

1. Menerima (receiving)

Diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan objek.

Stimulus

Rangsangan Organisme

Reaksi Tingkah laku

(terbuka)

(33)

2. Merespon (responding)

Indikasi dari sikap adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valuing)

Indikasi dari menghargai adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap.

2.1.3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk

terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau

suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2003)

Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu:

1. Persepsi (perception)

Praktek tingkat pertama adalah mengenal dan memilih berbagai objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon Terpimpin (guided response)

Praktek tingkat kedua adalah dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang

(34)

3. Mekanisme (mecanism)

Praktek tingkat ketiga adalah apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu

dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka

ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan

baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.

2.2. Perilaku Kesehatan

Pada dasarnya, perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang

(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

Batasan-batasan tersebut mempunyai dua unsur pokok yaitu:

1. Respons atau reaksi manusia, baik yang bersifat pasif meliputi pengetahuan,

persepsi dan sikap, maupun yang bersifat aktif seperti tindakan yang nyata.

2. Stimulus atau rangsangan yang terdiri dari 4 unsur pokok yaitu sakit dan

penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Untuk lebih rinci

perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu:

a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu respons manusia, baik

secara pasif (mengetahui, bersikap, dan persepsi terhadap penyakit dan rasa

penyakit) maupun aktif (tindakan yang diambil untuk mengobati sakit dan

(35)

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan merupakan respon seseorang

terhadap pelayanan kesehatan (modern/tradisional). Perilaku tersebut

menyangkut fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan

obat-obatan.

c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman yaitu respons seseorang terhadap

makanan dan minuman karena makanan dan minuman dapat meningkatkan

kesehatan seseorang.

d. Perilaku kesehatan lingkungan yaitu respons seseorang terhadap lingkungannya

agar tidak mempengaruhi kesehatannya.

Menurut Gochman(1988) membagi perilaku kesehatan menjadi 2 elemen

yaitu elemen kognitif berupa adanya suatu hubungan antara kepercayaan, harapan,

motivasi, nilai, persepsi, dan lainnya, sedangkan yang termasuk dalam elemen afektif

yaitu karakteristik individu, keadaan emosional dan kebiasaan seseorang yang

berhubungan dengan pemulihan kesehatan agar dapat meningkatkan status

kesehatannya. Sehingga perilaku kesehatan dapat diartikan sebagai aktivitas

seseorang yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berhubungan

pemeliharaan dan peningkatan kesehatannya (Notoadmojo, 2005).

Becker (1979, yang dikutip dari Notoadmojo, 2005)mengajukan klasifikasi

perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Health Related Behavior), sebagai

berikut:

1. Perilaku sehat (Healthy Behavior) yaitu perilaku untuk mempertahankan dan

(36)

fisik secara teratur, tidak merokok dan minum minuman keras, istirahat yang

cukup, pengendalian stress dan perilaku hidup sehat.

2. Perilaku Sakit (Illnes Behavior) yaitu tindakan seseorang untuk mengatasi masalah

kesehatannya dengan mencari pengobatan. Tindakan tersebut antara lain:

- Didiamkan saja (no action), artinya mengabaikan penyakitnya.

- Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment atau

self medication)

- mencari penyembuhan ke pelayanan kesehatan.

3. Perilaku Peran Orang Sakit (The Sick Role Behavior) yaitu adanya hak dan

kewajiban yang dimiliki orang sakit yang terdiri dari:

- Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.

- Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk

memperoleh kesembuhan.

- Melakukan kewajiban sebagai pasien yaitu dengan mematuhi nasihat-nasihat

dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhannya.

- Tidak melakukan sesuatu yang merugikan selama proses penyembuhan.

- melakukan kewajiban agar penyakitnya tidak kambuh.

Perilaku kesehatan menurut Kosa dan Robertson (Notoadmojo, 2007) yaitu

perilaku seseorang yang dipengaruhi dengan kepercayaan mengenai kondisi

kesehatannya. Adanya perbedaan dari setiap individu dalam mengambil tindakan

pencegahan/penyembuhan walaupun masalah kesehatannya sama, tindakan tersebut

(37)

dan Cobb (1966) perilaku kesehatan terdiri dari 3 macam yaitu (dikutip dari Glanz,

Rimer, Lewis, 2002)

1. Perilaku pencegahan kesehatan kesehatan yaitu aktivitas yang dilakukan individu

yang sehat untuk mencegah atau mendeteksi penyakit sebelum gejala muncul.

2. Perilaku sakit yaitu aktifiras yang dilakukan individu yang sakit untuk mencari

penyembuhan.

3. Perilaku peran sakit yaitu aktifitas yang dilakukan individu yang sedang sakit,

untuk sembuh dengan menerima pengobatan.

Menurut Elder et al (1994) diperlukan 3 hal untuk berperilaku sehat yaitu

pengetahuan yang tepat, motivasi, dan keterampilan untuk berperilaku sehat. Apabila

seseorang tidak mempunyai keterampilan untuk berperilaku sehat maka disebut skill

deficits (dalam Notoadmojo, 2000). Sulitnya seseorang untuk termotivasi untuk

berperilaku sehat adalah karena perubahan perilaku dari yang tidak sehat menjadi

sehat sehingga tidak menimbulkan dampak langsung secara tepat, atau mungkin tidak

berdampak terhadap penyakitnya, namun hanya mencegah agar tidak menjadi lebih

buruk (dikutip dari Susanti, 2002).

2.3. Teori Perubahan Perilaku

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan

yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari

maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling

berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga

(38)

penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu

mengubah perilaku tersebut. (Muzaham, 1995)

Terdapat 3 teori yang menjadi acuan dalam penelitian kesehatan yang

berhubungan dengan perilaku yaitu:

2.3.1. Teori Lawrence Green

Saat ini teori mengenai masalah kesehatan sudah banyak. Namun, salah

satu teori yang mengkaji tentang masalah perilaku adalah teori dari Lawrence Green

(1980) yang membedakan masalah kesehatan menjadi dua determinan yaitu faktor

perilaku dan faktor non perilaku. Untuk faktor perilaku sendiri bertujuan untuk

mendorong terjadinya perubahan perilaku pada setiap individu. Green membagi

menjadi faktor perilaku menjadi 3 faktor utama yaitu faktor predisposisi,

pemungkin, dan penguat (Notoatmodjo, 2005).

Faktor predisposisi merupakan faktor yang memotivasi suatu perilaku

atau mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Perilaku ibu dalam pemeriksaan

pap smear dengan faktor predisposisi seperti umur, pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, pengetahuan, sikap, persepsi dan lain sebagainya. Faktor pemungkin

merupakan faktor lanjutan dari faktor predisposisi, dimana motivasi untuk terjadinya

perubahan perilaku tersebut dapat terwujud. Keterjangkauan sarana dan prasarana

menjadi faktor pemungkin bagi setiap individu untuk berperilaku. Hal ini disebabkan

karena seseorang akan mencari informasi mengenai kesehatan maupun mencari

pengobatan apabila adanya akses ke pelayanan kesehatan tersebut. Selain

keterjangkauan sarana dan prasarana, faktor lingkungan juga memiliki andil untuk

(39)

tindakan tersebut seperti biaya, dan pelayanan kesehatan sehingga individu dapat

mencari informasi dan dapat mencari pengobatan yang dibutuhkan (Green et al,1980

yang dikutip oleh Gielen dan McDonald dalam Glanz, Rimer, Lewis 2002).

Faktor penguat yaitu faktor yang diperoleh dari orang terdekat dan adanya

dukungan sosial yang diberikan ke individu tersebut seperti keluarga, teman maupun

dari petugas kesehatan yang dapat memperkuat perilaku. Dengan adanya dukungan

yang diberikan dari orang-orang terdekat diharapkan dapat mendorong terjadinya

perubahan perilaku (Green et al,1980 yang dikutip oleh Gielen dan McDonald dalam

Glanz, Rimer, Lewis 2002).

2.3.2. Teori WHO

Tim kerja pendidikan kesehatan dari World Health Organization (WHO)

membuat rumusan mengenai 4 alasan pokok seseorang untuk berperilaku

(Notoatmodjo, 2005) yaitu:

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yaitu adanya

pertimbangan-pertimbangan dari diri sendiri untuk bertindak dan berperilaku.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang untuk merubah perilaku

seseorang berupa informasi yang berkenaan dengan sakit dan penyakitnya.

3. Sumber daya (resources) dapat mempengaruhi perilaku seseorang atau

masyarakat. Pengaruh sumber daya bersifat positif maupun negatif, misalnya

tersedianya sarana dan prasarana, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.

4. Sosial budaya (culture), sosial budaya secara tidak langsung menjadi faktor

(40)

2.4. Kanker Serviks

2.4.1. Pengertian Kanker serviks

Kanker leher rahim atau yang dikenal dengan kanker serviks yaitu

keganasan yang terjadi pada serviks (leher rahim) yang merupakan bagian terendah

dari rahim yang menonjol ke puncak liang senggama atau vagina (Depkes RI, 2006).

Pada fase prakanker atau stadium awal kanker serviks tidak menimbulkan gejala fisik

yang mudah diamati.

Menurut David M. Eddy (1981, yang dikutip dari Hoepoedio, 1986) dalam

tulisannya yang berjudul “The Economic of Cancer Prevention and Detection,

Getting More for Less” tujuan konkrit dari penemuan dini kanker, termasuk kanker

leher rahim (kanker serviks) sebagai berikut:

1. Menaikkan harapan hidup.

2. Mengurangi pengobatan ekstensif.

3. Memperbaiki kualitas hidup.

4. Mengurangi penderitaan.

5. Mengurangi biaya.

6. Mengurangi kecemasan.

2.4.2. Penyebab Kanker Serviks

HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak. HPV biasa

disebut wart virus (virus kutil). Terdapat lebih dari 100 tife HPV yang telah

diidentifikasi. Tife 16,18,31,33 dan 35 menyebabkan perubahan sel-sel pada vagina

atau serviks yang pada mulanya menjadi displasia dan selanjutnya berkembang

(41)

2.4.3. Faktor Risiko Kanker Serviks

Menurut Sjamsudin (2001) ada beberapa faktor risiko yang dapat

meningkatkan terjadinya kanker serviks yaitu:

1. Perilaku seksual

Banyak faktor yang disebut-sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks. Telaah

pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang

mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan

seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk menderita kanker serviks. Tinjauan

kepustakaan mengenai etiologi kanker leher rahim menunjukkan bahwa faktor risiko

lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila (WTS)

dan dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada isterinya. Data

epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap kemungkinan adanya

hubungan antara kanker serviks dengan agen yang dapat menimbulkan infeksi.

Karsinogen ini bekerja di daerah transformasi, menghasilkan suatu gradasi kelainan

permulaan keganasan, dan paling berbahaya bila terpapar dalam waktu 10 tahun

setelah menarche. Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya kolerasi antara

kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh

meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami yang suaminya sering

berhubungan seksual dengan banyak wanita lain menimbulkan konsep "Pria Berisiko

Tinggi" sebagai vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi.

Banyak penyebab yang dapat menimbulkan kanker serviks, tetapi penyakit ini

sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS). Penyakit

(42)

terdapat korelasi non-kausal antara beberapa penyakit akibat hubungan seksual

dengan kanker serviks.

2. Jumlah kehamilan dan Partus

Kanker Serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan (partus).

Semakin sering melahirkan, semakin besar resiko mendapat kanker serviks.

3. Merokok

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai

rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic

hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin

pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung

bahan-bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga

dapat menjadi mudah terinfeksi virus. Sebagai tambahan perokok sigaret telah

ditemukan sebagai penyebab juga. Wanita perokok mengandung konsentrat nikotin dan

kotinin didalam serviks mereka yang merusak sel. Laki-laki perokok juga terdapat

konsetrat bahan ini pada sekret genitalnya, dan dapat memenuhi servik selama

intercourse.

4. Kontrasepsi

Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat

meningkatkan risiko kanker serviks relatif 1,53 kali. Kontrasepsi oral dapat

meningkatkan sensitivitas terhadap virus HPV. WHO melaporkan risiko relatif pada

pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya

(43)

5. Nutrisi

Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat

mencegah kanker misalnya advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang,

bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid),

vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko

kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat

antioksidan yang kuat. Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh

buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin

E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan

kacang-kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.

6. Infeksi Virus

Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma

akuminata diduga sebagai faktor penyebab. Adanya infeksi virus dapat dideteksi dari

perubahan sel epitel serviks uteri pada tes pap. Pada infeksi virus sering dijumpai

sitologi abnormal.

7. Keturunan

Selain faktor-faktor di atas, faktor keturunan sangat memegang peranan

seorang bisa mengalami kanker jenis ini atau tidak. Jika ibu Anda atau saudara

perempuan dari pihak ibu atau ayah menderita kanker leher rahim, maka Anda

(44)

2.4.4. Gejala kanker Serviks

Awal gejala atau stadium awal kanker serviks sulit terdeteksi. Pada tahap

prakanker atau displasia sampai dengan stadium 1, tidak ada keluhan yang dirasakan

oleh penderita (eni, 2009). Adapun tanda-tanda gejala umum kanker serviks yaitu:

1. Keputihan yang sulit sembuh dan berbau busuk

2. Sering terjadi perdarahan dan nyeri saat bersenggama.

3. Pada stadium dini, keadaan penderita masih baik, tetapi pada stadium lanjut,

keadaan umum penderita dapat mengalami kemerosotan kesehatan. Selanjutnya,

beberapa tanda wanita yang terkena kanker serviks yaitu:

a. Tampak pucat

b. Kurus

c. Nafsu makan menurun

d. Kerap mengeluarkan keputihan disertai darah secara terus menerus (keputihan

dapat bercampur darah dan berbau)

e. Perut bagian bawah terasa sesak dan disertai nyeri

f. Tungkai kaki bagian bengkak karena bendungan pada pembuluh darah balik

di kaki ( pembengkakan di berbagai anggota tubuh, seperti di paha, betis, tangan,

dan sebagainya).

2.4.5. Stadium Kanker Serviks

Secara histopatologis pertumbuhan sel kanker serviks diklasifikasikan ke

(45)

1. Displasia

Displasia adalah pertumbuhan aktif disertai gangguan proses pematangan

epitel serviks uteri yang dimulai pada bagian basal sampai ke lapisan superfisial.

Perubahan permulaan dimulai dari inti sel dimana rasio inti-sitoplasma bertambah,

warna lebih gelap, bentuk dan besar sel mulai bervarisasi, susunan tidak teratur dan

mitosis aktif. Berdasarkan derajat perubahan sel individu dan lapisan sel epitel yang

jelas mengalami perubahan, displasia dibagi dalam 3 derajat pertumbuhan yaitu:

a. Displasia ringan, perubahan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis

b. Displasia sedang, perubahan menjadi pada separuh epidermis

c. Displasia berat, perubahan terjadi pada duapertiga epidermis.

Displasia berat hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma In situ. Oleh sebab

itu dalam pola tindakan klinis biasanya sama seperti karsinoma in situ.

2. Karsinoma In Situ

Pada karsinoma in situ perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan

epidermis menjadi karsinoma sel skuamos, namun membrana basalis dalam keadaan

utuh.

3. Karsinoma Mikroinvasif

Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan

sel meningkat, juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stroma

sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis. Biasanya tumor ini asimtomatik dan

hanya ditemukan pada skrinning kanker atau ditemukan bertepatan pada pemeriksaan

(46)

porsio. Akan tetapi dengan pemeriksaan kolposkopi dapat diprediksi adanya

prakarsinoma.

4. Karsinoma Invasif

Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol, besar dan

bentuk sel bervariasi, inti gelap dan khromatin berkelompok tidak merata serta

susunan sel makin tidak teratur. Sekelompok atau lebih sel tumor menginvasi

membrana basal dan tumbuh infiltratif ke dalam stroma. Kadang-kadang terlihat

invasi sel tumor pada pembuluh getah bening ataupun pembuluh darah (angoinvasi).

Seperti karinoma in situ, karsinoma invasif pun dibagi dalam tiga subtipe yaitu:

1. Karsinoma Sel Skuamos dengan Keratin.

Sekelompok sel mengandung keratin dan biasanya jenis tumor ini tumbuh di area

ektoserviks dan kurang sensitif terhadap radioterapi.

2. Karsinoma Sel Skuamos tanpa Keratin.

Tumor tumbuh di area peralihan skuamos-kolumnar, dimulai dari pertumbuhan

metaplasia sel skuamos. Jenis tumor ini agak sensitif pada radioterapi.

3. Karsinoma Sel kecil (Small Cell Carcinoma)

Pertumbuhan tumor berasal dari sel cadangan epitel di area endoserviks. Ukuran

sel bentuk memanjang atau oval. Tumor ini sensitif terhadap radiasi (Gani,

1993).

Pada tahun 1976 FIGO (The International Federation of Gynecology and

Obstetrics) mengklasifikasikan stadium klinik untuk menentukan metode pengobatan

kanker berdasarkan tingkat stadiumnya. Pembagian stadium klinik kanker serviks

(47)

Stadium Interpretasi

0 Karsinoma in situ

I Karsinoma terbatas pada serviks uteri

Ia Karsinoma mikroinvasif, tanpa gejala klinik

Ib Karsinoma terbatas pada serviks uteri dengan gejala klinik

II Karsinoma tumbuh meluas ke luar serviks ke vagina, tapi belum

mencapai distal vagina ataupun dinding pelvis

IIa Parametrium tidak jelas terlihat

Iib Parametrium jeles terlihat

III Karsinoma meluas pada dinding pelvis. Pada palpasi rektum,

antara massa tumor dan dinding pelvis tidak ada ruangan yang

bebas karsinoma. Karsinoma meluas pada 1/3 distal vagina.

IV Karsinoma meluas sampai dinding kantong kemih atau rektum

dan metastatis pada organ jauh.

Tingkat Kesembuhan Berdasarkan Stadium Kanker Serviks

Stadium Kesembuhan

Stadium Ia 100%

Stadium Ib 87%-90%

Stadium Iia 68%-83%

Stadium Iib 62%-68%

Stadium III 33%-48%

(48)

2.4.6. Diagnosis 1. Sitologi

Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap) sangat bermanfaat

untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan

dengan baik. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak sehat dan

tanpa gejala untuk kemudian diseleksi.

2. Kolposkopi

Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, suatu alat yang

dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya

di dalamnya (pembesaran 6-40 kali). Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan

morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan

pola epitel dan vaskular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan

perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks.

3. Biopsi

Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika sel-sel kanker terlihat seluruhnya dengan

kolposkopi. Jika sel-sel kanker tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian

sehingga kelainan di dalam kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh

jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi

(49)

4. Konisasi

Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa

sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis

sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu

dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan

pemeriksaan kolposkopi (Gani, 1993).

2.4.7. Pencegahan kanker serviks

Pencegahan kanker didefinisikan sebagai pengidentifikasian faktor-faktor

yang menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat sebab-sebab ini

tidak efektif dengan cara-cara apapun (Sjamsuddin, 2001). Pencegahan terhadap

terjadinya kanker serviks melalui tiga bagian, yaitu pencegahan primer, sekunder, dan

tersier.

1. Pencegahan primer merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang

untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker.

Masyarakat yang melakukan pencegahan pada tingkat ini akan bebas dari

penderitaan, produktivitas berjalan terus, tidak memerlukan biaya untuk

pemeriksaan, pengobatan, rehabilitasi serta perawatan lebih lanjut. Salah satu

bagian dari pencegahan primer adalah memberikan vaksin Human Papilloma

Virus (HPV), pemberian vaksin HPV akan mengeliminasi infeksi HPV

(Yatiningsih, 2000).

2. Deteksi dini dan skrining merupakan pencegahan sekunder kanker serviks.

(50)

sehingga memungkinkan penyembuhan dapat ditingkatkan. Selain itu, bertujuan

untuk memperlambat atau menghentikan penyakit pada stadium awal.

Pencegahan sekunder melalui diagnosis dini displasia dengan berbagai cara baik

klinis maupun laboratorium. Salah satunya adalah pemeriksaan papanicolou

smear atau yang dikenal dengan Pap Smear (Suwiyoga, 2007).

3. Pencegahan tersier merupakan pencegahan yang bertujuan untuk mencegah

komplikasi penyakit dan pengobatan, sesudah gejala klinis berkembang dan

diagnosis sudah ditegakkan. Terdapat dua pengobatan pada pencegahan tersier

yaitu:

1). Pengobatan pada pra kanker.

- Kauterisasi yaitu membakar serviks secara elektris.

- Kriosurgeri yaitu serviks dibuat beku sampai minus 80-180 derajat Celcius

dengan menggunakan gas CO2 atau N2O.

- Konisasi yaitu memotong sebagian dari serviks yang cukup representatif

dengan pisau biasa atau pisau elektris.

- Operasi (histerektomi) bila penderita tidak ingin punya anak lagi.

- Sinar laser yang digunakan di bawah pengawasan kolposkop, radiasi dengan

pemanasan jarum radium yang dapat digunakan bila penderita yang sudah tua

takut dioperasi.

2). Pengobatan pada kanker invasif

Tindakan pengobatan pada kanker invasif berupa radiasi, operasi atau

gabungan antara operasi dan radiasi.

(51)

2.5.1. Perkembangan PAP SMEAR

Pada tahun 1924, George N. Papanicolou mempelajari perubahan hormon

dengan memeriksa eksfoliasi sel vagina. Secara tidak sengaja diamati tingginya

sel-sel abnormal pada sediaan dari pasien dengan kanker serviks. Penemuan ini

merupakan awal dari digunakannya pap smear untuk skrinning kanker serviks.

Penggunaan pap smear untuk skrinning secara massal baru dimulai pada tahun 1949

di British Columbia dan kemudian secara luas digunakan di Amerika Serikat pada

tahun 1950. Sedangkan di Indonesia, perkembangan pap smear dimulai pada tahun

1970 dan dipopulerkan di beberapa kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta,

Bandung, Jakarta, Medan, Palembang, Padang, Denpasar, Ujungpandang, dan

Manado (Nur, 2007).

2.5.2. Test PAP SMEAR

Tes Pap smear adalah upaya pengambilan cairan dari vagina untuk melihat

kelainan sel di sekitar leher rahim. Tes Pap smear hanyalah suatu langkah skrining,

bukan pengobatan. Diagnosis akhir harus melalui biopsi dengan menggunakan alat

yang disebut kolposkopi, yakni semacam mikroskop untuk melihat apakah ada

gambaran khas seperti lesi pada prakanker. Hasil biopsi yang telahdikonfirmasikan

kepada patolog dijadikan pegangan oleh dokter untuk melakukan tindak pengobatan

terhadap pasien (Eni, 2009).

(52)

PAP SMEAR dilakukan untuk mendeteksi dini kanker serviks dan sebagai

uji penapisan untuk mendeteksi perubahan neoplastik. Pulasan yang abnormal dapat

dilakukan biopsi untuk mendapatkan jaringan untuk pemeriksaan sitologis.

Menurut Sumaryati (2003), manfaat dari pemeriksaan PAP SMEAR

adalah untuk mendeteksi dini tentang adanya radang pada rahim dan tingkat

radangnya, adanya kelainan degeneratif pada rahim, ada/tidaknya tanda-tanda

keganasan (kanker) pada rahim, yaitu

a. Mengetahui penyebab radang (virus, bakteri, jamur)

b. Untuk menyelidiki infeksi-infeksi tertentu dan penyakit yang disebarkan secara

seksual.

c. Untuk menentukan penanganan dan pengobatan.

Manfaat dari PAP SMEAR menurut Lestadi (1997) adalah:

a. Evaluasi sitohormonal, untuk menentukan adanya penyakit-penyakit gangguan

hormonal, menentukan ada tidaknya ovulasi pada kasus infertilisasi.

b. Mendiagnosis peradangan, akan memberikan gambaran perubahan sel yang

khas, yang sesuai dengan organisme penyebabnya.

c. Identifikasi organisme penyebab peradangan, dengan pulasan papnicolaou,

beberapa macam infeksi oleh kuman tertentu akan menimbulkan perubahan sel

yang khas.

d. Mendiagnosis kelainan pra kanker (displasia) serviks dini atau lanjut

(karsinoma In Situ/Invasif). Kini telah diakui bahwa PAP SMEAR merupakan

alat diagnostik pra kanker dan kanker serviks yang ampuh dengan ketepatan

(53)

PAP SMEAR sangat tinggi yaitu sebesar 96%, tetapi diagnostik hispatologik

sebagai alat pemasti diagnosis. Hal itu berarti setiap diagnostik sitologi kanker

serviks harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologik jaringan biopsi

serviks sebelum dilakukan tindakan berikutnya.

e. Memantau hasil terapi, misalnya pada kasus infertibilitas atau gangguan

endokrin. Memantau hasil terapi radiasi pada kasus-kasus kanker serviks yang

telah diobati dengan elektrokauter, kriosurgeri atau konisasi.

2.5.4. Wanita yang perlu melakukan Pap Smear Wanita yang perlu melakukan pap smear adalah :

(a) wanita menikah atau melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun,

(b) wanita muda memiliki mulut rahim yang belum matang, ketika melakukan

hubungan seksual terjadi gesekan yang dapat menimbulkan luka kecil, yang

dapat mengundang masuknya virus,

(c) wanita sering berganti-ganti pasangan seks, akan menderita infeksi di daerah

kelamin, sehingga dapat mengundang virus HPV dan herves genitalis,

(d) wanita yang sering melahirkan, kanker serviks banyak dijumpai pada wanita yang

sering melahirkan disebabkan oleh trauma persalinan, perubahan hormonal dan

nutrisi selama kehamilan,

(e) wanita perokok, memiliki risiko dibandingkan dengan wanita tidak merokok,

karena rokok akan menghasilkan zat karsinogen yang menyebabkan turunnya

daya tahan di daerah serviks (Depkes, 2007; Aziz, 2002).

Rekomendasi terbaru dari American Collage of Obstetricions and

Gambar

Gambar 2.1.2 Proses Terbentuknya Sikap
Tabel 4.5. Distribusi Responden Menurut Umur Pertama Kali Menikah Di
Tabel 4.7. Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak Di RSUD Dr Pirngadi
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Menurut Pengertian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data dan informasi dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Pap smear di Kelurahan

Mengetahui karakteristik pasien berdasarkan usia, riwayat pemeriksaan, jenis kontrasepsi, keluhan utama, alasan untuk melakukan pemeriksaan Pap smear,dan alat pengambil

Utara Lampung Timur tidak melakukan pemeriksaan pap smear dilihat. dari

Hasil uji statistik adalah p= 0,008, p&lt; 0.05 jadi Ha diterima, artinya “Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang kanker serviks dengan perilaku pemeriksaan pap smear

Pap Smear ditemani oleh suami kecuali bagi ibu yang suaminya sedang bekerja. 2) Motivasi, yaitu ajakan dari keluarga untuk mengikuti pemeriksaan Pap Smear. 1) Media cetak,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa minat melakukan pemeriksaan pap smear sesuai yang diharapkan, yaitu responden mengalami peningkatan minat yang lebih baik, dengan demikian

Data dan informasi dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu mengenai pemeriksaan Pap smear di Kelurahan

Hasil penelitian diperoleh motivasi WUS dalam mengikuti pemeriksaan Pap Smear sebagian besar dalam kategori rendah yaitu sejumlah 35 responden (48,6%), motivasi