• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Desain Industri Terhadap Industri Kecil Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri (Studi Pada Industri Kecil Pembuatan Sepatu Di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perlindungan Hukum Desain Industri Terhadap Industri Kecil Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri (Studi Pada Industri Kecil Pembuatan Sepatu Di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM DESAIN INDUSTRI TERHADAP

INDUSTRI KECIL BERDASARKAN UU NOMOR 31 TAHUN

2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

(STUDI PADA INDUSTRI KECIL PEMBUATAN SEPATU

DI PUSAT INDUSTRI KECIL (PIK) MEDAN)

TESIS

Oleh

THERESIA HUTAHAEAN

077005093/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

EK O L

A

H

P A

S C

A S A R JA

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM DESAIN INDUSTRI TERHADAP

INDUSTRI KECIL BERDASARKAN UU NOMOR 31 TAHUN

2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI

(STUDI PADA INDUSTRI KECIL PEMBUATAN SEPATU

DI PUSAT INDUSTRI KECIL (PIK) MEDAN)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

THERESIA HUTAHAEAN

077005093/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM DESAIN INDUSTRI TERHADAP INDUSTRI KECIL BERDASARKAN UU NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI (STUDI PADA INDUSTRI KECIL PEMBUATAN SEPATU DI PUSAT INDUSTRI KECIL (PIK) MEDAN)

Nama Mahasiswa : Theresia Hutahaean Nomor Pokok : 077005093

Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua

(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) (Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Hukum

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 20 November 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH

Anggota : 1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

2. Syafruddin S. Hasibuan, SH, MH, DFM

3. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum

(5)

ABSTRAK

Perlindungan hak desain industri memiliki banyak manfaat bagi sistem perdagangan. Namun, pelaksanaan pendaftaran hak atas desain industri tidak sepenuhnya menggapai masyarakat luas, khususnya masyarakat dari industri kecil. Hal ini sangat kontradiksi dengan mengingat bahwa perlindungan hak desain industri ini merupakan bagian yang penting dalam sistem perdagangan. Salah seorang pelaku usaha kecil di Pusat Industri Kecil, yang spesialnya adalah membuat sepatu dengan model-model yang beranekaragam serta berbagai jenis dari hasil karya yang dibuat adalah berdasarkan pesanan atau orderan orang lain, meskipun hasil karya yang dibuatnya tidak kalah bagus dari yang dibuatnya, tetapi untuk memenuhi permintaan pelanggannya, maka pesanan tersebut dipenuhi berdasarkan contoh sepatu dan meniru model dari sepatu merk terkenal lalu menjualnya ke pasar dengan harga yang lebih murah dan hal ini jelas merugikan sistem usaha orang lain. Hal ini merupakan salah satu akibat yang kerap dikeluhkan oleh para pengrajin, khususnya industri kecil, sebagai akibat dari yang belum mendaftarkan desain dari miliknya dalam hak kekayaan intelektual yang dihasilkannya.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana sistem perlindungan hak desain industri berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Selanjutnya apakah faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak desain industrinya. Dan apakah ketentuan UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri telah berlaku secara efektif di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan. Hal ini tidak lain adalah untuk mengetahui sistem perlindungan hak desain industri serta faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak desainnya.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian hukum empiris (terapan). Penelitian hukum empiris (terapan) mengkaji pelaksanaan atau implementasi secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bahan-bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dibantu dengan data yang diperoleh dari lapangan yang berhubungan dengan objek penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sistem perlindungan desain industri diperoleh dengan pendaftaran desain industri secara aktif oleh para pendesain atau kuasanya. Beberapa faktor yang menyebabkan pendesain tidak mendaftarkan desainnya adalah biaya pendaftaran desain yang mahal, proses pendaftaran desain yang lama, permohonan pendaftaran desain yang ditolak tetapi biayanya tidak kembali dan pengusaha memakai desain terkenal milik org lain. Sistem perlindungan desain industri berdasarkan UU No. 31 Tahun 2000 belum berlaku secara efektif, baik berdasarkan keberlakuan secara yuridis maupun keberlakuan secara sosiologis.

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa,

yang telah melimpahkan berkat dan karunia Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat

terselesaikan. Penulis menyadari bahwa tesis tidak dapat diselesaikan tanpa

bimbingan, bantuan dan dukungan semua pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H.,

Sp.A(k)., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan program magister.

2. Dekan Fakultas Hukum Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum, atas kesempatan

menjadi mahasiswi Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dan

sekaligus sebagai Pembimbing I, Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH, atas segala

arahan dan dorongan yang diberikan selama menuntut ilmu pengetahuan

di Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara.

4. Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Pembimbing II, Dr. Sunarmi, SH., M.Hum.

(8)

6. Para dosen, staf pengajar dan seluruh pegawai di Program Studi Magister Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang senantiasa membantu

Penulis dalam menyelesaikan tesis penulis.

7. Direktur AKPAR Medan, yang telah memberikan beasiswa serta kelonggaran

waktu kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan

Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum di Universitas Sumatera Utara.

8. Istimewa kepada teman-teman mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Hukum

Angkatan 2007, atas dorongan, bantuan serta kerjasamanya yang telah diberikan

selama ini.

Begitu juga khususnya kepada suami dan putri-putriku yang tercinta Zepanya

Siahaan, Rebecca Siahaan dan Regina Siahaan. Terima kasih untuk segala bantuan

dan pengertiannya selama menyelesaikan studi, semoga tesis ini dapat berguna bagi

semua pembaca.

Medan, November 2009

Penulis,

(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Theresia Hutahaean

Tempat, Tanggal Lahir : P. Siantar, 06 September 1961

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Pendidikan : SD Negeri 1 Dolok Ilir (1974)

SMP Yapekdi PTP VII Dolok Ilir (1977)

SMA Negeri 1 Serbelawan (1981)

Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung (1988)

Akta IV Institut Keguruan Ilmu Kependidikan Medan (1997)

(10)

DAFTAR ISI

BAB II SISTEM PERLINDUNGAN HAK DESAIN INDUSTRI... 24

A. Sejarah Perlindungan Desain Industri………..……... 24

1. Konvensi Internasional Mengenai Desain Industri…... 27

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri………... 30

3. Asas Hukum Perlindungan Desain Industri..……... 33

a. Pengertian dan Ruang Lingkup Desain Industri………... 34

1. Pengertian Desain Industri... 34

2. Ruang Lingkup Desain Industri... 39

b. Sistem Perlindungan Hak Desain Industri..…………... 45

1. Perlindungan terhadap Hak Desain Industri Bersifat Aktif. 45 2. Perlindungan terhadap Hak Desain Industri Diberikan untuk Jangka Waktu 10 (Sepuluh) Tahun Terhitung Sejak Tanggal Penerimaan... 46

3. Permohonan Pendaftaran Desain Industri... 46

4. Tanggal Permohonan... 49

(11)

6. Pengalihan Hak Desain Industri... 51

7. Lisensi... 51

8. Keberatan... 52

9. Pembatalan Pendaftaran... 53

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENGUSAHA TIDAK MENDAFTARKAN HAK DESAIN INDUSTRINYA…... 55

A. Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia... 55

1. Dasar Hukum Usaha Kecil dan Menengah... 61

2. Perlindungan terhadap Usaha Kecil dan Menengah... 64

B. Faktor-Faktor Penyebab Pengusaha Tidak Mendaftarkan Hak Desain Industrinya…..………... 65

1. Biaya Pendaftaran Hak Desain Industri yang Cukup Mahal... 67

2. Prosedur Pendaftaran Hak Desain Industri Berbelit-belit.... 68

3. Permohonan Pendaftaran Desain yang Ditolak Biayanya Tidak Kembali... 75

4. Desain Sepatu Diperoleh dengan Meniru Sepatu Merek Lain... 76

BAB IV EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2000 TENTANG DESAIN INDUSTRI………... 83

A. Efektivitas Hukum………... 83

1. Kekuatan Berlaku Yuridis... 84

2. Kekuatan Berlaku Sosiologis... 88

3. Kekuatan Berlaku Filosofis... 89

B. Penyebab Belum Efektifnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri di PIK Medan.…... 90

1. Kurangnya Pemahaman dan Kesadaran Masyarakat Serta Sosialisasi Pemerintah..………... 93

2. Sifat Kekeluargaan di Masyarakat………... 100

3. Perubahan Mode……….. 101

4. Penegakan Hukum terhadap Peniruan Desain………. 102

5. Perlindungan terhadap Home Industri………. 104

a. Upaya yang Dilakukan Agar Pengusaha Mendaftarkan Desainnya... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 110

A. Kesimpulan... 110

B. Saran... 113

(12)

ABSTRAK

Perlindungan hak desain industri memiliki banyak manfaat bagi sistem perdagangan. Namun, pelaksanaan pendaftaran hak atas desain industri tidak sepenuhnya menggapai masyarakat luas, khususnya masyarakat dari industri kecil. Hal ini sangat kontradiksi dengan mengingat bahwa perlindungan hak desain industri ini merupakan bagian yang penting dalam sistem perdagangan. Salah seorang pelaku usaha kecil di Pusat Industri Kecil, yang spesialnya adalah membuat sepatu dengan model-model yang beranekaragam serta berbagai jenis dari hasil karya yang dibuat adalah berdasarkan pesanan atau orderan orang lain, meskipun hasil karya yang dibuatnya tidak kalah bagus dari yang dibuatnya, tetapi untuk memenuhi permintaan pelanggannya, maka pesanan tersebut dipenuhi berdasarkan contoh sepatu dan meniru model dari sepatu merk terkenal lalu menjualnya ke pasar dengan harga yang lebih murah dan hal ini jelas merugikan sistem usaha orang lain. Hal ini merupakan salah satu akibat yang kerap dikeluhkan oleh para pengrajin, khususnya industri kecil, sebagai akibat dari yang belum mendaftarkan desain dari miliknya dalam hak kekayaan intelektual yang dihasilkannya.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana sistem perlindungan hak desain industri berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Selanjutnya apakah faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak desain industrinya. Dan apakah ketentuan UU No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri telah berlaku secara efektif di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan. Hal ini tidak lain adalah untuk mengetahui sistem perlindungan hak desain industri serta faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak desainnya.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah penelitian hukum empiris (terapan). Penelitian hukum empiris (terapan) mengkaji pelaksanaan atau implementasi secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Bahan-bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dibantu dengan data yang diperoleh dari lapangan yang berhubungan dengan objek penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sistem perlindungan desain industri diperoleh dengan pendaftaran desain industri secara aktif oleh para pendesain atau kuasanya. Beberapa faktor yang menyebabkan pendesain tidak mendaftarkan desainnya adalah biaya pendaftaran desain yang mahal, proses pendaftaran desain yang lama, permohonan pendaftaran desain yang ditolak tetapi biayanya tidak kembali dan pengusaha memakai desain terkenal milik org lain. Sistem perlindungan desain industri berdasarkan UU No. 31 Tahun 2000 belum berlaku secara efektif, baik berdasarkan keberlakuan secara yuridis maupun keberlakuan secara sosiologis.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam era perdagangan global, seiring dengan adanya konvensi-konvensi

internasional yang telah diratifikasi di Indonesia, peranan Desain Industri menjadi

sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat. Desain Industri

adalah merupakan salah satu wujud dari karya intelektual yang memiliki peranan

penting bagi kelangsungan dan peningkatan barang atau jasa.1 Suatu produk barang

dan jasa yang dihasilkan oleh seseorang atau badan hukum diberikan hak sebagai

karya ciptaannya dan hal ini dilindungi oleh undang-undang, Salah satu produk

barang yang dihasilkan adalah sepatu dan sepatu merupakan salah satu hasil dari

desain industri.

Sepatu sudah menjadi kebutuhan manusia sejak dahulu kala. Sepatu

merupakan alas kaki sekaligus berfungsi sebagai pelindung kaki2 dan sepatu dapat

memperindah kaki untuk penampilan bagi pemakainya. Penulisan berikut ini

mencoba menggambarkan mengenai perlindungan hukum, khususnya bidang hak

kekayaan intelektual terhadap desain industri, seperti desain sepatu, serta bagaimana

perlindungan hukum desain industri bagi masyarakat yang diberlakukan berdasarkan

1 Santosa Sembiring, Aspek-aspek Yuridis dalam Penerbitan Buku, (Bandung: Bina Cipta,

1987), hal. 256.

2

(14)

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (Studi pada Industri

Kecil Pembuatan Sepatu di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan).

Pengertian hak kekayaan intelektual secara harfiah adalah padanan kata yang

biasa digunakan untuk istilah dari bahasa Inggris, yakni “Intellectual Property

Rights” Istilah Intellectual Property Rights3 terdiri dari dua kata inti, yakni

intellectual” dan “property”. “Property” diartikan sebagai kekayaan yang berupa

hak (“rights”) dan mendapat perlindungan hukum. Oleh karenanya orang lain

dilarang menggunakan hak itu tanpa izin pemiliknya. Adapun kata “intellectual

berhubungan dengan kegiatan intelektual berdasarkan daya cipta dan daya pikir

dalam bentuk ekspresi citraan sastra, seni dan ilmu serta dalam bentuk penerimaan

(invention), sebagai benda material.4

Pengertian hak kekayaan intelektual adalah hak yang timbul dari aktivitas

intelektual manusia dalam bidang industri, ilmu pengetahuan, sastra dan seni, artinya

Hak ini timbul dari hasil olah pikir otak5 atau kerja rasio manusia yang menghasilkan

suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Hak kekayaan intelektual ini

3

Sebutan Intellectual Property Rights (IPR) di negeri Belanda diintrodusir dengan sebutan Intellectuale Eigendomsrecht. Rachmadi Usman, Hukum Hak Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2003), hal. 1.

4

Harsono Adi Sumarto, Hak Milik Intelektual Khususnya Paten dan Merk: Hak Milik Perindustrian (Industrial Property), (Jakarta: Akademika Pressindo, 2002), hal. 1.

5 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

(15)

merupakan hak kebendaan yang berupa immaterial atau benda tidak berwujud.6

Secara garis besar hak kekayaan intelektual dapat dibagi dalam dua bagian yaitu hak

cipta (copyright) dan hak kekayaan industri (industrial property rights) yang

mencakup paten (patent), desain industri (industrial design), merek (trade merk),

penanggulangan praktik persaingan curang (repression of unfair competition), desain

tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit) dan rahasia dagang

(trade secret).7 Jika dilihat secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang

hak kekayaan intelektual di Indonesia telah ada sejak dahulu, tepatnya sejak tahun

1940-an. Pada awalnya, pemerintah kolonial Belanda yang pertama kali

memperkenalkan konsep perlindungan hak kekayaan intelektual.8 Pada jaman

pendudukan Jepang, yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan

perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual tersebut tetap diberlakukan.

Demikian juga setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah diproklamirkannya

kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945,9 maka seluruh

6

Bandingkan dengan kebendaan dalam kerangka hukum perdata, Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 9. Perdata, menyatakan menurut paham Undang-Undang yang dimaksud dengan benda ialah tiap-tiap barang dan hak yang dapat dikuasai oleh hak milik R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dengan tambahan Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2001), hal. 157.

7 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency, Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, 2006, Op.Cit, hal. 3.

8 Pada tahun 1844 pemerintahaan Hindia Belanda mengeluarkan undang-undang pertama

mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual. Selanjutnya pemerintah Hindia Belanda mengundangkan Undang-Undang Merek pada tahun 1885, Undang-Undang Paten pada tahun 1910 dan Undang-Undang Hak Cipta pada tahun 1912, Ibid.

9 Pasal 1 Aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: Segala peraturan

(16)

peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda dianggap tetap berlaku

selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, termasuk peraturan

perundang-undangan di bidang hak kekayaan intelektual.10

Pasca kemerdekaan, sistem perlindungan hak kekayaan intelektual di Indonesia

berkembang dengan pesat, yakni ditandai dengan munculnya berbagai peraturan

perundang-undangan dan ratifikasi di bidang hak kekayaan intelektual. Garis besar

perkembangannya sebagai berikut:

1. Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman Republik Indonesia mengeluarkan

pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang

mengatur tentang paten.11

2. Pada tahun 1961 Pemerintah Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor

21 Tahun 1961 tentang Merek.12

3. Pada tanggal 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris (Paris

Convention for the Protection of Industrial Property) berdasarkan Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1979.

4. Pada tahun 1982 Pemerintah mengesahkan Undang-Undang Paten.13

5. Pada tahun 1992 Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.14

10 Ibid, hal 5.

11 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia bekerja sama dengan Japan International Cooperation Agency, Op.Cit, hal. 6.

12

Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek yang mulai berlaku 11 Nopember 1961 merupakan undang-undang Indonesia pertama di bidang hak kekayaan intelektual. Ibid, hal. 6.

(17)

6. Pada tanggal 15 April 1994 pemerintah Indonesia menandatangani Final Act

Emboding the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations,

yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property

Rights. Hal ini secara langsung menandakan keikutsertaan Indonesia dalam

Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights.15

7. Keanggotaan Indonesia dalam Agreement on Trade Related Aspects of

Intellectual Property Rights telah disahkan pula melalui ratifikasi World Trade

Organization Agreement dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.16

8. Kemudian pada tahun 1997 pun Indonesia meratifikasi beberapa perjanjian

internasional17 seperti Paris Convention,18 Trademarks Law Treaty,19 Bern

Convention for the Protection of Literary and Artistic Work20 dan World

Intellectual Property Organization Rights Copy Right Treaty.21

Ratifikasi-ratifikasi ini kemudian diimplementasikan dalam revisi terhadap

ketiga-tiga undang-undang bidang hak kekayaan intelektual22 yang berlaku saat itu,

14

Ibid.

15 Ibid.

16 Indonesia, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, UU No. 7 Tahun 1994, LN. Tahun 1994

No.57, TLN. No. 3564.

17

HS. Kartadjoemena, GATT dan WTO: Sistem, Forum dan Lembaga Internasional di Bidang Perdagangan, (Jakarta: UI Press, 2002), hal. 204.

18 Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1997. 19

Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1997.

20 Indonesia, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997. 21 Indonesia, Keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997. 22 Dahulu secara resmi sebutan Intellectual Property Rights

(18)

diikuti perubahan yang menyusul kemudian, serta pengundangan beberapa bidang

hak kekayaan intelektual yang baru bagi Indonesia,23 yakni:

a. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.24

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit

Terpadu.25

c. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.26

d. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas

Tanaman.27

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri mulai berlaku

sejak tanggal 20 Desember 2000.28 Proses pengajuan undang-undang ini dilaksanakan

sejak tahun 1999, tepatnya pada tanggal 17 Desember 1999, pemerintah diwakili oleh

Menteri Hukum dan Perundang-undangan telah memberikan Keterangan Pemerintah

dihadapan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat mengenai tiga Rancangan

Undang-Undang di bidang hak atas kekayaan intelektual kepada Dewan Perwakilan

Rakyat. Mereka merasakan perlu untuk mengajukan tiga rancangan undang-undang,

intelektual, yang kerap kali disingkat dengan HaKI. Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000-2004.

23

Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca Trips, (Bandung: PT Alumni, 2005), hal. 7.

24 Indonesia, Undang-Undang tentang Desain Industri Nomor 31 Tahun 2000, UU No. 31

Tahun 2000, LN. Tahun 2000 No. 243, TLN. No. 4045.

25 Indonesia, Undang-Undang tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Nomor 31 Tahun

2000, UU No. 32 Tahun 2000, LN. Tahun 2000 No. 224, TLN. No. 4046.

26 Indonesia, Undang-Undang tentang Rahasia Dagang Nomor 30 Tahun 2000, UU No. 30

Tahun 2000, LN. Tahun 2000 No. 242, TLN. No. 4044.

27

Indonesia, Undang-Undang tentang Perlindungan Varietas Tanaman Nomor 29 Tahun 2000, UU No. 29 Tahun 2000, LN. Tahun 2000 No. 241, TLN. No. 4043.

28 Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia

(19)

yaitu Rancangan Undang-Undang Desain Industri, Rancangan Undang-Undang Tata

Letak Sirkuit Terpadu dan Rancangan Undang-Undang tentang Rahasia Dagang,

sehubungan dengan keterkaitan kita pada kewajiban internasional dengan telah

ditandatanganinya berbagai konvensi yang berpokok pangkal pada Konvensi WTO

(Convention Estabilishing the World Trade Organization) yang telah ditandatangani

dan diratifikasi pada tahun 1994.29

Beberapa hal yang diatur dalam Undang-Undang Desain Industri antara lain

tata cara permohonan pendaftaran desain industri, tata cara pemeriksaan

desain-desain industri, ketentuan pengalihan dan lisensi, tata cara pendaftaran desain-desain industri

dan tata cara penyelesaian sengketa.30 Berdasarkan ketentuan Pasal 10

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, hak desain Industri diberikan

atas dasar adanya permohonan. Ketentuan selanjutnya, yakni Pasal 11

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 memuat hal-hal yang sepatutnya dipenuhi dalam

permohonan hak desain industri, seperti surat permohonan dengan kriteria tertentu,

dengan dilampirkan contoh gambar atau foto dari desain industri yang didaftarkan

dan sebagainya.31

Perlindungan hak desain industri memiliki banyak manfaat bagi sistem

perdagangan. Namun, pelaksanaan pendaftaran hak atas desain industri sepenuhnya

29 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Peraturan Baru

Desain Industri, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 1.

30 Muhamad Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori dan

Prakteknya di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 233.

(20)

menggapai masyarakat luas, khususnya masyarakat dari industri kecil.32 Hal ini

sangat kontradiksi dengan mengingat bahwa perlindungan hak desain industri ini

merupakan bagian yang penting dalam sistem perdagangan. Sebagai pembuktian, dari

sekian banyak pemohon pendaftaran desain industri ke Direktorat Jenderal Hak atas

Kekayaan Intelektual, hanya sedikit sekali yang berasal dari kalangan industri kecil.

Padahal salah satu tujuan dari pendaftaran ini adalah untuk melindungi usaha yang

dilakukan oleh industri kecil. Seperti diketahui desain industri yang masuk dalam

perlindungan hak kekayan intelektual yang merupakan hak privat. Seseorang bebas

untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak.

Hak tersebut diberikan negara kepada individu pelaku hak kekayaan intelektual

(investor, pencipta, pendesain dan lain sebagainya) dan sebagai penghargaan atas

hasil karya (kreativitasnya), agar orang tertarik dan terangsang untuk dapat

melakukan atau untuk mengembangkan kreasinya, sehingga dengan sistem hak

kekayaan intelektual tersebut adalah merupakan kepentingan masyarakat.

Kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar dan di samping itu

dengan keberadaan sistem hak kekayaan intelektual ini diharapkan dapat menunjang

diadakannya teknologi atau hasil karya lainnya yang sama untuk dapat dihindari atau

dicegah, sehingga dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut diharapkan

32 Pengrtian Industri secara umum berdasarkan Wikipedia Indonesia (ensiklopedia bebas

(21)

masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau

mengembangkan lebih lanjut akan memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

Pada dasarnya desain sepatu dilindungi oleh hukum. Perlindungan hukum

terhadap desain sepatu masuk dalam ruang lingkup hak kekayaan intelektual, yakni

di bidang desain industri. Ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang

Desain Industri menyatakan Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk,

konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan

dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan

estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi dan dua dimensi serta dapat

dipakai untuk menghasilkan suatu produk barang, komoditas industri atau kerajinan

tangan.33

Salah seorang pelaku usaha kecil di Pusat Industri Kecil, yang spesialnya

adalah membuat sepatu dengan model-model yang beranekaragam serta berbagai

jenis dari hasil karya yang dibuat adalah berdasarkan pesanan atau orderan orang lain,

meskipun hasil karya yang dibuatnya tidak kalah bagus dari yang dibuatnya, tetapi

untuk memenuhi permintaan pelanggannya, maka pesanan tersebut dipenuhi

berdasarkan contoh sepatu dan meniru model dari sepatu merk terkenal lalu

menjualnya ke pasar dengan harga yang lebih murah dan hal ini jelas merugikan

sistem usaha orang lain. Hal ini merupakan salah satu akibat yang kerap dikeluhkan

oleh para pengrajin, khususnya industri kecil, sebagai akibat dari yang belum

(22)

mendaftarkan desain dari miliknya dalam hak kekayaan intelektual yang

dihasilkannya.

Terlepas dari keluhan para pengrajin yang mengakibatkan tidak mendaftarkan

desainnya dalam hak kekayaan intelektual, yang dianggap perlu dan sangat penting

bagi masyarakat khususnya para pengusaha pembuat sepatu saat ini adalah

pengetahuan mengenai pengaturan perlindungan hak desain industri berdasarkan

undang-undang desain industri serta efektivitas undang-undang desain industri

di pusat industri kecil medan. Hal ini tidak lain adalah untuk mengetahui sistem

perlindungan hak desain industri serta faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha

tidak mendaftarkan hak desainnya.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tesis

dengan mengangkat judul “Perlindungan Hukum Desain Industri terhadap Industri

Kecil Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (Studi pada

Industri Pembuatan Sepatu di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan)”.

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas dan dengan mengacu pada ketentuan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, maka dapat dirumuskan

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah sistem perlindungan hak desain industri berdasarkan ketentuan

(23)

2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak

desain industrinya?

3. Apakah ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain

Industri telah berlaku secara efektif di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diuraikan di atas maka penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai sistem perlindungan hak

desain industri berdasarkan UU Desain Industri.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai faktor-faktor yang

menyebabkan pengusaha tidak mendaftarkan hak desain industrinya.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai efektivitas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri di PIK Medan.

D. Manfaat Penelitian

Ditetapkannya permasalahan-permasalahan, maka diharapkan akan membawa

sejumlah manfaat yang berguna secara teoritis dan praktis, sehubungan dengan itu,

penelitian ini setidaknya bermanfaat untuk:

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat membuka wawasan dan paradigma

berpikir dalam memahami, mengerti dan mendalami permasalahan hukum,

(24)

dapat menjadi bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan dan dapat

memperkaya khazanah kepustakaan, khususnya dalam studi ilmu hukum bisnis.

2. Secara praktis, diharapkan penelitian ini mampu memberikan kontribusi

pemikiran bagi para pengusaha industri kecil, agar lebih giat menjalankan dan

memajukan usahanya dengan tetap berperan serta dalam upaya perlindungan hak

kekayaan intelektual.

E. Keaslian Penelitian

Bedasarkan hasil penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas

Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa penelitian dengan judul: “Perlindungan Hukum Desain Industri

terhadap Industri Kecil Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang

Desain Industri (Studi pada Industri Kecil Pembuatan Sepatu di Pusat Industri Kecil

(PIK) Medan)”, ini belum ada yang membahasnya, sehingga penelitian ini

(25)

F. Kerangka Teori

1. Kerangka Teori

Penelitian ini dilaksanakan dengan melandaskan pola pemikirannya pada

beberapa teori dari para ahli hukum antara lain:

1. “Legal System Theory” dari Lawrence M. Friedman

Berdasarkan Friedman, suatu legal system atau sistem hukum terdiri dari struktur,

substansi dan budaya hukum.

a. Struktur

Struktur mengandung pengertian kerangka yang memberikan perlindungan

menyeluruh bagi suatu sistem hukum. Struktur ini terdiri dari elemen-elemen jumlah

dan besar badan peradilan, bagaimana peraturan perundang-undangannya dan

prosedur apa yang harus dilaksanakan oleh para penegak hukum. Struktur bersifat

sebagai pembatas gerakan.

b. Substansi

Substansi dari suatu sistem hukum mengandung pengertian peraturan yang

sesungguhnya, norma dan tatanan pergaulann masyarakat yang berlaku dalam

suatu sistem.34 Substansi juga mengandung pengertian produk atau keputusan dari

pembuat peraturan perundang-undangan.35

34

Substance that means the actual rules, norms and behavior patterns of people inside the system. Lawrence M. Friedman, American Law, (United States of America: W.W Norton & Company, 1984), hal. 6.

35 Substance also means the product that people within the legal system manufacture, the

(26)

c. Budaya Hukum

Budaya Hukum mengandung pengertian sikap perilaku masyarakatnya

terhadap hukum dan sistem hukum. Hal ini mencakup bagaimana kepercayaan, nilai,

ide, dan pengharapan mereka terhadap hidup. Ide pemikiran ini yang membuat

hukum dapat berjalan sebagaimana mestinya.36

2. “Stuffenbau Theory” dari Hans Kelsen

Kelsen menyatakan, bahwa suatu norma hukum bersifat herarki. Suatu norma

hukum sepatutnya selalu berdasarkan dari norma hukum yang lebih tinggi dan

seterusnya, sampai dengan norma yang paling tinggi atau yang sering disebut dengan

basic norm atau grundnorm. Grundnorm atau norma dasar merupakan norma

tertinggi yang bersifat umum dan berlaku sebagai dasar berlakunya norma-norma

di bawahnya. Suatu norma hukum tidak bertentangan dengan norma-norma

di atasnya. Menurut Hans Kelsen, kaedah hukum mempunyai kekuatan berlaku,

apabila penetapannya didasarkan atas kaedah yang lebih tinggi tingkatannya.37

36 Legal System means people attitudes toward law and legal system. Ibid.

37 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 2005),

(27)

3. Teori Keberlakuan Hukum oleh Sudikno Mertokusumo

Kekuatan berlakunya undang-undang38 ada tiga macam, antara lain:

a. Kekuatan berlaku yuridis (Juristiche Geltung);

Undang-undang mempunyai kekuatan berlaku yuridis apabila persyaratan

material dan formal terbentuknya undang-undang itu telah terpenuhi.

b. Kekuatan berlaku sosiologis (Soziologische Geltung);

Hukum merupakan kenyataan di masyarakat. Kekuatan berlakunya hukum

di dalam masyarakat ada dua macam yakni:

1. Menurut teori Kekuatan (Machtstheorie) hukum mempunyai kekuatan berlaku

secara sosiologis apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa, terlepas dari

diterima atau pun tidak oleh warga masyarakat.

2. Menurut teori Pengakuan (Anerkennungstheorie) hukum mempunyai

kekuatan berlaku sosiologis apabila diterima dan diakui oleh warga

masyarakat.39

c. Kekuatan berlaku filosofis (Filosofische Geltung);

Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis apabila kaedah hukum tersebut

sesuai dengan cita-cita hukum (Rechtsidee) sebagai nilai positif yang teringgi. Untuk

memenuhi tuntutan berlaku filosofis maka harus memasukkan unsur ideal.40

38 Kekuatan berlakunya undang perlu dibedakan dari kekuatan mengikatnya

undang-undang. Undang-undang mempunyai kekuatan mengikat sejak diundang-undangnya di dalam lembaran Negara. Hal ini berarti bahwa sejak dimuatnya dalam lembaran Negara setiap orang terikat untuk mengakui eksistensinya. Ibid., hal. 94.

39 Ibid., hal. 95. Lihat juga Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 18.

Untuk memenuhi tuntutan berlaku sosiologis, hukum harus memperhitungkan unsur kenyataan.

(28)

Kepastian hukum merupakan syarat untuk melahirkan ketertiban. Untuk

mencapai ketertiban hukum diperlukan adanya keterarutan dalam masyarakat. Hukum

diartikan sebagai tata hukum atas hukum positif tertulis.41 Keberlakuan hukum

di tengah masyarakat bukan lagi untuk mencapai keadilan semata, tetapi juga harus

memberikan kepastian. Kepastian hukum diharapkan dapat menjadi pedoman, baik

bagi masyarakat maupun bagi aparatur hukum dalam mengambil keputusan.42

Sociological Jurisprudence: Roscoe Pound mengatakan, hukum yang baik

adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.

Menunjukkan kompromi antara hukum yang tertulis sebagai kebutuhan masyarakat

hukum demi adanya kepastian hukum dengan living law sebagai wujud penghargaan

terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum.43 Aktualisasi

dari living law, hukum tidak dilihat dari wujud sebagai kaidah, melainkan hukum

terdapat dalam masyarakat itu sendiri. Pada kenyataan hukum adalah kemauan

publik, jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books.

2. Konsepsi

Berikut ini adalah definisi operasional dan istilah-istilah yang dipakai dalam

penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

41 Suhaidi, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana

USU, hal. 8.

42 Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu

Hukum Sekolah Pascasarjana USU.

(29)

a. Perlindungan berasal dari kata lindung artinya pertolongan, tempat bernaung atau

pertolongan.44

b. Perlindungan hukum adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada masyarakat terhadap hak-haknya.

c. Desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi

garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang

berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan

dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai

untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan

tangan.45

d. Hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara Republik

Indonesia kepada pendesain atas hasil kreasinya selama waktu tertentu

melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk

melaksanakan hak tersebut.46

e. Industri kecil atau usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha

44 Yulisius S., dkk, Kamus Baru Bahasa Indonesia, (Surabaya: Usaha Nasional, 1984),

hal.134.

45 Achmad Fauzan, Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Yrama

Widya, 2004), hal. 70. UU Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Pasal 1 ayat (1).

(30)

menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang ini.47

f. Pelaku ekonomi atau pengusaha adalah orang atau badan hukum yang

menjalankan perusahaan milik sendiri atau milik orang lain atau mewakili orang

atau badan hukum yang berkedudukan di luar negeri yang mempekerjakan

seorang buruh atau lebih dengan membayar upah.48

G. Metodologi Penelitian

Berdasarkan segi fokus kajiannya, penelitian ini merupakan penelitian hukum

empiris (terapan). Penelitian hukum empiris (terapan) mengkaji pelaksanaan atau

implementasi secara faktual pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam

masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pengkajian tersebut

bertujuan untuk memperoleh data kualitatif mengenai apakah hasil penerapan pada

peristiwa hukum in-concerto guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (terapan)

atau applied law research.49

47

UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil Menengah, Pasal 1 ayat (2).

48 Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hubungan Pekerjaan dengan Pengusaha, Kelompok Studi

Hukum dan Masyarakat, FH UISU, 1994. hal. 83. Lihat juga UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 ayat (5).

49 Pelaksanaan diwujudkan melalui perbuatan nyata (real action) dan dokumen hukum (legal

(31)

1. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analisis, artinya penelitian ini

bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta

(individu dan masyarakat) dan untuk menentukan frekuensi dari sesuatu yang

terjadi.50 Dengan penelitian yang bersifat deskriptif dimaksudkan untuk dapat

melukiskan keadaan objek atau peristiwa,51 kemudian menelaah dan menjelaskan

serta menganalisa data secara mendalam dengan dari berbagai peraturan

perundang-undangan yang berlaku maupun dari berbagai pendapat ahli hukum, sehingga dapat

diperoleh gambaran tentang data-data faktual yang berhubungan dengan

Perlindungan Hukum terhadap Desain Industri Kecil pembuatan sepatu.

Metode52 yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan

yuridis sosiologis dengan menggunakan data-data primer dan data-data sekunder

untuk memberikan gambaran atau deskriptif tentang efektivitas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri bagi industri kecil di Pusat Industri

Kecil Medan. Dilihat dari cara memperolehnya, data dibedakan menjadi data primer

dan data sekunder.53 Data primer atau data dasar (primary data atau basic data)

50

Rianto Adi, Op.Cit., hal. 58.

51 Sutrisno Hadi, Metodelogy Researt, (Yogjakarta: Andi Offset, 1989), hal. 3.

52 Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang

dapat menjadi sasaran dan ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Dengan demikian, maka setiap cabang ilmu pengetahuan biasanya memperkembangkan metodologinya masing-masing, yang disesuaikan dengan obyek pengamatan masing-masing ilmu pengetahuan tadi. Jadi suatu metode dipilih dengan mempertimbangkan keserasiannya dengan obyek studi, dan bukan sebaliknya. Soerjano Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta: Ind-Hill Co, 1990), hal. 106.

(32)

diperoleh langsung dari sumber pertama, yakni penelitian pada perilaku warga

masyarakat, melalui pengamatan atau observasi dan wawancara.54

Dalam penelitian ini informan terdiri dari tiga industri Kecil yang ada

di Medan. Penentuan ketiga industri kecil ini sebagai informan dengan pertimbangan

bahwa ketiga industri ini telah mewakili berbagai jenis industri kecil yang ada

di Medan. Berdasarkan survey yang telah dilakukan sebelumnya, sebagian besar

industri kecil pembuatan sepatu belum melaksanakan kegiatan industri secara

menyeluruh, di mana kegiatan pembuatan sepatu hanya untuk salah satu bagian dari

sepatu saja, belum sampai dengan pembuatan sepatu secara utuh. Membuat salah satu

bagian sepatu dengan alat-alat yang sangat terbatas pada rumah-rumah warga dan

hasil produksinya juga tidak banyak. Berdasarkan survey tersebut, industri-industri

kecil milik Bapak Rahmad, Bapak Harahap, dan Bapak H. Ade cukup representatif

untuk mewakili jenis industri kecil yang telah maju.55

Berdasarkan survei tersebut, industri-industri kecil yang ada di jalan Halat dan

di jalan Stadion Teladan. Mereka adalah pengusaha industri yang namanya telah

dikenal di kalangan para industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) sejak lama,

mereka telah memiliki label perusahaan sendiri, melakukan kegiatan pembuatan

sepatu dengan difasilitasikan alat-alat yang lengkap dan bertekhnologi, dalam

melakukan kegiatan pembuatan sepatu secara menyeluruh mulai dari upper sepatu,

54 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta: UI Press,

1986), hal. 10.

55

(33)

tatakan, sol, sampai dengan logo, baik dari desain sendiri ataupun berdasarkan desain

pesanan, dengan struktur pembagian tugas yang jelas.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini tidak memerlukan data dalam

jumlah besar atau data kuantitatif. Suatu generalisasi tetap bisa ditarik sebagai suatu

hasil penelitian selama data tersebut akurat dan sesuai dengan kebutuhan penelitian.

Hal ini mengingat bahwa hukum berlaku umum. Setiap masyarakat dianggap berhak

dan berkewajiban untuk melaksanakan hukum. Adanya satu orang saja yang tidak

dapat melaksanakan mengenai hukum tersebut, maka dapat diartikan bahwa hukum

tersebut telah gagal atau tidak efektif.

2. Bahan-Bahan Penelitian

Bahan-bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

menggunakan penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dibantu dengan data

yang diperoleh dari lapangan yang berhubungan dengan objek penelitian.

Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data

sekunder.56

Data sekunder dan bahan pustaka tersebut adalah sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan peraturan perundang-undangan

yakni, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2000.

56 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti

(34)

b. Bahan sekunder, antara lain buku-buku rujukan, hasil karya ilmiah dari

kalangan hukum dan berbagai makalah yang berkaitan dengan pelaksanaan

dari desain industri.

c. Bahan hukum tertier, antara lain berupa kamus umum, kamus hukum

ensiklopedia, majalah, surat kabar, artikel dan jurnal-jurnal hukum serta

laporan ilmiah.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:

a. Penelitian kepustakaan (library research), dilakukan untuk menghimpun data

sekunder dari peraturan perundangan yang berlaku, teori-teori dan asas-asas

hukum yang berkaitan dengan materi penelitian.

b. Penelitian lapangan (field research), dilakukan untuk menghimpun data

primer dari narasumber dengan wawancara.

4. Alat Pengumpulan Data

Adapun alat yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:

a) Studi dokumen, yaitu dengan cara membaca, menganalisa dokumen, buku,

surat kabar, dan undang-undang.

b) Wawancara dengan dibantu pedoman wawancara, diajukan kepada informan

yang terkait dengan penelitian ini, yaitu Bp. Rahmad, Bp. Harahap, dan Bp.

(35)

5. Analisis Data

Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke

dalam kategori-katagori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disarankan oleh data.57 Analisa yang

yang akan dilakukan secara kualitatif.58 Kegiatan ini diharapkan akan dapat

memudahkan penulis dalam menganalisa permasahan yang diajukan, menafsirkan

dan kemudian menarik kesimpulan.

57 Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke

dalam suatu pola, katagori dan satuan uraian dasar. Analisa berbeda dengan penafsiran yang memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi-dimensi uraian. Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 280.

(36)

BAB II

SISTEM PERLINDUNGAN HAK DESAIN INDUSTRI

A. Sejarah Perlindungan Desain Industri

Jika dilihat secara global, perlindungan terhadap desain industri telah

melewati beberapa fase atau tahapan perkembangan tersendiri sejak waktu yang telah

lampau, tepatnya sejak tahun 2800 SM. Pada awalnya hanya dikenal gambar-gambar

dari suatu benda atau produk. Orang-orang yang membuat gambar dari produk pada

saat itu disebut dengan istilah desainer. Kemudian mulai diadakan

peraturan-peraturan mengenai desain ini. Pengaturan mengenai desain industri ini umumnya

diberlakukan di negara-negara pada saat itu sedang giat-giatnya mengembangkan

sistem industrinya atau yang disebut dengan istilah “revolusi industri”, seperti yang

terjadi di negara Inggris.59 Pengaturan perlindungan desain industri dibutuhkan pada

saat itu untuk melindungi para desainer dari kegiatan pesaingnya yang melakukan

tindakan peniruan terhadap barang-barang yang sangat laku di pasaran.60

Pada saat itu di Inggris, desain industri berkembang pada sektor pertekstilan

dan kerajinan tangan yang dibuat secara massal. Pada tahun 1787 Pemerintah Inggris

melahirkan peraturan perundang-undangan pertama yang mengatur mengenai desain

industri, yakni The Designing and Printing Linens, Cotton, Calicoes and Muslins Act.

59

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Aspek-Aspek Hukum Desain Industri di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 211.

60 Rachmadi Usman, Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi

(37)

Undang-Undang tersebut memberikan jangka waktu perlindungan terhadap desain

industri hanya selama dua bulan dan dapat diperpanjang sampai tiga bulan. Pada saat

itu pengaturan mengenai desain industri hanya pada benda yang berbentuk dua

dimensi.61

Beberapa saat kemudian pengaturan mengenai desain industri mengalami

perkembangan yang pesat dan mulai mencakup desain industri dalam bentuk tiga

dimensi. Tepatnya pada tahun 1798, pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai

desain industri dalam bentuknya yang tiga dimensi ini secara lebih spesifik, yakni

melalui Sculpture Copyright Act 1798. Bentuk pengaturannya pun masih sederhana,

yakni hanya meliputi model manusia dan binatang. Baru pada tahun 1814, muncul

peraturan perundang-undangan dengan cakupan pengaturan yang telah diperluas lagi.

Pada tahun 1839 juga lahir undang-undang yang mengatur desain industri secara

lebih luas lagi, yakni peraturan yang mengatur mengenai dimensi industri dalam

bentuk yang dua dimensi dan tiga dimensi, yang keseluruhan hasilnya dipakai dalam

proses industri. Undang-Undang tentang Desain Industri tahun 1839 tersebut juga

mengatur mengenai perlunya diadakan pendaftaran untuk desain industri, tapi jangka

waktu perlindungannya masih singkat. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun

1842, pemerintah mengeluarkan undang-undang terbaru mengenai desain industri,

di mana pengaturannya menjadi lebih komprehensif lagi. Jangka waktu perlindungan

atas hak desain ini tahap demi tahap menjadi lebih diperpanjang. Menurut Registered

Design Act 1949, perlindungan diberikan untuk jangka waktu lima tahun dan dapat

(38)

diperpanjang dua kali, sehingga total lamanya perlindungan hak atas desain industri

adalah lima belas tahun.62

Di Indonesia, dahulu desain industri tercakup dalam UU No. 25 Tahun 1984

tentang Perindustrian dan sekarang ini diatur tersendiri dalam UU No. 31 Tahun 2000

tentang Desain Industri, dan secara khusus dipisahkan dari materi desain tata letak

sirkuit terpadu yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak

Sirkuit Terpadu. Hak desain industri diberikan untuk desain industri yang baru, yakni

apabila pada tanggal penerimaan desain industri tersebut tidak sama dengan desain

yang telah diungkapkan sebelumnya. Pemegang hak desain memiliki hak eksklusif

untuk melaksanakan hak desain industri yang dimilikinya dan melarang siapa pun

yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor dan atau

mengedarkan barang yang diberi hak desain industri.

Kreasi yang dilindungi UU desain adalah yang berbentuk tiga atau dua

dimensi (dan konfigurasinya), memberikan kesan estetis dan dapat dipakai untuk

memproduksi barang, komoditas industri dan kerajinan tangan. Untuk menilai suatu

kreasi memiliki kesan estetis atau tidak tentu saja bukan hal yang mudah karena

bersifat subjektif, baik dari sudut pandang pemeriksa maupun pemilik desain. Untuk

itulah perlu dicapai kepastian hukum dalam penentuan syarat tersebut.63

62 Ibid, hal. 212.

63 Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, (Bogor: Ghalia

(39)

1. Konvensi Internasional Mengenai Desain Industri

Beberapa konvensi internasional yang mengenai perlindungan atas desain

industri yang ada pada saat itu antara lain The Paris Convention for The Protection of

Industrial Property of 1883, The Haque Agreement Concerning The International

Deposit of Industrial Designs of 1925, The Locano Agreement Establishing an

International Classification for Industrial Designs of 1968, Trade Related Intellectual

Property Rights Agreement Under The World Trade Organization Agreement, The

Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Woks of 1886, dan The

Universal Copyright Convention 1952.64

Konvensi mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual yang cukup

berpengaruh pada saat itu adalah Paris Convention atau yang sering disebut dengan

Konvensi Paris. Konvensi ini disetujui pada tanggal 20 Maret 1883 di Brussels65 dan

mengalami beberapa perubahan, sampai dengan perubahan terakhir di Stockholm

pada tahun 1979. Adapun tujuan pembentukan Paris Convenstion ini adalah suatu

uniform untuk melindungi hak-hak penemu atas karya-karya cipta di bidang milik

perindustrian.66 Pengaturan dan perlindungan hak milik perindustrian yang diberikan

oleh Konvensi Paris didasarkan pada prinsip National Treatment atau Assimilation.

Prinsip ini memberikan perlindungan hukum yang sama terhadap hak milik

64 OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights).

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), edisi revisi, hal. 470.

65 The Paris Conventional for The Protection of Industrial Property sering disebut dengan

Paris Union, Rachmadi Usman, Op.Cit., hal. 413.

66

(40)

perindustrian warga negara lain yang menjadi peserta atau pihak dalam Konvensi

Paris sama seperti melindungi warga negaranya sendiri.

Pengelolaan dari konvensi tersebut dilaksanakan oleh suatu badan yang

bernama United Biro Fot The Protection Intellectual Property atau dalam bahasa

Prancis disebut dengan nama “Bivieaux International Reunis pour Ia Protection de la

Propriete Intellectuelle” atau BIRPI, yang sekarang ini lebih dikenal dengan nama

World Intellectual Property Organization (WIPO).67 World Intellectual Property

Organization memegang peranan penting dalam perlindungan hak kekayaan

intelektual secara internasional.68

Selain konvensi tersebut, juga terdapat sebuah perjanjian yang dikenal dengan

nama Konvensi Den Haag 1925 atau ‘The Hague Arrangement Concerning The

International Deposit of Industrial Pattern and Design yang ditandatangani pada

tanggal 6 November 2005 di Den Haag.69 Perjanjian ini mengatur mengenai

pendaftaran internasional yang bersifat murni deklaratoir, yaitu bahwa barang siapa

mengajukan pendaftaran internasional atas suatu desain industri dianggap sebagai

pemilik desain tersebut kecuali jika dibuktikan sebaliknya, pendaftaran internasional

67

Badan Internasional World Intellectual Property Organization atau WIPO ini sekarang berkantor di Jenewa, Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Op.Cit, hal. 214.

68 Walaupun badang tersebut bukan merupakan badan peradilan yang secara khusus

ditugaskan untuk memberikan interprestasi secara uniform dari konvensi-konvensi tersebut, dan juga tidak melakukan pengawasan atas anggota-anggotanya, tetapi badan tersebut mempunyai peranan yang sangat strategis dalam perlindungan hak kekayaan intelektual secara internasional. Badan tersebur seringkali mengadakan persiapan untuk konvensi-konvensi dan membuat draft convention. Selain itu juga badan tersebut berusaha membuat model hukum yang dapat ditiru oleh negara berkembang. Beberapa model hukum yang telah dihasilkan yaitu di antaranya: model hukum tentang Paten 164, model hukum tentang Merek dan Persaingan. Ibid, hal. 215.

69 Persetujuan ini dinamakan dengan Konvensi Den Haag yang berisikan London Act 1934,

(41)

itu menimbulkan akibat hukum yang sama di negara-negara anggotanya seperti jika

didaftarkan langsung di negara-negara yang bersangkutan.70

Perkembangan terakhir dalam aturan internasional mengenai Desain Industri

ini yaitu pengaturan dalam Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights

(TRIPs), yaitu setelah ditandatangani kesepakatan Putaran Uruguay pada tanggal 15

April 1994 di Marakesh, Maroko. Trade Related Aspects of Intellectual Property

Rights pada dasarnya berisi tiga paket persetujuan antara lain:

1. Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia sebagai pengganti Sekretariat

General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang selanjutnya akan

mengadministrasi dan mengawasi pelaksanaan persetujuan perdagangan serta

menyelesaikan sengketa dagang di antara negara anggota;

2. Penurunan tarif impor berbagai komoditi perdagangan secara menyeluruh dan

akses pasar domestik dengan mengurangi berbagai hambatan proteksi

perdagangan yang nyata;

3. Pengaturan baru di bidang aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak kekayaan

intelektual, ketentuan investasi yang berkaitan dengan perdagangan, dan

perdagangan jasa.71

70

Selain itu, suatu pendaftaran desain internasional tidak mempunyai akibat hukum di Negara asalnya apabila dinyatakan oleh hukum Negara tersebut. Jangka waktu perlindungan atas desain terdaftar adalah lima belas tahun. Emmy Yuhassarie, Hak Kekayaan Intelektual dan Perkembangannya: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya 10-11 Februari 2004, cet. 1, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2005), hal. 160.

71 Ketentuan di bidang desain industri pun tercakup di dalamnya dan menjadi bagian dari

(42)

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri

Di Indonesia dengan adanya tradisi hukum adat, sebenarnya kurang atau

bahkan tidak begitu mengenal perangkat hukum yang mengatur perlindungan Hak

atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Hal demikian karena akar hukum Indonesia

bersifat Komunal, gotong-royong dan hak mengenal perlindungan karya intelektual

yang mengedepankan sifat individual. Hal ini terlihat dari beberapa pandangan dari

pada pencipta desainer yang tidak begitu memperdulikan bila karyanya ditiru orang

lain dan tidak merasa dirugikan, bahkan orang tersebut merasa bangga bila karyanya

mendapat perhatian berpendapat bahwa karya ciptaannya sebagai karya batiniah yang

universal dan dapat dinikmati siapapun dan kapanpun.

Sebagai anggota masyarakat dunia, mau tidak mau Indonesia ikut terlibat dan

harus berpartisipasi dalam perjanjian-perjanjian Internasional sehubungan dengan hal

kekayaan intelektual. Partisipasi Indonesia dalam perjanjian-perjanjian atau

konvensi-konvensi internasional telah membawa pengaruh di tanah air. Pada tanggal 17

Desember 1999, sebagai wujud pelaksanaan ratifikasi tersebut, pemerintah Indonesia

dengan diwakili oleh Menteri Hukum dan Perundang-undangan, telah memberikan

keterangan pemerintah dihadapan Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat

mengenai usulan tiga rancangan Undang-Undang di bidang hak kekayaan intelektual

kepada Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia. Keterangan pemerintah tersebut telah

didahului dengan Amanat Presiden Republik Indonesia Nomor R.43/PU/XII/1999

(43)

Tanggal 8 Desember 1999 kepada Dewan perwakilan rakyat untuk membicarakan

mengenai Rancangan Undang tentang Desain Industri, Rancangan

Undang-Undang tentang Rahasia Dagang dan Rancangan Undang-Undang-Undang-Undang tentang Tata Letak

Sirkuit Terpadu.72

Bila disimak konsiderans menimbang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000

tentang Desain Industri, maka terdapat dua pertimbangan pokok yang

melatar-belakangi perlunya dibentuk undang-undang tersebut antara lain:

a. Bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup

perdagangan nasional dan internasional perlu diciptakan iklim yang mendorong

kreasi dan inovasi masyarakat di bidang desain industri sebagai bagian dari sistem

Hak Kekayaan Intelektual.

b. Bahwa Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade

Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang

mencakup Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights

(Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang

Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.73 Sehingga

perlu diatur mengenai desain industri”.

Selain sebagai pelaksanaan dan konsekuensi ikut sertanya Indonesia dalam

World Trade Organization, Indonesia juga mempunyai kepentingan nasional dengan

72

Rachmadi Usman, Hukum Hak Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, (Bandung: Alumni, 2003), hal. 418.

73 Sudargo Gautama dan Raizawanto Winata, Hak Atas Kekayaan Intelektual: Peraturan

(44)

diterimanya rancangan undang-undang ini. Salah satunya adalah untuk memenuhi

kewajiban yang tertera dalam perjanjian World Trade Organization dan Agreement

on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights yang mengharuskan setiap

peserta dalam World Trade Organization, untuk mentaati dan menerima dalam

undang-undang tersendiri atau aturan lainnya secara nasional segera ketentuan yang

termaktub dalam perjanjian Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights ini. Jadi, keikutsertaan World Trade Organization mewajibkan

Indonesia sebagai anggota untuk mentaati dan memuat semua ketentuan yang

termasuk dalam persetujuan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights ini dalam tata peraturan perundang-undangannya. Rancangan

undang-undang ini diharapkan akan meningkatkan harkat dan martabat bangsa

Indonesia, karena telah melaksanakan kewajibannya sebagai anggota masyarakat

internasional, World Trade organization berikut peraturan-peraturan konvensi dan

persetujuan lainnya.74

74

(45)

3. Asas Hukum Perlindungan Desain Industri

Di samping berlakunya asas-asas (prinsip hukum) hukum benda terhadap hak

atas desain industri, asas hukum yang mendasari hak ini adalah: 75

1. Asas Publisitas

Asas publisitas bermakna bahwa adanya hak tersebut didasarkan pada

pengumuman publikasi di mana masyarakat umum dapat mengetahui keberadaan

tersebut. Untuk itu hak atas desain industri diberikan oleh negara setelah hak tersebut

terdaftar dalam berita resmi negara. Di sini perbedaan yang mendasar dengan hak

cipta, yang menyangkut sistem pendaftaran deklaratif, sedangkan hak atas desain

industri menganut sistem pendaftaran konsumtif, jadi ada persamaan dengan paten.

2. Asas Kemanunggalan (Kesatuan)

Tentang asas kemanunggalan, ini bermakna bahwa hak atas desain industri

tidak boleh dipisah-pisahkan dalam satu kesatuan yang utuh untuk satu komponen

desain. Misalnya kalau desain itu berupa sepatu, maka harus sepatu yang utuh, tidak

boleh hanya desain taplaknya saja, maka hak yang dilindungi hanya telapaknya saja.

Demikian pula bila desain itu berupa botol berikut tutupnya, maka yang dilindungi

dapat berupa botol dan tutupnya berupa satu kesatuan. Konsekuensinya jika ada

pendesain baru mengubah bentuk tutupnya, maka pendesain pertama tidak bisa

mengklaim. Oleh karena itu, jika botol dan tutupnya dapat dipisahkan, maka tutup

botol satu kesatuan dan botolnya satu kesatuan, jadi ada dua desain industri.

75 OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

[r]

Dengan dibuatnya aplikasi untuk pasien rawat inap tersebut di atas agar dapat digunakan oleh pihak-pihak klinik yang masih menggunakan metode tradisional dalam sistem

[r]

Dengan dibuatnya aplikasi untuk pasien rawat inap tersebut di atas agar dapat digunakan oleh pihak-pihak klinik yang masih menggunakan metode tradisional dalam sistem

Panitia Pengadaan Barang dan Jasa pada Sekretariat Daerah Kabupaten Pesisir Selatan akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan

yang menetapkan kelayakan program dan/ atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada standar

Formasi Jabatan Fungsional Umum ditetapkan untuk menentukan kebutuhan dan sebagai landasan penetapan pegawai negeri sipil dalam Jabatan Fungsional Umum