• Tidak ada hasil yang ditemukan

Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada sapi potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak, Ciamis, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada sapi potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak, Ciamis, Jawa Barat"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI INFEKSI Cryptosporidium sp PADA SAPI

POTONG DI KECAMATAN CIJULANG DAN CIMERAK,

CIAMIS, JAWA BARAT

SARAH FRISKA MANALU

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada sapi potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak, Ciamis, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

SARAH FRISKA MANALU. Prevalensi Infeksi Cryptosporidium sp pada Sapi Potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak, Ciamis, Jawa Barat. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH.

Cryptosporidium sp merupakan parasit penyebab kriptosporidiosis pada ternak sapi potong. Kriptosporidiosis dapat menular dari hewan ke manusia begitu juga sebaliknya (zoonosis). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada ternak sapi potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan sampel feses sapi. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 145 dari 77 peternak. Berdasarkan umur ternak, sampel terdiri dari 20 pedet, 33 anakan dan 92 ternak dewasa. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, ternak terdiri dari 127 ternak betina dan 18 ternak jantan. Sampel feses diperiksa dengan menggunakan metode gula apung sheather, dilanjutkan pemeriksaan dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 450x. Persentase prevalensi Cryptosporidium sp di daerah Cimerak (43,18%) lebih lebih tinggi dibandingkan di kecamatan Cijulang (14,29%). Hasil pada uji statistik menunjukkan bahwa prevalensi infeksi Cryptosporidium sp berdasarkan umur dan jenis kelamin tidak berbeda nyata (P > 0.05). Akan tetapi, berdasarkan hasil deskriptif, prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada sapi betina (33.1%) lebih tinggi dibandingkan dengan sapi jantan (23%).

Keywords: Cryptosporidium sp, prevalensi, sapi, umur, jenis kelamin.

ABSTRACT

SARAH FRISKA MANALU. The Prevalence of Cryptosporidium sp Infection in Cattle on Cijulang and Cimerak Regency, Ciamis, West Java. Supervised by UMI CAHYANINGSIH.

Cryptosporidium sp is a parasite causes cryptosporidiosis in cattle. Cryptosporidiosis can be transmitted from animals to humans and vice versa (zoonosis). This research aimed to determine the prevalence of Cryptosporidium sp infection in cattle at Cijulang and Cimerak regency, Ciamis, West Java. Fecal specimens from 145 cattles of 77 farmers, consisted of 20 calves, 33 heifers and 92 adult cattles. Based on gender, the sample was consisted of 127 cows and 18 bulls. Sample of feces were examined by floating Sheather sugar and acid-fast staining method. Percentage prevalence of Cryptosporidium sp in Cimerak area (43.18%) was higher than in Cijulang area (14.29%). The result of statistical tests shows the prevalence of Cryptosporidium sp infection based on age and gender is no significant difference (P>0.05). However, based on the results of descriptive, prevalence infection of Cryptosporidium sp in cows (33.1%) was higher than in bulls (23%).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PREVALENSI INFEKSI Cryptosporidium sp PADA SAPI

POTONG DI KECAMATAN CIJULANG DAN CIMERAK,

CIAMIS, JAWA BARAT

SARAH FRISKA MANALU

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada sapi potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak, Ciamis, Jawa Barat

Nama : Sarah Friska Manalu NIM : B04090189

Disetujui,

Prof Dr drh Umi Cahyaningsih, MS Pembimbing

Diketahui,

drh Agus Setiyono MS Ph.D APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 hingga Juni 2013 ini ialah Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada sapi potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak, Ciamis, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada:

- Prof Dr drh Umi Cahyaningsih MS selaku dosen pembimbing skripsi, drh Dewi Ratih Ph.D selaku dosen pembimbing akademik serta drh Arifin Budiman yang telah banyak memberi saran hingga terselesaikannya skripsi ini.

- Ibu Nani dan seluruh staf Laboratorium Endoparasit Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat yang telah membantu selama penelitian dan pengumpulan data.

- Orang tua tercinta ayah Alm. Andus Manalu, ibu Rumondang Simamora, abang Sanggam Manalu, adik-adik saya tercinta Ribka Manalu, Veronika Manalu, Richard Manalu dan seluruh keluarga, atas segala doa, kasih sayang, dan cinta sehingga dapat terlaksananya penelitian ini.

- Teman sepenilitian saya Bambang, Irwan, dan Tasya atas bantuannya selama menjalani penelitian.

- Sahabat-sahabat saya tercinta kak Desi, kak Kezia, kak Evy, kak Krisna, kak Yeti, kak Dewi, kak Mita, kak Melinda, kak Farah, Patricia, Nita, Lantri, kak Farah, Resti dan seluruh Noviaer’s serta teman-teman saya fkh 46 Putra, Ridho, Fardi, Ivan, Joni dan Ardi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Taksonomi 2

Morfologi 2

Siklus hidup 2

Gejala klinis 3

Patogenesa 4

Diagnosa 4

Epidemiologi 4

Pencegahan, Pengobatan dan Pengendalian penyakit 5

METODE 5

Waktu dan tempat 5

Bahan 5

Alat 5

Prosedur Penelitian 6

Analisis data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada sapi potong di Kecamatan

Cijulang dan Cimerak 8

Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp berdasarkan jenis kelamin dan

umur ternak 10

Tingkat prevalensi infeksi Cryptosporidium sp berdasarkan umur ternak

dengan pewarnaan tahan asam (Ziehl Neelsens) 12

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

(10)

DAFTAR TABEL

1 Tingkat prevalensi infeksi Cryptosporidium sp 8

2 Sistem manajemen peternakan terkait infeksi Cryptosporidium sp di

Kecamatan Cijulang dan Cimerak 8

3 Sistem manajemen ternak berdasarkan sumber air yang digunakan 10 4 Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp berdasarkan jenis kelamin dan

umur ternak 10

5 Nilai Odds ratio yang mempengaruhi infeksi Cryptosporidium sp

berdasarkan jenis kelamin dan umur ternak 11

6 Rata-rata jumlah ookista Cryptosporidium sp per 10 lapang pandang

per ekor sapi berdasarkan umur ternak 12

DAFTAR GAMBAR

1 Siklus hidup Cryptosporidium sp 3

2 Ookista Cryptosporidium sp dibawah mikroskop pembesaran 1000× 12

(11)

PENDAHULUAN

Gerakan pembangunan sektor pertanian di Indonesia dilakukan untuk mengimbangi laju permintaan produk pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat. Program Pencapaian Swasembada Daging Sapi (PSDS) tahun 2014 merupakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan permintaan daging sapi dari hasil produksi dalam negeri (Deptan 2010).

Program swasembada daging sapi dilakukan karena daging sapi merupakan salah satu komoditi pangan yang dinilai berpotensi untuk pemenuhan pangan. Daging sapi merupakan salah satu jenis pangan yang memiliki kandungan gizi dan protein yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan tubuh manusia. Pada kenyataannya, pelaksanaan program swasembada daging sapi 2014 tidak mudah, karena terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terutama dari segi kesehatan. Salah satu masalah dan kendala yang dihadapi adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh Cryptosporidium sp.

Cryptosporidium sp merupakan parasit penyebab kriptosporidiosis pada ternak sapi (Sischo et al. 2000). Penyakit ini dapat menular dari hewan ke manusia begitu juga sebaliknya (zoonosis) dan umumnya terjadi pada ternak sapi yang masih berumur 1 sampai 6 bulan (Silverlas 2010). Kriptosporidiosis menyebabkan gangguan pencernaan, sehingga menimbulkan gangguan pertumbuhan, penurunan bobot badan, penurunan produktivitas dan menyebabkan kematian (CDC 2010). Kerugian lain yang dialami peternak adalah penurunan nilai jual dan membutuhkan biaya tambahan untuk pengobatan, perawatan dan manajemen ternak. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya penyakit kriptosporidiosis perlu diperhatikan manajemen ternak, sanitasi kandang dan peralatan.

Tujuan Penelitian

Mengetahui prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada ternak sapi potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak, Ciamis, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian

(12)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi

Cryptosporidium sp merupakan parasit patogen penyebab kriptosporidiosis. Cryptosporidium sp diklasifikasikan sebagai berikut:

Spesies : Cryptosporidium hominis, C. parvum, C.andersoni, C. bovis, C. canis, C. muris, C. felis, C. wrairi, C. suis, C. baileyi, C. galli, C. varanii, C. serpentis, dan C. molnari (OIE 2008).

C. hominis menyerang manusia, C. parvum menyerang manusia, lembu, dan mamalia lain, C.andersoni dan C. bovis menyerang sapi, C. canis menyerang

Cryptosporidium sp merupakan parasit patogen obligat intraselluler (OIE 2008). Ookista Cryptosporidium sp berukuran 4–6 µm berbentuk bulat telur. Barer dan Wright (1990) menyatakan bahwa ookista Cryptosporidium sp memiliki struktur dinding tunggal dan ganda, yang terdiri dari empat sporozoit berbentuk bulan sabit, bersifat refraktil serta terdiri dari 1–8 granul yang menonjol. Ookista berdinding tunggal tidak ditemukan pada sampel feses atau lingkungan, karena ookista ini melakukan siklus autoinfeksi didalam tubuh induk semang. Ookista berdinding ganda dikeluarkan melalui feses dan bertahan pada lingkungan dalam jangka panjang. Ookista Cryptosporidium sp dapat bertahan hidup di air, lingkungan buruk, suhu rendah dan kondisi lembab (OIE 2004), namun tidak dapat bertahan hidup pada kondisi kering. Ookista Cryptosporidium sp resisten terhadap desinfektan, dan hipoklorit 3 % (OIE 2004).

Siklus Hidup

(13)

3 dinding ookista, dan 6) sporogoni (pembentukan sporozoit infektif dalam dinding ookista) (Keusch et al. 1995 dalam Hannahs 2000).

Ookista Cryptosporidium sp ditransmisikan ke tubuh inang melalui rute fecal-oral (melalui makanan dan minuman) (OIE 2008). Ookista mengandung empat sporozoit infektif. Sporozoit infektif dilepas dan menembus enterosit mikrovili untuk memulai siklus produktif (Barer dan Wright 1990). Sporozoit akan dilapisi oleh membran sel apikal inang di dalam vakuola parasitoporus dan kemudian berdiferensiasi menjadi tropozoit. Tropozoit mendapatkan nutrisi dari induk semang melalui organel feeder yang terlihat seperti lipatan membran.Pada proses pematangan, tropozoit mengalami pembelahan secara aseksual menjadi meront tipe 1 yang berisi 6–8 merozoit. Meront tipe 1 pecah dan melepaskan merozoit ke sel-sel epitel inang yang berdekatan. Merozoit tersebut berkembang menjadi meront tipe I dan meront tipe II yang berisi 4 merozoit.

Meront tipe II mengalami pembelahan menjadi mikrogamet (jantan) dan makrogamet (betina). Mikrogamet dan makrogamet bersatu membentuk ookista. Ookista yang dihasilkan bersporulasi membentuk ookista berdinding tunggal dan ganda. Ookista berdinding tunggal akan melakukan autoinfeksi pada inang, sedangkan ookista berdinding ganda akan keluar dari saluran pencernaan dan menginfeksi inang baru (Fayer 2003).

Gambar 1 Siklus hidup Cryptosporidium sp (Smith et al. 2005)

Gejala Klinis

(14)

4

imunodefisiensi gejala yang timbul lebih parah, yaitu tubuh melemah akibat dehidrasi (dapat kehilangan cairan tubuh hingga 20 liter per hari) (Juranek 1995).

Patogenesa

Kriptosporidiosis ditransmisikan melalui rute fecal-oral (melalui air minum dan makanan) yang terkontaminasi ookista Cryptosporidium sp yang infektif (Smith dan Nichols 2009). Ookista masuk ke usus kecil dan berkembangbiak menjadi sebuah koloni (Taylor et al. 2007). Ookista mengalami tahap perkembangan eksistasi, yaitu pelepasan sporozoit infektif. Sporozoit infektif menempel pada mukosa epitel, kemudian menembus enterosit mikrovili untuk memulai siklus produktif (Barer dan Wright 1990). Sporozoit menginduksi sel-sel mukosa epitel melepaskan sitokin untuk mengaktifkan sel-sel fagosit. Sel-sel fagosit akan melepaskan faktor pelarut histamin, serotonin, adenosin, prostaglandin, leukotrien, dan platelet-activating factor. Faktor pelarut akan meningkatkan sekresi usus (air dan klorida) dan menghambat penyerapan. Hal tersebut menyebabkan kerusakan sel-sel epitel yang mengakibatkan malabsorbsi nutrisi dan terjadi rangsangan terhadap nervus parasimpatis yang meningkatkan gerakan peristaltik usus sehingga timbul gejala diare (Hannah 2000).

Diagnosa

Diagnosa kriptosporidiosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis, Immunofluorescence assay (IFA), Enzyme immunoassay (deteksi antigen), dan Polymerase chain reaction (PCR) (Oyibo et al. 2011). Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan mikroskop elektron atau mikroskop cahaya menggunakan ulas sampel feses hewan yang terkontaminasi Cryptosporidium sp (Soedarto 2003). Pembuatan sampel ulas feses dilakukan dengan metode gula apung sheather dan pewarnaan. Pewarnaan yang digunakan adalah Ziehl Neelsens, dan safranin metilen blue. Pada pewarnaan safranin metilen blue ookista berwarna jingga sampai merah muda dan sporozoit berwarna lebih gelap (Mallinath et al. 2009), sedangkan pada pewarnaan Ziehl Neelsens ookista berwarna merah terang, dan berdinding tebal(Oyibo et al. 2011).

Metode gula apung sheather yaitu metode yang digunakan untuk memeriksa feses yang terkontaminasi ookista dengan cara mencampur feses dengan larutan jenuh natrium klorida atau gula lalu disentrifugasi. Hasil sampel diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis (Smith et al. 2007). Mallinath et al. (2009) menyatakan bahwa morfologi ookista Cryptosporidium spdengan metode gula apung sheather berbentuk bulat atau oval, badan refraktil dengan membran sitoplasma tipis dan granular.

Epidemiologi

(15)

5

Pencegahan, Pengobatan dan Pengendalian Penyakit

Pencegahan dan pengendalian kriptosporidiosis dapat dilakukan dengan memperhatikan manajemen ternak, meliputi sanitasi kandang, menghindari kondisi hewan stres, pakan dan air minum bebas kontaminasi Cryptosporidium sp, serta mengisolasi hewan sakit (Kennedy 2001). Paparan 5% ammonia, 10% garam formol atau 3% hidrogen peroksida selama 18 jam dapat mengurangi infektivitas Cryptosporidium sp (OIE 2004). Ramirez et al. (2004) menyatakan bahwa ookista Cryptosporidium sp dapat dimusnahkan dengan larutan amonia (≥50%), formalin (≥10%) selama 30 menit atau dengan pengeringan.

Pengobatan Kriptosporidiosis pada hewan ternak hingga saat ini masih kurang efektif, karena ookista Cryptosporidium sp bersifat obligat intraseluler sehingga obat sulit mencapai target. Pengobatan Cryptosporidium sp membutuhkan biaya yang cukup tinggi, sehingga menyebabkan kerugian bagi peternak. Taylor et al. (2007) menyatakan bahwa pemberian kolostrum pada 24 jam pertama setelah kelahiran dan memisahkan ternak pedet dengan ternak dewasa akan mengurangi resiko infeksi Cryptosporidium sp. Kolostrum berfungsi untuk meningkatkan sistem kekebalan ternak dan mencegah terjadinya infeksi penyakit.

Ramratman dan Flanigan (1997) menyatakan bahwa terapi suportif efektif pada hewan yang terinfeksi kriptosporidiosis, karena terapi akan mengganti cairan tubuh yang hilang akibat malabsorbsi dan diare. Cairan elektrolit yang digunakan adalah cairan glukosa, sodium bikarbonat dan potassium. Cairan ini dapat diberikan secara peroral maupun intravena.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 sampai Juni 2013 di Laboratorium Protozoologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pengambilan sampel dilaksanakan di Kecamatan Cijulang dan Cimerak, Ciamis, Jawa Barat.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah feses sapi, aquades, gula sheater, larutan Ziehl Neelsens A (pewarna karbol fuchsin), Ziehl Neelsens B (alkohol asam: HCl 3% dalam methanol 95%), dan Ziehl Neelsens C (pewarna biru metilen).

Alat

(16)

6

vial, pipet, lemari pendingin, bunsen, dan rak untuk meletakkan gelas objek saat dipanaskan.

Prosedur Penelitian

Pengumpulan Data

Pengumpulan data ternak sapi potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak, Ciamis, Jawa Barat dilakukan oleh enumerator melalui pengisian kuisioner dengan metode wawancara. Informasi pada kuisioner berisi tentang manajemen pemeliharaan ternak dan sumber air yang digunakan. Responden pada pengumpulan data adalah pemilik atau petugas kandang sapi potong.

Ukuran Sampel

Populasi target dari penelitian ini adalah sapi potong peternakan rakyat di Kecamatan Cijulang dan Cimerak, Ciamis, Jawa Barat. Unit sampling yang digunakan adalah 145 ekor sapi potong dari 77 peternak. Sampel feses diambil dari sapi potong dewasa (>12 bulan), anak (>6 sampai 12 bulan) dan pedet (0 sampai 6 bulan). Pengambilan ukuran sampel dilakukan dengan menggunakan rumus:

Jumlah sampel yang digunakan dihitung dengan asumsi sebagai berikut:  Sensitivitas uji 95%

(17)

7 feses diberi label pada plastik pembungkus, kemudian disimpan di dalam cool box yang berisi es batu untuk dibawa ke laboratorium.

Pemeriksaan Sampel Feses

Pemeriksaan sampel dilakukan dengan metode pengapungan gula sheater, yaitu 1 gram sampel feses diencerkan dengan 14 ml aquades, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Supernatannya dibuang dan sedimennya ditambahkan larutan gula sheater hingga volume menjadi 15 ml, kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Supernatan dikoleksi untuk diperiksa dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 450 kali (Castro et al. 2002), untuk melakukan identifikasi berdasarkan morfologi dan ukuran (Marcelo dan Borges 2002).

Pewarnaan Sampel Feses

Pewarnaan sampel feses dilakukan dengan metode pewarnaan tahan asam (Ziehl Neelsen) yang berfungsi untuk mewarnai ookista Cryptosporidium sp. Pewarnaan Ziehl Neelsens menggunakan larutan Ziehl Neelsens A (pewarna karbol fuchsin), Ziehl Neelsens B (alkohol asam: HCl 3% dalam methanol 95%), dan Ziehl Neelsens C (pewarna biru metilen). Ziehl Neelsens A berfungsi sebagai pewarna utama, Ziehl Neelsens B sebagai peluntur sedangkan Ziehl Neelsens C sebagai pewarna latar. Hasil yang akan didapat pada pewarnaan tahan asam ini adalah Cryptosporidium sp berwarna merah dan sekitarnya berwana biru.

Langkah-langkah pewarnaan Ziehl Neelsens yaitu objek gelas dibersihkan menggunakan alkohol 70% agar terbebas dari lemak. Preparat ulas dibuat dari ookista yang mengapung diatas larutan gula sheather. Preparat ulas dikeringkan di udara kemudian difiksasi diatas nyala api. Teteskan larutan Ziehl Neelsens A pada sediaan yang telah difiksasi, dan dilewatkan di atas api bunsen sampai beberapa kali selama 5–10 menit. Proses pemanasan berfungsi untuk membantu Ziehl Neelsens A terserap kedalam sel. Teteskan larutan Ziehl Neelsens B hingga pewarnaan terlihat pucat (merah muda), lalu cuci pada air mengalir dan keringkan di udara. Proses selanjutnya, teteskan larutan Ziehl Neelsens C sebanyak 2 tetes selama 2–3 menit, lalu cuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Pengamatan dilalukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x.

Analisis Data

(18)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada sapi potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak

Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada sapi potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Tingkat prevalensi infeksi Cryptosporidium sp

Kode Kecamatan Jumlah Sampel Jumlah sampel positif Prevalensi (%)

Cijulang 57 3 5.26

Cimerak 88 17 19.32

Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp di Kecamatan Cimerak (19.32%) lebih tinggi dibandingkan dengan Kecamatan Cijulang (5.26%). Prevalensi di kedua kecamatan tersebut tergolong rendah. Silverlas (2010) menyatakan bahwa infeksi Cryptosporidium sp dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sistem imun, dosis infeksi, dan manajemen ternak. Manajemen ternak yang buruk akan meningkatkan resiko infeksi kriptosporidiosis pada ternak sapi. Menurut Artama et al. (2002) tingkat infeksi Cryptosporidium sp dipengaruhi oleh pencemaran lingkungan, suhu, kelembaban, dan letak wilayah.

Beberapa faktor manajemen ternak penyebab infeksi Cryptosporidium sp antara lain sistem pemeliharaan, frekuensi penggembalaan, alas kandang, dan sumber air yang digunakan. Sistem manajemen peternakan rakyat di Kecamatan Cijulang dan Cimerak disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sistem manajemen peternakan terkait infeksi Cryptosporidium sp di Kecamatan Cijulang dan Cimerak

Manajemen Peternakan Cijulang Cimerak

n n* % n n* %

(19)

9 Menurut hasil data survei kuesioner pada Tabel 2, alas kandang yang digunakan terbagi menjadi tiga, yaitu alas kandang semen, tanah, dan lainnya. Berdasarkan survei penggunaan alas kandang menunjukkan bahwa baik di Kecamatan Cijulang dan Cimerak tergolong buruk. Hal ini dikarenakan tingginya penggunaan alas kandang tanah dan rendahnya penggunaan alas kandang semen di Kecamatan Cijulang dan Cimerak. Castro et al. (2002) menyatakan bahwa ternak yang menggunakan alas kandang tanah memiliki resiko terinfeksi Cryptosporidium sp lebih tinggi dibandingkan dengan ternak yang menggunakan alas kandang semen. Penggunaan alas kandang tanah akan memungkinkan ookista Cryptosporidium sp bertahan hidup lebih lama, karena alas kandang tanah relatif lembab. Office International des Epizooties [OIE] (2004) menyatakan bahwa ookista Cryptosporidium sp dapat bertahan hidup cukup lama pada lingkungan buruk, air, suhu rendah dan kondisi lembab, namun ookista Cryptosporidium sp tidak dapat bertahan lama pada kondisi kering. Ookista Cryptosporidium sp dapat bertahan lama pada lingkungan buruk karena memiliki struktur berdinding ganda (Barer dan Wright 1990).

Sistem pemeliharaan ternak sapi dilakukan dengan tiga cara, yaitu pemeliharaan intensif (dikandangkan terus-menerus), semiintensif (digembalakan pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari), dan ekstensif (digembalakan terus-menerus). Hasil survei pada Tabel 2 menunjukkan bahwa sistem pemeliharaan ternak di Kecamatan Cimerak dan Cijulang tergolong buruk. Tingginya persentase ternak yang dikandangkan terus-menerus dan rendahnya ternak yang digembalakan secara berkala maupun terus-menerus memiliki resiko terinfeksi Cryptosporidium sp lebih tinggi. Muhid (2011) menyatakan bahwa prevalensi infeksi Cryptosporidium sp lebih tinggi pada ternak yang dikandangkan secara terus-menerus, karena umumnya ternak defekasi dan mengkonsumsi pakan dan air pada tempat yang sama. Namun, infeksi Cryptosporidium sp juga dapat terjadi pada ternak yang digembalakan. Ternak yang digembalakan secara semiintensif dan ekstensif akan memungkinkan untuk mengkonsumsi pakan dan air yang telah terkontaminasi Cryptosporidium sp. Selain itu, hewan sakit akan defekasi disembarang tempat, sehingga dapat menularkan kriptosporidiosis pada hewan sehat lain.

Frekuensi membersihkan kandang merupakan salah satu faktor penting untuk diperhatikan, karena berkaitan dengan sanitasi kandang. Sanitasi kandang yang baik akan menurunkan prevalensi kriptosporidiosis. Frekuensi membersihkan kandang di Kecamatan Cimerak dan Cijulang terbagi menjadi dua, yaitu dibersihkan setiap hari dan seminggu sekali. Hasil survei pada Tabel 2 menunjukkan bahwa frekuensi membersihkan kandang di Kecamatan Cimerak dan Cijulang tergolong baik. Frekuensi membersihkan kandang yang teratur dapat mengurangi terjadinya penumpukan kotoran. Penumpukan kotoran umumnya akan menyebabkan kondisi kandang lembab dan basah. Kondisi kandang yang lembab dan basah baik untuk kelangsungan hidup ookista Cryptosporidium sp infektif (OIE 2004).

(20)

10

air sumur gali, air sumur pantek, dan air sungai / telaga / kolam. Air tersebut digunakan sebagai sumber air minum dan air untuk membersihkan kandang.

Tabel 3 Sistem manajemen ternak berdasarkan sumber air yang digunakan Sumber Air Kode

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada Kecamatan Cijulang dan Cimerak, sumber air yang digunakan sudah tergolong baik. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya penggunaan sumber air sumur gali dan sumur pantek dibandingkan penggunaan air sungai / telaga / kolam. Air sumur gali dan air sumur pantek memiliki resiko terkontaminasi Cryptosporidium sp relatif lebih rendah dibanding air sungai / telaga / kolam. Air sungai / kolam / telaga umumnya digunakan sebagai tempat untuk memandikan ternak, sehingga akan meningkatkan pencemaran ookista Cryptosporidium sp infektif. Kondisi lingkungan sungai / kolam / telaga yang basah dan cukup lembab akan memungkinkan ookista Cryptosporidium sp untuk bertahan hidup selama berbulan-bulan (OIE 2004).

Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp berdasarkan jenis kelamin dan umur ternak

(21)

11

- Jantan vs Betina 0.348 0.298 0.24-3.733 0.440 0.431 0.051-3.652

Umur

- Pedet vs Anak 0.999 1.243 0.000 0.308 2.538 0.424-15.211

- Pedet vs Dewasa 0.999 9.503 0.000 0.951 1.053 0.199-5.577

- Anak vs Dewasa 0.832 1.308 0.109-15.679 0.151 2.410 0.725-8.017

Keterangan : uji Regresi logistik: uji Regresi logistik: * signifikan (p<0.05).

a

P: P- value, OR: Odds ratio, SK: Selang Kepercayaan.

Prevalensi infeksi Cryptosporidium sp secara deskriftif berdasarkan jenis kelamin ternak pada Kecamatan Cijulang menunjukkan bahwa sapi betina (4.08%) lebih rendah dibandingkan dengan sapi jantan (12.5%), sedangkan pada Kecamatan Cimerak sapi betina (20.51%) lebih tinggi dibandingkan dengan sapi jantan (10%) (Tabel 4). Hasil (Tabel 4) kemudian dianalisis secara statistika, yang menunjukkan bahwa hewan jantan dan betina tidak berbeda nyata (P>0.05) baik di Kecamatan Cijulang dan Cimerak (Tabel 5). Hasil tersebut sesuai dengan Nasir et al. (2009) yang menyatakan bahwa hewan betina dan jantan memiliki resiko terinfeksi Cryptosporidium sp tidak berbeda nyata, karena sistem pertahanan tubuh yang sama. Akan tetapi, hasil pada Tabel 5 berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayenmode dan Benjamin (2010) yang menyatakan bahwa hewan betina memiliki resiko terinfeksi dua kali lebih besar dibandingkan hewan jantan (OR: 2.847, SK: 1.755-4.618). Penyebab betina lebih beresiko terinfeksi Cryptosporidium sp dibandingkan jantan masih belum diketahui, kemungkinan hal tersebut berkaitan dengan adanya masa kebuntingan dan masa laktasi pada hewan betina (Ayenmode dan Benjamin 2010).

(22)

12

Tingkat prevalensi infeksi Cryptosporidium sp berdasarkan umur ternak dengan pewarnaan tahan asam (Ziehl Neelsens)

Pewarnaan Ziehl Neelsens dilakukan sebagai pemeriksaan lanjutan dari pemeriksaan natif. Pewarnaan ini dilakukan untuk megurangi adanya positif palsu pada pemeriksaan natif dan juga untuk melihat perbandingan jumlah parasit berdasarkan umur ternak. Sampel feses yang telah diperiksa secara natif dan mendapat hasil positif akan dilanjutkan dengan pewarnaan Ziehl Neelsens, kemudian diperiksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 1000×. Pada pewarnaan Ziehl Neelsens menunjukkan bahwa morfologi ookista Cryptosporidium sp berwarna merah padat dengan latar belakang biru tua.

Gambar 2 Ookista Cryptosporidium sp (kiri) hasil penelitian dengan pewarnaan Ziehl Neelsens, pembesaran 1000×, dan kanan gambar referensi (Pinge et al. 2004).

Tabel 6 Rata-rata jumlah ookista Cryptosporidium sp per 10 lapang pandang per ekor sapi berdasarkan umur ternak

Umur n Rata-rata jumlah ookista Cryptosporidium sp per 10 lapang pandang per ekor sapi

Pedet 2 12. 50±2.12a

Anak 7 9.14±9.73a

Dewasa 11 5.54±2.54a

Keterangan : uji ANOVA dengan uji lanjut Duncan; huruf kecil superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan hasil berbeda nyata, (p<0.05).

Rataan jumlah ookista Cryptosporidium sp berdasarkan uji statistika yang disajikan pada Tabel 5 menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (p>0.05). Menurut Garcia (2001) jumlah ookista di 20 bidang yang dipilih secara acak pada 1000× pembesaran, dikategorikan menjadi empat yaitu tidak ditemukan ookista dinyatakan negatif, 1-5 ookista dinyatakan positif namun kategori sedikit, 6-10 kategori sedang, lebih dari 10 tergolong relatif tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa rataan jumlah ookista Cryptosporidium sp per 10 lapang pandang per ekor sapi di Kabupaten Ciamis tergolong relatif tinggi.

(23)

13 daerah dataran tinggi adalah 19,32 ookista/gram (16,79−21,85 ookista/gram) dan pada dataran rendah adalah 4,88 ookista/gram (2,51−7,25 ookista/gram) (Artama et al. 2005).

SIMPULAN

Tingkat prevalensi infeksi Cryptosporidium sp pada ternak sapi potong di Kecamatan Cijulang dan Cimerak tergolong rendah. Umur dan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap infeksi Cryptosporidium sp. Rataan jumlah ookista Cryptosporidium sp pada ternak pedet, anak, dan dewasa tidak berbeda nyata. Manajemen peternakan berdasarkan sistem pemeliharaan ternak, frekuensi membersihkan kandang, dan sumber air yang digunakan sudah cukup baik, namun berdasarkan penggunaan alas kandang, peternak masih menggunakan alas kandang tanah.

SARAN

(24)

14

DAFTAR PUSTAKA

Artama K, Cahyaningsih U, Sudarnika E. 2005. Prevalensi infeksi Cryptosporidium parvum pada sapi bali di dataran rendah dan dataran tinggi di Kabupaten Karangasem Bali [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ayinmode BA, Benjamin OF. 2010. Prevalence of Cryptosporidium infection in

cattle from South Western Nigeria. Vet archive. 80(6):723-731.

Barer MR, Wright AW. 1990. Cryptosporidium and Water. United Kingdom (UK): University of Newcastle upon Tyne. hlm 271-277.

Castro HJA, Losadaand YAG, Aresmazas E. 2002. Prevalence of and risk factor invold in the spread of neonatal bovine Cryptosporidiosis in Galacia (NW Spain). Vet Parasitol. 106(1):1-10.

[CDC] Center for Disease Control and Prevention. 2010. Parasite-Cryptosporidium. America serikat (US) [Internet]. [diunduh 2013 Mei 18]. Tersedia pada: http://www.cdc.gov/pa rasites/crypto.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2010. Blue Print Program Swasembada Daging Sapi Tahun 2014. Departemen Pertanian Republik Indonesia (ID). 122 hlm. Fayer R. 2003. Basic Biology of Cryptosporidium parvum. United State (US):

Kansas State University [Internet]. [diunduh 2013 Mei 10]. Tersedia pada: http://www.ksu.edu/par asitology/basicbio.

Faubert GM, Litvinsky Y. 2000. Natural transmission of Cryptosporidium parvum between dams and calves on a Dairy Farm. J Parasitol. 86(3):495-500. Garcia LS. 2001. Diagnostic Medical Parasitology 4th ed. Washington DC (US):

ASM Press. Di dalam: Ayinmode BA, Benjamin OF. 2010. Prevalence of Cryptosporidium infection in cattle from South Western Nigeria. Vet archive. 80(6):723-731.

Hannah G. 2000. Cryptosporidium parvum: an Emerging Pathogen. Ohio (US): Kenyon College [Internet]. [diunduh 2013 Juni 4]. Tersedia pada: http://biology.kenyon.edu/slonc/bio38/hannahs/crypto.htm.

Juranek DD. 1995. Cryptosporidiosis: Source of Infection and Guidelines for Prevention. Clinical Infectious Disease. 21 Suppl1: S57-61.

Kennedy MD. 2001. Coccidiosis in Cattle [Internet]. [diunduh 2013 Juni 4].

Tersedia pada:

http://www1.agric.gov.ab.ca/$department/deptdocs.nsf/all/agdex3455. Keusch GT, Hamer D, Joe A, Kelley M, Griffiths J, Ward H. 1995.

Cryptosporidia: Who is at Risk?. Schweiz Med Wochenschr. 125(18):899-908. Di dalam: Hannah G. 2000. Cryptosporidium parvum: an Emerging Pathogen. Ohio (US): Kenyon College [Internet]. [diunduh 2013 Juni 4]. Tersedia pada: http://biology.kenyon.edu/slonc/bio3 8/hannahs/crypto.htm. Mallinath RHK, Chikkachowdappa PG, Ananda KJG, Placid ED. 2009. Studies

on the prevalence of cryptosporidiosis in bovinus in organized dairy farms in and around Bangalore. South India (IN): Veterinary College.

Marcelo S, Borges AS. 2002. Some Aspects of Protozoan Infections in Immunocompromised Patients-A Review. Rio de janeiro (BR): Mem Inst Oswaldo Cruz. 97(4):443-457.

(25)

pre-15 weaned and post-weaned calves in Johor, Malaysia. Exp Parasitol. 127:534-538.

Nasir A, Avais M, Khan MS, Ahmad N. 2009. Prevalence of Cryptosporidium parvum infection in Lahore (Pakistan) and its association with diarrhea dairy calves. Int J Agric Biol. 11:221-224.

Nizeyi JB, Cranfield MR, Graczyk TK. 2002. Cattle near the Bwindi Impenetrable National Park, Uganda, as a reservoir of Cryptosporidium parvum and Giardia duodenalis for local community and freeranging gorillas. J. Parasitol. 88(4):380−385.

[OIE] Office International des Epizooties Collaborating Center Iowa State University College of Veterinary Medicine. 2004. Cryptosporidiosis. United State (US): Iowa State University.

[OIE] Office International des Epizooties. 2008. OIE Terrestrial Manual Chapter 2.9.4: Cryptosporidiosis [Internet]. [diunduh 2013 Juni 6]. Tersedia pada: http://www.oie.int/fileadmin/Home/eng/Healthstandards/tahm/2.09.04CRPT O.pdf.

Ojuromi T. 2011. Diagnosis of Intestinal Cryptosporidiosis in Africa: Prospect and Challenges. Nigeria (NG): Lagos State University.

Oyibo WA, Okangba CC, Obi RK, Nwanebu FC, Ojuromi T. 2011. Diagnosis of Intestinal Cryptosporidiosis in Africa: Prospect and Challenges. Nigeria (NG): Lagos State University.

Pinge VS, Douglas C, Antony W. 2004. Cyclospora infection masquerading as coeliac disease. Med J. 180(6):295-296.

(26)

16

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Siklus hidup Cryptosporidium sp (Smith et al. 2005)
Tabel 1  Tingkat prevalensi infeksi Cryptosporidium sp
Tabel 3  Sistem manajemen ternak berdasarkan sumber air yang digunakan
Gambar 2 Ookista  Cryptosporidium sp (kiri) hasil penelitian dengan pewarnaan

Referensi

Dokumen terkait

Pemberdayaan masyarakat desa merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melalui beberapa kegiatan antara lain peningkatan prakarsa dan swadaya

Dengan demikian, dengan diperolehnya hasil pengaruh signifikan dari pengujian pengaruh corporate governance dalam memoderasi pengaruh CSR terhadap nilai

Sehubungan dengan hasil refleksi di atas, maka dalam pelaksanaan tindakan pada siklus kedua di- lakukan perbaikan-perbaikan dengan (a) membentuk kelompok didasarkan pada

Puji Syukur kepada Tuhan, penulis ucapkan karena skripsi dengan judul “Pengaruh Pengalaman, Tekanan Ketaatan, Kompleksitas Tugas, Effort, Gender Terhadap. Audit Judgement

ABSTRAK : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh multi media pembelajaran interkatif terhadap hasil belajar kognitif peserta didik pada subkonsep dampak kerusakan

- OTONOMI DAERAH, PEMERINTAHAN UMUM, ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH, PERANGKAT DAERAH, KEPEGAWAIAN DAN

Dikarenakan belum adanya aturan perundangan ( Hukum Positif ) yang mengatur transaksi perdagangan dengan model transaksi elektronik ( Electronic Commerce ) tersebut maka

Karena usaha ini sepenuhnya dikelola oleh kelompok, maka ketersediaan SDM sudah dapat terpenuhi dengan ketersediaan anggota kelompok ditambah dengan kegiatan pembelajaran