• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Yang Menggunakan Benih Sertifikat Dan Non Sertifikat Di Desa Girijaya, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Usahatani Kentang Yang Menggunakan Benih Sertifikat Dan Non Sertifikat Di Desa Girijaya, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

ADETIA SUHARTINI

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Kentang yang Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

(4)
(5)

Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Dibimbing oleh JUNIAR ATMAKUSUMA.

Meningkatnya kebutuhan benih kentang mendorong pemerintah untuk menciptakan benih kentang yang bermutu dan bersertifikat supaya dapat memenuhi kebutuhan dan ketersediaan benih serta meningkatkan produktivitas kentang Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keragaan usahatani antara petani yang menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat, menganalisis besaran penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani antara petani yang menggunakan benih sertifiakt dan non sertifikat. Data dianalisis menggunakan analisis pendapatan usahatani dan uji statistik mann-whitney guna menganalisis pendapatan dan perbandingan pendapatan usahatani penggunaan benih kentang yang lebih menguntungkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani kentang benih sertifikat menghasilkan pendapatan yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan petani yang menggunakan benih non sertifikat. Hal tersebut didukung oleh hasil uji beda statistik yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan secara nyata antara petani yang menggunakan benih sertifikat dengan non sertifikat pada variabel produktivitas, penerimaan, pendapatan atas biaya tunai, pendapatan atas biaya total, dan R/C atas biaya total

Kata Kunci: benih, kentang, pendapatan, sertifikat, usahatani

ABSTRACT

ADETIA SUHARTINI. Analysis Farming Income Using Potato Seed of Certificates and Non Certificates in the Girijaya Village, Cikajang Subdistrict, Garut District. Supervised by JUNIAR ATMAKUSUMA.

The increasing demand of seeds potato encourage the government to create seed potato high quality and certified in order to meet the needs and the availability of seeds and increase productivity potato in Indonesia. This study attempts to described farming activity between the that uses seed certificates and non certificates, analyze the revenue, the cost and income farming between the that uses seed certificates and non certificates. The method of analyze using analysis income farming and statistical tests mann-whitney to analyze income and comparison income farming the use of seeds potato more favorable. The research results show that farming potato seed certificates generating revenue more favorable compared with farmers who uses seed non certificates. This is supported by test different statistics stating that there are differences significantly between the using seed certificate and non certificates on the productivity, revenue, income over cost cash, revenue for the total cost, and R/C over the total cost

(6)
(7)

SERTIFIKAT DI DESA GIRIJAYA KECAMATAN

CIKAJANG KABUPATEN GARUT

ADETIA SUHARTINI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2015 sampai Desember 2015 ini ialah pendapatan usahatani. Judul penelitian adalah Analisis Pendapatan usahatani Kentang yang Menggunakan Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Juniar Atmakusuma, MS selaku pembimbing serta Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM yang telah memberikan arahan dan banyak saran kepada penulis terkait dengan topik yang dipilih selama penyusunan. Selain itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen evaluator pada saat seminar proposal, saudari Galuh Tri Pangesti selaku pembahas dalam seminar hasil penelitian, Bapak Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama, dan Bapak Feryanto, SP, MSi selaku dosen penguji akademik yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para penyuluh pertanian di BP3K Kecamatan Cikajang, Bapak Ir Dias Sudiana selaku Penangkar kentang dan Ketua Asosiasi Penangkar Benih Kentang di Kecamatan Cisurupan Kabupaten Garut, serta Bapak Dada Armada selaku Kepala Desa Girijaya yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan data yang diperlukan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga serta teman-teman Alih Jenis Agribisnis atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016

(12)
(13)

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Besaran Penerimaan Usahatani Kentang 6

Besaran Biaya Usahatani Kentang 7

Analisis Pendapatan Usahatani Kentang 8

Efisiensi Pendapatan Usahatani Kentang 9

Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Kentang 10

KERANGKA PEMIKIRAN 11

Kerangka Pemikiran Teoritis 11

Konsep usahatani 11

Analisis pengambilan keputusan dalam bisnis 14

Konsep Pemikiran Operasional 14

METODE PENELITIAN 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Jenis dan Sumber Data 17

Metode Pengumpulan Data 17

Metode Pemilihan Responden 17

Analisis Usahatani 18

Analisis efisiensi pendapatan usahatani 20

Analisis R/C 20

Uji Mann-Whitney 21

Definisi Operasional 22

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 22

Letak Administtratif dan Kondisi Wilayah 22

Potensi Wilayah Pertanian 23

Potensi Sumberdaya Lahan 24

Potensi Sumber Daya Manusia 25

Karakteristik Petani Responden 26

HASIL DAN PEMBAHASAN 30

Benih Kentang Bersertifikat 30

Keragaan Usahatani Kentang di Desa Girijaya Kecamatan Cikajang

Kabupaten Garut 31

Pemilihan Benih Kentang Sertifikat dan Non Sertifikat Usahatani Kentang

di Desa Girijaya 35

Penggunaan Input pada Usahatani Kentang yang Menggunakan

Benih Kentang Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya 38

Benih 38

Pupuk 39

(14)

di Desa Girijaya 44 Analisis Besaran Biaya Usahatani Kentang Benih Sertifikat dan Non

Sertifikat di Desa Girijaya 47

Biaya tunai 47

Biaya non tunai 48

Biaya total 49

Analisis Pendapatan Usahatani Kentang yang Menggunakan Benih

Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya 50

Hasil Uji Beda Pendapatan Usahatani Kentang yang Menggunakan

Benih Sertifikat dan Non Sertifikat di Desa Girijaya 52

SIMPULAN DAN SARAN 54

Simpulan 54

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 55

LAMPIRAN 57

RIWAYAT HIDUP 63

DAFTAR TABEL

1 Perkembangan nilai PDB hortikultura tahun 2011-2013 1 2 Luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas kentang di Indonesia 1

3 Jumlah produksi kentang di Indonesia 2

4 Jumlah produksi kentang menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Barat

tahun 2013 2

5 Jumlah produksi komoditi sayuran unggulan di Kabupaten Garut 3 6 Jumlah produksi, luas panen, dan produktivitas benih kentang di Provinsi

Jawa Barat tahun 2011-2012 4

7 Luas panen, jumlah produksi, produktivitas tanaman kentang berdasarkan

tingkat kecamatan tahun 2013 4

8 Luas panen, produksi, dan produktivitas Desa di Kecamatan Cikajang

tahun 2014 5

9 Perhitungan analisis pendapatan usahatani 20

10 Luas panen, luas panen, produksi, dan produktivitas padi dan sayuran

di Kecamatan Cikajang tahun 2014 23

11 Penggunaan lahan di Kecamatan Cikajang tahun 2014 24 12 Jumlah dusun, RW, dan RT di Kecamatan Cikajang tahun 2014 25 13 Jumlah penduduk Desa Girijaya berdasarkan tingkat pendidikan

terakhir tahun 2014 26

14 Jumlah penduduk Desa Girijaya berdasarkan pekerjaan/mata

pencaharian tahun 2014 26

(15)

19 Karakteristik petani responden berdasarkan pengalaman usahatani 29 20 Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga 30 21 Alasan pemilihan benih kentang sertifikat dan non sertifikat 35

22 Harga benih kentang bersertifikat 35

23 Jumlah rata-rata produksi, luasan lahan, dan produktivitas benih

kentang sertifikat dan non sertifikat per hektar 36 24 Sebaran petani pengguna jenis generasi benih tanaman kentang

bersertifikat 38

25 Harga benih kentang sertifikat dan non sertifikat 39 26 Perbandingan jumlah penggunaan rata-rata pupuk benih sertifikat dan

non sertifikat per ton/ha 40

27 Jumlah rata-rata penggunaan obat-obatan pada petani benih sertifikat

dan non sertifikat 42

28 Jumlah penggunaan rata-rata tenaga kerja pada benih sertifikat dan non

sertifikat per ha/musim tanam 43

29 Penerimaan rata-rata benih sertifikat per ton /ha /musim tanam 45 30 Penerimaan rata-rata benih non sertifikat per ton/ ha /musim tanam 45 31 Besaran rata-rata biaya yang dikeluarkan petani benih sertifikat dan

non sertifikat per ha/musim tanam 47

32 Nilai pendapatan usahatani kentang benih sertifikat dan non sertifikat

per ha/ musim tanam 50

33 Hasil uji beda pendapatan usahatani kentang benih sertifikat dan non

sertifikat 53

DAFTAR GAMBAR

1 Alur pemikiran operasional 16

2 Alur produksi budidaya kentang benih sertifikat dan non sertifikat 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penggunaan input yang digunakan pada petani benih sertifikat dan non

sertifikat 59

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor dari beberapa sub sektor pertanian yang ikut berkontribusi dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Jenis tanaman hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka. Salah satu jenis hortikultura yang merupakan komoditi unggulan dalam agribisnis adalah sayuran. Hal tersebut dapat dilihat pada jumlah kontribusi nilai PDB sayuran yang menduduki peringkat kedua setelah buah pada tahun 2013 (Tabel 1). Rata-rata pertumbuhan komoditi sayuran meningkat sebesar 5.54 persen dengan nilai PDB pada tahun 2013 adalah senilai Rp33 136.76 milyar. Hal tersebut menunjukkan bahwa komoditi sayuran berperan dalam mendukung perekonomian nasional.

Tabel 1 Perkembangan nilai PDB hortikultura tahun 2011-2013

Komoditi Nilai PDB (Milyar Rp) Rata-rata

pertumbuhan (%)

2011 2012 2013

Buah 48 436.70 45 481.89 46 735.62 -0.14

Sayuran 30 505.71 31 244.16 33 136.76 5.54

Tanaman hias 5 494.24 6 173.97 5 983.89 5.78

biofarmaka 5 494.24 6 173.97 5 983.89 -7.69

Total 89 930.89 89 073.99 91 840.16 1.85

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2014

Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang dibudidayakan di Indonesia. budidaya tanaman kentang layak untuk diprioritaskan karena kentang memiliki potensi untuk dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik yang berskala kecil, menengah, maupun besar karena kentang merupakan bahan pangan alternatif dan bahan baku industri makanan. Hal ini didukung oleh luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas kentang yang mengalami perkembangan dalam beberapa tahun terakhir (Tabel 2).

Tabel 2 Luas panen, jumlah produksi, dan produktivitas kentang di Indonesia Tahun Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

2008 64 151 1 071 543 16.70

2009 71 238 1 176 304 16.51

2010 66 531 1 060 805 15.94

2011 59 882 955 488 15.96

2012 65 989 1 094 232 16.58

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, 2013

(18)

produksi tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya yaitu sebesar 261 967 ton dengan rata-rata pertumbuhan senilai 18.99 persen (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat sebagai sentra produksi kentang di Indonesia dibandingkan provinsi lainnya.

Tabel 3 Jumlah produksi kentang di Indonesia

Provinsi Jumlah produksi (Ton) Rata-rata pertumbuhan (%)

2011 2012

Jawa Barat 220 155 261 967 18.99

Jawa Tengah 250 404 252 607 0.88

Jawa Timur 85 520 162 039 89.47

Sumatera Utara 123 078 128 965 4.78

Sulawesi utara 114 548 116 415 1.63

Jambi 89 102 85 535 -4.00

Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2014

Jawa barat sebagai sentra produksi kentang di Indonesia terdapat 13 kabupaten yang pada umumnya sebagai penghasil kentang. Garut merupakan daerah sentra penghasil kentang terbesar yang berada di Jawa Barat. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Garut dapat menghasilkan jumlah produksi terbesar dibandingkan dengan Kabupaten lainnya dengan jumlah persentase yaitu 50 persen atau memenuhi hampir sebagian dari jumlah produksi yang dihasilkan pada tingkat provinsi (Tabel 4).

Tabel 4 Jumlah produksi kentang menurut Kabupaten di Provinsi Jawa Barat tahun 2013

No Kabupaten Jumlah Produksi (ton)

1 Garut 129.083

2 Bandung 108.631

3 Majalengka 14.357

4 Sumedang 1.194

5 Sukabumi 928

6 Cianjur 268

7 Kuningan 149

8 Bogor 85

9 Tasikmalaya 123

10 Subang 120

Sumber.: Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 2014

(19)

Tabel 5 Jumlah produksi komoditi sayuran unggulan di Kabupaten Garut

Sumber: Pemerintah Kabupaten Garut, 2014

Perkembangan jumlah produksi dan produktivitas dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi yaitu salah satunya adalah benih. Penggunaan benih kentang bersertifikat merupakan salah satu upaya pemerintah untuk dapat meningkatkan jumlah produksi dan mencukupi ketersediaan serta kebutuhan varietas benih unggul kepada para petani. Penggunaan benih kentang bersertifikat dapat menghasilkan produksi kentang yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan benih non sertifikat. Pada sertifikasi benih kentang, Dirjen Perbenihan Hortikultura (2012) membagi benih kentang bersertifikat menjadi beberapa kelas, diantaranya adalah G-0 (Benih Penjenis/Breeder Seed), G-2 (Benih Dasar), G-3 (Benih Pokok), dan G-4 (Benih Sebar). Potensi dari benih kentang yang bersertifikat ini dapat menghasilkan jumlah produksi rata-rata 30 ton/ha (Litbang Pertanian, 2015). Benih kentang bersertifikat tersedia di penangkar kentang. Penyaluran distribusi benih melalui penangkar kentang sudah diatur oleh Undang-Undang pada Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.48/Permentan/SR.120/8/2012 tentang produksi, sertifikasi, dan pengawasan peredaran benih hortikultura.

Keberadaan benih kentang saat ini masih kurang. Pemerintah baru bisa mencukupi kebutuhan benih kentang sekitar 15 persen1. Hal ini dipengaruhi oleh terbatasnya kapasitas produksi Balai Benih yang menimbulkan dampak dikeluarkannya kebijakan alur distribusi, kelas, bentuk, jumlah, tempat, dan harga benih (Ridwan et al. 2010). Hal tersebut mendorong pemerintah untuk dapat terus meningkatkan jumlah produksi benih kentang terutama benih kentang sertifikat agar dapat memenuhi kebutuhan benih di tingkat petani. Menurut Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) luas areal, produksi, dan produksi per hektar usahatani benih kentang bersertifikat di Jawa Barat mengalami fluktuasi seperti yang tercantum pada tabel 6. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa produksi benih kentang pada tahun 2011-2012 mengalami penurunan hasil produksi. Penurunan tersebut dikarenakan faktor penyusutan pada saat pasca panen.

Menurut Sunarjono (2004), penggunaan benih kentang berkualitas seperti benih unggul yang bebas virus berimplikasi dengan produktivitas yang dihasilkan, sehingga semakin turun kelas benih yang djadikan sebagai sumber benih maka kualitas kentang yang dihasilkan akan menurun. Hal ini berdampak pada jumlah produksi yang dihasilkan pada kegiatan usahatani kentang. Apabila benih kentang

1

(20)

dapat digunakan oleh para petani maka akan dapat meningkatkan jumlah produksi secara optimal. Kabupaten Garut yang juga sebagai daerah sentra sangat mendukung adanya peredaran benih brsertifikat ke petani sebagai solusi dalam menghadapi permasalahan dalam keterbatasan benih kentang dan kualitas benih yang kurang bermutu.

Tabel 6 Jumlah produksi, luas panen, dan produktivitas benih kentang di Provinsi Jawa Barat tahun 2011-2012

Sumber: Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) Jawa Barat, 2014 (Data diolah)

Rumusan Masalah

Kecamatan Cikajang merupakan daerah sentra tanaman kentang yang ada di Kabupaten Garut. Jumlah luas panen, produksi, dan produktivitas diantara tiga daerah sentra produksi tanaman kentang, Kecamatan Cikajang menduduki posisi pertama dengan jumlah produksi hingga 31 252.4 ton pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Cikajang memiliki potensi dalam pengembangan usahatani kentang (Tabel 7). Desa Girijaya merupakan salah satu desa penghasil kentang di Kecamatan Cikajang dari dua belas desa yang memiliki keunggulan dalam pengembangan agribisnis sayuran. Desa girijaya merupakan daerah sentra produksi kentang kedua setelah desa simpang yang ada di Kecamatan Cikajang (Tabel 8).

Tabel 7 Luas panen, jumlah produksi, produktivitas tanaman kentang berdasarkan tingkat kecamatan tahun 2013

Kecamatan Luas panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

Cikajang 1 442 31 252.4 21.67

Cigedug 879 17 786.2 20.23

Cisurupan 740 14 781.6 19.97

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut, 2014

(21)

Tabel 8 Luas panen, produksi, dan produktivitas Desa di Kecamatan Cikajang

Sumber : BP3K Kecamatan Cikajang, 2015 (Data diolah)

Kabupaten Garut terdapat 35 orang penangkar kentang yang yang masih aktif menjualbelikan benih kentang yang ada di berbagai wilayah di Garut, Jawa Barat. Adanya penangkar tentu sangat membantu petani dalam memenuhi kebutuhan benih kentang yang berkualitas, tetapi tidak sebanding dengan kebutuhan benih yang diperlukan oleh para petani. Petani masih kesulitan mencari kebutuhan benih yang bersertifikat karena ketersediaanya masih kurang. Petani yang membeli pada penagkar kentang di Kabupaten Garut tidak hanya dari wilayah Garut tetapi juga petani yang berasal dari luar wilayah Garut.

Di sisi lain, harga benih kentang yang lebih mahal juga membuat sebagian besar para petani tidak mampu untuk membeli benih kentang yang bersertifikat. Menurut informasi dari BP3K Kecamatan Cikajang, maraknya isu mengenai benih kentang bersertifikat yang palsu membuat petani kentang khawatir jika jumlah produksinya menurun dan harus menanggung risiko kerugian. Hal ini membuat petani tidak mau beralih untuk membeli benih yang bersertifikat, sehingga membuat para petani kentang mencari benih kentang ke petani yang lain yang tidak diketahui dengan pasti kualitas dari benih dan kelas generasi dari benih yang diperoleh. Harga benih kentang non sertifikat lebih rendah dibandingkan dengan harga benih kentang yang bersertifikat yang membuat petani lebih memilih menggunakan benih kentang non sertifikat untuk menghemat biaya produksi.

Terdapat dua jenis penggunaan benih kentang yaitu yang bersertifikat dan non sertifikat dengan perbedaannya yaitu terlihat dari harga beli benih. Benih kentang merupakan salah satu faktor input produksi yang sangat mempengaruhi tingkat pendapatan dari setiap petani. Penggunaan benih kentang baik sertifikat maupun non sertifikat tentu membawa dampak bagi pendapatan petani, sehingga perlu diuji apakah penggunaan benih kentang mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani karena benih merupakans salah satu faktor yang penting yang dibutuhkan oleh petani dalam kegiatan usahatani kentang.

(22)

dapat dipilih petani dalam pemilihan input produksi. Berdasarkan penjelasan dalam rumusan masalah yang berkaitan dengan penggunaan benih kentang bersertifikat dan non sertifikat, yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1 Bagaimana keragaan usahatani petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan petani yang menggunakan benih kentang non sertifikat? 2 Bagaimana struktur penerimaan dan biaya pada kegiatan usahatani antara

petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan non sertifikat? 3 Apakah tingkat pendapatan usahatani antara petani yang menggunakan

benih kentang bersertifikat dan non sertifikat menguntungkan atau tidak?

Tujuan Penelitian

1 Mendeskripsikan keragaan usahatani petani kentang yang menggunakan benih kentang sertifikat dan benih kentang non sertifikat melalui penggunaan input dalam kegiatan usahatani kentang

2 Menganalisis besaran penerimaan dan biaya dengan membandingkan antara petani yang menggunakan benih kentang sertifikat dan benih kentang non sertifikat

3 Menganalisis dan membandingkan pendapatan usahatani petani kentang yang menggunakan benih kentang sertifikat dan benih kentang non sertifikat

Ruang Lingkup Penelitian

Penggunaan benih kentang sertifikat adalah petani yang memiliki usahatani kentang yang membeli langsung benihnya kepada penangkar kentang dan diketahui dengan jelas generasi tanamannya serta tingkatan kelas benihnya dengan pencantuman label sebagai identitas yang ditempel pada kemasan benih kentang bersertifikat. Penggunaan benih kentang non sertifikat adalah petani yang memiliki usahatani kentang yang membeli benihnya kepada petani yang lain dan tidak terdapat label pada kemasan benih kentangnya serta tidak jelas generasi tanaman pada benih kentang tersebut. Wawancara yang dilakukan kepada petani mengenai usahatani kentang pada saat musim tanam terakhir di bulan Juni hingga Agustus tahun 2015. Pada saat musim tanam tersebut sedang musim kemarau dan wawancara mengenai usahatani kentang dilakukan hanya untuk satu kali musim tanam.

TINJAUAN PUSTAKA

Besaran Penerimaan Usahatani Kentang

(23)

harus diimbangi dengan imbalan yang diharapkan, imbalan terhadap pengorbanan yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani oleh petani dapat diartikan sebagai penerimaan usahatani. Penerimaan usahatani kentang yang dihasilkan dapat dipengaruhi dari jenis varietas benih yang digunakan, keadaan alam, perlakuan dalam kegiatan budidaya, dan harga jual yang berlaku. Peneltian Maulia (2012) menganalisis penerimaan usahatani kentang yang berbeda varietas, terbukti bahwa kentang varietas Atlantic memperoleh hasil penerimaan lebih besar daripada kentang varietas Granola karena untuk kentang varietas Atlantic harga sudah ditetapkan oleh pihak industri (kemitraan) sehingga harga jual tetap dan tidak terpengaruh oleh harga pasar, selain itu harga rata-rata relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga kentang varietas Granola.

Pada penelitian Ratnawati (2001) membuktikan bahwa kegiatan budidaya sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Hasil penelitian Ratnawati (2001) bahwa penerimaan usahatani kentang pada petani binaan lebih besar daripada petani non binaan karena teknik budidaya untuk petani binaan pengelolaannya diawasi langsung oleh pihak kemitraan sehingga para petani binaan selalu mendapatkan bimbingan mengenai teknik budidaya dari pihak kemitraan. Penelitian Ridwan et al (2010) menunjukkan penerimaan usahatani yang dihasilkan pada benih kentang G4 bersertifikat di dua lokasi yang berbeda

menunjukkan hasil yang lebih besar daripada petani yang menggunakan benih kentang tidak bersertifikat, sehingga faktor penggunaan input produksi juga sangat mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan. Lokasi juga mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan yang akan berdampak pada penerimaan yang didapat.

Pada penelitian Hakim (2013) yang membandingkan pendapatan usahatani kentang yang berbeda, penerimaan tertinggi yang dihasilkan adalah pada lokasi yang memiliki curah hujan paling rendah dan struktur tanahnya relatif lebih subur sehingga lebih optimal untuk pertumbuhan tanaman kentang. Berdasarkan hasil perbandingan terhadap penelitian yang pernah dilakukan seluruh peneliti bahwa penerimaan usahatani kentang bernilai positif yang artinya penerimaan usahatani kentang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

Besaran Biaya Usahatani Kentang

(24)

Biaya tunai terbesar kedua setelah penggunaan benih yaitu pupuk kandang (Hakim 2013 dan Maulia 2012). Hal tersebut karena petani ingin menjaga keadaan tanah yang digunakan untuk kegiatan usahatani terjaga kesuburannya. Pupuk kandang juga lebih tahan lama dibandingkan dengan pupuk kimia dan membuat tanah lebih gembur. Penggunaan pupuk kandang lebih besar digunakan pada petani yang menggunakan jenis varietas Granola ( Maulia 2012 dan Hakim 2013). Selain itu lokasi dan jenis benih juga menjadi kebiasaan petani dalam menggunakan input produksi. Pada penelitian Ridwan (2010) total biaya tunai terbesar kedua pada pengguanaan benih kentang sertifikat dan non sertifikat di Kabupaten Pangalengan adalah obat-obatan. Pada petani yang menggunakan benih kentang G4 sertifikat di Kabupaten Batur adalah tenaga kerja dan penggunaan benih kentang non sertifikat biaya tunai terbesar kedua adalah pupuk.

Berbeda halnya pada biaya tunai terbesar kedua lainnya adalah penggunaan obat-obatan (Maulia 2012 dan Ratnawati 2001). Hal tersebut karena petani berusaha mengantisipasi serangan penyakit terhadap tanaman kentang dengan memberikan penyemprotan semaksimal mungkin yang membuat biaya yang dikeluarkan menjadi besar. (Ratnawati 2001). Pada penelitian Maulia (2012) jenis varietas Atlantic yang memiliki biaya tunai terbesar kedua yaitu obat-obatan karena penyemprotan yang dilakukan pada varietas Atlantic lebih sering dibandingkan dengan varietas Garanola. Menurut penelitian Ridwan et al (2010) jenis biaya non tunai terbesar yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan benih kentang sertifikat dan non sertifikat di Kabupaten Batur adalah penyusutan alat sedangkan di Kabupaten Pangalengan adalah sewa lahan. Perbedaan tersebut dilatarbelakangi dari karakteristik petani diantara dua lokasi yang berbeda. Menurut penelitian Maulia (2012) biaya non tunai terbesar pada penggunaan benih varietas Granola adalah benih sedangkan pada penggunaan benih varietas

Atlantic adalah biaya tenaga kerja keluarga. Hal tersebut disebabkan karena petani

yang menggunakan benih varietas Granola lebih jarang untuk membeli benih baru dan lebih sering menggunakan benih dari hasil musim panen sebelumnya (Maulia 2012). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan benih kentang sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya struktur biaya dalam usahatani kentang walaupun penelitian dilakukan pada wilayah, waktu, dan peneliti yang berbeda.

Analisis Pendapatan Usahatani Kentang

Pendapatan usahatani akan mendorong petani untuk mengalokasikan penerimaan yang dihasilkan dari nilai produksi setelah dikurangi biaya yang dikeluarkan. Faktor yang mempengaruhi nilai pendapatan adalah dari jumlah produksi yang dihasilkan, harga yang berlaku pada saat itu, dan penggunaan input usahatani yang dibutuhkan (Hakim 2013, Ridwan et al 2010, dan Ratnawati 2001). Berbeda halnya dengan penelitian Maulia (2012) bahwa nilai pendapatan dipengaruhi oleh harga jual yang berlaku pada varietas Granola dan harga jual tetap bagi varietas Atlantic pada petani kemitraan.

(25)

total usahatani kentang yang menggunakan benih G4 bersertifikat di Pangalengan

sebesar Rp33 374 384 dan untuk petani yang menggunakan benih tidak bersertifikat sebesar Rp24 224 677 per hektar per musim tanam. Sedangkan, hasil perhitungan pendapatan usahatani kentang yang menggunakan benih G4

bersertifikat di Batur sebesar Rp43 411 814 dan petani yang menggunakan benih kentang tidak bersertifikat sebesar Rp28 749 170 per hektar per musim tanam. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa penggunaan benih kentang G4 sertifikat memiliki nilai pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan benih kentang sertifikat. Sama seperti halnya pada penelitian Hakim (2013) yang menunjukkan bahwa nilai pendapatan usahatani kentang diantara tiga desa menunjukkan bahwa Desa Karyamekar memperoleh nilai pendapatan tertinggi yaitu senilai Rp29 953 722 karena biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani tidak lebih besar dari desa lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan input mempengaruhi nilai pendapatan usahatani kentang (Hakim 2013 dan Ridwan et al 2010)

Penelitian yang dilakukan oleh Maulia (2012) juga menyatakan hal yang sama bahwa penggunaan benih kentang varietas Atlantic nilai pendapatannya lebih besar dibandingkan dengan penggunaan benih kentang Granola. Nilai pendapatan tunai sebesar Rp24 284 053 untuk kentang varietas Granola (non

contract farming) dan Rp34 950 063 untuk kentang varietas Atlantic (contract

farming) per hektar per musim tanam. Pendapatan total yang dihasilkan untuk

kentang dengan varietas Granola (noncontract farming) sebesar Rp33 256 875 dan Rp42 206 449 untuk usahatani kentang varietas Atlantic (contract farming). Menurut penelitian Ratnawati (2001) hasil perhitungan pada pendapatan total usahatani kentang untuk petani binaan sebesar Rp21 539 675 dan untuk pendapatan total usahatani kentang petani non binaan sebesar Rp16 849 349. Nilai pendapatan atas biaya total yang diperoleh petani binaan menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai pendapatan petani non binaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sistem kemitraan memberikan pengaruh terhadap nilai pendapatan usatani kentang (Maulia 2012 dan Ratnawati 2001). Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa usahatani kentang memiliki prospek yang baik karena dianggap menguntungkan dengan hasil perolehan pendapatan memiliki nilai lebih besar dari nol.

Efisiensi Pendapatan Usahatani Kentang

Usahatani kentang secara ekonomi menguntungkan, hal tersebut dapat dilihat berdasarkan perhitungan nilai R/C ratio dalam kegiatan usahatani kentang yang menghasilkan nilai lebih dari satu. Nilai R/C ratio dipengaruhi oleh perbandingan dari penerimaan yang dihasilkan dengan biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, Maulia (2012) menghasilkan nilai R/C

ratio yang diperoleh atas biaya tunai yang dikeluarkan untuk usahatani kentang

pada varietas Granola (noncontract farming) dan varietas Atlantic (contract

farming) masing-masing memperoleh 1.60 dan 1.54 sedangkan untuk nilai R/C

atas biaya total untuk usahatani kentang pada varietas Granola (noncontract

farming) dan varietas Atlantic (contract farming) masing-masing memperoleh

(26)

sedangkan untuk petani non binaan sebesar 1.93. Nilai R/C atas biaya total pada sistem kemitraan menunjukkan jumlah biaya yang dikeluarkan lebih besar tetapi nilai penerimaan yang didapatkan juga lebih besar daripada non kemitraan (Ratnawati 2001). Pada nilai R/C atas biaya tunai menunjukkan jumlah biaya yang dikeluarkan pada petani sistem non kemitraan lebih kecil karena petani menggunakan benih dari hasil panen sebelumnya dibandingkan dengan sistem kemitraan yang membuat nilai R/C atas biaya tunai menjadi lebih besar pada petani sistem non kemitraan (Maulia 2012)

Menurut penelitian Ridwan (2010) menghasilkan nilai R/C ratio pada petani yang menggunakan benih kentang G4 bersertifikat di Pangalengan sebesar

1.90 dan untuk petani yang menggunakan benih kentang tidak bersertifikatnya sebesar 1.82. sedangkan, untuk petani yang menggunakan benih kentang G4

bersertifikat di Batur nilai R/C ratio sebesar 2.83 dan untuk petani yang menggunakan benih kentang tidak bersertifikatnya sebesar 2.27. Pada penelitian Hakim (2013) nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total tertinggi yaitu desa Sarimukti senilai 3.31 dan 3.15 dibandingkan dengan dua desa lainnya. Hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda karena benih yang digunakan menggunakan varietas yang sama dengan penggunaan input yang sama dan nilai penerimaan yang menggunakan harga jual pasar (Hakim 2013 dan Ridwan et al 2010). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa semua usahatani kentang yang pernah diteliti menghasilkan nilai R/C ratio lebih besar dari satu yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan mampu menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang sudah dikeluarkan.

Analisis Perbandingan Pendapatan Usahatani Kentang

Analisis perbandingan yang digunakan dibantu dengan menggunakan uji statistik untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata antara suatu objek yang diteliti terhadap beberapa variabel pendapatan. Pada penelitian Hakim (2013) uji beda yang digunakan menggunakan uji beda Anova yang membandingkan nilai pendapatan dan efisiensi diantara tiga desa yang diteliti. Pada penelitian Ridwan et al (2010) uji beda yang digunakan menggunakan uji beda t yang membandingkan nilai penerimaan, total biaya, dan pendapatan atas biaya total. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa nilai penerimaan, total biaya, dan pendapatan terdapat perbedaan yang nyata atau tolak Ho karena

dipengaruhi oleh penggunaan input dan perlakuan petani dalam budidaya (Hakim 2013 dan Ridwan et al 2010).

Pada penelitian Hakim (2013) variabel eifisiensi menujukkan tidak adanya perbedaan yang nyata atau terima Ho karena nilai efisiensi tidak jauh berbeda

(27)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep usahatani

Menurut Suratiyah (2015) ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Ilmu usahatani juga mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien dengan tujuan untuk meningkatkan keuntungan. Suatu usahatani dapat dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya; dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi 2002). Dapat disimpulkan ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien pada suatu usaha pertanian sehingga dapat memperoleh pendapatan yang maksimal. Menurut Hernanto (1989) unsur pokok yang selalu ada pada usahatani atau sering juga disebut dengan istilah lain yaitu faktor produksi terdiri dari :

1 Tanah

Pada umumnya tanah merupakani faktor produksi yang relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya dan distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata, sehingga tanah memiliki beberapa sifat diantaranya adalah luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan dan atau diperjuanbelikan. Pada dasarnya, terdapat empat golongan petani berdasarkan tanahnya, yaitu golongan petani luas (lebih dari dua hektar), sedang (0.5 hingga dua hektar), sempit (0.5 hektar), dan buruh tani tidak bertanah. Tanah milik petani atau yang dapat dikelola dapat diperoleh dari berbagai sumber, yaitu membeli, menyewa, menyakap, pemberian Negara, warisan, wakaf, atau membuka lahan sendiri.

2 Tenaga kerja

Jenis tenaga kerja dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dapat dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Satuan ukuran yang umum digunakan untuk mengatur tenaga kerja adalah :

1 Jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini menghitung seluruh pencurahan kerja dari sejak persiapan sampai panen dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu dijadikan hari kerja total (HK total)

(28)

menggunakan konversi tenaga kerja menurut Yang (1955) mengacu dalam Hernanto (1989), yaitu membandingkan tenaga kerja pria sebagai ukuran baku dan jenis tenaga kerja lain dikonversikan, atau disetarakan dengan pria, seagai berikut : 1 pria = 1 hari kerja pria 1 ternak= 2 hari kerja pria 1 wanita= 0.7 hari kerja pria 1 anak = 0.5 hari kerja pria 3 Modal

Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian. Modal dapat dibedakan berdasarkan dari dua sifat yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap diartikan sebagai modal yang tidak habis pada satu periode produksi. Jenis modal ini memerlukan pemeliharaan agar dapat berdaya guna dalam jangka waktu yang lama. Jenis modal ini pun terkena penyusutan yang berarti nilai modal menyusut berdasarkan jenis dan waktu. Modal bergerak diartikan sebagai modal yang habis atau dianggap habis dalam satu periode proses produksi. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, saudara, tetangga, dan lain-lain), hadiah warisan, usaha lain, dan kontrak sewa.

4 Pengelolaan (management)

Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari usahanya. Dengan demikian, pengenalan secara utuh faktor yang dimiliki dan faktor-faktor yang dapat dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan

Pada umunya usahatani pada skala yang luas bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemennya modern, dan lebih bersifat komersial. Sebaliknya, usahatani skala kecil umunya bermodal kecil, teknologi tradisional, serta lebih bersifat subsisten atau hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri (Soekartawi 2002).

Konsep penerimaan usahatani

Menurut Soekartawi (2006), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Istilah lain untuk penerimaan usahatani adalah penerimaan kotor usahatani (gross farm income) yang didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual (tunai) maupun tidak dijual (non tunai). Penerimaan kotor yang mencakup penerimaan tunai merupakan semua produk yang dijual sedangkan yang mencakup penerimaan non tunai adalah produk yang dikonsumsi rumah tangga petani, bibit atau pakan ternak yang disimpan.

Konsep biaya usahatani

(29)

usahatani. Biaya tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Adapun biaya tidak tunai adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit yang dimasukan kedalam pengeluaran (Soekartawi 2006). Apabila didalam usahatani itu digunakan mesin-mesin pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan dianggap biaya tidak tunai. Biaya total usahatani adalah jumlah dari biaya tunai dengan biaya tidak tunai usahatani.

Biaya dikelompokan dalam empat kategori, yaitu: (Hernanto 1989)

1 Biaya tetap (fixed costs); dimaksudkan biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Biaya-biaya yang tergolong dalam kelompok biaya ini meliputi pajak tanah, pajak air, dan penyusutan alat dan bangunan pertanian. Tenaga kerja keluarga dapat dikelompokkan pada biaya tetap bila tidak ada biaya imbangan dalam penggunaannya, atau kontrak maupun upah harian, dan sewa tanah.

3 Biaya tunai; dimaksudkan biaya tetap dan biaya variabel yang langsung dibayar secara tunai. Biaya tetap dapat berupa air dan pajak tanah sedangkan untuk biaya variabel berupa biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga.

4 Biaya tidak tunai (diperhitungkan); dimaksudkan biaya yang dikeluarkan petani tidak dalam bentuk uang tunai, tetapi merupakan biaya yang diperhitungkan. Biaya tidak tunai terdiri dari biaya penyusutan alat–alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel) dan biaya lainnya yang hanya diperhitungkan.

Konsep pendapatan usahatani

Analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usahatani yang dilakukan berdasarkan dari nilai pendapatan yang diperoleh (Soekartawi 2002). Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai sedangkan pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani (Soekartawi 1986). Faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani menurut Hernanto (1989) yaitu, luas usaha, tingkat produksi, pilihan dan kombinasi cabang usaha, intensitas pengusahaan pertanaman, dan efisiensi tenaga kerja.

Konsep imbangan penerimaan dan biaya

(30)

semakin menguntungkan usahatani tersebut dilakukan. Analisis R/C ini dibagi dua, yaitu (a) menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) tunai dan (b) menghitung juga atas biaya yang tidak diperhitungkan, dengan kata lain perhitungan total biaya produksi (Soekartawi 2002). Kriteria keputusan dari nilai R/C yaitu, jika R/C > 1 maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C < 1 menunjukkan maka kegiatan usahatani yang dilakukan tidak dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C = 1, maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat dikatakan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian (impas) karena penerimaan yang diterima oleh petani akan sama dengan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani (Soekartawi 2002).

Analisis pengambilan keputusan dalam bisnis

Analisis pengambilan keputusan dalam suatu kegiatan bisnis digunakan dengan menggunakan suatu uji statistik nonmatrik yang merupakan teknik statistika dalam pengambilan keputusan bisnis. Analisis pengambilan keputusan bisnis dilakukan dengan menguji dua variabel yang dibahas dalam penelitian. Analsis hubungan dua variabel bertujuan untuk menyimpulkan apakah satu variabel independent, berpengaruh terhadap satu variabel dependent. Penarikan kesimpulan untuk permasalahan tersebut dapat dilakukan melalui (1) metode statistika deskriptif, yaitu melalui penyajian grafis atau melalui tabulasi maupun model matematis (2) metode statistika inferensia, yakni melalui pengujian hipotesis, apakah variabel independent berpengaruh signifikan terhadap variabel

dependent di populasinya (Firdaus et al. 2011). Analisis hubungan kausal dua

variabel nonmetrik digunakan untuk kasus dua sampel bebas. Uji statistik yang digunakan ialah uji Mann-Whitney untuk mengetahui apakah dapat disimpulkan bahwa usahatani kentang dengan penggunaan benih sertifikat lebih tinggi dibandingkan dengan benih non sertifikat ataupun sebaliknya yang merupakan kasus dua sampel bebas. Uji MannWhitney dipilih karena memenuhi kriteria dalam sebaran normal.

Konsep Pemikiran Operasional

Jawa Barat merupakan daerah sentra produksi kentang di Indonesia. Hal tersebut emndorong pemerintah untuk dapat menciptakan benih unggul yang berkualitas dan bersertifikat untuk dapat mengoptimalkan jumlah penerimaan yang dihasilkan. Kebutuhan benih kentang bersertifikat di Indonesia saat ini baru terpenuhi sebesar 15 persen. Kabupaten Garut merupakan sentra produksi kentang di Jawa Barat. Petani kentang yang berada di Desa Girijaya, Kecamatan Cikajang merasa kesulitan dalam memperoleh benih kentang sertifikat. Permasalahan lain yang terjadi adalah maraknya isu benih bersertifikat yang palsu yang membuat petani tidak mau beralih untuk menggunakan benih ketnang bersertifikat. Menurut informasi dari BP3K Kecamatan Cikajang, petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat di Desa Girijaya sekitar 40 persen dari keseluruhan petani kentang dan sisanya menggunakan benih kentang non sertifikat.

(31)

pendapatan yang meliputi analisis R/C ratio, dan perbandingan pendapatan antara petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan non sertifikat.

Penerimaan merupakan hasil dari jumlah output dan harga output yang diperoleh petani dalam kegiatan usahataninya. Besar kecilnya penerimaan dipengaruhi oleh jumlah output dan harga output, kedua variabel tersebut dikalikan yang akan menghasilkan nilai penerimaan antara petani yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan non sertifikat. Biaya dan penerimaan merupakan faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani. Pendapatan diperoleh dengan menghitung penerimaan dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan dalam satu kali kegiatan produksi. Pendapatan yang dihitung terdiri dari pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan usahatani sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya biaya maupun penerimaan yang dihasilkan.

Input sebagai faktor produksi diidentifikasi penggunaannya dari setiap petani yang menjadi responden. Input tersebut antara lain terdiri dari benih, pupuk, obat-obatan, lahan, tenaga kerja, dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan usahatani kentang. Penggunaan input tersebut akan mempengaruhi struktur biaya dalam kegiatan usahatani yang dilakukan. Perbedaan penggunaan input, akan mempengaruhi jumlah biaya yang dikeluarkan dalam satu kali kegiatan produksi antara penggunaan benih kentang yang bersertifikat dan non sertifikat. Struktur biaya dihitung berdasarkan biaya tunai dan non tunai dari setiap petani.

(32)

Gambar 1 Alur pemikiran operasional

1 Upaya pemerintah menciptakan benih kentang bresertifikat untuk dapat memenuhi kebutuhan benih, meningkatkan jumlah produksi, dan produktivitas kentang di Indonesia

2 Ketersediaan benih kentang besertifikat di Indonesia hanya 15 persen 3 Kabupaten Garut merupakan sentra produksi kentang yang petaninya

turut menggunakan benih kentang bersertifikat

1 Penggunaan benih kentang bersertifikat di Desa Girijaya hanya sekitar 40 persen.

2 Maraknya isu mengenai benih kentang bersertifikat yang palsu 3 Harga benih kentang bersertiifikat lebih mahal dibandingkan dengan

non sertifikat

Usahatani benih kentang sertifikat

Usahatani benih kentang non sertifikat

Penerimaan Biaya penerimaan Biaya

Pendapatan usahatani benih kentang sertifikat

Pendapatan usahatani benih kentang non sertifikat

Analisis R/C ratio Analisis R/C ratio

Perbandingan Pendapatan (Uji

Mann Whitney)

(33)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Girijaya, Kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut. Lokasi penelitian merupakan salah satu sentra produksi kentang di Kecamatan Cikajang dengan luas lahan pertanian yang banyak diusahakan untuk kegiatan budidaya komoditas sayuran. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

(purposive) karena merupakan salah satu sentra produksi kentang di Kabupaten

Garut. Desa ini menjadi desa percontohan oleh Balai Penelitian Sayuran (BALITSA) sebagai desa yang dijadikan lokasi untuk melakukan program budidaya yang terkait dengan tanaman kentang. Waktu pengambilan data dilakukan selama jangka waktu dua bulan yakni pada bulan November - Desember 2015.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan yaitu data kuantitatif maupun kualitatif. Sumber datanya yaitu primer dan data sekunder yang diambil sesuai dengan kebutuhan penelitian. Data-data yang diperoleh berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara petani kentang yang menggunakan benih kentang bersertifikat dan benih kentang yang non sertifikat. Data sekunder diperoleh dari pihak-pihak terkait seperti, penangkar kentang, petani kentang, BP3K Kecamatan Cikajang, Kantor Kecamatan Cikajang, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari studi literatur, buku-buku yang relevan dengan tujuan, artikel, dan browsing internet.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data primer adalah wawancara dan observasi. Kegiatan wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan secara langsung dengan menggunakan kuesioner penelitian dan diskusi dengan pihak terkait untuk mendapatkan berbagai informasi yang diperlukan dalam penelitian. Observasi dilakukan dengan cara pencatatan langsung di lokasi penelitian tentang aktivitas usahatani yang dilakukan. Data sekunder diperoleh dengan melakukan studi literatur, wawancara, dan mencari data yang bersumber dari internet.

Metode Pemilihan Responden

(34)

penangkar dari Desa Girijaya. Bagi responden yang tidak menggunakan benih bersertifikat pencarian informasi responden dibantu oleh RW setempat yang mengetahui kondisi masyarakat yang menanam benih kentang yang tidak bersertifikat untuk memilih responden yang dianggap paling baik memberikan informasi dan dapat menjelaskan seputar kegiatan usahatani kentang. Kemudian, responden yang sudah terpilih akan menunjukkan ke responden lain dengan menggunakan metode snowball yang menanam kentang dengan menggunakan benih non sertifikat.

Rincian jumlah responden yang menggunakan benih kentang bersertifikat adalah sebanyak 20 orang dan jumlah responden yang menggunakan benih kentang non sertifikat adalah sebanyak 26 orang. Pemilihan jumlah responden pada petani yang emnggunakan benih sertifikat disesuaikan dengan penggunaan benih kentang sertifkat yang benar-benar membeli benih dari penangkar. Pemilihan jumlah responden bagi petani yang menggunakan benih non sertifikat yang benar-benar membeli benih antar petani dan pembelian benih pada kemasan tidak terdapat label bersertifkat. Sampel petani responden untuk yang menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat adalah petani yang mengusahakan kentang pada periode Juni 2015 hingga Agustus 2015 dengan masa panen terakhir dalam satu kali musim tanam.

Metode Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data dilakukan dengan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif merupakan analisis yang dilakukan dengan cara memberikan gambaran deskriptif untuk menggambarkan kondisi umum lokasi usahatani yang dijadikan objek penelitian. Analisis kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel perhitungan dan dihitung serta diolah dengan menggunakan metode analisis usahatani. Analisis kuantitatif diolah dengan menggunakan alat hitung kalkulator dan dengan bantuan komputer yaitu menggunakan software Microsoftexcel 2007 dan SPSS 16

Analisis Usahatani

Analisis usahatani digunakan untuk melihat seberapa besar pendapatanusahatani yang diperoleh dari kegiatan produksi yang dihasilkan oleh petani. Analisisusahatani dihitung berdasarkan analisis pendapatan dan efisiensi pendapatan yangdipengaruhi oleh penerimaan dan biaya. Data dan informasi yang telah dikumpulkandiolah dengan bantuan kalkulator, komputer dan disajikan dalam bentuk deskriptifdan tabulasi data. Perhitungan untuk berbagai komponen dalam kegiatan usahatanisecara umum adalah sebagai berikut: (Soekartawi 2006)

1 Penerimaan usahatani

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual yang dirumuskan sebagai berikut:

TR = P x Q Keterangan:

(35)

Q = Jumlah kentang yang dihasilkan

2 Biaya usahatani

Biaya Usahatani adalah penjumlahan biaya secara keseluruhan yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani baik biaya tunai maupun non tunai dan dijumlahkan secara keseluruhan. Perhitungan biaya usahatani adalah sebagai berikut:

TC = C + NC Keterangan:

TC = Total Biaya

C = Total Biaya Tunai (cash)

NC = Total Biaya Non tunai (non cash)

3 Penyusutan

Penyusutan dilakukan untuk menghitung biaya yang hilang atas penggunaan alat-alat untuk melakukan suatu kegiatan produksi dalam usahatani. Dalam penelitian ini penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus. Penyusutan dihitung karena adanya pengurangan nilai inventaris dalam penggunaan peralatan). Perhitungan penyusutan dihitung sebagai berikut: (Suratiyah 2015)

Penyusutan = Nilai beli – Nilai sisa Usia Ekonomis

4 Pendapatan

Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan dan total biaya usahatani. Pendapatan dibedakan atas perhitungan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Analisis pendapatan usahatani dihitung berdasarkan dari produksi dan nilainya, pengeluaran (biaya), dan pendapatan (Tabel 9).

Perhitungan pendapatan tunai dan pendapatan total dapat dirumuskan sebagai berikut:

Perhitungan pendapatan tunai:

tunai = NP – BT Perhitungan pendapatan total:

total = NP – (BT+BD) Keterangan :

tunai : Tingkat pendapatan atas biaya tunai (Rp) total : Tingkat pendapatan atas biaya total (Rp)

NP : Nilai produk yang merupakan hasil perkalian jumlah output (ton) dengan harga (Rp)

BT : Biaya tunai (Rp)

(36)

Tabel 9 Perhitungan analisis pendapatan usahatani

Uraian Jumlah fisik Harga satuan

(Rp)

Nilai (Rp)

Penerimaan

1 Penerimaan tunai 2 Penerimaan tidak tunai

Total penerimaan (1)

Biaya tunai

Total biaya tunai (2)

Biaya diperhitungkan

Total biaya diperhitungkan (3)

Total biaya (2+3) = (4)

Pendapatan atas biaya tunai (1-2)

Pendapatan atas biaya total (1-4)

R/C atas biaya tunai (1)/(2)

R/C atas biaya total (1)/(4)

Sumber: Soekartawi, 2006

Analisis Efisiensi Pendapatan Usahatani

Analisis R/C

Besarnya penerimaan terhadap biaya yang dikeluarkan dihitung dengan menggunakan analisis R/C ratio. Setiap usaha dikatakan ekonomis dibandingkan dengan usaha lain apabila rasio output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan lebih menguntungkan. Dalam penelitian ini, efisiensi pendapatan usahatani yang dihitung berdasarkan R/C ratio dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: (Soekartawi 2006)

R/C Ratio atas biaya tunai:

R/C Atas Biaya Tunai = Total Penerimaan Total Biaya Tunai

R/C Ratio atas biaya total:

R/C Atas Biaya Total = Total Penerimaan Total Biaya

(37)

a R/C > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akanmenghasilkan tambahan yang lebih besar dari pada tambahan biayaatau secara sederhana kegiatan usaha tani tersebut menguntungkandan layak dilaksanakan.

b R/C < 1, artinya usahatani tersebut tidak menguntungkan atau tidaklayak untuk dilaksanakan.

c R/C = 1, artinya kegiatan usahatani yang dijalankan berada padakondisi keuntungan normal yang mengindikasikan bahwa usahataniyang dilakukan tidak untung dan tidak rugi secara ekonomis namuntetap saja merugi dari segi waktu dan tenaga yang dikeluarkan.

Uji Mann-Whitney

Analisis pengambilan keputusan dalam bisnis dilakukan dengan menggunakan uji statistik. Uji statistik yang digunakan merupakan analisis hubungan kausal dua variabel untuk menganalisis hubungan kausal (dependency) dari dua variabel bebas, untuk membantu dalam pengambilan keputusan bisnis. Uji statistik yang dilakukan ialah menggunakan uji mann-whitney untuk menyimpulkan dan membuktikan apakah hubungan kausal antara dua variabel berbeda secara signifikan untuk jumlah data yang bersifat nonmetrik. Uji

mann-whitney dilakukan untuk mengetahui apakah dapat disimpulkan bahwa

pendapatan yang dihasilkan petani dengan penggunaan benih sertifikat lebih efisien dibandingkan dengan benih non sertifikat. Uji mann-whitney cocok untuk permasalahan ini karena keduanya merupakan kasus dua sampel bebas (usahatani kentang dengan benih sertifikat dan benih non sertifikat). Hipotesis statistik yang digunakan dalam Uji mann-whitney yaitu (Firdaus et al. 2011) :

H0: Variabel pada usahatani kentang yang menggunakan benih kentang

bersertifikat tidak berbeda dengan variabel pada usahatani kentang yang menggunakan benih non sertifikat.

H1: Variabel pada usahatani kentang yang menggunakan benih kentang

bersertifikat berbeda dengan variabel pada usahatani kentang yang menggunakan benih non sertifikat.

Karakteristik petani responden yang diuji dengan uji statistik adalah variabel produktivitas, penerimaan, biaya tunai, biaya non tunai, biaya total, pendapatan atas biaya tunai, pendapatan atas biaya total, R/C atas biaya tunai, dan R/C atas biaya total. Hipotesis statistik diuji melalui statistic uji dengan model sebagai berikut :

Keterangan:

n1: Ukuran sampel dari populasi 1 (usahatani kentang benih sertifikat)

(38)

Analisis dilakukan dengan alat analisis SPSS dan disimpulkan melalui output SPSS. Taraf nyata yang digunakan ialah (α =10%). Pada output SPSS dapat dilihat pada informasi nilai Exact Sig (1-tailed). Apabila nilai Exact Sig (1-tailed) lebih kecil dari nilai α maka dapat disimpulkan tolak H0 dan terima H1. Tolak H0

dan terima H1 mengindikasikan bahwa pendapatan usahatani kentangbenih

sertifikat berbeda dengan benih non sertifikat.

Definisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian diantaranya yaitu:

1 Luas lahan, berupa luasan lahan yang digunakan petani untuk melakukan usahatani dengan menggunakan benih sertifikat dan benih non sertifikat, satuan yang digunakan yaitu berdasarkan luasan lahan per hektar.

2 Benih, yaitu penggunaan benih yang digunakan oleh petani yaitu benih sertifikat dan non sertifikat dalam melakukan produksi kentang, satuan yang digunakan ton per hektar.

3 Pupuk, yaitu jumlah dan jenis pupuk yang digunakan petani baik petani benih

sertifikat maupun petani non sertifikat dengan satuan yang digunakan yaitu ton per hektar.

4 Obat padat, yaitu jumlah insektisida dan fungsida yang digunakan dalam membasmi hama dan penyakit selama proses produksi kentang dengan menggunakan benih sertifikat maupun non sertifikat dengan satuan yang digunakan yaitu ton per hektar.

5 Obat cair yaitu jumlah insektisida dan fungisida yang digunakan dalam membasmi hama dan penyakit selama proses produksi kentang yang menggunaakn benih sertifikat maupun non sertifikat dengan satuan liter per hektar.

6 Tenaga kerja dalam keluarga, yaitu jumlah anggota keluarga yang membantu

dalam proses produksi usahatani kentangdengan menggunakan benih sertifikat dan non sertifikat, satuan yang digunakan yaitu berdasarkan pengukuran hari orang kerja atau HOK.

7 Tenaga kerja luar keluarga, yaitu jumlah tenaga kerja yang digunakan pada kegiatan usahatani kentangbenih sertifikat dan non sertifikat diluar anggota keluarga. Satuan yang digunakan yaitu berdasarkan pengukuran hari orang kerja atau HOK.

8 Status kepemilikan lahan, yaitu lahan yang digunakan dalam melakukan

usahatani kentang benih sertifikat dan non sertifikat apakah kepemilikan lahan tersebut milik sendiri atau menyewa.

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Administtratif dan Kondisi Wilayah

(39)

Cigedug, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pakenjeng dan Kecamatan Cihurip, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pamulihan. Wilayah Kecamatan Cikajang memiliki luas lahan sekitar 12 495 hektar dan terletak pada ketinggian antara 1 200 sampai 1 300 meter di atas permukaan laut. Topografi Kecamatan Garut terdiri dari daratan seluas 1 881 hektar atau 15.06 persen, landai seluas 5 077 hektar atau 40.63 persen, dan pegunungan seluas 5 537 hektar atau 44.31 persen. Jenis tanah di Kecamatan Cikajang berterkstur lempung berpasir seluas 9 179 hektar (28.94 persen) dan sisanya memiliki jenis tanah liat seluas 3 316 hektar (71.06 persen). Tingkat keasaman tanah (pH) antara 5.5 sampai 6.5. berdasarkan kondisi wilayah, Kecamatan Cikajang merupakan wilayah pegunungan atau dataran tinggi dan berpotensi untuk mengembangkan usahatani kentang.

Potensi Wilayah Pertanian

Kecamatan Cikajang merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi dalam pengembangan agribisnis. Kondisi iklim dan lingkungan yang mendukung membuat sebagian besar Kecamatan Cikajang banyak mengusahakan kegiatan pertanian. Jenis tanaman yang diusahakan di wilayah ini berbagai macam dari tanaman pangan hingga hortikultura dengan luas lahan dan kegiatan produksi yang beragam (Tabel 10)

Tabel 10 Luas panen, luas panen, produksi, dan produktivitas padi dan sayuran di Kecamatan Cikajang tahun 2014

(40)

Berdasarkan dari data berbagai macam komoditas yang meliputi tanaman padi dan sayuran, komoditas sayuran merupakan komoditas yang paling banyak diproduksi di Kecamatan Cikajang. Kentang merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak diproduksi dengan luas tanam,jumlah produksi, dan luas panen terbesar diantara komoditas yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Cikajang memiliki potensi besar dalam pengembangan usahatani kentang.

Potensi Sumberdaya Lahan

Kecamatan Cikajang terdiri atas 12 desa dengan luas dan penggunaan lahan yang beragam. Penggunaan lahan darat yang dimanfaatkan untuk lahan pertanian sebesar 11 395 hektar yang terdiri dari tegalan, pekarangan, perkebunan, padang/semak, kolam, dan hutan PHBM, lahan sawah sebesar 364 hektar, hutan sebesar 426 hektar, pemukiman sebesar 297 hektar, serta industri sebesar 10 hektar. Luas lahan dan penggunaan lahan yang terdapat di Kecamatan Cikajang dapat dilihat pada tabel 8.

Berdasarkan data menunjukkan bahwa penggunaan lahan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan pertanian di lahan darat yang memiliki jumlah presentase terbesar yaitu 91.21 persen. Penggunaan lahan tegalan dan hutan PHBM dimanfaatkan oleh sebagian besar masyarakat untuk kegiatan usahatani karena kondisi iklim yang berada di dataran tinggi sehingga cocok ditanam berbagai jenis sayuran. (Tabel 11)

Tabel 11 Penggunaan lahan di Kecamatan Cikajang tahun 2014

Penggunaan lahan Luas (Ha) Persentase (%)

Lahan darat

Tegalan 6 753 54.05

Pekarangan 1 106 8.83

Perkebunan 519 4.15

Padang/ semak 16 0.12

Kolam 56 0.44

Hutan PHBM 2 945 23.57

Jumlah 11 395 91.21

Lahan sawah 364 2.91

Hutan 426 3.41

Pemukiman 297 2.37

Industri 10 0.08

Jumlah 12 492 100

Sumber : BP3K Kecamatan Cikajang 2015

Desa yang ada di kecamatan Cikajang berjumlah 12 desa. Setiap desa memiliki beberapa dusun. Dusun merupakan bagian wilayah di dalam desa yang masuk ke dalam lingkungan kerja pelaksanaan pemerintah desa. Selain itu, dalam menjaga kerukunan setiap warganya, terdapat 107 Rukun Warga dan 483 Rukun Tetangga yang dibentuk di Kecamatan Cikajang (Tabel 12)

(41)

Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Giriawas, sebelah timur berbatasan dengan Desa Mekarjaya, sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibodas dan Desa Simpang, serta sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cipangramatan. Luas wilayah Desa Girijaya seluas 448 hektar.

Tabel 12 Jumlah dusun, RW, dan RT di Kecamatan Cikajang tahun 2014

Nama Desa Dusun RW RT

Cipangramatan 4 4 35

Mekarjaya 3 7 42

Girijaya 3 7 57

Giriawas 3 11 43

Cibodas 3 10 46

Cikajang 3 7 23

Padasuka 3 7 36

Mekarsari 3 9 34

Simpang 2 9 61

Cikandang 3 13 40

Margamulya 2 14 34

Karamatwangi 3 6 32

Total luasan 35 107 483

Sumber : Profil Desa Girijaya, 2015

Potensi Sumber Daya Manusia

Jumlah penduduk desa Girijaya adalah sejumlah 7 805 orang. Potensi sumberdaya manusia di Desa Girijaya dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat pekerjaan. Potensi sumberdaya manusia di Desa Girijaya adalah sebagai berikut :

1 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan data profil desa, Desa Girijaya memiliki jumlah penduduk sebanyak 7 805 orang yang terdiri dari 3 675 orang yang berjenis kelamin laki-laki dan 4 130 orang yang berjenis kelamin perempuan. Jumlah kepala keluarga yang ada di Desa Girijaya adalah 2 509 Kepala Keluarga yang sebagian besar merupakan Kepala Keluarga Tani.

2 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

(42)

Tabel 13 Jumlah penduduk Desa Girijaya berdasarkan tingkat pendidikan terakhir tahun 2014

No Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Tidak tamat SD 22 1.07

Sumber : Profil Desa Girijaya 2015 (Data diolah)

3 Jumlah penduduk berdasarkan pekerjaan

Berdasarkan data profil desa (2014), mata pencaharian penduduk yaitu sebagai petani, pengrajin industri, pedagang, PNS, TNI, pensiunan, dan peternak. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Desa Girijaya adalah petani dan buruh tani, dapat dilihat pada tabel bahwa presentase jumlah penduduk dengan mata pencaharian tertinggi adalah petani sebesar 86.60 persen. Tingginya jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani karena dari sumberdaya alamnya yang mendukung dan kegiatan pertanian yang telah berlangsung secara turun temurun sehingga menjadikan pertanian merupakan suatu kegiatan usaha yang sudah melekat pada masyarakat dan banyak diusahakan sebagai sumber penghasilan utama. (Tabel 14)

Tabel 14 Jumlah penduduk Desa Girijaya berdasarkan pekerjaan/mata pencaharian tahun 2014

No Jenis pekerjaan Jumlah

(orang)

Sumber : Profil Desa Girijaya 2015 (Data diolah)

Karakteristik Petani Responden

Gambar

Tabel 1 Perkembangan nilai PDB hortikultura tahun 2011-2013
Tabel 5  Jumlah produksi komoditi sayuran unggulan di Kabupaten Garut
Tabel 6 Jumlah produksi, luas panen, dan produktivitas benih kentang di Provinsi  Jawa Barat tahun 2011-2012
Tabel 8  Luas panen, produksi, dan produktivitas Desa di Kecamatan Cikajang tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disadur dari buku Personality Plus, Florence Littauer  Jika anda mengira kolom pertama adalah!. Jika anda mengira kolom pertama adalah Sanguinis, kedua Kholerik,

Konsep yang digunakan adalah menggunakan dua buah rangkaian sensor yang berfungsi sebagai acuan mulai dan berhentinya penghitungan waktu, dengan jarak antara sensor yang

dua ribu rupiah) yang dibiayai Anggaran PNBP Tahun Anggaran 2013, dengan ini diumumkan bahwa sebagai Penyedia Jasa untuk pekerjaan tersebut di atas adalah:. Nama Penyedia :

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang teregistrasi pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dan memenuhi persyaratan memiliki Surat Ijin Usaha

yaitu menentukan format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan atau pernyataan. Format instrumen harus

Contoh kata kerja yang dapat digunakan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran tersaji dalam lampiran 1.  Rumusan indikator dapat

Prancis bersama Inggris mempelopori peningkatan kerjasama militer untuk meningkatkan CSFP untuk semakin terorganisir dengan kemampuan yang lebih mapan

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan Analisis of Variance (ANOVA) dan dilakukan UjiBNT (Beda Nyata Terkecil) pada taraf α = 5%. Hasil