EVALUASI WADUK PUSONG SEBAGAI UPAYA
PENGENDALIAN BANJIR DI KOTA LHOKSEUMAWE
KABUPATEN ACEH UTARA
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi syarat penyelesaian
Pendidikan Sarjana Teknik Sipil
KHATAB
08 0404 037
Dosen Pembimbing
Ivan Indrawan,ST.MT NIP.19761205 200604 1 001
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Permasalahan banjir bukanlah persoalan yang sederhana, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Misalnya faktor permasalahan drainase dalam perencanaan ini antara lain, pertambahan debit banjir akibat perubahan tata guna lahan, penyempitan dan pendangkalan saluran akibat desakan permukiman dan endapan sedimen, permasalahan sampah. Prioritas penanganan masalah bajir ditentukan juga berdasarkan perilaku tindakan cepat dan manfaat drainase. Hal ini merupakan prioritas utama dan diharapkan menjadi perhatian serius bagi Pemerintah daerah untuk mengatasi banjir.
Dalam Evaluasi waduk pusong sebagai upaya pengendali banjir ini yang pertama dilakukan adalah pengumpulan data sekunder dari instansi terkait, seperti data curah hujan, data iklim, data tampungan waduk dan gambar-gambar teknik yang menunjang dalam penulisan. Data-data tersebut digunakan dalam analisa hidrologi dan menghitung kapasitas waduk.
Data analias debit banjir rencana periode ulang tahunan menggunakan perhitungan data curah hujan yang diperoleh dari badan meteorology kota lhokseumawe dengan menggunakan metode distribusi Normal, distribusi Log Normal, distribusi Log Person III, distribusi Gumbel
Berdasarkan hasil evaluasi waduk pusong sebagai upaya pengendali bajir, waduk masih bisa menampung air yang mesuk kewaduk tersebut baik dari aliran drainase maupun curah hujan yang lansung jatuh ke waduk tersebut dengan kapasitas tampungan waduk pusong sebesar 850.000 m3 sedangkan debit maksimal yang masuk kewaduk tersebut sebasar 470.910 m3. Sedangkan dari drainase daerah yang sering terjadi banjir juga masih sanggup menampung air yang masuk ke drainase dengan kapasitas rata-rata debit existing drainase 2,657 m3/det sedangkan debit rencana drainase maksimum 1,162 m3/det maka drainase daerah terjadinya banjir masih sanggup memenuhi debit yang ada.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehingga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Stara Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:
“Evaluasi Waduk Pusong Sebagai Upaya Pengendalaian Banjir Di
Kota Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara”
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :
1. Bapak Ivan Indrawan,ST.MT selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Ir.Alferido Malik, Emma Patricia Bangun,ST,M.Eng. selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.
5. Ayahanda Bukhari Rasyid dan Ibunda Nurbayan tercinta yang telah banyak berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan nasehat, saudara-saudari tercinta: Elvira, Elvitri, Maryam, Mami Intan, Faisal, Bustamam dan Subar beserta keluarga besar yang selalu mendoakan dan mendukung penulis.
6. Husnul Mawaddah yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
7. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
8. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis.
9. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2008, Muaz, T.Cut, Haris, Dedial, Khairi Fadlan, Alfrendi, Imam, Odik, Maulana, Ratih, Ade, Kiki, Cica, Eci, Gea serta teman-teman angkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.
Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Maret 2013 Penulis,
( Khatab )
DAFTAR ISI
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Pembatasan Masalah ... 7
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 8
1.6 Sistematika Penulisan ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Umum ... 10
2.2 Daerah Aliran Sungai ... 25
2.3 Waduk ... 27
2.3.1 Klasifikasi Penggunaan Waduk ... 30
2.3.2 Karakteristik Waduk ... 31
2.3.3 Pola Operasi Waduk ... 31
2.4 Analisa Hidrologi ... 34
2.4.1 Data Curah Hujan ... 35
2.4.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan ... 35
2.4.2.1 Distribusi Normal ... 36
2.4.2.2 Distribusi Log Normal ... 37
2.4.2.3 Distribusi Log Person III ... 38
2.4.2.4 Distribusi Gumbel ... 40
2.4.3 Intensitas Curah Hujan ... 42
2.4.4 Koefisien Limpasan ... 42
2.4.5 Debit Rencana ... 44
2.4.6 Waktu Konsentrasi ... 45
2.5 Analisa Kapasitas Tampung Saluran Drainase ... 47
2.5.1 Kriteria Hidrolika ... 47
2.5.1.1 Saluran Terbuka ... 47
2.5.1.2 Saluran Tertutup ... 50
2.6 Neraca Air Waduk ... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56
3.1Deskripsi Daerah Studi ... 56
3.1.1 Kondisi Umum ... 56
3.1.2 Kondisi Topografi ... 58
3.1.3 Kondisi Hidrogeologi ... 59
3.1.4 Kondisi Administrasi ... 59
3.1.5Sedimentasi Reservoir dan Drainase ... 60
3.1.6 Hidraulik Pantai Aceh ... 61
3.1.7 Drainase Lingkungan ... 62
3.1.7.1 Rencana Pengembangan Drainase ... 63
3.2 Data Teknis Reservoir Waduk Pusong ... 64
3.3 Tempat dan Waktu ... 67
3.4 Metodologi Penelitian ... 68
3.4.1 Uraian Tahapan Penelitian ... 68
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 77
4.1 Umum ... 77
4.2 Operasional Pintu Waduk Pusong ... 78
4.2.1 Jenis Pola Operasi pintu waduk ... 79
4.3 Permasalahan Waduk Pusong ... 80
4.4 Analisa Hidrologi ... 81
4.4.1 Analisa Curah Hujan Harian Maksimum ... 82
4.4.1.1 Analisa Curah Hujan Distribusi Normal ... 83
4.4.1.2 Analisa Curah Hujan Distribusi Log Normal... 84
4.4.1.3 Analisa Curah Hujan Distribusi Log Person III ... 85
4.4.1.4 Analisa Curah Hujan Distribusi Gumbel ...86
4.5 Analisa Frekuensi Curah Hujan ... 89
4.6 Pemilihan Jenis Distribusi ... 90
4.7 Pengujian Kecocokan Jenis Sebaran ... 91
4.8 Analisa Cacthment Area dan Koefisien Run Off ... 93
4.9 Analisa Waktu Konsentrasi dan Intensitas ... 94
4.10 Analisa Debit Rencana ... 99
4.11 Analisa Kapasitas Drainase………. 101
4.12 Analisa Kapasitas Waduk Pusong………... 103
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….106
5.1 Kesimpulan………106
5.2 Saran………..107
DAFTAR PUSTAKA………108
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Letak Reservoir Waduk Pusong Dan Wilayah Yang
Tergenang Banjir ... 6
Gambar 2.1 Pengendalian Banjir Metode Struktur Dan Non Struktur ... 13
Gambar 2.2 Waduk Pengendali Banjir... 30
Gambar 2.3 Lintasan Aliran Waktu Inlet Time (To) Dan Conduit Time (Td) ... 46
Gambar 2.4 Penampang Saluran Persegi ... 49
Gambar 2.5 Penampang Saluran Trapesium ... 50
Gambar 2.6 Skema Neraca Air ... 53
Gambar 3.1 Waduk Pusong Hasil Pencitraan Google Eart (2013) ... 57
Gambar 3.2 Peta Administrasi Kota Lhokseumawe ... 60
Gambar 3.3 Kondisi Gelombang Di Pantai Aceh ... 61
Gambar 3.4 Layout Waduk Pusong ... 65
Gambar 3.5 Potongan Melintang Reservoir Waduk Pusong ... 67
Gambar 3.6 Lokasi Reservoir Waduk Pusong Kabupaten Aceh Utara ... 67
Gambar 3.7 Pintu Bukaan Air Waduk Pusong ... 71
Gambar 3.8 Kondisi Di Dalam Area Waduk Pusong ... 71
Gambar 3.9 Saluran Drainase Pengaliran Air Dari Kota Lhokseumawe Ke Waduk Pusong ... 72
Gambar 3.10 Banjir Di Daerah Lhokseumawe Akibat Hujan ... 73
Gambar 3.11 Bagan Alir Tahap Pengerjaan Tugas Akhir ... 76
Gambar 4.1 Grafik Curah Hujan Maksimum Dan Periode Ulang ... 88
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penyebab banjir dan prioritasnya ...11
Tabel 2.2 Hubungan debit dan lebar penyangga ...22
Tabel 2.3 Parameter statistik yang penting………. 35
Tabel 2.4 Nilai variable reduksi gaus ...37
Tabel 2.5 Nilai K untuk distribusi log person III ...39
Tabel 2.6 Standar Deviasi (Yn) untuk distribusi Gumbel ...41
Tabel 2.7 Reduksi variat (YTR) sebagai fungsi Periode ulang Gumbel ...41
Tabel 2.8 Reduksi standard Deviasi (Sn) untuk distribusi Gumbel ...41
Tabel 2.9 Koefisien limpasan berdasarkan tata guna lahan untuk metode rasiaonal ...44
Tabel 2.10 Koefisien kekasarn manning ...52
Tabel 2.11 Nilai kemiringan dinding saluran sesuai bahan ...52
Tabel 3.1 Elevasi muka air ...62
Tabel 4.1 Data Curah Hujan Harian Stasiun Meteorology Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara 10 Tahun Terakhir (2003-2012) ...82
Tabel 4.2 Analisa Curah Hujan Distribusi Normal ...83
Tabel 4.3 Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Normal ...83
Tabel 4.4 Analisa Curah Hujan Dengan Distribusi Log Normal ...84
Tabel 4.5 Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Log Normal ...85
Tabel 4.6 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Person III ...85
Tabel 4.7Analisa Curah Hujan Rencana Dengan Distribusi Log Person III ...86
Tabel 4.10 Rekapitulasi Analisa Curah Hujan Rencana Maksimum ...88
Tabel 4.11 Analisa frekuensi Curah hujan ...89
Tabel 4.12 Perbandingan syarat distribusi dan hasil perhitungan ...91
Tabel 4.13 Perhitungan uji Chi-kuadrat ...93
Tabel 4.14 Analisa Intensitas Curah Hujan ...96
Tabel 4.15 Kriteria desai hidrologis sistem drainase perkotaan………..100
Tabel 4.16 Debit presipitasi yang langsung jatuh kewaduk………104
Tabel 4.17 Debit presipitasi yang jatuh ke daratan catchment area………104
DAFTAR NOTASI
P(X) : fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal)
μ : rata – rata nilai
X σ : simpangan baku dari nilai X
XT : Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T Tahunan KT : faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)
P(X) : peluang log normal X : nilai varian pengamatan
μY : nilai rata-rata populasi Y
σY : deviasi standar nilai variat Y
YT : perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan Y : nilai rata-rata hitung variat
S : deviasi standar nilai variat : harga rata-rata sample
Yn : reduced mean yang tergantung jumlah sample/data ke-n
Sn : reduced standard deviation, yang juga tergantung pada jumlah sample/data ke-n
YTr : reduced variated
I : Intensitas Hujan (mm/jam)
R24 : Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm) T : lamanya hujan (jam)
Qp : Debit rencana (m3/dtk) C : Koefisien aliran Permukaan A : Luas daerah Pengaliran (Ha). Tc : Waktu Konsentrasi (jam) L : Panjang saluran (km)
S : Kemiringan rata-rata saluran
to : inlet time ke saluran terdekat (menit)
V : kecepatan aliran didalam saluran (m/detik) R : Jari-jari hidrolis (m)
I : Kemiringan atau gradient dari dasar saluran C : koefisien Chezy (m½/det)
R : jari-jari hidraulis (m)
S : kemiringan Dasar Saluran (m/m) n : koefisien kekasaran Manning (det/m⅓)
m : koefisien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran As : luas penampang saluran (m2)
P : Keliling basah saluran (m) I : masukan (inflow);
O : keluaran (outflow);
ΔS : perubahan tampungan /perubahan kuantitas air (m3/detik) Qketersediaan : Total ketersediaan debit (m3/detik)
ABSTRAK
Permasalahan banjir bukanlah persoalan yang sederhana, banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Misalnya faktor permasalahan drainase dalam perencanaan ini antara lain, pertambahan debit banjir akibat perubahan tata guna lahan, penyempitan dan pendangkalan saluran akibat desakan permukiman dan endapan sedimen, permasalahan sampah. Prioritas penanganan masalah bajir ditentukan juga berdasarkan perilaku tindakan cepat dan manfaat drainase. Hal ini merupakan prioritas utama dan diharapkan menjadi perhatian serius bagi Pemerintah daerah untuk mengatasi banjir.
Dalam Evaluasi waduk pusong sebagai upaya pengendali banjir ini yang pertama dilakukan adalah pengumpulan data sekunder dari instansi terkait, seperti data curah hujan, data iklim, data tampungan waduk dan gambar-gambar teknik yang menunjang dalam penulisan. Data-data tersebut digunakan dalam analisa hidrologi dan menghitung kapasitas waduk.
Data analias debit banjir rencana periode ulang tahunan menggunakan perhitungan data curah hujan yang diperoleh dari badan meteorology kota lhokseumawe dengan menggunakan metode distribusi Normal, distribusi Log Normal, distribusi Log Person III, distribusi Gumbel
Berdasarkan hasil evaluasi waduk pusong sebagai upaya pengendali bajir, waduk masih bisa menampung air yang mesuk kewaduk tersebut baik dari aliran drainase maupun curah hujan yang lansung jatuh ke waduk tersebut dengan kapasitas tampungan waduk pusong sebesar 850.000 m3 sedangkan debit maksimal yang masuk kewaduk tersebut sebasar 470.910 m3. Sedangkan dari drainase daerah yang sering terjadi banjir juga masih sanggup menampung air yang masuk ke drainase dengan kapasitas rata-rata debit existing drainase 2,657 m3/det sedangkan debit rencana drainase maksimum 1,162 m3/det maka drainase daerah terjadinya banjir masih sanggup memenuhi debit yang ada.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kota Lhokseumawe merupakan salah satu kota yang berada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kota Lhokseumawe ditetapkan statusnya dikota berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 yang wilayahnya mencakup 4 Kecamatan yaitu: Banda Sakti, Blang Mangat, Muara Dua dan Muara Batu. Secara geografis Kota Lhokseumawe terletak pada posisi 54’- 18’ Lintang
Utara dan 20’- 21’ Bujur Timur dengan batas-batas wilayah: Utara Selat Malaka, Selatan Kecamatan Kuta Makmur Kabupaten Aceh Utara, Barat Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara, Timur Kecamatan Syamtalira Bayu Kabupaten Aceh Utara.
Kota Lhokseumawe memiliki luas 212 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2000 adalah188.974 jiwa. Penggunaan lahan terbesar di Kota Lhokseumawe adalah untuk pemukiman seluas 9.490 Ha atau sekitar 52,1% dari luas yang ada. Kebutuhan lahan yang menonjol adalah untuk usaha kebun campuran 4.59 Ha atau sekitar 25,35%, disamping untuk kebutuhan persawahan seluas 1.679 Ha atau sekitar 9,27% untuk kebutuhan perkebunan rakyat telah dimanfaatkan seluas 674 Ha atau sekitar 3,72% dan untuk lain-lainnya
Lhokseumawe yang berbatasan dengan Pusong Lama dan Mongeudong. Pengelolaan waduk penampungan air (Reservoir Waduk Pusong) Kecamatan Banda Sakti diserahkan kepada pemerintah Kota Lhokseumawe. Penyerahan aset senilai Rp 125 Miliar dilakukan Kainas Bina Marga Cipta Karya Aceh.
Pekerjaan pembuatan Reservoir Waduk Pusong ini merupakn program Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) yang ditujukan untuk menangani masalah banjir Kota Lhokseumawe, khususnya wilayah Banda Sakti yang merupakan wilayah perkotaan Kota Lhokseumawe yang pada tahun 2007 berpenduduk 68.500 jiwa. Karena wilayahnya yang relatif rendah dibawah muka air laut, pada kondisi air laut pasang wilayah Banda Sakti menjadi genangan air, dan hanya pada kondisi surut sistem pembuangan drainase dapat mengalir secara gravitasi ke Teluk Pusong dan Krueng Cunda. Daya tampung Reservoir Waduk Pusong sekitar 850.000 m3, kondisi lokasi Reservoir Waduk Pusong genangan air laut dengan sedikit vegetasi mangrove dan berbatasan dengan permukiman masyarakat. Kegiatan pembangunan Reservoir Waduk Pusong diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat secara fisik daerah Kota Lhokseumawe (Kecamatan Banda Sakti) terbebas dari banjir dan meningkatkan kualitas sanitasi dan estetika lingkungan.
Banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran. Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun yang penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan dan dicari sistem yang optimal. Adapun cara salah satu penanganan banjir yaitu dengan membuat waduk pengendali banjir.
Waduk yang mempunyai faktor tampungan yang besar berpengaruh terhadap aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk dapat merubah pola
inflow-outflow hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di hilir waduk biasanya menguntungkan tehadap pengendalian banjir yang lebih kecil dan adanya perlambatan banjir. Pengendalian banjir dengan waduk biasanya hanya dapat dilakukan pada bagian hulu dan biasanya dikaitkan dengan pengembangan sumber daya air.
Waduk menurut pengertian umum adalah tempat pada permukaan tanah yang digunakan untuk menampung air saat terjadi kelebihan air/musim penghujan sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim kering. Sumber air waduk terutama berasal dari aliran permukaan ditambah dengan air hujan langsung.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembangunan waduk antara lain:
• Fungsi waduk untuk pengendali banjir agar mendapatkan manfaat yang
• Alokasi volume waduk untuk pengendali banjir berbanding lurus dengan
penurunan outflow hidrograf banjir di hilir waduk atau dengan kata lain semakin besar volume waduk maka semakin besar pula penurunan outflow
hidrograf banjir di hilir waduk.
• Operasional dan pemeliharaan dari waduk yang mempunyai pintu
pengendali banjir memerlukan biaya yang besar tetap akan menurunkan atau memperkecil biaya normalisasi dan pemeliharaan dari sungai di bagian hilir waduk.
• Untuk menjaga keandalan dari pintu pengendali banjir sebaiknya
pengoperasian dari pintu pengendali banjir dilakukan secara otomatis dan dilengkapi dengan operasi secara manual (untuk keadaan darurat).
• Pada waktu multi purpose perlu adanya analisa inflow-outflow hidrograf
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh waduk terhadap debit banjir di hilir waduk.
• Diperlukan penelusuran banjir atau flood routing yang dimaksudkan untuk
1.2. Perumusan Masalah
Pekerjaan pembuatan Reservoir Waduk Pusong ini merupakan program Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR). Waduk yang dibangun dengan program Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias dengan dana Multi Dana Fund (MDF) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dilakukan dalam tiga tahun anggaran pada tahun 2008, 2009 dan 2010 yang ditujukan untuk menangani masalah banjir Kota Lhokseumawe, khususnya wilayah Banda Sakti yang merupakan wilayah perkotaan Kota Lhokseumawe yang pada tahun 2007 berpenduduk 68.500 jiwa.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah banjir di Kota Lhokseumawe tersebut sebagai akibat Reservoir
Waduk Pusong tidak berfungsi.
2. Apakah ada pengaruhnya dengan sistem drainase di Kota Lhokseumawe dan saluran utama untuk mengaliri air dari kota ke Reservoir Waduk Pusong tersebut sehingga Reservoir Waduk Pusong tidak berfungsi sebagai pengendali banjir.
1.3. Pembatasan Masalah
Mengingat sangat luasnya permasalahan yang bisa didapatkan dalam penelitian ini, maka kami membatasi ruang lingkup permasalahan yaitu:
1. Hanya mengevaluasi daerah Reservoir Waduk Kota Lhokseumawe. 2. Menghitung debit banjir.
3. Analisis kapasitas waduk.
4. Analisis saluran drainase Kota Lhokseumawe
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan Tugas Akhir Evaluasi Waduk Lhokseumawe Sebagai Upaya Pengendalian Banjir di Kota Lhokseumawe Kabupaten Aceh Utara ini bertujuan untuk:
2. Untuk dapat menentukan apakah ada pengaruh drainase dikota dan saluran utama untuk megaliri air ke waduk tersebut sehingga waduk tidak dapat berfungsi maksimal sebagai pengendali banjir di Kota Lhokseumawe.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis; sebagai studi mahasiswa tentang mata kuliah yang berkaitan dengan Waduk, Perencanaan Bendung yang didapat di kampus dengan aplikasi di lapangan.
2. Bagi akademik; sebagai mutu pembelajaran bagi pihak-pihak yang membutuhkan
3. Bagi masyarakat; sebagai masukan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi waduk di Kota Lhokseumawe dan daerah-daerah lain.
1.6. Sistematika Penulisan
Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini terdiri dari 5 bab, yang mana uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang pekerjaan, tujuan, data umum dan lingkup pekerjaan yang dilaksanakan serta sistematika penulisan laporan penelitian.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab III Metodologi
Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.
Bab IV Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini merupakan analisa tentang permasalahan, evaluasi, dan perhitungan terhadap masalah yang ada dilokasi penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umum
Banjir merupakan permasalahan umum terjadi di sebagian wilayah Indonesia, terutama di daerah padat penduduk misalnya di kawasan perkotaan. Oleh karena itu kerugian yang ditimbulkan nya besar baik dari segi materi maupun kerugian jiwa, maka sudah selayaknya permasalahan banjir merupakan permasalahan kita semua. Dengan anggapan bahwa, permasalah banjir merupakan permasalahan umum, sudah semestinya dari berbagai pihak perlu memperhatikan hal-hal yang dapat mengakibatkan banjir dan sedini mungkin diantisipasi, untuk memperkecil kerugian yang ditimbulkan.
Menurut Hasibuan (2004),banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.
Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS); (2) Pembuangan sampah; (3) Erosi dan sedimentasi; (4) Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase; (5) Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat; (6) Curah hujan yang tinggi; (7) Pengaruh fisiografi/geofisik sungai; (8) Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai; (9) Pengaruh air pasang; (10) Penurunan tanah dan rob
Kodoatie (2002) memaparkan penyebab banjir dan prioritasnya seperti pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1. Penyebab Banjir dan Prioritasnya
No Penyebab Banjir Alasan Mengapa Prioritas Penyebab
1 Perubahan Tata Guna Lahan
Debit Puncak naik dari 5 sampai 35 kali karena DAS tidak ada yang menahan maka aliran air permukaan (run off) menjadi besar, sehingga berakibat debit di sungai menjadi besar dan terjadi erosi lahan yang berakibat sedimentasi di sungai sehingga kapasitas sungai menjadi turun.
Manusia
2 Sampah Sungai/drainase tersumbat sampah, jika air melimpah akan keluar dari sungai karena daya tampung saluran berkurang
Manusia
3 Erosi dan Sedimentasi
Akibat perubahan tata guna lahan, terjadi erosi yang berakibat sedimentasi masuk ke sungai sehingga daya tampung sungai berkurang. Penutup lahan vegetatif yang rapat (missal semak-semak, rumput) merupakan penahan laju erosi paling tinggi.
Manusia
4 Kawasan kumuh disepanjang sungai / drainase
Dapat merupakan penghambat aliran, maupun daya tampung sungai. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.
Sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir yang besar. Limpasan pada tanggul waktu banjir melebihi banjir rencana menyebabkan keruntuhan tanggul, kecepatan air sangat besar menyebabkan bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir.
Manusia
6 Curah Hujan Pada musim penghujan, curah hujan yang
tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan air/banjir.
Alam
7 Pengaruh Fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan Daerah Aliran Sungai, kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai, dll.
8 Kapasitas Sungai Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai itu karena tidak adanya vegetasi berkurangnya tanaman/vegetasi serta tindakan manusia mengakibatkan pengurangan kapasitas saluran/sungai sesuai perencanaan yang dibuat.
Manusia
10 Drainase Lahan Drainase perkotaan dan pengembangan
pertanian pada daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi.
Manusia
11 Bendung dan bangunan air
Bendungan dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air banjir karena efek aliran balik (backwater).
Manusia
12 Kerusakan bangunan pengendalian banjir
Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.
Manusia pasang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater).
Manusia
Sumber : Kodoatie 2002
Berikut akan dijelaskan mengenai skema sistem pengendalian banjir dengan 2 (dua) metode struktur dari Pembangunan dan Pelayanan. Dapat dijelaskan pada gambar berikut ini ;
Sumber : Kodoatie dan Sugiyanto, 2002
Gambar 2.1. Pengendalian Banjir Metode Struktur dan Non Struktur
A. Metode Struktur ( Dengan Bangunan )
Umum
Pada dasar nya kegiatan penanggulangan banjir adalah suatu kegiatan yang meliputi aktifitas sebagai berikut :
Mengenali besarnya debit banjir
Mengisolasi daerah genangan banjir Mengurangi tinggi elevasi air banjir
Pengendalian banjir
Metode struktur Metode Non struktur
Kegiatan penanggulangan banjir dengan bangunan pada umumnya mencakup kegiatan berikut ini :
Perbaikan sungai/pembuatan tanggul banjir untuk mengurangi besarnya
resiko banjir di sungai.
Pembuatan saluran (floodway) untuk mengalirkan sebagai atau seluruh air
sungai.
Pengaturan sistim pengaliran untuk mengurangi debit puncak banjir,
dengan bangunan seperti bendungan, kolam retensi dll.
Untuk menunjang keberhasilan pengendalian banjir diperlukan kegiatan pengelolaan dan perbaikan sungai, untuk menigkatkan kapasitas sungai. Pekerjaan ini meliputi :
Menambah dimensi tampang alur sungai
Memperkecil nilai kekasaran alur sungai
Pelusuran atau pemendekan alur sungai pada sungai berbelok atau ber
meander.
Pengandalian transport sedimen
Factor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis bangunan pengendalian banjir adalah sebagai berikut:
Pengaruh regim sungai terutama erosi dan sedimentasi dan hubungannya
dengan biaya pemeliharaan
Kebutuhan perlindungan erosi di daerah kritis
Pengaruh bangunan terhadap lingkungan
Pengaruh bangunan terhadap kondisi aliran di sebelah hulu dan sebelah
hilirnya.
Bangunan Pengendali Banjir
Seperti ditunjukkan dalam gambar 2.1 ada dua metode pendekatan untuk analisis pengendalian banjir yaitu metode struktur dan non-struktur. Beberapa metode struktur diuraikan berikut ini termasuk:
Bendungan
Kolam penampungan (retention basin)
Tanggul penahan banjir Saluran by pass
Sistim pengerukan/normalisasi alur sungai
Sistem drainase khusus
a. Bendungan
Bendungan digunakan untuk penampung dan mengelola distribusi aliran sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai di sebelah hilir bendungan. Factor-faktor yang digunakan dalam pemilihan lokasi bendungan adalah sebagai berikut:
Lokasi mudah dicapai
Topografi daerah memadai, dengan membentuk tampungan yang besar
Kondisi geologi tanah
Ketersediaan bahan bangunan
Tujuan serbanguna
Umumnya bendungan terletak di sebelah hulu daerah yang dilindungi
b. Kolam Penampungan
Seperti halnya bendungan, kolam penampungan (retention basin) berfungsi untuk menyimpan sementara debit sungai sehingga puncak banjir dapat dikurangi. Tingkat pengurangan banjir tergantung pada karakteristik hidrograf banjir, volume kolam dan dinamika beberapa bangunan outlet. Wilayah yang digunakan untuk kolam penampungan biasanya di daerah dataran rendah atau rawa. Dengan perencanaan dan pelaksanaan tataguna lahan baik, kolam penampungan yang andal diperlukan :
Pengontrolan yang memadai untuk menjamin ketetapan peramalan banjir Peramalan banjir yang andal dan tepat waktu untuk perlindungan atau
evakuasi
Sistim drainase yang baik untuk mengosongkan air dari daerah tampungan
secepatnya setelah banjir reda.
Dengan manajemen yang tepat, penaggulangan sementara dapat berakibat positif dari segi pertanian, seperti berikut ini :
Melunakan tanah
Mencuci tanah dari unsur racun
c. Tanggul Penahan Banjir
Tanggul banjir adalah penghalang yang di desain untuk menahan air banjir di palung sungai untuk melindungi daerah sekitarnya. Tanggul banjir sesuai untuk daerah-daerah dengan memperhatikan factor-faktor berikut:
Dampak tanggul terhadap regim sungai
Tinggi jagaan dan kapasitas debit sungai pada bangunan-bangunan sungai
misalnya jembatan.
Ketersediaan bahan bangunan setempat
Syarat-syarat teknis dan dampaknya terhadap pengembangan wilayah.
Hidrograf banjir yang lewat
Pengaruh limpasan, penambangan, longsoran dan bocoran
Pengaruh tanggul terhadap lingkungan
Elevasi muka air yang lebih tinggi di alur sungai Lereng tanggul dengan tepi sungai yang relatif stabil.
d. Saluran By Pass
Saluran by pass adalah saluran yang digunakan untuk mengalihkan sebagian atau seluruh aliran air banjir dalam rangka mengurangi debit banjir pada daerah yang dilindungi. Factor-factor yang penting sebagai pertimbangkan dalam desain saluran by pass adalah sebagai berikut:
Biaya pelaksanaan yang relatif mahal Kondisi topografi dari rute alur baru
Bangunan terjunan mungkin diperlukan di saluran by pass untuk
Kendala-kendala geologi timbul sepanjang alur by pass (contoh membuat
saluran sampai bantuan dasar)
Penyediaan air dengan program pengembangan daerah sekitar sungai
Kebutuhan air harus tercukupi sepanjang aliran sungai asli di bagian hilir
dari lokasi percabangan.
Pembagian air akan berpengaruh pada sifat alami daerah hilir mulai dari
lokasi percabangan by pass.
e. Sistim Pengerukan/ Normalisasi Alur Sungai
f. Sistem Drainase Khusus
Sistem drainase khusus sering diperlukan untuk memindahkan air dari daerah rawan banjir karena drainase yang buruk secara alami atau karena ulah manusia. Sistim khusus tipe grafitasi dapat terdiri dari saluran-saluran alami. alternatif dengan pemompaan mungkin diperlukan untuk daerah buangan dengan elevasi air dibagian hilir terlalu tinggi.
Sistim khusus biasanya diguanakan untuk situasi berikut: Daerah perkotaan dimana drainase alami tidak memadai
Digunakan untuk melindungi daerah pantai dari pengaruh gelombang
Daerah genangan/bataran banjir dengan bangunan flood wall/dinding
penahan banjir.
Desain dari system drainase khusus berdasarkan pertimbangan berikut:
Topografi, karekteristik infiltrasi dan luas daerah yang akan dilindungi Kecepatan dan waktu hujan serta aliran permukaan
Volume dari air yang ditahan
Periode banjir
Adapun kriteria yang digunakan dalam pemilihan bangunan adalah:
Apabila elevasi air buangan lebih rendah dari elevasi daerah yang
dilindungi dapat digunakan outlet sederhana.
Apabila fluktuasi perubahan elevasi air berubah-ubah diperlukan
pintu-pintu otomatis.
Stasiun pompa diperlukan apabila elevasi air buangan lebih tinggi dari
B. Metode Non-Struktur
Umum
Analisis pengendalian banjir dengan tidak menggunakan bangunan pengendali akan memberikan pengaruh cukup baik terhadap regim sungai. Contoh aktifitas penanganan tanpa bangunan adalah sebagai berikut :
Pengelolaan daerah pengaliran sungai untuk mengurangi limpasan air
hujan daerah pengaliran sungai
Control pengembangan daerah genagan termasuk peraturan-peraturan
penggunaan lahan
Konstruksi gedung atau bangunan yang dibuat tahan banjir dan tahan air
Sistim peringatan dan ramalan banjir
Rencana asuransi nasional atau perorangan
Rencana gerakan siap siaga dalam keadaan darurat banjir
Pengoperasian cara kerja pengendalian banjir
Partisifasi masyarakat Law-enforcement
a. Pengelolaan Daerah Pengaliran Sungai (DPS)
Pengelolaan daerah pengaliran sungai berhubungan erat dengan peraturan, pelaksanaan dan pelatihan. Kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk menghemat dan menyimpan air dan konservasi tanah. Pengelolaan daerah pengaliran sungai mencakup aktifitas-aktifitas berikut ini:
Penanaman vegetasi untuk mengendalikan kecepatan aliran air dan erosi
tanah.
Pemeliharaan vegetasi alam, atau penanaman vegetasi tahan air yang tepat,
sepanjang tanggul,drainase saluran-saluran daerah lain untuk pengendalian aliran yang berlebihan atau erosi tanah.
Mengatur secara khusus bangunan-bangunan pengendali banjir (misal cek
dam) sepanjang dasar aliran yang mudah tererosi.
Pengelolaan khusus untuk mengatisipasi aliran sedimen yang dihasilkan
dari kegiatan gunung berapi.
Sasaran penting dari kegiatan pengolaan daerah pengaliran sungai adalah untuk mencapai keadaan-keadaan berikut:
Mengurangi debit banjir daerah hilir
Mengurangi erosi tanah dan muatan sedimen di sungai
Mengingatkan produksi pertanian yang dihasilkan dari penataan guna
tanah dan perlindungan air.
Meningkatkan lingkungan di daerah pengaliran sungai dan daerah sungai
Sasaran tersebut harus didukung oleh aktifitas-aktifitas lainnya seperti:
Pembatasan penebangan hutan dan kebijakan-kebijakan yang mencakup
atau menghancurkan perhutananan kembali daerah-daerah yang telah rusak.
Rangsangan atau dorongan, untuk mengembangkan tanaman yang tepat
dan menguntungkan secara ekonomi (missal cacao,turi,jambu mete, jambu mete, lamtorogung, buah-buahan)
Pertanian bergaris (sistim hujan), dan metode teras ( bertingkat) sehingga
mengurangi pengaliran dan erosi tanah dari daerah pertanian.
Tidak ada pertanian atau kegiatan-kegiatan pengembangan lain di
sepanjang bantaran sungai.
Minimal daerah penyangga atau daerah vegetasi yang tidak boleh
terganggu di sepanjang jalan air, dapat mengacu pada daftar di bawah ini.
Tabel 2.2. Hubungan debit dan lebar penyangga
Debit rata-rata (Q) Lebar Penyangga Minimal
Kurang dari 1m3/dt 5m
1m3/dt<Q>5m3/dt 10m
Lebih dari 5m3/dt 15m
Sumber : kodoatie dan sugiyanto, 2002
b. Pengendalian Pemanfaatan Daerah Genangan
Masalah yang timbul dari penggunaan lahan daerah genangan seperti tertera di bawah ini :
Masyarakat yang bermukim pada daerah-daerah genangan akan
kehilangan pencaharian yang ditimbulkan banjir.
Pemanfaatan intensif pada daerah-daerah genangan untuk mata
pencaharian, industry dan kegiatan lain akan meningkatkan potensi bagi kerusakan-kerusakan yang diakibatkan banjir.
Pengendalian pemanfaatan daerah genangan termasuk peraturan-peraturan penetapan wilayah pengggunaan lahan, dan bangunan-bangunan. Maksud dari pengendalian daerah genangan adalah untuk membatasi atau menentukan tipe pengembangan dengan mempertimbangkan resiko dan kerusakan yang ditimbulkan oleh banjir. Factor ekonomi, social dan lingkungan harus pula ikut dipertimbangkan agar diperoleh suatu pengembangan yang bijaksana.
Langkah pertama dalam peningkatan pengendalian daerah genangan di daerah beresiko banjir dan daerah-daerah kritis ditentukan diantaranya oleh factor-faktor berikut.
Besarnya banjir yang terjadi Waktu peringatan efektif
Pengetahuan tentang banjir
Tingkat luapan banjir
Kedalaman dan kecepatan banjir
Lamanya banjir
Masalah-masalah pengungsian Akses ( kemudahan)
Potensi kerusakan banjir
Dua tahapan yang perlu dilaksanakan, kaitannya dengan program pengendalian banjir adalah sebagai berikut ini:
Tahap I
Tahap II
Pengendalian penggunaan lahan untuk mengurangi kerusakan-kerusakan yang disebabkan banjir
c. Bangunan Tahan Banjir
Antisipasi perlindungan banjir diadakan dengan menggunakan tahap pendekatan berikut:
Tahap I
Semua bangunan baru di daerah rawan banjir harus direncanakan tahan banjir.
Tahap II
Perbaiakn bangunan yang ada didaerah tepian banjir harus tahan banjir
d. Peramalan Dan Peringatan Bahaya Banjir
Sistim peringatan bahaya banjir yang efektif haruslah menunjukkan ciri-ciri berikut ini:
Tempat pemantauan diletakkan pada lokasi yang strategis, sehingga dapat
memberikan informasi peringatan yang cepat didapat, lebih lanjut tindakan dini dapat segera dilakukan.
Sederhana dan efektif
Metode yang diandalkan untuk memperkirakan debit banjir
Metode langsung, yaitu dengan menempatkan peralatan pemantauan pada stasiun-stasiun hidrometri, sehingga diperoleh hubungan yang dapat dirumuskan dengan baik antara elevasi muka air sungai dengan debit yang ada. Metode tidak langsung yaitu dengan cara analisis curah hujan yang disertai dengan memperhitungkan kondisi sungai dan daerah pengaliran sungai yang bersangkutan.
Peramalan dan peringatan dini banjir daerah pengaliran sungai adalah merupakan bagian dari sistim pengendalian banjir suatu system sungai. Maka dalam penyusunan sistim peramalan dan peringatan dini banjir daerah pengaliran sungai perlu memperhatikan :
Bangunan pengendalian banjir
Operasional bangunan sistim pengendalian banjir
Hidrologi
Karakteristik daerah pengaliran sungai
Karekteristik daerah rawan banjir kemungkinan kerugian akibat banjir
Waktu perambatan banjir
2.2. Daerah Aliran Sungai
terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar pengelolaan untuk sumber daya air. Gabungan beberapa daerah aliran sungai menjadi satu wilayah sungai.
Dalam mempelajari ekosistem daerah aliran sungai, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Daerah aliran sungai bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, daerah aliran sungai bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. Daerah aliran sungai bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan kata lain ekosistem daerah aliran sungai, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan daerah aliran sungai. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan daerah aliran sungai hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu daerah aliran sungai, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui siklus hidrologi.
Daerah aliran sungai bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
Daerah aliran sungai bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.
2.3 Waduk
Waduk menurut pengertian umum adalah tempat pada permukaan tanah yang digunakan untuk menampung air saat terjadi kelebihan air/musim penghujan sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim kering. Sumber air waduk terutama berasal dari aliran permukaan dtambah dengan air hujan langsung. Waduk adalah bangunan untuk menampung air pada waktu terjadi surplus di sumber air agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air sehingga fungsi utama waduk adalah untuk mengatur sumber air.
suatu sungai alamiah, maupun dengan cara memenuhi kebutuhan yang berubah-ubah dari para konsumen. Dengan kata lain waduk tidaklah menghasilkan air melainkan hanya memungkinkan pengaturan kembali distribusinya terhadap waktu.
Waduk dapat terjadi secara alami maupun dibuat manusia. Waduk buatan dibangun dengan cara membuat bendungan yang lalu dialiri air sampai waduk tersebut penuh.
Bendungan adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Waduk dapat dimanfaatkan antara lain sebagai berikut :
1. Irigasi
Pada saat musim penghujan, hujan yang turun di daerah tangkapan air sebagian besar akan mengalir ke sungai. Kelebihan air yang terjadi dapat di tampung waduk sebagai persediaan sehingga pada saat musim kemarau tiba air tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain irigasi lahan pertanian.
2. PLTA
Dalam menjalankan fungsinya sebagai PLTA, waduk dikelola untuk mendapatkan kapasitas listrik yang dibutuhkan. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) adalah suatu system pembangkit listrik yang biasanya terintegrasi dalam bendungan dengan memanfaatkan energi mekanis aliran air untuk memutar turbin yang kemudian akan diubah menjadi tenaga listrik oleh generator.
Air baku adalah air bersih yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air minum dan air rumah tangga. Waduk selain sebagai sumber pengairan persawahan juga dimanfaatkan sebagai sumber penyediaan air baku untuk bahan baku air minum dan air rumah tangga. Air yang dipakai harus memenuhi persyaratan sesuai kegunaannya.
Waduk yang mempunyai faktor tampungan yang besar berpengaruh terhadap aliran air di hilir waduk. Dengan kata lain waduk dapat merubah pola
inflow-outflow hidrograf. Perubahan outflow hidrograf di hilir waduk biasanya menguntungkan tehadap pengendalian banjir yang lebih kecil dan adanya perlambatan banjir. Pengendalian banjir dengan waduk biasanya hanya dapat dilakukan pada bagian hulu dan biasanya dikaitkan dengan pengembangan sumber daya air.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pembangunan waduk antara lain :
Fungsi waduk untuk pengendali banjir agar mendapatkan manfaat yang
lebih besar harus didesain atau dilengkapi dengan pintu pengendali banjir, sehingga penurunan debit banjir di hilir waduk akan lebih besar atau perubahan antara inflow dan outflow hidrograf yang besar.
Alokasi volume waduk untuk pengendali banjir berbanding lurus dengan
penurunan outflow hidrograf banjir di hilir waduk atau dengan kata lain semakin besar volume waduk maka semakin besar pula penurunan outflow hidrograf banjir di hilir waduk
Operasional dan pemeliharaan dari waduk yang mempunyai pintu
atau memperkecil biaya normalisasi dan pemeliharaan dari sungai di bagian hilir waduk
Untuk memjaga keandalan dari pintu pengendali banjir sebaiknya
pengoperasian dari pintu pengendali banjir dilakukan secara otomatis dan dilengkapi dengan operasi secara manual (untuk keadaan darurat)
Pada waktu multi purpose perlu adanya analisa inflow-outflow hidrograf
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh waduk terhadap debit banjir di hilir waduk.
Diperlukan penelusuran banjir atau flood routing yang dimaksudkan untuk
mengetahui karakteristik hidrograf outflow atau keluaran yang sangat diperlukan dalam pengendalian banjir. (Ir. Sugiyanto, Pengendalian Banjir, 2002)
Gambar 2.2. Waduk Pengendali Banjir
Gambar 2.2. Waduk Pengendali Banjir
2.3.1 Klasifikasi Penggunaan Waduk
Berdasarkan fungsinya, waduk diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu : 1. Waduk eka guna (single purpose)
guna dikarenakan tidak adanya konflik kepentingan di dalam. Pada waduk eka guna pengoperasian yang dilakukan hanya mempertimbangkan pemenuhan satu kebutuhan.
2. Waduk multi guna (multi purpose)
Waduk multi guna adalah waduk yang berfungsi untuk memenuhi berbagai kebutuhan, misalnya waduk untuk memenuhi kebutuhan air, irigasi, air baku dan PLTA. Kombinasi dari berbagai kebutuhan ini dimaksudkan untuk dapat mengoptimalkan fungsi waduk dan meningkatkan kelayakan pembangunan suatu waduk.
2.3.2 Karakteristik Waduk
Karakteristik suatu waduk merupakan bagian pokok dari waduk yaitu volume hidup (live storage), volume mati (dead storage), tinggi muka air (TMA) maksimum, TMA minimum, tinggi mercu bangunan pelimpah berdasarkan debit rencana.
Dari karakteristik fisik waduk tersebut didapatkan hubungan antara elevasi dan volume tampungan yang disebut juga liku kapasitas waduk. Liku kapasitas tampungan waduk merupakan data yang menggambarkan volume tampungan air di dalam waduk pada setiap ketinggian muka air
2.3.3 Pola Operasi Waduk
Tujuan dari disusunnya pola operasi waduk adalah untuk memanfaatkan air secara optimal demi tercapainya kemampuan maksimal waduk dengan cara mengalokasikan secara proporsional sehingga tidak terjadi konflik antar kepentinggan.
Pengoperasian waduk secara efisien dan optimal merupakan permasalahan yang kompleks karena melibatkan beberapa faktor seperti :
1. Operasional policy, pola kebijakan pengoperasian waduk.
2. Debit inflow yang akan masuk ke waduk yang tergantung dari ketepatan perencanaan debit yang akan masuk ke waduk tersebut.
3. Demand, kebutuhan air untuk irigasi, air baku, dan PLTA.
4. Keandalan peralatan monitoring tinggi muka waduk, debit aliran dan curah hujan.
5. Koordinasi antara instansi yang terkait. 6. Kemampuan Operasional.
Kebijakan pola pengoperasian waduk dapat dibedakan menjadi 5, yaitu: 1. Standard Operating Policy (SOP)
Kebijakan pola pengoperasian waduk berdasarkan SOP adalah dengan menentukan outflow terlebih dahulu berdasarkan ketersediaan air di waduk dikurangi kehilangan air. Sejauh mungkin outflow yang dihasilkan dapat memenuhi seluruh kebutuhan/demand dengan syarat air berada dalam zona kapasitas/tampungan efektif. Besarnya pelepasan dapat ditentukan sebagai berikut
2. Dinamik Program Deterministik ataupun Implisit Stokastik
Asumsi bahwa semua parameter atau variabel yang terdapat dalam model program linier dapat diperkirakan dengan pasti (non stochastic), meskipun tidak dengan tepat (Buras, 1975; Asri 1984). Pada model Deterministik, debit inflow
pada masing-masing interfal waktu telah ditentukan. Secara sederhana, model ini menggunakan nilai harapan (expected value) dari sebuah variabel abstrak yang diskrit.
3. Dinamik Program Stokastik
Pada model Stokastik, debit inflow diperoleh dari suatu proses stokastik
dari data-data yang ada dan cara pendekatannya adalah sebagai suatu proses
Markov yang ditampilkan dengan sebuah matrik probabilitas transisi. Dapat disimpulkan bahwa, program dinamik stokastik menggunakan probabilitas inflow
bersyarat yang diperoleh dari matrik probabilitas transisi dan nilai yang diharapkan yang diperoleh dari fungsi tujuan yang berulang perhitungannya
(recursive objective fuction).
4. Linear Program
Program Linier banyak dipakai dalam program optimasi pendayagunaan sumber daya air, baik untuk permasalahan operasi dan pengelolaan yang sederhana sampai permasalahan yang kompleks. Teknik program linier dapat dipakai apabila terdapat hubungan linier antara variabel-variabel yang dioptimasi, baik dalam fungsi tujuan (objective function) maupun kendala (constraint function).
bentuk linier atau persamaan-persamaan non linier pada fungsi sasaran dan kendala dipecah menjadi beberapa persaman linier dan diselesaikan dengan metode iterasi dan aproksimasi (Yeh, 1985). Keunggulan program linier adalah kemudahannya untuk penyelesaian permasalahan optimasi berdimensi besar, sedangkan kelemahannya adalah kemungkinan terjadinya kesalahan dan kekeliruan dari program ini sangat besar karena pendekatan yang dilakukan melinierisasi fenomena non linier pada beberapa variabel tidak tepat (Makrup 1995 ; Goulter 1981). Oleh karena itu kendala program linier tergantung pada tingkat pendekatan dalam linierisasi hubungan antara variabel.
5. Rule Curve
2.4. Analisa Hidrologi
Dalam Perencanaan berbagai macam bangunan air, seperti persoalan drainase dan bangunan pengendalian banjir diperlukan analisa hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan dialirkan pada sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunya sistem drainase mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Disain hidrologi diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran. Dalam menentukan dimensi penampang dari berbagai bangunan pengairan misalnya saluran drainase diperlukan suatu penentuan besar debit rencana. Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisa debit rencana:
2.4.1. Data Curah Hujan
Hujan merupakan komponen yang penting dalam analisa hidrologi perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran dainase. Penentuan hujan rencana dilakukan dengan analisa frekuensi terhadap data curah hujan harian maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun.
2.4.2. Analisa Frekuensi Curah Hujan
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang paling banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah :
Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi dan koefisien
skewness (kecondongan atau kemencengan).
Tabel 2.3. Parameter Statistik yang Penting
Parameter Sampel Populasi
Rata-rata
Simpangan Baku
(Standar deviasi)
Koefisien Variasi
Koefisien Skewness
(suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 34)
2.4.2.1. Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal PDF (Probability Density Function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF (Probability Density Function) distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut :
……..………....(1)
Dimana: P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal) X = variable acak kontinu
μ = rata – rata nilai
Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat didekati dengan :
KT = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)
Nilai faktor frekuansi (KT), umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut, biasa disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variabel reduced Gauss)
Tabel 2.4. Nilai Variabel Reduksi Gauss
No Periode Ulang, T
2.4.2.2. Distribusi Log Normal
Jika variabel Y = Log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. PDF (Probability Density Function) untuk distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut :
………
...(3)
……….……..…(4)
Dimana : P(X) = peluang log normal X = nilai varian pengamatan
μY = nilai rata-rata populasi Y
σY = deviasi standar nilai variat Y
Dengan persamaan yang dapat didekati :
………...…………..………..…….….……(5)
………..………...…..……….(6)
Dimana: YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan
Y = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat
KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang
Y
2.4.2.3 Distribusi Log Person III
Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang sikembangkan person yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log-Person Type III (LP III). Tiga parameter penting dalam Log-Person Type III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefisien kemencengan. Yang menarik adalah jika koefisien kemencengan sama dengan nol maka perhitungan akan sama dengan log Normal.
Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Type III : - Ubah data kedalam bentuk logaritmis, X = Log X
- Hitung harga rata-rata :
………....…...………...…...(7)
- Hitung harga simpangan baku :
……….…………...(8)
- Hitung koefisien kemencengen :
……….…….……...(9)
- Hitung logaritma hujan atau banjir periode ulang T dengan rumus : log XT = log X + K.S……….………..(10)
Tabel 2.5. Nilai K untuk distribusi Log Person III Interval Kejadian (Recurrence Interval), Tahun (Periode Ulang)
10,101 12,500 2 5 10 25 50 100 Koef Persentase Peluang Terlampaui (Percent Chance Of Being Exceeded)
99 80 50 20 10 4 2 1
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 43)
2.4.2.4. Distribusi Gumbel
………..………....…..………...(11)
Dimana : = harga rata-rata sample S = nilai varian pengamatan X
Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam
………..………..…....….…(12)
Dimana : Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sample/data ke-n
Sn = reduced standard deviation, yang juga tergantung pada jumlah sample/data ke-n
YTr = reduced variated, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:
………..………..(13)
Tabel 2.6 : Standard Deviasi (Yn), Tabel 2.7 : Reduksi Variat (YTr) dan Tabel 2.8 : Reduksi Standard Deviasi (Sn) berikut mencantumkan nilai-nilai Variabel Reduksi menurut Gauss untuk menyelesaikan persamaan 12
Tabel 2.6. Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel
No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220
20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353
30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5403 0.5410 0.5418 0.5424 0.5346
40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481
50 0.5486 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518
60 0.5521 0.5524 0.5527 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545
70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5559 0.5561 0.5563 0.5565 0.5567
80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585
90 05586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599
100 0.5600 0.5602 0.5603 0.5604 0.5606 0.5607 0.5608 0.5609 0.5510 0.5611
Tabel 2.7. Reduksi Variat (YTR) sebagai fungsi Periode Ulang Gumbel
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)
Tabel 2.8. Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel
No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
(Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)44e
2.4.3. Intensitas Curah Hujan
harian. Persamaan umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam dengan curah hujan maksimum harian sebagai berikut :
………..…(14)
Dimana : I = Intensitas Hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm) t = lamanya hujan (jam)
Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian (24) jam.
2.4.4. Koefisien Limpasan
Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow). Dalam perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan tetapi limpasan (runoff).
Faktor – factor yang berpengaruhi limpasan aliran pada saluran atau sungai tergantung dari berbagai macam faktor secara bersamaan. Faktor yang berpengaruh secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :
- Faktor meteorologi yaitu karateristik hujan seperti intensitas hujan, durasi hujan dan distribusi hujan.
- Karateristik DAS meliputi luas dan bentuk DAS, topografi dan tata guna lahan.
Ketetapan dalam menentukan besarnya debit air sangatlah penting dalam penentuan dimensi saluran. Disamping penentuan luas daerah pelayanan drainase dan curah hujan rencana, juga dibutuhkan besaran harga koefisien pengaliran (C). Pengambilan harga C harus disesuaikan dengan rencana perubahan tata guna lahan yang terjadi pada waktu yang akan datang. Berikut ini koefisien C untuk metode rasional oleh McGuen, 1989 disajikan secara Tabel 2.9.
Tabel 2.9. Koefisien Limpasan Berdasarkan Tata Guna Lahan untuk Metode Rasional,McGuen, 1989
Deskripsi Daerah Koefisien Sifat Permukaan Koefisien Perdagangan 0.70-0.95 Jalan
Daerah Kota/dekat • Aspal 0.70 – 0.95 Industri ringan Tanah berpasir
2.4.5. Debit Rencana
Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Rasional. Debit rencana hendaknya ditetapkan tidak terlalu kecil untuk menjaga agar jangan terlalu sering terjadi ancaman perusakan bangunan atau daerah sekitarnya aleh banjir. Pemilihan atas metode yang digunakan untuk menghitung besarnya debit aliran permukaan dalam satuan internasional adalah Metode Rasional sebagai berikut :
.………..………..….(15)
Dimana : Qp = Debit rencana (m3/dtk) C = Koefisien aliran Permukaan I = Intensitas Hujan (mm/jam) A = Luas daerah Pengaliran (Ha).
Luas daerah pengeringan pada umumnya diwilayah perkotaan terdiri dari beberapa daerah yang mempunyai karateristik permukaan tanah yang berbeda sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing subarea nilainya berbeda dan untuk menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan penggabungan masing-masing sub area. Untuk penentuan koefisien limpasan harus dipilih dari pengetahuan akan daerah yang ditinjau terhadap pengalaman, dan harus dipilih dengan jenis pembangunan yang ditetapkan oleh rencana kota.
Daerah yang memiliki cekungan untuk menampung air hujan relative mengalirkan lebih sedikit air hujan dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki cekungan sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini terhadap debit rencana diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh dengan rumus berikut ini :
2.4.6. Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi suatu daerah aliran sungai adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh, untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran DAS (titik kontrol), setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa bila durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian daerah aliran sungai secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik control. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah dengan rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang ditulis sebagai berikut :
………...…………..………...(17)
Dimana : Tc = Waktu Konsentrasi (jam) L = Panjang saluran (km)
S = Kemiringan rata-rata saluran
Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir dipermukaan lahan sampai saluran terdekat (to) dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran td sehingga Tc = to + td.
………...……....….(18)
………..….….……...(19) Dimana: to = inlet time ke saluran terdekat (menit)
td = conduit time sampai ke tempat pengukuran (menit) n = angka kekasaran manning
V = kecepatan aliran didalam saluran (m/detik)
Titik terjauh to menuju saluran darainase
Titik pengamatan
to= waktu yang diperlukan air untukmengalir melalui permukaan tanah ke saluran drainase
Gambar 2.3. Lintasan Aliran Waktu Inlet Time (To) dan Conduit Time (Td)
2.5. Analisa Kapasitas Tampung Saluran Drainase
2.5.1. Kriteria Hidrolika
Kriteria Hidrolika bertujuan untuk menentukan acuan yang digunakan dalam menentukan dimensi hidrolis dari saluran drainase maupun bangunan pelengkap lainnya dimana aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun saluran tertutup.
2.5.1.1. Saluran Terbuka
Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas, permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Kekentalan dan gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka. Saluran terbuka umumnya digunakan pada daerah yang :
Beberapa rumusan yang digunakan dalam menentukan dimensi saluran : Kecepatan Dalam Saluran Chezy
………..………...………….(20)
Dimana : V = Kecepatan rata-rata dalam m/det C = Koefisien Chezy
R = Jari-jari hidrolis (m)
I = Kemiringan atau gradient dari dasar saluran
Koefisien C dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu dari pernyataan berikut :
- Kutter :
…….……..……….….(21)
- Manning :
………...…………...(22)
- Bazin :
………..……..…...….….(23)
Dimana : V = kecepatan (m/det)
C = koefisien Chezy (m½/det) R = jari-jari hidraulis (m)
S = kemiringan Dasar Saluran (m/m) n = koefisien kekasaran Manning (det/m⅓)
m = koefisien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran
Debit aliran bila menggunakan rumus Manning