• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Pemeliharaan dan Perilaku Harian Nuri Bayan (Eclectus roratus) di MBOF dan ASTI, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Teknik Pemeliharaan dan Perilaku Harian Nuri Bayan (Eclectus roratus) di MBOF dan ASTI, Bogor"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

i

TEKNIK PEMELIHARAAN DAN PERILAKU HARIAN

NURI BAYAN (

Eclectus roratus

Muller 1777) DI MBOF

DAN ASTI, BOGOR

AJRINI SHABRINA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Pemeliharaan dan Perilaku Harian Nuri Bayan (Eclectus roratus Muller 1777) di MBOF dan ASTI, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Ajrini Shabrina

(4)

ii

ABSTRAK

AJRINI SHABRINA. Teknik Pemeliharaan dan Perilaku Harian Nuri Bayan

(Eclectus roratus Muller 1777) di MBOF dan ASTI, Bogor. Dibimbing oleh BURHANUDDIN MASY’UD dan YENI ARYATI MULYANI.

MBOF(Mega Bird and Orchid Farm) dan ASTI (Animal Sanctuary Trust Indonesia) merupakan dua dari beberapa tempat yang menjalankan program konservasi eks-situ di Indonesia. MBOF merupakan penangkaran yang memiliki tujuan komersial, sedangkan ASTI bertujuan untuk pelepasliaran satwa yang dilindungi. Penelitian bertujuan untuk membandingkan teknik pemeliharaan nuri bayan di MBOF dan ASTI dan mendeskripsikan perilaku harian nuri bayan di dalam kandang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2014. Data dikumpulkan dengan wawancara dan observasi lapang. Pengamatan perilaku terhadap sepasang nuri bayan di masing-masing lokasi dilakukan dengan focal animal sampling dan one-zero sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan teknik pemeliharaan yang diterapkan di MBOF dan ASTI, yakni dalam hal perkandangan, variasi jenis pakan, cara pemberian pakan dan tenaga ahli untuk penanganan satwa yang sakit. Hal tersebut disebabkan oleh tujuan pengelolaan yang berbeda. Perilaku harian yang teridentifikasi yaitu perilaku ingestif, istirahat, lokomosi, perawatan tubuh dan perkembangbiakan. Sebagian besar waktu harian nuri bayan di kedua lokasi digunakan untuk istirahat (frekuensi dan durasi lebih dari 40%).

Kata Kunci : nuri bayan, perilaku harian, teknik pemeliharaan.

ABSTRACT

AJRINI SHABRINA. Maintenance Technique and Daily Behaviours of Eclectus Parrots in MBOF and ASTI, Bogor. Supervised by BURHANUDDIN MASY’UD dan YENI ARYATI MULYANI.

(5)

iii

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

TEKNIK PEMELIHARAAN DAN PERILAKU HARIAN

NURI BAYAN (

Eclectus roratus

Muller 1777) DI MBOF

DAN ASTI, BOGOR

AJRINI SHABRINA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2014 ini ialah Teknik Pemeliharaan, dengan judul Teknik Pemeliharaan dan Perilaku Harian Nuri Bayan (Eclectus roratu Muller 1777) di MBOF dan ASTI, Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Burhanuddin Masy’ud MS dan

Dr Ir Yeni Aryati Mulyani MSc selaku pembimbing. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada pengelola MBOF yaitu Drs Megananda Daryono MBA dan Supriyanto Akdiatmodjo serta pengelola ASTI yaitu Annette Elizabeth Pipe B.Sc M.Sc Ph.D dan Andy Sean Kindangen D III Acc atas izin yang diberikan untuk melakukan penelitian di MBOF dan ASTI. Terima kasih juga dihaturkan kepada Mas Gareng dan rekan-rekan MBOF (Yoyo, Imam, Yani dan Huda) serta AR. Darma Jaya Sukmana A.Ma.SH, Andita Septiandini Drh dan rekan-rekan ASTI (pak Amir, pak Dede, pak Juki dan pak Herul) atas bantuan selama di lapangan. Ucapan terima kasih juga disampaikan pada Ayah, Ibu, Andri Ardiansyah dan sahabat-sahabat seperjuangan KSHE-47 ‘Nepenthes rafflesiana’ yang telah memberikan semangat, doa dan dorongan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

(9)

vii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Obyek dan Alat 2

Metode Pengumpulan Data 2

Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 3

Teknik Pemeliharaan 3

Perilaku Harian 12

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 21

(10)

viii

DAFTAR TABEL

1 Spesifikasi kandang nuri bayan di MBOF dan ASTI 4 2 Rata-rata jumlah konsumsi dan tingkat palatabilitas pakan nuri

bayan 10

DAFTAR GAMBAR

1 Peta tempat penelitian 2

2 Kandang nuri bayan di ASTI yang dilengkapi dengan shading net 5 3 Kodisi (a) suhu dan (b) kelembaban kandang di MBOF dan ASTI 7 4 Jenis pakan berdasarkan lokasi a) MBOF dan b) ASTI 8 5. Cara penyajian pakan berdasarkan lokasi a) MBOF dan b) ASTI 9 6. Persentase frekuensi perilaku harian nuri bayan a) MBOF dan

b) ASTI 13

7 Persentase durasi perilaku harian nuri bayan a) MBOF dan

b) ASTI 13

8 Pola perilaku istirahat nuri bayan berdasarkan jenis kelamin

a) jantan dan b) betina 14

9 Pola perilaku ingestif nuri bayan berdasarkan jenis kelamin

a) jantan dan b) betina 16

10 Pola perilaku perawatan tubuh nuri bayan berdasarkan

jenis kelamin a) jantan dan b) betina 17

11 Pola perilaku lokomosi nuri bayan berdasarkan jenis kelamin

a) jantan dan b) betina 18

12 Pola perilaku perkembangbiakan nuri bayan berdasarkan

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nuri bayan (Eclectus roratus) merupakan salah satu jenis burung paruh bengkok yang diminati sebagai burung peliharaan. Widodo (2005) melaporkan bahwa nuri bayan merupakan salah satu dari 39 jenis burung paruh bengkok yang diperdagangkan secara internasional. Menurut PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan Convention on International Trade in Endengered Species of flora and fauna (CITES) tahun 2011 nuri bayan termasuk burung yang dilindungi di Indonesia. Selain itu, nuri bayan terdaftar dalam kategori Appendix II CITES. Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) red list tahun 2005 nuri bayan termasuk kategori berisiko rendah (Least Concern) dari segi keterancaman terhadap kepunahan. Walaupun demikian, jika nuri bayan terus menerus diburu secara ilegal untuk diperdagangkan maka dikhawatirkan populasinya di alam akan terus menurun dan dapat berakibat kepunahan.

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No 31 tahun 2012 tentang Lembaga Konservasi antara lain menggariskan cara mencegah bertambahnya satwaliar yang punah dan guna menjaga satwaliar tetap lestari di alam sekaligus memulihkan populasi satwaliar, maka perlu dilakukan kegiatan konservasi eks-situ. MBOF (Mega Bird and Orchid Farm) dan ASTI (Animal Sanctuary Trust Indonesia) merupakan dua dari beberapa tempat yang menjalankan program konservasi eks-situ terhadap satwa-satwa yang dilindungi di Indonesia, salah satunya adalah burung nuri bayan. MBOF dan ASTI memiliki tujuan pengelolaan yang berbeda. MBOF merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penangkaran yang bertujuan komersial, sedangkan ASTI merupakan pusat rehabilitasi satwa yang bertujuan untuk menyelamatkan dan merehabilitasi satwa-satwa yang dilindungi dari hasil sitaan dan serahan masyarakat untuk dilepasliarkan. Mengingat perbedaan tujuan dan letak dari kedua lokasi, maka diduga ada perbedaan teknik pemeliharaan dan perilaku harian nuri bayan di kedua lokasi tersebut. Pengetahuan tentang perilaku nuri bayan di dalam kandang perlu diketahui untuk mendukung pengelolaan eks-situ secara lebih tepat, karena perilaku burung di dalam kandang mungkin berbeda dengan perilakunya di alam. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji penerapan teknik pemeliharaan dan perilaku harian nuri bayan di MBOF dan ASTI.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan teknik pemeliharaan nuri bayan di MBOF dan ASTI dan mendeskripsikan perilaku harian nuri bayan di dalam kandang.

Manfaat Penelitian

(12)

2

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2014. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Bogor (Gambar 1) bertempat di penangkaran MBOF di Desa Cijujung Tengah, Kecamatan Sukaraja dan di Pusat Rehabilitasi Satwa ASTI di Desa Sukakarya, Kecamatan Megamendung.

Gambar 1 Peta tempat penelitian

Obyek dan Alat

Obyek penelitian adalah dua pasang nuri bayan masing-masing sepasang di MBOF dan ASTI. Alat-alat yang digunakan selama penelitian adalah meteran untuk mengukur kandang, timbangan untuk mengukur konsumsi pakan, kamera digital, stopwatch untuk menghitung lama perilaku, termometer bola basah bola kering untuk mengukur suhu dan kelembaban dalam kandang, tally sheet dan panduan wawancara.

Metode Pengumpulan Data

Teknik Pemeliharaan

(13)

3

Perilaku Harian

Pengamatan awal dilakukan dua hari di MBOF mulai pukul 06.00-18.00 WIB untuk memperoleh etogram perilaku harian nuri bayan. Etogram dijadikan sebagai panduan batasan jenis perilaku yang diamati. Perilaku yang diamati adalah perilaku lokomosi (terbang, berjalan, melompat dan memanjat), ingestif (makan dan minum), istirahat (bertengger, diam/menggantung, masuk sarang dan tidur), perawatan tubuh (membersihkan paruh, membersihkan kaki, menggaruk dan menelisik), dan perkembangbiakan (bercumbu, kawin dan mengasuh anak).

Pengamatan lanjutan perilaku harian dilakukan dengan metode focal animal sampling yaitu pengamatan dilakukan terhadap sepasang nuri bayan di MBOF dan ASTI. Pengamatan dilakukan selama 3 minggu, dengan 5 hari pengamatan per minggu, sehingga jumlah total pengamatan adalah 15 hari di masing-masing lokasi. Pengamatan di MBOF dilakukan pada pukul 06.00-18.00 WIB dengan total jam pengamatan sehari adalah 11 jam, sedangkan pengamatan di ASTI dilakukan pada pukul 06.00-16.00 WIB dengan total waktu pengamatan sehari selama 9 jam. Pencatatan frekuensi perilaku dilakukan menggunakan one-zero sampling yaitu memberikan nilai satu jika ada perilaku dan memberikan nilai nol jika tidak ada perilaku dalam selang waktu 15 menit (Martin & Bateson 1988). Selain itu dilakukan pencatatan perilaku secara deskripstif yang ditunjukkan oleh burung nuri bayan.

Analisis Data

Teknik Pemeliharaan

Data mengenai teknik pemeliharaan nuri bayan di MBOF dan ASTI diuraikan secara deskriptif untuk memberikan informasi secara umum yang menunjukkan ada atau tidak ada perbedaan. Data tersebut dilengkapi dengan tabel dan gambar yang relevan.

Perilaku Harian

Data perilaku harian diolah dan diuraikan secara deskriptif untuk memberikan informasi perilaku harian secara umum yang dilengkapi dengan grafik. Data diolah dengan menggunakan perhitungan persentase perilaku untuk mengetahui frekuensi masing-masing perilaku (Sudjana 1992), dengan rumus sebagai berikut:

Persentase frekuensi perilaku (%) = Jumlah frekuensi suatu perilaku

Jumlah seluruh frekuensi perilaku

x 100 %

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik Pemeliharaan

(14)

4

Perkandangan

Perkandangan merupakan aspek utama dalam suatu pengelolaan konservasi eks-situ. Satwa yang dipelihara secara eks-situakan melakukan semua aktivitasnya di dalam kandang, sehingga pembuatan kandang untuk satwa tersebut perlu diperhatikan. Kandang yang diperlukan burung nuri bayan adalah kandang dengan ukuran cukup besar dan memiliki kondisi seperti di habitat alami. Mas’ud (2002) mengartikan kandang sebagai habitat buatan yang menyerupai kondisi alaminya.

Sistem perkandangan yang digunakan nuri bayan di MBOF adalah sistem kandang setengah tertutup, sedangkan ASTI menggunakan sistem kandang terbuka semi alami. Perbedaan penerapan sistem perkandangan di kedua lokasi disesuaikan dengan tujuan pengelolaan di masing-masing lokasi. Beberapa aspek perkandangan dengan tujuan pengelolaan yang berbeda (Tabel 1).

Tabel 1 Spesifikasi kandang nuri bayan di MBOF dan ASTI menurut tujuan

Batako, kawat ram, asbes, pasir, besi

Tidak ada

Besi, triplek

Kawat ram, kayu, asbes Jeruji besi, terpal, kayu, rerumputan, shading net

(15)

5 MBOF berada pada dinding kandang yang terbuat dari kawat ram dan lubang persegi di pintu kandang, sedangkan di ASTI lubang sirkulasi udara terdapat di sisi dan di bagian belakang kandang dengan lubang-lubang kecil. Di dalam kandang anakan di kedua lokasi diberi lampu bohlam 60 watt sebagai alat penghangat. Menurut Prijono (1998) lampu bohlam 60 watt dapat menghangatkan anakan di dalam kandang karena memiliki suhu sekitar 37.5 oC. Kandang anakan tersebut digunakan untuk memelihara anakan yang sudah memiliki bulu jarum pada tubuh dan sampai burung dapat dikatakan mandiri. Menurut Prijono (1998) di penangkaran sebaiknya anak burung dipelihara oleh induknya sampai umur satu bulan, tetapi apabila induk tidak menyuapi anaknya atau induk mati maka anakan burung segera dipindahkan ke kandang anakan.

Kandang pembesaran di kedua lokasi digunakan untuk nuri bayan berumur dua atau tiga bulan hingga dewasa. Kandang pembesaran di MBOF berupa sangkar kawat besi, sedangkan di ASTI berupa kandang permanen. Bentuk dan konstruksi kandang pembesaran di MBOF serupa dengan kandang karantina di ASTI yang digunakan untuk burung yang baru datang dan pengecekan kesehatan.

Takandjandji et al. (2010) menjelaskan ukuran ideal sangkar kawat besi untuk kandang pembesaran nuri bayan sebaiknya memiliki lebar 70-90 cm, tinggi 70-150 cm, panjang 80-180 cm dan tinggi kaki 60 cm. Ukuran ideal sangkar tersebut sudah hampir sama dengan kandang pembesaran di MBOF dan kandang karantina di ASTI.

Kandang pemeliharaan di kedua lokasi berfungsi sebagai tempat perkembangbiakan. Bagian belakang kandang pemeliharaan di MBOF dibuat tertutup rapat dengan batako, bagian depan dan sisi kanan dan kiri kandang dibuat terbuka dengan kawat ram dan rangka besi, dan sebagian sisi atas kandang tertutup asbes, berbeda dengan kandang di ASTI yang dibuat terbuka dengan menggunakan jeruji besi, sebagian sisi atas dan belakang kandang dilapisi terpal serta bagian sisi kanan dan belakang kandang dilapisi shading net (Gambar 2) untuk menghindari polusi udara.

Gambar 2 Kandang nuri bayan di ASTI yang dilengkapi dengan shading net

(16)

6

penggunaan shading net di setiap kandang bertujuan agar burung tidak terpengaruh oleh lingkungan luar yang dapat menghambat proses perkembangbiakan.

Jarak masing-masing kandang pemeliharaan di kedua lokasi berdekatan dengan satwa lainnya, sehingga mempengaruhi aktivitas dari masing-masing satwa terutama nuri bayan. Kandang pemeliharaan nuri bayan di MBOF ditempatkan cukup jauh dari kebisingan, keramaian dan polusi udara dari lingkungan luar kandang. Sebaliknya, hampir 50% perkandangan di ASTI berada di lingkungan terbuka, dekat dengan jalan umum dan tempat pembudidayaan jamur, sehingga diduga dapat mempengaruhi satwa dari lingkungan luar. Syarat menciptakan kandang seperti habitat alami satwa yang berdasarkan prinsip kesejahteraan satwa

(animal welfare) diantaranya yakni kandang jauh dari keramaian dan kebisingan di lingkungan luar kandang, tidak terganggu oleh polusi udara dan terisolasi dari pengaruh satwa atau ternak lain (Lariman 2011). Beberapa syarat tersebut sudah hampir sesuai dengan kondisi perkandangan di kedua lokasi, meskipun nuri bayan di ASTI sudah terbiasa dengan sumber kebisingan tersebut, tetapi nuri bayan tetap mewaspadai lingkungan sekitar karena nuri bayan sensitif terhadap kehadiran manusia.

Mengingat pentingnya perkandangan untuk kesejahteraan satwa, maka kandang di MBOF yang dibuat berjajar dengan spesies lain yaitu burung kakatua dan kondisi burung nuri bayan yang sedang berkembang biak sebaiknya kandang diberi pembatas tertutup agar burung lebih aman dan nyaman. Menurut Rostika (1999) kandang di penangkaran yang dibuat sejajar dengan kandang kakatua dapat mengganggu ketenangan, karena burung kakatua sering “menggigit” bagian pembatas kandang sehingga menimbulkan suara gaduh. Kandang-kandang yang ada di kedua lokasi hanya dilalui oleh perawat (animal keeper), pengelola dan orang yang memiliki tujuan tertentu, untuk meminimalkan gangguan dari manusia di sekitar kandang. Selain itu, di ASTI diterapkan aturan menggunakan masker kepada setiap orang baru atau tamu yang memasuki areal kandang. Penggunaan masker sebagai tindakan pencegahan terhadap kemungkinan penyebaran penyakit atau virus yang berasal dari manusia ataupun satwa.

Perlengkapan di dalam kandang yang disediakan pengelola MBOF dan ASTI yakni tempat makan, tempat minum, tenggeran dan sarang. Tempat makan dan minum di kedua lokasi terbuat dari aluminium dan plastik. Sudrajad (1999) menjelaskan bahwa tempat minum dapat terbuat dari bambu, plastik dan aluminium yang terpenting tidak mudah bocor dan pecah. Abidin (2007) menyatakan bahwa tempat bertengger burung paruh bengkok dapat terbuat dari kayu keras dan kering, serta diperlukan tempat berkembang biak berupa sarang berbentuk kotak, silinder atau berbentuk huruf L. Tenggeran nuri bayan di kedua lokasi berupa kayu dan ranting yang keras dengan panjang ± 2-5 meter.

Sarang buatan di MBOF dan ASTI terbuat dari batang pohon berbentuk silinder dengan lubang di tengah pada bagian depan sarang dan diletakkan dekat tenggeran. Sarang di kedua lokasi tersebut sama seperti pernyataan Handini et al.

(17)

7 oleh karena itu sebaiknya di dalam sarang diberi serutan kayu. Prijono (1998) menyatakan bahwa bahan sarang berupa serutan kayu aman untuk induk mengerami telurnya. Nuri bayan di alam memanfaatkan pohon merbau (Intsia bijuga) untuk bersarang (Widodo 2006) dan sarang yang digunakan nuri bayan yaitu lubang batang pohon yang tinggi (14-22 m) terutama daunnya sudah rontok (Forwhaw dan Cooper 1989).

Berkaitan dengan pentingnya fungsi kandang untuk satwa, maka perlu diperhatikan perawatan di dalam kandang dan di luar kandang. Kegiatan perawatan kandang yang dilakukan setiap hari oleh perawat MBOF dan ASTI tidak jauh berbeda. Kegiatan perawatan di dalam kandang meliputi pembersihan alas sarang dan lantai kandang dari sisa-sisa makanan dan feses serta pembersihan tempat minum dan tempat makan. Selain itu, di MBOF dilakukan penyemprotan antiseptik ke dalam kandang seminggu sekali, sedangkan di ASTI dilakukan pemberian desinfektan (bakteri/jamur/virus) yang dilakukan sebulan sekali. Perbaikan atau pergantian konstruksi kandang dilakukan secara insidental, apabila kandang dalam kondisi rusak. Kegiatan perawatan di luar kandang meliputi pembersihan sampah dan perawatan tanaman untuk memperindah lingkungan kandang. Perawatan kandang bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang agar nuri bayan hidup sehat dan terhindar dari penyakit.

Hasil pengukuran suhu di dalam kandang pemeliharaan burung nuri bayan di MBOF yaitu berkisar 22.67–29.90 oC dengan kelembaban 55-75% sedangkan di ASTI suhu didalam kandang berkisar 18.8–28.27 oC dengan kelembaban berkisar 46-71% (Gambar 3).

Gambar 3 Kondisi (a) suhu dan (b) kelembaban kandang di MBOF dan ASTI

18.8 22.2

25.23 28.27 27.7 26.93 26.53 26.13 25.97 24.97 22.67

24.50 26.13

27.6729.90 29.50 29.83 29.17 28.53

(18)

8

Suhu udara di MBOF dan ASTI berada pada rataan suhu Indonesia sebagai daerah tropis yang menurut Suprijatna et al. (2008) suhu siang hari di Indonesia mencapai 29-32 oC. Artinya kondisi suhu di dalam kandang pemeliharaan di kedua lokasi sesuai dengan kondisi alami dari nuri bayan.

Pakan

Pakan merupakan faktor penting dalam kehidupan makhluk hidup dan perkembangbiakan. Pakan nuri bayan di MBOF adalah sayuran (tauge, sawi hijau, kangkung, jagung dan wortel) dan biji-bijian (kacang tanah dan biji bunga matahari atau kuaci). Pakan tersebut diberikan sehari sekali sekitar pukul 07.30 WIB. Waktu pemberian pakan utama nuri bayan di ASTI biasanya dilakukan pukul 07.00 WIB yaitu pakan berupa jagung, papaya, biji bunga matahari, sawi hijau, melon dan pisang, dan pemberian pakan tambahan pada pukul 13.00 WIB yaitu sayuran (buncis dan wortel) dan bebuahan (sawo, buah naga, apel, jambu air, bengkuang, jeruk, anggur, pir dan stroberi). Berdasarkan penelitian Widodo (1998) nuri bayan yang ditemukan di Halmahera Tengah memakan jambu biji dan durian, sedangkan nuri bayan di Bacan memakan pisang hutan. Pemberian kuaci oleh pihak MBOF tidak menentu karena tergantung ketersediaannya, sedangkan di ASTI kuaci diberikan empat hari sekali. Ketersediaan pakan dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangbiakan dan jumlah satwa yang dapat bertahan di dalam kandang.

Apabila pengadaan pakan dilakukan untuk kebutuhan beberapa hari, maka kelebihan pakan tersebut harus disimpan dengan memperhatikan prinsip bahwa pakan harus tetap segar, tidak mudah busuk dan mutunya terjaga. Secara teknis pakan berupa sayuran dan bebuahan di MBOF dan ASTI disimpan di ruangan berpendingin, sedangkan untuk kacang tanah dan kuaci disimpan dalam ruangan kering.

Semua jenis pakan yang diberikan di kedua lokasi tidak ditimbang terlebih dahulu oleh pengelola. Pemberian pakan di MBOF berupa sayuran yang dipotong-potong kecil, sedangkan di ASTI pakan berupa bebuahan dan jagung didipotong-potong dengan ukuran yang cukup besar kemudian dicuci (Gambar 4).

Gambar 4 Jenis pakan berdasarkan lokasi a) MBOF dan b) ASTI

(19)

9 murah, sedangkan di ASTI pemberian pakan berdasarkan pakan nuri bayan di alam. Forshaw dan Cooper (1989) menyatakan bahwa nuri bayan di alam memakan bebuahan, biji-bijian, kacang-kacangan, tunas daun, bunga dan nektar yang didapat dari puncak pohon. Perbedaan variasi jenis pakan di kedua lokasi diketahui berpengaruh terhadap penampilan fisik nuri bayan. Di MBOF burung-burung terlihat lebih gemuk dibandingkan dengan di ASTI. Menurut Prijono (1998) burung yang diberi pakan biji-bijian mengandung lemak tinggi akan menyebabkan kegemukan dan akan berpengaruh kurang baik terhadap daya reproduksi burung.

Anakan nuri bayan di MBOF diberi pakan buatan berupa bubur voer yang terbuat dari campuran Voer Fancy Food, air hangat dan vitamin Scott’s,sedangkan di ASTI diberi pakan bubur sereal khusus burung paruh bengkok dan terkadang diberi jus yang terbuat dari campuran sayur dan buah. Pakan tersebut diberikan dengan cara diloloh menggunakan suntikan karet. Air minum anakan nuri bayan di MBOF dan ASTI berupa air siap minum, sedangkan nuri bayan dewasa diberi air tanah.

Umumnya pakan di MBOF disimpan di tempat makan aluminium yang digantung di sisi kandang dekat tenggeran. Adapun di ASTI diterapkan sistem makan secara alami yaitu menancapkan pakan pada paku atau kawat di kayu tenggeran dan untuk pakan kuaci disimpan dalam mangkuk aluminium (Gambar 5). Cara penyajian atau pemberian pakan yang dilakukan kedua lokasi dengan mempertimbangkan aktivitas nuri bayan yang sebagian besar dilakukan di tenggeran, sekaligus memudahkan nuri bayan untuk makan.

Gambar 5 Cara penyajiannya pakan berdasarkan lokasi a) MBOF dan b) ASTI

(20)

10

Tabel 2 Rata-rata jumlah konsumsi dan tingkat palatabilitas pakan nuri bayan

Lokasi No Jenis Jumlah (gr) Tingkat

Konsumsi (gr)

Palatabilitas (%)

ASTI 1 Stroberi 25-50 11.67 100

2 Anggur 50 17.22 100

3 Buah naga 60 57.50 100

4 Sawi hijau 30 30.00 100

5 Kuaci 30 30.00 100

6 Wortel 40-100 51.11 82

7 Buncis 30-50 40.00 81

8 Jagung 415-800 568.33 71

9 Sawo 75 77.50 48

10 Pisang 50-210 89.44 39

11 Pepaya 90-420 172.22 37

12 Melon 50 50.00 30

13 Jambu air 50 50.00 27

14 Bengkuang 50 51.67 26

15 Pir 25-70 40.00 17

16 Apel 50 50.00 0

17 Jeruk 50 50.00 0

MBOF 1 Kacang tanah 72-135 166.20 99

2 Sayuran 30-130 124.60 84

3 Kuaci 23-35 37.60 72

Faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis pakan pada burung diantaranya faktor lingkungan (cuaca, suhu dan kelembaban), bentuk dan warna (Prijono 1998). Hasil penelitian Handini (1994) menunjukkan bahwa nuri bayan dapat menerima semua jenis pakan yang diberikan, namun lebih menyukai jenis pakan yang lunak dan manis serta pakan campuran manis. Tingkat konsumsi dan palatabilitas pakan hanya diukur pada pakan nuri bayan dewasa, karena ketika penelitian dilakukan tidak terdapat anakan nuri bayan yang diasuh oleh perawat.

Kesehatan

Hasil wawancara mengungkapkan diketahui bahwa nuri bayan di MBOF dan ASTI tidak memiliki riwayat penyakit. Burung yang sakit ditandai dengan kurang aktif bergerak, bulu tidak rapi dan aktivitas makan maupun minum berkurang. Adapun tindakan pengelolaan yang dilakukan apabila terdapat satwa sakit atau terkena penyakit, yaitu mengisolasi satwa tersebut dengan cara memindahkan satwa tersebut ke sangkar yang ditutup kain atau handuk agar tidak menular ke satwa lainnya dan langsung diberi penanganan intensif. Penanganan intesif di MBOF yaitu oleh perawat, sedangkan di ASTI ditangani oleh dokter hewan di ASTI.

(21)

11 musim hujan semua burung yang ada di MBOF diberikan vitamin berupa TM-Vitra

yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sedangkan di ASTI berupa vitamin (A, B dan C) yang diberikan sebulan sekali dan pemberian obat anti kutu tiga bulan sekali. Pemberian vitamin dilakukan dengan cara menghaluskan atau meneteskan obat tersebut sebanyak dua tetes ke dalam tempat minum atau ke dalam pakannya.

Perkembangbiakan

Perkembangbiakan merupakan indikator kunci keberhasilan penangkaran untuk meningkatkan populasi dan produktivitas. Menurut Lariman (2011) penjodohan burung di penangkaran dapat dilakukan dengan penjodohan paksa dan alami. Penjodohan paksa dilakukan dengan memasukkan pasangan-pasangan burung ke kandang perkembangbiakan berdasarkan keinginan penangkar. Penjodohan secara alami dilakukan dengan cara memasukkan pasangan-pasangan burung yang dibentuk sesuai dengan pilihan penangkar ke dalam kandang perkembangbiakan.

Secara umum pembentukan pasangan burung-burung di MBOF melalui penjodohan secara alami dengan menggabungkan beberapa individu dewasa jantan dan betina dalam satu kandang penjodohan dan mengidentifikasi pasangan-pasangan burung yang memilih pasangan-pasangan sendiri. Burung yang berjodoh diketahui dari perilaku saling mendekati, bercumbu dan saling menelisik. Khusus untuk nuri bayan penjodohan yang dilakukan pengelola MBOF kepada nuri bayan yaitu penjodohan secara paksa dengan menggabungkan satu jantan dan satu betina dalam satu kandang pemeliharaan sesuai keinginan pengelola. Menurut Lariman (2011) penjodohan secara paksa pada burung di penangkaran kurang menguntungkan, karena akan memperlambat proses perkawinan dan bahkan sering tidak terjadi perkawinan. Hal tersebut serupa dengan kondisi perkembangbiakan nuri bayan di MBOF yang melambat, perkembangbiakan pertama kali terjadi sekitar empat tahun setelah pelaksanaan penjodohan.

ASTI tidak memiliki manajemen perkembangbiakan terhadap satwa yang direhabilitasi, namun pembentukan pasangan nuri bayan terjadi secara alami. Komposisi jenis kelamin yang tidak seimbang (dua jantan dan satu betina) dalam kandang pemeliharan yang bersifat koloni mengakibatkan perkelahian antar jantan dalam merebutkan betina. Jantan yang kalah dalam persaingan dipindahkan oleh perawat ke kandang pemeliharaan yang lain. Nuri bayan merupakan satwa monogamus dengan sex ratio 1:1 dalam satu musim kawin (Rostika 1999).

(22)

12

dalam kandang dengan di alam dapat disebabkan oleh suhu dan kelembaban sarang, namun di alam tidak diketahui pasti suhu udara dan kelembabannya.

Berdasarkan wawancara, terdapat dua indukan nuri bayan di MBOF namun hanya satu yang sudah berhasil berkembang biak, sedangkan di ASTI diketahui hanya memiliki satu indukan nuri bayan. Keberhasilan perkembangbiakan nuri bayan di ASTI pada tahun 2014 lebih besar dibandingkan di MBOF. Tahun 2014 indukan nuri bayan di ASTI sudah mampu berkembang biak mencapai tujuh kali, sedangkan di MBOF indukan nuri bayan baru sekali berkembang biak yakni setelah kurang lebih lima tahun masa pemeliharaan di penangkaran. Dilihat dari frekuensi keberhasilan perkembangbiakan nuri bayan di ASTI yang lebih banyak (7 kali) dibandingkan dengan di MBOF (1 kali) maka dapat dikatakan bahwa teknik pemeliharaan yang dilakukan ASTI lebih baik dibandingkan dengan MBOF, dan umur serta tingkat adaptasi nuri bayan di ASTI sudah lebih baik daripada di MBOF. Satu pasang nuri bayan di MBOF dan ASTI mampu bertelur dua butir, namun terkadang hanya sebutir yang menetas. Gill (2007) mengungkapkan keberhasilan penetasan telur salah satunya dipengaruhi oleh intensitas pengeraman induk. Berdasarkan wawancara kematian anakan nuri bayan di ASTI terjadi di kandang anakan dan pada saat masih diasuh oleh indukan di dalam sarang. Kematian anakan di dalam sarang seringkali terjadi di ASTI, diduga karena induk tidak mau mengasuh anak atau anakan dimakan oleh tikus (predator dalam kandang). Oleh karena itu, pemantauan di kandang pemeliharaan harus dilakukan lebih intensif guna menghindari anak yang mati dan penyapihan perlu dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari kematian anak.

Cara pengasuhan anakan di MBOF dan ASTI yaitu pengasuhan langsung oleh induk di dalam sarang dan pengasuhan oleh perawat dengan memisahkan anakan dari indukan yang disebut sistem hand rearing. Piyik nuri bayan di MBOF pasca penetasan dibiarkan diasuh oleh induk di dalam sarang selama ±21 hari atau sampai anakan sudah tumbuh bulu jarum pada tubuhnya, dan di ASTI ±15 hari kemudian anakan dipindahkan ke kandang anakan untuk mendapatkan pemeliharaan dengan sistem hand rearing oleh pengelola. Menurut Purwastuti (2007) pemisahan anak burung paruh bengkok dari induknya dapat dilakukan ketika anakan berumur kurang dari dua bulan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas burung dalam menghasilkan anak.Pemeliharaan secara hand rearing

oleh pengelola MBOF kurang lebih selama 45-60 hari (1,5-2 bulan), sedangkan di ASTI kurang lebih 60 hari (2 bulan) atau sampai nuri bayan dikatakan dapat mandiri.

Perilaku Harian

(23)

13

Gambar 6 Persentase frekuensi perilaku harian nuri bayan a) MBOF dan b) ASTI

Gambar 7 Persentase durasi perilaku harian nuri bayan a) MBOF dan b) ASTI Nuri bayan di kandang memulai aktivitasnya pada pagi hari yaitu bertengger, sedangkan menurut Forshaw dan Cooper (1989) di pagi hari nuri bayan di alam memulai aktivitas terbang mencari makan. Perbedaan perilaku harian antara

Lokomosi

Nuri bayan jantan (a)

(24)

14

nuri bayan di dalam kandang dengan habitat alaminya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Menurut Alcock (2001) lingkungan berpengaruh terhadap perilaku satwa, karena satwa yang dipelihara di dalam kandang sedikitnya mengalami adaptasi terhadap lingkungan sekitar.

Nuri bayan di alam memiliki kebebasan bergerak ke tempat yang diinginkan untuk mencari makan, lokomosi dan aktivitas lainnya. Namun setelah nuri bayan berada di dalam kandang maka tempat untuk bergeraknya pun terbatas, sehingga tidak banyak melakukan pergerakan dan sangat memungkinkan nuri bayan lebih banyak melakukan perilaku istirahat. Selain itu, di alam pakan banyak tersedia dan nuri bayan bebas memilih pakan apa saja yang diinginkan tetapi saat nuri bayan di dalam kandang, pakan yang dikonsumsi hanya sebatas pakan yang diberikan oleh perawat sehingga nuri bayan di kedua lokasi tidak perlu bergerak mencari makan.

Perilaku istirahat (tidur, diam, bertengger dan bersarang)

Persentase perilaku istirahat nuri bayan jantan di kedua lokasi tidak jauh berbeda yaitu sekitar 48-50%. Perilaku istirahat nuri bayan betina di MBOF dan ASTI merupakan perilaku tertinggi dibandingkan perilaku lainnya dengan frekuensi sebesar 80% dan 72%. Meningkatnya suhu pada siang hari (Gambar 8) di dalam kandang MBOF yaitu mencapai 30 oC dan di ASTI berkisar 27 oC membuat nuri bayan jantan di kedua lokasi lebih sering diam, tidur dan bertengger untuk menghindari panas sinar matahari dan betina memilih bersarang.

(25)

15 Aktivitas tidur lebih sering dilakukan oleh jantan, namun ada kemungkinan betina tidur di dalam sarang. Menurut Rostika (1999) aktivitas tidur lebih sering dilakukan oleh jantan karena jantan lebih aktif dibanding betina dan untuk memelihara keseimbangan tubuh, jantan memerlukan waktu istirahat yang lebih lama.

Nuri bayan betina di kedua lokasi dalam kondisi sedang berkembang biak sehingga sebagian waktu hariannya digunakan untuk bersarang. Oleh karena itu betina jarang meninggalkan sarang terkecuali untuk makan dan jika ada gangguan dari luar. Ketika ada gangguan betina hanya akan mengeluarkan kepala di lubang sarang. Selama betina memasuki masa perkembangbiakan, jantan juga terlihat masuk ke dalam sarang. Menurut Handini et al. (1996) masuknya nuri bayan jantan ke dalam sarang dimungkinkan untuk bercumbu, kawin, istirahat dan mengasuh anak.

Perilaku istirahat nuri bayan jantan di MBOF dilakukan di atas sarang. Aktivitas tidur nuri bayan jantan di MBOF yaitu dilakukan dengan kaki ditekuk, menurunkan tubuh, menyembunyikan kepala ke bagian punggung dan mata terpejam. Terdapat dua variasi tidur nuri bayan di ASTI yaitu dengan tubuh bertengger dan tubuh mendekam di tenggeran dengan kedua kaki mencengkram tenggeran dan kedua mata terpejam. Aktivitas tidur nuri bayan di dalam kandang MBOF dan ASTI dengan di alam tidak berbeda. Menurut Forshaw dan Cooper (1989) cara tidur nuri bayan di alam yaitu bertengger di tenggeran atau di atas sarang dengan menekuk kaki, melipat kepala ke atas punggung atau merundukkan kepala ke depan dengan paruh menempel pada dada dan mata terpejam. Selain perilaku tidur, jantan juga sering bertengger di lubang sarang. Aktivitas bertengger nuri bayan yaitu dengan merentangkan salah satu sayap, menarik kaki ke belakang dan mengangkat kedua sayap yang diduga untuk melemaskan otot.

Perilaku ingestif (makan dan minum)

Perilaku ingestif meliputi makan dan minum, termasuk perilaku mematuk (yang dikategorikan sebagai salah satu bentuk perilaku makan). Burung di alam pada umumnya akan mencari makan sendiri pada pagi hari hingga hari mulai gelap, berbeda dengan burung di dalam kandang yang mendapatkan pakan setiap waktu karena selalu disediakan setiap hari oleh perawat. Perilaku ingestif nuri bayan di kedua lokasi dilakukan pada saat suhu di dalam kandang menurun dan pada saat perawat memberi atau mengganti pakan. Lamanya waktu ingestif yang disajikan pada Gambar 9 memperlihatkan bahwa perilaku ingestif nuri bayan memiliki kecenderungan terhadap suatu jenis pakan atau benda yang dipatuk.

(26)

16

Gambar 9 Pola perilaku ingestif nuri bayan berdasarkan jenis kelamin a) jantan dan b) betina

Aktivitas makan nuri bayan di MBOF dilakukan dengan menggunakan paruhnya dengan cara merundukkan kepala ke tempat makan dan mematuk-matuk pakan untuk menghancurkan pakan atau pakan dipegang menggunakan salah satu kakinya. Nuri bayan di MBOF terlebih dahulu akan memakan kacang tanah dan kuaci dengan mematuk bagian kulit luarnya. Nuri bayan di ASTI lebih menyukai pakan berukuran kecil, yang dimakan dengan cara menggigit langsung atau memegang pakan tersebut menggunakan salah satu kakinya sebagai tangan, lalu mengunyah dan menelannya. Terlihat sesekali nuri bayan di kedua lokasi turun ke lantai kandang memakan sisa pakan.

Selama pengamatan, aktivitas minum hanya dilakukan nuri bayan di MBOF, sedangkan nuri bayan di ASTI tidak melakukan aktivitas minum. Hal tersebut terjadi karena pakan yang diberikan perawat ASTI terdiri dari bebuahan dan sayuran segar yang banyak mengandung air, sehingga diduga cukup untuk memenuhi kebutuhan air minumnya. Rostika (1999) menyatakan bahwa nuri bayan di penangkaran jarang sekali turun ke bawah untuk mengambil minum, karena kebutuhan air untuk nuri bayan dapat terpenuhi dari bahan makanan yang dimakan. Hal tersebut berbeda dengan nuri bayan di MBOF yang melakukan aktivitas minum dengan cara mencelupkan paruh ke tempat minum. Nuri bayan di MBOF melakukan aktivitas minum karena pakan (kacang dan kuaci) yang diberikan perawat lebih banyak mengandung lemak sehingga kebutuhan air minum dalam tubuh nuri bayan di MBOF belum terpenuhi dan dipenuhi dengan minum. Artinya semakin banyak nuri bayan mengkonsumsi pakan yang mengandung air maka aktivitas minumnya akan semakin rendah, karena kebutuhan air sudah tercukupi dari kandungan air dalam bahan pakan, atau yang dikenal dengan air metabolisme

(27)

17 Aktivitas mematuk benda berupa sarang, bunga atau pucuk tanaman dan kayu tenggeran lebih sering dilakukan nuri bayan di ASTI dibandingkan di MBOF. Hal ini sama dengan pernyataan Rostika (1999) bahwa nuri bayan melakukan aktivitas mematuk benda berupa sarang, tempat makan atau minum, kayu tenggeran, tembok dan kawat kandang. Aktivitas mematuk benda dilakukan dengan cara berjalan, memanjat dinding kandang, menggantung di atap kandang dan bertengger. Perbedaan perilaku ingestif pada nuri bayan di kedua lokasi dipengaruhi oleh penerapan penyajian pakan, pemberian pakan dan penerapan sistem perkandangan yang dilakukan oleh masing-masing pengelola.

Perilaku perawatan tubuh (menelisik, menggaruk, membersihkan paruh, mengguncang tubuh dan mandi)

Perilaku perawatan tubuh pada burung penting dilakukan agar bulu tetap mengilap, sehat dan segar. Menurut Takandjanji dan Mite (2008) bulu berfungsi sebagai pelindung tubuh dari hujan dan panas, untuk terbang mencari makan dan sebagai penghangat saat mengerami telur, dan mengasuh anak. Waktu yang digunakan nuri bayan jantan dan betina di MBOF dalam perilaku perawatan tubuh lebih lama pada pagi dan sore hari ketika suhu rendah, sedangkan di ASTI perilaku perawatan tubuh lebih lama dilakukan nuri bayan betina yakni hampir setiap jam tanpa dipengaruhi oleh suhu (Gambar 10).

Gambar 10 Pola perilaku perawatan tubuh nuri bayan berdasarkan jenis kelamin a) jantan dan b) betina

Secara umum tidak terdapat perbedaan perilaku perawatan tubuh yang dilakukan nuri bayan di MBOF dan ASTI. Menelisik merupakan aktivitas yang sering dan lama dilakukan dengan cara memasukkan dan menggerakkan paruh ke bagian tubuh (dada, sayap, punggung dan ekor). Menggaruk dilakukan pada bagian

(28)

18

kepala atau leher menggunakan salah satu kaki secara cepat dan singkat. Menelisik dan menggaruk dilakukan nuri bayan pada saat istirahat. Rekapermana et al. (2006) menjelaskan bahwa perilaku memelihara tubuh dalam hal menelisik dan menggaruk pada burung dilakukan untuk merapikan bulu dan mengeluarkan benda-benda asing yang menempel pada tubuh.

Selain aktivitas perawatan tubuh untuk menghilangkan kotoran pada bulu, nuri bayan di kedua lokasi juga melakukan aktivitas mengguncang tubuh dan mandi. Aktivitas mengguncang tubuh bertujuan untuk merapikan kembali susunan bulu yang dilakukan dengan mengembangkan bulu-bulu bagian tubuh dan mengibaskan ekornya. Mandi merupakan cara alami yang dilakukan burung untuk merawat bulu dan dapat mendinginkan badan ketika udara panas (Prijono dan Handini 1998). Aktivitas mandi nuri bayan dilakukan dengan cara memanjat dinding kandang, menggantung di atap kandang, merentangkan sayap, menelisik, menggaruk, membersihkan paruh dan mengguncang tubuh. Nuri bayan di kedua lokasi lebih menyukai air hujan dibandingkan dengan air yang disediakan oleh perawat untuk mandi, diduga nuri bayan membutuhkan sumber air yang mengalir.

Aktivitas membersihkan paruh dilakukan setelah makan atau bercumbu yaitu dengan menggesekkan sisi paruh secara bergantian ke kayu tenggeran atau dinding kandang. Aktivitas membersihkan paruh bertujuan untuk membersihkan paruh dari sisa-sisa makanan yang menempel.

Perilaku lokomosi (berjalan, memanjat, menggelantung dan terbang)

Perilaku lokomosi lebih sering dilakukan nuri bayan jantan dan betina di MBOF yang dilakukan ketika pagi dan sore hari disaat suhu dalam kandang rendah (Gambar 11).

(29)

19 Hasil perhitungan persentase frekuensi perilaku lokomosi mendapatkan bahwa nuri bayan jantan di MBOF memiliki frekuensi lebih tinggi (14%) dibanding di ASTI (6%). Hal tersebut dikarenakan jantan di MBOF sedang melindungi betina yang sedang berkembang biak di dalam sarang dari gangguan burung kakatua. Menurut Takandjandji (2005) ketika betina memasuki masa perkembangbiakan, jantan berperan menjaga dan melindungi kotak sarang dari luar. Perilaku lokomosi atau bergerak yang ditunjukkan nuri bayan jantan dan betina di ASTI adalah ketika akan melakukan perilaku ingestif, perkembangbiakan dan ketika ada gangguan.

Nuri bayan di kedua lokasi sensitif terhadap gangguan di sekitar lingkungan kandang. Gangguan yang dialami nuri bayan di MBOF disebabkan kehadiran manusia dan kakatua yang mendekati bagian pembatas sisi dinding kandang, sedangkan di ASTI berupa suara ribut satwa lain yang diduga merupakan sinyal atau bentuk komunikasi antar satwa karena ada gangguan. Perilaku lokomosi nuri bayan jantan di kedua lokasi ketika ada gangguan adalah terbang bolak balik ke bagian depan dan belakang kandang atau bagian sisi kiri kanan kandang sambil bersuara keras dan betina yang ada di dalam sarang hanya mengeluarkan kepala lewat lubang sarang. Hal tersebut sama seperti pernyataan Forshaw dan Cooper (1989) bahwa di alam ketika burung mendapat gangguan, burung akan terbang tinggi dan berkeliling sambil bersuara keras. Namun pada burung di dalam kandang kemampuan terbangnya terbatas karena terbatasnya ukuran kandang, sehingga tidak memungkinkan untuk burung terbang terlalu tinggi dalam waktu lama. Alasan nuri bayan jantan di MBOF melakukan perilaku lokomosi tersebut diduga untuk mengusir kakatua, sedangkan di ASTI merupakan bentuk waspada atau respon terhadap kondisi sekitar kandang.

Perilaku perkembangbiakan (bercumbu, kawin dan mengasuh anak)

Perilaku perkembangbiakan nuri bayan di MBOF lebih dominan ditunjukkan pada aktivitas pengasuhan anak, sedangkan nuri bayan di ASTI ditunjukkan pada aktivitas bercumbu dan kawin. Perilaku bercumbu berkaitan erat dengan proses perkembangbiakan dimulai saat satwa mencapai usia dewasa kelamin dengan pertemuan dan pemilihan jodoh (Suratmo 1979). Perilaku bercumbu nuri bayan di MBOF dan ASTI diawali dengan mengadu paruh dan saling menelisik bulu leher. Nuri bayan saling mengejar dan mendekati, betina mengangguk-anggukkan atau menggesek-gesekan kepalanya ke bulu leher jantan sambil bersuara rendah. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Immelman (1983) bahwa aktivitas bercumbu pada burung yang berpasangan dimulai saling mendekat untuk mencapai keseimbangan antara birahi jantan dan betina sampai saat yang dinginkan kedua pasangan untuk kopulasi.

Kopulasi diawali dengan naiknya jantan ke atas punggung betina sambil mematuk leher atau bagian kepala betina dan bersuara dengan intensitas rendah. Burung betina yang bersedia dikawini oleh jantan akan merendahkan punggungnya dan mengangkat ekornnya sehingga kloaka terbuka, lalu burung jantan menurunkan ekornya dan menekan kloakanya ke kloaka betina sehingga terjadi kopulasi. Aktivitas kawin yang teramati sama seperti yang dinyatakan Hidayati (1996) yaitu ditandai dengan terjadinya kopulasi, mulai naiknya jantan ke atas betina dengan posisi jantan mematuk kepala betina.

(30)

20

umumnya di alam setelah kopulasi burung betina akan membawa bahan sarang, membangun sarang, meletakkan telur dan mulai mengerami telur hingga menetas. Hasil pengamatan di kedua lokasi perilaku membawa bahan sarang tidak terjadi, karena pihak pengelola di kedua lokasi tidak menyediakan bahan sarang di lantai kandang, sehingga betina memanfaatkan bagian dalam sarang sebagai pengganti jerami untuk bahan alas sarang.

Betina akan mengasuh anaknya yang baru menetas di dalam sarang. Perilaku pengasuhan anak lebih sering dilakukan oleh induk betina nuri bayan dibanding induk jantan, akibatnya nuri bayan betina lebih lama dan sering berada dalam sarang atau jarang meninggalkan sarang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alcock (2001) bahwa induk betina akan lebih melindungi dan merawat anaknya hingga dewasa. Selama pengamatan terlihat jantan sering menyuapi betina di dekat lubang sarang dan di tenggeran. Aktivitas jantan menyuapi betina dilakukan dengan cara jantan mengangguk-anggukan kepala untuk mengeluarkan pakan yang telah dimakan, lalu jantan memasukkan pakan yang sudah dikeluarkan tersebut ke dalam paruh betina. Jika betina sudah merasa cukup untuk disuapi, maka betina akan meninggalkan jantan dan masuk ke dalam sarang. Hal ini sama dengan nuri bayan di alam bahwa betina sering mendapat makan dengan cara disuapi oleh jantan yang dilakukan dengan cara jantan bertengger di lubang sarang, kemudian betina keluar menemui jantan dan jantan mulai menyuapi betina (Forshaw dan Cooper 1989).

Perilaku perkembangbiakan nuri bayan di kedua lokasi sering terjadi pada sore hari (Gambar 12) yang dilakukan di tenggeran. Hal ini berbeda dengan pernyataan Steele dan Boyce (1991) diacu dalam Rostika (1999) bahwa di penangkaran, perkawinan biasanya terjadi pada pagi hari yang dilakukan di dalam sarang atau di tenggeran.

(31)

21

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Terdapat perbedaan teknik pemeliharaan yang diterapkan di MBOF dan ASTI karena perbedaan tujuan pengelolaan diantaranya yakni perkandangan, variasi jenis pakan, cara pemberian pakan dan tenaga ahli dalam penanganan satwa yang terkena penyakit. Teknik pemeliharaan nuri bayan yang diterapkan di MBOF dan ASTI dikelola dengan baik sehingga dapat mengembangbiakkan nuri bayan. Keberhasilan perkembangbiakan nuri bayan di ASTI lebih besar dibandingkan di MBOF yang sudah mencapai tujuh kali berkembang biak.

Beberapa perilaku harian nuri bayan di kedua lokasi dipengaruhi oleh suhu dan lingkungan sekitar kandang. Sebagian besar waktu harian nuri bayan di dalam kandang MBOF dan ASTI digunakan untuk istirahat dengan frekuensi dan durasi lebih dari 40%.

Saran

1. MBOF perlu memperbaiki pengelolaan terhadap pemilihan bahan kandang dan penempatan kandang nuri bayan yang sedang berkembang biak, agar burung merasa nyaman serta perlu tambahan variasi pakan berupa bebuahan untuk memenuhi kebutuhan air dalam tubuh nuri bayan dan memicu perkembangbiakan.

2. Pemantauan lebih intensif pada anakan perlu dilakukan oleh pengelola di kedua lokasi untuk meningkatkan faktor keberhasilan perkembangbiakan nuri bayan. 3. Pengamatan pertumbuhan anakan nuri bayan perlu dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan teknik pembesaran anakan nuri bayan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin J. 2007. Studi perilaku harian burung katsuri merah (Eos bornea) di Penangkaran Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Alcock J. 2001. Animal Behavior: An Evolutionary Approach. 7th ed. Sunderland (GB): Sinauer.

[CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. 2011. Appendices, I, II and III. Geneva (CH): International Environmental House. Chemin de Anemones.

Forshaw JM, Cooper WT. 1989. Parrots of the World. 3rd ed. Australia(AU): Landshow.

Gill F. 2007. Ornithology. Third Edition. New York (US): WH Freeman Company.

Handini S. 1994. Kesukaan makan burung nuri (Lorius lory) dalam penangkaran. Prosiding Seminar Hasil Litbang SDH. Bogor (ID): Balitbang Zoologi, Puslitbang Biologi-LIPI.

(32)

22

Hiadyati BSW. 1996. Perilaku reproduksi dan karakteristik mikro habitat tempat bertelur burung gosong (Megapodius reinwardtii Dummont 1823) di Taman Buru Pulau Moyo [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[IUCN] International Union Conservation of Nature. 2005. IUCN Red List of Threatened Species <www.iucnredlist.org>. [diunduh 2013 Agustus 24]. Tersedia pada: Http://www.iucnredlistorg.org.

Immelman. 1983. Introduction to Ethologi. New York (US): Plenum Pr.

Lariman. 2011. Konservasi eks-situ burung langka melalui penangkaran di Kampus FMIPA UNMUL [ulasan]. Bioprosek. 8:(2).

Martin P, Bateson P. 1988. Measuring Behaviour An Introduction Guide 2nd ed. Cambridge (UK): Cambridge Univ Pr.

Mas’ud B. 2002. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis Menangkarkan Cucak Rawa. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

[Permenhut] Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.31/Menhut-II/2012 tentang Lembaga Konservasi.

Prastyono. 1999. Variasi aktivitas harian owa jawa, Hylobates moloch (Audebert, 1798) menurut kelas umur di Taman Nasional Gunung Halimun, Jawa Barat. Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Prijono SN. 1998. Sukses Memelihara dan Menangkar Betet. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Prijono SN, Handini S. 1998. Memelihara, Menangkar, dan Melatih Nuri. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Purwastuti IK. 2007. Pertumbuhan anak ke-1, 2 dan 3 burung lovebird setelah lepas sapih sampai umur 60 hari [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Rekapermana M, Thohari A, Masy’ud B. 2006. Pendugaan jenis kelamin

menggunakan ciri-ciri morfologi dan perilaku harian pada gelatik jawa di penangkaran. Media Konservasi. 9(3):89-97.

Rostika I. 1999. Studi perilaku burung bayan (Eclectus roratus) jantan dan betina yang ditangkarkan secara berkelompok di Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Zoologi Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Scott JP. 1963. Animal Behaviour. London (GB):University of Chicago Pr.

Setio P, Takandjandji M. 2007. Konservasi burung endemik langka melalui penangkaran. Prosiding ekspose hasil-hasil penelitian; Padang, 20 September

2006. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan

Konservasi Alam: 47-61.

Sudjana. 1992. Metode Statistika. Bandung (ID): Tarsito. Sudrajad. 1999. Cucakrawa. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Supriatna E, Atmomarsono U, Kartasudjana R. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Suratmo FG. 1979. Prinsip Dasar Tingkah laku Satwaliar. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.

Takandjandji, M. 2005. Karakteristik burung dari Pulau Sumba. Jakarta: (ID) Majalah Kehutanan Indonesia. 4th ed .

Takandjandji M, Mite M. 2008. Perilaku burung beo alor di penangkaran Oilsonbai,

(33)

23 Takandjandji M, Kayat, Gernson ND Njurumana. 2010. Perilaku burung bayan sumba (Eclectus roratus cornelia Bonaparte) di penangkaran Hambala, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konsrvasi Alam. 8(4): 357-369.

Widodo W. 2005. Perdagangan burung-burung paruh bengkok di Bali (Parrot Trade in Bali). Berk. Penel. Hayati. 11: 31-31.

(34)

24

Lampiran 1 Etogram perilaku nuri bayan

No. Perilaku Aktivitas Tahapan Perilaku

1 Ingestif - Makan

- Mamatuk sarang - Makan

tanaman/dahan

- Terbang, jalan, mematuk, mengunyah, diam, mematuk, mengunyah, terbang

- Jalan, manjat turun ke dinding kawat kandang, mematuk, mengunyah

- Jalan, mematuk, menggigit - Berjalan, mengglantung,

menggigit, mengunyah 2 Istirahat - Bertengger

- Bersarang

- Tidur

- Diam, mengangkat kedua sayap, diam

- Diam, mengangkat salah satu sayap dan kaki ke belakang, diam

- Jalan, diam, terbang ke lubang sarang, bertengger

- Jalan, memanjat, menggantung di langit-langit kandang atau dinding kawat kandang, diam - Mendekam, terbang,

memeriksa sarang dengan memasukkan kepala ke dalam sarang, memutar badan, jalan mundur masuk sarang

- Terbang ke atap sarang, memutar badan, diam, mendekam, kepala disembunyikan

- Terbang, diam, mata terpejam, mendekan, mata terpejam 3 Lokomosi - Berjalan

- Memanjat - Terbang

- Diam, berjalan, diam, mengamati sekitar

- Jalan, melompati betina, jalan diam

- Diam, jalan, memanjat dinding kawat atau atap kawat kandang - Jalan, diam, terbang, diam,

terbang

- Diam, mengamati sekitar, bersuara rendah, terbang paru, diam, mengangkat salah satu kakinya

(35)

25

Lampiran 1 Etogram perilaku nuri bayan (lanjutan)

No. Perilaku Aktivitas Tahapan Perilaku

- Menggaruk

- Menelisik

- Mandi

jari-jari kaki betina

- Bertengger, mengangkat salah satu kaki ke paruh, menundukan kepala, menggaruk

- Bertengger, diam, menelisik, diam, menelisik

- Berjalan, diam, menelisik - Jalan, memanjat, menggantung,

merentangkan sayap,

mengibaskan bulu-bulu tubuh, menggoyang-goyangkan ekor, menelisik, membersihkan paruh.

5 Seksual - Bercumbu

- Pengasuhan anak

(menyuapi)

- Kawin

- Mengejar, menelisik, jalan (menjauh), jalan (mendekati pasangan), menggesekan kepala ke bulu leher, bercumbu, jalan, diam, betina mendekam, jantan melompati betina, mendekati pasangan, bercumbu

- Kejar-kejaran, bercumbu, diam, bercumbu, terbang, mendekati pasangan, bercumbu, diam - Jalan, betina mendekati jantan,

mengadukan paruh, jantan menganggukkan kepala, betina mendekam sambil membuka paruhnya, jantan mengeluarkan pakan dan menyuapi

(36)

26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 15 November 1992 dari pasangan Kemas Zainal Abidin dan Siti Hendarsih. Penulis adalah putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 1997-1998 penulis mengawali pendidikan di TK Insan Kamil Dramaga, dilanjutkan di SD Insan Kamil Dramaga tahun 1998-2004, SMP N 11 Bogor tahun 2004-2007 dan SMA N 2 Bogor tahun 2007-2010. Penulis diterima sebagai mahasiswa program S1 (Sarjana) Institut Pertanian Bogor tahun 2010 melalui jalur seleksi SNMPTN. Penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan dalam angkatan ‘Nepenthes rafflesiana 47’.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis mengikuti organisasi dan beberapa kegiatan kepanitiaan diantaranya Gebyar Himakova 2012 dan Forester Competition (For Cup) 2012. Penulis aktif pada organisasi kemahasiswaan sebagai staf pengurus Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) periode 2011/2012 dan pernah menjabat sebagai bendahara Kelompok Pemerhati Burung HIMAKOVA periode 2012/2013. Penulis pernah mengikuti kegiatan Eksplorasi Flora, Fauna dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Tangkuban Perahu (Pelabuhan Ratu) tahun 2012 serta Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh tahun 2012. Selain itu, penulis pernah menjadi ketua dalam Program Kreativitas Mahasiswa Analisis Ilmiah (PKM-AI) IPB tahun 2013 dan sedang mengikuti kegiatan Cikabayan Bird Banding Club (CBBC).

Penulis telah melaksanakan praktek dan kegiatan lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar Alam Pangandaran dan Cagar Alam Gunung Sawal tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) tahun 2013 dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Jawa Timur tahun 2014. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Teknik Pemeliharaan dan Perilaku Harian Nuri Bayan (Eclectus roratus) di ASTI dan

Gambar

Gambar 1  Peta tempat penelitian
Tabel 1  Spesifikasi kandang nuri bayan di MBOF dan ASTI menurut tujuan
Gambar 2  Kandang nuri bayan di ASTI yang dilengkapi dengan shading net
Gambar 3  Kondisi (a) suhu dan (b) kelembaban kandang di MBOF dan ASTI
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji manajemen penangkaran, ukuran keberhasilan penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan burung kakatua sumba (Cacatua

Data perilaku harian yang diamati dan dicatat meliputi perilaku aktif, tidak aktif, makan, mencari makan, berpindah tempat, menyelisik, sosial, agonistik dan abnormal..

Penelitian ini pertujuan untuk menganalisis hubungan antara perilaku pengendalian hipertensi yang meliputi pola makan, kepatuhan minum obat antihipertensi dan aktivitas fisik

Salah satu perubahan bentuk perilaku pada masa remaja adalah perubahan perilaku makan baik mengarah ke perilaku makan yang sehat ataupun cenderung mengarah kepada perilaku makan

Jenis perilaku harian Burung Julang Emas (Aceros undulatus) yang ditemukan di penangkaran Eco Green Park berjumlah 11 perilaku, yaitu perilaku makan, defecation, bersuara,

Artinya Segala puji bagi Allah, Dzat yang memberi makan dan minum dan menjadikan kami termasuk golongan orang-orang muslim.. SOAL MATERI MEMBIASAKAN PERILAKU TERPUJI; ADAB MAKAN

Data perilaku harian yang diamati dan dicatat meliputi perilaku aktif, tidak aktif, makan, mencari makan, berpindah tempat, menyelisik, sosial, agonistik dan abnormal..

seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Kuncoro (2004) yang menyatakan bahwa perilaku harian orangutan meliputi 46% perilaku makan, 30% perilaku istirahat, 12%