PENGARUH KONSENTRASI OPTIMUM TAWAS
TERHADAP TURBIDITY (KEKERUHAN) AIR BAKU
PADA PROSES PENGOLAHAN AIR DI PDAM TIRTANADI
SUNGGAL
TUGAS AKHIR
OLEH:
CHEMAYANTI SURBAKTI NIM 082410044
PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH KONSENTRASI OPTIMUM TAWAS TERHADAP TURBIDITY (KEKERUHAN) AIR BAKU
PADA PROSES PENGOLAHAN AIR DI PDAM TIRTANADI SUNGGAL
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh:
CHEMAYANTI SURBAKTI NIM 082410044
Medan, April 2011 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,
Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt. NIP 195406281983031002
Disahkan Oleh: Dekan,
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Penyelesaian tugas akhir ini, ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan
sebelumnya. Namun berkat dorongan, semangat dan dukungan berbagai pihak
merupakan kekuatan yang sangat besar hingga terselesaikannya tugas akhir ini.
Pada kesempatan kali ini penulis juga mengucapkan rasa terima kasih
yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas
Farmasi USU.
2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku ketua program
studi Diploma-III Analis Farmasi USU
3. Bapak Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan nasehat serta
perhatiannya hingga selesainya tugas akhir ini.
4. Bapak Iwan Setiawan sebagai kepala bagian pengendalian mutu yang telah
banyak membimbing penulis selama melakukan Praktek Kerja Lapangan
di PDAM Sunggal.
5. Ibu Cempaka dan kakanda Adi tercinta selaku analis di laboratorium
PDAM Sunggal yang telah banyak memberikan nasihat-nasihat yang
bermanfaat dalam menyelesaikan tugas akhir ini ini.
7. Seluruh teman-teman kuliah angkatan 2008 yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.
Sebagai seorang manusia dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang
dikuasai, penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih sangat jauh dari
sempurna sehingga membutuhkan masukan dan kritikan yang bersifat
membangun. Oleh karena itu penulis sangat membuka luas bagi yang ingin
menyumbangkan masukan dan kritikan demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Akhir kata penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi
penulis sendiri maupun bagi pembaca. Terima kasih.
Medan, April 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Judul ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Kata Pengantar ... iii
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel ... vii
Daftar Lampiran ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1. Air ... 3
2.2. Sumber Air ... 4
2.2.1. Air Laut ... 4
2.2.2. Air Atmosfir ... 4
2.2.3. Air Permukaan ... 4
2.2.3.1. Air Sungai... 5
2.2.3.2. Air Danau atau Rawa ... 5
2.2.4. Air Tanah ... 5
2.3. Penyediaan Air Bersih... 6
2.4. Unit – Unit Pengolahan Air ... 7
2.6. Syarat - Syarat Air Minum ... 14
2.6.1. Syarat Fisik ... 14
2.6.2. Syarat Kimia ... 15
2.6.3. Syarat Bakteriologik ... 15
2.7. Turbidity (Kekeruhan) ... 16
2.8. Tawas ………….. ... 17
2.9. Jar Test ... 18
2.10. Pembentukan Flok ... 18
BAB III METODOLOGI ... 20
3.1. Peralatan dan Bahan ... 20
3.1.1. Peralatan ... 20
3.1.2. Bahan ... 20
3.1.3. Prosedur Kerja ... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
4.1. Hasil ... 25
4.2. Pembahasan ... 27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 29
5.1. Kesimpulan ... 29
5.2. Saran ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Syarat Air Minum Standar Internasional ... 16
Tabel 2. Skala yang Terukur pada Baume meter... 21
Tabel 3. Turbidity Air Baku ... 22
Tabel 4. pH Air Baku ... 22
Tabel 5. Volume Larutan Tawas yang Dipipet ... 23
Tabel 6. Dosis Tawas yang Diinjeksikan ... 23
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor:492/Menkes/Per/IV/
2010 Tanggal 19 April 2010 ... 32
Lampiran 2. Tabel Korelasi Konsentrasi Tawas ... 36
Lampiran 3. Tabel Pemakaian Tawas Untuk Proses Pengolahan ... 37
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia di bumi ini. Air
salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa,
baik langsung maupun tidak langsung. Air dapat dikatakan sebagai sumber
kehidupan yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dimana fungsi dan
kegunaannya tidak dapat digantikan dengan yang lain.
Dewasa ini air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang
seksama dan cermat. Untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar
tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar
oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari
kegiatan rumah tangga, limbah dari kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan
lainnya. Untuk menghasilkan air yang memenuhi standar, diperlukan suatu proses
pengolahan yaitu usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat
suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air minum, karena dengan adanya
pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standar
air minum yang telah ditentukan (Wardhana, 2001).
Perusahaan Daerah Air Minum Tirtanadi merupakan suatu perusahaan
yang bergerak di bidang pelayanan air bersih, dimana untuk menghasilkan air
yang memenuhi standar haruslah terlebih dahulu diolah. Salah satu langkah
menghilangkan kekeruhan dari air baku. Kekeruhan dapat dihilangkan dengan
penginjeksian suatu bahan kimia yang disebut koagulan. Dimana koagulan ini
berfungsi untuk mengubah partikel atau kotoran yang terkandung dalam air
menjadi gumpalan yang berukuran lebih besar sehingga lebih cepat mengendap
(Sri Sumestri, 1984).
Dalam hal ini koagulan yang digunakan adalah tawas. Dosis koagulan
yang berlebih ataupun kurang akan menimbulkan efek tertentu. Oleh karena itu
perlu diketahui berapakah kebutuhan koagulan yaitu tawas yang diperlukan untuk
menghilangkan kekeruhan air.
1.2. Tujuan dan Manfaat 1.2.1. Tujuan
Untuk menentukan konsentrasi optimum tawas yang digunakan dalam
menghilangkan turbidity (kekeruhan) air baku selama bulan Februari 2011.
1.2.2. Manfaat
Dengan mengetahui konsentrasi optimum tawas selama bulan Februari
2011 dapat digunakan pada proses pengolahan air dalam menghasilkan standar air
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
Air merupakan salah satu dari ketiga komponen yang membentuk bumi
(zat padat, air, atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan sisanya
(30%) berupa daratan (dilihat dari permukaan bumi). Udara mengandung uap air
sebanyak 15% di dalam atmosfer (Gabriel, 2001).
Air memegang peranan penting dalam suatu komunitas, karena penyediaan
air merupakan suatu persyaratan penting bagi terbentuknya suatu komunitas yang
permanen. Air murni adalah berupa zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna,
dan bau yang terdiri dari unsur hidrogen dan unsur oksigen dengan rumus kimia
H2O (Linsley, 1986).
Air sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak dapat
diganti dengan senyawa lain. Sesuai dengan fungsinya, air digunakan untuk
berbagai keperluan seperti: untuk minum, keperluan rumah tangga, keperluan
industri, pertanian, pembangkit tenaga listrik, untuk sanitasi dan air untuk
transportasi baik di sungai maupun laut (Wardhana, 2001).
Seiring dengan bertambahnya jumah penduduk dan semakin
meningkatnya kesadaran akan kesehatan lingkungan, maka kebutuhan akan air
bersih meningkat pula. Akan tetapi, meningkatnya kebutuhan ini tidak diimbangi
kualitas air yang memburuk. Oleh karena itu diperlukan suatu proses pengolahan
untuk memenuhi standar kualitas air yang telah ditetapkan (Amir, 2010).
2.2. Sumber Air 2.2.1. Air Laut
Mempunyai rasa asin, karena mengandung garam. Kadar garam NaCl
dalam air laut 3 %. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat
untuk air minum (Sutrisno, 2004).
2.2.2. Air atmosfir
Air atmosfir dalam keadaan murni, sangat bersih, dengan adanya
pengotoran udara yang disebabkan oleh industri, debu dan lain sebagainya. Maka
untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu
menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih
mengandung banyak kotoran.
Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa
penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat
terjadinya korosi (Sutrisno, 2004).
2.2.3. Air Permukaan
Menurut Sutrisno (2004) air permukaan adalah air hujan yang mengalir di
selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, pelapukan batang-batang kayu,
daun-daun, pengotoran oleh industri kota dan sebagainya.
Beberapa pencemaran ini, untuk masing-masing air permukaan akan
berbeda-beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini. Jenis
pecemarannya adalah merupakan pencemaran fisik, kimia dan bakteriologi.
Adapun air permukaan ada 2 macam yaitu :
2.2.3.1. Air Sungai
Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu
pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai pada umumnya
mempunyai derajat pencemaran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk
memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi (Sutrisno,
2004).
2.2.3.2. Air Danau atau Rawa
Air danau atau rawa merupakan air permukaan yang mengumpul pada
cekungan permukaan tanah. Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan
oleh adanya zat organis yang membusuk (batang-batang kayu, daun, dan lainnya)
(Sutrisno, 2004).
2.2.4. Air Tanah
Air pemukaan tanah yang meresap ke dalam tanah yang telah mengalami
juga akan menjadi air permukaan, yakni dengan mengalirnya air tersebut menuju
ke laut (Azwar, 1998).
2.3. Penyediaan Air Bersih
Air bersih adalah air yang sudah terpenuhi syarat fisik, kimia, namun
bakteriologi belum terpenuhi. Air bersih diperoleh dari sumur gali, sumur bor, air
hujan, air dari sumber mata air. Secara umum penggunaan air bersih untuk akan
diolah menjadi air siap minum, untuk keperluan tumah tangga, sarana pariwisata,
sarana irigasi, peternakan,dan lain-lain (Gabriel, 2001).
Dengan pekembangan peradaban serta semakin bertambahnya jumlah
penduduk di dunia ini, dengan sendirinya menambah aktivitas kehidupannya yang
mau tidak mau menambah pengotoran atau pencemaran air yang pada hakekatnya
dibutuhkan. Padahal beberapa abad yang lalu, manusia dalam memenuhi
kebutuhan akan air (khususnya air minum) cukup mengambil dari sumber-sumber
air yang ada didekatnya dengan menggunakan peralatan yang sederhana. Namun
sekarang ini, khususnya di kota yang sudah langka akan sumber air minum yang
bersih tidak mungkin mempergunakan cara demikian. Sehingga, harus
mempergunakan suatu peralatan yang modern untuk mendapatkan air minum
2.4. Unit – Unit Pengolahan Air 1. Bendungan
Sumber air baku adalah air permukaan dari sungai Belawan yang berhulu
di Kecamatan Pancur Batu dan melintasi kecamatan Sunggal (Butir No. 4, 2006:
21).
Untuk menampung air tersebut dibuatlah bendungan dengan panjang
panjang 25 m (sesuai dengan lebar sungai) dan tinggi 4 m. Pada sisi kanan
bendungan , dibuat sekat (channel) berupa saluran penyadap lebarnya 2 m
dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air masuk ke intake (Gani, 2006).
2. Intake (Pemasukan Air Baku)
Intake berfungsi untuk pengambilan/penyadapan air baku. Bangunan ini
merupakan saluran bercabang dua yang dilengkapi dengan bar screen (saringan
kasar) berfungsi untuk mencegah masuknya sampah-sampah berukuran besar dan
fine screen (saringan halus), berfungsi untuk mencegah masuknya
kotoran-kotoran maupun sampah berukuran kecil terbawa arus sungai. Masing-masing
saluran dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air (sluice gate) dan
penggerak elektromotor. Pemeriksaan maupun pembersihan saringan dilakukan
secara periodik untuk menjaga kestabilan jumlah air masuk (Gani, 2006).
3. Raw Water Tank (RWT) atau Tangki Air Baku
Raw water tank (bak pengendap) merupakan bangunan yang dibangun
setelah intake yang terdiri dari 2 unit (4 sel). Setiap unit berdimensi 23,3 m x 20
m, tinggi 5 m yang dilengkapi dengan dua buah inlet gate, dua buah outlate gate,
Raw water tank berfungsi sebagai tempat pengendapan partikel-partikel
kasar dan lumpur yang terbawa dari sungai dengan sistem sedimentasi
(pengendapan). Di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal volume air baku pada
2 RWT memiliki ± 1.400 m3. Waktu pengendapan untuk air baku yang akan
diolah di RWT IPA Sunggal kurang dari 15 menit agar menghasilkan air baku
dengan turbidity yang lebih rendah (Gani, 2006).
4. Raw Water Pump (RWP) atau Pompa Air Baku
Raw Water Pump (Pompa Air Baku) berfungsi untuk memompakan air
dari RWT ke clearator. RWP ini terdiri dari 16 unit pompa air baku. Kapasitas
setiap pompa air baku. Kapasitas setiap pompa 110 l / detik dengan rata-rata 18 m
memakai motor AC nominal daya 75 KW. Pada Raw Water Pump (RWP)
dilakukan Prechlorination yang berfungsi mengoksidasi zat-zat organik,
anorganik, dan mengendalikan pertumbuhan lumut (alga) juga menghilangkan
polutan-polutan lainnya (Gani, 2006).
5. Clearator atau Clarifier (Proses Penjernihan Air)
Bangunan Clearator terdiri dari 5 unit dengan kapasitas masing-masing
350 l/detik. Clearator berfungsi sebagai tempat pemisahan antara flok yang
bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent (hasil olahan). Hasil clearator
dilengkapi dengan agitator sebagai pengaduk lambat dan selanjutnya dialirkan ke
filter. Endapan flok-flok tersebut kemudian dibuang sesuai dengan tingkat
Clearator ini terbuat dari beton berbentuk bulat dengan lantai kerucut
yang dilengkapi sekat-sekat pemisah untuk proses-proses sebagai berikut:
1. Primary Reaction Zone
2. Secondary Reaction Zone
3. Return Reaction Zone
4. Clarification Reaction Zone
5. Concentrator.
6. Filter (Penyaringan)
Filter merupakan tempat berlangsungnya proses filtrasi, yaitu proses
penyaringan flok – flok sangat kecil dan sangat ringan yang tidak bertahan (lolos)
dari clearator. Filter yang dipakai dengan pengolahan air di PDAM Tirtanadi
Instalasi Sunggal adalah sistem penyaringan permukaan (surface filter). Media
filter tersebut berjumlah 32 unit yang prosesnya berlangsung secara paralel,
menggunakan jenis saringan cepat (rapid sand filter) berupa pasir silika dengan
menggunakan motor AC nominal daya 0,75 KW. Filter ini berfungsi untuk
menyaring turbidity melalui pelekatan pada media filter (Gani, 2006).
Dimensi tiap filter yaitu lebar 4,00 m, panjang 8,25 m, tinggi 6,25 m tinggi
permukaan air maksimum 5,05 m serta tebal media filter 114 cm, dengan susunan
lapisan sebagi berikut :
1. Pasir kwarsa, diameter 0,50 mm – 1,50 mm dengan ketebalan 61 cm
2. Pasir kwarsa, diameter 1,80 mm – 2,00 mm dengan ketebalan 15 cm
3. Kerikil halus, diameter 4,75 mm – 6,30 mm dengan ketebalan 8 cm
5. Kerikil sedang, diameter 10,00 mm – 20,00 mm dengan ketebalan 7,5 cm
6. Kerikil kasar, diameter 20,00 mm – 40,00 mm dengan ketebalan 15 cm
Dalam jangka waktu tertentu, permukaan filter akan tersumbat oleh flok
yang masih tersisa dari proses. Pertambahan ketinggian permukaan air diatas
media filter sebanding dengan berlangsungnya penyumbatan (clogging) media
filter oleh flok-flok. Selanjutnya dilakukan proses backwash, yaitu pencucian
media filter dengan menggunakan sistem aliran balik dengan menggunakan air
yang di supply dari pompa reservoir. Proses ini bertujuan untuk mengoptimalkan
kembali fungsi filter. Banyaknya air yang dibutuhkan untuk backwash untuk satu
buah filter adalah 200-300 m dan backwash dilakukan 1 x 24 – 72 jam, tergantung
pada lancar tidaknya penyaringan (Gani, 2006).
7. Reservoir (Tempat Menampung Air Bersih)
Reservoir merupakan bangunan beton berdimensi 50 m x 40 m x 7 m yang
berfungsi untuk menampung air minum (air olahan) setelah melewati media filter.
IPA Sunggal memiliki 2 buah reservoir (R1 dan R2) dengan kapasitas total
12.000 m3.
Reservoir berfungsi untuk menampung air bersih yang telah disaring
melalui filter dan juga berfungsi tempat penyaluran air ke pelanggan. Air yang
mengalir dari filter ke reservoir diinjeksikan klorin cair disebut postchlorination
yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen. Sedangkan
penambahan larutan kapur jenuh bertujuan untuk menetralisasi pH air (Gani,
8. Finish Water Pump (FWP) atau Pemompaan Air Akhir
Finish Water Pump (FWP) Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal
berjumlah 14 unit yang berfungsi untuk mendistribusikan air bersih dari reservoir
instalasi ke reservoir-reservoir distribusi cabang-cabang melalui pipa-pipa
transmisi yang dibagi menjadi 5 jalur dengan kapasitas masing-masing 150 l/detik
(Gani, 2006).
9. Sludge Lagoon (Empang Lumpur)
Air buangan (limbah cair) dari masing-masing unit pengolahan dialirkan
ke lagoon untuk di daur ulang. Daur ulang merupakan cara yang tepat dan aman
dalam mengatasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip ini telah
diterapkan sejak tahun 2002 di unit IPA Sunggal yaitu dengan membangun unit
pengendapan berupa Lagoon dengan kapasitas 10.800 m3 (Gani, 2006).
10. Monitoring System (Sistem Pengawasan)
Metode pegawasan selama proses pengolahan di masing-masing unit
kondisi proses pengolahan dari ruang tertentu baik terhadap kuantitas, kualitas
maupun kontinuitas olahan. Fasilitas ini didesain sedemikian rupa sehingga dapat
mempermudah pengawasan terhadap proses pengolahan air menurut standar dan
ketentuan yang berlaku (Gani, 2006).
2.5. Proses Pengolahan Air Minum
Air minum dapat diartikan sebagai air yang langsung dapat diminum,
yakni air yang bebas dari unsur kimia dan mikrobiologi serta aman untuk
diperlukan pengolahan yang dimaksudkan untuk memelihara dan menjaga dan
mengendalikan air agar tidak tercemar oleh proses kejadian alam, kegiatan
manusia dan teknologi industri (Tjokrokusumo, 1995).
Proses pengolahan di Perusahaan Daerah Air Minum Sunggal meliputi :
Air baku (1) yang bersumber dari aliran sungai Belawan tertampung di bendungan
yang selanjutnya masuk melalui pintu intake (2) untuk disaring terlebih dahulu
dari sampah/kotoran kasar.
Selanjutnya air akan tertampung di Raw Water Tank (RWT) (3) Disini
terjadi proses fisika dan biokimia. Proses fisika yang terjadi adalah pengendapan
lumpur-lumpur sehingga dihasilkan air dengan turbidity yang lebih rendah.
Sedangkan proses biokimia yang terjadi adalah penginjeksian klorin cair
(preklorinisasi). Klorin cair pada preklorinisasi bertujuan untuk mengoksidasikan
logam-logam, membunuh mikroorganisme seperti plankton dan juga membunuh
spora dari lumut, jamur dan alga. Dosis yang diberikan adalah 2-3 g/m3 air,
tergantung pada turbidity air.
Proses selanjutnya air akan dipompakan melalui RWP (4) ke clearator (5)
Di clearator terjadi proses koagulasi (proses pencampuran koagulan dan air baku
dengan cepat dan merata) menggunakan koagulan tawas dan proses flokulasi
(penggumpalan flok-flok yang lebih besar), akibat adanya pengadukan cepat dan
pengadukan lambat.
Air baku yang mengandung koagulan akan masuk clearator melalui
Primary Reaction Zone yang berada pada bagian tengah sel secondary. Sel
tersebut. Di bagian ini terdapat sebuah alat pengaduk yang disebut blade agitator.
Blade agitator berputar dengan kecepatan lambat sehingga diharapkan akan
terjadi proses flokulasi (Secondary Reaction Zone). Setelah tawas larut,
selanjutnya akan mengikat partikel yang ada di dalam air membentuk
partikel-partikel yang lebih besar (flok). Flok-flok ini lalu akan melakukan pengikatan
kembali dengan butiran flok lainnya dengan bantuan turbulensi dan bantuan
gerakan blade agitator tersebut. Flok-flok yang terbentuk akan semakin besar
(sludge) dan pengaruh gaya gravitasi akan mengendap pada dasar clarifier
(Return Reaction Zone). Untuk itu perlu dipertahankan kandungan flok-flok dan
sludge dalam clarifier dengan memantau kekeruhan sehingga diharapkan turbidity
pada air kumpulan (Clarification Reaction Zone) dapat serendah mungkin.
Selanjutnya, air kumpulan difiltrasi di filter (6) sehingga diperoleh air
hasil proses filtrasi yang jernih. Sebelum air proses filtrasi masuk ke reservoir,
ditambahkan terlebih dahulu klorin cair (postklorinisasi). Penambahan klorin
bertujuan sebagai desinfektan.
Setelah itu penambahan klor atau kaporit, selanjutnya ditambahkan larutan
kapur jenuh (soda ash) untuk menetralisir pH air olahan (6,8 - 7,3) karena
penambahan tawas di clearator cukup membuat pH air bersifat asam, sehingga
harus dinetralkan. Penambahan larutan kapur tetap sebelum air masuk reservoir
untuk mencegah pengendapan dari reaksi sisa tawas (Al3+) dengan ion hidroksida
dari kapur (OH-) yang dapat membentuk flok sehingga mengotori air reservoir.
Setelah seluruh proses pengolahan air tersebut berlangsung, air hasil
untuk didistribusikan melalui Finish Water Pump (FWP). Air hasil olahan
tersebut dapat didistribusikan bila air memenuhi syarat kualitas air. Untuk
memastikan kualitas air, perlu dilakukan pengendalian mutu.
Pengendalian mutu mutlak diperlukan agar kualitas air bersih dapat
dijamin kualitasnya sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 492/MENKES/PER/IV/2002 yang meliputi aspek fisika, kimia
dan biologis (Katalog PDAM Tirtanadi Medan).
2.6. Syarat - Syarat Air Minum
Penggunaan sumber air minum bagi Perusahaan Air Minum (PAM) di
kota-kota besar masih menggantungkan dari sungai-sungai yang telah dicemari
sehingga treatment yang sempurna sangat diperlukan secara mutlak. Sebaiknya
bila akan menggunakan badan-badan air sebagai sumber air minum hendaknya
memenuhi syarat-syarat kualitas air minum (Ryadi, 1984).
Menurut Sutrisno (2004), dari segi kualitas air minum harus memenuhi
2.6.1. Syarat Fisik
• Air tidak boleh berwarna
• Air tidak boleh berasa
• Air tidak boleh berbau
• Suhu air hendaknya di bawah udara sejuk (± 25o C)
2.6.2. Syarat Kimia
Air minum tidak boleh mengandung racun, zat-zat mineral atau zat-zat
kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan.
2.6.3. Syarat Bakteriologik
Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit (patogen) sama
sekali dan tidak boleh mengandung bakteri-bakteri golongan Coli melebihi
batas-batas yang telah ditentukannya yaitu 1 Coli/100 ml air.
Bakteri golongan Coli ini berasal dari usus besar dan tanah. Bakteri
patogen yang mungkin ada dalam air antara lain adalah:
• Bakteri Thypsum
• Vibrio colerae
• Bakteri Dysentriae
• Entamoeba hystolotica
• Bakteri Enteritis (penyakit perut)
Air yang mengandung golongan Coli dianggap telah berkontaminasi
(berhubungan) dengan kotoran manusia. Dengan demikian dalam pemeriksaan
bakteriologik, tidak langsung diperiksa apakah air itu mengandung bakteri
Menurut Gabriel (2001), syarat air minum standar Internasional
ditunjukkan dalam Tabel 2.1
Tabel 1. Syarat Air Minum Standart Internasional
Diperkenankan Maksimum (kelebihan) Total solid
Magnesium dan sodium Sulfat Phenolic substan (sebagai
Kurang dari 6,5 atau lebih besar dari 9,2
1000 mg/l 0,002 mg/l
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 4892/Menkes/Per/IV/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum tertera pada lampiran 1.
2.7. Turbidity (Kekeruhan)
Sebagian besar air baku untuk penyediaan air bersih diambil dari air
permukaan seperti sungai, danau, dan sebagainya. Salah satu langkah penting
pengolahan untuk mendapatkan air bersih adalah menghilangkan kekeruhan dari
air baku tersebut (Sri Sumestri, 1984).
Turbidity (kekeruhan) disebabkan oleh banyak faktor, antara lain debu,
berakibat air akan menjadi kotor dan tidak jernih. Turbidity mengganggu penetrasi
sinar matahari, sehingga mengganggu fotosintesis tanaman air. Selain itu bakteri
patogen dapat berlindung di dalam atau di sekitar bahan penyebab turbidity
(Sutrisno, 2004).
Kekeruhan dihilangkan melalui pembubuhan sejenis bahan kimia dengan
sifat-sifat tertentu yang disebut flokulan. Umumnya flokulan tersebut adalah
tawas (Sri Sumestri, 1984).
2.8. Tawas
Tawas merupakan kristal putih yang tidak larut dan berbentuk gelatin yang
mempunyai sifat dapat menarik partikel-partikel lain, sehingga berat, ukuran dan
bentuknya menjadi semakin besar dan mudah mengendap (Haryanti, 2008).
Kekeruhan dapat dihilangkan dengan pembubuhan tawas. Selain
pembubuhan tawas diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok
ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan koloid tersebut (bertumbukan) dan
akhirnya bersama-sama mengendap.
Untuk mendapatkan dosis yang optimal tawas dan nilai-nilai parameter
lain seperti pH, jenis flokulan yang akan digunakan dalam proses flokulasi dan
2.9. Jar Test
Jar test merupakan alat yang tepat untuk menentukan menentukan dosis
optimum bahan kimia untuk koagulasi, flokulasi dan sedimentasi dari berbagai
kualitas air baku. Jar test ini digunakan untuk mendesain suatu instalasi
pengolahan air untuk menentukan intensitas pencampuran, periode pencampuran
cepat dan lambat, periode sedimentasi, jenis dan jumlah bahan kimia yang akan
digunakan. Apabila percobaan dilakukan secara tepat, informasi yang berguna
akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam mengoptimisasi
proses-proses koagulasi, flokulasi dan penjernihan, memperbaiki instalasi yang ada. Jar
test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameter-parameter
proses lain, seperti:
- Dosis koagulan
- pH
- warna
- waktu dan intensitas pencampuran cepat dan pengadukan lambat
- waktu pengendapan
(Directorate of Water Supply, 1984).
2.10. Pembentukan Flok
Flokulasi dalam bidang pengolahan air merupakan suatu proses dimana
zat-zat halus tersuspensi dan koloid-koloid di dalam air menggumpal membentuk
flok-flok. Hal ini memungkinkan penghilangannya dengan sedimentasi atau
Koloid-koloid harus dihilangkan, karena menyebabkan kekeruhan. Gaya
tolak elektrostatik antara partikel-partikel koloid negatif secara efektif
mengalahkan gaya tarik massa yang dapat membuat partikel-partikel berikatan.
Berdasarkan hal tersebut koagulan tawas dimana ion-ion aluminium bermuatan
positif tiga merupakan agen netralisasi perlu dibubuhkan dalam rangka
menetralisir muatan permukaan dan memungkinkan pertikel-partikel
menggumpal. Setelah menggumpal, pertikel-partikel akan mengendap
BAB III METODOLOGI
3.1. Peralatan dan Bahan 3.1.1. Peralatan
- Baume meter (HACH Brand)
- Kerucut imhoff 1000 ml (Duran)
- Beaker glass 1000 ml (Pyrex)
- Labu ukur 100 ml (Pyrex)
- Maat pipet 10 ml (Fortuna)
- Tabung glass (Lovibond)
- Turbidimeter 2100 N (HACH Brand)
- Kuvet (HACH 20849)
- Alat flokulator/Jar Test (Isuzu 6S-CRA)
- Comparator pH (Lovibond)
- Slide disk (Lovibond)
3.1.2. Bahan
- Sampel (air sungai Belawan) yang diambil bulan Februari 2011
- Larutan tawas
- Bromtimol Biru (Merck)
3.1.3. Prosedur Kerja
a) Pemeriksaan Konsentrasi Tawas
- Diisi kerucut imhoff 1000 ml dengan larutan tawas hingga tanda batas.
- Dimasukkan baume meter ke dalam gelas ukur berisi tawas dan dibaca
skala yang terukur.
Tabel 2. Skala yang Terukur pada Baume meter
Tanggal Degree Baume meter (o Be)
02 Februari 2011 7,0 (o Be)
17 Februari 2011 8,2 (o Be)
25 Februari 2011 8,0 (o Be)
- Hasil disesuaikan dengan tabel korelasi larutan tawas (lampiran 2).
- Dicatat hasil yang diperoleh untuk digunakan pada proses penentuan dosis
tawas (jar test).
b) Pemeriksaan Turbidity Air Baku
- Dihidupkan alat turbidimeter dengan menekan switch on di belakang alat,
layar akan menunjukan angka 2100.
- Diisi kuvet dengan air baku sampai tanda batas.
- Dibersihkan kuvet dengan tisu sampai kering dan bersih.
- Diletakkan kuvet ke dalam tempat sampel sel, kemudian ditutup.
Tabel 3. Turbidity Air Baku
Tanggal Turbidity Air Baku (NTU)
02 Februari 2011 38,1 (NTU)
17 Februari 2011 6,56 (NTU)
25 Februari 2011 81,6 (NTU)
c) Pemeriksaan pH
- Diisi tabung glass dengan sampel air baku sampai tanda garis (± 10 ml).
- Ditambahkan ± 3-5 tetes indikator Bromtimol Biru dalam tabung, campur
sampai larut dan homogen.
- Dimasukkan tabung ke dalam alat comparator yang sudah dilengkapi
dengan slide pH.
- Diputar slide disk pH (warna kuning kehijauan-biru muda) sampai terlihat
warna sampel sama dengan standar warna di slide disk (6,0-8,5).
- Dicatat nilai pH yang sesuai standar warna di slide disk.
Tabel 4. pH Air Baku
Tanggal pH
02 Februari 2011 7,1
17 Februari 2011 7,1
25 Februari 2011 7,1
d) Cara Melakukan Jar Test
- Disiapkan seluruh peralatan dan bahan yang akan digunakan.
• Dipipet larutan tawas sesuai dengan perhitungan:
V 1 x N 1 = V 2 x N 2
V1 = Volume larutan sebelum diencerkan
N1 = Konsentrasi larutan sebelum diencerkan
V2 = Volume larutan setelah diencerkan
N2 = Konsentrasi larutan setelah diencerkan
Perhitungan dapat dilihat pada lampiran 4.
Tabel 5. Volume Larutan Tawas yang Dipipet
Tanggal Volume
02 Februari 2011 9,70 ml
17 Februari 2011 8,18 ml
25 Februari 2011 8,40 ml
• Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan tambahkan aquades
sampai tanda batas, dikocok sampai homogen.
- Diisi masing-masing beaker glass dengan 1000 ml sampel air baku.
- Diturunkan agitator jar test, diaktifkan alat dan diatur putaran pada 140
rpm dan diputar cepat selama 5 menit.
- Diinjeksikan masing-masing beaker glass dengan variasi dosis tawas yang
berbeda berdasarkan tingkat kekeruhan air baku (lampiran 3).
Tabel 6. Dosis Tawas yang Diinjeksikan
Tanggal Dosis Tawas (ppm)
02 Februari 2011 30,0 32,5 35,0 37,5 40 42,5
17 Februari 2011 25,0 27,5 30,0 32,5 35,0 37,5
Berdasarkan perhitungan
ml dosis tawas =
Contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran 4.
- Diperhatikan kecepatan pembuatan flok, tingkat kekeruhan secara visual.
- Diatur putaran pada posisi 30 rpm untuk putaran lambat selama 10 menit.
- Dimatikan alat, diangkat agitator, diamkan selama 20 menit untuk proses
pengendapan.
- Diperhatikan secara visual kecepatan pengendapan flok, jumlah flok yang
mengendap dan melayang, serta kekeruhan air.
- Diperiksa dan dicatat pH serta turbidity air pada masing-masing
konsentrasi (prosedur sama dengan point b dan c).
Tabel 7. pH dan Tubidity Masing-masing Konsentrasi Tanggal 02 Februari 2011
pH 6,9 6,7 6,6 6,6 6,6 6,5
Turbidity (NTU) 17,7 14,3 6,68 1,61 1,50 1,96
Tanggal 17 Februari 2011
pH 7,0 6,9 6,9 6,8 6,8 6,7
Turbidity (NTU) 10,92 5,89 5,44 4,06 1,32 2,67
Tanggal 25 Februari 2011
pH 6,6 6,5 6,4 6,3 6,3 6,3
Turbidity (NTU) 5,07 3,43 2,73 3,03 10,3 10,8
- Ditentukan dosis/konsentrasi yang terbaik berdasarkan kekeruhan dan pH
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
a) Tanggal Pemeriksaan : 02 Februari 2001
Turbidity Air Baku : 38,1
pH : 7,1
Jam : 08.00 WIB
Data Jar Test 02 Februari 2011
Sampel Item Intake I
Sampel Kuantitas 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Tawas (ppm) 30,0 32,5 35,0 37,5 40,0 42,5
Konsentrasi Tawas 10,30 % = Bak 1
pH 6,9 6,7 6,6 6,6 6,6 6,5
Turbidity (NTU) 17,7 14,3 6,68 1,61 1,50 1,96
Dosis Tawas 40,0 ppm
b) Tanggal Pemeriksaan : 17 Februari 2011
Turbidity Air Baku : 6,56
pH : 7,1
Data Jar Test 17 Februari 2011
Sample Item Intake I
Sample Kuantitas (ml) 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Tawas (ppm) 25,0 27,5 30,0 32,5 35,0 37,5
Konsentrasi Tawas 12,22 % = Bak 4
pH 7,0 6,9 6,9 6,8 6,8 6,7
Turbidity (NTU) 10,92 5,89 5,44 4,06 1,32 2,67
Dosis Tawas 35,0 ppm
c) Tanggal Pemeriksaan : 25 Februari 2011
Turbidity Air Baku : 81,6
pH : 7,1
Jam : 08.00 WIB
Data Jar Test 25 Februari 2011
Sample Item Intake I
Sample Kuantitas (ml) 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Tawas (ppm) 40 42,5 45 47,5 50 52,5
Konsentrasi Tawas 11,90 % = Bak 4
pH 6,6 6,5 6,4 6,3 6,3 6,3
Turbidity (NTU) 5,07 3,43 2,73 3,03 10,3 10,8
4.2. Pembahasan
Dari hasil yang dicantumkan pada ketiga tabel diatas dapat dinyatakan
bahwa hasil optimum yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Turbidity
Grafik 2. Data Jar Test Tanggal 17 Feb 2011 0
Turbidity (NTU)
Dosis tawas (ppm)
Bahwa konsentrasi tawas yang akan digunakan untuk pengolahan air
tergantung pada kekeruhan air baku yang digunakan. Semakin tinggi turbidity air
baku yang digunakan dalam pengolahan air, maka konsentrasi tawas yang
dibutuhkan semakin besar. Seperti tanggal pemeriksaan 25 Februari 2011,
konsentrasi tawas yang digunakan 45,0 ppm jauh lebih besar dibandingkan
dengan konsentrasi tawas pada tanggal pemeriksaan 17 Februari 2011 adalah 35,0
ppm. Hal ini disebabkan turbidity air baku ini yang disebabkan beberapa hal yang
mempengaruhi yaitu perubahan cuaca berupa kemarau dan musim hujan.
Dari ketiga grafik diatas, menunjukkan bahwa penggunaan dosis tawas
yang bervariasi berpengaruh terhadap perubahan kekeruhan. Dapat dilihat pada
data jar test tanggal 17 Februari 2011 terjadi penurunan turbidity (kekeruhan)
mulai dari dosis koagulan 25 ppm sampai dengan 35 ppm. Kondisi ini
menyimpulkan bahwa kondisi optimum koagulan dilihat dari parameter
kekeruhan berada pada dosis tawas 35 ppm sebesar 1,32 NTU. 0
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
- Konsentrasi optimum tawas yang diperoleh yaitu:
a) Pada tanggal 02 Februari 2011 jam 08.00 WIB: 40,0 ppm
b) Pada tanggal 17 Februari 2011 jam 08.00 WIB: 35,0 ppm
c) Pada tanggal 25 Februari 2011 jam 08.00 WIB: 45,0 ppm
- Turbidity (kekeruhan) air pada konsentrasi optimum tawas yaitu:
a) Pada tanggal 02 Februari 2011 jam 08.00 WIB: 1,50 NTU
b) Pada tanggal 17 Februari 2011 jam 08.00 WIB: 1,32 NTU
c) Pada tanggal 25 Februari 2011 jam 08.00 WIB: 2,73 NTU
- Dari ketiga percobaan, tingkat kekeruhan pada konsentrasi optimum tawas
memenuhi standar kekeruhan air minum yaitu ≤ 5 NTU berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor: 492/Menkes/Per/IV/2010.
5.2. Saran
- Sebaiknya pada saat pembacaan skala baume meter dilakukan secara
cermat dan teliti.
- Dalam pemindahan (pemipetan) larutan tawas ke dalam labu ukur dan ke
dalam beaker glass sebaiknya dilakukan secara kuantitatif.
- Sebaiknya diamati secara visual kecepatan pengendapan flok, jumlah flok
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Rizal. (2010). Penentuan Dosis Optimum Aluminium Sulfat dalam
Pengolahan Air Sungai Cileuer Kota Ciamis dan Pemanfaatan Resirkulasi
Lumpur dengan Parameter pH, Warna, Kekeruhan, dan TSS. Institut
Teknologi Bandung.
cair/w-p-content/uploads/2010/11/15305083/rizal-amir.pdf Tgl: 12 Maret
2011.
Azwar, Azrul. (1996). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara
Sumber Widya. Hal. 35
Directorate of Water Supply. (1984). HROP Untuk MASI Produksi. Code: TTG
200 dan 205: Hal. 12-16
Gabriel, J. F. (2001). Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates. Hal. 79-94
Gani, K. A. (2006). Belajar dari Proses Pengolahan Air Minum di IPA Sunggal.
Buletin Tirtanadi (Butir). Nomor 4: Hal 7
Katalog PDAM Tirtanadi Medan
Linsley, K. R. (1986). Teknik Sumber Daya Air. Surabaya: Erlangga. Hal. 99
Mey, Haryanti. (2008). Pengaruh Konsentrasi Larutan Tawas (Al2(SO4)3. 14H2O)
Terhadap Kandungan Protein, Nitrogen Terlarut dan Nitrogen Non Protein Pada
Ikan Tongkol. Universitas Muhammadiyah Semarang.
Tgl: 12 Maret 2011.
Ryadi, Slamet. (1984). Pencemaran Air. Surabaya: Karya Anda. Hal. 65
Sumestri, Sri. (1984). Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Hal.
Sutrisno, T. (2004). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: Rhineka Cipta.
Hal. 12-23
Tjokrokusumo. (1995). Pengantar Konsep Teknologi Bersih. Yogyakarta: Sekolah
Tinggi Teknik Lingkungan YLH. Hal. 63-65
Wardhana, A. W. (2001). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi.
Lampiran 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 492/Menkes/Per/IV/2010 Tanggal 19 April 2010
Persyaratan Kualitas Air Minum I. Parameter Wajib
No Jenis Parameter Satuan Kadar maksimum
yang diperbolehkan
1 Parameter yang berhubungan
langsung dengan kesehatan
2 Parameter yang tidak langsung
7) Seng mg/l 3
8) Sulfat mg/l 250
9) Tembaga mg/l 2
10) Amonia mg/l 1,5
II. Parameter Tambahan
No Jenis Parameter Satuan Kadar
maksimum yang diperbolehkan
1 KIMIAWI
a. Bahan Anorganik
Air Raksa mg/l 0,001
Carbon tetrachloride mg/l 0,004
Di (2-ethylhexy) phthalate mg/l 0,008
Acrylamide mg/l 0,0005
Epichlorohydrin mg/l 0,0004
Hexachlorobutadiene mg/l 0,0006
Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) mg/l 0,6
Nitrilotriacetic acid (NTA) mg/l 0,2
c. Pestisida
Alachlor mg/l 0,02
Aldicarb mg/l 0,01
Aldrin dieldrin mg/l 0,00003
Atrazine mg/l 0,002
Carbofuran mg/l 0,007
Chlordane mg/l 0,0002
Chlorotoluron mg/l 0,03
DDT mg/l 0,001
1,2 – Dibromo-3-chloropropane (DBCP) mg/l 0,001
2,4 Dichlorophenoxyacetic acid (2,4 – D) mg/l 0,03
1,2 – Dichloropropane mg/l 0,04
Isoproturon mg/l 0,009
Lindane mg/l 0,002
MCPA mg/l 0,002
Methoxychlor mg/l 0,02
Metolachlor mg/l 0,01
Molinate mg/l 0,006
Pendimethalin mg/l 0,02
Pentachlorophenol (PCP) mg/l 0,009
Permethrin mg/l 0,3
Simazine mg/l 0,002
Trifluralin mg/l 0,02
Chlorophenoxy herbicides selain 2,4-D dan MCPA
2,4 – DB mg/l 0,09
Dichlorprop mg/l 0,10
Fenoprop mg/l 0,009
Mecoprop mg/l 0,001
2,4,5 – Trichlorophenoxyacetic acid mg/l 0,009
d. Desinfektan dan Hasil sampingannya
Desinfektan
Chlorine mg/l 5
Hasil sampingan
Bromate mg/l 0,01
Chlorophenols
2,4,6 – Trichlorophenol (2,4,6 – TCP) mg/l 0,2
Bromoform mg/l 0,1
Dibromochloromethane (DBCM) mg/l 0,1
Bromodichloromethane (BDCM) mg/l 0,06
Lampiran 2. Tabel Korelasi Konsentrasi Tawas
Lampiran 3. Tabel Pemakaian Tawas Untuk Proses Pengolahan
NO Turbidity Air Baku (NTU) Dosis Tawas (ppm)
1 5-10 25,0
2 11-25 27,5
3 21-40 30,0
4 41-50 32,5
5 51-60 35,0
6 61-70 37,5
7 71-80 40,0
8 81-130 42,5
9 130-170 45,0
10 171-210 47,5
11 211-250 50,0
12 251-350 55,0
13 351-450 60,0
14 451-600 65,0
15 601-750 70,0
16 751-900 75,0
17 901-1050 80,0
18 1051-1200 85,0
19 1201-1350 90,0
Lampiran 4. Perhitungan
• Penyiapan larutan 1 % b/v :
Pemeriksaan Tanggal 02 Februari 2011
V 1 x N 1 = V 2 x N 2
V 1 x 10,30 % = 100 ml x 1%
V 1 = 9,70 ml
Pemeriksaan Tanggal 17 Februari 2011
V 1 x N 1 = V 2 x N 2
V 1 x 12,22 % = 100 ml x 1%
V 1 = 8,18 ml
Pemeriksaan Tanggal 17 Februari 2011
V 1 x N 1 = V 2 x N 2
V 1 x 11,90 % = 100 ml x 1%
V 1 = 8,40 ml
• Contoh volum yang diinjeksikan ke dalam beaker glass :
ml dosis tawas =
Pemeriksaan Tanggal 02 Februari 2011
- larutan tawas yang diinginkan : 30 mg/l
- volume sampel : 1000 ml
ml dosis tawas =