• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 TANJUNG BALAI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN BAHAN AJAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 TANJUNG BALAI."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MENGGUNAKAN TEORI

BRUNER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI

TERTULIS SISWA KELAS VII SMP

NEGERI 1 TANJUNG BALAI

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh GelarMagister Pendidikan Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

AGNES FRANSISCA SAGALA NIM : 8136172002

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i ABSTRAK

AGNES FRANSISCA SAGALA. Pengembangan Bahan Ajar Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Tanjung Balai. Tesis. Medan Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan.2016.

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mendeskripsikan kevalidan, kepraktisan dan keefektifan bahan ajar yang dikembangkan dengan teori Bruner untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa; 2) Mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa melalui pengembangan bahan ajar yang menggunakan teori Bruner. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan menggunakan model pengembangan Four-D yang telah dimodifikasi dan rancangan dalam uji coba menggunakan one group pretest-postest design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Tanjung Balai, sampel untuk uji coba adalah kelas VII-2 dan VII-4. Dari hasil uji coba I dan uji coba II diperoleh: 1) bahan ajar memenuhi keefektifan, kepraktisan dan kevalidan ditinjau dari; a) ketuntasan belajar siswa secara klasikal; b) ketercapaian tujuan pembelajaran; c) aktivitas aktif siswa dan d) respon siswa; 2) peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa dengan menggunakan bahan ajar berbasis teori Bruner; 3) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa menggunakan bahan ajar yang dikembangkan berbasis teori bruner . Selanjutnya, disarankan agar guru dapat menggunakan bahan ajar berbasis teori Bruner sebagai alternatif pembelajaran, dengan bimbingan atau pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dapat terjangkau oleh siswa, sehingga siswa lebih mudah memahami masalah-masalah yang diberikan.

(7)

ii ABSTRACT

AGNES FRANSISCA SAGALA. The Development of Teaching Materials to Improve Problem Solving and Communication Mathematics Skills in Secondary two Students of SMP Negeri 1 Tanjung Balai. Thesis. Mathematics Education Postgraduate State University of Medan. 2017.

This study aimed to describe: 1) the validity, practicality and effectiveness of teaching materials developed by Bruner theory to improve mathematical problem solving and communication students; 2) the problem solving and improvement of students' mathematical communication through the development of teaching materials using the theory of Bruner. This research is a development research. This research was conducted using the Four-D model of development that has been modified and the design of the trials using a one-group pretest-posttest design. The population in this study are all students of SMP Negeri 1 Tanjung Balai, the samples are students of VII-2 and VII-4. The results from test I and II trials obtained; 1) teaching material meets the effectiveness, practicality and validity in terms of; a) students in the classical mastery learning; b) achievement of learning objectives; c) activity of active students and d) student response; 2) to improve students' mathematical communication using theory-based teaching materials Bruner; 3) improvement of mathematics problem solving ability of students to use teaching materials developed based on the theory of Bruner. Furthermore, it is suggested that teachers can use teaching materials Bruner as an alternative theory based learning, with guidance or questions can be affordable given by the students, so that students more easily understand the problems given.

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati penulis mengucap syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Menggunakan Teori Bruner untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP Negeri 1 Tanjung Balai” disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

Pada kesempatan ini dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Martua Manullang, M.Pd selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Yulita Molliq Rangkuti, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang meluangkan waktu disela kesibukannya untuk memberikan ilmu, bimbingan, arahan dan saran-saran yang sangat membangun bagi penulis. 2. Bapak Dr. Mulyono, M.Si, Bapak Dr. Edy Surya, M.Si, dan Bapak Dr.

W.Rajagukguk, M.Pd selaku narasumber yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Ketua Prodi dan Bapak Dr. Mulyono, M.Si selaku Sekretaris Prodi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan yang telah memberi bantuan, arahan, dan nasihat yang sangat berharga bagi penulis.

4. Bang Henri Dalimunthe selaku Staf Administrasi Prodi Pendidikan Matematika yang membantu penulis dalam penyelesaian administrasi sampai akhir.

5. Seluruh bapak/ ibu dosen Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan yang sudan memberikan ilmu pengetahuan yang tidak terhingga dan nasihat yang berharga kepada penulis.

(9)

iv

Gurning, M.Pd selaku Asisten Direktur II Fakultas Pascasarjana Universitas Negeri Medan.

7. Bapak Dr. Dapot Tua Manullang, M.Pd yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penyempurnaan tesis ini

8. Bapak Ahli Edison, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Tanjung Balai yang telah menyediakan tempat bagi penulis untuk meneliti dan Ibu S. Haloho, S.Pd dan ibu N.T. Sihombing, S.Pd selaku guru matematika di kelas VII yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.

9. Teristimewa Ayahanda Drs.Y.M. Sagala dan Ibunda Dra. M. R. Purba yang dengan sepenuh hati memberikan dorongan semangat, doa serta dukungan moril dan material bagi keberhasilan penulis.

10.Terkhusus untuk opung tercinta S.N. Saragih dan tulang Ir. Novendra Purba yang telah memberikan dukungan motivasi kepada penulis.

11.Saudara-saudariku tercinta, adikku Alfian Brando Sagala, Amd., Agri Yanti Sagala, S.Tr, GZ., Arnila Cynthia Sagala, Astri Ifaini Sagala dan Aurora Ruth Praticia Sagala, serta adikku yang selalu menjadi penyemangatku Amelia Octaviana Sagala.

12.Teman-teman seperjuangan di kelas B-4 angkatan 2013 khususnya teman terbaikku Juita dan Rissa kalian semua mempunyai andil yang sangat besar dalam hidupku.

13.Seluruh guru Noble School Medan khususnya buat sahabatku Laura Maryetha Simatupang, S.Pd dan Endang Sari Prima Nababan, S.Pd, Gr., yang selalu memberi dukungan, semangat, doa dan nasihat yang berharga. 14.Teman – teman Pemuda/i gereja GKPS Medan Tenggara II khususnya buat sahabat terdekatku Marissa Pasaribu, S.T., Berny Purba, S.Pd, serta abangku Monang Tobing yang telah memberikan dukungan motivasi kepada penulis.

(10)

v

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga tesis ini dapat memberi manfaat bagi mahasiswa di lingkungan Prodi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED dalam memperkaya khasanah ilmu pendidikan.

Medan, Januari 2017 Penulis,

(11)
(12)

vii

BAB III. METODE PENELITIAN 76

3.1 Subjek dan objek penelitian 76 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 76 3.3 Jenis Penelitian 77 3.4.Prosedur dan Rancangan Penelitian 77 3.4.1 Prosedur Penelitian 77 3.5.1.3. Lembar Observasi Kemampuan Guru Mengelola Pelajaran 86 3.5.1.4. Lembar Angket Respon Siswa 87 3.5.1.5. Lembar Observasi Aktivitas Siswa 87

3.5.1.6. Instrumen Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis siswa 88

3.5.1.7. Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis 91

3.6. Tingkat Kualitas bahan Ajar 93

(13)

vi DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Tingkat Kemampuan Siswa Memecahkan Masalah

Matematika 8

Tabel 1.2. Persentase Kesulitan Siswa pada Setiap Aspek 8 Table 1.3. Analisis Kesalahan Siswa Pada Saat Menyelesaikan

Soal 9

Tabel 2.1. Fase Model Four-D 58

Tabel 3.1. Kisi-Kisi Lembar Vaidasi Buku Siswa 85

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Lembar Validasi LAS 86

Tabel 3.3.Kisi-Kisi Lembar Observasi Kemampuan Guru

Mengelola Pembelajaran 87

Tabel 3.4. Kisi-Kisi Lembar Angket Respon Siswa 88 Tabel 3.5. Kisi-Kisi Instrumen Lembar Aktivitas Siswa 89 Tabel 3.6 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Pemecahan

Masalah 90

Tabel 3.7. Rubrik penskoran Kemampuan Pemecahan

Masalah 91

Tabel 3.8. Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan 92

Tabel 3.9. Rubrik Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis 92 Tabel 3.10.Analisis Data Validasi bahan Ajar 93 Tabel 3.11. Rancangan Uji coba Perangkat Pembelajaran 94 Tabel 3.12.Rekapitulasi Data Penilaian Kevaidan

Perangkat Pembelajaran 96

(14)

vii

Tabel 3.15. Kriteria Derajat Reliabilitas suatu tes 99 Tabel 3.16. Persentase Waktu Ideal dan Batas

Toleransi Aktivitas Siswa 100 Tabel 3.17. Kriteria Kemampuan Guru Mengelola Pelajaran 101 Tabel 3.18. Peningkatan Kemampuan Pemecahan masalah Siswa 115

Tabel 4.1. Nama – nama validator 116

Tabel 4.2. Hasil validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran 117

Tabel 4.3. Hasil Validasi Buku Siswa (BS) 118

Tabel 4.4. Hasil Validasi Buku Guru (BG) 119

Tabel 4.5. Hasil Validasi Lembar Aktivitas Siswa (LAS) 121

Tabel 4.6. Hasil Validasi Tes 122

Tabel 4.7. Saran Dan Revisi Instrumen Penelitian 127 Tabel 4.8. Hasil Perhitungan Validasi Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah dan Komunikasi Matematik Siswa 130

Tabel 4.9. Keskripsi Ketuntasan Belajar Siswa Pada Uji Coba I 131 Tabel 4.10. Tingkat Penguasaan Siswa pada Uji coba I 132 Tabel 4.11. Tingkat Ketuntasan Klasikal Kemampuan Pemecahan

Masalah dan Komunikasi pada Uji Coba I 134 Tabel 4.12. Hasil Analisis Angket Respon Siswa pada UjiCoba I 136 Tabel 4.13. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Uji Coba I 138

(15)

viii

Tabel 4.18. Hasil Analisis Data Angket Respon Siswa

Pada Uji Coba II 144

Tabel 4.19. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran

Uji Coba I 146

Tabel 4.20. Aktivitas Siswa Selama Pembelajaran pada Uji Coba II 148

Tabel 4.21. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan

Komunikasi Matematika Siswa pada Uji Coba I dan II 151

(16)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1. Diagram Alur Modifikasi Model 4D 70

Gambar 4.1. Hasil Analisis Konsep Untuk Materi

Hitung Pecahan 108

Gambar 4.2. Tampilan Materi Operasi Hitung Pecahan 113 Gambar 4.3. Tingkat kemampuan pemecahan masalah

dan Komunikasi matematik Siswa Uji Coba I 131 Gambar 4.4. Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan

Komunikasi Matematik Siswa 132

Gambar 4.5. Persentase Waktu Aktivitas Siswa pada Uji Coba I 139 Gambar 4.6. Tingkat kemampuan pemecahan masalah

dan Komunikasi matematik Siswa Uji Coba II 143 Gambar 4.7. Persentase Ketuntasan Klasikal Kemampuan

Komunikasi Matematika pada Uji Coba II 144

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peran

penting dalam pendidikan.Hal ini terlihat jelas dari banyaknya jam pelajaran

matematika pada kurikulum sekolah di hampir tiap negara. Matematika diajarkan

karena dapat menumbuhkembangkan kemampuan bernalar yaitu berpikir

sistematis, logis dan kritis, mengkomunikasikan gagasan atau ide dalam

memecahkan masalah. Sebagaimana National Research Council (1989 : 1)

menyatakan bahwa “Mathematics is the key to opportunity” yang artinya

matematika adalah kunci kearah peluang-peluang. Melalui belajar matematika,

siswa dibekali dengan kemampuan berpikir logis, analistis, sistematis, kritis, aktif

dan kreatif. Kemampuan tersebut nantinya dapat membuka pintu karir yang

cemerlang serta dapat mempersiapkan siswa untuk bersaing dan berkompetisi di

bidang ekonomi dan teknologi.

Selanjutnya disebutkan pula bahwa “Mathematics is a science of patterns

and order”. Artinya matematika adalah ilmu yang membahas pola (pattern) atau

keteraturan dan tingkatan (order). Sebagaimana diungkapkan oleh Hardy (1992 :

84) , “A mathematician, like a painter or a poet, is a maker of patterns. If his

patterns aremore permanent then theirs, it is because they are made with

ideas”.Lebihlanjut Russefendi (1997 : 73-74) menyatakan “Matematika adalah

(18)

2

terorganisasikan dan ilmu tentang pola dan hubungannya”. Sejalan dengan yang

diungkapkan oleh Hudojo (1988 : 74) bahwa :

“Walaupun matematika memang dapat berdiri sendiri tanpa bantuan ilmu lain, namun dalam perkembangannya matematika diperlukan sebagai bahasa verbal untuk ilmu lain. Aturan-aturan dalam sains yang menjadi landasan teknologi sejauh ini hanya dapat diungkap dalam bahasa matematika. Bahasa matematika yang pada umumnya menggunakan

simbol-simbol merupakan bahasa universal. Karena itu

pemahaman terhadap simbul-simbul tersebut merupakan persyaratan utama untuk dapat memahami bahasa matematika”

Lebih lanjut, Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang

mendasari perkembangan teknologi modern, karena matematika mempunyai

peran penting dalam berbagai disiplin ilmu lain dan mempunyai pengaruh besar

dalam memajukan daya pikir manusia. Negara yang mengabaikan pendidikan

matematika sebagai prioritas utama akan tertinggal dari segala bidang, dibanding

dengan negara-negara yang memberikan tempat bagi matematika sebagai objek

terpenting (Nuridwani, dkk., 2015 : 59).

Matematika juga berperan dalam memajukan negara. Sejalan dengan

kemajuan zaman, tentunya pengetahuan semakin berkembang. Supaya suatu

negara bisa maju, maka negara tersebut perlu memiliki manusia – manusia yang

melek teknologi. Untuk keperluan ini tentunya mereka perlu belajar matematika

terlebih dahulu karena matematika memegang peranan yang penting bagi

perkembangan teknologi itu sendiri.

Pentingnya matematika juga dijabarkan dalam tujuan pendidikan

matematika di sekolah yang secara umum dapat digolongkan menjadi : (1) Tujuan

yang bersifat formal, menekankan kepada menata penalaran dan membentuk

kepribadian siswa. (2) Tujuan yang bersifat material menekankan kepada

(19)

3

tersebut, tergambar jelas bahwa matematika sekolah berperan dalam

mempersiapkan bekal pengetahuan bagi siswa serta pembentukan sikap dan pola

pikirnya.

Menyadari pentingnya matematika, maka seharusnya belajar matematika

adalah pelajaran yang sangat diminati oleh siswa. Namun, kenyataan di lapangan

tidak sejalan dengan yang diharapkan. Kebanyakan siswa tidak menyukai

matematika karena dianggap sulit dan abstrak serta menjadi momok yang

menakutkan bagi siswa. Sebagaimana Ruseffendi (1991) menyatakan bahwa

matematika bagi anak-anak pada umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak

disenangi, dianggap sebagai ilmu yang sukar dan ruwet. Abbdurahman(2003:42)

juga menambahkan bahwa dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah,

matematika merupakan bidang studi yang dianggap paling sulit oleh siswa. Hal ini

sangan berdampak pada hasil belajar siswa. Untuk cakupan yang lebih luas, akan

berdampak pada mutu pendidikan di Indonesia.

Mutu pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Badan Penelitian

dan pengembangan (Litbangkemendikbud, 2011) melaporkan hasil survey Trends

in International Mathematics and Science Study (TIMSS) dan Programme for

International Students Assesment (PISA) bahwa prestasi belajar siswa SMP

Indonesia berada di peringkat 34 dari 45 negara. Walaupun rerata skor naik dari

tahun 1999, Indonesia masih dibawah rerata untuk wilayah ASEAN. Prestasi

belajar siswa Indonesia pada TIMSS 2007 lebih memprihatinkan lagi, skor turun

menjadi 397, jauh lebih rendah dari skor International yaitu 500. Prestasi siswa

pada TIMSS berada pada peringkat 36 dari 49 negara. Bahkan pada tahun 2011,

(20)

4

mencapai level menengah, sementara misalnya Taiwan hampir 50% peserta

didiknya mampu mencapai level tinggi dan advance (Kemendikbud, 2013 : 75).

Data PISA 2003, Indonesia berada di peringkat 38 dari 40 negara, dengan

rerata skor 360. Pada tahun 2006 rerata skor naik menjadi 391, yaitu peringkat 50

dari 57 negara. Sedangkan pada tahun 2009, Indonesia hanya menempati

peringkat 61 dari 65 negara dengan rerata skor international 496. Berdasarkan

hasil analisis PISA, ditemukan bahwa dari 6 level kemampuan yang dirumuskan

dalam studi PISA, Indonesia hanya mampu menguasai pelajaran sampai level 3

saja. Pada tahun 2013 Indonesia menempati peringkat 64 dari 65 negara dengan

rerata skor 375. Data UNESCO menunjukkan, peringkat matematika Indonesia

berada di deretan 34 dari 38 negara. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang

diajarkan di Indonesia berbeda dengan apa yang distandarkan di tingkat

Internasional.

Pemecahan masalah adalah salah satu kemampuan yang sangat

diutamakan di tingkat internasional. Pemecahan masalah telah menjadi fokus

utama pendidikan matematika lebih dari 20 tahun. Demikian pula tujuan yang

diharapkan dalam pembelajran matematika oleh National Council of Teacher of

Mathematics (NCTM). NCTM (2000 : 1) menetapkan lima standar kemampuan

matematis yang harus dimilliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah

(problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan

koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasonig) dan kemampuan

representasi (representation).

Polya (Rickard, 2005:2) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah

(21)

5

pemecahan masalah matematis juga dapat dilihat dari standar pemecahan masalah

yang ditetapkan oleh NCTM bahwa program pembelajaran dari taman

kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: (1) membangun

pengetahuan matematika baru melalui pemecahan masalah; (2) memecahkan

masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam konteks-konteks yang

lain; (3) menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai

untuk memecahkan masalah, dan (4) memonitor dan merefleksikan proses dari

pemecahan masalah matematis.

Dalam pelajaran matematika, soal dapat dinyatakan sebagai suatu masalah

dengan syarat soal tersebut tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang

telah diketahui oleh siswa. Menurut Polya (Suherman, 2001 : 84), solusi soal

pemecahan masalah memuat empat langkah penyelesaian, yaitu: (1) pemahaman

terhadap permasalahan; (2) perencanaan penyelesaian; (3) melaksanakan

perencanaan penyelesaian masalah; dan (4) melihat kembali penyelesaian.

Namun hasil di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan

masalah siswa masih sangat rendah. Berdasarkan hasil observasi lapangan yang

dilakukan Nurdalilah, dkk (2013 : 110) di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan

menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah.

Hasilnya menunjukkan ternyata banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk

memahami maksud soal tersebut, merumuskan apa yang diketahui, rencana

penyelesaian siswa tidak terarah dan strategi penyelesaian dari jawaban yang

dibuat siswa tidak benar.

Selain kemampuan pemecahan masalah, kemampuan lain yang juga

(22)

6

kemampuan komunikasi. Sebagai salah satu mata pelajaran yang penting

diajarkan kepada siswa, maka pembelajaran matematika hendaknya tidak hanya

mencakup berbagai penguasaan konsep matematika, melainkan juga terkait

aplikasinya dalam kehidupan nyata. Kemampuan matematika aplikatif, seperti

mengoleksi, menyajikan, menganalisis, dan menginterpretasikan data,serta

mengkomunikasikannya sangat perlu untuk dikuasi siswa. Salah satu kemampuan

yang harus dimiliki siswa untuk dapat merefleksikan serta mengaplikasikan

pengetahuan yang telah mereka peroleh adalah dengan mengkomunikasikan

secara tertulis ide-ide yang telah tercipta dalam pikiran siswa.

Komunikasi yang terjadi dalam pembelajaran diantaranya interaksi tanya

jawab yang dilakukan guru kepada siswa atau sebaliknya. Dalam pembelajaran,

kemampuan komunikasi yang dimiliki seorang guru hendaklah meliputi

kecakapan seorang guru dalam menyampaikan materi serta mendorong agar setiap

siswa dapat berpartisipasi dan berinteraksi sepenuhnya dalam aktivitas belajar.

Dalam pembelajaran matematika, siswa dituntut untuk dapat berpikir

kemudian mengkomunikasikan kepada siswa lain sehingga mereka saling

memahami satu sama lain. Selama komunikasi terjadi siswa dituntut untuk dapat

menginterpretasikan bahasa matematika kedalam bahsa sehari-hari yang mudah

dimengerti sehingga tujuan tercapai.

Oleh karena itu, kemampuan komunikasi tertulis siswa juga harus

diperhatikan. Sebagaimana David, dkk (2003:1) menyatakan bahwa kemampuan

komunikasi adalah bagian yang penting dalam proses belajar dan mengajar

matematika. Apabila siswa telah mampu mengkomuniaksikan ide-ide mereka

(23)

7

masalah, maka matematika tidak akan menjadi salah satu pelajaran yang ditakuti

oleh siswa lagi. Hal ini pastilah akan mempengaruhi hasil belajar matematika

siswa.

Berkenaan dengan upaya mengukur sejauh mana kemampuan komunikasi

siswa dalam menyelesaikan suatu masalah, Baroody (Anisa, 2014 : 3)

berpendapat bahwa kemampuan komunikasi diungkap dalam kategori, yaitu : a)

aspek drawing yaitu pemunculan model konseptual seperti gambar, diagram,

tabel dan grafik; b) aspek mathematical expressions yaitu membentuk model matematik atau persamaan alajabar; dan c) aspek written texts yaitu argumentasi verbal yang didasarkan pada analisis terhadap gambar dan konsep-konsep formal

dari siswa.

Terkait dengan rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematis siswa khususnya pada materi pecahan juga dialami oleh

siswa SMP Negeri 1 Tanjung Balai. Hal itu diketahui dari dari hasil observasi

awal yang dilakukan di SMP Negeri 1 Tanjung Balai pada tanggal 21 Februari

2015 berupa pemberian tes diagnostik yang berbentuk soal cerita, dengan materi

pecahan pada 35 orang siswa kelas VII-8. Siswa terlebih dahulu harus dapat

memahami isi soal cerita tersebut, merencanakan penyelesaian dan melaksanakan

penyelesaian serta memeriksa kembali penyelesaian masalah yang telah

dilakukan. Salah satu kesulitan yang dialami siswa adalah menyelesaikan soal

cerita yang mengandung soal pemecahan masalah.

Tes ini diberikan dengan batas waktu yang telah ditentukan. Hasil

observasi menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika

(24)

8

Tabel 1.1. Tingkat Kemampuan Siswa Memecahkan Masalah Matematika Tingkat Penguasaan Kategori Banyak Siswa Persentase

80 ≤ skor ≤ 100 Tinggi 3 8, 57 %

60 ≤ skor < 80 Sedang 10 28, 57 %

0 ≤ skor <60 Rendah 22 62,86%

Jumlah 35 100 %

Dari keterangan data di atas, terlihat jelas bahwa rata-rata kemampuan

siswa dalam pemecahan masalah siswa khususnya pada materi pecahan masih

rendah. Hanya 3siswa yang memiliki kemampuan memecahkan masalah

matematika dalam kategori tinggi, 10 siswa dalam kategori sedang dan 22 siswa

berada dalam kategori rendah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa siswa yang

memperoleh nilai tinggi 8,57 %, nilai sedang sebanyak 28,57%dan nilai rendah

sebanyak 62,86%. Dari hasil survei peneliti dengan memberikan tes diagnostik

menunjukkan bahwa ada 5 aspek yang menjadi kesulitan siswa dalam

menyelesaikan pemecahan masalah seperti pada Tabel 1.2

Tabel 1.2. Persentase Kesulitan Siswa pada Setiap Aspek

No Aspek Kesulitan Siswa Persentase

1.

2.

3.

4.

5.

Menuliskan hal yang diketahui pada soal yang diajukan

Menentukan bagian yang perlu ditanya dari soal

(25)

9

Dari tabel di atas, disimpulkan bahwa secara umum, kesulitan siswa

adalah menyelesaikan soal dengan menggunkan model matematika yang telah

ditentukan, yakni sebanyak 96,88%. Dan masih banyak siswa tidak menuliskan

hal yang diketahui pada soal yang diajukan. Berikut adalah beberapa lembar

jawaban siswa yang mewakili kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada

penyelesaian soal yang diberikan.

Tabel.1.3. Analisis kesalahan siswa pada saat menyelesaikan soal

No Masalah Lembar jawaban siswa Analisis kesalahan yang dilakukan

 Strategi yang digunakan

(26)

10

(27)

11

No Masalah Lembar jawaban siswa Analisis kesalahan yang dilakukan

(28)

12

Dari contoh kertas jawaban siswa diatas, dapat disimpulkan bahwa

kemampuan siswa dalam memahami soal cerita serta proses perhitungan pada

operasi hitung pecahan masih tergolong kategori rendah. Siswa masih belum

mampu mengomunikasikan informasi yang ada pada soal. Salah satu

penyebabnya dipengaruhi oleh pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh

guru. Pada umumnya guru hanya berpatokan pada buku cetak tanpa berusaha

untuk mengembangkan meteri yang tersaji di buku agar lebih menarik dan mudah

dimengerti oleh siswa. Nurdilah, dkk (2003 : 111) berpendapat bahawa

Pembelajaran yang selama ini digunakan guru belum mampu mengaktifkan siswa

dalam belajar, memotivasi siswa untuk mengemukakan ide dan pendapat mereka.

Guru sebagai penyampai informasi lebih aktif, sementara siswa pasif

mendengarkan, menyalin dan menjawab pertanyaan jika guru bertanya.

Dengan rendahnya kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi

siswa yang terjadi maka perlu dilakukan cara untuk meningkatkannya. Bahan ajar

merupakan bagian dari sumber belajar. Salah satunya adalah dengan

mengembangkan bahan ajar yang digunakan guru untuk menyampaikan materi

kepada siswa. Sebagaimana Tarigan (1986 : 13) menyatakan buku teks sebagai

buku pelajaran dalam bidang studi tertentu yang disusun oleh para pakar dalam

bidang tersebut yang digunakan untuk menunjang pembelajaran. Jika

pembelajaran tercapai dengan baik maka tentunya akan dapat menunjang kualitas

pendidikan.

Pemilihan bahan ajar dapat membantu guru untuk mengaktifkan siswa

sehingga siswa merasa terlibat dan menumbuhkan rasa tertarik pada materi yang

(29)

13

dipandang dari dua dimensi, yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran

dan proses pengaturan lingkungan agar siswa dapat belajar. Jika pembelajaran

merupakan proses penyampaian materi, pembelajaran membutuhkan peran bahan

ajar yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efisien. Jika pembelajaran

merupakan proses pengaturan lingkungan agar siswa dapat belajar, pembelajaran

membutuhkan berbagai sumber belajar berupa bahan ajar yang dapat mendorong

siswa untuk belajar. Oleh karena itu, keberadaan bahan ajar sangatlah diperlukan

karena melalui bahan ajar guru akan lebih mudah dalam melaksanakan

pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dalam belajar.

Buku sebagai bahan ajar yang digunakan oleh guru juga kurang

menyajikan materi yang memungkinkan siswa untuk terlibat aktif selama proses

belajar. Penyajian materinya sudah bagus, namun perlu tambahan aktivitas yang

memotivasi siswa untuk aktif dalam proses belajar. Buku yang digunakan

cendrung menampilkan soal-soal rutin dan tidak melibatkan siswa menemukan

konsep secara aktif. Contoh soal yang disajikan pada buku pegangan guru dan

siswa adalah soal-soal rutin. Begitupula dengan latihan yang diberikan kepada

siswa. Merupakan soal rutin yang berulang sehingga membuat siswa merasa

bosan untuk mengerjakannya.

Russeffendi (2010 : 83) berpendapat bahwa suatu aktivitas yang

dilakukan dengan ceramah (mendengar) akan dapat diingat siswa 20%, apabila

disampaikan melalui penglihatan dapat diingat siswa 50%, dan apabila dilakukan

dengan berbuat maka akan diingat oleh siswa sebesar 75%. Bruner melalui

teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak sebaiknya diberi

(30)

14

secara khusus dan dapat digunakan oleh siswa untuk memahami suatu konsep

matematika (Dahar, 2011 : 81).Dalam proses memanipulsi benda-benda ini, guru

sering kesulitan mengetahui kapan saat yang tepat untuk memberikan bantuan dan

kapan harus membiarkan siswa berusaha menyelesaikan tugasnya. Jika terlalu

cepat, siswa tidak mengalami mencari ide untuk pemecahan dari masalah yang

diberikan. Jika terlalu lambat diberikan, siswa menjadi frustasi, bosan dan akan

meninggalkan masalah tersebut. Mengingat besarnya dampak manipulasi bagi

daya ingat siswa, maka perlu dikembangkan bahan ajar yang memotivasi ssiwa

untuk terlibat aktif selama proses belajar.

Selain memungkinkan siswa untuk terlibat aktif selama proses belajar,

perlu pula dirancang pembelajaran yang membantu siswa menemukan konsep.

Teori Bruner adalah salah satu teori yang belajar yang memusatkan perhatiannya

pada penanaman konsep pada siswa. Teori Bruner dikenal dengan teori yang

menerapkan belajar penemuan. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan

sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan

sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Berusaha sendiri untuk mencari

pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan

pengetahuan yang benar-benar bermakna.

Bruner mengemukakan bahwa pengetahuan yang diperoleh dengan belajar

penemuan memiliki beberapa kelebihan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama

dan lebih mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang dipelajari

dengan cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang

lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Sehingga akan lebih mudah ketika siswa

(31)

15

kepadanya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan

milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasi-situasi baru. Ketiga,

secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan

kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara kognitif belajar penemuan

melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahakan

masalah tanpa pertolongan orang lain.

Belajar penemuan juga dapat membangkitkan keingintahuan siswa,

memberi motivasi utnuk bekerja terus untuk sampai menemukan

jawaban-jawaban. Lagipula pendekatan ini dapat mengajarkan ketrampilan memecahkan

masalah tanpa pertolongan orang lain an meminta para siswa untuk menganalisis

dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima saja. Struktur suatu bidang

studi terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip bidang

studi itu. Bila serang siswa telah menguasai struktur dasar, tidak akan terlalu sulit

baginya untuk mempelajari bahan-bahan lain dalam bidang studi yang sama. Hal

ini disebabkan karena siswa telah memperoleh kerangka pengetahuan yang

bermakna yang dapat digunakannya untuk melihat hubungan-hubungan yang

essensial sehingga dapat memahami hal-hal yang mendetail.

Dalam belajar penemuan, tujuan belajar bukan hanya memperoleh

pengetahuan saja melainkan untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara

yang dapat melatih kemampuan intelektual para siswa serta merangsang

keingintahuan serta memotivasi siswa. Bruner mengemukakan bahwa belajar

melibatkan 3 proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu

adalah : (1) memperoleh informasi baru (2) transformasi informasi (3) menguji

(32)

16

dewasa melalui penggunaan tiga sistem keterampilan utnuk menyatakan

kemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem tersebut yang sering dikenal

dengan tiga cara penyajian oleh Bruner ketiga cara itu adalah enaktif, ikonik dan

simbolik (Dahar, 2011 : 77) .

Cara penyajian enaktif adalah melalui tindakan, jadi bersifat manipulatif.

Dengan cara ini seseorang mengetahui suatu aspek kenyataan tanpa

menggunakan pikiran dan kata-kata. Jadi, cara ini terdiri atas penyajian

kejadian-kejadian masa lampau melalui respon-respon motorik. Dengan cara ini dilakukan

suatu set kegiatan untuk mencapai hasil tertentu. Misalnya seorang anak secara

enaktif mengetahui bagaimana mengendara sepeda. Cara penyajian ikonik

didasarkan atas pikiran internal. Pengetahuan disajikan oleh sekumpulan gambar

yang mewakili suatu konsep, tetapi tidak mendefinisikan sepenuhnya konsep itu.

Semakin dewasa seseorang maka akan mencapai suatu transisi dari penggunaan

penyajian ikonik yang didasarkan pada penginderaan ke penggunaan penyajian

simbolis yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak dan lebih fleksibel.

Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

judul Pengembangan Bahan Ajar MenggunakanTeori Bruner Untuk

(33)

17

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi identifikasi

masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Hasil belajar siswa matematika siswa rendah.

2. Pemahaman siswa terhadap konsep pecahan siswa masih rendah

3. Bahan ajar yang digunakan oleh guru belum memotivasi siswa berperan

aktif di kelas.

4. Penggunaan model pembelajaran yang tidak tepat dengan karakteristik

materi pelajaran dan metode mengajar, model atau pendekatan yang

kurang bervariasi.

5. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran sangat kurang, terlihat dari

proses belajar mengajar yang berpusat pada guru (teacher centered).

6. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis siwa dan sikap

negatif siswa terhadap matematika

7. Kemampuan komunikasi tertulis siswa masih rendah.

1.3Batasan Masalah

Agar penelitian lebih efektif, jelas dan terarah, dapat mencapai sasaran yang

tepat serta sesuai dengan yang diharapkan, kiranya peneliti perlu membatasi

masalah dalam penelitian ini. Batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Pengembangan bahan ajar dengan menggunakan alat peraga dan teori

Bruner dibatasi pada buku guru, buku siswa, Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran (RPP), Lembar Aktivitas Siswa (LAS) dan tes kemampuan

(34)

18

2. Efektivitas penerapan perangkat pembelajaran dengan menggunakan Teori

Bruner ditinjau dari guru dan siswa.

3. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan

menggunakanteori Bruner.

4. Kemampuan komunikasi dibatasi pada kemampuan komunikasi tertulis

siswa.

5. Materi yang diajarkan dibatasi pada operasi hitung pecahan

1.4Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan batasan masalah diatas, maka

yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana validitas, kepraktisan dan keefektifanbahan ajar yang

dikembangakan dengan menggunakan teori Bruner dalam meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa?

2. Bagaimana peningkatan kemampuan komunikasi tertulis siswa melalui

penerapan bahan ajar yang dikembangkan dengan menggunakan teori

Bruner?

3. Bagaimana peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa melalui penerapan bahan ajar yang dikembangkan dengan

(35)

19

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah memperoleh gambaran

tentang pengembangan bahan ajar dalam meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematika serta kemampuan komunikasi tertulis siswa SMP Negeri 1

Tanjung Balai T.A. 2016/2017. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan

untuk :

1. Mendeskripsikan kevalidan, kepraktisan dan keefektifan bahan ajar yang

dikembangkan dengan teori Bruner untuk meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.

2. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan pemecahan masalahdan

komunikasi matematis siswa melalui pengembangan bahan ajar yang

menggunakanTeori Bruner.

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Bagi siswa dalam memperoleh pengalaman nyata belajar matematika serta

menumbuh kembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis pada

pokok bahasan pecahan dengan menggunakan alat peraga dan teori Bruner.

2. Sebagai masukan bagi guru matematika mengenai teori belajar dan

teknologi dalam membantu siswa meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematis, kemampuan komunikasi matematika serta aktivitas

aktif siswa dalam proses belajar di kelas.

3. Sebagai masukan bagi peneliti lain yang hendak melakukan penelitian

(36)

20

1.7. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan penafsiran istilah-istilah yang digunakan

maka akan dijelaskan beberapa istilah yang didefenisikan secara operasional

dengan tujuan penelitian ini menjadi lebih terarah. Adapun istilah – istilah yang

digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Bahan ajar adalah sekumpulan sumber belajar yang digunakan oleh guru

untuk mengajar.

2. Teori belajar Bruner adalah teori belajar yang lebih mementingkan proses

belajar dari pada hasil belajarnya. Bruner membagi perkembangan kognitif

anak menjadi tiga tahap, yaitu tahap Enaktif, Ikonik dan Simbolik. Penyajian

secara enaktif berlangsung melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan siswa

untuk memperoleh pengetahuan, dalam hal ini, siswa menggunakan

pengetahuan motoriknya untuk memperoleh pengetahuan (learning by doing). Cara ikonik melalui sekumpulan gambar-gambar yang mewakili suatu

konsep, dan cara simbolik menggunakan kata-kata atau bahasa serta

simbol-simbol. Dalam proses belajar, Bruner mengemukakan 4 teorema

pembelajaran, yaitu:

- Teorema konstruksi (Construction theorem). Teorema ini menyatakan

bahwa cara terbaik untuk seseorang mulai belajar suatu konsep

matematika, dalil atau aturan adalah dengan menyusun penyajiannya.

- Teorema Notasi (Notasi theorem). Teorema ini menyatakan bahwa

penyusunan atau penyajian awal dapat dibuat lebih sederhana secara

kognitif dan dipahami lebih baik oleh murid, jika penyajian itu berisi

(37)

21

- Teorema Pengkontrasan dan Variasi (contrast and variation theorem). Teorema ini menyatakan bahwa prosedur beranjak dari penyajian

konkrit ke penyajian yang lebih abstrak, melibatkan operasi contrast

dan variasi.

- Teorema Konektivitas (connectivity theorem). Teorema ini menyatakan

bahwa, setaip konsep, dalil, dan keterampilan matematika ada

koneksinya dengan konsep, dalil, dan keterampilan lain.

3. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa

dalam menyelesaikan masalah matematika yang diberikan padanya dengan

memperhatikan proses menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah

pemecahan masalah, yaitu memahani masalah, merencanakan pemecahan

masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana serta memeriksa kembali

prosedur dan hasil penyelesaian.

4. Kemampuan komunikasi matematika merupakan kemampuan seseorang

dalam mengkomunikasikan gagasan atau ide - ide matematika dengan

simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau

masalah serta mendiskusikannya dengan orang lain.

5. Pengembangan bahan ajar adalah suatu proses untuk memperoleh bahan

ajar yang baik. Bahan ajar yang dikembangkan berdasarkan prosedur

pengembanagn bahan ajar dan telah divalidasi serta dilakukan uji coba.

6. Efektivitas pembelajaran adalah seberapa besar apa yang telah

direncanakan dapat tercapai setelah selesai pembelajaran. Kefektifan

pembelajaran dapat ditentukan melalui ketercapaian ketuntasan klasikal

(38)

22

jika memenuhi aspek-aspek kualitas, antara lain validitas, kepraktisan,

keefektifan.

 Adapun kriteria bahan ajar yang valid ditentukan dari penilaian para ahli.

 Kepraktisan mengacu pada apakah para ahli mempertimbangkan bahwa

materi yang dikembangkan mudah dan dapat digunakan oleh guru dan

siswa. Bahan ajar berbasis teori Bruner dikatakan praktis jika:

- Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berada pada kategori

“baik” (Sholilah, 2015 : 227)

- Hasil lembar observasi pada saat proses pembelajaran dengan bahan

ajar berbasis teori Bruner dapat menunjukkan peningkatan yang positif

terhadap aktivitas siswa.

- para ahli menyatakan bahwa secara teoritis bahan ajar yang diterapkan

di lapangan termasuk dalam kategori “baik”

 Bahan ajar dikatakan efektif jika bahan ajar secara positif berdampak pada

siswa, yaitu:

- Ketuntasan belajar siswa secara klasikal terpenuhi, yaitu minimal 85%

siswa yang mengikuti pelajaran mampu mencapai skor minimal 66

(skor maksimal 100)

- Respon siswa yang ditunjukkan pada lembar pengamatan siswa

(39)

160

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, dipaparkan beberapa kesimpulan sebagai berikut ini:

1. Bahan Ajar yang dikembangkan telah memenuhi kriteria valid, praktis dan efektif, yaitu :

 Bahan ajar yang dikembangkan telah memenuhi kriteria valid berdasarkan

hasil penilaian para ahli dan praktisi terhadap bahan ajar (RPP, LAS, Buku rata-rata validasi total masing-masing : RPP sebesar 4,67 ; Buku Guru sebesar 4,63 ; Buku Siswa 4,35 dan LAS sebesar 4,67. Jika di rujuk pada tabel 3.10 halaman 90 bahwa jika nilai rata-rata total validasi 3 ���< 4 , maka bahan ajar tersebut berada pada kriteria valid. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa bahan ajar sudah valid untuk digunakan.

 Tingkat kemampuan guru mengelola pembelajaran dengan menggunakan

(40)

161

yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa bahan ajar sudah memenuhi kriteria kepraktisan

 Tingkat ketuntasan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi

matematika siswa menggunakan perangkat pembelajaran berorientasi pada teori Bruner yaitu secara klasikal sebesar 86,49%. Dengan demikian Kriteria Ketuntasan Klasikal terlah tercapai yaitu 85%. Respon siswa terhadap komponen perangkat pembelajaran berorientasi pada teori Bruner serta proses pembelajaran sudah menunjukkan respon yang positif, terlihat dari respon siswa mencapai 84,65%. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa bahan ajar sudah memenuhi kriteria keefektifan.

(41)

162

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas, pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran berorientasi pada teori Bruner memberikan beberapa hal yang penting untuk diperhatikan. Untuk itu peneliti menyarankan beberapa hal sebaga berikut:

a. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan ini hanya efektif di satu sekolah saja, yakni SMP Negeri 1 Tanjung Balai. Untuk mengetahui perangkat pembelajaran yang berorientasi pada teori Bruner yang efektif dalam materi operasi hitung pecahan maupun pada materi pokok yang lain, disarankan para guru dan peneliti melakukan penelitian lanjutan dengan skala yang lebih luas. Sehingga, keefektifan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada teori Bruner dapat efektif secara luas.

b. Bagi guru yang ingin menerapkan perangkat pembelajaran yang berorientasi pada teori Bruner pada materi pokok matematika yang lain atau pada mata pelajaran yang lain dapat merancang/mengembangkan komponen-komponen model pembelajaran dan karakteristik dari materi pelajaran yang akan dikembangkan.

(42)

163

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta : PT Rineka Cipta

Aisyah, N. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta : Depdiknas

Anisa, W., N. 2014.Peningkatan Kemampuan Pemecahan masalah dan Komunikasi Matematik melalui Pembelajaran Pendidikan Matematika realistik untuk siswa SMP Negeri di Kabupaten Garut. Jurnal Pendidikan dan Keguruan Vol.1 No.1, Artikel 8. PPS Universitas Terbuka

Arikunto. 2009. Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan.Bandung : Bumi Aksara

Azwar, S. 2003. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.Yogyakarta : Pustaka Pelajar Borich, G.,D. 1994.Observation Skills for Effective Teaching. Publishers The University of Texas : USA

BSNP. 2006. Instrumen Penilaian Buku Teks Pelajaran Pendidikan Dasar Menengah. Jakarta : Depdiknas

Brog, W., dan Gall., M. 2003. Educational Research and Introduction 6th edition. Boston:Pearson

Budiningsih, A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka cipta.

Creswell, J., W. 2008. Research Questions and Hyphoteses. Chapter Seven. TX : Harcourt Brace

Dahar, R., W. 2011. Teori – teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga

Daryanto. 2010. Belajar dan Mengajar. Bandung: Yramma Widya.

Depdiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Dasar. Jakarta : Depdiknas

________. 2007. Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Depdiknas

________. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Dimiyati, M. 2009. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.

(43)

164

Fachurazi. 2011. Penerapan Pembelajarn Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Forum Penelitian, Edisi khusus No.1 : 76-89.

Grinell, Jr., dan Richard., M. 1988. Social Work Research and Evaluation. Third Edition. Illionis: F.E. Peacock Publishers, Inc.

Hake, R. 1999. Anlyzing Change/gain Scores. Woodland Hills : Dept. Of Physics, Indiana University

Hudojo, H. 1998. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud. Iskandar. 2009. Psikologi Pendidikan.Jakarta: Gaung Persada

Kalaiarasi, A., dan Fathima, M.A. 2015. Problem Solving Ability for students at High School Level. Indian Journal of Applied Research. Vol.5, No.10. ISSN-2249-555X Kemendikbud. 2013. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP/MTs

Matematika. Jakarta : Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Khabibah, S. 2006. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika Sekolah dengan cara perorangan dan kelompok kecil.Disertasi. Surabaya :Universitas Negeri Surabaya

Lestari, D. 2012. Penerapan Teori Bruner untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Simetri Lipat di kelas IV SDN 02 Makmur Jaya Kabupaten Mamuju Utara. Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol.3 No.2 ISSN. 2354-614X. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka Tadulako.

Litbang. 2015. Survei Internasional PISA. Tersedia di

http://litbang.kemendikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa/tentang-timss

Matondang, Z. 2009. Validitas dan Reliabilitas suatu Instrumen Penelitian.Jurnal Tabularasa PPS UNIMED Vol6 No.1.Medan : PPS UNIMED

Nasution, S. 1989. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito. NCTM. 2000. Principles and Standards for school Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Nieveen. 2007. An Introduction to Educational Design research. Proceedings of the seminar conducted at the East China Normal University. Shanghai (PR China). November 23-26, 2007.

Nur, M., dan Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dan Pengajaran. Pusat Studi MIPA Unesa. UNESA Surabaya.

(44)

165

Nurdalilah, Syahputra, E. dan Armanto, D. 2013. Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika dan Pemecahan Masalah pada Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional di SMA Negeri 1 Kualuh Selatan. Jurnal Pendidikan Matematika PARADIKMA, Vol. 6 Nomor 2, hal 109-119. Medan : Program Studi Pendidkan Matematika PPs UNIMED

Nuridawani, Munzir, S., dan Saiman. 2015. Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa Madrasah tsanawiyah (MTs) Melalui Pendekatan Contextual Teaching adn Learning(CTL).Jurnal Didaktik Matematika. Vol.2., No.2.ISSN : 2355-4185. Langsa : Universitas Samudera

Nurkancana, W. 1992. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya : Usaha Nasional

Mulyana, D. 2008. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung Remaja Posda karya Polya, G. 1945. How to solve it. Princeton : Paperback printing Princeton University Press Prastowo, A. 2012. Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta :Diva Press Priyatna, N. 2003. Kemampuan Penalarandan Pemahaman Matematika Siswa kelas 3

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di kota Bandung. Bandung : Disertasi PPs UPI

Rickard, A. 2005. Evolution of a teacher’s problem solving instruction : A case study of aligning teaching practice with reform in Midde school Mathematic. Research in Middle Level Education Online, Vol.29.No.1. ISSN 1084-8959.

Russeffendi, E.T. 2000. Perkembangan Pendidikan Matematika. Jakarta : Universitas Terbuka

______________. 1991. Pengantar Kepada Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito

Sholilah, W., Susanto, dan Sugiarti, T. 2015. Pengembangan Bahan Ajar (Buku Siswa) Matematika untuk siswa tunarunggu berdasarkan standar isi dan karakteristik siswa tunarunggu pada sub pokok bahasan menentukan hubungan dua garis, besar sudut dan jenis sudut kelas VII SMPLB/B Taman Pendidikan dan Asuhan (TPA) Jember Tahun Ajaran 2012/2013. Vol.4,No.1, hal.219-228. Jember : MIPA FKIP UNEJ

Simanjuntak, L., M. 2010. Upaya Meningkatkan Kemampuan Siswa SMP Memecahkan Masalah Matematika dengan Menerapkan Perpaduan Teori Vygotsky dan Bruner. Tesis. Medan : PPS Universitas Negeri Medan

Sudjana, N. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&B. Bandung : Penerbit

Alfabeta

(45)

166

Sumanto. 2014. Teori dan Aplikasi Metode Penelitian, Psikologi, Pendidikan, Ekonomi, Bisnis Dan Sosial. Jakarta: Buku Seru

Suryabrata, S. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta : Penerbit Andi

Susanto, J. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Lesson Study dengan kooperatif tipe Number Heads Together untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA di SD. Journal of Primary Education : 1 hal (2).November 2012.

Tarigan, Guntur, H., dan Tarigan, D. 1986. Telaah Buku Teks Bahasa Indonesia. Bandung: Angkasa

Tuckman, B. 1978.Conducting Educational Research. London : London press

Thiagarajan, S. Semmel, Ds. Semmel, M. 1974. Instructional Development for training Teachers of Exeptional Children. A Source Book. Bloomington : Central for Innovation on Teaching The Handicapped

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Bumi Aksara. ______. 2010.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta:Prenada media

Group.

Walpole. 1993. Pengantar Statistika (Edisi ke-3). Jakarta : Gramedia Pusaka Utama

Widodo, Chomsin dan Jasmadi. 2008. Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo

Wulansari, R. 2014. Meningkatkan Hasil Belajar Operasi Hitung Bilangan Pecahan Melalui Implementasi Teori Belajar Bruner Pada Siswa Kelas IV SD Negeri 04 WIRO Kabupaten Kelaten. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Apakah faktor Store Contact, Store Image, Store Atmospherics dan Store Theatrics mempengaruhi minat konsumen untuk melakukan pembelian di Toko Buku Gramedia Yogyakarta?...

(Allium Ascalonicum L) bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian agensia hayati mikoriza terhadap intensitas penyakit layu fusarium, pertumbuhan dan hasil

Sedangkan hasil tertinggi pada parameter jumlah telur terdapat pada perlakuan K2 (Kacang Hijau) yaitu sebesar 14,22, setelah itu K1 (Kacang Kedelai) sebesar 11,44 dan

model pembelajaran yang membuat siswa berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran yang membuat siswa turut berperan aktif, yaitu

Word of mouth (WoM) adalah komunikasi yang terjadi dari mulut ke mulut dilakukan oleh beberapa orang yang terlibat dan komunikasi itu akan

SISTEM INFORMASI AKADEMIK PENGOLAHAN NILAI BERBASIS WEBSITE DISMP N 1 JOGONALAN..

Melati Budi Srikandi, D0212069, KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA PENDUDUK PENDATANG DENGAN PENDUDUK ASLI: Studi Kasus di Dusun Wanasari Kota Denpasar Provinsi Bali,

Untuk lebih memahami tentang verba tidak beraturan kala lampau Perfekt, sebaiknya pembelajar bahasa Jerman perlu juga mempelajari pola perubahan bentuk verba tidak