BOGOR)
YUKE AGUSTINA SUPARNOPUTERI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Jejak Karbon dan Air pada Produksi sayuran dengan Berbagai Sistem Pertanian (Studi Kasus di PT Kebun Sayur Segar Parung Bogor)” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 9 Juli 2015
Yuke Agustina Suparnoputeri
ABSTRAK
YUKE AGUSTINA SUPARNOPUTERI. Analisis Jejak Karbon dan Air pada Produksi sayuran dengan Berbagai Sistem Pertanian (Studi Kasus di PT Kebun Sayur Segar Parung Bogor). Dibimbing oleh SUPRIHATIN.
Produksi komoditi sayuran dapat memberikan kontribusi pada total emisi GRK (Gas Rumah Kaca) dan total penggunaan air nasional di sektor pertanian. Kegiatan pertanian pada produksi komoditi sayuran dapat mengeluarkan emisi GRK secara alami serta dapat mempengaruhi ketersediaan air bersih di alam. Untuk itu, dilakukan evaluasi dampak lingkungan yang ditimbulkan dari produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian dengan metode LCA (Life Cycle Assessment) yang terdiri
dari penilaian jejak karbon, total penggunaan dan efisiensi energi dan jejak air. Hasil evaluasi dampak pada produksi 1 kg produk sayuran Bayam Merah, Bayam Hijau dan Kangkung dengan berbagai sistem pertanian menghasilkan estimasi total emisi GRK sebesar 1.104 kgCO2eq, penilaian total penggunaan energi sebesar 2.276 MJ
dengan nilai Net Energy Ratio (NER) <1 dan Net Energy Value (NEV ) bernilai
negatif dan total penggunaan air sebesar 115 m3/Ha. Dengan skenario pengembangan proses berupa pengoptimalan penggunaan bahan dan limbah sayuran diperkirakan dapat mengurangi total emisi GRK, meningkatkan nilai efisiensi energi dan mengurangi total air yang digunakan pada produksi sayuran.
Kata kunci: jejak karbon, sistem pertanian, penilaian daur hidup, sayuran, jejak air
ABSTRACT
YUKE AGUSTINA SUPARNOPUTERI. Analysis Carbon Footprint and Water Footprint of Vegetables Production with Different Farming Systems (Case Study of PT Kebun Sayur Segar Parung Bogor). Supervised by SUPRIHATIN.
Production of vegetables comodity contributed to the total national GHG emissions (GHG) and water usage in agriculture sector. Agriculture activity and production activity in production of vegetables emitted GHG emissions naturally and also can affecting freshwater in nature. Because of that, this research was did to evaluate the environmental impact from production of vegetables with various farming systems by implemetation of LCA (Life Cycle Assessment). The impact was asessed consists of a carbon footprint assessment, total energy use, efficiency energy and water footprint. The results evaluation of the environmental impact on the production 1 kg product of red spinach, green spinach and kale with various farming systems show that estimated total GHG emissions is 1,104 kgCO2eq, total energy use is 2,276 MJ with value of Net Energy
Ratio (NER) <1 and Net Energy Value (NEV) negative and total water footprint is 115 m3/Ha. Scenario optimization of usage materials and waste vegetables are expected
reduce total GHG emissions, increase energy efficiency and reduce total water use in the production of red spinach, green spinach and kale with various framing system.
ANALISIS JEJAK KARBON DAN AIR PADA PRODUKSI
SAYURAN DENGAN BERBAGAI SISTEM PERTANIAN (STUDI
KASUS DI PT KEBUN SAYUR SEGAR PARUNG BOGOR)
YUKE AGUSTINA SUPARNOPUTERI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Jejak Karbon dan Air pada Produksi sayuran dengan Berbagai Sistem Pertanian (Studi Kasus di PT Kebun Sayur Segar Parung Bogor). Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen Teknologi Industri Pertanian.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. –Ing. Ir. Suprihatin sebagai dosen pembimbing atas arahan, bimbingan, motivasi, serta kesabaran dalam membimbing penulis, kepada dosen penguji Bapak Dr. Ir. Sugiarto dan Ibu Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, M.S atas perbaikan terhadap skripsi penulis. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Yudi Supriyono selaku Direktur Produksi PT Kebun Sayur Segar, Bapak Sarmin dan Bapak Agoes selaku Asisten Manajer Produksi Hidroponik dan Organik PT Kebun Sayur Segar, telah diberikan kesempatan untuk belajar banyak hal terkait produksi sayuran dengan sistem semi-konvensional, organik dan hidroponik. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada staff Badan Meteorologi dan Klimatologi atas pelayanan sehinga terpenuhi data yang dibutuhkan dalam skripsi ini.Terima kasih atas doa dan bimbingan Ibu, Bapak, Adik dan sahabat serta teman-teman P1, keluarga besar dan rekan-rekan di Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB.
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dimasa yang akan datang.
Bogor, 9 Juli 2015
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 3
Tahapan Persiapan 3
Tahapan Analisis Pengumpulan dan Pengolahan Data 3
Penentuan Tujuan dan Ruang Lingkup 3
Analisis Inventori 4
Penilaian Dampak Lingkungan 5
Interpretasi 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 10 Siklus Hidup Produksi Sayuran 10
Jejak Karbon Produksi Sayuran 18
Jejak Air Produksi Sayuran 23
Skenario Pengembangan Proses 27
Pemanfaatan Limbah Sayuran 27
SIMPULAN DAN SARAN 33
Simpulan 33
Saran 33 DAFTAR PUSTAKA 33
DAFTAR TABEL
9 Tabel 9 Hasil Penilaian Jejak Karbon Produksi Sayuran Berbagai Sistem Pertanian 19
10 Tabel 10 Perbandingan Emisi GRK dengan Perbedaan Sistem Pertanian 20
11 Tabel 11 Hasil Penilaian Total Penggunaan Energi Produksi Sayuran Berbagai Sistem Pertanian 21
12 Tabel 12 Hasil PerhitunganTotal Penggunaan Energi Produksi Sayuran Sistem Semi-konvensional 22
13 Tabel 13 Hasil Penilaian Efisiensi Energi Produksi Sayuran Berbagai Sistem Pertanian 23
14 Tabel 14 Total Penggunaan Air Produksi Sayuran Berbagai Sistem Pertanian 25
15 Tabel 15 Total Penggunaan Air Produksi Sayuran Setiap Komponen Jenis Air 25
16 Tabel 16 Pengaruh Jumlah Penggunaan Pupuk terhadap Total Air Pelarutan Polutan 26
17 Tabel 17 Jumlah Limbah Sayuran 27
18 Tabel 18 Pengaruh Skenario Pemanfaatan Limbah Sayuran menjadi Pupuk Organik Cair dan Biogas terhadap Penurunan Total Emisi GRK 29
19 Tabel 19 Pengaruh Skenario Pemanfaatan Limbah Sayuran menjadi Pupuk Organik Cair dan Biogas terhadap Peningkatan Nilai Efisiensi Energi 29
20 Tabel 20 Pengaruh Skenario Penggunaan Pupuk Organik Cair dan Biogas terhadap Penurunan Total Penggunaan Air 30
21 Tabel 21 Pengaruh Skenario Pemanfaatan Limbah Sayuran menjadi Pupuk Organik Cair dan Pakan Ikan terhadap Penurunan Emisi GRK 31
22 Tabel 22 Pengaruh Skenario Pemanfaatan Limbah Sayuran menjadi Pupuk Organik Cair dan Pakan Ikan terhadap Peningkatan Nilai Efisiensi Energi 31
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Gambar 1 Ruang Lingkup Siklus Hidup 4
2 Gambar 2 Diagram Alir Metode Penelitian 9
3 Gambar 3 Proses Sortasi 11
4 Gambar 4 Lahan Tanam Sayuran Organik 12
5 Gambar 5 Lahan Semai Sayuran Hidroponik Greenhouse 16
6 Gambar 6 Lahan Tanam Sayuran Hidroponik Greenhouse 16
7 Gambar 7 Lahan Tanam Sayuran Hidroponik Terbuka 17
8 Gambar 8 Grafik Pengaruh Jumlah Produktivitas Produk terhadap Total Emisi GRK produksi Sayuran Berbagai Sistem Pertanian 20
9 Gambar 9 Perbandingan Penggunaan Energi Produksi Sayuran Setiap Sistem Pertanian 22
10 Gambar 10 Grafik Pengaruh Penggunaan Pupuk terhadap Total Air Pelarutan Polutan 26
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Lampiran 1 Alat Faktor Emisi 372 Lampiran 2 Nilai Konversi Energi 38
3 Lampiran 3 Data Inventaris Semi-konvensional Tahun 2014 39
4 Lampiran 4 Data Inventaris Organik Tahun 2014 40
5 Lampiran 5 Data Inventaris Hidroponik Tahun 2014 41
6 Lampiran 6 Hasil Penilaian Jejak Karbon Sayuran Semi-konvensional 42
7 Lampiran 7 Hasil Penilaian Jejak Karbon Sayuran Organik 42
8 Lampiran 8 Hasil Penilaian Jejak Karbon Sayuran Hidroponik 43
9 Lampiran 9 Hasil Penilaian Total Penggunaan Energi Semi-konvensional 44
10 Lampiran 10 Hasil Penilaian Total Penggunaan Energi Organik 45 11 Lampiran 11 Hasil Penilaian Total Penggunaan Energi Hidroponik 46
12 Lampiran 12 Hasil Penilaian Jejak Air Sayuran Semi-konvensional 47
13 Lampiran 13 Hasil Penilaian Jejak Air Sayuran Organik 47
14 Lampiran 14 Hasil Penilaian Jejak Air Sayuran Hidroponik 48
15 Lampiran 15 Data Klimatologi Daerah Lembang Bandung 2014 49
16 Lampiran 16 Data Klimatologi Daerah Cugenang Cianjur 2014 50
17 Lampiran 17 Data Klimatologi Daerah Parung Bogor 2014 51
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha produksi komoditas sayuran menjadi usaha yang mengalami pertumbuhan usaha yang cepat dan berkembang besar.Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan jumlah dan beragam permintaan jenis dari komoditi sayuran yang diinginkan konsumen. Peningkatan jumlah permintaan komoditi sayuran terjadi karena sayuran menjadi komoditi penting yang dibutuhkan masyarakat setelah komoditi pangan pokok seperti beras, gandum dan palawija (Pertiwi 2008). Sedangkan peningkatan beragam permintaan jenis komoditi sayuran yang diinginkan konsumen terjadi karena adanya perubahan gaya hidup konsumen yang lebih menginginkan makanan yang diproduksi tidak merusak lingkungaan dan sedikit residu.Hal itu mendorong pelaku usaha produksi komoditi sayuran menerapkan beberapa sistem pertanian pada produksinya.Sistem pertanian yang umumnya diterapkan yaitu sistem pertanian konvensional, sistem pertanian organik maupun sistem pertanian dengan bioteknologi seperti sistem hidroponik.
Usaha produksi komoditi sayuran dapat memberikan kontribusi pada total emisi GRK nasional di sektor pertanian. Hal tersebut terjadi karena kegiatan pertanian pada usaha produksi komoditi sayuran dapat mengeluarkan sumber emisi GRK secara alami. Emisi GRK adalah lepasnya gas rumah kaca ke atmosfer pada area tertentu dalam jangka waktu tertentu yang menyababkan suhu permukaan bumi hangat karena kemampuan gas rumah kaca menyerap radiasi matahari, yang seharusnya dapat dipantulkan ke luar bumi. Menurut
Intergovernmental Panel on Climate Change [IPCC] (2007), semakin besar total
emisi GRK, semakin besar nilai ukuran relatif GWP dan semakin besar aktivitas tersebut memberikan dampak kerusakan ke lingkungan. Total emisi GRK dihitung menggunakan penilaian jejak karbon. Jejak karbon adalah pengukuran gas emisi GRK yang berkontribusi terhadap terjadinya global warming yang
dinyatakan dalam satuan kg CO2eq untuk setiap kg produk (Ercin dan Hoekstra
2012).
Selain itu, usaha produksi komoditas sayuranjuga dapat memberikan kontribusi pada besarnya total penggunaan air nasional. Diketahui bahwa 70% dari total penggunaan air nasional digunakan di sektor pertanian, atau rata-rata total penggunaan air produksi komoditi pertanian sebesar 1131m3/kapita/tahun (Bulsink et al 2009). Total penggunaan air dari suatu aktivitas juga menjadi
indikator potensi terjadinya kerusakan lingkungan. Hal tersebut dimungkinkan terjadi akibat penggunaan air dalam jumlah besar, akan mempengaruhi ketersedian air di alam yang saat ini semakin menipis. Padahal, ketersediaan air menjadi hal yang sangat substansial dibutuhkan seluruh bidang,.Indikator total penggunaan air dihitung dengan menggunakan penilaian jejak air (Water Footprint). Jejak air (Water Footprint) adalah perhitungan total volume setiap
jenis air yang digunakan pada proses produksi suatu produk. Dengan menghitung jejak air dapat diketahui volume air yang digunakan dan kontaminasi air yang terbentuk pada produksi dari setiap unit produk (Ercin dan Hoekstra 2012).
total dan nilai efisiensi penggunaan energi dan penilaian jejak air. Metode untuk menilai jejak karbon, energi dan air menggunakan metode LCA (Life Cycle Assessment). Metode LCA (Life Cycle Assessment) adalah metode analisis yang
digunakan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi input, output dan potensi
dampak lingkungan dari suatu produk atau jasa melalui siklus hidupnya (Azapagic et al 2011). Selain dapat mengevaluasi dampak dari suatu siklus hidup
produk, metode LCA dapat memberikan saran pengembangan proses pada produksi suatu produk.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui data total emisi GRK yang dikeluarkan, total dan nilai efisensi penggunaan energi dan totalpenggunaan air pada produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian di PT Kebun Syaur Segar Parung Bogor. Serta memberikan saran pengembangan proses (skenario)pada produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian terhadap kemungkinan penurunan total emisi GRK, peningkatan efisiensi energi dan efisiensi penggunaan air produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian dengan pengembangan skenario life cycle.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi data total emisi GRK yang dikeluarkan, total dan nilai efisiensi energi yang digunakan dan total penggunaan air untuk menentukan upaya peningkatan efisiensi energi dan air dan pengurangan emisi GRK pada produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian.
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Tahapanpenelitian yang dilakukan yaitu tahapan persiapan dan tahapan analisis, pengumpulan data dan pengolahan data.Tahapan persiapan terdiri dari kegiatan identifikasi masalah dan studi pustaka.Tahapan analisis, pengumpulan data dan pengolahan data mengikuti 4 tahapan metode LCA.
Tahapan Persiapan
Pada tahapan persiapan dilakukan dengan kegiatan identifikasi masalah yang akan diteliti, lalu dilanjutkan dengan studipustaka hasil dari identifikasi. Kegiatan pada tahapan persiapan data dijelaskan sebagai berikut:
Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menentukan rumusan masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini. Rumusan masalah yang terbentuk, akan menghasilkan tujuan dan manfaat penelitian yang akan dicapai.
StudiPustaka
Studi pustaka pada tahapan persiapan ini dilakukan untuk menentukan data yang dibutuhkan dalam penelitian seperti memperkirakan perbedaan tahapan proses produksi, bahan, alat maupun mesin yang dibutuhkan dalam proses produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian, dampak lingkungan yang ditimbulkan dari proses produksi sayuran, penjelasan metode LCA dan penejelasan skenario perbaikan untuk meningkatkan efisiensi energi dan air yang dibutuhkan dan mengurangi emisi yang dikeluarkan pada produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian.
Tahapan Analisis, Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
Tahapan analisis, pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan mengikuti 4 fase metode LCA. Fase metode tersebut berdasarkan ISO 2006a dalam Azapagic et al (2011) terdiri dari fase penentuan tujuan dan ruang lingkup siklus hidup (goal definition and scoping), analisis inventori (inventory analysis),penilaian dampak lingkungan (impact assessment) dan interpretasi
(interpretation). Penjelasan 4 fase metode LCA dijelaskan sebagai berikut:
Penentuan Tujuan dan Ruang Lingkup
Fase pertama metode LCA yaitu menentukan tujuan termasuk menyebutkan alasan dilakukannya penelitian yang mengimplementasikan metode LCA dan menentukan lingkup sistem yang terlibat dalam penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui data total emisi GRK, total penggunaan energi dan air pada produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian. Ruang lingkup siklus hidup produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian terdiri darikegiatan pengadaaninput bahan dan 6 tahapan produksi. Ruang lingkup
Kegiatan PengadaanInput Bahan Transportasi Input Bahan
Tahapan Produksi
Gambar 1 Ruang Lingkup Siklus Hidup
Analisis Inventori
Fase ini dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder yang digunakan pada siklus hidup suatu produksi sayuran untuk mencapai tujuan dari penelitian mengenai analisis jejak karbon dan air pada produksi sayuran berbagai sistem pertanian dengan implementasi metode LCA. Data primer berupa data
input bahanyang digunakan dari kegiatan pengadaan bahan sampai tahapan
produksi sayuran dan data sekunder berupa data output produk sayuran. Data
tersebut didapat dari hasil pengukuran, data inventaris yang telah ada dan data hasil penelitian sebelumnya.Fase ini dilakukan dengan studi pustaka, observasi lapangan dan wawancara.
a. StudiPustaka
Studipustakadilakukanuntukmengumpulkan kebutuhan data primer maupun data sekunder terkait siklus hidup produksi sayuran yang didapat dari buku-buku acuan, jurnal, literatur maupun pihak-pihak yang terkait.
b. Observasi Lapangan
c. Wawancara
Wawancara dilakukan pada pemilik tempat usaha maupun pihak-pihak yang terkait dengan proses produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian. Wawancaradilakukanuntuk memperoleh data produksi sayuransayuran berbagai sistem pertanian tahun 2014 berupa bahan, alat maupun mesin yang dibutuhkan dalam proses produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian.
Penilaian Dampak Lingkungan
Fase Impact Assessmentdilakukan dengan mengonversi data inventaris
menjadi penilaian kemungkinan dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan. Indikator emisi GRK dilakukan dengan menganalisis jejak karbon (Carbon Footprint) produksi sayuran dariperhitungan estimasi jumlah emisi CO2yang
mengacu pada panduan persamaan IPCC (2006) ditujukkan pada formulasirumus (1) sebagai berikut:
E = AD x EF (1) Keterangan:
E = Emisi (kg CO2eq/kg produk)
AD = Volume Inventori (kg bahan)
EF = Faktor Emisi bahan (kg CO2eq/kg bahan)
Untuk mendapat nilai kebutuhan energi dilakukan konversi data produksi produk yang ditunjukkan pada formulasi rumus (2) sebagai berikut:
En = AD x CV (2) Keterangan:
En = Energi (MJ/kg produk) AD = Volume Inventori (kg bahan)
CV = Calorific value(dalam satuan Megajoule, Joule, Kilokalori per
kg bahan)
Sedangkan efisiensi energi dilakukan dengan menghitung NEV (Net Energy Value) dan NER (Net Energy Ratio). Perhitungan NEV dan NER ditunjukkan
pada formulasi rumus(3) dan formulasi rumus (4) sebagai berikut:
NEV = ∑ Eno - ∑ Eni (3)
Net energi yang baik yaitu NEV bernilai positif dan NER >1
Kemudian untuk menilai jejak air (Water Footprint) pada produksi
sayuran dilakukan perhitungan jumlah volume penggunaan air yang berasal dari mata air (blue water footprint), jumlah volume penggunaan air yang berasal dari
mengasimilasi atau melarutkan polutan (grey water footprint) pada setiap proses
produksi. Perhitungan jumlah green water footprint, blue water footprint dan grey waterfootprint pada proses penanaman sampai pemanenan (kultivasi)
menggunakan aplikasi CROPWAT 8.0. Aplikasi tersebut akan menghasilkan
output yang akan merepresentasikan jumlah volume air yang digunakan tanaman
untuk melakukan proses evaporasi-transpirasi secara aktual, jumlah volume air yang digunakan tanaman untuk melakukan proses evapotranspirasi dari jenis air biru (ETBlue) dan dari jenis air hijau (ETGreen). Berikut persamaan representatatif
ETa, ETBlue dan ETGreen dari output model aplikasi CROPWAT 8.0 pada skenario
penjadwalan irigasi yang ditunjukkan pada formulasi rumus (5):
ETBlue = Actual Irrigation Requirement (5)
ETa = Actual Water Use by Crop
ETGreen = ETa - ETBlue
Hasil jumlah volume air yang digunakan tanamanuntuk melakukan evaporasi-transpirasi dari setiap komponen jenis air biru dan hijau menjadi perkiraan jumlah volume air yang digunakan dari jenis air yang berasal dari mata air dan air hujan pada proses kultivasi produksi sayuran dengan mengikuti
ETblue = Water Evatranspiration blue (mm/periode penanaman) ETgreen = Water Evatranspiration green (mm/periode penaman)
Y = jumlah produk yang dihasilkan(kg/periode penanaman)
WFproc,blue = Water Footprint Process Blue Component (m3/kg)
WFproc,green = Water Footprint Process Green Component (m3/kg)
Perhitungan jumlah volume air yang digunakan darikomponen jenis air abu-abu (WFgrey) ditunjukkan pada formulasi rumus (7) sebagai berikut:
WFproc,grey =
(7)
Keterangan:
Excess N = Kelebihan polutan N dari pupuk atau nutrisi (kg N/tahun) Limit N = Batasan pembuangan polutan N ke lingkungan(kg
N/liter)
Y = jumlah produk yang dihasilkan(kg/tahun)
Dengan nilai ExcessN sebesar 10% kandungan N dari penggunaan pupuk atau dan Limit N yang merupakan batasan konsentasi kandungan N mencemari air sebesar
10 mg/liter(Bulsink et al 2009).
Setelah jumlah air yang digunakan pada proses kultivasi diketahui akan dapat dihitung jumlah volume air yang digunakan pada proses pembersihan, sortasi dan pengemasan atau proses pascapanen produk sayuran mengggunakan formula perhitungan yang ditunjukkan pada formulasi rumus (8). Perhitungan jejak air (Water Footprint) mengacu pada panduan (Hoekstra et al 2011) sebagai
berikut:
WFprod[p] = [ ] ∑ [ [ ]
[ ] (8) Keterangan:
WFprod[p] = Water FootprintProduct (m3/kg)
WFproc[p] = Water Footprint Process = 0(m3/kg)
WFprod[i] = Water Footprint Input Product(m3/kg)
fp[p,i] = Fraksi produk (kg/kg)
fv[p] = Nilai fraksi (Rp/Rp)
Hasil jumlah volume air yang digunakan pada proses kultivasi sayuran menunjukan jumlah air yang digunakan dari proses pengolahan bahan benih dan pupuk hingga menjadi komoditi sayuran. Sedangkan jumlah volume air yang digunakan pada proses pascapanen menunjukkan jumlah air yang digunakan dari proses mengolah komoditi sayuran hingga menjadi produk sayuran. Diketahui bahwa input bahan untuk menghasilkan produk sayuran dibutuhkan komoditi
sayuran sehingga jumlah volume air yang digunakan pada proses kultivasi menjadi data jumlah air input bahan atau WFprod[i] pada perhitungan jumlah air
yang digunakan pada proses pascapanen. Selain itu, untuk menghitung jumlah air yang digunakan pada proses pascapanen membutuhkan data rendemen yang produk sayuran yang didapatkan dari mengolah komoditi sayuran atau fp[p,i] dan
rasio nilai harga yang didapatkan antara menjual dalam bentuk komoditi sayuran atau menjual dalam bentuk produk sayuran fv[p] dengan mengikuti formulasi
rumus (9) dan formulasi rumus (10) sebagai berikut:
fp[p,i] = [ ] [ ] (9)
Keterangan:
fp[p,i] = Fraksi produk (kg/kg)
w[p] = Jumlah output produk (kg)
fv[p] = ∑ [ ] [ ]
[ ] [ ] (10)
Keterangan:
fv[p] = Nilai fraksi (Rp/Rp)
w[p] = Jumlah output produk price[p] = Harga produk (Rp/kg)
Hasil jumlah volume air yang digunakan pada proses kultivasi dan pascapanen dari jenis air biru, hijaudan abu- abu yang menjadi total volume air yang digunakan untuk memproduksi produk sayuran. Perhitungan total water footprint produk sayuran ditunjukkan pada formulasi rumus (11)
WF
proc[
p
] =
WF
proc,green+ WF
proc,blue+WF
proc,grey (11)Keterangan:
WFproc[p] = Water Footprint Process (m3/ton)
WFproc,green = Water Footprint Process Green Component (m3/kg)
WFproc,blue = Water Footprint Process Blue Component (m3/kg)
WFproc,grey =Water Footprint Process Grey Component (m3/kg)
Interpretasi
Fase terakhir dari metode LCA adalah menginterpretasi hasil dari analisis inventori dan penilaian dampak lingkungandengan meringkas dan menganaslis simpulan sesuai dengan tujuan dan ruang lingkup yang telah ditentukan. Fase interpretasi dilakukan untuk menyimpulkan hasil akhir penilaian dampak lingkungan dari siklus hidup produk sayuran dengan pemberian saran pengembangan proses untuk meningkatkan efisiensi energi dan air serta mengurangi emisi GRK yang dikeluarkan pada produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian. Berikut merupakan diagram alir penelitian Life Cycle Assessment pada produksi sayurandengan berbagai sistem pertanian yang
Gambar 2 Diagram Alir Metode Penelitian Identifikasi Masalah
Mulai
Studi Pustaka
Inventory Analysis
Penentuan Tujuan dan Ruang Lingkup
Impact Assessment
Analisis JejakKarbon Menghitung Total Energi
dan Efisisensi Energi Analisis Jejak Air
Interpretation
Selesai Produksi Sayuran Ramah Lingkugan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Siklus Hidup Produksi Sayuran
Perusahaan produksi produk sayuran PT Kebun Sayur Segar dengan merk
dagang bernama Parung Farm, telah bediri pada tahun 2001.Secara garis besar
jenis sayur yang diproduksi dibedakan menjadi 3 kategori yaitu kategori sayuran selada, non-selada dan bentuk buah.Sayuran yang dianalisis dalam penelitian ini jenis sayuran kategori non-selada yaitu bayam merah, bayam hijau dan kangkungdengan 3 sistem pertanian yaitu sistem pertanian semi-konvensional, organik dan hidroponik.
Sistem Pertanian Semi-konvensional
Sistem pertanian konvensional yaitu cara menanam yang menggunakan pupuk kimia atau sintetik dan melestarikan habitat tanaman dengan pestisida dan herbisida kimia. Sistem pertanian konvensional menghasilkan jenis sayur non-organik (Dudiagunoviani 2009). Sayuran yang diproduksi dengan penerapan sistem pertanian konvensional di PT Kebun Sayur Segar, telah dipadupadankan dengan sistem pertanian organik, yang mengurangi jumlah penggunaan pestisida atau sistem pertanian semi-konvensional yang menghasilkan produk sayuran sehat Sayuran sehat diproduksi di Lembang Bandung.Jumlah penggunaan bahan dan hasil produk sayuran sistem pertanian semi-konvensional disajikan pada Lampiran 3 berupa data inventaris produksi sayuran sistem semi-konvensional.
Tahapan Produksi
Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan untuk memproduksi sayuran dengan sistem pertanian semi-konvensional mengggunakan lahan terbuka (open-field) berbentuk
petakan-petakan gundukan tanah berukuran (1 x 20) m2 dengan luas satu kali
periode penanaman sebesar 10.000 m2. Luas lahan produksi sayuran jenis bayam
merah, bayam hijau dan kangkung semi-konvensional ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Luas Lahan Produksi Sayuran Semi-konvensional
Konvensional Garut
Selainpupuk kandang, dibutuhkan juga nutrisi tambahan berupa pupuk kimia NPK yang mengandung unsur hara lebih dari satu (Kurnia 2015).Berikut kandungan unsur pupuk NPK yang tunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan Unsur Pupuk NPK
Kandungan Pupuk NPK Jumlah (b/b) (%)
Nitrogen (N) 16
Ammonium (NH4) 9,5
Nitrat (NO3) 6,5
Fosfor (P2O5) 16
Kalium (K2O) 16
Magnesium Oksida (MgO) 1,5
Kalsium Oksida (CaO) 5
(Sumber: Kurnia 2015)
Penanaman dan Pemeliharaan
Tahap penanaman dan pemeliharaan terdiri dari proses penyemaian benih bayam merahdan hijau sebanyak sebanyak 350 gram dan benih kangkung sebanyak 0,5 kg untuk ukuran lahan seluas (1 x 20) m2, pemberian nutrisi tambahan sebanyak 1 sendok atau 15 ml untuk 6 tanaman sayur, irigasi dan pemberian pestisida berupa insektisida Decis sebanyak 120 ml, insektisida Agrimecsebanyak 100 ml dan fungisida. sebanyak 200 gram untuk setiap lahan 20 m2. Pada saat seminggu sebelum sayuran dipanen, pemberian pestisida,
insektisida dan fungisida dihentikan agar mengurangi residu pada produk.
Pemanenan
Tanaman sayur bayam merah dan bayam hijau dapat dipanen setelah melalui masa panennya yaitu selama 45 hari. Jika pada jenis sayur kangkung, masa panennya yaitu selama 55 hari. Setelah tanaman sayur dipanen, hasil panen akan diletakkan ke dalam krat, yang selanjutnya diangkut ke area pengemasan.
Pascapanen
Setelah krat dibawa ke area pengemasan, hasil panen akan melewati 3
proses yaitu pembersihan hasil panen, sortasi, pengemasan, penimbangan dan penyimpanan. Proses sortasi sayuran ditunjukkan pada Gambar 3.
Sayuran yang layak kemas adalah sayuran yang tidak memilki lubang, tidak ada bercak kuning maupun hitam dan tidak cacat seperti patah maupun memar.Sayuran layak kemas ditimbang menggunakan timbangan hingga memiliki berat sebesar 250 gram per pack.dan dimasukkan dalam plastik polyethilen (PE) food grade.
Distribusi
Produk yang telah dikemas, dilakukan proses distribusi ke Parung terlebih dahulu sebelum didistribusikan ke pembeli. Pendistribusian produk – produk sayuran sehat dari Lembang dilakukan pada pukul 23.00 sampai 02.00 dengan proses pemenuhan mobil dengan produk dari pukul 17.00 sampai 21.00. sesampainya di Parung produk sayur sehat yang telahdipesan akan dilanjutkan distribusinya ke pembeli, sedangkan yang belum dipesan pembeli, akan disimpan dalam di ruang pendingin atau container cold storage.
Sistem Pertanian Organik
Sistem pertanian organik yaitu cara menanam dengan menggunakan pupuk kompos atau pupuk kandang dan memelihara tanaman tanpa pestisida dengan pola tanam polikultur. Sistem pertanian organik menghasilkan jenis sayur organik yang bertujuan mampu meniadakan dan membatasi dampak negatif dari bahan zat kimiawi dan kemungkinan risiko terhadap lingkungan sehingga ramah lingkungan (Dudiagunoviani 2009).Sayuran organik diproduksi di Cugenang Cianjur.Jumlah
input danoutput produk disajikan dalam bentuk data inventaris produksi sayuran
sistem organik pada Lampiran 4.
Tahapan Produksi
Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan untuk memproduksi sayuran organik di PT Kebun Sayur Segar menggunakan lahan greenhouse berbentuk bangunan yang terbuat
dari bambu yang beratapkan plastik UV dan lahan terbuka berbentuk petakan-petakan gundukan tanah.Petakan untuk menanam sayuran organik ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Lahan Tanam Sayuran Organik
Petakan ketiga jenis sayur berukuran (1 x 15) m2.Luas lahan yang digunakan
penanaman.Luas lahan produksi sayuran jenis bayam merah, bayam hijaudan kangkung organik ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Luas Lahan Produksi Sayuran Organik Organik Cugenang
Tahap persiapan lahan dilakukan dengan melalui proses menggemburkan tanah dengan cara dicangkul dan diberi larutan EM4 sebanyak 20 liter untuk satu petakan. Fungsi larutan EM4 untuk mempercepat pengomposan campuran tanah, pupuk kandang dan kompos. Dalam EM4 mengandung sekitar 80 genus mikroorganisme, yang 5 di antaranya yaitu bakteri fotosintesis, Lactobacillus sp, Aspergillus sp, Actinomycetes sp dan Ragi (yeast) (Sriyanto 200). Tanah yang
telah gembur, diberi pupuk kandang sebanyak 3 kg untuk 1 m2 lahan.Pupuk
kandang mengandung unsur - unsur hara (Haloho 2001).Unsur hara pada pupuk kandang ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kandungan Unsur Kotoran Ayam
Kandungan Kotoran Ayam Jumlah (b/b) (%)
Protein Kasar 28,2
Selain pupuk kandang, diberikan juga kompos yang berasal dari sayuran yang tidak sesuai dengan spesifikasi sayuran layak panen yaitu sayuran dengan ketinggian tanaman > (40 - 50) cm. Rata - rata sayuran tidak layak panen sebanyak 50% dari sayuran yang tumbuh di lahan.
Penanaman dan Pemeliharaan
sebanyak 0,5 kg untuk luas lahan seluas (1 x18) m2.Lalu, dilanjutkan proses pemberian nutrisi tambahan berupa larutan urin kelinci setiap 10 hari sebanyak 1 liter yang difermentasikan dengan 10 cc dan 100 Liter air selama 21 hari. Urin kelincifermentasi sebanyak 100 Liter dapat digunakan untuk luas lahan sebesar 45 m2, Fermentasi penting dilakukan untuk mereduksi dan menguraikan kadar amoniak menjadi nitrat, yang dibutuhkan bagi tanaman (Setyanto dkk 2014). Urin kelinci mengandung unsur - unsur yang ditunjukkan pada Tabel 5 hara (Balai Besar Pelatihan Pertanian [BBPP] 2013).
Tabel 5 Kandungan Unsur Urin Kelinci
Kandungan Urin Kelinci Jumlah (v/v) ( %)
Nitrogen (N) 2,72
Fosfat (P) 1,1
Kalium (K) 0,5
Sumber: BBPP (2013)
Selanjutnya proses irigasi menggunakan air pegunungan yang ditampung dan dialirkan mengikuti gaya gravitasi karena kontur tanah yang miring dan proses pengawasan terhadap hama dan penyakit kasat mata setiap hari bersamaan dengan tahap pemanenan.
Pemanenan
Setiap jenis sayur mempunyai masa panen berbeda.Maksud dari masa panen adalah masa dimana benih disebar sampai sayuran dipanen.Pada jenis sayur Bayam merah dan Bayam hijau masa panennya yaitu selama 45 hari dan jenis sayur Kangkung.Selama 55 hari.
Pascapanen
Di dalam tahapan pascapanen, proses pembersihan hasil panen dilakukan di awal untuk mengilangkan kotoran-kotoran seperti tanah yang menempel pada sayuran. Setelah hasil panen tersebut bersih, dilakukan proses sortasi dengan memisahkan antara sayuran layak kemas dengan yang tidak layak kemas. Setiap sayuran layak kemas, ditimbang hingga memiliki berat sebesar 250 gram, lalu dimasukkan dalam plastik polyethilen (PE) food grade dan ditutup menggunakan sealer.
Distribusi
Tahap distribusi diawali dengan mendistribusikan produk ke Parung terlebih dahulu dari pukul 17.00 sampai 23.00 dengan proses pemenuhan muatan pada mobil dari pukul 13.00 sampai 19.00. Setelah sampai di Parung, produk dipisahkan sesuai dengan permintaan pembeli dan didistribusikan ke pembeli pada pukul 04.30.
Sistem Hidroponik
bioteknologi ada banyak jenisnya, namun yang banyak diterapkan adalah sistem hidroponik. Sistem pertanian ini, mempunyai kelebihan yaitu mudah dalam proses pengendalian hama, serangga dan penyakit sehingga dapat mengurangi penggunaan insektisida dan fungisida dan lebih efisien dalam penggunaan air dan pupuk sehingga dapat mengurangi penggunaan air yang berlebih. Sistem pertanian dengan bioteknologi juga sebagai cara mengatasi kendala berkurangnya lahan pertanian (Surhardiyanto 2011). Dari bermacam metode hidroponik agar tanaman mendapatkan nutrisi,yang diterapkan di PT Kebun Sayur Segar yaitu metode aeroponik, NFT dan DFT. Jumlah bahan yang dibutuhkan dan produk yang dihasilkan disajikan data inventaris produksi sayuran sistem hidroponik pada Lampiran 5.
Tahapan Produksi
Persiapan Lahan
Lahan yang digunakan untuk memproduksi sayuran hidroponik di PT Kebun Sayur Segar (Parung Farm) disebut dengan bedengan (bed) dengan
menggunakan sistem greenhouse berbentuk bangunan yang terbuat dari bambu
yang dimiringkan dan beratapkan plastik UV yang berukuran (2 x 10) m2 untuk lahan persemaian dan berukuran (2 x 8) m2 untuk lahan penanaman dan lahan
terbuka berbentuk petakan yang berukuran (2 x 20x 0,03) m3 dan (2 x 8 x 0,03)
m3. Luas lahan yang digunakan untuk memproduksi sayuran hidroponik yaitu 1872 m2 untuk satu kali periode penanaman.Luas lahan produksi sayuran jenis
bayam merah, bayam hijau dan kangkung hidroponik ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Luas Lahan Produksi Sayuran Hidroponik
Lokasi: Parung –Bogor
Jenis sayur seperti bayam merah dan bayam hijau diproduksi di lahan yang menggunakan lahan greenhouse, sedangkan kangkung diproduksi di lahan yang
menggunakan lahan terbuka.Pada lahan greenhouse Aeroponik yang
diperuntukkan bagi jenis sayur bayam hijau dan metode NFT (Nutrient Flow Technique) diperuntukkan bagi jenis sayur bayam merah dan bayam hijau.Metode
tanaman dapat tumbuh karena mengandung beberapa unsur hara seperti tanah. Selain rockwool, untuk jenis sayur bayam merah dan bayam hijau membutuhkan
media lain seperti Styrofoam dan Jelly Cup yang berfungsi sebangai
penyanggaakar bibit yang layak tanam tetap berdiri sehingga akar tanaman tetap terjaga dan tanaman dapat tercukupi nutrisinya. Berbeda halnya, dengan metode NFT pada lahan terbuka yang diperuntukkan bagi jenis sayur kangkung.Media tanam yang digunakan berupa kerikil yang berfungsi menjaga akar tanaman hidroponik tetap baik sehingga mudah mendapatkan nutrisi.
Persemaian
Tahap persemaian dilakukan pukul 14.00 untuk mengurangi paparan sinar matahari yang berlebih. Setiap hari dilakukan penyebaran benih bayam merah sebanyak 20 gram, bayam hijau sebanyak45 gram dan kangkung sebanyak 250 gram. Lahan semai sayuran hidroponik greenhouse ditunjukkan pada Gambar 5,
lahan tanam sayuran hidroponik greenhouse ditunjukkan pada Gambar 6 dan
Lahan tanam sayuran hidroponik terbuka disajikan pada Gambar 7.
Gambar 5 Lahan Semai Sayuran Hidroponik Greenhouse
Gambar 7 Lahan Tanam Sayuran Hidroponik Terbuka
Penanaman dan Pemeliharaan
Tahap penanaman dan pemeliharaan terdiri dari proses penanaman bibit layak tanam dilakukan setiap pukul 07.00 dengan menyiapkan tiga batang bibit untuk ditanam pada Styrofoam berlubang yang berukuran 1 m2, proses pemberian
nutrisi A dan B mix sebanyak 242 liter dalam air untuk jenis sayur kangkung dan 930liter dalam air untuk jenis sayur bayam merah dan bayam hijau dilakukan bersamaan dengan proses irigasi dan proses pengawasan terhadap hama dan penyakit. Berikut merupakan formulasi larutan nutrisi ab mix yang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Formulasi Larutan Nutrisi AB Mix
Komposisi Pupuk Cair (Nutrisi AB) Jumlah Satuan
Pekatan A 500 gram/liter
Calsinit (Kalsium nitrat) 333,3 gram/liter Kristaka (Kalium nitrat) 150,4 gram/liter
BMX 16,3 gram/liter
Pekatan B 500 gram/liter
Kristaka MKP (Ammonium fosfat) 127 gram/liter
Solufoltasse 79,3 gram/liter
Magnesium sulfat 258 gram/liter
Pemanenan
Tahap pemanenan dilakukan dengan mencabut tanaman sayur dari lahan.Setiap jenis sayur mempunyai masa panen yang berbeda. Pada jenis sayur bayam merah dan bayam hijau masa panennya yaitu selama 33 hari yang terdiri dari 15 hari masa semaidan 18 hari masa tanam. Berbeda halnya dengan masa panen pada jenis sayur kangkung yaitu selama 28 hari.Hasil panen yang telah didapat dibawa ke area pengemasan untuk dilalui tahap pascapanen.
Pascapanen
Distribusi
Produk disusun dalam kratdandimasukkan ke dalam mobil box yang telah
dilengkapi dengan pendingin dengan suhu sekitar (15-20)oC. Untuk
mendistribusikan produk digunakan bensin sebanyak 28,985 liter. Daerah yang menjadi tujuan didistribusikannya produk sayuran sehat, organik dan hidroponik
Parung Farm yaitu JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan
Bekasi) dan beberapa kota besar di Indonesia.Sasaran pasar pembeli produk
Parung Farm yaitu swalayan, supermarket, hypermarket, hotel dan
restoran.Sasaran pasar pendistribusian produk sayuran Parung Farm ditunjukkan
pada Tabel 8.
Tabel 8Sasaran Pasar Pendistribusian Produk Sayuran Parung Farm
Sasaran Pasar
Hypermarket Supermarket Korean & Japanese Supermarket
Hotel, Restoran dan Kafe (Horeka)
Carrefour Sogo Cosmo Bintang
Giant Hero Papaya Sari Piza
Hypermart Matahari Company Warung Daun
Makro Diamond New Soul Pepper Lunch
Ranch Market Kamone Tomodachi
Lion Superindo Mahi-mahi
Jejak karbon adalah pengukuran gas emisi yang berkontribusi terhadap terjadinya global warming (Ercin dan Hoekstra 2012).Dengan jejak karbon dapat
memberikan informasi status emisi GRK sehingga diketahui asal penyebab terbentuknya emisi GRK dari suatu siklus hidup produksi suatu produk (Dewani 2014).Gas yang berkontribusi terhadap terjadinya global warming yaitu gas-gas
Total emisi GRK nasional di sektor pertanian tahun 2005 sebesar 80179 Gg CO2e. Total emisi tersebut mengalami peningkatan sebesar 6,3% dari tahun 2000
ke 2005.Emisi GRK di sektor pertanian terbentuk secara alami.Terbentuknya emisi gas CO2 berasal dari proses fotosintesis, respirasi dan dekomposisi
tumbuhan. Jika pada proses produksi sayuran, emisi gas CO2 terbentuk dari
kegiatan pemberian kapur atau kasium dan pemupukan dengan urea. Lalu, gas CH4 terbentuk dari proses metanogenesis saat kondisi anaerob tanah dan
penyimpanan pupuk kandang melalui proses fermentasi. Pada produksi sayuran kegiatan yang membentuk emisi CH4 yaitu kegiatan irigasi dan pemupukan
dengan pupuk organik. Sedangkan gas N2O terbentuk dari hasil samping proses
nitrifikasi dan denitrifikasi. Gas N2O dapat terbentuk pada proses produksi
sayuran akibat kegiatan pemupukan dengan NPK, kegiatan penggemburan tanah dengan penambahan bahan organik ke tanah, kegiatan pengomposan atau pengolahan sisa tanaman dan kegiatan pencucian sayuran (Kementan 2011).
Perhitungan jejak karbon produksi sayuran berbagi sistem pertanian dihitung dengan mengalikan data inventaris dari produksi sayuran masing-masing sistem pertanian dengan faktor emisi bahan yang digunakan pada produksi sayuran. Faktor emisi (EF) adalah jumlah GRK yang diemiskan dari suatu bahan yang digunakan di kegiatan produksi suatu produk.Faktor emisi yang digunakan dalam penelitian ini berupa faktor emisi yang mempunyai satuan kg CO2
ekuvalen/kg bahan dan disajikan secara terlampir pada Lampiran 1.hasil penilaian jejak karbon produksi sayuran sistem semi-konvensional, organik dan hidroponik disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Hasil Penilaian Jejak Karbon Produksi sayuran Berbagai Sistem Pertanian
Jenis Sayur
Total Emisi GRK (kg CO2eq/kg produk)
Sistem Pertanian
Total Semi – konvensional Organik Hidroponik
Bayam Merah 99,545 103,991 184,207 387,742
Bayam Hijau 124,853 172,841 119,530 417,224
Kangkung 69,277 90,276 49,409 208,962
TOTAL 1013,929
Dari hasil penilaian jejak karbon, didapatkan data total emisi GRK dari produksi 1 kg produk sayuran bayam merah, bayam hijau dan kangkung dengan berbagai sistem pertaniansebesar 1.014 kgCO2eq. Dari data total emisi GRK
produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian menunjukkan bahwa setiap jenis sayur yang diproduksi, akan memberikan kontribusi emisi GRK yang berbeda. Hal tersebut terlihat dari total emisi GRK setiap jenis sayur pada produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian. Total emisi GRK dengan penerapan sistem pertanian semi-konvensional pada produksi jenis sayur bayam merah sebesar 100 kgCO2eq/kg produk, bayam hijau sebesar 125 kgCO2eq/kg
produk dan kangkung 69 kgCO2eq/kg produk, total emisi GRK dengan penerapan
sebesar 90 kgCO2eq/kg produk dan total emisi GRK dengan penerapan sistem
pertanian hidroponik pada produksi jenis sayur bayam merah sebesar 184 kgCO2eq/kg produk, bayam hijau sebesar 119 kgCO2eq/kg produk dan kangkung
sebesar 49 kgCO2eq/kg produk. Perbedaan total emisi GRK pada setiap jenis
sayuran berbagai penerapan sisem pertanian disebabkan adanya pengaruh perbedaan produktivitas produk sayuran. Pengaruh produktivitas masing-masing produk terhadap total emisi GRK produksi sayuran berbagai sistem ditunjukkan grafik pada Gambar 8.
Gambar 8 Grafik Pengaruh Produktivitas terhadap Total Emisi GRK Produksi Sayuran Berbagai Sistem Pertanian
Dari gambar grafik terlihat bahwa produktivitas produk sayur yang semakin rendah, akan meningkatkan total emisi GRK yang dikeluarkan dari produksi sayuran. Begitupun sebaliknya, semakin tinggi produktivitas produk sayur, akan menunrunkan total emisi GRK yang dikeluarkan dari prouksi sayuran. Perbedaan penerapan sistem produksi juga memberikan kontribusi emisi GRK yang berbeda.yang ditunjukkan pada Tabel 10
.
Tabel 10 Perbandingan Emisi GRK dengan Perbedaan Sistem Pertanian
Jenis Sayur
semi-konvensional tidak mengeluarkan emisi yang signifikan dibanding dengan penggunaan pupuk kandang pada sistem organik. Namun, hasil berbeda ditunjukkan pada produksi sayuran sistem organik yang menghasilkan rata-rata total emisi GRK lebih tinggi 28% dari rata-rata total emisi GRK produksi sayuran sistem hidroponik. Tingginya total emisi GRK pada produksi sayuran organik disebabkan karena rendahnya produktivitas produk sayuran organik (Meisterling 2009).
Selain menilai jejak karbon, dilakukan juga penilaian total penggunaan energi dan nilai efisiensi energi. Perhitungan total penggunaan energi dari produksi sayuran berbagai sistem pertanian, hampir sama dengan mengitung jejak karbon yaitu dengan menggunakan data inventaris dari produksi sayuran berbagai sistem pertanian, namun data inventaris tersebut dikalikan dengan nilai konversi energi yang digunakan pada produksi sayuran berbagai sistem pertanian. Nilai konversi energi yang digunakan pada penelitian ini tersaji pada Lampiran 2. Hasil penilaian total penggunaan energi produksi sayuran berbagai sistem pertanian disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Hasil Penilaian Total Penggunaan Energi Produksi sayuran Berbagai Sistem Pertanian
Jenis Sayur Total Penggunaan Energi (MJ/kg produk sayur) Sistem Pertanian Total Semi – konvensional Organik Hidroponik
Bayam merah 380,965 223,636 151,299 755,901
Bayam hijau 475,249 385,154 101,785 962,188
Kangkung 286,366 211,319 60,528 558,212
TOTAL 2276,302
Dari hasil penilaian total penggunaan energi, didapatkan data total penggunaan energi pada produksi 1 kg produk sayuran bayam merah, bayam hijau dan kangkung dengan berbagai sistem pertanian sebesar 2.276 MJ. Dari hasil penilaian total penggunaan energi menunjukkan bahwa produksi dengan berbagai sistem pertanian setiap jenis sayur menggunakan jumlah energi yang berbeda. Total penggunaan energi untuk memproduksi sayuran sistem semi-konvensional pada jenis sayur bayam merah sebesar 381 MJ/kg produk, bayam hijau sebesar 475 MJ/kg produk dan kangkung sebesar 286 MJ/kg produk, total penggunaan energi untuk memproduksi syuran sistem organik pada jenis sayur bayam merah sebesar 224 MJ/kg produk sayur, bayam hijau sebesar 385 MJ/kg produk dan kangkung sebesar 211 MJ/kg produk dan total penggunaan energi untuk memproduksi syuran sistem hidroponik pada jenis sayur bayam merah sebesar 151 MJ/kg produk sayur, Bayam hijau sebesar 101 MJ/kg produk dan kangkung sebesar 61 MJ/kg produk.
Gambar 9 Perbandingan Penggunaan Energi Produksi Sayuran Setiap Sistem Pertanian
Dari gambar grafik terlihat bahwa produksi 1 kg produk sayuran sistem semi-konvensional, total penggunaan energinya lebih tinggi yaitu sebesar 1.143 MJ dibanding total penggunaan energi pada produksi 1 kg produk sayuran sistem organik yang sebesar 820 MJ dan sistem hidroponik yang sebesar 314 MJ. Tingginya total penggunaan energi pada produksi sayuran sistem semi-konvensional akibat dari penggunaan pupuk urea dan bahan bakar bensin. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil perhitungan total penggunaan energi produksi sayuran sistem semi-konvensional pada Tabel 12.
Tabel 12 Hasil Perhitungan Total Penggunaan Energi Produksi Sayuran Sistem Semi-konvensional
Aktivitas Input, Output dan Lainnya
Total Energi (MJ/kg produk sayur) Sistem Semi-konvensional
Bayam Merah Bayam Hijau Kangkung INPUT
Transportasi Material Input (Solar) 40,632 55,151 30,429 Pembenihan, Pembibitan &
Transportasi Distribusi (Bensin) 118,871 146,731 80,957
Terlihat dari Tabel 14 bahwa penggunaan pupuk urea pada produksi 1 kg produk sayuran bayam merah menggunakan energi sebesar 118 MJ, bayam hijau sebesar 146 MJ dan kangkung sebesar 103MJ. Menurut Pimentel (2006), penggunaan pestisida dan pupuk komersial dengan kandungan nitrogen yang besar akan meningkatkan total penggunaan energi pada produksi sayuran karena untuk membuat pestisida maupun pupuk komersial tersebut dibutuhkan energi yang tinggi. Penggunaan bensin pada produksi 1 kg produk sayuran bayam merah menggunakan energi sebesar 119 MJ, bayam hijau sebesar 147 MJ dan kangkung sebesar 81 MJ.Pembuatan bahan bakar bensin juga membutuhkan energi yang tinggi. Dari perhitungan total pengunaan energi dihasilkan nilai efisiensi energi produksi sayuran berbagai sistem pertanian yang disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Hasil Penilaian Efisiensi Energi Produksi Sayuran Berbagai Sistem Pertanian
Jenis Sayur Semi - konvensional Nilai Efisensi Energi Sistem Pertanian Organik Hidroponik
NER NEV (GJ) NER NEV (GJ) NER NEV (GJ)
Bayam Merah 0,00002 -0,381 0,00001 -0,228 0,00003 -0,317 Bayam Hijau 0,00002 -0,475 0,00062 -0,396 0,00002 -0,425 Kangkung 0,00002 -0,286 0,04787 -0,210 0,01993 -0,213
Hasil penggunaan energi yang tidak baik ditunjukkan dengan nilai NER>1 dan NEV bernilai positif.Hal ini disebabkan produk sayuran mengandung nilai kalor yang rendah, sehingga energi yang terbentuk dari produk sayuran tidak tinggi dan menyebabkan produksi sayuran dapat dikatakan tidak efisien energi.
Jejak Air Produksi Sayuran
Perhitungan jejak produksi sayuran berbagai sistem pertanian mengikuti metode penilaian jejak air suatu produk dengan menggunakan jenis pendekatan akumulasi proses (stepwise accumulation approach) dari input bahan yaitu
menghitung jejak air pada proses pemanenan komoditi sayuran hingga dihasilkan produk yaitu menghitung jejak air pada proses pascapanen komoditi sayuran. (Hoekstra et al 2011).
Dari penggunaan aplikasi CROPWAT 8.0, diadapatkan jumlah air evaporasi-tranpirasi (ETo), jumlah penggunaan air secara aktual (ETa) dan jumlah
air evaporasi-trasnpirasi setiap komponen jenis air (ETblue dan ETgreen). Jumlah air
evaporasi-transpirasi (ETo) adalah perkiraan jumlah air yang dibutuhkan setiap
jenis sayur untuk melakukan proses evaporasi dan trasnpirasi. Perkiraan jumlah air evaporasi-transpirasi pada satiap jenis tanaman sayur diketahui darikedaan klimatologi dari suatu daerah berupa temperatur minimum, temperatur maksimum, kelembaban udara, lama penyinaran matahari, kecepatan angin dan total hujan (CH).Sehinggauntuk menentukan ETo produksi sayuran sehat di
Cugenang Cianjur menggunakan data klimatologi Stasiun SPMK Pacet yang disajikan pada Lampiran 16dan produksi sayuran hidroponik di Parung Bogor menggunakan data klimatologi Stasiun Klimatologi Lanud Atang Sanjaya yang disajikan pada Lampiran 17.
Dari data jumlah air evaporasi-transpirasi pada setiap jenis tanaman sayur, akan didapatkan data jumlah penggunaan air secara aktual (ETa) pada setiap jenis
sayur dengan berbagi sistem pertanian. Jumlah penggunaan air secara aktual (ETa)
adalah jumlah air yang dibutuhkan setiapjenis sayur secara aktual atau nyata untuk melakukan proses evaporasi dan trasnpirasi. Data jumlah penggunaan air secara aktual (ETa) pada setiap jenis sayur didapat dari mengalikan data jumlah air
evaporasi-transpirasi pada setiap jenis sayur (ETo)dengan nilai koefisien seberapa
tanah kekurangan air (Ks) dan nilai koefisien pemanenan dari setiap jenis tanaman
sayur (Kc). Berikut merupakan formulasi rumus (3) perhitungan nilai ETa sebagai
berikut:
ETa = ETox Kc x Ks= ETc x Ks (3)
Nilai koefisien seberapa tanah kekurangan air (Ks) terdiri dari 2 nilai yaitu nilai
Ks< 1 menunjukkan bahwa menunjukan di dalam tanah terjadi kekurangan air dan
Ks= 1 yang menunjukkan tanah tidak kekurangan air. Nilai koefisien pemanenan
dari setiap jenis tanaman sayur (Kc) berbeda-beda (Hoekstra et al 2011). Jumlah
penggunaan air aktual setiap jenis tanaman sayur selain dipengaruhi nilai ETo,
Ksdan Kc, juga dipengaruhi parameter pemanen setiap jenis tanaman sayur yang
terdiri dari lama waktu tumbuh, tinggi akar, fraksi kritis lempengan tanah dan tinggi setiap jenis tanaman sayur hasil panen. Parameter pemanenan setiap jenis tanaman sayur yang digunakan pada penelitian ini mengikuti data parameter FAO 1999 dan data lama waktu tumbuh yang bersumber dari PT Kebun Sayur Segar.Data parameter pemanenan yang digunakan pada penelitian ini diisajikan pada Lampiran 18.
Nilai ETa tersebut menunjukkan jumlah air yang digunakan untuk
memproduksi komoditi sayuran. Jumlah air yang digunakan untuk memproduksi komoditi sayuran berasal dari 3 jenis air yaitu jumlah air yang digunakan memproduksi komoditi sayuran yang berasal dari mata air atau air irigasi (ETblue),
jumlah air yang digunakan untuk memproduksi sayuran yang berasal dari air hujan atau air irigasi alami (ETgreen) yang dihitung mengikuti formulasi rumus (4),
(5)dan (6) sebagai berikut:
Tabel 14 Total Penggunaan Air Produksi sayuran Berbagai Sistem Pertanian
Jenis Sayur Total WFproc (m
3/kg produk/Ha)
Total Semi-konvensional Organik Hidroponik
Bayam Merah 14,015 18,318 28,553 60,887
Bayam Hijau 9,108 7,752 22,451 39,312
Kangkung 11,688 2,741 0,467 14,896
TOTAL 34,811 28,811 51,472 115,095
Keterangan: WFproc (Water Footprint Process) = Total air yang digunakan pada produksi sayuran
Dari hasil penilaian jejak air didapatkan data total penggunaan air secara keseluruhan proses untuk memproduksi 1 kg produk sayuran jenis bayam merah, bayam hijau dan kangkungberbagai sistem pertanian dalam kg produk/Ha sebesar 115 m3/Ha. Dalam memproduksi setiap jenis produk sayur berbagai sistem
pertanian ini, menggunakan air dalam jumlah air yang berbeda-beda. Untuk memproduksi 1 kg produk sayur sistem semi-konvensional jenis bayam merah sebesar 14 m3/Ha, bayam hijau sebesar 9 m3/Ha dan kangkung sebesar 12 m3/Ha, total penggunaan air untuk memproduksi 1 kg produksayur sistem organik jenis bayam merah sebesar 18m3/Ha, bayam hijau sebesar 8 m3/Ha dan kangkung
sebesar 3 m3/Ha dan total penggunaan air untuk memproduksi 1 kg produk sayur sistem hidroponik jenis bayam merah sebesar 29m3/Ha, bayam hijau sebesar 22
m3/Ha dan kangkung sebesar 0,4 m3/Ha. Perbedaan penggunaan air pada produksi
setiap jenis sayur disebabkan karena perbedaan panjang akar maupun tinggi batang setiap tanaman sayur (Hoekstra et al 2011).
Jika dibandingkan total penggunaan air antar penerapan sistem, produksi sayuran sistem semi-konvensional menggunakan air sebesar 35 m3/Ha, sistem
organik menggunakan air sebesar 29 m3/Ha dan sistem hidropnik menggunakan air sebesar 51 m3/Ha. Hasil tersebut menunjukkan bahwa produksi sayuran sistem
hidroponik menggunakan air dalam jumlah lebih besar dibandingkan produksi sayuran sistem semi-konvensional maupun sistem organik.Penggunaan air dalam jumlah besar pada sistem hidroponik disebabkan karenapertumbuhan tanaman hidroponik bergantung pada ketersediaan nutrisi dan air yang dibutuhkan tanaman. Menurut Pratama (2014), air menjadi media bagi tanaman hidroponik untuk mendapatkan nutrisi.
Air yang digunakan pada produksi sayuran terdiri dari jenis air biru, air hijau dan air abu-abu. Berikut merupakan total penggunaan air dengan rincian setiap komponen jenis air yang digunakan untuk memproduksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian yang ditunjukkan pada Tabel 15.
Tabel 15 Total Penggunaan Air Produksi Sayuran Setiap Komponen Jenis Air
Sistem Pertanian Komponen Jenis Air (m
3/kg produk/Ha)
WFblue WFgreen WFgrey Total WFproc Semi-konvensional 3,141 8,486 23,183 34,811
Organik 2,197 17,220 9,393 28,811
Hidroponik 0,313 0,423 50,735 51,472
WFgreen (Water Footprint green) = Total air jenis air hijau WFgrey (Water Footprint grey) = Total air jenis air abu-abu
Dari Tabel 18, terlihat bahwa komponen jenis air biru untuk memproduksi 1 kg produk sayuran sistem semi-konvensional sebesar 3 m3/Ha, sistem organik
sebesar 2 m3/Ha dan sistem hidroponik sebesar 0,3 m3/kg /Ha. Lalu, komponen jenis air hijau atau penggunaanair yang berasal dari air hijau untuk memproduksi 1 kg produk sayuran sistem semi-konvensional sebesar 8 m3/Ha, sistem organik
sebesar 17 m3/Ha dan sistem hidroponik sebesar 0,4 m3/Ha. Sedangkan komponen jenis air abu-abu atau penggunaan air untuk mengasimilasi maupun melarutkan polutan yang ada di air dalam produksi 1 kg produk sayuran sistem semi-konvensional sebesar 23 m3/Ha, sistem organik sebesar 9 m3/Ha dan sistem hidroponik sebesar 51 m3/Ha.
Jika dibandingkan peggunaan jenis air abu-abu produksi sayuran dengan sistem hidroponik lebih banyak dibanding produksi sayuran sistem semi-konvensional maupun organik. Besarnya total air yang dibutuhkan untuk mengasimilasi atau melarutkan polutan atau air jenis abu-abu (WFgrey), dipengaruhi penggunaan pupuk yang besar (Bulsink et al 2009).Karena pada
pupuk mengandung unsur nitrogen yang dapat mengkontaminasi air bersih di alam sehingga perlu dilarutkan.Pengaruh besarnya penggunaan pupuk terhadap total air yang dibutuhkan untuk mengasimilasi atau melarutkan polutan ditunjukkanpada Tabel 16 dan grafik pada Gambar 10.
Tabel 16 Pengaruh Jumlah Penggunaan Pupuk terhadap Total Air Pelarutan Polutan
Sistem Pertanian Pupuk (kg N/Ha) Produktivitas (kg/Ha) WFgrey (m3/kg/Ha) Pupuk (kg N/kg produk)
Semi-konvensional 4632,227 6016,321 23,183 0,770
Organik 3179,429 7180,159 9,393 0,443
Hidroponik 53878,337 32166,435 50,735 1,675
Keterangan: WFgrey (Water Footprint grey) = Total air jenis air abu-abu yang digunakan pada
produksi sayuran
Dari grafik pada Gambar 10 terlihat bahwa semakinrendah jumlah pupuk yang digunakan untuk memproduksi 1 kg sayuran organik yang ditunjukkan dengan titik hijau dari gambar grafik sebesar 0,4 kg N, maka semakin rendah juga air yang dibutuhkan untuk melarutkan polutan yaitu sebesar 9 m3. Begitupun
sebaliknya, semakin tinggi jumlah pupuk untuk memproduksi 1 kg sayuran hidroponik dengan titik merah yaitu sebesar 2 kg N, maka semakin tinggi total air yang dibutuhkan untuk melarutkan polutan yaitu sebesar 50 m3maupun yang
ditunjukkan pada produksi sayuran sehat dengan titik biru yaitu sebesar 0,7 kg N akan membuat total air yang dibutuhkan untuk melarutkan polutan sebesar 23 m3.Semakin besar total air jenis abu-abu yang digunakan, akan membuat semakin
besar total air yang digunakan untuk memproduksi suatu produk.Untuk mengurangi penggunaan airdalamjumlah besar dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk dengan unsur hara lengkap dan jumlah yang sesuai dibutuhkan tanaman.
Skenario Pengembangan Proses
Dari hasil penilaian jejak karbon, total penggunaan energi dengan efisiensi energi dan jejak air diketahui bahwa terdapat peluang pengembangan proses untuk dapat mengurangi emisi GRK yang dikeluarkan, meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi jumlah air yang digunakan dari produksi sayuran. Peluang pengembangan proses yang dapat dilakukan yaitu melakukan pengoptimalan penggunaan input bahan dan meningkatkan produktivitas dengan pemanfaatan limbah sayuran. Skenario pengembangan proses yang dapat diterapkan pada produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian dijelaskan sebagai berikut:
1. Pemanfaatan Limbah Sayuran
Skenario pemanfaatan limbah sayuran dapat dilakukan 3 proses yaitu proses pemanfaatan limbah sayuran menjadi pupuk organik cair, pemanfaatan limbah sayuran sebagai biogas dan pemanfaatan limbah sayuran menjadi pakan ikan.Limbah sayuran berasal dari sayuran yang tidak sesuai spesifikasi dan tidak lolos sortasi atau tidak layak kemas.Jumlah limbah sayuran bulanan dari produksi sayuran dengan berbagai sistem pertanian ditunjukkan pada Tabel 17.
Tabel 17 Jumlah Limbah Sayuran
Jenis sayur Semi-konvensional Limbah Sayuran (kg/Ha) Organik Hidroponik
Bayam Merah 1222,230 498,550 6715,090
Bayam Hijau 1573,057 1420,002 6129,822
Kangkung 304,000 6378,190 22263,370
TOTAL 3098,894 8296,743 35108,280
a. Pemanfaatan Limbah Sayuran sebagai Pupuk Organik Cair
Pemanfaatan limbah sayuran bayam merah, bayam hijau dan kangkungmenjadi pupuk organik cair, mengandung unsur hara makro terdiri dari N, P, K,Ca, Mg dan S sertaunsur hara mikro terdiri dari Fe, Mn dan Zn dengan diperkaya bahan organik yang dibantu mikroorganisme (Sastro et al 2006).
Penggunaan pupuk organik cair dengan NPK dapat meningkatkan produktivitas sayuran bayam, kangkung dan caism (Hidayat et al 2012). Begitu juga menurut
Sastro et al (2010), bahwa pupuk organik cair mampu menggantikan pupuk
kandang ayam pada budidaya jenis sayur bayam dan kangkung serta mengurangi penggunaan NPK 50% pada budidaya sayuran jenis selada dan kangkung dan mengurangi penggunaan NPK 25% pada jenis sawi dan bayam. Pupuk organik cair juga dapat memberikan hasil produktivitas sayuran lebih tinggi dibanding penggunaan larutan nutrisi AB-mix (Djamhari 2012).
Pupuk organik cair dapat terbentuk dengan melakukan proses fermentasi secara anaerobik selama 21 hari pada campuran limbah sayuran (70% b/b), buah (20% b/b) dan bumbu dan lain-lain (10% b/b) yang telah dicacah dan diperas sehingga didapatkan sari-sari limbah. Sari-sari campuran limbah tersebut diencerkan dengan air (50:50 v/v) dan diperkaya dengan dedak padi dan batuan fosfat (mengandunag P-air: 1,2%, P-sitrat 2%:4,6% dan P-HCl17,2%) sebanyak 10 gram/L. Campuran bahan tersebut ditambahkan kultur mikroba Azotobacter vinelandii, Lactobacillus sp. dan Aspergillus niger sebanyak 100 ml/L pupuk
(Sastro et al 2010). Kultur tersebut dapat diganti dengan EM4 sebanyak 350ml.
Menurut Sastro et al (2010), dengan menggunakan NPK ½ dosis standar
dan menggunakan 10 ml pupuk organik cair dalam 1 liter air pada saat tanam setiap tiga hari pada pagi dan sore hari dan selama 14 hari setelah tanam untuk 1 m2, akan menghasilkanproduktivitas sayuran bayam dan kangkung sebesar
4885,20 gram per m2 dan sebesar 1736,41 gram per m2.Penerapan skenario
penggunaan pupuk organik cair pada produksi sayuran sistem semi-konvensional membutuhkan pupuk organik cair sebanyak 795 liter untuk 1 Ha lahan.Sehingga dibutuhkan campuran limbah sayuran dan buah sebanyak 199,25 kg atau limbah sayuran sebanyak139,47 kg.
Pupuk organik cair juga dapat digunakan untuk memproduksi sayuran hidroponik dengan memanfaatkan pupuk NPK dan pupuk kandang ayam.Pupuk organik cair ini dihasilkan dari mencampurkan pupuk kandang ayam, EM4, dedak, gula pasir dan air. Campuran tersebutkemudian didiamkan selama + 3 minggu dalam drum. Penggunaan 1 gram NPK dan 100 ml pupuk organik cair
yang dilarutkan dalam satu literair dapatdigunakan untuk 24 tanaman. Sehingga untuk 1Ha lahan hidroponik dibutuhkan NPK sebanyak 109,93 kg dan pupuk organik cair sebanyak 10.992,5 literuntuk jenis sayur bayam dan NPK sebanyak 1.266 kg dan pupuk organik cair sebanyak 126.600 liter untuk jenis sayur kangkung. Dari penggunaan NPK dan pupuk organik cair tersebut akan menghasilkan produktivitas sayuran sebesar 97,67 gram per tanaman.
b. Pemanfaatan Limbah Sayuran sebagai Biogas
Limbah sayuran yang masih belum termanfaatkan dapat dimanfaatkan menjadi biogas. Dengan limbah sayuran cacah sebanyak 321,14 kg dengan air 30 literditambah EM4 sebanyak 7 ml pada drum digester berpengaduk dengan suhu
C/N sebesar 34 dan kadar air sebesar 91%. Biogas dari limbah sayuran ini telah sesuai dengan syarat biogas yaitu memiliki rasio C/N sebesar 20-30 dan kadar air sebesar (91-93)%(Dewilda et al 2013).
Diketahui bahwa 1 m3 atau 1000 liter biogas dapat menghasilkan litrik
sebesar 6 kWh atau 0,5 liter solar (ISCC 2011). Dengan menggunakan limbah sayuran yang belum tergunakan sebanyak 2.959 kg dapat mengurangi penggunaan litrik pada produksi sayuran sistem semi-konvensional sebesar 1,17 kWh dan limbah sayuran sebanyak 35.108 kg untuk mengurangi penggunaan litrik pada produksi sayuran sistem hidroponik sebesar 13,90 kWh. Namun, pemnafaatan limbah sayuran untuk dijadikan biogas masih memiliki kendala yaitu dibutuhkan biaya instalasi maupun perawatan yang tinggi untuk menerapkan Pembangkit Tenaga Listrik Biogas (PLTB).
Dengan menerapkan skenario proses pemanfaatan limbah sayuran menjadi pupuk organik cair dan biogas pada produksi sayuran sistem semi-konvensional dan hidroponik dapat menurunkan total emisi GRK sebesar 617 kg CO2eq/kg
produk atau 61% dari total emisi GRK tanpa skenario. Penurunan emisi GRK yang dipengaruhi dari skenario proses pemanfaatan limbah sayuran menjadi pupuk organik cair dan biogas ditunjukkan pada Tabel 18.
Tabel 18 Pengaruh Skenario Proses Pemanfaatan Limbah Sayuran menjadi Pupuk Organik Cair dan Biogasterhadap Penurunan Emisi GRK.
Perlakuan
Total Emisi (kgCO2eq/kg produk)
Perbandingan Peningkatan nilai efisiensi energi yang dipengaruhi dari skenario proses pemanfaatan limbah sayuran menjadi pupuk organik cair dan biogas ditunjukkan pada Tabel 19.
Tabel 19 Pengaruh Skenario Proses Pemanfaatan Limbah Sayuran menjadi Pupuk Organik Cair dan Biogas terhadap Peningkatan Nilai Efisiensi Energi
Perlakuan Total Nilai Efisiensi Energi Perbandingan
NER NEV (GJ) NER NEV(GJ)
Penerapan Skeario I 0,131 -0,074 0,010 0,072
Tanpa Skenario 0,120 -0,002