• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapatan Usahatani Kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendapatan Usahatani Kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI

DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU

KABUPATEN CIANJUR

NASTITI WINAHYU

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendapatan Usahatani Kedelai Di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Nastiti Winahyu

(4)

ABSTRAK

NASTITI WINAHYU. Pendapatan Usahatani Kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh RITA NURMALINA.

Kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai dalam bentuk biji kering belum mampu mencukupi permintaan sehingga produksi dan produktivitas kedelai polong tua perlu ditingkatkan. Tujuan penelitian ini yaitu mengkaji keragaan, menganalisis pendapatan, dan rasio imbangan penerimaan dan biaya (R/C) pada usahatani kedelai polong tua dan polong muda di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif yang meliputi analisis pendapatan dan rasio R/C. Pendapatan atas biaya tunai per hektar per musim pada kedelai polong tua dan polong muda sebesar Rp 2 287 625.33 dan Rp 680 142.42. Pendapatan atas biaya total per hektar per musim pada kedelai polong tua bernilai positif sebesar Rp 578 796.95 dan menguntungkan untuk diusahakan. Sedangkan pendapatan atas biaya total per hektar per musim pada kedelai polong muda bernilai negatif yang berarti petani kedelai polong muda mengalami kerugian sebesar Rp 129 199.46. Analisis rasio R/C atas biaya tunai pada kedelai polong tua sebesar 1.62 sedangkan pada kedelai polong muda sebesar 1.24. Nilai rasio R/C kedelai polong tua dan polong muda atas biaya total sebesar 1.11 dan 0.97.

Kata kunci: analisis pendapatan, analisis rasio R/C, Desa Sukasirna, kedelai polong tua, kedelai polong muda

ABSTRACT

NASTITI WINAHYU. Farm Income Analysis of Soybean in Sukasirna Village, Sukaluyu District, Cianjur Regency. Supervised by RITA NURMALINA.

Soybean is one of important food crops in Indonesia after rice and corn. Fulfillment of dried soybean in the country has not been able to meet the demand, so the old pods cultivation and productivity still need to be enhanced. The purpose of this research was to examine the variability, farm income analysis, as well as to analyze the ratio between revenue and cost (R/C) of the old and young pods soybean in Sukasirna Village, Sukaluyu District, Cianjur Regency. This research used descriptive and quantitative analysis, namely income analysis and R/C ratio. Income based on cash costs per hectare per season of old and young pods soybean is Rp 2 287 625.33 and Rp 680 142.42. Income based on total costs per hectare per season on old pods soybean is positive amounting Rp 578 796.95 and profitable to be developed. While in young pods soybean have negative farming income based on total costs per hectare per season which means young pods soybean farmers suffered a loss of Rp 129 199.46. Analysis of the ratio of R/C at the expense of cash in old pods soybean at 1.62 while on young pods soybean is 1.24. Value of the ratio R/C old and young pods soybean over the total costs of 1.11 and 0.97.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI

DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU

KABUPATEN CIANJUR

NASTITI WINAHYU

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala kasih sayang, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Sholawat serta salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW dan para sahabat yang telah menjadi suri tauladan bagi penulis. Skripsi dengan tema usahatani kedelai yang berjudul Pendapatan Usahatani Kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur berhasil dilaksanakan pada bulan Januari – Juli tahun 2014.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku pembimbing yang telah dengan sabar memberikan saran, arahan, dan waktu kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Ibu Etriya, SP MM selaku dosen penguji utama dan Bapak Rahmat Yanuar, SP MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Jaelani dari Badan Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu, Bapak Karno dan Bapak Lukman dari Gabungan Kelompok Tani Desa Sukasirna, yang telah banyak membantu selama pengumpulan data dan informasi. Selanjutnya, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Nunung Kusnadi, MS selaku pembimbing akademik yang telah membimbing dan menasehati penulis selama menjalani perkuliahan. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku ketua tim Penelitian Unggulan Departemen (PUD) Agribisnis yang telah mengikut sertakan penulis sebagai enumerator dalam penelitian PUD 2014 yang berjudul “Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Kedelai : Pendekatan Domestic Resource Cost (DRC)”. Terima kasih penulis sampaikan pula kepada Papa, Mama, Mbak, dan Adik serta seluruh keluarga atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya. Terakhir penulis sampaikan terima kasih untuk sahabat, teman-teman satu bimbingan skripsi, MSA 4, KAMAJAYA, HIPMA IPB 2011 – 2013 dan kawan-kawan Agribisnis 47 IPB yang selalu memberikan dukungan dan doa selama ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 7

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 7

TINJAUAN PUSTAKA 7

Gambaran Umum Komoditi Kedelai 7

Budidaya Kedelai 8

Tinjauan Penelitian Terdahulu 10

Keterkaitan Kajian Empiris terhadap Penelitian 12

KERANGKA PEMIKIRAN 13

Kerangka Pemikiran Teoritis 13

Kerangka Pemikiran Operasional 16

METODE PENELITIAN 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Jenis dan Sumber Data 19

Metode Pengumpulan Data 19

Metode Pengolahan dan Analisis Data 20

Definisi Operasional Penelitian 23

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24

Keadaan Geografis 24

Sosial Ekonomi Masyarakat 24

Karakteristik Petani Responden 25

HASIL DAN PEMBAHASAN 32

Keragaan Usahatani Kedelai 32

Pendapatan usahatani kedelai polong tua dan polong muda 42

Analisis Rasio R/C 51

SIMPULAN DAN SARAN 52

Simpulan 52

Saran 53

DAFTAR PUSTAKA 54

LAMPIRAN 56

(10)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan protein kedelai dan beberapa bahan makanana 1 2 Luas panen, produktivitas, dan produksi serta volume impor kedelai di

Indonesia tahun 2010 – 2013ab 2

3 Produksi kedelai di lima provinsi sentra kedelai di Indonesia tahun

2010 – 2013a 3

4 Luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai di Jawa Barat tahun

2012a 4

5 Kriteria kesuaian agroklimat untuk tanaman kedelai 8 6 Perhitungan pendapatan dan rasio R/C usahatani kedelai 22 7 Karakteristik petani responden di Desa Sukasirna Kecamatan

Sukaluyu Kabupaten Cianjur berdasarkan usia 25

8 Karakteristik petani responden di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur berdasarkan tingkat pendidikan 26 9 Karakteristik petani responden di Desa Sukasirna Kecamatan

Sukaluyu Kabupaten Cianjur berdasarkan lama bertani kedelai 27 10 Karakteristik petani responden di Desa Sukasirna Kecamatan

Sukaluyu Kabupaten Cianjur berdasarkan jumlah tangunggan 28 11 Karakteristik petani responden di Desa Sukasirna Kecamatan

Sukaluyu Kabupaten Cianjur berdasarkan luas lahan 28 12 Karakteristik petani responden di Desa Sukasirna Kecamatan

Sukaluyu Kabupaten Cianjur berdasarkan status lahan 29 13 Karakteristik petani responden di Desa Sukasirna Kecamatan

Sukaluyu Kabupaten Cianjur berdasarkan status usahatani 30 14 Karakteristik petani responden di Desa Sukasirna Kecamatan

Sukaluyu Kabupaten Cianjur berdasarkan pemasaran 31 15 Karakteristik petani responden di Desa Sukasirna Kecamatan

Sukaluyu Kabupaten Cianjur berdasarkan perolehan kegiatan

pendampingan 31

16 Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usahatani kedelai polong tua dan polong muda per hektar di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu

Kabupaten Cianjur 36

17 Rata-rata penggunaan peralatan tambahan pada usahatani kedelai polong tua dan polong muda per hektar di Desa Sukasirna Kecamatan

Sukaluyu Kabupaten Cianjur 38

18 Penerimaan usahatani kedelai polong tua dan polong muda per hektar di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur 43 19 Biaya pupuk pada usahatani kedelai polong tua dan polong muda per

hektar di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur 44 20 Biaya pestisida pada usahatani kedelai polong tua dan polong muda

per hektar di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur 45 21 Biaya tenaga kerja pada usahatani kedelai polong tua dan polong

muda per hektar di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten

Cianjur 46

22 Biaya penyusutan peralatan pada usahatani kedelai polong tua dan polong muda per hektar di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu

(11)

23 Biaya pemanenan pada usahatani kedelai polong tua dan polong muda per hektar di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur 50 24 Penerimaan, pengeluaran, pendapatan dan R/ C rasio usahatani kedelai

polong tua dan polong muda per hektar di Desa Sukasirna Kecamatan

Sukaluyu Kabupaten Cianjur 51

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 18

2 Rata-rata penggunaan pupuk pada usahatani kedelai polong tua dan polong muda per hektar di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu

Kabupaten Cianjur 34

3 Rata-rata penggunaan pestisida pada usahatani kedelai polong tua dan polong muda per hektar di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu

Kabupaten Cianjur 35

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai

menurut wilayah tahun 2011-2013a 56

2 Realisasi luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai menurut kecamatan di Kabupaten Cianjur tahun 2013a 56 3 Denah desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur 57

4 Deskripsi kedelai varietas Davros 58

5 Deskripsi kedelai varietas Orba 59

6 Rincian penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani kedelai polong tua dan polong muda per hektar di Desa Sukasirna

Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur 60

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman pangan merupakan sektor pertanian sebagai penyedia bahan pangan utama di Indonesia. Setelah padi dan jagung, tanaman pangan penting lainnya adalah kedelai. Menurut Rahayu dan Riptanti (2010), kedelai merupakan salah satu jenis kacang-kacangan yang mengandung protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin, dan mineral. Rata-rata konsumsi protein penduduk Indonesia per kapita per tahun pada komoditi kacang-kacangan menurut Badan Pusat Statistik (2014) pada tahun 2013 sebesar 4.72 gram. Rata-rata tersebut menempati urutan tertinggi kedua setelah komoditi padi-padian sebesar 20.49 gram per kapita per tahun sebagai bahan pangan utama di Indonesia.

Kedelai memiliki kadar protein yang lebih tinggi daripada padi dan jagung. Kadar protein nabati pada kedelai, padi dan jagung secara berturut-turut yaitu 40.40 gram, 6.80 gram, dan 9.80 gram. Sedangkan protein hewani yang biasa dikonsumsi yaitu ikan segar dan daging sapi memiliki kandungan protein sebesar 17.00 gram dan 18.80 gram. Kandungan protein kedelai dan beberapa bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan protein kedelai dan beberapa bahan makanana Jenis Makanan Kadar Protein (gram) Persentase (%)

Kacang kedelai 40.40 43.53

Daging sapi 18.80 20.26

Ikan segar 17.00 18.32

Jagung kuning 9.80 10.56

Beras giling 6.80 7. 33

a

Sumber : DKBM, Departemen Kesehatan 2012 (diolah)

Pemenuhan kebutuhan protein dapat dicapai dengan mengonsumsi komoditi kedelai dan bahan makanan lainnya. Berdasarkan Tabel 1, kandungan protein tertinggi berada pada bahan makanan kacang kedelai dan daging sapi sebesar 43.53 persen dan 20.26 persen. Kedelai dapat diperoleh dengan harga Rp 4 000 – Rp 12 000 per kilogram. Harga daging sapi per kilogram berada pada rentang Rp 85 000 – Rp 110 0001. Hal ini menunjukkan kedelai dapat menjadi bahan makanan utama dalam pemenuhan protein tubuh dengan harga yang lebih terjangkau.

Penggunaan kedelai di Indonesia diutamakan sebagai bahan konsumsi yang diolah menjadi produk turunan meliputi tahu, tempe, dan produk turunan lain untuk memenuhi kebutuhan protein yang diperlukan oleh tubuh. Selain itu, kedelai dapat dikonsumsi langsung dengan cara direbus atau dijadikan bahan baku pakan ternak. Produk turunan yang dihasilkan menggunakan input yang berasal dari kedelai polong tua dan polong muda. Kedelai polong tua akan digunakan sebagai input pengolahan industri berbahan baku kedelai. Sedangkan kedelai

1

(14)

2

polong muda yang telah direbus dapat dikonsumsi bersama bajigur dan makanan olahan seperti gorengan. Pengolahan kedelai menjadi produk turunan akan meningkatkan nilai tambah dan menguntungkan untuk diusahakan.

Seiring meningkatnya laju pertumbuhan penduduk Indonesia, kebutuhan pemenuhan protein dan bahan baku produk turunan kedelai akan terus bertambah sehingga permintaan akan kedelai meningkat setiap tahunnya. Menurut data Badan Pusat Statistik (2014), laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1.49 persen pada tahun 2000 – 2010 dengan total penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 237 641 326 jiwa. Laju pertumbuhan tersebut saat diproyeksikan terhadap jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 akan menghasilkan angka sebesar 305 652 400 jiwa (BPS 2014). Berdasarkan data Susenas (2013), konsumsi bahan makanan yang mengandung kedelai memiliki rata-rata 7.01 kilogram per kapita per tahun pada tahun 2010 sehingga apabila diproyeksikan pada tahun 2035 akan mencapai 9.02 kilogram perkapita per tahun.

Menurut Kementrian Pertanian (2013), kebutuhan kedelai setiap tahun ± 2 300 000 ton biji kering pada tahun 2010 – 2014. Kemampuan produksi kedelai dalam negeri sebesar 851 286 ton (ATAP Tahun 2011, BPS) belum mampu memenuhi permintaan kedelai nasional. Produksi kedelai dalam negeri masih mencapai 37.01 persen dari permintaan yang ada. Sedangkan pada ARAM II tahun 2012, pemenuhan kedelai dari produksi dalam negeri baru mencapai 783 158 ton atau 34 persen. Permintaan kedelai yang semakin meningkat namun tidak disertai dengan peningkatan produksi dalam negeri menyebabkan permintaan tidak terpenuhi. Sedangkan produksi kedelai yang dapat dihasilkan, dipengaruhi oleh luas panen dan produktivitas. Luas panen, produktivitas, dan produksi serta volume impor kedelai di Indonesia tahun 2010 – 2013 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Luas panen, produktivitas, dan produksi serta volume impor kedelai di

Indonesia tahun 2010 – 2013ab Tahun Luas panen

Sumber : Badan Pusat Statistik 2013 (diolah) dan FAO 2013 (diolah).; bBentuk kedelai berupa biji kering.; cAngka Sementara.; dPeriode Januari sampai Oktober 2013

(15)

3 impor yang lebih tinggi daripada produksi yang dihasilkan pada tahun 2010 – 2013. Nilai volume impor kedelai pada tahun 2013 bulan Januari hingga Oktober mencapai angka 1 390 953.04 ton. Nilai ini lebih tinggi daripada produksi kedelai dalam negeri sebesar 807 568.0 ton. Kemampuan produksi kedelai yang masih rendah dalam penyediaan memerlukan upaya dalam mengatasi kesenjangan permintaan dan penawaran. Menurut Tahir et al. (2010), upaya yang dapat ditempuh antara lain intensifikasi pada daerah sentra produksi, ekstensifikasi, dan diversifikasi sesuai keunggulan sumberdaya yang dimiliki.

Daerah sentra kedelai di Indonesia sebagian besar berada di Pulau Jawa. Perkembangan produksi dan produktivitas yang mengalami peningkatan pada tahun 2011 – 2012 sebesar 5.14 persen dan 11.27 persen menandakan bahwa kedelai berpotensi untuk diusahakan. Namun, pada tahun 2012 – 2013 produksi mengalami penurunan sebesar -0.14 persen meskipun terjadi peningkatan pada produktivitas sebesar 0.32 persen (Lampiran 1). Hal ini disebabkan karena penurunan luas lahan pada tahun 2012 – 2013 sebesar 0.44 persen. Produksi yang dihasilkan pada tahun 2012 di Pulau Jawa sebesar 603 641 ton diramalkan berubah menjadi 602 798 ton pada tahun 2013. Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai menurut wilayah tahun 2011 – 2013 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Di Indonesia, Jawa Barat merupakan provinsi kelima penghasil kedelai dengan produksi terbesar setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Aceh (Tabel 3). Dari data BPS (2013), produksi kedelai di Jawa Barat lebih kecil bila dibandingkan provinsi lainnya namun produktivitas yang dimiliki tertinggi kedua setelah Jawa Tengah sebesar 14.94 ku/ha. Produksi yang masih sedikit mengindikasikan perlu adanya pengembangan potensi usahatani kedelai secara berkelanjutan. Produksi kedelai di lima provinsi sentra kedelai di Indonesia tahun 2010 – 2013 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Produksi kedelai di lima provinsi sentra kedelai di Indonesia tahun 2010 – 2013a

Provinsi

Produksi (ton)c

2010 2011 2012 2013b

Jawa Timur 339 491 366 999 361 986 337 283

Jawa Tengah 187 992 112 273 152 416 112 404

Nusa Tenggara Barat 93 122 88 099 74 156 97 144

Aceh 53 347 50 006 51 439 51 637

Jawa Barat 55 823 56 166 47 426 48 636

a

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 (diolah).; bAngka Sementara.; cKualitas produksi kedelai adalah biji kering.

(16)

4

Cianjur, Sumedang, Ciamis, dan Sukabumi. Tabel 4 menunjukkan luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai di Jawa Barat pada tahun 2012.

Tabel 4 Luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai di Jawa Barat tahun

Sumber : BPS Jawa Barat 2013 (diolah)

Kabupaten Cianjur menempati urutan kedua setelah Kabupaten Garut dalam segi luas panen dan produksi tertinggi pada tahun 2012. Produktivitas yang dihasilkan lebih rendah dibanding beberapa kabupaten lainnya sehingga diperlukan pengelolaan intensif dalam usahatani. Berdasarkan data BPS Jawa Barat (2013), produksi kedelai berfluktuatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009, Kabupaten Cianjur dapat melampaui produksi yang dihasilkan oleh Kabupaten Garut sebesar 12 364 ton. Namun pada tahun 2010, produksi yang dihasilkan di Kabupaten Cianjur menurun menjadi 9 424 ton. Hal ini terjadi karena luas panen di Kabupaten Cianjur mengalami penurunan dari 8 351 hektar pada tahun 2009 menjadi 6 407 hektar pada tahun 2010. Sedangkan Kabupetan Garut melakukan perluasan lahan panen yang diusahakan untuk kedelai sebesar 30 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2011, luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai di Kabupaten Cianjur mengalami peningkatan dan menurun kembali pada tahun 2012.

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Cianjur (2014), produksi kedelai dan luas panen tertinggi Kabupaten Cianjur terletak pada Kecamatan Sukaluyu. Produksi dan luas panen yang tinggi mengindikasikan terdapat potensi besar terhadap pengembangan usahatani kedelai. Realisasi luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai menurut kecamatan di kabupaten Cianjur tahun 2013 dapat dilihat pada Lampiran 2. Luas panen dan produksi kedelai di Kecamatan Sukaluyu secara berturut-turut adalah 825 hektar dan 1 190 ton pada tahun 2013. Produksi tertinggi lainnya diikuti oleh Kecamatan Tanggeung, Cilaku, dan Bojong Picung. Produktivitas kedelai pada Kecamatan Sukaluyu sebesar 14.42 ku/ha masih rendah bila dibandingkan kecamatan lainnya.

(17)

5 (2013), upaya yang dapat dilakukan meliputi peningkatan produktivitas, perluasan areal, pengelolaan lahan, pengamanan produksi, serta penyempurnaan manajemen melalui kebijakan pasar, perbaikan sistem kredit pertanian, dan penguatan sistem. Beberapa program yang direncanakan oleh Kementan (2013) antara lain program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT), swadaya, pengembangan model Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) kedelai, Perluasan Areal Tanam Baru (PATB) kedelai, perluasan di lahan Perhutani dan kegiatan pendukung lainnya. Pelaksanaan program-program tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi dalam negeri secara berkelanjutan sehingga pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia dan kemandirian pangan tercapai. Peningkatan produksi yang dihasilkan akan berdampak pula pada kenaikan pendapatan petani kedelai sehingga daya beli meningkat dan kesejahteraan petani terwujud.

Perumusan Masalah

Kebutuhan kedelai untuk konsumsi terus mengalami peningkatan dengan proporsi permintaan terbesar pada industri pengolahan berbahan baku dasar kedelai. Permintaan yang tinggi belum disertai dengan meningkatnya kualitas dan produksi kedelai dalam negeri. Pemenuhan kebutuhan kedelai diharapkan dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri sehingga perlunya beberapa strategi dalam meningkatkan produksi seperti meningkatkan produktivitas di setiap daerah penghasil kedelai. Selain pemenuhan kebutuhan kedelai, meningkatnya produksi akan berdampak pada meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani.

Kedelai merupakan tanaman pangan yang tidak memerlukan jumlah air yang banyak. Budidaya kedelai di daerah Jawa Barat kurang maksimal bila dibandingkan daerah Jawa Timur. Menurut BPS (2014), jumlah hari hujan pada tahun 2011 di Jawa Barat sebanyak 215 hari sedangkan pada daerah Jawa timur sebagai produsen utama kedelai di Indonesia tidak terdapat hari hujan. Oleh karena itu, sebagian besar penanaman kedelai di daerah Jawa Barat berada pada musim kemarau. Budidaya kedelai dilakukan pada musim tanam ketiga setelah padi (musim tanam 1) dan padi (musim tanam 2). Selain kebutuhan air yang tidak banyak, penanaman yang dilakukan pada bulan Juni/Juli akan mempermudah pasca panen kedelai pada bulan September/Oktober yaitu proses pengeringan.

Desa Sukasirna merupakan salah satu desa yang mengusahakan kedelai di Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Menurut data BPPPK Kecamatan Sukaluyu (2013), luas panen kedelai yang dimiliki oleh Desa Sukasirna terbesar kedua di Kecamatan Sukaluyu. Lokasi desa yang strategis mempermudah akses penerapan program permerintah dan pemasaran produk. Petani mengusahakan kedelai karena himbauan dari pemerintah setempat untuk mendukung pemenuhan kedelai nasional. Himbauan tersebut mendorong petani untuk tidak membera-kan lahannya dan mulai mengusahakan tanaman kedelai.

(18)

6

Selain itu, penggunaan input juga dapat berpengaruh terhadap pendapatan usahatani yang dijalankan seperti pengaruh pupuk dan pestisida.

Hasil kedelai di Desa Sukasirna yang diusahakan terdiri dari kedelai polong tua dan polong muda. Petani membudidayakan kedelai polong tua selama tiga bulan yaitu pada bulan Juli hingga Oktober. Sedangkan kedelai polong muda dibudidayakan selama dua bulan yaitu pada bulan Juli hingga September. Pada bulan inilah curah hujan rendah dan cocok untuk budidaya tanaman kedelai. Petani mengusahakan kedelai polong tua karena harga jual yang diterima lebih tinggi sekitar pada Rp 7 000 per kilogram dibandingkan harga jual kedelai polong muda sebesar Rp 2 400 per kilogram. Harga tersebut kurang sesuai dengan harga input benih kedelai sekitar Rp 12 000 per kilogram. Selain itu, menurut Ketua Gabungan Kelompok Tani di Desa Sukasirna, bantuan benih yang diberikan oleh pemerintah kurang baik kualitasnya sehingga petani lebih memilih untuk membeli secara mandiri. Hal ini menyebabkan biaya yang dikeluarkan semakin besar.

Sebagian petani mengusahakan kedelai polong muda karena waktu tanam yang lebih singkat, kebutuhan dana cepat, tidak adanya biaya pemanenan dan pasca panen, serta penanggungan risiko lebih rendah terkait budidaya dan iklim. Biaya yang dikeluarkan untuk pasca panen tinggi dengan waktu pengeringan yang belum menentu sehingga petani enggan untuk mengusahakan kedelai polong tua. Namun, mekanisme penjualan kedelai melalui sistem borongan dengan menggunakan taksiran kurang transparan dan berpengaruh pada penerimaan petani. Penentuan harga kedelai polong muda ditentukan sesuai ukuran polong secara kuantitas dan kualitas. Teknik budidaya, biaya, dan penerimaan akan mempengaruhi pendapatan usahatani petani kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur.

Berdasarkan uraian diatas, dirumuskan permasalahan yang akan diteliti antara lain :

1. Bagaimana keragaan usahatani kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur?

2. Bagaimana pendapatan usahatani kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur?

3. Bagaimana imbangan R/C pada usahatani kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan dari penelitian ini antara lain :

1. Mengkaji keragaan usahatani kedelaidi Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur.

2. Menganalisis pendapatan usahatani kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur.

(19)

7 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi petani sebagai media informasi ilmiah dalam menentukan keputusan untuk peningkatan luas panen, produktivitas, produksi, dan jenis usahatani kedelai yang akan dibudidayakan agar pendapatan yang diperoleh maksimal. Bagi pengambil kebijakan, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan pengambilan keputusan sebagai alternatif pemecahan masalah yang terjadi di lapang. Manfaat lain yang dapat diambil oleh pembaca adalah pemberian informasi terkait usahatani kedelai dan digunakan sebagai referensi pada penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mengambil responden dari petani kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Responden merupakan petani kedelai polong tua yang menanam kedelai pada musim tanam periode Juli – Oktober tahun 2013 dan petani kedelai polong muda yang menanam pada musim tanam periode Juli – September tahun 2013. Data yang digunakan adalah data pembelian input dan penjualan kedelai pada musim tanam tersebut diatas. Analisis yang digunakan meliputi analisis pendapatan dan rasio R/C pada kedelai polong tua dan polong muda di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan kuantitatif.

TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Komoditi Kedelai

Kedelai (Glycine Max) merupakan salah satu tanaman kacang-kacangan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia sebagai bahan dasar pembuatan tahu, tempe, kecap, dan produk olahan kedelai lainnya. Sebagai sumber utama protein nabati, kedelai banyak diusahakan untuk pemenuhan gizi masyarakat di dunia. Berdasarkan data Kementrian Pertanian (2013), kurang lebih 80 varietas kedelai telah dirilis sampai tahun 2009. Berdasarkan umur panen, kedelai dibagi menjadi tiga varietas yaitu varietas umur genjah (<80 hari), umur sedang (80 – 89 hari), dan umur dalam (>90 hari) sedangkan berdasarkan warna biji kedelai dibagi menjadi biji kuning dan hitam. Hasil produksi yang tinggi dipengaruhi oleh varietas unggul bermutu yang digunakan sesuai lokasi penanaman.

(20)

8

5 (5.47 persen), Wilis (5.27 persen), Grobogan (3.67 persen) dan vaeritas lokal (4.69 persen). Untuk daerah Jawa Barat, varietas VPT yang banyak digunakan adalah Orba sebesar 10 621 kg, dilanjutkan dengan Wilis 938 kg dan Anjasmoro 729 kg.

Budidaya Kedelai

Kedelai dapat ditanam pada lahan sawah, lahan kering tidak masam, dan lahan pasang surut saat kemarau. Penyebaran area tanam kedelai terluas berada di pulau Jawa dengan lahan sawah sebagai media tanam. Budidaya kedelai akan optimal saat berada pada agroklimat yang sesuai. Kriteria kesuaian agroklimat untuk tanaman kedelai dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kriteria kesuaian agroklimat untuk tanaman kedelai

No Faktor Agroklimat Sangat sesuai Sesuai Agak sesuai Kurang sesuai

1 Suhu rata-rata (oC) 25 - 28 29 – 35

Sedang Agak rendah Rendah

8 Kemasaman Tanah (pH) 5.8 – 6.9 5.0 – 5.8 4.5 – 5.0 <4.5 atau > 7.0

Sumber :Badan Litbang Kementan RI dalam Kementan 2013

(21)

9 ketersediaan zat-zat untuk tumbuh terpenuhi. Lahan yang digunakan memiliki topografi datar dan tidak terdapat naungan. Selain kesesuian agroklimat, hal lain yang dapat mempengaruhi hasil budidaya kedelai adalah teknik budidaya. Teknik budidaya kedelai memiliki beberapa tahapan sebagai berikut :

Penyiapan Lahan

Lahan yang akan disiapkan untuk budidaya kedelai tidak memerlukan pengolahan tanah. Persiapan lahan dilakukan dengan pembuatan drainase dan bedengan sebagai media tanam. Menurut Warintek (2012), pembuatan drainase dilakukan dengan jarak sekitar 3 – 4 m dengan jarak bedengan 50 x 60 x 20 cm. Apabila lahan memiliki keasaman kurang dari 5.5 maka untuk menghasilkan kedelai yang baik akan dilakukan pengapuran.

Penanaman

Sebelum benih kedelai ditanam, lahan akan ditugal dengan jarak tanam 20 x 40 cm. Jarak tanam akan diatur dengan baik agar tanaman mendapatkan ruang tumbuh yang optimal, tumbuh seragam, tidak terdapat persaingan mendapatkan unsur hara, dan mudah untuk disiangi. Selain itu, kedelai yang akan ditanam harus sesuai dengan kesesuaian agroklimat dengan kedalaman tanam 1 – 2 cm dengan 2 – 3 biji kedelai per lubang. Umur kedelai menurut varietas yang dianjurkan berkisar antara 75 – 120 hari (Warintek 2012). Untuk menghindari kekurangan air, sebaiknya kedelai ditanam tidak lebih dari 7 hari setelah tanaman padi dipanen. Benih yang akan digunakan dapat diinokulasi dengan PMMG Rhizoplus dosis 150 gr/ha atau denga Bio P 2000 Z (Kementan 2013).

Penggunaan Mulsa Jerami

Untuk mengurangi serangan lalat bibit dan kehilangan air tanah, penggunaan mulsa jerami dibutuhkan. Mulsa jerami sebanyak 5 ton/ha dihamparkan merata pada lahan yang digunakan sebagai media tanam dengan ketebalan <10 cm. Untuk daerah yang tidak banyak terdapat gangguan gulma dan tidak berpotensi menimbulkan kebakaran, maka jerami dibakar sebagai sumber pupuk K. Pembakaran jerami segera setelah kedelai ditanam tugal, apabila dilakukan dengan tepat, dapat lebih menyeragamkan pertumbuhan awal kedelai. Pemupukan

(22)

10

pupuk kandang, urea, TSP, dan KCl sebanyak 2 000 – 5 000 kg/ha, 50 – 100 kg/ha, TSP 50 – 75 kg/ha dan KCl 50 – 75 kg/ha.

Pengairan

Budidaya kedelai tidak memerlukan pengairan yang banyak seperti tanaman padi. Akan tetapi tanaman kedelai sangat peka terhadap kekurangan air pada awal pertumbuhan (umur 15 – 21 hari), saat berbunga (umur 25 – 35 hari), dan saat pengisian polong (umur 55 – 70 hari). Kekeringan pada masa-masa tersebut akan menyebabkan penurunan produksi. Selain itu, tanaman perlu diairi satu kali dalam 2 minggu dengan total penyiraman 5 hingga 6 kali.

Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang efektif. Insektisida diberikan sesuai keperluan dan menurut intensitas dan populasi hama yang menyerang. Pengendalian dilakukan dengan mempertimbangkan ambang ekonomi hama dan penyakit seperti lalat kacang dengan 2 persen serangan pada lahan atau perusak daun dengan ambang 12.5 persen yang ditandai dengan 2 – 5 ekor ulat muda per tanaman (Kementan 2013). Hama dan penyakit sering sekali menyerang pada saat kedelai berbunga hingga pengisian polong. Selain itu, perlunya pemberian fungisida saat tanaman kedelai terserang penyakit karat daun dengan tanda bercak kuning pada daun. Penyakit ini mulai menyerang pada umur 70 hari.

Panen dan Pasca Panen

Pemanenan dilakukan sesuai dengan umur benih yang digunakan. Pemanenan kedelai dilakukan saat daun berwarna kuning coklat kehitaman, batang telah mengering, dan polong pecah dengan menggunakan pisau bergerigi. Kedelai dipotong pada pangkal batang atau dicabut. Pada saat inilah kadar air pada kedelai berkisar 20 – 24 persen (Kementan 2013). Namun menurut Syarief dan Suroso (1991), susut hasil saat pengeringan kedelai brangkasan berkisar 5 – 6 persen bila panen dilakukan pada tingkat kadar air 25 – 30 persen. Setelah kedelai dipanen, kedelai akan dikeringkan hingga kadar air 17 persen. Kemudian kedelai dirontokan dengan cara di trasher atau digebuk dan dikeringkan kembali hingga kadar air 14 persen. Penyimpanan kedelai dilakukan saat kadar air biji kedelai mencapai 9 – 14 persen.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

(23)

11 Penelitian usahatani kedelai yang dilakukan oleh Meryani (2009) dengan judul Analisis Usahatani dan Tataniaga Kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat menganalisis tingkat pendapatan usahatani kedelai. Rata-rata produksi kedelai sebesar 1 370.97 kilogram per hektar dengan produktivitas kedelai sebesar 1.37 ton per hektar. Rata-rata harga jual kedelai yang diterima oleh petani responden sebesar Rp 3 095.60 per kilogram. Kedelai dapat dipanen pada saat yang berbeda yaitu panen polong muda dengan polong tua. Petani melakukan panen polong muda dikarenakan waktu pengolahan yang lama, jadwal penanaman yang terlambat dan keterbatasan modal untuk membayar upah tenaga kerja.

Jenis pembiayaan usahatani kedelai terdiri atas pengadaan bibit, pupuk dan pestisida, upah tenaga kerja, sewa alat dan pajak. Biaya yang dikeluarkan dibagi menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai maupun biaya diperhitungkan kedelai yang dipanen polong muda sebesar Rp 1 563 010.60 per hektar lebih rendah dari biaya usahatani kedelai yang dipanen polong tua sebesar Rp 3 312 778.73 per hektar. Besarnya biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani yang panen polong muda dan panen polong tua disebabkan petani banyak menggunakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga. Berdasarkan analisis usahatani kedelai per hektar untuk kedelai yang dipanen polong muda, total penerimaan mencapai Rp 1 871 269.84 dan total penerimaan untuk kedelai polong tua mencapai Rp 4 243 974.73. Rasio R/C atas biaya total yang diperoleh petani yang panen polong tua sebesar 1.35 dan petani yang panen polong muda sebesar 1.27. Angka ini memberikan arti bahwa dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan oleh petani kedelai akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1.35 untuk polong tua dan penerimaan sebesar Rp 1.27 untuk polong muda.

Sedangkan menurut penelitian Silalahi (2013) yang berjudul Analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani kedelai di Desa Cipeuyeum Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur, pendapatan usahatani kedelai polong muda dan polong tua atas biaya tunai bernilai negatif sebesar Rp 492 518.00 untuk usahatani kedelai polong tua dan Rp 79 604.83 untuk usahatani kedelai polong muda. Pada usahatani kedelai polong tua, nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 0.72. Sedangan nilai rasio R/C pada usahatani kedelai polong muda sebesar 0.89. Nilai rasio R/C yang kurang dari 1 disebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan lebih besar dibanding penerimaan yang diperoleh petani kedelai responden. Selain itu, produksi yang dihasilkan menurun dari tahun sebelumnya karena terdapat perubahan cuaca yang tidak menentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang dihasilkan antara lain lahan, benih, Urea, KCl, Phonska, Pupuk cair, MOL, tenaga kerja dan insektisida. Faktor produksi Urea, Phonska, dan insektisida menunjukkan hasil bahwa faktor tersebut berpengaruh positif terhadap produksi yang dihasilkan.

(24)

12

Hasil penelitian menunjukkan bahwa R/C kedelai lahan sawah sebesar 2.52 menandakan setiap tambahan satu satuan biaya akan menambah penerimaan usahatani sebesar Rp 2.52. Begitu pula pada usahatani kedelai lahan tegal dengan R/C sebesar 1.82. Analisis fungsi produksi Cobb-Douglass memperlihatkan faktor-faktor produksi atau input secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi, namun secara individu input yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi kedelai di lahan sawah adalah luas lahan, bibit, tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita, sedangkan di lahan tegal adalah pupuk organik. Sedangkan pada hasil analisis efisiensi penggunaan input (NPM/Pxi) didapatkan bahwa lahan tegal dan lahan sawah secara ekonomi alokasi faktor produksi belum mencapai pada tingkat optimum dengan hasil NPM/Pxi > 1.

Nurasa (2009) melakukan penelitian dengan judul Usahatani Kedelai Peserta SL-PTT Berdasarkan Agroekosistem Lahan Kering, Lahan Sawah Irigasi, dan Sawah Tadah Hujan. Produksi kedelai yang dihasilkan petani peserta SL-PTT lebih tinggi 36 – 42 persen dibanding petani non SL-PTT dengan produktivitas non peserta SL-PTT sebesar 1.1 – 1.2 ton/ha. Secara umum kegiatan usahatani pada tahun 2009 di semua wilayah agroekosistem menunjukkan kelayakan ekonomi lebih dari satu yang berarti menguntungkan. Pelaksanaan program SL-PTT memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan produktivitas kedelai. Dengan menggunakan analisis R/C didapatkan bahwa tingkat pendapatan usahatani peserta SL-PTT berkisar 1.91 – 1.92 dan petani non SL-PTT 1.18 – 1.50. Secara agregat nilai R/C untuk lahan irigasi adalah 1.91 dan sawah tadah hujan sebesar 1.91 serta lahan kering tegalan 1.92.

Selain itu, Mahabirama et al. (2013) menganalisis efisiensi dan pendapatan usahatani kedelai di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil Pendapatan petani atas biaya tunai yaitu Rp 2 027 455.92, masih lebih besar Rp 1 058 981.51 dibandingkan dengan pendapatan petani atas biaya total yaitu Rp 968 474.41. Nilai Rasio R/C atas biaya total lebih kecil yaitu 1.14 bila dibandingkan dengan nilai Rasio R/C atas biaya tunai yaitu 1.35. Secara keseluruhan nilai Rasio R/C menunjukkan bahwa usahatani kedelai di Kabupaten Garut masih layak dan menguntungkan apabila diusahakan. Namun, penggunaan input-input produksi pada usahatani kedelai di Kabupaten Garut belum efisien. Input produksi seperti tenaga kerja pria dan pupuk kandang penggunaannnya harus dikurangi. Sedangkan tenaga kerja wanita dan pupuk kimia sebaiknya petani tidak menggunakan kedua input tersebut karena petani akan mengalami kerugian akibat penggunaan input tersebut. Untuk input pestisida, benih dan luas lahan penggunaannya harus ditambah dari 709.70 ml, 77.27 kg, 0.35 ha menjadi 1 241.98 ml, 297.43 kg, dan 9.77 ha.

Keterkaitan Kajian Empiris terhadap Penelitian

Berdasarkan hasil kajian penelitian terdahulu, penelitian ini memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaan dengan penelitian Meryani (2009), Silalahi (2013), Sulastri et al. (2011), Nurasa (2013), dan Mahabirama et al.

(25)

13 pada penelitian Silalahi (2013), Sulastri et al. (2011) dan Mahabirama et al.

(2013). Penelitian ini menganalisis mengenai keragaan dan pendapatan melalui pendekatan penerimaan dan biaya, serta melihat efisiensi menggunakan R/C terhadap faktor produksi pada usahatani kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani

Suratiyah (2006) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitar sebagai modal sehingga memberikan manfaat sebaik-baiknya. Usahatani berkembang dengan tujuan menghasilkan bahan pangan untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga dan dapat diklasifikasikan menurut corak dan sifat, organisasi, pola, dan tipe usahatani (Suratiyah 2006). Menurut Soekartawi et al. (1986), ilmu usahatani adalah ilmu yang memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu, pengelolaan yang terbatas untuk mencapai tujuan. Penelitian usahatani memiliki sifat multidisiplin dengan memperhatikan informasi, prinsip, dan teori dari ilmu seperti sosial, psikologi, serta bidang ilmu tanaman dan hewan (Soekartawi et al. (1986). Sedangkan menurut Shinta (2011), ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar memperoleh hasil yang maksimal. Suratiyah (2006) menjelaskan terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan usahatani antara lain :

1. Alam

Alam dikatakan faktor yang paling penting dalam usahatani karena usahatani sangat peka terhadap pengaruh alam. Menurut Suratiyah (2006), alam terdiri dari iklim, tanah, dan teknologi. Iklim mempengaruhi dan menentukan komoditas apa yang akan diusahakan. Iklim yang sesuai akan berpengaruh pada produktivitas dan teknologi yang digunakan. Faktor tanah menjadi penting sebab tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak, dan usahatani keseluruhan (Suratiyah 2006). Tanah dipengaruhi pula oleh letak, intensifikasi, tingkat kesuburan, luas lahan, lokasi, dan fasilitas. Teknologi digunakan untuk mempermudah usahatani dari segi keadaan tanah dan jenis tanaman dengan berbagai iklim dan kondisi tanah. Menurut Shinta (2011), tanah yang diusahakan memiliki status yang memberikan kontribusi bagi pemiliknya antara lain tanah hak milik, sewa, sakap, gadai, dan pinjaman.

2. Tenaga kerja dalam usahatani

(26)

14

keluarga akan menghemat biaya usahatani dan tidak memerlukan upah. Tenaga kerja diluar keluarga digunakan dengan mempertimbangkan jenis tanaman dan dana yang tersedia. Beberapa hal yang membedakan tenaga kerja keluarga dan diluar keluarga antara lain umur, jenis kelamin, kualitas, dan kegiatan kerja. Tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usahatani memiliki anggapan ukuran jam kerja atau hari kerja dalam memenuhi kebutuhan. Menurut Soekartawi et al. (1986), anngapan yang biasa dipakai tanpa memperhatikan kebiasaan bekerja adalah 8 jam kerja atau sama dengan satu hari kerja. Pekerjaan yang dilakukan beragam dengan beberapa macam pekerja dengan kekuatan, keahlian, dan pengalaman yang berbeda sehingga terdapat faktor konversi untuk pekerja wanita dan anak-anak sebesar 0.8 dan 0.5 dari ukuran setara jam pria (Soekartawi et al.. 1986).

3. Modal dan peralatan dalam usahatani

Modal merupakan barang ekonomi yang dipergunakan untuk memproduksi kembali suatu usaha. Modal dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal yaitu sifat, kegunaan, waktu, dan fungsi (Suratiyah 2006). Sumber pembentukan modal dapat berasal dari milik sendiri, pinjaman, warisan, usaha lain, dan kontrak sewa (Shinta 2011). Menurut Soekartawi (2006), usahatani pada skala usaha yang lebih luas umumnya memerlukan modal yang besar, berteknologi tinggi, manajemen modern, dan komersial sedangkan pada usahatani skala kecil umumnya memiliki sedikit modal, bersifat sederhana, subsisten, dan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri. Modal yang dikeluarkan dalam usahatani dapat diperoleh dari pembayaran secara tunai atau barang milik yang akan diperhitungkan.

Konsep Penerimaan Usahatani

Menurut Soekartawi (2006), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Untuk menghitung penerimaan usahatani terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan seperti perhitungan produksi yang tidak dipanen dalam satu waktu, produksi yang dijual beberapa kali dengan harga yang berbeda, serta penggunaan responden petani dalam pengambilan data yang mengandalkan ingatan. Penerimaan usahatani terbagi menjadi penerimaan tunai dan tidak tunai. Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan usahatani tidak mencangkup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai hasil produk usahatani yang tidak dijual tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan sebagai persediaan atau aset petani, dan lain sebagainya sehingga tidak memberikan hasil dalam bentuk uang tunai (Soekartawi et al. 1986).

Konsep Pengeluaran Usahatani

(27)

15 (variabel cost). Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sedangkan biaya variabel dikeluarkan sesuai produksi yang diinginkan. Total biaya yang digunakan dapat dicari dengan cara sebagai berikut:

TC = FC + VC

Akan tetapi terdapat kesulitan perhitungan biaya akibat tanaman yang diusahakan lebih dari satu macam seperti tumpangsari jagung dan kedelai. Jumlah input yang dipakai tidak tahu persis diarahkan ke tanaman jagung atau kedelai sehingga yang perlu dicari adalah besar rupiah yang dikeluarkan. FC berasal dari biaya yang dikeluarkan dalam usahatani yang besar kecilnya tidak tergantung kepada output yang diperoleh. Misalnya iuran irigasi, pajak, alat pertanian, sewa lahan dan mesin. Selanjutnya biaya tidak tetap atau VC adalah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani yang besar kecilnya dipengaruhi oleh perolehan output. Misalnya sarana produksi dan tenaga kerja (Soekartawi 2006).

Soekartawi et al. (1986) menyebutkan bahwa dalam usahatani pengeluaran mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit harus dimasukkan sebagai pengeluaran. Apabila usahatani menggunakan mesin-mesin pertanian maka harus dihitung penyusutan dan masuk kedalam pengeluaran. Pengeluaran tunai usahatani merupakan jumlah uang yang dibayar untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Pengeluaran usahatani tidak mencangkup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Nilai kerja yang dibayar dengan benda juga tidak dihitung sebagai pengeluaran usahatani dan sebaliknya pada pengeluaran tunai non usahatani. Sedangkan pengeluaran tidak tunai adalah nilai input yang digunakan tidak dalam bentuk uang seperti alat-alat dan mesin pertanian yang akan diperhitungkan biaya penyusutannya.

Konsep Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga dari segi faktor produksi, pengelolaan, dan modal kerja. Maka dari itu, pendapatan dapat digunakan sebagai pembanding ukuran keuntungan suatu usahatani dengan berbagai penampilan usahatani (Soekartawi et al. 1986) Pendapatan yang besar cenderung menarik petani untuk menanam komoditi yang diusahakan. Namun pendapatan yang besar tidak selalu menunjukkan usahatani yang dijalankan menguntungkan dan layak sebab pendapatan dipengaruhi pula oleh biaya. Maka dari itu, analisis pendapatan usahatani dapat dilanjutkan dengan menentukan rasio imbangan penerimaan dan biaya (rasio R/C) untuk mengetahui tingkat keuntungan dan kelayakan suatu usahatani.

Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C)

(28)

16

Selain perhitungan terhadap biaya total, analisis ini dapat digunakan untuk membandingkan penerimaan total dengan biaya tunai agar diketahui tingkat keuntungan dan kelayakan berdasarkan pengeluaran tunai.

Nilai rasio R/C berarti setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan akan menambah penerimaan sebesar nilai rasio R/C yang didapat. Apabila rasio R/C lebih dari satu maka tambahan satu satuan biaya akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari tambahan biaya. Apabila nilai rasio R/C sama dengan satu maka diartikan penambahan satu satuan biaya akan meningkatkan tambahan penerimaan dan tambahan biaya yang sama. Sedangkan nilai rasio R/C kurang dari satu berarti usahatani yang dijalankan tidak menguntungkan karena setiap satu satuan penambahan biaya akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil dari pada tambahan biaya.

Kerangka Pemikiran Operasional

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan penting bagi tubuh manusia dengan tingkat protein tertinggi pada kelompok protein nabati dengan harga yang terjangkau. Penggunaan kedelai biji kering di Indonesia terutama untuk pengolahan industri berbahan dasar kedelai sangat dominan. Seiring pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun menyebabkan konsumsi kedelai terus meningkat. Namun, permintaan kedelai belum disertai dengan peningkatan produksi kedelai dalam negeri sehingga pemenuhan mengandalkan impor. Perlunya peningkatan produksi dalam rangka pemenuhan kebutuhan kedelai secara mandiri dilakukan pemerintah dengan terbentuknya beberapa strategi. Salah satu upaya adalah dengan melakukan perluasan area tanam, peningkatan produktivitas, dan pengelolaan usahatani secara berkelanjutan. Upaya ini dilakukan di beberapa wilayah dengan pertimbangan wilayah tersebut memiliki keunggulan komparatif untuk usahatani kedelai. Keberhasilan pada upaya tersebut akan meningkatkan produksi dan pendapatan usahatani kedelai.

Desa Sukasirna yang terletak pada Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur merupakan salah satu penghasil kedelai dengan luas panen terbesar kedua. Usahatani kedelai di Desa Sukasirna menghasilkan kedelai dalam bentuk polong tua dan polong muda. Kedelai polong tua dapat dipanen dalam waktu 3 bulan. Sedangkan kedelai polong muda dipanen dalam waktu 2 bulan. Pengusahaan kedelai polong tua akan menghasilkan kedelai biji kering yang dapat digunakan dalam pemenuhan permintaan kedelai. Budidaya kedelai yang dilakukan petani belum efektif dan efisien. Hal ini dapat dilihat dari produktivitas kedelai di Desa Sukasirna yang masih dibawah produktivitas kedelai nasional. Produktivitas ini dapat ditingkatkan dengan budidaya yang baik dan benar.

(29)

17 untuk digunakan karena akan terjadi kemungkinan perbedaan harga jual yang diterima oleh petani.

(30)

18

Gambar 1Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

1. Peningkatan permintaan kedelai tidak diimbangi dengan peningkatan produksi kedelai dalam negeri.

2. Produksi ditingkatkan dengan perluasan area tanam, peningkatan produktivitas, dan pengelolaan.

3. Desa Sukasirna mengusahakan kedelai polong tua dan polong muda. 4. Harga jual kedelai polong tua lebih tinggi dan biaya yang diperlukan

besar daripada polong muda

5. Periode produksi kedelai polong muda lebih singkat namun mekanisme penjualan kurang transparan.

Analisis Keragaan Usahatani

Kedelai di Desa Sukasirna

Penerimaan Usahatani

Pendapatan Usahatani

Pengeluaran Usahatani

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya

(R/C)

Rekomendasi untuk meningkatkan pendapatan usahatani kedelai di Desa Sukasirna

Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur Perbandingan antara usahatani kedelai polong tua dan polong muda di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu

(31)

19

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa Desa Sukasirna merupakan desa yang mengusahakan kedelai dengan luas panen tertinggi kedua di Kecamatan Sukaluyu. Kecamatan Sukaluyu memiliki luas panen dan produksi tertinggi di Kabupaten Cianjur yang merupakan sentra kedua produksi di Provinsi Jawa Barat. Data primer diambil pada bulan Maret hingga April tahun 2014.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan petani sebagai responden usahatani yang telah ditentukan serta pengamatan secara langsung di lapang oleh peneliti. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dan pustaka yang relevan dengan topik yang diteliti. Data sekunder bersumber dari penelitian terdahulu, jurnal, buku bacaan terkait, dan beberapa sumber lainnya seperti BPS, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Kementrian Pertanian, Susenas, serta penelusuran internet.

Data primer digunakan sebagai data utama yang akan diolah menjadi hasil penelitian dengan menentukan komponen usahatani yang dilakukan pada usahatani kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Data yang didapat adalah data usahatani kedelai periode musim tanam 2013. Data sekunder dijadikan rujukan sebagai penguat gagasan dan informasi dasar dalam inti penelitian untuk mendukung data primer. Seluruh data tersebut akan diolah dan digunakan untuk mencapai tujuan penelitian.

Metode Pengumpulan Data

Data penelitian dikumpulkan dengan melakukan wawancara langsung dengan petani kedelai di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Wawancara dibantu dengan kuisioner berisikan komponen yang diperlukan petani dalam usahatani kedelai beserta pertanyaan pendukung. Beberapa pertanyaan disebutkan pula kepada penyuluh dari Badan Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kehutanan serta toko pertanian setempat untuk mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya.

(32)

20

kedelai polong tua dan polong muda masing-masing sebanyak 30 responden. Jumlah tersebut ditentukan dengan memperhatikan aturan stastistik sebaran normal dengan minimal jumlah responden sebanyak 30 orang.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul akan diolah dan dianalisis sesuai dengan tipe data. Data kualitatif akan dijelaskan dengan analisis deskriptif untuk mengetahui keragaan usahatani yang dilakukan oleh petani kedelai responden di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Sedangkan data kuantitatif akan diolah melalui analisis pendapatan dan imbangan penerimaan dan biaya (R/C) pada usahatani kedelai polong tua dan polong muda. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan alat bantu yaitu kalkulator dan software Microsoft Excel

2007.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan data kualitatif mengenai karakteristik responden dan keragaan usahatani kedelai yang dijalankan di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur. Karakteristik responden yang dijelaskan meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, lama bertani kedelai, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, status lahan, status usahatani, pemasaran, dan pemerolehan kegiatan pendampingan. Sedangkan keragaan disimpulkan dari subsitem hulu hingga hilir usahatani kedelai untuk kedelai polong tua maupun polong muda. Konsep keragaan usahatani dimulai dari penyediaan sarana produksi, proses kegiatan budidaya hingga pemasaran. Proses budidaya yang dilakukan meliputi pengolahan lahan, penanaman, penyulaman, pemupukan, penyiraman, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, pemanenan, pengeringan dan perontokan, serta grading dan pengemasan. Keragaan ini akan dibandingkan dengan literatur yang diperoleh peneliti supaya kelebihan dan kekurangan usahatani yang dilakukan petani responden dapat diketahui.

Analisis Pendapatan Usahatani

Salah satu indikator keberhasilan usahatani adalah pendapatan yang diperoleh petani. Analisis pendapatan usahatani digunakan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usahatani yang dijalankan. Analisis ini dapat dihitung dengan cara :

Pd atas biaya total = TR – TC

Pd atas biaya tunai = TR – biaya tunai

TR = Py.Y

TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan Keterangan : Pd = Pendapatan usahatani (Rp)

(33)

21

Pendapatan usahatani diperoleh dari pengurangan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam menjalankan usahatani. Menurut Soekartawi (2006), penerimaan usahatani adalah perkalian atara produksi yang dihasilkan dengan harga jual. Sedangkan biaya/pengeluaran usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Biaya usahatani dibagi menjadi dua macam yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai dilakukan untuk mengetahui besaran likuiditas tunai yang petani butuhkan dalam menjalankan usahatni. Sedangkan biaya diperhitungkan diperlukan untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan tidak secara tunai. Biaya diperhitungkan meliputi bantuan input, tenaga kerja dalam keluarga, dan penyusutan. Penyusutan usahatani terjadi terhadap peralatan usahatani seperti alat pertanian, mesin pertanian, dan lahan. Penyusutan ini merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan (Soekartawi

et al. 1986). Penyusutan dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Biaya Penyusutan = Nb – Ns

n

Keterangan : Nb = Nilai pembelian (Rp) Ns = Tafsiran nilai sisa (Rp) N = Umur ekonomis (satuan) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)

Menurut Soekartawi (2006), rasio R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Rasio R/C dapat diinterpretasikan dengan setiap kenaikan biaya sebesar satu satuan, maka penerimaan akan meningkat sebesar nilai rasio R/C. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :

A = R/C

R = Py.Y

C = biaya tunai + biaya diperhitungkan

A = {(Py.Y)/(biaya tunai + biaya diperhitungkan)} Keterangan : R = Penerimaan (Rp)

C = Biaya (Rp)

Py = Harga output (Rp/satuan) Y = Output (satuan)

(34)

22

Analisis rasio yang dilakukan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio R/C atas biaya tunai = Total penerimaan / Total biaya tunai Rasio R/C atas biaya total = Total penerimaan / Total biaya

Perhitungan pendapatan dan analisis rasio R/C usahatani kedelai pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perhitungan pendapatan dan rasio R/C usahatani kedelai

No Komponen Jumlah

(satuan)

Harga (Rp/satuan)

Total (Rp) A Penerimaan

1. Penerimaan tunai

2. Penerimaan diperhitungkan Total Penerimaan

B Biaya Tunai 1. Benih

2. Pupuk kandang 3. Pupuk kimia padat 4. Pupuk kimia cair 5. Pestisida

6. Perlengkapan lain

7. Tenaga kerja luar keluarga 8. Biaya sewa alat pertanian 9. Pajak lahan

10.Sewa lahan 11. Biaya bagi hasil 12. Biaya pemanenan Total biaya tunai

C Biaya yang diperhitungkan 1. Penyusutan peralatan pertanian 2. Benih bantuan

3. Tenaga kerja dalam keluarga 4. Sewa lahan

5. Biaya bonus lahan Total biaya diperhitungkan D Total biaya (B+C)

E Pendapatan atas biaya tunai (A-B) F Pendapatan atas biaya total (A-D) G R/C atas biaya tunai (A/B)

(35)

23 Definisi Operasional Penelitian

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Kedelai polong tua adalah kedelai yang dipanen pada umur 90 hari atau 3

bulan dan dikeringkan.

2. Kedelai polong muda adalah kedelai yang dipanen pada umur 60 hari atau 2 bulan dan dijual dalam bentuk brangkasan.

3. Benih adalah biji yang ditanam sebagai bakal tumbuhnya kedelai (Orba dan Davros)

4. Pupuk adalah zat tambahan yang diberikan dengan tujuan meningkatkan kesuburan tanaman kedelai (Kandang, Urea, KCl, SP-36, NPK Phonska, NPK Kujang, TSP, Rhizoplus padat, Gandasil D, Gandasil B, M100, NPK Kuda Laut, dan Booster)

5. Pestisida adalah zat tambahan yang diberikan dengan tujuan meningkatkan kesuburan tanaman kedelai. (Churakon, Decis, Arrivo, Score, Alika)

6. Tenaga kerja adalah individu yang digunakan dalam setiap kegiatan usahatani (pengolahan lahan hingga pasca panen). Tenaga kerja terbagi menjadi tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Satuan yang digunakan adalah Hari Orang Kerja (HOK) yang didapat dari jumlah individu dikali jam kerja dikali hari kerja lalu dikonversikan kedalam 8 jam sebagai standar HOK.

7. Jumlah fisik adalah rata-rata penerimaan atau biaya yang dikeluarkan per hektar per musim untuk seluruh responden.

8. Harga jual adalah rata-rata harga yang diterima oleh seluruh petani responden dalam satuan rupiah per kilogram.

9. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara rata-rata produktivitas yang dihasilkan dengan rata-rata harga jual yang diterima petani dalam satuan rupiah.

10. Biaya tunai adalah pengeluaran seluruh komponen yang diperlukan dalam usahatani dan dikeluarkan secara tunai atau dalam bentuk uang dalam satuan Rp (benih, pupuk, pestisida, perlengkapan lain, tenaga kerja luar keluarga, biaya sewa alat pertanian, pajak lahan, sewa lahan, biaya bagi hasil, dan biaya pemanenan).

11. Biaya diperhitungkan adalah pengeluaran seluruh komponen yang diperlukan dalam usahatani dan dikeluarkan tidak dalam bentuk tunai dalam satuan Rp (penyusutan peralatan pertanian, benih bantuan, tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan milik sendiri, dan biaya bonus lahan).

12. Penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi nilai sisa sama dengan nol.

13. Biaya total adalah penjumlahan antara biaya tunai dan biaya diperhitungkan dalam satuan rupiah.

14. Pendapatan usahatani adalah selisih penerimaan usahatani dengan biaya/ pengeluaran usahatani dalam satuan rupiah.

(36)

24

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Keadaan Geografis

Desa Sukasirna merupakan salah satu desa yang terletak pada Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data profil Desa Sukasirna, desa ini berada pada ketinggian 120 meter diatas permukaan laut. Topografi Desa Sukasirna berada pada golongan dataran rendah dan memiliki suhu rata-rata 320C. Desa Sukasirna terbagi menjadi 4 dusun yaitu Sukawening, Sukakarya, Sukahurip, dan Sukaasih yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Menurut lokasinya, Desa Sukasirna dibatasi oleh wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Desa Sindangraja Sebelah Selatan : Desa Selajambe Sebelah Timur : Desa Hegarmanah Sebelah Barat : Desa Babakancaringin

Luas desa secara keseluruhan sebesar 439.685 hektar yang terdiri dari 287.53 hektar lahan pertanian, 150.97 hektar pemukiman, 2.12 hektar empang, 1.19 hektar bangunan umum, 0.8 hektar pemakaman dan 15.425 km jalan. Penggunaan lahan pertanian terbagi menjadi lahan irigasi teknis sebesar 150.115 hektar dan lahan irigasi tadah hujan sebesar 137.415 hektar. Irigasi pada lahan teknis memanfaatkan air tanah untuk mengairi tanaman saat budidaya dilangsungkan. Terdapat pompa air untuk menyedot air dari dalam tanah dan dibendung sehingga air tetap tersedia. Sedangkan lahan irigasi tadah hujan menampung air hujan yang turun dan menggunakannya saat diperlukan.

Sosial Ekonomi Masyarakat

Jumlah total penduduk Desa Sukasirna sebanyak 7 981 jiwa dengan 4 139 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 3 842 jiwa berjenis kelamin perempuan. Seluruh penduduk adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Data profil Desa Sukairna menunjukkan jumlah kepala keluarga mencapai 2 397 orang dengan rata-rata anggota keluarga 3 – 4 orang. Penduduk dengan usia diatas 19 tahun keatas 5 903 orang mendominasi sebesar 73.96 persen. Jumlah penduduk berdasarkan usia pada kelompok tenaga kerja yaitu usia 20 – 26 tahun, 27 – 40 tahun, 41 – 56 tahun, dan 57 keatas sebesar 2 058 orang, 2 051 orang, 1 029 orang dan 765 orang.

(37)

25 Karakteristik Petani Responden

Petani yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini merupakan petani kedelai di Desa Sukasirna yang menanam kedelai pada musim tanam ketiga tahun 2013. Petani responden dibagi menjadi 2 jenis yaitu petani kedelai polong tua dan petani kedelai polong muda. Karakteristik petani akan dibedakan menurut beberapa kriteria yaitu jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, lama bertani kedelai, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, status lahan, status usahatani, pemasaran dan pemerolehan kegiatan pendampingan.

Jenis Kelamin

Sebagian besar petani responden kedelai polong tua maupun polong muda berjenis kelamin laki-laki. Petani responden dengan jenis kelamin laki-laki mendominasi karena petani responden merupakan kepala keluarga yang mencari pendapatan melalui kegiatan usahatani kedelai. Pada responden kedelai polong tua, sebanyak 29 orang (96.67 persen) berjenis kelamin laki-laki dan sisanya sebanyak 1 orang (3.33 persen) berjenis kelamin perempuan. Sedangkan pada kedelai polong muda, petani responden berjenis kelamin laki-laki dan perempuan secara berturut-turut sebanyak 23 orang (76.76 persen) dan 7 orang (23.33 persen). Usia

Usia pada petani kedelai polong tua berada pada rentang usia 29 – 78 tahun. Sedangkan pada petani kedelai polong muda, usia termuda dan tertua yaitu 27 tahun dan 67 tahun. Karakteristik petani responden di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Karakteristik petani responden di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur berdasarkan usia

(38)

26

tahun terdiri dari 20.00 persen (6 orang) persen dan 30.00 persen (9 orang). Petani dengan usia lanjut yaitu diatas 61 tahun sebanyak 3 orang (10.00 persen).

Usia akan mempengaruhi petani responden dalam pemilihan usahatani yang dijalankan. Petani kedelai polong tua sebagian besar memiliki usia yang lebih tua sehingga memiliki pengalaman yang lebih dalam melakukan usahatani dibandingkan petani kedelai polong muda. Kecenderungan petani dengan usia muda memilih mengusahakan kedelai polong muda karena lebih cepat dalam segi waktu yang dibutuhkan dalam budidaya dan dapat melanjutkan pekerjaan lainnya. Secara garis besar, petani yang melakukan usahatani kedelai di Desa Sukasirna tergolong ke dalam usia yang produktif (15 – 64 tahun) namun terdapat beberapa alternatif pekerjaan yang memiliki penghasilan lebih tinggi sehingga dapat menggeser minat petani untuk bekerja pada sektor lainnya.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi petani dalam berpikir. Pendidikan yang tinggi mendorong petani untuk berpikir terkait keuntungan yang diperoleh dan penggunaan teknologi dalam menjalankan usahatani. Seluruh petani kedelai responden di Desa Sukasirna telah menempuh pendidikan dengan jumlah petani yang tidak bersekolah sebesar 0 persen. Karakteristik petani responden di Desa Sukasirna Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8.

Gambar

Tabel 1 Kandungan protein kedelai dan beberapa bahan makanana
Tabel 2   Luas panen, produktivitas, dan produksi serta volume impor kedelai di
Tabel 3 Produksi kedelai di lima provinsi sentra kedelai di Indonesia tahun 2010 – 2013a
Tabel 4  Luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai di Jawa Barat tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Cek garis median model kerja yang telah dipasang dalam artikulator harus sebidang dengan garis median artikulator... Lakukan pemasangan full veneer crown dengan

Bila seorang anak menyusu kepada seorang perempuan, maka air susu perempuan itu menjadi darah daging dan pertumbuhan bagi si anak sehingga perempuan yang menyusukan itu telah

Ada 3 tahap proses pembelajaran, yaitu: tahap perencanaan yang meliputi penentuan alokasi waktu, persiapan materi dan buku pembelajaran, juga persiapan media yang akan digunakan

Hal ini jelas bertentangan dengan yang disampaikan oleh Kotler (2005:49) adalah kualitas produk merupakan keseluruhan ciri serta dari suatu produk atau pelayanan pada

Hasil penelitian telah sesuai dengan teori Health Belief Model dalam Glanz (2008), yang menjelaskan bahwa rendahnya persepsi terhadap manfaat berhenti merokok

Review potensi rumput laut ini bermaksud memberikan informasi mengenai kajian pemanfaatan sumber daya rumput laut dari aspek industri dan kesehatan, sehingga

Use case description mendata realisasi proses pencetakan produk 137 Tabel 5.30.. Use case description menentukan tardy job 137

Setelah dilakukan redesain fasilitas kerja pada proses penggilingan biji kedele yang membuat rangkaian kerja berkurang menjadi tiga rangkaian kerja selanjutnya akan