• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi makanan cair alternatif berbasis tepung Ikan Lele (Clarias Gariepinus) sebagai sumber protein

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi makanan cair alternatif berbasis tepung Ikan Lele (Clarias Gariepinus) sebagai sumber protein"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI MAKANAN CAIR ALTERNATIF BERBASIS

TEPUNG IKAN LELE (Clarias gariepinus)

SEBAGAI SUMBER PROTEIN

NURUL HUDA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI KARYA TULIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi Makanan Cair Alternatif Berbasis Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) sebagai Sumber Protein adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

vii

ABSTRAK

NURUL HUDA. Formulasi Makanan Cair Alternatif Berbasis Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) sebagai Sumber Protein. Dibimbing oleh CLARA M. KUSHARTO dan MERRY AITONAM

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan makanan cair berbasis tepung ikan lele (Clarias gariepenus) sebagai alternatif sumber protein. Karakteristik organoleptik makanan cair terbaik yang disukai panelis adalah F1 yang memiliki warna agak gelap, tekstur agak kental, rasa netral dan aroma amis. Hasil sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh perlakuan terhadap tingkat kesukaan panelis (p<0,05) terhadap warna, rasa dan aroma. Formula F1 lebih dapat diterima yaitu disukai oleh sebagian besar panelis dan dipilih menjadi formula untuk penelitian selanjutnya. Komposisi sifat fisik kimia makanan cair terpilih yaitu kadar air 77,7 %, kadar abu 0,99 %, protein 4,36 g/100mL, lemak 3,52 g/100mL karbohidrat 14,4 g/100mL, viskositas 5,5 cP, total padatan terlarut 17,5 0Brix, osmolaritas 442,5 mOsmol/kg. Konsumsi makanan cair formula F1 sebanyak 275 mL/hari dapat memenuhi kebutuhan protein sekitar 20 % dari total kebutuhan protein berdasarkan AKG dewasa.

Kata kunci : tepung ikan lele, protein, makanan cair, organoleptik

ABSTRACT

NURUL HUDA. Formulation of Liquid Food Alternative Based on Catfish Flour (Clarias gariepinus) as Protein Source. Supervised by CLARA M. KUSHARTO and MERRY AITONAM

The aim of this research was to develop liquid food based on catfish flour (Clarias gariepenus) as an alternative protein source. Organoleptic characteristics of the most preferred liquid food was formula F1 with a bit dark color, viscous texture, neutral flavor, and fishy aroma. Variance test results showed the effect of treatment on preference level of the panelists (p <0.05) for color, flavor, and aroma. Formula 1 was more acceptable and favorable by most panelists and chosen to be a formula for further research. The composition of the physicochemical properties of selected liquid foods i.e. 77.7% of moisture content, 0.99%, of ash content, 4.36 g/100mL protein, 3.52 g/100mL fat, 14.4 g/100mL carbohydrates, 5.5 cP viscosity, total dissolved solids 17.5 0Brix, osmolarity 442.5 mOsmol/kg. F1 liquid food formula consumed 275 mL /day can meet 20% adult protein Recommended Daily Allowance.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Pogram Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

FORMULASI MAKANAN CAIR ALTERNATIF BERBASIS

TEPUNG IKAN LELE (Clarias gariepinus)

SEBAGAI SUMBER PROTEIN

NURUL HUDA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Formulasi Makanan Cair Alternatif Berbasis Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) sebagai Sumber Protein

Nama : Nurul Huda NIM : I14096009

Disetujui oleh

Prof Dr Drh Clara M Kusharto MSc Pembimbing I

Merry Aitonam STP MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Rimbawan Ketua Departemen

(8)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang telah dilaksanakan adalah Formulasi Makanan Cair Alternatif Berbasis Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) sebagai Sumber Protein.

Terima kasih penulis ucapakan kepada Ibu Prof Dr Drh Clara M. Kusharto, MSc dan Ibu Merry Aitonam, STP, MSi selaku dosen pembimbing, serta Ibu Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi selaku penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan. Penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Merry Aitonam sebagai Kepala Sub Unit Pengolahan dan Distribusi Makanan UPM RSCM dan Ibu Nurhayati sebagai Penanggung Jawab Dapur Formula Dewasa dan Anak UPM RSCM serta seluruh ahli gizi RSCM yang telah berpartisipasi dan membantu selama penelitian. Terima kasih kepada Ibu Titi, Ibu Rizki, Mbak Santi, Ibu Rubiyah, Pak Abo, Ibu Aisyah serta seluruh staff Gizi Masyarakat IPB yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman sejawat serta pihak terkait yang telah membantu selama penyusunan skripsi ini. Ungkapan terima kasih yang sangat besar juga disampaikan kepada Risman Makmur (ayah), Astrida (ibu), Nurul Fadhilah (adik), Lola Fulwati, Ramatina, dan Irma Ratna Armeida (sahabat) serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan dan Alat 2

Tahap Penelitian 3

Pengolahan dan Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Proses Pembuatan Makanan Cair 6

Karakteristik Organoleptik Makanan Cair 7

Formula Terpilih 13

Karakteristik Fisik Makanan Cair 14

Karakteristik Kimia Makanan Cair 15

Kontribusi Zat Gizi Makanan Cair 18

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

(10)

vii

DAFTAR TABEL

1 Formulasi Makanan Cair 4

2 Viskositas Makanan Cair 14

3 Total Padatan Terlarut Makanan Cair 14

4 Osmolaritas Makanan Cair 15

5 Kadar Air Makanan Cair 15

6 Kadar Abu Makanan Cair 16

7 Kadar Lemak Makanan Cair 17

8 Kadar Protein Makanan Cair 17

9 Kadar Karbohidrat Makanan Cair 18

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram Alir Proses Pembuatan Makanan Cair 5

2 Grafik Rata-rata Nilai Uji Hedonik Warna 7

3 Grafik Persentase Panelis yang Menerima Warna 8 4 Grafik Rata-rata Nilai Uji Mutu Hedonik Warna 8

5 Grafik Rata-rata Nilai Uji Hedonik Tekstur 9

6 Grafik Persentase Panelis yang Menerima Tekstur 9 7 Grafik Rata-rata Nilai Uji Mutu Hedonik Tekstur 10

8 Grafik Rata-rata Nilai Uji Hedonik Rasa 10

9 Grafik Persentase Panelis yang Menerima Rasa 11 10 Grafik Rata-rata Nilai Uji Mutu Hedonik Rasa 11

11 Grafik Rata-rata Nilai Uji Hedonik Aroma 12

12 Grafik Persentase Panelis yang Menerima Aroma 12 13 Grafik Rata-rata Nilai Uji Mutu Hedonik Aroma 12

14 Grafik Formula Terpilih 13

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Sidik Ragam Uji hedonik 21

2 Hasil Sidik Ragam Uji Mutu Hedonik 22

3 Hasil Sidik Ragam Sifat Fisik dan Kimia 23

4 Prosedur Uji Fisik dan Kimia 25

5 Formulir uji organoleptik 28

6 Perhitungan Kontribusi Zat Gizi Makanan Cair Terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) Dewasa

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Protein merupakan salah satu zat makro yang penting bagi tubuh, karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 1997). Menurut Rupi’i (2007) protein merupakan gabungan beberapa asam amino dalam rantai peptida yang saling berikatan melalui ikatan hidrogen.

Salah satu protein sederhana dalam plasma darah adalah albumin. Albumin merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60 persen. Nilai serum albumin adalah indikator penting status nutrisi dan sintesa protein. Kadar albumin rendah/hipoalbuminemia sering terjadi pada keadaan infeksi, injuri, atau penyakit yang mempengaruhi kerja hepar, ginjal dan saluran pencernaan (Nurachmah 2001).

Hipoalbuminemia pada pasien pasca bedah merupakan suatu faktor risiko yang nyata. Rendahnya kadar albumin yang berfungsi sebagai pengikat zink dalam darah dapat mengakibatkan penyembuhan luka yang lebih lama. Dari berbagai penelitian dikemukakan bahwa sekitar 40 – 50 % pasien bedah di rumah sakit menderita malnutrisi. Pada pasien bedah berperan dua faktor utama yaitu terbatasnya asupan zat gizi dan inflamasi yang mengakibatkan proses katabolik meningkat dan proses anabolik menurun (Hamid et al 1999).

Pada penderita pasca bedah perlu penatalaksanaan diet yang sesuai untuk mengatasi peningkatan katabolisme agar terhindar dari keadaan malnutrisi dan mempercepat proses penyembuhan luka. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, disamping diet yang diberikan di rumah sakit maka perlu diberikan tambahan bahan makanan lain yang sesuai dengan cara pemberian yang tepat (Hamid et al 1999). Sintesa albumin dipengaruhi beberapa faktor, yaitu nutrisi terutama asam amino, hormon dan penyakit (Murray et al 1995).

Dengan mempertimbangkan hal tersebut, perlu adanya suatu kajian tentang formulasi makanan cair sebagai sumber protein yang mudah diperoleh dan mudah diolah. Bentuk makanan cair dipilih agar dapat dikonsumsi secara oral maupun sonde. Salah satu komoditas ikan yang mudah dibudidayakan dan harganya terjangkau adalah ikan lele. Ikan lele merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki mutu protein lengkap. Selain itu, ikan lele juga mengandung asam amino esensial dalam jumlah yang cukup (Astawan 2008).

Formula makanan cair berbasis tepung ikan lele ini diharapkan dapat menjadi alternatif makanan cair sumber protein. Formulasi makanan cair ini ditambahkan dengan tepung ikan lele, dengan adanya penambahan tepung ikan lele ini diharapkan dapat menyumbang asam-asam amino yang membantu dalam pembentukan albumin. Ikan lele mempunyai struktur daging yang halus dan tidak terdapat duri lembut, memungkinkan dijadikan bahan baku untuk berbagai bentuk olahan. Saat ini, bentuk olahan ikan lele yang dikenal masyarakat masih terbatas. Salah satu pemanfaatan ikan lele adalah dapat dijadikan tepung ikan lele. Menurut Moeljanto (1982), tepung ikan memiliki nilai gizi yang tinggi terutama kandungan protein yang kaya akan asam amino esensial terutama lisin dan metionin.

(12)

2

bentuk alternatif bahan pangan. Selain memiliki daya simpan yang cukup lama dibandingkan dengan ikan segar, bentuk yang berupa tepung diharapkan menjadikan ikan lebih fleksibel dalam pemanfaatannya (Mervina et al 2012).

Tujuan Tujuan Umum

Untuk mengembangkan makanan cair berbasis tepung ikan lele (Clarias gariepenus) sebagai alternatif sumber protein.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah

1. Mempelajari cara pembuatan makanan cair dan menentukan formula terbaik dari makanan cair yang berbasis tepung ikan lele (Clarias gariepenus) 2. Mengevaluasi sifat organoleptik makanan cair berbasis tepung ikan lele

(Clarias gariepenus)

3. Menganalisis sifat fisik kimia makanan cair berbasis tepung ikan lele (Clarias gariepenus)

4. Menganalisis pengaruh penambahan tepung ikan lele (Clarias gariepenus) terhadap sifat fisik (viskositas, total padatan terlarut, osmolaritas) formula. 5. Menganalisis pengaruh penambahan tepung ikan lele (Clarias gariepenus)

terhadap sifat kimia (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat) formula.

6. Menghitung kontribusi zat gizi makanan cair terpilih terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) dewasa.

Manfaat Penelitian

Pengolahan tepung ikan lele menjadi makanan cair secara khusus diharapkan dapat memperkaya pengetahuan masyarakat tentang makanan cair yang berbasis tepung ikan lele yang dapat diterapkan di rumah sakit maupun secara mandiri di masyarakat.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai Mei 2014. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan dan Percobaan Makanan, Laboratorium Penilaian Uji Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, FEMA IPB, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Unit Produksi Makanan (UPM) RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Bahan dan Alat

(13)

3 ikan, PT Carmelitha Lestari. Alat-alat yang digunakan adalah blender, timbangan digital, kompor gas, sendok pengaduk, saringan, panci, gelas ukur, termometer.

Bahan-bahan yang digunakan dalam uji organoleptik adalah tiga formula makanan cair dengan kode sampel F1, F2, dan F3. Alat yang digunakan dalam pengujian sifat organoleptik dari makanan cair adalah formulir uji organoleptik makanan cair yang akan di isi oleh panelis.

Bahan-bahan yang digunakan dalam uji sifat fisik dan kimia adalah aquades, H2SO4 , K2SO4, NaOH-Na2S2O3, H2BO3, HCl 0,02 N, dan Pelarut petroleum

ether. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah viscometer, pH meter, oven dan timbangan.

Tahapan Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga (3) tahap, yaitu (1) Tahap formulasi makanan cair; (2) Tahap pengujian sifat organoleptik makanan cair; (3) Tahap pengujian sifat fisik dan kimia makanan cair.

1. Formulasi Makanan Cair

Penetapan formula dilakukan berdasarkan penelitian Aitonam (2011) tentang makanan cair yang diperkaya dengan tempe untuk penyandang diabetes mellitus. Untuk menetapkan formula dilakukan secara eksploratif di UPM RSCM untuk mendapatkan formula makanan cair yang sesuai dengan nilai gizi, osmolaritas yang sesuai cairan tubuh sehingga tidak menyebabkan diare serta viskositas yang tepat untuk dapat melalui pipa (sonde) nomor 8-14. Pada awalnya komposisi tepung lele yang digunakan lebih dari 50 g, tetapi aromanya terlalu amis dan banyak endapan. Kemudian dilakukan formulasi lagi sehingga didapat formulasi dengan komposisi tepung lele F1 30 g, F2 40 f, F3 50 g (dapat dilihat pada Tabel 1). Untuk memudahkan dalam perhitungan cairan dan energi maka formula makanan cair ini dibuat 1 Kkal/1mL.

(14)

4

Tabel 1 Formulasi makanan cair

Bahan Satuan Formulasi

(15)

5

Gambar 1 Diagram Alir Poses Pembuatan Makanan Cair

2. Pengujian Sifat Organoleptik Makanan Cair

Karakteristik makanan cair agar dapat diterima oleh pasien bedah dan dapat melewati pipa sonde makanan cair maka perlu dipertimbangkan berbagai aspek seperti kekentalan, rasa, warna, aroma, kestabilan dan penerimaan umum. Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan terhadap suatu produk makanan dapat dilakukan dengan uji organoleptik.

Uji organoleptik terhadap makanan cair dilakukan dengan menggunakan uji hedonik dan mutu hedonik kepada panelis. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik produk. Sedangkan uji mutu hedonik ditujukan untuk mengetahui respon panelis terhadap karakteristik produk yang lebih spesifik. Penilaian dilakukan terhadap karakteristik tekstur, warna, aroma, rasa.

Panelis uji organoleptik produk adalah panelis semi terlatih yaitu mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat IPB sebanyak 30 orang. Menurut Setyaningsih et al (2010), uji organoleptik dengan panelis semi terlatih membutuhkan panelis sebanyak 25 orang. Penambahan 5 orang panelis dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai antisipasi jika terjadi kesalahan dalam pengisian data. Uji kesukaan dilakukan dengan menggunakan scoring dari 1 sampai Sembilan (9) dengan kategori (1) amat sangat tidak suka, (2) sangat tidak suka, (3) tidak suka, (4) kurang suka, (5) netral, (6) agak suka, (7) suka, (8) sangat suka, (9) amat sangat suka. Untuk mengetahui formula mana yang paling disukai oleh panelis dilakukan pembobotan kemudian dilihat formula mana yang paling tinggi bobotnya itulah formula terpilih.

Tepung ikan lele direbus

Makanan cair direbus dengan suhu<800C,

Susu yg sudah diseduh dimasukkan ke dalam blender, tambahkan garam, diblender lagi.

(16)

6

3. Pengujian Sifat Fisik dan Kimia Makanan Cair

Sifat fisik yang diuji meliputi uji viskositas, total padatan terlarut (TPT) dan uji osmolaritas. Sifat kimia yang dianalisis dalam makanan cair yaitu dan analisis proksimat yang meliputi, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat (dapat dilihat pada Lampiran 4)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dua kali pengulangan dengan model :

Yij = µ + Ti + ɛ ij

dengan :

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i = banyaknya perbandingan (1,2,3) j = banyaknya ulangan (1,2)

Program yang digunakan untuk mengolah data yaitu Microsoft Excel 2010 dan SPSS 17.0. Data hasil uji organoleptik dan daya terima dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan nilai rata-rata dan persentase penerimaan. Pengaruh jenis formula terhadap hasil uji organoleptik dan sifat fisik-kimia makanan cair dianalisis statistik dengan sidik ragam (ANOVA). Apabila hasil menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan di antara perlakuan maka dilakukan uji lanjut Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Pembuatan Makanan Cair Berbasis Tepung Ikan Lele Ada beberapa tahap dalam pembuatan makanan cair. Tahap pertama adalah tepung ikan lele sebanyak 30 g direbus dengan air matang sebanyak 300 mL. Hal ini bertujuan agar proses perebusan tidak terlalu lama untuk meminimalisasi terjadinya denaturasi protein. Setelah mendidih diangkat dan didinginkan. Tahap kedua, bahan-bahan kering seperti susu fullcream, susu skim,gula pasir, tepung susu soya, maltodekstrin diseduh dengan air matang sebanyak 200 mL, aduk. Bahan-bahan kering ini diseduh terlebih dahulu bertujuan supaya tidak menggumpal saat di blender dengan bahan yang lain.

(17)

7 suhu perebusan harus diperhatikan karena jika terlalu lama dan suhu lebih dari 800C makanan cair akan mengental karena putih telur terkoagulasi karena pemanasan. Terakhir ditambahkan vanili secukupnya, angkat dan masukkan ke dalam botol steril.

Karakteristik Organoleptik Makanan Cair Berbasis Tepung Ikan Lele

Uji organoleptik bertujuan untuk menentukan formula makanan cair terbaik dari ketiga formula. Uji organoleptik dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih dengan latar belakang mahasiswa S1 Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB. Pengujian organoleptik ini menggunakan tiga indera yaitu penglihatan, penciuman dan pengecapan.

Tiga formula yaitu formula F1, formula F2 dan formula F3 mempunyai kandungan tepung ikan lele yang berbeda-beda yaitu 30 g, 40 g dan 50 g. Selanjutnya dilakukan uji hedonik dan mutu hedonik terhadap ketiga formula tersebut.

Uji organoleptik terhadap makanan cair dilakukan dengan menggunakan uji hedonik dan mutu hedonik kepada panelis. Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik produk. Nilai yang dipakai adalah nilai rataan. Tingkat kesukaan diuji dengan parameter warna, aroma, tekstur, rasa. Kesukaan terdiri dari 9 dengan klasifikasi 1= amat sangat tidak suka, 2=sangat tidak suka, 3=tidak suka, 4=kurang suka, 5=netral, 6=agak suka, 7=suka, 8=sangat suka, 9=amat sangat suka. Sedangkan uji mutu hedonik ditujukan untuk mengetahui respon panelis terhadap karakteristik produk yang lebih spesifik. Penilaian organoleptik dilakukan terhadap karakteristik warna, tekstur, rasa, aroma.

Warna

Warna merupakan parameter yang paling cepat dalam memberi kesan penilaian suatu produk. Menurut Vaclavick dan Christian (2003), intensitas warna juga mempengaruhi persepsi rasa suatu makanan atau minuman. Hendry dan Houghton (1996) menyatakan bahwa warna suatu minuman menjadi salah satu indikator penting yang sangat berpengaruh terhadap daya tarik konsumen.

Hasil uji hedonik warna makanan cair menunjukkan nilai tingkat kesukaan yang berkisar antara 4 (kurang suka) sampai 7 (suka). Penerimaan panelis terhadap warna minuman formula F1 5,86 (netral), formula F2 4,89 (kurang suka), formula F3 4,10 (kurang suka). Rata-rata nilai uji hedonik warna disajikan dalam Gambar 2.

(18)

8

Hasil sidik ragam (Lampiran 1a) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna makanan cair. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 1a) menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kesukaan warna formula F1 berbeda nyata dengan formula F2 dan formula F3. Demikian pula dengan persentase panelis yang menerima warna makanan cair, warna formula yang paling banyak disukai adalah formula F1. Persentase panelis terbanyak yang menerima warna makanan cair yaitu formula F1 sebesar 83,3 % (Gambar 3).

Gambar 3 Persentase panelis yang menerima warna makanan cair Atribut yang diuji untuk uji mutu hedonik pada makanan cair ini adalah 1=amat sangat gelap, 2=sangat gelap, 3=gelap, 4=agak gelap, 5=netral, 6=agak cerah, 7=cerah, 8=sangat cerah, 9=amat sangat cerah. Hasil rata-rata uji mutu hedonik terhadap warna makanan cair formula F1 5,72 (netral);untuk formula F2 4,51 (agak gelap);untuk formula F3 4,76 (agak gelap). Rata-rata nilai uji mutu hedonik warna ketiga formula disajikan pada Gambar 4. Nilai mutu hedonik warna ketiga formula berada pada kisaran warna agak gelap sampai netral.

(19)

9 Tekstur

Tekstur makanan cair yang dinilai oleh panelis rata-rata tidak jauh berbeda. Hasil uji hedonik tekstur makanan cair menunjukkan nilai tingkat kesukaan yang berkisar antara 4 (kurang suka) sampai 6 (agak suka). Rata-rata penerimaan panelis terhadap tekstur minuman formula F1 5,12 (netral), formula F2 4,8 (kurang suka), formula F3 4,68 (kurang suka). Rata-rata nilai uji hedonik tekstur disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5 Grafik rata-rata nilai uji hedonik tekstur

Hasil sidik ragam (Lampiran1b) menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna makanan cair. Untuk atribut tekstur tidak dilakukan uji Duncan karena hasil sidik ragam tidak berpengaruh nyata (p>0,05). Rata-rata panelis tidak begitu suka dengan tekstur dari makanan cair, karena menurut penilaian panelis teksturnya belum baik karena masih ada endapan. Persentase rata-rata panelis terbanyak yang menerima tekstur makanan cair adalah formula F1 yaitu sebesar 60 % (Gambar 6).

(20)

10

Gambar 7 Rata-rata nilai uji mutu hedonik tekstur makanan cair

Hasil sidik ragam (Lampiran 2b) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai mutu tekstur ketiga formula. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2b) menunjukkan bahwa nilai mutu tekstur F1 dan F2 berbeda nyata dengan F3. Penambahan tepung lele pada makanan cair akan menyebabkan adanya endapan pada makanan cair. Hal ini menyebabkan F3 lebih banyak endapan dibandingkan dengan formula yang lainnya. Menurut panelis, ketiga formula ketika diminum masih terasa ada ampas.

Rasa

Rasa merupakan perpaduan dari tanggap cicip dan bau (aroma). Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : senyawa kimia, konsentrasi, suhu dan interaksi dengan komponen rasa lain. Rata-rata penerimaan panelis terhadap rasa minuman formula F1 7,35 (suka), formula F2 5,25 (netral), formula F3 4,84 (kurang suka). Hasil uji hedonik terhadap rasa makanan cair menunjukkan nilai tingkat kesukaan antara 4(agak suka) sampai 7 (suka). Rata-rata nilai uji hedonik terhadap rasa makanan cair disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Rata-rata uji hedonik rasa makanan cair

(21)

11

Gambar 9 Persentase panelis yang menerima rasa makanan cair Atribut rasa yang diuji pada makanan cair diklasifikasikan sebagai berikut 1=amat sangat tidak manis, 2=sangat tidak manis, 3=tidak manis, 4=agak tidak manis, 5=netral, 6=agak manis, 7=manis, 8=sangat manis, 9=amat sangat manis. Rata-rata hasil uji mutu hedonik terhadap rasa makanan cair formula F1 6,83 (agak manis);untuk formula F2 5,66 (netral);untuk formula F3 5,07 (netral). Rata-rata nilai uji mutu hedonik rasa ketiga formula disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Rata-rata nilai uji mutu hedonik rasa makanan cair

Hasil sidik ragam (Lampiran 2c) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai mutu rasa ketiga formula. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2c) menunjukkan bahwa nilai mutu tekstur F1 berbeda nyata dengan formula F2 dan formula F3.

Aroma

Aroma suatu minuman turut mempengaruhi kelezatan dan daya tariknya. Selain dipengaruhi oleh kandungan makanan cair, aroma suatu makanan atau minuman juga dipengaruhi oleh temperatur saat penyajian. Aroma dapat dideteksi oleh sel-sel olfaktori bagian atas rongga hidung. Makanan cair disajikan dalam keadaan suam-suam kuku dan aroma khas ikan masih ada.

(22)

12

Gambar 11 Rata-rata nilai uji hedonik aroma makanan cair

Hasil sidik ragam (Lampiran 1d) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap aroma ketiga formula makanan cair. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 1d) menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kesukaan rasa F1 berbeda nyata dengan formula F2 dan formula F3. Persentase rata-rata panelis terbanyak yang menerima aroma makanan cair adalah formula F1 sebesar 83,3 %, dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Persentase rata-rata panelis yang menerima aroma makanan cair. Atribut warna yang diuji pada makanan cair diklasifikasikan sebagai berikut 1=amat sangat amis, 2=sangat amis, 3=amis, 4=agak amis, 5=netral, 6=agak tidak amis, 7=tidak amis, 8=sangat tidak amis, 9=amat sangat tidak amis. Rata-rata hasil uji mutu hedonik terhadap aroma makanan cair formula F1 5,07 (netral);untuk formula F2 4,65 (agak amis);untuk formula F3 5,07 (netral). Rata-rata nilai uji mutu hedonik aroma ketiga formula disajikan pada Gambar 13.

(23)

13 Hasil sidik ragam (Lampiran 2d) menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap nilai mutu aroma ketiga formula. Selain dipengaruhi oleh kandungan makanan cair, aroma suatu makanan atau minuman juga dipengaruhi oleh temperatur saat penyajian. Rata-rata panelis menilai aroma ketiga formula berkisar antara amis dan sangat amis. Menurut panelis aroma amis semakin tercium jika makanan cair sudah dingin.

Formula Terpilih

Daya terima makanan cair diukur dengan menjumlahkan panelis yang memiliki tingkat kesukaan netral, agak suka, suka, sangat suka dan amat sangat suka, sedangkan panelis yang tidak dapat menerima adalah panelis dengan tingkat kesukaan amat sangat tidak suka sampai agak tidak suka (Fardinarti 2007).

Daya terima makanan cair yang tertinggi adalah makanan cair formula F1 , sedangkan yang memiliki daya terima rendah adalah F3. Panelis pada umumnya menyukai F1 karena komposisi tepung lelenya paling sedikit sehingga tidak terlalu amis dan teksturnya cukup baik. Maka dapat ditetapkan bahwa formula terpilih dari ketiga formula yang diujikan adalah formula F1. Pemilihan tersebut didasarkan pada formula yang mendapat persentase penerimaan panelis tertinggi pada uji kesukaan untuk warna, rasa dan aroma (Gambar 14). Sedangkan untuk tekstur panelis tidak terlalu suka karena makanan cair masih belum baik (masih ada endapan).

Gambar 14 Presentase penerimaan panelis terhadap makanan cair berbasis tepung ikan lele

Untuk penelitian selanjutnya, endapan pada makanan cair diduga dapat diatasi dengan penambahan CMC. Menurut Winarno (1997) CMC berfungsi sebagai pengental, stabilitator, pembentuk gel dan sebagai pengelmusi. Bentuk CMC yang banyak digunakan sebagai bahan pengisi pada industri pangan adalah garam Na-CMC. CMC memiliki warna putih, tidak berbau, tidak memberikan rasa dan tidak beracun (Kirk & Othmer 1952).

(24)

14

Karakteristik Fisik Makanan Cair

Uji karakteristik fisik makanan cair berbasis tepung ikan lele meliputi uji viskositas, total padatan terlarut (TPT) dan osmolaritas.

Viskositas

Tekstur pada minuman dapat dinilai dari kekentalan atau viskositas minuman tersebut. Menurut Bierd et al (1980), viskositas adalah suatu cara yang digunakan untuk menunjukkan berapa daya dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan. Viskositas dapat mengukur kecepatan dari suatu cairan mengalir melalui pipa gelas.

Pengukuran viskositas atau kekentalan dari makanan cair menggunakan alat Brookfield Viscometer. Viskositas diukur dengan menggunakan alat viskometer model BM, seri No. 8542, Tokyo Keichi Co. Ltd. Sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan pada viskometer dipasang pengaduk dengan no 30. Alat dihidupkan selama 5 menit. Viskositas dapat dibaca dengan satuan centipoise (cP).

Tabel 2 Viskositas makanan cair

Perlakuan Viskositas (cP) Rata-rata

Ulangan 1 Ulangan 2

F1 5,5 5,5 5,5

F2 7,5 7,5 7,5

F3 6 6 6

Hasil analisis viskositas ketiga formula makanan cair ini memenuhi syarat viskositas makanan cair. Hal ini sesuai dengan penelitian pendahuluan (Aitonam 2006) viskositas makanan cair DM komersial di RSCM yaitu 7cP-13,5 cP. Makanan cair DM komersial ini dapat melewati pipa sonde dan telah dapat diterima masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil rata-rata uji mutu hedonik atribut tekstur formula F1 6,06 (agak encer);untuk formula F2 5,12 (netral);untuk formula F3 4,85 (agak kental). Menurut Winarno (1997), peningkatan viskositas menunjukkan peningkatan kekentalan pada produk susu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu kandungan protein, lemak, jenis protein, suhu pengolahan, kadar air dan aktifitas air.

Total Padatan Terlarut (TPT)

Total padatan terlarut adalah semua komponen dalam makanan cair kecuali air dan lemak yang ada dalam makanan cair. Total padatan terlarut berkaitan dengan mutu produk. TPT menunjukkan total gula pada suatu larutan yang memiliki indeks refraksi mirip dengan sukrosa atau gula-gula sederhana yang dinyatakan dalam satuan 0Brix. Produk dengan total padatan terlarut rendah akan memiliki nilai viskositas yang rendah. Nilai total padatan terlarut makanan cair disajikan pada tabel 3.

(25)

15 Nilai TPT makanan cair F2 lebih tinggi dibandingkan formula lainnya. Semakin besar nilai TPT menunjukkan semakin banyak gula yang terlarut dalam produk dan seblaiknya. Tetapi ketiga formula ini mempunyai komposisi gula pasir yang sama, seharusnya nilai TPT ketiga formula ini tidak jauh berbeda satu sama lain. Hal ini diduga disebabkan karena komponen lain pada makanan cair yang tidak homogen. Tetapi berdasarkan penelitian pendahuluan (Aitonam 2011) TPT makanan cair DM komersial berkisar antara 17,6-22,40Brix yang telah dapat diterima masyarakat serta dapat melewati pipa sonde, dengan demikian dapat dikatakan bahwa berdasarkan nilai TPT makanan cair DM komersial makanan cair berbasis tepung ikan lele ini dapat diterima.

Osmolaritas

Makanan cair yang memiliki osmolaritas yang tinggi mudah menyebabkan diare, sebab cairan tubuh akan ditarik masuk ke dalam lumen usus. Osmolaritas yang ideal adalah 350-400 mOsmol/kg sesuai dengan osmolaritas cairan ekstraseluler. Hasil analisis osmolaritas produk ini berkisar antara 442-470 mOsmol/kg. Ketiga formula memiliki osmolaritas diatas ideal makanan cair. Hasil osmolaritas formula disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Osmolaritas makanan cair

Perlakuan Osmolaritas (mOsmol/kg) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2

F1 445 440 442,5

F2 435 433 434

F3 469 471 470

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 3h) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap osmolaritas ketiga formula makanan cair. Uji lanjut Duncan (Lampiran 3h)menunjukkan bahwa osmolaritas formula F3 berbeda nyata dengan formula F1 dan formula F2.

Karakteristik Kimia Makanan Cair

Uji karakteristik kimia meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat.

Kadar Air

Kadar air merupakan komponen paling penting dalam bahan pangan karena air mempengaruhi penampakan, tekstur dan citarasa makanan. Keberadaan air dalam bahan pangan mempengaruhi kualitas produk terutama dalam hubungannya dengan daya tahan bahan pangan terhadap bakteri, kapang, khamir dan mikroorganisme lainnya. Kadar air yang tinggi dalam bahan pangan menyebabkan mikroorganisme mudah berkembang biak sehingga dapat merusak kandungan gizi dan kualitas fisik produk pangan (Winarno 1997). Hasil pengukuran kadar air makanan cair disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Kadar air makanan cair

Perlakuan Kadar air (%) Rata-rata

Ulangan 1 Ulangan 2

F1 77,67 77,74 77,70

F2 76,67 76,70 76,68

(26)

16

Persyaratan kadar air dalam formula merupakan parameter penting untuk menilai formula tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, kadar air dalam makanan cair berkisar antara 77,7 %-80,48%. Jika dibandingkan dengan susu sapi,menurut Winarno (1992) kadar air susu adalah 85-90 %, sehingga makanan cair yang dihasilkan sedikit lebih rendah dibanding susu sapi. Menurut Muchtadi (1992) kadar air suatu bahan pangan dipengaruhi selama proses pengolahan. Selama proses pengolahan terjadi pengeluaran air dari bahan pangan akibat proses pindah panas. Hal inilah yang menyebabkan kadar air dalam bahan pangan berkurang.

Hasil sidik ragam (Lampiran 3a) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air ketiga formula makanan cair. Uji lanjut Duncan (Lampiran 3a) menunjukkan bahwa kadar air formula F3 berbeda nyata dengan formula F1 dan formula F2.

Kadar Abu

Kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan keberadaan mineral atau bahan-bahan anorganik. Kandungan abu dari suatu bahan pangan menunjukkan residu bahan anorganik yang tersisa setelah bahan organik dalam bahan pangan didestruksi (Sulaeman et al. 1995). Menurut Winarno (1997) sekitar 96 % bahan makanan terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Hasil analisis kadar abu makanan cair disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6 Kadar abu makanan cair

Perlakuan Kadar abu (%) Rata-rata

Ulangan 1 Ulangan 2

F1 0,98 1 0,99

F2 1,13 1,16 1,14

F3 0,95 0,98 0,96

Hasil sidik ragam (Lampiran 3b) menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar abu makanan cair. Uji lanjut Duncan (Lampiran 3b) menunjukkan bahwa kadar abu F2 berbeda nyata dengan formula F1 dan formula F3.

Kadar Lemak

(27)

17 Tabel 7 Kadar lemak makanan cair

Perlakuan Kadar lemak (g/100mL) Rata-rata

Ulangan 1 Ulangan 2 ragam (Lampiran 3d)menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar lemak makanan cair. Uji lanjut Duncan (Lampiran 3d) menunjukkan bahwa kadar lemak F2 berbeda nyata dengan formula F1 dan formula F3.

Kadar Protein

Analisis kadar protein yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode mikro kjeldahl. Metode ini prinsipnya adalah oksidasi senyawa organik oleh asam sulfat untuk membentuk karbondioksida dan air sera pelepasan nitrogen dalam bentuk amonia. Amonia yang terdapat dalam asam sulfat berbentuk ammonium sulfat, sedangkan karbondiosida dan air akan terpisahkan dalam proses destilasi (Muchtadi 1992).

Protein merupakan zat gizi penting bagi tubuh karena selain sebagai sumber energi, proteinberfungsi sebagai zat pembangun tubuh dan zat pengatur di dalam tubuh serta membentuk jaringan baru pada proses pertumbuhan anak (Muchtadi 2009). Dari hasil tersebut, maka protein pada makanan cair formula F1 sebesar 4,36 g. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil analisis makanan cair dengan menggunakan FP2 yaitu 45,9 g. Kadar protein yang terkandung dalam makanan cair berasal dari susu fullcream, susu skim, susu soya, telur, tepung ikan lele. Diharapkan dengan kandungan protein yang berasal dari berbagai bahan pangan protein hewani dapat meningkatkan daya cerna dan mengandung asam amino yang diperlukan dalam pembentukan albumin sehingga dapat berfungsi secara maksimal dalam proses metabolisme tubuh. Hasil analisis kadar protein disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Kadar protein makanan cair

Perlakuan Kadar protein (g/100mL) Rata-rata

Ulangan 1 Ulangan 2

F1 4,25 4,48 4,36

F2 4,86 4,89 4,87

F3 6,01 5,46 5,73

(28)

18

Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat makanan sebagai sumber energi utama dan berperan penting dalam metabolisme tubuh karena molekulnya menyediakan unsur karbon yang siap digunakan oleh sel (Muchtadi 2009). Pada hasil penelitian kadar karbohidrat dihitung dengan metode by difference yaitu 100 % bahan dikurangi dengan penjumLahan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak.

Tabel 9 Kadar karbohidrat makanan cair

Perlakuan Kadar karbohidrat (g/100mL) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2

F1 13,63 13,20 13,41

F2 12,61 13,02 12,81

F3 9,47 10,11 9,79

Hasil analisis proksimat untuk ketiga formula dengan kadar karbohidrat yang diperoleh dari Food Processor Program (FP2). Hasil uji sidik ragam (Lampiran 3e)menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar karbohidrat makanan cair. Uji lanjut Duncan (Lampiran 3e)menunjukkan bahwa kadar karbohidrat formula F3 berbeda nyata dengan formula F2 dan F1. Hal ini diduga karena komposisi maltodekstrin formula F1 lebih banyak dibandingkan dengan formula F2 dan formula F3. Kadar karbohidrat makanan cair diduga berasal dari maltodekstrin, yang merupakan produk modifikasi hasil hidrolisis pati dari jagung, tepung singkong, terigu atau gandum (Goda 2006).

Kontribusi Zat Gizi Makanan Cair

Terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) Dewasa

Produk makanan cair pada penelitian ini hanya menekankan kontribusi potein yang diberikan makanan cair terhadap pemenuhan AKG dewasa . Menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (2004), kecukupan protein dewasa umur 30-49 tahun 60 g untuk pria dan 50 g untuk wanita. Menurut BPOM (2011) produk makanan di klaim kaya atau sumber kandungan gizi apabila memenuhi sedikitnya 20 % dari acuan label gizi (ALG) yang dianjurkan per saji.oleh karena itu untuk memenuhi kriteria tersebut produk makanan cair yang dihasilkan minimal mengandung 12 g per saji. Kandungan protein pada makanan cair formula F1 sebesar 4,36 g/100 mL. Dalam mencapai produk makanan cair tinggi protein tersebut untuk kategori dewasa dapat menkonsumsi produk makanan cair sebanyak 275 mL.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(29)

19 protein 4,36 g/100mL, lemak 3,52 g g/100mL karbohidrat 14,4 g g/100mL, viskositas 5,5 Cp, total padatan terlarut 17,5 0Brix, osmolaritas 442,5 mOsmol/kg.

Makanan cair formula F1 dapat dikonsumsi sebagai selingan sebanyak 275 mL/hari dapat memenuhi kebutuhan protein sekitar 20 % dari total kebutuhan protein berdasarkan AKG dewasa.

Saran

Produk makanan cair yang dihasilkan pada penelitian ini masih banyak kekurangan yaitu teksturnya belum baik, oleh karena itu disarankan melakukan formulasi lebih lanjut untuk pengembangan makanan cair berbasis tepung ikan lele sehingga lebih baik dalam karakteristik produknya dan kandungan gizi. Disarankan untuk memperbaiki tekstur dengan menggunakan CMC. Selain itu juga perlu dilakukan uji albumin terhadap formula makanan cair terpilih.

DAFTAR PUSTAKA

Aitonam M. 2011. Pengaruh Pemberian Makanan Cair yang Diperkaya dengan Tempe terhadap Respons Glukosa Darah Penyandang Diabetes Melitus di RSCM Jakarta [tesis]. Bogor:Institut Pertanian Bogor.

Aitonam M, et al. 2006 Uji Coba Makanan Cair Rendah Kolesterol pada Penyandang Stroke di RSCM Jakarta [skripsi]. Jakarta:Universitas Sahid Jakarta.

Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Apriyantono A, D Fardiaz, NL Puspitasari , Sedarnawati, Budiyanto. 1988.

Analisis Pangan. Bogor:IPB Press.

[AsDI] Asosiasi Dietisien Indonesia. 2005. Panduan Pemberian Makanan Enteral. Jakarta:CV Jaya Pratama.

Asikin, A dkk. 1998. Pemberian Ikan Gabus Pada Pasien Bedah di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Malang : FK Unibraw.

Astawan M. 2008. Lele bantu pertumbuhan janain. http://wilystra2001.multiply. [13 September 2008].

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Pedoman Klaim Pangan dan Gizi. Jakarta (ID):BPOMRI.

Darmoutomo E. 2001. Terapi Hipoalbuminemia. Jakarta: Majalah Gizi Medik Indonesia.

DeMan J.M.1999. Priciples of Food Chemistry. Maryland: Aspen Publisher, Inc. Diah Ambarwati, Fransisca. 2003. Gizi dan Imunitas. Jakarta: Majalah Gizi

Medik Indonesia.

Fardinarti ID. 2007. Pengambangan dan Evaluasi Tepung dan Tablet Isap Kaya Antioksidan Berbahan Dasar Tomat [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

Goda, T. 2006. Availability, Fermentability, and Energy Value of Resistant Maltodextrin:Modelling of Short-Term Indirect Calorimetric Measurements in Healthy Adults. American Journal of Clinical Nutrition. Hamid S. 1999. Pemberian Ekstrak Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus) untuk

Meningkatkan Kadar Albumin Pasien Pasca Bedah di RSUP Dr.M. Djamil [tesis]. Padang:AKZI Depkes Padang.

(30)

20

Mervina, Kusharto CM, Marliyati SA. 2012. Formulasi biskuit dengan substitusi tepung ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan isolate protein kedelai (Glycine max) sebagai makanan potensial untuk balita gizi kurang. J. Teknol. Dan Industri Pangan 23(1):9-16(2012). Bogor.

Montgomery dkk. 1993. Biokimia, Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus Jilid 1 & 2. Alih Bahasa Iswadi. Yogjakarta : Gajah Mada University Press. Moeljanto. 1982. Penanganan Ikan Segar. Jakarta:PT Penebar Swadaya.

Murray, R.K. Harfenist. 1995. Biokimia Harper. Alih Bahasa Hartono. Jakarta : EGC.

Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor:Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi-IPB.

Muchtadi D. 1992. Metode Kimia Biokimia dan Biologi Dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Bogor:Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi-IPB.

Muchtadi D. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Bandung: Alfabeta.

Nurachmah, Elly. 2001. Nutrisi dalam Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto. Nurpudji. 1994. Albumin dalam Ikan Kutuk. http://www.google.co.id.[20

September 2007].

Nurtitus F. 2007. Terapi Diet Pada Pasien Hipoalbuminemia. Semarang : ASDI Dalam Makalah PIN ke III.

Rupi’i. 2007. Patofisiologi Hipoalbuminemia. Semarang : ASDI Dalam Makalah

PIN ke III.

Satiarini B. 2006. Kajian Produksi dan Profitabilitas Pembuatan Susu Jagung [skripsi]. Bogor:Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Setyaningsih D, Apriyantono A, dan Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk

Industri Pangan dan agro. Bogor:IPB Press.

Sjamsuhidajat, R, dkk. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1996. Syarat Mutu Minuman Serbuk Tradisional. SNI 01-4320-1996. Jakarta:Badan Standarisasi Nasional. Sobariah. 2005. Pemberian Makanan Enteral. Jakarta : CV Jaya Pratama.

Supariadi Widodo, Untung. 2000. Isyu – Isyu Mutakhir Gizi Masyarakat (Mineral). Yogyakarta : Fakultas Kedokteran UGM.

Sulaeman A, F Anwar, Rimbawan, SA Marlyati. 1995. Metode Analisis Komposisi Pangan dan Gizi. IPB:Bogor.

Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

[WNPG] Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Angka Kecukupan Gizi. Jakarta.

(31)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Sidik Ragam Uji hedonik a. Warna

Perlakuan N Subset for alfa=0,05

(32)

22

Perlakuan N Subset for alfa=0,05

1 2 3

formula3 30 3.9133

formula2 30 4.8733

formula1 30 6.1633

Sig. 1.000 1.000 1.000

(33)

23

Lampiran 3 Hasil Sidik Ragam Sifat Fisik dan Kimia a. Air

Perlakuan N Subset for alfa=0,05

(34)
(35)

25

Perlakuan N Subset for alfa=0,05

1 2 3

formula2 2 4.3400E2

formula1 2 4.4250E2

formula3 2 4.7000E2

Sig. 1.000 1.000 1.000

Lampiran 4 Prosedur Uji Fisik dan Kimia Makanan Cair

Uji Fisik

1. Pengukuran viskositas (AOAC 1995)

(36)

26

posisi yang stabil. Rotor berputar dan jarum akan bergerak sampai diperoleh njlai viskositas sampel. Pembacaan nilai viskositas dilakukan setelah jarum stabil dan dilakukan dua kali. (Apriyantono et al. 1989)

Viskositas diukur dengan menggunakan alat viskometer model BM, seri No. 8542, Tokyo Keichi Co. Ltd. Sampel dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan pada viskometer dipasang pengaduk dengan no 30. Alat dihidupkan selama 5 menit. Viskositas dapat dibaca dengan satuan centipoise.

2. Total padatan terlarut (AOAC 1995)

Sampel diteteskan pada prisma refraktometer dan dibaca skala refrakrometer yang menunjukkan total padatan terlarut (%).

3. Uji osmolaritas (Saraswanti 2005)

SejumLah sampel dimasukkan ke dalam labu takar, kemudian dihubungkan dengan adaptor dari kepala transmitor. Sampel ditempatkan di dalam bak pendingin, tombol start ditekan dengan tujuan untuk mendinginkan sampel sampai mencapai suhu -160C. Kristalisasi diawali dengan batang pengaduk secara otomatis ( suhu akan meningkat sampai beberapa derajat di bawah 0). Selisih suhu terhadap 0 derajat berbanding lurus dengan jumLah solut (osmolaritas sampel). 1 osmolal setara dengan -1.8580C. Osmolaritas dihitung sebagai berikut :

Osmolaritas (smolal/kg) = 0kristalisasi – 1 osmolal x 100 1 osmolal

Uji Kimia

Kadar air (metode oven) (Apriyantono dkk 1989)

Cawan kosong dan tutupnya diekringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan dan dihomogenkan kemudian ditimbang dengan cepat. Tutup cawan diangkat, cawan beserta isi dan tutup ditempatkan dalam oven selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator, ditutup dengan tutup cawan, lalu didinginkan dan ditimbang kembali. Cotoh kemudian dikeringkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat yang tetap.

% kadar air = berat sampel awal – berat sampel akhir x 100 % Berat sampel awal

Kadar abu (Apriyantono dkk 1989)

Cawan pengabuan disiapkan, kemudian dibakar dalam tanur , didinginkandalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3-5 gram contoh ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian diletakkan dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai beratnya tetap. Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pertama pada suhu 400 0C dan kedua pada suhu 550 0C, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

% kadar abu = Berat abu x 100 % Berat sampel

Kadar protein (Metode mikro kjeldahl) (Apriyantono dkk 1989)

SejumLah kecil contoh ditimbang (kira-kira membutuhkan 3-10 mL HCl 0,01 N atau 0,02 N) dan dipindahkan ke dalam labu kjeldahl 30 mL. tambahkan 1,9 ± 0,1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, dan 0,1 mL H2SO4. Jika contoh lebih dari 15

mg , maka ditambahkan 0,1 mL H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organik di atas

(37)

27 selama 1 – 1,5 jam sampai cairan menjadi jernih dan ditambahkan air sedikit demi sedikit, kemudian dinginkan.isi pindahkan ke dalam destilat, kemudian labu dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 mL air, pindahkan air cucian ke dalam alat destilasi. Erlenmeyer 125 mL yang berisi 5 mL larutan H2BO3 dan 2 – 4 tetes

indicator diletakkan di bawah kondensor. Ujun tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H2BO3. Tambahkan 8-10 mL larutan NaOH-Na2S2O3, kemudian

dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 mL destilat di dalam erlenmeyer. Tabung kondensor dibilas dengan air dan air bilasannya ditampung di dalam Erlenmeyer yang sama. Isi Erlenmeyer kemudian diencerkan sampai kira-kira 50 mL kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai berwrna abu-abu. Lakukan juga untuk penetapan blanko.

Kadar lemak (Metode Soxhlet) (Apriyantono, 1989)

Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet yang akan digunakan, dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh dalam bentuk tepung langsung ditimbang dalam saringan timbel yang sesuai ukurannya, kemudian tutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Timbel atau kertas saring yang berisi contoh tersebut diletakkan dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor di atasnya dan lamu lemak dibawahnya.pelarut dietil eter atau petroleum eter dituang ke dalam labu lemak secukupnyasesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan. Kemudian dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih.pelarut yang ada di dalam labu lemak di destilasi dan pelarutnya ditampung. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven suhu 105 0C. Setelah itu sampel dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, timbang labu beserta lemaknya tersebut dan berat leamk dapat dihitung.

% kadar lemak = Berat labu awal – Berat labu akhir x 100 % Berat sampel yang di ekstraksi Kadar karbohidrat (Apriyantono, 1989)

Kadar karbohidrat ditentukan melalui perhitungan carbohydrate by difference, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(38)

28

Lampiran 5a Formulir uji organoleptik makanan cair

Nama Panelis : Jenis Kelamin :

Tanggal uji : Kode sampel :

Di hadapan saudara/I disajikan 3 sampel makanan cair. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Beri tanda garis pada garis yang disediakan

2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum anda menilai sampel berikutnya

3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat anda melakukan penilaian

(39)

29 Lampiran 5b Formulir uji organoleptik makanan cair

Nama Panelis : Jenis Kelamin :

Tanggal uji : Kode sampel :

Di hadapan saudara/I disajikan 3 sampel makanan cair. Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Beri tanda garis pada garis yang disediakan

2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum anda menilai sampel berikutnya

3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat anda melakukan penilaian

(40)

30

Lampiran 6 Perhitungan Kontribusi Zat Gizi Makanan Cair Terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) Dewasa

Kandungan protein per saji = 20 % x 60 g = 12 g per saji

(41)

31

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1  Formulasi makanan cair
Gambar 1 Diagram Alir Poses Pembuatan Makanan Cair
Gambar 2.
Gambar 5 Grafik rata-rata nilai uji hedonik tekstur
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan formula flakes berbasis bahan pangan lokal yaitu pati garut dengan penambahan tepung ikan lele dumbo ( Clarias

[r]

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa HPI yang dikeringkan menggunakan spray dryer memiliki kadar air yang lebih tinggi yaitu Gambar 2 Nilai rata-rata NTT/NTB

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui interaksi pengaruh tepung usus ayam sebagai pengganti tepung ikan dalam pembuatan pakan buatan dan

Hasil pengujian nilai asam amino lisin mi kering dengan penambahan tepung daging ikan lele dumbo berbagai konsentrasi tersaji pada Tabel 1.. Hasil Pengujian Asam Amino Lisin

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh berbagai formulasi surimi ikan lele Sangkuriang (Clarias gariepsinus) terhadap kadar protein dan tekstur pempek

Derajat hidrolisis yang dihasilkan dari proses hidrolisis protein ikan lele dumbo pada kondisi optimum sebesar 48,39%, hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil

Hasil pengujian nilai asam amino lisin mi kering dengan penambahan tepung daging ikan lele dumbo berbagai konsentrasi tersaji pada Tabel 1.. Hasil Pengujian Asam Amino Lisin