• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Pola Penyebaran Penyakit yang Menular melalui Vektor Nyamuk melalui Pendekatan Analisis Spasial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Pola Penyebaran Penyakit yang Menular melalui Vektor Nyamuk melalui Pendekatan Analisis Spasial"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI POLA PENYEBARAN PENYAKIT YANG

MENULAR MELALUI VEKTOR NYAMUK DENGAN

PENDEKATAN ANALISIS SPASIAL

WULAN NUZULA

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Pola Penyebaran Penyakit yang Menular melalui Vektor Nyamuk dengan Pendekatan Analisis Spasial adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

WULAN NUZULA. Identifikasi Pola Penyebaran Penyakit yang Menular melalui Vektor Nyamuk dengan Pendekatan Analisis Spasial. Dibimbing oleh I MADE SUMERTAJAYA dan MUHAMMAD NUR AIDI.

Demam berdarah (dengue), malaria, dan filariasis merupakan penyakit berbahaya yang perlu segera ditanggulangi. Oleh karena itu, diperlukan analisis untuk melihat pola penyebaran dan faktor-faktor penyebabnya. Penyakit menular memiliki indikasi ketergantungan spasial antara wilayah yang berdekatan seperti terlihat pada indeks Moran yang mencapai 0.655. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan analisis spasial. Selain itu, ternyata juga terdapat keragaman spasial sehingga digunakan analisis Regresi Terboboti Geografis (RTG) untuk melihat pengaruh peubah secara lokal. Peubah yang berpengaruh terhadap penyebaran penyakit ini adalah persentase rumah tangga kumuh, rasio puskesmas, dan curah hujan. Ketiga peubah tersebut berpengaruh signifikan di wilayah timur Indonesia. Peubah yang berpengaruh di Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo adalah persentase rumah tangga kumuh dan rasio puskesmas. Peubah yang berpengaruh di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara adalah persentase rumah tangga kumuh dan curah hujan. Sementara itu, pada Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat hanya satu peubah yang berpengaruh, yaitu persentase rumah tangga kumuh. Provinsi lainnya tidak signifikan pada taraf nyata 5%.

Kata kunci: indeks moran, RTG

ABSTRACT

WULAN NUZULA. Spreading Pattern Identification of Infectious Diseases through Mosquitos Vector using Spatial Analysis Approach. Supervised by I MADE SUMERTAJAYA dan MUHAMMAD NUR AIDI.

Dengue fever, malaria, and filariasis are lethal diseases which need immediate treatment. Therefore, an analysis to identify the spread and factors causing the illness is necessary. In dealing with contagious diseases, there exists spatial dependency between neighboring regions, as shown by Moran Index of 0.655. Therefore, spatial analysis approach is utilized. Furthermore, spatial variation is also discovered so Geographically Weighted Regression (GWR) is applied to determine the significancy of the variables locally. Those three variables have a significant effect in the eastern region of Indonesia. Influential variables in North Sulawesi and Gorontalo are the slum households and ratio of puskesmas. Influential variables in the province of East Nusa Tenggara and Southeast Sulawesi are the slum households and precipitation. Meanwhile, in the province of West Sulawesi, South Sulawesi, Central Sulawesi and West Nusa Tenggara only one influential variable, ie the percentage of slum households. The other provinces were not significant at the 5% significance level.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika

pada

Departemen Statistika

IDENTIFIKASI POLA PENYEBARAN PENYAKIT YANG

MENULAR MELALUI VEKTOR NYAMUK DENGAN

PENDEKATAN ANALISIS SPASIAL

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Identifikasi Pola Penyebaran Penyakit yang Menular melalui Vektor Nyamuk melalui Pendekatan Analisis Spasial

Nama : Wulan Nuzula NIM : G14100032

Disetujui oleh

Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi Pembimbing I

Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Anang Kurnia, MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah berjudul “Identifikasi Pola Penyebaran Penyakit yang Menular melalui Vektor Nyamuk dengan Pendekatan Analisis Spasial” dapat terselesaikan dengan baik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi dan Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberi pengarahan dan saran. Selain itu, terima kasih pula pada ayah, ibu, dan semua pihak yang telah banyak membantu terselesaikannya karya ilmiah ini.

Penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang ada dalam karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Demam Berdarah Dengue (DBD) 2

Malaria 2

Filariasis 2

Analisis Regresi Spasial 2

METODE 3

Data 3

Prosedur Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Deskripsi Penyakit 6

Indeks Kerawanan Penyakit (IKP) 8

Indeks Moran 8

Plot Pencaran Moran 9

Model Regresi Klasik 10

Uji Pengganda Lagrange (PL) 11

Uji Breusch-Pagan (BP) 11

Model Regresi Terboboti Geografis (RTG) 11

SIMPULAN 15

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 17

(10)

DAFTAR TABEL

1 Peubah bebas yang digunakan 3

2 Peubah yang masuk dalam model berdasarkan metode regresi bertatar 10

3 Uji pengganda Lagrange 11

4 Pendugaan parameter RTG 12

5 Kebaikan model RTG terhadap regresi klasik 13

DAFTAR GAMBAR

1 Sebaran kasus DBD di Indonesia tahun 2012 6

2 Sebaran kasus malaria di Indonesia tahun 2012 7

3 Sebaran kasus filariasis di Indonesia tahun 2012 7

4 IKP yang menular melalui nyamuk 8

5 Plot pencaran Moran IKP yang menular melalui nyamuk 9

6 Indeks Moran lokal 10

7 Penentuan lebar jendela optimum 12

8 Peubah bebas yang berpengaruh terhadap IKP oleh nyamuk 13

9 Peta keragaman spasial koefisien X2 14

10 Peta keragaman spasial koefisien X4 15

11 Peta keragaman spasial koefisien X8 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penggabungan respon penyakit menular 17

2 Pemeriksaan asumsi sisaan regresi klasik 18

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang sangat sesuai bagi keberlangsungan hidup nyamuk. Penyakit yang menular melalui nyamuk seperti demam berdarah dengue (DBD), malaria, dan filariasis masih menjadi beban berat di Indonesia. Penyakit menular ini menyerang ratusan ribu penduduk dan merenggut ribuan jiwa tiap tahunnya. Pada tahun 2012, terdapat 90 245 kasus DBD, 417 819 kasus malaria, dan 11 932 kasus filariasis.

Pengendalian penyakit menular yang disebabkan oleh nyamuk seperti DBD, malaria, filariasis masuk ke dalam salah satu target rencana strategis Kementrian Kesehatan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat (Kemenkes 2013). Apabila penyakit ini bisa ditangani, kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas kesehatan akan berkurang, sehingga biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk berobat dapat digunakan untuk hal lain yang lebih produktif. Perlu diketahui wilayah-wilayah mana yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi, serta wilayah yang memiliki kecenderungan tertular dalam upaya pemberantasan penyakit menular ini. Selain itu, faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kasus penderita penyakit ini di suatu wilayah juga perlu untuk dianalisis. Berdasarkan telaah literatur, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit-penyakit ini. Faktor-faktor tersebut mencakup keadaan iklim, kepadatan penduduk, kebersihan lingkungan, serta ketersediaan fasilitas kesehatan dan tenaga medis.

Penelitian mengenai penyakit menular tentunya membutuhkan alat analisis yang mempertimbangkan keterkaitan antar wilayah yang berdekatan. Wilayah-wilayah yang letaknya berdekatan biasanya mempunyai pengaruh yang kuat dibandingkan dengan wilayah-wilayah yang letaknya berjauhan. Oleh sebab itu, penelitian ini akan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek spasial. Indeks Moran dapat digunakan untuk melihat ada tidaknya pengaruh spasial. Selanjutnya, dapat dilakukan pemetaan wilayah-wilayah berdasarkan indeks kerawanannya menggunakan plot pencaran Moran. Sementara itu, hubungan antara banyaknya penderita penyakit menular tiap wilayah terhadap faktor-faktor yang diduga sebagai penyebabnya dapat dianalisis dengan analisis regresi spasial. Analisis regresi spasial pada dasarnya hampir sama dengan regresi biasa, hanya saja menambahkan aspek spasial didalamnya. Apabila suatu set data diduga mempunyai ketergantungan spasial, analisis regresi spasial dapat digunakan sebagai alat analisis yang lebih tepat.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi pola penyebaran penyakit yang menular melalui vektor nyamuk berdasarkan Indeks Kerawanan Penyakit (IKP) yang menular melalui vektor nyamuk di Indonesia pada tahun 2012.

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Demam Berdarah Dengue (DBD)

DBD merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dari genus aedes, seperti aedes aegypti. Nyamuk aedes aegypti ini membawa suatu virus dengue yang dapat menyebabkan terjadinya DBD. Virus ini memiliki masa inkubasi delapan sampai sepuluh hari di dalam tubuh nyamuk. Beberapa gejala DBD adalah sakit kepala, demam, mual, penurunan trombosit, dan muncul bintik-bintik merah di kulit. DBD dapat menyebabkan kematian apabila tidak segera ditangani secara tepat (Kemenkes 2013).

Malaria

Malaria merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk anopheles betina. Nyamuk anopheles ini membawa suatu benih parasit plasmodium yang dapat hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Gejala utama seseorang terserang malaria adalah demam. Gejala demam akibat malaria ini hampir sama dengan gejala demam akibat DBD sehingga perlu tes untuk memastikannya. Sama seperti DBD, malaria juga dapat menyebabkan kematian apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat. Malaria dapat disebabkan oleh berbagai aspek, misalnya saja aspek lingkungan. Kelembaban udara, suhu udara, dan curah hujan dapat mempengaruhi angka malaria (Kemenkes 2013).

Filariasis

Filariasis merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk yang membawa telur cacing filaria. Cacing tersebut akan hidup dan tumbuh dalam jaringan getah bening manusia, sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan di kaki, tungkai, payudara, lengan, atau organ genital. Belum ditemukan kasus kematian akibat filariasis, namun penyakit ini tergolong berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan permanen (Kemenkes 2013).

Analisis Regresi Spasial

Berdasarkan Ramadhan et. al (2013) pemodelan data yang mengandung ketergantungan spasial dapat diturunkan dari model umum :

1

2

menjadi beberapa model spasial berikut ini:

1. Model regresi diri spasial (spatial autoregressive / SAR)

(13)

3 2. Model galat spasial (spatial error / SEM)

2

3. Model gabungan SAR dan SEM

1 2

Namun ketiga model tersebut hanya digunakan apabila hanya terdapat ketergantungan spasial antar wilayah. Apabila terdapat keragaman spasial juga, model-model tersebut kurang tepat untuk digunakan. Adanya keragaman spasial membuat model yang bersifat global menjadi tidak relevan sehingga perlu dianalisis secara lokal. Salah satu cara untuk membuat model yang bersifat lokal adalah membuat model Regresi Terboboti Geografis (RTG) sebagai berikut:

y ke-i, ̂ adalah dugaan parameter untuk wilayah ke-i, dan m adalah jumlah peubah bebas yang ada (Brunsdon et al. 1996).

METODE

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari publikasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) yang berjudul Profil Kesehatan Indonesia 2012 dan publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) yang berjudul Provinsi dalam Angka 2013. Data pengamatan yang digunakan adalah data pengamatan 33 provinsi di Indonesia tahun 2012.

Peubah respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah banyak kasus DBD, malaria dan filariasis. Peubah bebas yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Peubah bebas yang digunakan

Indikator Peubah Satuan Simbol

Kepadatan

penduduk Kepadatan penduduk jiwa per km

2

(14)

4

Prosedur Analisis Data

1. Membuat IKP yang menular melalui nyamuk dengan menggabungkan peubah DBD, malaria, dan filariasis menjadi satu peubah respon Y menggunakan metode pembobotan komponen utama. Ide dasar metode ini adalah menggabungkan beberapa respon menjadi satu supaya dapat melihat respon secara komprehensif dengan memberikan bobot bagi masing-masing peubah. 1.1.Menghitung matriks koragam .

1.2.Menghitung vektor ciri (a dan akar ciri ( dari persamaan a a.

1.3.Menghitung banyaknya komponen utama yang dipakai berdasarkan persentase keragaman kumulatif (minimal 75%).

1.4.Menghitung bobot tiap jenis penyakit.

Bobot tiap jenis penyakit ini nantinya akan berbeda-beda. Besar bobot merepresentasikan keragaman tiap peubah yang dijelaskan oleh komponen utama terpilih. Misalkan banyak komponen utama yang dipakai adalah p, maka bobot (wi) adalah

dengan k adalah banyak peubah yang ingin digabungkan (Sumertajaya 2005).

2. Menghitung indeks Moran

2.1.Membuat matriks biner dengan menggunakan pendekatan k-tetangga terdekat (k-nearest neighbour)

[

c11 c1j

ci1 cij ]

Elemen cij bernilai 1 jika wilayah j termasuk ke dalam k-tetangga terdekat

bagi wilayah i dan wilayah i termasuk ke dalam k-tetangga terdekat bagi wilayah j. Selain itu, nilai cij bernilai 0.

2.2.Membuat matriks pembobot spasial yang merupakan hasil normalisasi dari matriks biner

2.4.Melakukan pengujian hipotesis indeks Moran. Hipotesis:

H0 : I=0 (Tidak terdapat korelasi diri spasial)

(15)

5

dengan zi merupakan yi yang telah dibakukan (Lee dan David 2001).

3. Membuat plot pencaran Moran dan peta tematik. 4. Membuat model regresi klasik.

4.1.Melakukan pemilihan peubah bebas yang akan dimasukkan ke dalam model dengan metode regresi bertatar (stepwise regression).

4.2.Melakukan uji asumsi regresi klasik meliputi kenormalan sisaan, kebebasan sisaan, kehomogenan ragam sisaan, dan multikolinieritas. 5. Memeriksa ketergantungan spasial menggunakan uji Pengganda Lagrange (PL

/ Lagrange Multiplier). Hipotesis:

Apabila terdapat ketergantungan pada lag, model yang digunakan adalah model regresi diri spasial. Apabila terdapat ketergantungan pada galat, model yang digunakan adalah model galat spasial. Apabila terdapat ketergantungan pada lag dan galat, model yang dihasilkan merupakan gabungan dari keduanya seperti yang dijelaskan pada Bab Tinjauan Pustaka (Ramadhan et al. 2013). 6. Memeriksa keragaman spasial menggunakan uji Breusch-Pagan (BP)

(16)

6

Apabila BP tidak signifikan maka model yang dibentuk adalah model seperti pada langkah 5, namun apabila BP signifikan maka lanjut ke langkah 7 dengan membentuk model RTG sesuai langkah Brunsdon et al. (1996).

7. Menentukan lebar jendela (bandwidth disingkat b) optimum melalui proses iterasi yang menghasilkan nilai Validasi Silang (VS) minimum

S ∑ yi

n

i 1

≠i b

8. Membuat matriks pembobot spasial (W(i)) menggunakan fungsi kernel tetap: wj i exp 12 dbij 2

dengan dij adalah jarak euclidean antara wilayah i dan wilayah j.

9. Menduga parameter model RTG

̂ ui vi i 1 i

dengan W(i) = diag[w1(i), w2(i), ..., wn(i)] ; 0≤ wj i ≤1 dan i,j : 1,2,...,n.

10.Melihat kebaikan model RTG dengan melihat nilai KTG, AIC, dan R2. 11.Menguji signifikansi peubah (Draper dan Harry 1992)

ti ui vi

̂i ui vi

Se ̂i ui vi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Penyakit

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Banyak kasus DBD yang terjadi di Indonesia pada tahun 2012 adalah sebanyak 90 245 kasus dengan kematian sebanyak 816 kasus (Kemenkes 2013). Provinsi dengan kasus DBD yang tinggi terletak di provinsi Sumatera Barat, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, dan Bali. Keragaman kasus penyakit DBD di Indonesia cukup rendah bila dibandingkan dengan keragaman kasus penyakit malaria dan filariasis.

(17)

7 Malaria

Malaria merupakan penyakit menular melalui nyamuk yang merenggut paling banyak korban dibandingkan dengan penyakit menular melalui nyamuk lainnya. Tahun 2012 di Indonesia terhitung ada 417 819, sangat jauh melampaui jumlah penderita DBD dan filariasis (Kemenkes 2013). Dapat dilihat pada Gambar 2, provinsi dengan kasus malaria yang tinggi terdapat di Provinsi Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.

Gambar 2 Sebaran kasus malaria di Indonesia tahun 2012 Filariasis

Tahun 2012 di Indonesia terdapat sebanyak 11 932 kasus. Tidak tercatat adanya kematian yang disebabkan oleh penyakit ini, namun penyakit ini sangat berbahaya sebab bersifat permanen dan sangat mengganggu aktivitas penderitanya (Kemenkes 2013). Dapat dilihat pada Gambar 3, provinsi dengan kasus filariasis yang tinggi terdapat di Provinsi Aceh, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat.

(18)

8

Indeks Kerawanan Penyakit (IKP)

Pembuatan IKP yang menular melalui nyamuk dilakukan dengan penggabungan respon peubah DBD, malaria, dan filariasis menjadi satu peubah. Penggabungan tidak dapat dilakukan dengan menjumlahkan atau menghitung rata-rata dari peubah secara langsung sebab setiap peubah memiliki keragaman yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penggabungan dilakukan dengan metode khusus. Metode pembobotan berdasarkan komponen utama digunakan dalam penelitian ini sebab menurut penelitian Sumertajaya (2005) menyimpulkan bahwa metode ini adalah metode yang paling baik dan dapat digunakan baik pada kelompok peubah berkorelasi rendah maupun tinggi. Bobot tiap jenis penyakit ini berbeda-beda. Besar bobot merepresentasikan keragaman tiap peubah yang dijelaskan oleh komponen utama terpilih.

Perhitungan IKP yang menular melalui nyamuk dapat dilihat pada Lampiran 1. IKP yang menular melalui nyamuk ini nantinya akan digunakan sebagai peubah respon dalam penelitian ini dan dilambangkan dengan Y.

Gambar 4 IKP yang menular melalui nyamuk

Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa sebaran penyakit bersifat mengumpul di provinsi-provinsi yang saling berdekatan. IKP rendah mengumpul di wilayah Jawa, IKP sedang mengumpul di wilayah Sumatera dan Kalimantan, sedangkan IKP tinggi mengumpul di wilayah Papua. Dengan demikian, secara deskriptif dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antar wilayah yang berdekatan. Hal ini dapat diperjelas dengan melakukan uji formal seperti indeks Moran, uji PL, dan uji BP.

Indeks Moran

(19)

9 menyebabkan matriks pembobot spasial tidak dapat terbentuk. Hal tersebut dikarenakan elemen matriks pembobot spasial merupakan hasil pembagian tiap elemen dari matriks biner dengan jumlah elemen tiap barisnya. Sehingga pada penelitian ini, penulis menggunakan kedekatan yang berbasis jarak, yaitu k-tetangga terdekat. Konsep dasar k-k-tetangga terdekatadalah dengan menentukan k tetangga terdekat yang dihitung dari jarak euclidean-nya (Arbia 2006). Nilai k yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat.

Hasil perhitungan indeks Moran bagi IKP menular adalah 0.655. Nilai-p adalah 5.672 x 10-9 kurang dari taraf nyata 5%, sehingga dapat disimpulkan tolak H0 yang artinya terdapat korelasi diri spasial pada peubah IKP yang menular

melalui nyamuk. Nilai indeks Moran yang bernilai positif menunjukkan bahwa terdapat korelasi diri spasial positif yang berarti terdapat kesamaan kerawanan penyakit antara wilayah-wilayah yang berdekatan.

Plot Pencaran Moran

Plot pencaran Moran terbagi menjadi empat kuadran seperti yang terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Plot pencaran Moran IKP yang menular melalui nyamuk

(20)

10

dikelilingi wilayah dengan indeks kerawanan penyakit rendah (Chun dan Daniel 2013).

Plot pencaran Moran kemudian dapat divisualisasikan menjadi sebuah peta tematik. Pada Gambar 6 disajikan hasil visualisasi dari plot pencaran Moran yang signifikan pada Moran lokalnya.

Gambar 6 Indeks Moran lokal

Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa pola IKP yang menular melalui nyamuk di Indonesia bersifat mengelompok. Provinsi Papua dan Papua Barat terletak di kuadran TT sehingga perlu penanganan khusus bagi kedua provinsi itu. Provinsi Maluku Utara masuk ke dalam kuadran RT yang berarti provinsi ini rawan terkena dampak penyakit dari provinsi disekelilingnya. Provinsi-provinsi di Pulau Jawa termasuk ke dalam kuadran RR sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

Model Regresi Klasik

Tidak semua peubah bebas berkorelasi dengan peubah respon sehingga perlu dilakukan pemilihan peubah bebas yang akan digunakan dalam pembentukan model terbaik. Pada proses pemilihan peubah, dilakukan dengan dua cara yaitu regresi bertatar dan regresi himpunan bagian terbaik. Namun ternyata didapatkan hasil yang sama antar kedua metode tersebut. Berdasarkan metode regresi bertatar didapatkan hasil pada Tabel 2.

Tabel 2 Peubah yang masuk dalam model berdasarkan metode regresi bertatar Peubah R2 terkoreksi Galat baku Nilai p

X2 0.49 0.714 0.000

X2, X4 0.62 0.616 0.015

X2, X4, X8 0.664 0.580 0.034

Berdasarkan Tabel 2, dipilih peubah dengan R2 terkoreksi paling besar dan galat baku terkecil, dan dengan nilai p pada uji t masih signifikan dengan taraf nyata 5%, sehingga peubah yang selanjutkan digunakan adalah model dengan peubah X2, X4, dan X8. Model regresi klasik yang dihasilkan adalah

̂ = -1.95 + 0.0548 X2 + 0.0976 X4 + 0.00425 X8

(21)

11 AIC yang dihasilkan cukup besar yaitu 63.40. Oleh karena itu, model ini kurang baik untuk digunakan. Selain itu terdapat pelanggaran asumsi yang dapat menyebabkan hasilnya bias.

Asumsi kenormalan sisaan terpenuhi pada taraf nyata 5% dengan nilai p lebih besar dari 0.15. Begitu pula dengan asumsi tidak adanya multikolinieritas karena nilai VIF<10. Namun apabila melihat plot sisaan pada Lampiran 2, diduga terdapat pelanggaran kehomogenan ragam sisaan. Oleh karena penelitian ini melibatkan wilayah, dikhawatirkan penyebab adanya ketidakhomogenan ragam sisaan disebabkan oleh efek spasial. Efek spasial terdiri dari dua jenis, yaitu ketergantungan spasial dan keragaman spasial. Uji untuk kedua efek ini dilakukan dengan cara berbeda. Uji PL digunakan untuk menguji ada tidaknya ketergantungan spasial, sementara Uji BP digunakan untuk menguji ada tidaknya keragaman spasial.

Uji Pengganda Lagrange (PL)

Uji PL digunakan untuk memeriksa ada tidaknya ketergantungan spasial. Ketergantungan spasial disini ada tiga jenis, yaitu spasial lag, spasial galat, atau gabungan dari keduanya (Ramadhan et al. 2013). Hasil uji PL dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil pada Tabel 3, nilai p dari PL lag kurang dari taraf nyata 5%, artinya terdapat ketergantungan spasial lag pada taraf nyata 5%. Adanya ketergantungan spasial lag dapat ditangani dengan membentuk model regresi diri spasial, namun pembentukan model regresi diri spasial perlu memperhatikan ada tidaknya keragaman spasial. Oleh karena itu, uji keragaman spasial perlu dilakukan.

Tabel 3 Uji pengganda Lagrange

Uji Statistik uji Nilai p

PLgalat 2.9702 0.08481

PLlag 4.2132 0.04011

Uji Breusch-Pagan (BP)

Uji BP digunakan untuk melihat ada tidaknya keragaman spasial antar wilayah. Hasil perhitungan BP adalah 15.0316 dengan nilai p sebesar 0.00179. Statistik uji BP signifikan pada taraf nyata 5%, artinya terdapat keragaman spasial. Oleh karena terdapat keragaman spasial maka perlu dilakukan analisis yang bersifat lokal untuk tiap wilayah yaitu RTG.

Model Regresi Terboboti Geografis (RTG)

Lebar Jendela Optimum

(22)

12

Lebar jendela optimum didapat dengan mencari nilai koefisien VS yang minimum melalui proses iterasi. Iterasi ini dilakukan dengan cara memasukkan berbagai nilai bandwidth ke dalam rumus pada Langkah 7 sampai ditemukan nilai VS yang paling kecil. Lebar jendela optimum yang dihasilkan adalah 440.314 km, dengan nilai koefisien VS sebesar 9.682. Nilai lebar jendela ini kemudian akan digunakan dalam perhitungan fungsi pembobot.

Gambar 7 Penentuan lebar jendela optimum

Fungsi Pembobot

Fungsi pembobot RTG yang digunakan adalah Kernel tetap sebagai berikut berdasarkan Brunsdon et al. (1996).

wj i exp -1/2 440.314dij 2 .

Pendugaan Parameter

Rangkuman dari pendugaan parameter RTG dengan pembobot Kernel tetap dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Pendugaan parameter RTG

Min Q1 Median Q3 Max Global

Intersep -9.861 -1.261 -0.139 -0.029 0.025 -1.954

X2 -0.011 -0.004 0.002 0.039 0.092 0.055

X4 -0.010 0.026 0.044 0.049 0.516 0.098

X8 0.000 0.000 0.000 0.002 0.017 0.004

Berdasarkan Tabel 4, koefisien persentase rumah tangga kumuh (X2)

(23)

13 negatif). Apabila dilihat signifikansinya pada Gambar 8, peubah persentase rumah tangga kumuh (X2) yang bernilai negatif ternyata tidak signifikan. Sama kasusnya

dengan peubah curah hujan (X8). Akan tetapi berbeda halnya dengan peubah rasio

puskesmas (X4). Terdapat beberapa provinsi yang peubahnya signifikan namun

memiliki koefisien negatif seperti terlihat pada Gambar 10. Provinsi tersebut adalah Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan. Dengan demikian, pada provinsi-provinsi tersebut peubah X4 atau rasio

puskesmas berhubungan negatif dengan IKP yang menular melalui nyamuk. Kebaikan Model

Kebaikan modelnya dapat dilihat pada Tabel 5. Model dapat dikatakan lebih baik dengan melihat nilai kuadrat tengah galat (KTG) yang kecil, nilai akaike information criterion (AIC) yang kecil, dan R2 yang besar. Berdasarkan kriteria tersebut, dapat disimpulkan bahwa model RTG lebih baik daripada model regresi klasik.

Tabel 5 Kebaikan model RTG terhadap regresi klasik

Model KTG AIC R2

Regresi klasik 2.4363 63.3986 69.5

RTG 0.0506 -11.6142 97.46

Interpretasi Model

Gambar 8 Peubah bebas yang berpengaruh terhadap IKP oleh nyamuk Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat tiga peubah bebas yang berpengaruh terhadap IKP yang menular melalui nyamuk. Di wilayah timur Indonesia seperti Papua, Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara, semua peubah berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5%. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara hanya dua peubah saja yang berpengaruh, yaitu persentase rumah tangga kumuh (X2) dan curah hujan (X8). Demikian pula dengan

Provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo yang hanya memiliki dua peubah berpengaruh, yaitu persentase rumah tangga kumuh (X2) dan rasio puskesmas

(24)

14

Tenggara Barat, hanya terdapat satu peubah saja yang berpengaruh, yaitu persentase rumah tangga kumuh (X2). Namun demikian, pada provinsi di wilayah

Barat Indonesia serta sebagian wilayah tengah Indonesia tidak memiliki peubah yang signifikan pada taraf nyata 5%.

Model RTG ini merupakan model regresi biasa yang bersifat lokal, sehingga model untuk tiap wilayahnya berbeda. Contohnya adalah sebagai berikut :

Sulut ̂: -2.66829 + 0.05440 X2 + 0.16476 X4 + 0.00305 X8

Malut ̂: -3.98804 + 0.06938 X2 + 0.23038 X4 + 0.00527 X8

NTB ̂: -0.53195 + 0.02905 X2 + 0.00484 X4 + 0.00124 X8

Model untuk provinsi lainnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Berdasarkan Gambar 9, terlihat bahwa semakin ke timur, pengaruh dari persentase rumah tangga kumuh (X2) makin kuat. Di wilayah barat Indonesia,

peubah persentase rumah tangga kumuh (X2) bernilai negatif namun apabila

dilihat pada Gambar 8, peubah tersebut tidak signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi persentase rumah tangga kumuh maka semakin tinggi pula IKP yang menular melalui nyamuk. Oleh karena itu, dapat dilakukan upaya intensif menurunkan persentase rumah tangga kumuh untuk dapat mengurangi kasus penyakit akibat nyamuk.

Gambar 9 Peta keragaman spasial koefisien X2

Dapat dilihat di Gambar 10 bahwa pada wilayah yang pengaruh peubah rasio puskesmasnya (X4) signifikan, ada perbedaan tanda positif dan negatif.

Misalnya saja pada wilayah Sulawesi Tengah, pengaruh rasio puskesmas (X4)

positif, namun untuk wilayah Sulawesi Tenggara dan Selatan pengaruh rasio puskesmas (X4) bernilai negatif. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya

(25)

15

Gambar 10 Peta keragaman spasial koefisien X4

Berdasarkan Gambar 11, terlihat bahwa semakin ke timur, pengaruh dari curah hujan (X8) makin kuat. Di wilayah barat Indonesia, peubah curah hujan (X8)

bernilai negatif namun apabila dilihat pada Gambar 8, peubah tersebut tidak signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi curah hujan di suatu wilayah maka semakin tinggi pula IKP yang menular melalui nyamuk karena nyamuk dapat hidup dengan baik di wilayah dengan curah hujan tinggi.

Gambar 11 Peta keragaman spasial koefisien X8

SIMPULAN

Nilai indeks Moran bagi IKP yang menular melalui nyamuk adalah 0.655, artinya terdapat keterkaitan yang positif antara wilayah-wilayah yang berdekatan. Wilayah dengan IKP yang tinggi berada di Pulau Papua. Model regresi klasik kurang baik digunakan dalam penelitian ini sebab terdapat adanya pelanggaran asumsi keragaman spasial. Oleh sebab itu, digunakan model RTG yang dapat mengatasi hal tersebut. Berdasarkan model RTG, terdapat tiga peubah yang berpengaruh terhadap IKP yang menular melalui nyamuk, yaitu persentase rumah tangga kumuh (X2), rasio puskesmas (X4), dan curah hujan masing-masing

wilayah (X8). Di wilayah timur Indonesia, ketiga peubah tersebut berpengaruh

(26)

16

persentase rumah tangga kumuh (X2) dan rasio puskesmas (X4). Peubah yang

berpengaruh di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara adalah persentase rumah tangga kumuh (X2) dan curah hujan (X8). Sementara itu, pada

Provinsi Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat hanya satu peubah yang berpengaruh terhadap indeks kerawanan penyakit, yaitu persentase rumah tangga kumuh (X2). Provinsi lainnya tidak memiliki

peubah yang signifikan pada taraf nyata 5%.

DAFTAR PUSTAKA

Arbia G. 2006. Spatial Econometrics. Berlin (DE): Springer-Verlag.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Provinsi dalam Angka 2013. 2013. Jakarta (ID): BPS.

Brunsdon C, Andrews SF, Marthin EC. 1996. Geographically Weighted Regression: A Method for Exploring Spatial Nonstationarity. Geographical Analysis. 28(4):282-297.

Chun Y, Daniel AG. 2013. Spatial Statistics and Geostatistics: Theory and Applications for Geographic. London (GB): Sage.

Draper N, Harry S. 1992. Analisis Regresi Terapan. Sumantri B, penerjemah; Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Applied Regression Analysis.

[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta (ID): Kemenkes RI.

Lee J, David WSW. 2001. Statistical Analysis with Arcview GIS. New York (US): J Wiley.

Ramadhan R, Henny P, Maria BM. 2013. Pemodelan Spatial Autoregressive with Autoregressive Disturbances dengan Prosedur GS2SLS. Student Journal: Universitas Brawijaya.

(27)

17 Lampiran 1 Penggabungan respon penyakit menular

Akar ciri 1875632 491 218

Proporsi 1.000 0.000 0.000

Kumulatif 1.000 1.000 1.000

Peubah KU1 KU2 KU2

DBD -0.005432 -0.999599 -0.027788

Malaria 0.999901 -0.005069 -0.013118

Filariasis 0.012972 -0.027857 0.999528

Proporsi kumulatif yang digunakan minimal 75 %, sehingga cukup menggunakan satu komponen utama saja. Model gabungannya adalah sebagai berikut:

3. x 10

(28)

18

Lampiran 2 Pemeriksaan asumsi sisaan regresi klasik 1. Plot kenormalan sisaan

2. Diagram pencar galat dengan nilai dugaan

(29)

19 Lampiran 3 Penduga parameter RTG

(30)

20

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 22 Maret 1992 dari pasangan suami istri Untung Anwar Taufik dan Dedeh Masiroh. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD 5 Wonosobo pada tahun 2004. Selanjutnya, penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP 1 Wonosobo pada tahun 2007. Pada tahun 2010, penulis akhirnya menyelesaikan pendidikan menengah akhir di SMA 1 Wonosobo dan melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah melalui jalur USMI IPB pada mayor Statistika dengan minor Ekonomi dan Studi Pembangunan.

Gambar

Tabel 1 Peubah bebas yang digunakan
Gambar 1 Sebaran kasus DBD di Indonesia tahun 2012
Gambar 2 Sebaran kasus malaria di Indonesia tahun 2012
Gambar 4 IKP yang menular melalui nyamuk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dalam penulisan ini dibahas tentang desain lembar kerja mahasiswa (LKM) dengan menggunakan metode penemuan terbimbing yang dapat digunakan untuk

RPL atau Software Engineering (SE) Disiplin ilmu yang membahas semua aspek produksi perangkat lunak, mulai dari tahap awal spesifikasi sistem sampai pemeliharaan sistem

Dengan mengetahui produktivitas masing-masing alat berat untuk pekerjaan galian yaitu excavator dan dump truck , selanjutnya yang akan dilakukan adalah mengaji

Hasil penelitian pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis bakteri asam laktat isolat indigenus yang mempunyai kemampuan bertahan pada pH 2 dan pH usus yaitu pada

Persepsi remaja usia 14-16 tahun terhadap peranan perawatan dengan menggunakan gigi tiruan dinilai masih

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi karakteristik keluarga penerima program konversi minyak tanah ke LPG, (2) mengidentifikasi persepsi dan sikap ibu

Realisasi strategi segmentasi pemilih dalam kecenderungan penentuan pilihan politik pemilih dilakukan dengan beberapa tahap yaitu identifikasi dasar pemilih, menyusun

No Name DATE OF MOBILIZATION Position Person Numbe r Month s Unit... Amount (Rp.) AMANDMENT