• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Aktivitas Fisik dengan Komponen Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa Gemuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Aktivitas Fisik dengan Komponen Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa Gemuk"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA

AKTIVITAS FISIK DENGAN KOMPONEN SINDROMA

METABOLIK PADA ORANG DEWASA GEMUK

GREVI WIZIANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Aktivitas Fisik dengan Komponen Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa Gemuk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Grevi Wiziani

(4)

ABSTRAK

GREVI WIZIANI. Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Aktivitas Fisik dengan Komponen Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa Gemuk. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI.

Penelitian bertujuan menganalisis hubungan asupan energi dan zat gizi serta aktivitas fisik dengan komponen sindroma metabolik (MetS). Tujuan khusus penelitian ini untuk mempelajari: 1) karakteristik subyek, 2) asupan energi dan zat gizi serta tingkat kecukupannya, 3) aktivitas fisik, 4) komponen-komponen MetS, meliputi lingkar perut (LP), tekanan darah (sistol dan diastol), kadar glukosa darah puasa (GDP), kolesterol HDL (k-HDL) dan trigliserida serta penetapan kejadian MetS menggunakan kriteria Alberti et al. (2009) dan 5) hubungan karakteristik, asupan energi dan zat gizi, serta aktivitas fisik dengan komponen-komponen MetS. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang. Subyek adalah laki-laki dan perempuan dengan IMT≥25 kg/m2 berusia 25-60 tahun sebanyak 26 orang. Hasil

menunjukkan tidak terdapat hubungan antara asupan energi dan zat gizi dengan LP, tekanan darah, k-HDL, GDP dan trigliserida (p>0.05). Aktivitas fisik berhubungan signifikan dengan LP, GDP dan k-HDL (p<0.05), tetapi tidak terdapat hubungan dengan tekanan darah dan trigliserida (p>0.05).

Kata kunci: asupan energi, asupan zat gizi, aktivitas fisik, obesitas, sindroma metabolik

ABSTRACT

GREVI WIZIANI. Correlation of Energy, Nutrients Intake and Physical Activity to the Components of Metabolic Syndrome in Obese Adults. Supervised by EVY DAMAYANTHI

The study was conducted to analyze the correlation of energy, nutrients intake and physical activity to the metabolic syndrome’s components. The specific aims were to study: 1) the characteristics of socio demographic and anthropometric of subjects 2) energy and nutrients intake, 3) physical activity, 4) the components of metabolic syndrome (MetS): waist circumference (WC), blood pressure (SBP and DBP), fasting blood glucose (FBG), HDL cholesterol (HDL-c), triglyceride and prevalence of MetS using Alberti et al. (2009) criteria, and 5) correlation of characteristic, energy, nutrients intake, physical activity to components of MetS. This study was conducted using cross sectional design. There were 26 subjects who have BMI≥25 kg/m2. Result showed that energy and nutrients intake did not associate significantly with all components of MetS (p>0.05). Physical activity correlated significantly to WC, FBG and HDL-c (p<0.05), but it did not associate with blood pressure and triglyceride (p>0.05).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA

AKTIVITAS FISIK DENGAN KOMPONEN SINDROMA

METABOLIK PADA ORANG DEWASA GEMUK

GREVI WIZIANI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Aktivitas Fisik dengan Komponen Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa Gemuk Nama : Grevi Wiziani

NIM : I4090108

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Aktivitas Fisik dengan Komponen Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa Gemuk” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan pada kedua orang tua dan adik-adik yang telah banyak memberi kasih sayang, dukungan dan doa. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi ilmu, arahan, bimbingan dan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Kemudian, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dr. Naufal Muharam Nurdin, S.Ked, MSi selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah banyak memberi masukan dan saran. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen atas ilmu dan nasehat yang telah diberikan selama penulis menempuh masa studi di Departemen Gizi Masyarakat IPB.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan tim penelitian, Kak Ika, Mas Deni, Mas Maulana atas kerja samanya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para sahabat Rieska Indah S.Gz, Ilyatun Niswah S.Gz, Inti Makaryani S.Gz, Masruroh Mastin S.Gz, Agustino S.Gz, Aisyah S.Gz dan Bob Edwin Normande S.Si atas bantuan, saran, dukungan dan semangat yang diberikan.

Terima kasih juga kepada seluruh teman-teman seperjuangan Gizi Masyarakat IPB angkatan 46, seluruh kakak dan adik tingkat, FORCES, HIMAGIZI, CLC, Edukasi Gizi, Sinabung Girls, Aremaru, serta seluruh teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu atas kebersamaan dan semangat yang diberikan.

Semoga hasil karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

Manfaat 3

KERANGKA PEMIKIRAN 3

METODE 3

Desain, Waktu dan Tempat 3

Jumlah dan Cara Penarikan Subyek 4

Jenis dan Cara Pengumpula Data 5

Pengolahan dan Analisis Data 5

Definisi Operasional 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Karakteristik Sosiodemografi dan Antropometri Subyek 12 Asupan Energi dan Zat Gizi Subyek serta Tingkat Kecukupannya 16

Gambaran Aktivitas Fisik Subyek 18

Komponen Sindroma Metabolik (MetS) Subyek 20

Kejadian Sindroma Metabolik 23

Hubungan antara Karakteristik Sosiodemografi dan Komponen MetS 25 Hubungan antara Karakteristik Antropometri dan Komponen MetS 30 Hubungan antara Asupan Energi, Zat Gizi dan Komponen MetS 35 Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Komponen MetS 37

Keterbatasan Penelitian 40

SIMPULAN DAN SARAN 40

Simpulan 40

Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 41

LAMPIRAN 48

(10)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 5

2 Karakteristik sosio demografi subyek 6

3 Kategori batasan IMT 6

4 Physical Activity Ratio berbagai aktivitas fisik 6

5 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL 9 6 Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah sistol dan diastol 9

7 Klasifikasi kolesterol HDL dan trigliserida 10

8 Kriteria klinis sindroma metabolik 10

9 Sebaran subyek berdasarkan karakteristik sosio demografi 10 10 Sebaran karakteristik antropometri obesitas subyek 14

11 Asupan energi dan zat gizi berdasarkan IMT 18

12 Sebaran subyek berdasarkan jenis aktivitas fisik 19 13 Sebaran subyek berdasarkan tingkat aktivitas fisik 19 14 Distribusi frekuensi kejadian sindroma metabolik 23 15 Distribusi frekuensi komponen sindroma metabolik 24 16 Hubungan antara jenis kelamin dan komponen sindroma metabolik 26 17 Hubungan antara usia dan komponen sindroma metabolik 28 18 Hubungan antara status gizi dan komponen sindroma metabolik 31 19 Hubungan antara lingkar perut dan komponen sindroma metabolik 33 20 Hubungan antara RLPP dan komponen sindroma metabolik 34 21 Hubungan antara asupan energi, zat gizi dan komponen sindroma

metabolik 36

22 Hubungan antara aktivtas fisik dan komponen sindroma metabolik 39

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran 4

2 Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan energi 16 3 Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan protein 16 4 Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan lemak 17 5 Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan karbohidrat 17

6 Sebaran subyek menurut tekanan darah 20

7 Sebaran subyek menurut kadar glukosa darah puasa 21

8 Sebaran subyek menurut kadar kolesterol HDL 21

9 sebaran subyek menurut kadar trigliserida 22

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji korelasi Chi-square 48

2 Hasil uji korelasi Pearson 48

3 Hasil uji korelasi Rank Spearman 48

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab kematian utama di seluruh dunia. WHO mencatat, pada tahun 2008 sebanyak lebih dari 36 juta orang meninggal akibat penyakit ini (WHO 2013). Driskell (2009) menyatakan kondisi ini diestimasikan akan tetap terjadi hingga tahun 2020. Jenis PTM yang banyak menyebabkan kematian diantaranya adalah penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus yang masing-masing menyumbang angka mortalitas sebesar 48% dan 3.5%. Faktor risiko yang menjadi pencetus PTM antara lain merokok, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas fisik dan konsumsi alkohol. Usia dewasa pada umumnya rentan menjadi subyek, walaupun tidak menutup kemungkinan PTM menyerang individu yang lebih muda(WHO 2013).

Obesitas merupakan suatu kondisi tubuh yang merujuk pada status gizi lebih menurut indeks massa tubuh (IMT) yaitu berat badan (dalam kg) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam m2) (Gibson 2005). Mahan & Escott-Stump (2008) mendefinisikan obesitas sebagai kondisi lemak tubuh berlebih, baik itu menyebar di seluruh tubuh maupun terlokalisasi pada bagian tubuh tertentu. Prevalensi obesitas global tahun 2008 meningkat dua kali lipat dari tahun 1980 yang berkisar 5% pada laki-laki dan 8% pada perempuan. Saat ini diperkirakan lebih dari setengah miliar penduduk dewasa di seluruh dunia mengalami obesitas. Prevalensi penduduk

dewasa obesitas (IMT≥25.0 kg/m2) di Indonesia meningkat dari 23.3% pada tahun

2010 menjadi 28.9% pada tahun 2013 (Kemenkes RI 2014). Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi obesitas lebih besar terjadi pada perempuan dibanding laki-laki (32.9% dan 19.7%).

Indikator antropometri yang mudah diaplikasikan sebagai penanda obesitas selain IMT adalah lingkar perut (LP) dan rasio lingkar perut pinggul (RLPP). LP dan RLPP merupakan indikator untuk distribusi lemak sentral. Ukuran LP termasuk kategori berisiko bagi penduduk Asia Pasifik bila ≥ 90 cm pada laki-laki dan ≥ 80 cm pada perempuan (Kemenkes RI 2014). Adapun RLPP dianggap berisiko jika

nilainya ≥ 0.90 pada laki-laki dan ≥ 0.85 pada perempuan (WHO 2008). Prevalensi obesitas sentral di Indonesia meningkat dari 18.8% pada tahun 2007 menjadi 26.6% pada tahun 2013 (Kemenkes RI 2014).

Sindroma metabolik (MetS) adalah kombinasi dari gangguan medis yang meningkatkan risiko terkena penyakit kardiovaskular dan diabetes (Effendi 2013). MetS telah diidentifikasi sebagai faktor risiko yang bersifat multipleks dan tiap komponen faktor risiko tersebut berpotensi menimbulkan kejadian patologik (Grundy et al. 2004). Seseorang teridentifikasi mengalami MetS jika ditemukan setidaknya 3 dari 5 kriteria berikut: obesitas sentral, hipertrigliseridemia, kadar kolesterol HDL rendah, hipertensi dan peningkatan kadar glukosa darah puasa (Alberti et al. 2009). Obesitas sentral ditandai dengan adanya penimbunan lemak pada bagian perut. Prevalensi kejadian obesitas, terutama obesitas sentral perlu diturunkan karena berhubungan dengan peningkatan stress oksidatif yang berujung pada timbulnya penyakit kardiovaskular dan diabetes (Effendi 2013; Savini et al.

(12)

2

Berbagai studi telah dilakukan untuk melihat hubungan konsumsi pangan dan aktivitas fisik terhadap MetS. Penelitian pada subyek remaja di Australia menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola konsumsi pangan dan komponen-komponen MetS (Ambrosini et al. 2009) Aktivitas fisik tingkat sedang menuju berat (moderate to vigorous) juga berhubungan signifikan dengan sindroma metabolik pada populasi dewasa di Canada (Clarke & Janssen 2013). Individu pada usia dewasa (20-64 tahun) termasuk usia produktif. Diet dan aktivitas fisik sangat berpengaruh terhadap status kesehatan dan kesejahteraan pada masa selanjutnya (Brown 2011). Namun, golongan usia ini sangat rentan menjadi sasaran penyakit kardiovaskular sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik meneliti kembali hubungan konsumsi pangan dan aktivitas fisik terhadap komponen-komponen MetS pada orang dewasa gemuk dengan menggunakan metode yang berbeda.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan asupan energi dan zat gizi serta aktivitas fisik dengan komponen sindroma metabolik pada orang dewasa gemuk.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik a) sosiodemografi subyek, meliputi usia, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, status pernikahan, besar keluarga dan b) antropometri, meliputi indeks massa tubuh (IMT), lingkar perut (LP) dan rasio lingkar perut pinggul (RLPP).

2. Mengidentifikasi asupan energi dan zat gizi (protein, lemak dan karbohidrat) serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi subyek.

3. Mengidentifikasi aktivitas fisik subyek.

4. Mengidentifikasi komponen-komponen sindroma metabolik (MetS) subyek, meliputi obesitas sentral (LP dan RLPP), tekanan darah (sistol dan diastol), kadar glukosa darah puasa, kolesterol HDL dan trigliserida serta penetapan kejadian MetS.

5. Menganalisis hubungan antara karakteristik (sosiodemografi dan antropometri), asupan energi dan zat gizi, serta aktivitas fisik subyek dan komponen-komponen sindroma metabolik

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara asupan energi serta zat gizi dan komponen sindroma metabolik pada subyek dewasa gemuk.

(13)

3 Manfaat

Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memfasilitasi dan sarana pendalaman serta aplikasi ilmu terkait gizi dan kaitannya dengan penyakit. Bagi subyek, penelitian diharapkan menambah wawasan mengenai pengendalian PTM sejak dini melalui pengendalian komponen sindroma metabolik. Dalam lingkup yang lebih luas, hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memotivasi masyarakat untuk selalu menjaga berat badan ideal dan menerapkan gaya hidup berbasis gizi seimbang. Dengan demikian, angka prevalensi PTM dapat diturunkan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian nomor 1 di dunia adalah penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Risiko seseorang mengalami penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus dapat diidentifikasi dengan sekumpulan gangguan yang disebut sindroma metabolik (MetS). Menurut Alberti et al. (2009), MetS ditandai jika ditemukan 3 dari kriteria berikut: hipertrigliserida, kolesterol HDL rendah, hiperglikemia, hipertensi dan obesitas sentral. Indikator antropometri yang dapat digunakan untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas adalah indeks massa tubuh (IMT), lingkar perut (LP) dan rasio lingkar perut dan pinggul (RLPP).

Overweight/berat badan lebih (BBL) dan obesitas merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan status gizi lebih atau kegemukan. Kegemukan terjadi akibat ketidakseimbangan antara kalori yang diasup dan aktivitas fisik. Berbagai studi telah menemukan adanya hubungan antara konsumsi pangan, aktivitas fisik dan komponen-komponen MetS. Namun, terdapat pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan, status pernikahan dan besar keluarga sebagaimana yang tercantum dalam kerangka penelitian pada Gambar 1.

METODE

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan studi dengan desain potong lintang, yaitu pengambilan data dilakukan pada satu saat atau pada waktu yang bersamaan, baik untuk variabel dependen maupun variabel independen. Penelitian dilakukan di lingkungan kampus IPB Dramaga. Lokasi penelitian ditentukan dan dipilih dengan pertimbangan: (1) keberadaan subyek yang akan mewakili populasi sasaran, dan (2) kemudahan akses. Penelitian ini menggunakan sebagian data dari baseline

(14)

4

Jumlah dan Cara Penarikan Subyek

Penarikan subyek dilakukan dengan kriteria: laki-laki atau perempuan

dewasa berusia>18 tahun, berstatus gizi lebih ditandai dengan IMT≥25 kg/m2

(Kemenkes RI 2014), tidak menderita diabetes melitus, perempuan tidak hamil atau menyusui dan bersedia menjadi subyek dalam penelitian ini. Berdasarkan kriteria tersebut, jumlah subyek dalam penelitian ini adalah sebanyak 26 orang.

Keterangan

Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran Karakteristik subyek

- Jenis kelamin - Usia

- Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - Status pernikahan - Besar keluarga - Status gizi - Lingkar perut

- Rasio lingkar perut pinggul

Komponen Sindroma Metabolik -Lingkar perut (laki-laki ≥90cm,

perempuan ≥80 cm)

- Tekanan darah

≥130/85mmHg

- Glukosa darah puasa ≥ 100 mg/dL

- Kolesterol HDL (laki-laki < 40 mg/dL, perempuan < 50 mg/dL) -Trigliserida ≥ 150 mg/dL Asupan energi dan

zat gizi serta tingkat kecukupan energi dan

zat gizi

(15)

5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan sekunder. Data primer meliputi konsumsi pangan dan aktivitas fisik. Data sekunder meliputi karakteristik sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status pernikahan dan besar keluarga) dan antropometri (indeks massa tubuh, lingkar perut dan rasio lingkar perut pinggul).

Indeks massa tubuh (IMT) diperoleh melalui berat badan dan tinggi badan. Berat badan diukur menggunakan timbangan injak (nilai ketelitian 0.1 kg) dan tinggi badan menggunakan microtoise (nilai ketelitian 0.1 cm). Lingkar perut (LP) dan lingkar pinggul diukur menggunakan pita ukur (nilai ketelitian 0.1 cm). Data tekanan darah sistol dan diastol subyek diperoleh dengan menggunakan alat

sphygnomanometer air raksa.

Darah diambil melalui pembuluh darah vena pada lipatan siku sebanyak 3 mL. Pengambilan darah dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00 sampai dengan 09.00 WIB pada subyek yang telah puasa minimal selama 8 jam sebelumnya. Data darah meliputi glukosa darah puasa dan profil lipid darah, meliputi kadar trigliserida dan kolesterol HDL. Data darah dianalisis menggunakan metode spektrofotometri dengan Reagen-Kit. Analisis darah dilakukan oleh laboran kesehatan Kimia Farma® Kota Bogor. Secara keseluruhan jenis dan cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian

Jenis data Variabel Cara pengambilan data

Karakteristik sosiodemografi

Usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status perkawinan dan besar keluarga

Wawancara menggunakan kuesioner

Antropometri obesitas IMT, LP dan RLPP Menggunakan timbangan

injak, microtoise dan pita

centimeter

Konsumsi pangan Asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat Metode food recall 2 x 24

jam

Aktivitas Fisik Nilai PAL (Physical Activity Level) Wawancara pencatatan

kegiatan pada hari kerja dan hari libur (2 x 24 jam)

Tekanan darah Tekanan sistol dan diastol Menggunakan alat

sphygmomanometer air raksa.

Biokimia darah Glukosa darah puasa, trigliserida dan kolesterol

HDL

Melalui venipuncture dan

dianalisis dengan metode

Reagen-Kit

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahap, yakni entry, coding dan

(16)

6

terdistribusi normal dan korelasi RankSpearman untuk data yang tidak terdistribusi normal. Selain itu, digunakan pula uji hubungan Chi-square untuk variabel-variabel kategorikal. Jenis kelamin subyek dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan. Usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan status pernikahan dikelompokkan menurut sebaran subyek. Besar keluarga dikelompokkan menurut BKKBN (1997). Secara keseluruhan karakteristik sosiodemografi subyek dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik sosiodemogafi subyek

Variabel Kelompok Sumber

acuan/keterangan

Jenis kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan

Pendidikan 1. Tidak sekolah

2. SD

Pekerjaan 1. Pramukantor/pramucaraka Sebaran subyek

2. Staf

Status pernikahan 1. Belum menikah

2. Menikah

3. Cerai hidup/mati

Sebaran subyek

Besar keluarga 1. Kecil (<4 orang)

2. Sedang (4-6 orang)

3. Besar (>6 orang)

BKKBN (1997)

Status Gizi. Status gizi ditentukan dengan menentukan IMT yang dihitung berdasarkan rumus : berat badan (kg) / tinggi badan (m2). Menurut Kemenkes RI

(2014), IMT penduduk Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut: Tabel 3 Kategori batasan IMT

(17)

7 Konsumsi Pangan. Data konsumsi pangan yang meliputi jenis dan jumlah pangan, kemudian dikonversikan ke dalam kandungan gizi yaitu energi, protein lemak dan karbohidrat. Rumus yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi berdasarkan Hardinsyah dan Briawan (1994) yaitu:

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

Keterangan:

KGij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi

Bj = Berat bahan makanan j (gram)

Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan

Tahap yang dilakukan selanjutnya adalah menghitung tingkat kecukupan energi dan zat gizi (protein, lemak dan karbohidrat). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada subyek berstatus gizi normal menggunakan perhitungan yang dikoreksi dengan berat badan aktual sehat (dari setiap kelompok usia) dengan rumus sebagai berikut:

AKGi= (BB aktual/BB standar AKG) x AKG

Keterangan:

AKGi = angka kecukupan gizi untuk i = energi, protein, lemak dan karbohidrat

BB aktual = berat badan aktual (kg)

BB standar AKG = berat badan standar atau acuan (kg)

AKG = angka kecukupan gizi yang dianjurkan WNPG (2013) Pada kasus dengan subyek underweight dan khususnya pada penelitian ini yang meneliti subyek berstatus gizi overweight dan obes, faktor koreksi berat badan aktual sehat tidak digunakan lagi dalam perhitungan, melainkan menggunakan berat badan acuan, sehingga tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan membandingkan asupan subyek dengan AKG. Hal ini bertujuan agar subyek dapat mencapai berat badan ideal.

Perhitungan tingkat kecukupan energi dan zat gizi menggunakan rumus sebagai berikut.

(18)

8

Keterangan:

TKGi = tingkat kecukupan zat gizi i (energi, protein, lemak dan karbohidrat)

Ai = asupan zat gizi i

AKGi = angka kecukupan zat gizi i yang dianjurkan

Angka Kecukupan Energi (AKE) untuk laki-laki adalah 2725 kkal (19-29 tahun), 2625 kkal (30-49 tahun), dan 2325 kkal (50-64 tahun) sedangkan untuk perempuan 2250 kkal (19-29 tahun), 2150 kkal (30-49 tahun), dan 1900 kkal (50-64 tahun). Angka Kecukupan Protein (AKP) yang dianjurkan untuk laki-laki adalah 62 g untuk kelompok umur 19-29 tahun, 65 g untuk usia 20-49 tahun, dan 65 g untuk usia 50-64 tahun, sedangkan AKP pada perempuan adalah 50 g untuk kelompok umur 19-29 tahun, 57 g untuk usia 30-49 dan 50-64 tahun (WNPG 2013). Menurut Depkes (1996), tingkat kecukupan energi (TKE) dikategorikan menjadi (1). Defisit tingkat berat bila asupan <70% AKE (angka kecukupan energi), (2). Defisit tingkat sedang bila asupan memenuhi 70-79% AKE, (3). Kurang, bila asupan memenuhi 80-89% AKE, (4). Cukup, bila asupan memenuhi 90-119% AKE, dan (5). Lebih, bila asupan memenuhi ≥120% AKE. Tingkat kecukupan protein (TKP) dikategorikan defisit tingkat berat bila asupan memenuhi <70% AKP (angka kecukupan protein), defisit tingkat sedang bila asupan memenuhi 70-79% AKP, kurang bila asupan memenuhi 80-89 % AKP, cukup bila asupan memenuhi 90-119% AKP), dan lebih bila asupan ≥120% AKP. Institute of Medicine (IOM) (2005) menetapkan kategori tingkat kecukupan lemak: <20% AKE sebagai kategori kurang, 20-35% AKE sebagai kategori cukup dan >35% AKE sebagai kategori lebih. Tingkat kecukupan karbohidrat defisit apabila <45% AKE, cukup apabila 45-65% AKE dan lebih jika >65% AKE.

Aktivitas Fisik. Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. Data aktivitas fisik diambil sebanyak dua kali: (1). Aktivitas fisik pada hari kerja dan (2). Aktivitas fisik pada hari libur. FAO/WHO (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai PAL tiap individu ditentukan menggunakan rumus berikut:

��� = ��� � � �24 � � � �

Keterangan:

PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)

(19)

9 Untuk menghitung nilai PAL, perlu diketahui nilai Physical Activity Ratio

(PAR). Nilai PAR berbeda untuk setiap aktivitas fisik yang dilakukan. Menurut FAO/WHO/UNU (2001), nilai PAR diklasifikasikan berdasarkan jenis aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang seperti yang tercantum pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik

Aktivitas Physical Activity Ratio

Tidur 1.0

Berkendaraan dalam bus/mobil 1.2

Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol) 1.4

Makan 1.5

Duduk 1.5

Mengendarai mobil/berjalan 2.0

Memasak 2.1

Berdiri, membawa barang yang ringan 2.2

Mandi dan berpakaian 2.3

Menyapu, mencuci baju dan piring tanpa mesin 2.3

Mengerjakan pekerjaan rumah tangga 2.8

Berjalan 3.2

Berkebun 4.1

Olahraga ringan (jalan kaki) 4.2

Kegiatan yang dilakukan dengan duduk 1.5

Transportasi dengan bus 1.2

Kegiatan ringan 1.4

Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Health Organization; 2001.3

Nilai PAR kemudian dikalikan dengan alokasi waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas fisik tersebut sehingga seluruh waktu yang dihitung berjumlah 24 jam. Kemudian dengan perhitungan rumus, nilai PAL dapat diketahui. Nilai PAL

dikategorikan untuk mendeskripsikan tingkat aktivitas fisik yang dilakukan tiap individu, sebagaimana tercantum dalam Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL

Kategori Nilai PAL

Ringan (sedentary lifestyle) 1.40-1.69

Sedang (active or moderately active lifestyle) 1.70-1.99

Berat (vigorous or vigorously active lifestyle) 2.00-2.40

Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Health Organization; 2001.3

Komponen Sindroma Metabolik. Beberapa komponen sindroma metabolik terlebih dahulu diidentifikasi sebelum menentukan kejadian sindroma metabolik pada subyek. Komponen-komponen tersebut meliputi lingkar perut, tekanan darah (sistol dan diastol), kadar glukosa darah puasa, kolesterol HDL dan trigliserida.

(20)

10

Tabel 6 Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah sistol dan diastol

Kategori Tekanan

darah sistol (mmHg)

Tekanan darah diastol (mmHg)

Normal < 120 Dan <80

Pre-hipertensi 120-139 Atau 80-89

Hipertensi Stadium 1 140-159 Atau 90-99

Hipertensi Stadium 2 ≥ 160 Atau ≥100

Sumber: JNC VII (2004)

Pemeriksaan yang dilakukan selanjutnya adalah mengukur kadar glukosa darah. Perkumpulan Endokrinolog Indonesia (PERKENI) (2011) menyatakan seseorang mengalami diabetes melitus jika memiliki kadar glukosa darah puasa (GDP) ≥126 mg/dL. Kadar glukosa darah normal berada pada kisaran 80-100 mg/dL, sedangkan bila GDP <80 mg/dL dikategorikan rendah.

Kemudian diidentifikasi pula profil lipid subyek, meliputi kadar kolesterol HDL dan trigliserida. Menurut Mahan & Escott-Stump (2008), komponen lipid diklasifikasikan sebagaimana tercantum dalam Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7 Klasifikasi kolesterol HDL dan trigliserida

Komponen Lipid Batasan (mg/dL) Klasifikasi

Kolesterol HDL < 40 Rendah

≥ 60 Tinggi

Trigliserida < 150 Normal

150-199 Batas Tinggi

200-499 Tinggi

≥ 500 Sangat Tinggi Sumber: Mahan & Escott-Stump (2008)

Alberti et al. (2009) menentukan MetS pada seorang individu ditandai setidaknya 3 dari 5 kriteria berikut: obesitas sentral, hipertrigliseridemia, kadar kolesterol HDL rendah, tekanan darah tinggi dan kadar glukosa darah puasa tinggi sebagaimana tersedia pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8 Kriteria klinis sindroma metabolik

Kriteria klinis sindrom metabolik Nilai

Laki-laki Perempuan

Obesitas sentral: lingkar perut (cm) ≥ 90 ≥ 80

Trigliserida (mg/dL) ≥ 150

Kolesterol HDL (mg/dL) < 40 < 50

Tekanan darah (mmHg) ≥ 130/85

Glukosa darah puasa (mg/dL) ≥ 100

Sumber: Alberti et al. (2009)

Definisi Operasional

Populasi adalah seluruh pegawai.

Subyek adalah laki-laki dan perempuan dewasa berusia 23 sampai 60 tahun dengan

IMT ≥ 25 kg/m2 dan memenuhi kriteria inklusi.

Usia adalah jumlah tahun yang dilalui subyek dalam menjalani pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya.

Jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan.

(21)

11 Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah

ditamatkan dan memperoleh ijazah atau sertifikat.

Pramukantor/pramucaraka adalah pegawai kebersihan/office boy.

Pendapatan keluarga adalah jumlah uang yang diperoleh seluruh anggota keluarga per bulan dari hasil kerja subyek, baik dari pekerjaan yang utama maupun pekerjaan sampingan.

Kegemukan adalah keadaan status gizi, baik overweight/berat badan lebih (IMT

≥25 - > 27.0 kg/m2), maupun obesitas (IMT 27 kg/m2).

Sindroma metabolik adalah himpunan faktor risiko penyakit kardiovaskular yang berada bersama-sama sehingga meningkatkan risiko kejadian maupun kematian oleh penyakit kardiovaskular.

Penyakit kardiovaskular adalah penyebab mortalitas tertinggi di dunia yang menyerang jantung dan pembuluh darah, subyeknya adalah penyakit jantung koroner (PJK).

IMT adalah perbandingan berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m2).

Lingkar perut adalah pengukuran titik tengah garis yang menghubungkan iga paling bawah dengan bagian lateral sebelah atas dari tulang pinggul).

RLPP adalah hasil bagi ukuran lingkar perut dengan lingkar pinggul sebagai indikator obesitas sentral.

Tekanan darah sistol adalah tekanan puncak yang terjadi ketika ventrikel jantung berkontraksi.

Tekanan darah diastol adalah tekanan darah terendah yang terjadi ketika jantung berada dalam kondisi istirahat.

Kolesterol HDL adalah senyawa gabungan lipid dan protein yang membawa kolesterol menuju jaringan dan mengembalikkannya ke hati untuk diekskresikan.

Trigliserida adalah senyawa lemak pada tubuh manusia.

Glukosa darah puasa adalah glukosa darah yang diukur setelah kondisi berpuasa (tidak makan) selama minimal 8 jam.

Aktivitas fisik adalah banyaknya waktu (jam) yang digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang menuntut pergerakan fisik tubuh seseorang.

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi oleh subyek, frekuensi konsumsi bahan pangan, kelengkapan bahan pangan dan ukuran rumah tangga.

(22)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sosiodemografi dan Antropometri Subyek

Sosiodemografi

Sebaran subyek berdasarkan karakteristik sosiodemografi meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status pernikahan dan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 9. Sebagian besar proporsi subyek adalah perempuan (53.8%), sedangkan laki-laki sebanyak 46.2%. Secara umum, perempuan memiliki kebutuhan energi yang lebih rendah dibanding laki-laki karena massa tubuh perempuan lebih rendah. Perempuan lebih banyak mempunyai pengetahuan tentang makanan dan gizi serta menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap keamanan makanan, kesehatan dan penurunan berat badan. Pada sisi yang lain, laki-laki memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang lebih kuat ketika mengaitkan produk pangan tertentu dengan kualitas seperti kekuatan dan tenaga (Gibney et al. 2005).

Rata-rata usia subyek adalah 44±9.8 tahun. Sebagian besar subyek berusia pada rentang 50 sampai dengan 59 tahun (38.5%). Subyek yang berusia pada kisaran 20-29 tahun sebesar 11.5%. Sebanyak 19.2% subyek berusia dalam rentang 30-39 tahun dan subyek yang tergolong kisaran usia 40-49 tahun adalah sebesar 30.8%. Usia seseorang memengaruhi kebutuhan pangan melalui sejumlah proses biologis, misalnya pertumbuhan, faktor sosial dan faktor psikologis.

Sebagian besar subyek menempuh pendidikan sekolah menengah atas yakni sebesar 46.2%. Subyek yang menempuh pendidikan tinggi adalah sebesar 26.9%, sedangkan subyek yang menempuh pendidikan sekolah menengah pertama dan diploma berturut-turut adalah 11.5% dan 7.7%. Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pola makan yang lebih sehat. Selain itu, tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga dapat membantu pembentukan konsep hubungan antara pola makan dan kesehatan (Gibney et al. 2005). Sebanyak 61.5% subyek bekerja sebagai staf kependidikan/administrasi. Selanjutnya, sebanyak 26.9% dan 11.5% bekerja sebagai pramukantor/pramucaraka dan dosen.

Sebagian besar subyek memiliki pendapatan pada kategori <Rp1 000 000 dan ≥Rp2 000 000 s.d <Rp3 000 000 (23.1%). Pendapatan berpengaruh terhadap konsumsi pangan melalui perilaku makan dan memilih kualitas serta kuantitas makanan. Dalam memilih makanan, seseorang akan menyesuaikannya dengan menentukan pendapatan yang terpakai dan jumlah uang yang akan dibelanjakan. Kelompok dengan status sosioekonomi lebih tinggi lebih sadar akan kesehatan dan mempunyai gaya hidup yang lebih sehat (Gibney et al. 2005).

(23)

13 Tabel 9 Sebaran subyek berdasarkan karakteristik sosiodemografi

Variabel Jumlah (n) Persentase (%)

1. Jenis kelamin Laki-laki 12 46.2

Perempuan 14 53.8

Total 26 100

2. Usia 20-29 tahun 3 11.5

30-39 tahun 5 19.2

40-49 tahun 8 30.8

50-59 tahun 10 38.5

Total 26 100

Min-Maks (tahun) 23-55

Rata-rata ± SD 44 ± 9.798

3. Pendidikan Tidak sekolah 0 0

SD 2 7.7

SMP 3 11.5

SMA 12 46.2

DIPLOMA 2 7.7

S1/S2/S3 7 26.9

Total 26 100

4. Pekerjaan Pramukantor/pramucaraka 7 26.9

Staf kependidikan/administrasi 16 61.5

Dosen 3 11.5

Total 26 100

5. Pendapatan < Rp1 000 000 6 23.1

≥ Rp1 000 000 - < Rp2 000 000 4 15.4 ≥ Rp2 000 000 - < Rp3 000 000 6 23.1 ≥ Rp3 000 000 - < Rp4 000 000 4 15.4 ≥ Rp4 000 000 - < Rp5 000 000 2 7.7

≥ Rp5 000 000 4 15.4

Total 26 100

6. Status pernikahan Belum menikah 3 11.5

Menikah 23 88.5

Cerai hidup/mati 0 0.0

Total 26 100

7. Besar keluarga Kecil (≤4 orang) 17 65.4

Sedang (5-7 orang) 9 34.6

Besar (≥8 orang) 0 0.0

Total 26 100

Min-Maks (orang) 1-6

(24)

14

Antropometri

Sebaran karakteristik antropometri obesitas subyek meliputi indeks massa tubuh (IMT), lingkar perut (LP) dan rasio lingkar perut pinggul (RLPP) tersedia pada Tabel 10. IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan (Supariasa et al. 2011). Metode pengukuran IMT telah banyak digunakan dalam pengukuran lemak tubuh yang terlokalisasi di seluruh tubuh. Kategori dari hasil perhitungan dapat mendefinisikan berat badan lebih dan obesitas dalam suatu populasi. Namun, cara ini bukan merupakan pengukuran lemak tubuh yang akurat karena tidak membedakan komponen massa otot dengan lean body mass (Hu 2008).

Tabel 10 Sebaran karakteristik antropometri obesitas subyek

Variabel Laki-Laki Perempuan Total

n % n % n %

1. IMT

Overweight 3 25 3 21.4 6 23.1

Obes 9 75 11 78.6 20 76.9

Total 12 100 14 100.0 26 100.0

Min-Maks (kg/m2) 25.6-32.1 25.1-36.1 25.1-36.1

Rata-rata (kg/m2) 28.3±2.2 30.5±3.5 29.5±3.2

2. LP

Normal 0 0 2 21.4 2 7.7

Berisiko 12 100 12 78.6 24 92.3

Total 12 100 14 100.0 26 100.0

Min-Maks (cm) 90.5-104 76-110 76-110

Rata-rata (cm) 96.7±4.5 90±9.1 93.1±7.9

3. RLPP

Normal 1 8 2 14.3 3 11.5

Berisiko 11 92 12 85.7 23 88.5

Total 12 100 14 100.0 26 100.0

Min-Maks 0.84-1.09 0.75-0.95 0.75-1.09

Rata-rata 1.01±0.07 0.9±0.1 0.94±0.08

(25)

15 Hajian & Heidari (2007) yang meneliti 3600 subyek juga menemukan prevalensi obesitas pada perempuan lebih besar dibanding laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan tingkat aktivitas fisik perempuan lebih rendah dibanding laki-laki (Mirzazadeh et al. 2013). Perempuan cenderung mengalami peningkatan berat badan drastis pada rentang usia 25 sampai dengan 44 tahun. Pada usia ini wanita menjalani fase kehamilan dan melahirkan yang merupakan salah satu faktor pendorong munculnya obesitas (Sidik & Rampal 2009). Rata-rata IMT pada subyek perempuan lebih besar dibanding subyek laki-laki (30.5±3.5 kg/m2 dan 28.3±2.2

kg/m2).

Obesitas ditandai dengan kelebihan lemak dalam tubuh, baik itu berupa obesitas sentral maupun obesitas general. Penelitian Louise et al. (2013) menunjukkan obesitas sentral yang ditandai dengan adanya penimbunan lemak di perut lebih berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dibanding obesitas general. Pengukuran obesitas sentral yang mudah dan murah dilakukan adalah melalui metode pengukuran lingkar perut. Studi menunjukkan LP lebih baik dalam memprediksi total lemak abdominal dibanding RLPP dan juga merupakan prediktor penyakit yang lebih baik (Lee & Nieman 2010).

Rata-rata ukuran LP subyek adalah 93.1±7.9 cm dengan nilai terbesar 110 cm dan terkecil adalah 76 cm. Sebagian besar subyek mengalami obesitas sentral karena LP yang didentifikasi termasuk dalam kategori berisiko (92.3%). Angka ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi obesitas sentral nasional menurut data Riskesdas pada tahun 2013 yakni sebesar 26.6 % (Kemenkes RI 2014). Menurut jenis kelamin, semua subyek laki-laki mengalami obesitas sentral. Rata-rata ukuran LP subyek laki-laki adalah 96.7 cm±4.5 dengan ukuran terbesar 104 cm dan terkecil 90.5 cm. Lebih dari 70% perempuan memiliki LP berisiko. Nilai terbesar ukuran LP pada subyek perempuan adalah 110 cm dan terkecil adalah 76 cm. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi obesitas sentral pada laki-laki lebih besar dibanding perempuan. Penelitian lain oleh Wittchen et al. (2006) menemukan prevalensi obesitas sentral pada wanita lebih tinggi dibanding pria, misalnya pada populasi di Amerika Serikat (52% dan 36%), Spanyol (65% dan 23%) dan Belgia (24% dan 21%).

Bersama dengan lingkar perut, rasio lingkar perut dan pinggul (RLPP) merupakan pengukuran obesitas sentral atau abdominal secara tidak langsung. Bila dibandingkan dengan LP, interpretasi RLPP lebih kompleks, serta makna biologis dari pengukuran ini kurang jelas (Hu 2008). Menurut Gibney et al. (2005), RLPP lebih merupakan indikator distribusi lemak dibanding jumlah total lemak tubuh. Perbedaan distribusi lemak tubuh dapat terjadi karena ada beberapa perubahan metabolisme.

(26)

16

Asupan Energi dan Zat Gizi serta Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Subyek

Penghitungan asupan zat gizi subyek ditentukan berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dirumuskan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) pada tahun 2013. Rata-rata asupan energi subyek adalah 1894 kkal dengan asupan tertinggi 3370 kkal dan asupan terendah 601 kkal. Persentase tingkat kecukupan energi (TKE) dapat diamati pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2 Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan energi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase subyek yang memiliki TKE kurang menyumbang angka tertinggi (30.8%). Proporsi subyek yang memiliki tingkat kecukupan energi kategori cukup, defisit tingkat berat, defisiensi tingkat sedang dan lebih berturut-turut adalah 26.9%, 23.1%, 11.5% dan 7.7%. Gambar 3 menunjukkan sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan protein (TKP).

Gambar 3 Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan protein

(27)

17

Gambar 4 Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan lemak

Rata-rata asupan lemak adalah 55.0 g dengan asupan tertinggi 105 g dan terendah 7.3 g. Sebagian besar subyek memiliki tingkat kecukupan lemak kurang (46.2%). Sebanyak 42.3% subyek memiliki tingkat kecukupan lemak (TKL) cukup dan 11.5% tergolong TKL kategori lebih. Gambaran kontribusi asupan karbohidrat subyek dapat disajikan pada Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5 Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan karbohidrat Rata-rata asupan karbohidrat subyek adalah 377.5 g dengan asupan tertinggi 1292.2 g dan terendah 120.8 g. Persentase subyek yang memiliki tingkat kecukupan karbohidrat (TKK) normal adalah sebesar 38.5%. Sebanyak 34.6% dan 26.9% subyek memiliki TKK tergolong kurang dan lebih.

Berdasarkan Gambar 1 dan 2, dapat diamati bahwa ternyata sebagian besar subyek masih memiliki tingkat kecukupan energi dan protein yang berkategori kurang dan defisit tingkat berat (30.8%), walaupun persentase subyek dengan TKP lebih menunjukkan angka yang sama. Hal ini tidak sejalan dengan kondisi status gizi subyek yang BBL dan obes. Kondisi ini diduga disebabkan oleh adanya bias dalam mengidentifikasi asupan zat gizi subyek ketika dilakukan wawancara mengenai konsumsi pangan dengan metode recall 24 jam. Sebagai subyek, bias dalam hal ini terjadi bila orang dengan konsumsi pangan sehat yang rendah cenderung melaporkan asupan mereka melebihi asupan yang sebenarnya (overreport). Sebaliknya, orang dengan konsumsi pangan tidak sehat yang tinggi cenderung melaporkan lebih rendah/sedikit dibanding asupan yang sebenarnya (underreport). Subyek penelitian orang obes juga cenderung melakukan

underreport dan undereating sebagai akibat kesadaran mereka untuk mengurangi berat badan dalam masa penelitian (Gibson 2005).

Tabel 11 menggambarkan asupan energi dan zat gizi subyek berdasarkan status gizi. Secara keseluruhan, rata-rata asupan energi subyek adalah 1894±615 Kal dengan tingkat kecukupan sebesar 83%, sehingga dikategorikan kurang. Rata-rata asupan protein adalah 60.7±30.1 g dengan tingkat kecukupan yang dikategorikan cukup karena hanya memenuhi 100% dari angka kecukupan. Untuk

(28)

18

lemak, asupan rata-rata subyek adalah sebesar 55.0±23.5 g dengan kontribusi 22%, sehingga dikategorikan cukup atau normal. Rata-rata karbohidrat yang diasup adalah 377.5±256.4 g dengan tingkat kecukupan sebesar 65%. Data mengenai asupan energi dan zat gizi subyek secara lengkap tercantum dalam tabel berikut ini.

Tabel 11 Asupan energi dan zat gizi berdasarkan status gizi

Energi Protein Lemak Karbohidrat

Berdasarkan tabel di atas, terlihat perbedaan bahwa jumlah asupan energi dan zat gizi pada subyek berstatus gizi obesitas lebih rendah dibanding subyek BBL. Rata-rata asupan energi pada subyek obes 80 Kal lebih rendah dibanding asupan pada subyek BBL. Baik pada subyek BBL dan obes, TKE tergolong kurang karena memenuhi kecukupan hanya sebesar 85% dan 83%. Rata-rata protein yang di asup subyek obes dan BBL tergolong kateori lebih karena TKP nya mencapai 100% dan 105%. Asupan lemak subyek obes dan BBL sama-sama memenuhi kecukupan sebesar 22%, sehingga tergolong normal. Rata-rata asupan karbohidrat subyek BBL 19.4 g lebih tinggi dibanding asupan lemak pada subyek berstatus gizi obes. Baik subyek BBL maupun obes memiliki TKK tergolong lebih (68% dan 66%). Secara keseluruhan, TKE, TKL, TKL dan TKK subyek berturut-turut tergolong kurang, lebih, cukup dan cukup karena memenuhi 83%, 100%, 22% dan 65% dari angka kecukupan energi dan zat gizi.

Gambaran Aktivitas Fisik Subyek

Tabel 12 menyajikan sebaran subyek berdasarkan jenis aktivitas fisik. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan pengeluran energi diatas level basal, sedangkan aktivitas fisik yang dilakukan secara terencana, terstruktur dan ditujukan untuk kebugaran tubuh disebut exercise

atau olahraga, misalnya jogging, berenang, senam dan lain-lain (Anne et al. 2014). Sebagian besar waktu subyek digunakan untuk melakukan aktivitas santai, baik pada hari kerja maupun hari libur. Selain bekerja, waktu yang diperlukan untuk melakukan berbagai jenis aktivitas pada hari libur lebih banyak dibanding waktu pada hari kerja. Aktivitas fisik subyek ditunjukkan oleh nilai physical activity ratio

(PAR) berkisar 1.0 hingga 7.1. Kemudian nilai PAR tersebut dikali dengan waktu yang dialokasikan untuk kegiatan dan dibagi dengan 24 jam, sehingga diketahui jenis aktivitas fisik yang dilakukan subyek melalui nilai physical activity level

(29)

19 Tabel 12 Sebaran subyek berdasarkan jenis aktivitas fisik

Jenis aktivitas fisik

PAR* Rata-rata±SD (jam)

Hari kerja Hari libur

Tidur 1.0 6.0±1.3 8.2±2.1

Bekerja (campuran) 1.3-7.1 6.8±1.3 0.0±0.0

Pekerjaan rumah tangga 2.8 0.8±1.0 1.8±1.6

Aktivitas santai 1.4 9.3±2.5 12.0±3.2

Memasak 2.1 0.4±0.6 1.0±2.3

Mandi/berpakaian/dandan 2.3 0.7±0.2 0.8±0.2

Olahraga 4.2 0.0±0.0 0.2±0.6

*Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Health Organization; 2001.3

Tabel 13 menyajikan sebaran subyek berdasarkan tingkat aktivitas fisik. Berdasarkan hasil pengukuran PAL, tingkat aktivitas fisik subyek pada hari kerja dan libur dapat diketahui. Sebagian besar subyek memiliki tingkat aktivitas fisik ringan pada hari kerja (61.54%). Persentase ini mengalami peningkatan pada hari libur menjadi 69.23%. Persentase subyek dengan tingkat aktivitas sedang pada hari kerja sama dengan persentase pada hari libur, yakni sebesar 26.92%. Tingkat aktivitas fisik subyek terangkum dalam tabel berikut ini.

Tabel 13 Sebaran subyek berdasarkan tingkat aktivitas fisik

Tingkat Aktivitas Fisik

PAL* Hari Kerja Hari Libur Rata-Rata

n % n % n %

Ringan 1.40-1.69 16 61.54 18 69.23 16 61.54

Sedang 1.70-1.99 7 26.92 7 26.92 9 34.62

Berat 2.00-2.39 3 11.54 1 3.85 1 3.85

Total 26 100.0 26 100.0 26 100.0

Rata-rata ± SD 1.72±0.21 1.62±0.19 1.67±0.16

*Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Health Organization; 2001.3

(30)

20

Salah satu penyebab obesitas adalah kurangnya melakukan aktivitas fisik, sehingga pembakaran lemak ikut berkurang dan hanya sedikit energi yang digunakan (Mustofa 2010). Aktivitas fisik yang kurang dan waktu sedenter yang lama berhubungan dengan peningkatan sel lemak. Aktivitas fisik cenderung menurun seiring meningkatnya usia. Tingkat aktivitas fisik pada populasi kota lebih rendah dibanding populasi di desa. Hal ini diduga dipengaruhi oleh pembangunan ekonomi dan gaya hidup tradisional (Du et al. 2013).

Komponen Sindroma Metabolik Subyek

Tekanan Darah

Gambar 5 menyajikan sebaran subyek menurut tekanan darah. Rata-rata tekanan darah subyek adalah 118.92±13.24 mmHg (sistol) dan 82.92±8.19 mmHg (diastol), sehingga tergolong pre hipertensi menurut kriteria yang ditetapkan oleh JNC VII (2004). Berdasarkan tekanan darah sistol, prevalensi pre hipertensi 2.5 kali lebih tinggi dibandingkan hipertensi derajat 1. Pemeriksaan tekanan darah diastol menunjukkan sebanyak 3.85% subyek mengalami hipertensi derajat 1 dan 7.69% mengalami hipertensi derajat 2.

Lebih dari 50% subyek memiliki tekanan sistol dan diastol normal. Hampir seperempat total subyek mengalami prehipertensi menurut tekanan diastol. Prevalensi ini lebih besar bila dibanding prehipertensi yang diukur berdasarkan tekanan sistol. Namun, persentase subyek yang mengalami hipertensi derajat 1 ditunjukkan lebih besar oleh tekanan sistol. Kejadian hipertensi derajat 1 lebih banyak terjadi menurut tekanan darah sistol. Namun, dengan kriteria ini tidak terdapat subyek yang mengalami hipertensi derajat 2, sedangkan pada tekanan diastol terdapat prevalensi sebesar 7.69%. Rata-rata tekanan darah sistol subyek tergolong normal, tetapi tekanan diastol tergolong pre hipertensi.

Gambar 6 Sebaran subyek menurut tekanan darah

(31)

21 Glukosa Darah Puasa

Gambar 7 menyajikan sebaran subyek menurut kadar glukosa darah puasa (GDP). Hasil pengukuran kadar glukosa darah menunjukkan rata-rata kadar GDP subyek masih berada dalam kisaran normal, yakni 74.3 mg/dL±8.8. Nilai terbesar kadar glukosa darah puasa subyek adalah 89 mg/dL dan terkecil adalah 60 mg/dL. Hampir 70% subyek memiliki kadar GDP rendah, sebagaimana tertera pada gambar berikut ini.

Gambar 7 Sebaran subyek menurut kadar glukosa darah puasa Perkumpulan Endokrinolog Indonesia (2011) menentukan kategori kadar GDP rendah bila <80 mg/dL, normal bila 80-100 mg/dL dimana dalam kisaran ini resistensi insulin belum terjadi dan kadar GDP tinggi bila ≥126 mg/dL. Berdasarkan gambar diatas, jumlah subyek yang memiliki memiliki kadar GDP rendah lebih besar dibanding subyek dengan GDP normal. Dengan demikian semua subyek tidak dalam kondisi mengalami intoleransi glukosa yang berisiko kearah sindroma metabolik.

Kolesterol HDL

Gambar 8 menyajikan sebaran subyek menurut kadar kolesterol HDL. Hasil pengukuran kadar kolesterol HDL menunjukkan sebagian besar subyek memiliki kadar k-HDL normal. Terdapat 23% subyek memiliki kadar k-HDL tinggi, 15% memiliki kadar rendah dan 62% normal. Rata-rata kadar kolesterol HDL subyek adalah 50.1 mg/dL±12.1 dengan nilai terbesar 75 dan terkecil 31.

Gambar 8 Sebaran subyek menurut kadar kolesterol HDL

Lipid yang beredar dalam darah meliputi kolesterol bebas, kolesterol yang teresterifikasi dengan asam lemak rantai panjang, triasilgliserol atau trigliserida,

Rendah 69% Normal

31%

Rendah 15%

Normal 62% Tinggi

(32)

22

fosfolipid, dan asam lemak bebas. Lipoprotein merupakan bentuk lipid yang ditransportasikan dalam darah plasma, meliputi kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Kolesterol HDL merupakan lipoprotein terkecil dan paling besar kerapatannya (Berdanier et al.

2008).

Partikel HDL terbentuk dari lapisan lipid yang ditransfer dari trigliserida kaya lipoprotein selama lipolisis. HDL berfungsi melawan aterosklerosis, melalui peningkatan mekanisme penggantian dengan cara mengganti transport kolesterol (Berdanier et al. 2008). HDL merupakan lipid plasma yang lain yang berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular yang dipengaruhi oleh diet dan berat badan. Faktor non genetik yang berkontribusi terhadap rendahnya kadar HDL adalah hiperglikemia, diabetes, hipertrigliseridemia, diet lemak sangat rendah (<15% energi dari lemak), dan berat badan berlebih.

Kolesterol HDL merupakan prediktor penting penyakit kardiovaskular yang lebih signifikan pada perempuan dibanding laki-laki. The Lipid Research Clinics Prevalence Mortality Follow Up Study menyatakan bahwa ada hubungan peningkatan HDL sebesar 0.025 mmol/L dengan pengurangan kematian akibat penyakit kardiovaskular sebesar 4.7% pada perempuan dan 3.7% pada laki-laki. Sama halnya yang dinyatakan oleh the Framingham Heart Study, peningkatan HDL sebanyak 0.025 mmol/L berhubungan dengan penurunan insiden penyakit jantung koroner pada perempuan sebanyak 3% dan 2% pada laki-laki (Driskell 2009). Trigliserida

Sebaran subyek menurut kadar trigliserida tercantum pada Gambar 9. Trigliserida merupakan penyusun sebagian besar lemak dan minyak yang terdiri dari satu ester gliserol dan tiga asam lemak (Almatsier 2009). Sebagian besar subyek memiliki kadar trigliserida normal (62%). Lebih dari 1/6 jumlah subyek memiliki kadar trigliserida tinggi. Rata-rata kadar trigliserida subyek adalah 158.3 mg/dL±98.4 dengan nilai terbesar 525 mg/dL dan terkecil 55 mg/dL.

Gambar 9 Sebaran subyek menurut kadar trigliserida

Trigliserida beredar pada kisaran 1.13 mmol/L pada dewasa muda hingga waktu tidur (overnight fasting). Kadar trigliserida meningkat 50 hingga 75% seiring

Normal 62% Batas tinggi

15% Tinggi

19%

(33)

23 bertambahnya usia. Perempuan memiliki kadar trigliserida yang lebih rendah dibanding laki-laki (Berdanier et al. 2008).

Diet dan berat badan juga memengaruhi kadar trigliserida, yang berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular. Sama halnya dengan HDL, tidak ada kadar spesifik trigliserida. Faktor non genetik yang berpengaruh pada HDL juga berpengaruh pada kadar trigliserida. Penelitian menyatakan bahwa kadar trigiliserida yang tinggi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular yang signifikan. Kadar trigliserida yang meningkat berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 37% pada perempuan dan 14% pada laki-laki. Namun, peningkatan kadar trigliserida biasanya diikuti dengan gangguan metabolik lain yang kemungkinan memicu penyakit kardiovaskular, sehingga sulit untuk mengakses faktor risiko independen yang berhubungan dengan trigiliserida sendiri (Driskell 2009).

Kejadian Sindroma Metabolik

Distribusi frekuensi kejadian sindroma metabolik disajikan pada Tabel 14. Setelah dilakukan analisis berbagai komponen sindroma metabolik, diperoleh gambaran terjadinya sindroma metabolik pada subyek. Sindroma metabolik (MetS) merupakan sekumpulan gangguan kondisi metabolik yang terjadi bersamaan pada seorang individu. MetS berhubungan dengan tingginya kadar insulin (hiperinsulinemia) dan mengindikasikan seseorang pada risiko tinggi terkena penyakit jantung koroner, stroke dan diabetes melitus tipe 2 (Brown 2011). Menurut Alberti et al. (2009), MetS ditegakkan jika seseorang mengalami setidaknya 3 diantara kriteria berikut: obesitas sentral yang ditandai dengan ukuran lingkar perut di atas normal, hipertensi, glukosa darah puasa tinggi, k-HDL rendah dan hipertrigliseridemia. Dalam penelitian ini kejadian MetS diperoleh sebagaimana tercantum dalam tabel berikut.

Tabel 14 Distribusi frekuensi kejadian MetS

Sindroma metabolik n %

Tidak 20 76.9

Ya 6 23.1

Total 26 100

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 6 orang subyek termasuk dalam kondisi sindroma metabolik (23.1%). Prevalensi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain, misalnya populasi etnis Minang di Padang Pariaman, Sumatera Barat sebesar 22.8% (Jalal et al. 2008), kelompok eksekutif di Jakarta sebesar 21.68% (Kamso et al. 2011) dan populasi penduduk di Bali sebesar 18.2% (Dwipayana 2011). Sebaran MetS lebih banyak terjadi pada subyek laki-laki dibanding perempuan, yakni ditunjukkan dengan persentase 41.7% dan 7.1%. Namun, Kamso (2007) dalam penelitiannya menemukan prevalensi kejadian MetS pada populasi dewasa usia lanjut perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (18.2% dan 6.6%).

(34)

24

tahun. Kemudian terus meningkat pada kelompok 40-49 tahun menjadi 25% dan prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok usia 50-59 tahun (30%). Hasil ini sejalan dengan penelitian di Bali oleh Dwipayana (2011) yang menemukan prevalensi kejadian MetS meningkat seiring bertambahnya usia, yakni presentase tertinggi sebesar 29.6% pada subyek berusia 50-59 tahun. Namun, Kamso (2007) menemukan prevalensi kejadian MetS cenderung menurun seiring bertambahnya usia, yakni berturut-turut untuk usia 55-59 tahun, 60-64 tahun, 65-69 tahun dan 70-80 tahun dengan jumlah sampel 73 orang adalah 46.6%, 19.2%, 23.3% dan 11.1%. Presentase tertinggi kejadian MetS pada penelitian tersebut juga sama dengan hasil penelitian ini yakni terjadi pada subyek berusia 55-59 tahun.

Obesitas sentral yang ditandai dengan ukuran lingkar perut di atas normal menunjukkan kontribusi penentu MetS terbesar yakni sebesar 92% (100% pada laki-laki dan 78.6% pada perempuan, sebagaimana tercantum dalam tabel 15. Tabel 15 Distribusi frekuensi komponen MetS pada subyek dewasa gemuk

(IMT>25 kg/m2)

Variabel n %

1. LP

Normal < 90 cm laki-laki 0 0

< 80 cm perempuan 2 21.4

Berisiko ≥ 90 cm laki-laki 12 100

≥ 80 cm perempuan 12 78.6

Total 26 100.0

2. Trigliserida

Normal < 150 mg/dL 16 61.5

Tinggi ≥ 150 mg/dL 10 38.5

Total 26 100.0

3. k-HDL

Normal ≥ 40 mg/dL perempuan 10 71.4

≥ 50 mg/dL laki-laki 8 66.7

Rendah < 40 mg/dL perempuan 4 28.6

< 50 mg/dL laki-laki 4 33.3

Total 26 100.0

4. Glukosa Darah Puasa

Normal < 100 mg/dL 26 100

Tinggi ≥ 100 mg/dL 0 0

Total 26 100.0

5. Sistol

Normal < 130 mg/dL 19 73.1

Tinggi ≥ 130 mg/dL 7 26.9

Total 26 100.0

6. Diastol

Normal < 85 mg/dL 17 65.4

Tinggi ≥ 85 mg/dL 9 34.6

(35)

25 Proporsi selanjutnya berturut-turut ditunjukkan oleh prevalensi hipertrigliserida (38.5%), tekanan darah tinggi menurut diastol (34.6%), kolesterol HDL rendah (33.3% pada laki dan 28.6% pada perempuan) dan tekanan darah tinggi menurut sistol (26.9%). Hasil analisis komponen MetS menunjukkan semua subyek laki-laki memiliki lingkar perut berisiko, sedangkan untuk perempuan persentasenya adalah 78.6%. Hampir 40% subyek memiliki kadar trigiliserida tinggi. Penentuan kategori kadar HDL dibedakan menurut jenis kelamin. Persentase subyek laki-laki yang memiliki kadar k-HDL rendah lebih besar dibanding subyek perempuan. Lebih dari 25% subyek mengalami hipertensi berdasarkan tekanan darah sistol. Berdasarkan tekanan darah diastol, prevalensi subyek yang mengalami hipertensi adalah sebesar 34.6%.

Hubungan antara Karakteristik Sosiodemografi, Status Gizi dan Komponen Sindroma Metabolik

a. Jenis kelamin

Tabel 16 menyajikan hubungan antara jenis kelamin dan komponen sindroma metabolik (MetS). Pada penelitian ini, semua subyek laki-laki memiliki lingkar perut (LP) berisiko dan perempuan yang mengalami obesitas sentral adalah sebanyak 78.6%. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara ukuran lingkar perut laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Prevalensi tekanan darah sistol berisiko pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan (41.67% dan 14.29%). Namun, rata-rata tekanan darah sistol pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Berdasarkan kriteria JNC VII, rata-rata tekanan darah sistol pada perempuan digolongkan prehipertensi. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara tekanan darah sistol laki-laki dan perempuan (p>0.05).

Kondisi yang sama ditunjukkan oleh tekanan darah diastol. Prevalensi hipertensi pada laki-laki adalah 2 kali lebih tinggi dibanding perempuan. Rata-rata tekanan darah diastol pada laki lebih tinggi dibanding perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki rata-rata tekanan darah diastol yang tergolong prehipertensi. Namun, Secara umum, tekanan darah sistol dan diastol subyek berada dalam kategori normal. Secara statistik, kadar diastol laki-laki dan perempuan tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Syofiarti (2013) di Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik antara contoh laki-laki dan perempuan (p<0.05) pada subyek dewasa berstatus gizi kurus, normal, BBL dan obes.

(36)

26

mengalami hipoglikemi atau GDP rendah lebih tinggi dibanding presentase subyek dengan GDP normal.

Tabel 16 Hubungan antara jenis kelamin dan komponen MetS

Variabel Laki-Laki Perempuan Total

r

SD (mmHg) 115.21±11.53 123.25±14.25 93.1±7.9

3.Diastol

SD (mmHg) 85.08±8.33 81.07±7.89 82.92±8.19

4.GDP

SD (mg/dL) 78.33±8.90 70.86±7.37 74.31±8.80

5.k-HDL

SD (mg/dL) 212.08±122.18 112.14±32.22 158.27±98.44

(37)

27 rata-rata normal. Secara statistik, ada perbedaan yang bermakna antara kadar k-HDL pada laki-laki dan perempuan (p<0.05).

Trigliserida merupakan komponen yang tersusun atas 3 asam lemak teresterifikasi pada sebuah molekul gliserol, yang biasanya disimpan dalam bentuk lipid pada manusia dan hewan (Lee & Nieman 2010).Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar trigliserida pria lebih tinggi dibanding wanita (212.08±122.18 mg/dL dan 112.14±32.22 mg/dL). Baik pria maupun wanita memiliki rata-rata kadar trigliserida berisiko (>150 mg/dL). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan kadar trigliserida antara laki-laki dan perempuan (p<0.05). Dengan demikian, jenis kelamin berpengaruh terhadap kadar trigliserida.

Profil lipid seseorang dapat diketahui melalui kondisi kolesterol dan trigliserida. Sebagian besar kolesterol (93%) terdapat pada membran sel dan 7% beredar dalam darah. Kolesterol merupakan komponen larut lemak, sehingga membutuhkan lipoprotein sebagai pembawanya. Lipoprotein yang berperan mentranspor kolesterol diantaranya adalah kolesterol LDL dan HDL. Kolesterol LDL paling bertanggung jawab terjadinya penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner. Kolesterol HDL merupakan lipid plasma yang lain yang berhubungan dengn risiko penyakit kardiovaskular yang dipengaruhi oleh diet dan berat badan. Kolesterol HDL secara langsung melawan perkembangan aterosklerosis dengan membawa kolesterol dari jaringan peripheral ke hati untuk selanjutnya di metabolisme atau dibuang (Driskell 2009).

Dislipidemia merupakan salah satu komponen sindroma metabolik yang berhubungan dengan obesitas. Kolesterol HDL rendah, tinggi trigliserida dan LDL merupakan komponen umum dislipidemia yang berhubungan dengan sindroma metabolik (Hu 2008).

b. Usia

Tabel 17 menyajikan hubungan antara usia dan komponen sindroma metabolik (MetS). Ukuran lingkar perut meningkat seiring bertambahnya usia. Rata-rata lingkar perut subyek usia 20-29 tahun adalah 90.8±9.4 cm. Kemudian meningkat menjadi 92.3±8.9, 92.5 ± 8.2 dan 93.1 ± 7.9 pada subyek usia 30-39, 40-49 tahun dan 50-59 tahun berturut-turut.

Rata-rata tekanan darah sistolik pada kategori usia 20-29 tahun adalah 118±11.36 mmHg. Subyek dengan kategori usia 30-39 tahun memiliki rata-rata tekanan darah sistolik lebih rendah dibanding subyek dalam kelompok usia 20-29 tahun. Secara umum, rata-rata tekanan darah sistolik subyek berada pada kategori normal. Persentase hipertensi tertinggi berdasarkan tekanan darah sistolik terdapat pada subyek dengan rentang usia 40-49 tahun (37.5%).

Berdasarkan tekanan darah diastolik, rata-rata tekanan darah subyek adalah 82.92±8.19 mmHg, sehingga diklasifikasikan ke dalam pre hipertensi. Prevalensi hipertensi tertinggi menurut tekanan darah diastol ditunjukkan oleh kelompok usia 20-29 tahun (66.7%). Prevalensi terendah ditunjukkan oleh kelompok usia 30-39 tahun (20%). Sebagian besar subyek memiliki tekanan darah diastol normal (65.38 %).

(38)

28

Namun, tidak satupun subyek dengan kategori usia 20-29 tahun memiliki kadar GDP normal. Semua subyek dalam kelompok umur ini memiliki kadar GDP rendah.

Tabel 17 Hubungan antara usia dan komponen MetS

Variabel

(mmHg) 118±11.36 114±15.17 120.75±17.69 120.2±9.68 118.92±13.24

3.Diastol

SD (mg/dL) 44.33±5.86 45±9.62 47.13±14.31 56.7±10.91 50.08±12.13

6.TGA

SD (mg/dL) 112 ±32.05 134.6±99.70 174.25±60.86 171.2±133.98 158.27±98.44

(39)

29 kolesterol HDL berisiko terbesar ditunjukkan oleh subyek dengan kategori usia 30-39 tahun, yakni sebanyak 60%.

Rata-rata kadar trigiliserida subyek adalah 158.27±98.44 mg/dL, sehingga dikategorikan berisiko. Rata-rata kadar trigiliserida tertinggi terdapat pada kelompok usia 40-49 tahun. Kemudian diikuti oleh persentase subyek dengan usia 50-59 tahun dan 30-39 tahun (171.2±133.98 mg/dL dan 134.6±99.70 mg/dL). Persentase subyek dengan kadar trigiliserida tertinggi adalah dalam usia 40-49 tahun, yakni sebanyak 62.5 %. Namun, persentase tertinggi ditunjukkan oleh subyek yang memiliki kadar trigliserida normal (61.54%).

Hasil uji korelasi Pearson dan Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia dan semua komponen MetS. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Syofiarti (2013) yang menunjukkan tidak terdapat korelasi signifikan antara usia dan tekanan darah (p>0.05). Namun, penelitian lain oleh Zakiyah (2008) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan tekanan darah, baik sistol maupun diastol (p=0.000) dengan arah korelasi positif. Semakin bertambah usia, semakin meningkat pula tekanan darah. Penelitian di Cina oleh Weng et al. (2012) menunjukkan prevalensi hipertensi dan kadar GDP tinggi meningkat seiring bertambahnya usia, baik pada laki-laki maupun perempuan (p<0.001). Obesitas sentral, hipertrigliseridemia dan kejadian MetS meningkat menurut usia pada wanita (p<0.001), tetapi hal ini tidak terjadi pada pria. Prevalensi k-HDL rendah tidak berkorelasi dengan usia (p>0.001).

Menurut Ardiningsih (2013), persentase subyek yang mengalami hiperglikemi terjadi lebih banyak pada kelompok usia 49 tahun ke atas dibandingkan dengan kelompok di bawah usia 49 tahun. Semakin lanjut usia seseorang, maka semakin tinggi risiko resistensi insulin sehingga mengakibatkan hiperglikemia. Risiko berkembangnya penyakit kardiovaskular meningkat seiring usia, dengan perkembangan permulaan aterosklerosis saat remaja. Saat usia bertambah, glukosa, trigliserida dan tekanan darah sistolik juga meningkat dari waktu ke waktu. Karena banyaknya kejadian penyakit kardiovaskular pada usia dewasa menengah, bahkan perbaikan yang kecil dalam faktor risiko (seperti sedikit pengurangan kadar tekanan darah, kolesterol LDL) akan begitu menguntungkan (Driskell 2009).

c. Tingkat Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Status Pernikahan dan Besar Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan bahwat tingkat pendidikan, pendapatan, status pernikahan dan besar keluarga tidak berhubungan secara signifikan dengan semua komponen sindroma metabolik (p>0.05). Namun, hasil korelasi Rank Spearman

Gambar

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran
Tabel 1  Jenis dan cara pengumpulan data penelitian
Tabel 3  Kategori batasan IMT
Tabel 4  Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mardiana (2013) Pengaruh Penggunaan Teknologi Informasi DAN Keahlian Pemakai Terhadap Kualitas Informasi Akuntansi (Studi Empiris Pada Perusahaan BUMN di Kota Pada). Mohammad Dian

Berdasarkan observasi sementara 6 peneliti pada Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Model Palangka Raya bahwa guru bimbingan konseling (konselor) di Madrasah tersebut berjumlah 4

1) Faktor risiko yang dikenakan untuk setiap jenis AYD dan perhitungan jumlah dana untuk MMBR sama dengan yang berlaku untuk produk asuransi lain sebagaimana

Analisa yang digunakan adalah analisa beban statis untuk mengetahui karakteristik dan letak tegangan terbesar pada konstruksi internal ramp berdasarkan empat

Faktor pendukung dan penghambat dalam pembentukan karakter kewirausahaan peserta didik melalui Kegiatan Ekstrakurikuler kepramukaan di gugusdepan 09-04-051/09-04-052

Mengingat pajak daerah merupakan salah satu dari dari sumber pendapatan asli daerah yang dapat memberikan sumbangan yang cukup besar, namun setelah dikeluarkannya

Since the axis of symmetry of the parabola is a vertical line of symmetry, then if the parabola intersects the two vertical sides of the square, it will intersect these at the

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kesulitan mahasiswa dalam menyelesaikan soal pada mata kuliah Matematika Dasar diantaranya kesulitan pada penggunaan konsep dan