• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KETERKAITAN ANTARA PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN,

INFRASTRUKTUR, DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA

CILEGON DAN KECAMATAN SEKITARNYA

NOVIA WILLANNISA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur, dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

NOVIA WILLANNISA.Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya. Dibawah bimbingan KOMARSA GANDASASMITA dan KHURSATUL MUNIBAH.

Sejak Kota Cilegon menjadi kota otonom, laju pembangunan di kota ini semakin meningkat. Kondisi ini memicu terjadinya perubahan penggunaan lahan di wilayah perkotaan dan sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis keterkaitan antara : (1) perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005-2011, (2) penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk, (3) tingkat perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan, serta (4) ketidaksesuaian penggunaan lahan saat ini dengan pola ruang. Metode analisis spasial dilakukan dengan interpretasi penggunaan lahan aktual. Selanjutnya, analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui hubungan antara penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk, analisis skalogram untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah, dan analisis ketidaksesuaian untuk mengetahui ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap alokasi ruang. Hasil analisis spasial menunjukkan semak/belukar di Kota Cilegon dan kecamatan sekitarnya dari tahun 2005 hingga 2011 terus mengalami peningkatan yang masing-masing sebesar 862.2 ha dan 3700 ha. Perubahan hutan menjadi semak/belukar paling tinggi yaitu sebesar 4960.9 ha. Luas hutan yang berkurang disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk. Kepadatan penduduk yang semakin tinggi akan mendorong pembangunan fisik yang pesat sehingga mempengaruhi tingkat perkembangan wilayah. Ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan terhadap RTRW relatif lebih kecil di Kota Cilegon dibandingkan di Kecamatan sekitarnya. Hal ini disebabkan karena ketersedian lahan yang masih banyak di Kecamatan sekitarnya dibandingkan di Kota Cilegon.

(6)
(7)

ABSTRACT

NOVIAWILLANNISA.Inter-relation of Land Use/Cover, Infrastructure and Population Density in City of Cilegon and Districts surrounding.With the Supervision of KOMARSA GANDASASMITA and KHURSATUL MUNIBAH.

Since City of Cilegon turns as autonomy city, it boosts the acceleration of area development. It triggers the changing of land use in urban and surrounding area as well. The purpose of this research is to analyze inter-relation of: (1) changing of land use/cover in 2005-2011, (2) land use/cover and population density, (3) the extent of area development and road density, and (4) discrepancy between current land usage and spatial pattern. A spatial analytic method is used in line with interpretation of actual land use. Afterward, descriptive analysis is performed to know relation of land use/cover and population density. Schallogram analysis is to know the extent of area development, and discrepancy analysis is to discover the discrepancy between land use on spatial pattern.Eventually, the finding of spatial analysis shows that bushes in City of Cilegon and district surrounding in 2005 to 2011 were increasing by 862.2 ha and 3700 ha respectively. The highest changing of forests to bushes was 4960.9 ha. Reduced forests area was caused by human, increasing total of population. Higher population density would boost rapid physical development, thus influenced on the extent of area development. Discrepancy between land use/cover and spatial pattern was relatively smaller in City of Cilegon than districts surrounding. This was due to large land availability in districts surrounding than in City of Cilegon.

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

KETERKAITAN ANTARA PENGGUNAAN/PENUTUPAN LAHAN,

INFRASTRUKTUR, DAN KEPADATAN PENDUDUK DI KOTA

CILEGON DAN KECAMATAN SEKITARNYA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

(10)
(11)

Judul Penelitian : Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur dan Kepadatan Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya

Nama Mahasiswa: Novia Willannisa NIM : A14080050

Disetujui oleh,

Dr. Ir. Komarsa Gandasamita. M.Sc Pembimbing I

Dr. Khursatul Munibah. M.Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Baba Barus, MSc Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Assalammu’alaikum. Wr. Wb

Bismillahirrahmanirrahiim. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penelitian ini berjudul

“Keterkaitan antara Penggunaan/Penutupan Lahan, Infrastruktur dan Kepadatan

Penduduk di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya”.

Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan bagi para pembacanya .

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku Pembimbing Skripsi Utama dan Dr. Khursatul Munibah, M.Sc selaku Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan dukungan, perhatian dan masukan bagi penulis dalam kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dyah Retno Panuju, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Keluarga tercinta, mama, papa, yang selalu berada di samping penulis, senantiasa mencurahkan kasih sayangnya, perhatian, motivasi dan

mendo’akan penulis setiap waktu, serta terima kasih kepada adikku

tersayang ami yuliannisa.

4. Seluruh sahabat MSL’45, ppj 45 dan ppj 46 terima kasih atas kebersamaan

dan dukungan yang telah diberikan.

5. Bapak Deny Jaynudin yang telah menyempatkan waktu untuk membantu penulis dalam masalah software yang digunakan dalam penelitian.

6. BAPPEDA, BPS dan PEMDA Bagian Tata Kota Kota Cilegon yang telah banyak membantu memberikan data-data yang diperlukan penulis untuk penelitian.

7. BAPPEDA dan BPS Provinsi Banten yang telah banyak membantu memberikan data-data yang diperlukan penulis untuk penelitian.

8. Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya 4

Ruang dan Penataan Ruang 4

Ketidaksesuaian Penataan Ruang 5

Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan

Perubahan Tutupan Lahan 6

Interpretasi Citra 8

METODE 10

Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian 10

Metode Penelitian 11

Tahap Persiapan 11

Tahap Pengumpulan Data 11

Tahap Analisis Data 11

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 15

Kondisi Geografis 15

Morfologi dan Fisiologi 16

Kondisi Fisik Wilayah Studi 17

Fungsi-fungsi Ruang Kawasan Kota 18

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Periode 2005-2011 18 Interpretasi Visual Penggunaan/Penutupan Lahan Melalui Citra Geoeye 18

Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 23

Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 24 Perbedaan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 di

Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya 26

(16)

Keterkaitan Tingkat Perkembangan Wilayah dengan Kepadatan Penduduk dan

Kerapatan Jalan 36

Penyebaran Kepadatan Penduduk dan Kerapatan Jalan 36

Perkembangan Wilayah 37

Keterkaitan Kepadatan Penduduk dengan Tingkat Perkembangan Wilayah 42 Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan Tingkat Perkembangan Wilayah 43 Keterkaitan Perkembangan Lahan Terbangun dengan Jumlah penduduk,

Panjang Jalan, dan Indeks Perkembangan Kecamatan 45 Ketidaksesuaian Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2011 dengan RTRW

Periode 2011-2031 47

SIMPULAN DAN SARAN 50

Simpulan 50

SARAN 50

DAFTAR PUSTAKA 50

LAMPIRAN 52 RIWAYAT HIDUP 61

DAFTAR TABEL

Karakteristik Dasar Citra Satelit Ikonos 7

Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1 8

Data dan Sumber Data Penelitian 10

Alat yang digunakan dalam penelitian 10

Variabel yang digunakan untuk menentukan hirarki suatu wilayah 12

Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan 14

Matriks Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 27 Perubahan penggunaan/penutupan lahan menjadi lahan terbangun 29 Perubahan penggunaan/penutupan lahan yang tidak berubah menjadi lahan

terbangun 30

Kepadatan penduduk tahun 2005-2011 Kota Cilegon dan Kecamatan

sekitarnya 36

Kerapatan jalan tahun 2005-2011 Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya 37 Hirarki Wilayah Tahun 2005 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya 40 Hirarki Wilayah Tahun 2005 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya 40 Keterkaitan Kepadatan penduduk dengan tingkat perkembangan wilayah 43 Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan tingakat perkembangan wilayah 44 Hasil Analisis Regresi Berganda Keterkaitan Perubahan Lahan Tidak Produktif menjadi Lahan Terbangun dengan Jumlah Penduduk, Panjang

jalan, dan IPK 46

Komposisi ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 dengan RTRW periode 2011-2031 di Kota Cilegon dan Kecamatan

(17)

DAFTAR GAMBAR

Diagram alir 15

Wilayah Administrasi Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya 16 Kenampakan obyek perumahan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang

(kanan) 19

Kenampakan obyek pemukiman pada citra (kiri) dan pengamatan lapang

(kanan) 19

Kenampakan obyek industri kimia pada citra (kiri) dan pengamatan lapang

(kanan) 19

kenampakan obyek industri bijih besi baja pada citra (kiri) dan pengamatan

lapang (kanan) 19

Kenampakan obyek jalan berbentuk lurus pada citra (kiri) dan pengamatan

lapang (kanan) 20

Kenampakan obyek jalan berbentuk melingkarpada citra (kiri) dan

pengamatan lapang (kanan) 20

Kenampakan obyek sawah pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) 20 Kenampakan obyek pertanian lahan kering pada citra (kiri) dan pengamatan

lapang (kanan) 21

Kenampakan obyek sungai pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) 21 Kenampakan obyek waduk pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) 21 Kenampakan obyek waduk pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) 22 Kenampakan obyek kolam pemancingan pada citra (kiri) dan pengamatan

lapang (kanan) 22

Kenampakan obyek lahan terbuka pada citra (kiri) dan pengamatan lapang

(kanan) 22

Kenampakan obyek tambak pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) 22 Kenampakan obyek semak/belukar pada citra (kiri) dan pengamatan lapang

(kanan) 23

Kenampakan obyek hutan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan) 23 Proporsi penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 (a) dan 2011(b) 24 Sebaran spasial penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 (a) dan tahun 2011

(b) 25

Peta perubahan penggunaan/penutupan lahan Tahun 2005-2011 di Kota

Cilegon dan Kecamatan sekitarnya 28

Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon

dan Kecamatan sekitarnya 30

Grafik keterkaitan luas hutan dengan kepadatan penduduk 31 Grafik keterkaitan luas hutan dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon

(kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) 31

Grafik keterkaitan luas sawah dengan kepadatan penduduk 32 Grafik keterkaitan luas sawah dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon

(kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) 32

Grafik keterkaitan luas lahan terbuka dengan kepadatan penduduk 32 Grafik keterkaitan luas lahan terbuka dengan kepadatan penduduk di Kota

Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) 33

(18)

Grafik keterkaitan luas semak/belukar dengan kepadatan penduduk di Kota

Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) 33

Grafik keterkaitan luas lahan pertanian kering dengan kepadatan penduduk 34 Grafik keterkaitan luas lahan pertanian kering dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) 34 Grafik keterkaitan luas pemukiman dengan kepadatan penduduk 34 Grafik keterkaitan luas pemukiman dengan kepadatan penduduk di Kota

Cilegon (kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) 35

Grafik keterkaitan luas industri dengan kepadatan penduduk di Kota 35 Grafik hubungan luas industri dengan kepadatan penduduk di Kota Cilegon

(kiri) dan Kecamatan Sekitarnya (kanan) 35

Hirarki Wilayah Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya tahun 2005 (a) dan

tahun 2011 (b) 41

Grafik Keterkaitan Kepadatan penduduk dengan tingkat perkembangan

wilayah Kota Cilegon dn Kecamatan Sekitarnya 43

Keterkaitan Kerapatan Jalan dengan tingakat perkembangan wilayah 45 Sebaran Spasisl Ketidaksesuaian Penggunaan/penutupan Lahan Tahun 2011 dengan RTRW Periode 2011-2031 Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya 48 Grafik Komposisi ketidaksesuaian penggunaan lahan tahun 2011 dengan RTRW periode 2011-2031 di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya 49

DAFTAR LAMPIRAN

Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk

tahun 2005 di Kota Cilegon 52

Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk

tahun 2011di Kota Cilegon 52

Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk

tahun 2005 di Kecamatan sekitarnya 52

Keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan penduduk

tahun 2011 di Kecamatan sekitarnya 52

Ketidaksesuaian terhadap RTRW periode`2011-2031 53 Bentuk-bentuk ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun

2011 terhadap RTRW periode 2011-2031 di Kota Cilegon 54 Bentuk-bentuk ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun

2011 terhadap RTRW periode 2011-2031 di Kecamatan sekitarnya 55

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang penting untuk kelangsungan hidup manusia. Lahan diperlukan untuk setiap aktifitas manusia seperti pertanian, industri, permukiman dan jaringan jalan. Penggunaan lahan yang luas untuk daerah pedesaan adalah sektor pertanian yang meliputi pertanian lahan kering (tegalan dan perkebunan) dan pertanian lahan basah (sawah). Daerah kota lebih banyak digunakan untuk permukiman, industri, dan perdagangan

.

Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman. Seiring dengan semakin tinggi tingkat pertumbuhan penduduk baik secara alami maupun migrasi, dan beragam tuntutan kebutuhan akan sarana dan prasarana. Disisi lain luas lahan dan potensi lahan adalah tetap (statis) yang dibatasi oleh wilayah kepemilikan baik secara administratif maupun fungsional, yang sebenarnya tidak semua bagian wilayah tersebut dapat dimanfaatkan secara ideal sebagai lahan terbangun.

Intervensi penggunaan lahan kawasan pada kawasan lain yang dilakukan tanpa pertimbangan atau perencanaan yang baik akan mengganggu atau mengurangi keseimbangan kegiatan sektor-sektor pembangunan secara keseluruhan. Keterbatasan luas lahan yang ada di kota menyebabkan kota akan mengalami perkembangan ke daerah pinggiran kota. Daerah pinggiran kota merupakan daerah yang mengalami dinamika dalam perkembangannya, terutama dinamika dalam penggunaan lahan. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan kebutuhan lahan untuk permukiman dan menampung fungsi-fungsi atau prasarana kegiatan yang ada. Kondisi ini memicu terjadinya pergeseran pola penggunaan lahan, terutama di wilayah perkotaan dan sekitarnya.

Dampak positif perubahan penggunaan lahan yaitu muncul pertumbuhan ekonomi secara agregat baik lokal maupun regional. Namun demikian, dampak negatif yang ditimbulkan dari perubahan yang ada terutama perubahan fungsi lahan yang semula lahan pertanian menjadi lahan industri dan permukiman, harus diantisipasi sejak dini. Perubahan fungsi lahan dari pertanian ke industri dan permukiman berpengaruh terhadap lingkungan dan perubahan pola sosial masyarakat. Pengaruh itu dapat dilihat dari perubahan aktivitas masyarakat serta menurunnya kualitas fisik lingkungan seperti kualitas tanah, air dan udara. Hal ini sangat penting untuk diantisipasi oleh berbagai pihak agar suatu pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dapat tercapai.

(20)

Kota Cilegon dengan posisinya yang strategis ditetapkan pemerintah pusat sebagai pusat pelayanan bagi wilayah Banten dan sekitarnya berdasarkan Perda Kota Cilegon nomor 3 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah. Kegiatan Kota Cilegon yang didominasi oleh kegiatan industri, kepelabuhanan, pergudangan, perdagangan, dan jasa telah memberikan implikasi bagi pertumbuhan dan perkembangan kota. Laju perkembangan kota yang semakin meningkat diikuti dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi menimbulkan peningkatan kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan dan sarana serta prasarana lainnya. Pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang memusat di wilayah perkotaan menuntut ruang yang lebih luas ke arah luar kota untuk berbagai aktivitas ekonomi dan permukiman (Nugroho dan Dahuri, 2004).

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005-2011. 2. Menganalisis keterkaitan penggunaan/penutupan lahan dengan kepadatan

penduduk.

3. Menganalisis keterkaitan perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan.

4. Menganalisis ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan saat ini dengan peruntukkan RTRW.

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan, Penggunaan Lahan, dan Penutupan lahan

Penutupan lahan merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap objek-objek tersebut (Lillesand dan Kiefer, 1997). Berbeda dengan penutupan lahan, menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan merupakan perwujudan fisik objek-objek yang menutupi lahan dan berkembang dengan kegiatan manusia pada bidang-bidang lahan tersebut.

Secara garis besar, penggunaan lahan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian merupakan penggunaan semua sumber-sumber alam yang bertujuan untuk memperoleh hasil produksi pertanian bagi kehidupan manusia dan dibedakan atas tegalan, sawah, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, padang alang-alang dan sebagainya. Sedangkan penggunaan lahan non pertanian dibedakan menjadi penggunaan kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 2000).

(21)

tanah yang secara bersamaan akan membatasi apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan pada sebidang lahan (Sys et al, 1991 dalam Gandasamita, 2001).

Faktor fisik berupa topografi merupakan perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk didalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Peranan topografi terhadap penggunaan lahan berdasarkan unsur-unsurnya adalah elevasi dan kemiringan lereng. Peranan lereng terkait dengan kemudahan pengelolaan dan kelestarian lingkungan. Pengaruh relief akan menghasilkan jenis-jenis tanah yang berbeda pula. Daerah yang berlereng curam mengalami erosi yang terus menerus sehingga tanah-tanah di daerah ini bersolum dangkal, kandungan bahan organik rendah dan perkembangan horizon lambat dibandingkan dengan tanah di daerah datar. Perbedaan lereng juga menyebabkan perbedaan air tersedia bagi tumbuhan sehingga mempengaruhi pertumbuhan vegetasi di tempat tersebut yang seterusnya juga mempengaruhi proses pembentukan tanah (Hardjowigeno, 1993).

Faktor fisik berupa tanah merupakan salah satu faktor penentu yang mempengaruhi penyebaran penggunaan lahan. Tanah diartikan sebagai kumpulan benda alam di permukaan bumi, mengandung gejala-gejala kehidupan, dan mampu menopang pertumbuhan tanaman. Sehubungan dengan fungsinya sebagai sumber hara, tanah merupakan faktor fisik lahan yang sering dimodifikasi agar penggunaan lahan yang diterapkan mendapatkan hasil yang maksimal. Tanah meliputi horizon-horison tanah yang terletak diatas bahan batuan dan terbentuk sebagai hasil interaksi sepanjang waktu dari iklim, organisme hidup, bahan induk, dan relief. Bahan-bahan di bawah tanah atau bahan induk tanah bukanlah selalu berasal dari batuan yang keras, tetapi juga dapat berasal dari bahan-bahan lunak seperti alluvium, abu volkan, dan sebagainya (Hardjowigeno, 1993).

Faktor fisik berupa Iklim merupakan faktor fisik yang sulit dimodifikasi dan paling menentukan keragaman penggunaan dan penutupan lahan. Unsur-unsur dari iklim seperti hujan, penyinaran matahari, angin, kelembaban, dan evaporasi akan menentukan ketersediaan air dan energi sehingga secara langsung akan mempengaruhi ketersedian hara bagi tanaman. Penyebaran dari unsur-unsur iklim bervariasi menurut ruang dan waktu sehingga penggunaan lahan juga beragam sesuai dengan penyebaran iklimnya (Mather, 1986 dalam Arsyad, 1989). Sumberdaya air dan kemungkinan pengairan, secara umum juga akan mempengaruhi perubahan penggunaan dan penutupan lahan yang akan mengubah karakteristik aliran sungai, total aliran permukaan, kualitas air, dan sifat hidrologi daerah yang bersangkutan.

Faktor kelayakan ekonomi adalah seluruh persyaratan yang diperlukan untuk pengelolaan suatu penggunaan lahan. Pengelola lahan tidak akan memanfaatkan lahannya kecuali bila penggunaan tersebut termasuk dalam hal ini teknologi yang diterapkan, telah diperhitungkan akan memberikan suatu keuntungan atau hasil yang lebih besar dari biaya modalnya (Barlowe, 1986). Kelayakan ekonomi ini bersifat dinamis, tergantung dari harga dan permintaan terhadap penggunaan lahan tersebut atau hasilnya. Penerapan teknologi baru ataupun meningkatnya permintaan mungkin menyebabkan suatu penggunaan lahan yang awalnya tidak memiliki nilai ekonomis berubah menjadi layak secara ekonomi.

(22)

setempat (Barlowe, 1986). Penggunaan lahan yang dijumpai di suatu wilayah adalah penggunaan lahan yang tidak bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah, sosial budaya, kebiasaan, tradisi, ataupun kepercayaan yang dianut oleh masyarakat setempat.

Faktor manusia juga turut mempengaruhi penggunaan lahan, seperti kualitas dan kuantitas. Kualitas berkaitan dengan umur, kepribadian, pendidikan, dan segala sesuatu yang menentukan kualitas dari manusia tersebut dalam menentukan keputusan, sedangkan kuantitas berkaitan dengan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk yang semakin tinggi berdampak pada tekanan populasi yang semakin besar dan merupakan pendorong utama terhadap perubahan lahan pertanian di negara berkembang.

Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Mempengaruhinya Perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai suatu proses perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang baik untuk tujuan komersial maupun industri (Muiz, 2009). Perubahan penggunaan lahan umumnya bersifat irreversible (tidak dapat balik), karena untuk mengembalikannya dibutuhkan modal yang sangat besar.

Bern (1977), mengemukakan bahwa perubahan penggunaan lahan adalah akibat dari jumlah dan komposisi penduduk secara berkala ataupun permanen. Pengaruh yang lain ialah terhadap ekonomi lahan, seperti harga, sewa dan pasar lahan. Penyebab perubahan penggunaan lahan menurut Nasoetion (1991), diantaranya :

1. Besarnya tingkat urbanisasi dan lambatnya proses pembangunan di pedesaan.

2. Meningkatnya jumlah penduduk berpendapatan menengah hingga atas di wilayah perkotaan yang berakibat tingginya permintaan terhadap permukiman.

3. Terjadinya transformasi di dalam struktur perekonomian yang pada gilirannya akan mendepak kegiatan pertanian atau lahan hijau khususnya di perkotaan.

4. Terjadinya fragmentasi pemilikan lahan menjadi satuan-satuan usaha dengan ukuran yang secara ekonomi tidak efisien.

Perubahan penggunaan lahan pada umumnya dapat diamati dengan menggunakan data-data spasial dari peta penggunaan lahan dari titik tahun yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara sangat membantu dalam pengamatan perubahan penutupan atau penggunaan lahan.

Ruang dan Penataan Ruang

(23)

Tata ruang adalah wujud struktural dan pola ruang (UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Dalam paradigma perencanaan tata ruang yang modern, perencanaan ruang diartikan sebagai bentuk pengkajian yang sistematis dari aspek fisik, sosial, dan ekonomi untuk mendukung dan mengarahkan pemanfaatan ruang di dalam memilih cara yang terbaik untuk meningkatkan produktivitas agar memenuhi kebutuhan masyarakat (publik) secara berkelanjutan (Rustiadi et al, 2006).

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai suatu proses yang ketiganya tersebut merupakan satu kesatuan sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya (UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Disadari bahwa ketersediaan ruang itu sendiri terbatas. Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terjadi inefisiensi dalam pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang serta dapat mendorong kearah ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan. Oleh karena pengelolaan sub sistem yang satu akan berpengaruh pada sub sistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Seiring dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan, baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan rencana tata ruang yang sudah ditetapkan (Sastrowihardjo et al,2001).

Ketidaksesuaian Penataan Ruang

Hal-hal yang bisa mendorong ketidaksesuaian RTRW seperti kurangnya tenaga professional perencana, rendahnya akurasi dan up date data dan kurangnya dana pendukung, serta kurangnya keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan (Sondakh, 2002). Selain itu, dalam pelaksanaannya juga sering dijumpai tumpang tindih dalam pengaturannya dengan sektor lain.

Dalam pelaksanaannya pemanfaatan lahan belum seluruhnya mengacu kepada RTRW karena beberapa kendala sebagai berikut:

1. Pelaksanaan atau pengarahan kesesuaian penggunaan lahan hanya terbatas pada perorangan atau Badan Hukum yang mengajukan izin lokasi atau hak atas tanah, sedang masyarakat pada umumnya belum banyak berpartisipasi bahkan banyak yang tidak mengetahui keberadaan dan fungsi RTRW. 2. Penyusunan RTRW belum banyak melibatkan partisipasi masyarakat

antara lain dalam pemberian informasi tentang potensi wilayahnya.

(24)

Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dalam Pemetaan Perubahan Tutupan Lahan

Penginderaan jauh adalah ilmu, teknik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu peralatan tanpa kontak langsung obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Cara memperolehnya dengan mendeteksi gelombang elektromagnetik yang dipantulkan, diserap dan ditransmisikan atau dipancarkan oleh masing-masing obyek yang datang padanya, sehingga energi pantulan atau pancaran yang diterima oleh sensor dapat dipergunakan sebagai ciri pengenalan obyek, daerah atau fenomena yang sedang diteliti (Lillesand dan Kiefer, 1993)

Sistem informasi geografis (SIG) adalah sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografis. Dengan kata lain, SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000).

Kebutuhan teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan Sistem informasi Geografi (SIG) untuk tujuan inventarisasi dan pemantauan sangat penting terutama bila dikaitkan dengan pengumpulan data yang cepat dan akurat. Disamping itu pengumpulan data dengan teknologi penginderaan jauh dapat mengurangi bahkan menghilangkan pengaruh subyektivitas. Mengingat luasnya dan banyaknya variasi wilayah Indonesia, sejalan dengan kemajuan teknologi informasi, maka aplikasi penginderaan jauh dan SIG sangat tepat. Kedua teknologi tersebut dapat dipadukan untuk meningkatkan kemampuannya dalam hal pengumpulan data, manipulasi data, analisis data serta menyediakan informasi secara terpadu (Wahyunto, 2007).

Pemanfaatan teknologi inderaja di Indonesia perlu lebih dikembangan dan diaplikasikan untuk mendukung efisiensi pelaksanaan inventarisasi sumberdaya lahan/tanah dan identifikasi penyebaran karakteristik lahan pertanian (lahan sawah, lahan kering, lahan rawa, lahan tidur, lahan kritis, estimasi produksi) terutama pada wilayah sentra produksi pangan. Teknologi penginderaan jauh semakin berkembang melalui kehadiran berbagai sistem satelit dengan berbagai misi dan teknologi sensor. Aplikasi satelit penginderaan jauh telah mampu memberikan data/informasi tentang sumberdaya alam dataran dan sumberdaya alam kelautan secara teratur dan periodik. Penggunaan lahan tidak dapat langsung dikenali pada citra satelit, tetapi melalui vegetasi atau tanamannya. Dengan teknologi Inderaja, penjelajahan lapangan dapat dikurangi, sehingga akan menghemat waktu dan biaya bila dibanding dengan cara teristris di lapangan (Wahyunto, 2004).

Dari sekian banyak satelit penginderaan jauh, yang merupakan generasi baru dalam melakukan pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan adalah citra ikonos dan geoeye-1.

Sistem satelit Ikonos dibuat oleh Lockheed Martin Commercial Space

Systems. Raytheon membuat elemen-elemen komunikasi image processing dan

costumer service, sedangkan Eastman Kodak membuat dalam hal menyajikan

kameranya. Ikonos berasal dari bahasa Yunani “Eye-KOH-NOS” yang berarti citra

(25)

konstruksi, pemetaan perpajakan, dan deteksi perubahan. Satelit ikonos dioperasikan oleh Space Imaging Inc. Denver Colorado, Amerika Serikat dan diluncurkan pada 24 September 1999 dan menyediakan data untuk tujuan komersial pada awal 2000. Ikonos adalah satelit dengan resolusi spasial tinggi yang merekam data multispektral 4 kanal pada resolusi 4 m (citra berwarna) dan sebuah kanal pankromatik dengan resolusi 1 m Karakteristik satelit Ikonos disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Karakteristik Dasar Citra Satelit Ikonos

Sistem Ikonos

Tanggal Peluncuran

24 September 1999 di Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California, USA

Masa operasional orbit Lebih dari 7 tahun

Kecepatan dalam orbit 7,5 kilometer per detik

Kecepatan di atas permukaan tanah 6.8 kilometer per detik

Revolusi mengelilingi bumi 14.7, setiap 24 jam

Altitude 681 kilometers

Resolusi pada titik Nadir 0.82 meter panchromatic; 3.2 meters

multispectral

Resolusi Spasial 1.0 meter panchromatic; 4.0 meters

multispectral

Resolusi Spektral Panchromatic (0,45-0,90 μm)

Band 1 (0,45-0,53 μm) Band 2 (0,52-0,61 μm) Band 3 (0,64-0,72 μm) Band 4 (0,77-0,88 μm)

Resolusi Temporal 3 hari

Resolusi Radiometrik 8 bit

Luas sapuan (Image Swath) 11.3 kilometer pada titik nadir;

Waktu melintasi ekuator Nominal pada 10:30 AM waktu

matahari/siang hari

Waktu pengulangan pelintasan Setiap sekitar 3 hari pada latitude 40°

Kisaran dinamis 11-bits per pixel

Band citra Panchromatic, blue, green, red, near IR

Sumber : Satellite Imaging Corporation (2008)

Citra GeoEye-1 merupakan salah satu citra resolusi tinggi yang dimiliki oleh perusahaan GeoEye-1 diluncurkan oleh Vandenburg Air Force California

(26)

0,5 meter dan 2 meter. Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1 disajikan pada tabel 2

Tabel 2 Karakteristik Dasar Citra Satelit GeoEye-1

Sistem GeoEye-1

Tanggal Peluncuran 6 September 2008 di Pangkalan Angkatan

Udara Vandenberg, California, USA

Masa operasional orbit Lebih dari 7 tahun

Kecepatan dalam orbit 7,5 kilometer per detik

Altitude 681 kilometers

Resolusi pada titik Nadir 0.41 meter panchromatic; 1.65 meters

multispectral

Resolusi Spasial 0.41 meter panchromatic; 1.65 meters

multispectral

Resolusi Spektral Panchromatic: 450 - 800 nm

Blue: 450 - 510 nm Green: 510 - 580 nm Red: 655 - 690 nm

Near Infra Red: 780 - 920 nm

Resolusi Temporal kurang dari 3 hari

Resolusi Radiometrik 11 bits

Luas sapuan (Image Swath) 15.2 kilometer pada titik nadir;

Waktu melintasi ekuator Nominal pada 10:30 AM waktu

matahari/siang hari

Waktu pengulangan pelintasan 2,3 hari pada titik nadir maksimum 30°

Kisaran dinamis 11-bits per pixel

Band citra Panchromatic, blue, green, red, near IR

Sumber :Satellite Imaging Corporation (2008)

Interpretasi Citra

Interpretasi citra merupakan kegiatan mengkaji foto udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek yang tergambar pada citra dan menilai arti penting obyek tersebut (Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986). Rangkaian kegiatan yang diperlukan di dalam pengenalan objek yang tergambar pada citra, yaitu deteksi, identifikasi, dan analisis. Deteksi merupakan pengamatan atas ada atau tidaknya suatu objek pada citra. Identifikasi adalah upaya untuk mencirikan objek yang dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup, yaitu mengggunakan unsur interpretasi citra. Pada tahap analisis merupakan tahap dikumpulkannya keterangan lebih lanjut untuk membuat kesimpulan (Lint dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986).

(27)

1. Rona, menunjukkan adanya tingkat keabuan yang teramati pada foto udara hitam putih dan dapat diwujudkan dengan nilai densitas cara logaritmik antara hitam dan putih, dengan berpedoman pada skala keabuan.

2. Warna, dapat dipresentasikan terhadap tiga unsur (hue,value,chroma) dan mengelompokkannya dalam berbagai kelas. Perbedaan warna pada kertascetakan atau trasparansi lebih mudah dikenali daripada perbedaan rona pada foto udara hitam putih.

3. Ukuran, memiliki dua aspek dan biasanya memerlukan stereoskop untuk pengamatan tiga dimensional. Ukuran objek bermanfaat dalam pengenalan objek tertentu seperti pohon tua, dewasa, muda, pohon anakan, dan semak. 4. Bentuk, bentuk dan ukuran sering berasosiasi sangat erat. Bentuk merujuk

pada konfigurasi umum suatu objek sebagaimana terekam pada citra penginderaan jauh.

5. Tekstur, perbedaan tekstur dapat dikenali pada semua skala foto udara dengan resolusi citra spasial yang semakin baik. Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra foto udara.

6. Bayangan, berasosiasi dengan bentuk dan tinggi objek.

7. Pola, merupakan sebuah karakteristik makro yang digunakan untuk mendeskripsikan tata ruang pada citra, termasuk didalamya pengulangan kenampakan-kenampakan alami. Sering berasosiasi dengan geologi, topografi, tanah, iklim, dan komunitas tanaman.

8. Situs, menjelaskan tentang posisi muka bumi dan citra yang diamati dalam kaitannya dengan kenampakan disekitarnya atau berkonotasi terhadap gabungan-gabungan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi karakteristik makro objek.

9. Asosiasi, menunjuk suatu komunitas objek yang memiliki keseragaman tertentu atau beberapa objek yang berdekatan secara erat dimana masing-masing membentuk keberadaan yang lainnya.

Interpretasi citra selain didasarkan pada pemahaman tentang objek melalui unsur-unsur interpretasi, pengenalan objek juga sangat tergantung pada data citra pengideraan jauh yang tersedia, baik foto udara maupun citra satelit. Citra foto udara berskala besar atau citra satelit beresolusi tinggi akan sangat membantu dalam pengenalan objek karena memperlihatkan unsur-unsur interpretasi secara jelas. Unsur-unsur interpretasi citra tidak harus digunakan seluruhnya untuk mengenali suatu objek, meskipun hanya beberapa unsur saja yang digunakan dan objek sudah dapat dikenali maka unsur lain dapat diabaikan. Namun, jika objek belum diketahui dengan semua unsur tersebut, maka harus dilakukan cek lapang.

(28)

METODE

Waktu, Lokasi, dan Data Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kota Cilegon dan kecamatan sekitarnya. Kota Cilegon terdiri atas 8 kecamatan, yaitu Kecamatan Ciwandan, Kecamatan Pulomerak, Kecamatan Cibeber, Kecamatan Grogol, Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Citangkil, dan Kecamatan Jombang. Sedangkan 6 Kecamatan sekitarnya yaitu Kecamatan Puloampel, Kecamatan Bojonegara, Kecamatan Waringin kurung, Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Mancak, dan Kecamatan Mancak. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2012 sampai Agustus 2013. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Data dan Alat Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 3 dan alat penelitian yang digunakan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3 Data dan Sumber Data Penelitian

No Data Sumber

1 Citra ikonos Kota Cilegon dan kecamatan sekitarnya tahun 2005; Citra Geoeye Kota Cilegon dan kecamatan sekitarnya tahun 2011

Google earth

2 Peta Administrasi Kota Cilegon ; Peta Administrasi Kabupaten Serang; Peta RTRW Kota Cilegon Periode 2011-2031; Peta RTRW Kabupaten Serang Periode 2011-2031

BAPPEDA Provinsi Banten

3. Data Kota Cilegon dalam angka tahun 2005-2011 BPS Kota Cilegon 4. Data Kabupaten Serang Dalam angka tahun

2005-2011

BPS Kabupaten Serang

Tabel 4 Alat yang digunakan dalam penelitian

No Alat Keterangan

1 Stich maps Mendownload Citra Geoeye tahun 2011 2 Universal Maps Downloader Mendownload Citra Geoeye tahun 2005 3. ArcGis 9.3, Arcview 3.3 Interpretasi penggunaan/penutupan lahan dan

pengolahan data 4. Microsoft Office Excel 2007 Tabulasi data 5.

6.

GPS SPSS 13

(29)

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan data, serta tahap analisis data.

Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilakukan pemilihan topik penelitian, studi literatur, pembuatan proposal dan pencarian data yang diperlukan serta metode yang digunakan untuk analisis data.

Tahap Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari interpretasi penggunaan lahan dan digitasi jalan serta pengecekkan lapang. Data sekunder terdiri dari Peta RTRW periode 2011-2031, Peta Administrasi, data Cilegon dalam angka 2005-2011 serta data Kabupaten Serang dalam angka 2005-2011.

1. Tahap Analisis Data

Tahap pengolahan dan analisis data terdiri dari analisis perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005-2011, analisis keterkaitan penggunaan/penutupan lahan tahun 2005-2011 dengan kepadatan penduduk tahun 2005-2011, analisis tingkat perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan, analisis keterkaitan perkembangan lahan terbangun dengan jumlah penduduk, panjang jalan, dan indeks perkembangan kecamatan serta analisis ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah periode 2011-2031.

Analisis perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005-2011 Pada tahap ini, dilakukan overlay pada peta penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 dengan peta penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 untuk mengetahui perubahan penggunaan/penutupan lahan periode 2005 sampai 2011. Selanjutnya dilakukan pengecekan lapang untuk memperoleh informasi yang tidak terdapat dalam citra.

Analisis keterkaitan penggunaan/penutupan lahan tahun 2005-2011 dengan kepadatan penduduk tahun 2005-2011

(30)

Analisis tingkat perkembangan wilayah terkait dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan

Tingkat perkembangan wilayah didapatkan dari hasil analisis menggunakan Metode Skalogram. Metode Skalogram digunakan untuk mengetahui hirarki yang ada di suatu wilayah. Penetapan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan pelayanan didasarkan pada penetapan jumlah dan jenis unit sarana-prasarana serta fasilitas sosial ekonomi yang tersedia. Metode ini menghasilkan hirarki atau peringkat yang lebih tinggi pada pusat pertumbuhan yang memiliki jumlah dan jenis fasilitas yang lebih banyak. Penetapan tingkat perkembangan wilayah dibagi menjadi tiga, yaitu :

Hirarki I : Jika nilai Indeks Perkembangan Kecamatan lebih besar dari nilai stdev dan rata-rata [IPK>(Stdev+Average)]

Hirarki II : Jika nilai Indeks Perkembangan Kecamatan lebih besar sama dengan rata-rata (IPK>=Average)

Hirarki III : Jika nilai Indeks Perkembangan Kecamatan lebih kecil dari rata-rata (IPK<Average)

Variabel yang digunakan dalam menentukan hirarki suatu wilayah yang disajikan pada tabel 5.

Tabel 5 Variabel yang digunakan untuk menentukan hirarki suatu wilayah

No Jenis Fasilitas Variabel Jumlah

Variabel 1 Fasilitas Pendidikan PAUD, Sekolah TK, Sekolah SD,

Sekolah SLTP, Sekolah SMU, Sekolah SMK, Akademi/ Perguruan tinggi/ Sekolah tinggi, SLB, Madrasah diniyah, Madrasah ibtidiyah, Madrasah

tsanawiyah, Madrasah aliyah, Sekolah agama/ Madrasah, Pondok pesantren

14 variabel

2 Fasilitas Kesehatan Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, Rumah sakit bersalin, Poliklinik/balai

pengobatan, Posyandu, Poliklinik desa, Apotik, Pondok bersalin, Poskesdes, KKB (Family Planning Clinic), PKBRS

(Clinic Adviser Staff), Pos KB desa,

Toko khusus Obat/jamu, Praktek pelayanan dokter dan bidan

17 variabel

3 Fasilitas Sosial Masjid, Surau/langgar, Gereja kristen, Gereja katolik, Pura, Vihara

6 variabel

4 Fasilitas Ekonomi Perusahaan industri, Pasar, Hotel, Bank, Koperasi, Supermarket, Restoran, dan lembaga keterampilan

8 variabel

Jumlah 42 variabel

(31)

2011. Panjang jalan tahun 2005-2011 (km) yang didapat dari citra ikonos tahun 2005 dan citra geoeye tahun 2011 dibagi dengan luas wilayah/kecamatan (km²) menghasilkan kerapatan jalan (km/km²). Tingkat perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk dan kerapatan jalan sehingga dapat mengetahui keterkaitan antara kepadatan penduduk dan kerapatan jalan terhadap perkembangan wilayah.

Analisis keterkaitan perkembangan lahan terbangun dengan jumlah penduduk, panjang jalan, dan indeks perkembangan kecamatan Perkembangan lahan terbangun yang dianalisis yaitu perubahan penggunaan/penutupan lahan menjadi lahan terbangun pada periode tahun 2005-2011. Selanjutnya, menganalisis keterkaitan perkembangan lahan terbangun dengan jumlah penduduk, panjang jalan, dan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) menggunakan analisis regresi berganda. Persamaan regresi berganda yang digunakan adalah:

Y = A0 + A1X1 + A2X2+ … + AnXnb

dimana, Y = Dependent variable (peubah penjelas)

Xi = Independent variable (peubah penduga) ke i, dengan i=1,2,..

Ai = Koefisien regresi peubah ke-i

Perkembangan lahan terbangun disimbolkan dengan Y. Y tersebut merupakan variabel dependen/variabel terkait yaitu variabel yang disebabkan / dipengaruhi oleh adanya variabel bebas/ variabel independen.

Keterkaitan perubahan penggunaan/penutupan lahan dengan perubahan jumlah penduduk (X1), perubahan panjang jalan (X2), dan perubahan Indeks Perkembangan Kecamatan (X3). Ketiganaya merupakan variabel independen.

Analisis ketidaksesuaian penggunaan/penutupan lahan tahun 2011 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Periode 2011-2031

(32)

Secara umum, tahapan-tahapan penelitian berdasarkan tujuan, jenis data, teknik analisis data, dan keluaran disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan

No Tujuan Data Teknik Analisis

Data Keluaran

1 Analisis perubahan penggunaan/penutup 2 Analisis keterkaitan

penggunaan/penutup

(33)

Gambar 1 Diagram alir

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Kondisi Geografis

Kota Cilegon merupakan kota otonomi yang secara yuridis dibentuk berdasarkan UU No.15/1999. Sebagai kota yang berada di ujung barat Pulau Jawa, Kota Cilegon merupakan pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera. Secara geografis, Kota ini berada pada koordinat 5º52’24”–

6º04’07” Lintang Selatan dan 105º54’05” – 106º05’11” BujurTimur, secara

administratif batas-batas Kota Cilegon adalah:

a) Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Bojonegara (Kabupaten Serang) b) Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda

c) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Anyer dan Mancak (Kabupaten Serang)

d) Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kramatwatu (Kabupaten Serang)

(34)

Cibeber, Ciwandan, Pulomerak, Grogol, Purwakarta, Jombang dan Citangkil, terdiri dari 16 desa dan 27 kelurahan.

Kecamatan sekitar Kota Cilegon yaitu Kecamatan Puloampel, Kecamatan Bojonegara, Kecamatan Waringin kurung, Kecamatan Kramatwatu, Kecamatan Mancak, dan Kecamatan Mancak. Enam kecamatan tersebut termasuk dalam wilayah Kabupaten serang (BPS Kota Cilegon, 2011).

Secara geografis wilayah Kabupaten Serang sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, Kota Cilegon, dan Kota Serang. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang, di sebelah selatan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Kota Cilegon dan Selat Sunda.

Letak geografis yang demikian merupakan keuntungan bagi Kabupaten Serang. Kabupaten Serang merupakan pintu gerbang atau transit perhubungan darat antar Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Selain itu dengan posisinya yang hanya berjarak ± 70 km dari Kota Jakarta. Kabupaten Serang merupakan salah satu daerah penyangga ibukota Negara (BPS Kabupaten Serang, 2011).

Gambar 2 Wilayah Administrasi Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya

Morfologi dan Fisiologi

(35)

kemiringan kecil berkisar 0-2 % dan 2-7 %. Morfologi landai sedang terdapat di wilayah tengah kota. Morfologi perbukitan terjal terdapat di sebagian wilayah utara dengan kemiringan lebih dari 30% dan sebagian kecil wilayah selatan kota.

Wilayah dataran adalah wilayah yang memiliki ketinggian kurang dari 50 meter dpl, sampai wilayah pantai yang memiliki ketinggian 0-1.0 meter dpl. Wilayah perbukitan terletak pada wilayah yang memiliki ketinggian minimum 50 meter dpl. Bagian Utara Kecamatan Pulomerak, wilayah puncak gunung Gede dengan elevasi maksimum 551 meter dpl. Topografi Kota Cilegon sangat bervariasi namun relatif landai dan didominasi tanah dataran sekitar 76.66%. Bagian Utara dan Selatan kota, tanah cenderung berbukit (15.85%) dan 35.1 ha (0.20%) merupakan tanah pegunungan dan pesisir pantai (7.26%) dari luas kota (BPS Kota Cilegon, 2011).

Secara topografi, Kabupten Serang merupakan wilayah dataran rendah dan pegunungan dengan ketinggian antara 0 sampai 1778 meter dpl. Sebagian besar dataran rendah memiliki ketinggian kurang dari 500 meter, sementara dataran tinggi berupa rangkaian pegunungan yang terdapat di perbatasa dengan Kabupaten Pandeglang (BPS Kabupaten Serang, 2011).

Kondisi Fisik Wilayah Studi

Berdasarkan karakteristik kemiringan lahan dan morfologi daratan, kawasan pusat kota Cilegon berupa dataran dengan kemiringan 0-2% sampai dengan 2-7% dengan ketinggian berkisar antara 0-25 meter. Kawasan ini mempunyai iklim tropis dengan suhu rata-rata 26.4°-27.8° C, kelembaban Nisbi udara 78-86%, tekanan udara 1011.1 mb dan tekanan uap air 27.3% serta curah hujan 178 mm per tahun.

Keadaan tanah di kawasan ini merupakan tanah regosol dengan kedalaman efektif <90 cm dan memiliki tekstur tanah halus kasar. Jenis tanah ini dijumpai di daerah barat dan tengah Kota Cilegon, berasal dari dataran dan lereng pegunungan berwarna coklat tua. Termasuk jenis ini adalah lempung, lempung pasiran dan pasir. Berdasarkan data yang ada, jenis batuan yang terdapat di kawasan pusat kota adalah Breksi dan Tuva dari salah satu gunung yang ada di Kota Cilegon (Gn. Gede).

Secara fisik hidrologi terdapat beberapa sungai kecil dengan lebar 4-6 meter, yaitu Kali Sekong, Kali Temposo dan Kali Gayam. Sungai-suangai ini bersumber dari mata air yang berada di luar wilayah Kota Cilegon (Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang). Pada umumnya kali tersebut berfungsi sebagai drainase kota yangbersifat alami. Dengan kondisi topografi Kota Cilegon yang diapit perbukitan baik di bagian utara dan selatan berpengaruh terhadap pola jaringan drainase yang ada, hal ini terlihat pada beberapa kawasan termasuk pusat kota yang merupakan titik-titik rawan banjir (genangan air) (BPS Kota Cilegon, 2011).

(36)

Fungsi-fungsi Ruang Kawasan Kota

Dalam menentukan fungsi-fungsi penggunaan lahan berupa daerah terbangun (built up area), daerah peralihan serta pedesaan dapat dilihat dari ciri khas lahan yang dominan (kondisi eksisting). Data yang didapat menunjukkan kondisi fungsi-fungsi ruang kawasan kota (Yusran, 2006) adalah sebagai berikut: a. Kawasan perumahan terkonsentrasi pada pusat kota, atau lebih tepatnya

berada di Kecamatan Cilegon, Kecamatan Jombang, Kecamatan Citangkil dan Kecamatan Purwakarta. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jaringan jalan dan perumahan.

b. Kawasan pertanian dan tegalan terdistribusi di daerah peralihan kota atau pinggiran pusat kota.

c. Kawasan Industri terkonsentrasi pada bagian timur kota. Jalur hijau, kawasan lindung/waduk terkonsentrasi pada bagian utara kota. Kawasan fungsi perdagangan dan jasa mempunyai karakteristik memusat linier sepanjang jalan utama Kota Cilegon

d. Kawasan pemerintahan dan perkantoran serta pelayanan umum, terkonsentrasi pada pusat kota.

e. Kawasan olah raga/open space/ taman dan kawasan wisata terkonsentrasi pada kawasan terbuka dan sepanjang pantai.

Dari karakteristik di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi-fungsi penggunaan lahan bersifat menyebar namun konsentrik dengan arah perkembangan fungsi kegiatan linier mengarah ke Kabupaten Serang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Periode 2005-2011 Interpretasi Visual Penggunaan/Penutupan Lahan Melalui Citra Geoeye

Penggunaan/penutupan lahan di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya pada tahun 2005 dan 2011 memiliki karateristik dan definisi dari masing-masing kelas penggunaan/penutupan lahan :

(37)

Gambar 3 Kenampakan obyek perumahan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

Gambar 4 Kenampakan obyek pemukiman pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

Kawasan Industri didefinisikan sebagai areal yang digunakan untuk bangunan pabrik atau industri yang berupa kawasan industri atau perusahaan. Pada citra, kawasan industri memiliki rona yang cerah, pola teratur, teksturnya halus dengan bentuk persegi panjang, ukuran agak besar. Berdasarkan keadaan dilapang terdapat industri kimia disekitar pesisir pantai barat Kota Cilegon dengan ciri terdapat tangki gas yang berwarna putih, cerobong asap yang mengeluarkan asap berwarna abu-abu yang tampak pada citra yang diperlihatkan pada gambar 5. Industri bijih besi diperlihatkan pada gambar 6 tidak terletak di pesisir pantai barat tetapi termasuk dalam PT. Krakatau Steel yang menghasilkan bijih besi baja serta atap bangunannya berwarna coklat seperti tampak pada citra.

Gambar 5 Kenampakan obyek industri kimia pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

(38)

Jalan merupakan jaringan prasarana transportasi yang diperuntukkan bagi lalu lintas kendaraan. Pada citra, memilki rona abu-abu cerah, berbentuk lurus memanjang diperlihatkan pada gambar 7 dan ada pula yang berbentuk melingkar diperlihatkan pada 8 dengan pola yang teratur.

Gambar 7 Kenampakan obyek jalan berbentuk lurus pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

Gambar 8 Kenampakan obyek jalan berbentuk melingkarpada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

Sawah didefinisikan sebagai areal pertanian yang digenangi air atau diberi air, baik dengan teknologi pengairan, tadah hujan, maupun pasang surut. Areal pertanian dicirikan oleh pola pematang dengan ditanami jenis tanaman pangan berumur pendek (padi). Pada citra, sawah memiliki pola yang teratur, bentuk yang berpetak-petak, teksturnya halus, dan biasanya berada dekat dengan jalan, sungai, atau permukiman diperlihatkan pada gambar 9. Berdasarkan kondisi dilapang, tanamannya di tanam secara teratur, dengan jarak tanam yang relatif rapat, dan memiliki pematang yang tidak lebar, biasanya kurang dari setengah meter.

Gambar 9 Kenampakan obyek sawah pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

(39)

Gambar 10 Kenampakan obyek pertanian lahan kering pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

Badan air terbagi menjadi sungai, waduk, dan kolam. Sungai didefinisikan sebagai alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pada citra, sungai memiliki pola yang tidak teratur (berkelok-kelok), berbentuk memanjang dengan rona yang cerah dan tekstur yang halus diperlihatkan pada gambar 11. Berdasarkan kondisi lapang, terdapat semak-semak serta permukiman di sepanjang tepian sungai.

Gambar 11 Kenampakan obyek sungai pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

Waduk didefinisikan sebagai arel perairan yang bersifat artifisial dengan penggenangan air yang dalam dan permanen serta penggenangan dangkal, termasuk fungsinya. Pada citra, waduk memilki rona yang gelap, ukurannya besar, tekstur halus dengan pola yang tidak teratur diperlihatkan pada gambar 12. Berdasarkan kondisi lapang terdapat permukiman disekitar waduk.

Gambar 12 Kenampakan obyek waduk pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

(40)

Gambar 13 Kenampakan obyek waduk pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

Gambar 14 Kenampakan obyek kolam pemancingan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

Lahan terbuka didefinisikan sebagai lahan kosong yang tidak ditanami oleh vegetasi apapun dan tidak ada aktivitas yang dilakukan pada areal tersebut Pada citra, memiliki rona yang terang atau berwarna cokelat dengan pola yang tidak teratur, dan tekstur yang halus di perlihatkan pada gambar 15. Berdasarkan kondisi di lapang, Tanah terbuka ini merupakan sawah yang mengalami alih fungsi lahan menjadi lahan terbuka atau biasanya hasil dari konversi lahan non terbangun yang akan digunakan untuk permukiman, perdagangan dan jasa, serta industri.

Gambar 15 Kenampakan obyek lahan terbuka pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

Tambak didefinisikan sebagai aktivitas untuk perikanan yang tampak dengan pola pematang sekitar pantai. Pada citra, memiliki rona yang gelap dengan pola yang biasanya teratur, dan memiliki tekstur yang halus, berada dekat dengan pesisir pantai yang diperlihatkan pada gambar 16. Berdasarkan pengamatan lapang, tambak tersebut merupakan tambak udang.

(41)

Semak/belukar. Semak didefinisikan sebagai lahan kering yang ditumbuhi berbagai vegetasi alamiah homogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat dan didominasi vegetasi rendah (alamiah). Sedangkan belukar didefinisikan sebagai lahan kering yang ditumbuhi berbagai vegetasi alamiah homogen dengan tingkat kerapatan jarang hingga rapat dan didominasi vegetasi rendah (alamiah). Pada citra, memilki rona yang agak gelap, pola yang tidak teratur, dengan tekstur yang agak kasar diperlihatkan pada gambar 17. Berdasarkan pengamatan lapang merupakan peralihan dari hutan dengan ketinggian vegetasi yang rendah dan tidak dibudidayakan.

Gambar 17 Kenampakan obyek semak/belukar pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Pada citra, memilki rona gelap, pola yang tidak teratur, dengan tekstur yang agak kasar diperlihatkan pada gambar 18. Berdasarkan pengamatan lapang, kawasan tersebut banyak ditanami pepohonan, dan merupakan tempat tinggal hewan.

Gambar 18 Kenampakan obyek hutan pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)

Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011

Penggunaan/penutupan lahan di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya pada tahun 2005 dan 2011 terbagi menjadi 10 kelas penggunaan/penutupan lahan, yaitu (1) badan air, (2) hutan, (3) industri, (4) jalan, (5) lahan terbuka, (6) permukiman, (7) pertanian lahan kering, (8) sawah, (9) semak/belukar, dan (10) tambak.

Penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 yang paling dominan yaitu hutan, sawah, semak/belukar, lahan terbuka, pertanian lahan kering, dan permukiman yang masing-masing sebesar 33%, 20%, 17%, 10%, 7%, dan 6%. Pada tahun 2011 pengunaan/penutupan lahan tersebut ada yang mengalami penurunan dan peningkatan. Hutan dan pertanian lahan kering mengalami penurunan menjadi 21% dan 6%. Semak/belukar, sawah, lahan terbuka, dan permukiman mengalami peningkatan menjadi 26%, 21%, 12%, dan 7%.

(42)

Semak/belukar mengalami peningkatan paling tinggi dibandingkan dengan penggunaan/penutupan lahan lainnya. Kondisi ini terjadi akibat dari penurunan luas hutan yang signifikan di tahun 2011 dimana semak/belukar merupakan peralihan dari hutan.

Gambar 19 Proporsi penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 (a) dan 2011(b)

Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011

Secara spasial, perubahan penggunaan/penutupan lahan yang terdapat di Kota Cilegon dan kecamatan sekitarnya tahun 2005 dan 2011 disajikan pada gambar 20. Bagian utara didominasi oleh hutan dan pertanian lahan kering kemudian berubah menjadi semak/belukar dan lahan terbuka. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas industri dan pelabuhan terutama di Kecamatan Pulomerak dan Puloampel yang terletak dibagian utara.

Bagian barat dan timur menunjukan bahwa perubahan penggunaan lahan yang terjadi didominasi dengan perubahan sawah menjadi permukiman. Hal ini terjadi karena topografinya datar dan merupakan pusat kota (Kecamatan Cilegon, Kecamatan Jombang, Kecamatan Citangkil, dan Kecamatan Purwakarta) sehingga menjadi tempat terkonsentrasinya penduduk. Akibat dari semakin tingginya jumlah penduduk sehingga lahan yang diperlukan untuk permukiman semakin tinggi maka menggeser lahan pertanian untuk dijadikan permukiman.

(43)

Gambar 20 Sebaran spasial penggunaan/penutupan lahan tahun 2005 (a) dan tahun 2011 (b)

2

(44)

Perbedaan Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon dan Kecamatan Sekitarnya

Matriks Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011 (tabel 7) memberikan gambaran informasi dan penjelasan yang lebih mendalam terhadap informasi yang terdapat pada Gambar 21.

Perubahan hutan menjadi semak/belukar paling tinggi yaitu sebesar 4960.9 ha. Kondisi ini banyak terjadi di kecamatan sekitarnya karena hutan di wilayah ini relatif masih banyak.

Perubahan lahan terbuka menjadi semak/belukar paling tinggi yaitu sebesar 231.2 ha. Hal tersebut lebih banyak terjadi di Kota Cilegon. lahan terbuka ini merupakan tanah kosong yang sudah dibeli oleh pengembang perumahan tetapi tidak menggunakan hak atas tanah sesuai dengan izin lokasi yang dimilikinya sehingga menjadi lahan terbuka yang terlantar dan berubah menjadi semak/belukar.

Perubahan pertanian lahan kering menjadi lahan terbuka paling tinggi yaitu sebesar 511.2 ha. Hal ini terjadi karena kurangnya minat masyarakat terhadap lahan pertanian sehingga lahan pertanian banyak dijual kepada developer dan pengusaha industri. Banyak terjadi di Kota Cilegon yang dikenal sebagai kota industri. Berdasarkan observasi di lapang, banyak pertanian lahan kering yang mengalami pengurukan padahal sangat disayangkan mengingat modal yang dikeluarkan pasti tidak sedikit untuk membuat pertanian lahan kering.

Perubahan sawah menjadi lahan terbuka paling tinggi yaitu sebesar 742.1 ha. Luas sawah terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun terutama di Kota Cilegon yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dibandingkan di Kecamatan sekitarnya. Banyak petani yang beralih profesi menjadi buruh pabrik.

Perubahan semak/belukar menjadi permukiman dan sawah yang paling tinggi dimana masing-masing sebesar 231.8 ha dan 255.8 ha. Semak/belukar yang berubah menjadi permukiman lebih banyak terjadi di pusat Kota Cilegon sehingga kepadatan penduduknya tinggi. Semak/belukar yang berubah menjadi sawah lebih banyak terjadi di kecamatan sekitarnya. Hal ini terjadi karena jumlah penduduknya rendah dan masih banyak terdapat keluarga petani disana. Jumlah keluarga petani di Kecamatan sekitarnya 31449 jiwa lebih tinggi dibandingkan di Kota Cilegon 13032 jiwa (BPS, 2011).

Perubahan tambak menjadi lahan terbuka yang paling tinggi yaitu sebesar 52.5 ha. Tambak hanya terdapat di Kecamatan sekitarnya dan terletak disekitar pesisir pantai. Tambak tersebut mengalami pengurukan sehingga menjadi lahan terbuka.

Perubahan semak/belukar menjadi hutan merupakan perubahan penggunaan/penutupan lahan yang jarang terjadi sebesar 22 ha. Kondisi ini terjadi karena wilayah tersebut termasuk hutan produksi. Pemanfaatan hutan produksi dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu (UU No.41 tahun 1999).

(45)

Tabel 7 Matriks Perubahan Penggunaan/Penutupan Lahan Tahun 2005-2011

Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %

badan air 214.8 0.4 214.8 0.4

hutan 10632.7 21.3 27.2 0.1 88.2 0.2 23.9 0.0 769.4 1.5 4960.9 9.9 16502.3 33.1

industri 1733.9 3.5 1733.9 3.5

jalan 311.5 0.6 0.0 311.5 0.6

lahan terbuka 0.2 0.0 131.8 0.3 1.2 0.0 4445.4 8.9 155.8 0.3 163.0 0.3 61.6 0.1 231.2 0.5 5190.2 10.4

permukiman 3085.3 6.2 3085.3 6.2

pertanian lahan

kering 7.7 0.0 511.2 1.0 44.9 0.1 2750.0 5.5 68.9 0.1 128.1 0.3 3510.9 7.0

sawah 30.0 0.1 2.4 0.0 742.1 1.5 96.9 0.2 49.8 0.1 9162.4 18.4 114.5 0.2 10198.1 20.4

semak/belukar 0.9 0.0 22.0 0.0 0.5 0.0 9.0 0.0 221.2 0.4 231.8 0.5 129.5 0.3 255.8 0.5 7361.3 14.8 8232.0 16.5

tambak 52.5 0.1 864.7 1.7 917.2 1.8

Total tahun 2011 215.9 0.4 10654.7 21.4 1904.0 3.8 324.1 0.6 5999.6 12.0 3702.9 7.4 3116.3 6.2 10318.1 20.7 12795.9 25.6 864.7 1.7 49896.1 100 Total tahun

2005 permukiman

pertanian lahan kering

sawah semak/

belukar tambak lahan

terbuka Penggunaan/

penutupan lahan

badan air hutan industri jalan

(46)

Perubahan yang tidak menjadi Perubahan menjadi lahan terbangun lahan terbangun

Gambar 21 Peta perubahan penggunaan/penutupan lahan Tahun 2005-2011 di Kota Cilegon dan Kecamatan sekitarnya

Legenda

Kota Cilegon

Kecamatan Sekitarnya

jalan

hutan--->semak/belukar lahan terbuka--->semak/belukar hutan--->lahan terbuka

pertanian lahan kering--->semak/belukar sawah--->semak/belukar

pertanian lahan kering--->lahan terbuka sawah--->lahan terbuka

tambak--->lahan terbuka semak/belukar--->lahan terbuka hutan--->pertanian lahan kering sawah--->pertanian lahan kering lahan terbuka--->pertanian lahan kering semak/belukar--->pertanian lahan kering lahan terbuka--->sawah

hutan--->sawah semak/belukar--->sawah pertanian lahan kering--->sawah semak/belukar--->hutan lahan terbuka--->badan air semak/belukar--->badan air

hutan--->permukiman

lahan terbuka--->permukiman

pertanian lahan kering--->permukiman

semak/belukar--->permukiman

sawah--->permukiman

lahan terbuka--->industri

pertanian lahan kering--->industri

sawah--->industri

semak/belukar--->industri

lahan terbuka--->jalan

sawah--->jalan

Gambar

Tabel 5 Variabel yang digunakan untuk menentukan hirarki suatu wilayah
Tabel 6 Teknik Analisis dan Hasil yang Diharapkan
Gambar 1 Diagram alir
Gambar 9 Kenampakan obyek sawah pada citra (kiri) dan pengamatan lapang (kanan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis penelitian ini adalah kwantitatif diskriptif, dimana obyek penelitiannya adalah Guru SD bersertifikat pendidik yang ada di lingkungan kerja Gugus Sekolah Dasar

Demikianlah Berita Acara Pembukaan (download) file II penawaran pekerjaan Master Plan Ruang Terbuka Hijau Kabupaten Muara Enim ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat

PERTAMA : Status Program dan Satuan Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Non Formal yang Terakreditasi di BAP PAUD dan PNF Provinsi Kalimantan Barat Tahap 1

Oleh karena ini peneliti hanya mendeskripsikan pengelolaan objek wisata Taman Ade Irma Suryani Nasution yang berkelanjutan di Kota Cirebon, maka penelitian

(2) Bantuan sosial berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah uang yang diberikan secara langsung kepada penerima seperti beasiswa bagi anak

Tabel 4.3 Hubungan mutu pelayanan kesehatan dengan kepuasan peserta BPJS pengguna layanan keluarga berencana di wilayah kerja Puskesmas Kedungbanteng Kabupaten

Jadi, jika melihat dari ketentuan diatas, mengenai musnahnya objek perjanjian, jual beli cengkeh yang masih di pohon yang dilakukan masyarakat desa bentek tidak mengacu

Walau bagaimanapun pada komposisi yang sama, kesan gabungan pemvulkanan dinamik dan pelbagai pengserasi telah menunjukkan sifat-sifat mekanik, ketahanan terhadap pembengkakan