• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hygiene Sanitasi Pengolahan Dan Analisa Kandungan Zat Pewarna Merah Pada Makanan Kipang Pulut Di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hygiene Sanitasi Pengolahan Dan Analisa Kandungan Zat Pewarna Merah Pada Makanan Kipang Pulut Di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DAN ANALISA KANDUNGAN ZAT PEWARNA MERAH PADA MAKANAN KIPANG PULUT

DI KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh :

EVI FITRIANI NIM. 071000141

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DAN ANALISA KANDUNGAN ZAT PEWARNA MERAH PADA MAKANAN KIPANG PULUT DI

KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

EVI FITRIANI

NIM. 071000141

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripisi Dengan Judul :

HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DAN ANALISA KANDUNGAN ZAT PEWARNA MERAH PADA MAKANAN KIPANG PULUT DI KECAMATAN

PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2011

Yang Dipersiapkan dan Dipertahankan oleh :

EVI FITRIANI NIM. 071000141

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 27 Juni 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS dr. Devi Nuraini Santi, MKes NIP. 196501091994032002 NIP. 197002191998022001

Penguji II Penguji III

Ir. Indra Chahaya S, Msi Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH NIP. 196811011993032005 NIP. 194911191987011001

Medan, 30 Juni 2011

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan

(4)

ABSTRAK

Kipang pulut merupakan salah satu makanan jajanan yang banyak beredar di masyarakat. Proses pembuatnnya yang merupakan industri rumah tangga menyebabkan pengaturan terhadap pewarna yang digunakan belum jelas, tergantung pada keinginan produsen. Begitu juga pengolahannya yang masih dikerjakan secara tradisional dimana para pekerja kurang memperhatikan higiene sanitasi pengolahan kipang pulut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hygiene sanitasi pengolahan dan analisa kandungan pewarna merah pada makanan kipang pulut yang dihasilkan.

Metode yang digunakan adalah bersifat deskriptif dengan melihat gambaran hygiene sanitasi dan analisa laboratorium terhadap kandungan pewarna merah pada kipang pulut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada prinsip hygiene sanitasi pengolahan kipang pulut yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah pada prinsip pengolahan bahan baku, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan jadi, serta penyajian makanan. Sedangkan pada prinsip pemilihan dan penyimpanan bahan baku telah memenuhi syarat kesehatan, hal ini mengacu pada Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003. Untuk 10 sampel makanan kipang pulut yang diperiksa semua mengandung pewarna merah yang diizinkan sesuai Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 yaitu Ponceau 4R (50%), Red 2G (30%), dan Red 6B (20%) dengan kadar yang memenuhi syarat kesehatan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa penerapan 6 prinsip hygiene sanitasi pengolahan kipang pulut belum memenuhi syarat kesehatan, sedangkan untuk jenis pewarna dan kadar yang digunakan sudah memenuhi syarat kesehatan. Berdasarkan hasil tersebut, perlu diadakannya pengawasan dan penyuluhan secara kontiniu dan menyeluruh oleh instansi terkait (Dinas Kesehatan) tentang pentingnya hygiene sanitasi makanan, serta pembinaan kepada produsen tentang penggunana zat pewarna makanan.

(5)

ABSTRACT

Kipang pulut is a kind of snack which is spread a lot inside the society. The home made industry making process make the control of dye usage is unclear, base on the producer willingness. More over the process is still traditionally done where the workers do not care to the hygiene sanitation of the kipang pulut making process.

The purpose of this research is to know the description of hygiene sanitation process and the analysis of red dye content on the produced kipang pulut snack.

The used method in this research is descriptive, by seeing the decription of hygiene sanitation and laboratory analysis of red dye content on the kipang pulut snack.

The result of the research shows that hygiene sanitation principal on kipang pulut making process were not comply with Ministry of Health Decree of Indonesia Number 942 / Menkes / SK / VII/2003 which are processing of raw materials, transporting of the food, storage of the food, and presentation of the food. While the principal of election and storage of raw material were comply prerequirement. For the 10 samples kipang pulut inspection, all contains the coloring substances were allowed appropriatet with Ministry of Health Decree of Indonesia Number 722/Menkes/Per/IX/1988, hat is Ponceau 4R (50 %), Red 2G (30%), and Red 6B (20%) which the contents meet the health qualification.

The conclusion of this research is that the application of 6 hygiene sanitation principals of kipang pulut making process still do not meet the health qualification yet, while the type and content of the dye have meet the health requirement. Based on the result, it is needed to have a supervision and counseling as continually and comprehensive by related institution (Health Department) on the necessary of food hygiene sanitation, also counseling to the producer about the usage of food dye.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Evi Fitriani

Tempat/Tanggal Lahir : Pasar Hilir, 22 Mei 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin Anak ke : 2 dari 2 Bersaudara

Alamat Rumah : Jl. H. Mahmud Lubis No. 7 Panyabungan Kab. Mandalliling Natal

Riwayat Pendidikan :

2007-2011 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara 2004-2007 : Sekolah Menengah Atas (SMA) Nurul Ilmi Padang Sidimpuan

2001-2004 : Sekolah Menengah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Nurul Ilmi Padang Sidimpuan

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang mana atas Berkat dan Rahmat-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul : HYGIENE SANITASI PENGOLAHAN DAN ANALISA KANDUNGAN ZAT PEWARNA MERAH PADA MAKANAN KIPANG PULUT DI KECAMATAN PANYABUNGAN KABUPATEN MANDAILING NATAL TAHUN 2011 ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara (USU).

Tulisan ini penulis persembahkan kepada Ayahanda Isrot Nasution dan Ibunda Marhani Rangkuti, sebuah hasil dari Ananda menjalani pendidikan 4 tahun di FKM USU. Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk semua doa, kasih sayang, bimbingan, dukungan moril maupun materil, serta kesabaran yang luar biasa dalam menghadapi dan mendengarkan semua keluh kesah ananda selama ini.

Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus dosen pembimbing akademik

2. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen Pembimbing I dan dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penyusunan proposal hingga skripsi.

4. Ir. Indra Chahaya S, M.Si selaku dosen penguji II dan Dr. dr. Wirsal Hasan, MPH selaku dosen penguji III yang telah memberikan masukan dan saran sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

(8)

6. Bu Norma Sinaga, selaku pembimbing Laboratorium Kesehatan Daerah Medan.

7. Seluruh Pemilik industri rumah tangga Kipang Pulut Di Kecamatan Panyabungan yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian.

8. Abangku tersayang Mahmud Sulaiman Nasution, dapat pelajaran banyak tentang hidup, makasi banyak bang, dan tanteku Maslahani Rangkuti serta semua keluarga yang selalu mendukung.

9. Sahabat-sahabatku (Rani, Lili, Rina, Santi) cepet nyusul ya,,semangat trus, makasi tuk sharing suka duka nya selama ini, love u girl’s..!!.

10. Teman-teman kampus (Dion, Taufik, Bg Faisal, Eva, Dini), teman2 kelompok PBL (Caca, Putra, Cristin, Bg Boy, Bg Sar, Kak Santi n Kak Las), teman2 Kelompok LKP (Raisa, Fitri, Novia, Arnold) makasi banyak tuk kebersamaan yang singkat tapi banyak kenangan yang gak kan terlupakan. Serta senior, junior n khususnya stambuk 07 FKM USU yang gak bisa disebutin satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu penulis mengharapkan saran-saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, 27 Juni 2011 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

2.1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi Makanan ... 8

2.1.1. Pengertian Hygiene... 8

(10)

2.6.1. Definisi ... 22

4.4.1. Hasil Pemeriksaan Jenis Pewarna ... 50

4.4.2. Hasil Pemeriksaan Kadar Pewarna ... 51

(11)

5.1. Karakteristik Pembuat Makanan Kipang Pulut ... 52

5.1.1. Umur ... 52

5.1.2. Jenis Kelamin ... 52

5.2. Observasi Enam Prinsip Hygiene Sanitasi ... 53

5.2.1. Pemilihan Bahan Baku ... 53

5.2.2. Penyimpanan Bahan Baku ... 54

5.2.3. Pengolahan Bahan Baku ... 55

5.2.4. Pengangkutan Makanan Jadi ... 59

5.1.5. Penyimpanan Makanan Jadi ... 59

5.1.6. Pengemasan Makanan Jadi ... 60

5.3. Jenis Dan Kadar Pewarna Merah ... 61

5.3.1. Jenis Pewarna Merah ... 61

5.3.2. Kadar Pewarna Merah ... 64

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

6.1. Kesimpulan ... 67

6.2. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Observasi

Lampiran 2. Surat Pengantar Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Balai Laboratorium

Kesehatan Kota Medan

Lampiran 4. Kepmenkes RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003 Lampiran 5. Permenkes RI No. 722/MENKES/PER/IX/1988

Lampiran 6. Daftar Zat Pewarna Alami Yang Diizinkan di Indonesia Lampiran 7. Daftar Zat Pewarna Sintetis Yang Diizinkan di Indonesia Lampiran 8. Harga Rf Untuk Berbagai Macam Pelarut

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Daftar Zat Pewarna Alami yang Diizinkan di Indonesia ... 21 Tabel 2.2. Daftar Zat Pewarna Sintetik yang Diizinkan di Indonesia ... 22 Tabel 2.3. Rata-rata Asupan Harian Perkapita Zat Pewarna Berbentuk

Lakes Dalam Milligram ... 24 Tabel 2.4. Daftar Zat Pewarna Yang Dilarang di Indonesia ... 26 Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Pembuat Makanan Kipang Pulut

Di Kecamatan Panyabungan Tahun 2011 ... 41 Tabel 4.2. Deskripsi Umum Jenis Kelamin Pembuat Makanan

Kipang Pulut di Kecamatan Penyabungan Tahun 2011 ... 42 Tabel 4.3. Distribusi Pembuat Makanan Kipang Pulut Berdasarkan

Pemilihan Bahan Baku Kipang Pulut Pada Industri Rumah

Tangga Di Kecamatan Panyabungan Tahun 2011 ... 42 Tabel 4.4. Distribusi Pembuat Makanan Kipang Pulut Berdasarkan

Penyimpanan Bahan Baku Kipang Pulut Pada Industri Rumah Tangga Di Kecamatan Panyabungan Tahun 2011 ... 43 Tabel 4.5. Distribusi Pembuat Makanan Kipang Pulut Berdasarkan

Pengolahan Bahan Baku Kipang Pulut Pada Industri Rumah Tangga Di Kecamatan Panyabungan Tahun 2011 ... 43 Tabel 4.6. Distribusi Pembuat Makanan Kipang Pulut Berdasarkan

Pengangkutan Makanan Jadi Kipang Pulut Pada Industri Rumah Tangga Di Kecamatan Panyabungan Tahun 2011 ... 46 Tabel 4.7. Distribusi Pembuat Makanan Kipang Pulut Berdasarkan

Penyimpanan Makanan Jadi Kipang Pulut Pada Industri Rumah Tangga Di Kecamatan Panyabungan Tahun 2011 ... 46 Tabel 4.8. Distribusi Pembuat Makanan Kipang Pulut Berdasarkan

Penyajian / pengemasan Makanan Kipang Pulut Pada Industri Rumah Tangga Di Kecamatan Panyabungan Tahun 2011 ... 47 Tabel 4.9. Hasil Pemeriksaan Jenis Zat Pewarna Merah Pada Makanan

Kipang Pulut ... 48 Tabel 4.10.Hasil Pemeriksaan Kadar Zat Pewarna Merah Pada Makanan

(13)

ABSTRAK

Kipang pulut merupakan salah satu makanan jajanan yang banyak beredar di masyarakat. Proses pembuatnnya yang merupakan industri rumah tangga menyebabkan pengaturan terhadap pewarna yang digunakan belum jelas, tergantung pada keinginan produsen. Begitu juga pengolahannya yang masih dikerjakan secara tradisional dimana para pekerja kurang memperhatikan higiene sanitasi pengolahan kipang pulut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran hygiene sanitasi pengolahan dan analisa kandungan pewarna merah pada makanan kipang pulut yang dihasilkan.

Metode yang digunakan adalah bersifat deskriptif dengan melihat gambaran hygiene sanitasi dan analisa laboratorium terhadap kandungan pewarna merah pada kipang pulut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada prinsip hygiene sanitasi pengolahan kipang pulut yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah pada prinsip pengolahan bahan baku, pengangkutan makanan, penyimpanan makanan jadi, serta penyajian makanan. Sedangkan pada prinsip pemilihan dan penyimpanan bahan baku telah memenuhi syarat kesehatan, hal ini mengacu pada Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003. Untuk 10 sampel makanan kipang pulut yang diperiksa semua mengandung pewarna merah yang diizinkan sesuai Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 yaitu Ponceau 4R (50%), Red 2G (30%), dan Red 6B (20%) dengan kadar yang memenuhi syarat kesehatan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa penerapan 6 prinsip hygiene sanitasi pengolahan kipang pulut belum memenuhi syarat kesehatan, sedangkan untuk jenis pewarna dan kadar yang digunakan sudah memenuhi syarat kesehatan. Berdasarkan hasil tersebut, perlu diadakannya pengawasan dan penyuluhan secara kontiniu dan menyeluruh oleh instansi terkait (Dinas Kesehatan) tentang pentingnya hygiene sanitasi makanan, serta pembinaan kepada produsen tentang penggunana zat pewarna makanan.

(14)

ABSTRACT

Kipang pulut is a kind of snack which is spread a lot inside the society. The home made industry making process make the control of dye usage is unclear, base on the producer willingness. More over the process is still traditionally done where the workers do not care to the hygiene sanitation of the kipang pulut making process.

The purpose of this research is to know the description of hygiene sanitation process and the analysis of red dye content on the produced kipang pulut snack.

The used method in this research is descriptive, by seeing the decription of hygiene sanitation and laboratory analysis of red dye content on the kipang pulut snack.

The result of the research shows that hygiene sanitation principal on kipang pulut making process were not comply with Ministry of Health Decree of Indonesia Number 942 / Menkes / SK / VII/2003 which are processing of raw materials, transporting of the food, storage of the food, and presentation of the food. While the principal of election and storage of raw material were comply prerequirement. For the 10 samples kipang pulut inspection, all contains the coloring substances were allowed appropriatet with Ministry of Health Decree of Indonesia Number 722/Menkes/Per/IX/1988, hat is Ponceau 4R (50 %), Red 2G (30%), and Red 6B (20%) which the contents meet the health qualification.

The conclusion of this research is that the application of 6 hygiene sanitation principals of kipang pulut making process still do not meet the health qualification yet, while the type and content of the dye have meet the health requirement. Based on the result, it is needed to have a supervision and counseling as continually and comprehensive by related institution (Health Department) on the necessary of food hygiene sanitation, also counseling to the producer about the usage of food dye.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam kehidupannya, makhluk hidup membutuhkan makanan, karena dari makanan manusia mendapatkan berbagai zat yang diperlukan oleh tubuh untuk dapat bekerja dengan optimal. Makanan yang kita makan bukan saja harus memenuhi nilai gizi dan mempunyai bentuk yang menarik, akan tetapi juga harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit (Depkes RI 1987).

Dalam kegiatan proses produksi makanan dan minuman tindakan hygiene dan sanitasi yang merupakan bagian dari kesehatan lingkungan juga analisis bahaya dan titik pengendalian kritis (HACCP : Hazard Analysis Critical Control Point) merupakan salah satu upaya yang penting untuk menghindari pencemaran terhadap hasil produksi. Terdapat enam prinsip hygiene dan sanitasi yang harus diperhatikan dalam proses pengolahan makanan dan minuman yaitu pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan jadi, pengangkutan makanan, dan penyajian makanan jadi (Depkes RI, 2004).

(16)

yang berwarna-warni merupakan daya tarik yang paling utama di kalangan anak-anak. Mereka terkadang tidak memperdulikan bagaimana rasa makanan atau minuman yang ingin mereka beli. Kadangkala aroma yang wangi, rasa yang lezat, dan tekstur yang lembut bisa jadi akan diabaikan jika warna dari makanan itu tidak menarik atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dari makanan itu.

Perkembangan ilmu teknologi pangan menyebabkan berkembangnya berbagai cara pengolahan makanan yang pada umumnya menggunakan bahan tambahan makanan. Penggunaan bahan tambahan itu sendiri bagi produsen mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, namun bagi konsumen sendiri, penambahan bahan tersebut tidak semuanya diperlukan, bahkan ada bahan yang justru membahayakan konsumen. Dapat terlihat semakin banyak jenis bahan makanan yang diproduksi, dijual dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibanding dengan bentuk segarnya. Jenis makanan siap santap dan minuman awet yang sudah busuk diolah menjadi makanan dan minuman yang masih layak untuk dikonsumsi. Kemudahan tersebut dapat terwujud diantaranya berkat perkembangan teknologi produksi dan penggunaan Bahan Tambahan Makanan (BTM).

(17)

produsen memakai atau menambahkan pewarna yang bukan untuk pangan, yang tentunya berbahaya bagi kesehatan kita sebagai konsumen, yaitu seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.

Menurut WHO makanan jajanan di Indonesia tidak menerapkan standar yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO). Selain itu balai POM Jakarta juga telah memantau makanan jajanan anak sekolah selama tahun 2003 sedikitnya 19.465 jenis makanan yang dijadikan sampel dalam pengujian tersebut ditemukan 185 item mengandung bahan pewarna berbahaya, 94 item mengandung Boraks, 74 item mengandung formalin, dan 52 item mengandung Benzoat atau pengawet yang mana kesemuanya ditemukan dalam makanan dengan kadar berlebih, sehingga mengharuskan Badan POM menariknya dari pasaran.

Hal ini juga didukung dengan hasil penelitian BPOM terhadap 163 sampel dari 10 propinsi dan sebanyak 80 sampel (80%) tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan produk. Dari produk makanan jajanan itu banyak ditemukan penggunaan bahan pengawet dan pewarna yang dapat mengganggu kesehatan anak sekolah seperti penyakit kanker dan ginjal. Sebuah penelitian yang pernah dilakukan oleh Ravianto (2000) di kota Makassar menunjukkan bahwa semua sampel (100%) makanan dan minuman jajanan yang dijual di lapangan Karebosi mengandung siklamat.

(18)

makanan jenis kerupuk produksi industri rumah tangga di Kelurahan Marendal 1 Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang dari 19 sampel didapati 14 sampel menggunakan zat pewarna yang tidak diizinkan seperti Methyl Violet dan Sudan 1 (Marlinang, 2007).

Bahan pewarna saat ini memang sudah tidak bisa dipisahkan dari makanan dan minuman olahan. Berbagai makanan yang dijual di toko, warung dan para pedagang keliling hampir selalu menggunakan bahan pewarna. Warna ini biasanya menyesuaikan dengan rasa yang ingin ditampilkan pada produk tersebut. Misalnya untuk rasa jeruk diberi warna oranye, rasa stroberi dengan warna merah, rasa nanas dengan warna kuning, rasa leci dengan warna putih, rasa anggur dengan warna ungu, rasa pandan dengan warna hijau, dan seterusnya. Ada juga industri yang mencampur dua jenis pewarna dalam proses produksinya untuk menghasilkan warna merah yang tidak terlalu terang (biasanya dicampur dengan pewarna orange/kuning)

(19)

Zat pewarna sendiri secara luas digunakan di seluruh dunia. Di Indonesia, sejak dahulu orang banyak menggunakan pewarna makanan tradisional yang berasal dari bahan alami, misalnya kunyit untuk warna kuning, daun suji untuk warna hijau, dan daun jambu untuk warna merah. Pewarna alami ini aman dikonsumsi namun mempunyai kelemahan, yakni ketersediaannya terbatas dan warnanya tidak homogen sehingga tidak cocok digunakan untuk industri makanan dan minuman. Kemajuan teknologi pangan memungkinkan zat pewarna dibuat secara sintetis. Dalam jumlah yang sedikit, suatu zat kimia bisa memberi warna yang stabil pada produk pangan. Dengan demikian produsen bisa menggunakan lebih banyak pilihan warna untuk menarik perhatian konsumen.

Salah satu jenis makanan yang banyak beredar di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal adalah kipang. Dimana makanan produksi industri rumah tangga ini menjadi buah tangan yang cukup populer dari Panyabungan. Harganya yang terjangkau yaitu Rp. 5.000 / bungkus, dan rasanya yang gurih membuat banyak orang suka untuk mengkonsumsinya. Makanan kipang ada 3 jenis yaitu kipang pulut, kipang beras, dan kipang kacang. Adapun perbedaan ketiga jenis kipang hanya dari bahannya saja sesuai dengan namanya. Kipang pulut dari pulut, kipang beras dari beras, dan kipang kacang dari kacang goreng. Sedangkan untuk cara pembuatan sama. Tetapi yang memakai zat warna merah hanya kipang pulut dan kipang beras, sedangkan kipang kacang tidak, sehingga warnanya coklat.

(20)

mengandung zat aditif khususnya zat warna yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya. Adapun latar belakang pemilihan sampel hanya kipang pulut karena lebih laris, lebih enak, paling banyak diproduksi di Panyabungan, sehingga lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat Panyabungan.

Proses pembuatnnya yang merupakan industri rumah tangga menyebabkan pengaturan terhadap zat pewarna yang digunakan belum jelas, tergantung pada keinginan produsen. Begitu juga pengolahannya yang masih dikerjakan secara tradisional dimana para pekerja kurang memperhatikan higiene sanitasi pengolahan makanan kipang pulut yang dihasilkan. Sehingga rentan terkontaminasi oleh mikroorganisme maupun pathogen penyebab penyakit. Hal inilah yang menyebabkan pentingnya penelitian untuk mengetahui jenis dan kadar zat pewarna yang digunakan oleh industri rumah tangga penghasil kipang pulut tersebut, apakah sudah memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 atau tidak, serta untuk mengetahui gambaran hygiene dan sanitasi pengolahannya sesuai Kepmenkes RI No.942/Menkes/SK/VII/2003.

1.2. Perumusan Masalah

(21)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran hygiene dan sanitasi pengolahan dan menganalisa kandungan zat pewarna merah sebagai bahan tambahan makanan pada makanan kipang pulut yang beredar di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

1.3.2. Tujuan Khusus.

1. Untuk mengetahui penerapan 6 prinsip hygiene dan sanitasi pengolahan makanan kipang pulut (pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan baku, pengolahan makanan, penyimpanan makanan, pengangkutan makanan, penyajian makanan) di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

2. Untuk mengetahui jenis dan kadar zat pewarna yang terkandung dalam makanan kipang pulut.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Memberi masukan bagi pengelola industri rumah tangga tentang pemakaian zat pewarna merah sebagai bahan tambahan makanan pada makanan kipang pulut yang beredar di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

(22)

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hygiene dan Sanitasi Makanan

Hygiene dan sanitasi adalah suatu istilah yang erat kaitannya satu sama lain sehingga tidak dapat dipisahkan. Namun demikian, pengertian hygiene dan sanitasi mempunyai perbedaan. Hygiene lebih mengarah pada kebersihan perorangan / individu, sedangkan sanitasi lebih mengarah pada kebersihan faktor-faktor lingkungannya (Azwar, 1996). Untuk memelihara kesehatan masyarakat perlu sekali pengawasan terhadap pembuatan dan penyediaan bahan-bahan makanan dan minuman agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Hal-hal yang dapat membahayakan antara lain zat-zat kimia yang bersifat racun, bakteri-bekteri pathogen dan bibit penyakit lainnya, parasit-parasit yang berasal dari hewan, serta tumuh-tumbuhan yang beracun (Entjang, 2000).

2.1.1. Pengertian Hygiene

Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu subjeknya. Misalnya mencuci tangan untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan ( Depkes,2003).

(23)

mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut serta membuat lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan, termasuk usaha melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia. Sehingga berbagai faktor lingkungan yang tidak menguntungkan tidak sampai menimbulkan gangguan terhadap kesehatan.

2.1.2. Pengertian Sanitasi

Sanitasi adalah sebagai suatu pencegahan yang menitik beratkan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya-bahaya yang dapat mengganggu/merusak kesehatan mulai dari makanan itu diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, pengemasan/pengepakan, penjualan sampai makanan tersebut dikonsumsi oleh masyarakat.

Sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan penyakit pada manusia. Adapun tujuan yang sebenarnya dari upaya higiene sanitasi makanan (Chandra, 2006) :

1. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan. 2. Mencegah penularan wabah penyakit.

3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat. 4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

(24)

usaha-1. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan.

2. Hygiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan dan minuman oleh karyawan yang bersangkutan.

3. Keamanan terhadap penyediaan air.

4. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran.

5. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama dalam proses pengolahan, penyajian dan penyimpanan.

6. Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat perlengkapan.

Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik, faktor kimia, dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang baik, temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk menghindari kerusakan makanan yang disebabkan faktor fisik, maka perlu diperhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan (Mulia, 2005).

Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor kimia karena adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas, obat-obat-obat-obat pertanian untuk kemasan makanan, dll.

(25)

2.2. Makanan

Menurut WHO, makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air,obat-obatan,dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Air tidak termasuk dalam makanan karena merupakan elemen yang vital bagi kehidupan manusia (Chandra,2006).

Makanan merupakan kebutuhan pokok yang sangat penting bagi manusia yang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air, dan bukan dipakai sebagai obat. Makanan berguna untuk tubuh karena dapat menghasilkan energi, mengembangkan dan memperbaiki jaringan tubuh, untuk mengatur reaksi kimia dalam tubuh serta untuk mempertahankan kondisi internal agar reaksi-reaksi tersebut tetap berjalan (Winarno, 1997).

Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Menurut Notoatmodjo (2000) ada empat fungsi pokok bagi kehidupan manusia, yakni:

1. Memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan/perkembangan serta mengganti jaringan tubuh yang rusak.

2. Memperoleh energi guna melakukan aktivitas sehari-hari.

3. Mengatur metabolisme dan mengatur berbagai keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh yang lain.

(26)

2.2.1. Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit

Menurut Anwar (1997), dalam hubungannya dengan penyakit/keracunan makanan dapat berperan sebagai berikut :

1. Agent

Makanan dapat berperan sebagai agent penyakit, contohnya: jamur,ikan dan tumbuhan lain yang secara alamiah memang mengandung zat beracun.

2. Vehicle

Makanan juga dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit, seperti: bahan kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga beberapa mikroorgganisme yang pathogen, serta bahan radioaktif. Makanan tersebut dicemari oleh zat-zat diatas atau zat-zat yang membahayakan kehidupan.

3. Media

Kontaminan yang jumlahnya kecil, jika dibiarkan berada dalam makanan dengan suhu dan waktu yang cukup, maka bisa menyebabkan wabah yang serius.

2.3. Hygiene dan Sanitasi Makanan

Menurut Depkes RI (2004) dalam pengelolaan maupun pengolahan makanan/minuman perlu memperhatikan 6 prinsip hygiene dan sanitasi makanan/minuman yang antara lain:

(27)

Bahan makanan yang akan diolah harus dalam keadaan baik, utuh, segar, dan tidak busuk. Dianjurkan membeli bahan makanan di tempat yang telah diawasi oleh pemerintah seperti pasar, swalayan, atau supplier bahan makanan yang telah berizin. Dan untuk bahan tambahan makanan seperti zat pewarna harus terdaftar pada Departemen Kesehatan.

Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong (Kepmenkes RI No.1908/Menkes/SK/VII/2003). Bahan tambahan disebut aman bila memenuhi 4 (empat ) kriteria, yaitu :

1. Tingkat kematangan sesuai dengan yang diinginkan 2. Bebas dari pencemaran pada tahapan proses berikutnya

3. Bebas dari adanya perubahan secara fisik/kimia akibat faktor-faktor luar 4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit penyebab penyakit

2.3.2. Penyimpanan Bahan Makanan

Penyimpanan bahan makanan bertujuan untuk mencegah bahan makanan agar tidak lekas rusak. Tempat penyimpanan bahan baku makanan harus dalam keadaan bersih, kedap air dan tertutup, serta penyimpanan bahan baku makanan terpisah dari makanan jadi. Salah satu contoh tempat penyimpanan yang baik adalah lemari es atau freezer. Freezer sangat membantu penyimpanan bahan makanan jika dibandingkan

(28)

Syarat-syarat penyimpanan bahan makanan menurut Kepmenkes RI No. 1098/Menkes/SK/VII/2003 adalah :

1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan bersih

2. Penempatannya terpisah dengan makanan jadi

3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu :

a. Dalam suhu yang sesuai

b. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm c. Kelembaban penyimpanan alam ruangan 80-90%

4. Bila bahan makanan disimpan di gudang, cara penyimpanannya tidak menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jarak makanan dengan lantai 15 cm b. Jarak makanan dengan dinding 5 cm c. Jarak makanan dengan langit-langit 60 cm

(29)

Tabel 2.1. Lama Penyimpanan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan

Lama Penyimpanan

<3 hari <1 minggu >1 minggu Daging, ikan,udang dan

olahannya

-5°C s/d 0°C -10° s/d -5°C >-10°C

Telur,susu dan olahannya 5° s/d 7°C -5° s/d 0°C -5°C

Sayur,buah dan minuman 10°C 10°C 10°C

Tepung dan biji 25°C 25°C 25°C

Depkes RI Kepmenkes No. 1098/Menkes/SK/VII/2003

2.3.3. Pengolahan Makanan

Persyaratan pengolahan makanan mencakup empat aspek yaitu tenaga pengolah, cara pengolahan, tempat pengolahan dan peralatan yang digunakan.

(30)

tidak menggunakan perhiasan, tidak bercakap-cakap saat menangani makanan, memakai pakaian kerja yang bersih.

2. Cara pengolahan makanan harus baik seperti menggunakan air yang bersih dalam setiap pengolahan, mencuci tangan setiap kali hendak menjamah makanan, penjamah tidak bersentuhan langsung dengan makanan tetapi menggunakan peralatan.

3. Tempat pengolahan makanan memiliki ventilasi yang baik, lantai harus dalam keadaan bersih, kering, tidak lembab, licin, kondisi dinding dalam keadaan baik, penerangan dalam ruangan cukup, langit-langit rata dan bersih, tidak terdapat lubang-lubang, ruangan bebas vektor seperti lalat, tikus, dll, tersedia tempat mencuci tangan dan air yang cukup serta tersedia tempat pembuangan sampah tertutup dan kedap air.

4. Peralatan harus dicuci dahulu sebelum digunakan dalam setiap pengolahan, peralatan harus selalu dibersihkan setelah digunakan, serta peralatan tidak gompel atau retak.

2.3.4. Pengangkutan Makanan

Makanan yang telah diolah dan disimpan dengan cara higienis akan menjadi tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu diperhatikan dalam cara pengangkutannya, yaitu sebagai berikut :

1. Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah. 2. Makanan diangkut dalam wadah tertutup sendiri-sendiri.

(31)

4. Penempatan wadah dalam kendaraan harus tidak saling mencemari atau menumpahi.

5. Alat pengangkut yang tertutup khusus dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan (Depkes RI,2000).

2.3.5. Penyimpanan Makanan

1. Penyimpanan harus ditempat yang aman dan bersih, jauh dari pencemaran dan binatang pengganggu.

2. Tersedia wadah khusus untuk menyimpan makanan. 3. Wadah penyimpanan harus tertutup.

4. Terhindar dari sinar matahari atau gangguan panas, sehingga menyebabkan turunnya kualitas produksi

2.3.6. Penyajian / Pengemasan Makanan

Pengemasan makanan bertujuan untuk memberi perlindungan terhadap kerusakan, dapat memberikan dan mempertahanakan kualitas produksi, berfungsi sebagai peindung terhadap gangguan luar serta untuk menarik perhatian konsumen. Bahan pengemas yang digunakan seperti plastik harus dalam keadaan baik dan bersih. Ketika mengemas makanan penjamah seharusnya menggunakan sarung tangan agar terhindar dari kontaminasi, serta memakai pakaian yang bersih.

2.4. Makanan Kipang Pulut

(32)

yang gurih membuat banyak orang suka untuk mengkonsumsinya. Makanan kipang ada 3 jenis yaitu kipang pulut, kipang beras, dan kipang kacang. Adapun perbedaan ketiga jenis kipang hanya dari bahannya saja sesuai dengan namanya. Kipang pulut dari pulut, kipang beras dari beras, dan kipang kacang dari kacang goreng. Sedangkan untuk cara pembuatan sama. Tetapi yang memakai zat warna merah hanya kipang pulut dan kipang beras, sedangkan kipang kacang tidak, sehingga warnanya coklat. Adapun latar belakang pemilihan sampel hanya kipang pulut karena lebih laris, lebih enak, paling banyak diproduksi di Penyabungan, sehingga lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat khususnya masyarakat Panyabungan.

2.4.1. Proses Pembuatan Kipang Pulut

Adapun tahap pengolahan kipang pulut adalah sebagai berikut: 1. Pengukusan

Bahan utama yaitu pulut dicampur dengan air kemudian dikukus sampai masak. Sumber air yang digunakan adalah PAM/sumur.

2. Dijemur

Pulut yang sudah masak selanjutnya dijemur dibawah panas matahari sampai benar-benar kering, lamanya penjemuran tidak tetap tergantung cuaca. Adapun lokasi penjemuran pulut yaitu ada industri menjemurnya diloteng rumah, ada di samping dan dibelakang rumah. Hal ini memungkinkan terjadinya pencemaran oleh debu atau kotoran yang lain. Tetapi meskipun demikian, pulut yang sudah dijemur kemudian akan digoreng, sehingga hal tersebut tidak menjadi masalah.

(33)

Pulut yang sudah kering salanjutnya digoreng.

4. Panaskan Gula

Gula yang digunakan adalah gula tebu, dipanaskan sampai cair. 5. Pemberian Zat Warna Merah

Zat warna merah dimasukkan kedalam gula yang sudah dipanaskan, tidak ada ukuran tertentu tapi sesuai keinginan produsen.

6. Diaduk

Pulut yang sudah digoreng kemudian dimasukkan kedalam gula yang sudah dipanaskan dan dicampur dengan pewarna merah, kemudian diaduk-aduk sampai rata.

7. Dicetak

Pulut yang sudah diaduk dituang dalam cetakan kayu yang berukuran 1 m x 1.5 m.

8. Pemotongan

Langkah selanjutnya yaitu pemotongan pulut yang bentuknya tergantung selera produsen.

9. Pengemasan

Langkah terakhir yaitu pengemasan dengan plastik kaca. 2.5. Bahan Tambahan Makanan

2.5.1. Definisi

(34)

tambahkan dalam makanan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk makanan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental.

Definisi lain mengatakan bahwa aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dimana bahan aditif ini bukan secara alamiah merupakan bagian dari bahan makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan.

Secara umum, zat aditif makanan dapat dibagi menjadi dua yaitu aditif sengaja dan aditif tidak sengaja. Aditif sengaja yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja untuk maksud dan tujuan tertentu, seperti untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain sebagainya. Sedangkan aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan.

Pemakaian bahan tambahan makanan umumnya diatur oleh lembaga-lembaga seperti Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM) di Indonesia, Food and Drug Administration (FDA) di USA. Peraturan mengenai pemakaian bahan tambahan makanan berbeda-beda di satu negara dengan negara lainnya. Di Indonesia, peraturan tentang bahan tambahan makanan dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dan pengawasannya dilakukan oleh Ditjen POM (Medikasari, 2003).

2.5.2. Tujuan

(35)

tekstur, flavor dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral, dan vitamin. Agar makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa dan konsistensinya baik serta awet maka sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan. Karena adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya tinggi.

2.5.3. Jenis Bahan Tambahan Makanan

1. Sengaja ditambahkan (Intentional Additives), yaitu yang diberikan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, citarasa, mengendalikan pengasaman, dan sebagainya.

2. Tidak sengaja ditambahkan (Unintentional Additives), yaitu yang terdapat dalam makanan dengan jumlah yang sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan (Furia, 1980).

2.5.4. Fungsi Bahan Makanan Tambahan

PERMENKES No. 235/Menkes/Per/VI/1979 mengelompokkan bahan tambahan makanan berdasarkan fungsinya, yaitu :

1. Antioksidan 8. Pengawet

(36)

7. Penambah gizi 14. Bahan tambahan lainnya

2.6. Zat Pewarna 2.6.1. Definisi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan. Penambahan warna pada makanan dimaksud untuk memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik.

Warna merupakan salah satu faktor yang dipakai oleh manusia untuk menilai suatu produk, sehingga dengan melihat suatu warna manusia dapat merasa senang atau malah sebaliknya. Warna merupakan salah satu kriteria dalam pemilihan dan penerimaan seseorang terhadap makanan.

Adapun syarat mutlak zat pewarna yang diizinkan untuk makanan adalah sebagai berikut:

1. Toksisitas yang rendah dan dititik beratkan pada toksisitas kronis, bukan pada toksisitas akut.

2. Harus murni. 3. Stabil pada pH 2-9.

4. Larut dalam air dan minyak.

(37)

7. Tidak menimbulkan karsinogenik

Menurut Winarno (1997), ada lima faktor yang dapat menyebabkan suatu bahan berwarna yaitu:

a. Pigmen yang secara alami terdapat pada hewan maupun tanaman, misalnya klorofil berwarna hijau, karoten berwarna jingga, dan mioglobin menyebabkan warna merah pada daging.

b. Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan membentuk warna coklat, misalnya warna coklat pada kembang gula karamel atau roti bakar. c. Reaksi millard yang dapat menghasilkan warna gelap, yaitu antara gugus

amino protein dengan karbonil gula pereduksi, misalnya susu bubuk yang disimpan lama akan berwarna gelap.

d. Reaksi antara senyawa organik dengan udara (oksidasi) akan menghasilkan warna hitam atau coklat gelap. Reaksi oksidasi ini dipercepat oleh adanya logam serta enzim, misalnya warna gelap permukaan apel atau kentang yang dipotong.

e. Adanya penambahan zat warna, baik itu zat warna alami (pigmen) maupun sintetis.

2.6.2. Jenis Zat Pewarna 2.6.2.1.Pewarna Alamai

(38)

digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis. Akan tetapi keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik. Oleh sebab itu dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahan-bahan kimia.

Depkes RI mengurutkan daftar zat pewarna alami yang diizinkan di Indonesia seperti yang tertera pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1. Daftar Zat Pewarna Alami yang Diizinkan di Indonesia No Nama ( Indonesia ) Nama ( Inggris ) No. Indeks

1 Anato Anatto ( Orange 4 ) 75120

2 Karotenal Carotenal 80820

3 Karotenoat Carotenoic Acid ( Orange 8 ) 40825

4 Kantasantin Canthaxanthine 40850

5 Karamel, Amonia Sulfit Proses

Caramel Colour -

6 Karamel Caramel Colour ( Plain ) -

7 Karmin Carmine ( red 4 ) 75470

8 Beta Karoten Beta Carotene ( Yellow 26 ) 75130 9 Klorofil Chlorophyll ( Green 3 ) 75810 10 Klorofil Tembaga Komplex Chlorophyll Copper Complex 75810

11 Kurkumin Curcumin ( Yellow 3 ) 75300

12 Riboflavin Ribaflavina -

13 Titanium Dioksida Titanium Dioxide ( White 6 ) 77891 Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1988

2.6.2.2.Pewarna Sintetis

(39)

Asam Nitrat yang sering kali terkontaminasi oleh Arsen atau logam berat lain yang bersifat racun. Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir, harus melalui suatu senyawa antara yang kadang-kadang berbahaya dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari 0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen, sedangkan logam berat lainnnya tidak boleh ada.

Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu dyes dan lakes. Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam bentuk granula, cairan, campuran warna dan pasta. Digunakan untuk mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue produk susu, pembungkus sosis, dan lain-lain. Lakes adalah pigmen yang dibuat melalui pengendapan dari penyerapan dye pada bahan dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet, campuran adonan kue, cake dan donat. Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut Joint FAO / WHO Expert Commitee on Food Additives (JECFA) dapat digolongkan dalam beberapa kelas yaitu : azo, triaril metana, quinolin, xantin dan indigoid.

Depkes RI mengurutkan daftar zat pewarna buatan / sintetik yang diizinkan di Indonesia seperti yang tetera pada tabel berikut:

Tabel 2.2. Daftar Zat Pewarna Sintetik yang Diizinkan di Indonesia No Nama ( Indonesia ) Nama ( Inggris ) No. Indeks

1 Biru Berlian Briliant Blue 42090

2 Coklat HT Chocolate Brown HT 20285

3 Eritrosin Erytrosine 45430

(40)

6 Indigotin Indigotine 73015

7 Karmoisin Carmoisine 14720

No Nama ( Indonesia ) Nama ( Inggris ) No. Indeks

8 Kuning FCF Sunset Yellow 15985

9 Kuning Kuinolin Quinoline Yellow 47005

10 Merah Allura Allura Red AC 16035

11 Ponceau 4R Ponceau 4R 16255

12 Tartazine Tartazine 19140

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1988 2.6.3. Tujuan

Berikut ini beberapa alasan utama menambahkan zat pewarna pada makanan (Syah et al. 2005) :

1. Untuk memberi kesan menarik bagi konsumen.

2. Menyeragamkan warna makanan dan membuat identitas produk pangan. 3. Untuk menstabilkan warna atau untuk memperbaiki variasi alami warna.

Dalam hal ini penambahan warna bertujuan untuk menutupi kualitas yang rendah dari suatu produk.

4. Untuk menutupi perubahan warna akibat paparan cahaya, udara atau temperatur yang ekstrim akibat proses pengolahan dan selama penyimpanan.

5. Untuk menjaga rasa dan vitamin yang mungkin akan terpengaruh sinar matahari selama produk disimpan.

2.6.4. Batasan Penggunaan Zat Pewarna

(41)

1961. ADI didefinisikan sebagai besarnya asupan harian suatu zat kimia yang bila dikonsumsi seumur hidup tampaknya tanpa resiko berarti berdasarkan semua fakta yang diketahui pada saat itu (Lu, 2006).

ADI menentukan seberapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan setiap hari yang dapat diterima dan dicerna sepanjang hayat tanpa mengalami resiko kesehatan. ADI dihitung berdasarkan berat badan konsumen dan sebagai standar ditetapkan berat badan 50 kg untuk negara Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya. Satuan ADI adalah mg bahan tambahan makanan per kg berat badan. Perlu diingat bahwa semakin kecil tubuh seseorang maka semakain sedikit bahan tambahan makanan yang dapat diterima oleh tubuh.

Penting untuk diperhatikan bahwa ADI dinyatakan dengan pernyataan ”tampaknya” dan ”berdasarkan semua fakta yang diketahui saat itu”. Peringatan ini didasarkan pada fakta bahwa tidaklah mungkin untuk benar-benar yakin mengenai keamanan suatu zat kimia dan bahwa ADI dapat berubah sesuai data toksikologik yang baru (Lu, 2006).

(42)

Belum semua zat pewarna ditemukan ADI nya oleh JECFA sebagian besar masih dalam tahap pengkajian. Zat pewarna yang telah ditemukan rata-rata asupan yang diizinkan perharinya dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 2.3. Rata-rata Asupan Harian Perkapita Zat Pewarna Berbentuk Lakes Dalam Milligram

Zat Pewarna

Umur

6-23 Bulan 6-12 Tahun 18-44 Tahun Brilliant Blue FCF

Aluminium Lake 0,52 1,0 0,76

Indigotine

Aluminium Lake 0,35 0,54 0,49

Fast Green FCF

Aluminium Lake Tidak ada Tidak ada Tidak ada Erythrosine

Aluminium Lake 1,3 2,8 2,1

Allura Red

Aluminium Lake 2,2 4,9 3,8

Allura Red

Calcium Lake Tidak ada 1,8 2,5

Tartrazin

Aluminium Lake 2,2 4,3 3,0

Tartrazin Calcium

Lake 0,09 0,10 0,11

Sunset Yellow FCF Aliminium Lake

1,1 2,7 1,7

Total 7,8 18,1 14,5

Sumber : Walford 1984 2.6.5. Zat Pewarna Yang Dilarang

(43)

kemerah-merahan, sangat mudah larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan dan berflourensi kuat. Selain mudah larut dalam air juga larut dalam alkohol, HCl dan NaOH. Rhodamin B ini biasanya dipakai dalam pewarnaan kertas, di dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th. Rhodamin B sampai sekarang masih banyak digunakan untuk mewarnai berbagai jenis makanan dan minuman (terutama untuk golongan ekonomi lemah), seperti kue-kue basah, saus, sirup, kerupuk dan tahu (khususnya Metanil Yellow), dan lain-lain. Metanil Yellow digunakan sebagai pewama untuk produk-produk tekstil (pakaian), cat kayu, dan cat lukis. Metanil juga biasa dijadikan indikator reaksi netralisasi asam basa.

Menurut PERMENKES RI No. 239/Menkes/Per/V/85 ada 30 jenis zat warna yang dinyatakan berbahaya bila digunakan dalam pengolahan makanan. Adapun zat warna yang dimaksud dapat terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4. Daftar Zat Pewarna Yang Dilarang di Indonesia

No Warna Nama No. Indeks

1 Orange Auramin 41000

2 Orange Alkanet 75520

3 Kuning Butter Yellow 76325

4 Hitam Black 7984 27755

5 Coklat Burn Umber 77491

6 Orange Chrysoindine 11270

7 Orange Chrysoine, 11726

8 Merah Citrus red No.2 12055

9 Coklat Chocolate Brown FB -

10 Merah Fast Red E 16045

11 Kuning Fast Yellow AB 13015

12 Hijau Guinea Green B 42085

13 Biru Indanthrene Blue RS 69800

(44)

No Warna Nama No. Indeks

16 Orange Oil Orange SS 12110

17 Orange Oil Orange XO 11380

18 Kuning Oil Yellow AB 11390

19 Kuning Oil Yellow OB 16155

20 Orange Orange G 16230

21 Orange Orange GGN 15980

22 Orange Orange RN 15970

23 Orange Orchid and Orcein -

24 Merah Ponceau 3R 14700

25 Merah Ponceau SX 12140

26 Merah Ponceau 6R 13420

27 Merah Rhodamin B 45170

28 Merah Sudan I 12055

29 Violet Scarlet GN 14815

30 Violet Violet 6B 42640

Sumber : Permenkes RI No. 239/Menkes/Per/V/85 2.7. Dampak

Bahan perwarna dapat membahayakan kesehatan bila pewarna buatan ditambahkan dalam jumlah berlebih pada makanan, atau dalam jumlah kecil namun dikonsumsi secara terus-menerus dalam jangka waktu lama. Selain itu faktor umur, jenis kelamin, berat badan, mutu makanan sehari-hari dan keadaan fisik seseorang juga berpengaruh terhadap bahaya dari pewarna tersebut. Penyalahgunaan zat pewarna melebihi ambang batas maksimum atau penggunaan secara ilegal zat pewarna yang dilarang digunakan dapat mempengaruhi kesehatan konsumen, seperti timbulnya keracunan akut dan bahkan kematian. Pada tahap keracunan kronis, dapat terjadi gangguan fisiologis tubuh seperti kerusakan syaraf, gangguan organ tubuh dan kanker (Lee 2005).

(45)

akibat mengkonsumsi makanan yang tercemari rhodamin B. Tanda-tanda dan gejala akut bila terpapar Rhodamin B :

1. Jika terhirup dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan. 2. Jika terkena kulit dapat menimbulkan iritasi pada kulit.

3. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan, udem pada kelopak mata.

4. Jika tertelan dapat menimbulkan gejala keracunan dan air seni berwarna merah atau merah muda.

Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa dari penggunaan zat pewarna ini pada makanan dapat menyebabkan kerusakan pada organ hati. Pada uji terhadap mencit, diperoleh hasil : terjadi perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis dan jaringan disekitarnya mengalami disintegrasi atau disorganisasi. Kerusakan pada jaringan hati ditandai dengan terjadinya piknotik (sel yang melakukan pinositosis ) dan hiperkromatik (pewarnaan yang lebih kuat dari normal) dari nukleus. Degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma. Batas antar sel tidak jelas, susunan sel tidak teratur dan sinusoid tidak utuh. Semakin tinggi dosis yang diberikan, maka semakin berat sekali tingkat kerusakan jaringan hati mencit. Secara statistik, terdapat perbedaan yang nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan dalam laju rata-rata pertambaan berat badan mencit.

(46)

menyebabkan efek samping pada anak yaitu menjadi hiperaktif dan dapat menimbulkan reaksi alergik yang hebat karena berasal dari jenis insecta dan bisa menimbulkan infeksi. Zat erythrosine dapat menyebabkan efek samping tumor thyroid dan sangat berbahaya bagi kesehatan. Zat amaranth dapat menyebabkan kematian yang cepat.

Kita sebagai konsumen harus berhati hati dalam memilih makanan olahan, karena tidak jarang makanan yang dijual ternyata diolah memakai zat warna yang bukan untuk pewarna makanan. Dengan tujuan untuk menarik minat pembeli atau meningkatkan nilai jual maka tidak sedikit pihak produsen memakai atau menambahkan pewarna yang bukan untuk pangan, yang tentunya berbahaya bagi kesehatan kita sebagai konsumen. Untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang diakibatkan oleh zat warna tersebut Departemen Kesehatan RI telah mengatur tentang zat warna yang berbahaya ini agar masyarakat terhindar dari akibat yang merugikan.

(47)

Makanan Kipang Pulut

Jenis dan Kadar Zat Warna Merah

Memenuhi Syarat Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/

IX/1988

Memenuhi Syarat Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/

IX/1988 Pemeriksaan

Laboratorium

Hygiene Sanitasi Makanan Kipang Berdasarkan 6 Prinsip Pengolahan:

1. Pemilihan Bahan Makanan 2. Penyimpanan Bahan

Makanan

3. Pengolahan Makanan 4. Pengangkutan Makanan 5. Penyimpanan Makanan 6. Penyajian/Pengemasan

Makanan

Kepmenkes RI No.942/Menkes/

SK/VII/2003

Memenuhi Syarat

Tidak Memenuhi

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survai yang bersifat deskriptif dengan melihat gambaran hygiene sanitasi dan analisis laboratorium untuk mengetahui kandungan zat pewarna merah pada makanan kipang pulut di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2011.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

1. Jl. Istiqomah No. 5 Panyabungan 2. Jl. Mangga No. 17 Panyabungan 3. Jl. Setia No. 23 Panyabungan

4. Jl. Sutan Soripada Mulia Gg. Mesjid No. 22 Panyabungan 5. Jl. Sutan Soripada Mulia No. 15 Panyabungan

6. Jl. Syeh abdul Kadir Mandily Gg. Sauh No. 40 Panyabungan 7. Jl. Syeh abdul Kadir Mandily Gg. Sauh No. 30B Panyabungan 8. Jl. Syeh abdul Kadir Mandily No. 9 Panyabungan

9. Desa Hutasiantar Kecamatan Panyabungan

10. Desa Sigalapang kayu Jati Kecamatan panyabungan

Adapun alasan memilih tempat tersebut sebagai lokasi penelitian sebab: 1. Total industri rumah tangga yang memproduksi makanan kipang pulut di

(49)

2. Di daerah ini belum pernah dilakukan penelitian tentang hygiene sanitasi dan analisis zat pewarna merah pada makanan kipang pulut.

3. Adanya kemudahan dari pemilik industri makanan kipang pulut dalam pengambilan data untuk keperluan penelitian yang penulis lakukan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2011. 3.3. Objek Penelitian

Objek pada penelitian ini adalah makanan kipang pulut yang dihasilkan oleh seluruh industri rumah tangga yang memproduksi makanan kipang pulut yaitu sebanyak 10 (sepuluh) industri di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.

Selain melakukan pemeriksaan laboratorium, peneliti juga melakukan wawancara dan observasi hygiene sanitasi pada pengolahan makanan kipang pulut. 3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari observasi langsung ke lokasi dengan menggunakan lembar observasi dan wawancara langsung kepada pembuat/penjual makanan kipang pulut serta data hasil pemeriksaan sampel kipang pulut di Balai laboratorium Kesehatan Medan, yaitu kandungan zat pewarna merah tersebut.

3.4.2. Data Sekunder

(50)

3.5. Pelaksanaan Penelitian 3.5.1. Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel terdiri dari pengambilan sampel makanan kipang pulut dari industri rumah tangga penghasil makanan kipang di Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal, kemudian membawanya ke Balai Laboratorium Kesehatan Medan.

3.5.2. Cara Pemeriksaan Sampel 3.5.2.1.Uji Kualitatif

Pemeriksaan uji kualitatif sampel kipang pulut dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Medan menggunakan metode Kromatografi kertas dengan prosedur sebagai berikut :

1. Sampel yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 50 gram dan dimasukkan ke dalam cawan porselin.

2. Tambah 10 ml asam asetat 10% kemudian masukkan bulu domba, didihkan selama 10 menit.

3. Bulu domba dipisahkan dari larutan dan dicuci dengan aquadest hingga bersih.

4. Pewarna dilarutkan dari bulu domba dengan penambahan 25 ml NH4OH 10% didihkan selama 10 menit.

5. Zat warna larut bulu domba dibuang, larutan berwarna diuapkan diatas penangas air sampai kering.

(51)

7. Hitung RF masing-masing zat pewarna kemudian bandingkan dengan standar zat warna, RF dihitung dengan memakai rumus :

awal titik dari gerak fase tempuh Jarak

awal titik dari bercak pusat

titik Jarak

Rf =

Adapun peralatan dan bahan yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah sebagai berikut :

A. Peralatan :

1) Beaker Glass 250 ml 2) Chamber

3) Kertas Kromatografi 4) Labu Erlenmeyer 250 ml 5) Lumpang dan alu

6) Penangas air 7) Pipet Kapiler 8) Timbangan Analitik B. Bahan

1) Aquadest 2) Bulu domba

3) Eluen yaitu campuran dari 5 ml NH4OH (pekat), 2 gram Trinitrium Sitrat dan 95 ml aquadest

(52)

3.5.2.2.Uji Kuantitatif

Pemeriksaan uji kuantitatif sampel kipang pulut menggunakan metode Gravimetri dengan prosedur sebagai berikut :

1. Bulu domba dicuci dengan n-Hexana lalu dikeringkan dalam oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (berat a)

2. 30-50 ml sampel cair ditambahkan dengan larutan KHSO4 encer

3. Masukkan bulu domba yang sudah ditimbang kedalam larutan, kemudian didihkan selama 10 menit

4. Bulu domba diangkat dan dicuci dengan air panas

5. Bulu domba dikeringkan dan ditimbang kembali (berat b), dan dihitung berat bulu domba sebelum dan sesudah perlakuan

6. Perhitungan kadar zat pewarna yang digunakan adalah sebagai berikut :

sampel berat

a b Warna

Zat

Kadar = −

A. Peralatan

1) Desikator

2) Gelas Kimia 250 ml 3) Gelas Ukur 50 ml 4) Oven listrik 5) Penangas air 6) Timbangan listrik B. Bahan

(53)

2) Bulu domba 3) KHSO4 4) n-Hexana

5) Sampel (kipang pulut) 3.6. Definisi Operasional

1. Kipang pulut adalah jenis makanan kipang yang terbuat dari pulut dan dicampur dengan bahan tambahan lain seperti gula tebu dan termasuk zat pewarna merah.

2. Hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang, bahan pembuat makanan kipang pulut yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan.

3. Pemilihan bahan makanan adalah semua bahan baik terolah maupun tidak termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong.

4. Penyimpanan bahan makanan adalah meletakkan bahan makanan menurut jenisnya dengan aturan FIFO (First In First Out), persyaratan sanitasi tempat penyimpanan makanan, suhu penyimpanan serta lamanya penyimpanan di rak (stelling) makanan.

5. Pengolahan makanan adalah serangkaian kegiatan dalam pengolahan bahan makanan dengan memperhatikan faktor tempat pengolahan, peralatan memasak dan cara penjamah dalam mengolah makanan.

(54)

sementara waktu pada ruang penyimpanan makanan jadi dengan memperhatikan kebersihan tempat maupun wadah penyimpanan.

7. Pengangkutan makanan adalah memindahkan makanan dari tempat penyimpanan ke tempat penyajian makanan dengan memperhatikan penggunaan alat angkut dan kebersihannya.

8. Penyajian makanan adalah penyajian makanan jadi ke konsumen dengan menggunakan wadah yang bersih.

9. Zat pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan.

10. Jenis zat pewarna adalah nama zat pewarna yang digunakan pada makanan kipang pulut yang dihasilkan sesuai dengan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988.

11. Kadar zat pewarna adalah banyaknya zat pewarna yang terkandung pada makanan kipang pulut yang dihasilkan.

12. Pemeriksaan Laboratorium adalah suatu kegiatan mengenai pemeriksaan sampel kipang pulut yang dilakukan di laboratorium.

13. Memenuhi /tidak memenuhi syarat kesehatan bila hasil pemeriksaan

sesuai/tidak sesuai dengan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 3.7. Aspek Pengukuran

3.7.1. Hygiene Sanitasi Pengolahan Makanan A. Wawancara

(55)

1. Dikatakan memenuhi syarat, apabila semua/seluruh pertanyaan dijawab dengan “Ya”.

2. Dikatakan tidak memenuhi syarat, apabila ada/salah satu dari jawaban yang dijawab dengan pilihan “Tidak”.

B. Observasi

Untuk pengamatan dikategorikan dengan dua penilaian yaitu “Ya dan “Tidak” sesuai dengan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003.

1. Dikatakan memenuhi syarat, apabila semua/seluruh responden menjawab pertanyaan dengan jawaban “Ya”.

2. Dikatakan tidak memenuhi syarat apabila ada/salah satu dari jawaban pertanyaan dengan pilihan “Tidak”.

3.7.2. Pemeriksaan Zat Warna Merah Pada Sampel

Analisa terhadap jenis dan kadar zat warna merah pada makanan kipang pulut sesuai dengan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988.

3.8. Pengolahan dan Analisa Data

(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Panyabungan memiliki luas wilayah sebesar 25.977,43 ha dengan batas-batas sebagai berikut (BPS, 2010) :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Panyabungan Utara (Mompang) 2. Sebelah Selatan : Kecamatan Panyabungan Selatan (Kayu Laut) 3. Sebelah Barat : Kecamatan Panyabungan Barat (Longat) dan

Hutabargot

4. Sebelah Timur : Kecamatan Panyabungan Timur (Gunung Baringin)

Kecamatan ini merupakan daerah pusat perdagangan Kabupaten Mandailing Natal. Terdapat pusat-pusat perbelanjaan, pasar, pertokoan, dan perbankan serta banyak terdapat industri rumah tangga penghasil makanan, salah satunya makanan kipang. Oleh sebab itu Panyabungan disebut sebagai kota kipang.

Berdasarkan data BPS (2010), Kecamatan Panyabungan memiliki jumlah penduduk sebesar 76.482 jiwa, dengan jumlah laki-laki 37.146 jiwa (48.57%) dan perempuan 39.336 jiwa (51.43%).

(57)

menjemur pulut. Tapi kalau lagi hujan lama produksi bisa mencapai seminggu. Waktu produksi berbeda-beda tiap industri, ada yang perhari, ada sekali empat hari bahkan ada yang hanya sekali seminggu. Hal ini disebabkan karena banyak pekerjanya yang masih usia sekolah, disamping itu ada usaha lain yaitu bertani sehingga tidak punya waktu untuk produski kipang.

Begitu juga dengan jumlah produksi berbeda antara yang satu dengan yang lain. Ada industri sekali produksi membutuhkan bahan baku (pulut) 50 kg dengan 30 kg gula, dengan tambahan 2 bungkus pewarna dapat menghasilkan 1800 bungkus untuk empat hari. Ada juga industri sekali adonan membutuhkan 2 kg pulut dengan 0,5 kg gula dan beberapa sendok pewarna menghasilkan 120 bungkus kecil, bisa 20 kali adonan sehari sehingga total produksi sebanyak 2400 bungkus untuk stok seminggu. Terdapat lima industri yang memproduksi kipang pulut sebanyak 750 bungkus / hari, tiga industri yang memproduksi dalam empat hari sekali yaitu sebanyak 1800 bungkus, dan dua industri memproduksi kipang pulut seminggu sekali yaitu sebanyak 2400 bungkus. Sehingga rata-rata produksi kipang pulut yaitu sebanyak 5140 bungkus/hari dari kesepuluh industris.

(58)

saat ini di Dinas kesehatan Kecamatan Panyabungan, untuk wilayah Panyabungan Kota terdata sebanyak 42 industri rumah tangga yang memproduksi makanan jajanan diantaranya usaha gula aren, usaha ikan asin, usaha keripik, usaha tahu tempe, dll. Secara berkala industri-industri ini mendapatkan pembinaan tentang cara produksi yang benar dari Dinas Kesehatan.

4.2. Karakteristik Pembuat Makanan Kipang Pulut 4.2.1. Umur

Karakteristik pembuat makanan kipang pulut di Kecamatan Panyabungan berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Pembuat Makanan Kipang Pulut di Kecamatan Panyabungan Tahun 2011

No Umur (tahun) Jumlah Persentase (%)

1 45 2 20

2 40 1 10

3 38 1 10

4 37 2 20

5 34 1 10

6 30 1 10

7 29 1 10

8 25 1 10

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa pembuat makanan kipang pulut paling banyak pada umur 45 dan 37 tahun dengan persentase 20%. Umur paling muda yaitu 25 tahun dan paling tua 45 tahun.

4.2.2. Jenis Kelamin

(59)

Tabel 4.2. Deskripsi Umum Jenis Kelamin Pembuat Makanan Kipang Pulut di Kecamatan Penyabungan Tahun 2011

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

1 Laki-laki 8 80

2 Perempuan 2 20

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa jenis kelamin pembuat makanan kipang pulut, sebanyak 80 % adalah jenis kelamin laki-laki, dan sebanyak 20 % adalah perempuan.

4.3. Enam Prinsip Hygiene Sanitasi Pada Industri Rumah Tangga Kipang Pulut

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada 10 industri rumah tangga penghasil makanan kipang pulut di Kecamatan Panyabungan, diketahui bahwa ke 6 (enam) prinsip hygiene sanitasi telah dilakukan oleh industri rumah tangga tersebut dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi.

4.3.1. Pemilihan Bahan Baku Makanan Kipang Pulut

Hasil observasi yang peneliti lakukan pada industri rumah tangga tentang pemilihan bahan baku dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut:

Tabel 4.3. Distribusi Pembuat Makanan Kipang Pulut Berdasarkan Pemilihan Bahan Baku Kipang Pulut Pada Industri Rumah Tangga Di Kecamatan Panyabungan Tahun 2011

No Kriteria Penilaian Ya % Tidak %

Jumlah Jumlah

1

Bahan makanan (pulut) yang

(60)

2 Bahan makanan (pulut)

masih baik dan utuh 10 100 0 0

3

Bahan yang digunakan tidak kadaluwarsa, tidak cacat,

Dan tidak rusak

10 100 0 0

No Kriteria Penilaian Ya % Tidak %

Jumlah Jumlah

4

Bahan makanan (pulut) di-peroleh dari tempat penjualan

yang diawasi pemerintah

10 100 0 0

5

Bahan olahan dalam kemasan harus terdaftar di Departemen Kesehatan

10 100 0 0

Berdasarkan tabel 4.3. diketahui bahwa semua (100%) kriteria penilaian dalam prinsip pemilihan bahan baku makanan memenuhi syarat kesehatan.

4.3.2. Penyimpanan Bahan Baku Makanan Kipang Pulut

Hasil observasi yang peneliti lakukan pada industri rumah tangga tentang penyimpanan bahan baku dapat dilihat pada tabel 4.4. berikut:

Tabel 4.4. Distribusi Pembuat Makanan Kipang Pulut Berdasarkan Penyimpanan Bahan Baku Kipang Pulut Pada Industri Rumah Tangga Di Kecamatan Panyabungan Tahun 2011

No Kriteria Penilaian Ya % Tidak %

Jumlah Jumlah

1 Tempat penyimpanan bahan

baku makanan tertutup 10 100 0 0

2

Tempat penyimpanan bahan baku makanan bersih

dan kedap air

10 100 0 0

3

Tempat penyimpanan bahan baku makanan terpisah

dari makanan jadi

10 100 0 0

Gambar

Tabel Pelarut Dalam Percobaan Kromatografi Kertas
Tabel 2.1. Lama Penyimpanan Berdasarkan Jenis Bahan Makanan
Tabel 2.3. Rata-rata Asupan Harian Perkapita Zat Pewarna Berbentuk Lakes Dalam Milligram
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Pembuat Makanan Kipang Pulut di Kecamatan Panyabungan Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun dan sebagian wilayah sesuai untuk Tanam padi

Dengan kondisi perbankan nasional dewasa ini yang cukup berkembang, namun pembinaan bank secara komprehensif khususnya kepada bank-bank penggerak sector Usaha Kecil dan

Tingkat suku bunga 0,8% perbulan (dapat berubah sewaktu-waktu). b) Simpanan Sukarela Berjangka (SISUKA), artinya simpanan yang disetor dengan sistem kontrak bulanan dengan

Yang menarik dalam proses justifikasi pengetahuan ini ialah, kepercayaan (pengetahuan-yang-dipercaya) itu dapat saja mempeorleh dukungan atau penolakan dari kondisi mental

Proses hukum terjadinya Sande pada Masyarakat Hukum Adat Besemah di Kota Pagar Alam pada Masyarakat Hukum Adat Besemah di Kota Pagar Alam, yaitu sande terjadi

Tingkat kematangan dan suhu penyimpanan memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai kekerasan buah, tetapi lama penyimpanan tidak memberikan pengaruh yang

Dapat dirancang sebuah turbin air Mikro Hidro jenis Pelton untuk digunakan sebagai penggerak pada pembangkit listrik di desa Kali kecamatan Pineleng. Penggerak Mula

Bagian kedua berisi penjelasan umum tentang perangkat lunak WDOS yang akan dikembangkan, mencakup perspektif produk yang akan dikembangkan, fungsi produk perangkat lunak,