• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Isi Label Pangan Dan Klaim Pada Produk Kecap Nusantara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Isi Label Pangan Dan Klaim Pada Produk Kecap Nusantara"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUK KECAP NUSANTARA

HAYUNINGTYAS TRIWAHYUNI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Isi Label Pangan Dan Klaim Pada Produk Kecap Nusantara” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(4)

HAYUNINGTYAS TRIWAHYUNI. Analisis Isi Label Pangan Dan Klaim Pada Produk Kecap Nusantara. Dibimbing oleh UJANG SUMARWAN.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis label pangan dan klaim yang terdapat pada kemasan dan iklan kecap nusantara baik lokal maupun nasional. Variabel yang dianalisis di dalam penelitian ini adalah produk kecap lokal dan nasional, unsur label seperti informasi yang dicantumkan pada label, dan isi klaim pada kemasan dan iklan. Label pangan yang dianalisis adalah label pagan yang terdapat pada kemasan kecap lokal dan nasional dari daerah-daerah di Indonesia. Iklan yang diamati adalah iklan yang tayang pada tahun 2012 dan 2013. Label pangan dan iklan dievaluasi dengan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Hasil evaluasi menunjukkan masih terdapat label pangan yang belum sepenuhnya mengikuti peraturan. Hasil analisis deskriptif menujukkan terdapat 43 dari 57 total contoh kemasan dan iklan yang memiliki klaim yang bersifat mengelabui. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan implikasi manajerial bagi pelaku usaha agar lebih memperhatikan peraturan terkait perlabelan dan periklanan dalam rangka melindungi konsumen.

Kata Kunci: analisis isi, klaim, label pangan, perlindungan konsumen

ABSTRACT

HAYUNINGTYAS TRIWAHYUNI. Content Analysis of Food Label and Claim on Archipelago’s Soy Sauce Products. Supervised by UJANG SUMARWAN.

The aim of this study was to analyzed the food label and claim that contained in package and advertisement of local and national soy sauce. The variables of this research are local and national soy sauce, element of label such as information that showed on label, and content of claim in packages and advertisements. The analyzed food labels were found on local and national soy sauce packages from the entire of Indonesia. The observed advertisements are advertise in 2012 and 2013. The food labels are evaluated by Government Regulation No. 69/ 1999 and Consumer Protection Law. The result showed that there are still food labels that are not fully follow the rules. Descriptive analysis showed that there are 43 from 57 package and advertisement had deceptive claim. The results of this study are expected to provide managerial implications for producer to pay more attention toward labeling and advertising in order to increasing consumer protection.

(5)

HAYUNINGTYAS TRIWAHYUNI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

PRODUK KECAP NUSANTARA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(6)
(7)

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang berjudul Analisis Isi Label Pangan Dan Klaim Pada Produk Kecap Nusantara”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis label pangan dan klaim pada iklan kecap lokal dan nasional.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapatkan dukungan, motivasi, dan kerjasama dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. sebagai dosen pembimbing skripsi. Terimakasih atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi.

2. Dr. Tin Herawati, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik. Terimakasih atas arahan dan bimbingan selama perkuliahan.

3. Orang tua, Bapak Iman Santoso dan Ibu Tini Rahayu Pudjiastuti, kedua kakak penulis, Pradityo Susanto Putro dan Dwiastuti Cahyaningrum, dan keluarga besar, yang terus memberikan dukungan baik moral maupun materil serta senantiasa mendengarkan keluh kesah penulis.

4. Anggie Pangestika, Rheny Annysa, dan Susi Susanti, sebagai teman satu bimbingan penelitian. Rizqi Perdana Putra, Zervina Rubyn Situmorang, Lisa ‘Adah Arisna Dewi, Tri Susandari, Muhammad Mardi Dewantara, Yunita Tri Lestari, Bella Ananda, Rafika Zhaki, dan semua mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen angkatan 47. Terimakasih atas kerjasama dan dukungan yang diberikan selama menyusun skripsi.

5. Ramdhani Budiman, Kiki Rizki, Aulia Citra Utami, Wahyu Sukmana Dewi dan teman-teman lainnya atas bantuan dan dukungan motivasi yang kalian berikan.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan skripsi ini. Namun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada seluruh pihak yang terkait baik peneliti maupun pembaca.

Bogor, Agustus 2014

(8)

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

Pencarian Informasi 5

Label Pangan 5

Iklan 7

Klaim yang Mengelabui 7

Produk Turunan Kedelai 8

Perindungan Konsumen 8

Analisis Isi 9

Penelitian Terdahulu 9

KERANGKA PEMIKIRAN 13

METODE 15

Desain, Waktu, dan Tempat Penelitian 15 Metode Pengambilan Contoh 15 Metode Pengumpulan Contoh 15 Pengolahan dan Analisis Data 15

Definisi Operasional 17

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Hasil 18

Pembahasan 29

SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

(9)

LAMPIRAN 37

(10)

1. Rincian Bab II dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999

tentang Label Pangan 6

2. Unsur Label yang diamati pada kemasan produk kemasan kecap nusantara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 16 3. Kriteria pemenuhan syarat unsur teknis pencantuman label 22 4. Kriteria pemenuhan syarat unsur tulisan pada label 22 5. Jumlah produk dan persentase yang memenuhi syarat unsur

keterangan minimum label 22

6. Kriteria pemenuhan syarat unsur nama produk pangan 23 7. Kriteria pemenuhan syarat unsur daftar bahan 23 8. Kriteria pemenuhan syarat unsur berat bersih/isi bersih 23 9. Kriteria pemenuhan syarat unsur nama dan alamat produsen 24 10. Kriteria pemenuhan syarat unsur tanggal kadaluarsa 24 11. Perbandingan keterangan minimum label berdasarkan PP Nomor 69

Tahun 1999 denganfood labeling guide(FDA) 25 12. Kriteria pemenuhan syarat unsur keterangan yang dilarang 28 13. Sebaran sifat klaim pada kemasan dan iklan kecap 28

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran penelitian 14 2. Persentase sebaran merek kecap berdasarkan daerah produksi 20 3. Persentase sebaran produk berdasarkan nomor pendaftaran pangan 21 4. Contoh produk kecap nusantara 37

DAFTAR LAMPIRAN

1. Dokumentasi pelabelan dan macam produk kemasan kecap nusantara 37 2. Kategori produk (merek, ukuran, bentuk, produsen, dan daerah) 39 3. Pemenuhan syarat pada produk kemasan kecap nusantara berdasarkan peraturan pemerintah nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan

pangan 42

(11)

Latar Belakang

Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan institusi pendidikan perguruan tinggi yang mempunyai tugas untuk melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Dari semua penelitian yang pernah dilakukan IPB, terdapat enam Riset Unggulan IPB (RUI) yaitu tentang jati muna, cabai, kedelai, ekstrak sidaguri dan seledri, padi, dan kentang. Kebutuhan kedelai di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya seiring dengan pertumbuhan penduduk. Dalam kurun waktu lima tahun (2010-2014) kebutuhan kedelai setiap tahunnya berkisar ±2.300.000 ton biji kering, tetapi kemampuan produksi di dalam negeri saat ini hanya mampu memenuhi sebanyak 843.150 ton (ATAP Tahun 2012, BPS) atau 36,66 persen dari kebutuhan sedangkan berdasrkan ARAM II tahun 2013 baru mencapai 847.160 ton atau 36,83 persen. Sehingga kekurangan dari jumlah yang dibutuhkan tersebut harus dipenuhi dengan cara impor (KEMENTAN 2013).

Memasuki era globalisasi, masyarakat Indonesia baik di pedesaan dan perkotaan masih menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih dengan risiko penyakit yang ditimbukan (Cahyadi 2010). Kedelai merupakan tumbuhan kacang-kacangan yang dapat memenuhi kebutuhan kalori, serat, dan protein dari sumber nabati (Parhusip 2008). Kedelai juga merupakan salah satu komoditi dari riset unggulan Institut Pertanian Bogor. Menurut Padmiari dalam Dewi (2009), Kedelai dapat menurunkan risiko berbagai penyakit sperti kolesterol tinggi, keropos tulang, kanker hati, kanker payudara, rematik, hepatitis, hipertensi, anemia, dan jantung koroner. Selain karena kepopuleran tanaman kedelai dan khasiatnya bagi tubuh dan kesehatan manusia, dengan bertambahnya jumlah penduduk, serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan gizi makanan juga berpengaruh terhadap jumlah permintaan kedelai. Melihat peran yang sangat strategis tersebut, peluang pengembangan kedelai di negeri ini cukup luas sehingga banyak juga peluang usaha untuk memproduksi produk olahan kedelai seperti, kecap, tahu, tempe, tauco, susu kedelai, serta makanan ringan.

(12)

Kemasan berfungsi sebagai silent salesman (Lister 1992 dalam Robert 1993) yaitu pemberi informasi melalui label pangan yang dicantumkan. Saat ini tren mengonsumsi makanan sehat telah menjadi isu penting dalam dunia perlabelan, sehinga memungkinkan konsumen memiliki kesempatan untuk berhati-hati dalam mempertimbangkan suatu alternatif dan membuat pilihan makanan (Silayoi dan Speece 2005). Lister (1992) juga menyatakan bahwa bagi produsen atau distributor, ruang perlabelan adalah komoditas yang langka dan berharga. Perlabelan dibatasi oleh ukuran wadah, bentuk, dan ruang yang tersedia sehingga harus digunakan dengan hati-hati untuk berkomunikasi secara efektif. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 3, label pangan merupakan setiap keterangan pangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan dalam pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan pangan. Pemberian label bertujuan untuk memberikan informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk pangan yang dikemas sebelum membeli dan/atau mengkonsumsi pangan (Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012).

Selain label, iklan dapat menjadi sumber lain bagi konsumen dalam memenuhi haknya yaiu memeroleh informasi yang benar dari produk yang dikonsumsinya. Banyak media yang dapat digunakan untuk menampilkan iklan, salah satunya adalah media televisi. Iklan televisi memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan jenis media lainnya, salah satunya adalah daya jangkau yang luas, karena daya jangkau yang luas tersebut maka iklan televisi dapat menjangkau audiensi dalam jumlah besar (Morrisan 2010). Selanjutnya, bila dilihat dari pertumbuhan menurut jenis media, di kuartal pertama tahun 2014, presentase belanja iklan terbesar terdapat pada media televisi, yaitu sebesar 19 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan belanja iklan televisi lebih besar dibandingkan dengan surat kabar (9%) serta majalah dan tabloid (1%) (Nielsen 2014).

Adanya praktik-praktik iklan atau pemasangan label dan klaim yang merugikan konsumen merupakan akar masalah sehingga penelitian ini dilakukan. Pada tahun 2013, BPOM menemukan 35 persen makanan olahan tak layak edar diantaranya 1.844 produk kadarluarsa, produk kadaluarsa ini banyak beredar di daerah yang jauh dari sentra produksi dan distribusi seperti Aceh, Jayapura, Kupang, Palangkaraya, dan Kendari. Kemudian produk pangan olahan rusak juga banyak ditemukan di Batam, Kendari, Aceh, Jambi, dan Lampung. Produk rusak tersebut sebanyak 964 produk dengan jumlah kemasan 3.907 (BPOM 2013). Hal teresebut menunjukkan bahwa konsumen Indonesia belum sepenuhnya memperoleh hak keamanan, padahal salah satu hak konsumen yang paling mendasar adalah hak keamanan. Konsumen berhak untuk memperoleh keamanan dari berbagai produk dan jasa yang dikonsumsinya. Produk makanan dan minuman yang dikonsumsi harus aman dan tidak membahayakan fisik konsumen serta memiliki kualitas-kualitas tertentu yang memenuhi standar dan nilai yang mereka miliki (Sumarwan 2006).

(13)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Penelitian ini ditujukan untuk melihat label pangan dan klaim pada produk kecap yang beredar di nusantara.

Perumusan Masalah

Maraknya merek kecap yang beredar di pasaran Indonesia membuat konsumen harus selektif dalam melakukan pembelian. Tidak hanya berdasarkan selera konsumen secara pibadi saja, tetapi melakukan pencarian informasi berkaitan dengan produk yang akan dibeli sangatlah penting untuk menjdi perhatian. Engel, Blackwell, dan Miniard (1994) menyatakan bahwa pencarian informasi merupakan kegiatan konsumen mencari informasi yang disimpan dalam ingatan (pencarian internal) atau mendapatkan informasi yang relevan dengan keputusan dari lingkungan (pencarian eksternal). Salah satu cara pencarian informasi secara eksternal adalah dengan membaca label pangan yang tertera pada kemasan. Namun, terkadang konsumen beranggapan bahwa informasi yang dicantumkan oleh produsen di label kemasan sudah benar, sehingga konsumen sering tidak memperhatikan dengan seksama label yang tertera atau malah mengabaikan label tersebut begitu saja. Padahal tidak selamanya informasi yang dicantumkan sesuai dengan kenyataan, tetapi sebaliknya malah bersifat mengelabui konsumen. Iklan pada media massa dan label pada produk adalah sarana yang sering digunakan untuk menyampaikan informasi mengenai atribut makanan dan minuman. Namun iklan sering kali dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyampaikan informasi yang mengelabui (Sumarwan 2011). Engel, Blackwell, Miniard (1994) juga menjelaskan bahwa informasi pada label kemasan kadang berefek besar dan juga memungkinkan mudahnya terjadi penipuan dari kata-kata promosi yang tertera pada kemasan. Namun, label juga kadang hanya digunakan sebagian atau sesekali, atau malah diabaikan sama sekali. Hal tersebut sangat disayangkan jika isi label tersebut berupa peringatan mengenai keamanan atau tindakan pencegahan.

(14)

triwulan II tahun 2012, maka terjadi penurunan label produk pangan yang TMK sebesar 16,43%. Sedangkan untuk pengawasan iklan, terjadi kenaikan iklan yang TMK sebesar 41,48% (BPOM 2013).

Hal tersebut menandakan bahwa masih belum terpenuhinya hak konsumen, seperti hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan jasa. Oleh karena itu, dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana kesesuaian pencantuman label pangan tersebut dengan peraturan yang berlaku?

2. Apakah terdapat pelanggaran yang terjadi pada pencantuman label tersebut berdasarkan PP No. 69/1999?

3. Bagaimana isi klaim pada kemasan dan iklan kecap nusantara yang ada saat ini?

4. Apakah terdapat pelanggaran yang terjadi pada pencantuman label tersebut berdasarkan UUPK No. 8/1999?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis label pangan dan klaim pada produk kecap nusantara.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi berbagai produk pangan berbahan baku kedelai.

2. Menganalisis kesesuaian label pangan pada kemasan kecap nusantara terhadap PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

3. Menganalisis dan mengevaluasi pelanggaran yang terjadi dalam pencantuman label pangan pada kemasan kecap nusantara sesuai dengan PP No. 69/1999 dan UUPK.

4. Menganalisis klaim yang terkandung dalam label kemasan produk kecap nusantara serta iklan televisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu (Peraturan Pemerintah No.69 Tahun 1999 dan Etika Pariwara Indonesia, dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999)

Manfaat Penelitian

(15)

produsen bahan pangan di Indonesia dapat terus menaati aturan dan standar yang telah ditentukan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bermula dari teori perilaku konsumen tentang proses pengambilan keputusan khususnya pada tahap pencarian informasi. Fokus penelitian ini adalah pencarian informasi melalui label pangan pada kemasan dan iklan produk kecap yang merupakan pencarian informasi eksternal, yaitu pencarian informasi yang bersumber dari lingkungan (Engel, Backwell, Miniard 1994). Penelitian mengkaji kesesuaian isi label pangan dan iklan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label Pangan dan Iklan, dan Etika Pariwara Indonesia, serta mengkaji pemenuhan hak konsumen atas informasi yang benar berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

TINJAUAN PUSTAKA

Pencarian Informasi

Kotler, Keller (2007) menjelaskan bahwa pencarian informasi merupakan salah satu dari lima tahap proses pengambilan keputusan pembelian, yaitu: 1) Pengenalan masalah; 2) Pencarian informasi; 3) Evaluasi alternative; 4) Keputusan pembelian; 5) Perilaku pasca pembelian. Konsumen akan melakukan pencarian informasi ketika akan membeli dan mengkonsumsi produk untuk memenuhi kebutuhannya. Konsumen akan mencari informasi yang ada dalam ingatannya (pencarian internal). Jika apa yang dicari belum terpenuhi pada pencarian internal, konsumen akan berlanjut ke tahap pencarian eksternal. Pencarian ekternal adalah proses pencarian informasi mengenai berbagai produk dan merek, pembelian maupun konsumsi kepada lingkungan konsumen. Beberapa contoh diantaranya adalah dengan membaca label yang tertera pada kemasan ataupun melihat dan mendengar berbagai iklan produk (Sumarwan 2011). Kemasan dan iklan dapat digolongkan ke dalam informasi yang bersumber dari sumber komersial (Kotler, Keller 2007).

Label Pangan

(16)

baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan dan minuman.

Menurut Wijaya (1997) label adalah tulisan, tag gambar, atau deskripsi lain yang tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias, atau dicantumkan dengan cara apapun sehingga dapat memberikan kesan melekat dari suatu produk pada wadah atau kemasan. Label berfungsi untuk membberi informasi tentang identitas produk sehingga konsumen dapat mengetahui isi produk dari label tanpa harus membuka kemasan terlebih dahulu, untuk menarik minat konsumen sekaligus sebagai sarana promosi, serta sebagai sarana komunikasi antara produsen dan konsumen. Setiap negara punya peratiran sendiri tentang pelabelan pangan. Engel, Blackwell, dan Miniard (1995) menyatakan kadang sumber informasi yang berasal dari label kemasan mungkin berefek besar. Sebagai contoh, label gizi cenderung meningkatkan persepsi konsumen atas atribut seperti kesehatan. Istilah yang bersifat promosi seperti “manis” dan “lezat” juga membuat orang yakin akan kualitas dibanding dengan istilah dari data gizi yang lebih rinci. Hal tersebut menunjukkan betapa mudah penipuan terjadi. Peraturan perlabelan pangan di Indonesia secara khusus diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Dalam PP No. 69/1999 tersebut, ketentuan pelabelan tercantum pada Bab II yang terdiri dari 15 bagian dan 42 pasal (2-43). Rincian Bab II tentang Label Pangan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Rincian Bab II dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label Pangan

Bagian Perihal Pasal

1 Umum (pasal 2-11)

2 Bagian Utama Label (pasal 12-14)

3 Tulisan pada Label (pasal 15-16)

4 Nama Produk Pangan (pasal 17-18)

5 Keterangan tentang Bahan yang digunakan (pasal 19-22)

6 Keterangan tentang Berat Bersih atau Isi Bersih (pasal 23-25)

7 Keterangan tentang Nama dan Alamat (pasal 26)

8 Tanggal Kadaluwarsa (pasal 27-29)

9 Nomor Pendaftaran Pangan (pasal 26)

10 Keterangan tentang Kode Produksi Pangan (pasal 31)

11 Keterangan tentang Kandungan Gizi (pasal 32-33)

12 Keterangan tentang Iradiasi Pangan dan Rekayasa Genetika (pasal 34-35)

13 Keterangan tentang Bahan Pangan yang Dibuat dari Bahan baku

alamiah (pasal 36-37)

14 Keterangan lain pada label tentang pangan olahan tertentu (pasal 38-42)

15 Keterangan tentang bahan tambahan pangan (pasal 43)

Sumber : PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

Label pangan harus memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang label dan iklan pangan harus mencantumkan label sekurang-kurangnya adalah:

1. Nama Makanan/ Nama Produk

(17)

4. Nama dan Alamat Pihak Yang Memproduksi 5. Nomor Pendaftaran

6. Kode Produksi 7. Tanggal Kadaluwarsa

Iklan

Kata iklan yang dalam bahasa Inggris biasa disebut dengan advertising berasal dari bahasa Yunani, yang artinya kurang lebih adalah “menggiring orang pada gagasan” (Durianto et al, 2003). Tujuan utama periklanan berdasarkan sasarannya menurut Setiadi (2003) dapat digolongkan menjadi:

1. Menginformasikan (informative)

Diadakan secara besar-besaran pada tahap awal peluncuran suatu jenis produk, dengan tujuan untuk membentuk permintaan pertama. Iklan informatif berperan untuk memberitahu pasar tentang suatu produk baru dan membangun citra perusahaan, menyarankan penggunaan baru dari satu produk, serta menginformasikan pasar tentang perubahan harga dan sebagainya.

2. Membujuk (persuasive)

Hal ini dilakukan dalam tahap persaingan atau pertumbuhan, dengan tujuan untuk membentuk permintaaan selektif atas suatu merek tertentu. Iklan persuasif berperan untuk membangun brand preference atau mendorong untuk pindah ke berand kita, membujuk pembeli untuk membeli sekarang, serta mengubah persepsi pembeli tentang atribut dari produk.

3. Mengingatkan (reminding)

Hal ini penting untuk dilakukan pada produk yang sudah mapan untuk menyegarkan informasi yang pernah diterima masyarakat. Iklan jenis ini berperan untuk mengingatkan pembeli bahwa satu produk akan diperlukan di masa mendatang, mengingatkan pembeli tentang tempat membeli produk tersebut, serta memelihara ingatan tentang produk tersebut selama musim lesu penjualan.

Begitu konsumen mengenali suatu kebutuhan, mereka biasanya menjadi lebih mau menerima iklan yang sebelumnya mereka abaikan sama sekali. Iklan kemudian sering menjadi tujuan untuk mendapatkan informasi (Engel, Blackwell, dan Miniard 1995).

Klaim yang Mengelabui

Klaim adalah segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan, atau secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu, suatu pangan yang berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, sifat, produksi, pengolahan, komposisi atau faktor mutu lainnya (BPOM, 2011). Menurut Sumarwan (2011) kalim yang bersifat mengelabui terdiri atas:

(18)

2. Klaim Subjektif, merupakan informasi yang sulit dibuktikan kebenarannya karena bersifat sangat subjektif sehingga sulit diukur secara objektif.

3. Klaim Dua Arti, merupakan informasi atau pernyataan yang mengandung dua arti, sebagian benar dan sebagian salah.

4. Klaim Tidak Rasional, merupakan informasi atau pernyataan yang tidak mempunyai dasar dan tidak didukung oleh logika.

Produk Turunan Kedelai

Kedelai yang memiliki nama latinSoya max piper atau disebut jugaGlycine max Merr,atau Glycine soya benthmerupakan jenis polong-polongan yang dapat memenuhi kebutuhan kalori, serat, dan protein dari sumber nabati. Selain dapat dikonsumsi langsung, kedelai juga dapat diolah menjadi beberapa produk turunan seperti tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, serta camilan.

Menurut Santoso (1995) tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang yang berupa padatan dan berbau khas serta berwarna putih keabu-abuan. Dunia telah mengakui bahwa tempe adalah makanan asli Indonesia yang kandungan gizinya patut diperhitungkan. Sedangkan tahu adalah makanan yang berasal dari Cina yang bahan bakunya kedelai yang dihancurkan menjadi bubur. Selain tahu, kecap juga diduga pertama kali dibuat di Cina. Kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasikan dengan atau tanpa penambahan gula kelapa dan bumbu.

Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk member perlindungan kepada konsumen (UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999). Di dalam UUPK juga dijelaskan tujuan dari perlindungan konsumen, yaitu :

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b.mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen;

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Pasal 4 UUPK menjelaskan mengenai hak-hak konsumen, yaitu :

(19)

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Analisis Isi

Terdapat lima jenis metode penelitian kualitatif yang banyak dipergunakan, yaitu, observasi terlibat, analisa percakapan, analisa wacana, analisa isi, dan pengambilan data ethnografis (Somantri 2005). Content analysis (analisa isi) mengkaji dokumen-dokumen berupa kategori umum dari makna. Peneliti dapat menganalisis aneka ragam dokumen, dari mulai kertas pribadi (surat, laporan psikiatris) hingga sejarah kepentingan manusia (Gubrium et al 1992 dalam Somantri 2005). Salah satu tujuan penggunaan metode analisis isi adalah untuk menjelaskan karakteristik isi dari sebuah pesan. Hal itu dilakukan agar peneliti dapat menganalisis apakah pesan tersebut telah memenuhi standar komunikasi yang ada atau belum (Berelson 1952 di dalam Prasad 2008).

Penelitian Terdahulu

Kondisi Perkedelaian di Indonesia

(20)

penetapan tarif impor kedelai yang tepat minimal 10 persen, efisiensi rantai tataniaga, dan dukungan serta peran industri berbasis kedelai (Facino 2012).

Sedangkan gambaran kondisi kedelai lokal di Indonesia berdasarkan penelitian Sari (2011) : 1) subsistem hulu: penggunaan benih unggul bermutu dan pupuk yang sesuai anjuran masih sangat jarang dilakukan petani karena berbagai alasan seperti kurangnya modal petani kedelai lokal. 2) subsistem on farm: pertanaman kedelai di Indonesia sebagian besar merupakan milik petani bukan milik swasta besar atau perkebunan. 3) subsistem hilir: kegiatan pasca panen kedelai seperti pengeringan dan perontokan masih dilakukan dengan cara yang sederhana/tradisional. 4) pemasaran kedelai: kedelai dipasarkan melalui berbagai pihak seperti petani, pedagang/pengumpul, grosir dan KOPTI. Posisi tawar petani kedelai lokal lemah. Kebutuhan kedelai dalam negeri sebagian besar dipenuhi dari kedelai impor.

Dayasaing agribisnis kedelai lokal masih lemah. Alternatif strategi pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia: (1) peningkatan produksi kedelai lokal, (2) pengembangan industri pengolahan berbasis kedelai lokal, (3) penguatan kelembagaan, (4) Membentuk kerjasama dengan lembaga permodalan non bank, (5) mengatur ketersediaan benih dan pupuk pada sentra produksi kedelai, (6) meningkatkan peran kelompok tani dalam mendukung pengembangan agribisnis kedelai lokal di Indonesia, (7) melakukan sosialisasi dan promosi agribisnis kedelai lokal di Indonesia, (8) melakukan bimbingan dan pembinaan petani kedelai lokal di Indonesia, (9) pembatasan volume impor, (10) membentuk lembaga stabilitas harga kedelai.

Perilaku Konsumen

Kedelai merupakan bahan pangan sumber protein yang bergizi tinggi dan menyehatkan. Jumlah konsumsi kedelai kedelai juga terus meningkat setiap tahunnya, sehingga penelitan tentang kedelai pun sangat menarik untuk dilakukan baik dalam lingkup pertanian, tekonologi, ekonomi dan manajemen, agribisnis, maupun perilaku konsumen. Penelitian tentang perilaku konsumen terhadap produk turunan kedelai juga sudah pernah dilakukan, beberapa diantaranya adalah penelitian oleh Cahyadi (2010) dan Dewi (2009) yang sama-sama meneliti produk turunan kedelai yaitu susu kedelai dari sisi perilaku konsumennya.

(21)

murni tanpa merek dan (96%) menyatakan bahwa mereka akan melakukan pembelian kembali.

Sedangkan penelitian Cahyadi (2010) bertujuan untuk menganalisis tingkat kepuasan konsumen susu kedelai cair bantal merek ABC di Giant Botani Square Bogor. Hasil dari penelitiannya adalah bahwa dari analisis CSI bernilai 77,2 persen yang berarti konsumen susu kedelai bantal merek ABC merasa puas terhadap kinerja atribut-atribut susu kedelai bantal merek ABC. Produk-produk pangan semakin banyak yang beredar di pasar, termasuk juga produk hasil turunan kedelai. Sehingga konsumen harus melakukan pencarian informasi sebelum memutuskan pembelian.

Label Pangan

Konsumen dapat mencari informasi tentang produk yang dibutuhkannya dengan membaca label pada kemasan produk atau dengan melihat iklannya dari berbagai media yang ada. Penelitian tentang label pangan dan iklan juga pernah dilakukan. Penelitian tentang label pangan diantaranya adalah, penelitian oleh Helmi (2012) dan Dwiayusari (2013). Tujuan dari penelitian Helmi (2012) adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan untuk membeli produk makanan organik berlabel halal, sedangkan penelitian Dwiayusari (2010) bertujuan untuk menganalisis label pangan dan klaim pada kemasan produk bumbu instan dan bumbu pelengkap menggunakan metode analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan PP No. 69/1999 masih ada label yang belum sesuai dan memenuhi kriteria yang ada. Ketidaksesuaian antara lain terdapat pada teknis pencantuman label, tulisan pada label, keterangan minimum label, keterangan lain pada label, dan keterangan yang menyesatkan masih ada pada label.

(22)

yaitu mengamati tingkat kepedulian dan kesadaran konsumen dalam label minuman siap minum, yaitu dengan cara metode survey.

Iklan dan Klaim

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bush et al (1986) melakukan penelitian berjudul “Analisis Isi Iklan Animasi Televisi” Dalam penelitian tersebut mengunakan metode analisis isi, yaitu untuk menganalisis 2.454 iklan yang beranimasi di televisi selama tujuh hari yang menunjukkan bahwa dari semua iklan di televisi yang ada di saluran utama, sekitar tiga persen iklan yang ditayangkan menggunakan animasi, iklan televisi yang mengandung animasi pada seluruh atau sebagian iklan ada sekitar 20 persen dari semua iklan televisi. Animasi dalam iklan televisi tidak unik pada hari-hari tertentu dalam seminggu, kecuali program sabtu pagi. Iklan nasional cenderung lebih kepada iklan lokal, tetapi masih ada unsur animasinya. Iklan dari institusi maupun iklan layanan masyarakat menggunakan animasi di dalam iklan yang memiliki persentasi yang besar.

Penelitian mengenai iklan pangan dan klaim pada iklan juga pernah dilakukan oleh Kesuma (2012) tentang kesesuaian iklan produk pangan di media cetak terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, penelitian Mulyadin (2006) tentang efektifitas iklan televisi kecap cap Bango danbrand equity produk kecap, dan penelitian Pratiwi (2013) tentang analisis isi iklan produk dengan klaim hijau pada surat kabar. Hasil dari penelitian Mulyadin (2006) menunjukkan efektivitas iklan televisi merek Bango adalah 62,25 persen, hal tersebut berarti strategi yang diilakukan cap Bango sudah efektif. Namun keunggulan ekuitas merek belum tentu menjamin label pangan atau iklan merek tersebut sudah memenuhi kriteria yang ada. Sehingga menarik melakukan penelitian tentang kesesuaian isi label dan iklan pada produk pangan untuk melindungi hak-hak konsumen.

(23)

KERANGKA PEMIKIRAN

Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang unik, termasuk masakan-masakan Indonesia. Kuliner Indonesia memiliki beragam rasa yang khas dan unik yang dalam pembuatannya dibutuhkan berbagai macam bahan tambahan agar tercipta masakan yang lezat (Dwiayusari 2013). Salah satu bahan tambahan yang sering digunakan adalah kecap.

Dalam Santoso (1995) dijelaskan bahwa kecap adalah sari kedelai yang telah difermentasi dengan ataupun tanpa penambahan gula kelapa dan bumbu. Kecap merupakan salah satu jenis makanan yang digemari masyarakat Indonesia, yang banyak dijumpai baik di pedesaan maupun perkotaan. Di Indonesia terdapat beberapa jenis kecap yang dikenal seperti, kecap manis, kecap asin, dan sebagainya tergantung selera ataupun kebutuhannya. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan kecap sebagai penyedap daripada sebagai makanan.

Dilihat dari kandungan gizinya, kecap kedelai ternyata masih memiliki protein dan kadar abu yang cukup tinggi. Komposisi asam amino pada kecap kedelai sebagian besar didukung oleh asam glutamat, prolin, asam asportat, dan leusin (Santoso 1995). Dengan demikian, mengkonsumsi kecap bukanlah sekedar menikmati rasaya, akan tetapi karena kecap kedelai memiliki zat gizi yang lengkap dengan asam aminonya.

Banyaknya produk kecap yang beredar di pasaran menjadikan konsumen harus jeli dalam mengambil keputusan pembelian. Salah satu proses yang harus dijalani adalah pencarian informasi. Konsumen dapat memperoleh informasi baik dari orang lain, ikaln, maupun label yang tertera pada kemasan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Pasal 3 ayat 2, keterangan label pangan yang harus dicantumkan pada kemasan sekurang-kurangnya, yaitu: nama produk, komposisi, berat bersih (netto), nama dan alamat produsen, serta tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa. Dalam kemasan ataupun iklan juga biasanya terdapat klaim produk. Klaim produk adalah pesan yang ingin disampaikan produsen mengenai karakteristik produk yang ditawarkan.

(24)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Keterangan: : Aspek yang tidak diteliti

: Aspek yang diteliti

Kebutuhan akan bumbu pelengkap (kecap)

Pencarian informasi

Label pangan pada

kemasan produk kecap Klaim pada iklan:- Klaim objektif - Klaim subjektif - Klaim dua arti - Klaim tidak rasional

Pemenuhan standar:

- PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

- UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999

- Etika Pariwara Indonesia (EPI)

(25)

METODE

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan adalah desain kualitatif yaitu analisis isi. Data kualitatif tidak berbentuk numerik, tetapi berbentuk deskripsi, penjelasan, uraian, dan alasan dengan tujuan memberikan informasi mendalam dan pemahaman luas mengenai masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan analisis isi sebagai metode analisis dalam mengamati isi label pangan dan klaim pada produk kecap nusantara. Analisis isi yang membandingkan kesesuaian hasil informasi yang didapatkan dari data pengamatan dengan ketentuan (pasal-pasal) dari produk hukum yang berlaku, yang dikenal dengan nama Legal Analysis Research. Penelitian dilakukan pada bulan April – Juni 2014 di Bogor.

Metode Pemilihan Contoh

Populasi dalam penelitian ini terbagi dua yaitu populasi produk kecap yang ada di Indonesia dan populasi iklan TV yang tayang pada tahun 2012 dan 2013. Jumlah populasi produk kecap di Indonesia tidak diketahui secara pasti karena terdapat produk-produk kecap tidak terdaftar yang juga beredar, sehingga pemilihan sampel produk kecap tidak dapat dipilih secara random melainkan secara accidental di beberapa pasar modern dan pasar tradisional di berbagai daerah di Indonesia dengan bantuan orang lain atau kerabat yang tinggal disana. Sedangkan pemilihan sampel iklan produk kecap dipilih secara purposive yang tayang pada tahun 2012 dan 2013 dengan alasan kebaruan, yang didapatkan dari website tvconair.com dan youtube. Terdapat 37 sampel produk kemasan kecap, 9 dokumentasi gambar label kemasan kecap, dan 11 iklan yang akan diamati.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, yang dimulai dari melihat, membaca, dan mengamati setiap isi keterangan label pangan yang terdapat pada kemasan produk kecap, dan juga mengamati isi klaim yang terdapat pada kemasan serta iklan produk kecap. Temuan-temuan hasil pengamatan kemudian dicatat untuk nantinya dianalisis dan dievaluasi berdasarkan petunjuk dari PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tetang Perlindungan Konsumen, Etika Pariwara Indonesia. Wawancara juga dilakukan dengan informan yang berkompetensi di bidang penelitian ini untuk dimintai pendapatnya yaitu Prof. Dr Ir. Hardinsyah, MM dan Bapak Bondan Winarno seorang pakar kuliner Indonesia yang dihubungi melalui surat elektronik untuk berbagi sedikit pengetahuannya tentang kecap nusantara.

Pengolahan dan Analisis Data

(26)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tetang Perlindungan Konsumen, Etika Pariwara Indonesia. Unsur-unsur label dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Unsur Label yang diamati pada kemasan produk kemasan kecap nusantara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999

No Unsur Label Pasal dan Ayat

1 Teknis pencantuman label 2, 27 (1), 29 (a,b)

2 Tulisan pada label 13 , 15, 16

3 Keterangan Minimum Label 3 (2)

1. Nama produk pangan 17, 18

2. Daftar bahan 19, 20

3. Berat bersih atau Isi bersih 23, 24, 25

4. Nama dan alamat produsen 26

5. Tanggal kadaluwarsa 27, 28, 29

4 Keterangan lain

1. Manfaat pangan bagi kesehatan 6, 21, 33 (1)

2. Penyataan tentang halal 10, 11

3. Nomor pendaftaran pangan 30

4. Kode produksi 31

5. Keterangan tentang kandungan gizi 32, 33 (1)

6. Keterangan tentang iradiasi pangan 34

7. Keterangan tentang pangan rekayasa genetika 35

8. Keterangan tentang pangan sintesis yang dibuat 36, 37

dari bahan baku alamiah

9. Keterangan tentang pangan olahan tertentu 38, 39, 40, 41

10. Keterangan tentang bahan tambahan pangan 6, 21, 33 (1)

5 Keterangan yang dilarang (tidak boleh dicantumkan)

1. Keterangan yang tidak benar dan menyesatkan 5

2. Pangan dapat berfungsi sebagai obat 7

3. Mencantumkan nama dan lembaga yang 8

menganalisis produk pangan

4. Keterangan bahwa pangan mengandung zat gizi 33 (2)

lebih unggul dari produk pangan lain

5. Keterangan pangan terbuat dari bahan baku 37

alamiah apabila pangan dibuat tanpa menggunakan

bahan baku alamiah atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah

6. Keterangan pangan terbuat dari bahan segar apabila pangan terbuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi

41

(27)

Definisi Operasional

Kedelai adalah tumbuhan kacang-kacangan yang berwarna hitam atau kuning keputih-putihan dan biasa dipakai sebagai bahan untuk membuat tahu, tempe, susu, kecap, dan sebagainya.

Kecap adalah sari kedelai hitam yang telah difermentasikan dengan atau tanpa penambahan gula kelapa dan bumbu, yang biasa digunakan sebagai penyedap makanan.

Kecap Nusantara adalah kecap dengan merek dagang Indonesia, diproduksi di Indonesia.

Label panganadalah keterangan atau informasi yang dicantumkan pada kemasan produk pangan kecap.

Komposisi adalah daftar bahan-bahan yang digunakan produsen untuk membuat produk pangan kecap.

Nettoadalah berat bersih produk pangan kecap atau berat isi di luar kemasan.

Tanggal kadaluarsa adalah catatan tanggal, bulan, dan tahun mengenai batas produk pangan kecap aman untuk dikonsumsi.

Nomor pendaftaranadalah kode dan nomor yang diperikan BPOM untuk produk pangan kecap yang telah terdaftar.

Kode produksi adalah keterangan berupa huruf atau angka atau perpaduannya yang menunjukkan riwayat produk pangan kecap diproduksi.

Label halal adalah keterangan bahwa produk pangan kecap yang dijual bisa dikonsumsi oleh orang muslim.

Klaim adalah pesan yang dismpaikan oleh produsen yang berkaitan dengan produk pangan kecap, atau informasi selain ketentuan yang ada di label pangan.

Karakteristik klaim adalah sifat dari klaim (objektif, subejktif, dua arti, dan tidak rasional).

Iklan adalah salah satu metode yang digunakan oleh pemasar untuk mengkomunikasikan produknya kepada konsumen, atau sebagai media untuk promosi.

Analisis isiadalah metode analisis isi label pangan dan iklan dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dan Etika Pariwara Indonesia untuk menganalisis iklan, dan PP Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan untuk menganalisis label kemasan produk pangan.

Etika Pariwara Indonesia (EPI): ketentuan-ketentuan normatif yang menyangkut profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk dihormati, ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi dan lembaga pengembannya.

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Deskripsi Produk Pangan Olahan Kedelai

Bagian ini akan membahas mengenai produk-produk olahan kedelai untuk menjawab tujuan pertama yaitu mengidentifikasi berbagai produk pangan berbahan baku kedelai. Kedelai yang memiliki nama ilmiah Glycine max Merill merupakan jenis polong-polongan yang dapat memenuhi kebutuhan kalori, serat, dan protein dari sumber nabati. Selain dapat dikonsumsi langsung, kedelai juga dapat diolah menjadi beberapa produk pangan seperti tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, serta camilan. Produk-produk olahan tersebut kemudian dapat diolah lagi menjadi berbagai jenis masakan. Cahyadi (2012) menjelaskan bahwa untuk membuat produk olahan kedelai yang bermutu, diperlukan beberapa bahan pokok dan bahan pendukung. Untuk bahan pokok atau bahan baku perlu diperhatikan jenis kedelai yang akan dipakai, yang dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:

Kedelai kuning, adalah kedelai yang bijinya berwarna kuning atau putih atau juga hijau yang apabila dipotong melintang akan memperlihatkan warna kuning pada irisan kepingnya.

Kedelai hijau, adalah kedelai yang kulit bijinya berwarna hijau yang apabila dipotong melintang akan memeperlihatkan warna hijau pada irisan kepingnya.

Kedelai hitam, adalah kedelai yang bijinya berwarna hitam. Kedelai hitam inilah yang biasanya dijadikan kecap.

Kedelai cokelat, adalah kedelai yang kuit bijinya berwarna cokelat.

Tahu adalah ekstrak protein kedelai yang telah digumpalkan dengan asam, ion kalsium, atau bahan pengumpal lainnya (Cahyadi 2012). Kata “tah” berasal dari bahasa Cina, yaitu “tao-hu” atau teu-hu”. “Tao” atau ”teu berarti kacang kedelai, sedankan “hu” berarti hancur menjadi bubur. Dengan demikian, tahu adalah makanan berbahan baku kedelai yang dihancrkan menjadi bubur (Santoso 1995). Tahu telah dikonsumsi oleh masyarakat uas, baik sebagai lauk maupun sebagai makan ringan. Tahu dapat dijadikan aneka ragam masakan, mulai dari ekedar digoreng begitu saja sampai dengan dijadikan masakan istiewa bagi kaum elit seperti, tahu burger, lapis tahu guung, cake pisang tahu, dan sebagainya. Tahu juga dapat menajdi makanan khas suatu daerah seperti, tahu campur, tahu sumedang, dll.

(29)

merupakan makanan sehari-hari sebagai lauk pengganti ikan atau daging. Tempe dapat dijadikan masakan seperti disayur lodeh oseng-oseng kering tempe, ataupun dimasak lebih modern untuk dijadikan tempe burger, rolade tempe, stik tempe, dan sebagainya. Selain itu tempe juga digunakan sebagai makanan selingan pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk keripik tempe yang juga merupakan oleh-oleh makanan khas Malang.

Selain menjadi bahan makanan, kedelai dapat diolah menjadi bumbu penyedap masakan yang seringkali digunakan dalam resep-resep masakan khas Indonesia. Salah satunya yaitu tauco. Tauco merupakan produk fermentasi tradisional Indonesia, berbentuk pasta atau encer, mempunyai bermacam-macam warna dari kuning keputihan sampai coklat kehitaman, dan rasa yang juga bermacam-macam dari asin sampai agak manis (Santoso 1995). Tauco berfungsi sebagai penyedap masakan karena bau dan rasanya yang menonjol dan sangat khas.

Bumbu penyedap lainnya adalah kecap. Menurut SNI tahun 2013, kecap kedelai adalah produk berbentuk cair yang dibuat dari cairan hasil fermentasi kedelai atau bungkil kedelai dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Bondan Winarno seorang pakar kuliner menceritakan dalam tulisannya yang berjudul “Kecap Manis: Pusaka Kuliner Nusantara” bahwa kecap sudah dikenal di Negeri Tiongkok sejak sekitar 2500-3000 tahun yang lalu. Aromanya yang harum dan citarasanya yang gurih membuat kecap diterima luas sebagai bumbu masak utama dalam budaya kuliner sia. Kecap dianggap sebagai kondimen dan bumbu masak yang dapat meningkatkan gairah makan. Di Indonesia, kecap tersedia mulai dari penjaja makanan di kaki lima, hingga di meja restoran hotel berbintang. Pada umumnya terdapat beberapa jenis kecap yang dikenal, yaitu kecap asin, kecap manis, kecap jamur, kecap ikan (fish sauce), kecap inggris (worchestershire sauce), dan kecap jepang.

Kecap manis, sebagian masyarakat Indonesia tidak lagi asing menggunakannya. Prof. Mary Astuti, peneliti dan penemu kedelai hitam dari Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), mengatakan bahwa meskipun belum ada dokumentasi yang rapi, bahan dasar kecap manis terdapat di Indonesia. Bahan baku yang dipakai dalam membuat kecap, yakni kedelai hitam serta gula kelapa. Kedua bahan ini telah ada di Indonesia sejak awal abad ke-9. Kedelai di Indonesia ada di buku serat Sri Tanjung, terdokumentasi ada di abad 12 dan 13, sementara gula jawa di abad kesembilan yang ditemukan dalam buku serat Ramayana. Mary menambahkan, dalam buku historis Java yang ditulis oleh Raffles, kecap manis sudah dibuat sejak awal abad ke-18. “Dari data yang saya miliki, kecap manis asli Indonesia sehingga negara lain tidak berhak mengklaim kecap manis miliknya,” tegasnya. (Sumber: Okezone.com, 4 Februari 2013).

(30)

kecap manis merk Jembatan yang masih banyak diburu penggemar favoritnya. Merk ini masi dibuat dalam skala rumahan dan tidak ada jaminan akan berlangsung ama lagi. Beberapa pabrik kecap rumahan di Jawa Tengah dan Jawa Timur pun mulai menghentikan operasi. Kecap manis dapat disimpulkan merupakan produk khas Indonesia – secara lebih khusus Jawa. Di Negeri Tiongkok sendiri tidak ada kecap manis, begitu juga di Negara-negara Asia lainnya. Di luar Jawa pun kecap manis tidak cukup popular. Di Makassar dan Manado, kecap manis disebut sebagai “kecap jawa”.

Sebaran contoh produk yang diamati

Total label pangan pada kemasan kecap yang diperoleh pada penelitian ini adalah sebanyak 46 merek yang berasal dari beberapa daerah di Indonesia, dan sebelas iklan dari tiga merek produk kecap yang sudah terkenal di Indonesia yang ditayangkan pada tahun 2012 dan 2013. Gambar 2 menunjukkan persentase merek kecap yang diperoleh berdasarkan daerah produksinya. Jumlah merek kecap yang paling banyak terkumpul diproduksi di Jawa Barat (41.3%) dan yang paling sedikit adalah dari DI Yogyakarta dan luar Jawa dengan nilai persentase yang sama yaitu 6.52 persen.

Gambar 2 Persentase sebaran merek kecap berdasarkan daerah produksi

(31)

Gambar 3 Persentase sebaran produk berdasarkan nomor pendaftaran pangan

Pemenuhan Unsur Label Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan

Bagian ini akan membahas mengenai pemenuhan unsur label yang menjawab dua tujuan sekaligus yaitu menganalisis kesesuaian label pangan pada kemasan kecap nusantara terhadap PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan mengevaluasi pelanggaran yang terjadi di dalamnya.

Teknis Pencantuman Label

(32)

Tabel 3 Kriteria pemenuhan syarat unsur teknis pencantuman label

No Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur Teknis Pencantuman Label Merek yang

memenuhi %

1 Label dicantumkan pada, di dalam atau di kemasan pangan 37 100,0

2 Label tidak mudah lepas dari kemasan 34 91,9

3 Label tidak mudah luntur ataupun rusak 32 86,5

4 Label terletak pada sisi kemasan yang mudah untuk dilihat dan dibaca 37 100,0

5 Tanggal kadaluarsa dicantumkan secara jelas 21 56,8

6 Label pangan yang sudah diedarkan tidak diperbolehkan untuk

dihapus, dicabut, ditutup, diganti, dan dilabel kembali 36 97,3

7 Tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa pada pangan yang diedarkan

tidak diperbolehkan untuk ditukar 37 100,0

Tulisan pada Label

Peraturan tentang tulisan pada label dijelaskan pada pasal 13 (ayat 1 dan 2) dan pasal 16 yang mengatur agar huruf dan angka harus jelas dan mudah dibaca. Keterangan pada label juga ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf latin. Namun dari seluruh merek/produk yang diamati masih ditemukan beberapa penulisan yang kurang jelas terutama pada penulisan tanggal kadarluarsa. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata persentase seluruh merek/produk yang memenuhi kriteria tulisan pada label adalah sebesar 73,9 persen.

Tabel 4 Kriteria pemenuhan syarat unsur tulisan pada label

No Kriteria pemenuhan syarat unsur tulisan pada label Merek yang

memenuhi %

1 Keterangan pada label ditulis atau dicetak dengan

menggunakan bahasa Indonesia, angka Arab, dan huruf Latin 46 100,0

2 Huruf dan angka harus jelas dan mudah dibaca 34 73,9

Keterangan Minimum Label

Ketentuan mengenai keterangan minimum label yang terdapat pada PP No. 69/1999 yaitu nama produk pangan, daftar bahan, berat bersih/isi bersih, nama dan alamat produsen, serta tanggal kadaluarsa. Pada Tabel 5 dapat dilihat jumlah dan persentase merek/produk yang memenuhi syarat atau ketentuan unsur yang harus ada dalam keterangan minimum label.

Tabel 5 Jumlah produk dan persentase yang memenuhi syarat unsur keterangan minimum label

No Unsur Label Jumlah Produk yang Memenuhi %

1 Nama produk pangan 46 100,0

2 Daftar bahan yang digunakan 36 78,3

3 Berat bersih/isi bersih 44 95,7

4 Nama dan alamat produsen 43 93,5

5 Tanggal kadaluarsa 20 43,5

(33)

Tabel 6 Kriteria pemenuhan syarat unsur nama produk pangan

No Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur Nama Produk Pangan %

1 Harus dicantumkan pada bagian utama label 100,0

2 Nama yang digunakan harus menunjukkan sifat atau keadaan yang

sebenarnya 100,0

Daftar Bahan. Berdasarkan penjelasan PP No. 69/1999 pasal 19 dan 20, komposisi atau bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan suatu produk dicantumkan secara berurutan dimulai dari bagian dengan jumlah terbanyak dengan nama yang lazim digunakan. Pada komposisinya, produk kecap tidak menambahkan vitamin. Hanya ada satu produk yang menambahkan mineral iodium yaitu kecap merek Nasional. Bahan-bahan yang lazim digunakan dalam pembuatan kecap yaitu, kacang kedelai, gula, dan rempah-rempah. Bahan lainnya yang ditambahkan dalam pembuatan kecap adalah air. Masih terdapat produk yang tidak mencantumkan air dalam daftar bahan, namun sebagian besar (76,1%) telah mencantumkannya.

Tabel 7 Kriteria pemenuan syarat unsur daftar bahan

No Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur Nama Produk Pangan %

1 Daftar bahan dicantumkan secara berurutan dimulai dari bagian dengan

jumlah terbanyak (kecuali vitamin, mineral dan zat penambah gizi lainnya) 100,0

2 Nama bahan yang digunakan adalah nama yang lazim digunakan 100,0

3 Air yang ditambahkan harus dicantumkan sebagai komposisi pangan,

terkecuali air itu merupakan bagian dari bahan yang digunakan atau telah mengalami penguapan seluruhnya selama pengolahan

76,1

Berat Bersih/Isi Bersih. Keterangan pencantuman berat bersih terdapat pada pasal 23 dan 25. Kriteria pemenuhan syarat dapat dilihat pada Tabel 8. Sebagian besar (95,7%) dari keseluruhan produk, isi bersih telah dicantumkan pada label kemasan dengan satuan metrik mili-liter (ml).

Tabel 8 Kriteria pemenuhan syarat unsur berat bersih/isi bersih

No Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur Nama Produk Pangan %

1 Harus dicantumkan pada bagian utama label 95,7

2 Dicantumkan dalam satuan metrik 95,7

3 Ukuran ‘isi’ harus dicantumkan untuk makanan cair, ‘berat’ untuk makanan

padat, dan ‘isi’ atau ‘berat’ untuk makanan semi padat atau kental 95,7

4 Berat bersih atau isi bersih tiap takaran saji harus dimuat pada label yang

memuat keterangan jumlah takaran saji 95,7

(34)

Tabel 9 Kriteria pemenuhan syarat unsur nama dan alamat produsen

No Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur Nama Produk Pangan %

1 Harus dicantumkan pada bagian utama label. 93,5

2 Harus dicantukan nama dan alamat pihak yang memproduksi 93.5

3 Apabila pihak yang mengedarkan berbeda dengan pihak yang memasukan

pangan ke wilayah Indonesia, nama dan alamat pihak yang memasukan dan mengedarkan pangan di wilayah Indonesia harus dicantumkan

93,5

Tanggal Kadalarsa. Peraturan pencantuman tanggal kadaluarsa dituang pada PP No. 69.1999 dalam pasal 27, 28, dan 29. Kriteria yang menjadi landasan penulisan tanggal kadaluarsa pada produk pangan kemasan, sebagai berikut: Tabel 10 Kriteria pemenuhan syarat unsur tanggal kadaluarsa

No Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur Tanggal Kaaluarsa %

1 Harus dicantumkan secara jelas pada tabel 54,4

2 Pencantuman tanggal, bulan, dan tahun kadarluarsa dilakukan setelah

pencantuman tulisan “baik digunakan sebelum”, sesuai dengan jenis dan daya tahan pangan; produk dengan masa kadarluarsa lebih dari 3 bulan boleh hanya mencantumkan bulan dan tahun kadarluarsa

52,2

3 Dilarang memeperdagangkan produk yang sudah kadarluarsa 100,0

4 Dilarang menghapus, mencabut, menutup, mengganti label, melabel

kembali pangan yang diedarkan; menukar tanggal, bulan dan tahun kadarluarsa yang diedarkan

100,0

Pada saat diamati, produk yang dijual belum melewati masa kadaluarsa. Namun secara keseluruhan, pada Tabel 5, hanya kurang dari setengah produk (43,5%) yang teah mencantumkan tanggal kadaluarsa yang telah sesuai dengan kriteria syarat pemenuhan unsur tanggal kadaluarsa. Sisanya ada yang tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa sama sekali, atau sudah mencantumkan tanggal kadaluarsa tetapi tidak dicantumkan dengan jelas seperti disebabkan oleh tinta yang mudah luntur, dan/atau pencantuman tanggal kadaluarsa tetapi tidak diletakkan pada tempat yang sesuai.

Perbandingan Keterangan Minimum Label Berdasarkan PP Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Ikan Pangan dengan UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 danFood and Drug Administration(FDA)

(35)

Tabel 11 Perbandingan keterangan minimum label bedasarkan PP No. 69/1999 dengan UU No. 18/2012 dan FDA

PP No. 69/1999 UU No. 18/2012 FDA

1. Nama produk pangan 1. Nama produk pangan 1. Nama produk pangan 2. Daftar bahan 2. Daftar bahan 2. Berat bersih

3. Berat bersih/isi

bersih 3. Berat bersih/isi bersih 3. Daftar Bahan 4. Nama dan alamat

produsen 4. Nama dan alamat pihakyang memproduksi atau mengimpor

4. Label Gizi

5. Tanggal kadaluarsa 5. Halal bagi yang

dipersyaratkan 5. Klaim 6. Tanggal dan kode

produksi

7. Tanggal, buan, dan tahun kadaluarsa

8. Nomor izin edar bagi pangan olahan

9. Asal-usul bahan pangan tertentu

Keterangan Lain pada Label

Pencantuman mengenai keterangan lain pada label pangan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

Manfaat Pangan bagi Kesehatan. Pada pasal 6, 21, 33 (1) dijelaskan bahwa keterangan mengenai manfaat pangan bagi kesehatan harus didukung oleh fakta ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan.dan pencantuman pernyataan bahwa pangan telah ditambah, diperkaya, atau difortifikasi dengan vitamin, mineral, atau zat gizi lainnya diperkenankan sepanjang hal itu benar dilakukan. Dari keseluruhan contoh produk kecap yang diamati, hanya terdapat satu produk yang mencantumkan keterangan tersebut, yaitu Kecap Manis Nasional yang pada kemasannya terdapat keterangan bahwa kecap tersebut diperkaya mineral iodium yang baik untuk kesehatan.

(36)

Nomor Pendaftaran Pangan. Nomor pendaftaran pangan adalah nomor yang diberikan bagi pangan olahan dalam rangka peredaran pangan. Sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, pasal 30 pada PP No. 69/1999, nomor pendaftaran pangan harus dicantumkan pada pangan olahan (produksi dalam negeri dan luar negeri). Sebagian besar (87,0%) dari keseluruhan contoh produk kecap mencantumkan nomor pedaftaran pangan, yang ditandai dengan keterangan MD pada nomor pendaftaran pangan, dan keterangan lainnya yaitu P-IRT yang merupakan tanda bahwa produk yang dijual merupakan produksi rumah tangga, masing-masing sebanyak 43,5 persen.

Kode Produksi. Berdasarkan pasal 31, kode produksi pada label ataupun kemasan pangan harus dicantumkan pada pangan olahan dan sekurang-kurangnya memuat keterangan mengenai riwayat produksi pangan (waktu ataupun rangkaian produksi). Dari kriteria tersebut, kurang dari setengah (47,8%) contoh produk kecap memenuhi persyaratan tersebut karena menampilkan kode produksi pada kemasan label.

Keterangan tentang Kandungan Gizi. Pada unsur keterangan tentang kandungan gizi, dari keseluruhan contoh produk kecap, hanya 5 produk (10,9%) yang mencantumkannya. Keterangan kandungan gizi memuat a) ukuran takaran saji, (b) jumlah sajian per kemasan, (c) kandungan energi per takaran saji, (d) kandungan protein per sajian (dalam gram), (e) kandungan karbohidrat per sajian (dalam gram), (f) kandungan lemak per sajian (dalam gram), dan (g) persentase dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan.

Keterangan tentang Iradiasi Pangan. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan, membebaskan pangan dari jasad renik patogen serta mencegah pertumbuhan tunas. Pengaturan mengenai pangan iradiasi diaur pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 701/MENKES/PER/VIII/2009. Jenis pangan iradiasi yang beredar saat ini antara lain adalah umbi-umbian, seperti bawang putih, bawang merah, kentang, jahe; buah-buahan seperti mangga, anggur, pepaya, strawberi; udang beku, paha kodok beku, ikan kering/asin, rempah-rempah, biji-bijian, serelia, tepung (kedelai, terigu, ketan) (Buletin BPOM 2004).

Peraturan pencantuman keterangan tentang iradiasi pangan dalam pasal 34 PP No. 69/1999 yaitu, Wajib dicantumkan tulisan ‘pangan iradiasi’, tujuan iradiasi, dan apabila tidak boleh diradiasi ulang wajib mencantumkan tulisan ‘tidak boleh diiradiasi ulang’; selain pencantuman tulisan, pada label dapat dicantumkan logo khusus pangan iradiasi; dan wajib dicantumkan nama dan alamat penyelenggara iradiasi, tanggal, bulan, dan Tahun iradiasi, serta nama negara tempat iradiasi dilakukan. Namun pada seluruh contoh produk kecap yang diamati, keterangan ini tidak ditemukan.

(37)

tanaman/hewan/jasad renik yang memiliki siat-sifat tertentu sehingga mendatangkan keuntungan yang lebih besar bagi manusia (BPOM RI 2010). Pada PP No. 69/1999 dalam pasal 35 dijelaskan mengenai keterangan pangan rekayasa genetika, yaitu wajib dicantumkan tulisan ‘pangan rekayasa genetika’; dan selain pencantuman tulisan, pada label dapat dicantumkan logo khusus hasil rekayasa genetika. Namun pada contoh produk kecap manis, seluruh produk tidak mencantumkan keterangan tersebut.

Keterangan tentang Pangan Sintesis yang Dibuat dari Bahan Baku Alamiah. Peraturan pada pasal 36 dan 37 dijabarkan bahwa wajib dicantumkan keterangan pangan terbuat dari bahan baku alamiah jika bahan baku alamiah yang bersangkutan tidak kurang dari kadar minimal yang ditetapkan SNI dan wajib dicantumkan keterangan telah mengalami proses lanjutan harus apabila pangan yang dibuat dari bahan baku alamiah telah menjalani proses lanjutan. Sama halnya dengan keterangan iradiasi pangan dan keterangan pangan rekayasa genetika, seluru contoh produk kecap tidak mencantumkan keterangan tentang pangan sintesis yang dibuat dari bahan baku alamiah.

Keterangan tentang Pangan Olahan Tertentu. Terdapat dua produk (4,4%) yang mencantumkan keterangan cara penggunaan, dampak pangan bagi kesehatan manusia, dan keterangan lain yang perlu diketahui untuk pangan olahan yang diperuntukan bagi bayi, anak di bawah lima Tahun, ibu hamil dan menyusui, orang yang menjalani diet khusus, dan orang lanjut usia, serta satu produk (2,2%) yang mencantumkan petunjuk cara penyimpanan pada label apabila mutu pangan tergantung pada cara penyimpanan atau memerlukan cara penyimpanan khusus.

Keterangan tentang Bahan Tambahan Pangan. Menurut Ratnani (2009), bahan tambahan pangan adalah bahan kimia yang terdapat dalam makanan yang ditambahkan secara sengaja ataupun alami, bukan merupakan bagian dari bahan baku, dengan tujuan untuk menambah cita rasa, warna, tekstur, dan penampilan dari makanan. Pada pasal 22 dan 43 dijabarkan mengenai tata cara pencantuman bahan tambahan pangan (Lampiran 4). Namun sama halnya dengan keterangan iradiasi pangan, pangan rekaya genetika, dan pangan sintesis, seluruh contoh produk kecap tidak mencantumkan keterangan tersebut.

Keterangan yang Dilarang (Tidak Boleh Dicantumkan)

(38)

Tabel 12 Kriteria pemenuhan syarat unsur keterangan yang dilarang (tidak boleh dicantumkan)

No Unsur Label Kriteria Pemenuhan Syarat Unsur %

1 Keterangan yang tidak benar dan

menyesatkan [pasal 5] Pencantuman pernyataan atauketerangan dalam pangan yang

diperdagangkan apabila keterangan

2 Pangan dapat berfungsi sebagai obat

[pasal 7] Dilarang menyantumkanpernyataan atau keterangan dalam

bentuk apapun bahwa pangan dapat berfungsi sebagai obat (walaupun fakta ilmiah terbukti untuk kesehatan)

100,0

3 Mencantumkan nama dan lembaga

yang menganalisis produk pangan

mengandung zat gizi lebih unggul dari produk pangan lain [pasal 33 (2)]

Dilarang menyantumkan pernyataan atau keterangan pada label bahwa pangan mengandung zat gizi yang lebih unggul daripada produk lainnya

100,0

5 Keterangan pangan terbuat dari bahan

baku alamiah apabila pangan dibuat tanpa menggunakan bahan baku bahan baku alamiah atau hanya sebagian menggunakan bahan baku alamiah

100,0

6 Keterangan pangan terbuat dari bahan

segar apabila pangan terbuat dari bahan setengah jadi atau bahan jadi [pasal 41]

Dilarang mencantumkan keterangan pangan dari bahan segar apabila pangan dari bahan setengah jadi atau bahan jadi

100,0

Klaim Produk

Bagian ini akan membahas klaim yang terdapat pada produk kecap nusantara yang menjawab tujuan terakhir yaitu menganalisis klaim yang terkandung dalam label kemasan produk kecap nusantara serta iklan televisi. Informasi lain yang terdapat pada kemasan ataupun iklan adalah klaim produk. Klaim adalah segala sesuatu bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan atau secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu suatu pangan yang berkenaan dengan asal-usul, kandungan gizi, sifat, produksi, pengolahan, komposisi atau faktor mutu lainnya (BPOM 2011).

Tabel 13 Sebaran sifat klaim pada kemasan dan iklan kecap

Sifat Klaim Jumlah Produk Persentase (%)

Objektif 8 19,0

Subjektif 22 52,4

Dua arti 12 28,6

Tidak Rasional 0 0,0

(39)

Sebanyak 42 dari 57 atau lebih dari setengah dari seluruh contoh yang diamati (73,7%) yang terdiri dari label pangan dan iklan yang tayang pada tahun 2012 dan 2013 teridentifikasi mengandung klaim yang dapat mengelabui konsumen (Tabel 13). Untuk contoh bunyi klaim lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 5.

Pembahasan

Tinjauan Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69/1999

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh contoh label pangan pada produk kecap nusantara ditemukan ketidaksesuaian dengan peraturan yang berlaku. Peraturan tentang label pangan yang menjadi acuan untuk penelitian analisis ini adalah Peraturan Pemerintah No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Unsur-unsur yang diamati berdasarkan peraturan adalah teknis pencantuman label, tulisan pada label, keterangan minimum label, keterangan lain, dan keterangan yang dilarang atau tidak boleh dicantumkan.

Secara keseluruhan dari 37 produk kecap yang dikumpulkan setengahnya (51,4%) telah memenuhi seluruh kriteria dalam teknis pencantuman label. Kriteria yang paling banyak dilanggar dalam teknis pencantuman label adalah kriteria kelima yaitu tentang tanggal kadarluarsa dicantumkan secara jelas. Pada hasil yang diperoleh lebih dari setengah contoh produk (56,8%) memenuhi kriteria tersebut. Sisanya mencantumkan tanggal kadarluarsa dengan tinta tipis ataupun tinta yang mudah luntur, tanga kadaluarsa tidak jelas dibaca karena tertutup oleh segel, atau bahkan tidak mencantumkan tanggal kadarluarsa. Sehingga dua unsur terlanggar sekaligus akibat kesalahan tersebut yaitu teknis pencantuman label dan tulisan pada label. Kriteria pada unsur teknis pencantuman label yang dilanggar lainnya adalah bahwa label tidak mudah lepas dari kemasan, label tidak mudah luntur ataupun rusak, dan label pangan yang sudah diedarkan tidak diperbolehkan untuk dihapus, dicabut, ditutup, diganti, dan dilabel kembali. Pada kenyataannya masih terdapat merek/produk yang labelnya mudah lepas dan mudah luntur ataupun rusak. Bahkan ada satu produk yang mencantumkan tanggal kadaluarsa dengan menggunakan stiker label yang ditempel pada kemasan yaitu kecap manis merek Cap Oedang Sari, yang memungkinkan bagi merek/produk tersebut diganti kembali tanggal kadarluarsanya.

(40)

namun tidak semuanya mencantumkan keterangan minimum yang lainnya. Keterangan yang paling banyak dilanggar adalah pencantuman tanggal kadarluarsa (43,2%), baik karena produk memang tidak mencantumkan tangga kadaluarsa ataupun sudah mencantumkan tetapi tulisan tidak dapat terbaca dengan jelas. Padahal tanggal kadarluarsa merupakan salah satu unsur yang paling sering dicaritahu oleh konsumen untuk mendapatkan informasi sampai kapan produk tersebut dapat digunakan dalam kondisi yang baik. Hal itu sesuai dengan salah satu penelitian tentang pencarian informasi dari label pangan yang dilakukan oleh Gbettor, Avorgah, dan Adigbo (2013). Pencantuman tanggal kadaluarsa ini penting untuk dicermati konsumen sebelum membeli produk karena berfungsi untuk memberikan informasi mengenai umur simpan suatu produk. Sehingga hal tersebut harus menjadi pertimbangan bagi produsen agar selalu mencantumkan dan memeriksa cetakan tanggal kadaluarsa. Walaupun Arpah et al (2003) berdasarkan Codex Alimentarius Commission (CAC) bahwa terdapat tujuh jenis produk pangan yang diperbolehkan jika tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa, diantaranya: 1) buah dan sayuran segar; 2) makanan yang dikonsumsi tidak lebih 24 jam setelah diproduksi; 3) minuman yang mengandung alkohol lebih besar atau sama dengan sepuluh persen; 4) vinegar; 5) garam meja; 6) gula pasir; 7) produk kategori permen (convensionary) yang bahan bakunya hanya berupa gula yang dibubuhi penambah rasa (favor) atau pewarna.

Sebagian besar (76,1%) dari keseluruhan produk telah mencantumkan keterangan daftar bahan makanan dengan benar. Membaca daftar bahan makanan atau label komposisi akan memberikan manfaat yang penting dan diharapkan akan mengantarkan pada tujuan setelah membaca label komposisi yaitu, agar konsumen terhindar dari produk pangan yang menyebabkan alergi bagi tubuh, produk pangan yang mengandung zat-zat kimia berbahaya dan akan mendapatkan makanan yang aman bagi kesehatan (Murphy 2013). Osei et al. (2012) juga menyatakan bahwa label komposisi pangan dapat membantu konsumen untuk mengetahui keamanan, kebersihan, dan kualitas dari suatu produk.

(41)

dipercaya mengkaji kehalalan suatu produk. Namun masih terdapat juga beberapa produk yang menamilkan logo halal lain selain logo halal LPPOM-MUI.

Sebagian besar (87,0%) dari keseluruhan contoh produk kecap mencantumkan nomor pedaftaran pangan, yang ditandai dengan keterangan MD pada nomor pendaftaran pangan, dan keterangan lainnya yaitu P-IRT yang merupakan tanda bahwa produk yang dijual merupakan produksi rumah tangga, masing-masing sebanyak 43,5 persen. Namun pada kenyatannya walaupun sudah terdaftar, masih ditemukan pelanggaran-pelangaran dalam teknis pencantuman label pada produk-produk tersebut. Pada unsur keterangan tentang kandungan gizi, dari keseluruhan contoh produk kecap, hanya lima produk (10,9%) yang mencantumkannya. Hal tersebut mungkin disebabkan karena keterangan kandungan gizi kurang dianggap penting oleh produsen maupun konsumen di Indonesia karena keterangan kandungan gizi tidak termasuk ke dalam keterangan minimum yang wajib dicantumkan baik dalam PP No. 69/1999 maupun UU No. 18/2012. Walaupun memiliki kontribusi kecil dalam pembelian suatu produk, dengan adanya kandungan gizi konsumen dapat memilih produk yang lebih sehat (Cowburn dan Stockley 2004).

Selain iradiasi pangan, produk transgenik (rekayasa genetika) telah masuk ke Indonesia tanpa prosedur keamanan pangan rekayasa genetika, salah satunya adalah turunan kedelai. Namun, dari seluruh produk yang diamati tidak terdapat produk yang mencantumkan keterangan iradiasi maupun keterangan rekayasa genetika. Tahun 2004 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004. Tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan. Kemungkinan terdapat dampak negatif dari PRG, pemerintah kemudian mengeluarkan PP RI No.21 Tahun 2005 tentang keamanan hayati produk rekayasa genetika. Peraturan pemerintah ini lebih fokus terhadap PRG, mulai dari jenis, persyaratan, penelitian dan pengembangan (Litbang), pemasukan dari luar negeri, pengkajian pelepasan dan peredaran, pemanfaatan, sampai kelembagaan yang menangani PRG. Namun belum ada penegakkan hukum yang berarti, selama tidak ada sanksi yang jelas dan tegas bagi bagi pelaksana, importir, maupun distributor Produk Rekayasa Genetika (PRG), maka selama itu peraturan pemerintah tidak berarti. Produk pertanian hasil rekayasa genetika akan bebas masuk ke dalam negeri tanpa melalui uji keamanan pangan (Swastika dan Hardinsyah 2008). Sehingga walaupun tidak ditemukan produk pada sampel penelitian yang mencantumkan keterangan iradiasi maupun keterangan rekayasa genetika, bukan berarti bahwa produk-produk tersebut aman dan bebas dari iradiasi ataupun rekayasa genetika karena belum ada penegakkan hukum yang berarti dan pemberian sanksi yang tegas dari pemerintah.

Gambar

Tabel 1 Rincian Bab II dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999tentang Label Pangan
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Tabel 2 Unsur Label yang diamati pada kemasan produk kemasan kecapnusantara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999
Gambar 2 Persentase sebaran merek kecap berdasarkan daerah produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

tinggi kontrol diri yang dimiliki siswa, maka semakin rendah kecenderungan siswa.. untuk terlibat dalam perilaku

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap komitmen organisasi dengan menggunakan kepuasan kerja karyawan sebagai

Dilihat dari berat konstruksi, kapal fiberglass merupakan kapal yang paling ringan jika dibandingkan dengan kapal dengan bahan material kayu, ferrocement dan terlebih lagi

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (a) Bagi penulis, hasil penelitian ini berguna untuk dapat mengetahui efektivitas penerapan sistem e-filing

dengan baik. Kegiatan para anggota kelompok pada tahap ini adalah. saling tukar pengalaman dalam bidang suasana perasaan

The finding of this research indicates that there are 6 types of corrective feedback used by two English teachers in Junior High Public School 9 Salatiga (Explicit explanation,

Masalah utama yang dihadapi dalam membangkitkan class association rule pada metode associative classification adalah bagaimana membentuk algoritma yang efektif untuk menemukan

Penelitian ini mengkaji mengenai pemahaman konsep matematika mahasiswa menggunakan modul teori graf dengan pembelajaran berbasis masalah dapat diambil kesimpulan