SKRIPSI
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP SEMANGAT KERJA PADA PT JAMSOSTEK
(PERSERO) KANWIL I MEDAN
OLEH
WIDANNY MANIK 080502083
PROGRAM STUDI STRATA-I MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP SEMANGAT KERJA PADA PT JAMSOSTEK
(PERSERO) KANWIL I MEDAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan dan iklim organisasi terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif. Pengujian hipotesis dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan dan yang dijadikan sebagai sampel adalah seluruh karyawan yang berjumlah 32 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transaksional dan iklim organisasi berpengaruh secara serempak terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. Secara parsial variabel gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel semangat kerja karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan, sedangkan variabel iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.
Kata Kunci : Semangat Kerja, Gaya Kepemimpinan Transaksional, Iklim Organisasi.
INFLUENCE OF LEADERSHIP STYLE AND ORGANIZATION CLIMATE ON WORK SPIRIT IN PT JAMSOSTEK (PERSERO)
KANWIL I MEDAN
This study aims to determine and analyze the influence of leadership style and organizational climate on work spirit in PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.
The research methodology used is associative research. Testing the hypothesis by using a multiple linear regression analysis. The population in this study were employees of PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan and used as the sample is all employees, amounting to 32 people.
The results show that transactional leadership style and organizational climate influence simultaneously on work spirit in PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. Partially transactional leadership style variables have negative and significant impact on work spirit variable PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan, while the organizational climate variables have a positive and significant impact on the work spirit variable PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.
Keywords: Work Spirit, Transactional Leadership Style, Climate Organization
Puji dan Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus sang Juru Selamat karena
atas berkat dan anugerahnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Iklim Organisasi Terhadap Semangat Kerja
pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan”. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Departemen Manajemen,
Fakultas Ekonomi, Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini ku
persembahkan kepada orang tua ku tercinta Ayahanda S. Manik dan Ibunda L. Manalu yang senantiasa menyayangi dan memberikan dukungan terbaiknya kepada peneliti.
Pada kesempatan ini pula peneliti ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME., selaku Ketua Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Marhayanie, MSi., selaku Sekretaris Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Endang Sulistiya Rini, SE., Msi., selaku Ketua Program Studi
Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dra. Lucy Anna, MSi., selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan dan masukan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi
6. Ibu Dr. Elisabeth Siahaan, SE., MEc., selaku Dosen Pembaca Penilai yang
telah memberikan saran dan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.
7. Bapak dan ibu Dosen dan Pegawai Departemen Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu selama
proses penulisan skripsi ini.
8. Seluruh karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan, terkhusus kepada
bang Armada, kak Rahmi, dan kak Dedek, terimakasih untuk semua saran dan
masukannya.
9. Semua teman-temanku, Fera, Uthyn, Tetty, Desi, Dodo, Josri, Uen, Arga,
Sumandi, Wildy, Marthin, Ade, Thomson, Fery, dan teman-teman lainnya di
Manajemen stambuk 2008. Terima kasih atas dukungannya dan suka duka
dalam melewati perkuliahan dan pergumulan dalam penyusunan tugas akhir
selama ini.
10.Saudara-saudara seperjuanganku di GMKI FE USU, terkhusus buat pengurus
masa bakti 2009-2010 dan 2010-2011, Anggota GMKI FE USU Maper 2008
dan 2007 khususnya bang Manumpan, bang Patar, bang Monang, dan Rina
terimakasih atas dukungan dan bantuannya saudara- saudaraku.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Ut Omnes Unum Sint Syalom.
Medan, Agustus 2012 Penulis
DAFTAR ISI
2.1.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Iklim Organisasi ... 25
2.1.2.4 Dimensi-Dimensi Iklim Organisasi ... 25
2.1.3 Semangat Kerja ... 27
2.1.3.1 Pengertian Semangat Kerja ... 27
3.4 Definisi Operasional Variabel ... 38
3.5 Skala Pengukuruan Variabel ... . 39
3.6 Populasi dan Sampel ... 40
3.7 Jenis Data ... 40
3.8 Metode Pengumpulan Data ... . 41
3.9 Uji Validitas dan Uji Reabilitas ... 41
3.10 Teknik Analisis ... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan ……….. 48
4.1.1 Sejarah PT Jamsostek (Persero) ... 48
4.1.2 Visi, Misi, Filosofi, dan Nilai- Nilai Perusahaan ... 50
4.1.3 Struktur Organisasi Perusahaan ... 52
4.2 Teknik Analisis ... 53
4.2.1 Metode Analisis Deskriptif Penelitian ... 53
4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 63
4.2.3 Analisis Regresi Linear Berganda ... 68
4.2.4 Uji Hipotesis ... 70
4.3 Pembahasan ... 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………... 79
5.2 Saran ………. 80
DAFTAR PUSTAKA ... . 81
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Rekapitulasi Absensi Karyawan Bulan Januari-Mei 2012 ... 7
3.1 Operasionalisasi Variabel ... 39
3.2 Instrumen Skala Likert ... 40
3.3 Uji Validitas ... 54
3.4 Uji Reliabilitas ... 56
4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 54
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 55
4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 56
4.5 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Gaya Kepemimpinan Transaksional ... 57
4.6 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Iklim Orgnisasi... 59
4.7 Distribusi Jawaban Responden Terhadap Variabel Semangat Kerja ... 61
4.8 Uji Kolmogorov Smirnov ... 66
4.9 Coefficients ... 68
4.10 Variables Entered ... 68
4.11 Coefficients ... 69
4.12 Hasil Uji-t ... 71
4.13 Hasil Uji-F ... 72
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1 Kerangka Konseptual ... 36
4.1 Struktur Organisasi PT Jamsostek (Persero) ... 52
4.2 Histogram ... 64
4.3 Normal P-P Plot Regression Standardized Residual ... 65
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ………. 84
2 Output Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 87
3 Tabulasi Validitas ... 90
4 Output Uji Normalitas ... 91
5 Analisis Regresi Linear Berganda ... 94
ABSTRAK
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP SEMANGAT KERJA PADA PT JAMSOSTEK
(PERSERO) KANWIL I MEDAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan dan iklim organisasi terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif. Pengujian hipotesis dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan dan yang dijadikan sebagai sampel adalah seluruh karyawan yang berjumlah 32 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan transaksional dan iklim organisasi berpengaruh secara serempak terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. Secara parsial variabel gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap variabel semangat kerja karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan, sedangkan variabel iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.
Kata Kunci : Semangat Kerja, Gaya Kepemimpinan Transaksional, Iklim Organisasi.
INFLUENCE OF LEADERSHIP STYLE AND ORGANIZATION CLIMATE ON WORK SPIRIT IN PT JAMSOSTEK (PERSERO)
KANWIL I MEDAN
This study aims to determine and analyze the influence of leadership style and organizational climate on work spirit in PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.
The research methodology used is associative research. Testing the hypothesis by using a multiple linear regression analysis. The population in this study were employees of PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan and used as the sample is all employees, amounting to 32 people.
The results show that transactional leadership style and organizational climate influence simultaneously on work spirit in PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. Partially transactional leadership style variables have negative and significant impact on work spirit variable PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan, while the organizational climate variables have a positive and significant impact on the work spirit variable PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.
Keywords: Work Spirit, Transactional Leadership Style, Climate Organization
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap perusahaan mempunyai tujuan yang ingin dicapai dalam menjalankan
aktivitas organisasinya, khususnya dalam masa globalisasi saat ini yang penuh
dengan persaingan di dunia usaha. Dalam menjalankan aktivitas-aktivitas bisnisnya
perusahaan harus mampu memanfaatkan setiap aspek-aspek sumber daya di dalam
perusahaan tersebut, seperti manusia, mesin, material, modal, metode dan sebagainya.
Salah satu aspek sumber daya yang terutama adalah sumber daya manusia yang
terdapat di dalam perusahaan tersebut yang berfungsi sebagai roda penggerak
aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, organisasi dituntut untuk mengelola sumber
daya manusia yang dimiliki dengan baik demi kelangsungan hidup dan kemajuan
organsiasi. Dengan demikian keberhasilan dalam proses operasional organisasi sangat
ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang dalam hal ini adalah karyawan.
Berhasil tidaknya suatu organisasi ditentukan oleh unsur manusia yang
melakukan pekerjaan sehingga perlu adanya balas jasa terhadap karyawan sesuai
dengan sifat dan keadaannya. Begitu pentingnya peran karyawan maka perusahaan
perlu memberikan semangat kerja kepada karyawan dan dapat merangsang karyawan
untuk dapat bekerja dengan giat sehingga dapat meyelesaikan pekerjaan tepat waktu,
hal ini akan mempengaruhi tingkat produktivitas karyawan untuk tercapainya tujuan
Menurut Siagian (2007:57), bahwa semangat kerja karyawan menunjukkan
sejauh mana karyawan bergairah dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya
didalam perusahaan. Karyawan berfungsi sebagai pelaksana dalam mencapai tujuan
perusahaan, bahkan fasilitas kerja yang berupa mesin–mesin atau peralatan canggih
pun memerlukan tenaga kerja sebagai operatornya. Dengan menggunakan berbagai
fasilitas kerja tersebut, karyawan dapat melakukan setiap pekerjaan dengan lebih baik
untuk meningkatkan semangat kerja. Semangat kerja karyawan dapat dilihat dari
kehadiran, kedisiplinan, ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan, dan produktivitas.
Dengan meningkatnya semangat maka pekerjaan akan lebih cepat diselesaikan dan
semua pengaruh buruk dari menurunnya semangat kerja seperti absensi dan lainnya
akan dapat diperkecil dan selanjutnya menaikkan semangat kerja yang berarti
diharapkan juga meningkatkan produktivitas karyawan. Untuk itulah perusahaan
perlu mendorong para karyawannya agar mempunyai semangat kerja yang tinggi
dengan harapan memperoleh banyak keuntungan bagi perusahaan, namun tidak
membuat karyawan merasa dirugikan. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh peran
seorang pemimpin dalam perusahaan. Salah satu peran yang penting seorang
pemimpin adalah merealisasikan semangat kerja bagi para karyawannya. Hal ini
memperlihatkan suatu keterkaitan bahwa keberhasilan ataupun kegagalan perusahaan
dalam mencapai tujuannya berhubungan dengan peranan seorang pemimpin.
Pemimpin yang baik adalah seorang pemimpin yang mampu menciptakan
suasana organisasi yang harmonis dan mampu merangsang bawahannya untuk
kepeminpinan yang beragam dalam mempengaruhi bawahannya untuk mewujudkan
tujuan perusahaan. Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan
pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat
pula dikatakan bahwa kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai
dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin (Rivai, 2006: 64). Gaya kepemimpinan
merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut
mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat (Thoha, 1995: 49).
Menurut Nawawi (2003: 115) gaya kepemimpinan diartikan sebagai perilaku atau
cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran,
perasaan, sikap, dan perilaku organisasinya.
Bass dalam Marselius dan Rita (2004) menyatakan bahwa salah satu teori
yang menekankan suatu perubahan dan yang paling komprehensif berkaitan dengan
kepemimpinan adalah teori kepemimpinan transformasional dan transaksional. Gaya
kepemimpinan transformasional merupakan faktor penentu yang mempengaruhi
sikap, persepsi, dan perilaku karyawan di mana terjadi peningkatan kepercayaan
kepada pemimpin, motivasi dan kepuasan kerja serta mampu mengurangi sejumlah
konflik yang sering terjadi dalam suatu organisasi sedangkan gaya kepemimpinan
transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin memfokuskan
perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang
melibatkan hubungan pertukaran (Yukl, 1998).
Untuk memenuhi kebutuhan bawahan yang lebih tinggi seperti afiliasi, harga
transformasional. Sedangkan kebutuhan karyawan yang lebih rendah, seperti
kebutuhan fisik, dan rasa aman dapat terpenuhi dengan baik melalui praktik
kepemimpinan transaksional. Pemenuhan kebutuhan karyawan tersebut mampu
meningkatkan semangat kerja pada karyawan sehingga dapat mencapai tujuan
perusahaan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan transaksional
membantu karyawannya dalam meningkatkan semangat untuk mencapai hasil yang
diinginkan dengan dua cara, yang pertama yaitu seorang pemimpin mengenali apa
yang harus dilakukan bawahan untuk mencapai hasil yang sudah direncanakan setelah
itu pemimpin mengklarifikasikan peran bawahannya kemudian bawahan akan merasa
percaya diri dalam melaksanakan pekerjaan yang membutuhkan perannya. Yang
kedua adalah pemimpin mengklarifikasi bagaimana pemenuhan kebutuhan dari
bawahan akan tertukar dengan penetapan peran untuk mencapai hasil yang sudah
disepakati.
Seorang pemimpin harus dapat mempertahankan gaya kepemimpinannya dan
konsisten dalam semua aktivitasnya, ia harus bersifat sefleksibel mungkin dan
menyesuaikan gayanya dengan situasi spesifik dan individu-individu yang
bersangkutan. Setiap pemimpin mempunyai sifat, kebiasaan, watak, dan kepribadian
sendiri yang membuat gaya kepemimpinannya berbeda dari pemimpin lainnya.
Dalam perannya sebagai seorang pemimpin untuk mewujudkan semangat kerja
karyawan, hal lain yang ikut mempengaruhinya adalah iklim organisasi di dalam
Iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan
kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi mengenai
apa yang ada atau tejadi di lingkungan internal organisasi secara rutin, yang
mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang
kemudian menentukan kinerja organisasi (Wirawan, 2007: 122). Iklim organisasi
adalah serangkaian keadaan lingkungan kerja yang dirasakan secara langsung atau
tidak langsung oleh karyawan (Gibson, dkk 1992:702). Iklim organisasi terbentuk
oleh kumpulan persepsi dan harapan karyawan terhadap sistem yang berlaku. Iklim
organisasi selalu ada dalam perusahaan, dan eksistensinya tidak pernah berkurang
sedikitpun. Iklim organisasi senantiasa mempengaruhi seluruh kondisi dasar dan
perilaku individu dalam perusahaan, dan pemimpin adalah faktor paling dominan
yang mempengaruhi bentuk dari iklim organisasi. Iklim organisasi yang baik akan
mempengaruhi kondisi kerja karyawan sehingga semangat akan tumbuh pada
karyawan.
Jamsostek adalah singkatan dari jaminan sosial tenaga kerja, dan merupakan
program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi
risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme
asuransi sosial, PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang
hak normatif tenaga kerja di Indonesia ini terus berlanjut. Sampai saat ini, PT
Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari
Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi seluruh tenaga kerja dan
keluarganya. Dengan penyelenggaraan yang makin maju, program Jamsostek tidak
hanya bermanfaat kepada pekerja dan pengusaha tetapi juga berperan aktif dalam
meningkatkan pertumbuhan perekonomian bagi kesejahteraan masyarakat dan
perkembangan masa depan bangsa.
Berdasarkan hasil wawancara pra survei yang penulis lakukan, model gaya
kepemimpinan yang dipergunakan di PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan adalah
lebih dominan menggunakan gaya kepemimpinan transaksional. Pemimpin
mengarahkan atau memotivasi karyawannya pada tujuan perusahaan dengan cara
menjelaskan peran dan tugas mereka berdasarkan pedoman kerja yang telah
ditetapkan perusahaan. Hal ini menyebabkan kurangnya partisipasi pemimpin secara
langsung terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh karyawannya. Pemimpin hanya
mengharapkan karyawan dapat bekerja sesuai dengan porsinya berdasarkan pedoman
kerja yang sudah ada dan akan berdampak pada kurangnya kreativitas dan inovasi
yang dapat dilakukan oleh karyawan dalam mengembangkan pekerjaannya.
Kepemimpinan yang dirasakan oleh karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I
Medan mengindikasikan kurangnya pengawasan secara langsung yang dilakukan
pemimpin terhadap kinerja karyawannya, sehingga standar dan prosedur kerja yang
ditetapkan sedikit terabaikan.
Masalah yang terjadi di PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan yang
perusahaan kurang memberlakukan peraturan yang ketat terhadap karyawannya, hal
ini memungkinkan karyawan dapat datang terlambat ataupun jam istirahat yang
berlebihan. Kedekatan di antara karyawan saat berada di dalam maupun di luar
perusahaan dirasakan karyawan masih kurang terjalin antara satu karyawan dengan
karyawan yang lainnya. Tingkat partisipasi pemimpin menunjukkan masih kurangnya
pendampingan yang diberikan pemimpin kepada karyawan selama melakukan
pekerjaan.
Untuk mengetahui tingkat semangat kerja karyawan pada PT Jamsostek
(Persero) Kanwil I Medan berikut ini adalah rekapitulasi absensi karyawan mulai
bulan Januari 2012 - Mei 2012.
Tabel 1.1
Rekapitulasi Absensi Karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan Bulan Januari – Mei 2012
Sumber: Bagian Umum dan SDM PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan (diolah)
Dari Tabel 1.1 rekapitulasi absensi karyawan di PT Jamsostek (Persero)
Kanwil I Medan dari bulan Januari sampai bulan Mei 2012 berfluktuasi tingkat
ketidakhadirannya, dengan persentase ketidakhadiran diatas 10 %. Tingkat
ketidakhadiran tertinggi adalah pada bulan Januari sebesar 43,75%, dan tingkat
ketidakhadiran terendah adalah pada bulan Mei sebesar 18,75%. Berdasarkan
terlalu banyak setiap bulannya, hal ini dikarenakan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I
merupakan kantor pengendali. Karyawan merasakan tingkat prestasinya tidak harus di
dukung oleh tingkat kehadiran yang optimal. Karyawan juga berpendapat datang ke
tempat kerja lebih awal dari ketetapan yang sudah ada tidak terlalu di utamakan oleh
karyawan untuk menunjukkan semangat kerjanya.
Berdasarkan alasan – alasan di atas dan di dukung dengan data yang ada
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Iklim Organisasi terhadap Semangat Kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan“
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, perumusan
masalah didalam penelitian ini adalah: “Apakah gaya kepemimpinan dan iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil Medan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan didalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
pengaruh gaya kepemimpinan dan iklim organisasi terhadap semangat kerja pada PT
Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan dalam penelitian ini, diharapkan hasil penelitian ini
dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, di antaranya:
Sebagai masukan bagi perusahaan khususnya mengenai gaya kepemimpinan,
iklim organisasi dan semangat kerja.
b. Bagi Penulis
Untuk menambah pengetahuan di bidang manajemen sumber daya manusia
mengenai gaya kepemimpinan, iklim organisasi dan semangat kerja.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan referensi yang dapat memberikan perbandingan dalam melakukan
penelitian selanjutnya, khususnya mengenai gaya kepemimpinan dan iklim
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Gaya Kepemimpinan
2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang
yang memimpin, yang dapat dilihat dari berbagai faktor, baik faktor-faktor intern
maupun faktor-faktor ekstern. Setiap pemimpin harus memiliki keterampilan dalam
pemimpin, antara lain memiliki kelenturan budaya, keterampilan berkomunikasi,
kreatif dan memiliki motivasi untuk belajar dan memiliki keingintahuan yang besar
terhadap pengetahuan dan keterampilan (Luthan, 1995:52). Kepemimpinan
merupakan inti dari manajemen, ini berarti bahwa manajer akan dapat mencapai
sasaran apabila dapat memimpin. Menurut Ordway Teod dalam bukunya ”The Art Of Leadership” (Kartono 1998:65), kepemimpinan merupakan kegiatan mempengaruhi orang-orang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Kepemimpinan dapat terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan
kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan
tertentu yang diharapkan.
Young dalam Kartono (1998:68) mendefinisikan bahwa kepemimpinan adalah
bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong
atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptasi atau
khusus “The Right Man In The Right Place” akan terpenuhi jika pemimpin tersebut berhasil dalam menjalankan tugas kepemimpinannya sedangkan “The Right Man In The Wrong Place” merupakan salah satu penghambat bagi perkembangan kepemimpinan. Faktor-faktor penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan:
(1) Pendayagunaan pengaruh, (2) Hubungan antar manusia, (3) Proses komunikasi,
dan (4) pencapaian suatu tujuan. Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh
yang diberikan serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut (Rivai,
2004:2). Menurut Kartono (1998:31) konsep mengenai kepemimpinan harus dikaitan
dengan tiga hal penting yaitu:
1. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kekuatan, otoritas, dan legalitas yang memberikan
wewenang kepada pemimpin untuk mempengaruhi dan mengerakkan
bawahan untuk berbuat sesuatu.
2. Kewibawaan
Kewibawaan adalah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang
mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada
pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
3. Kemampuan
Kemampuan adalah segala daya, kesanggupan, kekuatan, dan kecakapan
ketrampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari
Ada dua peran utama seorang pemimpin, yaitu: menyelasaikan tugas dan
menjaga hubungan yang efektif. Kemudian ke dua peran utama tersebut dibagi ke
dalam tiga tuntutan yang harus dipenuhi oleh pemimpin, antara lain: (1) tuntutan
tugas yakni menyelesaikan pekerjaan, (2) tuntutan kelompok yakni membangun dan
menjaga semangat kelompok, (3) tuntutan individu yakni menyelaraskan tuntutan
individu, tugas dan kelompok (Sunarto, 2005:105).
Locke (1997:20) melukiskan kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk
(inducing) orang-orang lain menuju sasaran bersama. Definisi tersebut mencakup tiga elemen berikut:
1. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational concept). Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain (para pengikut).
Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin. Tersirat dalam definisi ini
adalah premis bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana
membangkitkan inspirasi dan berelasi dengan para pengikut mereka.
2. Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus
melakukan sesuatu. Seperti telah diobservasi oleh John Gardner (1986-1988)
kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi
otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan,
namun sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi
pemimpin.
3. Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan.
otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan
sasaran, memberi imbalan dan hukum, restrukturisasi organisasi dan
mengkomunikasikan visi.
2.1.1.2 Pola Dasar Kepemimpinan
Model kepemimpinan menurut George R. Terry didasarkan pada kenyataan
bahwa kepemimpinan muncul dari adanya suatu hubungan yang kompleks terdiri
dari: (1) pimpinan, (2) pengikut, (3) struktur organisasi, (4) nilai sosial dan
pertimbangan politik (Herujito, 2004; 181). Dalam setiap kepemimpinan ada dua pola
dasar kepemimpinan, yaitu pola dasar kepemimpinan formal dan pola dasar
kepemimpinan informal.
1. Pola Kepemimpinan Formal
Kepemimpinan formal ada secara resmi pada seseorang yang diangkat dalam
jabatan kepemimpinan. Hal ini tampak pada berbagai ketentuan yang mengatur
hierarki organisasi dan dalam bagan organisasi.
Adapun penerimaan atas kepemimpinan formal masih harus diuji dalam praktek
yang hasilnya tampak dalam kehidupan organisasi. Jadi tidak secara otomatis
merupakan jaminan diterima oleh para anggota. Kepemimpinan formal dikenal
Kepemimpinan informal tidak didasarkan pada pengangkatan, ia tidak terlihat
dalam hieararki atau bagan organisasi. Efektifitas kepemimpinan informal terlihat
pada pengakuan nyata dan penerimaan dalam praktek atas kepemimpinan
seseorang.
Biasanya kepemimpinan informal didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
a) Kemampuan memikat hati orang.
b) Kemampuan membina hubungan yang serasi dengan organisasi atau orang
lain.
c) Penguasaan atas arti tujuan organisasi yang hendak dicapai.
d) Penguasaan tentang implikasi implikasi pencapaian tujuan dalam kegiatan
operasional.
e) Pemikiran atas keahlian tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.
2.1.1.3 Teori Kepemimpinan
Teori-teori kepemimpinan pada umumnya berusaha menerangkan
faktor-faktor yang memungkinkan munculnya kepemimpinan dan sifat dari kepemimpinan
(Pramudji, 1992 : 145). Studi tentang kepemimpinan bisa dikelompokan menjadi 4
(empat) pendekaten. Fiedler (dalam Nawawi, 2003 : 44), menyatakan keempat teori
kepemimpinan tersebut, yaitu:
1. Teori “Great Man” dan Teori “Big Bang”
Teori ini mengemukakan kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan sejak
seseorang lahir dari kedua orang tuanya. Bennis dan Nannus (dalam Nawawi,
melihat kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu, yang melalui peroses
pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan
memiliki bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin. Teori Big-Bang
mengintegrasikan antara situasi dan pengikut anggota organisasi sebagai jalan
yang dapat mengantarkan seseorang menjadi pemimpin. Situasi yang
dimaksud adalah peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian besar seperti
revolusi, kekacauan/kerusuhan, pemberontakan, reformasi dan lain-lain.
2. Teori Sifat atau Karakteristik Keperibadian
Teori ini mengemukakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin apabila
memiliki sifat-sifat atau karakteristik kepribadian yang dibutuhkan oleh
seorang pemimpin, meskipun orang tuanya khususnya ayah bukan seorang
pemimpin. Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa keberhasilan seorang
pemimipin ditentukan oleh sifat-sifat/karakteristik kepribadian yang dimiliki.
3. Teori Perilaku
Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa kepemimpinan untuk mengefektifkan
organisasi, tergantung pada perilaku atau gaya bersikap atau gaya bertindak
seorang pemimpin. Dengan demikian berarti teori ini juga memusatkan
perhatiannya pada fungsi-fungsi kepemimpinan. Dengan kata lain,
tergantung dari perilakunya dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan
di dalam strategi kepemimpinannya.
4. Teori Kontingensi atau Teori Situasional
Teori situasional dapat disimpulkan bahwa seorang peminpin yang efektif
memperhatikan faktor-faktor situasional yang terdapat di dalam organisasi.
Karena faktor-faktor situasi tersebut tidak selalu tetap, maka diperlukan
kemampuan dari peminpin untuk mengadaptasi kepeminpinan yang sesuai
dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
2.1.1.4 Definisi Gaya Kepemimpinan
Pengertian gaya kepemimpinan menurut Nawawi (2003 : 115) adalah perilaku
atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran,
perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi atau bawahannya. Menurut
Tjiptono (2006:161) gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan
pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Gaya kepemimpinan adalah
merupakan cara-cara orang memimpin. Sifat, kebiasaan, tempramen, watak dan
kepribadian sendiri yang unik khas. Sebagai gaya yang diterapkan oleh seorang
pemimpin pada situasi tertentu, demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan
(Mangkuprawira, 2004:23). Dalam pemilihan gaya kepemimpinan yang akan
digunakan, perlu mempertimbangkan beberapa faktor. Harris dalam Heidjrachman
(2005:227) mengemukakan 4 faktor yaitu yang perlu dipertimbangkan dalam
a. Faktor dalam organisasi
b. Faktor pimpinan manajer
c. Faktor bawahan
d. Faktor situasi penugasan
Davis (1995:162) membagi lima gaya kepemimpinan yang umumnya dimiliki
para pemimpin, diantaranya:
a. Gaya kepemimpinan dalam Teori X dan Y.
b. Gaya kepemimpinan positif dan negatif.
c. Gaya kepemimpinan yang partisipatif, autokratik, dan bebas kendali.
d. Gaya kepemimpinan konsiderasi dan struktur.
e. Gaya kepemimpinan kontingensi.
Selain itu, ada beberapa gaya kepemimpinan menurut Nawawi (2003:115),
yaitu sebagai berikut:
1. Gaya kepemimpinan Otoriter
Gaya kepemimpinan ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan
yang bersifat terpusat pada pemimpin sebagai satu-satunya penentu, penguasa dan
pengendali anggota organisasidan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan
organisasi.
2. Gaya kepemimpinan Demokratis
Gaya kepemimpinan menempatkan manusia sebagai faktor pendukung terpenting
dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan orientasi
semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri
sendiri) dan kerjasama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan
terletak pada person atau individu pemimpin, akan tetapi kekuatan justru terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
3. Gaya kepemimpinan Bebas (Laissez Faire)
Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota organisasi
mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya
masing-masing, dengan sedikit mungkin pengarahan atau pemberian petunjuk
dalam merealisasikan tugas pokok masing-masing sebagai bagian dari tugas
pokok organisasi.
Menurut Robbins (2008: 90) terdapat tiga macam model gaya kepemimpinan,
yaitu transaksional, transformasional, dan laissez–faire. Ketiga gaya kepemimpinan ini memiliki kelebihan dan kekurangan, yaitu:
1. Gaya Kepemimpinan Transaksional
Kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang membimbing atau
memotivasi para pengikut mereka pada arah tujuan yang telah ditetapkan dengan
cara memperjelas peran dan tugas mereka.
2. Gaya Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang menginspirasikan para
pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki
Kepemimpinan ini lebih unggul dari pada kepemimpinan transaksional dan
menghasilkan tingkat upaya dan kinerja para pengikut yang melampaui apa yang
bisa dicapai kalau hanya pendekatan transaksional yang diterapkan. Apabila
seorang pemimpin transaksional yang baik tetapi tidak memiliki sifat-sifat
transformasional, maka seorang pemimpin itu adalah pemimpin yang biasa-biasa
saja.
3. Gaya Kepemimpinan Laissez-faire
Kepemimpinan laissez-faire dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan
menurut kehendak dan kepentingan masing-masing baik secara perorangan
maupun berupa kelompok-kelompok kecil. Laissez-faire adalah model yang paling pasif dan karena itu merupakan perilaku pemimpin yang paling tidak
efektif. Para pemimpin yang menggunakan ini jarang dianggap efektif.
2.1.1.5 Gaya Kepemimpinan Transaksional
Gagasan awal mengenai gaya kepemimpinan transformasional dan
transaksional ini dikembangkan oleh James MacFregor Burns yang menerapkannya
dalam konteks politik. Burns (1978) mendefinisikan kepemimpinan transaksional
sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tersebut. Jadi,
kepemimpinan transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai
ekonomis untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai dengan kontrak
yang telah mereka setujui bersama. Gagasan ini selanjutnya disempurnakan serta
Bass (1990) mengemukakan kepemimpinan transaksional yang didefinisikan
sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran yang menyebabkan
bawahan mendapat imbalan serta membantu bawahannya mengidentifikasikan apa
yang harus dilakukan untuk memenuhi hasil yang diharapkan seperti kualitas
pengeluaran yang lebih baik, penjualan atau pelayanan yang lebih dari karyawan,
serta mengurangi biaya produksi. Membantu bawahannya dalam mengidentifikasi
yang harus dilakukan pemimpin membawa bawahannya kepada kesadaran tentang
konsep diri serta harga diri dari bawahannya tersebut. Pendekatan transaksional
menggunakan konsep mencapai tujuan sebagai kerangka kerja.
Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan transaksional
membantu karyawannya dalam meningkatkan motivasi untuk mencapai hasil yang
diinginkan dengan dua cara, yang pertama yaitu seorang pemimpin mengenali apa
yang harus dilakukan bawahan untuk mencapai hasil yang sudah direncanakan setelah
itu pemimpin mengklarifikasikan peran bawahannya kemudian bawahan akan merasa
percaya diri dalam melaksanakan pekerjaan yang membutuhkan perannya. Yang
kedua adalah pemimpin mengklarifikasi bagaimana pemenuhan kebutuhan dari
bawahan akan tertukar dengan penetapan peran untuk mencapai hasil yang sudah
disepakati (Bass, 1985).
Gaya kepemimpinan transaksional juga dijelaskan oleh Thomas (2003)
sebagai suatu gaya kepemimpinan yang mendapatkan motivasi para bawahannya
dengan menyerukan ketertarikan mereka sendiri. Perilaku kepemimpinan terfokus
penghargaan yang diinginkan. Kepemimpinan transaksional mendorong pemimpin
untuk menyesuaikan gaya dan perilaku mereka untuk memahami harapan pengikut.
Kepemimpinan transaksional menurut Bycio,dkk (1995) adalah gaya
kepemimpinan yang memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara
pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran
tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja,
penugasan kerja, dan penghargaan. Faktor-faktor pembentuk gaya kepemimpinan
transaksional menunjuk pada hal-hal yang dilakukan pemimpin dalam penerapannya.
Menurut Burns (dalam Yulk, 1994), suatu gaya kepemimpinan memiliki faktor-faktor
yang menunjukkan gaya seorang pemimpin dalam memotivasi bawahannya.
Bass (1990) dan Yukl (1998) mengemukakan bahwa hubungan pemimpin
transaksional dengan karyawan tercermin dari tiga hal yakni:
1) Pemimpin mengetahui apa yang diinginkan karyawan dan menjelaskan apa
yang akan mereka dapatkan apabila kerjanya sesuai dengan harapan.
2) Pemimpin menukar usaha-usaha yang dilakukan oleh karyawan dengan
imbalan.
3) Pemimpin responsif terhadap kepentingan pribadi karyawan selama
kepentingan tersebut sebanding dengan nilai pekerjaan yang telah dilakukan
karyawan.
Menurut Koh, dkk. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya
kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi
pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi
sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan. Gaya kepemimpinan
transaksional menurut Bass et.al (2003) dibentuk oleh faktor-faktor yang berupa
imbalan kontingen (contingent reward), manajemen eksepsi aktif (active management
by exception), dan manajemen eksepsi pasif (passive management by exception).
Faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Imbalan Kontingen (Contingent Reward)
Faktor ini dimaksudkan bahwa bawahan memperoleh pengarahan dari
pemimpin mengenai prosedur pelaksanaan tugas dan target-target yang harus
dicapai. Bawaan akan menerima imbalan dari pemimpin sesuai dengan
kemampuannya dalam mematuhi prosedur tugas dan keberhasilannya
mencapai target-target yang telah ditentukan.
b. Manajemen eksepsi aktif (active management by exception)
Faktor ini menjelaskan tingkah laku pemimpin yang selalu melakukan
pengawasan secara direktif terhadap bawahannya. Pengawasan direktif yang
dimaksud adalah mengawasi proses pelaksanaan tugas bawahan secara
langsung. Hal ni bertujuan untuk mengantisipasi dan meminimalkan tingkat
kesalahan yang timbul selama proses kerja berlangsung. Seorang pemimpin
transaksional tidak segan mengoreksi dan mengevaluasi langsung kinerja
bawahan meskipun proses kerja belum selesai. Tindakan tersebut dimaksud
agar bawahan mampu bekeja sesuai dengan standar dan prosedur kerja yang
c. Manajemen eksepsi pasif (passive management by exception)
Seorang pemimpin transaksional akan memberikan peringatan dan sanksi
kepada bawahannya apabila terjadi kesalahan dalam proses yang dilakukan
oleh bawahan yang bersangkutan. Namun apabila proses kerja yang
dilaksanaka masih berjalan sesuai standar dan prosedur, maka pemimpin
transaksional tidak memberikan evaluasi apapun kepada bawahan.
Faktor-faktor pembentuk gaya kepemimpinan transaksional tersebut digunakan
pemimpin untuk memotivasi dan mengarahkan bawahan agar dapat mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Bawahan yang berhasil dalam
meyelesaikan pekerjaannya dengan baik akan memperoleh imbalan yang
sesuai. Sebaliknya bawahan yang gagal dalam menyelesaikan tugasnya
dengan baik akan memperoleh sanksi agar dapat bekerja lebih baik dan
meningkatkan mutu kerjanya.
2.1.2 Iklim Organisasi
2.1.2.1 Pengertian Iklim Organisasi
Setiap organisasi atau perusahaan memiliki cara yang berbeda-beda dalam
menjalankan usahanya. Oleh karena itu, suatu organisasi mempunyai iklim berbeda
pula dengan organisasi lainnya. Iklim dapat bersifat menekan, netral atau dapat pula
bersifat mendukung, tergantung bagaimana pengaturannya, karena itu setiap
dan mempertahankan orang-orang yang sesuai dengan iklimnya, sehingga dalam
tingkatan tertentu polanya dapat bertahan dan serasi.
Menurut Davis dan Newstrom (2002: 80) menyatakan bahwa “Organizational climate is the human environment within an organization’s employees do their work” (iklim organisasi itu adalah yang menyangkut semua lingkungan yang ada atau yang
dihadapi oleh manusia di dalam suatu organisasi tempat mereka melaksanakan
pekerjaannya). Iklim mengitari dan mempengaruhi segala hal kerja dalam organisasi
sehingga iklim dikatakan sebagai suatu konsep yang dinamis. Menurut defenisi diatas
kita dapat melihat bahwa iklim adalah suatu konsep dinamis yang mempengaruhi
keseluruhan organisasi di dalam lingkungan tempat organisasi itu beraktivitas dalam
rangka pencapaian tujuan.
Robert Stringer (2002: 101) menyatakan bahwa iklim organisasi berfokus
pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai, terutama yang
memunculkan motivasi, sehingga mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja
anggota organisasi. Gibson, Ivancevich dan Donelly (2000 : 702 ) menyatakan bahwa
iklim organisasi adalah serangkaian keadaan lingkungan yang dirasakan secara
langsung atau tidak langsung oleh karyawan. Defenisi ini menggambarkan iklim
organisasi sebagai beberapa keadaan atau kondisi dalam satu rangkaian yang secara
langsung atau tidak langsung, sadar atau tidak sadar mempengaruhi karyawan.
Menurut Higgins (1998:204) menyatakan bahwa : ”Iklim organisasi adalah
kumpulan dari persepsi karyawan termasuk mengenai pengaturan karyawan,
Jadi iklim organisasi merupakan harapan-harapan serta cara pandang individu
terhadap organisasi.” Menurut teori yang dikemukakan Higgins, dapat dikatakan iklim organisasi terbentuk karena adanya persepsi karyawan mengenai pengaturan
karyawan, keinginan organisasi dan lingkungan sosialnya, atau dengan kata lain iklim
organisasi adalah cara pandang karyawan terhadap organisasi.
Simamora (2001 : 31) menyatakan bahwa iklim organisasi terdiri dari
hubungan antar karyawan dan kombinasi antara nilai dan tujuan yang ditetapkan oleh
perusahaan. Iklim organisasi mempengaruhi praktik dan kebijakan SDM yang
diterima oleh anggota organisasi. Perlu diketahui bahwa setiap organisasi akan
memiliki iklim organisasi yang berbeda, keanekaragaman pekerjaan yang dirancang
di dalam organisasi, atau sifat individu yang ada akan menggambarkan perbedaan
tersebut. Iklim organisasi yang terbuka memacu karyawan untuk mengutarakan
kepentingan dan ketidakpuasan tanpa adanya rasa takut akan tindakan balasan dan
perhatian. Jadi iklim organisasi merupakan harapan-harapan serta cara pandang
individu terhadap organisasi.
2.1.2.2 Sifat Iklim Organisasi
Gibson (2003: 127) menyatakan bahwa, ada 4 sifat iklim organisasi, antara
lain:
a. Iklim baik secara organisasi
Individu maupun kelompok, secara keseluruhan bersifat psikologis dan
persepsi. Individu yaitu persepsi yang diperoleh oleh seluruh anggota dari
b. Semua iklim adalah abstrak
Orang-orang biasanya memanfaatkan informasi tentang barang lain dan
berbagai kegiatan yang terjadi dalam organisasi tersebut untuk membentuk
suatu rangkuman persepsi mengenai iklim. Setelah itu digabungkan hasil dari
pengamatan mereka dan pengalaman pribadi orang lain untuk dibuat peta
kognitif dari orang tersebut.
c. Iklim bersifat abstrak dan perceptual
Maka orang-orang memiliki prinsip-prinsip yang sama dengan persepsi seperti
konsep psikologis yang lainnya. Ketika prinsip ini digunakan dalam
pengamatan lingkungan kerja maka sebuah deskripsi yang bersifat
multidimensi akan dihasilkan.
d. Iklim itu sendiri
Didasari lebih dekriptif daripada evaluatif, jadi peneliti lebih banyak
menanyakan apa yang mereka lihat dalam lingkungan kerja mereka pada
seseorang dibandingkan menanyakan kepada mereka untuk menyatakan
apakah itu baik atau buruk.
2.1.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Iklim Organisasi
Iklim organisasi dapat berada di salah satu tempat pada keadaan yang
bergerak dari yang menyenangkan ke yang netral sampai dengan tidak
menyenangkan. Pimpinan dan karyawan menginginkan iklim yang lebih
menyenangkan karena dapat menciptakan kinerja yang lebih baik dan kepuasan kerja
yang menyenangkan adalah kualitas kepemimpinan, kadar kepercayaan, komunikasi
ke atas dan ke bawah, perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat, tanggung
jawab, imbalan yang adil, tekanan pekerjaan yang nalar, kesempatan, pengendalian,
keterlibatan karyawan (Handoko, 2003).
Gibson (2003: 129), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
iklim organisasi antara lain, esprit (semangat), consideration ( pertimbangan), production (produksi), dan aloofness (menjauhkan diri).
2.1.2.4 Dimensi – dimensi Iklim Organisasi
Menurut Stringer dalam Wirawan (2007: 134), iklim suatu organisasi merujuk
pada berfungsinya organisasi secara keseluruhan dari sudut pandang para karyawan.
Dengan demikian, iklim adalah suatu metafora yang menggambarkan agregat
persepsi karyawan individual mengenai lingkungan organisasi mereka.
Dimensi-dimensi tertentu dari iklim memberikan pengaruh khusus pada kemampuan organisasi
untuk meningkatkan kinerja mereka.
Dimensi adalah serangkaian faktor-faktor tertentu dimana seseorang berada
atau berhubungan dengan bagaimana cara memandang sesuatu hal. Penekanannya
adalah fungsi dari dimensi-dimensi yang digunakan untuk memandang sesuatu.
Dimensi ini merupakan cara untuk menvisualisasikan sesuatu dari suatu aspek.
Dimensi-dimensi yang dimaksud dalam iklim organisasi, antara lain :
a. Kebijakan dan peraturan organisasi
Scatz (1995:131), kebijakan dan peraturan organisasi yang lebih
menyebabkan produktivitas meningkat sehingga karyawan lebih bersemangat
dalam bekerja.
b. Tingkat efektivitas komunikasi
Komunikasi sangat penting dalam semua kegiatan manajemen terutama
“dalam organisasi, karena dengan adanya komunikasi suatu organisasi dapat
mengeluarkan atau menyampaikan ide-ide juga gagasan dan saling bertukar
informasi. Menurut Suranto (2006 : 1), komunikasi efektif merupakan salah
satu faktor untuk mendukung peningkatan kinerja organisasi. Komunikasi
efektif dan tingkat kinerja perusahaan berhubungan secara positif dan
signifikan. Memperbaiki komunikasi organisasi berarti memperbaiki kinerja
organisasi. Oleh karenanya, komunikasi harus menyertakan penyampaian dan pemahaman dari sebuah arti komunikasi (Robbins, 2004 : 146).
c. Tingkat Hubungan antara Karyawan
Schatz (1995:170), tingkat hubungan yang baik antara pimpinan dengan para
karyawannya dan antara sesama karyawan dapat meningkatkan kinerja
karyawan dan antara sesama karyawan dapat meningkatakan kineja karyawan
perusahaan semaksiamal mungkin. Schatz ( 1995: 171 ), apabila iklim kerja
yang positif sudah berhasil diciptakan, maka hal-hal yang serba positif
berikutnya akan menyusul dengan sendirinya.
d. Tingkat Partisipasi Pemimpin
Menurut Kossen (1986:191), manajer yang efektif akan menggunakan
memecahkan persoalan biasanya akan menemukan karyawan-karyawan yang
berpengaruh dan menyampaikan kepada mereka sepenuhnya
masalah-masalah, keperluan-keperluan, dan sasaran-sasaran organisasi. Kemudian
manajer yang partisipatif akan menanyakan gagasan-gagasan kelompok
tentang melaksanakan perubahan.
2.1.3 Semangat Kerja
2.1.3.1 Pengertian Semangat Kerja
Setiap perusahaan pasti mengharapkan kinerja yang baik dari karyawannya
untuk menghasilkan produktivitas yang tinggi bagi perusahaan. Untuk memberikan
hasil yang maksimal bagi perusahaan, maka perusahaan perlu memberikan dorongan
dan semangat bagi karyawannya dalam menjalannkan aktivitas perusahaan. Semangat
kerja karyawan perlu ditingkatkan karena merupakan salah satu unsur penunjang
tercapainya tujuan yang diinginkan perusahaan. Setiap karyawan yang bekerja pada
perusahaan pastinya mengharapkan sesuatu dari perusahaan tersebut. Sesuatu yang di
harapkan karyawan bukan hanya sekedar upah dan gaji, tetapi juga hal-hal yang dapat
memberikan jaminan kepada karyawan tersebut tentang semua kesinambungan
pekerjaan dan kariernya. tercapainya harapan karyawan tersebut akan meningkatkan
semangat kerja karyawan.
Menurut Nitisemito (2002:160), semangat kerja adalah upaya melakukan
pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan akan dapat
diselesaikan dengan lebih baik. Schuler dan Jackson (2001:71) mengemukakan
melakukan pekerjaan sehari-hari.Semakin tinggi semangat kerja akan meningkatkan
produktivitas karyawan. Semangat kerja merupakan kondisi dari sebuah kelompok
dimana ada tujuan yang jelas dan tetap yang dirasakan menjadi penting dan terpadu
dengan tujuan individu. Selain itu semangat kerja juga dapat diartikan sebagai
pemilikan atau kebersamaan (Panggabean, 2004).
Menurut Siagian (2003:57), bahwa semangat kerja karyawan menunjukkan
sejauh mana karyawan bergairah dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya
didalam perusahaan. Semangat kerja karyawan dapat dilihat dari :
a. Kehadiran
b. Kedisiplinan
c. Ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan
d. Produktivitas
Hasibuan (2001:105), mengatakan semangat kerja adalah keinginan dan
kesugguhan seseorang mengerjakan pekerjaan dengan baik serta berdisiplin untuk
mencapai prestasi kerja yang maksimal. Indikasi semangat keja dapat diketahui dari
prestasi kerja, displin kerja, produktivitas, tingkat kehadiran. Dari uraian ini dapat
dilihat bahwa peningkatan semangat kerja karyawan dari sebuah kelompok organisasi
sangat kompleks sekali, sehingga dengan demikian dapat dipahami bahwa pengertian
semangat kerja adalah esensi dalam menjalankan kegiatan suatu organisasi, baik
2.1.3.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja
Menurut Mangkunegara (2001:88) memaparkan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja diantaranya:
a. Kebanggaan pekerja atas pekerjaannya dan kepuasannya dalam menjalankan
pekerjaannya dengan baik
b. Sikap terhadap pimpinan
c. Hasrat untuk maju
d. Perasaan telah diperlakukan secara baik
e. Kemampuan untuk bergaul secara baik
f. Kesadaran akan tanggung jawab terhadap pekerjaannya
Sedangkan menurut Nitisemito (2002:155), faktor-faktor yang mempengaruhi
semangat kerja adalah sebagai berikut:
a. Penghasilan dan jaminan sosial tenaga kerja
b. Gizi dan kesehatan
c. Kesempatan berprestasi
d. Lingkungan kerja
e. Kedisiplinan kerja
Menurut Siagian (2002:114), cara-cara yang paling tepat untuk meningkatkan
semangat kerja dan kegairahan kerja antara lain
a. Gaji yang cukup
Setiap perusahaan seharusnya bisa memberikan gaji yang cukup pada
mampu dibayarkan oleh perusahaan tanpa membuat perusahaan rugi. Dan
dengan sejumlah gaji yang diberikan tersebut akan mampu memberikan
semangat kerja pada karyawan.
b. Memperhatikan kebutuhan rohani
Perusahaan harus memperhatikan kebutuhan rohani karyawan dengan
membangun tempat ibadah, yaitu agar karyawan dapat memenuhi kewajiban
kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
c. Sesekali perlu mendapatkan suasana santai
Suasana kerja yang kompleks dapat menimbulkan kebosanan dan ketegangan
kerja bagi karyawan. Untuk menghindari hal-hal tersebut perusahaan perlu
menciptakan suasana santai dalam bekerja.
d. Harga diri perlu mendapat perhatian
Pihak perusahaan perlu memperhatikan harga diri karyawan, yaitu dengan
memberikan penghargaan, baik dengan memberikan surat penghargaan ,
maupun dalam bentuk hadiah materi, bagi karyawan yang memiliki prestasi
kerja yang menonjol.
e. Menempatkan pegawai pada posisi yang tepat
Setiap perusahaan hendaknya menempatkan para karyawan pada posisi yang
tepat karena apabila terjadi ketidaktepatan dalam posisi dapat menurunkan
f. Memberikan kesempatan untuk maju
Semangat kerja karyawan akan timbul apabila mereka memiliki harapan untuk
dapat maju. Perusahaan hedaknya memberikan penghargaan kepada karyawan
yang berprestasi, yahg dapat berupa pegakuan, hadiah, kenaikan gaji,
kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.
g. Perasaan aman untuk masa depan perlu diperhatikan
Semangat kerja karyawan akan terbina apabila mereka mersa aman dalam
menghadapi masa depan dengan pekerjaan yang ditekuni. Untuk menciptakan
rasa aman perusahaan mengadakan program pensiun, mereka memiliki
alternatif lain yaitu mewajibkan karyawan untuk menyisihkan sebagian
penghasilannya untuk ditabung dalam polis asuransi.
h. Usahakan agar karyawan mempunyai loyalitas
Untuk dapat menimbulkan loyalitas pada karyawan maka pihak pimpinan
harus mengusahakan agar karyawan merasa senasib dengan perusahaan. Salah
satu cara menimbulkan rasa memiliki para karyawan terhadap perusahaan
adalah memberi gaji yang cukup, dan memenuhi kebutuhan rohani mereka.
i. Sesekali karyawan perlu diajak berunding
Mengajak karyawan berunding dalam mengambil keputusan, mereka akan
j. Pemberian insentif yang menyenangkan
Perusahaan hendaknya memberikan insentif dengan cara sebaik-baiknya
dengan meningkatkan loyalitas karyawan, kesenangan dan prestasi kerja
mereka.
k. Fasilitas yang menyenangkan
Fasilitas yang menyenangkan dapat berupa dengan menyediakan kegiatan
reaksi, cafeteria, tempat olahraga, balai pengobatan, tempat ibadah, toilet yang
bersih dan pendidikan untuk anak.
Tidak terdapat tolak ukur yang mutlak dalam melihat tingkat semangat kerja,
karena setiap individu memiliki perbedaan dalam tingkat kepuasannya. Semangat
kerja bisa diartikan sebagai semacam pernyataan ringkas dari kekuatan-kekuatan
psikologis yang beraneka ragam yang menekankan pada hubungan karyawan dengan
pekerjaan mereka. Semangat kerja dapat diartikan juga sebagai suatu iklim atau
suasana kerja yang terdapat di dalam suatu organisasi yang menunjukkan rasa
kegairahan karyawan di dalam melaksanakan pekerjaan dan mendorong karyawan
untuk bekerja secara lebih baik dan lebih produktif.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang menjadi landasan dalam penelitian ini adalah Lidia
S.Sihombing (2009) dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap
Semangat Kerja Karyawan PT Pembangunan Perumahan (PP) DVO-I Medan.”
Dengan hasil penelitian variabel gaya kepemimpinan otokratik (X1), variabel gaya
bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan
pada PT Pembangunan Perumahan (PP) Kantor DVO-I Medan. Hal ini dapat
diketahui melalui uji- F, yaitu Fhitung = 34.591, maka dapat disimpulkan bahwa Ha
diterima dan H0 ditolak karena Fhitung > Ftabel pada α = 5% artinya secara bersama
-sama terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel bebas (X1, X2, X3)
yaitu gaya kepemimpinan otokratik, gaya kepemimpinan partisipatif dan gaya
kepemimpinan pendelegasian terhadap variabel dependen yaitu terhadap semangat
kerja karyawan (Y) pada PT Pembangunan Perumahan (PP) Kantor DVO-I Medan.
Dame Elfrida (2009) dengan penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh
Iklim Organisasi, Motivasi dan Kompensasi Terhadap Semangat Kerja Petugas
Lembaga Pemasyarakatan Klas II-B Lubuk Pakam.” Penelitian ini menunjukkan
bahwa secara serempak dan secara parsial variabel iklim organisasi, motivasi, dan
kompensasi berpengaruh nyata terhadap semangat kerja. Nilai R² menunjukkan
bahwa 71,2% variasi perubahan variabel terikat (semangat kerja) mampu dijelaskan
oleh variabel bebas (iklim organisasi, motovasi, dan kompensasi), sedangkan sisanya
dijelaskan faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Evilina M.Sinaga (2011) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Iklim
Organisasi Terhadap Keterlibatan Kerja Karyawan bagian Penjualan dan Service di
Astra Internasional Daihatsu Medan.” Hasil penelitian ini menunjukkan iklim
organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap keterlibatan kerja karyawan
dengan koefisien regresi , r = 0,492. hal ini berarti bahwa dengan adanya iklim
meningkatkan keterlibatan kerja karyawan. Secara parsial iklim organisasi
mempunyai pengaruh dominan terhadap keterlibatan kerja karyawan dengan tingkat
signifikansi 0,000. hal ini berarti iklim organisasi sudah tersusun dengan baik
sehingga menciptakan keterlibatan kerja karyawan bagian penjualan dan service di
Astra International Daihatsu Medan.
2.3Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual bertujuan untuk mengemukakan secara umum mengenai
objek penelitian yang dilakukan dalam kerangka dari variabel yang akan diteliti.
Kerangka konseptual yang baik akan menjelaskan secara teoretis variabel yang akan
diteliti. Jadi secara teoretis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan
dependen (Sugiyono, 2005:48). Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang
digunakan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai
atau dapat pula dikatakan bahwa kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi
yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin (Rivai, 2006: 64). Seorang
pemimpin harus menerapkan gaya kepemimpinan untuk mengelola bawahannya,
karena seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam
mencapai tujuannya.
Judge dan Locke (1993) menegaskan bahwa gaya kepemimpinan merupakan
salah satu faktor penentu kepuasan kerja. Saat karyawan sudah merasa puas dengan
apa yang didapatkan, maka hal tersebut akan menstimulus karyawan untuk
meningkatkan semangat kerjanya juga. Gaya kepemimpinan mempunyai peran yang
kekuatan aspirasional, kekuatan semangat, dan kekuatan moral yang kreatif, yang
mampu mempengaruhi para anggota untuk mengubah sikap, sehingga mereka
konform dengan keinginan pemimpin (Schaffer, 2008).
Iklim organisasi dapat memberikan pengaruh pada perilaku pegawai dan pada
akhirnya akan mempengaruhi semangat kerja pegawai tersebut. Apabila semangat
kerja pegawai menurun, akan berdampak negatif terhadap perkembangan suatu
organisasi. Hal ini disebabkan oleh menurunnya moral kerja dari pegawai karena
adanya perasaan tidak puas terhadap cara-cara yang dipergunakan oleh pemimpin
untuk menggerakkan bawahannya (Wirawan, 2007).
Menurut Siagian (2003:57), bahwa semangat kerja karyawan menunjukkan
sejauh mana karyawan bergairah dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya di
dalam perusahaan. Gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin dan
iklim organisasi dapat mempengaruhi semangat kerja karyawan organisasi tersebut.
Karena gaya kepemimpinan yang dijalankan dengan baik merupakan perwujudan dari
kepemimpinan yang efektif, dan kepemimpinan yang efektif dapat memberikan
sumbangan pada peningkatan semangat kerja karyawan. Hal tersebut seperti yang
diutarakan oleh Siswanto (1989:273) yaitu kepemimpinan yang efektif memberikan
sumbangan pada moral tenaga kerja, biasanya hal ini mengakibatkan iklim yang
tercipta dilihat oleh para tenaga kerja sebagai sesuatu yang seimbang dengan
keberuntungan psikologis mereka. Sebagai dampak nyata, dengan senang hati mereka
melibatkan diri dalam pekerjaan mereka. Tenaga kerja jarang sekali menyadari secara
pekerjaannya. Biasanya hal ini dapat menunjukkan fakta bahwa manajernya adalah
rekan kerja yang menyenangkan, sebagaimana tenaga kerja lainnya, pekerjaannya
pun semakin menyenangkan.
Berdasarkan teori-teori pendukung, maka model kerangka konseptual dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Sumber: Schaffer (2008), Wirawan (2007), Siagian (2003) data diolah Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu permasalahan yang masih
harus dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sesuai dengan permasalahan, maka
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “Gaya kepemimpinan transaksional dan iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.”
Gaya Kepemimpinan Transaksional (X1)
Semangat Kerja(Y)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif. Menurut Umar (2003 : 30) penelitian asosiatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis
hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel
mempengaruhi variabel lain. Dengan kata lain asosiatif berguna untuk mengukur
hubungan-hubungan antar variabel riset atau berguna untuk menganalisis bagaimana
suatu variabel mempengaruhi variabel yang lain.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan, yang berada
di Jl. Kapten Patimura No.334. Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei 2012 sampai
dengan bulan Juli 2012.
3.3 Batasan Operasional
Penelitian ini membahas pengaruh gaya kepemimpinan dan iklim organisasi
terhadap semangat kerja pada PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan. Batasan
operasional dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel Bebas (Independent variable) (X) terdiri atas gaya kepemimpinan transaksional (X1), dan iklim organisasi (X2).
3.4 Defenisi Operasional
Defenisi Operasional bertujuan untuk melihat sejauh mana variabel-variabel
dari satu faktor berkaitan dengan faktor lainnya.
1. Variabel Bebas (Independent variable)
a) Kepemimpinan transaksional menurut Bycio,dkk (1995) adalah gaya
kepemimpinan yang memfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal
antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran.
Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi
sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.
b) Lussier (2005:486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi
karyawan mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif
dirasakan oleh anggota organisasi yang kemudian akan mempengaruhi
perilaku mereka berikutnya.
2. Variabel Terikat (Dependent variable)
Menurut Siagian (2007:57), semangat kerja karyawan menunjukkan sejauh
mana karyawan bergairah dalam melakukan tugas dan tanggung jawabnya di dalam
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Definisi Indikator Skala
Gaya Kepemimpinan pemimpin dengan karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I
Medan yang melibatkan
hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan. PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan yang kemudian akan mempengaruhi perilaku mereka
Kanwil I Medan bergairah
melakukan tugas dan wewenang nya di dalam perusahaan
a. Tingkat Kehadiran b. Disiplin Kerja c. Produktivitas d. Ketepatan Waktu
Likert
Sumber: Bycio (1995), Lussier (2005), Siagian (2007) (diolah)
3.5 Skala Pengukuran Variabel
Pengukuran masing-masing variabel dalam penelitian adalah dengan
menggunakan Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat,
dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Skala Likert,
indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen
yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan (Sugiyono, 2005:86).
Tabel 3.2
Instrumen Skala Likert
No Skala Skor
1 Sangat Setuju 5
2 Setuju 4
3 Kurang Setuju 3
4 Tidak Setuju 2
5 Sangat Tidak Setuju 1
Sumber: Sugiyono (2005 : 86)
3.6 Populasi Dan Sampel
Populasi pada penelitian ini dilakukan pada karyawan PT Jamsostek (Persero)
Kanwil I Medan yang berjumlah 32 orang. Sedangkan prosedur penarikan sampel
pada penelitian ini menggunakan metode sensus, yaitu teknik penentuan sampel bila
semua anggota populasi dijadikan sampel. Metode ini dipergunakan karena setiap
unit harus diukur semangat kerjanya dan karena jumlah responden yang terbatas
sehingga sampel yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 32 orang.
3.7 Jenis Data
Prosedur pengambilan data dalam penelitian ini adalah menggunakan:
1. Data Primer
Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung
dari responden yang ada dilokasi penelitian. Data tersebut diperoleh dari hasil
wawancara dan diskusi dengan atasan karyawan serta dari hasil kuesioner.
Data yang diperoleh untuk melengkapi data primer yang meliputi data mengenai
sejarah dan perkembangan perusahaan, struktur organisasi, dan uraian tugas
perusahaan, jumlah karyawan, serta buku-buku ilmiah, situs internet, dan literatur
lainnya yang diperoleh sehubungan dengan masalah yang diteliti.
3.8 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data, antara lain:
1. Daftar Pertanyaan atau Kuisioner
Teknik Pengumpulan Data dengan cara menyiapkan satu set pernyataan yang
tersusun secara sistematis dan standar yang diberikan kepada responden yaitu
dalam hal ini adalah para karyawan PT Jamsostek (Persero) Kanwil I Medan.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan berupa tanya jawab dengan perwakilan pihak
manajemen perusahaan yang berkaitan dengan sejarah perusahaan, struktur
organisasi, semangat kerja, gaya kepemimpinan, iklim organisasi, dan
lain-lain.
3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan dengan memperoleh data melalui buku-buku,
dokumen, internet dan literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan