• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN PEMERINTAH PERANCIS TERHADAP MUSLIM DI PERANCIS PASCA 11 SEPTEMBER 2001

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEBIJAKAN PEMERINTAH PERANCIS TERHADAP MUSLIM DI PERANCIS PASCA 11 SEPTEMBER 2001"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Terjadinya peristiwa 11 September 2001 berdampak sangat luas bahkan mampu merubah sejarah dunia. Isu demokratisasi berubah menjadi isu terorisme

setelah Bush mendeklarasikan perang terhadap teror dengan slogan “You're either with us or against us in the fight against terror”1. Isu terorisme tidak hanya menjadi permasalahan keamanan domestik Amerika Serikat saja, namun juga telah menjadi suatu masalah dalam keamanan global. Efek dari peristiwa 11 September 2001 tersebut tidak hanya merubah politik dunia, namun juga

mempengaruhi dunia Islam. Tuduhan yang dilontarkan Bush tentang dugaannya atas pelaku pemboman WTC adalah orang Islam tentunya merugikan umat Islam

seluruh dunia yang menjadi korban dampak peristiwa 11 September 2001 tersebut. Anti-Islam maupun Islamophobia (ketakutan yang berlebihan terhadap

Islam) tumbuh di negara barat. Akibatnya masyarakat Muslim di negara-negara Barat mendapat perlakuan yang tidak adil, berbagai diskriminasi diterima oleh umat Islam dalam berbagai bidang seperti pendidikan, ekonomi dan lapangan

pekerjaan dan bahkan dalam kehidupan pribadi mereka.

Badan HAM Uni Eropa (UE), Agency for Fundamental Rights (FRA)

mengungkap bahwa diskriminasi terhadap Muslim di Eropa lebih luas daripada berita yang beredar. Hal ini terbukti dengan satu dari tiga Muslim di Eropa mengalami diskriminasi. Dalam survei yang dilakukan di 14 negara anggota UE,

1

Bush says it is time for action, dalam

(2)

2

FRA menyatakan bahwa sepertiga responden merupakan korban diskriminasi yang terjadi akibat isu terorisme seperti intimidasi, pemukulan, menggunakan

bahasa kasar. Selain itu, sebanyak 11 persen responden juga pernah menjadi korban tindak kejahatan yang bermotif rasial. Selain itu FRA juga menemukan kenyataan bahwa sebagian besar insiden itu tidak dilaporkan kepada polisi. Hal ini

disebabkan karena mayoritas Muslim itu yakin tak akan ada yang dilakukan polisi atas laporan mereka. Menurut FRA, tingkat tertinggi diskriminasi terjadi di tempat

kerja, bahkan sudah masuk kategori mengkhawatirkan. Direktur FRA, Morten Kjaerum mengatakan lapangan pekerjaan merupakan bagian penting dari proses integrasi bagi Muslim dengan masyarakat secara luas dimana mereka tinggal. Ini

merupakan inti kontribusi yang bisa diberikan para migran Muslim kepada masyarakat. Tentunya tindak diskriminasi yang meluas membuat proses integrasi

terganggu2.

Dalam hal ini proses integrasi yang dimaksudkan adalah proses

pembauran umat Muslim yang merupakan imigran dalam kehidupan masyarakat serta mendapat kedudukan yang sama dimata negara dan hukum. Sesuai dengan opini Cantle, ketua dari the Community Cohesion Review Team (CCRT) Inggris,

integrasi merujuk pada beberapa tindakan seperti tindakan tidak mendiskriminasikan, tindakan untuk memberikan kesempatan yang sama dan

sama dimata hukum. The American Encyclopedia juga menjelaskan integrasi merupakan proses membawa budaya-budaya yang berbeda dan berjalan bersama dan didasarkan atas persamaan, keadilan dan persamaan perlindungan dibawah

2

(3)

3

hukum3. Tentunya dampak dari peristiwa 11 September 2001 ini mengganggu proses integrasi umat Muslim sebagai imigran yang membawa serta budaya

mereka di Eropa, seperti bahasa, cara pakaian mereka dan lain-lain.

Seperti halnya di Inggris, laporan tahunan tentang HAM yang berjudul

Country Reports on Human Rights Practices yang dirilis Amerika Serikat yang

berisi berbagai macam gambaran suram diskriminasi terhadap Muslim yang terjadi di negara-negara Eropa pada 2009. Laporan ini juga memberitakan Inggris

karena Negara itu dinilai telah melanggar HAM kaum minoritas Muslim. Selain itu, laporan tersebut juga mengungkapkan adanya pelecehan terhadap anggota komunitas Muslim Arab, terutama para imigran yang berasal dari Afrika Utara.

Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Demokrasi, HAM, dan Buruh, Michael Posner mengatakan bahwa serangan terhadap umat Muslim ataupun harta mereka

juga terjadi di Inggris. Terdapat banyak insiden kekerasan terhadap individu dan properti serta sejumlah aksi unjuk rasa dan pertemuan umum yang mengandung

pesan-pesan anti-Muslim4.

Akan tetapi, Inggris merespon tindakan diskriminatif yang terjadi di negaranya dengan menerapkan kebijakan yang sama dan adil bagi warganya.

Bukti ini diantaranya adalah kaum Muslim Inggris mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dengan warga Inggris lainnya, seperti dalam hal kesempatan

pendidikan, perawatan kesehatan, demokrasi, kebebasan berekspresi sesuai dengan agama yang dianutnya, kesetaraan jender, toleransi, dan lain-lain. Hal ini

3

Ai Fatimah Nur Fuad, 2009, The Role of Islamic Organization in britain in Promoting Ideas about Muslim Integration, Isolation or Rejection within the British Society: A Comparison between Hizbut Tahrir and Jama’at Islami, Jurnal Kajian Wilayah Eropa, vol. V No. 1, Hal.8. 4

(4)

4

juga dirasakan kaum Muslim yang miskin yakni pemerintah Inggris memberikan bantuan seperti memperluas usaha penciptaan lapangan kerja di daerah-daerah

miskin. Upaya ini penting bukan hanya bagi kaum Muslim, tetapi juga kaum lainnya untuk meningkatkan kesempatan dan mengatasi ketidaksetaraan disetiap golongan masyarakat Inggris.

Seperti tahun 2001, Sensus Nasional mengukutsertakan sebuah pertanyaan mengenai agama untuk pertama kalinya. Menyusul kerusuhan yang terjadi di kota – kota Yorkshire, sebuah tinjauan atas perintah pemerintah atas the Community

Cohesion Review Team (CCRT) yang dipimpin oleh Ted Cantle memberikan rekomendasi dalam meningkatkan persatuan dalam masyarakat. Pemerintah

menyusun perundang–undangan yang memperluas undang–undang tentang hubungan antar ras agar mencakup tentang masalah ajakan yang mendorong

kebencian terhadap agama. Di tahun 2003 juga telah dikenalkan perundang-undangan yang melarang diskriminasi ditempat kerja atas dasar keyakinan agama.

Selanjutnya pada tahun 2005, Menyusul pengeboman di London pada tanggal 7 Juli, pemerintah mengerahkan kelompok kerja Muslim Inggris dibawah bendera

Preventing Extrimism Together. Ketika terjadi aksi teror yang menggemparkan

Inggris, Pemerintah Inggris hanya menyebut pelakunya sebagai teroris tanpa sama sekali mengaitkan dengan agama yang dipeluknya5.

Kemudian di Jerman, warga Muslim boleh berbahagia karena hak–haknya sebagai warga negara terjamin. Hal ini terlihat dalam sektor pendidikan, dimana sekolah–sekolah di Jerman mulai memasukkan pelajaran Islam dalam

5

(5)

5

kurikulumya agar murid Islam dapat mengetahui jati diri sebagai Muslim. Bahkan 200 sekolah menawarkan kursus agama Islam yang dibiayai oleh negara bagian

dan organisasi Muslim setempat. Hal ini bisa terwujud melalui Konferensi Islam di Jerman, sebuah lembaga yang dibentuk pemerintah Jerman pada tahun 2006, yang berhasil bernegosiasi dengan pemerintah Jerman agar sekolah-sekolah di

seluruh Jerman juga mengajarkan mata pelajaran agama Islam. Wolfgang Schaeuble, mendagri Jerman sudah menyetujui keinginan lembaga Konferensi

Islam Jerman6.

Masyarakat non-Muslim Jerman juga sangat menghormati warga negara Muslim yang lain. Hal ini bisa kita lihat dengan adanya lima ribu orang

berdemonstrasi pada hari Minggu, 28 Maret untuk memproklamasikan sikap protes mereka terhadap perilaku kelompok sayap kanan anti-Islam di kota

Duisburg, Jerman. Para demonstran mengangkat slogan–slogan yang menentang sikap permusuhan terhadap Islam dan umat Islam dan menyerukan untuk bekerja

sama pada penyatuan masyarakat Muslim di Jerman. Demonstrasi ini datang sebagai tanggapan terhadap kelompok sayap kanan ekstrim anti-Islam yang mengkampanyekan sikap permusuhannya terhadap Islam di North

Rhine-Westphalia, dan mengklaim mereka menolak setiap upaya Islamisasi terhadap masyarakat Jerman7.

6

Mengapa Agama Islam Diajarkan di Sekolah-Sekolah Jerman? Dalam

http://www.eraMuslim.com/berita/dakwah-mancanegara/mengapa-agama-Islam-diajarkan-di-sekolah-sekolah-jerman.htm, diakses pada 9 Mei 2009.

7

Demonstrasi Mengecam Sikap Anti Islam Berlangsung Di Jerman dalam

(6)

6

Berbeda dengan Perancis, meskipun dalam perkembangannya umat Islam di awal abad 21 menjadi agama terbesar kedua setelah Katolik Roma, umat

Muslim harus menghadapi dampak dari peristiwa 11 September 20018. Pasca peristiwa 11 September 2001 menjadikan adanya kebencian terhadap umat Islam di Eropa termasuk masyarakat Perancis sehingga terjadi perlakuan rasis tanpa

peduli apa sebenarnya agama Islam. Islam selalu dikaitkan dengan teroris, agama yang radikal dan tidak mengakui HAM. Di dalam masyarakat Perancis banyak

terjadi tindakan kekerasan terhadap warga Muslim. Hal ini karena mereka menganggap Islam sebagai agama yang tidak berpri-kemanusiaan yang telah melakukan teror dengan menghancurkan gedung WTC. Kemudian melihat

tindakan terorisme Afganistan serta melihat gerakan melawan di Palestina yang dilakukan oleh orang Islam tanpa mengetahui sebab tindakan tersebut. Hal ini

juga tidak lepas dari peran media yang selalu memberitakan tentang Islam dari satu sudut yakni tidak memberitakan tentang Islam yang sebenarnya dipahami

oleh Muslim, melainkan Islam adalah agama radikal.

Dalam hal ini Perancis terlihat berusaha untuk memerangi umat Islam. Karena Perancis merespon hal ini dengan mengeluarkan kebijakan yang sangat

kontroversial dimata dunia bahkan di negara barat sendiri. Yakni pada tanggal 17 Desember 2003 Presiden Jacques Chiraq mengajukan rancangan undang-undang

yang melarang pemakaian simbol-simbol agama di sekolah negeri, mencakup penggunaan kerudung (hijab) bagi Muslimah, Kippa untuk kaum Yahudi, dan tanda Salip besar untuk kaum Nasroni, yang kemudian dirancang sejak Februari

8

(7)

7

2004 setelah disetujui Majelis Rendah. Presiden Jacques Chiraq yang partainya menguasai Majelis Rendah maupun Majelis Tinggi menyatakan secara tegas

bahwa republik Perancis adalah negara tempat lahirnya ide-ide atau prinsip- prinsip besar dan negara yang memiliki warisan kekayaan sejarah dengan pluralitas budaya, suku serta agama, tidak boleh mengkotak–kotakkan

masyarakatnya ke dalam berbagai komunitas9. UU ini juga diharapkan akan mengukuhkan kembali tradisi sekuler Perancis dimana agama dan negara

dipisahkan secara tegas.

Isi undang–undang tersebut memang tak secara spesifik diberlakukan kepada komunitas Muslim. Namun dasar pijakan dari kebijakan itu sebenarnya

memang mengarah kepada komunitas Muslim. Konsul budaya Perancis di Jakarta, Gilles Garachon misalnya, mengakui bahwa gagasan untuk melahirkan peraturan

ini memang muncul setelah terjadinya serangan 11 September 2001 di New York dan Washington. Pemerintah tengah kanan Jaques Chiraq dan arsitek

pengintegrasian Muslim, Nicolas Sarkozy terus berusaha membuat sebuah konsep bagi Muslim Perancis, dimana Muslim harus diintegrasikan ke dalam masyarakat Perancis untuk menghindari benturan kebudayaan yang bisa memberikan inspirasi

terorisme10.

Tidak hanya pengajuan UU anti simbol, bahkan pejabat dan media massa

negara Perancis juga mengemukakan usulan agar para imam masjid diwajibkan untuk menggunakan bahasa Perancis dalam menyampaikan khotbah serta

9

Roosi Rusmawati, 2009, Undang Undang Laïcité (Sebuah Analisis terhadap Disahkannya Undang Undang Pelarangan Pemakaian Simbol-Simbol Keagamaan di Sekolah-sekolah Negeri Perancis), Jurnal Kajian Wilayah Eropa, Vol V No 1, Hal.132.

10

(8)

8

memasukkan topik budaya dan sejarah Perancis di dalam khotbah mereka. Meskipun Perancis selama ini mengklaim diri sebagai tempat lahirnya demokrasi

dan kemerdekaan, namun tindakan media massa negara ini, yang menekan dan menghina lima juta umat Islam di Perancis, jelas bertentangan dengan klaim tersebut11. Aksi pemerintah Perancis layaknya disebut sebagai upaya rasisme dan

Islamophobhia mengajak bersama-sama memusuhi Islam tanpa bukti nyata12. Dan akibatnya komunitas Islam harus melawan kekuatan legal yang merampas HAM.

Hal ini kemudian menjadi menarik untuk dibahas karena Perancis merespon dampak peristiwa 11 September 2001 dengan kebijakan yang berbeda dibandingkan dengan negara–negara Eropa lainnya seperti Inggris dan Jerman.

Dimana kebijakan Perancis kurang akomodatif yang membatasi kebebasan manusia untuk menunaikan ajaran agamanya masing-masing. Berbeda dengan

respon dari negara Inggris dan Jerman yang lebih mewadahi Umat Islam yang merupakan agama minoritas sebagai korban dari dampak 11 September 2001.

Latar belakang penelitian ini ingin sedikit memberi gambaran respon Perancis terhadap akibat peristiwa 11 September 2001 dimana Islam dikaitkan dengan isu penting dunia yaitu isu terorisme. Peristiwa 11 September 2001

menyebabkan kebencian terhadap Islam yang juga terjadi di Perancis. Banyak warga Islam Perancis mendapati praktek disrkiminasi yang dilayangkan kepada

mereka. Hal ini yang kemudian membuat pemerintah Perancis merespon tindakan diskriminasi dengan mengeluarkan kebijakan anti simbol dengan tujuan untuk mengurangi diskriminasi. Akan tetapi bagi umat Islam sendiri kebijakan ini dirasa

11

Syarifah Salwasalsabila, 2008. Islam, Eropa, & Logika. Yogyakarta ;O2, Hal. 39. 12

(9)

9

merugikan karena membuat mereka terbatasi dalam mengekspresikan agamanya. Akhirnya kebijakan ini pun dianggap merampas HAM serta mendiskriminasi

umat Muslim yang mewajibkan Muslimah untuk memakai jilbab untuk melindungi auratnya.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Kebijakan Pemerintah Perancis terhadap Muslim pasca

11 September 2001 serta respon terhadap kebijakan tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Dengan melihat permasalahan yang ada serta rumusan masalah yang diajukan diatas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui tindakan diskriminatif terhadap Islam yang terjadi di Perancis sebagai dampak peristiwa 11 September 2001.

2. Untuk mengetahui kebijakan yang diambil Perancis,dalam membentuk identitas dan integrasi, dalam menyikapi tindakan diskriminatif terhadap

Muslim yang terjadi pasca 11 September 2001.

3. Untuk mengetahui respon terhadap kebijakan tersebut.

1.4. Studi Terdahulu

Sebelum penulis menentukan batasan masalah yang akan dibahas. Penulis terlebih dahulu mempelajari hasil tulisan dari pengamat hubungan internasional.

Dalam hal ini difokuskan pada pengamatan kehidupan Muslim di Perancis. Mempelajari pengamat terdahulu dimaksudkan untuk menghindari kesamaan dalam penulisan dan cara mengamati fenomena internasional. Dalam hal ini

(10)

10

Pertama, Menurut Amin Mudzakkir, Peneliti di Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (PSDR) LIPI jakarta, dalam jurnalnya yang berjudul ―Antara Iman dan Kewarganegaraan: Pergulatan Identitas Muslin Eropa‖ yang menjelaskan

tentang bagaimana generasi imigran Muslim di Eropa mengidentifikasi identitas mereka dalam proses perubahan. Sebagai imigran, Muslim Eropa harus

menghadapi kesempatan dan tantangan untuk mendapatkan identitas sebagai warga Eropa. Dan pada waktu yang sama, mereka mempunyai dinamika internal

tentang bagaimana mentransformasikan identitas agamanya dalam konteks yang baru. Banyak kontradiksi diantara mereka karena adanya konflik dalam proses integrasi. Jurnal Amin Mudzakkir lebih membahas tentang keadaan Muslim

dalam konteks yang lebih luas yakni Eropa, dalam penelitian ini saya akan membahas tentang Muslim dalam konteks yang lebih kecil yakni di Perancis

sebagai anggota Uni Eropa.

Kedua, Laporan penelitian yang disusun oleh Roosi Rusmawati, Ketua

Progam Studi S1 Bahasa dan Sastra Perancis Universitas Brawijaya, yang berjudul Undang Undang Laїcité 2004 (Sebuah Analisis terhadap Disahkannya Undang-Undang Pelarangan Pemakaian Simbol-Simbol Keagamaan di

Sekolah-Sekolah Negeri Perancis). Dalam laporannya dijelaskan tentang alasan pada anggal 15 Maret 2004 undang-undang Laїcité tetap disahkan oleh pemerintah Perancis meski mendapat reaksi dari seluruh dunia. Tujuan pemerintah Perancis tetap meloloskan undang-undang Laїcité untuk menjalankan ideologi sekuler dan budaya yang dianut Perancis. Terselenggaranya prinsip-prinsip sekuler bertujuan

(11)

11

Masyarakat Perancis yang heterogen di sebabkan karena banyaknya imigran dari berbagai negara yang datang dan tinggal diPerancis. Menurutnya ada dua alsan

yang dimiliki pemerintah Perancis menesahkan rancangan undang-undang Laїcité. Yakni untuk mempertahankan ideologi dan budaya Perancis. Karena banyaknya imigran yang masih membawa ideologi dan budaya mereka masing-masing yang

menyebabkan banyak terjadi friksi baik berupa perselisihan maupun konflik fisik. Dari penelitian Roosi ini saya akan pergunakan sebagai pengkayaan data.

Dimana dalam penelitiannya dia lebih menjelaskan bagaimana proses dari keluarnya kebijakan UU anti simbol. Sedangkan saya dalam penelitian ini melihat kebijakan Perancis dari sudut yang berbeda. Melihat kebijakan ini sebagai

kebijakan yang tidak akomodatif dalam kehidupan masyarakat Perancis yang multikultur terutama terhadap Muslim.

1.5. Konsep dan Teori

1.5.1. Kebijakan Sosial

Kebijakan sosial merupakan seperangkat tindakan (Course of action), kerangka kerja (framework), petunjuk (Guideline), rencana (Plan), peta (Map), atau strategi sebagai visi politis pemerintah atau lembaga pemerintah ke dalam

progam dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang kesejahteraan sosial (Welfare)13.

Kebijakan sosial senantiasa berorientasi kepada pencapaian tujuan sosial. Tujuan sosial ini mengandung dua pengertian yang saling terkait, yakni :

13

(12)

12

memecahkan masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial14. Tujuan ini bagi semua golongan mayarakat untuk mempermudah dan meningkatkan kemampuan

mereka dalam menanggapi perubahan sosial. Secara lebih rinci, tujuan-tujuan kebijakan sosial adalah 15:

 Mengantisipasi, mengurangi, atau mengatasi masalah-masalah sosial yang

terjadi dimasyarakat.

 Memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, keluarga, kelompok atau

masyarakat yang tidak dapat mereka penuhi secara sendiri-sendiri melainkan harus melalui tindakan kolektif.

 Meningkatkan hubungan intrasosial manusia dengan mengurangi

kedisfungsian sosial individu atau kelompok yang disebabkan oleh faktor-faktor internal-personal maupun eksternal struktural.

 Meningkatkan situasi dan lingkungan sosial-ekonomi yang kondusif bagi

upaya pelaksanaan peranan-peranan sosial dan mencapai kebutuhan masyarakat sesuai dengan hak, harkat dan martabat kemanusiaan.

 Menggali, mengalokasikan dan mengembangkan sumber-sumber

kemasyarakatan demi tercapainya kesejahteraan sosial dan keadilan sosial. Sesuai tujuan dari suatu kebijakan sosial, sudah seharusnya Perancis

merpresentasikan kebijakan itu dengan mengeluarkan kebijakan yang tidak mendiskriminasikan atau membatasi hak warga negara untuk mengekpresikan

agamanya. Kebijakan yang melindungi ekspresi agama, serta kebijakan yang menitik beratkan pada saling menghormati dalam perbedaan. Akan tetapi dalam

14 Ibid. 15

(13)

13

hal ini pemerintah mengeluarkan kebijakan sosial yang berupa undang-undang pelarangan simbol di sekolah negeri dan kantor pemerintahan. Dimana tujuan dari

kebijakan sosial untuk memecahkan masalah sosial tidak dirasakan oleh umat Islam bahkan membuat permasalahan baru. Hal ini disebabkan kebijakan ini dikeluarkan tanpa mengetahui apa yang sebenarnya dipahami dan dibutuhkan

umat Islam terhadap simbol yang dimaksud, sehingga kebijakan ini dianggap memberatkan umat Islam.

1.5.2. Politik Multikulturalisme

Multikuluralisme, yaitu sebuah paham tentang kultur yang beragam. Dalam keragaman kultur ini meniscayakan adanya pemahaman, saling pengertian,

toleransi, dan sejenisnya, agar tercipta suatu kehidupan yang damai dan sejahtera serta terhindar dari konflik berkepanjangan. Multikulturalisme juga didefinisikan

sebagai sebuah paham yang menekankan pada kesetaraan budaya-budaya lokal dengan tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang baik. Dengan kata

lain, penekanan utama multikulturalisme adalah pada kesetaraan budaya16.

Untuk mewujudkannya, tentunya dibutuhkan peran dari pemerintah untuk memberikan kebijakan yang menyangkut keberagaman ini. Karena kebijakan ini

nantinya akan mempengaruhi kehidupan masyarakat baik di bidang pendidikan, sosial, politik, budaya, juga ekonomi. Jika pemahaman keberagaman ini tidak ada

dalam masyarakat, implikasinya dalam relasi sosial antarwarga masyarakat akan penuh kecurigaan, prasangka, dan ketidakpercayaan. Dalam kerangka lebih luas, kondisi ini menjadi pemicu lahirnya konflik dan kekerasan.

16

(14)

14

Jadi, Politik multikulturalisme merupakan suatu formula kebijakan yang dibuat untuk merespon dan menghadapi permasalahan-permasalahan yang

ditimbulkan oleh keberagaman yang sering terjadi pada negara-negara modern. Politik multikultur berkaitan dengan kebijakan publik pemerintah (public policy) atas merebaknya permasalahan yang seiring dengan berjalannya keragaman.

Dimaksudkan disini adalah keragaman yang ditimbulkan karena kedatangan para migran dengan segala budaya maupun agama yang berbedaa yang menimbulkan

suatu konflik. Dimana konflik-konflk tersebut menciptakan perselisihan, rekonsiliasi etnis maupun ras, kekerasan, akulturasi budaya, ketegangan antar agama dan bahasa17.

Menurut Bhikhu Parekh, tokoh multikulturalisme, konsep multikulturalisme merujuk kepada pluralitas kebudayaan, dan cara tertentu untuk

merespons pluralitas itu. Oleh karena itu, multikulturalisme bukanlah doktrin politik pragmatik melainkan sebagai cara pandang kehidupan manusia, karena

hampir semua negara di dunia tersusun dari keanekaragam kebudayaan—artinya perbedaan menjadi asasnya—dan gerakan manusia dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi semakin intensif, maka multikulturalisme itu harus diterjemahkan

ke dalam kebijakan multikultural sebagai politik pengelolaan perbedaan kebudayaan warga negara18. Jadi dalam multikulturalisme, keanekaragaman dan

perbedaan itu tidak hanya sekedar suatu perbedaan dan keanekaragaman kelompok, tetapi juga bagaimana perbedaan dan keanekaragaman kelompok

17

Mitha Fenny Kartika, 2010, Pengaruh Terplihnya Barack Obama Terhadap Perubahan Kebijakan Sosial Terkait Isu Rasisme di Amerika Serikat. Laporan Penelitian Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Malang. 18

(15)

15

tersebut dapat hidup berdampingan tanpa pembatasan-pembatasan, dari kelompok-kelompok lainnya.

Di Perancis, mutikultur sendiri mulai menjadi bahasan setelah banyaknya imigran dari bekas jajahan Perancis yang juga dijadikan tentara saat perang dunia pertama dan kemudian mengambil pekerja keras dari negara koloninya dalam

membangun Perancis setelah perang dunia pertama dan ke dua. Dimana para tentara serta pekerja tersebut akhirnya menetap dan membawa istri dan sanak

saudara mereka yang merupakan pemeluk agama Islam. Menurut definisi yang diberikan oleh situs pemerintah Perancis, multikulturalisme adalah salah satu cara yang mungkin untuk menyatukan penduduk imigran ke dalam masyarakat dalam

kehidupan politik maupun hidup berkebangsaan19.

Perancis yang merupakan negara yang menjujung tinggi prinsip dari

Revolusi Perancis seharusnya menghormati dan melindungi budaya yang datang dari luar yang dibawa oleh kaum Muslim migran untuk memperkaya kebudayaan

Perancis itu sendiri. Bukan malah mendiskriminasikan warga Muslim yang diawali ketika anak–anak Muslim perempuan masuk ke sekolah-sekolah negeri di Perancis timbulah masalah karena mereka memakai jilbab, ada sebagian dari

pengajar merasa terganggu dengan penampilan mereka. Kemudian pengajar tersebut mengusulkan kepada kepala sekolah untuk membuat peraturan baru

tentang tata cara berpakaian siswa di sekolah. Masalah tersebut kemudian diajukan kepada pemerintah oleh Menteri Pendidikan Nasional; dan pada 27

19

(16)

16

November 1989 pemerintah memberi otonomi kepada para kepala sekolah20. Sehingga sekolah bisa mengeluarkan kebijakan peraturan di dalam sekolah.

Hal ini dilanjutkan setelah pristiwa 11 September 2001 yang memicu terjadinya sikap anarkis yang diterima oleh warga Muslim di Perancis. Momen ini digunakan oleh Pemerintah Perancis untuk mengeluarkan kebijakan yang

mengatur pelarangan penggunaan simbol-simbol agama di sekolah negeri Perancis yang kemudian meluas bukan hanya di sekolahan akan tetapi juga

diruang publik. Kebijakan pemerintah bertujuan untuk mengurangi tindak kekerasan yang sedang terjadi, akan tetapi malah menjadi kebijakan yang menunai protes dari warga Muslim bahkan dari dunia internasional. Hal ini merujuk pada

pelarangan jilbab yang merupakan kewajiban bagi umat Muslim perempuan.

1.5.3. Konsep Diskriminasi

Kalau prasangka masih meliputi sikap, keyakinan, atau predisposisi untuk bertindak, maka diskriminasi mengarah pada tindakan nyata. Diskriminasi

merupakan faktor yang merusak kerjasama antar manusia maupun komunikasi di antara mereka. Diskriminasi juga merupakan perilaku yang ditujukan untuk mencegah suatu kelompok, atau membatasi kelompok lain yang berusaha

memiliki atau mendapatkan sumber daya. Prasangka dipandang sebagai ideologi atau keyakinan, dan diskriminasi adalah terapan ideologi tersebut. Secara teoritis,

diskriminasi dapat dilakukan melalui kebijakan untuk mengurangi, memusnahkan,

20

(17)

17

menaklukkan, memindahkan, melindungi secara legal, menciptakan pluralisme, dan mengasimilasi budaya kelompok lain21.

Ada dua tipe diskriminasi, yakni diskriminasi indivudal dan institutional. Diskriminasi individual merupakan tindakan diskriminasi yang langsung dan berada pada tingkat mikro. Hal ini dapat kita lihat dari perlakuan warga non

Muslim Perancis terhadap warga Muslim Perancis karena adanya parasangka Muslim sebagai teroris. Sedangkan diskriminasi institutional adalah diskriminasi

tidak langsung dan berada pada tingkat makro. Sebagai contoh, tindakan diskriminasi langsung terhadap individu maupun tidak langsung kepada sekelompok etnik atau ras melalui kebijakan-kebijakan tertulis maupun tidak

tertulis, yang memisahkan atau menjauhkan atau mencegah aktivitas antar etnik22. Hamilton dan Carmichael telah mnembangkan konsep rasisme institusi

digambarkan lewat akumulasi praktik institusi (melalui kebijakan dan regulasi) rasisme terhadap kelompok kulit hitam berupa pelayanan kesehatan23.

Konsep diskriminasi sebenarnya hanya digunakan untuk mengacu pada tindakan-tindakan perlakuan yang berbeda dan merugikan terhadap mereka yang berbeda secara askriptif oleh golongan yang dominan. Yang termasuk golongan

sosial askriptif adalah suku bangsa (termasuk golongan ras, kebudayaan sukubangsa, dan keyakinan beragama), gender atau golongan jenis kelamin, dan

umur. Berbagai tindakan diskriminasi terhadap mereka yang tergolong minoritas,

21

Alo Liliweri, 2005. Prasangka dan konflik, Yogyakarta: LkiS, hal. 220. dalam

http://books.google.co.id/books?id=d1wkwwyMiFAC&pg=PA222&dq=konsep+diskriminasi&hl= id&ei=0vY5TIqYBYmUrAfc1d22CA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=4&ved=0CD MQ6AEwAw#v=onepage&q=konsep%20diskriminasi&f=false, di akses pada 29 Juni 2009 22

Ibid, hal. 222. 23

(18)

18

atau pemaksaan untuk merubah cara hidup dan kebudayaan mereka yang tergolong minoritas (atau asimilasi) adalah pola-pola kehidupan yang umum

berlaku dalam masyarakat majemuk. Berbagai kritik atau penentangan terhadap dua pola yang umum dilakukan oleh golongan dominan terhadap minoritas biasanya tidak berpengaruh, karena golongan dominan mempunyai kekuatan

berlebih dan dapat memaksakan kehendak mereka baik secara kasar dengan kekuatan militer dan atau polisi atau dengan menggunakan ketentuan hukum dan

berbagai cara lalin yang secara sosial dan budaya masuk akal bagi kepentingan mereka yang dominan24.

Diskriminasi menjadi masalah ditengah negara yang multikulture, dimana

terdapat kelompok dominan dan minoritas. Terlihat Pemerintah sebagai kelompok dominan melakukan diskriminasi dengan mengeluarkan kebijakan pelarangan

pemakaian simbol-simbol agama yang secara tersembunyi ditujukan terhadap Muslim yang memang sangat mencolok dengan memakai burqo. Sebagai

pemerintah yang menghormati kebebasan berekspresi termasuk dalam agama seharusnya memberi perlindungan untuk memakai atributnya sebagai manusia yang bebas bukan malah mengambil Hak Asasi mereka untuk bebas dan memaksa

untuk mereka untuk mengasimilasi ke dalam kultur budaya Perancis.

24

Parsudi Suparlan,―Masyarakat Majemuk,Masyarakat Multiultural, dan Minoritas:Memperjuangakan Hak-hak Minoritas‖, dalam

(19)

19

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Tipe Penelitian

Penulisan karya ilmiah ini menggunakan tipe deskriptif sebagai salah satu cara untuk menjelaskan permasalahan yang sedang dibahas. Deskripsi adalah upaya untuk menjawab pertanyaan siapa, apa, dimana, kapan atau berapa25.

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan

data-data yang diperoleh secara tidak langsung di lapangan. Data ini dipelajari dengan mempelajari dan memahami literatur-literatur, majalah, artikel, internet, dan karya ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat penulis.

1.6.3. Teknik Analisa Data

Teknik Analisa data yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah teknik analisa kualitatif, khususnya teknik analisa rasional. Teknik analisa rasional ini menunjukkan adanya alasan-alasan tertentu bagi seorang aktor dalam

melakukan tindakan politis. Teknik analisa rasional merupakan salah satu hubungan semantikyang dikemukakan oleh Spredly yang bentuk hubungannya dapat digambarkan bahwa x merupakan alasan melakukan y.26 Artinya, kalau

berdasarkan judul yang peneliti ajukan maka dapat diambil contoh bahwa dampak peristiwa 11 September 2001 di Perancis menjadi alasan Perancis mengeluarkan

kebijakan UU anti simbol.

25Mohtar Mas’oed,

1990. Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, Jakarta : LP3ES, hal.68.

26

(20)

20

1.6.4. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk membatasi pembahasan agar tidak terlalu jauh dari tujuan penulisan

yang ingin dicapai, maka penulis memberikan ruang lingkup penelitian. Diantaranya adalah memberikan gambaran tentang Islam di Perancis dan kebijakan Perancis dalam merespon dampak peristiwa 11 September 2001 yang

terjadi di Perancis.

1.7. Hipotesa

Sejarah Muslim Perancis didorong dengan dampak pasca 11 September 2001 membuat Perancis mengeluarkan kebijakan multikulture yang berupa undang-undang pelarangan anti-simbol yang pada awalnya bertujuan untuk

melindungi umat Islam Perancis dari tindakan diskriminatif. Akan tetapi kebijakan ini kemudian mendapatkan respon negatif karena memberatkan umat

Islam. Kebijakan ini dirasakan sebagai tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh negara melalui kebijakannya yang merampas hak manusia untuk mengekspresikan

ketaatannya terhadap agama yang diyakini.

1.8. Struktur Penulisan

Untuk mempermudah memahami penulisan ini, maka penulis menyusun

sistematika sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

(21)

21

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MUSLIM DI

PERANCIS

Dalam bab ini penulis akan memaparkan sejarah Muslim di Perancis yang kemudian disambung dengan perkembangan Muslim di Perancis.

BAB III KEBIJAKAN EROPA DAN PERANCIS TERHADAP

MUSLIM ( Sebelum dan Pasca 11 September 2001 )

Dalam bab ini penulis menjelaskan sedikit kebijakan Eropa terhadap Islam sebelum dan pasca 11 September 2001, yang kemudian dilanjutkan tentang kebijakan Perancis terhadap Muslim

sebelum dan sesudah peristiwa 11 September 2001.

BAB IV PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian dan sekaligus berisi tentang saran-saran dan guna kebutuhan serta

(22)

i

SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH PERANCIS TERHADAP MUSLIM

DI PERANCIS PASCA 11 SEPTEMBER 2001

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.Ip) strata-1

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Oleh :

HUSNUL MURTADLO

Nim : 06260101

JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

(23)

ii

2011

LEMBAR PENGESAHAN

Nama `: Husnul Murtadlo NIM : 06260101

Jurusan : Hubungan Internasional Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : KEBIJAKAN PEMERINTAH PERANCIS TERHADAP MUSLIM DI PERANCIS PASCA 11 SEPTEMBER 2001

Telah dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan Hubungan Internasional Dan dinyatakan LULUS Pada hari : Jum’at

Tanggal : 15 April 2011

Tempat : Lab. Hub. Internasional

Mengesahkan, Dekan FISIP-UMM

Dr. Wahyudi, M.Si

Dewan Penguji:

1. Ruli Inayah Ramadhoan, S.Sos, M.Si ( )

2. Amaria Qori’ Ula, S.IP ( )

(24)

iii

4. M. Syaprin Zahidi, S. IP ( )

Kata Pengantar

Alhamdulillahi rabbil aalamin. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH S.W.T yang selalu memberikan rahmat, dan hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat serta salam kepada jujungan kami Nabi Muhammad Rasulullah s.a.w sang Madinatul ‘Ilmi.

Dengan berlalunya waktu tanpa henti serta petunjuk dari-Nya sehingga penulis akhirnya dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul Kebijakan Pemerintah Perancis Terhadap Muslim Di Perancis Pasca 11 September 2001.

Dalam penulisan ini juga banyak sekali melibatkan orang, dimana mereka telah memberikan segala dukungan, do’a, masukan, bimbingan serta petunjuk-petunjuk yang bermanfaat bagi penulis selama menyusun skripsi sampai selesai. Sehingga dalam kesempatan ini tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Ucapan terima kasih tersebut penulis tujukan kepada :

 Kedua orang tua (Abuya M. Ja’far, Ummi Sholihah), Saudara-saudari (almarhum Umam, Nur Shobihah, Husnul Mushthofa, Husnul Mujtaba, ‘Umdatul Khoirot serta Jauhar Syarifah) penulis yang telah banyak membantu baik moril maupun materiil selama penulis kuliah hingga selesainya skripsi ini.

 Ketua Jurusan Hubungan Internasional, Dyah Estu Kurniawati, M.Si, serta seluruh dosen HI-UMM yang telah banyak membekali selama saya menimba ilmu di HI-UMM. Khusunya Bapak Victory Pradhitama, S.Sos dan Tutik Alhikamah, S.Ip serta M. Syaprin Zahidi, S.IP, selaku dosen pembimbing yang telah sanggup meluangkan waktunya serta memberikan banyak pengarahan dan bimbingan dalam usaha pembuatan skripsi ini.

 Bapak Dr. Wahyudi, M.Si, selaku Dekan UMM serta Para dosen FISIP-UMM khususnya Jurusan Hubungan Internasional yang telah banyak memberikan bekal semasa kami kuliah di FISIP-UMM.

(25)

iv

bakar, Dayat) dan tak lupa Pramugari Pelita Air Service, Ria Mellina HS. S.Pd yang telah memberikan banyak masukan dan semangat.

 Dan semua pihak yang telah membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Semoga ALLAH S.W.T membalas semua kebaikan dari pihak-pihak yang telah memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

Akhirnya penulis berharap supaya skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb

Malang, 15 April 2011 Penulis,

(26)

v

DAFTAR ISI

Lembar Judul ... i

Lembar Persetujuan Skripsi ... ii

Lembar Pengesahan ... iii

Surat Pernyataan Orisinalitas ... iv

Berita Acara Bimbingan Skripsi ... v

Kata Pengantar... vi

1.6.2. Teknik Pengumpulan Data ... 19

1.6.3. Teknik Analisa Data ... 19

1.6.4. Ruang Lingkup Penelitian... 20

1.7.Hipotesa ... 20

1.8.Struktur Penulisan ... 20

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN MUSLIM DI PERANCIS .... 22

2.1.Sejarah Muslim Di Perancis ... 22

2.2.Perkembangan Muslim Di Perancis ... 31

2.2.1.Sosial-Ekonomi Muslim Di Perancis ... 31

(27)

vi

BAB III KEBIJAKAN EROPA DAN PERANCIS TERHADAP MUSLIM 44

3.1.Kebijakan Eropa Terhadap Muslim ... 44

3.1.1.Kebijakan Eropa Terhadap Muslim Sebelum 11 September 2001 ... 45

3.1.2.Kebijakan Eropa Terhadap Muslim Pasca 11 September 2001 ... 51

3.2.Kebijakan Perancis Terhadap Muslim ... 56

3.2.1.Kebijakan Perancis Terhadap Muslim Sebelum 11 September 2001 ... 56

3.2.2.Kebijakan Perancis Terhadap Muslim Pasca 11 September 2001 ... 65

BAB IV PENUTUP ... 85

4.1.Kesimpulan ... 85

4.2. Saran ... 87

4.3. Daftar Pustaka ... 88

(28)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

(29)

viii

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Bungin, Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Joel s. Fetzer and Christopher Sop, 2005, Muslims and The State in Britain, France, and Germany, Cambridge, New York:Cambridge University Press.

Kaya, Ayhan. 2009, Islam Migration.and Integration (The age of securitization),

UK:PALGRAVE MACMILLAN.

Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, Jakarta : LP3ES.

Muchtar Pabotinggi, Dkk, 2008, Potret Politik Kaum Muslim Di Perancis Dan Kanada,

Yogyakarta:Pustaka Belajar.

Naim, Nganiun, dan Achmad Sauqi. 2008. Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi, Jogjakarta:AR-RUZZ MEDIA.

Salwasalsabila, Syarifah. 2008. Islam, Eropa, & Logika. Yogyakarta:O2.

Suharto, Edi. 2008. Analisa Kebijakan Publik, Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung:ALFABETA.

Wihtol de Wenden, Catherine, 1993, Islam di Perancis dalam Studi Islam di Perancis: gambaran pertama : kumpulan makalah lokakarya Vol 15, INIS: University of California.

Kepel, Gilles. 2003. Allah In The West (Gerakan-Gerakan Islam di Amerika dan Eropa). Yogyakarta:Penerbit Jendela.

JURNAL, LAPORAN PENELITIAN DAN DOKUMEN

Departemen Luar Negeri dan Persemakmuran London, 2007, Muslim Inggris, diterbitkan Kementrian Luar Negeri.

Jurnal Kajian Wilayah Eropa, 2009, Agama dan Religiusitas di Eropa, Progam Studi Kajian

Wilayah Eropa Progam Pascasarjana Universitas UI, Jakarta.

(30)

ix

Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Malang.

INTERNET

Al-Issa , Ihsan dan Michel Tousignant, 1997. Ethnicity, immigration, and psychopathology, New

York:Plenum Press. Dalam

http://books.google.co.id/books?id=aY5PpOQx1FIC&pg=PA136&dq=social+life+of+Isla mic+immigrants+in+france&hl=id&ei=QzcOTYy9JYvsrQf7hszOCw&sa=X&oi=book_re sult&ct=result&resnum=2&ved=0CCcQ6AEwATgK#v=onepage&q=social%20life%20of %20Islamic%20immigrants%20in%20france&f=false, diakses pada 4 Desember 2010.

Avis du Conseil d’Etat du 27 novembre 1989,dalam

http://www.communautarisme.net/docs/ce-1989.pdf, diakses pada 13 Maret 2011.

Demonstrasi Mengecam Sikap Anti Islam Berlangsung Di Jerman dalam

http://www.eraMuslim.com/berita/dunia/demonstrasi-mengecam-sikap-anti-Islam-berlangsung-di-jerman.htm, diakses pada 9 Mei 2009.

Dyah Ratna Metha Novia, Melacak Diskriminasi Terhadap Islam di Eropa, dalam http://bataviase.co.id/node/131307, diakses pada 27 Juni 2009.

Gallis, Paul, 2005,Muslims in Europe:Integration Policies in Selected Countries : CRS Report for Congress, dalam http://www.fas.org/sgp/crs/row/RL33166.pdf. diakses pada 20 Januari 2011.

http://www.khabarIslam.com/uni-eropa-Muslim-eropa-alami-diskriminasi.html. diakses pada 08 Mei 2009.

Islam di Perancis Terbesar di Eropa, dalam

http://www.republika.co.id/berita/dunia-Islam/Islam-mancanegara/09/07/27/65037-Islam-di-Perancis-terbesar-di-eropa, diakses pada 22 agustus 2010.

Jenks, Rosemary, Summer 1994, European Immigration Reform, Social Contract Journal Issues : Volume 4. dalam

(31)

x

Les fondements juridiques de la laïcité en France, dalam

http://www.ladocumentationfrancaise.fr/dossiers/laicite/fondements-juridiques-laicite.shtml. diakses pada 16 April 2011.

Liliweri, Alo, 2005 , Prasangka dan konflik, Yogyakarta:LkiS, hal.220. dalam http://books.google.co.id/books?id=d1wkwwyMiFAC&pg=PA222&dq=konsep+diskrimi nasi&hl=id&ei=0vY5TIqYBYmUrAfc1d22CA&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnu m=4&ved=0CDMQ6AEwAw#v=onepage&q=konsep%20diskriminasi&f=false. di akses pada 29 Juni 2009.

Leticia Delgado Godoy, Immigration in Europe: Realities and Policies, dalam

http://www.ipp.csic.es/doctrab2/dt-0218e.pdf, diakses pada 28 Desember 2010.

Muslim dan Identitas Islam di Eropa, dalam

http://koran.republika.co.id/berita/10993/Muslim_dan_Identitas_Islam_di_Eropa, diakses 22 Agustus 2010.

Multikulturalisme la Perancis, dalam http://www.parlezfrancais.net/2008/03/multikulturalisme-la-Perancis.html, diakses pada 23 Juni 2009

Seljuk, Affan, 1997, Cultural Conflicts: North African Immigrants In France, the international

Journal of Peace Study dalam

http://www.gmu.edu/programs/icar/ijps/vol2_2/seljuq.htm, diakses 06 Desember

2010.

Suparlan, Parsudi, Masyarakat Majemuk,Masyarakat Multikultural, dan Minoritas:Memperjuangakan Hak-hak Minoritas. dalam

http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/masyarakat_majemuk.html, di akses pada 29 Juni 2009.

Pendeta: Larangan Cadar di Prancis Diskriminasi,2010, dalam

http://www.voa- Islam.com/lintasberita/hidayatullah/2010/04/30/5625/pendeta-larangan-cadar-di-Perancis-diskriminasi/ diakses pada 28 September 2010.

Republika.co.id,Jakarta, Masjid Agung Paris Tempat Persembunyian Orang-Orang Yahudi,

dalam

(32)

xi

Robert J. Pauly, JR, 2004, Islam in Europe integration or Marginalization, Asgate Publishing Company:Burlington USA. Dalam

http://books.google.co.id/books?id=dJhJjn7l9iQC&pg=PA34&dq=development+Muslim+

Referensi

Dokumen terkait

Provinsi Lampung nomenklatur Susuanan Organisasi, dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Lampung ditetapkan dalam peraturan Daerah

Napsu badan jeung sagala panga- jakna teh ku jelema anu geus jadi kagungan Kristus Yesus mah geus Ka pan urang teh geus maot tina dosa, piraku bisa keneh hirup dina

PEMANFAATAN CARBON CURING AMPAS TEBU SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN DALAM CAMPURAN BATA BETON (PAVING BLOCK).. DITINJAU DARI DAYA SERAP AIR DAN

Untuk melihat posisi faktor-faktor kualitas jasa kartu seluler Smart berdasarkan tingkat kepentingan dan kinerja yang dirasakan oleh konsumen, hasil perhitungan

MGMP ini dilaksanakan setiap dua minggu sekali, dan untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ini dilaksanakan pada hari sabtu di Madrasah Aliyah Negeri 1 Pekalongan,

Penerapan metode Yanbu’a dalam pembelajaran al-quran di MI Baitul Huda Semarang meliputi beberapa tahapan atau langkah, pertama perencanaan, yaitu semua ustadz/dzah

Melakukan koordinasi pelaksanaan proses bisnis kredit konsumer di Kantor Cabang yang efektif sesuai dengan ketentuan yang berlaku.. Membuat usulan kebutuhan sarana dan prasarana