• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Usaha Pemberian Berbagai Bentuk Fisik Ransum Pada Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Usaha Pemberian Berbagai Bentuk Fisik Ransum Pada Ayam Broiler"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS USAHA PEMBERIAN BERBAGAI BENTUK FISIK

RANSUM PADA AYAM BROILER

YANTO S NABABAN

070306024

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANALISIS USAHA PEMBERIAN BERBAGAI BENTUK FISIK

RANSUM PADA AYAM BROILER

SKRIPSI

Oleh :

YANTO S NABABAN

070306024/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Skripsi : Analisis Usaha Pemberian Berbagai Bentuk Fisik Ransum Pada Ayam Broiler

Nama : Yanto S Nababan

NIM : 070306024

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Maruf Tafsin, Msi Usman Budi, SPt, MSi Ketua Anggota

Mengetahui:

Dr. Ir. Maruf Tafsin, Msi Ketua Program Studi Peternakan

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Nagasaribu, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 18 Desember 1988 dari ayah Hotlan Nababan dan ibu Tomister Samosir (+). Penulis merupakan anak kedua dari 6 bersaudara.

Tahun 2000 penulis tamat dari SD Nababan Dolok No 177062, Tahun 2003 tamat dari SLTP swasta Santo Yosef Lintongnihuta, Tahun 2006 tamat dari SMA N 1 Lintongnihuta dan pada tahun 2007 masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur ujian tertulis Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih Program Studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiwa Peternakan (HMD) dan sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) PERUBAHAN pada tahun 2011-2012. Selain itu penulis juga sebagai Badan Pengurus Cabang dalam organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) cabang Medan 2011-2013.

(5)

ABSTRAK

YANTO S NABABAN : Analisis Usaha Pemberian Berbagai Bentuk Fisik Ransum Pada Ayam Broiler. Dibimbing oleh MARUF TAFSIN dan USMAN BUDI

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki efisiensi pakan adalah pemilihan bentuk partikel size ransum yang disesuaikan dengan umur dari broiler. Penelitian bertujuan untuk mengetahui nilai usaha dari pemberian berbagai bentuk fisik ransum pada ransum starter (tepung, fine crumble, crumble) dan ransum finisher (coarse crumble dan pelet) terhadap ayam broiler pada umur 0-35 hari yang dapat dilihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba- rugi, income over feed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio), break event point (BEP) harga produksi dan break event point (BEP) volume Produksi. Peneletian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada Oktober 2011-November 2011 dengan menggunakan metode survey dengan 11 perlakuan, P0:

Tepung (0–10 hari (h) ), Crumble (11–21 h) dan Pelet (22–35 h). P1: Tepung (0–

h). P10: Crumble (0–21 h) dan Pelet (22–35 h). Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa P8 memiliki keuntungan yang lebih tinggi ditinjau dari total biaya produksi

(Rp): 24.902,46, total hasil produksi (Rp): 33.087,88; laba – rugi (Rp): 8.185,42, IOFC (Rp): 15.571,84, R/C ratio: 1,33, BEP harga produksi (Rp/kg): 11.759,09 dan BEP volume Produksi: 1,66.

(6)

ABSTRACT

YANTO S NABABAN : Business Analysis of Ration Various Physical Forms Giving on Broiler. Supervised by MARUF TAFSIN and USMAN BUHI

One of the efforts that can be done to fix the feed efficiency was by choosing particle of ration form which adjusted for age of the broiler. The aim of this research was to find business value of giving ration various physical forms at starter ration (mash, fine crumble, crumble) and finisher ration (coarse crumble and pellet) on broiler at the age of 0-35 hays that could be observed from production total cost, production total result, profit-loss, income over feed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio), break event point (BEP) of production price and break event point (BEP) production volume. This research was conducted at Animal Biology Laboratory, Department of Animal Science, Agriculture Faculty, North Sumatra University on October 2011-November 2011 by using Survey Method with 11 factors, P0: Mash (0–10 days (d) ), Crumble (11–

21 d) and Pellet (22–35 d). P1: Mash (0–21 d) and Coarse Crumble (22–35 d).

P2: Mash (0–21 d) and Pellet (22–35 d). P3: Mash (0–10 d), Fine Crumble (11–

21 d) and Coarse Crumble (22–35 d). P4: Mash (0–10 d), Fine Crumble (11–21 d)

and Pellet (22–35 d). P5: Mash (0–7 d), Fine Crumble (8–14 d), Crumble (15–21

d) and Coarse Crumble (22–35 d). P6: Mash (0–7 d), Fine Crumble (8–14 d),

Crumble (15–21 d) and Pellet (22–35 d). P7: Fine Crumble (0–21 d) and Coarse

Crumble (22–35 d). P8: Fine Crumble (0–21 d) and Pellet (22–35 d). P9: Crumble

(0–21 d) and Coarse Crumble (22–35 d). P10:Crumble (0–21 d) and Pellet (22 –

35 d). The results of this research showed that P8 had higher profit that surveyed

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul sikripsi saya ini adalah “Analisis Usaha Pemberian Berbagai Bentuk Fisik Ransum Terhadap Ayam Broiler.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Kepada (Alm) Bapak Prof.Dr.Ir.Zulfikar Siregar, MP, Bapak Dr. Ir. Maruf Tafsin, MSi selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Usman Budi, SPt, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan semua pihak yang ikut membantu.

Skripsi ini diharapkan dapat membantu dan mendukung bagi peneliti serta menjadi bahan ilmu pengetahuan untuk usaha bidang peternakan khususnya peternakan broiler.

Medan, Juni 2013

(8)

DAFTAR ISI

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler ... 4

Ciri Day Old Chick (DOC) ... 6

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler ... 6

Kebutuhan Pakan Broiler ... 7

Analisa Usaha... 7

Jenis Ransum Ayam Broiler Berdasarkan Bentuk Fisik Ransum ... 15

Ransum Berbentuk Tepung (Mash)... 16

Ransum Berbentuk Crumble ... 17

Ransum Berbentuk Pelet ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

Bahan dan Alat Penelitian ... 21

Bahan ... 21

Alat ... 21

Metode Penelitian ... 22

Peubah Yang Diamati... ... 24

Total Biaya Produksi... ... 24

(9)

Rugi/Laba... 28

Income Over Feed Cost (IOFC)... 28

R/C Ratio ((Return of Cost)... ... 28

Break Even Point (BEP)... 28

Pelaksanaan Penelitian... ... 29

Persiapan Kandang .... ... 29

Pengacakan DOC (Day Old Chick)... ... 29

Pengambilan Data dan Analisa Data... ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Usaha ... 31

Total Biaya Produksi ... 33

Biaya Pembelian Bibit ... 34

Biaya Pembelian Ransum ... 34

Biaya Vitamin dan Vaksin... 35

Biaya/Upah tenaga kerja... 36

Biaya Perlengkapan Kandang ... 36

Biaya Penyusutan Kandang ... 37

Biaya Fumigasi ... 37

Total Hasil Produksi ... 38

Analisis Keuntungan ( Laba/Rugi ) ... 40

Income Over Feed Cost (IOFC) ... 40

Analisis R/C Ratio ((Return of Cost) ... 41

Break Event Point (BEP) ... 41

Break Event Point (BEP) Harga Produksi ... 45

Break Event Point (BEP) Volume Produksi ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 46

Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 49

(10)

DAFTAR TABEL

NO HAL

1. Karakter Produksi Strain New Lohman (MB 202) ... 5

2. Kebutuhan pakan ayam pedaging umur 1 sampai 6 minggu... 7

3. Kebutuhan Nutrisi Broiler ... 15

4. Data pelaksanan dalam satu periode penelitian ... 32

5. Total Struktur biaya produksi ... 34

6. Total Biaya Ransum (Rp/ekor) ... 36

7. Total Sruktur penerimaan ... 38

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Pertambahan bobot badan broiler (g/ekor/hari)……….. 51

2. Konsumsi ransum broiler (g/ekor/minggu)………. 52

3. Konsumsi ransum broiler (g/ekor/hari)………... 53

4. Jenis, jumlah, harga peralatan selama penelitia……….. 54

5. Jenis,jumlah dan harga obat – obatan selama penelitian……….. 54

6. Bahan untuk fumigasi kandang penelitian………... 55

7. Total biaya produksi……….. ……… 56

8. Grafik total biaya produksi……… 56

9. Grafik total biaya produksi……… 57

10.Grafik laba/rugi……….. 57

11.Grafik income over feed cost (IOFC) ……… 58

12.Grafik B/C ratio………. 58

13.Grafik BEP harga produksi……… 59

(12)

ABSTRAK

YANTO S NABABAN : Analisis Usaha Pemberian Berbagai Bentuk Fisik Ransum Pada Ayam Broiler. Dibimbing oleh MARUF TAFSIN dan USMAN BUDI

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki efisiensi pakan adalah pemilihan bentuk partikel size ransum yang disesuaikan dengan umur dari broiler. Penelitian bertujuan untuk mengetahui nilai usaha dari pemberian berbagai bentuk fisik ransum pada ransum starter (tepung, fine crumble, crumble) dan ransum finisher (coarse crumble dan pelet) terhadap ayam broiler pada umur 0-35 hari yang dapat dilihat dari total biaya produksi, total hasil produksi, laba- rugi, income over feed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio), break event point (BEP) harga produksi dan break event point (BEP) volume Produksi. Peneletian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak, Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara pada Oktober 2011-November 2011 dengan menggunakan metode survey dengan 11 perlakuan, P0:

Tepung (0–10 hari (h) ), Crumble (11–21 h) dan Pelet (22–35 h). P1: Tepung (0–

h). P10: Crumble (0–21 h) dan Pelet (22–35 h). Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa P8 memiliki keuntungan yang lebih tinggi ditinjau dari total biaya produksi

(Rp): 24.902,46, total hasil produksi (Rp): 33.087,88; laba – rugi (Rp): 8.185,42, IOFC (Rp): 15.571,84, R/C ratio: 1,33, BEP harga produksi (Rp/kg): 11.759,09 dan BEP volume Produksi: 1,66.

(13)

ABSTRACT

YANTO S NABABAN : Business Analysis of Ration Various Physical Forms Giving on Broiler. Supervised by MARUF TAFSIN and USMAN BUHI

One of the efforts that can be done to fix the feed efficiency was by choosing particle of ration form which adjusted for age of the broiler. The aim of this research was to find business value of giving ration various physical forms at starter ration (mash, fine crumble, crumble) and finisher ration (coarse crumble and pellet) on broiler at the age of 0-35 hays that could be observed from production total cost, production total result, profit-loss, income over feed cost (IOFC), benefit cost ratio (B/C ratio), break event point (BEP) of production price and break event point (BEP) production volume. This research was conducted at Animal Biology Laboratory, Department of Animal Science, Agriculture Faculty, North Sumatra University on October 2011-November 2011 by using Survey Method with 11 factors, P0: Mash (0–10 days (d) ), Crumble (11–

21 d) and Pellet (22–35 d). P1: Mash (0–21 d) and Coarse Crumble (22–35 d).

P2: Mash (0–21 d) and Pellet (22–35 d). P3: Mash (0–10 d), Fine Crumble (11–

21 d) and Coarse Crumble (22–35 d). P4: Mash (0–10 d), Fine Crumble (11–21 d)

and Pellet (22–35 d). P5: Mash (0–7 d), Fine Crumble (8–14 d), Crumble (15–21

d) and Coarse Crumble (22–35 d). P6: Mash (0–7 d), Fine Crumble (8–14 d),

Crumble (15–21 d) and Pellet (22–35 d). P7: Fine Crumble (0–21 d) and Coarse

Crumble (22–35 d). P8: Fine Crumble (0–21 d) and Pellet (22–35 d). P9: Crumble

(0–21 d) and Coarse Crumble (22–35 d). P10:Crumble (0–21 d) and Pellet (22 –

35 d). The results of this research showed that P8 had higher profit that surveyed

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ayam ras pedaging disebut juga ayam broiler, yang merupakan jenis ras unggul hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat. Peternakan ayam broiler terus mengalami peningkatan di Indonesia. Peningkatan tersebut ditunjang dari segi pengetahuan tentang breeding, feeding dan manajemen.

Produk hasil peternakan unggas berupa daging dan telur dapat dijangkau oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah dibandingkan dengan produk hasil peternakan lainnya seperti susu dan daging sapi. Harga daging broiler Rp 20.000/kg, daging sapi Rp 60.000/kg dan daging domba/kambing Rp 40.000/kg (survei harga pasar pada tahun 2011) .

Biaya produksi merupakan biaya terbesar dalam suatu usaha peternakan yaitu sekitar 60-70 % berasal dari pakan dan selebihnya berasal dari biaya produksi lainnya. Untuk menekan biaya pakan yang tinggi, perlu adanya usaha-usaha yang efisiensi dalam pemanfaatan ransum oleh ternak, supaya peningkatan pendapatan dapat dicapai sesuai yang diharapkan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki efisiensi pakan adalah pemilihan bentuk partikel size ransum yang disesuaikan dengan umur dari broiler (Axe, 2000).

(15)

(all mash) biasanya diberikan pada anak ayam hingga ayam berumur 2 minggu.

Butiran (crumble) merupakan jenis ransum yang umum digunakan oleh peternak untuk ayam broiler. Bentuk ransum tepung atau mash lebih mudah dicerna dan lebih murah harganya karena tidak membutuhkan alat khusus lagi tetapi jika dipakai lebih dominan atau lebih lama dibandingkan dengan bentuk crumble/ pelet maka bisa menyebabkan nilai konversi ransumnya semakin naik (Fadilah, 2004).

Ransum berbentuk crumble dibagi 3 ukuran lagi, yaitu : fine crumble, crumble dan coarse crumble (crumble kasar). Ransum berbentuk fine crumble

merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara mash dengan crumble. Kalau ransum berbentuk crumble merupakan bentuk ransum yang besar

ukuran fisiknya antara fine crumble dengan coarse crumble, sedangkan ransum berbentuk coarse crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara crumble dengan pelet (PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2008).

Bentuk pakan pelet akan lebih efisien dalam menghasilkan berat badan jika dibadingkan dengan pakan dalam bentuk tepung. Pakan bentuk tepung akan banyak yang terbuang sebagai debu. Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi produksi unggas adalah pakan. Pakan yang baik juga mempengaruhi kualitas dan pertumbuhan berat badan unggas. Pelet merupakan pakan yang sangat baik untuk pertambahan berat badan (Santoso, 2008).

(16)

ukuran partikel size pakan yang digunakan selama periode pemeliharaan (Lindblom, 2008).

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai usaha dari pemberian berbagai bentuk fisik ransum pada ransum starter tepung, fine crumble, crumble, dan ransum finisher coarse crumble dan pelet terhadap pertumbuhan yang cepat, konsumsi ransum yang efisien dan biaya produksi yang lebih murah pada ayam broiler pada umur 0-35 hari.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah pemberian berbagai bentuk fisik ransum (tepung, fine crumble, crumble, coarse crumble dan pelet) memberi pengaruh

peningkatan nilai ekonomis dan meningkatkan IOFC (Income over feed cost) usaha ayam broiler.

Kegunaan Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Broiler

Ayam pedaging merupakan bagian dari pertanian secara umum dan merupakan makhluk hidup yang tidak lepas dari waktu. Kenyataan ayam pedaging dijual setelah mengalami masa pertumbuhan selama lima minggu, bahkan diantaranya beragam jenis unggas, hanya ayam pedaging yang dapat memperpendek pengaruh waktu dalam produksi. Dalam jangka waktu 6-8 minggu ayam pedaging sanggup mencapai bobot hidup 1,5-2 kg. Ayam pedaging memiliki sifat-sifat yang benar-benar menguntungkan (Rasyaf, 2002). Hal ini dijelaskan oleh Murtidjo (1987) yang menyatakan bahwa ayam pedaging merupakan hasil budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat. Dengan memperpendek waktu berarti perputaran modal menjadi lebih cepat. Biaya yang dikeluarkan selama lima minggu produksi akan cepat sekali. Salah satu strain ayam pedaging adalah strain New Lohmann MB 202.

(18)

Tabel 1. Karakter Produksi Strain New Lohman (MB 202).

(19)

Ciri-ciri Day Old Chick (DOC)

Beberapa ciri Day Old Chick (DOC) yang kualitas yang baik berdasarkan penampilan secara umum dari luar (general appearance) sebagai berikut : 1. Bebas dari penyakit (free disease) terutama penyakit pullorum, omphalitis dan jamur. 2. Berasal dari induk yang matang umur dan dari pembibit yang berpengalaman. 3. Day Old Chick (DOC) terlihat aktif, mata cerah dan lincah. 4. Day Old Chick (DOC) memiliki kekebalan dari induk yang tinggi. 5. Kaki besar

dan basah seperti berminyak. 6. Bulu cerah, tidak kusam dan penuh. 7. Anus bersih, tidak ada kotoran atau pasta putih. 8. Keadaan tubuh ayam normal. 9. Berat badan sesuai dengan standar strain, biasanya di atas 37 g (Fadilah, 2004).

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler

Menurut Anggorodi (1990), pertumbuhan pada ternak merupakan suatu fenomena universal yang bermula dari suatu sel telur yang dibuahi dan berlanjut sampai hewan mencapai dewasanya. Pertambahan bobot badan dan bobot dari jaringan seperti berat daging, tulang, otak dan jaringan lainnya, diartikan sebagai pertumbuhan.

(20)

Kebutuhan Pakan Broiler

Ayam mengkonsumsi ransum dengan energi tinggi akan memperlihatkan lemak karkas dalam jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan yang mengandung energi rendah. Ayam cenderung meningkatkan konsumsi kalau diberi pakan rendah energi. Dalam kondisi demikian, ayam akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan energinya, karena sebelum terpenuhi, ayam akan berhenti mengkonsumsi karena cepat kenyang (Widodo, 2002).

Tabel 2. Kebutuhan pakan ayam pedaging umur 1 sampai 6 minggu.

Usia

Menurut Riyanto (1978), analisis ekonomi peternakan adalah usaha untuk mengetahui keadaan usaha peternakan secara finansial. Analisis ekonomi tersebut dapat diketahui darimana datangnya dana, untuk apa dana itu digunakan dan sejauh mana keuntungan (profit) yang dicapai.

(21)

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha.

Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang rill untuk periode selanjutnya. Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994), gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya.

Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

Analisis usaha merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu pimpinan usaha peternakan dalam melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam merencanakan usaha. Namun

sayang kegiatan ini jarang dilakukan oleh para peternak dipedesaan (Kartadisastra, 1994).

Total Biaya Produksi

(22)

biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah produksi broiler yang dijalankan.

Semakin banyak ayam akan semakin besar pula biaya variabel secara total. Misalnya : Biaya untuk makanan, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja harian dan lain lain (Rasyaf, 1995).

Total Hasil Produksi

Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (penjualan broiler, baik itu hidup atau karkas) maupun hasil samping (penjualan tinja dan alas “litter) (Rasyaf, 1995).

(Murtidjo, 1993), menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Soeharjo dan Patong (1973), menyatakan bahwa penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga perolehan satuan. Produksi total adalah hasil utama dan sampingan, sedangkan harga adalah harga pada tingkat usahatani atau harga jual petani.

Penerimaan dalam usahatani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan selama periode pembukuan yang sama, sedangkan pendpatan adalah penerimaan dengan biaya produksi (Tohir, 1991).

(23)

Pane dan Ismed (1986), yang menyatakan bahwa pakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan selain memiliki kandungan nutrisi yang cukup juga harus ekonomis.

Rugi/Laba

Keuntungan (laba) suatau usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

K = TR - TC

dimana :

K = keuntungan TR = total penerimaan TC = total pengeluaran

Soekartawi (1995), mendefinisikan laba sebagai nilai maksimum yang dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu usaha, hal yang terpenting yang perlu dilakukan adalah pencatatan, baik untuk pos-pos pengeluaran (biaya) maupun pos - pos pendapatan. Sekecil apapun biaya dan pendapatan tersebut harus dicatat.

Laporan laba rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama (Kasmir dan Jakfar, 2003).

(24)

keuntungan. Ini tidak terlepas dari modal saja tetapi juga manajeman dan pemasaran hasil produksi. Padahal tujuan perusahaan pada umumnya adalah mendapatkan laba (keuntungan), menampung tenaga kerja, menaikkan pendapatan masyarakat dan daerah, serta melangsungkan hidup dan usaha ternak tersebut (Karo – karo et al., 1995).

Bila dalam suatu usaha peternakan dapat mengontrol konsumsi harga pakan serendah mungkin tanpa mengabaikan kualitas dari pakan tersebut maka akan diperoleh keuntungan dari usaha peternakan tersebut (Murtidjo, 1993).

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan

biaya ransum yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak.

IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).

R/C (Return of Cost)

(25)

dimana:

VC = biaya variabel (variable cost)

Dan nanti hasil dari R/C ratio dikategorikan menjadi 3, yaitu

a. Bila R / C > 1, maka artinya usahaternak mendapatkan keuntungan b. Bila R / C < 1, maka usahaternak mengalami kerugian

c. Bila R / C = 1, maka usahaternak impas (tidak untung/tidak rugi)

(26)

satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan kurang dari satu rupiah. Semakin besar nilai R/C, maka semakin baik usaha ternak tersebut. Usaha ternak dikatakan impas bila nilai R/C rasio sama dengan satu. Rumus yang digunakan :

R/C Rasio = Dengan kriteria :

R/C Rasio > 1 : Usaha untung

R/C Rasio = 1 : Usaha impas atau tidak untung dan tidak rugi R/C Rasio < 1 : Usaha rugi

Dalam suatu analisis usaha tani, sering digunakan return of cost ratio (R/C) yaitu perbandingan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya. R/C tidak mempunyai satuan, nilai R/C dapat dibagi menjadi 3 kategori secara teoritis yaitu :

1. Nilai R/C = 1 usahatani impas.

2. Nilai R/C > 1 usahatani menguntungkan.

3. Nilai R/C < 1 usahatani tidak menguntungkan/rugi. (Rumapea, 2010).

Break Even Point (BEP)

Break even point adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total

cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang

(27)

Break event point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan

tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Jadi analisa BEP (break event point) atau titik keseimbangan adalah suatu teknik yang digunakan seorang

manajer perusahaan yang mengetahui pada jumlah produksi berapa usaha yang

dijalankan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian (Sigit, 1991).

Menurut Rahardi et al., (1993), break even point (BEP) dimaksudkan untuk mengetahui titik impas (tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang diusahakan tersebut. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan.

Ransum Ayam Broiler

Ransum adalah makanan yang perlu disediakan untuk kebutuhan ayam selama sehari semalam untuk menunjang segala aktivitas ayam setiap harinya. Ransum ayam biasanya terdiri dari campuran dari bebrapa macam makanan yang berasal dari tanam-tanaman dan hewan serta campuran beberapa zat mineral utama yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembangnya ayam (Komandoko, 2002).

(28)

Tujuan utama dalam pemberian pakan pada ayam pedaging adalah menjamin penambahan bobot badan selama pertumbuhaan dan penggemukannya. Pada ayam pedaging, kebutuhan zat-zat makanan berbeda jumlahnya pada setiap fase atau tingkatan umur ayam. Kebutuhan zat nutrisi untuk ayam broiler seperti tabel di bawah ini.

Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Broiler.

Nutrisi

Fase Awal Fase Akhir

Menurut Fadilah (2004), kandungan protein dalam ransum untuk ayam

broiler umur 1-14 hari adalah 21 - 24% dan untuk umur 14-39 hari adalah 19 -

21%. Kebutuhan protein untuk ayam yang sedang bertumbuh relatif lebih tinggi

karena untuk memenuhi tiga macam kebutuhan yaitu untuk pertumbuhan

jaringan, hidup pokok dan pertumbuhan bulu (Wahju,1992). Lebih lanjut Rizal

(2006) mengatakan bahwa kebutuhan anak ayam (starter) akan kalsium (Ca)

maksimum 1% dan ayam sedang tumbuh dan finisher adalah 0,6%, sedangkan

kebutuhan ayam akan fosfor (P) bervariasi dari 0,2-0,45% dalam ransum.

Jenis Ransum Ayam Broiler berdasarkan bentuk fisik ransum

Prosesing pembuatan pakan adalah sangat penting karena selain bisa

mendatangkan keuntungan yang besar juga bisa sebaliknya mendatangkan

kerugian besar jika prosesingnya tidak sesuai aturan yang berlaku atau standard

(29)

dari bahan pakan. Beberapa jenis prosesing pembuatan pakan adalah : chopping

(pemotongan), grinding, cooking, peleting dan crumbling (Ichwan, 2003).

Tilman at a.,l (1991), mengatakan bahwa ada beberapa bentuk pakan ayam yaitu tepung halus, tepung kasar/crumble, pelet. Pakan tepung halus digunakan untuk fase starter, tepung kasar/crumble untuk fase grower selanjutnya pakan ayam dewasa berbentuk pelet. Lebih lanjut menurut Rasyaf (2004), ransum bentuk butiran atau pelet merupakan perkembangan dari bentuk tepung komplit. Ransum bentuk “ pelet” ini juga ransum bentuk tepung komplit yang kemudian diproses kembali dengan prinsip pemberian uap dengan panas tertentu sehingga ransum ini menjadi lunak kemudian dicetak berbentuk butiran dan pelet. Bentuk fisik pakan yang berbeda menjadikan adanya pilihan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan.

Penggantian ransum starter dengan ransum finisher sebaiknya tidak dilakukan sekaligus, tetapi secara bertahap. Hari pertama diberi ransum starter 75% ditambah ransum finisher 25%, pada hari berikutnya diberi ransum starter 50% ditambah ransum finisher 50%, hari berikutnya diberi ransum starter 25% ditambah ransum finisher 75% dan hari terakhir diberi ransum finisher seluruhnya. Jika tahapan ini tidak dilakukan maka nafsu makan ayam menurun untuk beberapa hari dan dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Ransum berbentuk Tepung ( Mash )

(30)

diberikan pada anak ayam hingga ayam berumur 2 minggu. Butiran (crumble) merupakan jenis ransum yang umum digunakan oleh peternak untuk ayam broiler. Bentuk ransum tepung atau mash lebih mudah dicerna dan lebih murah harganya karena tidak membutuhkan alat khusus lagi tetapi jika dipakai lebih dominant atau lebih lama dibandingkan dengan bentuk crumble/pelet maka bisa menyebabkan nilai konversi ransumnya semakin naik (Fadilah, 2004),

Bentuk Tepung (all mash) seluruh bahan baku yang digunakan, digiling menjadi tepung, kemudian dicampur menjadi homogen. Bentuk ini lebih dikenal dengan nama tepung lengkap (all mash), karena di dalam campuran pakan tersebut sudah terkandung seluruh kebutuhan nutrisi yang diperlukan ayam. Bentuk ini menjadi salah satu pilihan termurah untuk pakan ternak unggas, walaupun ada beberapa kekurangan jika digunakan sebagai pakan broiler. Kekurangannya adalah mudah tercecer karena terjadinya segregasi. Segregasi ini akan menyebabkan pakan yang dikonsumsi menjadi tidak seimbang. Kekurangan lainnya adalah pakan banyak yang melekat di paruh ayam. Akibatnya, tempat minum menjadi kotor dan pakan banyak yang terbuang,sehingga nilai FCR menjadi lebih besar dibandingkan dengan bentuk lainnya. Disamping itu, bentuk pakan ini kurang diminati ayam pedaging, sehingga bobot akhir pada umur yang sama akan lebih ringan dibandingkan bentuk crumble (Ichwan, 2005).

Ransum berbentuk Crumble

(31)

Bentuk crumble diperoleh dengan memecah pelet menjadi bentuk remah,sehingga cocok untuk dikonsumsi ayam mulai masa starter hingga masa finisher (Ichwan, 2005). Selanjutnya, menurut Agustina dan Purwanti (2009), bentuk crumble ukurannya lebih kecil, disukai oleh ternak dan tidak mempunyai kesempatan memilih. Jadi biasanya ayam lebih baik pertumbuhannya dibanding dengan ayam yang memperoleh ransum bentuk mash. Crumble ini dapat diberikan mulai ayam umur DOC.

Ransum berbentuk crumble dibagi 3 ukuran lagi, yaitu : fine crumble, crumble dan coarse crumble (crumble kasar). Ransum berbentuk fine crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara mash dengan crumble. Kalau ransum berbentuk crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara fine crumble dengan coarse crumble, sedangkan ransum berbentuk coarse crumble merupakan bentuk ransum yang besar ukuran fisiknya antara crumble dengan pelet (PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2008).

Ransum berbentuk Pelet

(32)

Menurut Ichwan (2003), menyatakan bahwa adapun kelebihan pakan berbentuk pelet adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan selera makan ayam / palatabilitas.

2) Pemborosan pakan akibat tumpah/terbuang dapat ditekan.

3) Dapat mengefesienkan formula pakan, karena setiap butiran pelet mengandung nutrisi yang sama.

4) Ayam tidak diberi kesempatan untuk memilih - milih makanan yang disukai.

Adapun kelebihan yang lain menurut Amrullah (2004), menyatakan bahwa penyajian dalam bentuk pelet dari ransum yang mengandung serat kasar tinggi lebih memperlihatkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan menyajikan ransum berbentuk pelet yang kadar serat kasarnya rendah, pakan yang berbentuk pelet akan menghemat waktu yang diperlukan ayam untuk makan. Kendatipun

banyak bergantung pada kepadatan ransum, kalau diperlukan 1 jam untuk menghabiskan sejumlah ransum pelet, maka untuk bobot yang sama ransum bentuk butiran akan memerlukan waktu selama 1,8 jam; 2,1 jam untuk ransum pelet yang dihancurkan ulang; dan 2,4 jam untuk ransum berbentuk tepung.

(33)

campuran antara butiran dengan crumble (butiran pecah) mempunyai konversi pakan terbaik. Ransum berbentuk pelet ini hanya digunakan untuk ayam broiler masa akhir.

(34)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Jln. Dr. A. Sofyan No.3 Medan. Dimulai sejak Oktober 2011 sampai November 2011.

Bahan dan Alat

Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC ayam broiler strain New Lohmann (MB 202) sebanyak 165 ekor dengan berat awal

rata-rata 44,45 ± 3,243 gr, dan ransum yang digunakan adalah ransum komersil yang diproduksi PT. Indojaya Agrinusa (Group PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk) yaitu ransum komersil dengan merek dagang BR I dan BR II Dimana ransum BR 1 size Tepung, Fine Crumble dan Crumble diberikan pada pemeliharaan masa Starter umur 0–21 hari sedangkan BR II size coarse crumble, pelet diberikan pada pemeliharaan masa finisher umur 22–30 hari. Selama penelitian juga dibutuhkan air minum, obat-obatan (Consumix Plus), vaksin, vitamin (Perfexsol), Biocid dan kapur.

Alat

(35)

ember sedang sebanyak 2 buah, fitting gantungan lampu sebanyak 38 buah dan colokan sebanyak 6 buah.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sample dari satu populasi dan menggunakan alat pengumpul data. Menurut Daniel dalam Balipaper (2010), survei merupakan pengamatan atau penyelidikan untuk mendapatkan keterangan yang baik terhadap suatu persoalan tertentu di dalam daerah atau lokasi tertentu atau suatu studi ekstensif yang dipolakan untuk memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan.

Dilakukan survey harga pakan yaitu diarea pasar, poultry shop, pabrik pakan ternak dan tempat-tempat lain yang menyangkut harga pakan dan harga peralatan.

Data yang dikumpulkan sebagai bahan penelitian analisis usaha adalah berupa biaya bibit, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan kandang, biaya sewa kandang dan biaya fumigasi.

Jenis perlakuan yang diberikan terhadap ransum ayam broiler adalah:

a) P0 = Perlakuan sebagai kontrol, terdiri dari :

* Ransum BR I berbentuk Tepung diberikan pada umur 0 – 10 hari. * Ransum BR I berbentuk Crumble diberikan pada umur 11 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari.

b) P1 = Perlakuan pertama, terdiri dari :

(36)

* Ransum BR II berbentuk Coarse Crumble diberikan pada umur 22–35 hari.

c) P2 = Perlakuan ke dua, terdiri dari :

* Ransum BR I berbentuk Tepung diberikan pada umur 0 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari.

d) P3 = Perlakuan ke tiga, terdiri dari :

* Ransum BR I berbentuk Tepung diberikan pada umur 0 – 10 hari.

* Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 11 – 21 hari.

* Ransum BR II berbentuk Coarse Crumble diberikan pada umur 22 – 35 hari.

e) P4 = Perlakuan ke empat, terdiri dari :

* Ransum BR I berbentuk Tepung diberikan pada umur 0 – 10 hari.

* Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 11 – 21 hari.

* Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari.

f) P5 = Perlakuan ke lima, terdiri dari :

* Ransum BR I berbentuk Tepung diberikan pada umur 0 – 7 hari.

* Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 8 – 14 hari. * Ransum BR I berbentuk Crumble diberikan pada umur 15 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Coarse Crumble diberikan pada umur 22 – 35 hari.

g) P6 = Perlakuan ke enam, terdiri dari :

(37)

* Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 8 – 14 hari. * Ransum BR I berbentuk Crumble diberikan pada umur 15 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari.

h) P7 = Perlakuan ke tujuh, terdiri dari :

* Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 0 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Coarse Crumble diberikan pada umur 22 – 35 hari.

h) P8 = Perlakuan ke delapan , terdiri dari :

* Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 0 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari.

h) P9 = Perlakuan ke sembilan , terdiri dari :

* Ransum BR I berbentuk Crumble diberikan pada umur 0 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Coarse Crumble diberikan pada umur 22 – 35 hari.

i) P10 = Perlakuan ke sepuluh , terdiri dari :

* Ransum BR I berbentuk Crumble diberikan pada umur 0 – 21 hari. * Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari.

Peubah Yang Diamati

Total Biaya Produksi

(38)

bibit, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya tenaga kerja, biaya perlengkapan kandang, biaya sewa kandang dan biaya fumigasi.

1. Biaya Pembelian Bibit

Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit Day Old Chick (DOC), pembelian Day Old Chick (DOC) dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dimana induk usahanya adalah JAPFA GROUP pada bulan Oktober 2011 sebanyak 165 ekor dengan harga sebesar Rp. 3.000,00/ekor.

2. Biaya Pembelian Ransum

Biaya yang dikeluarkan untuk membeli ransum yang diperoleh dari perkalian antara jumlah ransum yang dikomsumsi dengan harga ransum perkilogramnya sehingga diperoleh biaya ransum yang dikonsumsi selama penelitian. Ransum yang digunakan adalah ransum komersil dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dimana induk usahanya adalah JAPFA GROUP pada bulan Oktober 2011. Dengan harga BR I tepung Rp 5.150,00 per kilogram, BR I FC Rp 5.250,00 per kilogram, BR I Crumbel Rp 5.250,00 per kilogram, BR II SP

Rp5.100,00 perkilogram, BR II Pelet Rp 5.100,00 perkilogram.

Setelah diketahui jumlah ransum yang digunakan selama penelitian maka dapat diketahui total biaya konsumsi selama penelitian. Biaya konsumsi ransum dapat dihitung dari total jumlah ransum yang dikonsumsi broiler tiap perlakuan selama penelitian.

3. Biaya Vitamin dan Vaksin

(39)

kedalam air minum, vaksin ND. Vitamin dan Vaksin/obat – obatan di beli dari poultry shop pada bulan Oktober 2011. Dengan rincian harga perfexsol harga perbungkus Rp 30.000,00 dan theraphy dengan harga perbungkusnya Rp 18.000,00, vaksin dengan harga perbotol Rp 19.000,00. Pemberian obat – obatan diharapkan agar daya tahan tubuh broiler dapat bertahan dari berbagai macam jenis penyakit yang dapat menyerang ternak tersebut.

4. Biaya/Upah tenaga kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara broiler selama penelitian. Berdasarkan Berdasarkan UMRP SUMUT 01 Januari 2011 (Upah Minimum Regional Propinsi Sumatera Utara) sebesar Rp. 1.197.000,00/bulan. Dengan asumsi 1 orang tenaga kerja dapat menangani 5.000 ekor ayam broiler.

5. Biaya Penyusutan Perlengkapan Kandang

(40)

12.500,00, fitting gantungan lampu sebanyak 38 buah dengan harga perbuah Rp 1.000,00, dan colokan sebanyak 6 buah dengan harga perbuah Rp 1.500,00.

6. Biaya Penyusutan Kandang

Biaya Penyusutan kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang diperhitungkan berdasarkan nilai dari penyusutan kandang sehingga diperoleh penyusutan kandang selama penelitian. Total biaya pembuatan kandang sebesar Rp. 1.850.000,00. Kandang bisa digunakan selama 5 peride. Biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang selama satu periode sebesar Rp. 360.000,00.

7. Biaya Fumigasi

Biaya fumigasi adalah biaya yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan – bahan yang diperlukan dalam melakukan fumigasi. Biaya Fumigasi dibeli dari poultry shop pada bulan Oktober 2011. Seperti pembelian formalin dan KMnO4. Rincian harga formalin sebanyak 1 liter seharga

Rp 10.000,00 dan 100 gram KMnO4 dengan harga Rp 35.000,00.

Total Hasil Produksi

Total Hasil Produksi atau total penerimaan yaitu seluruh produk yang dihasilkan dalam kegiatan ekonomi yang diperoleh dengan cara menghitung Harga jual ayam dan hasil menjual feses atau alas litter. Penjualan broiler dan harga penjualan kotoran/feses atau alas litter pada bulan Oktober 2011.

Penjualan broiler diperoleh dari harga jual broiler hidup perkilogram. Harga penjualan yaitu sebesar Rp 15.000,00 dikali bobot badan akhir broiler.

(41)

Rugi/Laba

Keuntungan (laba) suatu usaha dapat diperoleh dengan cara K = TR - TC, dimana K = Keuntungan, TR = Total penerimaan, TC = Total pengeluaran.

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) diperoleh dengn cara menghitung selisih

pendapatan usaha peternakan dikurangi dengan biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan (dalam kg hidup) dengan harga jual, sedangkan biaya ransum adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pertumbuhan bobot badan ternak.

R/C (Return of Cost)

Adalah singkatan dari return cost ratio, atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut :

R/C = Total Hasil Produksi Total Biaya Produksi (Soekartawi, 2002)

Break Even Point (BEP)

Break even point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan

tidak untung dan tidak rugi yang disebut titik impas. BEP dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

(42)

BEP Harga Produksi = Total Biaya Produksi Total Produksi

b. BEP volume produksi, dimana diperoleh dari pembagian total biaya produksi dengan harga ayam (Rp/Kg).

BEP Volume Produksi = Total Biaya Produksi Harga Satuan Hasil Produksi

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Kandang

Kandang dipersiapkan 2 minggu sebelum DOC dikandangkan, dimana seluruh instalasi penerangan/pemanas telah dipasang. Sebelumnya kandang didesinfektan dengan rodalon. Kandang difumigasi dengan formalin dan KMnO4

yang dibiarkan selama 1 minggu dan seluruh ruangan ditutupi dengan terpal untuk memastikan gas dari formalin dan KMnO4 sepenuhnya berada didalam ruangan

yang bertujuan untuk membasmi jamur dan bakteri yang masih menempel di kandang. Seminggu setelah fumigasi, tempat ransum dan tempat minum yang telah dicuci dengan rodalon ditempatkan pada masing – masing plot kandang serta dialasi Koran dan serbuk gergaji sebagai litter. Kemudian satu hari sebelum DOC tiba/dikandangkan, alat penerang sudah dihidupkan untuk menstabilkan suhu di dalam ruangan/kandang sesuai dengan DOC.

Pengacakan Day Old Chick (DOC)

(43)

memperkecil nilai keragaman. Dimana setiap plot kandang terdiri dari 5 ekor DOC.

Pengambilan data dan analisa data

Langkah-langkah pengambilan data dan analisa data:

1. Dilakukan pengukuran data rata-rata bobot badan awal broiler.

2. Dilakukan survey harga pakan yaitu diarea pasar, poultry shop, pabrik pakan ternak dan tempat-tempat lain yang menyangkut harga pakan dan harga peralatan.

3. Dilakukan pengukuran data dari hasil variabel penelitian yang terdiri dari bobot badan awal broiler dan bobot akhir broiler, rata-rata konsumsi ransum broiler dan rata-rata konversi ransum broiler pada setiap level perlakuan

ransum.

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

AnalisisUsaha

Analisis usaha dapat memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

Analisis ekonomi peternakan adalah usaha untuk mengetahui keadaan usaha peternakan secara finansial. Analisis ekonomi tersebut dapat diketahui darimana datangnya dana, untuk apa dana itu digunakan dan sejauh mana keuntungan (profit) yang dicapai.

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha.

(45)

Tabel 4. Data Pelaksanaan Dalam Satu Periode Penelitian.

3 Pertambahan Berat Bobot

Badan (g/ekor) 1.850,65 1.956,34 1.897,77 1.909,29 1.963,01 1.867,81 2.049,40 2.073,41 2.119,49 1.976,41 1.903,33 4 2 Biaya Ransum (Rp/ekor) 15.582,30 15.838,30 15.480,50 15.228,57 15.273,17 15.324,49 15.985,72 16.182,71 16.092,98 15.827,88 15.704,94 3

Biaya Vaksin dan

Vitamin 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 2.593,94 4 Biaya Upah Tenaga Kerja

(Rp/ekor) 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40 239,40

(46)

Kandang (Rp/ekor) 6 Biaya Penyusutan

(47)

1.Total Biaya Produksi

Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : Gaji pegawai bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan dll. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah produksi broiler yang dijalankan.

Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan proses usaha. Jika seluruh biaya produksi usaha ternak dapat diketahui, maka keadaan harga persatuan produksi akan mudah diperhitungkan. Untuk menghitung keadaan harga persatuan produksi haruslah diketahui terlebih dahulu jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan dibagi dengan banyaknya produksi daging yang dihasilkan akan menghasilkan angka atau nilai biaya persatuan produksi.

(48)
(49)

1.1. Biaya Pembelian Bibit

Biaya bibit adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bibit Day Old Chick (DOC) pembelian Day Old Chick (DOC) dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dimana induk usahanya adalah JAPFA GROUP pada bulan Oktober 2011 sebanyak 165 ekor dengan harga sebesar Rp. 3.000,00/ekor. Sehingga didapat harga beli bibit DOC sebesar Rp. 495 .000,00.

1.2. Biaya Pembelian Ransum

Biaya yang dikeluarkan untuk membeli ransum yang diperoleh dari perkalian antara jumlah ransum yang dikomsumsi dengan harga ransum perkilogramnya sehingga diperoleh biaya ransum yang dikonsumsi selama penelitian. Ransum yang digunakan adalah ransum komersil dari PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk dimana induk usahanya adalah JAPFA GROUP pada bulan Oktober 2011. Dengan harga BR I tepung Rp 5.150,00 per kilogram, BR I FC Rp 5.250,00 per kilogram, BR I Crumble Rp 5.250,00 per kilogram, BR II SP Rp5.100,00 perkilogram, BR II Pelet Rp 5.100,00 perkilogram.

(50)

Tabel 6. Total Biaya Ransum (Rp/ekor). Perlakuan Tepung Fine

Crumble

Dari Tabel 6, terlihat bahwa rataan biaya ransum yang paling tinggi adalah perlakuan P7 sebesar Rp. 16.182,71/ekor dan rataan ransum terendah pada perlakuan P3 sebesar Rp. 15.228,57/ekor. Tingginya biaya ransum dikarenakan konsumsi pada perlakan P7 relatif tinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

1.3 Biaya Vitamin dan Vaksin

(51)

yang dikeluarkan untuk pembelian obat-obatan Rp. 428,000.00/165 ekor = Rp. 2.593,93/ekor.

1.3. Biaya/Upah tenaga kerja

Biaya atau upah tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara broiler selama penelitian. Berdasarkan UMRP SUMUT 01 Januari 2011 (Upah Minimum Regional Propinsi Sumatera Utara) sebesar Rp. 1.197.000,00/bulan. Dengan asumsi 1 orang tenaga kerja dapat menangani 5.000 ekor boiler . Sehingga biaya yang dikeluarkan untuk 165 ekor broiler sebesar Rp. 39.501,00 selama 35 hari. Biaya atau upah tenaga kerja Rp. 239,40/ekor.

1.4. Biaya Perlengkapan Kandang

(52)

pemeliharaan. Jadi dalam 1 periode pemeliharaan, biaya penyusutan peralatan Rp. 735.100,00/12 periode = Rp 61.258,33/periode. Sehingga biaya penyusutan peralatan perekornya sebesar Rp. 61.258,33/165 ekor = Rp. 371,26/ekor.

1.5. Biaya Penyusutan Kandang

Biaya Penyusutan kandang adalah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang diperhitungkan berdasarkan nilai dari penyusutan kandang sehingga diperoleh penyusutan kandang selama penelitian. Total biaya pembuatan kandang sebesar Rp. 1.850.000,00. Kandang bisa digunakan selama 5 peride. Biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan kandang selama satu periode sebesar Rp. 360.000,00. Biaya penyusutan kandang untuk perekornya broiler Rp. 1.850.000,00/165 ekor = Rp. 2.242,42/ekor.

1.6. Biaya Fumigasi

Biaya fumigasi adalah biaya yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan – bahan yang diperlukan dalam melakukan fumigasi. Seperti pembelian formalin dan KMnO4. Fumigasi dibeli dari poultry shop pada

bulan Oktober 2011.Rincian harga formalin sebanyak 1 liter seharga Rp 10.000,00 dan 100 gram KMnO4 dengan harga Rp 35.000,00. Biaya untuk

melaksanakan fumigasi sebesar Rp. 45.000,00. Biaya fumigasi untuk perekornya broiler Rp. 45.000,00/165 ekor = Rp. 272,73/ekor.

2. Total Hasil Produksi

Total hasil produksi adalah semua perolehan dari hasil penjualan yaitu penjualan broiler dan penjualan kotoran broiler. Dapat dilihat Total Struktur Penerimaan pada Tabel 7.

(53)

No Perlakuan Penjualan broiler Penjualan kotoran Total Hasil Produksi

Penjualan broiler diperoleh dari harga jual broiler hidup perkilogram. Harga waktu penjualan yaitu sebesar Rp 15.000,00 dikali bobot badan akhir broiler yaitu sebesar 330.898,10 gram atau sebesar 330.80 kilogram. Sehingga diperoleh hasil penjualan broiler yaitu sebesar Rp 4.966.065,85.

Penjualan kotoran broiler diperoleh dari harga jual kotoran broiler perkilogram. Harga waktu penjualan yaitu sebesar Rp10.000,00/goni dikali total bobot kotoran broiler sebanyak 22 goni. Satu goni seberat 30 kg, maka di peroleh harga penjualan kotoran broiler/kg yaitu Rp 1.333,33/ekor. Maka harga penjualan seluruh kotoran broiler adalah Rp 220.000,00.

3. Analisis Usaha

(54)

Tabel 8. Analisis usaha.

Total Biaya Total Penerimaan Laba/Rugi IOFC R/C BEP Harga BEP Volume No Perlakuan

Produksi

(Rp/ekor) (Rp/ekor) (Rp/ekor) (Rp/ekor) Produksi (Rp/ekor) Produksi (Kg/ekor)

1 P0 24.302,05 29.817,88 5.515,83 12.902,25 1,23 12.822,48 1,62

2 P1 24.558,05 31.411,78 6.853,73 14.240,15 1,28 12.267,74 1,64

3 P2 24.200,25 30.452,83 6.252,58 13.639,00 1,26 12.462,28 1,61

4 P3 23.948,32 30.816,79 6.868,47 14.254,89 1,29 12.274,10 1,60

5 P4 23.992,92 31.439,08 7.446,16 14.832,58 1,31 11.953,67 1,60

6 P5 24.044,24 30.051,58 6.007,34 13.393,76 1,25 12.581,76 1,60

7 P6 24.705,47 32.749,93 8.044,46 15.430,88 1,33 11.795,74 1,65

8 P7 24.902,46 33.087,88 8.185,42 15.571,84 1,33 11.759,09 1,66

9 P8 24.812,73 33.770,68 8.957,95 16.344,37 1,36 11.471,02 1,65

10 P9 24.547,63 31.593,28 7.045,65 14.432,07 1,29 12.146,82 1,64

(55)

3.1. Analisis Laba – Rugi

Analisis usaha atau laba – rugi dilakukan untuk mengetahui apakah usaha tersebut untung atau rugi dengan cara menghitung selisih antara total hasil produksi dengan total biaya produksi.

Sehingga total hasil produksi yaitu total penjualan ternak ditambah penjualan kotoran ternak memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada total biaya produksi yaitu biaya bibit, biaya ransum, biaya obat – obatan, biaya/upah tenaga kerja, biaya perlengkapan kandang, biaya sewa kandang, dan biaya fumigasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murtidjo (1995) yaitu keuntungan adalah tujuan setiap usaha. Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar dari pada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya. Tujuan pencatatan biaya juga agar peternak atau pengusaha dapat mengadakan evaluasi terhadap bidang usaha, sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1995).

Diketahui bahwa total biaya produksi lebih kecil dibandingkan dengan total hasil produksi. Hal ini membuktikan bahwa analisis usaha broiler selama penelitian yaitu 35 hari untung.

3.2. Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih dari total pendapatan usaha

(56)

Berdasarkan Tabel 8 diperoleh rataan IOFC terbesar terdapat pada perlakuan P8 sebesar Rp 16.344,37 dan rataan IOFC terkecil terdapat pada

perlakuan P0 sebesar Rp 12.902,25.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Prawirokusumo (1990) yang menyatakan bahwa Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan penjualan broiler dengan biaya pakan yang digunakan selama usaha pemeliharaan ternak.

3.3.Return of CostRatio (R/C)

R/C Ratio yang diperoleh menunjukkan bahwa usaha ternak broiler mandiri maupun mitra cukup efisien karena tiap peternak menunjukkan rata-rata R/C ratio besar dari 1. Analisa R/C ratio adalah perbandingan antara penerimaan dan biaya, untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha. R/C ratio lebih tinggi pada P8 sebesar 1,36 dibandingkan dengan P0 yaitu sebesar 1,23. Berdasarkan nilai R/C

ratio tersebut, tingkat keuntungan usaha ternak lebih tinggi pada P8 Hal ini sesuai

(57)

3.4. Break Event Point (BEP)

Break Event Point (BEP) yaitu kondisi dimana suatu usaha dinyatakan

tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Break Event Point (BEP) dapat dibagi menjadi dua yaitu :

3.4.1. Break Event Point (BEP) Harga Produksi

Dimana dapat diperoleh dari hasil pembagian total biaya produksi dengan berat hidup broiler (Rp/ekor). Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dilihat bahwa BEP harga produksi akan tercapai bila harga bobot badan hidup P0 sebesar

Rp 12,822,48/ekor, P1 sebesar Rp 12.267,74/ekor, P2 sebesar Rp 12.462,28/ekor,

P3 sebesar Rp 12.274,10/ekor, P4 sebesar Rp 11.953,67/ekor, P5 sebesar Rp

12.581,76/ekor, P6 sebesar Rp 11.795,74/ekor, P7 sebesar Rp 11.759,09/ekor, P8

sebesar Rp 11.471,02/ekor, P9 sebesar Rp 12.146,82/ekor dan P10 sebesar Rp

12.538,67/ekor. Agar biaya yang telah dikeluarkan dapat kembali.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sigit (1991) bahwa break event point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Hal ini memperlihatkan bahwa BEP harga produksi dalam level aman karena dibawah harga jual broiler sebesar Rp 15.000,00/kg.

Perlu diketahui untuk melihat batasan – batasan produksi minimal agar tidak mengalami kerugian sebagaimana menurut Kasmir dan Jakfar (2005), break event point (BEP) adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total cost.

Dilihat dari jangka waktu pelaksaan sebuah usaha, terjadinya BEP tergantung pada lamanya arus penerimaan sebuah usaha dapat menutupi segala biaya operasional dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya.

(58)

Dimana dapat diperoleh dari pembagian total biaya produksi dengan harga broiler (kg/ekor). Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat bahwa

titik modal akan tercapai jika berat broiler yang dihasilkan pada P0 sebesar 1,62

kg/ekor, P1 sebesar 1,64 kg/ekor, P2 sebesar 1,61 kg/ekor, P3 sebesar 1,60

kg/ekor, P4 sebesar 1,60 kg/ekor, P5 sebesar 1,60 kg/ekor, P6 sebesar 1,65 kg/ekor,

P7 sebesar 1,66 kg/ekor, P8 sebesar 1,65 kg/ekor, P9 sebesar 1,64 kg/ekor, dan P10

sebesar 1,63 kg/ekor. Hasil ini didukung oleh pernyataan Rahardi (1993) bahwa kondisi ini, usaha yang dilakukan tidak menghasilkan keuntungan tetapi juga tidak mengalami kerugian. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan.

Berdasarkan Tabel 8 yaitu analisis usaha rekapitulasi hasil penelitian dapat dilihat perbedaan hasil dari tiap perlakuan dan perlakuan yang menunjukkan hasil terbaik yaitu P8 yaitu Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur

0 – 21 hari dan Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari. Dimana hasilnya dapat dilihat mulai dari total biaya produksi, biaya tertinggi terdapat pada P7 sebesar Rp 24.902,46/ekor dan biaya terendah terdapat pada P3

sebesar Rp 23.948,32/ekor. Untuk total hasil produksi dapat dilihat bahwa hasil tertinggi yang di peroleh yaitu padan P8 sebesar Rp 33.770,68/ekor dan hasil

produksi terendah terdapat pada P0 sebesar Rp 29.817,88/ekor, sehingga laba yang

diperoleh pada perlakuan P8 lebih tinggi yaitu sebesar Rp 8.957,95/ekor dan

terendah pada perlakuan P0 sebesar Rp 5.515,83/ekor. IOFC pada penelitian

diperoleh biaya tertinggi pada P8 sebesar Rp 16.344,37/ekor dan biaya terendah

yaitu pada P0 sebesar Rp 12.902,25/ekor. Pada R/C ratio, nilai tertinggi diperoleh

(59)

pada BEP harga produksi diperoleh biaya terendah pada P8 sebesar Rp

11.471,02/ekor dan biaya tertinggi diperoleh pada P0 sebesar Rp 12.822,48/ekor,

sedangkan pada BEP volume produksi nilai tertinggi diperoleh pada P7 sebesar

1,66/ekor dan nilai terendah terdapat pada P4 sebesar 1,60/ekor. Nilai pada BEP

volume produksi dipengaruhi oleh Ransum BR I berbentuk Fine Crumble diberikan pada umur 0 – 21 hari dan Ransum BR II berbentuk Coarse Crumble diberikan pada umur 22 – 35 hari, sehingga jumlah konsumsi ransum pada P7

lebih tinggi dibandingkan P4, akan tetapi konversinya rendah. Hal ini yang

menyebabkan BEP volume produksi pada P7 lebih tinggi dan Volume produksi P4

(60)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Jenis Ransum pada Perlakuan P8 BR I berbentuk Fine Crumble diberikan

pada umur 0 – 21 hari dan Ransum BR II berbentuk Pelet diberikan pada umur 22 – 35 hari memperoleh hasil yang lebih baik pada analisis usaha ditinjau dari total biaya produksi (Rp/ekor): 24.902,46, total hasil produksi (Rp/ekor): 33.087,88; laba – rugi (Rp/ekor): 8.185,42, IOFC (Rp/ekor): 15.571,84, R/C ratio: 1,33, BEP harga produksi (Rp/ekor): 11.759,09 dan BEP volume Produksi: 1,66.

Saran

(61)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina. L dan S. Purwanti, 2009. Ilmu Nutrisi Unggas. Lembaga Pengembangan Sumberdaya Peternakan (INDICUS), Makasar.

Amrullah.I.K., 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan III. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor.

Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta.

Axe, D.E, PhD., 2000. Feed Production and Technology Manual. IMC AGRICO Feed Ingredients, Illionis USA. Ayam Produksi, Absolut, Jakarta.

Fadilah, R. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Ichwan, 2003. Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging. Agromedia Pustaka. Utama. Jakarta.

Kadariah. 1987. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Karo – Karo, S., Junias Sirait and Henk Knipsheer. 1995. Farmers Shares, Marketing Margin and Demand for Small Ruminant In North Sumatera, Working Paper No.150 November.

Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kasmir dan Jakfar. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Komandoko, G.,2002. Meraih Keuntungan Besar Melalui Pemeliharaan Ayam Lindblom,J.A., Feed Technology and Nutrition Workshop. 16th Annual ASA-IM

Southeast Asian, Singapore.

Murtidjo, B. A. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius, Yogyakarta. Perry.T.W,.E.Cullinson and R.S.Lowry, 2003. Feeds and Feeding, 6 th Edit.

Pearson Education Inc, New Jersey USA.

(62)

Rahardi, F. I. Satyawibawa dan R. N. Setyowati. 1993. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Peternakan Usaha Ayam Pedaging. Gramedia, Jakarta.

Rasyaf, M. 1997. Beternak Ayam Pedaging. Penebar swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M., 2002. Kunci Sukses Beternak Ayam Kampung, Penebar Swadaya. Jakarta.

Rasyaf. M, 1994. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf. M, 2004. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Riyanto, B. 1978. Dasar Perbelanjaan.Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Rizal. Y, 2006. Ilmu Nutrien Unggas. Andalas University Andalas, Paadang. Santoso, U., 2008. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Pertambahan Berat

Badan Pada Unggas. http://uripsantoso.wordpress.com/2008/06/29/ . Akses Tanggal 28 Juli 2009.

Sigit, S. 1991. Analisa Break Event. Rancangan Linier Secara Ringkas dan Praktis. BPFE, Yogyakarta.

Sirait, M.B. 1987. Dasar – Dasar Ekonomi Pertanian Sebagai Aspek Ilmu Ekonomi dan Ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soekartawi. 1995. Dasar Penyusunan Evaluasi Proyek. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Suharno, B dan Nazaruddin. 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta. Tilman, A. D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo.,S. Prawirokusumo dan S.

Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar, UGM Prss. Yogyakarta.

Wahju, J. 1992. Ilmu Nutrien Unggas. Cetakan III. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(63)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bobot badan broiler (g/ekor).

(64)
(65)
(66)

P10U1 164,20 420,50 643,20 889,10 968,08

P10U2 163,44 395,06 610,44 875,80 965,68

P10U3 151,58 408,42 633,49 877,16 966,44

(67)
(68)

Lampiran 4. Jenis, jumlah, harga peralatan selama penelitian.

Alat Jumlah

Harga

@buah Harga @meter

total harga (Rp)

Bola lampu pijar 33 1.700,00 - 56.000,00

Bola lampu SL 5 12.000,00 - 60.000,00

Tempat pakan 33 5.500,00 - 181.500,00

Tempat air minum 33 4.500,00 - 148.500,00

Kabel listrik 50 - 2.500,00 125.000,00

Thermometer 3 15.000,00 - 45.000,00

Ember besar 2 25.000,00 - 50.000,00

Ember sedang 2 12.500,00 - 25.000,00

Fitting lampu 38 1.000,00 - 38.000,00

Colokan 6 1.500,00 - 9.000,00

(69)

Lampiaran 5. Jenis, jumlah dan harga obat – obatan selama penelitian.

Jenis Obat Jumlah Harga

Perfexsol 7 210.000,00

Theraphy 10 180.000,00

Vaksin 2 38.000,00

(70)

Lampiaran 6. Bahan untuk fumigasi kandang penelitian.

Bahan Jumlah Harga

Formalin 1 liter 10.000,00

KMnO4 100 gram 35.000,00

(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)

Gambar

Tabel 1. Karakter Produksi Strain New Lohman (MB 202).
Tabel 2. Kebutuhan pakan ayam pedaging umur 1 sampai 6 minggu.
Tabel 3.  Kebutuhan Nutrisi Broiler.
Tabel 4. Data Pelaksanaan Dalam Satu Periode Penelitian.
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

tunjuk: Penampang yanl mendatar ada- lah bujur ,angkar Oihatlah aambar). Alas ,ebuah benda adalah. Tentukan volume benda itu. Tentukan volume benda yang ter- bentuk. Sobuah

Kemudian hasil penelitian mengenai keberhasilan proyek menunj ukkan bahwa responden menjalankan proyeknya dengan berhasil, karena hampir sebagian besar manajer di Daerah

Penambahan berbagai variasi minyak pelumas bekas dengan 0,03% styrofoam pada campuran beton aspal menyebabkan viscositas campuran jauh lebih rendah daripada beton aspal

[r]

Didalam perhitungan perencanaan kebutuhan BTS untuk tahun 2019, Kabupaten Mojokerto membutuhkan 14 menara telekomunikasi seluler bersama, dan menurut RTRW didapat 8 zona yang

Limbah Plastik Untuk Gagang Pisau” Jurusan Fakultas Teknik Universitas

Rancang bangun dies permanen gagang pisau ini bertujuan untuk memperbaiki teknologi pembuatan yang selama ini dilakukan masyarakat yaitu dengan menggunakan teknologi