• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun Alat Ukur Particulate Matter < 10 Μm (Pm10) Berbasis Cyclone Separator Dan Particle Counter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rancang Bangun Alat Ukur Particulate Matter < 10 Μm (Pm10) Berbasis Cyclone Separator Dan Particle Counter"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN ALAT UKUR

PARTICULATE MATTER

< 10

µ

m (PM10) BERBASIS

CYCLONE SEPARATOR

DAN

PARTICLE COUNTER

RADY PURBAKAWACA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rancang Bangun Alat Ukur Particulate Matter < 10 µm (PM10) Berbasis Cyclone Separator dan

Particle Counter adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Rady Purbakawaca

(4)

RINGKASAN

RADY PURBAKAWACA. Rancang Bangun Alat Ukur Particulate Matter < 10 µm (PM10) Berbasis Cyclone Separator dan Particle Counter. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO, SATYANTO KRIDO SAPTOMO, dan MAMAT RAHMAT

Partikel yang memiliki ukuran diameter kurang dari 10 µm (PM10) telah menjadi permasalahan utama pada pemantauan kualitas udara karena berkontribusi terhadap berbagai penyakit. Semakin tinggi konsentrasi PM10 di udara maka efeknya terhadap kesehatan akan semakin parah. Pemantauan konsentrasi PM10 di udara dapat menentukan kategori kualitas udara tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendesain instrumen pemantau PM10 yang mudah dibawa, mudah digunakan, dan dapat mengeluarkan hasil secara simultan.

Alat ukur pada penelitian ini menggunakan particle counter PPD42NS dan

cyclone separator tipe 2D2D. Cyclone berfungsi memisahkan PM10 dari udara yang masuk melewati pompa vakum, sedangkan particle counter berfungsi untuk mendeteksi PM10. Kemampuan cyclone dalam menseparasi ukuran partikel ditentukan melalui geometri dan laju alir volume pompa vakum. Laju alir diatur pada 0.7 L/menit untuk mengoptimalkan performa cyclone dalam memisahkan PM10. Pengujian kemampuan cyclone dalam menseparasi ukuran partikel dilakukan di tiga tempat yang berbeda yaitu daerah dengan konsentrasi PM10 rendah, sedang, dan tinggi. Uji particle size analyzer (PSA) menunjukkan bahwa

cyclone dapat membedakan ukuran rata-rata partikel dalam tiga kondisi tersebut. Setelah keluar dari outlet cyclone, PM10 akan dicacah oleh PPD42NS selama 30 detik.

Konsentrasi PM10 yang terukur oleh PPD42NS dikonversi menjadi konsentrasi massa menggunakan sistem elektronik dan akuisisi data dengan kerapatan massa 1.65 g/cm3. Perhitungan konsentrasi tersebut menggunakan laju alir volume hisap yang telah dikoreksi dengan metode normalisasi. Pengkoreksian ini menggunakan data tekanan dan temperatur udara dari sensor BMP085 dan DHT22. Hasil uji performa setiap komponen di dalam sistem alat ukur konsentrasi PM10 menunjukkan hasil yang baik sehingga alat tersebut dapat diimplementasikan sebagai alternatif pengukuran PM10. Integrasi keseluruhan komponen alat ukur PM10 telah diuji selama 24 jam di daerah pemrosesan kayu dan hasil menunjukkan konsentrasi PM10 sebesar 278.5 µg/cm3 sehingga kualitas udara daerah tersebut masuk ke dalam kategori tidak sehat.

(5)

SUMMARY

RADY PURBAKAWACA. Design of PM10 Measurement System Using Cyclone

Separator and Particle Counter. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO, SATYANTO KRIDO SAPTOMO, and MAMAT RAHMAT

Particle with diameter size less than 10 µm (PM10) has been a major concern on air quality monitoring due to its contribution to many illness. Higher PM10 concentration in the air will lead to bigger effect to human health. PM10 concentration monitoring in the air will help to define the air quality. This study was aimed to design a portable, easy to use, and real time PM10 concentration measurement system.

Instrument in this research using particle counter PPD42NS and cyclone separator type 2D2D. Cyclone has a function to separate PM10 from the air that was sucked by vacuum pump, while particle counter was used to detect PM10. Cyclone capability on particle size separation was defined by geometry and volume flow rate of vacuum pump. Flow rate was set 0.7 L/minute to optimize cyclone performance to separate PM10. The performance measurement was carried out at three different location which are area with lower, medium, and high PM10 concentration. Particle size analyzer (PSA) test result showed that cyclone can differentiate particle average size on that three conditions. After exit the cyclone through outlet, PM10 will be counted by PPD42NS about 30 second.

PM10 concentration from PPD42NS was converted to mass concentration using electronic system and data acquisition with mass density 1.65 g/cm3. Calculation of mass concentration used volume flow rate that has corrected by normalization method. This correction used pressure and temperature data from sensor BMP085 and DHT22. All components performance were tested about 24

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

i

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains

pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

RANCAN G BANGUN ALAT UKUR

PARTICULATE MATTER

< 10

µ

m (PM10) BERBASIS

CYCLONE SEPARATOR

DAN

PARTICLE COUNTER

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)

ii

(9)
(10)
(11)

v

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil'alamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 sampai Mei 2015 ini ialah pemantauan kualitas udara, dengan judul Rancang Bangun Alat Ukur Particulate Matter < 10 µm (PM10) Berbasis Cyclone

Separator dan Particle Counter.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Arief Sabdo Yuwono, Dr. Satyanto K. Saptomo dan Dr. Mamat Rahmat selaku komisi pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Bambang selaku laboran di Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua, keluarga, dan rekan-rekan mahasiswa/i teknik sipil dan lingkungan yang senantiasa memberikan motivasi, saran dan bimbingannya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri saya Kania Nur Sawitri yang telah banyak menginspirasi, mendukung, memberikan motivasi, dan memberikan semangat disaat segalanya sulit sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

(12)
(13)

vii

Efek PM10 Terhadap Kesehatan 6

Cyclone Separator 7

Particle Counter PPD42NS 9

METODE 11

Hasil Pengujian Particle Counter PPD42NS 22

Hasil Pengujian Sensor BMP085 dan DHT 22 23

Hasil Pengujian Alat Ukur PM10 25

SIMPULAN DAN SARAN 26

DAFTAR PUSTAKA 27

(14)

viii

DAFTAR TABEL

1 Bentuk dan komponen penyusun partikulat 5

2 Kategori ISPU untuk PM10 udara ambien 6

3 Geometri cyclone separator 9

4 Spesifikasi PPD42NS 10

5 Data uji performansi pompa vakum 20

DAFTAR GAMBAR

1 Perbandingan ukuran partikel dengan helaian rambut dan pasir

pantai (Sulaiman et al. 2005) 4

2 Bagian cyclone separator 7

3 Skema (a) grid (b) cyclone separator (Wang et al 2003) 9 4 PPD42NS (a) bagian dalam dan (b) sistem pendeteksian 10

5 Rangkaian elektronik PPD42NS 10

6 Diagram alir prosedur penelitian 12

7 Konsep sistem pengukuran PM10 12

8 Cyclone separator (a) model 3D (b) simulasi CFD (Rahmat, 2011) 13

9 Skema uji kinerja cyclone separator 13

10 Sistem elektronik dan akuisisi data 14

11 Skema rangkaian minimun sistem ATmega 328 14

12 Skema rangkaian sensor particle counter PPD42NS 15

13 Skema rangkaian sensor BMP085 dan DHT22 15

14 Diagram pin RTC DS1307 (Data Sheet IC RTC DS1307) 16

15 Skema rangkaian LCD 2x16 16

16 Skema rangkaian (a) pengendali motor DC dan (b) pompa vakum 17

17 Diagram alir pengujian pompa vakum 18

18 Integrasi sistem mekanik dan elektronik 19

19 Diagram alir perhitungan konsentrasi PM10 19

20 Hubungan (a) PWM terdapap ADC dan (b) laju alir volume hisap

terhadap PWM 21

21 Distribusi ukuran PM10 di (a) Lab. Wageningan, (b) Jalan Raya

Dramaga, dan (c) pengolahan kayu Ciampea 22

22 Konsentrasi debu di kondisi (a) isolasi, (b) terbuka, (c) asap, dan (d)

pengujian particle counter PPD42NS 23

23 Komparasi sensor BMP085 dan DHT22 (a) temperatur, (b) tekanan udara, (c) kelembaban relatif udara, pengukuran (24 jam) (d) temperatur dan tekanan udara, (e) kelembaban relatif udara, dan (f)

pabrikasi BMP085 dan DHT22 24

24 Temperatur dan tekanan udara saat pengujian normalisasi (a) Nilai laju alir volume hisap aktual (b) dan setelah normalisasi 25 25 (a) Konsentrasi PM10 PPD42NS, (b) transformasi konsentrasi PM10,

(15)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

1 Baku mutu pencemaran udara berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 32

2 Lokasi Pengukuran PM10 33

3 Skema rangkaian sistem elektronik dan akuisisi data PM10 34

4 Desain box enclosure 35

5 Skema Rangkaian Elektronik Alat Ukur PM10 36

6 Rangkaian minumum sistem PM10 37

7 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No.

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Udara yang dihirup oleh makhluk hidup dikenal dengan kualitas udara ambien yang harus dijaga kualitasnya agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Pencemaran udara ambien dapat terjadi secara alamiah maupun akibat aktivitas manusia. Pencemaran udara secara alamiah disebabkan oleh bencana alam seperti meletusnya gunung berapi dan kebakaran hutan. Pencemaran udara akibat aktivitas manusia antara lain oleh kegiatan rumah tangga, industri, transportasi dan aktivitas lainnya. Bahan pencemar yang lepas ke udara dalam jumlah besar dapat menyebabkan iritasi mata, penyakit pernapasan, menurunkan laju alir oksigen dalam darah, dan kanker (Genc et al. 2012; Shuhaili et al. 2013). Oleh sebab itu pengelolaan kualitas udara dan pengendalian pencemaran udara perlu dilakukan agar bahan pencemar yang dilepas ke udara ambien dapat dikendalikan.

Indikator yang dipakai untuk mengetahui kondisi kualitas udara ambien salah satunya adalah indeks standar pencemaran udara (ISPU). ISPU adalah angka tanpa satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu berdasarkan dampaknya terhadap kesehatan manusia, nilai estetika, dan makhluk hidup lainnya (Kep-45 MENLH 1997). Parameter pencemaran udara yang termasuk di dalam ISPU yaitu partikulat berukuran kurang dari 10 µm (PM10), Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2) dan Ozon (O3).

Salah satu parameter pencemaran udara yang memiliki dampak sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia adalah PM10. Hasil penelitian yang dilakukan oleh pakar kesehatan masyarakat menunjukkan bahwa PM10 merupakan zat pemicu timbulnya infeksi saluran pernafasan karena partikel padat PM10 dapat mengendap pada bronki dan alveoli, sehingga PM10 memiliki daya rusak lebih besar bagi kesehatan manusia dibandingkan pencemar udara lain hingga dapat menebabkan kematian (Fauzi et al. 2013). PM10 dihasilkan dari proses pengereman, abrasi ban dengan jalan, resuspensi debu jalan dan tanah, serta proses lainnya (Malina 2012).

Salah satu aspek penting dalam upaya mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh PM10 adalah pengukuran konsentrasi PM10 di udara ambien. Berdasarkan PP No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pengukuran konsentrasi PM10 dilakukan dengan metode gravimetri dengan alat

High Volume Air Sampler (HVAS). Prinsip kerjanya adalah udara dihisap melalui penyaring di dalam shelter dengan menggunakan pompa vakum laju alir tinggi sehingga partikel terkumpul di permukaaan penyaring. Jumlah pertikel yang terakumulasi di dalam penyaring selama periode waktu tertentu dianalisis secara gravimetrik (SNI-19-7119.3 2005). Namun, pengukuran PM10 menggunakan HVAS memiliki beberapa kelemahan, yaitu penggantian filter, penurunan laju alir pompa vakum, biaya operasional mahal, membutuhkan persiapan dan perlakuan khusus serta analisis hasil yang kurang praktis.

(18)

2

pengukuran konsentrasi PM10 dengan resolusi tinggi. Peralatan ini diaplikasikan sejak tahun 1999 di 10 kota di Indonesia (Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Medan, Pekanbaru, Jambi, Pontianak, dan Palangkaraya) dalam upaya pengelolaan kualitas udara dan pengendalian pencemaran udara yang dilakukan oleh Kementrian Lingkungan Hidup RI (KLH 2011). Namun, dalam pengoperasian PM10 analyzer timbul permasalahan dari segi teknis berupa sulitnya pembelian spare part yang telah rusak dan keterbatasan jumlah personil dalam mengoperasikan alat tersebut. Sehingga diperlukan alat ukur PM10 yang mudah dioperasikan, realtime, dan ekonomis.

Implementasi particle counter dalam pengukuran konsentrasi partikulat telah dikaji secara intensif selama beberapa tahun terakhir karena sifatnya yang mudah dibawa, mudah dioperasikan, biaya operasional murah, dan mampu mengukur konsentrasi partikel dengan cepat. Particle counter yang banyak digunakan begitu juga dalam penelitian ini adalah sensor PPD42NS dari Shinyei Corporation. Sensor ini dapat mengukur kadar partikel di udara dengan ukuran minimum 1 µm tetapi ukuran maksimum partikel tidak ditentukan secara spesifik dan hal ini menjadi masalah utama dalam penggunaannya. Hampir semua penelitian sebelumnya mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan data dari alat yang tersedia secara komersil kemudian dikomparasi dengan data asli mereka. Contohnya, Holstius et al. (2014) menggunakan particle counter PPD42NS dikomparasi dengan data PM2.5 rata rata selama 24 jam dari alat referensi, Seto et

al. (2014) mengkarakterisasi particle counter PPD42NS di kondisi lapangan dan dibandingkan dengan instrumen referensi, sedangkan Prabakar et al. (2015) mengevaluasi kualitas udara dalam ruangan dengan membandingkan data dari Dylos DC1100 pro.

Di sisi lain, separasi cyclonic adalah metode pemisahan partikulat dari udara dan gas dengan metode separasi vortex. Cyclone separator dalam dunia industri digunakan pada tahap awal dalam aplikasi pengendalian polusi yang disebabkan oleh zat partikulat karena biaya operasional yang murah. Cyclone separator tidak menggunakan media penyaring dan bagian yang bergerak, sehingga penurunan tekanan dan kebutuhan perbaikan cenderung rendah (Elsayed dan Lacor, 2009). Pabrikasi cyclone separator telah dilakukan oleh banyak peneliti. Kajian perhitugan numerik mengenai pola laju alir dalam lapple cyclone separator telah dilakukan oleh Wang et al. (2003). Dia mengajukan model yang mendukung kajian mengenai kondisi operasional, geometri cyclone dan karakter partikel dimana hal tersebut penting untuk meningkatkan kemampuan cyclone mensparasi partikel di udara. Berdasarkan masalah yang dihadapi dalam pemanfaatan particle counter PPD42NS dalam pengukuran konsentrasi PM10 maka penelitian ini memanfaatkan cyclone separator untuk mensparasi PM10 dari udara.

Perumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah konsep perancangan pabrikasi

(19)

3 dideteksi oleh karena itu penelitian ini mengintegrasikan PPD42NS dengan

cyclone sedangkan konsep penginterasian kedua alat ini belum pernah ada. Berdasarkan SNI-19-7119.3 2005 perlu dilakukan koreksi laju alir volume hisap sehingga diperlukan data temperatur dan tekanan. Kedua data didapatkan dari sensor BMP085 dan DHT22. Permasalahan terakhir adalah bagaimana menyatukan cyclone, particle counter PPD42NS, sensor BMP085, dan sensor DHT22 menjadi satu sistem yang utuh sehingga dapat menyajikan data konsentrasi PM10 secara real time dan kontinyu.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membuat alat ukur PM10 yang mampu menampilkan hasil pengukuran secara simultan dan kontinyu menggunakan cyclone separator dan particle counter PPD42NS.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi dalam pengembangan alat ukur konsentrasi PM10. Selain itu juga, alat ukur PM10 ini dapat dimanfaatkan oleh akademisi, instansi pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan untuk kegiatan pemantauan dan pengelolaan kualitas udara.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah pabrikasi cyclone separator, sistem pompa vakum, merancang sistem pengukuran PM10 dan akuisisi data, membuat algoritma dan program alat ukur PM10, merancang desain dan pabrikasi alat ukur PM10, serta mengukur konsentrasi PM10 pada waktu dan lokasi tertentu. Pengujian sistem akhir tidak dibandingkan dengan alat komersil.

TINJAUAN PUSTAKA

Pencemaran Udara

Udara adalah campuran beberapa macam komponen gas. Komposisi udara bersih yang dapat mendukung kehidupan manusia adalah 78% N2, 20% O2, 0.93% Ar, 0.03% CO2 dan sisanya terdiri dari Ne, He, CH4 dan H2 (Gestrudis 2010). Berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

(20)

4

aktivitas manusia seperti kegiatan pabrik dan aktivitas kendaraan bermotor. Menurut WHO (2005), sumber polusi udara berdasarkan dimensinya dibagi menjadi tiga kategori yaitu sumber titik (dimensi 1x1 km), sumber garis (sumber titik yang bergerak), dan sumber luasan (sumber yang menyebar dan membentuk agregat di suatu luasan).

Polusi udara berdasarkan tempat pembangkitannya dibagi menjadi polusi udara luar ruangan dan polusi udara dalam ruangan (Shi 2011). Konsentrasi polutan dalam ruangan bergantung pada karakteristik konstruksi bangunan, keberadaan sumber pembangkit polutan (Tsai et al. 2000), dan ventilasi yang menghubungkan dengan polusi udara luar ruangan (Sulaiman et al. 2005). Polusi udara luar ruangan dapat dibangkitkan dari aktivitas industri dan emisi transportasi. Polutan berdasarkan proses terbentuknya dibagi menjadi polutan primer dan polutan sekunder (Shi 2011). Polutan primer adalah polutan yang diemisikan secara langsung melalui sumber polusi udara seperti CO, SO2, debu, dan jelaga. Sifat polutan primer secara kimia-fisik termasuk stabil oleh karena itu polutan ini memiliki waktu paruh yang tinggi (Seinfeld 2006). Semakin tinggi waktu paruh maka semakin lama waktu yang dibutuhkan polutan tersebut untuk berkurang setengah dari jumlah awalnya artinya semakin lama polutan tersebut mencemari udara. Polutan sekunder adalah polutan yang dihasilkan dari reaksi kimia campuran beberapa polutan primer yang terjadi dalam lingkungan atmosfer seperti NO2, O3, dan aerosol.

Karakteristik Particulate matter

Particulate Matter (PM) atau yang dikenal dengan zat partikulat adalah partikel campuran padatan dan droplet cairan yang berada di udara (WHO 2006). ). Representasi ukuran partikulat dapat dilihat pada Gambar 1 (Sulaiman et al. 2005). Menurut BPLHD Jabar (2007) partikulat tersusun dari beberapa macam komponen dan bentuk. Menurut Lipfert (1996) yang termasuk golongan partikulat adalah asap, debu, total suspended particulate (TSP), dan inhable particulate (IP). Partikulat mempunyai karakteristik umur yaitu lama tersuspensinya partikulat tersebut di udara. Umur partikulat dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan, densitas partikulat, dan aliran udara (Sastrawijaya 2000). Partikel yang berada di udara dalam waktu yang lama dapat menjadi penyebab gangguan kesehatan.

(21)

5 Tabel 1 Bentuk dan komponen penyusun partikulat

N o. Komponen Bentuk

Berdasarkan sifatnya, PM terbagi menjadi tiga kelompok utama: partikel kasar (coarse particle), partikel halus (fine particle), dan partikel sangat halus (ultrafine particle). Partikel kasar (berdiameter 2.5-10 μm) berasal dari sumber alami sedangkan partikel halus (berdiameter 0.1-2.5 μm) dan sangat halus (berdiameter < 0.1 μm) berasal dari gas buang kendaraan dan aktivitas perindustrian. Semakin kecil ukuran PM maka semakin mudah memasuki jantung dan terdeposit dalam bronkiolus dan alveolus.

PM memiliki variasi dalam ukuran, komposisi, dan asal pembangkitan tetapi PM lebih umum diklasifikasikan melalui ukuran karena ukuran PM menentukan sistem transport dan pelepasan partikel dari udara yang kemudian terdeposisi dalam sistem pernapasan (Shi 2011). Variasi ukuran PM antara lain PM2.5, PM10, PM20, dan PM30. Partikulat dengan diameter aerodinamik lebih kecil dari 10 μm disebut respirable particulate matter (RPM).

Baku mutu PM10

Setiap negara mempunyai pedoman tersendiri untuk mengklasifikasikan beberapa level PM10 berdasarkan kondisi di negara masing-masing. Secara umum, setiap pedoman tersebut harus menyertakan level maksimum untuk setiap polutan. Level maksimum harus diukur melalui dua cara yaitu konsentrasi rata-rata selama 24 jam dan konsentrasi rata-rata selama satu tahun (Shi 2011). Pedoman kemudian digunakan dalam upaya legislatif untuk pengendalian pencemaran udara sehingga dapat mengurangi dampak kesehatan yang ditimbulkan.

(22)

6

tentang Indeks Standar Pencemaran Udara dan Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997 tentang Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemaran Udara. Kategori ISPU diperlukan untuk menentukan tingkat bahaya konsentrasi suatu polutan selama waktu tertentu.

Tabel 2 Kategori ISPU untuk PM10 udara ambien

ISPU PM10

201-300 351-420 Sangat tidak sehat

Sensitivitas meningkat pada pasien berpenyakit asma dan bronchitis

>300 >420 Berbahaya Tingkat berbahaya bagi semua populasi yang terpapar

Efek PM10 Terhadap Kesehatan

Salah satu akibat yang ditimbulkan oleh pencemaran udara adalah munculnya penyakit saluran pernapasan dan penyakit kulit. Saluran pernapasan yang dimaksud adalah paru-paru, rongga pleura, saluran bronkial, trakea, saluran pernafasan bagian atas, saraf, dan otot-otot pernapasan. Gangguan kesehatan yang timbul bergantung pada jenis dan konsentrasi zat, lama pemaparan, dan ada atau tidaknya kelainan saluran pernapasan sebelumnya (Pujiastuti et al. 2013).

Efek yang ditimbulkan polusi udara dalam ruangan lebih besar dibandingkan polusi udara luar ruangan. Hal ini karena polusi udara dalam ruangan berhubungan dengan faktor-faktor biologis seperti virus, bakteri dan hewan peliharaan. Penyakit yang ditimbulkan oleh polusi udara dalam ruangan disebut dengan the sick building syndrome (SBS) seperti asma, dermatitis, rinitis, sakit kepala dan iritasi mata (Sulaiman 2005).

(23)

7 Currie et al. (2009) menyatakan bahwa polusi udara dapat berdampak pada kesehatan janin yang akhirnya menurunkan berat dan kecerdasan otak bayi. Menurut Kementrian Kesehatan (2010), Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan penyakit penyebab kematian terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita di Indonesia. Berdasarkan data penelitian oleh Dinkes pada tahun 2007 mengenai pola penyakit rawat jalan umur 1-4 tahun Kabupaten Bogor, ISPA menempati urutan tertinggi yaitu di rumah sakit 29.42% dan di Puskesmas 11.68%. Sedangkan pada data pola penyakit kasus rawat inap umur 1-4 tahun di rumah sakit, ISPA berada di urutan ke empat yaitu 7.91% (Gestrudis 2010).

Penyakit kardiovaskular yang lebih spesifik, seperti serangan jantung, perubahan komposisi darah, dan perubahan laju dan variabilitas detak jantung ditemukan berhubungan dengan paparan PM. Dalam kajian 10 kota di USA, Schwartz (2000) melaporkan bahwa perubahan konsentrasi PM10 sebesar 10 μg/m3 berhubungan dengan 0.7% kenaikan kematian harian (Bart 2004).

Cyclone Separator

Cyclone separator adalah alat yang digunakan untuk memisahkan partikel padat dari aliran udara dengan memanfaatkan gaya setrifugal dan gaya gravitasi.

Cyclone terdiri dari beberapa bagian seperti yang terlihat pada Gambar 2. Alat ini banyak digunakan dalam industri untuk memisahkan debu karena kesederhanaan konstruksi dan murahnya biaya operasional, disamping kemampuannya untuk dioperasikan pada temperatur dan tekanan tinggi (Elsayed dan Lacor 2009).

Gambar 2 Bagian cyclone separator

Kajian mengenai pengembangan model cyclone separator telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Model teoritis dikembangkan oleh Shepherd dan Lapple, Alexander, First, Stairmand, Barth, Avci dan Karagoz, Zhao, serta Chen dan Shi. Model tersebut dikembangkan untuk mengetahui pola aliran dan mekanisme disipasi energi dalam cyclone (Elsayed 2011).

Metode konvensional untuk memprediksi pola aliran dan efisiensi cyclone separator yaitu dengan metode empiris. Namun beberapa dekade terakhir ini, aplikasi Computational Fluid Dynamics (CFD) untuk perhitungan numerik pola aliran cyclone intens dilakukan. Secara umum terdapat tiga model simulasi

(24)

8

Salah satu studi perhitungan numerik pola aliran dalam cyclone telah dilakukan oleh Wang et al. Studi ini menggunakan model RSM dan Stochastic Lagrangian untuk mempelajari pola aliran pada Lapple cyclone separator. Model RSM digunakan karena model tersebut tidak memakai asumsi turbulensi isotripik dan dapat memberikan solusi dari persamaan perpindahan (transport equation) yang merupakan komponen dari Reynolds stress. Model ini dianggap sebagai model turbulensi yang paling dapat diaplikasikan untuk mempredikasi pola aliran

cyclone meskipun mempunyai beberapa kekurangan seperti biaya komputasi yang tinggi dibandingkan model turbulensi yang lain.

Persamaan perpindahan yang digunakan pada model RSM dituliskan sebagai berikut :

� (� ́ ́̅̅̅̅̅̅̅̅) + �

��� (� � ́ ́̅̅̅̅̅̅̅̅) = + � + � − + (1)

dimana dua suku sebelah kiri masing-masing merupakan penurunan waktu (local time derivative stress) dan perpindahan konveksi (convective transport), sedangkan lima suku sebelah kanan masing-masing yaitu,

Suku stress diffusion:

Dalam model dispersi energi, interaksi antar partikel diabaikan dan hanya aliran (dilute flow) yang dipertimbangkan. Gaya Basset, gaya Magnus, gaya Saffman dan virtual mass force juga tidak dipertimbangkan, tetapi hanya gaya gravitasi dan gas drag force pada partikel yang diperhitungkan dalam model. Persamaan momentum partikel yang terjadi dalam cyclone ditulis sebagai berikut:

(25)

9 Tabel 3 Geometri cyclone separator

a/D b/D De/D S/D h/D H/D B/D

0.5 0.25 0.5 0.625 2.0 4.0 0.25

Pada penelitian yang dilakukan oleh Wang et al (2003) telah dikembangkan skema cyclone berdasarkan model LappleCyclone seperti pada Gambar 3, dengan ukuran geometri seperti pada Tabel 3. Gambar 3a menunjukkan skema tiga dimensi Lapple cyclone sedangkan Gambar 3b memperlihatkan grid cyclone yang dibuat dari 45.750 sel CFD.

Particle Counter PPD42NS

Penelitian ini menggunakan PPD42NS yang diproduksi oleh Shinyei Corporation sebagai sensor particle counter (pencacah partikel). Komponen PPD42NS terdiri dari chamber sebagai tempat udara dan debu dilengkapi dengan satu buah Light Emitting Diode (LED) untuk memancarkan gelombang inframerah, lensa plastik, detektor cahaya (photodiode), dan electromagnetic shield untuk mencegah debu menempel pada sensor seperti pada Gambar 4a. Gelombang inframerah akan diterima detektor cahaya dengan membentuk sudut 45° (Datasheet PPD42NS). Tabel 4 menunjukkan spesifikasi PPD42NS.

(26)

10

Tabel 4 Spesifikasi PPD42NS

Model PPD42NS

Deteksi ukuran partikel Minimum:1 μm, Maksimum:

-Konsentrasi yang dapat dideteksi 0~280000 pcs/L

Catu daya DC 5V +/- 10%

Konsumsi daya 90 mA

Temperatur kerja 0~45 °C

Kelembaban kerja 95% RH atau kurang

Metode output data digital, Hi: 4.7V Lo: 0.7 V

(a) (b)

Gambar 4 PPD42NS (a) bagian dalam dan (b) sistem pendeteksian Mekanisme kerja particle counter PPD42NS ditunjukkan pada Gambar 4b. Partikel PM10 yang ada di udara ambien akan masuk ke dalam sensor melalui lubang inlet pada particle counter PPD42NS. PM10 menyebabkan gelombang inframerah yang dipancarkan oleh LED terhalang sehingga terjadi hamburan cahaya yang ditangkap oleh sensor dan menghasilkan sinyal digital. Sinyal yang dihasilkan dari pendeteksian cahaya yang terhambur kemudian diteruskan ke rangkaian filter dan rangkaian amplifikasi ditunjukkan pada Gambar 5 (Holstius

et al. 2014; Prabakar et al. 2015). Selang waktu selama digital 0 (Lo: 0.7 V) disebut dengan low pulse occupancy time. Nilai ini kemudian dibagi dengan waktu sampling selama 30 detik sehingga diperoleh nilai rasio. Untuk mendapatkan nilai konsentrasi PM10 digunakan persamaan = . −

. + + . , dimana adalah konsentrasi PM10 (pcs/283 mL) dan adalah nilai rasio tanpa satuan. Jika tidak terdapat partikel maka sensor akan menerima inframerah lalu menghasilkan data digital 1.

(27)

11 Konsentrasi PM10 yang didapatkan merupakan nilai yang telah dikoreksi menggunakan SNI-19-7119.3 2005. Koreksi ini dibutuhkan karena parameter meteorologi seperti temperatur dan tekanan udara selama pengukuran dapat berubah-ubah sehingga hal ini akan mempengaruhi laju alir udara. Persamaan 6 menyatakan koreksi laju alir volume pada kondisi standar (25 °C, 760 mmHg), dimana Qs adalah laju alir volume yang telah dikoreksi (m3/menit), Qo adalah laju alir volume awal (m3/menit), Ps adalah tekanan udara standar (101.3 kPa), Po dan T adalah selang waktu sampling (SNI-19-7119.3 2005).

2 Laboratium Kualitas Udara Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Laboratorium Analisis Bahan Departemen Fisika dan FABLAB FMIPA-IPB. Pengujian alat dilakukan di Laboratorium Wageningan IPB Dramaga, Jalan Raya Dramaga dan tempat pengolahan kayu Ciampea seperti pada Lampiran 2.

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain Integrated Circuit (IC) mikrokontroler ATmega 328, resistor 220 Ω, kabel jumper male to female, kapasitor (22 pF,100 μF), speacer nilon 15 mm, push-button, IC regulator 7805, trimpot (10 kΩ), box enclosure, holder 20 pin, switch rocker mini, 1.75 mm 3D

printer ABS filament, barrier terminal block 6x2 pin, motor DC RK-370SD-3550, baterai Li-ion 45AH/ 12V, flow meter, selang pneumatik, fitting, impinger, aquades, senyawa kimia Besi (III) Klorida (FeCl3) modul matrix LCD 16x2, modul RTC DS1307, sensor temperatur dan tekanan udara BMP085, sensor debu berupa particle counter PPD42NS, sensor kelembaban udara DHT22 dan

dataloggermicroSD.

Alat

(28)

12

Prosedur penelitian

Kegiatan perancangan diawali dengan pembentukan presepsi tentang kebutuhan manusia, penciptaan konsep produk, perancangan, pengembangan, dan diakhiri dengan pabrikasi produk. Pada prinsipnya tahap perancangan alat ukur PM10 terdiri dari beberapa proses yaitu perancangan sistem pengukuran, pabrikasi

cyclone separator, sistem elektronik dan akuisisi data, integrasi sistem mekanik dan elektronik, dan uji kinerja, seperti ditunjukkan pada Gambar 6. Perancangan alat ukur PM10 ini bertujuan untuk mempermudah proses pengukuran, analisa, dan rekapitulasi data di lapangan, hal ini dimaksudkan agar konsentrasi PM10 dapat diperoleh dalam waktu yang simultan dan kontinyu.

Gambar 6 Diagram alir prosedur penelitian Perancangan Sistem Pengukuran

Perancangan sistem pengukuran PM10 berdasarkan analisis permasalahan, akomodasi kebutuhan dan pertimbangan lainnya berupa kebutuhan teknis maupun non-teknis. Sistem pengukuran PM10 dirancang untuk mengukur konsentrasi, menyimpan data terukur, dan menyajikan data kepada pengguna (user).

Gambar 7 Konsep sistem pengukuran PM10

(29)

13 Untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan maka secara garis besar sistem ini dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem mekanik dan sistem elektronik dan akuisisi data, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Sistem mekanik terdiri dari mekanisme pemisahan ukuran partikel menggunakan cyclone separator. Sistem elektronik dan akuisisi data terdiri dari PPD42NS, instrumentasi pengolahan data digital, pompa vakum, akuisisi data dan penyajian data.

Pabrikasi Cyclone Separator

Cyclone separator merupakan bagian sistem pengukuran PM10 yang berfungsi untuk memisahkan partikel berukuran lebih kecil dari 10 µm dalam sampel udara melalui mekanisme sentrifugal. Perancangan cyclone separator

didasarkan pada desain yang telah dikembangkan oleh Rahmat (2011). Pada penelitian tersebut telah diperoleh model cyclone separator dengan geometri seperti pada Gambar 8a, dimana D = 21.08 mm. Gambar 8b menunjukkan simulasi Computational Fluid Dynamic (CFD) dari laju aliran udara sebesar 0.7 L/menit menyebabkan partikel berukuran kurang dari 10 µm (merah) bergerak naik menuju bagian atas cyclone, sedangkan partikel berukuran lebih dari 10 µm (ungu) jatuh secara gravitasi menuju bagian kerucut cyclone (Rahmat, 2011).

Gambar 8 Cyclone separator (a) model 3D (b) simulasi CFD (Rahmat, 2011) Setelah pabrikasi cyclone separator dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah uji kinerja cyclone. Pengujian bertujuan untuk memastikan kinerja cyclone

hasil pabrikasi sesuai dengan hasil simulasi. Skema uji kinerja cyclone separator

ditunjukkan pada Gambar 9. Pompa vakum digunakan untuk mengambil sampel udara dengan laju 0.7 L/menit selama 24 jam dengan arah aliran udara dari

cyclone hingga ke pompa vakum. Pada saat yang bersamaan terjadi proses penjeratan partikel oleh absorban yang terdapat pada impenger, kemudian partikel debu tersebut dianalisis menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) untuk diketahui distribusi ukuran partikelnya (Dmean).

Gambar 9 Skema uji kinerja cyclone separator

(30)

14

Sistem Elektronika dan Akuisisi Data

Sistem elektronika dan akuisisi data terdiri atas komponen-komponen elektronika seperti Arduino ATmega 328, particle counter PPD42NS, Liquid Crystal Display (LCD), EMS SDcard, Real Time Clock (RTC) DS1307, dan rangkaian catu daya (Gambar 10). Keseluruhan skema rangkaian elektronika menggunakan software Eagle 3.6 seperti pada Lampiran 3.

Gambar 10 Sistem elektronik dan akuisisi data

Perancangan sistem juga perlu dipertimbangkan dalam penentuan spesifikasi masing-masing komponen elektronik yang digunakan karena akan mempengaruhi kinerja alat ukur dan hasil pengukuran. Penentuan spesifikasi komponen elektronika didasarkan pada hasil penelusuran literatur serta kajian komprehensif.

1. Mikrokontroler ATmega 328

Pada penelitian ini memanfaatkan IC Atmega 328 dalam membuat sistem minimum (rangkaian mikrokontroler yang dapat digunakan untuk menjalankan sebuah aplikasi) untuk aplikasi alat ukur PM10 (Gambar 11).

Minimum sistem ini akan bertugas mengambil dan mengolah data sensor

BMP085 dan DHT22, particle counter PPD42NS, mengontrol pompa

vakum, menampilkan, dan menyimpan data hasil pengukuran.

(31)

15

2. Particle counter PPD42NS

Sensor particle counter PPD42NS diintegrasikan dengan rangkaian sistem minimum ATmega 328 dengan skema rangkaian seperti pada Gambar 12. PPD42NS memiliki 5 buah pin yaitu 2 pin output, 1 pin

treshold, 1 pin ground, 1 pin catu daya 5V. Dari kelima pin tersebut hanya 3 pin yang digunakan yaitu 1 pin ground, 1 pin power 5V, dan 1 pin output yang dihubungkan ke pin 9 mikrokontroler.

Gambar 12 Skema rangkaian sensor particle counter PPD42NS 3. Sensor BMP085 dan DHT22

Sensor BMP085 merupakan sensor yang digunakan untuk mengukur temperatur dan tekanan udara. Sensor ini memiliki rentang pengukuran tekanan udara 300 – 1100 hPa dengan resolusi 0.06 hPa, sedangkan rentang pengukuran temperatur udara -40 °C – 85 °C dengan resolusi 0.1 °C. BMP085 membutuhkan tegangan 1.8 hingga 3.6 VDC dengan konsumsi daya 5 µA (Datasheet BMP085). Sensor BMP085 diintegrasikan dengan rangkaian sistem minimum ATmega 328 dengan skema rangkaian seperti pada Gambar 13, lalu dilakukan komparasi menggunakan Vantage Pro 2 (Stasiun Cuaca milik Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB) selama 4 jam dengan interval pencatatan per 1 detik dan uji kinerja selama 24 jam.

(32)

16

Sensor DHT22 merupakan sensor yang digunakan untuk mengukur kelembaban relatif udara dengan rentang nilai 0-100% dan resolusi sebesar 0.1%. Sensor DHT22 digunakan untuk memantau kelembaban relatif udara karena particle counter PPD42NS dapat bekerja dengan optimal dibawah kelembaban relatif 95%. Output dari DHT22 adalah sinyal digital yang dapat dihubungkan secara langsung ke pin port sistem minimum ATmega 328 seperti pada Gambar 13. Data dari kedua sensor digunakan untuk mengkoreksi laju alir volume.

4. Real-time clock DS1307

Pada penelitain ini RTC DS1307 berfungsi untuk memberikan informasi waktu dan tanggal saat pengukuran berlangsung. Adapun skema rangkaian elektronik RTC DS1307 dengan sistem minimum mikrokontroler ATmega 328 seperti ditunjukkan pada Gambar 14.

Gambar 14 Diagram pin RTC DS1307 (Data Sheet IC RTC DS1307) 5. Display

Liquid Crystal Display (LCD) adalah suatu jenis media tampil yang menggunakan kristal cair sebagai penampil utama. Pada penelitian ini LCD yang digunakan ialah LCD dot matrix dengan jumlah karakter 2x16. LCD berfungsi sebagai penampil hasil pengukuran PM10. Adapun skema rangkaian LCD dengan sistem minimum mikrokontroler ATmega 328 dapat dilihat Gambar 15.

(33)

17 6. Pompa Vakum

Pompa vakum berfungsi untuk menghisap udara sebagai inputan

cyclone. Pompa vakum terdiri atas pengendali motor DC dan kipas. Baterai akan memberikan daya pada motor DC untuk menggerakkan kipas sehingga udara terhisap dengan laju alir volume hisap tertentu. Laju alir bergantung pada kecepatan putar motor DC yang dikendalikan oleh sistem minimum ATmega 328 melalui transistor TIP 122 dengan skema rangkaian seperti pada Gambar 16a. Perlunya pengendalian tersebut karena kecepatan motor DC akan berkurang saat tegangan baterai mulai melemah akibat konsumsi daya oleh komponen elektrik sedangkan laju alir volume hisap diharapkan stabil pada 0.7 L/menit (diukur menggunakan flow meter) untuk menjaga performa cyclone dalam menseparasi PM10.

(a) (b)

(34)

18

Gambar 17 Diagram alir pengujian pompa vakum

Integrasi Sistem Mekanik dan Elektronik

Integrasi sistem mekanik dan elektronik merupakan tahapan lanjutan dari perancangan sistem pengukuran. Tahapan ini bertujuan untuk menjawab persepsi kebutuhan dan konsep produk yang telah didefinisikan di awal. Tahapan ini menyatukan pabrikasi cyclone separator serta hasil sistem elektronik dan akusisi data menjadi satu produk yang utuh. Skema pengintegrasian seluruh sistem dapat dilihat pada Gambar 18. Komponen yang dibatasi oleh garis putus-putus adalah komponen elektronik dan akuisisi data, sedangkan yang diuar garis merupakan komponen mekanik. Beberapa penyesuaian dilakukan di beberapa komponen untuk menghasilkan integrasi sistem yang terpadu.

Pada Lampiran 4 terlihat box enclosure dengan dimensi 40 x 25 x 55 cm sebagai wadah alat ukur konsentrasi PM10 dilengkapi dengan tiang penyangga. Box dirancang untuk pengukuran di luar ruangan. Sistem yang dibuat adalah

standalone dimana sistem dapat berjalan tanpa pasokan daya dari luar. Kebutuhan daya untuk kerja sistem didapatkan dari baterai Li-ion 45AH/ 12V. Adapun keseluruhan skema rangkaian elektronik ditunjukkan seperti pada Lampiran 5 dan diwujudkan seperti pada Lampiran 6.

(35)

19

Gambar 18 Integrasi sistem mekanik dan elektronik Perhitungan Konsentrasi PM10

Pengukuran PM10 dilakukan secara kontinyu (24 jam) di pengolahan kayu Ciampea, Bogor. Pengukuran konsentrasi PM10 menggunakan PPD42NS menghasilkan satuan dalam pcs/283 mL, sedangkan berdasarkan baku mutu yang berlaku konsentrasi PM10 dinyatakan dalam µg/m3 sehingga perlu dilakukan transformasi konsentrasi PM10 (Gambar 19). Pada pengujian cyclone separator akan diperoleh nilai Dmean. Nilai ini merupakan ukuran partikel rata-rata (diameter partikel). Nilai Dmean digunakan untuk menghitung nilai volume partikel rata-rata (Pers. 8). Pada penelitian ini diasumsikan semua partikel yang terukur oleh PPD42NS dan PSA berbentuk bola (sphere) (Wittmaack 2002), dengan kerapatan 1.65 g/cm3 (Weijers et al. 2004), sehingga diperoleh masa untuk satu partikel (Pers. 9). Total masa partikel selama pengukuran diperoleh dari masa satu partikel dikalikan dengan jumlah partikel yang tercacah oleh PPD42NS (Pers. 10).

��� = . � (8)

� �� �� = � . . ��� (9)

� � �� �� = �� � . � �� �� (10)

(36)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pengujian Pompa Vakum

Tabel 5 menunjukkan tegangan baterai menurun selama uji performa pompa vakum berlangsung. Nilai maksimum tegangan baterai sebesar 12.03 V dan nilai minimum tegangan baterai setelah 509 menit pengujian berlangsung adalah 9.28 V. Rentang nilai tegangan baterai maksimum-minimum tersebut diubah menjadi 3.31 V dan 2.46 V menggunakan rangkaian pembagi tegangan. Selain menggunakan voltmeter, penurunan tegangan baterai juga terbaca melalui nilai ADC di pin A1 sistem minimum. Nilai ADC menurun dari 677 hingga 503.

Rahmat (2013) menyatakan bahwa untuk memisahkan PM10 dari partikel lainnya dalam cyclone separator model 2D2D diperlukan laju alir volume hisap sebesar 0.7 L/menit sedangkan penurunan tegangan baterai mengakibatkan penurunan kecepatan motor DC, sehingga laju alir volume hisap berada di bawah 0.7 L/menit. Hal ini dapat diatasi dengan menaikkan nilai PWM sesuai dengan penurunan ADC. Data nilai PWM dan ADC selanjutnya digunakan untuk menentukan hubungan antar keduanya.

Gambar 20a menunjukkan nilai PWM berbanding terbalik terhadap nilai ADC dihubungkan dengan persamaan = − . + . dengan koefisien determinasi sebesar 0.9726 dimana adalah nilai PWM dan adalah nilai ADC. Saat tegangan baterai telah habis, nilai PWM akan berada di angka maksimum yaitu 142.99. Persamaan ini kemudian dimasukkan ke dalam program, sehingga nilai PWM berubah secara otomatis sesuai dengan perubahan ADC selama pengukuran. Penyesuaian ini berhasil menjaga kestabilan performa pompa vakum yang dibuktikan pada Gambar 20b. Laju alir volume hisap terhadap PWM dihubungkan dengan persamaan = − × − + . , dimana adalah laju alir volume hisap dan adalah nilai PWM. Faktor pengali nilai PWM sangat kecil dalam orde − sehingga nilai laju alir volume hisap stabil di 0.7 L/menit. Hasil ini menunjukkan bahwa sistem pompa vakum telah berhasil didesain dengan baik dan dapat digunakan sebagai inputan cyclone.

(37)

21

(a) (b)

Gambar 20 Hubungan (a) PWM terdapap ADC dan (b) laju alir volume hisap terhadap PWM

Hasil Pengujian Cyclone Separator

Gambar 21 menunjukkan distribusi ukuran partikel hasil uji PSA dengan pendekatan volume menggunakan metode kumulan. Pada pengujian cyclone separator di Lab. Wageningan, partikel memiliki ukuran 281.9 – 5890 nm dengan ukuran rata-rata sekitar 1245.8 nm (Gambar 21a). Saat pengujian berlangsung terlihat adanya asap pembakaran sampah di lokasi Lab. Wageningan. Pada pengujian cyclone separator di lokasi Jalan Raya Dramaga sekitar 1 meter dari bahu jalan, rentang ukuran partikel sebesar 1622.2 – 4678.6 nm dengan ukuran partikel rata-rata sebesar 2802.4 nm (Gambar 21b). Ukuran partikel pada pengujian di bahu jalan memiliki rentang yang lebih pendek dibandingkan pengujian lainnya, hal ini dikarenakan aktifitas bangkitan debu yang cenderung konstan. Jumlah kendaraan yang melintas dari pagi siang hingga malam hari tidak berbeda secara signifikan.

Pengujian cyclone separator di lokasi pengolahan kayu, rentang pengukuran sebesar 102.4 – 9774.96 nm dengan ukuran partikel rata-rata sebesar 2170.8 nm (Gambar 21c). Pengujian di lokasi pengolahan kayu memiliki rentang yang lebih panjang dikarenakan pola aktifitas pemrosesan kayu seperti kegiatan pemotongan, pengetaman dan penghalusan permukaan kayu. Saat malam hari tidak ada kegiatan pemrosesan kayu sehingga udara bersih dan sehingga akan menghasilkan partikulat berukuran kecil. Pada pagi hari pemrosesan kayu dimulai sehingga ukuran partikulat akan lebih besar dari sebelumnya. Pada siang hari sampai sore hari aktifitas pemrosesan kayu mencapai puncaknya sehingga dihasilkan ukuran partikulat yang besar.

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh bahwa cyclone separator mampu memisahkan partikel dengan ukuran lebih kecil dari 10 µm (ditunjukkan dengan nilai maksimal ukuran partikel adalah 10 µm) dan mampu membedakan konsentrasi debu di lokasi yang berbeda (ditunjukkan dengan perbedaan rentang ukuran partikel di setiap lokasi pengujian) secara kualitatif berdasarkan hasil pengujian PSA. Oleh karena itu, cyclone separator dapat diintegrasi dengan

(38)

22

Hasil Pengujian Particle Counter PPD42NS

Pengujian performa particle counter PPD42NS dilakukan selama 1 jam dalam tiga kondisi yang berbeda. Data konsentrasi debu diolah di dalam mikrokontroler. Gambar 22a adalah hasil uji performansi PPD42NS pada kondisi isolasi dengan nilai konsentrasi yang terukur sebesar 0.6 pcs/283 mL. Pada kondisi ini tidak ada partikel yang dapat keluar masuk sensor selama pengukuran karena lubang inlet dan outlet ditutup. Gambar 22a menunjukkan bahwa ada 1 (satu) nilai konsentrasi debu yang melebihi 0.6 pcs/283 mL. Hal ini disebabkan oleh pembersihan sensor yang tidak sempurna sehingga masih ada partikel yang tertinggal didalamnya saat pengukuran. Gambar 22b adalah hasil pengukuran

(b)

(c) (a)

(39)

23 pada kondisi terbuka, nilai konsentrasi yang terukur dari 142.9 pcs/283 mL sampai 4.516 pcs/283 mL. Kondisi terbuka yang dimaksud adalah udara dapat bebas keluar masuk sensor (penutup lubang telah dihilangkan) dan pengujian diakukan didalam ruangan. Konsentrasi partikel pada pengukuran ini lebih dari kondisi terisolasi. Gambar 22c menunjukkan hasil pengukuran pada kondisi asap, rentang konsentrasi yang terukur dari 5050.1 pcs/283 mL sampai 40747.1 pcs/283 mL. Kondisi asap yang dimaksud adalah sama dengan kondisi terbuka tetapi ditambahkan asap dari pembakaran kertas HVS pada jarak 1 meter dari PPD42NS. Nilai pengukuran konsentrasi debu pada kondisi asap lebih tinggi daripada kondisi isolasi dan terbuka, ini menunjukkan PPD42NS dapat mendeteksi partikel debu di udara dengan baik. Gambar 22d memperlihatkan PPD42NS selama pengujian.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 22 Konsentrasi debu di kondisi (a) isolasi, (b) terbuka, (c) asap, dan (d) pengujian particle counter PPD42NS

Hasil Pengujian Sensor BMP085 dan DHT 22

(40)

24

Gambar 23d dan Gambar 23e masing-masing menunjukkan hasil pengukuran temperatur, tekanan, dan kelembaban relatif udara selama 24 jam masing-masing diperoleh nilai rata-rata sebesar 26.95 °C, 99096 Pa, dan 83.2 %. Nilai maksimum pengukuran temperatur, tekanan, dan kelembaban relatif udara masing-masing 32.6 °C, 99240 Pa, dan 88.9 % dengan nilai minimum terukur masing 25 °C, 98904 Pa, dan 59.5 %, sedangkan nilai deviasi masing-masing 1.67 dan 107.09 serta 6.57. Sensor BMP085 dan DHT22 dipasangkan ke dalam wadah yang dibuat dengan 3D printer dengan bahan ABS plastik agar terlindung dari paparan sinar matahari secara langsung dan air hujan sehingga mengurangi gangguan lingkungan saat pengukuran berlangsung (Gambar 23f).

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(41)

25

(a) (b)

Gambar 24 Temperatur dan tekanan udara saat pengujian normalisasi (a) Nilai laju alir volume hisap aktual (b) dan setelah normalisasi

Nilai tekanan dan temperatur udara diperlukan dalam pengkoreksian laju alir volume hisap. Pengkokreksian dilakukan dengan metode normalisasi. Kondisi standar yang ditentukan oleh SNI-19-7119.3 2005 untuk pengujian kualitas udara ambien adalah 25 °C, 760 mmHg. Sedangkan Gambar 24a menunjukkan bahwa nilai temperatur dan tekanan udara selama pengujian berfluktuatif dengan rentang dari 24.9-33.3 °C dan 740.78-744.15 mmHg. Dengan menggunakan persamaan (6) dan persamaan (7), nilai laju alir volume hisap pompa vakum aktual yang berada di 0.7 L/menit terkoreksi menjadi 0.676-0.686 L/menit (Gambar 24b). Terlihat bahwa nilai laju alir volume hisap menurun dari nilai aktual. Hal ini tidak mempengaruhi performa cyclone untuk menyaring PM10. Nilai laju alir yang sudah dinormalisasi ini digunakan dalam perhitungan konsentrasi PM10.

Hasil Pengujian Alat Ukur PM10

Pengujian alat ukur PM10 yang telah terintegrasi menjadi satu sistem dilakukan pada tanggal 25 April 2015 di lokasi pengolahan kayu Ciampea, Bogor mulai pukul 10:00 WIB hingga pukul 22:00 WIB. Gambar 25a menunjukkan konsentrasi PM10 dalam satuan pcs/283 mL yang dicacah dengan interval 30 detik. Selama pengukuran berlangsung terdapat tiga puncak konsentrasi PM10 yang ditandai dengan indeks 1, 2 dan 3. Kenaikan konsentrasi yang drastis dikarenakan adanya kegiatan pengamplasan pintu dan pemotongan kayu yang intensif pada waktu tersebut. Pada rentang waktu 18:00 WIB sampai 08:00 WIB grafik menunjukkan nilai yang stabil karena pada saat ini tidak ada proses pengolahan kayu sehingga particle counter hanya mendeteksi PM10 lingkungan.

(42)

26

(c) (d)

Gambar 25 (a) Konsentrasi PM10 PPD42NS, (b) transformasi konsentrasi PM10, (c) akumulasi konsentrasi PM10, dan (d) pengujian alat ukur PM10 Gambar 25b menunjukkan konsentrasi PM10 dalam satuan µg/m3 setelah laju alir volume hisap dikoreksi dengan metode normalisasi. Pada indeks 1, nilai konsentrasi PM10 yang terukur sebesar 0.58 µg/m3, pada indeks 2 sebesar 0.6 µg/m3, dan pada indeks 3 sebesar 0.34 µg/m3. Gambar 25c menunjukkan akumulasi konsentrasi PM10 selama pengukuran berlangsung. Kemiringan (slope) tertinggi terjadi pada 10:00 WIB sampai 15:00 WIB menunjukkan bahwa kegiatan pengolahan kayu intensif. Konsentrasi kumulatif PM10 setelah 24 jam pengukuran adalah 278.5 µg/m3, kemudian dikonversi menjadi nilai ISPU merujuk ke persamaan yang dikeluarkan Kep. Bappedal. No.107 Tahun 1997 tentang Perhitungan dan pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara (Lampiran 7). Nilai ISPU yang didapatkan berada pada kisaran 101-199, sehingga kualitas udara di lokasi pengolahan kayu Ciampea dikategorikan tidak sehat.

SIMPULAN DAN SARAN

Pada penelitian ini telah berhasil dibuat alat ukur konsentrasi PM10 dengan menggabungkan sensor particle counter PPD42NS dengan cyclone separator. Laju alir volume hisap pompa vakum sebesar 0.7 L/menit membuat cyclone separator mampu memisahkan PM10 dari partikel debu lainnya. Hal ini telah dibuktikan melalui analisa PSA pada tiga daerah konsentrasi PM10 yang berbeda. Nilai laju alir volume hisap telah berhasil dinormalisasi menggunakan data temperatur dan tekanan dari sensor BMP085 dan DHT22. Konsentrasi PM10 hasil pengukuran oleh PPD42NS berhasil dikonversi menjadi konsentrasi massa sehingga pada pengukuran di lokasi pengolahan kayu Ciampea selama 24 jam didapatkan nilai sebesar 278.5 µg/m3 masuk ke rentang ISPU 101-199 yaitu kategori tidak sehat.

(43)

27

DAFTAR PUSTAKA

Agus GS, Budi HH. 2008. Pengukuran partikel udara ambien (TSP, PM10, PM2.5) di sekitar calon lokasi PLTN Semananjung Lemahabang. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengolahan Limbah VI. ISSN 1410-6086

Bart O. 2004. Outdoor air pollution, Assesing the environmental burden of disease at national and local levels. Environmental Burden of Disease Series No.5 [BPLHD]. 2007. Pengembangan sistem pemantauan udara passive sampler,

kegiatan pengendalian pencemaran udara di Jawa Barat. Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah

Currie J, Neidell M, Schmieder JF. 2009. Air pollution and infant health: lessons from New Jersey. Journal of health economic. 28: 688-703

Elsayed K. 2011. Analysis and Optimization of Cyclone Separators Geometry Using RANS and LES Methodologies. Faculty Of Engineering, Department of Mechanical Engineering

Elsayed K, Lacor C. 2009. Investigation of the Geometrical Parameters Effects on the Performance and the Flow-Field of Cyclone Separators using Mathematical Models and Large Eddy Simulation. Paper: ASAT-13-MO-12. 13th International Conference on aerospace sciences & aviation technology, Fauzi A, et al. 2013. Status Lingkungan Hidup Indonesia 2012 : Pilar Lingkungan

Hidup Indonesia. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia

Genc S, Zadeoglulari Z, Fuss SH, Genc K. 2012. The Adverse Effects of Air Pollution on the Nervous System. Journal of Toxicology

Gestrudis T. 2010. Hubungan antara kadar partikulat (PM10) udara rumah tinggal dengan kejadian ISPA pada balita di sekitar pabrik semen PT Indocement, Citeureup, Tahun 2010. Fakultas Matematika dan Ilmu Penetahuan Alam. Universitas Indonesia

Holstius DM, Pillarisetti A, Smith KR. 2014. Field calibrations of a low-cost aerosol sensor at a regulatory monitoring site in California. Atmos.7: 1121-1131.

[Kep-107/KABAPEDAL/11/1997] Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan nomor : KEP- 107/KABAPEDAL/11/1997 tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara. [diunduh 2014 April 9]. Tersedia pada: http://lh.surabaya.go.id/himpunan_peraturan_dibidang_lh/kepbapedal_107_ 1997_standar%20pencemaran%20udara.pdf

[Kep-45 MNLH]. 1997. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang Indeks Standar Pencemar Udara. [diunduh 2014 April 9]. Tersedia pada: http://hukum.unsrat.ac.id /lh/menlh_45_1997.pdf

[KLH]. Kementerian lingkungan hidup. 2011. Laporan pemantauan kualitas udara ambien kontinyu (AQMS). [diunduh 2014 Agustus 22]. Tersedia pada: http://pusarpedal.menlh.go.id/wp-content/uploads/2014/07/Laporan-Pemantauan-AQMS-2013.pdf

________________________________.2014. Polutan letusan gunung kelud.

[diunduh 2014 April 9]. Tersedia pada:

(44)

28

Kusminingrum N, Gunawan G. 2014. Polusi udara akibat aktivitas kendaraan bermotor di jalan perkotaan pulau Jawa dan Bali. [diunduh 2014 Maret 8].

Tersedia pada:

http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20130926120104.pdf Lipfert FW. 1996. Air pollution and community health, a critical review and data

source book. Am J Epidemiol. 144(2): 202-203

Malina C. 2012. The impact of low emission zones on PM10 levels in arban areas in Germany. CAWM Discussion Paper (58): 1-19

[PP-41]. 1999. Peraturan Pemerintah no. 41 tahun 1999 tentang: pengendalian pencemaran udara. [diunduh 2014 Agustus 22]. Tersedia pada: http://www.hpli.org/reg/PP/PP%20RI%20No.%2041%20Th.%201999.%20 Pengendalian%20Pencemaran%20Udara.pdf

Prabakar J, Mohan V, Ravinskar K. 2015. Evaluation of low-cost particulate matter sensor for indoor air quality measurement. IJIRSET. 4(2): 366-369 Pujiastuti P, Soemirat J, Dirgawati M. 2013. Karakteristik anorganik PM10 di

udara ambien terhadap mortalitas dan morbiditas pada kawasan industri di Kota Bandung. Jurnal Institut Teknologi Nasional. 1(1): 1-11

Rahmat M. 2013. Development Air Quality Index Monitoring System Based on Photonic Crystal Sensor. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor

[Science Daily]. 2014. Industrial air pollution worse than vehicle exhaust for breathing problems in children. Terhubung berkala [diunduh 2014 Maret 8]. Tersedia pada: http://www.sciencedaily.com/2009/07/0907210918 37.html Sastrawijaya AT. 2000. Pencemaran lingkungan. Jakarta: Rineka cipta

Seinfeld JH, Pandis SN. 2006. Atmospheric chemistry and physics: From air pollution to climate change. Ed:2 . USA: John Wiley & Sons

Seto, E., Austin, E., Novosselov, I., Yost, M. (2014). Use of Low-Cost Particle Monitors to Calibrate Traffic-Related Air Pollutant Models in Urban Areas. 7th International Congress on Environmental Modelling and Software Society, San Diego, CA, USA

[Sheet-44D42NS]. 2014. Spesification sheetof PPD42NS. [diunduh 2014 April 17]. Tersedia pada: www.sca-shinyei.com/pdf/PPD42NS.pdf

Shi Q. 2011. Paticulate suspended matter (PM10) and cases of respiratory diseases in Shenyang, China. Institute for housing and urban development studies. Rotterdam.

Shuhaili AFA, Ihsan SI, Faris WF. 2013. Air pollution study of vehicles emission in high volume traffic: Selangor, Malaysia as a case study. WSEAS TRANSACTIONS on SYSTEMS. 12(2): 67-84.

[SNI-19-7119.3]. 2005. Udara ambien – bagian 3: cara uji partikel tersuspensi total menggunakan peralatan high volume air sampler (HVAS) dengan mentoda gravimetri. [diunduh 2014 April 9]. www.bplhdjabar.go.id/.../124-sni-19-71193-2005-tsp-gravimetri-ambien

Sulaiman N, Abdullah M, Chieu PLP. 2005. Consentration and composition of PM10 in outdoor and indoor in industrial area of Balakong Selangor, Malaysia. Sains Malaysiana. 34(2): 43-47

Tsai FC, Smith KR, Vadakan NV, Ostro BD, Chesnut LG, Kungskulniti N. 2000. Indoor/outdoor PM10 and PM2.5 in Bangkok, Thailand. Journal of Exposure

(45)

29 Tittarelli A, Borgini A, Bertoldi M, De Saeger E, Ruprecht A, Stefanoni R, Tagliabue G, Contiero P, Crosignani P. 2008. Estimation of particle mass concentration in ambient air using a particle counter. Athmospheric Environment. 42: 8543-8548

Wardhana WA. 2004. Dampak pencemaran lingkungan. Yogyakarta: Andi

Wang. B, Xu. D. L, Xiao. X. G, Chu. K. W, and Yu. B. A. Numerical Study Of Gas-Solid Flow In A Cyclone Separator. Third Internasional Conference on CFD in the Mineral and Process Industries. CSIRO, Melbourne, Australia Wittmaack K. 2002. Advanced evaluation of size-differential distributions of

aerosol particles. Journal of Aerosol Science. 33, 1009-1025

Weijers, E.P., Khlystov, A.Y,. Kos, G.P.A., Erisman, J.W., 2004. Variability of particulate matter concentration along roads and motorways determined by a moving measurement unit. Atmosferic Environment. 38, 2993-3002 [WHO]. 2005. Air quality guidelines global update 2005. [diunduh 2014 Agustus

22]. Tersedia pada:

http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0005/78638/E90038.pdf ______. 2006. Health risks of particulate matter from long-range transboundary

air pollution. [diunduh 2014 Agustus 22]. Tersedia pada: http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0006/78657/E88189.pdf ______. 2013. IARC: Outdoor air pollution a leading environmental cause of

(46)
(47)

31

(48)

32

Lampiran 1 Baku mutu pencemaran udara berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999

No Parameter Waktu

Pengukuran

Baku Mutu Metode Analisis Peralatan

1 SO2

(Sulfur dioksida)

1 Jam 900 μg/Nm3 Pararosanalin Spektrofotometer

24 Jam 365 μg/Nm3

1 Jam 400 μg/Nm3 Saltzman Spektrofotometer

24 Jam 150 μg/Nm3

1 Tahun 100 μg/Nm3

4 O3

(Oksida)

1 Jam 235 μg/Nm3

(49)

33

(50)

34

Lampiran 3 Skema rangkaian sistem elektronik dan akuisisi data PM10 Minimum sistem mikrokontroler ATmega 328

(51)
(52)

36

(53)

37

Lampiran 6 Rangkaian minumum sistem PM10

BOARD SISTEM MINIMUM PM10

(54)

38

Lampiran 7 Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan No. 107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997

Perhitungan Indeks Standar Pencemar Udara

� =

� − �

+ �

Dimana,

I = ISPU terhitung Ia = ISPU batas atas Ib = ISPU batas bawah Xa = Ambien batas atas Xb = Ambien batas bawah

Gambar

Gambar 1 Perbandingan ukuran partikel dengan helaian rambut dan pasir pantai
Tabel 1 Bentuk dan komponen penyusun partikulat
Tabel 2 Kategori ISPU untuk PM10 udara ambien
Gambar 3  Skema (a)  grid (b) cyclone separator (Wang et al 2003)
+7

Referensi

Dokumen terkait

 Bangunan eksisting bukan bangunan konservasi sehingga bisa diredesain menjadi bangunan museum yang memenuhi standar..  Zonasi pada

Pada parameter rasa (Gambar 3), perbedaan varietas dan tingkat pengenceran memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasa sari kedelai terutama pada tingkat

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan

Berdasarkan hasil data yang kami miliki, dari tabel data rata-rata pertumbuhan dalam  percobaan lama perendaman tersebut, kami menganalisa bahwa semakin lama biji kacang.

Aset

Penelitian ini dilakukan berdasarkan analisis kebutuhan yang menunjukkan bahwa diperlukan adanya contoh perangkat pembelajaran inovatif dalam sub tema tugasku sebagai umat

Cara kedua untuk menurunkan tingkat keterbacaan wacana ialah dengan jalan mengurangi jumlah silabi (suku kata) dengan cara mensubstitusikan kata-kata yang pendek untuk

Perangkat yang tersisa (tabel 4.4.) diatas merupakan perangkat yang rencananya akan digunakan untuk lokasi pabrik yang membutuhkan jaringan ke server ataupun