KAJIAN STOK IKAN KUNIRAN
Upeneus moluccensis
(Bleeker, 1855) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG
DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN
NURUL HIKMAH AMALIA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kajian Stok Ikan Kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2014
(Bleeker, 1855) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Dibimbing oleh YONVITNER dan MENNOFATRIA BOER.
Ikan kuniran merupakan ikan demersal yang memiliki nilai ekonomis penting di perairan Selat Sunda dan merupakan salah satu ikan tangkapan dominan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Banten. Tingginya permintaan terhadap ikan kuniran dapat menyebabkan populasi ikan ini menurun akibat kegiatan penangkapan berlebihan yang dilakukan terus menerus. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji stok ikan kuniran di perairan Selat Sunda guna menentukan alternatif pengelolaan yang tepat dan berkelanjutan. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Oktober 2013 dengan interval waktu pengambilan contoh setiap lebih kurang 20 hari. Data primer yang dikumpulkan adalah panjang total, bobot basah, TKG, jenis kelamin, dan bobot gonad melalui pembedahan ikan. Ikan kuniran dominan tertangkap pada TKG I dan TKG II. Pola pertumbuhannya bersifat allometrik negatif. Ikan kuniran betina memiliki memiliki nilai koefisien pertumbuhan (0.17 per tahun) lebih besar dari jantan (0.13 per tahun), sehingga ikan betina memiliki umur yang lebih panjang. Laju eksploitasi ikan kuniran total mencapai 0.73, sehingga diduga telah terjadi tangkap lebih di perairan Selat Sunda. Kata kunci: ikan kuniran, PPP Labuan, selat sunda, stok
ABSTRACT
NURUL HIKMAH AMALIA. Stock Assessment of Goldband Goat Fish Upeneus moluccensis (Blekeer, 1855) in Sunda Strait which landed on PPP Labuan, Banten. Supervised by YONVITNER and MENNOFATRIA BOER.
Goldband goat fish is a demersal fish that has an economically important value in Sunda Strait and it is one of fish catches dominant ashore on PPP Labuan. High of demand of this fish, it was feared that populations of fish will decline due to man activities arrest conducted continously. So conducted a study to assess the Goldband goat fish stock in gulf of Sunda Strait to determine the fish alternative management more appropriate and sustainable. The study was conducted from June to October 2013 with each sampling interval approximately 20 days. Primary data collected were the total length, wet weight, gonad maturity, sex, and weight of fish gonads surgically. Goldband goat fish were dominant caught gonad maturity I and II. The growth pattern was allometric negative. Goldband goat fish female have a growth coefficient (K) is 0.17 per year and for manly is taller 0.13 per year, so females have a longer life. The rate of exploitation of goldband goat fish to 0.73 so that suspected goldband goat in Sunda Strait have overexploited.
NURUL HIKMAH AMALIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2014
KAJIAN STOK IKAN KUNIRAN
Upeneus moluccensis
(Bleeker, 1855) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG
Judul skripsi : Kajian Stok Ikan Kuniran Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten Nama : Nurul Hikmah Amalia
NIM : C24100063
Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan
Disetujui oleh
Dr Yonvitner, SPi MSi Pembimbing I
Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir M Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya Penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Kajian Stok Ikan Kuniran Upeneus
moluccensis (Bleeker, 1855) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP
Labuan, Banten”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana perikanan pada Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan studi kepada Penulis.
2. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2013, kode Mak: 2013. 089. 521219, Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul “Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Sumber daya Ikan Ekologis dan Ekonomis
Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten” yang dilaksanakan oleh
Prof Dr Ir Mennofatria Boer DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia MSi (sebagai anggota peneliti). Beasiswa PPA/BBM yang telah membantu keuangan Penulis untuk menyelesaikan studi.
3. Ali Mashar, SPi MSi selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi selama perkuliahan.
4. Dr Yonvitner, SPi MSi serta Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, nasehat, dan saran untuk Penulis dalam penulisan karya ilmiah ini.
5. Prof Dr Ir M F Rahardjo selaku penguji tamu dan Dr Ir Rahmat Kurnia, MSi selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.
6. Keluarga Penulis Ibu Farida, Bapak Drs H Muhamad HAR, Adik Fajriyansyah dan Inayah Salwa Amalia yang telah memberikan banyak motivasi, doa dan dukungan kepada Penulis baik moril maupun materil. 7. Joel Septiadi atas doa, motivasi dan dukungannya kepada Penulis selama
kuliah di IPB.
8. Sahabat Penulis (Rosilia, Dini, Andini, Runi, Yusron, Adek, dan Novan), Asisten Bioper 2014, dan teman seperjuangan penelitian BOPTN Labuan, atas semangat, dukungan, dan doa kepada Penulis.
Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan 2
Manfaat 2
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian 2
Metode Pengumpulan Data 2
Analisis Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil 10
Pembahasan 18
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 22
Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 25
2 Rasio kelamin berdasarkan waktu pengambilan contoh 11 3 Parameter pertumbuhan ikan kuniran berdasarkan model von
Bertalanffy 15
4 Laju mortalitas dan eksploitasi ikan kuniran di PPP Labuan,
Banten 17
5 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip) 17 6 Parameter pertumbuhan dari beberapa hasil penelitian 21
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian 3
2 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan kuniran betina 11 3 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan kuniran jantan 12 4 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kuniran betina 13 5 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kuniran jantan 14 6 Hubungan panjang bobot ikan kuniran betina 15 7 Hubungan panjang bobot ikan kuniran jantan 15 8 Kurva pertumbuhan von Bertalanffy ikan kuniran betina 16 9 Kurva pertumbuhan von Bertalanffy ikan kuniran jantan 16 10 Model produksi surplus dengan pendekatan model Fox 18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Uji Chi-square terhadap proporsi kelamin ikan kuniran 26 2 tingkat kematangan gonad ikan kuniran betina 26 3 Tingkat kematangan gonad ikan kuniran jantan 27 4 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran 27 5 Dugaan kelompok umur ikan kuniran betina dan jantan 28
6 Hubungan panjang dan bobot ikan kuniran 28
7 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan kuniran 29 8 Proses penentuan laju mortalitas (Z) melalui kurva
yang dilinierkan berdasarkan data panjang 30
9 Pendugaan mortalitas ikan kuniran 32
10 Model produksi surplus 34
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan kuniran (Upeneus moluccensis) merupakan ikan dominan yang ditangkap di perairan Selat Sunda dan didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Hal ini dibuktikan dengan hasil tangkapan ikan kuniran yang selalu meningkat setiap tahun sebesar lebih kurang 2000 ton tiap tahunnya. Pada tahun 2013 hasil tangkapannya turun menjadi 1076 ton, walaupun masih 16% dari jumlah tangkapan total (DKP Pandeglang 2013). Penangkapan ikan kuniran dilakukan setiap hari sepanjang tahun.
Ikan kuniran merupakan ikan demersal yang memiliki nilai ekonomis penting disertai permintaan yang terus meningkat. Hal ini menjadikan ikan kuniran sebagai salah satu target utama penangkapan nelayan. Permintaan ikan kuniran meningkat dari tahun ke tahun, baik dalam bentuk segar maupun yang telah diolah. Pemanfaatan dan eksploitasi yang tinggi terhadap ikan kuniran mengakibatkan stok ikan kuniran di perairan Selat Sunda terus menurun. Hal yang telah disebutkan menjadi dasar perlunya pengkajian mengenai stok ikan kuniran di perairan Selat Sunda untuk menjadi salah satu faktor pertimbangan utama dalam menetapkan strategi pengelolaan perikanan. Oleh karena itu, penelitian mengenai sumber daya ikan khususnya stok ikan kuniran penting dilakukan untuk mengetahui informasi sumber daya ikan kuniran yang terdapat di perairan Indonesia, khususnya di perairan Selat Sunda.
Perumusan Masalah
Salah satu model pendugaan stok ikan yang dapat digunakan adalah model analisys length frequency. Data yang digunakan pada model analisys length frequency adalah data panjang dan bobot ikan. Berdasarkan model tersebut, dapat diketahui parameter pertumbuhan ikan di antaranya, distribusi frekuensi panjang, pola pertumbuhan, laju mortalitas dan laju eksploitasi.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi stok ikan kuniran (Upeneus moluccensis) di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa informasi terkait kondisi stok ikan kuniran sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan ikan kuniran secara berkelanjutan.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengambilan contoh ikan kuniran dilakukan di PPP Labuan, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan contoh data primer dilakukan sebanyak tujuh kali, dimulai pada Bulan Juni 2013 hingga Oktober 2013 dengan interval waktu pengambilan contoh lebih kurang 20 hari. Analisis data dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan data sekunder dilakukan selama penelitian berlangsung. Gambar 1 menunjukkan lokasi penelitian dan daerah penangkapan dari ikan yang didaratkan.
Pengumpulan Data
3
kematangan gonad (TKG) dapat diketahui dengan membedah ikan kuniran tersebut dan mengamati gonad ikan secara morfologi yang dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Bagian Manajemen Sumber Daya Perikanan, Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian
Data sekunder didapatkan selama penelitian berlangsung dengan mengumpulkan data arsip statistik produksi ikan dan data upaya alat tangkap di kantor pengelola PPP Labuan Banten, Kementerian Kelautan dan Perikanan Kabupaten dan Provinsi Banten. Informasi lainnya diperoleh melalui wawancara nelayan dan penduduk sekitar PPP Labuan.
Analisis Data
Rasio Kelamin
Rasio kelamin adalah perbandingan jumlah frekuensi ikan kuniran jantan dan betina dalam suatu populasi. Rasio jantan betina ini dapat dihitung menggunakan rumus (Effendie 2002).
p = A
Bx 100% (1)
� = ∑ �−�� 2
�� (2)
� adalah nilai peubah acak yang sebaran penarikan contohnya mengikuti sebaran khi kuadrat (Chi-square), oi adalah frekuensi ikan jantan dan betina
yang diamati dan ei adalah frekuensi harapan ikan jantan dan betina.
Tingkat Kematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah (Effendie 2002). Penentuan tingkat kematangan gonad ikan kuniran ditentukan secara morfologi menggunakan klasifikasi dari modifikasi Cassie pada Tabel 1. Data yang dibutuhkan dalam tingkat kematangan gonad adalah ukuran gonad dan bentuk morfologi gonad. Tahap-tahap perkembangan gonad ikan ditentukan secara morfologi yang merupakan modifikasi dari Cassie in Effendie (2002) (Tabel 1).
Tabel 1 Penentuan TKG secara morfologi (Cassie in Effendie 2002)
TKG Betina Jantan
I Ovari seperti benang, panjang
sampai depan rongga tubuh, permukaannya licin
Testes seperti benang, warna jernih, dan ujungnya terlihat di rongga tubuh
II Ukuran ovari lebih besar. Warna ovari kekuningang, dan telur belum terlihat jelas
Ukuran testes lebih besar pewarnaan seperti susu
III Ovari berwarna kuning dan secara morfologi telur mulai terlihat
Permukaan testes tampak bergerigi, warna makin putih dan ukuran makin besar
IV Ovari makin besar, telur
berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3 rongga perut
Dalam keadaan diawet mudah putus, testes semakin pejal
V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat didekat pelepasan
5
Ukuran Pertama Kali Matang Gonad
Metode yang digunakan untuk menduga ukuran rata-rata ikan kuniran yang pertama kali matang gonad adalah metode Spearman-Karber (Udupa 1986):
m= [ + x2 ] − (x∑pi) (3)
sehingga,
M = antilog m
dan selang kepercayaan 95% bagi log M dibatasi sebagai:
= �� ( ± 1.96 √ ∑ � �
− ) (4)
m adalah log panjang ikan pada kematangan gonad pertama, adalah log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad, x adalah log pertambahan panjang pada nilai tengah, pi adalah proporsi ikan matang
gonad pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan pada selang panjang ke-i, ni adalah jumlah ikan pada kelas panjang ke-i, qi adalah 1 – pi, dan M adalah
panjang ikan pertama kali matang gonad.
Sebaran Frekuensi Panjang dan Identifikasi Kelompok Umur
Sebaran frekuensi panjang ditentukan dengan menggunakan data panjang total ikan kuniran (Upeneus moluccensis). Data panjang ikan kuniran dikelompokkan ke dalam beberapa kelas panjang, sehingga setiap kelas panjang ke-i memiliki frekuensi (fi). Identifikasi kelompok umur dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang melalui metode NORMSEP (Normal Separation) (FISAT II, FAO-ICLARM Stock Assesment Tool). Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang menyebar dengan nilai rata-rata panjang dan simpangan baku pada masing-masing kelompok umur (Gayanilo et al. 1994 in Oktaviyani 2013). Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi ikan
dalam kelas panjang ke-i (i = 1, 2, ..., N), µj adalah rata-rata panjang kelompok
umur ke-j dan pj adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j= 1, 2, ...,
G), maka fungsi objektif yang digunakan untuk menduga {µj, σj, pj} adalah
fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function):
yang merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µj dan
simpangan baku σj, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap µj, σj dan pj, sehingga diperoleh dugaan µj, σj, dan pj yang akan
digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan.
Hubungan Panjang Bobot
Analisis hubungan panjang-bobot ikan kuniran dihitung menggunakan rumus yang umum sebagai berikut (Effendie 2002).
W = aLb (7)
W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a adalah konstanta dan b adalah penduga pola hubungan panjang-bobot. Rumus umum tersebut bila ditransformasikan ke dalam logaritma, akan diperoleh persamaan:
Log W = Log a + b Log L (8)
Penduga a dan b yang digunakan diperoleh dari analisis regresi dengan
Log W sebagai ordinat (y) dan Log L sebagai absis (x), sehingga didapatkan
persamaan regresi:
yi=β0+β1Xi+εi (9)
sebagai model observasi dan
ŷi=b0+b1xi (10)
dan konstanta diduga dengan:
b0=̅y-b1x̅ (12)
sedangkan a dan b diperoleh melalui hubungan b = b1 dan a = 10b0.
Hubungan panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai konstanta b (sebagai penduga tingkat kedekatan hubungan kedua parameter), yaitu dengan hipotesis:
7
2. Bila � ≠ 3, dikatakan memiliki hubungan allometrik, yaitu pola pertumbuhan allometrik ada dua macam, yaitu allometrik positif (b>3) yang mengindikasikan pertumbuhan bobot lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan panjang dan allometrik negatif (b<3) mengindikasikan pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan bobotnya.
Selanjutnya untuk menguji hipotesis tersebut digunakan uji statistik sebagai berikut.
thitung=|b-3S
b| (13)
�� adalah galat baku dugaan b1 atau b yang diduga melalui hubungan:
s2
kepercayaan 95%. Pengambilan keputusan pola pertumbuhan ikan dilakukan sebagai berikut. Jika thitung > ttabel, maka hipotesis nol (H0) dapat ditolak,
sehingga pola pertumbuhan allometrik. Jika thitung < ttabel, maka hipotesis nol
(H0) gagal ditolak, sehingga pola pertumbuhan isometrik (Walpole 1995).
Parameter Pertumbuhan
Pertumbuhan dapat diduga dengan menggunakan model pertumbuhan von Bertalanffy (Sparre dan Venema 1999).
Lt=L∞[1-e-K t-t0 ] (15) Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan � dan L∞ dilakukan dengan menggunakan metode Ford Wallford yang diturunkan dari model von Bertalanffy untuk t sama dengan t+1, sehingga persamaannya menjadi:
Lt+1 =L∞ (1-e-K t+1-t0 ) (16) Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur t+1 (satuan waktu), L∞ adalah
panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (persatuan waktu), dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang
ikan sama dengan nol. Kedua rumus di atas disubstitusikan dan diperoleh persamaan:
Lt+1-Lt=[L∞-Lt][1-e-K] (17) atau:
Persamaan terakhir di atas diduga dengan persamaan regresi linier = + , dengan Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap Lt+1 sebagai ordinat (y)
sehingga terbentuk kemiringan (slope) sama dengan e-K dan titik potong
dengan nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1984):
log -t0 =0.3922-0.2752 logL∞ -1.038 log K (21)
Keterangan:
t0 : Umur ikan pada saat panjang ikan 0
L∞ : Panjang asimtotik ikan (mm)
K : Koefisien laju pertumbuhan (mm/satuan waktu)
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Menurut Sparre dan Venema (1999) parameter mortalitas meliputi mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F), dan mortalitas total (Z). Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:
ln ∆t LC (L1+L2)
1,L 2 = h – Z t
L1+L2
2 (22)
Persamaan (22) diduga melalui persamaan regresi linear sederhana y = b0+b1x,
9
F = Z – M (25)
Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) dengan mortalitas total (Z) Pauly (1984):
E = F+MF = FZ (26)
Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971):
F optimum = M sehingga E optimum = 0.5 (27)
Model Produksi Surplus
Pendugaan potensi ikan kuniran dapat diduga dengan model produksi surplus Schaefer dan Fox yang menganalisis hasil tangkapan (catch) dan upaya penangkapan (effort). Model ini dapat diterapkan apabila diketahui dengan baik hasil tangkapan per unit upaya tangkap (CPUE) atau berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun. Upaya penangkapan harus mengalami perubahan substansial selama waktu yang dicakup (Sparre dan Venema 1999). Tingkat upaya penangkapan optimun ( � ) dan tangkapan maksimum lestari (MSY) dapat diduga melalui persamaan:
ct
ft=a-bft (28)
dan
lnct
ft=a-bft (29)
masing-masing untuk model Schaefer dan model Fox, sehingga diperoleh dugaan fMSY untuk Schaefer dan Fox adalah:
fMSY= 2ba (30)
dan
fMSY= 1b (31)
dan MSY masing-masing untuk Schaefer dan Fox:
dan
MSY = 1
be(a-1) (33) Keterangan:
a : Perpotongan b : Kemiringan e : Exponen
�� : Hasil tangkapan (ton) � : Upaya tangkap (trip)
Selanjutnya dilakukan pembandingan nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai koefisien korelasi (r) dari kedua model tersebut. Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi dan determinasi yang lebih tinggi.
Berdasarkan MSY dari model yang dipilih ditentukan potensi lestari (PL) ikan kuniran. Selanjutnya ditentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau total allowable catch (TAC) dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dapat ditentukan dengan analisis produksi surplus dan berdasarkan prinsip kehati-hatian Syamsiah (2010) sebagai berikut.
PL = 90% x MSY (34)
sehingga dapat ditentukan:
TAC = 80% x PL (35)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Rasio Kelamin
Rasio kelamin adalah perbandingan jenis kelamin jantan dan betina. Penentuan jenis kelamin dilakukan secara morfologi. Kestabilan populasi ikan yang ada di alam dapat diketahui dengan cara menghitung nisbah kelamin atau proporsi jenis kelamin. Tabel 2 memperlihatkan rasio kelamin dari ikan kuniran pada setiap pengambilan contoh.
11
Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah (Effendie 2002). Pada Gambar 2 dan 3 disajikan grafik tingkat kematangan gonad (TKG) ikan kuniran betina dan jantan pada setiap pengambilan contoh berdasarkan selang kelas panjang ikan (Lampiran 2 dan 3).
Gambar 2 menggambarkan bahwa ikan kuniran betina TKG II hampir ada pada semua selang kelas. Sedangkan pada ikan kuniran jantan (Gambar 3) dominan tertangkap pada TKG I dan II di setiap selang kelas. Ikan kuniran betina yang matang gonad tertangkap pada selang kelas 105-189 (Gambar 2), sedangkan untuk ikan kuniran jantan pada selang kelas 107-181 (Gambar 3) tertangkap ikan yang sedang matang gonad.
Gambar 2 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan kuniran betina
Gambar 3 Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan kuniran jantan
Kelompok Umur
Analisis kelompok umur dilakukan berdasarkan distribusi frekuensi panjang total dari ikan yang diamati pada setiap waktu pengambilan contoh. Analisis sebaran frekuensi panjang dapat digunakan untuk menduga umur ikan dan kelompok umur ikan. Hal ini disebabkan frekuensi panjang ikan tertentu menggambarkan umur yang sama dan cenderung membentuk sebaran normal.
Berdasarkan Gambar 4 dan 5 diketahui adanya pergeseran kelompok umur pada ikan kuniran betina dan jantan pada bulan Juli-Agustus. Pergeseran kelompok umur ke arah kanan menandakan terjadinya pertumbuhan pada ikan kuniran betina dan jantan (Lampiran 5).
Hubungan Panjang dan Bobot
Analisis hubungan panjang bobot digunakan untuk menduga pola pertumbuhan suatu organisme. Gambar 6 dan 7 menyajikan hasil analisis hubungan panjang dan bobot ikan kuniran betina dan jantan (Lampiran 6).
Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang bobot ikan kuniran, diketahui bahwa ikan kuniran betina memiliki persamaan W = 0.00002L2.971, sedangkan untuk ikan kuniran jantan memiliki persamaan W = 0.00003L2.809.
15
Gambar 6 Hubungan panjang bobot ikan kuniran betina
Gambar 7 Hubungan panjang bobot ikan kuniran jantan
Parameter Pertumbuhan
Hasil analisis parameter pertumbuhan terhadap ikan kuniran mencakup koefisien pertumbuhan (K), panjang asimtotik atau panjang yang tidak dapat dicapai oleh ikan (L∞) dan umur teoritik ikan pada saat panjang ikan nol (t0) dapat dilihat pada Tabel 3 (Lampiran 7).
Tabel 3 Parameter pertumbuhan ikan kuniran berdasarkan model von Bertalanffy
Parameter Pertumbuhan Betina Jantan
L∞ (mm) 195.33 202.92
K (tahun) 0.17 0.13
t0 -0.59 -0.76
Persamaan pertumbuhan model von Bertalanffy untuk ikan kuniran betina berdasarkan Tabel 3 adalah Lt = 195.33 (1-e -0.17(t+059)) dan untuk ikan
kuniran jantan adalah Lt = 202.92 (1- e -0.13(t+0.76)). Kurva pertumbuhan von
Bertalanffy ikan kuniran betina dan ikan kuniran jantan disajikan pada Gambar 8 dan 9.
Gambar 8 Kurva pertumbuhan von Bertalanffy ikan kuniran betina
Gambar 9 Kurva pertumbuhan von Bertalanffy ikan kuniran jantan
Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan kuniran dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang (Lampiran 8). Informasi mengenai laju mortalitas dan laju eksploitasi disajikan pada Tabel 4.
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa nilai mortalitas penangkapan ikan kuniran jantan dan betina lebih besar dari nilai mortalitas alami. Laju eksploitasi ikan kuniran jantan dan betina, masing-masing sebesar 0.73 dan 0.70 (Lampiran 9).
0 50 100 150 200
-1 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
L
t
(mm)
t (tahun)
Lt= 195.33 (1- e -0.17(t+0.59))
0 50 100 150 200
-1 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
L
t
(mm)
t (tahun)
17
Tabel 4 Laju mortalitas dan eksploitasi ikan kuniran di PPP Labuan, Banten
Parameter Nilai (per bulan)
Jantan Betina
Mortalitas Penangkapan (F) 0.56 0.57
Mortalitas Alami (M) 0.20 0.24
Mortalitas Total (Z) 0.76 0.81
Eksploitasi (E) 0.73 0.70
Model Produksi Surplus
Model produksi surplus digunakan untuk menentukan upaya optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu tangkapan maksimum lestari. Data hasil tangkapan ikan kuniran dan upaya penangkapan disajikan pada Tabel 5 (DKP Kabupaten Pandeglang 2013).
Berdasarkan Tabel 5, hasil tangkapan ikan kuniran mengalami fluktuasi dengan upaya penangkapan yang terus meningkat mulai dari tahun 2009 (Lampiran 10). Hasil tangkapan ikan kuniran tertinggi terjadi pada tahun 2004, yaitu 1871 ton dengan upaya penangkapan 502 trip. Terendah terjadi pada tahun 2013, yaitu 1076.2 ton dengan upaya penangkapan 1088.83 trip. Analisis potensi sumber daya ikan kuniran menggunakan model Fox. Tabel 5 Hasil tangkapan (ton) dan upaya penangkapan (trip)
Tahun Hasil Tangkapan (ton) Upaya (trip)
2003 1661.80 838.73
2004 1871.00 502.73
2005 1274.70 510.57
2006 1211.50 327.00
2007 1332.00 339.63
2008 1486.60 327.97
2009 1389.40 1172.77
2010 1238.40 1111.76
2011 1204.20 1117.25
2012 1456.40 1275.15
Gambar 10 Model produksi surplus dengan pendekatan model Fox Hasil analisis menunjukkan bahwa model produksi surplus ikan kuniran dengan menggunakan pendekatan model Fox memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 94%. Pada pendekatan model ini diperoleh upaya penangkapan optimum (fmsy) ikan kuniran sebanyak 646 trip per tahun dengan
nilai MSY 1589 ton per tahun dan jumlah tangkapan ikan kuniran yang diperbolehkan atau total allowable catch (TAC) sebesar 1144 ton per tahun.
Pembahasan
Rasio Kelamin
Perbandingan antara ikan kuniran betina dan jantan secara keseluruhan adalah 1:1.5. Ikan kuniran jantan yang tertangkap di perairan Selat Sunda lebih banyak dibandingkan dengan ikan kuniran betina. Setelah dilakukan uji Chi-square diperoleh hasil bahwa proporsi ikan kuniran dalam keadaan yang tidak seimbang. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Husna (2012) di perairan Selat Sunda yang menghasilkan perbandingan 1:1.25. Variasi dalam rasio kelamin sering terjadi akibat adanya 3 faktor, yaitu perbedaan pola tingkah laku, perbedaan laju mortalitas, dan laju pertumbuhan antara ikan jantan dan betina (Effendie 1997). Sementara menurut Ismen (2005) perbedaan pada rasio jenis kelamin terjadi karena adanya perbedaan panjang (atau usia), kematangan seksual dan perbedaan dalam distribusi panjang akibat perbedaan kedalaman (Ismen 2005).
Martasuganda et al. (1986) in Susilawati (2000) menyatakan bahwa perbandingan ikan jantan dan betina dalam suatu populasi diharapkan dalam keadaan yang seimbang, yaitu 1:1. Menurut Wahyuno et al. (1983), apabila jantan dan betina dalam keadaan seimbang atau betina lebih banyak dapat diartikan bahwa populasi tersebut masih ideal untuk mempertahankan kelestarian.
0 500 1000 1500
0 1000 2000 3000 4000
19
Tingkat Kematangan Gonad
Pencatatan tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi dengan yang tidak melakukan reproduksi (Affandi et al. 2007). Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode Sperman Karber (Udupa 1986), dugaan ukuran pertama kali matang gonad (Lm) ikan berada pada ukuran 130.75-143.37 mm
untuk betina dan 120.58-146.40 untuk jantan (Lampiran 4). Pada penelitian Husna (2012) tercatat ukuran pertama kali ikan kuniran matang gonad untuk betina sebesar 144 mm dan jantan sebesar 159 mm. Sementara ukuran pertama kali matang gonad untuk ikan Upeneus sulphureus di perairan Utara Jawa, untuk ikan jantan pada ukuran panjang 115 mm dan ikan betina pada ukuran panjang 120 mm (Herianti dan Subani 1993). Ukuran waktu pertama kali matang gonad bervariasi antarspesies dan di dalam spesies (Udupa 1986), di antaranya disebabkan oleh perbedaan kecepatan adaptasi ikan (Busing 1987 in Susilawati 2000), serta adanya perbedaan kondisi perairan. Pada suatu pengusahaan perikanan seharusnya membiarkan sebagian ikan-ikan dengan panjang yang sama atau lebih besar dari Lm untuk melakukan
reproduksi, agar tidak mengganggu proses perkembangbiakan yang dapat membahayakan kelestarian sumber daya (Brojo dan Sari 2002).
Sebaran Frekuensi Panjang dan Identifikasi Kelompok Umur
Frekuensi panjang ikan kuniran total menyebar dari selang kelas panjang 85-185 mm. Apabila dibandingkan dengan penelitian Saputra et al. (2009), panjang ikan kuniran total yang tertangkap di perairan Selat Sunda berkisar antara 82-268 mm. Perbedaan ukuran panjang ikan yang tertangkap dapat disebabkan oleh waktu dan lokasi pengambilan contoh yang berpengaruh terhadap kemampuan pertumbuhan ikan di perairan tersebut. Menurut Boer (1996), penggunaan histogram frekuensi panjang sering dianggap teknik yang paling sederhana diterapkan untuk mengetahui tingkatan stok ikan, tetapi yang perlu dicatat bahwa struktur data panjang sangat bervariasi tergantung letaknya, baik secara geografis, habitat, maupun tingkah laku. Spesies ikan yang sama tapi hidup pada lokasi perairan yang berbeda akan mengalami pertumbuhan yang berbeda pula karena adanya faktor dalam dan faktor luar. Menurut Effendie (2002), faktor dalam adalah faktor yang umumnya tidak dapat dikontrol seperti keturunan, jenis kelamin, umur, parasit, dan penyakit. Faktor luar utama yang mempengaruhi pertumbuhan ikan, yaitu perbedaan suhu dan ketersediaan makanan.
Hubungan Panjang dan Bobot
Terdapat dua model matematik yang dapat digunakan untuk menduga suatu pertumbuhan, yaitu model yang berhubungan dengan bobot dan model yang berhubungan dengan panjang (Effendie 2002). Pada penelitian ini hampir keseluruhan ikan kuniran, baik jantan maupun betina memiliki tipe pertumbuhan allometrik negatif. Analisis hubungan panjang dan bobot pada ikan kuniran betina menghasilkan nilai b sebesar 2.971, sedangkan untuk ikan jantan menghasilkan nilai b sebesar 2.809. Nilai konstanta b dipengaruhi oleh tingkat perkembangan ontogenik, seperti perbedaan umur, tingkat kematangan gonad, dan jenis kelamin (Dulcic et al. in Kunto 2005). Tipe pertumbuhan allometrik negatif menandakan bahwa pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan bobot. Penelitian ini serupa dengan penelitian yang telah dilakukan Ruth (2011) yang menyebutkan bahwa ikan kuniran memiliki tipe pertumbuhan allometrik negatif.
Parameter Pertumbuhan
Parameter pertumbuhan diduga dengan menggunakan metode Ford Walford. Data panjang yang digunakan diperoleh dari hasil analisis metode NORMSEP dalam program FISAT II. Hasil analisis menunjukkan bahwa koefisien pertumbuhan (K) ikan kuniran jantan lebih rendah daripada ikan betina. Menurut Sparre dan Venema (1999), semakin rendah koefisien pertumbuhan, semakin lama waktu yang dibutuhkan spesies tersebut untuk mendekati panjang asimtotik, dan sebaliknya. Hasil analisis beberapa penelitian mengenai ikan kuniran disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Parameter pertumbuhan ikan kuniran dari beberapa hasil penelitian
Sumber Lokasi Parameter Pertumbuhan
K L∞
Syamsiah (2010) Ozvarol et al. (2010)
21
Laju Mortalitas dan Eksploitasi
Suatu stok sumber daya ikan akan mengalami penurunan akibat tingkat kematian atau mortalitas yang tinggi. Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan kuniran dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinierkan, berbasis data panjang. Laju mortalitas penangkapan (F) ikan kuniran betina dan jantan lebih besar dibandingkan dengan laju mortalitas alami (M). Hal ini menandakan bahwa ikan kuniran jantan dan betina lebih banyak mati akibat aktivitas penangkapan.
Mortalitas dari suatu spesies ikan digunakan untuk memperkirakan tingkat eksploitasi ikan tersebut (Khan et al. 2003 in Oktaviyani 2013). Penentuan laju eksploitasi (E) didapatkan dari hasil bagi antara laju mortalitas penangkapan (F) dengan laju mortalitas total (Z). Semakin besar aktivitas penangkapan maka keberadaan sumber daya ikan tersebut akan semakin terancam. Laju eksploitasi ikan kuniran betina dan jantan masing sebesar 0.70 dan 0.73. Menurut Gulland (1971) in Pauly (1984), angka eksploitasi optimal sebesar 0.50, sehingga angka tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan analisis laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan kuniran di perairan Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih.
Model Produksi Surplus
Hasil analisis produksi surplus menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) dengan model Fox, yaitu 0.94 yang berarti model ini dapat mewakili keadaan sebenarnya sebesar 94%. Model Fox menduga upaya optimum (fmsy) sebesar 646 trip per tahun dan maximum sustainable yield
(MSY) sebesar 1589 ton per tahun. Keadaan ini mengindikasikan bahwa ikan kuniran di perairan Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih karena hasil tangkapan tidak mencapai nilai hasil tangkap maksimum, sedangkan upaya penangkapan telah melebihi upaya tangkap optimum.
Jika dibandingkan dengan tahun 2012, hasil tangkapan ikan kuniran mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya bahwa ikan kuniran mengalami penurunan stok. Penurunan stok ikan disebabkan oleh dua faktor, yaitu mortalitas alami dan eksploitasi spesies yang berupa mortalitas penangkapan. Mortalitas alami disebabkan oleh kematian ikan, terutama predasi, sedangkan mortalitas penangkapan disebabkan oleh kegiatan penangkapan (King 1995).
Pengelolaan Ikan Kuniran
melakukan reproduksi karena ikan kuniran yang dominan tertangkap di Selat Sunda memiliki TKG 1 dan TKG 2.
Menurut FAO (1997) menyatakan bahwa pengelolaan perikanan adalah proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya, dan implementasi dari aturan-aturan lain di bidang perikanan dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sekunder dan penyampaian tujuan perikanan. Walaupun sumber daya ikan laut merupakan sumber daya dapat pulih (renewable resources), akan tetapi sumber daya ikan ini bukan tidak terbatas. Guna menjamin kelestarian sumber daya, pemanfaatan sumber daya ikan tidak boleh melebihi potensinya (FAO 1996 in Susilo 2009). Tingginya aktivitas penangkapan akan mempengaruhi ketersediaan stok dari ikan (Oktaviyani 2013). Untuk mencegah kondisi perikanan seperti ini, diperlukan suatu pengelolaan yang dapat mengurangi laju eksploitasi dari ikan kuniran (Upeneus moluccensis) serta pemanfaatannya yang lestari dan berkelanjutan.
Pengelolaan ikan kuniran di Selat Sunda dapat berupa pengaturan upaya penangkapan yang mengacu pada jumlah tangkapan yang diperbolehkan dan upaya penangkapan yang optimum (Lampiran 11). Selain itu, pendekatan rencana pengelolaan pada penelitian ini adalah menggunakan konsep MSY dengan model Fox, yaitu upaya penangkapan tidak melebihi 646 trip per tahun dengan MSY 1589 ton per tahun dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau total allowable catch (TAC) sebesar 1144 ton per tahun.
Pengelolaan juga dapat dilakukan dengan penggunaan alat tangkap selektif melalui pengaturan ukuran mata jaring. Penetapan sanksi yang tegas perlu diberlakukan bagi pelanggar kebijakan dan kerjasama antara stakeholder, agar kelestarian sumber daya ikan tetap terjaga dan nelayan sejahtera.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
23
Saran
Upaya Pengelolaan ikan kuniran di perairan Selat Sunda yang dapat dilakukan berupa pengaturan upaya penangkapan yang mengacu pada jumlah tangkapan yang diperbolehkan (TAC) sebesar 1144 ton per tahun dan penurunan upaya penangkapan sebesar 40.67% trip per tahun, sehingga dapat menghasilkan hasil tangkapan maksimum (MSY) sebesar 1589 ton per tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi R, Sulistiono, Firmansyah A, Sofiah S, Brojo M, Mamengke J. 2007. Aspek biologi ikan butini (Glossogobius Matanensis) di Danau Towuti, Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 14(1): 13-22.
Amri K. 2008. Hubungan kondisi oseanografi (suhu permukaan laut, klorofil-A, dan arus) dengan hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan Selat Sunda. Jurnal Lit. Perikanan Indonesia. 14(1): 51-61.
Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan (L∞, K, t0) berdasarkan
data frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 4(1): 75-84.
Brojo M, Sari RP. 2002. Biologi reproduksi ikan kurisi Nemipterus tambuloides (Blk.) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Labuan, Pandeglang. Jurnal Iktiologi Indonesia. 2(1): 9-13
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID). Yayasan Pustaka Nusatama. 163 hal.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2013. Data Statistik Perikanan Tangkap Kabupaten Pandeglang, Banten.
Fadlian R. 2012. Kajian stok ikan kuniran Upeneus moluccensus (Bleeker, 1855) di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[FAO] Food Agriculture Organization. 1997. Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO Rome. Italy.
Gulland JA. 1971. The fish resources of the ocean. West Byfleet, Surrey. Fishing News for FAO. Revised edition of FAO Fish. 425 hal.
Handayani T. 2006. Aspek biologi ikan lais di Danau lais. Journal of Tropical Fisheries. 1(1): 12-23.
Herianti I, Subani W. 1993. Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad beberapa jenis ikan demersal di perairan Utara Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Laut (78): 46-58.
Irhamni W. 2009. Potensi pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang dan dukungan PPP Labuan.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ismen A. 2005. Age, growth and reproduction of the Goldband Goatfish, Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) in Iskenderun Bay, the Eastern Mediterranean. Turk J Zool. 25: 301-309.
Kunto P, Katamirardja ES. 2005. Pertumbuhan, mortalitas, dan kebiasaan makan ikan tawes (Barbodes gonionotus) di Waduk Wonogiri. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia . 11(2):1-7.
Oktaviyani.S. 2013. Kajian stok ikan kurisi Nemipterus japonicas (Bloch, 1791) di perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ozvarol ZAB, Balci BA, Tasli MGA, Kaya Y, Pehlian M. 2010. Age, growth and reproduction of Goldband Goatfish (Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855)) from the Gulf of Antalya (Turkey). Journal of Animal and Veterinary Advances. 9 (5): 939-945.
Pauly D. 1984. Fish population dynamics in tropical waters: a manual for use with programmable calculator. ICLARM. Manila. Filipina. 325 hal. Prahadina VD. 2013. Kajian stok ikan kembung lelaki Rastrelliger kanagurta
(Cuvier,1817) di perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ruth EK.2011. Kajian stok dan analisis ketidakpastian ikan kuniran Upeneus
sulphureus (Cuvier,1829) dengan menggunakan sidik frekuensi panjang yang didaratkan di TPI Cilincing, Jakarta.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Saputra WS, Soedarsono P, Sulistyawati GA. 2009. Beberapa aspek biologi Ikan Kuniran (Upeneus spp) di perairan Demak. Jurnal Saintek Perikanan. 5(1):1-6.
Susilawati R. 2000. Aspek biologi reproduksi, makanan, dan pola pertumbuhan ikan biji nangka (Upeneus moluccensis Blkr.) di perairan Teluk Labuan, Jawa Barat.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Susilawati R, Sjafei DS. 2001. Beberapa aspek biologi ikan Biji Nangka (Upeneus moluccensis Blkr.) di perairan Teluk Labuan, Banten. Jurnal Ikhtiologi Indonesia. IPB. 1(2): 35-39.
Susilo SB. 2009. kondisi stok ikan perairan Pantai Selatan Jawa Barat. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 16(1): 39-46.
Syakila S. 2009. Studi dinamika stok ikan tembang (Sardinella fimbriata) di Teluk Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Syamsiah NN. 2010. Studi dinamika stok ikan biji nangka Upeneus sulphureus (Cuvier, 1829) di perairan Utara Jawa yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Spare P, Venema SC. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku
25
Tutupoho S. 2008. Pertumbuhan ikan motan Thynnichthys thynnoides (Bleeker, 1852) di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau.[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Udupa KS. 1896. Statistical method of estimating the size at first maturity of fishes. Fishbyte. 4(2):8-1
Wahyuno H, Budiharjo S, Wudianto, Rustam R. 1983. Pengamatan parameter biologi beberapa jenis ikan demersal di perairan Selat Malaka Sumatera Utara. Laporan Penelitian Laut. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji Chi-square terhadap proporsi kelamin ikan kuniran
Tanggal Rasio Uji Chi square
Kesimpulan
Lampiran 2 Tingkat kematangan gonad ikan kuniran betina
27
Lampiran 3 Tingkat kematangan gonad ikan kuniran jantan
Lampiran 4 Ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran
Keterangan :
Log m : Logaritma dari panjang pada kematangan yang pertama x : Logaritma dari pertambahan nilai tengah panjang k : Jumlah kelas panjang
xk : Logaritma nilai tengah panjang ikan 50% matang gonad
qi : 1-pi
pi : nb/ni
nb : Jumlah ikan matang gonad pada kelompok ke-i ni : Jumlah ikan pada kelompok panjang ke-i
Lampiran 5 Dugaan kelompok umur ikan kuniran betina dan jantan Waktu Kelompok Panjang rata-rata Indeks Separasi Pengamatan Umur Betina Jantan Betina Jantan
07-Jul-13 1 168.01 n.a
2 179.99 3.42
28-Jul-13 1 101.96 104.24 n.a n.a
2 160.10 152.47 7.76 5.74
16-Agust-13 1 107.23 106.80 n.a n.a
05-Sep-13 1 132.60 126.79 n.a n.a
2 146.33 142.33 4.42 2.41
28-Sep-13 1 104.88 112.01 n.a n.a
2 142.27 132.76 3.09 2.26
13-Okt-13 1 104.74 119.05 n.a n.a
2 149.82 145.19 4.44 3.89
Lampiran 6 Hubungan panjang dan bobot ikan kuniran a Ikan kuniran betina
koefisien Standar
deviasi
perpotongan -4.80 0.13
kemiringan 2.97 0.06
thit 6.51
ttab 2.25
29
Lampiran 6 (Lanjutan) b Ikan kuniran jantan
koefisien Standar
deviasi
perpotongan -4.22 0.16
kemiringan 2.80 0.07
thit 30.38
ttab 22.52
Thit > ttab maka tolak Ho, dan b < 3 (allometrik negatif)
Lampiran 7 Pendugaan parameter pertumbuhan ikan kuniran a Ikan kuniran betina
Lt Lt+1 a 30.77
102.00 107.00 b 0.84
107.00 132.00 L∞ 195.33
132.00 142.00 k 0.17
142.00 149.00 t0 -0.59
149.00
b Ikan kuniran jantan
Lt Lt+1 a 25.32
104.24 106.80 b 0.87
106.80 126.79 L∞ 202.92
126.79 142.00 k 0.13
142.00 145.50 t0 -0.76
145.65
a. Ikan kuniran total
Lt Lt+1 a 42.43
105.66 129.72 b 0.80
129.72 142.73 L∞ 212.61
142.73 150.00 K 0.22
150.00 170.00 t0 -0.44
Lampiran 8 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang dilinerakan berdasarkan data panjang
Berdasarkan persamaan tangkap atau persamaan Baranov (Baranov 1918 in Sparre dan Venema 1999), tangkapan antara waktu t1 dan t2 sama dengan
C t1,t2 = ZF(N t1 -N t2 ) (1)
N(t1) adalah banyaknya ikan pada saat t1, N(t2) adalah banyaknya ikan pada
saat t2, F adalah mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total. Fraksi
ikan yang mati akibat penangkapan, FZ disebut laju eksploitasi. Oleh karena
N t2 =N t1 e(-Z t1- t2 ) (2)
persamaan Beranov di atas dapat ditulis menjadi
C t1,t2 =N t1 ZF(1-e-Z t1- t2 ) (3)
N t1 =N Tr e(-Z t1-Tr ) (4)
sehingga
C t1,t2 =N Tr e(-Z t1-Tr )ZF(1-e-Z t1- t2 ) (5)
N (Tr) adalah rekrutmen. Selanjutnya dengan menggunakan logaritma di kiri dan kanan persamaan 5 diperoleh
lnC t1,t2 =d-Zt1+ ln(1-e-Z t1- t2 ) (6)
d=N Tr +ZTr+lnF
Z
jika t1- t2 = t2- t3 =...=suatu konstanta dengan satuan waktu diperoleh konstanta baru:
g=d+ln1-e-Z t1- t2 (7)
sehingga persamaan (6) dapat ditulis menjadi
lnC t1,t2 =d-Zt1 (8)
atau
ln C(t,t+∆� = g-Zt (9)
menurut Van Sickle (1977) in Sparre dan Venema (1999 ) cara lain dapat ditempuh untuk menyelesaikan (6) melalui:
ln (1-e-x) ≈ ln (X)- (10) untuk X yang bernilai kecil (X<1,0), sehingga
31
Lampiran 8 (Lanjutan)
dan persamaan (6) dapat ditulis ln C(t1,t2)
t2-t1 = h-Zt1- Z (t1−t2) (12) atau
ln C(t,t+∆t)∆t = h – Z(t+ ∆� (13) selanjutnya, bentuk konversi data panjang menjadi data umur dengan menggunakan persamaan von Bertalanffy
t L =t0- K1ln 1-LL∞ (14)
Notasi tangkapan C(t1,t2) dapat diubah menjadi C(L1,L2)
C(t,t+∆t) = C (L1,L2) (15)
dan
∆t=t L2 - t L1 = K1ln LL∞∞-L-L12 (16)
Bagian (t+ ∆� pada persamaan (13) dapat dikonversi kedalam notasi L1 dan L2 sehingga
t(L1)+ ∆� ≈ t L1+L2 2 =t0- K1ln 1-L2L1+L2
∞ (17)
sehingga
lnC L1+L2
∆t L1,L2 =h-Zt
L1+L2
2 (18)
yang membentuk persamaan linear dengan y= lnC L∆t L1+L2
1,L2 sebagai ordinat dan
Lampiran 9 Pendugaan mortalitas ikan kuniran a Ikan kuniran jantan
SB SA Xi C(L1,L2) t(L1) ∆t t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/∆t)
(x) (y)
87 91 89 1 2.61 0.20 2.72 1.57
92 96 94 2 2.87 0.21 2.98 2.20
33
Lampiran 9 (Lanjutan)
b Ikan kuniran betina
SB SA Xi C(L1,L2) t(L1) ∆t t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/∆t)
(x) (y)
85 89 87 1 2.77 0.21 2.88 1.52
90 94 92 1 3.05 0.22 3.16 1.48
95 99 97 7 3.33 0.23 3.45 3.37
Lampiran 10 Model produksi surplus
a Tabel produksi dan upaya penangkapan tahun 2003-2013
Tahun Catch Effort CPUE ln CPUE
2003 1661.80 838.73 1.98 0.68
2004 1871.00 502.73 3.72 1.31
2005 1274.70 510.57 2.50 0.91
2006 1211.50 327.00 3.70 1.31
2007 1332.00 339.63 3.92 1.37
2008 1486.60 327.97 4.53 1.51
2009 1389.40 1172.77 1.18 0.17
2010 1238.40 1111.76 1.11 0.11
2011 1204.20 1117.25 1.08 0.07
2012 1456.40 1275.15 1.14 0.13
2013 1076.20 1088.83 0.99 -0.01
b Tabel nilai MSY dan Fmsy meggunakan model Fox dan Schaefer
Nilai Model Fox Model Schaefer
A 1.89 5.03
B -0.001 -0.003
R 0.94 0.91
35
Lampiran 11 Standarisasi Alat Tangkap
Tahun Purse seine Dogol Pukat pantai Jr. Rampus Lainnya
Catch Effort Catch Effort Catch Effort Catch Effort Catch Effort
2003 0.00 0.00 1661.8 2852.20 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2004 0.00 0.00 1695.10 2852.20 175.90 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2005 0.00 0.00 809.50 2852.20 412.40 0.00 0.00 0.00 52.80 0.00
2006 0.00 0.00 450.00 2852.20 584.00 0.00 277.50 0.00 0.00 0.00
2007 0.00 0.00 480.40 2852.20 598.80 0.00 252.80 0.00 0.00 0.00
2008 157.50 0.00 47.60 2852.20 589.10 0.00 249.60 0.00 11.80 0.00
2009 149.20 109.72 438.70 2852.20 560.90 544.81 233.20 241.65 7.40 6.57
2010 109.20 89.14 420.10 2852.20 468.80 495.30 211.90 232.24 28.40 27.61
2011 153.50 121.14 340.80 2852.20 457.70 509.51 221.20 238.01 31.00 67.97
2012 152.30 119.43 333.00 2852.20 473,20 555.60 231.00 236.30 266.90 245.96
2013 150.20 121.87 230.00 2852.20 465.80 58.87 227.90 23.80 2.30 350.11
C E CPUE FPI
Purse Seine 871,90 561,76 1,55 0,87
Dogol 7338,00 5841,78 1,26 0,71
P.pantai 4786,60 2694,00 1,78 1,00
Jr.Rampus 1905,10 1186,18 1,61 0,90
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Nurul Hikmah Amalia. Lahir di Jakarta, 4 Juli 1992. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Ny Farida dan Drs H Muhamad HAR. Penulis mulai mengikuti pendidikan di TK Al-Aqsha dan lulus pada tahun 1998, dilanjutkan sekolah dasar di SD N Harapan Jaya XIV lulus pada tahun 2004. Melanjutkan di SMP N 5 Kota Bekasi lulus pada tahun 2007 dan dilanjutkan sekolah di SMA N 45 Jakarta lulus pada tahun 2010. Penulis lulus menjadi mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2010 sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.