• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi Optimum Tawas Terhadap Turbidity (Kekeruhan) Air Baku Pada Proses Pengolahan Air Di PDAM Tirtanadi Sunggal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi Optimum Tawas Terhadap Turbidity (Kekeruhan) Air Baku Pada Proses Pengolahan Air Di PDAM Tirtanadi Sunggal"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI OPTIMUM TAWAS

TERHADAP TURBIDITY (KEKERUHAN) AIR BAKU

PADA PROSES PENGOLAHAN AIR DI PDAM TIRTANADI

SUNGGAL

TUGAS AKHIR

OLEH:

CHEMAYANTI SURBAKTI NIM 082410044

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH KONSENTRASI OPTIMUM TAWAS TERHADAP TURBIDITY (KEKERUHAN) AIR BAKU

PADA PROSES PENGOLAHAN AIR DI PDAM TIRTANADI SUNGGAL

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

CHEMAYANTI SURBAKTI NIM 082410044

Medan, April 2011 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. NIP 195406281983031002

Disahkan Oleh: Dekan,

(3)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Penyelesaian tugas akhir ini, ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan

sebelumnya. Namun berkat dorongan, semangat dan dukungan berbagai pihak

merupakan kekuatan yang sangat besar hingga terselesaikannya tugas akhir ini.

Pada kesempatan kali ini penulis juga mengucapkan rasa terima kasih

yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku ketua program

studi Diploma-III Analis Farmasi USU

3. Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing

yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan nasehat serta

perhatiannya hingga selesainya tugas akhir ini.

4. Bapak Iwan Setiawan sebagai kepala bagian pengendalian mutu yang telah

banyak membimbing penulis selama melakukan Praktek Kerja Lapangan

di PDAM Sunggal.

5. Ibu Cempaka dan kakanda Adi tercinta selaku analis di laboratorium

PDAM Sunggal yang telah banyak memberikan nasihat-nasihat yang

bermanfaat dalam menyelesaikan tugas akhir ini ini.

(4)

7. Seluruh teman-teman kuliah angkatan 2008 yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.

Sebagai seorang manusia dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang

dikuasai, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih sangat jauh dari

sempurna sehingga membutuhkan masukan dan kritikan yang bersifat

membangun. Oleh karena itu penulis sangat membuka luas bagi yang ingin

menyumbangkan masukan dan kritikan demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi

penulis sendiri maupun bagi pembaca. Terima kasih.

Medan, April 2011

Penulis,

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Lampiran ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Air ... 3

2.2. Sumber Air ... 4

2.2.1. Air Laut ... 4

2.2.2. Air Atmosfir ... 4

2.2.3. Air Permukaan ... 4

2.2.3.1. Air Sungai... 5

2.2.3.2. Air Danau atau Rawa ... 5

2.2.4. Air Tanah ... 5

2.3. Penyediaan Air Bersih... 6

2.4. Unit – Unit Pengolahan Air ... 7

(6)

2.6. Syarat - Syarat Air Minum ... 14

2.6.1. Syarat Fisik ... 14

2.6.2. Syarat Kimia ... 15

2.6.3. Syarat Bakteriologik ... 15

2.7. Turbidity (Kekeruhan) ... 16

2.8. Tawas ………….. ... 17

2.9. Jar Test ... 18

2.10. Pembentukan Flok ... 18

BAB III METODOLOGI ... 20

3.1. Peralatan dan Bahan ... 20

3.1.1. Peralatan ... 20

3.1.2. Bahan ... 20

3.1.3. Prosedur Kerja ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

4.1. Hasil ... 25

4.2. Pembahasan ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

5.1. Kesimpulan ... 29

5.2. Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Syarat Air Minum Standar Internasional ... 16

Tabel 2. Skala yang Terukur pada Baume meter... 21

Tabel 3. Turbidity Air Baku ... 22

Tabel 4. pH Air Baku ... 22

Tabel 5. Volume Larutan Tawas yang Dipipet ... 23

Tabel 6. Dosis Tawas yang Diinjeksikan ... 23

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor:492/Menkes/Per/IV/

2010 Tanggal 19 April 2010 ... 32

Lampiran 2. Tabel Korelasi Konsentrasi Tawas ... 36

Lampiran 3. Tabel Pemakaian Tawas Untuk Proses Pengolahan ... 37

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Air

salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa,

baik langsung maupun tidak langsung. Air dapat dikatakan sebagai sumber

kehidupan yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dimana fungsi dan

kegunaannya tidak dapat digantikan dengan yang lain.

Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang

seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar

tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar

oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari

kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan

lainnya. Untuk menghasilkan air yang memenuhi standar, diperlukan suatu proses

pengolahan yaitu usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat

suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena dengan adanya

pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standar

air minum yang telah ditentukan (Wardhana, 2001).

Perusahaan Daerah Air Minum Tirtanadi merupakan suatu perusahaan

yang bergerak di bidang pelayanan air bersih, dimana untuk menghasilkan air

yang memenuhi standar haruslah terlebih dahulu diolah. Salah satu langkah

(10)

menghilangkan kekeruhan dari air baku. Kekeruhan dapat dihilangkan dengan

penginjeksian suatu bahan kimia yang disebut koagulan. Dimana koagulan ini

berfungsi untuk mengubah partikel atau kotoran yang terkandung dalam air

menjadi gumpalan yang berukuran lebih besar sehingga lebih cepat mengendap

(Sri Sumestri, 1984).

Dalam hal ini koagulan yang digunakan adalah tawas. Dosis koagulan

yang berlebih ataupun kurang akan menimbulkan efek tertentu. Oleh karena itu

perlu diketahui berapakah kebutuhan koagulan yaitu tawas yang diperlukan untuk

menghilangkan kekeruhan air.

1.2. Tujuan dan Manfaat 1.2.1. Tujuan

Untuk menentukan konsentrasi optimum tawas yang digunakan dalam

menghilangkan turbidity (kekeruhan) air baku selama bulan Februari 2011.

1.2.2. Manfaat

Dengan mengetahui konsentrasi optimum tawas selama bulan Februari

2011 dapat digunakan pada proses pengolahan air dalam menghasilkan standar air

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air merupakan salah satu dari ketiga komponen yang membentuk bumi

(zat padat, air, atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan sisanya

(30%) berupa daratan (dilihat dari permukaan bumi). Udara mengandung uap air

sebanyak 15% di dalam atmosfer (Gabriel, 2001).

Air memegang peranan penting dalam suatu komunitas, karena penyediaan

air merupakan suatu persyaratan penting bagi terbentuknya suatu komunitas yang

permanen. Air murni adalah berupa zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna,

dan bau yang terdiri dari unsur hidrogen dan unsur oksigen dengan rumus kimia

H2O (Linsley, 1986).

Air sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak dapat

diganti dengan senyawa lain. Sesuai dengan fungsinya, air digunakan untuk

berbagai keperluan seperti: untuk minum, keperluan rumah tangga, keperluan

industri, pertanian, pembangkit tenaga listrik, untuk sanitasi dan air untuk

transportasi baik di sungai maupun laut (Wardhana, 2001).

Seiring dengan bertambahnya jumah penduduk dan semakin

meningkatnya kesadaran akan kesehatan lingkungan, maka kebutuhan akan air

bersih meningkat pula. Akan tetapi, meningkatnya kebutuhan ini tidak diimbangi

(12)

kualitas air yang memburuk. Oleh karena itu diperlukan suatu proses pengolahan

untuk memenuhi standar kualitas air yang telah ditetapkan (Amir, 2010).

2.2. Sumber Air 2.2.1. Air Laut

Mempunyai rasa asin, karena mengandung garam. Kadar garam NaCl

dalam air laut 3 %. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat

untuk air minum (Sutrisno, 2004).

2.2.2. Air atmosfir

Air atmosfir dalam keadaan murni, sangat bersih, dengan adanya

pengotoran udara yang disebabkan oleh industri, debu dan lain sebagainya. Maka

untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu

menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih

mengandung banyak kotoran.

Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa

penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat

terjadinya korosi (Sutrisno, 2004).

2.2.3. Air Permukaan

Menurut Sutrisno (2004) air permukaan adalah air hujan yang mengalir di

(13)

selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, pelapukan batang-batang kayu,

daun-daun, pengotoran oleh industri kota dan sebagainya.

Beberapa pencemaran ini, untuk masing-masing air permukaan akan

berbeda-beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini. Jenis

pecemarannya adalah merupakan pencemaran fisik, kimia dan bakteriologi.

Adapun air permukaan ada 2 macam yaitu :

2.2.3.1. Air Sungai

Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu

pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai pada umumnya

mempunyai derajat pencemaran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk

memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi (Sutrisno,

2004).

2.2.3.2. Air Danau atau Rawa

Air danau atau rawa merupakan air permukaan yang mengumpul pada

cekungan permukaan tanah. Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan

oleh adanya zat organis yang membusuk (batang-batang kayu, daun, dan lainnya)

(Sutrisno, 2004).

2.2.4. Air Tanah

Air pemukaan tanah yang meresap ke dalam tanah yang telah mengalami

(14)

juga akan menjadi air permukaan, yakni dengan mengalirnya air tersebut menuju

ke laut (Azwar, 1998).

2.3. Penyediaan Air Bersih

Air bersih adalah air yang sudah terpenuhi syarat fisik, kimia, namun

bakteriologi belum terpenuhi. Air bersih diperoleh dari sumur gali, sumur bor, air

hujan, air dari sumber mata air. Secara umum penggunaan air bersih untuk akan

diolah menjadi air siap minum, untuk keperluan tumah tangga, sarana pariwisata,

sarana irigasi, peternakan,dan lain-lain (Gabriel, 2001).

Dengan pekembangan peradaban serta semakin bertambahnya jumlah

penduduk di dunia ini, dengan sendirinya menambah aktivitas kehidupannya yang

mau tidak mau menambah pengotoran atau pencemaran air yang pada hakekatnya

dibutuhkan. Padahal beberapa abad yang lalu, manusia dalam memenuhi

kebutuhan akan air (khususnya air minum) cukup mengambil dari sumber-sumber

air yang ada didekatnya dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Namun

sekarang ini, khususnya di kota yang sudah langka akan sumber air minum yang

bersih tidak mungkin mempergunakan cara demikian. Sehingga, harus

mempergunakan suatu peralatan yang modern untuk mendapatkan air minum

(15)

2.4. Unit – Unit Pengolahan Air 1. Bendungan

Sumber air baku adalah air permukaan dari sungai Belawan yang berhulu

di Kecamatan Pancur Batu dan melintasi kecamatan Sunggal (Butir No. 4, 2006:

21).

Untuk menampung air tersebut dibuatlah bendungan dengan panjang

panjang 25 m (sesuai dengan lebar sungai) dan tinggi 4 m. Pada sisi kanan

bendungan , dibuat sekat (channel) berupa saluran penyadap lebarnya 2 m

dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air masuk ke intake (Gani, 2006).

2. Intake (Pemasukan Air Baku)

Intake berfungsi untuk pengambilan/penyadapan air baku. Bangunan ini

merupakan saluran bercabang dua yang dilengkapi dengan bar screen (saringan

kasar) berfungsi untuk mencegah masuknya sampah-sampah berukuran besar dan

fine screen (saringan halus), berfungsi untuk mencegah masuknya

kotoran-kotoran maupun sampah berukuran kecil terbawa arus sungai. Masing-masing

saluran dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air (sluice gate) dan

penggerak elektromotor. Pemeriksaan maupun pembersihan saringan dilakukan

secara periodik untuk menjaga kestabilan jumlah air masuk (Gani, 2006).

3. Raw Water Tank (RWT) atau Tangki Air Baku

Raw water tank (bak pengendap) merupakan bangunan yang dibangun

setelah intake yang terdiri dari 2 unit (4 sel). Setiap unit berdimensi 23,3 m x 20

m, tinggi 5 m yang dilengkapi dengan dua buah inlet gate, dua buah outlate gate,

(16)

Raw water tank berfungsi sebagai tempat pengendapan partikel-partikel

kasar dan lumpur yang terbawa dari sungai dengan sistem sedimentasi

(pengendapan). Di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal volume air baku pada

2 RWT memiliki ± 1.400 m3. Waktu pengendapan untuk air baku yang akan

diolah di RWT IPA Sunggal kurang dari 15 menit agar menghasilkan air baku

dengan turbidity yang lebih rendah (Gani, 2006).

4. Raw Water Pump (RWP) atau Pompa Air Baku

Raw Water Pump (Pompa Air Baku) berfungsi untuk memompakan air

dari RWT ke clearator. RWP ini terdiri dari 16 unit pompa air baku. Kapasitas

setiap pompa air baku. Kapasitas setiap pompa 110 l / detik dengan rata-rata 18 m

memakai motor AC nominal daya 75 KW. Pada Raw Water Pump (RWP)

dilakukan Prechlorination yang berfungsi mengoksidasi zat-zat organik,

anorganik, dan mengendalikan pertumbuhan lumut (alga) juga menghilangkan

polutan-polutan lainnya (Gani, 2006).

5. Clearator atau Clarifier (Proses Penjernihan Air)

Bangunan Clearator terdiri dari 5 unit dengan kapasitas masing-masing

350 l/detik. Clearator berfungsi sebagai tempat pemisahan antara flok yang

bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent (hasil olahan). Hasil clearator

dilengkapi dengan agitator sebagai pengaduk lambat dan selanjutnya dialirkan ke

filter. Endapan flok-flok tersebut kemudian dibuang sesuai dengan tingkat

(17)

Clearator ini terbuat dari beton berbentuk bulat dengan lantai kerucut

yang dilengkapi sekat-sekat pemisah untuk proses-proses sebagai berikut:

1. Primary Reaction Zone

2. Secondary Reaction Zone

3. Return Reaction Zone

4. Clarification Reaction Zone

5. Concentrator.

6. Filter (Penyaringan)

Filter merupakan tempat berlangsungnya proses filtrasi, yaitu proses

penyaringan flok – flok sangat kecil dan sangat ringan yang tidak bertahan (lolos)

dari clearator. Filter yang dipakai dengan pengolahan air di PDAM Tirtanadi

Instalasi Sunggal adalah sistem penyaringan permukaan (surface filter). Media

filter tersebut berjumlah 32 unit yang prosesnya berlangsung secara paralel,

menggunakan jenis saringan cepat (rapid sand filter) berupa pasir silika dengan

menggunakan motor AC nominal daya 0,75 KW. Filter ini berfungsi untuk

menyaring turbidity melalui pelekatan pada media filter (Gani, 2006).

Dimensi tiap filter yaitu lebar 4,00 m, panjang 8,25 m, tinggi 6,25 m tinggi

permukaan air maksimum 5,05 m serta tebal media filter 114 cm, dengan susunan

lapisan sebagi berikut :

1. Pasir kwarsa, diameter 0,50 mm – 1,50 mm dengan ketebalan 61 cm

2. Pasir kwarsa, diameter 1,80 mm – 2,00 mm dengan ketebalan 15 cm

3. Kerikil halus, diameter 4,75 mm – 6,30 mm dengan ketebalan 8 cm

(18)

5. Kerikil sedang, diameter 10,00 mm – 20,00 mm dengan ketebalan 7,5 cm

6. Kerikil kasar, diameter 20,00 mm – 40,00 mm dengan ketebalan 15 cm

Dalam jangka waktu tertentu, permukaan filter akan tersumbat oleh flok

yang masih tersisa dari proses. Pertambahan ketinggian permukaan air diatas

media filter sebanding dengan berlangsungnya penyumbatan (clogging) media

filter oleh flok-flok. Selanjutnya dilakukan proses backwash, yaitu pencucian

media filter dengan menggunakan sistem aliran balik dengan menggunakan air

yang di supply dari pompa reservoir. Proses ini bertujuan untuk mengoptimalkan

kembali fungsi filter. Banyaknya air yang dibutuhkan untuk backwash untuk satu

buah filter adalah 200-300 m dan backwash dilakukan 1 x 24 – 72 jam, tergantung

pada lancar tidaknya penyaringan (Gani, 2006).

7. Reservoir (Tempat Menampung Air Bersih)

Reservoir merupakan bangunan beton berdimensi 50 m x 40 m x 7 m yang

berfungsi untuk menampung air minum (air olahan) setelah melewati media filter.

IPA Sunggal memiliki 2 buah reservoir (R1 dan R2) dengan kapasitas total

12.000 m3.

Reservoir berfungsi untuk menampung air bersih yang telah disaring

melalui filter dan juga berfungsi tempat penyaluran air ke pelanggan. Air yang

mengalir dari filter ke reservoir diinjeksikan klorin cair disebut postchlorination

yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen. Sedangkan

penambahan larutan kapur jenuh bertujuan untuk menetralisasi pH air (Gani,

(19)

8. Finish Water Pump (FWP) atau Pemompaan Air Akhir

Finish Water Pump (FWP) Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal

berjumlah 14 unit yang berfungsi untuk mendistribusikan air bersih dari reservoir

instalasi ke reservoir-reservoir distribusi cabang-cabang melalui pipa-pipa

transmisi yang dibagi menjadi 5 jalur dengan kapasitas masing-masing 150 l/detik

(Gani, 2006).

9. Sludge Lagoon (Empang Lumpur)

Air buangan (limbah cair) dari masing-masing unit pengolahan dialirkan

ke lagoon untuk di daur ulang. Daur ulang merupakan cara yang tepat dan aman

dalam mengatasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip ini telah

diterapkan sejak tahun 2002 di unit IPA Sunggal yaitu dengan membangun unit

pengendapan berupa Lagoon dengan kapasitas 10.800 m3 (Gani, 2006).

10. Monitoring System (Sistem Pengawasan)

Metode pegawasan selama proses pengolahan di masing-masing unit

kondisi proses pengolahan dari ruang tertentu baik terhadap kuantitas, kualitas

maupun kontinuitas olahan. Fasilitas ini didesain sedemikian rupa sehingga dapat

mempermudah pengawasan terhadap proses pengolahan air menurut standar dan

ketentuan yang berlaku (Gani, 2006).

2.5. Proses Pengolahan Air Minum

Air minum dapat diartikan sebagai air yang langsung dapat diminum,

yakni air yang bebas dari unsur kimia dan mikrobiologi serta aman untuk

(20)

diperlukan pengolahan yang dimaksudkan untuk memelihara dan menjaga dan

mengendalikan air agar tidak tercemar oleh proses kejadian alam, kegiatan

manusia dan teknologi industri (Tjokrokusumo, 1995).

Proses pengolahan di Perusahaan Daerah Air Minum Sunggal meliputi :

Air baku (1) yang bersumber dari aliran sungai Belawan tertampung di bendungan

yang selanjutnya masuk melalui pintu intake (2) untuk disaring terlebih dahulu

dari sampah/kotoran kasar.

Selanjutnya air akan tertampung di Raw Water Tank (RWT) (3) Disini

terjadi proses fisika dan biokimia. Proses fisika yang terjadi adalah pengendapan

lumpur-lumpur sehingga dihasilkan air dengan turbidity yang lebih rendah.

Sedangkan proses biokimia yang terjadi adalah penginjeksian klorin cair

(preklorinisasi). Klorin cair pada preklorinisasi bertujuan untuk mengoksidasikan

logam-logam, membunuh mikroorganisme seperti plankton dan juga membunuh

spora dari lumut, jamur dan alga. Dosis yang diberikan adalah 2-3 g/m3 air,

tergantung pada turbidity air.

Proses selanjutnya air akan dipompakan melalui RWP (4) ke clearator (5)

Di clearator terjadi proses koagulasi (proses pencampuran koagulan dan air baku

dengan cepat dan merata) menggunakan koagulan tawas dan proses flokulasi

(penggumpalan flok-flok yang lebih besar), akibat adanya pengadukan cepat dan

pengadukan lambat.

Air baku yang mengandung koagulan akan masuk clearator melalui

Primary Reaction Zone yang berada pada bagian tengah sel secondary. Sel

(21)

tersebut. Di bagian ini terdapat sebuah alat pengaduk yang disebut blade agitator.

Blade agitator berputar dengan kecepatan lambat sehingga diharapkan akan

terjadi proses flokulasi (Secondary Reaction Zone). Setelah tawas larut,

selanjutnya akan mengikat partikel yang ada di dalam air membentuk

partikel-partikel yang lebih besar (flok). Flok-flok ini lalu akan melakukan pengikatan

kembali dengan butiran flok lainnya dengan bantuan turbulensi dan bantuan

gerakan blade agitator tersebut. Flok-flok yang terbentuk akan semakin besar

(sludge) dan pengaruh gaya gravitasi akan mengendap pada dasar clarifier

(Return Reaction Zone). Untuk itu perlu dipertahankan kandungan flok-flok dan

sludge dalam clarifier dengan memantau kekeruhan sehingga diharapkan turbidity

pada air kumpulan (Clarification Reaction Zone) dapat serendah mungkin.

Selanjutnya, air kumpulan difiltrasi di filter (6) sehingga diperoleh air

hasil proses filtrasi yang jernih. Sebelum air proses filtrasi masuk ke reservoir,

ditambahkan terlebih dahulu klorin cair (postklorinisasi). Penambahan klorin

bertujuan sebagai desinfektan.

Setelah itu penambahan klor atau kaporit, selanjutnya ditambahkan larutan

kapur jenuh (soda ash) untuk menetralisir pH air olahan (6,8 - 7,3) karena

penambahan tawas di clearator cukup membuat pH air bersifat asam, sehingga

harus dinetralkan. Penambahan larutan kapur tetap sebelum air masuk reservoir

untuk mencegah pengendapan dari reaksi sisa tawas (Al3+) dengan ion hidroksida

dari kapur (OH-) yang dapat membentuk flok sehingga mengotori air reservoir.

Setelah seluruh proses pengolahan air tersebut berlangsung, air hasil

(22)

untuk didistribusikan melalui Finish Water Pump (FWP). Air hasil olahan

tersebut dapat didistribusikan bila air memenuhi syarat kualitas air. Untuk

memastikan kualitas air, perlu dilakukan pengendalian mutu.

Pengendalian mutu mutlak diperlukan agar kualitas air bersih dapat

dijamin kualitasnya sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 492/MENKES/PER/IV/2002 yang meliputi aspek fisika, kimia

dan biologis (Katalog PDAM Tirtanadi Medan).

2.6. Syarat - Syarat Air Minum

Penggunaan sumber air minum bagi Perusahaan Air Minum (PAM) di

kota-kota besar masih menggantungkan dari sungai-sungai yang telah dicemari

sehingga treatment yang sempurna sangat diperlukan secara mutlak. Sebaiknya

bila akan menggunakan badan-badan air sebagai sumber air minum hendaknya

memenuhi syarat-syarat kualitas air minum (Ryadi, 1984).

Menurut Sutrisno (2004), dari segi kualitas air minum harus memenuhi

2.6.1. Syarat Fisik

• Air tidak boleh berwarna

• Air tidak boleh berasa

• Air tidak boleh berbau

• Suhu air hendaknya di bawah udara sejuk (± 25o C)

(23)

2.6.2. Syarat Kimia

Air minum tidak boleh mengandung racun, zat-zat mineral atau zat-zat

kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan.

2.6.3. Syarat Bakteriologik

Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit (patogen) sama

sekali dan tidak boleh mengandung bakteri-bakteri golongan Coli melebihi

batas-batas yang telah ditentukannya yaitu 1 Coli/100 ml air.

Bakteri golongan Coli ini berasal dari usus besar dan tanah. Bakteri

patogen yang mungkin ada dalam air antara lain adalah:

Bakteri Thypsum

Vibrio colerae

Bakteri Dysentriae

Entamoeba hystolotica

Bakteri Enteritis (penyakit perut)

Air yang mengandung golongan Coli dianggap telah berkontaminasi

(berhubungan) dengan kotoran manusia. Dengan demikian dalam pemeriksaan

bakteriologik, tidak langsung diperiksa apakah air itu mengandung bakteri

(24)

Menurut Gabriel (2001), syarat air minum standar Internasional

ditunjukkan dalam Tabel 2.1

Tabel 1. Syarat Air Minum Standart Internasional

Diperkenankan Maksimum (kelebihan) Total solid

Magnesium dan sodium Sulfat Phenolic substan (sebagai

Kurang dari 6,5 atau lebih besar dari 9,2

1000 mg/l 0,002 mg/l

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4892/Menkes/Per/IV/2010 tentang

Persyaratan Kualitas Air Minum tertera pada lampiran 1.

2.7. Turbidity (Kekeruhan)

Sebagian besar air baku untuk penyediaan air bersih diambil dari air

permukaan seperti sungai, danau, dan sebagainya. Salah satu langkah penting

pengolahan untuk mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari

air baku tersebut (Sri Sumestri, 1984).

Turbidity (kekeruhan) disebabkan oleh banyak faktor, antara lain debu,

(25)

berakibat air akan menjadi kotor dan tidak jernih. Turbidity mengganggu penetrasi

sinar matahari, sehingga mengganggu fotosintesis tanaman air. Selain itu bakteri

patogen dapat berlindung di dalam atau di sekitar bahan penyebab turbidity

(Sutrisno, 2004).

Kekeruhan dihilangkan melalui pembubuhan sejenis bahan kimia dengan

sifat-sifat tertentu yang disebut flokulan. Umumnya flokulan tersebut adalah

tawas (Sri Sumestri, 1984).

2.8. Tawas

Tawas merupakan kristal putih yang tidak larut dan berbentuk gelatin yang

mempunyai sifat dapat menarik partikel-partikel lain, sehingga berat, ukuran dan

bentuknya menjadi semakin besar dan mudah mengendap (Haryanti, 2008).

Kekeruhan dapat dihilangkan dengan pembubuhan tawas. Selain

pembubuhan tawas diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok

ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid tersebut (bertumbukan) dan

akhirnya bersama-sama mengendap.

Untuk mendapatkan dosis yang optimal tawas dan nilai-nilai parameter

lain seperti pH, jenis flokulan yang akan digunakan dalam proses flokulasi dan

(26)

2.9. Jar Test

Jar test merupakan alat yang tepat untuk menentukan menentukan dosis

optimum bahan kimia untuk koagulasi, flokulasi dan sedimentasi dari berbagai

kualitas air baku. Jar test ini digunakan untuk mendesain suatu instalasi

pengolahan air untuk menentukan intensitas pencampuran, periode pencampuran

cepat dan lambat, periode sedimentasi, jenis dan jumlah bahan kimia yang akan

digunakan. Apabila percobaan dilakukan secara tepat, informasi yang berguna

akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam mengoptimisasi

proses-proses koagulasi, flokulasi dan penjernihan, memperbaiki instalasi yang ada. Jar

test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameter-parameter

proses lain, seperti:

- Dosis koagulan

- pH

- warna

- waktu dan intensitas pencampuran cepat dan pengadukan lambat

- waktu pengendapan

(Directorate of Water Supply, 1984).

2.10. Pembentukan Flok

Flokulasi dalam bidang pengolahan air merupakan suatu proses dimana

zat-zat halus tersuspensi dan koloid-koloid di dalam air menggumpal membentuk

flok-flok. Hal ini memungkinkan penghilangannya dengan sedimentasi atau

(27)

Koloid-koloid harus dihilangkan, karena menyebabkan kekeruhan. Gaya

tolak elektrostatik antara partikel-partikel koloid negatif secara efektif

mengalahkan gaya tarik massa yang dapat membuat partikel-partikel berikatan.

Berdasarkan hal tersebut koagulan tawas dimana ion-ion aluminium bermuatan

positif tiga merupakan agen netralisasi perlu dibubuhkan dalam rangka

menetralisir muatan permukaan dan memungkinkan pertikel-partikel

menggumpal. Setelah menggumpal, pertikel-partikel akan mengendap

(28)

BAB III METODOLOGI

3.1. Peralatan dan Bahan 3.1.1. Peralatan

- Baume meter (HACH Brand)

- Kerucut imhoff 1000 ml (Duran)

- Beaker glass 1000 ml (Pyrex)

- Labu ukur 100 ml (Pyrex)

- Maat pipet 10 ml (Fortuna)

- Tabung glass (Lovibond)

- Turbidimeter 2100 N (HACH Brand)

- Kuvet (HACH 20849)

- Alat flokulator/Jar Test (Isuzu 6S-CRA)

- Comparator pH (Lovibond)

- Slide disk (Lovibond)

3.1.2. Bahan

- Sampel (air sungai Belawan) yang diambil bulan Februari 2011

- Larutan tawas

- Bromtimol Biru (Merck)

(29)

3.1.3. Prosedur Kerja

a) Pemeriksaan Konsentrasi Tawas

- Diisi kerucut imhoff 1000 ml dengan larutan tawas hingga tanda batas.

- Dimasukkan baume meter ke dalam gelas ukur berisi tawas dan dibaca

skala yang terukur.

Tabel 2. Skala yang Terukur pada Baume meter

Tanggal Degree Baume meter (o Be)

02 Februari 2011 7,0 (o Be)

17 Februari 2011 8,2 (o Be)

25 Februari 2011 8,0 (o Be)

- Hasil disesuaikan dengan tabel korelasi larutan tawas (lampiran 2).

- Dicatat hasil yang diperoleh untuk digunakan pada proses penentuan dosis

tawas (jar test).

b) Pemeriksaan Turbidity Air Baku

- Dihidupkan alat turbidimeter dengan menekan switch on di belakang alat,

layar akan menunjukan angka 2100.

- Diisi kuvet dengan air baku sampai tanda batas.

- Dibersihkan kuvet dengan tisu sampai kering dan bersih.

- Diletakkan kuvet ke dalam tempat sampel sel, kemudian ditutup.

(30)

Tabel 3. Turbidity Air Baku

Tanggal Turbidity Air Baku (NTU)

02 Februari 2011 38,1 (NTU)

17 Februari 2011 6,56 (NTU)

25 Februari 2011 81,6 (NTU)

c) Pemeriksaan pH

- Diisi tabung glass dengan sampel air baku sampai tanda garis (± 10 ml).

- Ditambahkan ± 3-5 tetes indikator Bromtimol Biru dalam tabung, campur

sampai larut dan homogen.

- Dimasukkan tabung ke dalam alat comparator yang sudah dilengkapi

dengan slide pH.

- Diputar slide disk pH (warna kuning kehijauan-biru muda) sampai terlihat

warna sampel sama dengan standar warna di slide disk (6,0-8,5).

- Dicatat nilai pH yang sesuai standar warna di slide disk.

Tabel 4. pH Air Baku

Tanggal pH

02 Februari 2011 7,1

17 Februari 2011 7,1

25 Februari 2011 7,1

d) Cara Melakukan Jar Test

- Disiapkan seluruh peralatan dan bahan yang akan digunakan.

(31)

• Dipipet larutan tawas sesuai dengan perhitungan:

V 1 x N 1 = V 2 x N 2

V1 = Volume larutan sebelum diencerkan

N1 = Konsentrasi larutan sebelum diencerkan

V2 = Volume larutan setelah diencerkan

N2 = Konsentrasi larutan setelah diencerkan

Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 4.

Tabel 5. Volume Larutan Tawas yang Dipipet

Tanggal Volume

02 Februari 2011 9,70 ml

17 Februari 2011 8,18 ml

25 Februari 2011 8,40 ml

• Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan tambahkan aquades

sampai tanda batas, dikocok sampai homogen.

- Diisi masing-masing beaker glass dengan 1000 ml sampel air baku.

- Diturunkan agitator jar test, diaktifkan alat dan diatur putaran pada 140

rpm dan diputar cepat selama 5 menit.

- Diinjeksikan masing-masing beaker glass dengan variasi dosis tawas yang

berbeda berdasarkan tingkat kekeruhan air baku (lampiran 3).

Tabel 6. Dosis Tawas yang Diinjeksikan

Tanggal Dosis Tawas (ppm)

02 Februari 2011 30,0 32,5 35,0 37,5 40 42,5

17 Februari 2011 25,0 27,5 30,0 32,5 35,0 37,5

(32)

Berdasarkan perhitungan

ml dosis tawas =

Contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran 4.

- Diperhatikan kecepatan pembuatan flok, tingkat kekeruhan secara visual.

- Diatur putaran pada posisi 30 rpm untuk putaran lambat selama 10 menit.

- Dimatikan alat, diangkat agitator, diamkan selama 20 menit untuk proses

pengendapan.

- Diperhatikan secara visual kecepatan pengendapan flok, jumlah flok yang

mengendap dan melayang, serta kekeruhan air.

- Diperiksa dan dicatat pH serta turbidity air pada masing-masing

konsentrasi (prosedur sama dengan point b dan c).

Tabel 7. pH dan Tubidity Masing-masing Konsentrasi Tanggal 02 Februari 2011

pH 6,9 6,7 6,6 6,6 6,6 6,5

Turbidity (NTU) 17,7 14,3 6,68 1,61 1,50 1,96

Tanggal 17 Februari 2011

pH 7,0 6,9 6,9 6,8 6,8 6,7

Turbidity (NTU) 10,92 5,89 5,44 4,06 1,32 2,67

Tanggal 25 Februari 2011

pH 6,6 6,5 6,4 6,3 6,3 6,3

Turbidity (NTU) 5,07 3,43 2,73 3,03 10,3 10,8

- Ditentukan dosis/konsentrasi yang terbaik berdasarkan kekeruhan dan pH

(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

a) Tanggal Pemeriksaan : 02 Februari 2001

Turbidity Air Baku : 38,1

pH : 7,1

Jam : 08.00 WIB

Data Jar Test 02 Februari 2011

Sampel Item Intake I

Sampel Kuantitas 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Tawas (ppm) 30,0 32,5 35,0 37,5 40,0 42,5

Konsentrasi Tawas 10,30 % = Bak 1

pH 6,9 6,7 6,6 6,6 6,6 6,5

Turbidity (NTU) 17,7 14,3 6,68 1,61 1,50 1,96

Dosis Tawas 40,0 ppm

b) Tanggal Pemeriksaan : 17 Februari 2011

Turbidity Air Baku : 6,56

pH : 7,1

(34)

Data Jar Test 17 Februari 2011

Sample Item Intake I

Sample Kuantitas (ml) 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Tawas (ppm) 25,0 27,5 30,0 32,5 35,0 37,5

Konsentrasi Tawas 12,22 % = Bak 4

pH 7,0 6,9 6,9 6,8 6,8 6,7

Turbidity (NTU) 10,92 5,89 5,44 4,06 1,32 2,67

Dosis Tawas 35,0 ppm

c) Tanggal Pemeriksaan : 25 Februari 2011

Turbidity Air Baku : 81,6

pH : 7,1

Jam : 08.00 WIB

Data Jar Test 25 Februari 2011

Sample Item Intake I

Sample Kuantitas (ml) 1000 1000 1000 1000 1000 1000

Tawas (ppm) 40 42,5 45 47,5 50 52,5

Konsentrasi Tawas 11,90 % = Bak 4

pH 6,6 6,5 6,4 6,3 6,3 6,3

Turbidity (NTU) 5,07 3,43 2,73 3,03 10,3 10,8

(35)

4.2. Pembahasan

Dari hasil yang dicantumkan pada ketiga tabel diatas dapat dinyatakan

bahwa hasil optimum yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Turbidity

Grafik 2. Data Jar Test Tanggal 17 Feb 2011 0

(36)

Turbidity (NTU)

Dosis tawas (ppm)

Bahwa konsentrasi tawas yang akan digunakan untuk pengolahan air

tergantung pada kekeruhan air baku yang digunakan. Semakin tinggi turbidity air

baku yang digunakan dalam pengolahan air, maka konsentrasi tawas yang

dibutuhkan semakin besar. Seperti tanggal pemeriksaan 25 Februari 2011,

konsentrasi tawas yang digunakan 45,0 ppm jauh lebih besar dibandingkan

dengan konsentrasi tawas pada tanggal pemeriksaan 17 Februari 2011 adalah 35,0

ppm. Hal ini disebabkan turbidity air baku ini yang disebabkan beberapa hal yang

mempengaruhi yaitu perubahan cuaca berupa kemarau dan musim hujan.

Dari ketiga grafik diatas, menunjukkan bahwa penggunaan dosis tawas

yang bervariasi berpengaruh terhadap perubahan kekeruhan. Dapat dilihat pada

data jar test tanggal 17 Februari 2011 terjadi penurunan turbidity (kekeruhan)

mulai dari dosis koagulan 25 ppm sampai dengan 35 ppm. Kondisi ini

menyimpulkan bahwa kondisi optimum koagulan dilihat dari parameter

kekeruhan berada pada dosis tawas 35 ppm sebesar 1,32 NTU. 0

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

- Konsentrasi optimum tawas yang diperoleh yaitu:

a) Pada tanggal 02 Februari 2011 jam 08.00 WIB: 40,0 ppm

b) Pada tanggal 17 Februari 2011 jam 08.00 WIB: 35,0 ppm

c) Pada tanggal 25 Februari 2011 jam 08.00 WIB: 45,0 ppm

- Turbidity (kekeruhan) air pada konsentrasi optimum tawas yaitu:

a) Pada tanggal 02 Februari 2011 jam 08.00 WIB: 1,50 NTU

b) Pada tanggal 17 Februari 2011 jam 08.00 WIB: 1,32 NTU

c) Pada tanggal 25 Februari 2011 jam 08.00 WIB: 2,73 NTU

- Dari ketiga percobaan, tingkat kekeruhan pada konsentrasi optimum tawas

memenuhi standar kekeruhan air minum yaitu ≤ 5 NTU berdasarkan

Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor: 492/Menkes/Per/IV/2010.

5.2. Saran

- Sebaiknya pada saat pembacaan skala baume meter dilakukan secara

cermat dan teliti.

- Dalam pemindahan (pemipetan) larutan tawas ke dalam labu ukur dan ke

dalam beaker glass sebaiknya dilakukan secara kuantitatif.

- Sebaiknya diamati secara visual kecepatan pengendapan flok, jumlah flok

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Rizal. (2010). Penentuan Dosis Optimum Aluminium Sulfat dalam

Pengolahan Air Sungai Cileuer Kota Ciamis dan Pemanfaatan Resirkulasi

Lumpur dengan Parameter pH, Warna, Kekeruhan, dan TSS. Institut

Teknologi Bandung.

cair/w-p-content/uploads/2010/11/15305083/rizal-amir.pdf Tgl: 12 Maret

2011.

Azwar, Azrul. (1996). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara

Sumber Widya. Hal. 35

Directorate of Water Supply. (1984). HROP Untuk MASI Produksi. Code: TTG

200 dan 205: Hal. 12-16

Gabriel, J. F. (2001). Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates. Hal. 79-94

Gani, K. A. (2006). Belajar dari Proses Pengolahan Air Minum di IPA Sunggal.

Buletin Tirtanadi (Butir). Nomor 4: Hal 7

Katalog PDAM Tirtanadi Medan

Linsley, K. R. (1986). Teknik Sumber Daya Air. Surabaya: Erlangga. Hal. 99

Mey, Haryanti. (2008). Pengaruh Konsentrasi Larutan Tawas (Al2(SO4)3. 14H2O)

Terhadap Kandungan Protein, Nitrogen Terlarut dan Nitrogen Non Protein Pada

Ikan Tongkol. Universitas Muhammadiyah Semarang.

Tgl: 12 Maret 2011.

Ryadi, Slamet. (1984). Pencemaran Air. Surabaya: Karya Anda. Hal. 65

Sumestri, Sri. (1984). Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Hal.

(39)

Sutrisno, T. (2004). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rhineka Cipta.

Hal. 12-23

Tjokrokusumo. (1995). Pengantar Konsep Teknologi Bersih. Yogyakarta: Sekolah

Tinggi Teknik Lingkungan YLH. Hal. 63-65

Wardhana, A. W. (2001). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi.

(40)

Lampiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 492/Menkes/Per/IV/2010 Tanggal 19 April 2010

Persyaratan Kualitas Air Minum I. Parameter Wajib

No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum

yang diperbolehkan

1 Parameter yang berhubungan

langsung dengan kesehatan

2 Parameter yang tidak langsung

(41)

7) Seng mg/l 3

8) Sulfat mg/l 250

9) Tembaga mg/l 2

10) Amonia mg/l 1,5

II. Parameter Tambahan

No Jenis Parameter Satuan Kadar

maksimum yang diperbolehkan

1 KIMIAWI

a. Bahan Anorganik

Air Raksa mg/l 0,001

Carbon tetrachloride mg/l 0,004

(42)

Di (2-ethylhexy) phthalate mg/l 0,008

Acrylamide mg/l 0,0005

Epichlorohydrin mg/l 0,0004

Hexachlorobutadiene mg/l 0,0006

Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) mg/l 0,6

Nitrilotriacetic acid (NTA) mg/l 0,2

c. Pestisida

Alachlor mg/l 0,02

Aldicarb mg/l 0,01

Aldrin dieldrin mg/l 0,00003

Atrazine mg/l 0,002

Carbofuran mg/l 0,007

Chlordane mg/l 0,0002

Chlorotoluron mg/l 0,03

DDT mg/l 0,001

1,2 – Dibromo-3-chloropropane (DBCP) mg/l 0,001

2,4 Dichlorophenoxyacetic acid (2,4 – D) mg/l 0,03

1,2 – Dichloropropane mg/l 0,04

Isoproturon mg/l 0,009

Lindane mg/l 0,002

MCPA mg/l 0,002

Methoxychlor mg/l 0,02

Metolachlor mg/l 0,01

Molinate mg/l 0,006

Pendimethalin mg/l 0,02

Pentachlorophenol (PCP) mg/l 0,009

Permethrin mg/l 0,3

Simazine mg/l 0,002

Trifluralin mg/l 0,02

Chlorophenoxy herbicides selain 2,4-D dan MCPA

2,4 – DB mg/l 0,09

Dichlorprop mg/l 0,10

Fenoprop mg/l 0,009

Mecoprop mg/l 0,001

2,4,5 – Trichlorophenoxyacetic acid mg/l 0,009

d. Desinfektan dan Hasil sampingannya

Desinfektan

Chlorine mg/l 5

Hasil sampingan

Bromate mg/l 0,01

(43)

Chlorophenols

2,4,6 – Trichlorophenol (2,4,6 – TCP) mg/l 0,2

Bromoform mg/l 0,1

Dibromochloromethane (DBCM) mg/l 0,1

Bromodichloromethane (BDCM) mg/l 0,06

(44)

Lampiran 2. Tabel Korelasi Konsentrasi Tawas

(45)

Lampiran 3. Tabel Pemakaian Tawas Untuk Proses Pengolahan

NO Turbidity Air Baku (NTU) Dosis Tawas (ppm)

1 5-10 25,0

2 11-25 27,5

3 21-40 30,0

4 41-50 32,5

5 51-60 35,0

6 61-70 37,5

7 71-80 40,0

8 81-130 42,5

9 130-170 45,0

10 171-210 47,5

11 211-250 50,0

12 251-350 55,0

13 351-450 60,0

14 451-600 65,0

15 601-750 70,0

16 751-900 75,0

17 901-1050 80,0

18 1051-1200 85,0

19 1201-1350 90,0

(46)

Lampiran 4. Perhitungan

• Penyiapan larutan 1 % b/v :

Pemeriksaan Tanggal 02 Februari 2011

V 1 x N 1 = V 2 x N 2

V 1 x 10,30 % = 100 ml x 1%

V 1 = 9,70 ml

Pemeriksaan Tanggal 17 Februari 2011

V 1 x N 1 = V 2 x N 2

V 1 x 12,22 % = 100 ml x 1%

V 1 = 8,18 ml

Pemeriksaan Tanggal 17 Februari 2011

V 1 x N 1 = V 2 x N 2

V 1 x 11,90 % = 100 ml x 1%

V 1 = 8,40 ml

• Contoh volum yang diinjeksikan ke dalam beaker glass :

ml dosis tawas =

Pemeriksaan Tanggal 02 Februari 2011

- larutan tawas yang diinginkan : 30 mg/l

- volume sampel : 1000 ml

ml dosis tawas =

Gambar

Tabel 1. Syarat Air Minum Standart Internasional
Tabel 3. Turbidity Air Baku
Tabel 5. Volume Larutan Tawas yang Dipipet
Tabel 7. pH dan Tubidity Masing-masing Konsentrasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Led terdiri dari delapan buah yang disusun dengan secara common katoda, di mana led tersebut berfungsi sebagai indicator cahaya yang mengindikasikan pintu tersebut dalam keadaan

Hendro Gunawan, MA Pembina Utama Muda

Raya Kebunagung Lebak Sangkapura Gresik

Since 2005, TU Delft has explored and developed two types of re- search using GPS to collect spatio-temporal data in urban environments : (1) visitors of city centers and (2)

Kata Jiao jika ditelaah lebih jauh dari etimologi huruf, Jiao tersebut terdiri dari dua suku kata, yaitu: Xiao dan Wen sehingga kata Jiao (agama) dapat diartikan:

The (external) databases with party data, address data, valuation data, land use data, land cover data, physical utility network data, archive data, and taxation

Current unifying building models such as the Industry Foundation Classes (IFC), while being comprehensive, do not directly provide data structures that focus on spatial reasoning

Buku Guru Bahasa Inggris untuk SMP/MTs Kelas IX, Kemdikbud (2015) Judul Penelitian dan Tahun Terbit (10 Tahun Terakhir):. “Wacana interaktif kelas antara guru dan siswa Kelas 1, 2,