FUNGSI TORTOR PARSIARABU DI DESA SALAON
KECAMATAN RONGGURNIHUTA
KABUPATEN SAMOSIR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana pendidikan
Oleh :
MAGDALENA DINA SIFRA
NIM. 2113142041
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TARI
JURUSAN SENDRATASIK
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi , dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Maret 2016
i
ABSTRAK
Magdalena Dina Sifra, 2113142041. Fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir. Jurusan Sendratasik. Program Studi Pendidikan Tari. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Medan. 2016
Penelitian ini membahas Fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan Rongurnihuta Kabupaten Samosir.
Landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Teori Fungsi menurut Danesi.
Populasi pada penelitian ini adalah tokoh-tokoh adat Batak Toba. Para seniman, serta masyarakat yang tinggal di Desa Salaon Kecamatan Ronggurnihuta Kabuoaten Samosir. Pengumpulan data dilakukan dengan metode kerja lapangan yang meliputi beberapa langkah yaitu wawancara, observasi langsung, dokumentasi dan studi kepustakaan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif deskriptif.
Hasil penelitian berdasarkan data-data yang terkumpul dapat diketahui bahwa Tortor Parsiarabu merupakan kisah kehidupan partonun pada masyarakat Batak Toba di Samosir dahulunya, khususnya para istri yang telah ditinggal suami dan dimana istri kehilangan suaminya saat mengambil pewarna ulos dari pohon arabu di hutan. Dari sanalah menjadi kebiasaan untuk sekelompok masyarakatan partonun disuatu kampung yang dimana setiap inang na mabalu (istri yang telah kehilangan suami) maka keluarga yang suaminya meninggal dunia akan mengadakan Tortor Parsiarabu dimana yang manortor adalah para istri yang telah kehilangan suami untuk menghibur teman mereka yang baru kehilangan suami agar bangkit dari kesedihan.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan judul “Fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir” disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Tari di Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Dalam penelitian ini banyak kendala yang dihadapi oleh penulis saat menyelesaikan Skripsi ini, namun berkat kemauan penulis serta bantuan dari semua pihak, akhirnya semua kendala itu dapat teratasi. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada :
Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd Rektor Universitas Negeri Medan
Dr. Isda Pramuniati, M.Hum Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan.
Uyuni Widiastuti, M.Pd Ketua Jurusan Pendidikan Tari.
Sitti Rahmah, S.Pd, M.Si Ketua Program Studi Pendidikan Tari.
Dra. Rr. RHD Nugrahaningsih, M.Si Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah banyak memberi masukan pada saat melakukan penulisan serta memberi arahan dan bimbingan.
Martozet, S.Sn, MA Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah banyak memberi masukan pada saat melakukan penulisan serta memberi arahan dan bimbingan.
Yusnizar Heniwaty, S.S.T, M.Hum Dosen Pembimbing Akademik
Seluruh Dosen Jurusan Sendratasik khususnya Prodi Pendidikan Tari di Fakultas Bahasa dan Seni yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dan Skripsi ini.
iii
Sihotang yang senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis
Abror Harahap, S.E yang sudah membantu dalam persiapan pemberkasan
Guntur Sitohang, Hardoni Sitohang, Jawanter Sitanggang, Narasumber yang memberikan banyak informasi dan masukan mengenai Tortor
Parsiarabu.
Teman seperjuangan Noni, Novinta, Lailatul, Manda, Marta, Rinda, Kristin, Rini, Devi, Icha, kheli, Linda dan seluruh sahabatku Seni Tari stambuk 2011 serta semua teman-teman yang membantu yang tidak bisa dituliskan satu per satu
Penulis berharap semoga kebaikan yang telah mereka berikan mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, Amin.
Medan, Maret 2016 Penulis,
iv
BAB II LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEPTUAL A. Landasan Teoritis ...8
1. Pengertian Tortor Parsiarabu ... 8
2. Teori Fungsi ... 9
B. Kerangka Konseptual... 10
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian...13
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ...14
1. LokasiPenelitian ...14
2. WaktuPenelitian ...14
C. Populasi dan Sampel ...14
1. Populasi ...14
2. Sampel ...15
v
1. Observasi ...15
2. Wawancara ...16
3. Dokumentasi ...16
4. StudiPustaka ...16
E. Teknik Analisis Data ...18
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...20
1. Letak Geografis ...20
2. Mata Pencarian ...22
3. Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba ...23
B. Kematian Pada Masyarakat Batak Toba ...26
C. Tortor Parsiarabu Pada Masyarakat Batak Toba ...27
1. Asal usul Tortor Parsiarabu ...27
2. Ragam Gerak Tortor Parsiarabu ...30
D. Fungsi Tortor Parsiarabu ...36
1. Tortor Parsiarabu menjadi bentuk komunikasi estetis ...36
2. Tortor ParsiarabuBagian Ritual dan berfungsi Komunal ...41
3. Tortor Parsiarabu Sebagai Peran PentingDalam Fungsi Sosial ...41
E. Elemen pendukung dalam pelaksanaan Tortor Parsiarabu ...42
1. Musik pengiring dalam Tortor Parsiarabu ...42
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Budaya merupakan kebutuhan hidup manusia, sekaligus sebagai salah satu
unsur pokok dalam pembangunan manusia dalam kehidupan berbangsa, bernegara
dan bermasyarakat. Sebagaimana dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2006 : 1)
bahwa budaya adalah merupakan lambang identitas dan kepribadian suatu daerah
yang tercermin dalam sikap dan perilaku yang terwujud dalam : 1). Ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan, 2). Aktivitas kelakuan berpola
dari manusia dalam masyarakat, 3). Benda-benda hasil karya manusia. Dalam
kehidupan sehari-hari, ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak terpisah satu sama
lain, bahkan saling mengisi dan saling berkaitan erat. Kehidupan budaya
Indonesia merupakan perwujudan kepribadian, sumber identitas, dan ketahanan
bangsa, yang mendasari tekad memelihara, membentuk, menghayati dan
mengembangkan nilai-nilai luhur kehidupan, yang tercermin dalam sikap dan
perilaku hidup sehari-hari, yang diperkaya oleh nilai-nilai budaya daerah.Menurut
Rosmala Dewi (2004:53) kebudayaan itu mencakup dua aspek yaitu: (1) Jumlah
dari semua aktivitas (manusia) kebiasaan dan kepercayaan, (2) Keseluruhan dari
semua hasil dan kreativitas manusia, peraturan-peraturan sosial dan keagamaan,
adat istiadat dan kepercayaan yang biasa kita sebut peradaban. Herkovits dan
Malinowyki mengemukakan bahwa cultural determinan berarti segala sesuatu
2
kompleks yang mencakup pengetahuan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.”
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki
kebudayaan yang berbeda-beda yang dilatarbelakangi oleh delapan etnis yaitu :
Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing, Pakpak Dairi,
Sibolga, Melayu dan Nias, sehingga membuat Provinsi ini memiliki hasil budaya
yang banyak serta mengandung norma-norma dan nilai-nilai kehidupan yang
berlaku dalam tata pergaulan masyarakat yang bersangkutan.Menurut Dikson
(1928:27) mematuhi norma-norma serta menjunjung nilai-nilai sangat penting
bagi masyarakat itu sendiri dalam melestarikan kehidupan berbudaya dan
bermasyarakat.
Suku Batak Toba sebagai salah satu suku yang terdapat di Sumatera Utara
memiliki kebudayaan yang mengatur kehidupan mereka, sejak lahir hingga
meninggal,seperti yang terdapat pada Suku Batak Toba yang berada di Samosir
khususnya di Desa Salaon Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir.
Mereka masih menjaga warisan dari leluhur dan nenek moyang terdahulu sebagai
upaya untuk melestarikannya. Dalam hal ini, hasil kesenian yang merupakan
bagian dari kebudayaan dan jarang terdengar oleh masyarakat luar adalah tentang
Tortor Parsiarabu. Tortor Parsiarabu adalah tradisi yang pernah hidup pada
masyarakat Batak Toba sejak zaman dahulu. Parsiarabu adalah sebuah cerita
yang sudah terlupakan dari kisah kehidupan para “Partonun” (penenun ulos) di
Tanah Batak, namun masih diingat oleh orangtua yang berusia 60 tahun keatas
3
Pada suku Batak Tobaterdapat beberapa sebutan untuk yang meninggal
yaitu: 1) Mate di Bortian adalah meninggal dalam kandungan, 2) Mate Poso-poso
adalah meninggal saat bayi, 3) Mate Dakdanak adalah meninggal saat
kanak-kanak, 4) Mate Bulung adalah meninggal saat remaja, 5)Mate Pupur atau Mate
Ponggol adalah meninggal dewasa tapi belum menikah, 6) Mate Punu Mate di
Paralang-alangan adalah meninggal sesudah menikah, tapi belum atau tidak
punya anak, 7) Mate Mangkar adalah meninggal dengan meninggalkan anak yang
masih kecil-kecil, 8) Mate Hatungganeon adalah meninggal ketika telah memiliki
anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang menikah, namun belum
bercucu, 9) Mate Sarimatua adalah meninggal ketika sudah mempunyai cucu,
tetapi masih ada anaknya yang belum menikah, 10) Mate Saurmatua adalah
meninggal setelah anak menikah dan mempunyai cucu, 11) Mate Mauli Bulung
adalah meninggal setelah semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah
memberikan tidak hanya cucu tetapi cicit dari anak laki-laki dan dari anak
perempuan (Richard Sinaga, 1999:37-42; Delfi Elias Simatupang).
Tortor Parsiarabu merupakan Tortor pada acara kematian dengan tujuan
menghibur. Tortor Parsiarabudilakukan oleh para istri yang sudah ditinggal pergi
(meninggal) oleh suaminya di rumah duka untuk menghibur seorang istri yang
baru saja kehilangan suaminya. Yang dalam bahasa batak disebut Monding,Tortor
ini merupakan wujud ekspresi kesedihan para istri karena ditinggalkan suaminya
untuk selama – lamanya. Parsiarabu berasal dari imbuhan par – arabu, par
artinya orang dan arabu adalahsejenis pohon yang menghasilkan warna
4
Parsiarabuyang menceritakan kesedihan istri karena kehilangan suaminya saat
mencari arabu (pewarna ulos) di hutan, melakukan “mangandungi” (menangis
sambil mengingat kenangan tentang almarhum suami). Tarian ini bertujuan untuk
menghantarkan doa-doa dan harapan dibalik ulos yang dipakai sebagai
tujung(ulos yang dikepala)dimana ulos sebagai media untuk menutupi rasa
kesedihan namabalu (istri yang baru ditinggal suami) tersebut agar air mata dan
kesedihan tidak terlihat.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik mengangkat tari ini
menjadi topik penelitian untuk memperoleh penjelasan yang lebih dalam tentang
fungsi Tortor Parsiarabu. Oleh karena itu, topik penelitian dengan judul : “Fungsi
Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten
Samosir”.
B. Identifikasi Masalah
Dalam penelitian diperlukan identifikasi masalah, agar penelitian terarah
serta mencakup masalah yang akan dibahas tidak perlu luas. Sejalan dengan
pendapat Aziz Alimut Hidayah (2007:30) mengatakan bahwa: “masalah adalah
bagian penting dari suatu penelitian, karena masalah membutuhkan suatu proses pemecahan yang sistematis, logis dan ilmiah.” Sesuai dengan pendapat tersebut
dan dari uraian latar belakang masalah maka dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut:
1. Bagaiman jenis kematian pada masyarakat Batak Toba di Desa Salaon
5
2. Bagaimana asal usul Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan
Ronggurnihuta Kabupaten Samosir?
3. Bagaimana Fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan
Ronggurnihuta Kabupaten Samosir?
C. Pembatasan Masalah
Dalam suatu penelitian diperlukan adanyapembatasan masalah agar
masalah yang diteliti tidak terlalu luas. Batasan masalah merupakan pertanyaan
yang akan dicari jawabannya melalui penelitian. Hal ini sejalan dengan apa yang
disampaikan Surakhmad (1990 : 36) yang menyatakan bahwa :
“Sebuah masalah yang dirumuskan terlalu luas tidak perlu dipakai sebagai
masalah penyelidikan, tidak akan perna jelas batasan-batasan masalah,
pembatasan ini perlu bukan saja untuk mempermudah atau menyederhanakan
masalah bagi penyelidikan akan tetapi juga menetapkan lebih dahulu segala
sesuatu yang diperlukan dalam memecahkan masalah, waktu, ongkos, dan lain
sebagainya.”
Dengan pertimbangan diatas, luasnya permasalahan dan terbatasnya waktu
dan kemampuan yang ada pada penulis, maka penulis membatasi permasalahan
dengan hanya meneliti :
1. Bagaimana fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan
6
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah sangat penting kedudukannya di dalam kegiatan
penelitian, karena melakukan perumusan masalah, merupakan kegiatan separuh
dari penelitian itu sendiri, maka peneliti membentuk rumusan masalah
berdasarkan latar belakang masalah serta pembatasan masalah. Menurut
Hariwijaya. M dan Triton P.B (2008 : 46) menyatakan bahwa : “perumusan
masalah disajikan secara singkat dalam bentuk kalimat tanya, yang isinya
mencerminkan adanya permasalahan yang perlu dipecahkan atau yang perlu untuk di jawab”. Oleh karena itu maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut : “Fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan
Ronggurnihuta Kabupaten Samosir?”.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian menjadi kerangka yang selalu dirumuskan untuk
mendapatkan gambaran yang jelas tentang hasil yang akan diperoleh. Sesuai
dengan pendapat Azril (2001:18) yang menyatakan bahwa tujuan penelitian
tersebut merupakan pernyataan yang mengungkapkan hal yang akan diperoleh
pada akhir penelitian, sehingga dapat dikatakan juga bahwa tujuan adalah jawaban
yang diharapkan oleh peneliti.
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan fungsi Tortor Parsiarabu di Desa Salaon Kecamatan
7
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian diharapkan dapat mengisi kebutuhan segala komponen
masyarakat baik instansi terkait, lembaga-lembaga kesenian maupun praktisi
kesenian. Sebuah penelitian diharapkan dapat menanamkan kesadaran, dan
membangkitkan keinginan pada generasi muda. Pada penelitian ini, peneliti
mencakup kegunaan pengembangan ilmu dan manfaat, yaitu sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi penulis dalam menambah pengetahuan dan
wawasan mengenai Tortor Parsiarabu padamasyarakat Batak Toba.
2. Sebagai media informasi tertulis mengenai Tortor Parsiarabu bagi
masyarakat luas, khususnya Batak Toba.
3. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas di jurusan
Sendratasik Universitas Negeri Medan.
4. Menambah sumber kajian bagi kepustakaan Seni Tari Unimed.
5. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi bagi
45
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebudayaan merupakan warisan dari leluhur yang sampai sekarang ini
masih dilestarikan masyarakat. Tortor Parsiarabu merupakan warisan budaya dari
masyarakat di Samosir yang berusaha untuk tetap dilestarikan sehingga menjadi
ciri khas budaya itu sendiri dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat di
Samosir. Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan dari Bab 1 sampai Bab IV
dapat diketahui bahwa :
1. Tortor Parsiarabu merupakan tortor yang termasuk dalam upacara
monding yaitu upacara kematian hatungganeon, karena istri yang
kehilangan suaminya dahulunya rata-rata meninggal disaat telah memiliki
anak-anak yang telah menikah namun belum mempunyai cucu. Tarian ini
dahulunya hanya ditarikan oleh para istri yang telah ditinggal suaminya.
2. Asal – usul tortor Parsiarabu adalah martonun, dimana para wanita
menenun ulos dan sang suami mencari pewarna ulos. Namun diperjalanan
dalam mengambil warna ulos tersebut sang suami meninggal dunia, maka
kesedihan yang mendalam dirasakan istri.
3. Fungsi tortor Parsiarabu ialah
a. Tortor Parsiarabu tersebut menjadi bentuk komunikasiestetisTortor
Parsiarabu dapat menjadi bentuk komunikasi estetis yang
mengepresikan emosi dan suasana hati karena mengisahkan tentang
46
bekerja mencari arabu (pewarna ulos) di hutan mengandung resiko
bahaya yang cukup besar, karena letak hutan di daerah Samosir yang
jauh diatas gunung dan masih penuh dengan binatang buas,
menyebabkan bahaya yang harus dihadapi para pencari arabu cukup
besar. Dengan demikian kematian suami karna mencari arabu di hutan
sangat menyedihkan hati istri yang ditinggalkan. Kesedihan tersebut
diekspresikan dan dikomunikasikan dengan menggunakan ulos sebagai
media untuk menutupi rasa kesedihan istri tersebut agar air mata dan
kesedihan tidak terlihat.
b. Menjadi bagian ritual dan berfungsi komunal
Tortor Parsiarabu muncul dari masyarakat yang dulu bekerja sebagai
partonun. Tortor Parsiarabu tidak termasuk dalam bagian upacara
keagamaan tetapi termasuk dalam upacara kematian hatungganeon
dimana para istri yang telah kehilangan suaminya akan manortor
Parsiarabu dengan tujuan menghibur teman mereka yang baru
kehilangan suami, dimanamereka ikut merasakan kesedihan yang
dirasakan keluarga yang baru kemalangan.
c. Memainkan peran penting dalam fungsi sosial
Tortor Parsiarabu memainkan peran penting dalam fungsi sosial itu
terlihat saat para istri yang telah kehilangan suami datang untuk
menghibur teman mereka yang baru kehilangan suami, dimana mereka
ikut merasakan kesedihan yang dirasakan keluarga yang baru
kemalangan, dan dahulunya ini sering diadakan untuk masyarakat
47
B. Saran
Desa Salaon Kecamatan Ronggurnihuta Kabupaten Samosir termasuk
suku yang mempunyai keanekaragaman kesenian, namun banyak kesenian
peninggalan nenek moyang dari suku Batak Toba tidak diketahui oleh generasi
muda Batak Toba, bahkan tidak tahu sama sekali tentang kesenian daerahnya.
Oleh karena itu penulis mengharapkan ada nya kesadaran dari seniman,
masyarakat dan generasi muda Batak Toba, secara khusus kepada suku Batak
Toba yang ada di Kabupaten Samosir :
1. Kepada generasi muda suku Batak Toba diharapkan lebih peduli dalam
melestarikan peninggalan budaya dari leluhur yang perlu dipublikasikan
ke dunia luar.
2. Kepada Dinas Pariwisata yang berfungsi sebagai menjaga kelestarian
budaya salah satunya kesenian Tortor, sepatutnya agar memberikan
perhatian khusus supaya tidak kehilangan identitas dari kebudayaan
yang dimiliki.
3. Kepada Mahasiswa Universitas Negeri Medan Jurusan Sendratasik
Program Studi Pendidikan Tari agar lebih mencintai dan melestarikan
kebudayaan daerah, dan bisa menjadi acuan untukmeneliti kebudayaan
48
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatab Praktik, Jakarta: Rineke Cipta
Azril, 2010. Bentuk Dan Gaya Penulisan Karya Tulisan Ilmiah. Jakarta: Universitas Trisakti
Aziz, Alimut Hidayat, 2007. Metode Penelitian Kebudayaan dan Teknik Analisis
Data. Surabaya: Salemba Media
Danesi, M, 2004. Pesan, Tanda, dan Makna, Bandung
Dewi Rosmala, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif, : Bandung Penerbit Alfabeta
Ester, Debora. S, 2009. “Gondang Sebangunan pada Tortor Sigale-gale di Desa Tomok Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir”. Skripsi Sendratasik,
Universitas Negeri Medan
Hadi, Sutrisno, 2004. Metodologi Research Jilid 3. Yogyakarta: Andi, Hani, Ummi , dkk
Hariwijaya, M. dan Triton P. B, 2008. Pedoman Penulisan Ilmiah Proposal dan
Skripsi. Yogyakarta: Oryza, Hasan, Iqbal
Koentjaraningrat, 2006. Pengantar Antropologi. Jakarta. PT. Rineka cipta
Lindu, Simamora, 2011. “Perkembangan Gondang dan Tortor di Kabupaten Samosir”. Jurnal Sendratasik, Universitas Negeri Medan
Richard, Sinaga, 1999. Meninggal Adat Dalihan Natolu. Jakarta: Dian Utama dan Kerabat
Sarma, Sirait, 2008. “Tortor Dalam Upacara Kematian Saurmatua Pada Masyarakat Batak Toba”. Skripsi Sendratasik, Universitas Negeri Medan
Sedyawati, Edi, 1986. Seni Pertunjukkan, Jakarta: Sinar Harapan
Sinta, Saron, 2008. “Tortor Parsiarabu di Kecamatan Harian Boho Kabupaten Samosir”. Skripsi Sendratasik, Universitas Negeri Medan
Sugiono, 2008.Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Alfabeta
Sugiono, 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
49
Sugiono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta
Surakhmad, W. 1990. Metode Penelitian, Jakarta : Gramedia
Tylor, E.B. 1871. Primitif Culture. Jakarta: Gramedia
Yetty, S. 2010.“Perbedaan Peranan Gondang pada Masyarakat Batak Toba Pada Acara Perkawinan dan Kematian”. Skripsi Sendratasik, Universitas