• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Challenge Feeding terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Akhir Laktasi Di KUNAK Cibungbulang-Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efek Challenge Feeding terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Akhir Laktasi Di KUNAK Cibungbulang-Bogor"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

SEPTANI DYAH AYUNANDRI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

EFEK

CHALLENGE FEEDING

TERHADAP PRODUKSI DAN

KUALITAS SUSU SAPI PERAH

Friesian Holstein

(FH) AKHIR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efek Challenge Feeding terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Akhir Laktasi Di KUNAK Cibungbulang-Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Septani Dyah Ayunandri

(4)

ABSTRAK

SEPTANI DYAH AYUNANDRI. Efek Challenge Feeding terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Akhir Laktasi Di KUNAK Cibungbulang-Bogor. Dibimbing oleh SURYAHADI dan ANITA S. TJAKRADIDJAJA.

Efek Challenge feeding terhadap produksi dan kualitas susu, persistensi laktasi, pertambahan bobot badan (PBB), body condition score (BCS), efisiensi penggunaan pakan dan total plate count (TPC) sapi perah Friesian Holstein (FH) diamati dalam percobaan ini. Perlakuan terdiri atas: P0= Pemberian pakan peternak: hijauan (rumput gajah/rumput lapang/jerami padi)+ampas tahu/ampas tempe+konsentrat lokal (kontrol) dan P1= Pemberian pakan standar (TDN 68.26% dan PK 14.22%) yang ditingkatkan pemberiannya secara bertahap dari waktu ke waktu (challenge feeding): hijauan (hijauan fermentasi, Hi-fer+rumput gajah/rumput lapang)+ampas tahu+konsentrat standar. Sapi perah FH (5 ekor per perlakuan) digunakan sebagai ulangan; data dianalisis secara deskriptif (rataan dan simpangan baku), dan diikuti uji T. Challenge feeding belum dapat meningkatkan produksi (4% FCM) dan kualitas susu, efisiensi penggunaan pakan, dan income over feed cost, tetapi dapat memperbaiki konversi TDN dan PK untuk produksi susu (P<0.05) dan persistensi laktasi, meningkatkan PBB dan BCS, dan menurunkan TPC susu pada sapi perah FH pada akhir laktasi.

Kata Kunci : challenge feeding, Hi-fer, konsentrat standar

ABSTRACT

SEPTANI DYAH AYUNANDRI. Effect of Challenge Feeding on Milk Production and Quality of Friesian Holstein (FH) Dairy Cow at Late Lactation Period in KUNAK Cibungbulang-Bogor. Supervised by SURYAHADI and ANITA S. TJAKRADIDJAJA.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

EFEK

CHALLENGE FEEDING

TERHADAP PRODUKSI DAN

KUALITAS SUSU SAPI PERAH

Friesian Holstein

(FH) AKHIR

LAKTASI DI KUNAK CIBUNGBULANG-BOGOR

SEPTANI DYAH AYUNANDRI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Efek Challenge Feeding terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Akhir Laktasi Di KUNAK Cibungbulang-Bogor

Nama : Septani Dyah Ayunandri NIM : D24100024

Disetujui oleh

Dr Ir Suryahadi, DEA Pembimbing I

Ir Anita S. Tjakradidjaja, MRurSc Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MSi Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Maret 2014 ini ialah produksi dan kualitas susu sapi perah, dengan judul Efek Challenge Feeding terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Akhir Laktasi Di KUNAK Cibungbulang-Bogor.

Produksi dan kualitas susu yang masih rendah di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah (KUNAK) Cibungbulang Bogor, disebabkan oleh ketersediaan dan kualitas hijauan serta konsentrat yang berfluktuasi. Hi-feradalah hijauan hasil fermentasi menggunakan komplemen pakan yang berkualitas baik dan disukai ternak, mempunyai kadar protein lebih dari sepuluh persen, kandunga Energi/TDN lebih dari lima puluh persen, mudah dan tahan lama disimpan (mempunyai daya simpan lebih dari dua bulan). Pakan berupa hijauan fermentasi (Hi-fer)dapat mengatasi permasalahan peternak dalam penyedian pakan ternak di musim kemarau yang susah untuk mencari hijauan. Konsentrat standar NRC juga dapat membantu peternak dalam penggunaan konsentrat yang berkualitas. Serta pemberian pakan secara challenge feeding dapat memperlambat penurunan produksi susu.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam dunia peternakan dan dapat bermanfaat bagi peternak, pembaca dan penulis khususnya.

Bogor, September 2014

Septani Dyah Ayunandri

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat 3

Bahan 3

Ternak 3

Pakan 3

Prosedur Percobaan 3

Formulasi dan Pembuatan Konsentrat Standar 3

Pemberian Sapi Perah Akhir Laktasi 3

Analisis Kualitas Susu 4

Analisis Zat Makanan 4

Rancangan dan Analisis Data 5

Perlakuan 5

Analisis Data 5

Peubah yang Diamati atau Diukur 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Kondisi Umum Peternakan 7

Pemberian Pakan 7

Konsumsi Bahan Kering dan Zat Makanan Sapi Perah FH 9 Produksi Susu 4% FCM, Pertambahan Bobot Badan dan Body Condition Score

11

Persistensi Laktasi 13

Kualitas Susu Sapi Perah FH 14

Efisiensi Penggunaan Pakan 15

Income Over Feed Cost 16

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

RIWAYAT HIDUP 23

(12)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi zat makanan 4

2 Pemberian dan imbangan pakan selama koleksi data 9 3 Konsumsi bahan kering dan zat makanan sapi perah FH 10

4 Evaluasi kebutuhan nutrien sapi perah FH 10

5 Body condition score 13

6 Kualitas susu sapi perah FH berdasarkan komposisi susu 15

7 Efisiensi penggunaan pakan 16

8 Income over feed cost 17

DAFTAR GAMBAR

1 Produksi susu 4% FCM 12

2 Pertambahan bobot badan 12

3 Konsumsi konsentrat lokal P0 dan challenge feeding konsentrat standar

P1 12

4 Persistensi laktasi 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Produksi susu 4% FCM 21

2 Pertambahan bobot badan (PBB) 21

3 Body condition score (BCS) 21

4 Persistensi laktasi 21

5 Kualitas susu sapi perah FH berdasarkan komposisi susu 21

6 Keefisienan penggunaan pakan 22

7 Proses pembuatan Hi-fer 22

(13)

PENDAHULUAN

Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah (KUNAK) merupakan kawasan penghasil susu sapi perah Friesian Holstein (FH) yang terletak di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kawasan ini adalah daerah yang berbukit dan merupakan daerah dengan dataran yang sedang.

Pakan utama di KUNAK yaitu ampas tahu dengan pemberian hijauan yang berubah-ubah seperti rumput gajah, rumput lapang, jerami padi, daun jagung dan limbah pasar serta konsentrat yang bervariasi (konsentrat yang berasal dari Bandung, koperasi produksi susu (KPS) atau konsentrat buatan sendiri). Rumput yang sering digunakan sebagai pakan yaitu rumput gajah (Pennisetum purpureum) yang ditanam di lahan yang tersedia di setiap kavling. Pemberian pakan dengan rumput lapang, jerami padi, daun jagung dan limbah pasar dilakukan sebagai substitusi jika ketersediaan rumput gajah tidak ada lagi. Pemberian ampas tahu dapat mencapai 30-36 kg ekor-1 hari-1. Setiap peternakan sapi perah tidak pernah terlepas dari pemberian ampas tahu, karena ketersediaan ampas tahu yang banyak dan merupakan pakan sumber protein yang baik untuk produksi dan kualitas susu. Ketersediaan hijauan di KUNAK sangat berfluktuasi dengan kandungan kualitas yang bervariasi. Kualitas dan kuantitas susu sapi sangat dipengaruhi oleh konsumsi dan kualitas pakan yang diberikan pada ternak sapi perah.

Kuantitas pemberian pakan di KUNAK sangat bergantung kepada ketersediaan pakan. Musim sangat berpengaruh terhadap ketersediaan dan kualitas hijauan, pada musim penghujan, ketersediaan hijauan banyak dengan kualitas yang baik; sedangkan pada musim kemarau, ketersediaan hijauan sedikit dengan kualitas yang kurang baik. Pemberian pakan sangat bergantung kepada ampas tahu karena ketersediaannya yang banyak dengan kualitas yang baik. Namun, harga ampas tahu terbilang mahal dan pada musim-musim tertentu keberadaan ampas tahu susah didapatkan. Pakan konsentrat yang ada di KUNAK ketersediaannya banyak dengan kualitas dan harga yang bervariasi, karena belum adanya standarisasi pakan konsentrat yang digunakan di KUNAK.

Sapi-sapi yang berada di KUNAK, terutama yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan sapi perah akhir laktasi yang memiliki kondisi di bawah optimal, susah berahi dan susah bunting serta sapi perah yang sudah sangat bergantung kepada ampas tahu. Sapi tersebut sudah diberi pakan sesuai kebutuhannya, tetapi belum dapat meningkatkan produksi susu sebagaimana yang diharapkan.

Masalah yang dihadapi peternak, yaitu dalam hal terbatasnya dan berfluktuasinya ketersediaan dan kualitas hijauan makanan ternak (HMT) dan konsentrat, dapat disiasati dengan pengembangan teknologi baru, yaitu pembuatan hijauan fermentasi awetan (Hi-fer) dan konsentrat dengan formula standar. Pembuatan hijauan awetan (Hi-fer) dapat disimpan lebih lama, dan pembuatan konsentrat standar diharapkan dapat meningkatkan produksi dan kualitas susu sapi perah. Masalah dalam penampilan produksi dan kualitas sapi perah peternak dapat disiasati dengan challenge feeding.

(14)

2

disimpan (mempunyai daya simpan lebih dari dua bulan). Pakan berupa hijauan fermentasi (Hi-fer)dapat mengatasi permasalahan peternak dalam penyedian pakan ternak di musim kemarau yang susah untuk mencari hijauan. Hijauan yang digunakan dalam penelitian untuk pembuatan Hi-feradalah rumput gajah. Keistimewaan dari Hi-ferini tidak harus menunggu selama 21 hari dalam pembuatannya untuk diberikan kepada ternak seperti halnya kalau pembuatan silase yang harus menunggu selama 21 hari. Penggunaan KP dalam pembuatan Hi-ferbertujuan untuk meningkatkan daya simpan pakan, mampu mempercepat proses fermentasi pakan, meningkatkan kadar energi hijauan pakan dan meningkatkan palatabilitas pakan. Pemberian molasses pada silase rumput gajah dapat meningkatkan kandungan gizinya (Yunus 2009). Silase rumput gajah adalah pakan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi alami rumput gajah oleh bakteri asam laktat dengan kadar air yang tinggi (60%) dalam keadaan anaerob (Mugiawati et al. 2013).

Konsentrat standar adalah konsentrat yang mempunyai kandungan nutrien yang sesuai untuk sapi perah yang diformulasikan berdasarkan NRC 2001. Konsentrat standar menggunakan KP yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi pakan ternak sehingga dapat berpengaruh terhadap produksi dan kualitas susu sapi perah.

Challenge feeding adalah penambahan pemberian pakan yang meningkat secara bertahap baik jumlah dan mutunya sebagai dasar untuk menentukan tingkat keefisienan pemberian pakan terutama dari segi teknis. Penelitian challenge feeding dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar efek penambahan pemberian pakan terhadap peningkatan produksi susu, kualitas susu, PBB, BCS, IOFC, efisiensi penggunaan pakan, konsumsi bahan kering dan zat makanan dan penurunan TPC pada sapi perah akhir laktasi yang memiliki kondisi di bawah optimal seperti yang banyak terjadi pada sapi-sapi di daerah KUNAK. Penelitian challenge feeding pada sapi perah FH di KUNAK perlu dilakukan untuk memperbaiki produksi dan kualitas susu sapi yang sesuai dengan bulan laktasi.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari efek challenge feeding dengan pemberian pakan hijauan Hi-fer dan konsentrat standar yang dibandingkan dengan hijauan dan konsentrat yang diberi oleh peternak terhadap produksi dan kualitas susu sapi perah FH.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

(15)

3

Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu alat tulis, pita ukur, ember stainlessteel, ember plastik, Milkotester, timbangan pakan, timbangan susu, cool box, kantong plastik.

Bahan

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi perah laktasi milik peternak Bapak Acep yang ada di KUNAK (Lokasi 2) Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Ternak sapi perah yang digunakan sebanyak 10 ekor dengan masa laktasi akhir (laktasi 5 sampai laktasi 7). Susu sapi FH tersebut diambil sebagai sampel untuk dianalisis.

Pakan

Pakan yang digunakan adalah hijauan berupa (Hi-ferdanrumput lapang/rumput gajah/jerami padi), ampas tahu/ampas tempe, konsentrat lokal dan konsentrat standar. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat konsentrat standar yaitu dedak halus, jagung, onggok, pollard, KP+tetes, bungkil kelapa sawit, bungkil kelapa, bungkil kedelai dan larutan buffer mineral. Hasil analisis proksimat pakan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Prosedur Percobaan

Formulasi dan Pembuatan Konsentrat Standar

Langkah awal pembuatan konsentrat standar yaitu, formulasi ransum konsentrat dengan metode trial and error dengan menggunakan komputer. Hasil formulasi pakan konsentrat standar secara as fed yaitu pollard 32%, bungkil kelapa sawit 13%, bungkil kedelai 10%, dedak halus 10%, KP+tetes 10%, onggok 9%, bungkil kelapa 9%, larutan buffer mineral 4% dan jagung 3%. Bahan baku lalu dicampur sesuai hasil formulasinya dan hasil pencampuran tersebut akan dihasilkan konsentrat.

Pemberian Pakan Sapi Perah Akhir Laktasi

(16)

4

Tabel 1 Komposisi zat makanan Bahan

Hasil analisis Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, BK = bahan kering, LK = lemak kasar, PK = protein kasar, SK = serat kasar, Beta-N = bahan ekstrak tanpa nitrogen, BO = bahan organik, TDN = total digestible nutrient. Rumus TDN (Wardeh 1981) = 40.263 + 0.197 (%PK) + 0.423 (%Beta-N) + 1.190 (%LK) - 0.138 (%SK)

Analisis Kualitas Susu

Analisis komposisi susu dilakukan satu minggu sekali menggunakan Milkotester yang dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB. Langkah-langkah pengukuran dengan Milkotester adalah sampel susu sebanyak 20 ml yang telah dihomogenkan lalu dituangkan ke dalam wadah berukuran kecil. Selanjutnya, alat detektor pada Milkotester dicelupkan ke dalam sampel beberapa saat. Data hasil pengukuran kemudian muncul pada layar Milkotester, data lalu dicatat. Data hasil pengukuran yang diambil adalah berat jenis, kadar lemak, kadar protein, kadar laktosa, total solid dan BK tanpa lemak (SNF) susu, kemudian dilakukan pembobotan terhadap kualitas susu tersebut. Misalnya untuk kadar lemak, ((produksi susu pagi x kadar lemak susu pagi)+(produksi susu sore x kadar lemak sore)) / (produksi susu pagi + produksi susu sore). Demikian juga untuk berat jenis, kadar protein, kadar laktosa, total solid, dan SNF susu. Analisis TPC susu dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan IPB, menggunakan metode Bacteriological Analytical Manual (BAM) (2001).

Analisis Zat Makanan

(17)

5 dikoleksi untuk analisis proksimat dan diperoleh hasil analisis kadar air, abu, PK, LK dan SK. Bahan kering, BO dan Beta-N dihitung dengan cara pengurangan dari kandungan nutrien yang sudah dianalisis. TDN dihitung menggunakan rumus TDN seperti yang digunakan oleh Wardeh (1981).

Rancangan dan Analisis Data

Perlakuan

Penelitian ini dilaksanakan selama 42 hari (2 minggu masa adaptasi dan 4 minggu masa koleksi data) dengan menggunakan 2 perlakuan dan 5 ulangan. Selama penelitian berlangsung terdapat 1 ekor sapi di peternakan tersebut dengan masa laktasi awal, sehingga data 1 ekor sapi perlakuan P0 tidak dapat dipakai. Keadaan tersebut mengakibatkan sapi perlakuan P0 hanya berjumlah 4 ekor dan sapi perlakuan P1 berjumlah 5 ekor. Perlakuan yang diberikan adalah :

P0 = Pemberian pakan sesuai kebiasaan peternak (TDN ransum 65.36% dan PK ransum 13.11%) yaitu: 12-15 kg ekor-1 hari-1 hijauan (rumput gajah/rumput lapang/jerami padi) + 29-33 kg ekor-1 hari-1 ampas tahu/ampas tempe + 4-5 kg ekor-1 hari-1 konsentrat lokal (kontrol).

P1 = Pemberian pakan standar (TDN ransum 68.25% dan PK ransum 14.23%) dengan ditingkatkan jumlah pemberiannya secara bertahap dari waktu ke waktu (Challenge feeding) yaitu: 17-23 kg ekor-1 hari-1 hijauan (hijauan fermentasi (Hi-fer) dan 7 kg ekor-1 hari-1 rumput gajah/rumput lapang + 8-14 kg ekor-1 hari-1 ampas tahu + 7-9 kg ekor-1 hari-1 konsentrat standar.

Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan kondisi peternakan dan kondisi setelah challenge feeding terhadap peubah yang diamati dengan rataan dan simpangan baku yang diikuti oleh uji-T. Uji-T digunakan untuk membandingkan variabel antar perlakuan P0 dan perlakuan P1. Data yang diperoleh untuk setiap peubah, kemudian diamati dengan uji independent sampel T-test (SPSS 16.0 untuk Windows).

Peubah yang Diamati atau Diukur

1. Pemberian dan Imbangan Pakan

Pemberian pakan hijauan dan konsentrat standar yaitu 60% : 40%. Namun karena adanya challenge feeding terjadi penambahan pakan konsentrat standar, ampas tahu dan hijauan secara bertahap dari waktu ke waktu.

2. Konsumsi Bahan Kering dan Zat Makanan, dan Evaluasi Kebutuhan

Nutrien Sapi Perah FH

(18)

6

BK x %SK ransum, (6) Konsumsi LK (kg) = konsumsi BK x %LK ransum. Kebutuhan sapi perah dihitung berdasarkan formula yang dikemukakan Sutardi (1981). Keseimbangan nutrien didapatkan dengan pengurangan antara konsumsi BK dan zat makanan dengan kebutuhan sapi perah FH.

3. Pendapatan Peternak (Income Over Feed Cost)

Nilai ekonomi ransum dihitung dengan Income Over Feed Cost (IOFC) yang merupakan selisih antara penerimaan, dari hasil penjualan susu dikurangi dengan biaya makanan (biaya hijauan, biaya konsentrat dan biaya ampas tahu/ampas tempe).

4. Produksi Susu

Peubah produksi susu diamati untuk mengetahui efek challenge feeding terhadap kenaikan produksi susu. Pengambilan data produksi susu dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari. Pemerahan di pagi hari pukul 05.00 dan pemerahan di sore hari pukul 15.00. Data produksi susu yang diperoleh dikonversi menjadi 4% FCM (Fat Corrected Milk) dengan menggunakan rumus berdasarkan NRC (1989), sebagai berikut: Produksi susu 4% FCM = 0.4 PS + (0.15 x kadar lemak) x PS. PS adalah produksi susu harian.

5. Persistensi Laktasi

Pengukuran persistensi dilakukan dengan mengurangi rata-rata hasil pemerahan minggu ke-2 dengan rata-rata hasil pemerahan minggu ke-1 dibagi rata-rata hasil pemerahan minggu ke-1 dikali 100%.

6. Kualitas Susu

Sampel susu hasil pemerahan pagi dan sore hari diambil sebanyak 20 ml setiap ekor dan 20 ml setiap perlakuan. Sampel diambil segera setelah selesai pemerahan dan dimasukkan ke dalam plastik steril, kemudian dimasukkan ke dalam cool box. Sampel kemudian dibawa ke Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Perah, Fakultas Peternakan IPB untuk pengujian komposisi susu dengan menggunakan milkotester. Uji TPC di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan IPB. Pengujian ini dilakukan satu minggu sekali untuk sampel susu masing-masing perlakuan baik pagi maupun sore. Uji kualitas susu ini dilakukan pada awal sebelum perlakuan sebagai data awal dan setelah perlakuan setiap satu minggu sekali untuk produksi susu pagi dan sore yaitu pada minggu ke-0, minggu ke-1, minggu ke-2, minggu ke-3, minggu ke-4 minggu ke-5 dan minggu ke-6.

7. Pertambahan Bobot Badan (PBB) (kg ekor-1 hari-1)

(19)

7

8. Body Condition Score (BCS)

Penilaian kondisi tubuh dilakukan setiap dua minggu dengan cara pengamatan dan perabaan terhadap deposit lemak pada bagian tubuh ternak, yaitu pada bagian punggung dan seperempat bagian belakang, seperti pada bagian processus spinosus, processus spinosus ke processus transversus, legok lapar, tuber coxae (hooks), antara tuber coxae dan tuber ischiadicus (pins), antara tuber coxae kanan dan kiri, dan pangkal ekor ke tuber ischiadicus dengan skor 1-5 (skor 1 = sangat kurus, skor 3 = sedang, dan skor 5 = sangat gemuk) skala 0.25 (Edmonson et al. 1989).

9. Efisiensi Penggunaan Pakan

Efisiensi penggunaan pakan dapat diketahui dengan mengukur produksi susu yang dihasilkan oleh masing-masing sapi perah dalam masing-masing perlakuan dengan cara sebagai berikut:

1 Keefisienan penggunaan pakan % = (Produksi BK susu/Konsumsi BK pakan) x 100%

2 Konversi penggunaan TDN (energi), kg kg-1 susu= Konsumsi TDN/Produksi susu

3 Konversi penggunaan protein, kg kg-1 susu = Konsumsi protein/Produksi susu Produksi susu adalah produksi yang telah distandarisasi ke dalam kadar lemak 4% FCM.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Peternakan

Suhu di lokasi kandang minimum dan maksimum adalah 20.9_31.2 oC dengan kelembaban minimum dan maksimum berkisar 44.3-92.1%. Suhu dan kelembaban di KUNAK secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan suhu dan kelembaban nyaman untuk sapi perah yaitu suhu lingkungan 18.3 oC dengan kelembaban 55%, bila melebihi suhu tersebut ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan tingkah laku (Yani dan Purwanto 2006).

Peternakan Bapak Acep merupakan peternakan dengan jumlah kepemilikan ternak yang banyak yaitu berjumlah 250 ekor sapi yang berada pada tiga kavling. Namun, yang digunakan dalam penelitian berjumlah 10 ekor. Sapi perah yang digunakan dalam penelitian merupakan sapi perah dengan masa laktasi akhir (laktasi ke-5 sampai laktasi ke-7) yang susah berahi dan susah bunting. Menejemen pemberian pakannya yaitu pakan hijauan dan konsentrat yang diberikan dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore. Di pagi hari pemberian pakan hijauan dan konsentrat dilakukan setelah pemerahan, pemberian konsentrat pukul 07.00 dan hijauan pukul 08.00. Pemberian pakan konsentrat yang kedua dilakukan di siang hari pukul 12.00 dan hijauan diberikan setelah pemerahan sore pukul 18.00.

Pemberian Pakan

(20)

8

Pakan yang diberikan sama rata untuk ternak-ternak yang ada di kandang. Konsentrat peternak (konsentrat lokal) diberikan sebanyak 4-5 kg ekor-1 hari-1. Hijauan diberikan sebanyak 12-15 kg (as fed) ekor-1 hari-1. Pemberian hijauan pakan di peternakan tersebut masih kurang dari standar NRC (2001). Menurut NRC (2001), rata-rata kebutuhan HMT untuk seekor sapi sekitar 15-27 kg (as fed) ekor -1

hari-1 dengan kualitas HMT yang bagus. Hal ini disebabkan ketersediaan HMT di KUNAK tidak dapat mencukupi kebutuhan sapi-sapi tersebut, sehingga peternak harus mencari rumput lapang dan jerami padi dari luar kawasan KUNAK. Dziyaudin (2012) menyatakan bahwa hasil panen kebun rumput KUNAK rata-rata 26.43 ton hari-1, sedangkan kebutuhan HMT total ternak yang ada di KUNAK mencapai 95.94 ton hari-1. Lahan setiap peternak seluas 2100 m2 menghasilkan rumput 25 kg (as fed) ekor-1 hari-1 untuk mencukupi kebutuhan enam ekor sapi setiap harinya. Ketersediaan hijauan yang sedikit, mengakibatkan pemakaian ampas tahu sebagai pakan sapi perah berlebihan, karena ketersediaan ampas tahu yang melimpah. Pakan ampas tahu menjadi pakan utama di peternakan tersebut. Pemberian pakan ampas tahu sebanyak 29-33 kg ekor-1 hari-1. Pemberian ampas tahu pada ternak dilakukan dengan cara dicampur dengan konsentrat. Air minum diberikan ad libitum. Setelah adanya penelitian terjadi peningkatan pemberian pakan dan terjadi perubahan pemberian hijauan dari jerami padi ke rumput lapang. Pemberian dan imbangan pakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Rataan pemberian bahan segar dan bahan kering hijauan relatif lebih tinggi pada perlakuan P1 dibandingkan dengan perlakuan P0. Hal tersebut disebabkan ketersediaan hijauan peternak sangat berfluktuasi, sedangkan perlakuan P1 menggunakan hijauan fermentasi awetan (Hi-feryang ketersediaanya stabil. Rataan bahan segar konsentrat lebih tinggi pada perlakuan P0 dibandingkan dengan perlakuan P1. Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan ampas tahu pada perlakuan P0 yang berlebihan. Pemberian bahan kering konsentrat lebih tinggi pada perlakuan P1, yang disebabkan adanya perlakuan challenge feeding. Konsumsi bahan kering bergantung kepada banyaknya pakan yang diberikan pada ternak. Imbangan hijauan : konsentrat masa koleksi data pada perlakuan P1 tidak lagi 60% : 40%. Hal ini disebabkan adanya challenge feeding konsentrat standar dan penambahan ampas tahu serta adanya pengurangan pemberian Hi-feryang disebabkan sapi perah tidak selalu habis dalam mengkonsumsi Hi-fer sehingga imbangan pakan lebih banyak pada pakan konsentrat dibandingkan hijauan. Schroeder et al. (2004) menyatakan bahwa pemberian konsentrat sebanyak 30-45% dari total konsumsi BK sapi perah dan 55-70% dari rumput.

Pemberian ideal konsentrat standar sapi perah perlakuan P1 yaitu 5.75 kg

ekor-1 hari-1 dan pemberian Hi-feryaitukg ekor-1 hari-1. Penggantian ampas

(21)

9 Tabel 2 Pemberian dan imbangan pakan selama koleksi data

Pemberian Satuan gajah/rumput lapang/jerami padi) + 29-33 kg ekor-1 hari-1 ampas tahu/ampas tempe + 4-5 kg ekor-1 hari-1 konsentrat lokal (kontrol). P1 = Pemberian pakan standar (TDN 68.25% dan PK 14.23%) dengan ditingkatkan jumlah pemberiannya secara bertahap dari waktu ke waktu (Challenge feeding) yaitu: 17-23 kg ekor-1 hari-1 hijauan (hijauan fermentasi (Hi-fer) dan 7 kg ekor-1 hari-1 rumput gajah/rumput lapang + 8-14 kg ekor-1 hari-1 ampas tahu + 7-9 kg ekor-1 hari-1 konsentrat standar.

Konsumsi Bahan Kering dan Zat Makanan Sapi Perah FH

Konsumsi BK dan zat makanan perlakuan P0 lebih rendah dibandingkan perlakuan P1, kecuali SK yang lebih tinggi pada perlakuan P0 (Tabel 3). Konsumsi BK dan TDN perlakuan P0 lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan zat makanan berdasarkan Sutardi (1981), tetapi untuk konsumsi PK lebih tinggi. Hal tersebut disebabkan ketersediaan dan kualitas pakan di KUNAK yang berfluktuasi dan adanya pemberian ampas tahu yang berlebih. Konsumsi BK, PK dan TDN perlakuan P1 melebihi kebutuhan zat makanan berdasarkan Sutardi (1981). Hasil tersebut menunjukkan bahwa challenge feeding dapat meningkatkan konsumsi pakan, sehingga kebutuhan sapi dapat dipenuhi. Adanya penerapan challenge feeding, pemberian konsentrat standar dapat mencapai 57% standar kebutuhan dan pemberian ampas tahu sampai 42% dari pemberian yang berlebih perlakuan P0.

(22)

10

dapat menurunkan produksi susu dan bobot badan serta dapat mengganggu reproduksi (Sutardi 1981). Namun konsumsi TDN pakan yang tinggi pada perlakuan P1 dapat menunjukkan bahwa kandungan nutrien pakan lebih mudah dicerna daripada TDN rendah dengan demikian nutrisi yang terkandung dalam pakan dengan TDN tinggi dapat dimanfaatkan lebih baik oleh sapi (Salundik et al. 2011). Hal tersebut dibuktikan dengan perbaikan PBB, BCS dan TPC. Evaluasi kebutuhan nutrien sapi perah FHdapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3 Konsumsi bahan kering dan zat makanan sapi perah FH

Peubah Perlakuan

P0 Min-maks P1 Min-maks

BB (kg) 393.59±40.34 343.19-437.89 448.18±21.42 435.78-486.23

Produksi

BK = bahan kering, LK = lemak kasar, PK = protein kasar, SK = serat kasar, BO = bahan organik, TDN = total digestible nutrient. P0 = Pemberian pakan sesuai kebiasaan peternak yaitu: 12-15 kg ekor-1 hari-1 hijauan (rumput gajah/rumput lapang/jerami padi) + 29-33 kg ekor-1 hari-1 ampas tahu/ampas tempe + 4-5 kg ekor-1 hari-1 konsentrat lokal (kontrol). P1 = Pemberian pakan standar (TDN 68.25% dan PK 14.23%) dengan ditingkatkan jumlah pemberiannya secara bertahap dari waktu ke waktu (Challenge feeding) yaitu: 17-23 kg ekor-1 hari-1 hijauan (hijauan fermentasi (Hi-fer) dan 7 kg ekor-1 hari-1 rumput gajah/rumput lapang + 8-14 kg ekor-1 hari-1 ampas tahu + 7-9 kg ekor-1 hari-1 konsentrat standar.

(23)

11

Produksi Susu 4% FCM, Pertambahan Bobot Badan dan Body Condition

Score

Produksi susu 4% FCM perlakuan P0 (10.70 kg) tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan P1 (10.46 kg). Rataan produksi susu 4% FCM lebih tinggi pada perlakuan P0. Keadaan tersebut disebabkan sapi yang digunakan sebagai perlakuan P1 lebih banyak sapi dengan bulan laktasi ke-7 dibandingkan dengan perlakuan P0 yang lebih banyak sapi dengan bulan laktasi ke-5. Sapi-sapi tersebut telah lama mengalami masalah reproduksi (tidak berahi dan tidak bunting), sehingga produksi susu yang dihasilkan cenderung rendah. Pratiwi et al. (2013) menyatakan bahwa produksi susu akan mengalami kenaikan pada bulan pertama sampai bulan kedua, kemudian akan menurun secara bertahap sampai masa kering. Atabany et al. (2011) menyatakan bahwa semakin panjangnya masa kosong akan mengakibatkan penurunan produksi susu setara dewasa 305 hari dan akan mencapai titik minimum pada hari ke-169. Produksi susu di peternakan ini relatif rendah karena rata-rata produksi susu sebesar 10.5 kg ekor-1 hari-1. Produksi susu ideal di Indonesia yaitu 12-15 kg ekor-1 hari-1 (Karuniawati 2012). Schroeder et al. (2004) menyatakan bahwa kondisi lingkungan dapat berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah. Pipit (2009) menyatakan bahwa peningkatan produksi susu berkaitan dengan pemanfaatan energi pakan dan zat makanan yang dikonsumsi akan digunakan oleh tubuh untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, PBB dan produksi susu.

Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah FH adalah masa laktasi, hijauan, air dan tenaga kerja (Karuniawati 2012). Produksi susu dan komposisi susu sapi laktasi juga dapat dipengaruhi oleh cekaman panas (heat stress) yang dialami sapi laktasi (Zimbelman et al. 2013). Kadzere (2002) juga menyatakan, bahwa cuaca yang panas dapat menurunkan produksi susu pada sapi perah. Penelitian ini memberikan informasi yang sama dengan penelitian Dos Santos et al. (2011), yaitu dengan konsumsi nutrien yang lebih tinggi menghasilkan produksi susu yang lebih rendah, dan demikian sebaliknya.

Produksi susu 4% FCM dapat dilihat pada Gambar 1. Produksi susu perlakuan P0 relatif lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1, tetapi pada minggu ke-6 relatif lebih tinggi P1. Terjadi penurunan produksi susu pada ke-2 perlakuan. Penurunan produksi susu pada perlakuan P0 lebih drastis dibandingkan perlakuan P1. Perlakuan P1 mempunyai R2 = 0.772 lebih rendah dibandingkan perlakuan P0 yaitu R2 = 0.914. Hal tersebut menunjukkan bahwa pakan perlakuan P0 lebih berpengaruh terhadap penurunan produksi susu dibandingkan dengan pakan perlakuan P1.

(24)

12

rataan PBB dan BCS perlakuan P1 selama koleksi data juga lebih tinggi. Hal ini disebabkan nutrien pakan yang dikonsumsi sapi-sapi perlakuan P1 digunakan untuk perbaikan bobot badan dan BCS, sehingga PBB meningkat dibandingkan untuk produksi susu. Sesuai dengan pernyataan Søndergaard et al. (2002), terdapat korelasi genetik yang negatif antara energy corrective milk (ECM) dengan PBB. Produksi susu yang tinggi selama laktasi akan menyebabkan bobot badan sapi perah menjadi turun dan menyebabkan rendahnya cadangan lemak tubuh di akhir laktasi, sehingga sulit menyimpan cadangan energi untuk laktasi berikutnya. Pipit (2009) menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk memproduksi susu akan mengurangi ketersediaan energi untuk PBB. Oleh karena itu, biasanya peningkatan PBB akan diikuti oleh penurunan produksi susu atau sebaliknya. Menurut Chaerani (2004), konsumsi ransum dapat diubah menjadi perubahan bobot badan atau produksi susu. Jika perubahan bobot negatif, maka terjadi peningkatan produksi susu, dan demikian sebaliknya.

Gambar 1 Produksi susu 4% FCM. ──

── perlakuan P0, ──■── perlakuan P1.

Gambar 2 Pertambahan bobot badan. ──

── perlakuan P0, ──■── perlakuan P1.

(25)

13 Tabel 5 Body condition score (BCS)

Peubah Perlakuan Uji T

P0 Min-maks P1 Min-maks

BCS sebelum

penelitian 3.00±0.00 3.00 2.90±0.42 2.50-3.00 0.621 BCS koleksi data 3.09±0.19 3.00-3.38 3.18±0.38 2.88-3.75 0.684

P0 = Pemberian pakan sesuai kebiasaan peternak yaitu: 12-15 kg ekor-1 hari-1 hijauan (rumput gajah/rumput lapang/jerami padi) + 29-33 kg ekor-1 hari-1 ampas tahu/ampas tempe + 4-5 kg ekor-1 hari-1 konsentrat lokal (kontrol). P1 = Pemberian pakan standar (TDN 68.25% dan PK 14.23%) dengan ditingkatkan jumlah pemberiannya secara bertahap dari waktu ke waktu (Challenge feeding) yaitu: 17-23 kg ekor-1 hari-1 hijauan (hijauan fermentasi (Hi-fer) dan 7 kg ekor-1 hari-1 rumput gajah/rumput lapang + 8-14 kg ekor-1 hari-1 ampas tahu + 7-9 kg ekor-1 hari-1 konsentrat standar.

Penggunaan pakan hijauan fermentasi (Hi-fer) dan challenge feeding konsentrat standar perlakuan P1 lebih banyak berpengaruh terhadap PBB dan BCS dibandingkan untuk produksi susu, sehingga diperkirakan mampu mencadangkan zat makanan dalam tubuh untuk laktasi berikutnya. Apabila sapi perah periode laktasi tidak cukup mendapatkan energi untuk produksi susu, maka akan menggunakan cadangan lemak tubuhnya, sehingga pemulihan kondisi tubuh saat periode kering sangat penting (Sukandar et al. 2009). Hasil tersebut sesuai dengan penelitian CENTRAS (2013) terhadap sapi potong yang mengkonsumsi Hi-ferdapatmenghasilkan PBB 0.9-1.48 kg ekor-1 hari-1. Pemberian suplemen berupa mineral mix dan biomineral tanpa proteksi kepada sapi perah di KUNAK juga lebih berpengaruh positif terhadap PBB dibandingkan terhadap produksi susu dan dapat mempertahankan produksi susu dengan penurunan yang terjadi relatif lambat (Pipit 2009).

Persistensi Laktasi

Persistensi laktasi pada perlakuan P1 (3.27%) nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan perlakuan P0 (-1.23%); persistensi laktasi dapat dilihat pada Gambar 3. Tingginya persentase kenaikan produksi susu perlakuan P1 (13.86%) dari periode prelim (minggu 1 sampai minggu 2) ke periode koleksi data (minggu 3 sampai minggu 6) dibandingkan dengan perlakuan P0 (5.83%). Keadaan tersebut disebabkan adanya perubahan pakan peternak untuk perlakuan P0 selama penelitian, sehingga produksi susu perlakuan P0 pada minggu pertama sampai minggu ketiga meningkat drastis, kemudian menurun pada minggu-minggu berikutnya. Hal tersebut dapat menyebabkan persistensi laktasi pada perlakuan P0 lebih rendah daripada perlakuan P1.

(26)

14

ampas tahu serta rumput. Penurunan persistensi laktasi pada perlakuan P0 lebih drastis dibandingkan perlakuan P1. Perlakuan P1 mempunyai R2 = 0.384 lebih rendah dibandingkan perlakuan P0 yaitu R2 = 0.900. Hal tersebut menunjukkan bahwa pakan perlakuan P0 lebih berpengaruh terhadap penurunan persistensi laktasi dibandingkan dengan pakan perlakuan P1.

Gambar 4 Persistensi laktasi. ──

── perlakuan P0, ──■── perlakuan P1. Penurunan persistensi laktasi untuk kedua perlakuan sampai akhir penelitian juga disebabkan oleh bulan laktasi yang semakin lama, sehingga produksi susu menurun secara bertahap. Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan P1 challenge feeding dapat memperlambat penurunan produksi susu dibandingkan dengan perlakuan P0. Sama halnya dengan pemberian ransum suplemen yang dapat mencegah terjadinya fluktuasi produksi susu (peningkatan dan penurunan produksi susu yang sangat tajam) (Chaerani 2004).

Kualitas Susu Sapi Perah FH

Kadar lemak, protein, laktosa, solid non fat (SNF), total solid dan densitas pada perlakuan P0 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan P1, tetapi hasil dari perlakuan P0 relatif lebih tinggi daripada perlakuan P1 (Tabel 6). Hal ini disebabkan kualitas susu sapi perah di peternakan tersebut dari awal sudah tinggi, sehingga cukup sulit untuk meningkatkan, dan pakan utama perlakuan P0 adalah ampas tahu. Keunggulan dari pakan perlakuan P0 dalam menghasilkan protein susu yang lebih tinggi disebabkan oleh konsumsi ampas tahu yang berlebih, karena ampas tahu memiliki komponen asam amino yang relatif baik dan merupakan sumber protein yang mudah didegradasi di dalam rumen. Salah satu faktor yang mempengaruhi komposisi dan kualitas susu adalah faktor pakan (Salundik et al. 2011). Kadar lemak susu yang lebih tinggi pada perlakuan P0 disebabkan oleh konsumsi SK yang lebih tinggi. Serat kasar dapat meningkatkan produksi asetat yang merupakan prekursor lemak susu (Chaerani 2004).

(27)

15 Peningkatan kadar SNF disebabkan oleh adanya tiga faktor, yaitu penurunan lemak susu, peningkatan BK susu dan berat jenis susu (Adhani et al. 2012). Perlakuan P1 tidak meningkatkan kadar lemak, protein, laktosa, SNF, total solid dan densitas dibandingkan perlakuan P0. Sama halnya dengan perlakuan pemberian ransum suplemen pada sapi perah tidak dapat meningkatkan komposisi susu (Chaerani 2004).

Tabel 6 Kualitas susu sapi perah FH berdasarkan komposisi susu Komposisi gajah/rumput lapang/jerami padi) + 29-33 kg ekor-1 hari-1 ampas tahu/ampas tempe + 4-5 kg ekor-1 hari-1 konsentrat lokal (kontrol). P1 = Pemberian pakan standar (TDN 68.25% dan PK 14.23%) dengan ditingkatkan jumlah pemberiannya secara bertahap dari waktu ke waktu (Challenge feeding) yaitu: 17-23 kg ekor-1 hari-1 hijauan (hijauan fermentasi (Hi-fer) dan 7 kg ekor-1 hari-1 rumput gajah/rumput lapang + 8-14 kg ekor-1 hari-1 ampas tahu + 7-9 kg ekor-1 hari-1 konsentrat standar.

Total plate count (TPC) untuk perlakuan P0 dan perlakuan P1 mengalami penurunan dari sebelum adanya penelitian (9.13 x 106 cfu mL-1) dan berada di bawah standar SNI (2011) 1 x 106 cfu mL-1. Penurunan TPC lebih baik pada perlakuan P1 dapat diakibatkan oleh adanya bakteri asam laktat yang terdapat di dalam Hi-fer yang dapat menghasilkan bakteriosin dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Faktor yang mempengaruhi TPC yaitu kebersihan kandang dan ternak, pengaruh dari pakan yang dikonsumsi dan menejemen pemerahan yang baik.

Efisiensi Penggunaan Pakan

(28)

16

perlakuan P1 belum mampu mendongkrak produksi susu yang dapat melebihi perlakuan P0 sehingga efisiensi penggunaan pakan perlakuan P1 lebih rendah.

Tabel 7 Efisiensi penggunaan pakan

Keefisienan Perlakuan Uji T

P0 Min-maks P1 Min-maks

Keefisienan penggunaan pakan (%)

13.67±2.52 10.24-16.31 10.81±1.91 8.42-13.71 0.114 Konversi

* berbeda nyata (P<0.05), P0 = Pemberian pakan sesuai kebiasaan peternak yaitu: 12-15 kg ekor-1 hari-1 hijauan (rumput gajah/rumput lapang/jerami padi) + 29-33 kg ekor-1 hari-1 ampas tahu/ampas tempe + 4-5 kg ekor-1 hari-1 konsentrat lokal (kontrol). P1 = Pemberian pakan standar (TDN 68.25% dan PK 14.23%)dengan ditingkatkan jumlah pemberiannya secara bertahap dari waktu ke waktu (Challenge feeding) yaitu: 17-23 kg ekor-1 hari-1 hijauan (hijauan fermentasi (Hi-fer) dan 7 kg ekor-1 hari-1 rumput gajah/rumput lapang + 8-14 kg ekor-1 hari-1 ampas tahu + 7-9 kg ekor-1 hari-1 konsentrat standar.

Tanpa challenge feeding konsentrat standar untuk pakan perlakuan P1 dapat memberikan efisiensi ransum yang lebih tinggi. Seperti yang sudah diteliti oleh CENTRAS (2013) pada sapi potong, nilai efisiensi penggunaan pakan dengan pemberian Hi-ferdan konsentrat standar pada sapi potong berdasarkan konsumsi BK pakan dan PBB yaitu 9.92-16.32% yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian Hi-ferKandungan nutrien pakan perlakuan P1 dengan challenge feeding yang lebih lengkap dan bagus belum dapat meningkatkan efesiensi penggunaan pakan untuk produksi susu 4% FCM. Hal ini disebabkan sapi tersebut kurang responsif terhadap produksi susu dan merupakan sapi-sapi dengan kondisi di bawah optimal, serta adanya faktor genetik. Sama halnya dengan pemberian biomineral dienkapsulasi dengan kandungan nutrien yang bagus dan lengkap belum dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan untuk produksi susu 4% FCM sapi FH di KUNAK (Pipit 2009).

Income Over Feed Cost

(29)

17 Pendapatan peternak dapat meningkat dengan memperbaiki pakan dan memilih atau menyeleksi sapi sesuai dengan kemampuan produksinya. Perhitungan IOFC dapat dilakukan melalui pendekatan penerimaan dari penjualan susu dengan biaya pakan yang dikeluarkan selama pemeliharaan. Faktor yang berpengaruh dalam perhitungan IOFC adalah produksi susu, konsumsi pakan dan harga pakan. Tanpa adanya challenge feeding pada pakan perlakuan P1 dapat memberikan IOFC yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan perlakuan P0. Sesuai dengan penelitian CENTRAS (2013), dengan pemberian pakan Hi-ferdan konsentrat standarpada sapi potong dapat memberikan IOFC yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan perlakuan P0.

Tabel 8 Income Over Feed Cost

Peubah Perlakuan

Satuan P0 P1

Produksi dan kualitas

susu

Produksi susu 4% FCM kg ekor-1 hari-1 10.99 10.58

Kadar lemak % 5.10 4.83

Protein % 3.80 3.65

TPC cfu mL-1 2.79 x 105 1.79 x105

Komponen penetapan

harga

Insentif lemak susu Rp 35 kg lemak-1 1 962 1 789 Insentif protein susu Rp 78 kg protein-1 3 257 3 012

TPC -<1 juta 300 300

Insentif transportasi 62 62

Insentif pakan 450 450

Insentif daya saing 370 370

Harga penjualan susu Rp kg-1 6 401 5 983

Total pendapatan kg ekor-1 hari-1 70 349 63 297

Harga pakan Rp 28 446 38 578

Biaya pakan/kg susu Rp kg susu-1 2 588 3 646

IOFC kg ekor-1 hari-1 41 903 24 719

(30)

18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perlakuan challenge feeding P1 dapat memperbaiki kondisi tubuh yaitu PBB, BCS, sehingga dapat memperbaiki status reproduksi dan produksi susu pada laktasi berikutnya. Perlakuan ini dapat menurunkan TPC dan memperlambat penurunan produksi susu. Namun belum berpengaruh terhadap produksi susu, kualitas susu dan efisiensi penggunaan pakan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk challenge feeding pada sapi perah FH akhir laktasi dengan diperpanjang waktu laktasinya. Perlu dievaluasi tipe sapi perah berdasarkan responnya terhadap challenge feeding.

DAFTAR PUSTAKA

Adhani NDAC, Nurhajati T, Estoepangestie ATS. 2012. Potensi pemberian formula pakan konsentrat komersial terhadap konsumsi dan kadar bahan kering tanpa lemak susu. Agroveteriner. 1(1):11-16.

Atabany A, Purwanto BP, Toharmat T, Anggraeni A. 2011. Hubungan masa kosong dengan produktivitas pada sapi perah Friesian Holstein di Baturraden, Indonesia. Med Pet. (43):77-82.

[BAM] Bacteriological Analitical Manual. 2001. Aerobic Plate Count. U.S. Food and Drugs Administration.

[CENTRAS] Center of Tropical Animal Studies. 2013. Produksi Hijauan Fermentasi Hi-ferdengan Kemasan Komersial Probiotik Unggul untuk Penyedian Pakan Berkelanjutan serta Mendukung Pencapaian Swasembada Daging. Bogor (ID): Laporan Akhir Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

Chaerani L. 2004. Pemberian Ransum Suplemen yang Mengandung Ikatan Ampas Tahu dengan Seng dan Tembaga untuk Meningkatkan Produksi Susu Sapi Perah Di Pangalengan [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Dos Santos WBR, Santos GTD, Da Silva-Kazama DC, Cecato U, De Marchi FE, Visentainer JV, Petit HV. 2011. Production performance and milk composition of grazing dairy cows fed pelleted or non-pelleted concentrates treated with or without lignosulfonate and containing ground sunflower seeds. JAFST. (169):167-175.

Dziyaudin M. 2012. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Melihat Penyediaan Hijauan Pakan dan Pemanfaatan Lahan Di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(31)

19 Huda MK. 2007. Tampilan SNF dan Berat Jenis Susu Sapi PFH yang Diberi Ransum dengan Tingkatan Protein Berbeda [Skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Kadzere CT, Murphy MR, Silanikove N, Maltz E. 2002. Heat strees in lactating dairy cows: a review. J Livest Product Sci. (77):59-91.

Karuniawati R. 2012. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah (Kasus Peternak Anggota Kelompok Ternak Mekar Jaya Desa Cipayung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mugiawati RE, Suwarno, Hidayat N. 2013. Kadar air dan pH silase rumput gajah pada hari ke-21 dengan penambahan jenis additive dan bakteri asam laktat. J Ilmiah Petern. 1(1):201-207.

[NRC] National Research Council. 1989. Nutritional Requiment of Dairy Cattle. 6th Ed. National Academy Press. Washington DC.

[NRC] National Research Council. 2001. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. National Academy Press. Washington DC.

Pipit. 2009. Respon Produksi Susu Sapi Friesian Holstein terhadap Pemberian Suplementasi Biomineral Dienkapsulasi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pratiwi N, Sudewo ATA, Santosa SA. 2013. Penggunaan taksiran produksi susu dengan test interval method (TIM) pada evaluasi mutu genetik sapi perah di BBPTU sapi perah Baturraden. J Ilmiah Petern. 1(1):267-275.

Salundik, Suryahadi, Mansjoer SS, Soepandi D, Ridwan W. 2011. Analisis kualitas fisik dan kimia susu sapi perah dengan pakan klobot jagung dari limbah organik pasar. Agrista. 15(3):116-122.

Schroeder GF, Gagliostro GA, Bargo F, Delahoy JE dan Muller LD. 2004. Effects of fat supplementation on milk production and composition by dairy cows on pasture: a review. J Livest Product Sci. (86):1-18.

[SNI] Standarisasi Nasional Indonesia. 2011. Definisi Susu Segar (SNI 01-3141-2011). Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

Søndergaard E, Sørensen MK, Mao IL, Jensn J. 2002. Genetic parameters of production, feed intake, body weight, body composition, and udder health in lactating dairy cows. J Livest Product Sci. (77):23-34.

Sudono A. 2002. Penuntun Praktikum Budidaya Sapi Perah. Bogor (ID): Institut Peternakan Bogor.

Sukandar A, Purwanto BP, Anggraeni A. 2009. Keragaan Body Condition Score dan Produksi Susu Sapi Perah Friesian Holstein Di Peternakan Rakyat KPSBU Lembang, Bandung. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner [Internet]. Bogor (ID): Balai Penelitian Ternak. hal 86-99;

[diunduh 2014 Maret 21]. Tersedia pada:

http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks /semnas/pro09-14.pdf

Sutardi T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(32)

20

Yani A, Purwanto BP. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis sapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitasnya. Med Pet. 29(1):35-46.

Yunus M. 2009. Pengaruh pemberian daun lamtoro (Leucaena leocephala) terhadap kualitas silase rumput gajah (Pennisetum purpereum) yang diberi molasses. Agripet. 9(1):38-42.

(33)

21

LAMPIRAN

Lampiran 1 Produksi susu 4% FCM Produksi susu

4% FCM (kg) N Rata-rata Standar deviasi Sig

P0 4 10.70 1.30

0.873

P1 5 10.46 2.83

Lampiran 2 Pertambahan bobot badan (PBB)

PBB (kg ekor-1 hari-1) N Rata-rata Standar deviasi Sig

P0 4 -0.04 0.43

0.290

P1 5 0.24 0.17

Lampiran 3 Body condition score (BCS)

BCS P0 (N=4) P1 (N=5) Sig

Rata-rata Std deviasi Rata-rata Std deviasi

Sebelum penelitian 3.00 0.00 2.90 0.42 0.621

Koleksi data 3.09 0.19 3.18 0.38 0.684

Lampiran 4 Persistensi laktasi Persistensi

laktasi (%) N Rata-rata Standar deviasi Sig

P0 4 -1.23 2.19

0.030*

P1 5 3.27 2.77

* berbeda nyata (P<0.05)

Lampiran 5 Kualitas susu sapi perah FH berdasarkan komposisi susu Komposisi susu

P0 (N=4) P1 (N=5)

Sig Rata-rata Std

deviasi Rata-rata

Std deviasi

Lemak (%) 4.81 0.92 4.71 0.54 0.853

Protein (%) 3.76 0.18 3.63 0.14 0.270

Laktosa (%) 4.02 0.18 3.87 0.15 0.230

SNF (%) 7.79 0.36 7.50 0.29 0.252

(34)

22

Lampiran 6 Keefisienan penggunaan pakan Keefisienan

Lampiran 7 Proses pembuatan Hi-fer

Rumput gajah umur 45 hari dipanen, kemudian diangin-anginkan selama ± 30 menit. Rumput gajah dipotong dengan mesin chopper, dengan panjang 3-5 cm. Setelah itu, rumput ditimbang sebanyak 20 kg dan diratakan agar memudahkan dalam pemberian molasses dan KP. Komplemen pakan (KP) diencerkan dengan air dengan perbandingan 1 : 9, kemudian KP yang telah diencerkan dicampur dengan sweetener dengan perbandingan KP : sweetener 40 : 60, selanjutnya 7.5% campuran KP sweetener dicampurkan dalam rumput gajah secara merata. Campuran tersebut kemudian dikemas di dalam plastik transparan berukuran 50 kg, plastik dibuat dalam dua lapisan (double layer) per kemasan. Kemasan diikat setelah udara di dalam kemasan dikeluarkan (rumput dalam kondisi anaerob). (CENTRAS 2013). Hijauan fermentasi Hi-fer diproduksi oleh CV Anugerah Farm.

Lampiran 8 Pemberian pakan

Perlakuan Pakan Pemberian pakan

(35)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 3 September 1991 dari ayah Ir Sugito dan ibu Dra Asiyah. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus dari SD Negeri 2 Patutrejo, Purworejo. Tahun 2007 penulis lulus dari SMP Negeri 7 Purworejo. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Purworejo dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan. Tahun 2011-2012 penulis aktif sebagai anggota kelompok pecinta alam Fakultas Peternakan IPB dan pada tahun 2012-2013 sebagai sekertaris di kelompok pecinta alam Fakultas Peternakan IPB. Penulis juga aktif di himpunan profesi HIMASITER pada tahun 2011-2012 sebagai anggota biro Nutrisi Community (Nutricom) dan pada tahun 2012-2013 penulis aktif sebagai anggota di biro Eksternal dan Hubungan Alumni. Tahun 2010-2011 penulis juga aktif sebagai bendahara organisasi mahasiswa daerah (OMDA) Purworejo. Selain itu, penulis aktif diberbagai kepanitiaan mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah mengikuti program magang di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari, Malang (2013). Penulis juga penerima beasiswa BBM tahun 2012 dan penerima beasiswa PPA tahun 2013-2014.

UCAPAN TERIMA KASIH

Gambar

Tabel 1  Komposisi zat makanan
Tabel 2  Pemberian dan imbangan pakan selama koleksi data
Tabel 3  Konsumsi bahan kering dan zat makanan sapi perah FH
Gambar 1  Produksi susu 4% FCM. ──♦── perlakuan P0,  ──■── perlakuan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Di lihat dari lulusan yang bekerja pada berbagai jenis pekerjaan yang tidak menuntut persyaratan khusus sebagaimana yang diperoleh dalam pendidikan SMK khususnya

Dengan hormat, disampaikan kepada saudara agar dapat menghadiri acara Pembuktian Kualifikasi dan Klarifikasi Harga Penawaran untuk paket pekerjaan tersebur diatas dengan membawa

Compared with the other ethnic group, more parents from Malay Malaysian prepare their children for bias, like telling their children that their ethnic is different with

[r]

[r]

untuk antena adalah yang memiliki konstanta dielektrik yangpaling rendah dari rentang tersebut karena akan menghasilkan efisiensi yang lebih baik, bandwidth yang lebar serta

[r]

Studi Evaluasi Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (Ppkab) Sebagai Kawasan Pariwisata Edukasi ( Edutourism ).. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu