PERBANDINGAN PERANAN DEWAN KEHORMATAN
DENGAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS DALAM
MELAKUKAN PENGAWASAN SETELAH KELUARNYA
UNDANG-UNDANG NOMOR . 30 TAHUN 2004
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister kenotariatan
OLEH :
T. MUZAKKAR 067011095/MKN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perbandingan Peranan Dewan Kehormatan Dengan Majelis Pengawas Notaris
Dalam Melakukan Pengawasan Setelah Dikeluarkannya Undang-Undang
Nomor . 30 Tahun 2004
TESIS
Untuk memperoleh Gelar Magister Kenotariatan
dalam Program Studi Magister Kenotariatan
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
T. Muzakkar
067011095/M.Kn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Tesis : PERBANDINGAN PERANAN DEWAN KEHORMATAN DENGAN MAJELIS PENGAWAS NOTARIS DALAM MELAKUKAN
PENGAWASAN SETELAH DIKELUARKANNYA UNDANG-UNDANG
NOMOR . 30 TAHUN 2004
Nama Mahasiswa : T . Muzakkar
Nomor Pokok : 067011095
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Sanwani Nasution, SH) Ketua
(Chairani Bustami, SH, SpN, Mkn) (Notaris/PPAT Syahril Sofyan,SH, M.Kn) Anggota Anggota
Ketua Program Studi Direktris
(Prof. Dr. Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B,MSc)
Telah diuji pada
Tanggal 02 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Sanwani Nasution, SH
KATA PENGANTAR
Teriring Salam dan doa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmad
dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis saya yang berjudul :
“Perbandingan Peranan Dewan Kehormatan Dengan Majelis Pengawas Notaris
Dalam Melakukan Pengawasan Setelah Dikeluarkannya Undang-Undang
Nomor . 30 Tahun 2004’’
Dan tak lupa kita panjatkan doa kehadirat junjungan kita nabi besar Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari tempat yang gelap ketempat yang terang
benderang .
Adapun penulisan Tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana
Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara .
Dalam penulisan ini penulis telah banyak mendapat masukan dari berbagai pihak ,
baik dosen , rekan mahasiswa , dan para praktisi , untuk itu penulis mengucapkan
banyak terima kasih khususnya kepada Bapak Prof. Sanwani Nasution, SH , selaku
ketua pembimbing , Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, Mkn dan Bapak Notaris/PPAT
Syahril Sofyan, SH, M.Kn , selaku anggota pembimbing , juga Bapak Prof. Dr .
Runtung Sitepu , SH, M.Hum dan Ibu Dr. T.keizerina Devi Azwar , SH,CN,M.Hum
selaku para anggota penguji . Atas kesediaan beliau dalam membantu penulis dalam
menyelesaikan tesis ini .
1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp A (K) , selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara atas Kesempatan dan fasilitas yang diberikan bagi
kami untuk menyelesaikan pendidikan Magister Kenotariatan di Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. T. Chairun Nisa ,B, MSc, Selaku Direktris Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof.Dr Muhammad Yamin Lubis, SH, MS, CN, selaku Ketua Program
Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Seluruh Dosen dan Pegawai Program Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya dan bantuan kepada penulis .
5. Seluruh responden yang telah memberikan bantuan dan saran untuk
penyempurnaan tesis ini .
6. Seluruh rekan mahasiswa Magister Kenotariatan stambuk 2006 terutama , Rita
Silvia , SH, Marianne Magda Ketaren SH,M.Kn, Mardiah SH, Siti Nurmawani ,
SH, M.Kn dan Suyati , SH yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada
penulis untuk penyempurnaan tesis ini .
Terima kasih saya ucapkan khusus kepada :
1. Kedua orang tua yang sangat saya cintai dan hormati yang telah melahirkan
kedunia dan telah membesarkan saya Almarhum H.T. Jafar Kari dan
Almarhumah Hj. Rosmawati yang dengan tulus mencintai dan menyayangi
2. Juga terima kasih saya ucapkan kepada kakak dan abang ipar saya Cut Julina , SH
dan Mayor Kes Dr. Faisal juga kepada keponakan saya Nayla dan Dafa yang telah
menghibur saya juga yang tak lupa saya ucapkan kepada adik saya T. Rizkhi
Maulana semoga dapat menjadi contoh bagi pendidikannya.
3. Juga tak lupa saya ucapkan kepada orang yang saya sayangi dan cintai Rikha
Anggraini Dewi , SH yang telah memberikan semangat dan dorongan sehingga
dapat menyelesaikan penulisan ini dan penulis harapkan dapat menjadi Istri yang
baik yang Mendampingi dalam suka dan duka .
4. Buat saudara-saudara saya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu tak lupa
penulis mengucapkan terima kasih atas kritikan dan masukan kepada saya dalam
menyelesaikan tesis ini .
Semoga penulisan ini semoga dapat berguna bagi khalayak umum dan khususnya
dalam bidang kenotariatan dan ilmu hukum . Dalam Penulisan ini penulis sadar masih
terdapat kelemahan dan kesalahan disana-sini dan penulis harapkan saran dan kritikan
yang membangun sehingga dapat perbaikan demi kesempurnaan tesis ini dan semoga
Allah SWT masih memberikan hidayah kepada kita semua , Amin Ya Rabbal
Allamin.
Medan , September 2008
Penulis
Daftar Riwayat Hidup
1. Nama : T. Muzakkar
2. Tempat / Tanggal Lahir : Medan , 29 Desember 1981
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Pekerjaan : Wiraswasta
5. NIM : 067011095
6. Alamat : Jalan Cut Nyak Dhien Nomor 51 Binjai
7. Riwayat Pendidikan
1. Taman Kanak-Kanak (TK) Ahmad Yani Binjai 1987-1988
2. Sekolah Dasar (SD) Ahmad Yani Binjai 1988-1994
3. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Binjai 1994-1997
4. Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Binjai 1997-2000
5. Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (S1)
Hukum Pidana, Medan 2000-2006
6. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, (S2)
Program Magister Kenotariatan , Medan 2006-2008
8. Riwayat Organisasi
1. Anggota Gerakan Pramuka Kwarcab Binjai tahun 1994-sekarang
2. Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Kota Binjai 1997-sekarang
3. Ketua Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Tanah Rencong (IPTR) Kota
Binjai 1997-Sekarang
4. Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Universitas Islam
Sumatera Utara 2000-2006
5. Gubernur Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam
Sumatera Utara (UISU) 2003-2004
6. Koordinator Wilayah I NAD-SUMUT Ikatan Senat Mahasiswa Hukum
7. Wakil Ketua Lembaga Bantuan dan Pengembangan Hukum Kosgoro 1957 Kota
Binjai 2006-sekarang
8. Staf Advokasi Barisan Muda Kosgoro 1957 Kota Binjai 2006-sekarang
9. Sekretaris Umum Ikatan Mahasiswa Magister Kenotariatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara 2007-2008
9. Riwayat Keluarga
Nama Bapak : H.T.Jafar Kari (Alm)
Nama Ibu : Hj. Rosmawati (Almh)
Nama Saudara : 1. Cut Julina, SH
DAFTAR ISI
BAB II: PENGAWASAN BAGI NOTARIS DALAM PELAKSANAAN TUGASNYA SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 ... 53
A. Sejarah Pengawasan Notaris Pra Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 ... 53
B. Sejarah Pengawasan Notaris Pasca Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 ... 56
BAB III: MANFAAT PENGAWASAN BAGI NOTARIS DALAM MENJALANKAN TUGASNYA ... 65
BAB IV: PERANAN DEWAN KEHORMATAN DENGAN
MAJELIS PENGAWAS NOTARIS DALAM MELAKUKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 ... 69
A. Dewan Kehormatan Notaris ... 69
B. Majelis Pengawas Notaris ... 91
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN... 129
A. Kesimpulan ... 129
B. Saran ... 130
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi1 sekarang ini, lembaga notariat memegang peranan yang
penting dalam kehidupan masyarakat, hal ini dapat dilihat dan dirasakan oleh
masyarakat pada saat masyarakat ingin mengadakan suatu perbuatan hukum
misalnya, sewa menyewa, jual beli, hutang piutang dan sebagainya.
Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figur) yang
keterangan-keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercaya, yang tanda tangannya serta
segelnya (capnya) memberikan jaminan dan bukti kuat seorang ahli yang tidak
memihak dan penasehat hukum yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau
unimpeachble)2
Dengan berkembangnya kehidupan perekonomian dan sosial budaya masyarakat,
maka kebutuhan Notaris makin dirasakan perlu dalam kehidupan masyarakat, oleh
karena itu kedudukan Notaris dianggap sesuai sebagai suatu fungsionaris dalam
1
Pengertian Globalisasi secara lengkap dan akurat tidak mudah untuk diartikan, banyak para ahli yang sudah mencoba melakukan/membuat suatu pengertian akan tetapi tidak selalu memuaskan. Menurut Ida Susanti Aspek Hukum Dari Perdagangan Bebas, Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia
Dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2003, hal 2.
Globalisasi berasal dari kata “globe” yang bermakna “dunia” dan “sasi” yang menggambarkan proses perkembangan sesuatu kearah terjadinya sesuatu yang bersifat global atau mengarah ke arah terciptanya atau terjadinya sesuatu yang bersifat mendunia, proses atau perkembangan atas sesuatu objek atau fenomena kehidupan yang semula bersifat lokal atau regional dengan kata itu digambarkan sudah mencapai sesuatu yang sifatnya global. Menurut W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa
Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, berada dalam situasi perubahan dari segala aspek kehidupan seperti
ekonomi, sosial budaya, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum dan sebagainya.
2
masyarakat, pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasehat yang boleh
diandalkan, pejabat yang dapat membuat suatu dokumen menjadi kuat sehingga dapat
dijadikan sebagai suatu alat bukti dalam proses hukum.
Lembaga notariat di Indonesia berasal dari negeri Belanda dan dikenal sejak
Belanda menjajah Indonesia. Pada mulanya lembaga notariat ini terutama
diperuntukkan bagi bangsa Belanda dan golongan Eropa lainnya serta golongan Bumi
Putera yang karena undang-undang maupun karena sesuatu ketentuan dinyatakan
tunduk kepada hukum yang berlaku untuk golongan Eropa dalam bidang hukum
perdata atau menundukkan diri pada Burgelijk Wetboek (B.W) atau umumnya disebut
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.3
Fungsi dan peranan Notaris dalam gerak pembangunan nasional yang semakin
kompleks dewasa ini semakin luas dan berkembang, hal ini disebabkan karena
kepastian hukum dari pelayanan dan produk-produk hukum yang dihasilkan oleh
Notaris semakin dirasakan oleh masyarakat, oleh karena itu pemerintah dan
masyarakat khususnya sangat mempunyai harapan kepada Notaris agar jasa yang
diberikan oleh Notaris benar-benar memiliki citra nilai yang tinggi serta bobot yang
benar-benar dapat diandalkan dalam peningkatan perkembangan hukum nasional.
Hukum berfungsi sebagai sarana pembaharuan masyarakat dan pengayom
masyarakat sehingga hukum perlu dibangun secara terencana agar hukum sebagai
sarana pembaharuan masyarakat dapat berjalan secara serasi, seimbang, selaras dan
3
pada gilirannya kehidupan hukum mencerminkan keadilan, kemanfaatan sosial dan
kepastian hukum. 4
Dengan adanya tuntutan fungsi dan peranan Notaris maka diperlukan Notaris
yang berkualitas baik kualitas ilmu, amal, iman, maupun taqwa serta menjunjung
tinggi keluhuran martabat Notaris dalam memberikan pelayanan jasa hukum bagi
masyarakat. Untuk itu Notaris harus mampu memberikan pelayanan yang baik atau
profesional karena jasa Notaris dirasakan sangat penting bagi masyarakat. Apabila
seorang Notaris tidak mampu untuk memberikan pelayanan yang baik atau tidak
professional, maka akan terdapat banyak pihak yang dirugikan sebagai akibat hukum
dari kesalahaan atau kelalaian yang telah diperbuat oleh Notaris.
Selain itu Notaris juga harus mampu untuk memberikan informasi yang jelas bagi
masyarakat, agar Notaris dapat menghindarkan klaim atas informasi yang
menyesatkan (misrepresentation) dari awal berkontrak yang merupakan kewajiban
dan tanggung jawab Notaris supaya jangan terjadi mislei’ding. Notaris bertanggung
jawab memastikan info yang didapat satu pihak bukan merupakan sesuatu deskripsi
yang misrepresentation supaya jangan terjadi kontrak dalam perjanjian yang
mislei’ding (menyesatkan).
Seiring dengan pentingnya Notaris dalam kehidupan masyarakat khususnya
dalam pembuatan akta otentik yang digunakan sebagai alat bukti, maka Notaris
mempunyai kedudukan sebagai pejabat umum yang satu-satunya berwenang
4
membuat akta otentik dan sekaligus Notaris merupakan perpanjangan tangan
pemerintah.
Pasar 1 butir 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
(untuk selanjutnya disebut Undang-undang Jabatan Notaris), menyebutkan bahwa
:Notaris adalah pejabat umum satu-satunya yang berwenang untuk membuat akta
otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini. 5
Notaris dikatakan pejabat Umum, dalam hal ini dapat dihubungkan dalam Pasal
1868 K.U.H Perdata yang menyatakan bahwa Suatu akta otentik adalah suatu akta
yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan dalam undang-undang dibuat oleh atau
dihadapakan Pejabat Umum yang berwenang untuk itu. Pasal ini tidak menjelaskan
siapa yang dimaksud dengan Pejabat Umum itu, oleh karena itu di dalam Pasal 1
UUJN diatur lebih lanjut tentang hal ini, bahwa yang dimaksud dengan Pejabat
Umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik adalah Notaris,
sepanjang tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada Pejabat atau orang lain. Pejabat
umum lainnya yang juga dapat membuat suatu akta otentik adalah Hakim, Pegawai
Catatan Sipil dan sebagainya. 6 yaitu undang-undang Jabatan Notaris yang berlaku
sejak tanggal 6 Oktober 2004 telah dijadikan dasar acuan oleh Notaris dalam
5
Bandingkan dengan Peraturan Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut PJN) menyebutkan bahwa Notaris adalah Pejabat Umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain (Dikutip dari G.H.S Lumbantobing dalam bukunya
Peraruran Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1992, hal 31)
6
pelaksanaan tugas dan jabatannya sehingga Notaris terkait dengan hak dan
kewajibannya atau tugas yang diembannya.
Peraturan yang berlaku bagi Notaris yaitu Undang-undang Jabatan Notaris
memberikan jaminan kepada masyarakat bahwasannya seorang Notaris dalam
menjalankan tugas dan jabatannya benar-benar untuk kepentingan masyarakat dan
sebagai pejabat umum yang harus bertanggung jawab terhadap pembuatan akta yang
dibuat oleh para pihak di hadapan Notaris.
Pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris harus selalu dilandasi pada suatu integritas
dan kejujuran yang tinggi dari pihak Notaris sendiri karena hasil pekerjaanya yang
berupa akta-akta maupun pemeliharaan protokol-protokol sangat penting dalam
penerapan hukum pembuktian, yatiu sebagai alat bukti otentik yang dapat
menyangkut kepentingan bagi pencari keadilan baik untuk kepentingan pribadi
maupun kepentingan suatu usaha, maka pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris harus
didukung oleh suatu itikad moral yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagai konsekwensi yang logis maka seiring dengan adanya tanggung jawab
Notaris pada masyarakat, haruslah dijamin adanya pengawasan dan pembinaan yang
terus menerus agar tugas Notaris selalu sesuai dengan kaidah hukum yang mendasari
kewenanganya dan dapat terhindar dari penyalahgunaan kewenangan atau
kepercayaan yang diberikan.
Oleh karenanya yang menjadi tugas pokok pengawasan adalah agar segala hak
dan kewenangan maupun kewajiban yang diberikan kepada Notaris dalam
bersangkutan, senantiasa dilakukan diatas jalur yang telah ditentukan bukan saja jalur
hukum tetapi juga atas dasar moral dan etika profesi demi terjaminya perlindungan
hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Dengan demikian, perlu adanya mekanisme pengawasan yang terus menerus
terhadap Notaris di dalam menjalankan tugas dan jabatannya, baik yang bersifat
preventif dan kuratif terhadap pelaksanaan tugas Notaris. Mekanisme tersebut
dijalankan atas dasar Undang-undang Jabatan Notaris dan Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : M.02.PR.08.10 Tahun 2004
tentang Tata Cara Pengangkatan Anggota, Pemberhentian Anggota, Susunan
Organisasi, Tata Kerja, dan tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas.7
Oleh karena itu disepakatilah untuk membuat suatu undang-undang yang baru
yang mana undang-undang tersebut akan meningkatkan kualitas dan kuantitas dari
Notaris itu sendiri terutama dalam hal pengaturan pengawasan terhadap Notaris, dan
hal itu kemudian terwujud dengan terbentuknya suatu Undang-undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia
pada tanggal 6 Oktober 2004.
Dengan terbentuknya Undang-undang Jabatan Notaris, maka yang menjadi
pengawas untuk mengawasi segala tugas dan jabatan Notaris diatur dalam Pasal 67
7
yang mana pengawasan dilakukan oleh Menteri dan dalam melaksanakan
pengawasan tersebut menteri membentuk Majelis Pengawas yang terdiri dari 9
(sembilan) orang, yaitu :
1. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang
2. Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang
3. Ahli/akademis sebanyak 3 (tiga) orang
Majelis Pengawas sebagaimana yang dimaksud di atas terdiri dari Majelis
Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat, yang hal
ini masing-masing mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda.
Dengan adanya suatu pembentukan lembaga pengawasan yang baru dalam bidang
kenotarisan maka dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk melakukan suatu
penelitian tentang pengawasan Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya
sehari-hari dan melakukan perbandingan terhadap pengawasan yang terdahulu
dengan pengawasan yang sekarang telah dibentuk.
Oleh karenanya Penulis akan menuangkannya dalam bentuk sebuah tesis yang
berjudul “PERBANDINGAN PERANAN DEWAN KEHORMATAN DENGAN
MAJELIS PENGAWAS NOTARIS DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN
SETELAH DIKELUARKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN
2004”.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi
pokok permasalahan adalah :
1. Bagaimanakah pengawas melakukan Pengawasan bagi Notaris dalam pelaksanaan
tugasnya sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris?
2. Apakah manfaat pengawasan bagi Notaris dalam pelaksanaan tugasnya?
3. Bagaimanakah perbandingan peranan Dewan kehormatan dengan Majelis
Pengawas Notaris dalam melakukan pengawasan setelah dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui tentang bagaimana pengawas melakukan Pengawasan bagi
Notaris dalam pelaksanaan tugasnya sebelum berlakunya Undang-undang Nomor
30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
2. Untuk mengetahui manfaat pengawasan bagi Notaris dalam pelaksanaan tugasnya
3. Untuk mengetahui tentang perbandingan peranan Dewan kehormatan dengan
Majelis Pengawas Notaris dalam melakukan pengawasan setelah dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 .
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis
maupun praktis.
a. Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberi sumbang saran dalam khasanah
ilmu pengetahuan hukum kenotariatan khususnya pengawasan terhadap Notaris
dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat
akta otentik.
b. Secara Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bagi
Pemerintah yang dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris untuk
mengawasi Notaris dalam menjalankan jabatan dan tugasnya sehingga
sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku
2. Notaris
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan yang bermanfaat bagi
Notaris untuk mengkoreksi diri atas berbagai kekurangan yang dilakukan
selama ini sehingga dalam pembuatan akta Notaris pada masa-masa
mendatang lebih berhati-hati, cermat dan teliti serta jujur dan bertanggung
jawab.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan yang bermanfaat bagi
mahasiswa kenotariatan yang nantinya akan memangku jabatan sebagai
seorang Notaris agar di dalam menjalankan tugas dan jabatannya lebih
bertanggung jawab dan jujur serta memegang teguh pada peraturan yang
berlaku.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan khususnya
Universitas Sumatera Utara. Penelitian dengan judul : PERBANDINGAN
PERANAN DEWAN KEHORMATAN DENGAN MAJELIS PENGAWAS
NOTARIS DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN SETELAH
DIKELUARKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004”, belum
pernah ditemukan judul atau penelitian tentang judul penelitian diatas sebelumnya.
Dengan demikian bahwa penelitian ini adalah asli, untuk itu penulis dapat
mempertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan , yang
dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu , maka teori hukum dapat
ditentukan dengan lebih jauh sebagai suatu keseluruhan pernyataan-pernyataan yang
saling berkaitan dan berkenaan dengan hukum . Dengan itu harus cukup menguraikan
unsur hukum . Teori juga merupakan sebuah desain langkah-langkah penelitian yang
berhubungan dengan kepustakaan , isu kebijakan maupun nara sumber penting
lainnya . Sebuah teori harus diuji dengan menghadapkannya kepada fakta-fakta yang
kemudian harus dapat menunjukan kebenarannya .
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk menstrukturisasikan
penemuan-penemuan selama penelitian , membuat beberapa pemikiran , ramalan atau prediksi
atas dasar penemuan dan menyajikannya dalam bentuk penjelasan-penjelasan dan
pertanyaan-pertanyaan . Hal ini berarti teori merupakan suatu penjelasan yang
bersifat rasional serta harus berkesesuaian dengan objek yang dipermasalahkan dan
harus didukung dengan adanya fakta yang bersifat empiris agar dapat diuji
kebenarannya .
Adapun teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah mazhab sociological
jurisprudence yang dipelopori oleh Roscoe Pound di Amerika , tetapi sayang bahwa
dalam hubungan ini dipergunakan istilah sosiologis , sebenarnya akan lebih tepat dan
mengenai bila dipergunakan istilah methode functioneel.
Haruslah kita bedakan ilmu pengetahuan hukum sosiologis dari Pound dengan
apa yang disebut sekarang orang sosiologi hukum . Keruwetan yang selayaknya yang
disebabkan karena kesamaan istilah-istilah ini merupakan alasan yang lebih kuat
untuk memilih nama mazhab fungsional sebagai penamaan yang paling tepat untuk
hasil pekerjaan Pound .
Dasar fundamental mazhab ini ialah bahwa kita tak dapat memahami sesuatu hal
dalam methode judicial inilah yang menyebabkan banyak penulis berusaha untuk
memperluas batas-batas ilmu pengetahuan hukum . Umumnya pada waktu ini
diinsyafi bahwa proses judicial tidak dapat memberi jawaban terhadap
masalah-masalah yang konkrit dengan tepat sekali seperti halnya dengan mesin hitung.
Bagi Pound hukum bukan hanya merupakan kumpulan norma-norma abstrak atau
suatu tertib hukum tetapi juga merupakan suatu proses untuk mengadakan
keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan , dan
menjamin pemuasan kebutuhan-kebutuhan maksimal dengan pengorbanan minimal .
Berulang-ulang Pound menggunakan analogi social engineering. Hasil pekerjaan
Pound benar-benar seimbang ternyata dari toleransi dan skeptisme tajam yang
terdapat di dalamnya . Terhadap mereka yang menyukai pertentangan-pertentangan
itu tidak ada manfaatnya , karena dalam ilmu pengetahuan hukum terdapat banyak
sekali bagian-bagiannya .
A. Gambaran Umum Tentang Notaris
1. Pengertian Notaris
Lembaga Notariat di Indonesia telah berumur ± 145 tahun sejak berdiri pada
tahun 1860, sehingga lembaga Notariat bukan lembaga yang baru dalam kalangan
masyarakat.
Sejarah dari lembaga notariat yang dikenal sekarang ini dimulai pada abad ke-11
atau ke-12 di daerah pusat perdagangan yang sangat berkuasa pada zaman Italia
Utara. Daerah inilah yang merupakan tempat asal dari notariat yang dinamakan
oleh penguasa umum untuk kepentingan masyarakat umum dan menerima uang
jasanya (honorarium) dari masyarakat umum pula. 8
Perkataan Notaris berasal dari perkataan Notarius, ialah nama yang pada zaman
romawi, diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis. Nama
Notaris lambat laun mempunyai arti berbeda dengan semula, sehingga kira-kira pada
abad ke-dua sesudah Masehi yang disebut dengan nama itu ialah mereka yang
mengadakan dengan tulisan cepat. 9
Menurut sejarahnya, Notaris adalah seorang pejabat Negara/Pejabat umum yang
dapat diangkat oleh Negara untuk melakukan tugas-tugas Negara dalam pelayanan
hukum kepada masyarakat demi tercapaianya kepastian hukum sebagai pejabat
pembuat akta otentik dalam hal keperdataan.
Pengertian Notaris dapat dilihat dalam suatu peraturan perundang-undangan
tersendiri, yakni dalam Pasal 1 Undang-undang Jabatan Notaris, yang menyatakan
bahwa :“ Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik
dan kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang ini”.10
Berdasarkan pengertian diatas, Notaris sebagai pejabat umum adalah pejabat yang
oleh undang-undang diberi wewenang untuk membuat suatu akta otentik, namun
dalam hal ini pejabat yang dimaksud bukanlah pegawai negeri.
8
G.H.S Lumban Tobing Op. Cit. hal 3-4
9
R. Sugondo Notodiserojo, Op. Cit. hal 13
10
Menurut Hoge Raad (arrest tanggal 30 Januari 1911, W.p.n.r1949; tanggal 25 Oktober 1915, N.J. 1915, 1205; 6 Desember 1920; N.J, 1921, 121) menyatakan bahwa pegawai negeri adalah mereka yang diangkat oleh penguasa yang berhak untuk kepentingan atau kegunaan dari setiap orang atau mereka yang bekerja pada badan publik, misalnya Negara, Propinsi atau Kotapraja yang mewakili badan itu di dalam menjalankan tugasnya dan menjalankan kekuasaan yang ada pada badan itu.11
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa secara administratif, Notaris memang
memiliki hubungan dengan negara dalam hal ini, yaitu pemerintahan misalnya yang
berkaitan dengan pengangkatan dan pemberhentian Notaris.12
Untuk menjalankan jabatannya Notaris harus memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam Pasal 3 Undang-undang Jabatan Notaris, yakni :
a. Warga Negara Indonesia
b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
c. Berumur paling sedikit 27 tahun
d. Sehat jasmani dan rohani
e. Berijazah sarjana hukum dan jenjang strata dua kenotariatan
f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawa
Notaris dalam waktu 12 bulan berguru-turut pada kantor Notaris atas
prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus
strata dua kenotariatan dan
11
Sumber : Majalah Renvoi, Nomor 4.16 II Tanggal 3 September 2004, hal 37
12
Berdasarkan ketentuan pasal; 2 JPN, jabatan Notaris dijalankan oleh : 1. Orang yang khusus diangkat untuk itu
g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, Advokat, atau tiak
sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk
dirangkap dengan jabatan Notaris. 13
Bentuk atau corak Notaris dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok utama yaitu:
1. Notariat functionnel, dalam mana wewenang-wewenang pemerintah didelegasikan (gedelegeerd) dan demikian diduga mempunyai kebenaran isinya, mempunyai kekuatan bukti formal dan mempunyai daya/kekuatan eksekusi. Di Negara-negara yang menganut macam/bentuk notariat seperti ini terdapat pemisahan yang keras antara ”wettlelijke ” dan ”niet wettelijke”werkzaamheden” yaitu pekerjaan-pekerjaan yang berdasarkan undang-undang/hukum dan yang tidak/bukan dalam notariat
2. Notariat profesionel, dala kelompok ini walaupun pemerintah mengatur tentang organisasinya, tetapi akta-akta Notaris itu tidak mempunyai akibat-akibat khusus tentang kebenarannya, kekuatan bukti, demikian pula kekuatan eksekutorialnya.
14
Ciri khas yang tegas untuk menentukan apakah Notaris di Indonesia merupakan
Notaris fungsional atau Notaris professional adalah :
ta
ereka yang diangkat sebagai Notaris dalam bentuk sebagai jabatan dari Negara.
a. Bahwa akta yang dibuat dihadapan/oleh Notaris fungsional mempunyai kekuatan sebagai alat bukti formal dan mempunyai daya eksekusi. Akta Notaris seperti ini harus dilihat apa adanya, sehingga jika ada pihak yang berkeberatan dengan ak tersebut maka pihak yang berkeberatan, berkewajiban untuk membuktikannya. b. Bahwa Notaris fungsional menerima tugasya dari Negara dalam bentuk delegasi
dari Negara. Hal ini merupakan salah satu rasio Notaris di Indonesia memakai lambang Negara, yaitu Burung Garuda. Oleh karena menerima tugas dari Negara maka yang diberikan kepada m
13
Sedangkan menurut Pasal 13 PJN, syarat-syarat untuk diangkat menjadi Notaris, yaitu 1. Berkewenegaraan Indonesia
2. telah mencapai umur 25 tahun
3. Membuktikan kelakuan baik, sedapat mungkin selama 4 tahun terakhir, yang dinyatakan dengan suatu keterangan yagn diberikan oleh Kepala Pemerintah Setempat, dimana ia selama waktu itu mempunyai tempat tinggal yang tetap.
4. telah memiliki ijazah bagian III Ujian Negara atau lulusan pendidikan notariat pada suatu universitas negeri.
14
c. Bahwa Notaris di Indonesia diatur oleh Peraturan Jabatan Notaris (Reglement
op het Notarisambt) Stb 1860 Nomor 3. Dalam teks asli disebutkan bahwa “ambt” adalah “jabatan”.15
Dalam Undang-undang Jabatan Notaris, Notaris Indonesia dikelompokkan
sebagai suatu profesi, sehingga Notaris wajib bertindak profesional (professional
dalam tindakan) dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan Undang-undang
Jabatan Notaris yaitu memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada
masyarakat.
Menurut Wawan Setiawan 16, unsur dan ciri yang harus dipenuhi oleh seorang
Notaris profesional dan ideal, antara lain dan terutama adalah :
1. Tidak pernah melakukan pelanggaran hukum, termasuk dan terutama
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi seorang Notaris, teristimewa ketentuan-ketentuan sebagaimana
termaksud dalam Peraturan Jabatan Notaris.17
2. Di dalam menjalankan tugas dan jabatannya dan profesinya senantiasa mentaati
kode etik yang ditentukan/ditetapkan oleh organisasi/perkumpulan kelompok
profesinya, demikian pula etika profesi pada umumnya termasuk ketentuan etika
profesi/jabatan yang telah diatur dalam peraturan perundangan.
3. Loyal terhadap organisasi/perkumpulan dari kelompok profesinya dan senatiasa
turut aktif di dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi profesinya
4. Memenuhi semua persyaratan untuk menjalankan tugas/profesinya.
15
Sumber : Majalah Renvoi, Nomor 2,14,II, Tanggal 3 Juli 2004, hal 20
16
Sumber : Media Notariat, Edisi Mei-Juni 2004, hal 23
17
2. Tugas dan Wewenang Notaris
Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum yang diangkat oleh
negara mempunyai tugas yang berat, yaitu memberikan pelayanan hukum kepada
masyarakat guna tercapainya kepastian hukum.
Dalam PJN dan K.U.H Perdata umumnya diatur ketentuan-ketentuan tentang pelaksanaan jabatan Notaris. Pelayanan jabatan Notaris maksudnya adalah untuk membebaskan anggota masyarakat dari penipuan dan kepada orang-orang tertentu memberikan kepastian terhadap hilangnya hak-hak mereka, sehingga untuk kepentingan tersebut diperlukan tindakan-tindakan preventif yang khusus, antara lain juga mempertahankan kedudukan akta-akta otentik khususnya akta-akta Notaris.18
Menurut Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Jabatan Notaris, Notaris berwenang
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.19
18
Muhammad Adam, Asal Usul Dan Sejarah Notaris, Sinar Baru, Bandung, 1985, hal 45
19
Notaris selain untuk membuat akta-akta otentik juga ditugaskan untuk melakukan
pendaftaran dan mensyahkan (waarmerken dan legaliseren) 20 surat-surat/akta-akta
yang dibuat dibawah tangan serta memberikan nasehat hukum dan penjelasan
mengenai undang-undang terutama isi dari akta yang dibuat di hadapan Notaris.
Tugas utama Notaris adalah membuat dokumen-dokumen hukum yang dikenal
dengan akta otentik, dan menurut Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (untuk selanjutnya disebut KUHAP), akta otentik sebagai produk Notaris
dikategorikan sebagai alat bukti surat.
Pada dasarnya akta yang dibuat oleh maupun di hadapan Notaris adalah atas dasar
permintaan Undang-undang dan demi kepentingan pihak-pihak yang membutuhkan
jasa Notaris. Berdasarkan atas dua kepentingan di atas, dapat dikatakan bahwa
Notaris sebagai pejabat umum dalam menjalankan tugasnya mengemban amanat yang
berasal dari 2 (dua) sumber yaitu :
1. Anggota masyarakat yang menjadi klien Notaris
2. Perintah dari peraturan perundang-undangan kepada Notaris agar perbuatan
hukum tertentu dituangkan dan dinyatakan dengan suatu akta otentik.
20
Berdasarkan hal tersebut dapatlah diketahui bahwa Notaris diangkat oleh
pemeritnah bukan hanya sekedar untuk kepentingan diri sendiri akan tetapi bertugas
untuk kepentingan masyarakat dan negara.
Selain itu, Notaris juga mempunyai wewenang yang meliputi 4 hal, 21 yaitu :
a. Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu
b. Notaris harus berwenang sepanjang orang-orang untuk kepentingan siapa akta itu
dibuat
c. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat
d. Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu.
Sedangkan pada pasal 15 ayat (2) menyebutkan kewenangan Notaris yang lain,
yakni :
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus
b. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus
c. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopi dengan surat aslinya
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau
g. Membuat akta risalah lelang.
3. Daerah Jabatan Notaris
21
Daerah jabatan Notaris adalah daerah kerja Notaris dalam melaksanakan tugas
jabatannya. Notaris hanya bisa menjalankan tugas dan jabatannya di daerah hukum
yang telah ditentukan kepadanya dan hanya di daerah itulah Notaris berwenang untuk
memberikan pelayanan hukum pada masyarakat khususnya dalam pembuatan akta
otentik.
Setiap Notaris harus ditentukan daerah jabatannya, hal ini bertujuan supaya
Notaris terjamin dalam melaksanakan pelayanan jabatannya di lingkungan yang telah
ditetapkan dan juga agar para masyarakat yang membutuhkan pelayanan Notaris
dapat lebih mudah untuk menjumpai Notaris yang mereka inginkan baik pada waktu
siang maupun pada waktu malam hari, dan disamping itu untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak sehat di kalangan para Notaris.
Berdasarkan Pasal 18,19 dan 20 Undang-undang Jabatan Notaris, ruang lingkup
kerja Notaris, yaitu :
1. Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota
2. Notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah propinsi dari
tempat kedudukannya
Pasal 19, berbunyi sebagai berikut :
1. Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya.
2. Notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan di luar tempat
kedudukannya.
1. Notaris dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan
tetap memperhatikan kemandirian dan ketidak berpihakan dalam menjalankan
jabatannya.
2. Bentuk perserikatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh para
Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mengenai tempat daerah kerja Notaris dapat dilihat dalam surat pegangkatannya
yang diberikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Dalam penentuan daerah jabatan Notaris bertujuan agar Notaris terjamin dalam
melaksanakan pelayanan jabatannya di lingkungan yang telah ditetapkan dan juga
untuk kepentingan masyarakat umum, agar Notaris mudah ditemui oleh orang-orang
yang membutuhkan bantuannya dan disamping itu untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak sehat di kalangan para Notaris.
Dalam pasal 17 butir a Undang-undang Jabatan Notaris, Notaris dilarang
menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya.22 Apabila Notaris membuat akta
diluar daerah jabatannya, maka akta tersebut hanya berlaku sebagai akta dibawah
tangan, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1869 KUHPerdata, yaitu ”Suatu akta
yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud di atas, atau
karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diperlakukan sebagai akta otentik,
namun demikian mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia
ditandatangani oleh kedua belah pihak.”
22
4. Akta Notaris
a. Pengertian Akta
Akta adalah tulisan yang ditanda tangani oleh para pihak yang berkepentingan
yang bertujuan menjadi alat bukti.23 Ditinjau dari cara pembuatannya akta dibedakan
atas 2 (dua) bahagian yakni Akta Otentik dan Akta dibawah Tangan.
Akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang diisyaratkan dan dibuat oleh pejabat-pejabat (ambtenaren) yang berwenang yang menurut atau berdasar pada undang-undang dibebani untuk menyatakan apa yang telah disaksikan (waarneming) atau dilakukannya, sedangkan akta dibawah tangan adalah semua akta yang bukan akta otentik24
Pasal 1874 ayat 1 KUHPerdata, menyatakan bahwa akta di bawah tangan, yaitu
sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang ditanda tangani di
bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan
tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum, sedangkan pengertian
akta otentik diuraikan dalam Pasal 1868 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa akta
otentik adalah akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang
diperbuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat
dimana akta itu diperbuat.
Dari perumusan Pasal tersebut dapat diketahui bahwa ada 2 (dua) jenis akta
otentik, yaitu :
23
M.U Sembiring, Tehnik Pembuatan Akta, Program Pendidikan Spesialis Notariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1997, hal 3
24
1. Akta yang diperbuat oleh (door een) Notaris
Akta jenis ini biasanya diberi nama akta relaas atau akta pejabat atau akta proses perbal, atau akta berita acara, yang termasuk jenis akta ini antara lain akta berita acara rapat pemegang saham perseroan terbatas, akta berita acara rapat direksi perseroan terbatas, akta pendaftaran atau inventaris harga peninggalan, akte berita acara penarikan undian.
Akta ini merupakan keterangan atau kesaksian dari Notaris tentang apa yang dilihatnya, ata apa yang disaksikannya terhadap perbuatan yang dilakukan oleh orang lain.
2. Akta yang diperbuat dihadapan (ten overstaan van een)
Notaris akta ini dinamakan akta pihak-pihak (partij-akte). Isi akta ini ialah catatan Notaris yang bersifat otentik mengenai keterangan keterangan dari pada penghadap yang bertindak sebagai pihak-pihak dalam akta bersangkutan. Golongan akta ini termasuk akta jual beli, sewa menyewa, perjanjian pinjam pakai, akta persetujuan kredit dan sebagainya. 25
Dalam pembuatan akta, PJN telah menentukan bahwa akta harus dibuat antara
lain dihadapan atau oleh pejabat umum, dihadiri oleh saksi-saksi, disertai pembacaan
oleh Notaris dan sesudahnya langsung ditandatangani.26
Selain itu di dalam akta perlu juga diperhatikan 2 unsur, yaitu : unsur umum dan unsur khusus. Unsur umum dari akta adalah unsur yang harus termuat dalam semua dan setiap akta pada umumnya. Setiap akta otentik misalnya harus mencantumkan nama dan tempat kedudukan dari pejabat dihadapan siapa akta itu diperbuat. Apabila hal itu tidak dicantumkan maka akta itu kehilangan sifat otentiknya. Sedangkan unsur khusus adalah unsur yang secara khusus harus terkandung dalam akta tertentu, akan tetapi keberadaanya itu bukan meruapakn keharusan dalam akta lainnya. 27
Ditinjau dari cara penyimpananya, maka otentik dapat dibedakan atas 2 jenis28
1. Akta yang aslinya atau orisinalnya disimpan oleh Notaris dinamakan akta
minut,
2. akta yang aslinya atau orisinalnya diserahkan kepada penghadap yang
meminta akta diperbuat, dinamakan akta yang dikeluarkan original.
Berdasarkan Pasal 1 butir 7 Undang-undang Jabatan Notaris, akta Notaris adalah
akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara
yang ditetapkan dalam undang-undang ini.
Akta Notaris yang dibuat oleh Notaris memberikan kepastian hukum bagi para
pihak yang membuatnya, karena undang-undang dan peraturan Jabatan Notaris yang
memberikan kewenangan kepada Notaris untuk membuat suatu akta otentik yang
fungsinya sebagai alat bukti di pengadilan apabila dikemudian hari terjadi sengketa di
antara para pihak yang membuat akta tersebut.
Menurut pendapat umum yang dianut, pada setiap akta otentik, dengan demikian
juga pada akta notaris, dibedakan 3 kekuatan pembuktian, yakni :
1. Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijracht);
Dengan kekuatan pembuktian lahirian ini dimaksudkan kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kemampuan ini menurut Pasal 1875 KUHPerdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat di bawah tangan, akta yang dibuat dibawah tangan baru berlaku sah, yakni sebagai yang benar-benar berasal dari orang terhadap siapa akta itu dipergunakan, apabila yang menanda tanganinya mengakui kebenaran dari tanda tangannya itu atau dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan. Sepanjang mengenai kekuatan ini, yang merupakan pembuktian lengkap dengan tidak mengurangi pembuktian sebaliknya maka akta partij dan akta pejabat dalam hal ini adalah sama.
2. Kekuatan pembuktian formal (formele bewijskracht)
menjalankan jabatannya itu. Dalam arti formal, sepanjang mengenai akta pejabat (ambtelijke akte), akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yakni yang dilihat, didengar dan juga dilakukan sendiri oleh notaris sebagai pejabat umum di dalam menjalankan jabatannya.
3. Kekuatan pembuktian material (materiele bewijskracht)
Sepanjang yang menyangkut kekuatan pembuktian material dari suatu akta otentik, terdapat perbedaan antara keterangan dari notaris yang dicantumkan di dalamnya. Tidak hanya kenyataan, bahwa adanya dinyatakan sesuatu yang dibuktikan oleh akta itu, akan tetapi juga isi dari akta itu dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang, yang menyuruh adakan/buatkan akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya atau yang dinamakan prevue preconcstitue, akta itu mempunyai kekuatan pembuktian material. Kekuatan pembuktian inilah yang dimaksud dalam pasal-pasal 1870, 1871 dan 1875 KUHPerdata, antara pihak yang bersangkutan dan para ahli waris serta penerima hak mereka akta itu memberikan pembuktian yang lengkap tentang kebenaran dari apa yang tercantum dalam akta itu, dengan pengeculian dari apa yang tercantum dalam akta itu, dengan pengecualian dari apa yang dicantumkan di dalamnya sebagai hanya suatu pemberitahuan belaka (blote mededeling) dan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan yang menjadi pokok dalam akta itu. 29
b. Bentuk-Bentuk Akta
Menurut Undang-undang Jabatan Notaris,30 bentuk-bentuk akta terdapat dalam
beberapa pasal, yakni :
29
G.H.S Lumban Tobing, Op. Cit. hal 55-59
30
Dalam PJN adapula pasal-pasal yang terkait dalam penentuan bentuk-bentuk dari akta Notaris yakni :
a. Pasal 26 PJN, menyatakan bahwa akta Notaris harus ditulis dengan dapat dibaca, dalam hubungan satu sama lain yang tidak terputus, tanpa kependekan-kependekan, ruangan-ruangan kosong atau sela-sela kosong, terkecuali untuk beberapa macam akta terdapat contoh-contoh yang dicetak berdasarkan ketentuan dari pihak yang berwajib, ruangan-ruangan kosong dalam badan akta yang terpaksa ditulisi, harus digaris dengan jelas dengan tinta sebelum akta ditutup, agar tidak dapat dipergunakan lagi, semua angka-angka yang menentukan jumlah atau besarnya benda yang disebutkan dalam akta, demikian juga tanggal-tanggal harus dinyatakan dalam huruf-huruf tulisan, akan tetapi dapat diulagi atau didahului dengan angka-angka.
b. Pasal 27, menyatakan bahwa akta dapat dibuat dalam bahasa yang dikehendaki oleh para pihak, asal saja dimengerti oleh Notaris.
a. Akta Notaris dituliskan dengan jelas dalam hubungan satu sama lain yang
tidak terputus-putus dan tidak menggunakan singkatan.
b. Ruang dan sela kosong dalam akta digaris dengan jelas sebelum akta ditanda
tangani, kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk formulir berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
c. Semua bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya sesuatu yang
disebut dalam akta, penyebutan tanggal, bulan dan tahun dinyatakan dengan
huruf dan harus didahului dengan angka.
2. Pasal 43, berbunyi sebagai berikut :
a. Akta dibuat dalam bahasa Indonesia
b. Dalam hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam akta
Notaris wajib menerjemahkan atau menjelaskan isi akta itu Notaris wajib
menerjemahkan oleh penghadap
c. Apabila Notaris tidak dapat menterjemahkan atau menjelaskannya, akta
tersebut diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi.
d. Akta dapat dibuat dalam bahasa lain yang dipahami oleh Notaris dan saksi
apabila pihak yang berkepentingan menghendaki sepanjang undang-undang
tidak menentukan lain.
e. Dalam hal akta dibuat sebagaimana yang dimaksud pada ayat d, Notaris wajib
menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
3. Pasal 44, berbunyi sebagai berikut :
a. Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditanda tangani oleh setiap
penghadap, saksi dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat
membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.
b. Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat a dinyatakan secara tegas dalam
akta.
c. Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat c ditandatangani oleh
penghadap, saksi, Notaris dan penerjemah resmi.
d. Pembacaan, penerjemahan atau penjelasan dan penanda tanganan
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat a dan ayat c dan pasal 43 ayat b, ayat
c dan ayat e dinyatakan secara tegas pada akhir akta.
c. Bagian-Bagian Akta
Akta Notaris mempunyai bagian-bagian atau kerangka akta yang terdiri dari :
1. Judul akta
2. Keterangan-keterangan dari Notaris mengenai para penghadap atau atas
permintaan siapa dibuat berita acara atau lazim dinamakan “komparisi”
3. Keterangan-keterangan pendahuluan dari para penghadap (jika ada) atau
4. Isi akta itu sendiri, berupa syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dari
perjanjian yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Penutup dari akta yang biasanya didahului oleh perkataan-perkataan : Maka
akta ini dan seterusnya atau “Akta ini dibuat” dan seterusnya 31
Ditinjau dari segi anatomi akta, 32 akta Notaris dibagi dalam tiga bagian
yakni:
a. Kepala akta
b. Badan akta
c. Kaki akta
Ad.a. Kepala akta ialah bagian pembukaan atau bagian depan dari satu akta yang
memuat hal-hal yang perlu bagi memenuhi syarat-syarat formal dari satu akta akan
tetapi belum menyentuh isi akta. Kepala akta terdiri dari lima bagian yakni :
1. Judul akta
2. Nomor akta
3. Tanggal akta
4. Komparisi akta
5. Premisse akta
Ad.b. Badan akta ialah bahagian dari akta yang memuat hal-hal yang merupakan isi
akta berupa pernyatan atau perjanjian yang diperbuat oleh para pihak yang meminta
itu diperbuat. Dengan perkataan lain badan akta adalah identik dengan isi akta.
31
G.H.S Lumban Tobing, Op. Cit, hal 215
32
Ad.c. Kaki akta adalah bahagian paling akhir kata yang dalam praktek notariat
memuat :
1. Tempat dimana akta tersebut diperbuat
2. Nama-nama pekerjaan dan tempat tinggal para saksi instrumentair33
3. Nama-nama, pekerjaan dan tempat tinggal para saksi attesteren (saksi yang
memperkenalkan) jikalau dalam kasus bersangkutan para penghadap memang
diperkenalkan oleh saksi attasteren34
4. Disebutkan pula bahwa akta tersebut telah dibacakan kepada para penghadap dan
saksi .
5. Seandainya salah seorang atau semua penghadap tidak memahami dengan baik
bahasa yang dipergunakan dalam akta tersebut dan karena itu harus diterjemahkan
kepada yang bersangkutan oleh Notaris itu sendiri atau oleh orang lain maka
dilakukannya penterjemahan serta nama yang menterjemahkan itu harus pula
dinyatakan dalam akta tersebut.
6. Harus pula disebutkan dalam kaki akta bahwa “Segera setelah akta dibacakan
maka seketika itu juga akta ditandatangani oleh para penghadap saksi-saksi dan
Notaris.
Dalam Pasal 38 Undang-undang Jabatan Notaris, menyebutkan bahwa setiap akta
Notaris terdiri atas :
33
Saksi instrumentair adalah orang yang memberikan kesksian tentang apa yang ia saksikan yakni yang dialaminya, didengarnya dan dilihatnya baik berupa tindakan atau perbuatan maupun berupa keadaan atau kejadian.
34
a. Awal akta atau kepala akta memuat :
1. Judul akta
2. Nomor akta
3. Jam, hari, tanggal, bulan dan tahun
4. Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris
b. Badan akta memuat :
1. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan,
jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang
mereka wakili
2. Keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap
3. Isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang
berkepentingan
4. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan,
dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
c. Akhir atau penutup akta memuat :
1. Uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1
huruf 1 atau Pasal 16 ayat 7
2. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau
penerjemahaan akta apabila ada
3. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan dan
4. Uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta
atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan,
pencoretan atau penggantian.
5. Sumpah Jabatan Notaris
Sudah menjadi suatu azas hukum publik (publiekrechtelijk beginsel) bahwa
seorang pejabat umum harus terlebih dahulu mengangkat sumpah agar ia dapat
menjalankan jabatannya dengan sah.35
Demikian juga halnya dengan Notaris bahwa sebelum melaksanakan tugas dan
jabatannya berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Jabatan Notaris, Notaris wajib
mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya di hadapan Menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Sumpah/janji tersebut berbunyi sebagai berikut :
”Saya bersumpah/berjanji :
- Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila
dan Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya.
- Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama,
mandiri dan tidak berpihak.
- Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan
kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan
tanggung jawab saya sebagai Notaris.
35
- Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam
pelaksanaan jabatan saya.
- Bahwa saya dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan
memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapa pun.36
Sumpah jabatan Notaris ini dapat dibagi dalam dua bagian, yakni yang dinamakan
”belovende eed, dan zuiveringseed. Dalam bagian yang disebut pertama Notaris
bersumpah akan patuh setia kepada Negara Republik Indonesia dan Undang-undang Dasarnya serta menghormati semua pembesar-pembesar hakim pengadilan dan pembesar-pembesar lainnya. Bagian sumpah ini juga dinamakan ”politieke eed”. Di dalam bagian kedua Notaris berjanji akan menjalankan tugasnya dengan jujur, seksama dan tidak berpihak serta akan mentaati dengan seteliti-telitinya semua peraturan-peraturan jabatan Notaris yang sedang berlaku atau yang akan diadakan dan merahasiakan serapat-rapatnya isi akta-akta selaras dengan ketentuan-ketentuan peraturan-peraturan itu, bagian sumpah ini dinamakan ”beroepseed” (sumpah jabatan). 37
Setelah pengucapan sumpah jabatan. Notaris maka Notaris yang telah diambil
sumpahnya di hadapan instansi yang terkait maka Notaris tersebut telah berwenang
36
Sedangkan menurut Pasal 17 PJN, bahwa Notaris terlebih dahulu harus disumpah dan pengucapannya harus dihadapan Kepala Pemerintahan dari daerah atau kabupaten, dimana terletak tempat kedudukan mereka, sumpah (janji dan keterangan) dari Notaris yang berbunyi sebagai berikut :
“Saya bersumpah (berjanji) :
- Bahwa saya akan patuh setia kepada Negara Repulik Indonesia dan Undang-Undang Dasarnya.
- Bahwa saya akan menghormati semua pembesar hakim Pengadilan dan pembesar-pembesar lainnya.
- Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan jujur, saksama dan tidak berpihak
- Bahwa saya akan menepati dengan seteliti-telitinya semua peraturan-peraturan bagi jabatan Notaris yang sedang berlaku atau yang akan diadakan
- Bahwa saya akan merahasiakan serapat-rapatnya isi akta-akta selaras dengan ketentuan-ketentuan peraturan-peraturan tadi
- Bahwa saya untuk mendapatkan pengangaktan saya langsung atau tidak langsung dengan nama atau kilah apapun juga, tidak pernah telah memberikan atau menjanjikan sesuatupun, tidak akan memberikan atau menjanjikannya kepada siapan juga.
37
untuk melaksanakan tugas dan jabatannya terutama untuk membuat akta Notaris.
Terhadap ketentuan di atas berlaku pula bagi Notaris pengganti.
Apabila Notaris yang telah melaksanakan tugas dan jabatannya sebelum
mengucapkan sumpah jabatan, berdasarkan Pasal 18 PJN maka kepadanya akan
dikenakan denda Rp. 100,- sampai Rp. 300,- dengan tidak mengurangi kewajiban
mereka untuk membayar biaya, ganti kerugian dan bunga.38
Setelah pengucapan sumpah jabatan dilakukan oleh Notaris, maka Pemerintah39
akan membuat suatu Berita Acara Penyumpahan Notaris yang ditandatangani oleh
Notaris itu sendiri dan yang mengangkat sumpah serta oleh dua orang saksi.
Pengucapan sumpah/janji jabatan Notaris sebagaimana dimaksud diatas dilakukan
dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal keputusan
pengangkatan sebagai Notaris.
6. Kode Etik Notaris
Etika berasal dari kata ”ethos” sebuah kata dari Yunani, yang diartikan identik
dengan moral atau moralitas. 40 Istilah ini dijadikan sebagai pedoman atau ukuran
bagi tindakan manusia dengan penilaian baik atau buruk dan benar atau salah.
Etika melibatkan analisis kritis mengenai tindakan manusia untuk menentukan
suatu nilai benar dan salah dari segi kebenaran dan keadilan. Oleh karena itu istilah
38
Dalam Undang-undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 tidak ada mengatur tentang sanksi apabila Notaris yang telah melaksanakan tugas dan jabatannya sebelum mengucapkan sumpah jabatan.
39
Pemerintah dalam hal ini adalah Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM
40
etika sering juga diartikan dengan tata krama, sopan santun, pedoman moral, dan
norma susila.
Etika merupakan cabang filsafat yang membahas tentang nilai dan norma moral yang mengatur perilaku manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok dan institusi di dalam masyarakat. Oleh karena itu etika merupakan ilmu yang memberikan pedoman norma tentang bagaimana hidup manusia diatur secara harmonis, agar tercapai keselarasan dan keserasian dalam kehidupan baik antar sesama manusia maupun antar manusia dengan lingkungannya, juga mengatur tata hubungan antara institusi di dalam masyarakat dengan institusi lain dalam sistem masyarakat dan environment (lingkungannya)41
Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan dipergunakannya etika
dalam pergaulan antar masyarakat pada hakikatnya agar tercipta suatu hubungan
yang harmonis, serasi dan saling menguntungkan.
Oleh karena itu, Notaris sebagai salah satu element manusia harus memperhatikan
etika dalam setiap pekerjaan yang dilakukannya, sehingga Notaris dalam
menjalankan tugas dan jabatannya dengan penuh tanggung jawab dengan menghayati
keluhuran martabat jabatannya dan dengan keterampilannya melayani kepentingan
masyarakat yang meminta jasanya dengan selalu mengindahkan ketentuan
undang-undang, etika, ketertiban umum dan berbahasa Indonesia yang baik oleh Notaris juga
memerlukan suatu Kode Etik Notaris.
Berdasarkan Pasal 1 butir 2 Kode Etik Notaris 2005, hasil Kongres Luar Biasa
Ikatan Notaris Indonesia, Bandung, 27 Januari 2005, pengertian Kode Etik Notaris
dan untuk selanjutnya disebut Kode Etik adalah seluruh kaidah moral yang
ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasar keputusan Kongres
41
Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati
oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia dan semua
orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya para
Pejabat Sementara Notaris Pengganti, dan Notaris Pengganti Khusus.42
Hardjo Gunawan43 berpendapat bahwa ada beberapa alasan diperlukannya kode
etik profesi, yaitu :
1. Kode etik profesi dipakai sebagai sarana kontrol sosial
2. Kode etik profesi mencegah pengawasan ataupun campur tangan dari luar
terhadap intern perilaku anggota-anggota kelompok profesi tersebut, karena
nilai-nilai etika;
3. Kode etik profesi penting untuk pengembangan patokan kehendak yang tinggi
dari para anggota kelompok profesi tersebut yakni meningkatkan tingkat
profesioanlismenya guna peningkatan mutu pelayanan yang baik dan bermutu
kepada masyarakat umum yang membutuhkan jasa pelayanan mereka.
Berdasarkan Pasal 3 Kode Etik dalam Kongres Luar Biasa I.N.I Tahun 2005,
menyebutkan : bahwa dalam melaksanakan tugas jabatan Notaris berkewajiban
untuk:
1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik
42
Sebagai perbandingan lihat hasil rapat Pleno Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, tanggal 29-30 Agustus 1998, di Surabaya, Kode Etik Notaris adalah suatu sikap seorang Notaris yang merupakan suatu kepribadian yang mencakup sikap dan moral terhadap organisasi profesi, terhadap sesama rekan dan terhadap pelaksanaan tugas jabatan
43
2. Menghormati dan menjungjung tinggi harkat dan martabat Jabatan Notaris
3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan
4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab,
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris
5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimilik tidak terbatas pada ilmu
pengetahuan hukum dan kenotariatan
6. Mengutamakan pengabdian kepada masyarakat dan Negara
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotariatan lainnya untuk
masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium
8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan
satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan
tugas jabatan sehari-hari.
9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan/di lingkungan kantornya
dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x
80 cm, yang memuat :
a. Nama lengkap dan gelar yang sah
b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai
Notaris
c. Tempat kedudukan
d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax;dasar papan nama berwarna putih
dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak
dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud.
10.Hadir, mengikuti dan berpartisiapsi aktif dalam setiap kegiatan yang
diselenggarakan oleh Perkumpulan, menghormati, mematuhi, melaksanakan
setiap dan seluruh keputusan Perkumpulan.
11.Membayar uang iuran perkumpulan secara tertib
12.Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang
meninggal dunia
13.Melaksankaan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan
Perkumpulan
14.Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan
penadantanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali karena alasan-alasan
yang sah
15.Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan
tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan
sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling
membantu, serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi.
16.Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan
status ekonomi dan/atau status sosialnya.
17.Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban
untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada
a. UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris
c. Isi sumpah jabatan Notaris
d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.44
44
Bandingkan dengan Pasal 3 Kode Etik (Kongres I.NI ke -17 Tahun 1999), baik dalam rangka melaksanakan tugas jabatan (bagi Notaris, Wakil Notaris Sementara serta Notaris Pengganti) ataupun dalam kehidupan sehari-hari, setiap anggota Ikatan Notaris Indonesia diwajibkan untuk :
a. Berkepribadian baik dan menjunjung tinggi martabat dan kehormatan Notaris.
b. Senantiasa menjunjung tinggi dasar Negara dan hukum yang berlaku serta bertindak sesuai dengan makna sumpah jabatan, kode etik dan berbahasa Indonesia secara baik dan benar. c. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara
d. Memiliki perilaku profesional dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan nasional, khususnya di bidang hukum
e. Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab, mandiri, jujur dan tidak berpihak
f. Memberi pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat yang memerlukan jasanya g. Memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasanya dengan
maksud agar masyarakat menyadari dan menghayati hak dan kewajibannya sebagai warga Negara dan anggota masyarakat.
h. Memberikan jasanya kepada anggota masyarakat yang tidak atau kurang mampu secara Cuma-Cuma
i. Bersikap saling menghormati, menghargai serta mempercayai dalam suasana kekeluargaan dan sesama rekan sejawat.
j. Menjaga dan membela kehormatan serta nama baik korps Notaris atas dasar rasa solidaritas dan sikap tolong menolong secara konstruktif
k. Bersikap ramah terhadap setiap pejabat dan mereka yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas dan jabatannya
l. Menetapkan sutu kantor, dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksankaan tugas dan jabatan sehari-hari
Melakukan perbuatan-perbuatan lain yang secara umum disebut sebaai kewajiban untuk ditatati dan dilaksanakna, antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam :
1. Peraturan jabatan Notaris 2. Isi sumpah Jabatan
Dengan adanya Kode Etik dalam kalangan Notaris, pengawasan atas pelaksanaan
Kode Etik itu perlu dilakukan dengan cara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 7
Kode Etik dalam kongres Luar Biasa INI Tahun 2005, yaitu :
a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan
Kehormatan Daerah
b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan
Kehormatan Wilayah
c. Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan
Kehormatan Pusat.45
Berdasarkan Pasal 9 Kode Etik dalam Kongres Luar Biasa I.N.I Tahun 2005,
dalam rangka penegakan Kode Etik dilakukan pemeriksaan dan penjatuhan sanksi
dalam hal :
1. Apabila ada anggota yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik,
baik dugaan tersebut berasal dari pengetahuan Dewan Kehormatan Daerah sendiri
maupun karena laporan dari Pengurus Daerah ataupun pihak lain kepada Dewan
Kehormatan Daerah, maka selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja
Dewan Kehormatan Daerah wajib segera mengambil tindakan dengan
mengadakan sidang Dewan Kehormatan Daerah untuk membicarakan dugaan
terhadap pelanggaran tersebut.
45
Bandingkan dengan pasal 7 Kode Etik Kongres I.N.I Ke-17 Tahun 1999, pengawasan dilakukan dengan cara , yaitu :
a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris dan Majelis Kehormatan Daerah b. Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan Majelis Kehormatan