• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU HARIAN KUKANG JAWA (

Nycticebus javanicus

Geoffroy 1812)

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN

SALAK (TNGHS) JAWA BARAT

RISMA ANGELIZA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung

Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Risma Angeliza

(4)

ABSTRAK

RISMA ANGELIZA. Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus

Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat.

Dibimbing oleh R.R. DYAH PERWITASARI dan INDAH WINARTI.

Kukang jawa (N. javanicus) merupakan satwa yang terancam punah

namun data ekologi dan informasi mengenai kehidupannya di alam masih sangat sedikit. Menurut IUCN, kukang jawa merupakan salah satu satwa liar yang berstatus kritis (critically endangered) dan tercantum dalam Apendiks I CITES

sejak tahun 2007. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari perilaku harian N. javanicus serta mengkaji aspek iklim terhadap pola perilaku harian kukang jawa

di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Pengamatan perilaku menggunakan modifikasi metode focal time sampling. Principal Component Analysis (PCA) digunakan untuk mengetahui korelasi aspek iklim

dengan perilaku harian. Kukang jawa yang diamati sebanyak dua individu betina dewasa liar. Perilaku harian paling dominan berturut-turut adalah berpindah tempat (37.9%), makan (21.8%), aktif (12.5%) dan mencari makan (12.3%). Jenis pakan alami N. javanicus yang paling diminati berturut-turut adalah nektar

(79.9%), getah (16.6%), serangga (3.0%) dan buah (0.5%). Korelasi aspek iklim dan fase bulan di TNGHS Jawa Barat terhadap perilaku harian N. javanicus

adalah sebesar 59.3%. Fase bulan memiliki pengaruh paling besar terhadap perilaku harian N. javanicus. Nycticebus javanicus termasuk satwa primata lunar phobia atau cenderung aktif pada kondisi sedikit atau tanpa cahaya (gelap).

(5)

ABSTRACT

RISMA ANGELIZA. Daily Activities of Javan Slow Loris (Nycticebus javanicus

Geoffroy 1812) in the Mount Halimun Salak National Park (MHSNP) West Java. Supervised by R.R. DYAH PERWITASARI and INDAH WINARTI.

Javan slow loris (N. javanicus) is an endangered species however

ecological data and information about its life in nature is limited. According to the IUCN, javan slow loris is one of the critical wildlife status (critically endangered)

and listed on Appendix I of CITES since 2007. This study aimed to investigate daily activities of N. javanicus and to assess correlation between climate, moon

phase and daily activities of javan slow loris in the Mount Halimun Salak National Park (MHSNP) West Java. Behavioral observations was carried out using a modified method of focal time sampling. Principal Component Analysis

(PCA) was used to determine the correlation between the climatic aspects and daily activities. Behavioral observations was conducted on two wild adult females. The most dominant of daily activities N. javanicus were travelling

(37.9%), feeding (21.8%), active (12.5%) and foraging (12.3%). N. javanicus

preferred natural food items such as nectar (79.9%), sap (16.6%), insects (3.0%) and fruits (0.5%). Correlation climate aspect and moon phase of the daily activities N. javanicus was 59.3%. Phases of the moon gave impact mostly on the

daily activities. Nycticebus javanicus is a primate lunar phobia or likely to be

active in slightly or no light conditions (dark).

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

PERILAKU HARIAN KUKANG JAWA (

Nycticebus javanicus

Geoffroy 1812)

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN

SALAK (TNGHS) JAWA BARAT

RISMA ANGELIZA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Skripsi : Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy

1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa

Barat

Nama : Risma Angeliza NIM : G34100034

Disetujui oleh

Dr Ir R.R. Dyah Perwitasari MSc Pembimbing I

Indah Winarti MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana MSi Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 sampai bulan April 2014 ini ialah perilaku harian, dengan judul Perilaku Harian Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak

(TNGHS) Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir R.R. Dyah Perwitasari MSc dan Ibu Indah Winarti MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi masukan, saran, dan diskusi selama menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Utut Widyastuti MSi selaku penguji luar komisi yang banyak memberikan saran dan masukan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh tim monitoring dan staf Yayasan IAR Indonesia yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun berperan besar dalam penyusunan karya ilmiah ini. Kepada keluarga Bapak Otang, Uci dan Mbak Winar serta masyarakat kampung Tapos dan curug Nangka atas sarana, prasarana dan bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, adik Ayu, Eka Arismayanti, Nindya Pangestika, Dian Ardiniangsih, Dwi Meilina, serta seluruh teman Biologi 47 atas segala doa, perhatian, dan bantuannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Waktu dan Tempat 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812) 3

Perilaku Harian 4

Taman Nasional Gunung Halimun Salak 5

METODE 6

Alat dan Bahan 6

Observasi dan Identifikasi Objek Pengamatan 6

Penggunaan Radio Telemetri dalam Pengamatan 7

Pengukuran Kondisi Lingkungan dan Penandaan Letak Koordinat 7

Pengamatan Perilaku Harian 8

Identifikasi Jenis Pakan Alami 8

Analisis Data 8

HASIL 10

Perilaku Harian 10

Kondisi Lingkungan 12

Pengaruh Aspek Iklim dan Fase Bulan terhadap Perilaku Harian

Kukang Jawa 14

PEMBAHASAN 17

SIMPULAN 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 24

(10)

DAFTAR TABEL

1 Identifikasi individu kukang jawa betina dewasa liar yang dipasang

radio collar di TNGHS Jawa Barat 7

2 Data suhu udara, kelembapan udara pada setiap kategori perilaku

harian N. javanicus di TNGHS Jawa Barat 13

3 Hasil uji khi-kuadrat korelasi aspek iklim dan fase bulan terhadap

perilaku harian N. javanicus 15

DAFTAR GAMBAR

1 Keanekaragaman jenis kukang dan sebarannya di dunia 1 (foto: Fitch-Snyder, Streicher, Wirdateti dan Winarti)

2 Grafik respon perilaku Nycticebus javanicus pada awal perjumpaan 10

3 Grafik perbandingan perilaku harian dua individu N. javanicus di

TNGHS Jawa Barat 11

4 Grafik pola perilaku N. javanicus di TNGHS Jawa Barat 12

5 Proporsi jenis pakan N. javanicus di alam 12

6 Kondisi cuaca selama pengamatan di TNGHS Jawa Barat 13 7 Grafik fase bulan selama pengamatan di TNGHS Jawa Barat 14 8 Grafik pengaruh suhu udara terhadap perilaku harian 15 9 Grafik pengaruh kelembapan udara terhadap perilaku harian 15 10 Grafik pengaruh cuaca terhadap perilaku harian 16 11 Grafik pengaruh fase bulan terhadap perilaku harian 16 12 Diagram pencar (scatterplot) perilaku harian terhadap aspek iklim 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ethogram pengamatan perilaku N. javanicus 24

2 Respon kedua individu N. javanicus pada awal perjumpaan 24

3 Perilaku harian kedua individu N. javanicus 25

4 Deskripsi kategori fase bulan (Rogers dan Nekaris 2011) 25 5 Persentase pengaruh aspek iklim (suhu udara, kelembapan udara, dan

cuaca) dan fase bulan terhadap perilaku harian N. javanicus 26

6 Hasil PCA korelasi aspek iklim (suhu udara, kelembapan udara, dan

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Satwa liar dapat diartikan hewan yang hidup liar di alam bebas tanpa campur tangan manusia. Satwa liar memiliki peranan yang sangat banyak dan penting, salah satunya adalah untuk melestarikan hutan dalam ekosistem. Kukang adalah salah satu satwa liar yang termasuk golongan primata primitif nokturnal, arboreal, dan soliter yang tersebar di seluruh Asia. Kukang termasuk ke dalam genus Nycticebus dan terbagi menjadi lima spesies yaitu N. bengalensis, N. pygmaeus, N. coucang, N. menagensis, dan N. javanicus. Tiga spesies diantaranya

terdapat di Indonesia, yaitu kukang sumatera (Nycticebus coucang), kukang

kalimantan (Nycticebus menagensis), dan kukang jawa (Nycticebus javanicus).

Habitat dari ketiga spesies kukang di Indonesia tersebut tersebar di Kalimantan, Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya, serta di Pulau Jawa.

Gambar 1 Keanekaragaman jenis kukang dan sebarannya di dunia (foto: Fitch-Snyder, Streicher, Wirdateti dan Winarti)

Salah satu primata endemik yang dapat dijumpai di Pulau Jawa adalah kukang jawa (Nycticebus javanicus). Nycticebus javanicus juga dikenal sebagai

satwa pemalu yang bergerak lamban. Pola aktivitas dan pergerakan N. javanicus

yang lamban mengakibatkan satwa ini rentan terhadap ancaman dari manusia. Ancaman terbesar adalah perburuan oleh manusia untuk diperjual-belikan dan juga adanya kehancuran habitat. Perdagangan N. javanicus yang cukup tinggi

(12)

2

Jawa, namun kini habitat asli kukang jawa nyaris hampir tidak ada lagi. Kerusakan hutan di Jawa merupakan penyebab terbesar menurunnya jumlah N. javanicus.

Informasi mengenai perilaku, pola aktivitas, dan penggunaan sumber pakan di habitat alaminya masih sangat sedikit. Penelitian perilaku harian N. javanicus

di alam liar perlu dilakukan, mengingat populasi kukang jawa yang semakin sedikit akibat perburuan dan perdagangan bebas. Informasi tersebut dapat membantu dalam mengetahui tingkat keberhasilan pengelolaan rehabilitasi dan reintroduksi N. javanicus di alam liar. Data mengenai perilaku N. javanicus sangat

penting untuk melakukan program konservasi kukang secara in-situ maupun ex-situ.

Perumusan Masalah

N. javanicus merupakan satwa yang dilindungi oleh pemerintah sejak tahun

1990. IUCN (International Union for the Conservation of Nature dan Natural Resources) telah menetapkan kategori kukang jawa dari low risk atau kurang

terancam, menjadi data defiecient atau kekurangan data, dan kini menjadi critically endangered atau kritis (IUCN red list 2013). Apendiks I CITES

(Convention on International Trade in Endangered Species) telah mencantumkan

spesies kukang jawa sejak tahun 2007. Akan tetapi, informasi dan data perilaku terkini mengenai kehidupannya di alam masih sangat sedikit. Data perilaku tersebut diperlukan dan dapat digunakan sebagai acuan guna melestarikan satwa tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perilaku harian kukang jawa (Nycticebus javanicus) serta mengkaji aspek iklim (suhu, kelembapan, dan cuaca)

serta fase bulan terhadap pola perilaku harian N. javanicus di kawasan Taman

Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Jawa Barat.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang perilaku harian, tumbuhan pakan, serta aspek iklim dan fase bulan yang mempengaruhi perilaku N. javanicus liar

di habitat alami.

2. Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai salah satu parameter dalam pengelolaan N. javanicus secara in-situ maupun ex-situ (terutama

dalam upaya rehabilitasi N. javanicus) agar populasi N. javanicus tetap

lestari.

Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian dilakukan selama 4 bulan dari bulan Januari sampai dengan April 2014 di hutan habitat alami kukang jawa (Nycticebus javanicus) di

(13)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Kukang Jawa (Nycticebus javanicus Geoffroy 1812)

Kukang (Nycticebus sp.) merupakan nama ilmiah yang memiliki arti “night ape” atau kera malam. Kukang merupakan anggota genus Nycticebus di dalam

ordo Primata (Nowak 1999). Anggota genus Nycticebus terdiri dari lima jenis

kukang yang terdistribusi sepanjang Asia Timur hingga Asia Tenggara (Groves 2001; Nekaris dan Nijman 2007), diantaranya yaitu N. bengalensis, N. pygmaeus, N. coucang, N. menagensis, dan N. javanicus (Schulze dan Groves 2004; Nekaris

dan Nijman 2007; Nekaris et al. 2008). Tiga diantaranya memiliki sebaran di

Indonesia yaitu di Jawa (N. javanicus), Sumatera (N. coucang), dan Kalimantan

(N. menagensis). Kukang jawa (Nycticebus javanicus) mempunyai klasifikasi

sebagai berikut (Napier dan Napier 1967,1985; Rowe 1996):

Kingdom : Animalia

Spesies : Nycticebus javanicus (Geoffroy 1812)

Nycticebus javanicus merupakan satwa primata primitif yang tidak berekor,

bersifat nokturnal (aktif di malam hari), arboreal (tinggal di tajuk pepohonan) (Bearder 1987; Wiens 2002) dan bergerak dengan keempat anggota geraknya atau kuadrupedal (Wiens 2002). Nycticebus pernah teramati melakukan aktivitas paling

awal 2 menit sebelum matahari terbenam dan aktivitas terakhir 14 menit sebelum matahari terbit (Wiens 2002). Masa aktif kukang dimulai saat matahari terbenam, sedangkan penurunan aktivitas akan terjadi secara drastis ketika matahari terbit.

Secara morfologi, N. javanicus memiliki ukuran panjang tubuh 280-320 mm

serta ekor yang pendek dan melingkar dengan panjang sekitar 10-20 mm. Berat tubuh N. javanicus dapat berkisar dari 800 g hingga 1100 g. Rambut dari satwa

tersebut berwarna cokelat muda hingga cokelat lebih gelap. Pola garpu pada wajah membentuk lingkaran di sekitar bagian mata sehingga terlihat menyerupai kaca mata. Pola garpu ini menyatu di bagian atas kepala, kemudian membentuk garis lurus ke bagian belakang hingga sepanjang punggung dengan warna rambut cokelat kehitaman.

Kukang memiliki tapetum lucidum, yaitu lapisan di bagian belakang retina

(14)

4

wave-sensitivecone opsins) pada retina kukang tidak mampu membedakan warna

(Kawamura dan Kubotera 2004). Keterbatasan penglihatan ini merupakan salah satu penyebab kukang tidak bisa meloncat dari dahan ke dahan seperti lutung atau monyet (Winarti 2011).

Kukang memiliki moncong atau ujung hidung yang selalu lembap dan basah yang disebut rhinarium. Rhinarium berfungsi untuk membantu daya

penciumannya dalam mengenali jejak bau yang ditinggalkan kukang lainnya (Napier dan Napier 1985; Rowe 1996). Tooth comb atau gigi sisir adalah empat

gigi seri pada rahang bawah yang arah tumbuhnya lebih horizontal. Fungsi gigi ini adalah sebagai alat untuk menyisir rambutnya saat meyelisik atau membersihkan diri. Toilet claw adalah cakar atau kuku yang panjang dan tajam pada telunjuk

atau jari kedua pada alat gerak bagian belakang. Tooth comb dan toilet claw

digunakan untuk menyelisik (Napier dan Napier 1985; Rowe 1996). Spesies ini memiliki kelenjar yang berbisa (venomous) apabila bercampur dengan saliva.

Kelenjar berbisa ini terdapat di bagian siku tangan. Fungsinya adalah sebagai pertahanan diri terhadap pemangsa (Alterman 1995).

Secara umum genus Nycticebus sering disebutkan sebagai omnivor

(pemakan segala) dengan palatabilitas atau tingkat kesukaan tertentu terhadap salah satu atau beberapa jenis pakan. Jenis pakan kukang antara lain buah-buahan, bunga, nektar, getah, dan cairan bunga atau cairan tumbuhan, serangga, dan telur burung serta burung kecil (Rowe 1996; Nekaris dan Bearder 2007). Kukang mendapatkan getah dengan cara mengguratkan gigi ke batang pohon hingga kulit pohon terkelupas atau hanya tergores dan mengeluarkan getah, selanjutnya kukang menjilatinya (Wiens 2002; Pambudi 2008; Swapna 2008).

Kukang menyukai habitat hutan hujan tropis dan subtropis di dataran rendah dan dataran tinggi, hutan primer, hutan sekunder, serta hutan bambu (Rowe 1996; Wirdateti et al. 2005; Pambudi 2008). Nycticebus javanicus merupakan spesies

endemik Pulau Jawa. Keberadaan N. javanicus di Jember Jawa Timur pernah

dilaporkan oleh Wirdateti et al. (2000). Groves (2001) melakukan penelitian

mengenai keberadaan N. javanicus di Jawa Barat. Nycticebus javanicus juga

dijumpai di talun (hutan kebun) Sumedang, Tasikmalaya dan Ciamis Jawa Barat (Winarti 2011).

Perilaku Harian

Perilaku merupakan aspek yang paling dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Perilaku merupakan cara satwa itu berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya, baik dengan makhluk hidup maupun dengan benda–benda di sekitarnya. Perilaku harian pada Nycticebus yang dapat diamati ada 9 kategori

diantaranya yaitu :

a. Perilaku aktif (active) merupakan kondisi N. javanicus ketika terlihat diam

tidak bergerak seperti membeku (freeze) atau duduk di suatu dahan selama

lebih dari satu menit dengan mata terbuka. Posisi membeku (freeze)

(15)

5 b. Perilaku tidak aktif (inactive) adalah kondisi N. javanicus dalam keadaan

tidur, terlihat diam tidak bergerak atau duduk di suatu dahan selama lebih dari satu menit dengan mata tertutup (Bottcher-Law et al. 2001).

c. Makan (feeding) merupakan perilaku memasukkan makanan ke dalam

mulut (Bottcher-Law et al. 2001). Secara umum perilaku makan adalah

perilaku N. javanicus yang mencakup rangkaian kegiatan menggapai,

mengambil, memegang, memasukkan ke dalam mulut, mengunyah, dan menelan hewan mangsa atau bagian tumbuhan jenis pakan atau material lainnya.

d. Perilaku mencari makan (foraging) adalah perilaku bergerak (biasanya

lambat) terbatas pada suatu pohon, mengamati dan mencoba menangkap serangga disekitarnya atau mencari, memilih, mendekati dan mencium objek-objek tertentu (bunga, buah, dan lain-lain).

e. Perilaku berpindah tempat (travelling) merupakan semua pergerakan

individu dari suatu tempat ke tempat yang lain atau dari satu pohon ke pohon lain menggunakan keempat alat geraknya (kuadrupedal), tanpa memperhatikan sekelilingnya dengan pandangan fokus ke depan.

f. Menyelisik (grooming) yaitu perilaku N. javanicus membersihkan atau

merawat diri dengan menjilati rambut dan menggaruk bagian tubuh tertentu yang dilakukan sambil menggantung atau atau duduk di dahan. g. Perilaku sosial merupakan tingkah laku yang melibatkan interaksi antara

dua individu atau lebih (Wiens 2002).

h. Perilaku agonistik merupakan perilaku yang bersifat agresif yang meliputi menyerang, bertahan, berkelahi dan mengancam.

i. Perilaku abnormal merupakan perilaku menyimpang yang tidak biasa terjadi di alam dan dilakukan secara berulang-ulang contohnya jalan mondar-mandir dan berputar, serta memutar kepala (rolling head) (YIARI

2013).

Taman Nasional Gunung Halimun Salak

Kawasan Gunung Halimun seluas 39.941 hektar ditetapkan menjadi taman nasional melalui Keputusan Menteri Kehutanan RI nomor 282/Kpts-II/1992 pada 26 Februari 1992. Pada tahun 2003, melalui surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 175/Kpts-II/2003 tentang alih fungsi kawasan Perum Perhutani, hutan lindung dan hutan produksi terbatas di sekitar kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH) menjadi satu kesatuan kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Taman nasional yang semula memiliki luas kurang lebih 39.941 hektar diperluas menjadi 113.357 hektar dan menjadi taman nasional yang memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan terluas di Pulau Jawa (TNGHS-JICA 2008). Taman Nasional Gunung Halimun Salak merupakan hutan dataran rendah terbesar di Jawa yang masih tersisa sampai saat ini, melingkup wilayah yang bergunung-gunung dengan dua puncaknya yang tertinggi adalah Gunung Halimun (1.929 m dpl) dan Gunung Salak (2.211 m dpl).

(16)

6

bergunung-gunung. Curah hujan rata-rata 4000 – 6000 mm/tahun dan memiliki iklim yang basah. Taman nasional ini merupakan rumah bagi 61 spesies mamalia endemik dan terancam punah, salah satunya yaitu kukang jawa. Di hutan seluas 113.357 hektar ini sementara terdapat lebih dari 1000 spesies tumbuhan, yang tergolong ke dalam 266 genus dan 93 famili dan juga sarang bagi 200 spesies burung. Kekayaan hayati kawasan taman nasional ini cukup tinggi sehingga telah lama menarik perhatian para peneliti.

METODE

Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan untuk pengamatan perilaku harian diantaranya antena (Biotrack Yagi antenna), radio telemetri VHF (Very High Frequency), portable telemetry receiver 148-174MHz model R-1000, radio collar, alat ukur

digital 4 in 1 (suhu, kelembapan, intensitas cahaya, kecepatan angin), Global Positioning System (GPS), headlamp Energizer 3 LED, senter cree SWAT

LH-168, jam tangan dan kamera digital serta alat tulis. Objek penelitian yaitu dua individu kukang jawa (Nycticebus javanicus) betina dewasa liar yang telah

dipasang radio collar di hutan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS)

Jawa Barat.

Observasi dan Identifikasi Objek Pengamatan

Observasi lapangan untuk mengetahui keberadaan N. javanicus dilakukan

dengan penjelajahan areal hutan TNGHS dibantu tim monitoring IAR (International Animal Rescue) Indonesia yang mengetahui sebaran kukang di

sekitar hutan. Metode wawancara digunakan untuk mengetahui kemungkinan keberadaan, frekuensi kemunculan serta bentuk atau jenis N. javanicus yang

pernah mereka lihat. Observasi lapangan dilakukan malam hari ketika N. javanicus dalam masa aktif. Objek yamg diamati adalah dua individu N. javanicus

betina dewasa liar. Kedua individu N. javanicus ini ditemukan di lokasi yang

berbeda.

Identifikasi objek pengamatan dilakukan dengan melihat ciri-ciri fisik, seperti ukuran tubuh, jenis kelamin, raut muka, warna rambut, bentuk kepala, pola garpu pada wajah, pola garis cokelat kehitaman memanjang dari kepala hingga pangkal ekor, bentuk tubuh maupun cacat pada tubuh. Pemeriksaan keberadaan

microchip pada seluruh tubuh N. javanicus menggunakan scanner dilakukan

untuk memastikan kukang yang hendak dipasang radio collar merupakan N. javanicus endemik dari hutan TNGHS Jawa Barat, bukan satwa hasil

pelepasliaran. Radio collar yang dipilih maksimum beratnya 5-10% dari berat

tubuh kukang (Biotrack 2012). Pemasangan radio collar perlu disesuaikan dengan

lingkar leher kukang, jika terlalu rapat dapat menyebabkan luka dan mempengaruhi perilaku alami kukang, sedangkan jika terlalu renggang dapat menyebabkan radio collar terlepas. Individu tersebutdibiarkan tanpa pengamatan

(17)

7

Penggunaan Radio Telemetri dalam Pengamatan

Radio telemetri VHF digunakan untuk mendeteksi keberadaan kukang. Deteksi keberadaan N. javanicus menggunakan antena dan portable telemetry receiver. Perangkat pemancar yang dipasang pada kukang berupa radio collar

akan memancarkan gelombang radio pendek pada frekuensi tertentu (Wiens dan Zitzmann 2003). Nomor frekuensi dimasukkan ke portable telemetry receiver

untuk mendeteksi keberadaan kukang yang hendak diamati. Setiap radio collar

memiliki frekuensi yang berbeda (Tabel 1). Sinyal radio yang dipancarkan dari

radiocollar akan dideteksi dan ditangkap oleh antena. Posisi antena diputar untuk

menentukan arah keberadaan kukang. Sinyal yang ditangkap ditandai bunyi ‘bip

yang diterima oleh portable telemetry receiver. Semakin kuat bunyi, berarti

keberadaan kukang semakin dekat. Posisi keberadaan N. javanicus dipastikan

dengan bantuan lampu senter cree melalui pantulan sinar mata berwarna oranye.

Tabel 1 Identifikasi individu kukang jawa betina dewasa liar yang dipasang radio collar di TNGHS Jawa Barat

No. Nama Frekuensi (Hz) Karakteristik Gambar

1. Ekar

Pengukuran Kondisi Lingkungan dan Penandaan Letak Koordinat

Pengukuran aspek iklim meliputi suhu dan kelembapan udara yang dilakukan menggunakan alat ukur digital 4 in 1. Pencatatan fase bulan dan kondisi

cuaca menggunakan kategori yang disesuaikan (YIARI 2013). Pengamatan aspek iklim dilakukan satu kali pada awal pengamatan dengan N. javanicus. Penandaan

(18)

8

Pengamatan Perilaku Harian

Pengamatan perilaku harian dilakukan menggunakan metode modifikasi

focal time sampling yang merupakan penggabungan dari dua metode yaitu focal animal sampling dan scan sampling (Martin dan Bateson 1993). Focal time sampling merupakan metode pengambilan data perilaku setiap interval waktu

tertentu dengan mengamati satu individu atau satu kelompok. Focal animal sampling dapat memberikan informasi mengenai rangkaian peristiwa yang

teramati, interaksi antar individu dan durasi perilaku yang teramati. Scan sampling

merupakan metode pengambilan data perilaku harian pada interval waktu tertentu. Pengamatan perilaku harian dilakukan secara terus menerus mengikuti perilaku satu individu N. javanicus yang diamati dalam suatu periode aktif satwa

tersebut, yaitu pukul 18.00-00.00 WIB atau 00.00-06.00 WIB dengan interval waktu pengamatan setiap 5 menit dan mencatat semua perilaku yang dilakukan. Pengamatan perilaku harian dilakukan secara bergantian pada dua individu N. javanicus dengan minimum waktu pengamatan yaitu 30 jam untuk setiap

individu. Minimum waktu pengamatan ditentukan untuk memperoleh data primer yang baik dan valid, sehingga informasi mengenai pola perilaku N. javanicus

secara keseluruhan dapat dianalisis dan diketahui dengan jelas. Tingkat akurasi data akan semakin baik dan stabil, apabila data primer yang diperoleh semakin banyak. Pengamatan dilakukan sepanjang masa aktif N. javanicus yaitu pada

malam hari. Data perilaku harian yang diamati dan dicatat meliputi perilaku aktif, tidak aktif, makan, mencari makan, berpindah tempat, menyelisik, sosial, agonistik dan abnormal. Data perilaku selanjutnya disusun dalam suatu ethogram yang sudah dimodifikasi dari Fitch-Snyder dan Schulze (Bottcher-Law et al.

2001) serta Glassman dan Wells (1984) (Lampiran 1).

Identifikasi Jenis Pakan Alami

Pengamatan perilaku makan meliputi identifikasi jenis tumbuhan dan bagian dari tumbuhan tersebut yang digunakan sebagai sumber pakan. Pengamatan jenis pakan alami N. javanicus dilakukan saat pengamatan perilaku makan. Jenis pakan

alami yang dikonsumsi N. javanicus diantaranya yaitu buah, nektar, getah pohon,

dan serangga. Cara identifikasi dilakukan dengan mengamati, mengenali dan mencatat jenis substrat dari sumber pakan yang dikonsumsi oleh N. javanicus.

Jenis tumbuhan yang telah diidentifikasi, diperiksa klasifikasinya berdasarkan genus dan spesies pada situs The International Plant Names Index dan

Plantamor.org.

Analisis Data

Data perilaku harian dan jenis pakan yang dikonsumsi oleh N. javanicus

dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk persentase grafik dan tabel dengan bantuan program Statistic Package for Social Science (SPSS) ver. 21.

(19)

9

Keterangan ; X = frekuensi perilaku dalam n menit pengamatan

Y = total frekuensi perilaku dalam 1800 menit pengamatan

Perhitungan persentase proporsi jenis pakan alami N. javanicus adalah

sebagai berikut :

Keterangan ; A = frekuensi jenis pakan yang dikonsumsi

B = total frekuensi jenis pakan yang dikonsumsi selama perilaku makan

Pengujian terhadap korelasi antara parameter yang diukur dan diamati menggunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 = tidak ada pengaruh aspek iklim terhadap perilaku harian kukang jawa

H1 = ada pengaruh aspek iklim terhadap perilaku harian kukang jawa

Hipotesis tersebut diuji menggunakan uji χ² atau khi-kuadrat (Walpole 1997). Pengambilan keputusan atas hipotesis tersebut dilakukan berdasarkan tingkat kepercayaan yang digunakan pada nilai p < 0.05. Bila nilai p value (signifikansi)

lebih kecil dari 0.05 atau H0 ditolak, maka ada pengaruh secara nyata aspek iklim

terhadap perilaku harian N. javanicus. Sebaliknya bila nilai p > 0.05 atau H0

diterima, maka tidak ada pengaruh secara nyata aspek iklim terhadap perilaku harian N. javanicus.

Variabel bebas yang dianalisis adalah perilaku harian N. javanicus

sedangkan yang termasuk kedalam variabel tidak bebas adalah suhu udara, kelembapan udara, cuaca dan fase bulan. Penggunaan prosedur PCA (Principal Component Analysis) digunakan untuk mencari faktor utama dari variabel tidak

bebas yang paling berpengaruh terhadap variabel bebas dari. Prosedur PCA pada dasarnya bertujuan untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya (Soemartini 2008). Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali.

Persentase perilaku = X x 100%

Y

(20)

10

HASIL

Perilaku Harian

Data perilaku harian yang diperoleh dari kedua individu N. javanicus selama

pengamatan berjumlah 886 atau setara dengan 4430 menit (73 jam 50 menit). Proporsi perilaku kedua individu N. javanicus pada awal perjumpaan

berturut-turut adalah perilaku berpindah tempat (32.1%), mencari makan (28.3%), menyelisik (15.1%) dan aktif (13.2%) (Gambar 2). Angel lebih mudah diamati dibandingkan Ekar. Ekar lebih banyak menghindari pengamat dengan bergerak menjauh.

Gambar 2 Grafik respon perilaku Nycticebus javanicus pada awal perjumpaan

Tiga perilaku harian dominan dari Ekar yaitu perilaku berpindah tempat (41.6%), aktif (14.3%) dan makan (14.1%) (Gambar 3). Tiga perilaku harian dominan dari Angel yaitu perilaku berpindah tempat (34.1%), makan (29.5%) dan mencari makan (14.6%). Kedua individu menunjukkan frekuensi perilaku harian tertinggi yang sama yaitu perilaku berpindah tempat. Perilaku harian terendah dari kedua individu N. javanicus adalah perilaku tidak aktif.

Perilaku sosial dan agonistik pada N. javanicus hanya ditunjukkan oleh Ekar

sebesar 8.4% dan 0.2%. Perilaku sosial dijumpai ketika objek pengamatan berinteraksi dengan individu kukang lain di alam. Individu lain terlihat duduk bersama di dahan dan mengikuti pergerakan objek pengamatan. Perilaku agonistik yang teramati sebanyak satu kali pada Ekar. Perilaku ini ditunjukkan dengan aktivitas mengancam dan bertahan serta vokalisasi yang nyaring dan menggeram. Perilaku abnormal yang meliputi jalan mondar-mandir dan berputar, serta memutar kepala tidak ditunjukkan oleh kedua N. javanicus selama pengamatan

(21)

11

Gambar 3 Grafik perbandingan perilaku harian dua individu N. javanicus di

TNGHS Jawa Barat

Ekar dan Angel mulai melakukan aktivitas antara pukul 18.00-19.00 WIB. Hal tersebut ditunjukkan dengan perilaku aktif, makan, mencari makan, berpindah tempat dan menyelisik yang sudah mulai tercatat pada waktu tersebut (Gambar 4). Perilaku aktif N. javanicus banyak dijumpai pada pukul 18.00-19.00 (37.5%) dan

00.00-01.00 (37.8%). Waktu makan N. javanicus tertinggi di alam adalah

menjelang tengah malam yaitu pukul 22.00-23.00 (38.3%). Pukul 00.00-01.00 (4.4%) perilaku makan terlihat menurun, namun kembali meningkat hingga menjelang pagi hari.

Waktu mencari makan tertinggi adalah pukul 01.00-02.00 (40.0%). Perilaku berpindah tempat menunjukkan persentase yang cukup tinggi hampir di setiap waktu pengamatan, namun terlihat menurun pada pukul 01.00-02.00 (13.3%). Proporsi mobilitas atau perilaku bergerak yang menyebabkan perpindahan tempat yaitu perilaku berpindah tempat dan mencari makan pada N. javanicus cenderung

sama di setiap waktu pengamatan. Pukul 00.00-01.00 atau tengah malam, proporsi mobilitas N. javanicus (42.3%) dijumpai sebanding dengan perilaku tidak

bergerak yang meliputi perilaku aktif dan tidak aktif (35.6%). Perilaku tidak aktif teramati mulai pukul 05.00-06.00 (25.0%), setelah N. javanicus berpindah tempat

(22)

12

Gambar 4 Grafik pola perilaku N. javanicus di TNGHS Jawa Barat

Jenis pakan tertinggi yang dikonsumsi oleh Ekar dan Angel berturut-turut adalah nektar kaliandra merah (Calliandra calothyrsus) (79.9%), getah bungbuai

(Plectocomia elongata) (16.6%) dan serangga (3.0%) (Gambar 5). Serangga

diperoleh N. javanicus pada percabangan atau tajuk pohon pinus (Pinus merkusii)

dan palem serdang (Livistona rotundifolia). Jenis pakan alami yang paling sedikit

dikonsumsi adalah buah beunying (Ficus fistulosa) (0.5%).

Gambar 5 Proporsi jenis pakan N. javanicus di alam

Kondisi Lingkungan

Secara keseluruhan kondisi lingkungan pada setiap kategori perilaku harian

N. javanicus di TNGHS Jawa Barat selama pengamatan adalah lembap (Tabel 2).

Suhu udara terendah (21.6°C) terjadi pada saat perilaku tidak aktif, sedangkan suhu udara tertinggi (22.6°C) terjadi pada saat perilaku makan. Kelembapan udara tertinggi (86.4%) lebih banyak dilakukan saat N. javanicus makan. Curah hujan

(23)

13 normal yaitu kisaran 301 - 400 mm (BMKG 2014). Secara umum kondisi cuaca di kawasan TNGHS Jawa Barat selama pengamatan adalah cerah-berawan (Gambar 6).

Tabel 2 Data suhu udara, kelembapan udara pada setiap kategori perilaku harian

N. javanicus di TNGHS Jawa Barat

Perilaku harian Faktor lingkungan

Suhu udara (°C) Kelembapan udara (%)

aktif 22.4 85.5

(18.8-25.0) (77.0-96.6)

tidak aktif 21.6 86.3

(19.7-23.1) (78.4-92.5)

makan 22.6 86.4

(18.8-25.0) (77.0-96.6)

mencari makan 22.5 85.1

(18.8-25.0) (78.4-92.6)

berpindah tempat 22.3 86.0

(18.8-25.0) (77.0-96.6)

menelisik 22.5 86.0

(18.8-25.0) (77.0-92.6)

sosial 22.5 82.6

(21.2-24.2) (78.4-89.2)

agonistik 22.1 78.4

(22.1) (78.4)

abnormal

Keterangan : Nilai pada tabel merupakan nilai rata-rata setiap aspek iklim; angka di dalam kurung merupakan nilai kisaran terukur

(24)

14

Pembagian kategori fase bulan yang digunakan merupakan modifikasi yang telah disesuaikan dari Rogers dan Nekaris (2011). Fase bulan secara umum dibagi menjadi lima berdasarkan posisinya saat berputar mengelilingi bumi yaitu bulan baru, bulan sabit, bulan kuartal, bulan cembung dan bulan purnama (Lampiran 4). Fase bulan pada saat N. javanicus aktif, makan, mencari makan, berpindah tempat

dan menyelisik menunjukkan bulan pada kondisi gelap (bulan baru dan bulan sabit) (Gambar 7). Perilaku tidak aktif, sosial, dan agonistik banyak dilakukan N. javanicus saat kondisi bulan terang (bulan kuartal dan bulan tigaperempat). Nycticebus javanicus tidak dapat dijumpai pada kondisi bulan benar-benar terang

atau fase bulan purnama.

Gambar 7 Grafik fase bulan selama pengamatan di TNGHS Jawa Barat

Pengaruh Aspek Iklim dan Fase Bulan terhadap Perilaku Harian Kukang Jawa

Hasil uji khi-kuadrat (χ²) terhadap korelasi antara aspek iklim dan fase bulan dengan perilaku harian yang diukur dan diamati tersusun dalam tabel 3. Nilai p value (Sig.) dari perilaku aktif (p = 0.003), makan (p = 0.000), berpindah tempat

(p = 0.000), menyelisik (p = 0.000), dan sosial (p = 0.000) lebih kecil dari 0.050. Berdasarkan hipotesis H0 ditolak atau dengan kata lain ada pengaruh aspek iklim

terhadap perilaku aktif, makan, berpindah tempat, menyelisik dan sosial pada N. javanicus di TNGHS Jawa Barat. Nilai p value (Sig.) dari perilaku tidak aktif (p

= 0.500) dan mencari makan (p = 0.239) memiliki nilai p value (Sig.) lebih besar

dari 0.050, maka hipotesisnya H0 diterima atau tidak ada pengaruh aspek iklim

(25)

15 Tabel 3 Hasil uji khi-kuadrat korelasi aspek iklim dan fase bulan terhadap

perilaku harian N. javanicus

Perilaku harian Nilai Khi-kuadrat

(χ²) df Sig. Keterangan

aktif 26.794 10 0.003 H0 ditolak

tidak aktif 9.341 10 0.500 H0 diterima

makan 47.731 10 0.000 H0 ditolak

mencari makan 12.730 10 0.239 H0 diterima

berpindah tempat 42.857 10 0.000 H0 ditolak

menyelisik 37.328 10 0.000 H0 ditolak

sosial 92.493 10 0.000 H0 ditolak

agonistik

abnormal

Keterangan : H0 ditolak (Sig. < 0.050); H0 diterima (Sig. > 0.050)

Berdasarkan hasil uji khi-kuadrat, perilaku harian yang memiliki nilai p value (Sig.) lebih kecil dari 0.050 atau H0 ditolak dapat dianalisis lebih lanjut

menggunakan prosedur PCA (Principal Component Analysis). Perilaku harian

yang dianalisis menggunakan PCA adalah perilaku aktif, makan, berpindah tempat, menyelisik dan sosial. Suhu udara memiliki pengaruh cukup tinggi terhadap perilaku sosial (82.1%), berpindah tempat (61.3%) dan makan (61.1%) (Gambar 8). Kelembapan udara memberikan pengaruh sebesar 80.6% pada perilaku makan, 78.2% pada perilaku sosial dan 68.3% pada perilaku menyelisik (Gambar 9). Cuaca memberikan pengaruh tertinggi pada perilaku makan sebesar 75.5% (Gambar 10). Fase bulan memberikan pengaruh cukup tinggi di atas 50.0% terhadap perilaku aktif, makan, berpindah tempat, menyelisik dan sosial (Gambar 11).

(26)

16

Gambar 10 Grafik pengaruh cuaca Gambar 11 Grafik pengaruh fase bulan terhadap perilaku harian terhadap perilaku harian Berdasarkan analisis 4 variabel dari aspek iklim (suhu udara, kelembapan udara, cuaca dan fase bulan) diperoleh dua komponen utama (principal component/PC) yang paling baik untuk menjelaskan korelasi terhadap perilaku

harian. Secara kumulatif kedua PC yang terbentuk menghasilkan nilai sebesar 59.3% (Lampiran 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua PC dapat menjelaskan data aspek iklim yang diamati memiliki korelasi terhadap perilaku harian sebesar 59.3%. Korelasi antara aspek iklim (axis X) terhadap perilaku harian (axis Y) disajikan melalui diagram pencar (scatterplot) (Gambar 12).

Diagram pencar menggambarkan data aspek iklim yang terlihat menyebar pada setiap kategori perilaku harian N. javanicus. Semakin menjauhi axis Y, maka suhu

(27)

17

Gambar 12 Diagram pencar (scatterplot) perilaku harian terhadap aspek iklim

PEMBAHASAN

Respon tertinggi yang ditunjukkan Ekar dan Angel pada awal perjumpaan dengan pengamat adalah perilaku berpindah tempat. Hal ini merupakan indikasi bahwa kukang tersebut merasa terganggu dengan keberadaan manusia. Nycticebus javanicus di alam tidak terbiasa dengan keberadaan manusia, sehingga berusaha

untuk berpindah tempat untuk menghindari pengamat. Angel lebih mudah diamati dibandingkan Ekar. Hal ini menunjukkan tingkat perilaku kewaspadaan ( self-awareness) Angel lebih rendah. Rendahnya tingkat kewaspadaan akan

mempengaruhi respon satwa terhadap keberadaan manusia sehingga satwa tidak lagi menggangap manusia sebagai ancaman. Hal tersebut yang menjadi potensi meningkatnya perburuan N. javanicus di alam. Satwa yang tidak lagi menganggap

manusia sebagai ancaman cenderung lebih rentan terhadap perburuan (Thorn et al.

2008).

Perilaku harian tertinggi yang ditunjukkan oleh Ekar dan Angel adalah berpindah tempat. Perilaku berpindah tempat meliputi semua pergerakan individu dari suatu tempat ke tempat yang lain menggunakan keempat alat geraknya (kuadrupedal), tanpa memperhatikan sekelilingnya dan pandangan fokus ke depan. Berdasarkan hasil pengamatan N. javanicus tidak pernah terlihat berjalan

(28)

18

maupun tajuk pepohonan (arboreal). Nycticebus javanicus memiliki pergerakan

lambat, namun pada perilaku berpindah tempat pergerakannya cukup cepat. Hal ini ditunjukkan dengan objek pengamatan yang seringkali hilang dari pandangan pengamat. Berpindah tempat dipengaruhi oleh suhu udara rendah, kelembapan udara yang tinggi, cuaca cerah serta cahaya bulan yang sedikit bahkan gelap. Kondisi cahaya bulan yang cenderung gelap merupakan aspek utama yang berperan besar mempengaruhi N. javanicus berpindah tempat. Menurut Kavanau

(1979), kukang cenderung mengurangi aktivitas atau menghindari kondisi gelap total dan sangat sedikit cahaya (lunar phobia). Trent et al. (1977) juga

melaporkan bahwa N. coucang cenderung mengurangi aktivitas saat bulan

purnama. Nycticebus pygmaeus di Kamboja juga termasuk lunar phobia dan

hanya aktif sepanjang cahaya bulan dengan suhu yang tinggi (Rogers dan Nekaris 2011). Beberapa satwa primata nokturnal diketahui memiliki kecenderungan lebih aktif pada saat ada cahaya bulan (lunar philia) dan ada juga yang tidak (lunar phobia) (Winarti 2011).

Perilaku aktif biasanya dilakukan saat kukang terjaga tanpa individu lain di dekatnya. Perilaku aktif yang biasa dilakukan meliputi aktivitas duduk diam atau bergelantungan di dahan dengan melihat-lihat kondisi sekitar atau tanpa beraktivitas apapun. Pukul 18.00-19.00 merupakan adaptasi dari dimulainya masa aktif N. javanicus yang ditunjukkan dengan duduk diam, melihat-lihat kondisi

sekitar atau tanpa melakukan aktivitas apapun. Intensitas cahaya bulan yang sedikit atau tanpa cahaya berpengaruh besar terhadap perilaku aktif N. javanicus

di alam.

Perilaku makan N. javanicus tertinggi di alam adalah menjelang tengah

malam yaitu pukul 22.00-23.00. Pakan yang dimakan digunakan sebagai cadangan energi untuk melakukan perilaku lainnya. Pukul 00.00-01.00 perilaku makan terlihat menurun, namun kembali meningkat hingga menjelang pagi hari. Pakan yang dikonsumsi ini digunakan sebagai cadangan energi ketika tidur di siang hari. Di samping itu menjelang pagi hari suhu udara semakin rendah dan kelembapan tinggi, sehingga untuk mempertahankan suhu tubuhnya N. javanicus

perlu mengkonsumsi pakan yang lebih banyak. Hal ini juga dikemukakan oleh Suarjaya (1985), bahwa pada suhu lingkungan yang rendah (dingin) satwa membutuhkan tambahan pakan untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap normal.

Jenis pakan alami N. javanicus yang diamati di TNGHS Jawa Barat antara

lain nektar, getah, buah-buahan dan serangga kecil. Sumber pakan yang paling diminati adalah nektar (Calliandra calothyrsus) dan getah bungbuai (Plectocomia elongata). Nycticebus javanicus merupakan satwa primata yang mengkonsumsi

pakan berupa bagian dari tumbuhan. Penelitian yang dilakukan oleh Wiens et al.

(2006) juga menyebutkan jenis pakan alami kukang tertinggi berturut-turut adalah getah (34.9%), nektar bunga (31.7%) buah-buahan (22.5 %) dan selebihnya merupakan serangga serta hewan kecil. Jenis pakan tersebut menyediakan jumlah gula yang besar sehingga kukang memiliki simpanan energi yang cukup (Wiens et al. 2006).

Proporsi perilaku makan sebanding dengan perilaku mencari makan yang tinggi pada dua individu N. javanicus. Nycticebus javanicus dapat bergerak bebas

(29)

19 untuk mendapatkan sumber pakan. Perilaku mencari makan tidak saling berkorelasi dengan pengaruh aspek iklim yang diamati.

Kukang melakukan aktivitas menyelisik (autogrooming) beberapa saat

setelah bangun, yaitu sekitar lepas senja saat matahari sudah tenggelam dan sesaat sebelum tidur, yaitu saat menjelang matahari terbit (Wiens 2002; Pambudi 2008).

Nycticebus javanicus terlihat sering menyelisik saat memulai masa aktifnya dan

menjelang pagi hari sebelum melakukan perilaku tidak aktif. Menurut Wiens (2002), menyelisik biasa dilakukan beberapa saat sebelum tidur dan/atau beberapa saat setelah bangun. Perilaku menyelisik juga seringkali dilakukan setelah makan dan berpindah tempat. Kondisi hujan dan kelembapan udara yang tinggi menyebabkan perilaku menyelisik pada N. javanicus lebih sering dilakukan.

Nycticebus javanicus lebih banyak menghabiskan waktu sendirian selama

pengamatan, atau dengan kata lain satwa primata ini bersifat soliter atau penyendiri (Wiens dan Zitzmann 2003). Kukang memiliki sistem sosial yang tidak berbeda jauh dengan anggota prosimii lainnya yaitu menggunakan urin sebagai penanda teritori, vokalisasi untuk menarik lawan jenis dan komunikasi taktil (Ballenger 2001). Perilaku sosial ini meliputi bermain, mengikuti, mengasuh, vokalisasi, kontak fisik dan kopulasi. Kedua objek pengamatan tidak pernah saling berjumpa ketika pengamatan. Ekar terlihat berinteraksi dengan individu N. javanicus lainnya di alam. Kondisi bulan yang cenderung terang

(bulan tigaperempat) merupakan aspek iklim utama yang mempengaruhi perilaku sosial N. javanicus.

Individu soliter memiliki risiko lebih tinggi menjadi korban predator daripada individu yang dekat dengan individu sejenis lainnya (Wiens 2002). Perilaku agonistik merupakan perilaku yang bersifat agresif meliputi menyerang, bertahan, berkelahi, mengancam dan menjauh. Ekar menunjukkan perilaku agonistik ketika bertemu individu N. javanicus lainnya dan musang (Paradoxurus hermaphroditus). Perilaku agonistik ditunjukkan kukang dengan posisi diam dan

bertahan. Perilaku agonistik pada kedua individu N. javanicus di alam sedikit

dijumpai.

Perilaku abnormal yaitu perilaku tidak biasa yang dilakukan oleh N. javanicus seperti berjalan mondar-mandir, berputar dan memutar kepala (YIARI

2013). Perilaku abnormal dapat didefinisikan sebagai respon dari gangguan atau stres yang dialami kukang. Nycticebus javanicus di alam tidak terlihat melakukan

perilaku abnormal selama pengamatan. Kedua N. javanicus di alam tidak

menunjukkan perilaku abnormal selama pengamatan berlangsung.

Perilaku harian terendah pada Ekar dan Angel adalah perilaku tidak aktif. Rendahnya perilaku tidak aktif pada N. javanicus disebabkan pengambilan data

yang dilakukan saat malam hari. Malam hari merupakan masa aktif dari kukang. Perilaku tidak aktif seringkali dilakukan N. javanicus setelah perilaku berpindah

(30)

20

nokturnal yang mempunyai aktivitas pada malam hari, sedangkan waktu istirahat digunakan pada siang hari.

Mobilitas atau perilaku bergerak yang menyebabkan perpindahan tempat yaitu perilaku berpindah tempat dan mencari makan pada N. javanicus cenderung

sama di setiap waktu pengamatan. Pukul 00.00-01.00 proporsi mobilitas sebanding dengan proporsi perilaku tidak bergerak (aktif dan tidak aktif). Berdasarkan pengamatan tersebut, menunjukkan kemungkinan N. javanicus

mudah dijumpai pada tengah malam yaitu pukul 00.00-01.00 di alam. Secara

umum, mobilitas N. javanicus (50.7%) cukup tinggi dibandingkan perilaku tidak

bergerak (17.5%) pada masa aktifnya. Hal ini menunjukkan bahwa N. javanicus

merupakan primata nokturnal (Wiens 2002).

Perilaku makhluk hidup dipengaruhi faktor internal (morfologi dan fisiologi) maupun eksternal (perubahan kondisi lingkungan). Nycticebus javanicus

menyukai habitat yang lembap dan kondisi bulan yang gelap dalam melakukan aktivitasnya (Schulze 2003; Kavanau 1979). Berdasarkan teori tersebut, perilaku kedua individu N. javanicus yang diamati mengikuti pola perilaku Nycticebus

secara umum.

SIMPULAN

Perilaku harian dua invidu N. javanicus paling dominan berturut-turut

berpindah tempat (37.9%), makan (21.8%), aktif (12.5%) dan mencari makan (12.3%). Perilaku harian yang banyak dilakukan di malam hari menunjukkan bahwa kukang termasuk hewan nokturnal. Jenis pakan alami N. javanicus yang

paling diminati berturut-turut adalah nektar (79.9%), getah (16.6%), serangga (3.0%) dan buah (0.5%). Fase bulan memiliki pengaruh paling besar terhadap perilaku harian N. javanicus. Korelasi aspek iklim dan fase bulan di TNGHS Jawa

(31)

21

DAFTAR PUSTAKA

Alterman L. 1995. Toxins and toothcoomb: Potential allospesific chemical defenses in Nycticebus and Perodictus in Creatures of The Dark. Di dalam: Alterman, Doyle GA, Izard MK, editor. The Nocturnal Prosimians.

New York (US): Plenum Press.

Ballenger L. 2001. Nycticebus coucang. Animal Diversity Web [Internet].

[diunduh 2014 Sep 11]. Tersedia pada: http//animaldiversity.ummz.-umich.edu/site/accounts/information/Nycticebus_coucang/html.

Bearder SK. 1987. Lorises, bushbabies and tarsiers: Diverse societies in solitary foragers. Di dalam: Smuts BB et al. Struhsaker. 1987. Primate societies.

Chicago (US): University of Chicago Press.

Biotrack. 2012. Tag Chooser [Internet]. [diunduh 2014 Nov 1]. Tersedia pada: http://www.biotrack.co.uk/tagchooser.php/animal/MM/acode/52780390 [BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. Prakiraan cuaca daerah Jawa Barat

[Internet]. [diacu 2014 Apr 27]. Tersedia pada: http://www.bmkg.go.id-/bmkg_pusat/Informasi_Cuaca/Default.bmkg

Bottcher-Law L, Fitch H, Schulze SH. 2001. Management of lorises in captivity: a husbandry manual of Asian lorisines (Nycticebus & Loris spp.) San

Diego (US): Cres, Zool Soc San Diego.

Glassman DM, Wells JP. 1984. Positional and activity behavior in a captive slow loris: A quantitive assesment. American Journal of Primatology.

7:121-132.

Groves C. 2001. Primate Taxonomy. Washington DC (US): Smithsonian

Institution Press.

[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2013. IUCN Red List of Threatened Species, Nyticebus (Nycticebus javanicus) [Internet]. [diacu

2013 Des 2]. Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org.

Kavanau JL. 1979. Illuminance preferences of nocturnal primates. Primate.

2(20):245-258.

Kawamura S, Kubotera N. 2004. Ancestral loss of short wave-sensitive cone visual pigment in lorisiform prosimians, contrasting with its strict conservation in other prosimians. Journal of Molecular Evolution. 58:314–

321.

Martin P, Bateson P. 1993. Measuring Behaviour. an Introductory Guide 2nd ed.

Cambridge (GB): Cambridge University Pr.

Napier JR, Napier PH. 1967. A Handbook of Living Primates. New York (US):

Academic Press.

Napier JR, Napier PH. 1985. The Natural History of The Primates. Cambridge

(GB): The MIT Press.

Nekaris KAI, Bearder SK. 2007. The lorisiform primates of Asia dan Mainland Africa: diversity shrouded in darkness. Di dalam: Campbell C, Fuentes A, MacKinnon K, Panger M, Bearder SK, editor. Primates in Perspective.

Oxford (GB): Oxford University Press.

Nekaris KAI, Jaffe S. 2007. Unexpected diversity of slow lorises (Nycticebus

spp.) within the Javan pet trade: implications for slow loris taxonomy.

(32)

22

Nekaris KAI, Nijman V. 2007. CITES proposal highlights threat to nocturnal primates Nycticebus: Lorisidae. Folia Primatologica. 78:211-214

Nekaris KAI et al. 2008. Javan Slow Loris Nycticebus javanicus É. Geoffroy, Samkos Wildlife Sanctuary Cambodia. Cambodian Journal of Natural History. 2:104-113.

Schulze H, Groves G. 2004. Asian lorises: taxonomic problems caused by illegal trade. Di dalam: Nadler T, Streicher U, Ha TL, editor. International Symposium Conservation of Primates in Vietnam; 2003 Nov 18-20; Cuc

Phuong National Park Vietnam. Hanoi: Haki Press

Soemartini. 2008. Principal component analysis (PCA) sebagai salah satu metode untuk mengatasi multikolinearitas [skripsi]. Jatinangor (ID): Universitas Padjajaran.

Suarjaya, LM. 1985. Pengaruh suhu kandang terhadap penampilan ternak kelinci. [tesis]. Bogor (ID): Insitut Pertanian Bogor.

Swapna N. 2008. Assessing the feeding ecology of the Bengal slow loris (Nycticebus bengalensis) in Trishna Wildlife Sanctuary, Tripura [tesis].

Bangalore (IN): National Centre for Biological Sciences.

Thorn JS, Nijman V, Smith D, Nekaris KAI. 2008. Ecological niche modelling as a technique for assesing threats and setting conservation priorities for Asian slow lorises (Primates: Nycticebus). Diversity and Distribution.

15:289-298.

[TNGHS] Gunung Halimun Salak National Park Management Project – JICA. 2008. Merajut Pesona Flora Hutan Pegunungan Tropis di Gunung Salak.

Bogor (ID): LIPI – JICA.

Trent B, Tucker M, Lockard J. 1977. Activity changes with illumination in slow loris Nycticebus coucang. Applied AnimalEthology. 3:281-286.

Walpole RE. 1997. Pengantar statistika Edisi ke 3. Jakarta (ID): PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Wiens F. 2002. Behavior dan ecology of wild slow lorises (Nycticebus coucang):

(33)

23 Wiens F, Zitzmann A. 2003. Social structure of the solitary slow loris Nycticebus

coucang (Lorisidae). Journal of Zoology. 261:35-46.

Wiens F, Zitzmann A, Hussein NA. 2006. Fast food for slow lorises: Is low metabolism related to secondary compounds in high energy plant diet?.

Journal of Mammalogy 87 (4):790-798.

Winarti I. 2011. Habitat populasi dan sebaran kukang jawa (Nycticebus javanicus

Geoffroy 1812) di Talun Tasikmalaya dan Ciamis, Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Wirdateti, D. Duryadi, D. Sajuthi, T. Ungerer. 2000. Kekerabatan kukang (Nycticebus coucang) dengan menggunakan penanda kontrol daerah

mtDNA. Di dalam: Konservasi Satwa Primata: Tinjauan Ekologi, Sosial Ekonomi dan Medis Alam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Prosiding Seminar Primatologi Indonesia; 7 September 2000.

Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.

Wirdateti. 2005. Pakan alami dan habitat kukang Nycticebus coucang dan tarsius Tarsius bancanus di hutan Pasir Panjang Kalimantan Tengah. Jurnal Biologi Indonesia. 3(9):360-370.

(34)

24

LAMPIRAN

Lampiran 1 Ethogram pengamatan perilaku N. javanicus

Lampiran 2 Respon kedua individu N. javanicus pada awal perjumpaan

Perilaku harian

Respon kedua individu N. javanicus

pada awal perjumpaan (%)

aktif 13.2

tidak aktif

makan 5.7

mencari makan 28.3

berpindah tempat 32.1

menyelisik 15.1

sosial 5.6

agonistik abnormal

(35)

25 Lampiran 3 Perilaku harian kedua individu N. javanicus

Perilaku harian Ekar Angel Rata-rata

(%)

Lampiran 4 Deskripsi kategori fase bulan (Rogers dan Nekaris 2011)

No. Fase bulan Deskripsi Gambar

1. Bulan baru

Bulan berada pada posisi 0° saat mengelilingi bumi, bagian bulan yang tidak terkena sinar matahari menghadap ke bumi, akibatnya bulan tidak tampak dari bumi

2. Bulan sabit

Bulan berada pada posisi 45° atau 315° saat mengelilingi bumi, bulan tampak melengkung seperti sabit

jika dilihat dari bumi

3. Bulan kuartal

Bulan berada pada posisi 90° saat mengelilingi bumi, bulan tampak

berbentuk setengah lingkaran

4.

Bulan tigaperempat

Bulan berada pada posisi 135° atau 225° saat mengelilingi bumi, bulan tampak seperti cakram jika dilihat

dari bumi

5. Bulan purnama

(36)

26

Lampiran 5 Persentase pengaruh aspek iklim (suhu udara, kelembapan udara, dan cuaca) dan fase bulan terhadap perilaku harian N. javanicus

Perilaku harian suhu udara kelembapan udara cuaca fase bulan (%)

Lampiran 6 Hasil PCA korelasi aspek iklim (suhu udara, kelembapan udara, dan cuaca) dan fase bulan terhadap perilaku harian N. javanicus

Total Variance Explained

Component Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared

(37)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 22 April 1992 dari ayah Heru Bambang Sutrisno dan ibu Endang Marsitin. Penulis adalah putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bekasi dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis juga mendapatkan beasiswa Bidik Misi selama masa studi di IPB (2010-2014).

Gambar

Gambar 1 Keanekaragaman jenis kukang dan sebarannya di dunia
Gambar 2 Grafik respon perilaku Nycticebus javanicus pada awal perjumpaan
Gambar 3 Grafik perbandingan perilaku harian dua individu N. javanicus di
Gambar 4 Grafik pola perilaku N. javanicus di TNGHS Jawa Barat
+5

Referensi

Dokumen terkait

STUDI POPULASI DAN PERILAKU HARIAN LUTUNG JAWA ( Trachypithecus auratus ) DI SITU SANGIANG RESORT SANGIANG TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI PROVINSI JAWA

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan terhadap Perilaku Harian Ibu dan Anak Orangutan (Pongo abelii) Eks-peliharaan di Bukit Lawang didapatkan 5

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “ Perilaku

Faktor yang mempengaruhi perilaku menelisik adalah jenis kelamin, kelas umur, cuaca, jenis pohon dan ketinggiannya, durasi waktu aktif, serta gangguan (kelompok

Sedangkan pada jenis ki haji, rasamala dan puspa lebih banyak dijadikan sebagai tempat makan karena terdapat jenis tumbuhan yang menempel atau merambat pada jenis

Perilaku yang diamati adalah perilaku makan dan minum, perilaku kecenderungan untuk berkelompok, perilaku berselisih, perilaku mencari tempat berteduh, perilaku grooming,

Telah dilakukan penelitian mengenai pola aktivitas nokturnal dengan penekanan pada perilaku sosial pasangan pada kukang Jawa (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812) di karantina

Perilaku yang diamati adalah perilaku makan dan minum, perilaku kecenderungan untuk berkelompok, perilaku berselisih, perilaku mencari tempat berteduh, perilaku grooming,