GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI
RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012
SKRIPSI
OLEH :
NIM : 061000094
BETA LIANA PUTRI NASUTION
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI
RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
NIM : 061000094
BETA LIANA PUTRI NASUTION
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI
RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
NIM : 061000094
BETA LIANA PUTRI NASUTION
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim penguji Skripsi Pada Tanggal 28 Juli 2012 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua penguji Penguji I
Drs. Edy Syahrial, MS
NIP. 19590713 198703 1 001 NIP. 19690922 199403 2 002 Lita Sri Andayani SKM, Mkes
Penguji II Penguji III
dr. Taufik Ashar, MKM
NIP. 19780331 200312 1 001 NIP. 19611024 199003 1 003 Drs. Tukiman, MKM
Medan, Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara, Dekan,
ABSTRAK
Kanker serviks banyak diderita oleh kaum wanita dan 65% penderita sudah berada di stadium lanjut (Darmindro dkk, 2007). Salah satu metode untuk mendeteksi secara dini kanker serviks adalah dengan pemeriksaan Pap Smear. Di RSUD Dr
Pirngadi Medan RSUD bagian ginekologi diperoleh data pasien yang memeriksakan
diri ke rumah sakit dan suspek kanker leher rahim mulai dari januari hingga November 2011 sebanyak 1100 orang.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling purposive. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang melakukan pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan sebanyak 1100 orang dan jumlah sampel sebagai responden diambil sebanyak 63 orang. Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi responden yaitu pengetahuan umumnya berada pada kategori baik yaitu sebanyak 34 orang (54,0%). Untuk sikap responden umumnya berada pada kategori sikap baik yaitu sebanyak 63 orang (100%). Untuk faktor pemungkin yang berupa biaya sebagian besar responden menyatakan tidak mengeluarkan biaya dalam melakukan pemeriksaan Pap Smear sebanyak 53 responden (84,1%), untuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan di poli ginekologi RSUD Dr Pirngadi sebanyak 47 responden (74,6%) menyatakan baik, untuk media informasi 13 responden (20,6%) yang pernah mendapatkan informasi Pap Smear dari televisi. Untuk faktor penguat yaitu sebanyak 62 responden (98,4%) menyatakan mendapat dukungan keluarga dalam melakukan Pap Smear, sebanyak 32 responden (50,8%) menyatakan tidak pernah diajak teman untuk melakukan Pap Smear, sebanyak 60 responden (95,3%) menyatakan petugas kesehatan memberikan informasi Pap Smear kepada responden.
Dari hasil penelitian disarankan kepada petugas kesehatan atau rumah sakit untuk turut berpartisipasi dalam memberikan informasi mengenai Pap Smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks.
ABSTRACT
Cervical cancer affects many women and 65% of patients already in an advanced stage (Darmindro et al, 2007). One method for early detection of cervical cancer is Pap smear. In Public Hospital Dr Pirngadi Medan acquired the gynecological check-up patient data to hospital with suspected cancer from January to November 2011 as many as 1100 people.
The research aims to know the description of predisposing, enabling, and reinforcing factors of mothers in Pap Smear in public hospitals Dr Pirngadi Medan 2012. This type of research is quantitative descriptive study with purposive sampling collection technique. The study population was all patients who perform Pap Smear in poly Gynecology Hospital Dr Pirngadi field as many as 1100 people and the number of samples taken for the study were 63 people. Presentation of data using frequency distribution tables.
The results showed that respondents are predisposing factors in the category of knowledge is generally good even as many as 34 people (54.0%). For the general attitude of the respondents in the category of a good attitude even as many as 63 people (100%). To factor the cost of enabling the majority of respondents stated it does not cost the Pap smear as many as 53 respondents (84.1%), access to health services for treatment of Pap tests by 40 respondents (63.5%) stated Hospital Dr Pirngadi field is not too difficult to reach and to health services provided by health professionals in poly gynecology Hospital Dr Pirngadi total of 47 respondents (74.6%) stating whether, for media information, 13 respondents (20.6%) who never get a Pap Smear in television. For the reinforcing factor of 62 respondents (98.4%) said that they get support from their family in Pap Smear, a total of 32 respondents (50.8%) claimed never invited friends to do the Pap smear, a total of 60 respondents (95.3%) state health officials to provide information to the respondent Pap Smear.
From the results of the study suggested that health center or hospital to participate in providing information on the Pap Smear as a cervical cancer early detection efforts.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan serta keselamatan, dan atas berkah dan hidayah-Nya
lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Gambaran
Faktor-faktor Perilaku Ibu Dalam Pemeriksaan Pap Smear Di Poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012”.
Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak baik secara materi maupun dukungan moril. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
2. Drs. Tukiman, MKM selaku ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku sekaligus Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama menuntut ilmu di FKM USU serta saran dan masukan kepada penulis.
3. Drs. Eddy Syahrial, MS, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
4. Lita Sri Andayani, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. dr. Taufik Ashar, MKM, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.
6. Seluruh staf pengajar Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, terima kasih untuk pembelajaran yang telah diberikan kepada penulis selama ini dan tidak lupa kepada Bang Warsito yang selalu membantu penulis dalam hal administrasi.
8. dr. Fadjrir, Sp.OG selaku Kepala Staf Penelitian bagian Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian.
9. Orangtua Tercinta, Ruslin Nst dan Eldiana Siregar, Abang Tercinta Ade Mahendra Putra Nst, serta adik tersayang Chandri Lidya Putri Nst , yang telah memberikan dukungan moril, materil serta kasih sayang yang kepada penulis.
10.Teman spesialku, Rudy Irwanto, terima kasih atas kebersamaan dan
motivasinya, semoga tetap akan menjadi teman spesial.
11.Teman baikku: Ismil Khairi Lubis, Julianti Aisyah, dan Media Aprina yang telah memberikan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini 12. Teman-teman seperjuangan: Lidya N Situngkir dan Masdiana Tanjung yang
telah banyak memberikan dukungan serta semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
13. Semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu
persatu atas dukungan, kerjasama dan doanya.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini baik dari segi isi maupun penyajiannya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin
Medan, 28 Juli 2012 Penulis
DAFTAR ISI
2.4.5. Stadium Kanker Serviks ... 29
2.5.5. Alat Yang Diperlukan Untuk Pengambilan Tes Pap 40 2.5.6. Cara Pemeriksaan Pap Smear ... 40
2.5.7. Hasil Pemeriksaan Test Pap Smear ... 40
2.6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pemeriksaan Pap Smear ... 42
2.8. Kerangka Konsep... 47
3.7. Teknik Pengolahan Dan Analisa Data ... 57
3.7.1. Pengolahan Data ... 57
3.7.2. Analisa Data ... 58
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 59
4.1.1. Sejarah Rumah Sakit ... 59
4.1.2. Letak dan Keadaan ... 61
4.1.3. Struktur Organisasi ... 62
4.2. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)... 63
4.2.1. Umur ... 64
4.5.2. Tindakan Responden Dalam Melakukan Pap Smear Secara
Rutin ... ... 83
4.5.3. Tindakan Responden Dalam Memperoleh Hasil Adanya Kelainan Pada Serviks Melalui Pemeriksaan Pap Smear ... 84
4.5.4. Tindakan Responden Dalam Memperolah Penjelasan Mengenai Hasil Tes Pap Smear Dari Petugas Kesehatan ... 84
4.5.5. Tindakan Responden Dalam Melakukan Pencegahan Kanker Serviks Selain Pap Smear ... ... 84
4.5.6. Tindakan responden Dalam Menganjurkan Pap Smear Kepada Keluarga/Teman/Tetangga ... 85
BAB V PEMBAHASAN ... 86
5.2.1. Pengetahuan Tentang Kanker Serviks Meliputi Pengertian, Penyebab, Faktor Resiko, dan Gejala Kanker Serviks ... 91
5.2.2. Pengetahuan Tentang Merokok Sebagai Salah Satu Faktor Resiko ... ... 93
5.2.3. Pengetahuan Responden Tentang Pemeriksaan Pap Smear ... 94
5.2.5. Pengetahuan Responden Tentang Usia Wanita Untuk
Melakukan Pap Smear ... 97
5.2.6. Pengetahuan Responden Tentang Pelaksanaan Pap Smear ... 99
5.2.7. Pengetahuan Responden Tentang Tempat Memperoleh Informasi dan Pemeriksaan Pap Smear ... 99
5.2.8. Kategori Tingkatan Pengetahuan ... 100
5.3. Sikap Ibu Tentang Bahaya Kanker Serviks Dan Pemeriksaan Pap Smear ... 102
5.3.1. Sikap Ibu Tentang Kanker Serviks dan Gejala Kanker Serviks ... 102
5.3.2. Sikap Ibu Tentang Faktor Resiko Kanker Serviks .... 103
5.3.3. Sikap Ibu Terhadap Pap Smear ... 104
5.6.1. Tindakan Ibu Mengenai Alasan Melakukan Pap Smear ... 112
5.6.2. Tindakan Ibu Terhadap Frekuensi Melakukan Pap Smear ... 113
Kepada Keluarga/Teman/Tetangga ... 114
5.6.5. Kategori Tindakan ... 115
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 117
6.1. Kesimpulan ... 117
6.2. Saran ... 118 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - Kuesioner
- Print Out Master Data
- Surat Izin Survei Pendahuluan dari FKM USU - Surat Izin Penelitian dari FKM USU
ABSTRAK
Kanker serviks banyak diderita oleh kaum wanita dan 65% penderita sudah berada di stadium lanjut (Darmindro dkk, 2007). Salah satu metode untuk mendeteksi secara dini kanker serviks adalah dengan pemeriksaan Pap Smear. Di RSUD Dr
Pirngadi Medan RSUD bagian ginekologi diperoleh data pasien yang memeriksakan
diri ke rumah sakit dan suspek kanker leher rahim mulai dari januari hingga November 2011 sebanyak 1100 orang.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi, pemungkin, dan penguat ibu dalam pemeriksaan Pap Smear di RSUD Dr Pirngadi Medan Tahun 2012. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kuantitatif dengan teknik pengambilan sampling purposive. Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang melakukan pemeriksaan Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan sebanyak 1100 orang dan jumlah sampel sebagai responden diambil sebanyak 63 orang. Penyajian data dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor predisposisi responden yaitu pengetahuan umumnya berada pada kategori baik yaitu sebanyak 34 orang (54,0%). Untuk sikap responden umumnya berada pada kategori sikap baik yaitu sebanyak 63 orang (100%). Untuk faktor pemungkin yang berupa biaya sebagian besar responden menyatakan tidak mengeluarkan biaya dalam melakukan pemeriksaan Pap Smear sebanyak 53 responden (84,1%), untuk pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan di poli ginekologi RSUD Dr Pirngadi sebanyak 47 responden (74,6%) menyatakan baik, untuk media informasi 13 responden (20,6%) yang pernah mendapatkan informasi Pap Smear dari televisi. Untuk faktor penguat yaitu sebanyak 62 responden (98,4%) menyatakan mendapat dukungan keluarga dalam melakukan Pap Smear, sebanyak 32 responden (50,8%) menyatakan tidak pernah diajak teman untuk melakukan Pap Smear, sebanyak 60 responden (95,3%) menyatakan petugas kesehatan memberikan informasi Pap Smear kepada responden.
Dari hasil penelitian disarankan kepada petugas kesehatan atau rumah sakit untuk turut berpartisipasi dalam memberikan informasi mengenai Pap Smear sebagai upaya deteksi dini kanker serviks.
ABSTRACT
Cervical cancer affects many women and 65% of patients already in an advanced stage (Darmindro et al, 2007). One method for early detection of cervical cancer is Pap smear. In Public Hospital Dr Pirngadi Medan acquired the gynecological check-up patient data to hospital with suspected cancer from January to November 2011 as many as 1100 people.
The research aims to know the description of predisposing, enabling, and reinforcing factors of mothers in Pap Smear in public hospitals Dr Pirngadi Medan 2012. This type of research is quantitative descriptive study with purposive sampling collection technique. The study population was all patients who perform Pap Smear in poly Gynecology Hospital Dr Pirngadi field as many as 1100 people and the number of samples taken for the study were 63 people. Presentation of data using frequency distribution tables.
The results showed that respondents are predisposing factors in the category of knowledge is generally good even as many as 34 people (54.0%). For the general attitude of the respondents in the category of a good attitude even as many as 63 people (100%). To factor the cost of enabling the majority of respondents stated it does not cost the Pap smear as many as 53 respondents (84.1%), access to health services for treatment of Pap tests by 40 respondents (63.5%) stated Hospital Dr Pirngadi field is not too difficult to reach and to health services provided by health professionals in poly gynecology Hospital Dr Pirngadi total of 47 respondents (74.6%) stating whether, for media information, 13 respondents (20.6%) who never get a Pap Smear in television. For the reinforcing factor of 62 respondents (98.4%) said that they get support from their family in Pap Smear, a total of 32 respondents (50.8%) claimed never invited friends to do the Pap smear, a total of 60 respondents (95.3%) state health officials to provide information to the respondent Pap Smear.
From the results of the study suggested that health center or hospital to participate in providing information on the Pap Smear as a cervical cancer early detection efforts.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada akhir abad 20 prevalensi penyakit menular mengalami penurunan,
sedangkan penyakit tidak menular cenderung mengalami peningkatan. Penyakit tidak
menular (PTM) dapat digolongkan menjadi satu kelompok utama dengan faktor
risiko yang sama (common underlying risk factor). Penyakit tidak menular
mengalami peningkatan karena perubahan gaya hidup masyarakat seperti pola
konsumsi yang lebih mementingkan makanan berlemak, kurang serat, maupun yang
diproses seperti diawetkan, diasinkan, dan diasap (DepKes RI, 2006).
Perhatian terhadap penyakit tidak menular makin hari makin meningkat,
karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya pada masyarakat. Selama ini
epidemiologi kebanyakan berkecimpung dalam menangani masalah penyakit
menular, namun perkembangan sosio ekonomi juga cultural bangsa dan dunia
kemudian menuntut epidemiologi untuk memberikan perhatian kepada penyakit tidak
menular yang jumlahnya terus saja meningkat pada masyarakat, terutama terhadap
penyakit kanker yang saat ini menjadi penyebab kematian nomor 2 di dunia (Depkes,
2006).
Kanker atau dalam bahasa medisnya biasa disebut Karsinoma adalah
sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-sel
yang tidak terkontrol dan tidak normal (Price & Wilson, 2006). Kanker dapat
karsinogenesis (proses pembentukan kanker). Faktor eksternal dapat berupa infeksi,
radiasi, zat kimia tertentu, dan juga konsumsi tembakau, sedangkan mutasi (baik yang
diturunkan maupun akibat metabolisme), hormon, dan kondisi sistem imun
merupakan faktor internal (American Cancer Society, 2008).
Pada wanita kanker juga dapat menyerang berbagai organ reproduksi. Salah
satunya yaitu kanker serviks. Kanker reproduktif wanita ini diperkirakan membunuh
lebih dari 26.400 wanita di Amerika Serikat setiap tahunnya. Dari kanker ini, sekitar
15.800 adalah kasus baru kanker serviks invasif yang dapat menyebabkan 4800
kematian. Kanker serviks merupakan kanker reproduktif wanita ketiga yang paling
umum dan merupakan bentuk neoplasma yang menduduki salah satu tempat teratas
dalam daftar sebab kematian akibat tumor ganas pada wanita (Brunner & Suddarth,
2001).
Saat ini, ada tiga jenis kanker sebagai penyebab utama kematian pada wanita
yaitu kanker payudara, kanker serviks, dan kanker paru. Menurut data dari WHO
(World Health Organization) setiap tahun, jumlah penderita kanker bertambah
mencapai 6,25 juta orang. Dalam 10 tahun mendatang, diperkirakan 9 juta orang akan
meninggal setiap tahun akibat kanker. Dua pertiga dari penderita kanker di dunia
akan berada di negara-negara yang sedang berkembang (Setiati, 2009).
Menurut data WHO, kanker serviks merupakan kanker nomor dua terbanyak
pada perempuan berusia 15-45 tahun setelah kanker payudara. Tak kurang dari
500.000 kasus baru dengan kematian 280.000 penderita terjadi tiap tahun di seluruh
dunia. Bisa dikatakan, setiap dua menit seorang perempuan meninggal akibat kanker
13 tahun ke atas yang berisiko terkena kanker serviks. WHO memperkirakan, ada
lebih dari 265.000 kasus kanker serviks dengan kematian 140.000 penderita tiap
tahun di wilayah ini (Prima, 2010).
Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti kanker serviks. Kanker
serviks paling sering terjadi pada usia 30 sampai 45 tahun tetapi dapat terjadi di usia
dini yaitu 18 tahun. Banyak faktor risiko yang berhubungan dengan kanker serviks
seperti hubungan seksual bebas, kehamilan dini, riwayat partus dini dan multi partus,
pemajanan infeksi, personal hygine yang buruk dan gaya hidup yang tidak sehat
(Price & Wilson, 2005). Sebelum terjadi kanker serviks akan terjadi keadaan yang disebut lesi prakanker serviks. Lesi prakanker biasanya ditemukan pada wanita berusia 30 tahun, sedangkan kanker serviks ditemukan pada usia 45 tahun. Sehingga memerlukan waktu kurang lebih 15 tahun dari keadaan lesi prakanker menjadi kanker serviks (Aziz, 2001; Robbins et al., 2007). Penyakit kanker biasanya menunjukkan gejala yang spesifik pada stadium lanjut, sehingga sangat kecil kemungkinan harapan
hidup penderita. Akan tetapi meski beberapa kanker sulit untuk dideteksi, maka lain
halnya dengan kanker serviks yang dapat dilakukan pendeteksian dini dengan uji
pulasan Papanicolaou (Pap) (Depkes RI, 2008).
Sejak tiga dekade terakhir, masyarakat Indonesia telah mengalami perbaikan
yang bermakna dalam tingkat kesehatannya. Hal ini disebabkan karena adanya
pembangunan dan kemajuan sosial ekonomi yang amat pesat disertai pula
pembangunan di bidang kesehatan yang baik. Kemajuan-kemajuan di bidang sosial
ekonomi pada gilirannya mempunyai pengaruh terhadap perubahan lingkungan
harapan hidup, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut mengakibatkan berubahnya pola
penyakit dari penyakit menular ke penyakit tidak menular, salah satu diantaranya
ialah peningkatan jumlah penderita penyakit kanker (Fatimah, 2008).
Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker serviks saat ini
menempati urutan pertama kanker yang diderita oleh kaum wanita Indonesia. Saat ini
ada 100 kasus per 100.000 penduduk atau 200.000 kasus setiap tahunnya dengan usia
antara 45-54 tahun dan menempati urutan teratas dari 10 kanker yang banyak pada
wanita dan sekitar 65% berada pada stadium lanjut (kesepro info, 2007).
Data yang dikumpulkan dari 13 laboratorium patologi anatomi di Indonesia
menunjukkan bahwa frekuensi kanker serviks tertinggi di antara kanker yang ada di
Indonesia maupun Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Ciptomangunkusumo.
Akumulasi penyebaran kanker serviks sendiri terdapat di Jawa-Bali yakni 92,44%
(Aziz, 2001).
Untuk wilayah kota medan terdapat 62 kasus kanker seviks sepanjang tahun
2010 (waspada, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari berbagai
rumah sakit di Sumatera Utara ditemukan bahwa di Rumah Sakit Umum Pusat H.
Adam Malik Medan dalam kurun waktu 1998-2002 dari 802 kasus kanker
ginekologik dan 421 (52,5%) diantaranya adalah kanker leher rahim. Di Rumah Sakit
St. Elisabeth Medan selama kurun waktu 1998-2004 dari 1.672 kasus kanker
ditemukan 195 kasus (11,66%) diantaranya didiagnosis sebagai kanker leher rahim
(Zai Elwin, 2009). Dan data dari RSUD dr.Pirngadi Kota Medan pada tahun 2006,
jumlah penderita kanker serviks sebanyak 28, tahun 2007 sebanyak 32 orang,tahun
sebanyak 40 orang. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa kasus kanker
leher rahim mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Tingginya kasus kanker leher rahim disebabkan minimnya kesadaran untuk
melakukan deteksi dini, dikarenakan upaya promosi dan preventif dalam pencegahan
terhadap kasus kanker leher rahim masih kurang digalakkan oleh pemerintah yang
mengakibatkan masyarakat menjadi kurang informasi mengenai bahaya kanker leher
rahim dan berbagai upaya pencegahannya. Selain itu, rasa keingintahuan masyarakat
Indonesia juga dinilai masih rendah, khususnya ibu-ibu. Ditambah lagi masih
berkembangnya persepsi di setiap masyarakat kita bahwa sarana pelayanan kesehatan
seperti puskesmas dan rumah sakit hanya sebagai tempat untuk berobat saja, itu
artinya masyarakat hanya datang ke pusat pelayanan kesehatan jika mereka sudah
sakit. Akibatnya, sebagian besar kasus yang ditemukan sudah masuk pada stadium
lanjut dan menyebabkan kematian karena kanker leher rahim tidak menunjukkan
gejala (Adiati, 2010).
Prihartono (2002) menyatakan bahwa pengalaman berbagai negara maju
menunjukkan bahwa upaya peningkatan derajat kesehatan hanya dapat dicapai secara
efisiensi apabila lebih ditekankan pada upaya pencegahan. Upaya pencegahan selalu
lebih baik dan bermanfaat dibanding upaya pengobatan. Upaya pencagahan dalam
pengertian yang lebih luas mencakup kegiatan pendeteksian secara dini berbagai jenis
penyakit.
Pencegahan kanker dapat diartikan sebagai pengenalan berbagai faktor
penyebab kanker dan upaya menghindari berfungsinya penyebab itu, atau agar
dapat dilaksanakan apabila ditemukan pada stadium dini dan pada stadium tersebut,
kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan 100% (Rosilawati, dkk 2007). Deteksi
pemeriksaan yang paling utama dan dianjurkan untuk deteksi dini kanker serviks
adalah pemeriksaan papaniculou smear atau yang dikenal dengan Pap Smear (Bustan,
2000).
Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia dan
sebagainya, test Pap Smear digunakan dalam pemeriksaan massal (mass screenings)
untuk penemuan dini karsinoma serviks. Di Amerika Serikat pemeriksaan massal Pap
Smear selama 20 tahun terakhir menyebabkan penurunan kasus karsinoma serviks
uteri sebanyak 65%. Sebaliknya, di Kanada di propinsi-propinsi yang tidak
melakukan program Pap test terdapat kenaikan mortalitas karena karsinoma serviks
sebesar 25% antara tahun 1960-1970 (Nur, 2007).
Di Indonesia, dinas kesehatan masing-masing kota sudah mulai menggalakkan Pap Smear, yang masuk ke dalam program kerja bulanan, selain itu pap smear juga sudah mulai dimasukkan dalam program kerja di masing-masing puskesmas. Pelatihan tenaga kesehatan agar dapat melakukan tes Pap Smear juga dilakukan, ditambah lagi adanya kerjasama lintas sektoral antara dinas kesehatan setempat dengan Yayasan Kanker Indonesia dan masyarakat untuk terus menggalakkan Pap Smear (Depkes, 2006).
Akan tetapi masih banyak masalah dan kendala yang dihadapi dalam
menggalakkan program Pap Smear di Indonesia antara lain sumber daya manusia
sitologi/skriner masih terbatas. Data dari sekretariat IAPI (Ikatan Ahli Patologi
Indonesia), bahwa pada tahun 1999 jumlah ahli patologi sebanyak 178 orang yang
tersebebar baru di 13 propinsi di Indonesia dan jumlah skriner yang masih kurang
dari 100 orang. Di sisi lain, Indonesia mempunyai sejumlah bidan, dimana bidan
merupakan tenaga kesehatan yang dekat dengan masalah kesehatan wanita yang
potensinya perlu dioptimalkan khsususnya untuk program skriming kanker serviks.
Dari data sekretariat IBI (Ikatan Bidan Indonesia) Pusat, pada tahun 1997 jumlah
bidan di desa sebanyak 55.000 orang dan bidan praktek swasta sebanyak 16.000
orang. Dari penelitian Nuranna L dan Aziz MF pada tahun 1991, diperoleh data
bahwa diantara petugas kesehatan termasuk bidan, kemampuan kewaspadaannya
terhadap kanker serviks masih perlu diberdayakan.
Secara geografi, wilayah Indonesia sangat luas dan terdiri dari beribu-ribu
pulau, ditambah masih sulitnya komunikasi dan transportasi antar wilayah. Dari segi
wanita yang selayaknya menjalani skriming diperoleh bahwa para wanita sering
enggan untuk diperiksa oleh karena ketidaktahuan, rasa malu, rasa takut, dan faktor
biaya. Hal ini umumnya disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan dan
pengetahuan penduduk di Indonesia (Iswara, 2004).
Menurut Evenmett (2003) yang melakukan analisis mengenai penyebab pap
smear tidak dilakukan oleh wanita yaitu karena faktor psikologis dimana mereka
merasa takut melakukan pap smear, takut mengetahui hasilnya bahwa menderita
kanker dan malu untuk menjalani pemeriksaan Pap Smear. Sedangkan suwigoya,
ketidaktahuan akan informasi Pap Smear, rasa malu, rasa takut terhadap alat dan
faktor biaya
RSUD Dr.Pirngadi merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan milik
pemerintah yang bertugas melaksanakan pelayanan kesehatan, melalui upaya
penyembuhan, pemulihan terhadap orang sakit serta menyelenggarakan pendidikan
dan penelitian. Selain itu, RSUD Dr.Pirngadi adalah rumah sakit rujukan dari
berbagai rumah sakit di daerah yang juga menerima pasien jamkesmas. Salah satu
pelayanan yang tersedia di RSUD Dr Pirngadi Medan adalah pelayanan dalam
pemeriksaan Pap Smear yang dilakukan di poli Ginekologi (rsupirngadi.com).
Berdasarkan data dari RSUD dr.Pirngadi bagian ginekologi diperoleh data pasien yang memeriksakan diri ke rumah sakit dan suspek kanker leher rahim dan mioma uteri sehingga harus melakukan pap smear dari tahun 2006 sebanyak 525 orang, tahun 2007 sebanyak 678 orang, tahun 2008 sebanyak 794 orang, tahun 2009 sebanyak 968 orang, tahun 2010 sebanyak 1075 orang dan mulai dari januari hingga November 2011 sebanyak 1100 orang (bagian rekam medik dr Pirngadi).
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas penulis tertarik untuk meneliti
“Faktor-faktor Perilaku Ibu dalam Pemeriksaan Pap Smear di Poli Ginekologi RSUD
Dr Pirngadi Medan Tahun 2012”.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah
Faktor-faktor Perilaku Ibu dalam Pemeriksaan Pap Smear di Poli Ginekologi RSUD
1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor perilaku ibu dalam pemeriksaan
Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran faktor predisposisi perilaku ibu dalam pemeriksaan
Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012.
2. Untuk mengetahui gambaran faktor pemungkin perilaku ibu dalam pemeriksaan
Pap Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012
3. Untuk mengetahui gambaran faktor penguat perilaku ibu dalam pemeriksaan Pap
Smear di poli Ginekologi RSUD Dr Pirngadi Medan tahun 2012
1.4. Manfaat penelitian
1. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan sehingga dapat merancang program
kesehatan sebagai sarana promosi untuk meningkatkan pengetahuan mengenai
manfaat Pap Smear pada setiap wanita.
2. Sebagai informasi dan masukan bagi RSUD Dr Pirngadi sehingga dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan dalam rangka upaya pencegahan kanker
serviks.
3. Diharapkan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya, yang berkenaan
4. Untuk menambah serta meningkatkan kemampuan penulis dalam menganalisa
suatu masalah dan berbagai pengalaman langsung dalam menambah wawasan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan
manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing.
Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan
atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas
antara lain : berbicara, berjalan, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan behwa yang dimaksud
dengan perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2003).
Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut dengan
teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon. Skinner membedakan adanya dua
respon
1. Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh
eliciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.
Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan.
Respondent ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya dengan mendengar
kabar musibah menjadi sedih.
2. Operant respon atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena
memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas melaksanakan tugasnya
dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas
tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua.
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert) dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya berpikir
dan bersikap.
2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka
dan dapat dengan mudah diamati oleh orang lain. Misalnya penderita TB minum
obat secara teratur.
Menurut Skinner (1938) yang dijabarkan oleh Notoadmodjo (2005),
perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar
karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti
bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap
orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang
berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan
menjadi dua, yakni:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan,
yang bersifat given atau bawaan. Misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik ligkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan
penghayatan dan aktivitas seseorang, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
faktor internal maupun eksternal.
Menurut teori Bloom (1908), yang dijabarkan Notoatmodjo (2005),
membagi perilaku manusia ke dalam tiga kawasan (domain), meskipun kawasan itu
tidak memiliki batasan yang jelas dan tegas. Ketiga kawasan tersebut adalah kognitif
(cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam
perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan
kesehatan, yakni : pengetahuan, sikap, tindakan.
2.1.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Notoatmodjo (2003) dalam bukunya mengemukakan bahwa pengetahuan
yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1. Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan
tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek yang telah
dipelajari.
3. Aplikasi (Application)
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari
pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini diartikan sebagai penggunaan
hukum, rumus, metode, prinsip, dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan
kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :
1. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain
agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tingi
pendidikan seseorang maka makin mudah pula bagi mereka untuk menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka
miliki.
2. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan
3. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan
psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berpikir seseorang semakin
matang dan dewasa.
4. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan sesorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada
akhirnya diperoleh penetahuan yang lebih mendalam.
5. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari
dalam dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin
saja menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi
pengetahuan pada individu secara sabjektif.
6. Informasi
Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membant mempercepat
seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. (Wahid dkk, 2007)
2.1.2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulasi atau objek. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan
manifestasi sikap itu tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu
dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari
Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) berikut ini adalah proses
terbentuknya sikap dan reaksi :
Gambar 2.1.2 Proses Terbentuknya Sikap
Dari diagram diatas dapat disimpulkan bahwa sikap bukanlah suatu bentuk
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Sikap masih merupakan reaksi tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) sikap dibagi menjadi 3 komponen
pokok, yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3. Kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan,
dan emosi memegang peranan penting (Soekidjo, 2003).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari empat tingkatan yaitu:
1. Menerima (receiving)
Diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan objek.
Stimulus
Rangsangan Organisme
Reaksi Tingkah laku
(terbuka)
2. Merespon (responding)
Indikasi dari sikap adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan.
3. Menghargai (valuing)
Indikasi dari menghargai adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap.
2.1.3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan, untuk
terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2003)
Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu:
1. Persepsi (perception)
Praktek tingkat pertama adalah mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
2. Respon Terpimpin (guided response)
Praktek tingkat kedua adalah dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang
3. Mekanisme (mecanism)
Praktek tingkat ketiga adalah apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu
dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.
4. Adaptasi (adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
2.2. Perilaku Kesehatan
Pada dasarnya, perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan (Notoatmodjo, 2007).
Batasan-batasan tersebut mempunyai dua unsur pokok yaitu:
1. Respons atau reaksi manusia, baik yang bersifat pasif meliputi pengetahuan,
persepsi dan sikap, maupun yang bersifat aktif seperti tindakan yang nyata.
2. Stimulus atau rangsangan yang terdiri dari 4 unsur pokok yaitu sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Untuk lebih rinci
perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok yaitu:
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu respons manusia, baik
secara pasif (mengetahui, bersikap, dan persepsi terhadap penyakit dan rasa
penyakit) maupun aktif (tindakan yang diambil untuk mengobati sakit dan
b. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan merupakan respon seseorang
terhadap pelayanan kesehatan (modern/tradisional). Perilaku tersebut
menyangkut fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan
obat-obatan.
c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman yaitu respons seseorang terhadap
makanan dan minuman karena makanan dan minuman dapat meningkatkan
kesehatan seseorang.
d. Perilaku kesehatan lingkungan yaitu respons seseorang terhadap lingkungannya
agar tidak mempengaruhi kesehatannya.
Menurut Gochman(1988) membagi perilaku kesehatan menjadi 2 elemen
yaitu elemen kognitif berupa adanya suatu hubungan antara kepercayaan, harapan,
motivasi, nilai, persepsi, dan lainnya, sedangkan yang termasuk dalam elemen afektif
yaitu karakteristik individu, keadaan emosional dan kebiasaan seseorang yang
berhubungan dengan pemulihan kesehatan agar dapat meningkatkan status
kesehatannya. Sehingga perilaku kesehatan dapat diartikan sebagai aktivitas
seseorang yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berhubungan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatannya (Notoadmojo, 2005).
Becker (1979, yang dikutip dari Notoadmojo, 2005)mengajukan klasifikasi
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Health Related Behavior), sebagai
berikut:
1. Perilaku sehat (Healthy Behavior) yaitu perilaku untuk mempertahankan dan
fisik secara teratur, tidak merokok dan minum minuman keras, istirahat yang
cukup, pengendalian stress dan perilaku hidup sehat.
2. Perilaku Sakit (Illnes Behavior) yaitu tindakan seseorang untuk mengatasi masalah
kesehatannya dengan mencari pengobatan. Tindakan tersebut antara lain:
- Didiamkan saja (no action), artinya mengabaikan penyakitnya.
- Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment atau
self medication)
- mencari penyembuhan ke pelayanan kesehatan.
3. Perilaku Peran Orang Sakit (The Sick Role Behavior) yaitu adanya hak dan
kewajiban yang dimiliki orang sakit yang terdiri dari:
- Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
- Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk
memperoleh kesembuhan.
- Melakukan kewajiban sebagai pasien yaitu dengan mematuhi nasihat-nasihat
dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhannya.
- Tidak melakukan sesuatu yang merugikan selama proses penyembuhan.
- melakukan kewajiban agar penyakitnya tidak kambuh.
Perilaku kesehatan menurut Kosa dan Robertson (Notoadmojo, 2007) yaitu
perilaku seseorang yang dipengaruhi dengan kepercayaan mengenai kondisi
kesehatannya. Adanya perbedaan dari setiap individu dalam mengambil tindakan
pencegahan/penyembuhan walaupun masalah kesehatannya sama, tindakan tersebut
dan Cobb (1966) perilaku kesehatan terdiri dari 3 macam yaitu (dikutip dari Glanz,
Rimer, Lewis, 2002)
1. Perilaku pencegahan kesehatan kesehatan yaitu aktivitas yang dilakukan individu
yang sehat untuk mencegah atau mendeteksi penyakit sebelum gejala muncul.
2. Perilaku sakit yaitu aktifiras yang dilakukan individu yang sakit untuk mencari
penyembuhan.
3. Perilaku peran sakit yaitu aktifitas yang dilakukan individu yang sedang sakit,
untuk sembuh dengan menerima pengobatan.
Menurut Elder et al (1994) diperlukan 3 hal untuk berperilaku sehat yaitu
pengetahuan yang tepat, motivasi, dan keterampilan untuk berperilaku sehat. Apabila
seseorang tidak mempunyai keterampilan untuk berperilaku sehat maka disebut skill
deficits (dalam Notoadmojo, 2000). Sulitnya seseorang untuk termotivasi untuk
berperilaku sehat adalah karena perubahan perilaku dari yang tidak sehat menjadi
sehat sehingga tidak menimbulkan dampak langsung secara tepat, atau mungkin tidak
berdampak terhadap penyakitnya, namun hanya mencegah agar tidak menjadi lebih
buruk (dikutip dari Susanti, 2002).
2.3. Teori Perubahan Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan
yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari
maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling
berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga
penting untuk dapat menelaah alasan dibalik perilaku individu, sebelum ia mampu
mengubah perilaku tersebut. (Muzaham, 1995)
Terdapat 3 teori yang menjadi acuan dalam penelitian kesehatan yang
berhubungan dengan perilaku yaitu:
2.3.1. Teori Lawrence Green
Saat ini teori mengenai masalah kesehatan sudah banyak. Namun, salah
satu teori yang mengkaji tentang masalah perilaku adalah teori dari Lawrence Green
(1980) yang membedakan masalah kesehatan menjadi dua determinan yaitu faktor
perilaku dan faktor non perilaku. Untuk faktor perilaku sendiri bertujuan untuk
mendorong terjadinya perubahan perilaku pada setiap individu. Green membagi
menjadi faktor perilaku menjadi 3 faktor utama yaitu faktor predisposisi,
pemungkin, dan penguat (Notoatmodjo, 2005).
Faktor predisposisi merupakan faktor yang memotivasi suatu perilaku
atau mempermudah terjadinya perilaku seseorang. Perilaku ibu dalam pemeriksaan
pap smear dengan faktor predisposisi seperti umur, pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, pengetahuan, sikap, persepsi dan lain sebagainya. Faktor pemungkin
merupakan faktor lanjutan dari faktor predisposisi, dimana motivasi untuk terjadinya
perubahan perilaku tersebut dapat terwujud. Keterjangkauan sarana dan prasarana
menjadi faktor pemungkin bagi setiap individu untuk berperilaku. Hal ini disebabkan
karena seseorang akan mencari informasi mengenai kesehatan maupun mencari
pengobatan apabila adanya akses ke pelayanan kesehatan tersebut. Selain
keterjangkauan sarana dan prasarana, faktor lingkungan juga memiliki andil untuk
tindakan tersebut seperti biaya, dan pelayanan kesehatan sehingga individu dapat
mencari informasi dan dapat mencari pengobatan yang dibutuhkan (Green et al,1980
yang dikutip oleh Gielen dan McDonald dalam Glanz, Rimer, Lewis 2002).
Faktor penguat yaitu faktor yang diperoleh dari orang terdekat dan adanya
dukungan sosial yang diberikan ke individu tersebut seperti keluarga, teman maupun
dari petugas kesehatan yang dapat memperkuat perilaku. Dengan adanya dukungan
yang diberikan dari orang-orang terdekat diharapkan dapat mendorong terjadinya
perubahan perilaku (Green et al,1980 yang dikutip oleh Gielen dan McDonald dalam
Glanz, Rimer, Lewis 2002).
2.3.2. Teori WHO
Tim kerja pendidikan kesehatan dari World Health Organization (WHO)
membuat rumusan mengenai 4 alasan pokok seseorang untuk berperilaku
(Notoatmodjo, 2005) yaitu:
1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yaitu adanya
pertimbangan-pertimbangan dari diri sendiri untuk bertindak dan berperilaku.
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang untuk merubah perilaku
seseorang berupa informasi yang berkenaan dengan sakit dan penyakitnya.
3. Sumber daya (resources) dapat mempengaruhi perilaku seseorang atau
masyarakat. Pengaruh sumber daya bersifat positif maupun negatif, misalnya
tersedianya sarana dan prasarana, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.
4. Sosial budaya (culture), sosial budaya secara tidak langsung menjadi faktor
2.4. Kanker Serviks
2.4.1. Pengertian Kanker serviks
Kanker leher rahim atau yang dikenal dengan kanker serviks yaitu
keganasan yang terjadi pada serviks (leher rahim) yang merupakan bagian terendah
dari rahim yang menonjol ke puncak liang senggama atau vagina (Depkes RI, 2006).
Pada fase prakanker atau stadium awal kanker serviks tidak menimbulkan gejala fisik
yang mudah diamati.
Menurut David M. Eddy (1981, yang dikutip dari Hoepoedio, 1986) dalam
tulisannya yang berjudul “The Economic of Cancer Prevention and Detection,
Getting More for Less” tujuan konkrit dari penemuan dini kanker, termasuk kanker
leher rahim (kanker serviks) sebagai berikut:
1. Menaikkan harapan hidup.
2. Mengurangi pengobatan ekstensif.
3. Memperbaiki kualitas hidup.
4. Mengurangi penderitaan.
5. Mengurangi biaya.
6. Mengurangi kecemasan.
2.4.2. Penyebab Kanker Serviks
HPV (Human Papiloma Virus) merupakan penyebab terbanyak. HPV biasa
disebut wart virus (virus kutil). Terdapat lebih dari 100 tife HPV yang telah
diidentifikasi. Tife 16,18,31,33 dan 35 menyebabkan perubahan sel-sel pada vagina
atau serviks yang pada mulanya menjadi displasia dan selanjutnya berkembang
2.4.3. Faktor Risiko Kanker Serviks
Menurut Sjamsudin (2001) ada beberapa faktor risiko yang dapat
meningkatkan terjadinya kanker serviks yaitu:
1. Perilaku seksual
Banyak faktor yang disebut-sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks. Telaah
pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang
mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan
seksual yang berganti-ganti lebih berisiko untuk menderita kanker serviks. Tinjauan
kepustakaan mengenai etiologi kanker leher rahim menunjukkan bahwa faktor risiko
lain yang penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila (WTS)
dan dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada isterinya. Data
epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap kemungkinan adanya
hubungan antara kanker serviks dengan agen yang dapat menimbulkan infeksi.
Karsinogen ini bekerja di daerah transformasi, menghasilkan suatu gradasi kelainan
permulaan keganasan, dan paling berbahaya bila terpapar dalam waktu 10 tahun
setelah menarche. Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya kolerasi antara
kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh
meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami yang suaminya sering
berhubungan seksual dengan banyak wanita lain menimbulkan konsep "Pria Berisiko
Tinggi" sebagai vektor dari agen yang dapat menimbulkan infeksi.
Banyak penyebab yang dapat menimbulkan kanker serviks, tetapi penyakit ini
sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS). Penyakit
terdapat korelasi non-kausal antara beberapa penyakit akibat hubungan seksual
dengan kanker serviks.
2. Jumlah kehamilan dan Partus
Kanker Serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering melahirkan (partus).
Semakin sering melahirkan, semakin besar resiko mendapat kanker serviks.
3. Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai
rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic
hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin
pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung
bahan-bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga
dapat menjadi mudah terinfeksi virus. Sebagai tambahan perokok sigaret telah
ditemukan sebagai penyebab juga. Wanita perokok mengandung konsentrat nikotin dan
kotinin didalam serviks mereka yang merusak sel. Laki-laki perokok juga terdapat
konsetrat bahan ini pada sekret genitalnya, dan dapat memenuhi servik selama
intercourse.
4. Kontrasepsi
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat
meningkatkan risiko kanker serviks relatif 1,53 kali. Kontrasepsi oral dapat
meningkatkan sensitivitas terhadap virus HPV. WHO melaporkan risiko relatif pada
pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya
5. Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat
mencegah kanker misalnya advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang,
bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid),
vitamin C, vitamin E, beta karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko
kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat
antioksidan yang kuat. Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap pengaruh
buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin
E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan
kacang-kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.
6. Infeksi Virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma
akuminata diduga sebagai faktor penyebab. Adanya infeksi virus dapat dideteksi dari
perubahan sel epitel serviks uteri pada tes pap. Pada infeksi virus sering dijumpai
sitologi abnormal.
7. Keturunan
Selain faktor-faktor di atas, faktor keturunan sangat memegang peranan
seorang bisa mengalami kanker jenis ini atau tidak. Jika ibu Anda atau saudara
perempuan dari pihak ibu atau ayah menderita kanker leher rahim, maka Anda
2.4.4. Gejala kanker Serviks
Awal gejala atau stadium awal kanker serviks sulit terdeteksi. Pada tahap
prakanker atau displasia sampai dengan stadium 1, tidak ada keluhan yang dirasakan
oleh penderita (eni, 2009). Adapun tanda-tanda gejala umum kanker serviks yaitu:
1. Keputihan yang sulit sembuh dan berbau busuk
2. Sering terjadi perdarahan dan nyeri saat bersenggama.
3. Pada stadium dini, keadaan penderita masih baik, tetapi pada stadium lanjut,
keadaan umum penderita dapat mengalami kemerosotan kesehatan. Selanjutnya,
beberapa tanda wanita yang terkena kanker serviks yaitu:
a. Tampak pucat
b. Kurus
c. Nafsu makan menurun
d. Kerap mengeluarkan keputihan disertai darah secara terus menerus (keputihan
dapat bercampur darah dan berbau)
e. Perut bagian bawah terasa sesak dan disertai nyeri
f. Tungkai kaki bagian bengkak karena bendungan pada pembuluh darah balik
di kaki ( pembengkakan di berbagai anggota tubuh, seperti di paha, betis, tangan,
dan sebagainya).
2.4.5. Stadium Kanker Serviks
Secara histopatologis pertumbuhan sel kanker serviks diklasifikasikan ke
1. Displasia
Displasia adalah pertumbuhan aktif disertai gangguan proses pematangan
epitel serviks uteri yang dimulai pada bagian basal sampai ke lapisan superfisial.
Perubahan permulaan dimulai dari inti sel dimana rasio inti-sitoplasma bertambah,
warna lebih gelap, bentuk dan besar sel mulai bervarisasi, susunan tidak teratur dan
mitosis aktif. Berdasarkan derajat perubahan sel individu dan lapisan sel epitel yang
jelas mengalami perubahan, displasia dibagi dalam 3 derajat pertumbuhan yaitu:
a. Displasia ringan, perubahan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis
b. Displasia sedang, perubahan menjadi pada separuh epidermis
c. Displasia berat, perubahan terjadi pada duapertiga epidermis.
Displasia berat hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma In situ. Oleh sebab
itu dalam pola tindakan klinis biasanya sama seperti karsinoma in situ.
2. Karsinoma In Situ
Pada karsinoma in situ perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan
epidermis menjadi karsinoma sel skuamos, namun membrana basalis dalam keadaan
utuh.
3. Karsinoma Mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan
sel meningkat, juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stroma
sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis. Biasanya tumor ini asimtomatik dan
hanya ditemukan pada skrinning kanker atau ditemukan bertepatan pada pemeriksaan
porsio. Akan tetapi dengan pemeriksaan kolposkopi dapat diprediksi adanya
prakarsinoma.
4. Karsinoma Invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol, besar dan
bentuk sel bervariasi, inti gelap dan khromatin berkelompok tidak merata serta
susunan sel makin tidak teratur. Sekelompok atau lebih sel tumor menginvasi
membrana basal dan tumbuh infiltratif ke dalam stroma. Kadang-kadang terlihat
invasi sel tumor pada pembuluh getah bening ataupun pembuluh darah (angoinvasi).
Seperti karinoma in situ, karsinoma invasif pun dibagi dalam tiga subtipe yaitu:
1. Karsinoma Sel Skuamos dengan Keratin.
Sekelompok sel mengandung keratin dan biasanya jenis tumor ini tumbuh di area
ektoserviks dan kurang sensitif terhadap radioterapi.
2. Karsinoma Sel Skuamos tanpa Keratin.
Tumor tumbuh di area peralihan skuamos-kolumnar, dimulai dari pertumbuhan
metaplasia sel skuamos. Jenis tumor ini agak sensitif pada radioterapi.
3. Karsinoma Sel kecil (Small Cell Carcinoma)
Pertumbuhan tumor berasal dari sel cadangan epitel di area endoserviks. Ukuran
sel bentuk memanjang atau oval. Tumor ini sensitif terhadap radiasi (Gani,
1993).
Pada tahun 1976 FIGO (The International Federation of Gynecology and
Obstetrics) mengklasifikasikan stadium klinik untuk menentukan metode pengobatan
kanker berdasarkan tingkat stadiumnya. Pembagian stadium klinik kanker serviks
Stadium Interpretasi
0 Karsinoma in situ
I Karsinoma terbatas pada serviks uteri
Ia Karsinoma mikroinvasif, tanpa gejala klinik
Ib Karsinoma terbatas pada serviks uteri dengan gejala klinik
II Karsinoma tumbuh meluas ke luar serviks ke vagina, tapi belum
mencapai distal vagina ataupun dinding pelvis
IIa Parametrium tidak jelas terlihat
Iib Parametrium jeles terlihat
III Karsinoma meluas pada dinding pelvis. Pada palpasi rektum,
antara massa tumor dan dinding pelvis tidak ada ruangan yang
bebas karsinoma. Karsinoma meluas pada 1/3 distal vagina.
IV Karsinoma meluas sampai dinding kantong kemih atau rektum
dan metastatis pada organ jauh.
Tingkat Kesembuhan Berdasarkan Stadium Kanker Serviks
Stadium Kesembuhan
Stadium Ia 100%
Stadium Ib 87%-90%
Stadium Iia 68%-83%
Stadium Iib 62%-68%
Stadium III 33%-48%
2.4.6. Diagnosis 1. Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes Papanicolaou (tes Pap) sangat bermanfaat
untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan
dengan baik. Sitologi adalah cara skrining sel-sel serviks yang tampak sehat dan
tanpa gejala untuk kemudian diseleksi.
2. Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, suatu alat yang
dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya
di dalamnya (pembesaran 6-40 kali). Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan
morfologi sel-sel yang mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan
pola epitel dan vaskular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan
perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal jika sel-sel kanker terlihat seluruhnya dengan
kolposkopi. Jika sel-sel kanker tidak terlihat seluruhnya atau hanya terlihat sebagian
sehingga kelainan di dalam kanalis servikalis tidak dapat dinilai, maka contoh
jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat dan alat biopsi
4. Konisasi
Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa
sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis
sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu
dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan
pemeriksaan kolposkopi (Gani, 1993).
2.4.7. Pencegahan kanker serviks
Pencegahan kanker didefinisikan sebagai pengidentifikasian faktor-faktor
yang menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat sebab-sebab ini
tidak efektif dengan cara-cara apapun (Sjamsuddin, 2001). Pencegahan terhadap
terjadinya kanker serviks melalui tiga bagian, yaitu pencegahan primer, sekunder, dan
tersier.
1. Pencegahan primer merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang
untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker.
Masyarakat yang melakukan pencegahan pada tingkat ini akan bebas dari
penderitaan, produktivitas berjalan terus, tidak memerlukan biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan, rehabilitasi serta perawatan lebih lanjut. Salah satu
bagian dari pencegahan primer adalah memberikan vaksin Human Papilloma
Virus (HPV), pemberian vaksin HPV akan mengeliminasi infeksi HPV
(Yatiningsih, 2000).
2. Deteksi dini dan skrining merupakan pencegahan sekunder kanker serviks.
sehingga memungkinkan penyembuhan dapat ditingkatkan. Selain itu, bertujuan
untuk memperlambat atau menghentikan penyakit pada stadium awal.
Pencegahan sekunder melalui diagnosis dini displasia dengan berbagai cara baik
klinis maupun laboratorium. Salah satunya adalah pemeriksaan papanicolou
smear atau yang dikenal dengan Pap Smear (Suwiyoga, 2007).
3. Pencegahan tersier merupakan pencegahan yang bertujuan untuk mencegah
komplikasi penyakit dan pengobatan, sesudah gejala klinis berkembang dan
diagnosis sudah ditegakkan. Terdapat dua pengobatan pada pencegahan tersier
yaitu:
1). Pengobatan pada pra kanker.
- Kauterisasi yaitu membakar serviks secara elektris.
- Kriosurgeri yaitu serviks dibuat beku sampai minus 80-180 derajat Celcius
dengan menggunakan gas CO2 atau N2O.
- Konisasi yaitu memotong sebagian dari serviks yang cukup representatif
dengan pisau biasa atau pisau elektris.
- Operasi (histerektomi) bila penderita tidak ingin punya anak lagi.
- Sinar laser yang digunakan di bawah pengawasan kolposkop, radiasi dengan
pemanasan jarum radium yang dapat digunakan bila penderita yang sudah tua
takut dioperasi.
2). Pengobatan pada kanker invasif
Tindakan pengobatan pada kanker invasif berupa radiasi, operasi atau
gabungan antara operasi dan radiasi.
2.5.1. Perkembangan PAP SMEAR
Pada tahun 1924, George N. Papanicolou mempelajari perubahan hormon
dengan memeriksa eksfoliasi sel vagina. Secara tidak sengaja diamati tingginya
sel-sel abnormal pada sediaan dari pasien dengan kanker serviks. Penemuan ini
merupakan awal dari digunakannya pap smear untuk skrinning kanker serviks.
Penggunaan pap smear untuk skrinning secara massal baru dimulai pada tahun 1949
di British Columbia dan kemudian secara luas digunakan di Amerika Serikat pada
tahun 1950. Sedangkan di Indonesia, perkembangan pap smear dimulai pada tahun
1970 dan dipopulerkan di beberapa kota besar seperti Surabaya, Yogyakarta,
Bandung, Jakarta, Medan, Palembang, Padang, Denpasar, Ujungpandang, dan
Manado (Nur, 2007).
2.5.2. Test PAP SMEAR
Tes Pap smear adalah upaya pengambilan cairan dari vagina untuk melihat
kelainan sel di sekitar leher rahim. Tes Pap smear hanyalah suatu langkah skrining,
bukan pengobatan. Diagnosis akhir harus melalui biopsi dengan menggunakan alat
yang disebut kolposkopi, yakni semacam mikroskop untuk melihat apakah ada
gambaran khas seperti lesi pada prakanker. Hasil biopsi yang telahdikonfirmasikan
kepada patolog dijadikan pegangan oleh dokter untuk melakukan tindak pengobatan
terhadap pasien (Eni, 2009).
PAP SMEAR dilakukan untuk mendeteksi dini kanker serviks dan sebagai
uji penapisan untuk mendeteksi perubahan neoplastik. Pulasan yang abnormal dapat
dilakukan biopsi untuk mendapatkan jaringan untuk pemeriksaan sitologis.
Menurut Sumaryati (2003), manfaat dari pemeriksaan PAP SMEAR
adalah untuk mendeteksi dini tentang adanya radang pada rahim dan tingkat
radangnya, adanya kelainan degeneratif pada rahim, ada/tidaknya tanda-tanda
keganasan (kanker) pada rahim, yaitu
a. Mengetahui penyebab radang (virus, bakteri, jamur)
b. Untuk menyelidiki infeksi-infeksi tertentu dan penyakit yang disebarkan secara
seksual.
c. Untuk menentukan penanganan dan pengobatan.
Manfaat dari PAP SMEAR menurut Lestadi (1997) adalah:
a. Evaluasi sitohormonal, untuk menentukan adanya penyakit-penyakit gangguan
hormonal, menentukan ada tidaknya ovulasi pada kasus infertilisasi.
b. Mendiagnosis peradangan, akan memberikan gambaran perubahan sel yang
khas, yang sesuai dengan organisme penyebabnya.
c. Identifikasi organisme penyebab peradangan, dengan pulasan papnicolaou,
beberapa macam infeksi oleh kuman tertentu akan menimbulkan perubahan sel
yang khas.
d. Mendiagnosis kelainan pra kanker (displasia) serviks dini atau lanjut
(karsinoma In Situ/Invasif). Kini telah diakui bahwa PAP SMEAR merupakan
alat diagnostik pra kanker dan kanker serviks yang ampuh dengan ketepatan
PAP SMEAR sangat tinggi yaitu sebesar 96%, tetapi diagnostik hispatologik
sebagai alat pemasti diagnosis. Hal itu berarti setiap diagnostik sitologi kanker
serviks harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologik jaringan biopsi
serviks sebelum dilakukan tindakan berikutnya.
e. Memantau hasil terapi, misalnya pada kasus infertibilitas atau gangguan
endokrin. Memantau hasil terapi radiasi pada kasus-kasus kanker serviks yang
telah diobati dengan elektrokauter, kriosurgeri atau konisasi.
2.5.4. Wanita yang perlu melakukan Pap Smear Wanita yang perlu melakukan pap smear adalah :
(a) wanita menikah atau melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun,
(b) wanita muda memiliki mulut rahim yang belum matang, ketika melakukan
hubungan seksual terjadi gesekan yang dapat menimbulkan luka kecil, yang
dapat mengundang masuknya virus,
(c) wanita sering berganti-ganti pasangan seks, akan menderita infeksi di daerah
kelamin, sehingga dapat mengundang virus HPV dan herves genitalis,
(d) wanita yang sering melahirkan, kanker serviks banyak dijumpai pada wanita yang
sering melahirkan disebabkan oleh trauma persalinan, perubahan hormonal dan
nutrisi selama kehamilan,
(e) wanita perokok, memiliki risiko dibandingkan dengan wanita tidak merokok,
karena rokok akan menghasilkan zat karsinogen yang menyebabkan turunnya
daya tahan di daerah serviks (Depkes, 2007; Aziz, 2002).
Rekomendasi terbaru dari American Collage of Obstetricions and