• Tidak ada hasil yang ditemukan

FUNGSI TORTOR PARSIARABU DI DESA SALAON KECAMATAN RONGGURNIHUTA KABUPATEN SAMOSIR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FUNGSI TORTOR PARSIARABU DI DESA SALAON KECAMATAN RONGGURNIHUTA KABUPATEN SAMOSIR."

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

FUNGSI TORTOR PARSIARABU DI DESA SALAON

KECAMATAN RONGGURNIHUTA

KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan

Oleh :

MAGDALENA DINA SIFRA

NIM. 2113142041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TARI

JURUSAN SENDRATASIK

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi , dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2016

(3)
(4)
(5)
(6)

i

ABSTRAK

Magdalena Dina Sifra, 2113142041. Fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir. Jurusan Sendratasik. Program Studi Pendidikan Tari. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan. 2016

Penelitian ini membahas Fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan Rongurnihuta Kabupaten Samosir.

Landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Teori Fungsi menurut Danesi.

Populasi pada penelitian ini adalah tokoh-tokoh adat Batak Toba. Para seniman, serta masyarakat yang tinggal di Desa Salaon Kecamatan Ronggurnihuta Kabuoaten Samosir. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kerja lapangan yang meliputi beberapa langkah yaitu wawancara, observasi langsung, dokumentasi dan studi kepustakaan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif deskriptif.

Hasil penelitian berdasarkan data-data yang terkumpul dapat diketahui bahwa Tortor Parsiarabu merupakan kisah kehidupan partonun pada masyarakat Batak Toba di Samosir dahulunya, khususnya para istri yang telah ditinggal suami dan dimana istri kehilangan suaminya saat mengambil pewarna ulos dari pohon arabu di hutan. Dari sanalah menjadi kebiasaan untuk sekelompok masyarakatan partonun disuatu kampung yang dimana setiap inang na mabalu (istri yang telah kehilangan suami) maka keluarga yang suaminya meninggal dunia akan mengadakan Tortor Parsiarabu dimana yang manortor adalah para istri yang telah kehilangan suami untuk menghibur teman mereka yang baru kehilangan suami agar bangkit dari kesedihan.

(7)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul Fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir” disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Tari di Universitas Negeri Medan (UNIMED).

Dalam penelitian ini banyak kendala yang dihadapi oleh penulis saat menyelesaikan Skripsi ini, namun berkat kemauan penulis serta bantuan dari semua pihak, akhirnya semua kendala itu dapat teratasi. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada :

 Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd Rektor Universitas Negeri Medan

 Dr. Isda Pramuniati, M.Hum Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.

 Uyuni Widiastuti, M.Pd Ketua Jurusan Pendidikan Tari.

 Sitti Rahmah, S.Pd, M.Si Ketua Program Studi Pendidikan Tari.

 Dra. Rr. RHD Nugrahaningsih, M.Si Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah banyak memberi masukan pada saat melakukan penulisan serta memberi arahan dan bimbingan.

 Martozet, S.Sn, MA Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah banyak memberi masukan pada saat melakukan penulisan serta memberi arahan dan bimbingan.

 Yusnizar Heniwaty, S.S.T, M.Hum Dosen Pembimbing Akademik

 Seluruh Dosen Jurusan Sendratasik khususnya Prodi Pendidikan Tari di Fakultas Bahasa dan Seni yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dan Skripsi ini.

(8)

iii

Sihotang yang senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis

 Abror Harahap, S.E yang sudah membantu dalam persiapan pemberkasan

 Guntur Sitohang, Hardoni Sitohang, Jawanter Sitanggang, Narasumber yang memberikan banyak informasi dan masukan mengenai Tortor

Parsiarabu.

 Teman seperjuangan Noni, Novinta, Lailatul, Manda, Marta, Rinda, Kristin, Rini, Devi, Icha, kheli, Linda dan seluruh sahabatku Seni Tari stambuk 2011 serta semua teman-teman yang membantu yang tidak bisa dituliskan satu per satu

Penulis berharap semoga kebaikan yang telah mereka berikan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, Amin.

Medan, Maret 2016 Penulis,

(9)

iv

BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Landasan Teoritis ...8

1. Pengertian Tortor Parsiarabu ... 8

2. Teori Fungsi ... 9

B. Kerangka Konseptual... 10

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian...13

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...14

1. LokasiPenelitian ...14

2. WaktuPenelitian ...14

C. Populasi dan Sampel ...14

1. Populasi ...14

2. Sampel ...15

(10)

v

1. Observasi ...15

2. Wawancara ...16

3. Dokumentasi ...16

4. StudiPustaka ...16

E. Teknik Analisis Data ...18

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...20

1. Letak Geografis ...20

2. Mata Pencarian ...22

3. Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba ...23

B. Kematian Pada Masyarakat Batak Toba ...26

C. Tortor Parsiarabu Pada Masyarakat Batak Toba ...27

1. Asal usul Tortor Parsiarabu ...27

2. Ragam Gerak Tortor Parsiarabu ...30

D. Fungsi Tortor Parsiarabu ...36

1. Tortor Parsiarabu menjadi bentuk komunikasi estetis ...36

2. Tortor ParsiarabuBagian Ritual dan berfungsi Komunal ...41

3. Tortor Parsiarabu Sebagai Peran PentingDalam Fungsi Sosial ...41

E. Elemen pendukung dalam pelaksanaan Tortor Parsiarabu ...42

1. Musik pengiring dalam Tortor Parsiarabu ...42

(11)

vi

DAFTAR TABEL

(12)

vii

DAFTAR GAMBAR

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Budaya merupakan kebutuhan hidup manusia, sekaligus sebagai salah satu

unsur pokok dalam pembangunan manusia dalam kehidupan berbangsa, bernegara

dan bermasyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2006 : 1)

bahwa budaya adalah merupakan lambang identitas dan kepribadian suatu daerah

yang tercermin dalam sikap dan perilaku yang terwujud dalam : 1). Ide-ide,

gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan, 2). Aktivitas kelakuan berpola

dari manusia dalam masyarakat, 3). Benda-benda hasil karya manusia. Dalam

kehidupan sehari-hari, ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak terpisah satu sama

lain, bahkan saling mengisi dan saling berkaitan erat. Kehidupan budaya

Indonesia merupakan perwujudan kepribadian, sumber identitas, dan ketahanan

bangsa, yang mendasari tekad memelihara, membentuk, menghayati dan

mengembangkan nilai-nilai luhur kehidupan, yang tercermin dalam sikap dan

perilaku hidup sehari-hari, yang diperkaya oleh nilai-nilai budaya daerah.Menurut

Rosmala Dewi (2004:53) kebudayaan itu mencakup dua aspek yaitu: (1) Jumlah

dari semua aktivitas (manusia) kebiasaan dan kepercayaan, (2) Keseluruhan dari

semua hasil dan kreativitas manusia, peraturan-peraturan sosial dan keagamaan,

adat istiadat dan kepercayaan yang biasa kita sebut peradaban. Herkovits dan

Malinowyki mengemukakan bahwa cultural determinan berarti segala sesuatu

(14)

2

kompleks yang mencakup pengetahuan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”

Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

kebudayaan yang berbeda-beda yang dilatarbelakangi oleh delapan etnis yaitu :

Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing, Pakpak Dairi,

Sibolga, Melayu dan Nias, sehingga membuat Provinsi ini memiliki hasil budaya

yang banyak serta mengandung norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang

berlaku dalam tata pergaulan masyarakat yang bersangkutan.Menurut Dikson

(1928:27) mematuhi norma-norma serta menjunjung nilai-nilai sangat penting

bagi masyarakat itu sendiri dalam melestarikan kehidupan berbudaya dan

bermasyarakat.

Suku Batak Toba sebagai salah satu suku yang terdapat di Sumatera Utara

memiliki kebudayaan yang mengatur kehidupan mereka, sejak lahir hingga

meninggal,seperti yang terdapat pada Suku Batak Toba yang berada di Samosir

khususnya di Desa Salaon Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir.

Mereka masih menjaga warisan dari leluhur dan nenek moyang terdahulu sebagai

upaya untuk melestarikannya. Dalam hal ini, hasil kesenian yang merupakan

bagian dari kebudayaan dan jarang terdengar oleh masyarakat luar adalah tentang

Tortor Parsiarabu. Tortor Parsiarabu adalah tradisi yang pernah hidup pada

masyarakat Batak Toba sejak zaman dahulu. Parsiarabu adalah sebuah cerita

yang sudah terlupakan dari kisah kehidupan para “Partonun” (penenun ulos) di

Tanah Batak, namun masih diingat oleh orangtua yang berusia 60 tahun keatas

(15)

3

Pada suku Batak Tobaterdapat beberapa sebutan untuk yang meninggal

yaitu: 1) Mate di Bortian adalah meninggal dalam kandungan, 2) Mate Poso-poso

adalah meninggal saat bayi, 3) Mate Dakdanak adalah meninggal saat

kanak-kanak, 4) Mate Bulung adalah meninggal saat remaja, 5)Mate Pupur atau Mate

Ponggol adalah meninggal dewasa tapi belum menikah, 6) Mate Punu Mate di

Paralang-alangan adalah meninggal sesudah menikah, tapi belum atau tidak

punya anak, 7) Mate Mangkar adalah meninggal dengan meninggalkan anak yang

masih kecil-kecil, 8) Mate Hatungganeon adalah meninggal ketika telah memiliki

anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang menikah, namun belum

bercucu, 9) Mate Sarimatua adalah meninggal ketika sudah mempunyai cucu,

tetapi masih ada anaknya yang belum menikah, 10) Mate Saurmatua adalah

meninggal setelah anak menikah dan mempunyai cucu, 11) Mate Mauli Bulung

adalah meninggal setelah semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah

memberikan tidak hanya cucu tetapi cicit dari anak laki-laki dan dari anak

perempuan (Richard Sinaga, 1999:37-42; Delfi Elias Simatupang).

Tortor Parsiarabu merupakan Tortor pada acara kematian dengan tujuan

menghibur. Tortor Parsiarabudilakukan oleh para istri yang sudah ditinggal pergi

(meninggal) oleh suaminya di rumah duka untuk menghibur seorang istri yang

baru saja kehilangan suaminya. Yang dalam bahasa batak disebut Monding,Tortor

ini merupakan wujud ekspresi kesedihan para istri karena ditinggalkan suaminya

untuk selama – lamanya. Parsiarabu berasal dari imbuhan par – arabu, par

artinya orang dan arabu adalahsejenis pohon yang menghasilkan warna

(16)

4

Parsiarabuyang menceritakan kesedihan istri karena kehilangan suaminya saat

mencari arabu (pewarna ulos) di hutan, melakukan “mangandungi” (menangis

sambil mengingat kenangan tentang almarhum suami). Tarian ini bertujuan untuk

menghantarkan doa-doa dan harapan dibalik ulos yang dipakai sebagai

tujung(ulos yang dikepala)dimana ulos sebagai media untuk menutupi rasa

kesedihan namabalu (istri yang baru ditinggal suami) tersebut agar air mata dan

kesedihan tidak terlihat.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik mengangkat tari ini

menjadi topik penelitian untuk memperoleh penjelasan yang lebih dalam tentang

fungsi Tortor Parsiarabu. Oleh karena itu, topik penelitian dengan judul : “Fungsi

Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten

Samosir”.

B. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian diperlukan identifikasi masalah, agar penelitian terarah

serta mencakup masalah yang akan dibahas tidak perlu luas. Sejalan dengan

pendapat Aziz Alimut Hidayah (2007:30) mengatakan bahwa: “masalah adalah

bagian penting dari suatu penelitian, karena masalah membutuhkan suatu proses pemecahan yang sistematis, logis dan ilmiah.” Sesuai dengan pendapat tersebut

dan dari uraian latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi masalah sebagai

berikut:

1. Bagaiman jenis kematian pada masyarakat Batak Toba di Desa Salaon

(17)

5

2. Bagaimana asal usul Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan

Ronggurnihuta Kabupaten Samosir?

3. Bagaimana Fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan

Ronggurnihuta Kabupaten Samosir?

C. Pembatasan Masalah

Dalam suatu penelitian diperlukan adanyapembatasan masalah agar

masalah yang diteliti tidak terlalu luas. Batasan masalah merupakan pertanyaan

yang akan dicari jawabannya melalui penelitian. Hal ini sejalan dengan apa yang

disampaikan Surakhmad (1990 : 36) yang menyatakan bahwa :

“Sebuah masalah yang dirumuskan terlalu luas tidak perlu dipakai sebagai

masalah penyelidikan, tidak akan perna jelas batasan-batasan masalah,

pembatasan ini perlu bukan saja untuk mempermudah atau menyederhanakan

masalah bagi penyelidikan akan tetapi juga menetapkan lebih dahulu segala

sesuatu yang diperlukan dalam memecahkan masalah, waktu, ongkos, dan lain

sebagainya.”

Dengan pertimbangan diatas, luasnya permasalahan dan terbatasnya waktu

dan kemampuan yang ada pada penulis, maka penulis membatasi permasalahan

dengan hanya meneliti :

1. Bagaimana fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan

(18)

6

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah sangat penting kedudukannya di dalam kegiatan

penelitian, karena melakukan perumusan masalah, merupakan kegiatan separuh

dari penelitian itu sendiri, maka peneliti membentuk rumusan masalah

berdasarkan latar belakang masalah serta pembatasan masalah. Menurut

Hariwijaya. M dan Triton P.B (2008 : 46) menyatakan bahwa : “perumusan

masalah disajikan secara singkat dalam bentuk kalimat tanya, yang isinya

mencerminkan adanya permasalahan yang perlu dipecahkan atau yang perlu untuk di jawab”. Oleh karena itu maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut : “Fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan

Ronggurnihuta Kabupaten Samosir?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian menjadi kerangka yang selalu dirumuskan untuk

mendapatkan gambaran yang jelas tentang hasil yang akan diperoleh. Sesuai

dengan pendapat Azril (2001:18) yang menyatakan bahwa tujuan penelitian

tersebut merupakan pernyataan yang mengungkapkan hal yang akan diperoleh

pada akhir penelitian, sehingga dapat dikatakan juga bahwa tujuan adalah jawaban

yang diharapkan oleh peneliti.

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan

(19)

7

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian diharapkan dapat mengisi kebutuhan segala komponen

masyarakat baik instansi terkait, lembaga-lembaga kesenian maupun praktisi

kesenian. Sebuah penelitian diharapkan dapat menanamkan kesadaran, dan

membangkitkan keinginan pada generasi muda. Pada penelitian ini, peneliti

mencakup kegunaan pengembangan ilmu dan manfaat, yaitu sebagai berikut:

1. Sebagai masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan dan

wawasan mengenai Tortor Parsiarabu padamasyarakat Batak Toba.

2. Sebagai media informasi tertulis mengenai Tortor Parsiarabu bagi

masyarakat luas, khususnya Batak Toba.

3. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas di jurusan

Sendratasik Universitas Negeri Medan.

4. Menambah sumber kajian bagi kepustakaan Seni Tari Unimed.

5. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi bagi

(20)

45

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebudayaan merupakan warisan dari leluhur yang sampai sekarang ini

masih dilestarikan masyarakat. Tortor Parsiarabu merupakan warisan budaya dari

masyarakat di Samosir yang berusaha untuk tetap dilestarikan sehingga menjadi

ciri khas budaya itu sendiri dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat di

Samosir. Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan dari Bab 1 sampai Bab IV

dapat diketahui bahwa :

1. Tortor Parsiarabu merupakan tortor yang termasuk dalam upacara

monding yaitu upacara kematian hatungganeon, karena istri yang

kehilangan suaminya dahulunya rata-rata meninggal disaat telah memiliki

anak-anak yang telah menikah namun belum mempunyai cucu. Tarian ini

dahulunya hanya ditarikan oleh para istri yang telah ditinggal suaminya.

2. Asal – usul tortor Parsiarabu adalah martonun, dimana para wanita

menenun ulos dan sang suami mencari pewarna ulos. Namun diperjalanan

dalam mengambil warna ulos tersebut sang suami meninggal dunia, maka

kesedihan yang mendalam dirasakan istri.

3. Fungsi tortor Parsiarabu ialah

a. Tortor Parsiarabu tersebut menjadi bentuk komunikasiestetisTortor

Parsiarabu dapat menjadi bentuk komunikasi estetis yang

mengepresikan emosi dan suasana hati karena mengisahkan tentang

(21)

46

bekerja mencari arabu (pewarna ulos) di hutan mengandung resiko

bahaya yang cukup besar, karena letak hutan di daerah Samosir yang

jauh diatas gunung dan masih penuh dengan binatang buas,

menyebabkan bahaya yang harus dihadapi para pencari arabu cukup

besar. Dengan demikian kematian suami karna mencari arabu di hutan

sangat menyedihkan hati istri yang ditinggalkan. Kesedihan tersebut

diekspresikan dan dikomunikasikan dengan menggunakan ulos sebagai

media untuk menutupi rasa kesedihan istri tersebut agar air mata dan

kesedihan tidak terlihat.

b. Menjadi bagian ritual dan berfungsi komunal

Tortor Parsiarabu muncul dari masyarakat yang dulu bekerja sebagai

partonun. Tortor Parsiarabu tidak termasuk dalam bagian upacara

keagamaan tetapi termasuk dalam upacara kematian hatungganeon

dimana para istri yang telah kehilangan suaminya akan manortor

Parsiarabu dengan tujuan menghibur teman mereka yang baru

kehilangan suami, dimanamereka ikut merasakan kesedihan yang

dirasakan keluarga yang baru kemalangan.

c. Memainkan peran penting dalam fungsi sosial

Tortor Parsiarabu memainkan peran penting dalam fungsi sosial itu

terlihat saat para istri yang telah kehilangan suami datang untuk

menghibur teman mereka yang baru kehilangan suami, dimana mereka

ikut merasakan kesedihan yang dirasakan keluarga yang baru

kemalangan, dan dahulunya ini sering diadakan untuk masyarakat

(22)

47

B. Saran

Desa Salaon Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir termasuk

suku yang mempunyai keanekaragaman kesenian, namun banyak kesenian

peninggalan nenek moyang dari suku Batak Toba tidak diketahui oleh generasi

muda Batak Toba, bahkan tidak tahu sama sekali tentang kesenian daerahnya.

Oleh karena itu penulis mengharapkan ada nya kesadaran dari seniman,

masyarakat dan generasi muda Batak Toba, secara khusus kepada suku Batak

Toba yang ada di Kabupaten Samosir :

1. Kepada generasi muda suku Batak Toba diharapkan lebih peduli dalam

melestarikan peninggalan budaya dari leluhur yang perlu dipublikasikan

ke dunia luar.

2. Kepada Dinas Pariwisata yang berfungsi sebagai menjaga kelestarian

budaya salah satunya kesenian Tortor, sepatutnya agar memberikan

perhatian khusus supaya tidak kehilangan identitas dari kebudayaan

yang dimiliki.

3. Kepada Mahasiswa Universitas Negeri Medan Jurusan Sendratasik

Program Studi Pendidikan Tari agar lebih mencintai dan melestarikan

kebudayaan daerah, dan bisa menjadi acuan untukmeneliti kebudayaan

(23)

48

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatab Praktik, Jakarta: Rineke Cipta

Azril, 2010. Bentuk Dan Gaya Penulisan Karya Tulisan Ilmiah. Jakarta: Universitas Trisakti

Aziz, Alimut Hidayat, 2007. Metode Penelitian Kebudayaan dan Teknik Analisis

Data. Surabaya: Salemba Media

Danesi, M, 2004. Pesan, Tanda, dan Makna, Bandung

Dewi Rosmala, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif, : Bandung Penerbit Alfabeta

Ester, Debora. S, 2009. “Gondang Sebangunan pada Tortor Sigale-gale di Desa Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir”. Skripsi Sendratasik,

Universitas Negeri Medan

Hadi, Sutrisno, 2004. Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta: Andi, Hani, Ummi , dkk

Hariwijaya, M. dan Triton P. B, 2008. Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan

Skripsi. Yogyakarta: Oryza, Hasan, Iqbal

Koentjaraningrat, 2006. Pengantar Antropologi. Jakarta. PT. Rineka cipta

Lindu, Simamora, 2011. “Perkembangan Gondang dan Tortor di Kabupaten Samosir”. Jurnal Sendratasik, Universitas Negeri Medan

Richard, Sinaga, 1999. Meninggal Adat Dalihan Natolu. Jakarta: Dian Utama dan Kerabat

Sarma, Sirait, 2008. “Tortor Dalam Upacara Kematian Saurmatua Pada Masyarakat Batak Toba”. Skripsi Sendratasik, Universitas Negeri Medan

Sedyawati, Edi, 1986. Seni Pertunjukkan, Jakarta: Sinar Harapan

Sinta, Saron, 2008. “Tortor Parsiarabu di Kecamatan Harian Boho Kabupaten Samosir”. Skripsi Sendratasik, Universitas Negeri Medan

Sugiono, 2008.Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta

Sugiono, 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

(24)

49

Sugiono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta

Surakhmad, W. 1990. Metode Penelitian, Jakarta : Gramedia

Tylor, E.B. 1871. Primitif Culture. Jakarta: Gramedia

Yetty, S. 2010.“Perbedaan Peranan Gondang pada Masyarakat Batak Toba Pada Acara Perkawinan dan Kematian”. Skripsi Sendratasik, Universitas

Gambar

Tabel 4.2  Uraian Gerak  Tortor Parsiarabu ............................................................
Gambar Kerangka Konseptual 2.1 ............................................................................

Referensi

Dokumen terkait

Pada godang naposo terdapat tujuh macam tortor, yaitu; tortor mula- mula, tortor somba, tortor mangaliat, tortor sibunga jambu, tortor hatasopisik, tortor

Sehubungan dengan pengembangan pariwisata di Kabupaten Toba Samosir, timbul keinginan dan masyarakat lokal Huta Bolon Simanindo untuk menghidupkan kembali tortor dan

BENTUK TOR – TOR MARTUMBA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KABUPATEN

Rumusan permasalahan yang diangkat adalah bagaimana wujud rancangan Pusat Seni dan Budaya Batak Toba di Samosir–sebagai sarana informasi Batak Toba dan tempat wisata–yang

Makna Inferensial dalam Upacara Mangongkal Holi bagi Masyarakat Batak Toba di Desa Simanindo Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara. Makna

terjadi konflik runtuhnya sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba yang. terletak di Ajibata Kabupaten

Bahasa Batak Toba di Kecamatan Sianjur Mulamula kabupaten Samosir. Menjadi acuan bagi peneliti lain dalam melakukan

laingondang dan tortor mula-mula, gondang dan somba, gondang dan tortor mangaliat, gondang dan tortor sibunga jambu, gondang dan tortor hatasopisik, gondang dan