• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Kalus Stevia Rebaudiana Bertoni Dari Eksplan Daun Dan Ruas Batang Dengan Periode Subkultur Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan Kalus Stevia Rebaudiana Bertoni Dari Eksplan Daun Dan Ruas Batang Dengan Periode Subkultur Berbeda"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN KALUS

Stevia rebaudiana

Bertoni DARI

EKSPLAN DAUN DAN RUAS BATANG DENGAN PERIODE

SUBKULTUR BERBEDA

YUSANTI SETYA PUTRI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan Kalus Stevia rebaudiana Bertoni dari Eksplan Daun dan Ruas Batang dengan Periode Subkultur Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

YUSANTI SETYA PUTRI. Pertumbuhan Kalus Stevia rebaudiana Bertoni dari Eksplan Daun dan Ruas Batang dengan Periode Subkultur Berbeda. Dibimbing oleh DIAH RATNADEWI dan SUMARYONO.

Stevia merupakan tanaman pemanis non-kalori yang daunnya mengandung steviosida dengan tingkat kemanisan mencapai 300 kali dari gula tebu. Steviosida aman digunakan oleh penderita diabetes dan berpotensi untuk dijadikan sebagai obat hipoglikemik dan kardiovaskular, serta antimikroba. Salah satu cara perbanyakan tanaman stevia adalah dengan teknik kultur jaringan melalui multiplikasi tunas, organogenesis dan embriogenesis somatik. Embriogenesis somatik stevia dilakukan dengan pembentukan kalus terlebih dahulu. Penelitian mengenai pengaruh periode subkultur terhadap pertumbuhan kalus stevia belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan kalus stevia pada periode subkultur dua, tiga dan empat minggu. Kalus diinisiasi dari eksplan daun dan ruas batang pada medium MS dengan tambahan 2,4-D 2,5 μM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan periode subkultur berpengaruh terhadap intensitas pertumbuhan kalus stevia. Ruas batang sebagai sumber eksplan dengan periode subkultur tiga minggu merupakan kombinasi terbaik untuk pertumbuhan kalus stevia, yang ditandai dengan pertambahan ukuran diameter selama 12 minggu sebesar 2,83 mm serta persentase kalus remah yang dihasilkan mencapai 26,7 %.

Kata kunci: Stevia rebaudiana, periode subkultur, ruas batang, pertumbuhan kalus

ABSTRACT

YUSANTI SETYA PUTRI. Callus Growth of Stevia rebaudiana Bertoni from Leaf and Internode Explants with Different Subculture Periods. Supervised by DIAH RATNADEWI and SUMARYONO.

Stevia is a non-caloric sweetener plant which its leaves contain stevioside that is 300 times sweeter than that of cane sugar. Stevioside can be used safely by person with diabetic and has potential to be used as hypoglycemic and cardiovascular drugs, and antimicrobial agent. One of the propagation means of stevia is by tissue culture technique through shoot multiplication, organogenesis or somatic embryogenesis. Research on the effect of subculture period on callus growth of stevia has not been done yet. This study aimed to determine differences in the growth of stevia callus by different subculture periods every two, three and four weeks. Callus was initiated from leaf and internode explants on MS medium with 2.5 μM 2,4-D. The results showed that subculture periods affected the growth of stevia callus. Internode as explants source with three-week period of subculture was the best combination for callus growth of stevia. It was characterized by the increase of callus size by 2.83 mm in diameter for 12 weeks and the friable callus percentage was 26.7 %.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

PERTUMBUHAN KALUS

Stevia rebaudiana

Bertoni DARI

EKSPLAN DAUN DAN RUAS BATANG DENGAN PERIODE

SUBKULTUR BERBEDA

YUSANTI SETYA PUTRI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pertumbuhan Kalus Stevia rebaudiana Bertoni dari Eksplan Daun dan Ruas Batang dengan Periode Subkultur Berbeda. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Juni 2015 di Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia, Bogor – Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Diah Ratnadewi dan Bapak Ir Sumaryono, MSc selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Mbak Masna Maya Sinta, SSi dan Mbak Rizka Tamania S, SSi yang telah banyak memberi saran dan bimbingan selama penelitian, serta seluruh staf dan teknisi Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi Tanaman. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah Setiyo Raharjo, Bunda Endang Sukestiwi, serta Adik Indah Karunia Setiyo Putri, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga besar Biologi 48 atas doa dan dukungannya, serta kerjasama dan semangatnya. Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ivan Permana Putra, MSi selaku dosen penguji atas saran yang telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan dan Alat 2

Inisiasi Kalus Stevia 2

Pengamatan Pertumbuhan Kalus pada Periode Subkultur Berbeda 2

Rancangan Percobaan dan Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Ukuran Diameter Kalus Stevia 3

Perubahan Warna Kalus Stevia 5

Karakter Fisik Kalus Stevia 8

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 13

(10)

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh perbedaan periode subkultur terhadap pertumbuhan kalus per periode subkultur dan total pertumbuhan kalus hingga minggu ke-12 4 2 Pengaruh perbedaan periode subkultur terhadap warna kalus stevia pada

minggu ke-12 6

3 Pengaruh perbedaan periode subkultur terhadap karakter fisik kalus

stevia pada minggu ke-12 9

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik perubahan kelas warna kalus stevia dari minggu ke-0 hingga

minggu ke-12 7

2 Karakter fisik kalus stevia 8

3 Persentase karakter fisik kalus dari eksplan daun dan ruas batang pada

minggu ke-12 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Komposisi media dasar MS 13

2 Kelas warna kalus stevia 13

(11)

PENDAHULUAN

Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni) dikenal sebagai tanaman pemanis alami non-kalori. Tanaman ini berasal dari dataran tinggi Paraguay di Amerika Selatan. Stevia termasuk famili Asteraceae, merupakan tanaman tahunan dengan habitus semi herba yang tingginya mencapai dua meter. Tanaman ini mengandung glikosida jenis steviosida terutama pada daun dengan tingkat kemanisan 100-300 kali lebih manis daripada gula pasir (Das et al. 2006; Madan et al. 2010). Rasa manis yang dihasilkan stevia dapat memiliki berbagai manfaat dalam kehidupan manusia. Sebagai pemanis, steviosida aman digunakan dan cocok untuk penderita diabetes karena secara klinis dapat mempertahankan kadar gula dalam darah. Selain itu, stevia juga berpotensi untuk dijadikan obat hipoglikemik, kardiovaskular, antimikroba, tonik pencernaan, serta perawatan gigi dan kulit (Geuns et al. 2004; Das et al. 2006; Gauchan et al. 2014).

Manfaat stevia sebagai pemanis berpotensi untuk mensubstitusi sebagian penggunaan gula tebu di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari semakin berkembangnya pembudidayaan dan pengolahan tanaman stevia. Budidaya stevia secara komersial saat ini terdapat di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Untuk pengembangan stevia dilakukan perbanyakan tanaman secara generatif maupun vegetatif. Perbanyakan secara vegetatif dilakukan dengan menggunakan anakan, berupa tunas atau bonggol, stek batang dan melalui teknik kultur jaringan. Namun demikian, masih terdapat kendala dalam pengembangan stevia, di antaranya adalah perbanyakan bibit dalam jumlah besar dan harganya yang belum kompetitif (Djajadi 2014). Perbanyakan tanaman menggunakan teknik kultur jaringan dapat menghasilkan bahan tanam unggul secara massal dan cepat. Kultur jaringan stevia umumnya dilakukan melalui multiplikasi tunas, organogenesis dan embriogenesis somatik (Sumaryono dan Sinta 2011).

Penelitian mengenai perbanyakan stevia secara in vitro telah banyak dilakukan, di antaranya mikropropagasi dengan sumber eksplan meristem apikal atau meristem aksilar, atau melalui kalogenesis (pembentukan kalus) dengan sumber eksplan daun, buku mupun ruas batang (Ali et al. 2010). Hampir semua metode pembentukan kalus stevia menggunakan media Murashige Skoog (MS) (Banerjee dan Sarkar 2008). Hasil penelitian Guruchandran dan Sasikumar (2013) mengenai protokol yang efisien untuk organogenesis pada stevia menunjukkan bahwa induksi kalus stevia tertinggi terjadi dari eksplan daun yang dilakukan selama 30 hari pada media MS dengan penambahan 1,5 mg/L 2,4-D dengan kombinasi 0,5 mg/L BAP. Ketersediaan protokol untuk perbanyakan secara in vitro memiliki peranan penting dalam mendukung pengembangan embriogenesis somatik melalui pembentukan kalus embriogenik. Penelitian Filho et al. (1993) berhasil menginduksi embrio somatik secara langsung dari eksplan daun pada hari ke-15 setelah diinisiasi pada media dengan konsentrasi sukrosa tinggi dengan penambahan 2,4-D dan sitokinin.

(12)

2

perbedaan pertumbuhan kalus stevia pada periode subkultur berbeda. Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui periode subkultur yang optimal bagi pertumbuhan kalus stevia sehingga dapat digunakan selanjutnya baik untuk perbanyakan kalus maupun pembentukan kalus embriogenik yang kemudian akan menjadi embrio somatik. Perbanyakan stevia melalui embrio somatik diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bibit stevia dalam jumlah besar. Embrio somatik dapat terbentuk melalui dua jalur, yaitu secara langsung dari jaringan eksplan dan tidak langsung melalui pembentukan kalus embriogenik terlebih dahulu. Kalus embriogenik dicirikan oleh sel yang berukuran kecil, sitoplasma padat, inti besar, vakuola kecil, dan mengandung butir pati (Purnamaningsih 2002).

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga Juni 2015 di Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi Tanaman, Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia, Bogor – Jawa Barat.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah planlet Stevia rebaudiana Bertoni klon lokal koleksi Laboratorium Biak Sel dan Mikropropagasi Tanaman, planlet berusia empat sampai lima minggu dari subkultur terakhir, media kultur MS (Murashige dan Skoog 1962) dan zat pengatur tumbuh 2,4-D. Peralatan yang digunakan antara lain peralatan diseksi, cawan Petri diameter 5 cm, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), autoklaf, pH meter, dan beberapa peralatan umum laboratorium kultur jaringan.

Inisiasi Kalus Stevia

Inisiasi kalus dilakukan dengan penanaman eksplan berupa helai daun utuh berukuran lebar sekitar 0,5 cm dengan panjang 0,7-1 cm dan potongan ruas batang berukuran sekitar 0,5-1 cm pada media. Bahan eksplan berasal dari planlet in vitro steril. Media yang digunakan adalah media inisiasi MS dengan penambahan 2,4-D 2,5 μM, sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya. Inisiasi kalus dilakukan selama empat minggu untuk kemudian disubkultur.

Pengamatan Pertumbuhan Kalus pada Periode Subkultur Berbeda

(13)

3 terdiri dari sepuluh ulangan berupa sepuluh cawan petri untuk masing-masing sumber eksplan. Terdapat lima rumpun (clump) kalus per cawan. Pengamatan pertumbuhan kalus dilakukan selama 12 minggu dengan parameter yang diamati adalah ukuran, warna dan karakter fisik kalus. Kultur diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu 25±1 ˚C hingga akhir rangkaian penelitian.

Pengamatan ukuran kalus dilakukan dengan pengukuran rata-rata diameter rumpun kalus dari dua sisi, yaitu sisi terbesar dan sisi terkecil. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong.

Pengamatan warna kalus dilakukan dengan menggunakan skala kelas warna kalus, yaitu 1 adalah putih gading, 2 adalah krem, 3 adalah krem kekuningan, 4 adalah kuning kecoklatan, dan 5 adalah coklat (Lampiran 2). Setiap rumpun kalus disejajarkan dengan skala kelas warna, kelas warna kalus ditentukan dari nilai kelas warna yang terdekat dengan warna rumpun kalus.

Pengamatan karakter fisik kalus dilakukan dengan mengamati struktur kalus di bawah mikroskop stereo. Karakter kalus dibagi menjadi tiga kelas di antaranya kelas 1 adalah kalus kompak, 2 adalah kalus campuran dan 3 adalah kalus remah. Kalus campuran merupakan rumpun kalus yang terdiri atas kalus kompak dan kalus remah sekaligus.

Pengamatan ini hanya dilakukan setiap waktu subkultur. Ukuran, kelas warna dan karakter fisik kalus untuk masing-masing perlakuan diambil dari rata-rata seluruh rumpun kalus pada tiap ulangan.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Penelitian dirancang menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh diolah dengan analisis keragaman menggunakan program SPSS versi 21. Apabila terdapat faktor perlakuan yang berbeda nyata kemudian diolah dengan uji jarak berganda Duncan dengan selang kepercayaan α ≤ 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kalus mulai terinduksi pada hari ke tujuh baik pada eskplan daun maupun ruas batang yang ditanam pada media MS. Kalus yang muncul dari eksplan berupa helai daun utuh ditandai dengan membengkaknya permukaan daun sehingga helai daun menggulung. Sedangkan kalus dari eskplan potongan ruas batang muncul dari bagian batang yang terpotong. Kalus dibiarkan tumbuh selama empat minggu sehingga persentase penutupan permukaan eksplan oleh kalus mencapai lebih dari 80% kemudian disubkultur untuk perlakuan periode subkultur.

Ukuran Diameter Kalus Stevia

(14)

4

0,89 mm, diikuti dengan periode tiga minggu yaitu 0,71 mm dan eksplan daun periode tiga minggu yaitu 0,66 mm, sedangkan nilai terendah diperoleh pada kalus dari eksplan daun dengan periode subkultur dua minggu yaitu 0,24 mm. Pertambahan total ukuran diameter kalus selama 12 minggu tertinggi diperoleh pada kalus dengan sumber eksplan sama yaitu ruas batang pada periode subkultur dua minggu dan tiga minggu dengan nilai yang sama yaitu 2,83 mm, diikuti dengan periode empat minggu yaitu 2,67 mm dan eksplan daun periode tiga minggu yaitu 2,65 mm. Nilai terendah diperoleh pada kalus dari eksplan daun dengan periode subkultur empat minggu yaitu 1,25 mm (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa kalus dari eksplan ruas batang dapat merespon positif perbedaan periode subkultur yang diberikan.

Tabel 1 Pengaruh perbedaan periode subkultur terhadap pertumbuhan kalus per periode subkultur dan total pertumbuhan kalus hingga minggu ke-12

Sumber

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Hasil ini sesuai dengan penelitian Uddin et al. (2006) yang menyatakan bahwa potongan ruas batang dapat menginisiasi kalus lebih cepat daripada daun utuh. Hal ini dikarenakan terdapat luka bekas potongan pada batang. Menurut Bustami (2011), adanya bekas potongan ini memudahkan 2,4-D yang terkandung dalam media berdifusi ke dalam jaringan eksplan dan membantu auksin endogen menstimulus pembelahan sel terutama sel-sel yang berada di sekitar daerah terluka. Hal tersebut sesuai dengan hasil percobaan yang menunjukkan bahwa pertumbuhan kalus dari eksplan ruas batang lebih baik daripada kalus dari eksplan daun. Hal ini dikarenakan eksplan daun yang digunakan berupa helai daun utuh sehingga tidak terdapat bekas luka potongan.

(15)

5 eksplan ruas batang lebih tinggi daripada yang berasal dari eksplan daun, yaitu bertambah rata-rata 0,89 mm setiap empat minggu pada kalus dari eksplan ruas batang dan yang berasal dari daun hanya bertambah rata-rata 0,42 mm.

Kalus yang berasal dari ruas batang dengan periode subkultur empat minggu merupakan kalus dengan ukuran diameter tertinggi per periode subkulturnya namun bukan yang tertinggi pada total pertambahan ukuran diameternya selama 12 minggu. Begitu pun dengan kalus dari eksplan daun dengan periode subkultur yang sama, pertambahan ukuran diameter per periodenya cukup besar namun total pertambahannya terendah. Hal ini dapat diakibatkan oleh menurunnya sesaat kemampuan kalus untuk berproliferasi setelah dipindah ke media yang baru (Khumaida dan Handayani 2010).

Periode subkultur tiga minggu baik untuk pertumbuhan kalus stevia tidak sesuai dengan hasil dari Pancaningtyas (2013) pada kalus kakao, yang menyatakan bahwa semakin sering dilakukan subkultur maka semakin tinggi massa kalus yang dihasilkan. Melalui penelitiannya, Das et al. (2006) mendapatkan ukuran diameter kalus mencapai 1,80 cm dari eksplan daun stevia yang ditanam pada media MS dengan penambahan 2,4-D dan kinetin selama 30 hari yang disubkultur setiap 16 hari. Mehta et al. (2012) mendapatkan ukuran kalus stevia mencapai 3,20 cm pada minggu ke tujuh dari eksplan daun yang ditanam pada media MS dengan penambahan 2.4-D dan kinetin yang disubkultur setiap tiga minggu.

Beberapa faktor yang diketahui dapat mempengaruhi pembentukan kalus adalah konsentrasi hormon, jenis asam amino, genotipe, faktor fisik (cahaya, suhu, dll), rasio auksin dan sitokinin, serta keseimbangan nutrisi pada media (Warnita et al. 2011). Selain itu waktu kultur juga dapat mempengaruhi kualitas kalus. Hasil penelitian Purnamaningsih (2006) pada kalus padi menunjukkan apabila lebih dari 40 hari tidak dipindahkan ke media baru maka daya regenerasinya akan menurun bahkan hilang. Menurunnya daya regenerasi kultur dapat dikarenakan oleh semakin berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam media atau meningkatnya kadar karbondioksida sehingga mempengaruhi pertumbuhan maupun produktivitas kultur (Vasil dan Thrope 1994). Hasil percobaan yang berbeda nyata pada ketiga periode subkultur yang diberikan menunjukkan bahwa periode subkultur berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus stevia, dengan periode subkultur terbaik untuk pertumbuhan kalus yang berasal dari eksplan daun dan ruas batang adalah tiga minggu.

Perubahan Warna Kalus Stevia

(16)

6

pada minggu ke-0 kelas warna kalus berbeda antara yang berasal dari eksplan daun dan ruas batang dan kemudian masing-masing kalus mengalami perubahan warna hingga pada minggu ke-12 seluruhnya menghasilkan kelas warna yang cenderung sama (Tabel 2). Perubahan nilai kelas warna yang menurun ini menunjukkan bahwa kalus merespon perbedaan periode subkultur yang diuji. Total nilai perubahan warna yang positif menunjukkan bahwa perubahan warna kalus terjadi dari warna yang lebih gelap menjadi warna yang lebih terang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa produksi kalus remah meningkat, sedangkan nilai perubahan yang negatif menunjukkan perubahan warna kalus menjadi lebih gelap dari warna awal perlakuan seperti yang terjadi pada kalus dari eksplan ruas batang dengan periode subkultur tiga minggu.

Tabel 2 Pengaruh periode subkultur terhadap warna kalus stevia hingga minggu ke-12

Kelas warna kalus (1-5) Total nilai perubahan

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Kelas warna kalus: 2 = kuning muda, 3 = kuning, 4 = kuning kecoklatan, 5 = coklat (Lampiran 2)

Meskipun total perubahan warna kalus dari awal perlakuan hingga minggu ke-12 bernilai kecil, namun perubahan warna kalus setiap minggunya terlihat bervariasi (Gambar 1). Perubahan warna kalus dari eksplan daun terlihat lebih besar dibanding dengan kalus dari eksplan ruas batang. Hal ini dikarenakan sejak awal perlakuan warna kalus dari eksplan daun adalah coklat atau bernilai lima, sedangkan kalus dari eksplan ruas batang memiliki nilai sekitar tiga atau berwarna kuning pada awal perlakuan. Namun pada akhir perlakuan di minggu ke-12, seluruh kalus memiliki nilai kelas warna yang cenderung menurun dan seragam.

(17)

7 dengan peningkatan ukuran diameter kalus. Pertumbuhan sel-sel pada kalus mengakibatkan terlihatnya perubahan warna menjadi lebih terang karena sel-sel yang baru tumbuh berwarna lebih cerah.

Warna yang terlihat merupakan warna cahaya yang paling banyak dipantulkan oleh suatu benda. Pigmen merupakan zat yang menyerap cahaya tampak. Pigmen pada sel tumbuhan umumnya terdapat pada plastid. Plastid adalah tempat pembuatan dan penyimpanan senyawa kimia penting yang digunakan oleh sel. Salah satu jenis plastid yang paling dikenal adalah kloroplas, yang mengandung pigmen klorofil yang berguna untuk fotosintesis. Pigmen ini menyerap cahaya tampak biru dan merah sehingga memantulkan cahaya hijau (Mlodzinska 2009). Warna kalus merupakan gambaran visual yang dijadikan sebagai indikator perkembangan eksplan pada budidaya in vitro sehingga dapat diketahui bahwa kultur kalus yang terbentuk sel-selnya masih aktif membelah atau mati. Beberapa pendapat menyatakan bahwa kalus yang berkualitas berwarna hijau karena memiliki kandungan klorofil yang tinggi. Namun, warna kalus pada percobaan ini tidak hijau karena perubahan kloroplas menjadi etioplas akibat tidak adanya pencahayaan (Philippar et al. 2006). Hal ini dikarenakan kultur diinkubasi dalam keadaan gelap kontinyu. Dalam kaitannya dengan pembentukan embio somatik, kalus embriogenik dicirikan dengan warna yang putih kekuningan dengan permukaan yang mengkilat (Yelnititis 2012). Maka kalus yang memiliki nilai akhir kelas warna sekitar tiga atau berwarna kekuningan diduga dapat diarahkan untuk membentuk kalus embriogenik untuk kemudian menjadi embrio somatik. Berdasarkan penelitian Sari et al. (2013) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi warna kalus adalah keberadaan zat pengatur tumbuh dalam media atau juga dapat disebabkan oleh variasi epigenetik (Warnita et al. 2011).

(18)

8

Karakter Fisik Kalus Stevia

Selain warna, struktur atau karakter fisik kalus juga merupakan salah satu penanda kualitas kalus. Secara umum karakter fisik kalus dapat dibedakan menjadi kalus remah, kalus kompak dan kalus campuran (Gambar 2). Kalus dengan kualitas yang baik ditandai dengan karakter fisik yang remah. Ciri kalus yang remah adalah sel-selnya mudah untuk dipisahkan menjadi sel-sel tunggal. Secara visual, kalus remah ikatan antar selnya tampak renggang dan mudah melekat pada pinset saat dipisahkan. Kalus kompak memiliki susunan sel-sel yang lebih padat dan sulit untuk dipisahkan, sedangkan kalus campuran adalah kalus yang terdiri dari gabungan kalus remah dan kalus kompak dalam satu rumpun kalus. Pierik (1997) menyatakan bahwa struktur kalus dapat bervariasi dari kompak hingga remah, tergantung pada jenis tanaman, komposisi nutrien media, zat pengatur tumbuh, dan kondisi lingkungan kultur.

Gambar 2 Karakter fisik kalus stevia. (A) kalus kompak (B) kalus campuran (B1: kalus kompak, B2: kalus remah) (C) kalus remah

(19)

9 daun dan ruas batang dengan periode subkultur tiga dan empat minggu, dapat diarahkan untuk membentuk kalus embriogenik.

Tabel 3 Pengaruh periode subkultur terhadap karakter fisik kalus stevia pada minggu ke-12

Sumber eksplan Periode subkultur (minggu) Rerata kelas karakter fisik kalus (skala 1-3)

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Kelas karakter fisik kalus: 1= kompak, 2 = campuran, 3 = remah

Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa kalus yang dihasilkan baik yang berasal dari eksplan daun maupun ruas batang dengan berbagai periode subkultur masih cenderung memiliki tekstur kalus yang kompak hingga campuran. Persentase kalus remah tertinggi terdapat pada kalus yang berasal dari eksplan ruas batang dengan periode subkultur tiga minggu yaitu sebesar 26,7 %. Begitu juga pada kalus yang berasal dari eksplan daun, persentase kalus remah tertinggi dihasilkan pada kalus dengan periode subkultur 3 minggu yaitu sebesar 24,2 % yang setara dengan kalus yang berasal dari ruas batang dengan periode subkultur empat minggu yaitu 24,4 % (Gambar 3).

(20)

10

Hasil penelitian Keng et al. (2008) pada Melastoma malabathricum menunjukkan bahwa subkultur berkelanjutan pada media inisiasi juga dapat meningkatkan produktivitas kalus remah dengan periode subkultur setiap empat minggu. Berdasarkan nilai kelas karakter fisik kalus, kalus yang disubkultur dengan periode dua minggu baik pada kalus yang berasal dari daun dan ruas batang, memiliki nilai yang lebih rendah, yang artinya lebih kompak, dibanding dengan yang disubkultur dengan periode lebih lama. Hal ini diduga akibat waktu kultur yang terlalu singkat sehingga sel-sel pada kalus belum menyerap nutrisi dari media secara optimal namun segera dipindahkan kembali ke media baru.

Apabila dikaitkan dengan pertumbuhan kalusnya, hasil ini dapat dikatakan sesuai dengan hasil penelitian Jin dan Keng (2013) pada tanaman Artemisia annua, dimana kalus yang remah menunjukkan tingkat produksi yang lebih cepat dan konsisten. Berarti jika kalus yang dihasilkan bersifat remah maka kalus dapat berproliferasi dengan cepat. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa kalus yang berasal dari eksplan ruas batang dengan periode subkultur tiga minggu, dengan persentase kalus remah tertinggi. Kalus ini ke depannya diharapkan dapat menghasilkan kalus embriogenik. Keighobadi et al. (2014) berhasil menginduksi kalus remah dari eksplan biji stevia. Embriogenesis somatik diperoleh dari eksplan floret stevia yang dikulturkan pada media MS dengan tambahan 2,4-D dan sitokinin, sedangkan embrio somatik terbentuk secara langsung pada hari ke-15 setelah diinisiasi dari eksplan daun pada media dengan konsentrasi sukrosa tinggi dengan penambahan 2,4-D dan sitokinin (Filho dan Hattori 1997; Filho et al. 1993). Hasil percobaan ini belum dapat menghasilkan kalus embriogenik, diduga karena media percobaan hanya menggunakan 2,4-D.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Periode subkultur dapat mempengaruhi pertumbuhan kalus stevia. Penggunaan ruas batang sebagai sumber eksplan dengan periode subkultur tiga minggu merupakan kombinasi terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan kalus stevia.

Saran

(21)

11

DAFTAR PUSTAKA

Ali A, Gull I, Naz S, Afghan S. 2010. Biochemical investigation during different stages of in vitro propagation of Stevia rebaudiana. Pak J Bot. 42(4):2827-2837.

Banerjee M, Sarkar P. 2008. In vitro callusing in Stevia rebaudiana Bertoni using cyanobacterial media – a novel approach to tissue culture. IJIB. 3(3):163-168. Bustami MU. 2011. Penggunaan 2,4-D untuk induksi kalus kacang tanah. Media

Litbang Sulteng. 4(2):137-141.

Das A, Gantait S, Mandal N. 2011. Micropropagation of an elite medical plant: Stevia rebaudiana Bert. Int J Agric Res. 6(1):40-48.

Das K, Dang R, Rajasekharan PE. 2006. Establishment and maintenance of callus Stevia rebaudiana Bertoni under aseptic environment. Nat Product Radiance. 5(5):373-376.

Djajadi. 2014. Pengembangan tanaman pemanis Stevia rebaudiana (Bertoni) di Indonesia. Perspektif. 13(1):25-33.

Filho JCB, Hashimoto JM, Vieira LGE. 1993. Induction of somatic embryogenesis from leaf explants of Stevia rebaudiana. R Bras Fisiol Veg. 5(1):51-53.

Filho JCB, Hattori K. 1997. Embryogenic callus formation and histological studies from Stevia rebaudiana (Bert.) Bertoni floret explants. R Bras Fisiol Veg. 9(3):185-188.

Gauchan DP, Dhakal A, Sharma N, Bhandari S, Maskey E, Shrestha N, Gautam R, Giri S, Gurung S. 2014. Regenerative callus induction and biochemical analysis of Stevia rebaudiana Bertoni. J Adv Lab Res Biol. 5(3):41-45.

Geuns JMC, Buyse J, Vankeirsbilck A, Temme L. 2004. About the safety of stevioside used as sweetener. JFAE. 2(3):290-291.

Guruchandran V, Sasikumar C. 2013. Organogenic plant regeneration via callus induction in Stevia rebaudiana Bert. Int J Curr Microbiol App Sci. 2(2):56-61. Huda MN, Ahmed A, Mandal C, Alam KA, Reza MSH, Wadud A. 2007. In vitro

morphogenic responses of different explants of stevia (Stevia rebaudiana Bert.). Int J Res. 2(12):1006-1013.

Hutami S. 2008. Ulasan: masalah pencoklatan pada kultur jaringan. J AgroBiogen. 4(2):83-88.

Jin CS, Keng CL. 2013. Factors affecting the selection of callus cell lines and the preparation of the cell suspension culture of Artemisia annua L. Plant Tissue Cult & Biotech. 23(2):157-163.

Keighobadi K, Golabadi M, Mortazeenezhad F. 2014. Effect of different culture media and plant growth regulators on callus induction of Stevia rebaudiana. Intl J Farm Alli Sci. 3(7):782-785.

Keng CL, See KS, Hoon LP, Lim BP. 2008. Effect of plant growth regulations and subculture frequency on callus culture and the establishment of Melastoma malabathricum cell suspension cultures for the production of pigments. Biotechnol. 7(4):678-685.

(22)

12

Madan S, Ahmad S, Singh GN, Kohli K, Kumar Y, Singh R, Garg M. 2010. Stevia rebaudiana (Bert.) Bertoni – A Review. Indian J Nat Prod Resour. 1(3):267-286.

Mehta J, Khan S, Bisht V, Syedy M, Rathore R, Bagari L. 2012. High frequency multiple shoot regeneration and callus induction an anti diabetic plant –Stevia rebaudiana Bertoni. – an important medical plant. Am J PharmTech Res. 2(6):19-27.

Mlodzinska E. 2009. Survey of plant pigments: molecular and environmental determinant of plant colors. Acta Biol Cracoviensia. 51(1):7-16.

Murashige T, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bio assays with tobacco tissue culture. Physiol Plant. 15:473-497.

Ozyigit II, Kahraman MV, Ercan O. 2007. Relation between explant age, total phenol and regenartion response in tissue cultured cotton (Gossypium hirsutum L.). Afr J Biotechnol. 6(1):3-8.

Pancaningtyas S. 2013. Evaluasi kuantitas dan hiperhidrisitas embrio somatik kakao pada kultur padat, kultur cair, dan subkultur beruntun. Pelita Perkebunan. 29(1):10-19.

Philippar K, Geis T, Ilkavets I, Oster U, Schwenkert S, Meurer J, Soll J. 2006. Chloroplast biogenesis: the use of mutants to study the etioplast-chloroplast transition. PNAS. 104(2):678-683.

Pierik RLM. 1997. In Vitro Culture in Higher Plants. Netherlands (NL): Springer. Purnamaningsih R. 2002. Regenerasi tanaman melalui embriogenesis somatik dan

beberapa gen yang mengendalikannya. Buletin AgroBio. 5(2):51-58.

Purnamaningsih R. 2006. Induksi kalus dan optimasi regenerasi empat varietas padi. Jurnal AgroBiogen. 2(2):74-80.

Rachmawati F, Purwito A, Wiendi NMA, Mattjik NA, Winarto B. 2014. Perbanyakan massa anggrek Dendronium Gradita 10 secara in vitro melalui embriogenesis somatik. J Hort. 24(3):196-209.

Sari N, Ratnasari E, Isnawati. 2013. Pengaruh penambahan berbagai kombinasi konsentrasi 2,4-dikhlorofenoksiasetat (2,4-D) dan 6-bensil aminopurin (BAP) pada media MS terhadap tekstur dan warna kalus eksplan batang jati (Tectona grandisLinn. F.) “JUL”. LenteraBio. 2(1):69-73.

Sumaryono, Sinta MM. 2011. Peningkatan laju multiplikasi tunas dan keragaan planlet Stevia rebaudiana pada kultur in vitro. Menara Perkebunan. 79(2):49-56.

Tadhani M, Subhash R. 2006. Preliminary studies on Stevia rebaudiana leaves: proximal composition, mineral analysis and phytochemical screening. J Med Sci. 6(3):321-326.

Uddin MS, Chowdhury MSH, Khan MMMH, Uddin MB, Ahmed R, Baten MA. 2006. In vitro propagation of Stevia rebaudiana Bert in Bangladesh. Afr J Biotechnol. 5(13):1238-1240.

Vasil IK, Thrope TA. 1994. Plant Cell and Tissue Culture. Dordrecht (NL): Kluwer Academic Publishers.

Warnita, Hervani D, Yanti Y. 2011. Pertumbuhan kalus kentang pada beberapa zat pengatur tumbuh. Jerami. 4(3):169-174.

(23)

13 Lampiran 1 Komposisi media dasar MS (Murashige dan Skoog 1962)

Bahan Kimia Konsentrasi media MS (mg/L) Hara Makro

NH4NO3 1650

KNO3 1900

CaCl2∙H2O 440

MgSO4∙7H2O 370

KH2PO4 170

Na2EDTA∙2H2O 37 .3

FeSO4∙7H2O 27 .8

Hara Mikro

MnSO4∙4H2O 22 .3

ZnSO4∙7H2O 8 .6

H3BO3 6 .2

KI 0 .83

NaMoO4∙2H2O 0 .25

CuSO4∙5H2O 0 .025

Co2Cl∙6H2O 0 .025

Suplemen Organik

Glisin 2

Adenin Sulfat 50

L-glutamin 200

Asam Nikotinat 0 .5

Pirodoksin HCl 0 .5

Tiamin HCL 0 .1

Myo-inositol 100

Sukrosa 30000

pH media: 5.6 – 5.8

Lampiran 2 Kelas warna kalus stevia

Keterangan: 1 : Putih gading 2 : Krem

(24)

14

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 22 Februari 1994 dari ayah Setiyo Raharjo dan ibu Endang Sukestiwi. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Eka Wijaya Cibinong – Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Genetika Dasar pada tahun ajaran 2012/2013, asisten praktikum Ekologi Dasar pada tahun ajaran 2013/2014, asisten praktikum Fisiologi Tumbuhan pada tahun ajaran 2014/2015, dan asisten praktikum Kultur Jaringan Tanaman pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan di IPB maupun kegiatan eksternal kampus.

Gambar

Tabel 1 Pengaruh perbedaan periode subkultur terhadap pertumbuhan kalus per periode subkultur dan total pertumbuhan kalus hingga minggu ke-12
Tabel 2 Pengaruh periode subkultur terhadap warna kalus stevia hingga minggu ke-12
Gambar 1 Grafik perubahan kelas warna kalus stevia dari minggu ke-0 hingga minggu ke-12
Gambar 2 Karakter fisik kalus stevia. (A) kalus kompak (B) kalus campuran  (B1: kalus kompak, B2: kalus remah) (C) kalus remah
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tempat, Waktu & Syarat Event: Setelah keluar rumah pada pagi hari, jika ada gadis yang hatinya telah berwarna jingga.. Isi Event: Won akan menawarkanmu Blue Feather seharga

nyadari banyak tujuan yang tidak dapat dicapai hanya.. dengan usaha sendiri secara individual,

Hasil diskusi tim pelaksana pengabdian masyarakat dengan mitra menggambarkan bahwa permasalahan dasar yang dihadapi antara lain : Mata kuliah yang diselenggarakan

[r]

Pada bidang rumah tangga, biasanya digunakan cara menimba langsung dari dalam sumur untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari.Hal ini telah banyak yang beralih menggunakan pompa

Bagi penyedia barang / jasa lain yang keberatan atas Pengumuman Pemenang Lelang ini diberi kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis kepada Kelompok Kerja

Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja antara lain adanya persepsi bahwa ASI tidak cukup, kurangnya pengetahuan manajemen laktasi

• Kegiatan penyelenggaraan koordinasi dan kerjasama pendidikan anak usia dini tingkat pencapainnya sebesar 100%, dengan capaian program adalah jumlah kepala sekolah yang