BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja adalah suatu periode dalam perkembangan individu yang merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi perubahan-perubahan biologis, kognitif dan psikososial (Santrock, 2001). Selanjutnya Monks (2001) membagi usia remaja dalam tiga tahapan yaitu : remaja awal (12-15 tahun), remaja tengah (15-18 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun).
Pada masa remaja, yang berkembang bukan hanya fisiknya saja tetapi juga kognitif, hubungan sosial, kemandirian, dan harga diri (Papalia, Olds & Fieldman, 2001). Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk memberi penilaian terhadap segala sesuatu, termasuk terhadap dirinya sendiri (Sukadji & Singgih, 2001). Menurut Tambunan (2001) masa yang paling penting dan menentukan perkembangan harga diri individu adalah masa remaja. Harga diri adalah penilaian yang dibuat individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang diekspresikan ke dalam sikap setuju atau tidak setuju, sehingga terlihat tingkat dimana individu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting, sukses, dan berharga (Coopersmith, 1967). Selanjutnya Santrock (2002) menyatakan harga diri adalah dimensi evaluatif global harga diri.
Harga diri diperoleh melalui proses pengalaman yang terus menerus terjadi dalam diri seseorang (Branden, 1981). Harga diri individu terbentuk berdasarkan pada pandangan orang lain terhadap dirinya dan bagaimana individu sendiri mempersepsikan pengalaman hidupnya (Baron & Byrne, 1997). Kebutuhan harga diri pada individu merupakan kebutuhan yang sangat penting (Maslow dalam Tjahningsih & Nuryoto, 1994).
Penelitian menunjukkan bahwa harga diri penting bagi remaja sebagai motivasi untuk sukses, meraih prestasi, dan meraih kesehatan mental. Remaja dengan harga diri yang tinggi merespon stress dalam hidup nya secara konstruktif dan memiliki cara yang positif dalam memecahkan masalah. Individu dengan harga diri yang rendah lebih sering mengalami gangguan emosional dan perilaku seperti: cemas, depresi, kenakalan remaja, bunuh diri, penyalahgunaan obat-obatan, dan eating disorders (Dacey & Kenny, 1997).
Hasil penelitian 50 studi meta-analysis terhadap harga diri sepanjang rentang kehidupan, menyatakan bahwa pada masa kanak-kanak dan remaja awal harga diri relatif kurang stabil namun menjadi lebih kuat pada masa remaja akhir dan dewasa awal (Trzesniewski et al., dalam Shaffer, 2005).
Hasil penelitian yang dilakukan Afiatin & Martaniah (1998) terhadap remaja SMA di Kotamadya Yogyakarta menunjukkan bahwa permasalahan yang banyak dirasakan dan dialami oleh remaja pada dasarnya disebabkan oleh kurangnya kepercayaan diri. Masalah tidak percaya diri karena tubuhnya dinilai kurang/tidak ideal baik oleh orang lain maupun oleh dirinya sendiri. Kurangnya percaya diri merupakan salah satu karakteristik individu yang memiliki harga diri yang rendah. Penilaian mengenai penampilan fisik inilah yang dinamakan dengan body image.
Body image adalah sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang
dapat berupa penilaian positif atau negatif (Cash & Pruzinsky dalam Thompson, 1999). Monks (2001) menyatakan bahwa remaja merupakan salah satu penilai yang penting terhadap tubuhnya sendiri sebagai rangsang sosial. Individu yang memiliki body image positif lebih disukai daripada individu yang memiliki body image yang rata-rata atau negatif (Berscheid et al. dalam Noppe & Hughes,
1985). Eating Disorder Awareness and Prevention atau yang disingkat dengan EDAP dalam Small 2001) menyatakan bahwa seseorang yang body image nya positif, memiliki persepsi yang jelas dan benar tentang bentuk tubuh, dan menghargai bentuk tubuh itu. Orang-orang ini juga merasa nyaman dan percaya diri terhadap tubuh mereka. Wanita cenderung merasa sangat memiliki body image yang positif ketika mereka menilai diri mereka sendiri sebagai orang yang
memiliki berat di bawah normal (Basow, 1992).
Eating Disorder Awareness and Prevention atau EDAP (dalam Small
negatif, yaitu merasa janggal atau tidak nyaman dengan tubuhnya, memiliki persepsi yang terdistorsi tentang bentuk tubuh, dimana seseorang merasa bahwa bagian tubuhnya tidak seperti yang seharusnya, bentuk dan ukuran tubuhnya merupakan suatu kegagalan dan mereka juga percaya bahwa hanya orang lain sajalah yang menarik. Orang-orang yang memiliki body image yang negatif memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk berkembangnya eating disorder, depresi, terisolasi, harga diri yang rendah dan obsesi untuk menghilangkan berat badan.
Proses pembentukan body image yang baru pada masa remaja ke dalam diri (self) adalah bagian dari tugas perkembangan yang sangat penting dan biasanya remaja putri mengalami penyesuaian yang lebih sulit daripada remaja putra (Dacey & Kenny, 1997).
Penampilan fisik merupakan penyumbang yang kuat pada harga diri seseorang (Santrock, 1998). Persepsi terhadap penampilan fisik atau disebut juga dengan body image merupakan komponen penting dalam harga diri global remaja. Hal tersebut lebih kuat terjadi selama masa remaja daripada periode lainnya. Harga diri global yaitu sejauh mana individu memberikan penilaian terhadap diri sendiri secara menyeluruh. Health Canada (dalam Small, 2001) menyatakan bahwa body image dan harga diri memiliki kontribusi terhadap self image atau self concept.
Sebuah survey yang dilakukan oleh American Association of University Women pada remaja putri yang ber-usia 16 tahun, bahwa hanya ada 27 % remaja putri yang memberi penilaian positif tentang diri mereka. Walaupun pada saat SMA baik remaja putri maupun putra dilaporkan memiliki tingkat kepuasan diri (self satisfaction) yang rendah dibandingkan pada saat SMP, namun penurunan self satisfaction lebih signifikan terjadi pada remaja putri daripada remaja putra
(Bailey dalam Dacey & Kenny, 1997).
Permasalahan utama yang dihadapi remaja putri terhadap penampilan tubuhnya pada umumnya ialah ingin tampil langsing. Basow (1992) menyatakan bahwa kegemukan atau obesitas merupakan sesuatu hal yang remaja putri takuti. Dengan penampilan yang kurus ataupun langsing maka body image mereka terbentuk lebih positif karena mereka beranggapan tubuh yang langsing dapat diterima atau dipuji masyarakat.
keluhan-keluhan di sekitar remaja putri, yang merasa malu bila memiliki tubuh yang gemuk, tubuh harus langsing agar menjadi remaja putri yang ideal. Akibatnya remaja putri menjadi tidak percaya diri karena tubuhnya dinilai kurang ideal oleh orang lain maupun dirinya sendiri.
Fenomena lain yang ditemui adalah remaja putri yang memiliki badan gemuk atau tidak langsing ternyata mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari munculnya artis-artis atau penari remaja yang bertubuh gemuk. Di sisi lain seorang pakar pengembangan kepribadian, Mien Rachman Uno, mengutarakan bahwa kadangkala seseorang yang memiliki penampilan fisik menarik, tubuh yang langsing bisa menjadi tidak percaya diri. Individu tersebut menjadi kaku dan gelisah bila orang lain memperhatikan atau mengagumi penampilan mereka. (“Back to Beck”, Metro TV, 24 April 2007).
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa remaja putri yang memiliki penampilan fisik yang menarik dan tubuh yang langsing belum tentu menjadi percaya diri dan mampu membawa diri, sebaliknya remaja putri yang memiliki penampilan fisik yang kurang menarik atau memiliki tubuh yang gemuk bahkan bisa menjadi lebih percaya diri. Percaya diri merupakan salah satu karakteristik individu yang memiliki harga diri yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa body image sebagai suatu penilaian subjektif individu terhadap penampilan fisiknya, berhubungan dengan harga diri pada masa remaja khususnya remaja putri. Pada penelitian ini peneliti tertarik untuk melihat apakah ada hubungan antara kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri.
I.B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada hubungan kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri.
I.C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu Psikologi khususnya Psikologi Perkembangan yaitu memperkaya teori tentang kepuasan body image dan harga diri pada remaja putri.
b. Manfaat Praktis
- Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui apakah ada hubungan kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri, sehingga dengan demikian dapat dilakukan tindak lanjut sebagai prevensi terhadap masalah-masalah yang akan muncul.
nantinya tidak mengarahkan mereka pada perilaku-perilaku negatif dan dapat memiliki penilaian yang baik terhadap dirinya.
- Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain untuk meneliti lebih lanjut mengenai kepuasan body image dan harga diri pada remaja putri.
I.D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Pada bab ini akan diuraikan tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan. Teori-teori yang dimuat adalah teori yang berhubungan dengan harga diri dan kepuasan body image pada remaja putri.
BAB III : Metode Penelitian
BAB IV : Analisa dan Interpretasi Data
Pada bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, hasil utama penelitian, dan hasil tambahan penelitian
BAB V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
HUBUNGAN KEPUASAN BODY IMAGE DENGAN HARGA
DIRI PADA REMAJA PUTRI
SKRIPSI
Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi
Oleh:
MEILOSA DIANA S
031301050
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR GRAFIK ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
I.A. Latar Belakang Masalah ... 1
I.B. Tujuan Penelitian ... 8
I.C. Manfaat Penelitian ... 8
I.D.Sistematika Penulisan ... 9
BAB II. LANDASAN TEORI ... 11
II.A. Harga Diri ... 11
II.A.1. Definisi Harga Diri ... 11
II.A.2. Dimensi Harga Diri ... 12
II.A.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri ... 13
II.A.4. Perkembangan Harga Diri ... 14
II.A.5. Karakteristik Individu Berdasarkan Harga diri Yang Dimiliki ... 15
II.B. Body Image ... 17
II.B.2. Kepuasan Body image ... 18
II.B.3. Pengukuran Kepuasan Body Image ... 19
II.B.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Body Image ... 20
II.C. Remaja ... 21
II.C.1. Definisi Remaja ... 21
II.C.2 Karakteristik Perkembangan Remaja ... 24
II.C.2.1. Perkembangan Fisik ... 24
II.C.2.2 Perkembangan Psikologis Remaja ... 25
II.D. Hubungan Kepuasan Body Image dengan Harga Diri pada Remaja Putri ... 26
II.E. Hipotesa Penelitian ... 28
KERANGKA BERPIKIR PENELITI ... 29
BAB III METODE PENELITIAN ... 30
III.A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 30
III.B Definisi Operasional ... 30
III.B.1. Harga diri 31 III.B.2. Body Image ... 32
III.C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 33
III.C.1. Populasi dan Sampel... 33
III.C.2. Metode Pengambilan Sampel ... 34
III.D. Alat Ukur Penelitian ... 34
III.D.2. Skala Kepuasan Body Image ... 35
III.E. Uji Coba Alat Ukur ... 36
III.E.1. Uji Validitas ... 36
III.E.2. Uji Reliabilitas ... 37
III.E.3. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 38
III.E.3.1. Skala Harga Diri ... 38
III.E.3.2. Skala Kepuasan Body Image ... 39
III.F. Prosedur Penelitian ... 41
III.F.1. Tahap persiapan penelitian ... 41
III.F.2. Tahap pelaksanaan penelitian ... 42
III.F.3. Tahap pengolahan data ... 42
III.G. Metode Analisa Data ... 42
BAB IV. ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ... 44
IV.A. Gambaran Subjek Penelitian ... 44
IV.A.1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia... 44
IV.B. Hasil Penelitian ... 45
IV.B.1. Hasil Uji Asumsi Penelitian ... 45
IV.B.1.a. Uji Normalitas Sebaran ... 46
IV.B.1.b. Uji Linearitas Hubungan ... 47
IV.B.2. Hasil Utama Penelitian ... 47
IV.B.3. Hasil Tambahan Penelitian ... 48
Body Image ……….50
IV.B.3.c. Hubungan Kepuasan Body Image dengan Harga Diri Berdasarkan Usia Subjek Penelitian... 52
BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 54
V.A. Kesimpulan Penelitian ... 54
V.B. Diskusi ... 55
V.C. Saran ... 59
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Blue print Skala Harga Diri Sebelum Uji Coba ... 35 Tabel 2 : Blue print Kepuasan Body Image Sebelum Uji Coba ... 36 Tabel 3 : Distribusi Aitem-aitem Skala Harga Diri
Setelah Uji Coba ... 38 Tabel 4 : Distribusi Aitem-aitem Skala Harga diri untuk Penelitian ... 39 Tabel 5 : Distribusi Aitem-aitem Skala Kepuasan Body Image
Setelah Uji Coba ... 40 Tabel 6 : Distribusi Aitem-aitem Skala Kepuasan
Body Image untuk Penelitian ... 40 Tabel 7 : Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia………...44 Tabel 8 : Normalitas Sebaran Variabel Harga Diri dan
Kepuasan Body Image ... 46 Tabel 9 : Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik
untuk Data Harga Diri ... 48 Tabel 10 : Kategorisasi Data Hipotetik Harga Diri ... 49 Tabel 11 : Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik untuk
Data Kepuasan Body Image ... 50 Tabel 12 : Kategorisasi Data Hipotetik Kepuasan Body Image ... 51 Tabel 13 : Hubungan Kepuasan Body Image dengan Harga Diri
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Scatterplot Hubungan Kepuasan Body Image
DAFTAR GRAFIK
BAB II
LANDASAN TEORI
II.A. Harga Diri
II.A.1. Definisi Harga Diri
Baron dan Byrne (2004) mendefenisikan harga diri sebagai penilaian yang dibuat oleh setiap individu yang mengarah pada dimensi negatif dan positif. Hal yang senada diungkapkan oleh Santrock (1998) bahwa harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif. Individu yang memiliki harga diri yang positif akan menerima dan menghargai dirinya sendiri apa adanya. Dalam harga diri tercakup evaluasi dan penghargaan terhadap diri sendiri dan menghasilkan sikap positif atau negatif terhadap dirinya sendiri. Sikap positif terhadap diri sendiri adalah sikap terhadap kondisi diri, menghargai kelebihan dan potensi diri, serta menerima kekurangan yang ada. Sedangkan yang dimaksud dengan sikap negatif adalah sikap tidak suka atau tidak puas dengan kondisi diri, tidak menghargai kelebihan diri dengan melihat diri sebagai sesuatu yang selalu kurang.
Menurut Coopersmith (1967) harga diri adalah penilaian yang dibuat oleh individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya, yang diekspresikan ke dalam sikap setuju atau tidak setuju, sehingga terlihat tingkat dimana individu meyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting, sukses, dan berharga.
berkaitan dengan dirinya yang diekspresikan pada dimensi positif yaitu menghargai kelebihan diri serta menerima kekurangan yang ada dan dimensi negatif yaitu tidak puas dengan kondisi diri, tidak menghargai kelebihan diri serta melihat diri sebagai sesuatu yang selalu kurang.
II.A.2. Dimensi Harga Diri
Dimensi harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967) yaitu: 1. Significance
Penerimaan, perhatian dan kasih sayang yang diterima dari orang lain. Penerimaan ditandai oleh kehangatan, respon positif, ketertarikan serta rasa suka terhadap individu apa adanya. Perwujudan dari rasa penghargaan serta ketertarikan tersebut secara umum dikategorikan dengan istilah penerimaan (acceptance) dan popularitas (popularity), dan kebalikannya adalah penolakan serta isolasi. Dampak utama dari perlakuan serta perwujudan kasih sayang tersebut adalah tumbuhnya perasaan dihargai yang merupakan refleksi dari penghargaan yang diterima dari orang lain. Semakin banyak orang menunjukkan sikap serupa terhadap mereka, dan semakin sering hal itu terjadi, akan semakin besar pula kemungkinan tumbuhnya pemahaman yang positif akan jati dirinya.
2. Power
dapat dilihat dari pengakuan dan penghargaan yang diterima dari orang lain serta sejauh mana orang lain menghargai hak serta ide-idenya.
3. Competence
Tingkat dimana performansi yang tinggi dalam pelaksanaan tugas-tugas yang bervariasi.
4. Virtue
Kepatuhan terhadap prinsip-prinsip etis, moral, dan agama. Individu mematuhi prinsip-prinsip etis, moral, dan agama yang telah diterimanya dan diinternalisasi. Memiliki sikap diri yang positif terhadap keberhasilan untuk memenuhi tujuan dari prinsip-prinsip tersebut.
II.A.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri menurut Coopersmith (1967) yaitu:
1. Perasaan dihargai, diterima dan diperhatikan yang diterima individu dari orang-orang yang penting dalam hidupnya. Hal ini menyebabkan individu menilai dirinya berharga, yang diterapkan dalam pengembangan aspek-aspek di dalam dirinya.
3. Nilai dan aspirasi. Keberhasilan dan kekuatan individu tidak secara langsung diterimanya, tetapi dipilih dan disesuaikan dengan nilai-nilai dan tujuan hidup individu tersebut.
4. Cara individu merespon penilaian orang lain. Individu dapat memperkecil atau menekan penilaian orang lain yang dianggapnya tidak sesuai dengan dirinya. Mereka juga dapat menolak atau mengabaikan penilaian orang lain terhadap mereka.
II.A.4. Perkembangan Harga Diri
Salah satu fungsi dari konsep diri adalah mengevaluasi diri, hasil dari evaluasi diri ini disebut harga diri. Harga diri diperoleh melalui proses pengalaman yang terus menerus terjadi dalam diri seseorang (Branden, dalam Frey & Carlock, 1987). Harga diri bisa berubah khususnya ketika menghadapi transisi kehidupan, seperti: ketika lulus dari Sekolah Menengah Pertama dan akan melanjutkan kuliah, pada saat memperoleh pekerjaan, dan ketika harus kehilangan pekerjaan.
II.A.5. Karakteristik Individu Berdasarkan Harga diri Yang Dimiliki
Coopersmith (1967) mengemukakan ciri-ciri individu sesuai dengan tingkat harga dirinya yaitu:
1. Karakteristik individu dengan harga diri tinggi
a. Menganggap diri sendiri sebagai orang yang berharga
b. Dapat mengontrol tindakannya terhadap dunia luar dirinya dan dapat menerima kritik dengan baik
c. Menyukai tugas baru dan menantang
d. Tidak menganggap dirinya sempurna, tetapi tahu keterbatasan diri dan mengharapkan adanya pertumbuhan dalam dirinya
e. Memiliki nilai-nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang realistis
f. Keyakinan akan dirinya tidak berdasarkan fantasinya, namun karena memang mempunyai kemampuan, kecakapan sosial, dan kualitas diri yang tinggi
g. Tidak terpengaruh pada penilaian orang lain tentang sifat atau kepribadiannya, baik positif ataupun negatif
h. Akan menyesuaikan diri dengan mudah pada suatu lingkungan yang belum jelas
2. Karakteristik individu dengan harga diri sedang
a. Cenderung untuk melibatkan sejumlah pernyataan positif, tetapi lebih pada tahap sedang, baik dalam penilaian kemampuan, rasa berharga dan harapan
b. Individu merefleksikan dirinya pada posisi menengah tetapi secara umum baik dalam penilaian dan kesimpulannya
c. Memandang dirinya lebih baik dari kebanyakan individu pada umumnya tetapi tidak sebaik individu lain yang baik dalam banyak hal d. Pendapatnya lebih dekat dengan orang yang memiliki harga diri tinggi
daripada dengan individu yang memiliki harga diri rendah 3. Karakteristik individu dengan harga diri rendah
a. Menganggap dirinya sebagai orang yang tidak berharga dan tidak disukai
b. Sulit untuk mengontrol tindakan dan perilakunya terhadap dunia luar dirinya dan kurang dapat menerima saran dan kritikan dari orang lain c. Tidak menyukai sesuatu hal atau tugas yang baru, sehingga akan sulit
baginya untuk menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang belum jelas baginya
d. Tidak yakin akan pendapat dan kemampuan diri sendiri sehingga kurang berhasil dalam prestasi akademis dan kurang dapat mengekspresikan dirinya dengan baik
telah berusaha keras, serta kurang dapat menerima segala perubahan dalam dirinya
f. Kurang memiliki nilai dan sikap yang demokratis serta orientasi yang kurang realistis
g. Terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi
h. Selalu merasa khawatir dan ragu-ragu dalam menghadapi tuntutan dari lingkungan
II.B. Body Image
II.B.1. Definisi Body Image
Body image merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang
tubuhnya, apa yang terlihat di depan cermin, dan apa yang dirasakan individu tentang pandangan orang lain terhadap tubuhnya itu (Health Canada dalam Small, 2001).
Menurut Schilder (dalam Carsini, 2002), body image adalah gambaran mental yang terbentuk tentang tubuh seseorang secara keseluruhan, termasuk karakteristik fisik dan fungsional dan sikap terhadap karakteristik tersebut. Papalia, Olds & Fieldman (2001) berpendapat bahwa body image itu bukan hanya gambaran melainkan juga evaluasi penampilan seseorang.
Cash dan Pruzinsky (dalam Thompson et.al. 1999) menyebutkan bahwa body image merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang
berpendapat bahwa body image adalah tingkat kepuasan seseorang terhadap fisiknya yang sekarang (ukuran, bentuk, penampilan secara umum).
Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa body image adalah gambaran mental, evaluasi atau sikap subjektif yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya. Evaluasi atau sikap tersebut bisa perasaan puas/positif atau perasaan tidak puas/negatif terhadap tubuh secara keseluruhan termasuk bentuk tubuh, ukuran tubuh, dan berat tubuh.
II.B.2. Kepuasan Body image
Menurut Hill, Oliver, & Rogers (1992) kepuasan body image adalah derajat kepuasan mengenai berbagai bagian dari karakteristik tubuh seseorang. Seseorang dikatakan memiliki kepuasan body image apabila derajat kepuasan body imagenya tinggi, sebaliknya ia dikatakan memiliki ketidakpuasan body
image apabila derajat kepuasan body imagenya rendah. Hanya ada sedikit remaja
II.B.3. Pengukuran Kepuasan Body Image
Pengukuran kepuasan body image menggunakan MBSRQ
(Multidimensional Body Self-Relation Questionnaire) oleh Cash (dalam Jones, 2001 ) yang terdiri dari beberapa dimensi yaitu:
1. Evaluasi penampilan
Mengukur perasaan menarik atau tidak menarik, kepuasan atau ketidakpuasan terhadap penampilan. Skor yang tinggi mengindikasikan kepuasan dan skor yang rendah mengindikasikan ketidakpuasan.
2. Orientasi penampilan
Mengukur derajat perhatian individu terhadap penampilannya. Skor yang tinggi menunjukkan individu menginvestasikan waktu yang banyak dalam memperbaiki penampilannya.
3. Kepuasan area tubuh
Mengukur kepuasan individu terhadap aspek-aspek tertentu dari penampilannya. Adapun aspek-aspek tersebut adalah wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tampilan otot, berat, tinggi, dan penampilan secara keseluruhan.
4. Kecemasan menjadi gemuk
5. Persepsi terhadap ukuran tubuh
Menggambarkan bagaimana seseorang mempersepsi dan menilai berat badannya, dari yang sangat kurus sampai dengan yang sangat gemuk.
II.B.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Body Image
Beberapa tokoh menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi body image. Levine & Smolak (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi body image antara lain: Orang tua
Beberapa penelitian menemukan bahwa ada hubungan antara sikap dan perilaku orangtua dalam menghargai body image mereka sendiri dengan penghargaan body image anak remaja mereka Orangtua dapat mempengaruhi perkembangan body image anak antara lain dengan cara: memilih dan mengkomentari pakaian dan penampilan anak, atau menganjurkan anak untuk berpenampilan dengan cara tertentu dan menghindari makanan tertentu
Teman sebaya
Media massa
Media massa berperan sangat besar dalam menyebarkan informasi mengenai standar tubuh yang ideal. Media tidak hanya memberikan informasi mengenai bentuk tubuh ideal tapi juga memberitahukan cara mencapainya melalui artikel mengenai diet dan olahraga.
Tahap perkembangan
Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja akan berdampak pada kepuasan body image mereka karena belum tentu perubahan yang terjadi sesuai dengan keinginan mereka yang bahkan bisa menimbulkan rasa malu.
Menurut Fallon (dalam Thompson, 1996) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan body image yaitu:
Trend yang sedang berlaku di masyarakat
Trend yang berlaku di masyarakat sangat mempengaruhi citra tubuh seseorang. Trend tentang bentuk tubuh ideal dapat mempengaruhi persepsi individu tentang tubuhnya. Adanya tuntutan untuk selalu tampil menarik dan mempunyai bentuk tubuh ideal dapat mempengaruhi wanita untuk mencapai bentuk tubuh ideal tersebut. Seiring dengan waktu bisa saja trend tentang tubuh yang ideal tersebut berubah.
Sosialisasi
Selain dari faktor-faktor diatas, faktor lain yang turut mempengaruhi kepuasan body image menurut Small (2001) yaitu:
Kebudayaan
Sistem nilai budaya yang dimiliki setiap budaya dapat mempengaruhi body image. Seseorang akan mengikuti konsep ideal yang sesuai dengan sistem
nilai budaya yang dianutnya (Small, 2001).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan body image yaitu : orang tua, teman sebaya, media massa, tahap perkembangan, trend yang sedang berlaku di masyarakat, sosialisasi, dan kebudayaan.
II.C. Remaja
II.C.1. Definisi Remaja
Remaja atau adolescence berasal dari bahasa Latin yaitu adolescere yang berarti “tumbuh” atau tumbuh menjadi dewasa (Rice, 1999). Menurut Hurlock (1999) istilah adolescence mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan, fisik.
ternyata tidak mudah untuk mendefenisikan remaja karena banyaknya ahli yang memberikan batasan usia yang berbeda untuk remaja (Sarwono, 1991).
Monks (2001) membagi usia remaja dalam tiga tahapan : remaja awal (12-15 tahun), remaja pertengahan ((12-15-18 tahun), remaja akhir (18-21 tahun). Bigner (1994) membagi masa remaja dalam dua periode, yaitu: periode remaja awal (usia 13-16 tahun) dan periode remaja akhir (usia 16-18 tahun). Demikian juga Hurlock (1999) membagi masa remaja dalam dua masa yaitu remaja awal (13-16 atau 17 tahun) dan remaja akhir (16 atau 17 tahun-18 tahun).
Menurut Hurlock (1999) remaja dapat didefinisikan berdasarkan kondisi biologis, yaitu masa remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya karena mulai diproduksinya hormon-hormon seksual. Dalam pandangan secara psikologis, seseorang dikatakan mulai menginjak masa dewasa bila ia telah mencapai suatu titik dimana individu tersebut sudah tidak lagi menjalani kehidupannya seperti seorang kanak-kanak karena adanya perbedaan tuntutan, peran, dan berubahnya tugas perkembangan mereka.
Havighurst (dalam Hurlock, 1999) secara umum menyebutkan tugas-tugas perkembangan pada masa remaja, yaitu:
1. Mencapai hubungan baru dan hubungan yang lebih dewasa dengan teman seusia dari dua jenis kelamin.
2. Mencapai peran sosial yang maskulin dan feminin.
4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang yang lebih dewasa lainnya.
5. Mencapai kepastian atau jaminan kemandirian ekonomi. 6. Menyeleksi dan mempersiapkan pekerjaan.
7. Mempersiapkan diri untuk rencana pernikahan dan menghadapi kehidupan berkeluarga.
8. Mengembangkan keahlian-keahlian intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan terhadap kompetensi pribadi sebagai warga negara.
9. Menginginkan dan mencapai tingkah laku yang bertangung jawab secara sosial.
Berdasarkan pada definisi dan batasan usia remaja diatas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah seseorang yang berada pada periode transisi antara masa anak-anak menuju orang dewasa dengan segala perkembangan biologis, psikologis, kognitif, dan psikososial yang berada pada usia 12-21 tahun.
II.C.2 Karakteristik Perkembangan Remaja II.C.2.1. Perkembangan Fisik
Perkembangan biologis pada masa remaja terjadi dengan cepat, terutama pada tahun-tahun awal masa remaja. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi antara lain: pertambahan tinggi badan, matangnya sistem reproduksi, munculnya tanda-tanda seks sekunder, meningkatnya kekuatan otot, dan perubahan berat badan (Newman, 2006). Perubahan-perubahan fisik tersebut menyebabkan kecanggungan bagi remaja karena ia harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya. Misalnya, pertumbuhan payudara yang cepat dan besar akan membuat seseorang remaja putri merasa lain dengan teman-temannya sehingga ia merasa malu dan tersisih (Sarwono, 2001).
Selain itu, pertumbuhan fisik pada masa remaja seringkali terjadi secara tidak proporsional dan berbeda-beda satu individu dengan yang lain, sehingga remaja seringkali merasa tidak puas dan malu dengan tubuhnya karena merasa tubuhnya tidak menarik (Hurlock, 1999). Hal tersebut juga sesuai dengan yang dinyatakan oleh Dacey & Kenny (2001) bahwa remaja sering merasa tidak puas akan perubahan tubuh dan penampilan mereka. Ketidakpuasan terhadap berat badan sangat umum terjadi pada remaja putri (Foster, Wadden & Vogt Rodin dalam Kaplan, 2000). Ketidakpuasan terhadap ukuran tubuh ini meningkat antara usia 12 dan 18 tahun (Pritchard et al. dalam Kaplan, 2000).
II.C.2.2 Perkembangan Psikologis Remaja
Hall & Lindzey (dalam Frey & Carlock, 1987) mengatakan bahwa ada dua arti diri (self), yaitu suatu sikap, perasaan, dan evaluasi terhadap diri seseorang dan sebagai suatu proses berpikir, mengingat, dan menerima.
Carl Rogers (dalam Frey & Carlock, 1987) mendefenisikan diri (self) sebagai suatu susunan dari diri yang sebenarnya, diri ideal, dan diri yang diterima. Semakin kongruen ketiga hal tersebut maka individu akan semakin sehat.
Dapat disimpulkan bahwa self atau diri adalah sikap, perasaan, dan penilaian yang dirasakan seseorang tentang dirinya yang terbentuk melalui proses berpikir, mengingat, dan mempersepsi hal-hal yang terjadi di lingkungannya, yang merupakan komposisi dari diri yang sebenarnya (the real self), diri ideal (ideal self) dan perceived self. Semakin kongruen ketiga hal tersebut, maka akan makin
sehat individu tersebut.
Pada masa remaja, body image merupakan aspek penting dari perkembangan psikologis dan interpersonal individu khususnya remaja putri. Hampir 40-70% remaja putri tidak puas dengan dua atau lebih aspek dari tubuhnya. Pada beberapa negara berkembang, 50-80% remaja putri ingin lebih kurus (Levine & Smolak, dalam Cash & Pruzinsky, 2002).
II.D. Hubungan Kepuasan Body Image dengan Harga Diri pada Remaja Putri
tugas-tugas perkembangan tertentu. Individu juga akan memiliki krisis di setiap tahap perkembangannya. Menurut Havighurst dalam Hurlock (1999) salah satu tugas perkembangan pada masa remaja adalah menerima keadaan fisik dan menggunakannya secara efektif. Pada remaja putri, penampilan fisik lebih penting dan sering merasa tidak puas dibandingkan dengan remaja putra (Dacey & Kenny, 1997).
Pada masa remaja, yang berkembang bukan hanya fisiknya saja tetapi juga kognitif, hubungan sosial, kemandirian, dan harga diri (Papalia, Olds & Fieldman, 2001). Harga diri adalah penilaian yang dibuat individu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang diekspresikan ke dalam sikap setuju atau tidak setuju sehingga terlihat tingkat dimana individu menyakini dirinya sebagai individu yang mampu, penting, sukses, dan berharga (Coopersmith, 1967).
Hasil penelitian 50 studi meta-analysis terhadap harga diri sepanjang rentang kehidupan, menyatakan bahwa pada masa kanak-kanak dan remaja awal harga diri relatif kurang stabil namun menjadi lebih kuat pada masa remaja akhir dan dewasa awal (Trzesniewski et al., dalam Shaffer, 2005). Laki-laki pada umumnya menunjukkan harga diri yang lebih tinggi daripada perempuan setelah remaja awal, sedangkan perempuan dilaporkan memiliki harga diri yang rendah selama masa remaja tengah dan akhir (Cairns et al. dalam Kaplan, 2000). Pada kebanyakan remaja putri, tampaknya penampilan fisik menjadi suatu yang kritis terhadap harga diri (Dacey & Kenny, 2001).
Body image adalah sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang
dkk, 1999). Hampir semua penelitian menunjukkan bahwa remaja putri lebih merasa tidak puas dengan tubuh mereka daripada remaja laki-laki. Adanya ketidakpuasan ini dapat mengarah pada perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, dan menurunnya harga diri, dimana faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan eating disorders (O, Dea & Abraham, dalam Dacey & Travers, 2002).
Menurut Hill, Oliver, & Rogers (1992) kepuasan body image adalah derajat kepuasan mengenai berbagai bagian dari karakteristik tubuh seseorang. Seseorang dikatakan memiliki kepuasan body image apabila derajat kepuasan body imagenya tinggi, sebaliknya ia dikatakan memiliki ketidakpuasan body
image apabila derajat kepuasan body imagenya rendah.
Remaja putri meyakini bahwa penampilan fisik adalah bagian terbesar dari harga diri mereka dan tubuh mereka merupakan sense of self (American Association of University Women, dalam Steese, 2006). Demikian pula dengan Guinn et al. (dalam Kaplan, 2000) yang mengatakan bahwa bagian yang penting dari harga diri seseorang pada masa remaja ditentukan oleh body image.
II.E. Hipotesa Penelitian
KERANGKA BERPIKIR PENELITI
Keterangan garis:
memiliki
salah satu
timbul
mempengaruhi tingkatan
Puas Tidak Puas
Harga Diri Kepuasan
Body Image
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Rendah Remaja Tengah
Tugas Perkembangan
Menerima Keadaan Fisik
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan unsur penting dalam penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (Hadi, 2000). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yaitu metode yang bertujuan untuk melihat hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain (Hadi, 2000).
III.A. Identifikasi Variabel Penelitian
Untuk dapat menguji hipotesa penelitian, terlebih dahulu dilakukan identifikasi variabel-variabel yang ada dalam penelitian. Variabel-variabel tersebut adalah :
Dependent Variabel (variabel tergantung) : Harga diri
Independent Variabel (variabel bebas) : Kepuasan Body Image
III.B Definisi Operasional
III.B.1 Harga diri
Harga diri merupakan penilaian atau pandangan individu terhadap dirinya atau hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang diekspresikan pada dimensi positif yaitu menghargai kelebihan diri serta menerima kekurangan yang ada dan dimensi negatif yaitu tidak puas dengan kondisi diri, tidak menghargai kelebihan diri serta melihat diri sebagai sesuatu yang selalu kurang.
Harga diri dalam penelitian ini akan diungkap dengan menggunakan alat yang berupa skala yang disusun berdasarkan empat dimensi harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967) yaitu:
1). Significance, yaitu penerimaan, perhatian dan kasih sayang yang diterima dari orang lain. Penerimaan ditandai oleh kehangatan, respon positif, ketertarikan serta rasa suka terhadap individu apa adanya. Perwujudan dari rasa penghargaan serta ketertarikan tersebut secara umum dikategorikan dengan istilah penerimaan (acceptance) dan popularitas (popularity), dan kebalikannya adalah penolakan serta isolasi.
2). Power, yaitu kemampuan seseorang untuk mempengaruhi terjadinya sesuatu dengan mengendalikan sikap dirinya maupun orang lain. Secara umum pengaruhnya dapat dilihat dari pengakuan dan penghargaan yang diterima dari orang lain serta sejauh mana orang lain menghargai hak serta ide-idenya. 3). Competence, yaitu tingkat dimana performansi yang tinggi dalam pelaksanaan
tugas-tugas yang bervariasi.
diterimanya dan diinternalisasi. Memiliki sikap diri yang positif terhadap keberhasilan untuk memenuhi tujuan dari prinsip-prinsip tersebut.
Semakin tinggi skor yang diperoleh individu dalam skala harga diri yang diberikan, artinya semakin tinggi harga diri yang dimilikinya. Sebaliknya, semakin rendah skor skala harga diri yang diperoleh, maka semakin rendah juga harga diri yang dimilikinya.
III.B.2. Body Image
Body image adalah gambaran mental, evaluasi atau sikap subjektif yang
dimiliki seseorang terhadap tubuhnya. Evaluasi atau sikap tersebut bisa perasaan suka (puas/positif) atau perasaan tidak suka (tidak puas/negatif) terhadap tubuh secara keseluruhan termasuk bentuk tubuh, ukuran tubuh, dan berat tubuh. Kepuasan body image diukur dengan menggunakan skala yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Cash (dalam Jones, 2001) yaitu:
1). Evaluasi penampilan, yaitu mengukur perasaan menarik atau tidak menarik, kepuasan atau ketidakpuasan terhadap penampilan. Skor yang tinggi mengindikasikan kepuasan dan skor yang rendah mengindikasikan ketidakpuasan.
3) Kepuasan area tubuh, yaitu mengukur kepuasan individu terhadap aspek-aspek tertentu dari penampilannya. Adapun aspek-aspek tersebut adalah wajah, rambut, tubuh bagian bawah (pantat, paha, pinggul, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), tampilan otot, berat, tinggi, dan penampilan secara keseluruhan.
4). Kecemasan menjadi gemuk, yaitu menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan, kewaspadaan akan berat badan, kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.
5). Persepsi terhadap ukuran tubuh, yaitu menggambarkan bagaimana seseorang mempersepsi dan menilai berat badannya, dari yang sangat kurus sampai dengan yang sangat gemuk.
Semakin tinggi skor seseorang maka semakin tinggi kepuasan body imagenya, dan demikian sebaliknya semakin rendah skor seseorang maka semakin
rendah kepuasan body imagenya.
III.C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel III.C.1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki. Sampel adalah bagian dari populasi, sampel juga harus memiliki sedikitnya satu sifat yang sama agar dapat dilakukan generalisasi (Hadi, 2000).
Pada penelitian ini populasi yang hendak diteliti adalah: 1. Remaja putri di Medan
III.C.2. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Hadi (2000) mengatakan bahwa simple random sampling adalah teknik
pengambilan sampel probability (setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel), jadi semua orang di dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian.
III.D. Alat Ukur Penelitian
Dalam usaha mengumpulkan data penelitian diperlukan suatu alat ukur. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengambilan data dengan menggunakan skala. Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada dua buah skala yaitu skala harga diri dan skala kepuasan body image.
III.D.1. Skala Harga Diri
Skala harga diri disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967) yaitu: significance; competence; power; dan virtue.
Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi nilai 1. Bobot nilai untuk setiap pernyataan yang bersifat tidak mendukung (unfavorable) bergerak dari 1 sampai dengan 4 dengan pilihan Sangat Sesuai (SS) diberi nilai 1, Sesuai (S) diberi nilai 2, Tidak Sesuai (TS) diberi nilai 3, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi nilai 4.
Blue print skala harga diri dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Blue print Skala Harga Diri Sebelum Uji Coba
No Dimensi Favorable Unfavorable Jlh
1. Significance 4,18,28,32, 38,39,44,46.
III.D.2. Skala Kepuasan Body Image
Skala kepuasan body image disusun peneliti berdasarkan dimensi kepuasan body image yang dikemukakan oleh Cash (dalam Jones, 2001) yaitu: evaluasi penampilan; orientasi penampilan; kepuasan area tubuh; kecemasan menjadi gemuk; dan persepsi terhadap ukuran tubuh.
yang bersifat tidak mendukung (unfavorable) bergerak dari 1 sampai dengan 4 dengan pilihan Sangat Sesuai (SS) diberi nilai 1, Sesuai (S) diberi nilai 2, Tidak Sesuai (TS) diberi nilai 3, dan Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi nilai 4.
Blue print skala kepuasan body image dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Blue print Skala Kepuasan Body Image Sebelum Uji Coba
No. Dimensi Favorable Unfavorable Jlh
1. Evaluasi penampilan 6,12,27,29,33,44,76
,81.
3,15,17,51,52,64,71 ,83.
16
2. Orientasi penampilan 14,20,45,60,61,62,6
9,70.
2,8,13,16,26,42,49, 73.
16
3. Kepuasan area tubuh 4,18,30,41,47,56,
74,77, 80,82.
1,11,22,4,32,34, 37,58,65,68.
20
4. Kecemasan menjadi gemuk 5,9,28,31,36,48, 50,63,67,75.
7,10,21,23,38,40, 53,55,59,78.
20
5. Persepsi terhadap ukuran tubuh
19,25,39,46,54,66 35,43,57,72,79,84 12
Jumlah 42 42 84
III.E. Uji Coba Alat Ukur III.E.1. Uji Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur yang valid, tidak hanya mampu mengungkapkan data dengan tepat, akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Dalam penelitian ini kedua skala akan diuji validitasnya berdasarkan pada content validity (validitas isi). Validitas isi ditentukan melalui pendapat profesional dalam
dalam hal ini adalah pendapat dosen pembimbing peneliti sebelum aitem-aitem dijadikan alat ukur. Kemudian dilakukan seleksi aitem untuk memilih aitem-aitem mana yang dapat dijadikan alat ukur sesuai blue print yang ada. Seleksi aitem dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi Pearson Product Moment yang dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 12 for windows. Prosedur pengujian ini menghasilkan koefisien aitem total yang dikenal dengan indeks daya beda aitem dimana setiap butir aitem pada skala dikorelasikan dengan skor total skala (Azwar, 2000).
III.E.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah sejauh mana pengukuran dari suatu alat ukur dapat dipercaya. Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama, diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subyek tidak berubah (Azwar, 2005).
III.E.3. Hasil Uji Coba Alat Ukur
Uji coba alat ukur penelitian yaitu skala kepuasan body image dilakukan terhadap 35 orang remaja putri dan skala harga diri pada 59 orang remaja putri. Uji coba dikenakan kepada remaja putri yang berusia 15-18 tahun. Jumlah skala yang disebarkan sebanyak 84 aitem untuk skala kepuasan body image dan 64 aitem untuk skala harga diri.
III.E.3.1. Skala Harga Diri
Hasil uji coba skala harga diri menunjukkan reliabilitas alpha sebesar 0,902 , dengan nilai rxy aitem bergerak dari -0,476 sampai 0,601. Jumlah aitem
yang diujicobakan adalah 64 aitem dan dari 64 aitem terdapat 40 aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi yang tinggi dimana aitem-aitem tersebut memiliki nilai rxy 0,3. Menurut Azwar (1997), semua aitem yang mencapai
koefisien korelasi minimal 0,300 daya pembedanya dianggap memuaskan. Distribusi aitem-aitem skala harga diri setelah uji coba dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3. Distribusi Aitem-aitem Skala Harga Diri Setelah Uji Coba
No Dimensi Favorable Unfavorable Jlh
1. Significance 4,18,28,32, 38,39,44,46.
Selanjutnya, dari 40 aitem yang diterima dilakukan penyusunan kembali nomor-nomor aitem untuk kemudian digunakan dalam pengambilan data penelitian. Tabel 4 menunjukkan aitem-aitem yang digunakan untuk penelitian. Aitem-aitem dibawah yang diberikan tanda kurung dan cetak tebal merupakan penomoran aitem yang baru yang akan digunakan untuk skala penelitian.
Tabel 4. Distribusi Aitem-aitem Skala Harga Diri untuk Penelitian
No Dimensi Favorable Unfavorable Jlh
1. Significance 18,28,32,39,44.
(8),(17),(20),(24),(28)
3. Competence 17,35,49,60.
(7),(22),(30),(37).
24,31,43,53,56.
(13),(19),(27),(33), (35).
9
4. Virtue 7,15,23,27,33,48,55,6.
(3),(6),(12),(16),(21),
III.E.3.2. Skala Kepuasan Body Image
Hasil uji coba skala kepuasan body image menunjukkan reliabilitas alpha sebesar 0,917, dengan nilai rxy aitem bergerak dari -0,465 sampai 0,793. Jumlah
aitem yang diujicobakan adalah 84 aitem dan dari 84 aitem terdapat 50 aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi yang tinggi dimana aitem-aitem tersebut memiliki nilai rxy 0,3. Tabel 5 menunjukkan aitem-aitem setelah dilakukan uji
Tabel 5. Distribusi Aitem-aitem Skala Kepuasan Body Image Setelah Uji Coba
No. Dimensi Favorable Unfavorable Jlh
1. Evaluasi penampilan 6,12,27,29,33,44,76
,81.
3,15,17,51,52,64,71 ,83.
16
2. Orientasi penampilan 14,20,45,60,61,62,6
9,70.
2,8,13,16,26,42,49,
73.
16
3. Kepuasan area tubuh 4,18,30,41,47,56,
74,77,80,82
1,11,22,4, 32,34,
37,58,65,68.
20
4. Kecemasan menjadi gemuk 5,9,28,31,36,48,50, 63,67,75.
7,10,21,23,38,40,53 ,55,59,78.
20
5. Persepsi terhadap ukuran tubuh
19,25,39,46,54,66 35,43,57,72,79,84 12
Jumlah 42 42 84
Keterangan:
Penebalan: Aitem yang diterima/memiliki daya beda tinggi
Tabel 6 menunjukkan aitem-aitem yang digunakan untuk penelitian. Aitem-aitem dibawah yang diberikan tanda kurung dan cetak tebal merupakan penomoran aitem yang baru yang akan digunakan untuk skala penelitian.
Tabel 6. Distribusi Aitem-aitem Skala Kepuasan Body Image untuk Penelitian
No. Dimensi Favorable Unfavorable Jlh
1. Evaluasi
5. Persepsi terhadap
III.F. Prosedur Penelitian
III.F.1. Tahap persiapan penelitian
Dalam tahap persiapan, yang dilakukan oleh peneliti adalah : 1. Pembuatan Alat Ukur
Penelitian ini menggunakan dua alat ukur yang berbentuk skala yang disusun sendiri oleh peneliti. Skala yang pertama yaitu skala harga diri disusun berdasarkan dimensi-dimensi harga diri yang dikemukakan oleh Coopersmith (1967). Skala yang kedua yaitu skala kepuasan body image yang disusun berdasarkan dimensi-dimensi kepuasan body image yang dikemukakan oleh Cash (dalam Jones, 2001). Penyusunan skala ini dilakukan dengan membuat blue print dan kemudian dioperasionalisasikan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan. Skala tersebut terdiri dari 90 aitem yang terdiri dari 40 aitem untuk skala harga diri dan 50 aitem untuk skala kepuasan body image. Skala dibuat dengan tipe Likert dan dalam bentuk buku.
2. Uji coba alat ukur
3. Revisi alat ukur
Setelah peneliti melakukan uji coba alat ukur maka peneliti menguji validitas dan reliabilitas skala. Setelah diketahui aitem-aitem yang memenuhi validitas dan reliabilitasnya, maka kemudian peneliti menyusun aitem-aitem tersebut menjadi alat ukur yang dapat digunakan untuk mengambil data penelitian.
III.F.2. Tahap pelaksanaan penelitian
Setelah alat ukur diujicobakan dan direvisi, maka dilaksanakan pengambilan data penelitian pada tanggal 29 November 2007 di SMA Negeri 7 Medan dan tanggal 30 November 2007 di SMA Swasta Medan Putri Medan. Skala diberikan langsung kepada subjek penelitian. Jumlah subjek penelitian adalah 166 orang.
III.F.3. Tahap pengolahan data
Setelah diperoleh hasil skor skala harga diri dan skala kepuasan body image dari masing-masing subjek penelitian, maka akan dilakukan pengolahan
data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS for windows 12,0 version.
III.G. Metode Analisa Data
mendasari adalah: statistik bekerja dengan angka, statistik bersifat objektif, dan universal (Hadi, 2000).
Metode analisa data yang digunakan untuk pengujian hipotesa dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisa korelasi Pearson Product Moment karena dalam penelitian ini peneliti ingin melihat apakah ada
hubungan kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri. Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi penelitian, yaitu :
1. Uji normalitas sebaran variabel penelitian, yaitu dilakukan untuk mengetahui apakah data dari variabel kepuasan body image dan variabel harga diri dalam penelitian ini sebarannya telah normal. Uji normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov Smirnov. Menurut Hadi (2000), sebaran sampel dinyatakan
normal apabila p0.05 dan sebaliknya sampel tidak terdistribusi dengan normal apabila p0.05.
2. Uji linearitas digunakan untuk melihat hubungan antara variabel kepuasan body image berkorelasi linear dengan variabel harga diri. Uji linearitas
BAB IV
ANALISA DAN INTERPRETASI DATA
Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran keseluruhan hasil penelitian. Diawali dengan pembahasan mengenai gambaran umum subjek penelitian, dilanjutkan dengan analisa dan interpretasi data penelitian serta hasil penelitian.
IV.A. Gambaran Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja putri yang secara keseluruhan berjumlah 166 orang, yang memenuhi kriteria sampel penelitian yaitu remaja putri yang berusia berkisar 15 sampai 18 tahun.
IV.A.1. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Berdasarkan usia, penyebaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 7. Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia Usia Jumlah (N) Persentase
15 tahun 49 29.5
16 tahun 38 22.9
17 tahun 66 39.8
18 tahun 13 7.8
Grafik 1
Penyebaran Subjek Berdasarkan Usia
15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun
Usia
Berdasarkan data pada tabel serta grafik di atas, dapat dilihat bahwa jumlah subjek berdasarkan usia yang terbanyak pada usia 17 tahun sebanyak 66 orang (39.8%), diikuti dengan subjek yang berusia 15 tahun sebanyak 49 orang (29.5%), kemudian subjek dengan usia 16 tahun sebanyak 38 orang (22.9%), dan jumlah subjek yang paling sedikit pada usia 18 tahun yaitu 13 orang (7.8%).
IV.B. Hasil Penelitian
IV.B.1. Hasil Uji Asumsi Penelitian
Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri. Oleh karena itu sebelum analisa
IV.B.1.a. Uji Normalitas Sebaran
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data penelitian setiap variabel telah menyebar secara normal. Uji normalitas dilakukan dengan metode one sample Kolmogorov-Smirnov. Kaidah yang digunakan yaitu jika p>0.05 maka sebaran data normal, sedangkan jika p<0.05 maka sebaran data tidak normal. Pada penelitian ini diperoleh nilai p>0.05, untuk variabel kepuasan body image dan harga diri. Untuk lebih lanjut dapat dilihat sebagai berikut :
a. Data harga diri mengikuti distribusi normal dimana nilai p0.82 (p>0.05) pada tes Kolmogorov Smirnov. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 8.
b. Data kepuasan body image mengikuti distribusi normal dimana nilai p0.865 (p>0.05) pada tes Kolmogorov Smirnov. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Normalitas Sebaran Variabel Harga Diri dan Kepuasan Body Image
Harga Diri
Kepuasan body image
N 166 166
Normal Parameters(a,b) Mean 129.74 112.70
Std. Deviation 16.970 12.456
IV.B.1.b. Uji Linearitas Hubungan
Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel kepuasan body image dan variabel harga diri memiliki hubungan linier. Uji linearitas dilakukan
dengan menggunakan diagram pencar (scatter plot). Dari diagram ini menunjukkan bahwa variabel bebas (kepuasan body image) dan variabel tergantung (harga diri) memiliki hubungan yang linier.
Gambar 1
Scatterplot Hubungan Kepuasan Body Image dengan Harga Diri
Linear Regression
IV.B.2. Hasil Utama Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian ini serta landasan teori yang telah dikemukakan di awal, hipotesa penelitian ini adalah “ada hubungan positif antara kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri”.
1. Ho (Hipotesa Nihil); artinya tidak ada hubungan positif antara kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri.
2. Ha (Hipotesa Alternatif); artinya ada hubungan positif antara kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri.
Dari hasil perhitungan korelasi Pearson Product Moment, diperoleh nilai rxy0.457 (korelasi positif sebesar 0.457) dengan nilai 0.00 (0.05), artinya H
ditolak sehingga konsekuensinya Ha diterima. Dengan diterimanya Ha, maka hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan bahwa “ada hubungan positif antara kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri” dimana hubungan diantara keduanya bermakna lemah karena nilai rxy di bawah 0.5.
IV.B.3. Hasil Tambahan Penelitian
Ada beberapa hasil tambahan dalam penelitian ini antara lain kategorisasi data penelitian pada skala kepuasan body image dan skala harga diri pada remaja putri, hubungan kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri.
IV.B.3.a. Kategorisasi Skor Harga Diri
Deskripsi data harga diri dari hasil penelitian ini dapat dilihat dari perbandingan mean empirik dan mean hipotetik pada tabel di bawah ini:
Tabel 9. Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik untuk Data Harga Diri
N Mean Standar Deviasi Min Max
Empirik 166 112.7 12.456 79 144
Skala harga diri terdiri dari 40 aitem dengan 4 pilihan jawaban yang bergerak dari skor 1 sampai 4. Berdasarkan tabel diatas diperoleh mean hipotetik sebesar 100 (XH=100) dengan standar deviasi sebesar 20 (SDH=20), sedangkan
mean empirik yang diperoleh sebesar 112.7 (XE=112.7) dengan standar deviasi
12.456 (SDE=12.456). Hasil perbandingan antara skor mean empirik dengan skor
mean hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik. Hal ini berarti bahwa harga diri pada subjek penelitian lebih tinggi dari rata-rata harga diri populasi berdasarkan skala harga diri yang disusun oleh peneliti.
Berdasarkan skor hipotetik yang diperoleh dari skala harga diri maka kriteria skor harga diri yang digunakan dalam penelitian ini dibagi atas 3 yakni tinggi, sedang, dan rendah (Azwar, 2005) dengan rumusan sebagai berikut:
Tinggi : Mean 1 SD X
Sedang : Mean 1 SD X Mean 1 SD Rendah : X Mean 1 SD
Gambaran kategorisasi skor harga diri dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 10. Kategorisasi Data Hipotetik Harga Diri Variabel Rentang Nilai Kategori Jumlah
Subjek (N)
Persentase
Harga Diri X 120 Tinggi 43 25.9
80X<120 Sedang 122 73.5
X<80 Rendah 1 0.6
termasuk kategori sedang dan skor yang berada di bawah 80 masuk dalam kategori rendah.
Grafik 2
Kategorisasi Data Hipotetik Harga Diri
tinggi sedang rendah
Berdasarkan data pada tabel serta grafik di atas dapat dilihat bahwa 43 orang (25.9 %) dari subjek penelitian memiliki harga diri yang tinggi, 122 orang (73.5 %) memiliki harga diri yang sedang, dan 1 orang (0.6 %) memiliki harga diri yang rendah.
IV.B.3.b. Kategorisasi Skor Kepuasan Body Image
Deskripsi data kepuasan body image dari hasil penelitian ini dapat dilihat dari perbandingan mean empirik dan mean hipotetik pada tabel di bawah ini :
Tabel 11. Perbandingan Mean Empirik dan Mean Hipotetik untuk Data Kepuasan Body Image
N Mean Standar Deviasi Min Max
Empirik 166 129.74 16.97 80 175
Skala kepuasan body image terdiri dari 50 aitem dengan 4 pilihan jawaban yang bergerak dari skor 1 sampai 4. Berdasarkan tabel diatas diperoleh mean hipotetik sebesar 125 (XH=125) dengan standar deviasi sebesar 25 (SDH=25),
sedangkan mean empirik yang diperoleh sebesar 129.7 (XE=129.74) dengan
standar deviasi 16.97 (SDE=16.97). Hasil perbandingan antara skor mean empirik
dengan skor mean hipotetik menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik. Hal ini berarti bahwa kepuasan body image pada subjek penelitian lebih tinggi dari rata-rata kepuasan body image pada umumnya berdasarkan skala kepuasan body image yang disusun oleh peneliti.
Berdasarkan skor hipotetik yang diperoleh dari skala kepuasan body image maka kriteria skor kepuasan body image yang digunakan dalam penelitian ini dibagi atas 3 yakni tinggi, sedang, dan rendah (Azwar, 2005).
Tabel 12. Kategorisasi Data Hipotetik Kepuasan Body Image Variabel Rentang
Nilai
Kategori Jumlah Subjek (N)
Persentase
Kepuasan Body Image X 150 Tinggi 15 9
100X<150 Sedang 142 85.5
X<100 Rendah 9 5.4
Grafik 3
Kategorisasi Data Hipotetik Kepuasan Body Image
tinggi sedang rendah
Berdasarkan data pada tabel serta grafik di atas dapat dilihat bahwa 15 orang (9 %) dari subjek penelitian memiliki kepuasan body image yang tinggi, 142 orang (85.5 %) memiliki kepuasan body image yang sedang dan 9 orang (5.4 %) memiliki kepuasan body image yang rendah.
IV.B.3.c. Hubungan Kepuasan Body Image dengan Harga Diri Berdasarkan Usia Subjek Penelitian
Untuk melihat hubungan antara kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri berdasarkan usia dapat dilihat dari tabel 13 berikut:
Tabel 13. Hubungan Kepuasan Body Image dengan Harga Diri Berdasarkan Usia Subjek Penelitian
Usia rxy Kesimpulan
15 tahun 0.632 0.000 Signifikan
16 tahun 0.295 0.036 Signifikan
17 tahun 0.402 0.000 Signifikan
Berdasarkan data pada tabel 13 di atas, diperoleh bahwa peran kepuasan body image dalam menjelaskan dampaknya terhadap harga diri remaja putri
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Bab berikut ini berisi mengenai kesimpulan atas sejumlah hasil yang diperoleh dalam penelitian ini. Selanjutnya kesimpulan ini akan didiskusikan berdasarkan teori dan hasil penelitian sebelumnya. Sedangkan pada akhir bab akan dikemukakan saran-saran yang berguna bagi penelitian yang akan datang yang berkaitan dengan tema yang diangkat dalam penelitian ini.
V.A. Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri. Artinya semakin tinggi kepuasan body image yang dimiliki remaja putri, maka harga dirinya makin tinggi, dan sebaliknya semakin rendah kepuasan body image yang dimiliki remaja putri, maka harga dirinya makin rendah.
2. Hasil tambahan penelitian menunjukkan bahwa :
b. Berdasarkan kategorisasi data hipotetik harga diri, maka diperoleh 122 orang (73.5 %) dari 166 orang remaja putri berusia 15-18 tahun yang merupakan sampel penelitian memiliki harga diri yang sedang. c. Berdasarkan kategorisasi data hipotetik kepuasan body image, maka
diperoleh 142 orang (85.5 %) dari 166 orang remaja putri berusia 15-18 tahun yang merupakan sampel penelitian memiliki kepuasan body image yang sedang.
d. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri berdasarkan usia, kecuali pada usia 18 tahun.
V.B. Diskusi
Hasil perhitungan dengan menggunakan Teknik Korelasi Pearson Product Moment diperoleh nilai rxy 0.457 dengan nilai p 0.00, yang berarti hasil
penelitian ini mendukung hipotesa penelitian yaitu terdapat “hubungan positif antara kepuasan body image dengan harga diri pada remaja putri.
Wade & Travis (1998) menyatakan bahwa body image pada masa remaja tampaknya lebih penting dan lebih berpengaruh pada perkembangan konsep diri (self concept) dan harga diri (self esteem) pada remaja putri dibandingkan dengan remaja putra. Remaja putri lebih sering mengalami masalah dan merasa tidak puas dengan body imagenya daripada remaja putra. Ketidakpuasan terhadap tubuh merupakan keyakinan individu bahwa penampilannya tidak memenuhi standar pribadinya, sehingga ia menilai rendah tubuhnya. Hal ini lebih lanjut dapat menyebabkan individu menjadi rentan terhadap harga diri yang rendah, depresi, kecemasan sosial dan menarik diri dari situasi sosial, serta mengalami disfungsi seksual (Cash & Grant dalam Thompson, 1996)
Remaja putri meyakini bahwa penampilan fisik adalah bagian terbesar dari harga diri mereka dan tubuh mereka merupakan sense of self. Apabila individu merasa puas dengan penampilannya maka individu juga cenderung merasa puas dengan diri mereka (American Association of University Women, dalam Steese, 2006).
Sumbangan dari kepuasan body image terhadap harga diri remaja putri adalah sebesar 21 % (R-Square 21 %), hal ini menunjukkan 21 % harga diri remaja putri dipengaruhi oleh kepuasan body image. Selain itu terdapat faktor-faktor lain selain kepuasan body image yang mempengaruhi harga diri seseorang.
bagi individu seperti dalam bidang akademik, keterampilan fisik atau olahraga, dan penerimaan sosial juga turut mempengaruhi harga diri individu (Fredricks & Eccles dalam Shaffer, 2005). Secara umum, harga diri yang tinggi didapat ketika remaja berhasil dalam bidang yang dianggap penting bagi dirinya, sedangkan bila ia gagal dalam bidang yang baginya tidak penting maka harga diri yang rendah tidak akan muncul (James dalam Dacey & Kenny, 1997).
Berdasarkan kategorisasi data hipotetik harga diri, maka diperoleh 122 orang (73.5 %) dari 166 orang remaja putri memiliki harga diri yang sedang. Artinya rata-rata sampel penelitian yaitu remaja putri yang berusia 15-18 tahun memiliki harga diri yang sedang.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pendapat Cairns et al. (dalam Kaplan, 2000) yang menyatakan bahwa remaja khususnya remaja putri dilaporkan memiliki harga diri yang rendah selama masa remaja tengah dan akhir. Pendapat tersebut didukung oleh G. Stanley Hall (dalam Santrock, 1998) menyatakan bahwa pada umumnya remaja memiliki harga diri yang rendah karena masa remaja disebut juga sebagai periode “storm and stress”. Bagi beberapa remaja awal, meninggalkan bangku SD dan memasuki dunia yang lebih luas yakni SMP dan SMA dimana sebagai individu yang paling muda dan hanya memiliki sedikit kemampuan membuat harga dirinya menurun untuk sementara (Harter dalam Sigelman, 2003).
mereka miliki pada awalnya (Trzesniewski dkk dalam Sigelman, 2003). Mereka meninjau kembali konsep diri mereka, dan berasumsi bahwa mereka memiliki kesempatan untuk merasa kompeten pada area-area yang dianggap penting bagi mereka dan adanya penerimaan dan dukungan dari orang tua, teman sebaya, dan orang lain yang mereka anggap berarti dalam kehidupan mereka.
Berdasarkan kategorisasi data hipotetik kepuasan body image, maka diperoleh 142 orang (85.5 %) dari 166 orang remaja putri berusia 15-18 tahun yang merupakan sampel penelitian memiliki kepuasan body image yang sedang. Artinya rata-rata sampel penelitian memiliki kepuasan body image yang sedang.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Levine dan Smolak (dalam Cash, 2002) yang menyatakan bahwa remaja putri lebih sering mengalami masalah dan merasa tidak puas dengan body imagenya daripada remaja putra. Remaja putri banyak yang merasa tidak puas dengan berat dan bentuk tubuh mereka. Ketidakpuasan terhadap tubuh pada wanita merefleksikan adanya keinginan memiliki tubuh yang langsing (Cash & Grant dalam Thompson, 1996). Basow (2002) menegaskan bahwa kegemukan atau obesitas merupakan sesuatu hal yang remaja putri takuti. Namun demikian beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja putri merasa puas dengan penampilan mereka. Hal ini disebabkan karena baik pada remaja putra maupun putri, status sosial ekonomi yang tinggi berhubungan dengan kepuasan body image (Gruber, ddk dalam Owen, 2002).
korelasi sebesar rxy 0.632 dengan nilai 0.000 (0.05 ) dan untuk usia 16
tahun menunjukkan korelasi sebesar rxy 0.295 dengan nilai 0.036 ( 0.05)
dan untuk usia 17 tahun menunjukkan korelasi sebesar rxy 0.402 dengan nilai
0.000 (0.05), sedangkan pada usia 18 tahun menunjukkan korelasi sebesar rxy
0.400 dengan nilai 0.088 (0.05).
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Rossenberg (dalam Dacey & Kenny, 1997) yang menyatakan bahwa semakin bertambahnya usia individu tentu saja akan mempengaruhi perubahan harga dirinya, selain itu Coopersmith (1967) menambahkan bahwa kedewasaan yang biasanya seiring dengan bertambahnya usia akan mempengaruhi harga dirinya kearah yang lebih baik. Adanya hasil penelitian yang tidak sesuai dengan pendapat ahli ini, kemungkinan disebabkan karena keterbatasan sampel penelitian yaitu remaja putri yang berusia 18 tahun. Oleh karena itu mungkin dapat mempengaruhi hasil yang diperoleh.
V.C. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka ada beberapa saran yang diberikan peneliti untuk lebih menyempurnakan hasil maupun penelitian lanjutan, yaitu antara lain:
1. Saran Metodologis
dengan menggunakan metode observasi dan wawancara untuk memperkaya hasil penelitian.
b. Proses pembuatan alat ukur dalam penelitian ini masih memiliki kelemahan dalam hal isi, oleh sebab itu untuk penelitian selanjutnya hendaknya lebih memperhatikan dan memperkuat content validity . c. Memperluas penelitian tidak hanya pada remaja putri yang berada
pada masa remaja tengah (15-18 tahun), tetapi untuk seluruh remaja yaitu remaja awal dan remaja akhir serta wanita dewasa awal karena pada dewasa awal salah satu tugas perkembangan individu adalah menjalin hubungan dengan lawan jenis. Wanita menerima tekanan dari masyarakat untuk selalu tampil menarik. Sebagai akibatnya, wanita belajar melalui pengalaman untuk menyamakan daya tarik fisik dengan harga diri. Wanita diajarkan untuk meyakini bahwa ia bertanggungjawab terhadap kesuksesan dalam hubungan dengan lawan jenis. Melalui pengalaman sosialnya (yang didapat dari media massa, rekan-rekan maupun keluarga), wanita diajarkan untuk menghubungkan kesuksesan dalam hubungan interpersonal dengan daya tarik fisik.