• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

ORIENTED STRAND BOARD DARI TIGA JENIS BAMBU

SKRIPSI

Oleh:

SURANTA H GINTING/ 031203020 TEKNOLOGI HASIL HUTAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Judul Penelitian : Oriented Strand Board dari Tiga Jenis Bambu.

Nama : Suranta H Ginting

Nim : 031203020

Program Stud : Teknologi Hasil Hutan

Departemen : Kehutanan

Disetujui oleh,

Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Arif Nuryawan, S. Hut, M. Si Luthfi Hakim, S. Hut, M.Si

NIP : 132 303 839 NIP : 132 303 841

Mengetahui,

Ketua Departemen

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.S.

(3)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

ABSTRACT

The main objective of this research was to find out the substitution of construction board

(lumber and plywood). For this purpose, research on OSB, one of panel product and also a

structural wood composite products, made of bamboo as a main material. This research used

three species of bamboo, namely betung bamboo, hitam bamboo, and tali bamboo. The methods

in this research, OSB was made in three plies, face, core, and back with weight ratio was 1 : 1 :

1. The pressure was 30 kgf/cm2 at 1100C for 15 minutes with 3 replication For each bamboo.

Formulated Urea Formaldehyda (UF) was used in this research. The results obtained were as

follow : 1) Physical characteristic met JIS 5908 – 2003, about 0,72 – 0,74 g/cm3 for density and

5,21 – 6,43 % for moisture content. 2) for mechanical characteristic met JIS A 5908 – 2003,

about 459,75 – 698,76 kgf/cm2 for MOR, 1,86.104 – 9,86.104 kgf/cm2 for MOE, 1,83 – 6,92

kgf/cm2 for Internal bond, and 147,71 – 161,91 kgf for screw holding power. Unfotunatelly,

value of MOE for betung’s OSB didn’t require JIS A 5908- 2003, but the others fulfill the

standard.

Keywords : OSB, betung bamboo, hitam bamboo, tali bamboo, physical and mechanical

(4)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

ABSTRAK

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menemukan substitusi (pengganti) papan

konstruksi (gergajian dan kayu lapis). Untuk tujuan ini, penelitian OSB, yang merupakan salah

satu produk panel dan juga merupakan produk – produk komposit kayu struktural, termasuk

salah satunya papan OSB, terbuat dari tiga jenis bambu sebagai bahan utamanya yaitu bambu

betung, bambu hitam, dan bambu tali. Metode yang digunakan OSB dibuat tiga lapis bagian face,

core, back dengan perbandingan berat masing – masing lapisan 1 : 1 : 1. Tekanan yang

digunakan 30 kg/cm2 dengan suhu 1100C selama 15 menit, perekat yang digunakan adalah Urea

Formaldehid yang diformulasi. Hasil penelitian menunjukan : 1) Sifat – sifat fisis berdasarkan

JIS A 5908 – 2003, berkisar antara 0,72 – 0,74 g/cm3 untuk kerapatan dan 5,21 – 6,43% untuk

kadar air. 2) Sifat – sifat mekanis berdasarkan standar JIS A 5908 – 2003, dengan nilai 459,75 –

642,90 kgf/cm2 untuk MOR, 1,86.104 – 9,86.104 kgf/cm2 untuk MOE, dimana MOE untuk

bambu betung tidak memenuhi standar JIS A 5908 – 2003, 1,83 – 6,92 kgf/cm2 untuk Internal

bond, 147,71 – 161,91 kgf untuk kuat pegang sekrup.

Kata kunci : Oriented Strand Board, bambu betung, bambu hitam, bambu tali, sifat fisis dan

(5)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

RINGKASAN

SURANTA H GINTING. Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu. Dibimbing oleh Arif

Nuryawan dan Luthfi Hakim.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi sifat fisis dan mekanis Oriented Strand

Board (OSB) yang terbuat dari tiga jenis bambu, yaitu bambu betung, bambu hitam, bambu tali

dengan mrnggunakan perkat UF (Urea Formaldehid) yang telah di formulasi.

Metode penelitian ini OSB dibuat tiga lapis yang saling bersilangan tegak lurus,

berukuran 25 cm x 25 cm dan ketebalan sasaran 10 mm, dan perbandingan berat strands masing

– masing lapisan 1 : 1 : 1 dengan pengempaan panas 110 0C selama 15 menit. Pengujian

mengikuti standar JIS A 5908 – 2003.

OSB yang dihasilkan kemudian dikondisikan selama 2 minggu, untuk kemudian dipotong

menjadi contoh uji – contoh uji untuk dilakukan pengujian sifat fisis dan mekanis.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sifat fisis yang meliputi kerapatan, kadar air, dan

pengembangan tebal memenuhi standar JIS A 5908 – 2003. demikian juga sifat mekanis yang

terdiri atas MOR (modulus patah), MOE (modulus lentur), keteguhan rekat, maupun kuat pegang

sekrup semuanya memenuhi standar JIS A 5908 – 2003, kecuali nilai MOE untuk OSB dari jenis

(6)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 12 April 1985 dari keluarga N. Ginting

dan R. Siburian. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMK GKPS-2 Pematang Siantar dan pada tahun yang

sama lulus seleksi di Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Baru (SPMB) di Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Fakultas

Pertanian.

Selama masa pendidikan perkuliahan penulis pernah mengikuti organisasi Himpunan

Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU sebagai anggota, penulis juga pernah mengikuti kegiatan

Praktik Pengolahan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di dua tempat, yaitu Sibolangit dan Bandar

Khalifah. Penulis juga mengikuti kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Sumatera Riang

Lestari Sektor Sei Kebaro Bagan Batu Propinsi Sumatera Utara. Dan menyelesaikan kuliah pada

tahun 2009 dengan mengambil judul penelitian “Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis

Bambu” di bawah bimbingan Bapak Arif Nuryawan S, Hut, M.Si dan Luthfi Hakim, S. Hut,

(7)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan

karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul “Oriented Strand Board dari Tiga Jenis

Bambu” dapat selesai tepat waktu.

Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Bapak Arif

Nuryawan, S. Hut, M. Si dan Bapak Luthfi Hakim, S. Hut, M.Si selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan kritik, saran dan bantuannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Orangtua dan adik-adik yang telah

memberikan dukungan, doa, dan kasih sayangnya kepada penulis, juga kepada teman-teman

yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis

mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan

penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita.

Medan, Maret 2009

(8)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

METODOLOGI PENELITIAN ... 11

(9)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Pengujian sifat mekanis ... 18

Analisis data ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Sifat fisis oriented strand board ... 21

Kerapatan ... 21

Kadar air ... 22

Daya serap air ... 24

Pengembangan tebal... 25

Sifat mekanis oriented strand board ... 26

Keteguhan rekat internal (Internal bond) ... 26

Modulus patah (Modulus of Rupture, MOR)... 27

Modulus lentur (Modulus of Elasticity, MOE) ... 29

Kuat pegang sekrup ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

Kesimpulan ... 31

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(10)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

(11)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Bambu betung ... 5

2. Bambu tali ... 6

3. Bambu hitam ... 7

4. Proses pengupasan kulit bambu ... 9

5. Proses pembuatan papan OSB ... 12

6. Pengeringan strands ... 13

7. Pola pemotongan contoh uji papan ... 15

8. Titik pengukuran dimensi contoh uji ... 16

9. Cara pengujian modulus patah dan modulus elastisitas ... 18

10. Cara pengujian keteguhan rekat ... 19

(12)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR LAMPIRAN

Hal 1. Contoh perhitungan kebutuhan berat bahan baku untuk

pembuatan papan OSB. ... 34

2. Hasil pengukuran KA strands ... 35

3. Pengukuran kadar resin padat ... 35

4. Data sifat fisis OSB hasil penelitian ... 36

5. Data sifat mekanis OSB hasil penelitian ... 36

(13)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bambu tergolong hasil hutan non kayu yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

Bambu dikatakan sebagai tanaman serbaguna yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti

kayu. Bambu yang digunakan diharapkan dapat mengurangi penggunaan kayu yang akhirnya

dapat mengurangi penebangan hutan. Bambu merupakan tanaman berumpun dan dimasukan

dalam famili Gramineae (Krisdianto et al. 2000).

Batang merupakan bagian yang banyak sekali dimanfaatkan dalam penggunaannya,

antara lain bahan bangunan. Batang digunakan dalam bentuk dinding, rangka kuda-kuda, tiang,

lantai, pintu, kusen jendela, dan atap. Bahan mebel yakni dalam bentuk kursi, meja, lemari, rak,

dan tempat tidur. Penelitian – penelitian bambu sebagai bahan baku produk komposit mulai

dilakukan, diantaranya pembuatan plywood dari bambu alias plybamboo (Ismanto dan Sutiyono,

1997).

Pada penelitian ini, bambu digunakan sebagai bahan baku pembuatan OSB (Oriented

Strand Board) atau yang sering juga disebut dengan papan untai. Dimana papan untai ini

merupakan produk panel kayu struktural yang diproduksi dari perekat dan partikel kayu yang

berbentuk strand (untaian). Kemudian diorientasikan secara bersilangan tegak lurus sehingga

kekuatannya sama atau lebih dari kekuatan kayu lapis (plywood) dan memiliki sifat tahan air

sehingga dapat digunakan untuk keperluan eksterior (diluar ruangan), dan itu tergantung dari

jenis perekatnya. Pertimbangannya, bilah bambu memiliki bentuk, karakteristik, dan penampilan

(14)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

OSB dibuat tiga lapis yang saling bersilangan dengan bahan dasar strands yang terbuat

dari tiga jenis bambu (betung, hitam, dan tali) dengan menggunakan perekat UF (Urea

Formaldehid) yang diformulasi.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sifat fisis dan mekanis

OSB yang dihasilkan dari tiga jenis bambu (betung, hitam, dan tali) yang direkatkan dengan

perekat UF yang diformulasi.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan pengembangan

industri OSB yang terbuat dari bambu.

2. Hasil penelitian ini dapat berguna dalam pemanfaatan bahan baku nonkayu,

khususnya bambu.

(15)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Oriented Strand Board (OSB)

Armin Elmendorf adalah orang pertama yang mendeskripsikan OSB pada tahun 1949.

Namun demikian, OSB baru dipatenkan pada tahun 1965. OSB merupakan perkembangan

papan wafer (waferboard) yang terbuat dari limbah kayu yang ditemukan ilmuwan Amerika

pada tahun 1954 (http://www.osbguide.com).

Dibandingkan dengan jenis produk panel yang lain, OSB tergolong relatif baru. OSB

dibuat sebagai panel struktural yang menggantikan bahan pelapis seperti kayu lapis (Nishimura

et al. 2004). Pada masa yang akan datang aplikasi OSB akan menjadi global karena memiliki

bentang yang lebar, tebal dan kestabilan dimensi yang tinggi pula. Dengan demikian OSB dapat

digunakan secara luas untuk konstruksi perumahan dan bangunan komersial. OSB memiliki

kekuatan, keawetan, dan merupakan pilihan ekonomis yang ramah lingkungan, karena itu

variasi aplikasi penggunaannya bisa sangat luas seperti untuk dinding, panel atap, sub-lantai,

pelapis lantai, lantai, panel penyekat (http://www.osbguide.com).

Beberapa negara sudah mengembangkan dan mengaplikasikannya pada konstruksi

perumahan dan bangunan komersial ataupun industri, yaitu Canada dan Amerika. Di China

sudah dikembangkan perumahan “Western-style” yang dibangun dengan bahan baku kayu dan

OSB karena permintaan bahan bangunan yang meningkat (Nuryawan dan Massijaya, 2006).

Di Indonesia sendiri, penelitian mengenai OSB masih jarang dilakukan. Padahal

(16)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

memiliki prospek cerah seiring dengan ketersediaan kayu gergajian dan kayu lapis dipasaran

semakin langka sebagai akibat kekurangan bahan baku.

Bahan Baku Utama

Umumnya bahan berlignoselulosa dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan

OSB. Namun demikian, penelitian ini memanfaatkan hasil hutan non kayu berupa bambu

sebagai bahan alternatif utama. Dapat diperkirakan prospek pengembangan OSB di Indonesia

cukup baik mengingat ketersediaan kayu gergajian dan kayu lapis di pasaran yang semakin

langka sebagai akibat industrinya kekurangan bahan baku dan bambu banyak dijumpai di

pedesaan.

Dari sekitar 75 genus terdiri atas 1500 spesies bambu diseluruh dunia, 10 genus atau 125

jenis di antaranya terdapat di Indonesia, antara lain: Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus,

Dinochloa, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum, dan

Thyrsostachys, namun tidak selamanya merupakan tanaman asli Indonesia. Tanaman bambu

Indonesia ditemukan didataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian sekitar 300 m dpl.

Pada umumnya ditemukan ditempat–tempat terbuka dan daerahnya bebas dari genangan air

(Berlian et. al, 1995).

Bambu tersebar diseluruh kawasan indonesia. Bambu dapat tumbuh di daerah yang

beriklim kering hingga yang beriklim basah, dari dataran rendah hingga ke daerah pegunungan,

dan biasanya ditempat-tempat terbuka yang daerahnya bebas dari genangan air. Tanaman ini

hidup merumpun, mempunyai ruas dan buku, pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang

berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Di daerah ruas-ruas ini

tumbuh akar–akar sehingga memungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari

potongan-potongan ruasnya, selain tunas-tunas rumpunnya (Sutiyono et al. 1996).

Tanaman bambu hidup merumpun, kadang-kadang ditemui berbaris membentuk suatu

garis pembatas dari suatu wilayah desa yang identik dengan batas desa yang lainnya, Penduduk

desa sering menanam bambu disekitar rumahnya untuk berbagai keperluan (Berlian et. al. 1995).

Bermacam-macam jenis bambu bercampur ditanam di pekarangan rumah. Pada umumnya yang

(17)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

andong, dan bambu hitam. Pada penelitian ini akan dibuat OSB dengan bahan dasar bambu,

adapun jenis-jenis bambu yang akan digunakan antara lain:

1. Bambu betung

Bambu betung dikenal dengan nama ilmiah Dendrocalamus asper (Shult. f.) Backer ex

Heyne. Nama daerahnya antara lain awi bitung, pring petung, dan pereng petong.

Bambu betung (Gambar 1) mempunyai rumpun yang agak sedikit rapat. Warna batang

hijau kekuning-kuningan. Ukurannya lebih besar dan lebih tinggi dari pada jenis bambu lain.

Tinggi batang mencapai 20 m dengan diameter batang sampai 20 cm. Ruas bambu betung cukup

panjang dan tebal, panjangnya antara 40-60 cm dan ketebalan dindingnya 1-1,5cm. Pelepah

batang panjangya 20-55 cm dengan pelepah buluh sempit dan melipat ke bawah.

Gambar 1. Bambu betung

Jenis bambu ini dapat ditemui di dataran rendah sampai ketinggian 2000 m dpl. Bambu

ini akan tumbuh baik bila tanahnya cukup subur, terutama didaerah yang beriklim tidak terlalu

kering.

Bambu betung sifatnya keras dan baik untuk bahan bangunan karena seratnya besar-besar

dan ruasnya panjang. Dapat dimanfaatkan untuk saluran air, penampung aren yang disadap,

(18)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

bambu betung terkenal paling enak untuk disayur diantara jenis-jenis bambu lainnya (Berlian dan

Rahayu, 1995).

2. Bambu tali

Bambu tali dikenal juga dengan sebutan bambu apus, awi tali, atau pring tali. Bambu ini

termasuk dalam genus Gigantochloa yang umumnya mempunyai rumpun rapat. Nama ilmiah

bambu adalah Gigantochloa apus BL. ex (Schult. f.) Kurz.

Tinggi bambu apus dapat mencapai 20 m dengan warna batang hijau cerah sampai

kekuning-kuningan. Batangnya tidak bercabang di bagian bawah. Diameter batang 2,5-15 cm,

tebal dinding 3-15 mm, dan panjang ruasnya 45-65 cm. Panjang batang yang dapat dimanfaatkan

antara 3-15 m. Pelepah batangnya tidak mudah lepas meskipun umur batang sudah tua (Gambar

2).

Gambar 2. Bambu tali

Jenis bambu ini diduga berasal dari burma dan sekarang tersebar luas di seuruh

kepulauan Indonesia. Bambu tali umumnya tumbuh di dataran rendah tetapi dapat juga tumbuh

dengan baik di daerah pegunungan sampai ketinggian 1000 m dpl.

Bambu tali berbatang kuat, liat, dan lurus. Jenis ini terkenal paling bagus untuk dijadikan

bahan baku kerajinan anyaman karena seratnya yang panjang, kuat, dan lentur. Ada juga yang

menggunakannya untuk alat musik. Rebung bambu apus tidak bisa dimakan oleh karena rasanya

(19)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

3. Bambu hitam

Bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea widj.) dikenal dengan sebutan bambu wulung,

pring wulung, pring ireng atau awi hideung. Jenis ini disebut bambu hitam.

Rumpun bambu hitam (Gambar 3) agak jarang. Pertumbuhannya pun agak lambat.

Buluhnya tegak dengan tinggi 20 m. Panjang ruas-ruasnya 40-50 cm, tebal dinding buluhnya 8

mm, dan garis tengah buluhnya 6-8 cm. Pelepah batang selalu ditutupi miang yang melekat

berwarna coklat tua.

Gambar 3. Bambu hitam

Bambu hitam tersebar di pulau Jawa dan hidup di daerah dataran rendah hingga

ketinggian 650 m dpl. Di Jawa Barat jenis bambu ini sangat baik untuk dibuat alat musik seperti

angklung, gambang, dan sebagainya. Bambu hitam dapat juga digunakan untuk furniture dan

bahan kerajinan tangan.

Bambu yang digunakan sebagai bahan baku OSB sebelum dikonversi menjadi

strand-strand, harus melewati tahap pembagian setiap ruasnya, kemudian pengulitan (debarking). Hal

ini dikarenakan kehadiran kulit tidak diinginkan pada produk akhir OSB karena akan

(20)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Bahan Baku Perekat

Setiap pembuatan produk panel-panel kayu haruslah menggunakan perekat. Demikian

juga dalam pembuatan OSB, peranan perekat tidak bisa diabaikan. Tipe dan jumlah resin perekat

yang dipakai berpengaruh terhadap kualitas OSB yang dibuat. Resin formaldehid merupakan

hasil reaksi urea dengan formaldehid.

Urea formaldehid (UF) termasuk salah satu jenis perekat yang bersifat thermosetting

hasil reaksi kondensasi dan polimerisasi antara urea dan formaldehid. Perekat UF termasuk tipe

perekat MR (Moisture Resistance), dalam pemakaiannya banyak digunakan untuk industri mebel

dan kayu lapis. Perekat UF matang dalam kondisi asam yang mana keasaman UF diperoleh

dengan menggunakan hardener (Pizzi, 1994).

Resin urea formaldehid dihasilkan dari reaksi kondensasi antara urea dan formaldehid

dalam medium air (Achmadi, 1990).

Rendahnya harga perekat, cepatnya pengerasan dibanding perekat phenol formaldehyde

(PF) pada suhu yang sama, dan pembentukan garis rekat (glue line) yang tak berwarna

menyebabkan perekat ini menguntungkan dalam industri kayu lapis dan papan partikel

(Achmadi, 1990). Penggunaan perekat terbatas pada produk seperti panel kayu lapis hias, papan

partikel bagian lantai atau papan serat untuk mebel serta aplikasi interior (Schniewind, 1989).

Menurut Graves (1986) dalam Walker et. al. (1993), sekitar 90% dari seluruh

papan-papan partikel menggunakan Urea Formaldehid (UF). Penggunaannya lebih disukai karena :

1. Terutama karena UF jelas lebih murah dibandingkan resin lainnya. Biayanya sekitar

1/5 dari harga isocyanates dan sekitar separuh dari harga phenol formaldehida.

2. Resin formaldehida mengeras lebih cepat pada suhu rendah dari pada phenol

formaldehida.

3. Bersifat toleran pada kondisi pengerasannya dari pada phenol formaldehida.

Merupakan perekat yang benar-benar memiliki ruang gerak terhadap suhu, kecepatan

pengerasan, viskositas dan solid content. Perbandingan urea dan formaldehida dapat

diatur, disesuaikan katalis asamnya dan sisem penyangga untuk pengerasan papan

pada kondisi yang diinginkan dari suhu tinggi (> 100 0C) dan pada pH yang rendah.

Keunggulan perekat UF terhadap bahan-bahan berlignoselulosa adalah daya kohesi yang

baik, mudah dalam penanganan dan aplikasi, produk akhir dengan warna yang bersih, dan biaya

(21)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

yang paling banyak digunakan untuk merekatkan produk kayu pada saat ini. Ada dua kekurangan

utama dari perekat ini, yaitu tidak memiliki ketahanan terhadap air dan cuaca, dan kerentanannya

terhadap emisi gas formaldehida (Pizzi, 1994).

Kerugian perekat UF adalah tidak tahan terhadap cuaca. Karena itu, perekat UF lebih

sesuai untuk perekat mebel dan kegunaan lain di dalam ruang, dimana keawetan perekat UF

tidak diperlukan (Achmadi, 1990). Kelemahan utama UF adalah mudah terhidrolisis. Pada suhu

dingin, laju kerusakan struktur perekat sangat lambat tapi pada suhu diatas 40 0C kerusakan

perekat dipercepat sedangkan diatas 60 0C kerusakan sangat cepat (Pizzi, 1994).

Gambaran Umum Pembuatan OSB

Proses pembuatan OSB pada dasarnya hampir sama dengan tahapan pada pembuatan

papan partikel, dimana pada sisi tengahnya dibuat bersilangan dengan bagian permukaan.

Pengupasan Kulit Kayu dan pembuatan strands

Kita mengetahui bahwa kulit kayu akan menghambat proses perekatan, begitu juga

halnya dengan bambu. Bambu yang telah dipotong setiap ruasnya kemudian dikuliti agar

menghasilkan strands yang memiliki daya rekat yang baik. Untuk pembuatan strands ukuran

geometrinya memiliki lebar 3-6 cm dengan panjang lebih dari 30 cm. Namun demikian hal

tersebut tidak mutlak dilakukan, tergantung kepada kualitas strands bambu yang dihasilkan

setiap ruasnya (Gambar 4).

Gambar 4. Proses pengupasan kulit bambu.

(22)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Pengeringan dengan menggunakan oven dilakukan karena akan memastikan nilai kadar

air, memperbaiki proses pengawasan, memperbaiki kualitas strands dan produksi akhirnya.

Pengeringan strands direkomendasikan hingga kadar air 10%.

Pembentukan Lembaran

Pembentukan lembaran merupakan proses yang sulit dalam produksi OSB karena ada

pengorientasian arah strand, pengorientasian arah ini dilakukan secara manual. Orientasi strand

lapisan inti yang bersilangan terhadap lapisan permukaan menghasilkan kekuatan lebih baik

dibandingkan yang sejajar atau acak.

Pengempaan panas

Pembuatan OSB merupakan proses bertahap dari proses pembetukan lembaran strands

tiap lapisnya hingga pengempaan. Proses pengempaan ini dilakukan untuk mendapatkan

lembaran papan yang padat dan kuat dengan ketebalan dengan menggunakan suhu 110 0C

dengan waktu kempa 15 menit.

Finishing

Tahap akhir OSB dikondisikan selama 14 hari, kemudian dipotong menjadi ukuran pakai

yang berbeda-beda untuk diuji dengan standar JIS 5908 – 2003 dan tergantung tujuannya

(23)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 sampai dengan Desember

2008. Pembuatan OSB dan pengujian sifat fisis dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil

Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, dan pengujian

sifat mekanis di Laboratorium Biokomposit, Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas

Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (sampel/contoh uji dikirim).

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi gergaji, parang, oven, timbangan,

kaliper, hot press, plat besi, aluminium foil, UTM (Universal Testing Machine), dan kamera.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga jenis bambu (betung, hitam, dan

tali), perekat Urea Formaldehid (UF).

Prosedur Penelitian

Proses pembuatan OSB secara umum meliputi persiapan bahan baku, pengeringan bahan

baku, formulasi perekat, hot pressing, pengkondisian, pemotongan dan pengujian. Alur kerja

(24)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Proses Pembuatan OSB

Persiapan Bahan Baku

(3 jenis bambu)

Pengupasan kulit, Pembuatan Strands

Pengeringan strands

Formulasi perekat

(25)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Pengkondisian

Selama 14 hari

Pemotongan dan Pengujian

JIS A 5908-2003

Gambar 5. Proses Pembuatan Papan OSB

1. Persiapan bahan baku

Bambu betung, bambu tali, dan bambu hitam yang sudah tua ditebang dengan

menggunakan parang, 5-6 m dari pangkal masing-masing bambu yang digunakan dalam

pembuatan strands, hal ini dikarenakan bambu yang tua lebih baik digunakan. Kemudian setiap

bilah/ruasnya dipotong, panjang strands tergantung kepada panjang bilah bambu tersebut.

2. Pengeringan strands

Strands yang dihasilkan dari setiap bilah bambu tersebut seluruhnya dikeringkan dibawah

sinar matahari dan kemudian disimpan dalam plastik (tempat tertutup) untuk menjaga KA tetap

stabil (Gambar 6), kemudian di oven dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar Air (%) = x100%

BKO BKO BA−

Keterangan :

(26)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

BKO : Berat Kering Oven (gram)

Gambar 6. Pengeringan strands

3. Formulasi perekat

Perekat UF di peroleh dari PT. Tjipta Rimba Djadja terdiri dari tiga bahan yaitu : Resin

(urea + formaldehid), NH4Cl (katalis), dan tepung industri.

Biasanya suatu perusahaan plywood merahasiakan formulasi perekat yang digunakan

pada pembuatannya agar tidak bisa ditiru ataupun dipalsukan dalam pembuatan produk plywood

tersebut karena ini berpengaruh terhadap kualitas produk akhirnya. Aplikasi perekat yang

digunakan tidak memakai kadar perekat seperti halnya pada papan partikel, tetapi dengan berat

labur seperti pada kayu lapis. Pada pembuatan OSB dari tiga jenis bambu ini menggunakan

formulasi perekat berdasarkan berat labur perekat pada vinir. Yang didasarkan pada Anam

(2001) pada Penelitian Optimasi Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu Lapis (Plywood) di

PT. Kampari Wood Industries.

Tabel 1. Berat labur perekat

No Ketebalan Vinir Tengah (mm) Gram/m2

1 1,5 – 2,1 227 – 270

2 2,1 – 2,5 281 – 324

3 2,6 – 3,0 335 – 378

4 3,1 – 3,5 389 – 432

5 3,6 – 4,0 443 – 486

(27)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

= 2 =

Pembentukan lembaran dilakukan dengan pengorientasian strands secara manual setiap

lapisannya. Perbandingan berat strands lapisan face : core : back adalah 1 : 1 : 1.

(28)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

OSB yang sudah dikondisikan selama 2 minggu pada suhu kamar. Kemudian dipotong

menjadi contoh uji-contoh uji berdasarkan JIS A 5908 : 2003, dengan pola skema diagram

pemotongan pada Gambar 7.

Proses Pengujian Kualitas

Pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan berdasarkan standar JIS A 5908 : 2003,

dan nilainya dicocokkan dengan standar JIS A 5908 : 2003, memenuhi standar atau tidak.

Parameter kualitas papan yang diuji adalah kerapatan, kadar air, pengembangan tebal, dan daya

serap air (untuk sifat fisis). Sedangkan untuk sifat mekanis diuji keteguhan rekat (internal bond),

keteguhan pegang sekrup (Screw Holding Power) modulus patah (MOR), dan modulus elastisitas

(MOE). Berikut dijelaskan teknis pengujian sifat fisis dan mekanis OSB.

Pembuatan Contoh Uji

Pola dan ukuran contoh uji dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini:

Gambar 7. Pola pemotongan contoh uji papan

Keterangan :

A : Contoh Uji untuk Kadar Air dan Kerapatan (10 cm x 10 cm)

B : Contoh Uji untuk MOR dan MOE (20 cm x 5 cm)

C : Contoh Uji untuk Daya Serap Air dan Pengembangan Tebal (5 cm x 5 cm)

D : Contoh Uji untuk Internal Bond (5 cm x 5 cm)

(29)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Tabel 2. Sifat Fisis dan Mekanis Papan Partikel dengan Standar JIS A 5908 – 2003

No. Sifat Fisis Mekanis JIS A 5908-2003

1. Kerapatan (g/cm3) 0,4-0,9

Pengujian Sifat Fisis a. Kerapatan

Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volume kering udara.

Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm ditimbang beratnya, lalu diukur rata-rata panjang,

lebar, dan tebalnya untuk menentukan volume contoh uji. Titik pengukuran dimensi disajikan

pada Gambar 8. Nilai kerapatan papan OSB dihitung dengan rumus :

Kerapatan (g/cm3) =

Gambar 8. Titik engukuran dimensi contoh uji

b.Kadar Air (KA)

Contoh uji berukuran 10 cm x 10 cm x 1 cm yang digunakan adalah bekas contoh uji

kerapatan. Kadar air OSB dihitung berdasarkan berat awal dan berat kering tanur selama 24 jam

(30)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

KA =

Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cm ditimbang berat awalnya. Kemudian direndam

dalam air dingin selama 2 dan 24 jam, setelah itu ditimbang beratnya. Nilai daya serap air OSB

dihitung berdasarkan rumus :

Daya Serap air (%) =

Pengembangan tebal didasarkan pada tebal sebelum yang diukur pada keempat sudut dan

dirata-ratakan dalam kondisi kering udara dan tebal setelah perendaman dalam air dingin selama 2 dan

24 jam. Nilai pengembangan tebal OSB dihitung berdasarkan rumus :

(31)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Pengujian Sifat Mekanis a. MOR (Modulus of Rupture)

Pengujian keteguhan patah dilakukan dengan menggunakan alat Universal Testing

Machine dengan lebar bentang (jarak penyangga) 15 kali tebal nominal, tetapi tidak kurang dari

15 cm. Nilai MOR dapat dihitung dengan rumus :

MOR = 2

Contoh uji yang digunakan berukuran 1 cm x 5 cm x 20 cm pada kondisi kering udara

dengan pola pembebanan disajikan pada Gambar 9.

P (tekanan)

Contoh Uji

L/2 L/2

L ≥ 15 cm

Gambar 9. Cara pengujian modulus patah dan modulus elastisitas

b. MOE (Modulus of Elasticity)

Pengujian MOE dilakukan bersama-sama dengan pengujian keteguhan patah dengan

memakai contoh uji yang sama. Besarnya defleksi yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada

setiap selang beban tertentu. Nilai MOE dapat dihitung dengan rumus :

(32)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

∆Y : Lenturan pada beban (cm) b : Lebar contoh uji (cm) d : Tebal contoh uji (cm)

c. Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond)

Contoh uji berukuran 5 cm x 5 cm x 1 cmdirekatkan pada dua buah blok alumunium

dengan perekat dan dibiarkan mengering. Kedua blok ditarik tegak lurus permukaan contoh uji

sampai beban maksimum. Pengujian keteguhan rekat internal disajikan pada Gambar 10. Nilai

keteguhan rekat internal dapat dihitung berdasarkan rumus :

IB =

A P max

Keterangan :

IB : Keteguhan rekat internal (kg/cm2) Pmax : Beban maksimum (kg)

A : luas permukaan contoh (cm2)

Gambar 10. Cara pengujian keteguhan rekat

(33)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Gambar 11. Posisi Sekrup pada Pengujian Kuat Pegang Sekrup

Contoh uji berukuran 1 cm x 5 cm x 10 cm (Gambar 11). Sekrup yang digunakan

berdiameter 2,7 mm, panjang 16 mm dimasukkan hingga mencapai kedalaman 8 mm. Nilai kuat

pegang sekrup dinyatakan oleh besarnya beban maksimum yang dicapai dalam kilogram..

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dimana percobaan yang dilakukan

merupakan faktor tunggal dengan 3 jenis bambu yang berbeda dengan pembuatan OSB sebanyak

3 buah dari tiap jenis bambu tersebut. Model statistik dari rancangan percobaan ini adalah :

ij i ij

Y = + +

Keterangan :

ij

Y = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

= Nilai rata-rata umum

i = Pengaruh jenis bambu taraf ke-i

j

i = Pengaruh acak jenis bambu taraf ke-i

(34)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tiga jenis OSB yang telah dihasilkan (betung, hitam dan tali) kemudian dihitung sifat

fisis dan mekanisnya untuk mengetahui kekuatan OSB tersebut berdasarkan standar JIS 5908 –

2003. (Gambar 12)

(35)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Sifat Fisis Oriented Strand Board (OSB) Kerapatan

Kerapatan merupakan sifat fisis papan OSB yang sangat berpengaruh terhadap sifat

mekanisnya. Menurut Bowyer et al (2003) semakin tinggi kerapatan suatu papan OSB maka

akan semakin tinggi sifat keteguhannya. Standar JIS A 5908 – 2003 mensyaratkan kerapatan

yang memenuhi untuk papan partikel / papan OSB adalah sebesar 0,4 – 0,9 gr/cm3. Dari hasil

pengujian kerapatan menunjukan bahwa papan OSB yang dihasilkan memiliki kisaran nilai

kerapatan antara 0,72 – 0,74 gr/cm3 (Gambar 13). Hal ini menunjukan bahwa kerapatan papan

OSB yang dihasilkan memenuhi standar JIS A 5903 – 2003. Rata – rata tebal papan OSB yang

dihasilkan sebesar 1,3 cm.

0,72 0,74 0,74

Gambar 13. Grafik kerapatan dari tiga jenis bambu

Dari hasil analisis keragaman menyatakan bahwa perlakuan perbandingan beda jenis

bambu berpengaruh tidak nyata terhadap kerapatan papan OSB. Hasil analisis keragaman

kerapatan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Kerapatan seluruh papan OSB yang dihasilkan tidak mencapai target kerapatan yang

diinginkan, target kerapatan yang diinginkan sebesar 0,8 gr/cm3. Hal ini diduga karena tebalnya

strands yang digunakan pada saat pembuatan OSB, tidak meratanya penyusunan / penyebaran

strands sebelum pengempaan, alat penggempaan yang digunakan pun tidak mencapai suhu 110

0

C pada salah satu plat kempa, sehingga panas yang terjadi pada permukaan papan OSB tidak

sama antara permukaan atas dan bawah. Semakin tebal suatu papan OSB maka akan semakin

rendah kerapatannya, demikian juga sebaliknya. Salah satu cara untuk mengatasinya dilakukan

pembalikan papan OSB pada saat pengempaan. Faktor lain yang menyebabkan tidak tercapainya Standar JIS A

(36)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

target kerapatan juga karena adanya spring back atau usaha pembebasan dari tekanan yang

dialami pada waktu pengempaan dan penyesuaian kadar air papan pada saat pengkondisian

sehingga terjadi kenaikan tebal OSB yang pada akhirnya menyebabkan menurunnya kerapatan

OSB. Menurut Widarmana (1977) dalam Assyh (2001) kerapatan papan partikel dipengaruhi

oleh kerapatan bahan baku dan besarnya tekanan kempa yang digunakan.

Kadar Air

Kadar air merupakan sifat fisis papan OSB yang menunjukan kandungan air papan OSB

dalam keadaan kesetimbangan dengan lingkungan sekitar. Namun demikian karena OSB terbuat

dari bambu yang memiliki zat pati yang bersifat higroskopis, sehingga kadar airnya sewaktu

pemakaian dapat berubah sesuai dengan keadaan kelembaban udara sekelilingnya.

Gambar 14 terlihat bahwa keseluruhan papan OSB yang dihasilkan memenuhi standar

JIS A 5908 – 2003, yang mensyaratkan standar kadar air OSB berkisar 5 – 13 %. Hasil pengujian

kadar air menunjukan bahwa papan OSB yang dihasilkan memiliki nilai kadar air berkisar antara

5,21 - 6,43 %.

Hasil analisis keragaman menyatakan bahwa perlakuan perbedaan jenis bambu dalam

pembuatan papan OSB berpengaruh tidak nyata terhadap kadar air. Dengan demikian

penggunaan tiga jenis bambu dengan menggunakan perekat UF tidak akan mempengaruhi nilai

kadar air yang dihasilkan. Hasil analisis keragaman kadar air dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 14. Grafik kadar air pada berbagai tipe papan OSB

(37)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Nilai kadar air paling tinggi terdapat pada papan OSB dari jenis bambu betung sebesar

6,43 %. Hal ini disebabkan oleh lebih panjangnya serat yang ada pada strand bambu betung

dibandingkan dengan bambu jenis lainnya, yang mengakibatkan distribusi perekat UF tidak

merata. Data panjang serat jenis bambu betung 4,693 mm, bambu hitam 4,626 mm, bambu tali

3,085 (Fatriasari dan Hermiati 2008), sehingga strands didalam papan yang tidak terkena

distribusi perekat masih bisa menyerap air. Strands yang tidak terkena perekat akibat distribusi

yang kurang merata akan menciptakan celah / rongga udara. Ataupun bisa terjadi akibat

penyusunan strands sebelum pengempaan terdapat celah / rongga udara dan ketika pengempaan

terjadi tekanan pengempaan kurang. Hal ini menyebabkan uap air di sekeliling OSB dapat

diserap pada saat pengkondisian berlangsung karena strands yang bersifat higroskopis.

Daya Serap Air

Daya serap air adalah sifat fisis papan OSB yang menunjukan kemampuan papan untuk

menyerap air selama direndam didalam air. Pada standar JIS A 5908 – 2003 daya serap air tidak

dipersyaratkan. Pengujian daya serap air dilakukan secara bertahap pada tingkatan waktu

tertentu, daya serap air contoh uji papan OSB selama 2 jam, dan 24 jam. Hal ini dilakukan untuk

melihat daya serap papan OSB yang dihasilkan selama perbedaan waktu perendaman. Seperti

halnya pengembangan tebal, penyerapan air juga masih merupakan masalah pada OSB (Bowyer

et al 2003).

Gambar 15 diperlihatkan hasil pengujian daya serap air 24 jam pada jenis bambu betung

memiliki nilai yang tertinggi, yaitu 50,16 %. Hal ini diduga karena distribusi perekat UF kurang

merata pada permukaan strands yang dilaburi perekat sehingga masih menyisakan rongga antar

partikel dalam papan. Massijaya & Kusumah (2005) menyatakan bahwa air yang masuk ke

dalam papan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu air yang masuk ke dalam papan dan mengisi

(38)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

20,94

Gambar 15. Grafik daya serap air pada berbagai tipe OSB

Nilai daya serap air dari berbagai jenis bambu dapat dilihat pada Gambar 10. Dalam

Penelitian Fatriasari dan Hermiati (2008), besarnya nilai daya serap pengujian juga karena

besarnya diameter serat, dan panjang serat dari berbagai jenis bambu, sehingga ketika dilakukan

perendaman, air mudah masuk kedalamnya.

Hasil uji sidik ragam menyatakan bahwa perlakuan perbedaan jenis bambu papan OSB

berpengaruh nyata terhadap daya serap papan pada perlakuan perendaman 2 dan 24 jam

(Lampiran 6). Hal ini dikarenakan penyerapan air walaupun tidak dilakukan perlakuan

perendaman akan terus terjadi karena strands penyusun OSB bersifat higroskopis, yang artinya

akan akan senantiasa bisa menyerap atau melepas air sesuai kadar air di sekitarnya.

Hasil uji jarak nyata Duncan (Lampiran 6) lama perendaman pada perendaman 2 jam dan

24 jam berbeda nyata dari setiap jenis bambu. Hal ini disebabkan karena perekat UF yang

penggunaannya hanya untuk interior tidak akan tahan terhadap lingkungan eksterior.

Pengembangan Tebal

Pengembangan tebal papan OSB merupakan sifat fisis untuk mengukur kemampuan

papan menjaga stabilitas dimensinya selama direndam dalam air. Semakin tinggi nilai

pengembangan tebal maka semakin rendah kestabilan dimensinya, demikian juga sebaliknya.

Pengujian pengembangan tebal dilakukan dalam beberapa selang waktu tertentu, contoh uji

pengembangan tebal papan OSB selama direndam 2 dan 24 jam. Hal ini dilakukan untuk melihat

(39)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

papan OSB maksimal 12 %. Meningkatnya waktu perendaman maka pengembangan tebal

semakin bertambah pada setiap papan OSB yang dihasilkan.

Hasil analisis keragaman (Lampiran 6) menyatakan bahwa perlakuan perbedaan jenis

bambu berpengaruh nyata terhadap pengembangan tebal papan OSB selama waktu perendaman

2 jam, sedangkan pada waktu perendaman 24 jam perbedaan jenis bambu pada pembuatan papan

OSB berpengaruh tidak nyata pada tiap jenis bambu.

5

Gambar 16. Grafik pengembangan tebal pada berbagai papan OSB

Nilai pengembangan tebal dari berbagai tipe papan OSB dapat dilihat pada Gambar 16.

Besarnya pengembangan tebal pada pengujian diduga karena adanya perbedaan jenis bambu dan

jumlah strands yang ada pada tiap lapisannya ataupun besar kecilnya strands. Menurut Maloney

(1993) bahwa bentuk dan dimensi papan OSB berpengaruh terhadap stabilitas dimensi papan

OSB.

Hasil pengujian pengembangan tebal papan OSB dari jenis bambu betung dalam waktu

perendaman 2dan 24 jam memiliki nilai pengembangan tebal paling tinggi. Selama perendaman

selama 2 jam memiliki nilai pengembangan tebal 5 %, dan perendaman selama 24 jam memiliki

nilai pengembangan tebal 12,23 %. Tingginya nilai pengembangan tebal papan OSB dari jenis

bambu betung diduga karena panjang serat bambu betung lebih panjang dari jenis bambu

lainnya, juga lebih besarnya diameter serat bambu betung. Panjangnya dan besarnya serat pada

tiap jenis bambu memiliki luas pengembangan tebal yang besar serta strands yang juga bersifat

higroskopis, maka air yang masuk membuat papan OSB tersebut mengembang.

Sifat Mekanis Oriented Strand Board (OSB)

Standar JIS A 5908 - 2003

* Uji Duncan

(40)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Sifat mekanik papan OSB adalah sifat yang berhubungan dengan ukuran kemampuan

papan untuk menahan gaya luar yang bekerja padanya. Termasuk ke dalam sifat mekanis OSB

adalah keteguhan patah, keteguhan lentur, keteguhan rekat internal dan kuat pegang sekrup.

Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond)

Keteguhan rekat merupakan kekuatan tarik tegak lurus permukaan panel antara lapisan

tengah dan lapisan belakang. Menurut Bowyer et al (2003) keteguhan rekat internal merupakan

pengujian yang penting untuk pengendalian kualitas karena menunjukan kemampuan blending,

pembentukan lembaran, dan proses pengempaan. JIS A 5908 – 2003 mensyaratkan nilai

keteguhan rekat internal minimal sebesar 1,5 kgf/cm2. Dari hasil uji keteguhan rekat internal

seluruh papan OSB yang dihasilkan memenuhi standar JIS A 5908 – 2003 (Gambar 17).

1,83 Gambar 17. Grafik internal bond pada tiap jenis bambu.

Terpenuhinya standar keteguhan rekat internal papan OSB yang direkatkan dengan

menggunakan perekat urea formaldehyde (UF) dikarenakan ikatan rekat antara lapisan face :

core : back papan OSB pada tiap jenis bambu itu memiliki kualitas rekat yang tinggi, kemudian

penetrasi yang dilakukan perekat UF ketika di laburkan merata di setiap permukaan strands

sehingga perekat UF bisa menjangkau ke dalam yang akhirnya dapat membentuk interlocking

action (saling mengunci secara mekanis). Jenis bambu hitam yang memiliki keteguhan rekat

(internal bond) paling tinggi diantara jenis bambu tali dan bambu betung.

(41)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Analisis keragaman untuk keteguhan rekat internal menunjukan bahwa perbedaan jenis

bambu betung, dan bambu hitam, bambu tali dalam pembuatan papan OSB berpengaruh sangat

nyata terhadap keteguhan rekat internal papan OSB.

Untuk uji lanjut Duncan (Lampiran 6) pengujian internal bond pada tiap jenis bambu

berbeda nyata, yang berarti setiap perbedaan jenis bambu berpengaruh terhadap kekuatan

internal bond.

Modulus Patah (MOR)

Modulus patah papan OSB merupakan sifat mekanis yang menunjukan kekuatan dalam

menahan beban yang bekerja terhadapnya. Standar JIS A 5908 – 2003 mensyaratkan modulus

patah papan OSB minimal 80 kgf/cm2. Hasil pengujian modulus patah papan OSB yang tertinggi

sebesar 698,76 kgf/cm2 yang terdapat pada bambu hitam, sedangkan modulus patah papan OSB

yang terendah sebesar 459,75 kgf/cm2 yang terdapat pada bambu betung (Gambar 18). Hal ini

menunjukan bahwa seluruh papan OSB memenuhi standar tersebut.

459,75

Gambar 18. Grafik modulus patah (MOR) pada berbagai jenis OSB.

Analisis keragaman untuk modulus patah papan OSB menunjukan bahwa perbedaan jenis

bambu pada pembuatan papan OSB berpengaruh tidak nyata. Hal ini menunjukan bahwa

peningkatan nilai MOR ini disebabkan oleh adanya hubungan antara lamanya waktu pemanasan

yang berlangsung dimana kadar air akan semakin berkurang dan berat jenis akan bertambah Standar JIS A

(42)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

sehingga sifat mekanis kayu juga mengalami kenaikan. Dimana dimensi strands yang digunakan

memiliki ukuran yang hampir sama.

Menurut Walker (1993), faktor yang mempengaruhi kekuatan kayu antara lain berat jenis

dan kadar air. Dengan semakin tinggi berat jenis kayu maka kekuatan kayu juga meningkat.

Kayu dengan kadar air diatas titik jenuh serat, kekuatannya lebih rendah dibandingkan kayu

kering. Makin kering maka makin tinggi kekuatan kayu tersebut.

Walaupun terjadi peningkatan nilai MOR, secara analisis keragaman statistik lama

pemanasan berpengaruh tidak nyata. Hal ini berarti pemanasan tidak mempengaruhi nilai MOR

kayu tersebut.

Menurut Maloney (1993) kerapatan adalah pengaruh utama, sedangkan kandungan resin

perekat sebagai pengikat partikel – partikel pengaruh kedua dalam mempengaruhi sifat kekuatan

papan. Sementara Koch (1985) menambahkan bahwa faktor yang mempengaruhi nilai MOR

panel adalah BJ kayu, geometri partikel, kadar perekat, kadar air, dan prosedur kempa. Tetapi

dalam hasil pengujian ini lebih berpengaruh ikatan rekat karena target kerapatan papan OSB

tidak sesuai dengan yang diinginkan.

Modulus Lentur (MOE)

Modulus lentur merupakan sifat mekanis papan OSB yang menunjukan ketahanan

terhadap pembengkokan akibat adanya beban yang diberikan sebelum papan OSB tersebut patah,

atau dengan kata lain sifat ini berhubungan langsung dengan nilai kekakuan papan. Hasil

pengujian menunjukan keteguhan lentur papan OSB yang dihasilkan berkisar antara 1,86.104 –

9,86.104 kgf/cm2. Nilai modulus elastis dari papan OSB dapat dilihat pada gambar. Standar JIS A

5908 – 2003 mensyaratkan nilai modulus elastis minimal 2,0.104 kgf/cm2, sehingga papan OSB

(43)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

18585,12

Gambar 19. Modulus lentur (MOE) pada berbagai jenis OSB.

Analisis keragaman untuk modulus elastis papan OSB didapatkan hasil yang menyatakan

bahwa perbedaan jenis bambu dalam pembuatan papan OSB berpengaruh nyata terhadap

modulus elastis (Lampiran 6). Semakin banyak jumlah strands yang digunakan untuk membuat

OSB maka nilai keteguhan lentur yang dihasilkan akan semakin tinggi. Kemudian dilakukan uji

lanjut Duncan pengujian MOE pada tiap jenis bambu berbeda nyata, yang berarti setiap

perbedaan jenis bambu berpengaruh terhadap kekuatan MOE.

Menurut Koch (1985) menyatakan bahwa nilai MOE OSB dipengaruhi oleh jenis dan

berat jenis kayu, dimensi strand, orientasi strand dalam lembaran (mat), resin content, kadar air

mat, prosedur pengempaan, dan kerapatan papan. Faktor pembeda dalam penelitian ini adalah

jenis bambu dan faktor lain yang mempengaruhi sifat – sifat mekanis OSB dan yang mungkin

mempengaruhi hasil nilai akhir pengujian ini.

Kuat Pegang Sekrup

Kuat pegang sekrup merupakan sifat mekanis papan OSB yang menunjukan kekuatan

menahan sekrup akibat adanya gaya tarik pada sekrup dari luar. Standar JIS A 5908 – 2003

mensyaratkan nilai kuat pegang sekrup papan OSB minimal sebesar 30 kgf. Dari hasil pengujian,

nilai kuat pegang sekrup papan OSB yang dihasilkan berkisar antara 147,71 – 161,91 kgf,

sehingga seluruh papan OSB yang dihasilkan untuk kuat pegang sekrup memenuhi standar

(44)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

158,99 161,91

Gambar 20. Grafik kuat pegang sekrup pada berbagai tipe papan OSB

Hasil analisis keragaman (Gambar 20) menunjukan bahwa perlakuan perbedaan jenis

bambu pada pembuatan papan OSB berpengaruh tidak nyata terhadap kuat pegang sekrup papan.

Hal ini dikarenakan perekat UF masuk ke celah ataupun rongga – rongga strands pada saat

pengempaan mengakibatkan strands saling mengikat antara lapisan face, core, back pada papan

OSB tersebut.

Nilai kuat pegang sekrup papan OSB yang tertinggi yaitu dari jenis bambu hitam sebesar

161,91 kgf. Pada saat pembuatan strands juga perlu diperhatikan kehalusan permukaan strands

yang berguna pada mudahnya perekat masuk ke dalam pori – pori ketika menggunakan metode

pelaburan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pembuatan OSB dari tiga jenis bambu yang dibuat tiga lapis dengan perbandingan

1:1:1 antara face, core, dan back berpengaruh tidak nyata terhadap sifat fisis dan

berpengaruh nyata terhadap sifat mekanis OSB.

2. Hasil penelitian sifat mekanis OSB, dengan jenis bambu hitam merupakan yang terbaik

dengan nilai 6,92 kgf/cm2 untuk Internal bond, 698,76 kgf/cm2 untuk MOR, 9,86.104

kgf/cm2 untuk MOE. Jenis bambu betung yang memiliki nilai mekanis terendah yaitu Standar JIS A

(45)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Internal bond dengan nilai 1,83 kgf/cm2, untuk MOR 459,75 kgf/cm2, dan tidak

memenuhi standar JIS dengan nilai 1,86.10 4 kgf/cm2 untuk MOE.

3. Pengujian OSB yang dihasilkan memenuhi standar JIS 5908 – 2003 dengan rata - rata

0,73 gr/cm3 untuk kerapatan, 5,89 % untuk kadar air.

4. Pada pembuatan OSB dengan perekat UF hanya bisa digunakan produk akhirnya untuk

interior saja, karena sesuai dengan kelemahan dari fungsi perekat tersebut.

Saran

1. Masih diperlukannya penelitian lanjutan mengenai formulasi perekat yang

mempengaruhi sifat fisis dan mekanis beserta jenis – jenis bambu lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, 1990. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anam, 2001.[Skripsi] Optimasi Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kayu Lapis (Plywood) Di

PT. Kampari Wood Industries Kuala Mandau. Riau.

Anonimus. 2006. An Introduction to Oriented Strand Board (OSB).

(46)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Assyh, N. 2001. Studi Pembuatan Com-ply Tipe Interior Dari Kayu Cepat Tumbuh Berdiameter

Kecil dan Vinir Meranti Merah. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas

Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Bowyer JL, Shumlsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Products and Wood Science AN

Introduction 4th Ed. USA : Lowa State Press A Blacwell Publ.

Ismanto, Agus dan Sutiyono. 1997. Pengaruh Perlakuan Batang Bambu Terhadap Kualitas

Sumpit, dalam Strategi Penelitian Bambu Indonesia. Jakarta.

Koch P. 1985. Utilization of Hardwoods Growing on Southern Pine Sites. United States

Departermen of Agriculture. Forest Service. Agriculture Handbook. USA.

Krisdianto, G. Sumarni dan A. Ismanto. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Pusat Penelitian

Hasil Hutan. Bogor.

Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry Process Fiberboard Manufacturing. San

Francisco : Miller Freeman Inc.

Massijaya, M. Y. 1997. Development of Composite Boards Made From Waste Newspaper and

Wood Particle. Disetation. Wood Based Materials and Timber Engineering Lab. The

Graduate School of Agriculture and Agriculture Life Science. The University of Tokyo.

Japan.

Massijaya dan Kusumah SS. 2005. Analisis kelayakan teknis papan komposit dari limbah kayu

dan karton gelombang untuk bahan bangunan dan mebel, Jurnal Teknologi Hasil Hutan.

Bogor.

Nishimura T, Amin J, Ansell MP. 2004. Image analysis and bending properties of model OSB

panels as a function of strand distribution, shape and size.

Journal of Wood Science and Technology 38(4-5) Springer-Verlag Heidelberg.

Nur Berlian V.A, Estu Rahayu. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Nuryawan Arif, Yusram Massijaya Muh. 2006. Mengenal Oriented Strand Board. Departemen

Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.

Pizzi, A. 1994. Advance Wood Adhesives Technology. Marcel Dekker Inc. New York.

Schniewind, A. 1989. Concise Encyclopedia of wood and Eood-Based Materials. 1st edition.

(47)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Sutiyono. 1996. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Suhendar, C. 2003. Pengembangan com-ply dari Limbah Kayu Dipterocarpaceae dengan Lapisan

Face-Back berupa Karton Gelombang. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas

Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tambunan B. 2000. Oriented Strand Board. Bogor : Laboratorium Biokomposit Fakultas

Kehutanan IPB.

Teal WB 1996. Conveyor drying of OSB strands-an update. Di dalam : Wolcott MP, Leonhardy

LH, Lentz MT, editor. Proceeding of the Thirtieth Washington State University.

International Partcleboard/ Composite Material Symposium. Pullman. Washington.

Walker, J. C. F. 1993. Primary Wood Proceesing Principles and Practice. Chapman and Hall.

London.

Widya F dan Euis Hermiati. 2008. Analisis Morfologi Serat dan Sifat Fisis-Kimia Pada Enam

Jenis Bambu Sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas [Skripsi] Jurusan Teknologi Hasil

Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Contoh perhitungan kebutuhan berat bahan baku untuk pembuatan papan OSB.

- Volume papan OSB yang akan dibuat (V) : (25 x 25 x 1)cm = 625 cm3 - Target kerapatan papan OSB ( ) : 0,8 gr/cm3

(48)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

- Kebutuhan strands tiap lapis (ada tiga lapis) = [ 514,02 g + 10% ]/ 3

Lampiran 2.Hasil pengukuran KA strands

(49)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

H3 11,4 10,3 10,68

T1 11,2 10,2 9,8 T2 12,4 11,3 9,73 T3 9,7 8,8 10,23

Lampiran 3. Pengukuran kadar resin padat

Metode :

1. Contoh uji perekat ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan kedalam oven

pada suhu 103 ± 2 0C selama 24 jam.

2. Penentuan kadar resin padatan dilakukan 3 kali ulangan.

3. Penghitungan kadar resin padatan perekat ditentukan menggunakan rumus :

RSC = BKO/BA x 100%

Keterangan :

RSC : Resin Solid Content = kadar resin padatan (%)

BKO : berat Kering Oven (g)

BA : berat awal contoh uji (g)

Hasil Pengukuran RSC :

Perekat BA BKO RSC Ulangan (g) (g) (%)

1 2 1,2 60 UF 2 2 1,2 60 3 2 1,2 60

Lampiran 4. Data sifat fisis OSB hasil penelitian

(50)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Rataan 0,72 6,43 20,94 50,16 5 12,23

Lampiran 5. Data sifat mekanis OSB hasil penelitian. Jenis MOR MOE IB KPS Lampiran 6. Hasil analisis sidik ragam

(51)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Kriteria :

< 0.05 nyata

> 0.05 tidak nyata

< 0.01 sangat nyata

Analysis of Variance for kerapatan

Source DF SS MS F P Ket

Perlakuan 2 0,186 0,093 0,84 0,478 tidak nyata

Error 6 0,667 0,111 Total 8 0,853

S = 0,3335 R-Sq = 21,80% R-Sq(adj) = 0,00%

ANOVA: KA versus Perlakuan

Kriteria :

< 0.05 nyata

> 0.05 tidak nyata

< 0.01 sangat nyata

Analysis of variance for KA

Source DF SS MS F P Ket

Perlakuan 2 2,345 1,173 2,28 0,183 tidak nyata

Error 6 3,087 0,514 Total 8 5,432

S = 0,7172 R-Sq = 43,18% R-Sq(adj) = 24,24%

ANOVA: Daya serap air (2 jam) versus Perlakuan

Kriteria :

< 0.05 nyata

> 0.05 tidak nyata

< 0.01 sangat nyata

Analysis of Variance for Daya serap air (2jam)

Hasil uji lanjut Duncan

Daya serap air (2jam)

(52)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Rp = 1,77 x dari tabel(1,18) = 1,77 x 1,18

= 2,09

ANOVA: Daya serap air (24 jam) versus Perlakuan

Kriteria :

< 0.05 nyata

> 0.05 tidak nyata

< 0.01 sangat nyata

Analysis of Variance for Daya serap air (24jam)

Hasil uji lanjut Duncan

Daya serap air (24jam)

H 35,57 8,09 a

ANOVA: Pengembangan tebal (2jam) versus Perlakuan

Kriteria :

< 0.05 nyata

> 0.05 tidak nyata

< 0.01 sangat nyata

Analysis of variance for Pengembangan tebal (2jam)

Hasil uji lanjut Duncan

(53)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

H 1,74 0,59 a

ANOVA: Pengembangan tebal (24 jam) versus Perlakuan

Kriteria :

< 0.05 nyata

> 0.05 tidak nyata

< 0.01 sangat nyata

Analysis of Variance for Pengembangan tebal (24jam)

ANOVA: MOR versus Perlakuan

Kriteria :

< 0.05 nyata

> 0.05 tidak nyata

< 0.01 sangat nyata

Analysis of Variance for MOR

ANOVA: MOE versus Perlakuan

Kriteria :

< 0.05 nyata

> 0.05 tidak nyata

< 0.01 sangat nyata

Analysis of Variance for MOE

Source DF SS MS F P Ket

Perlakuan 2 9705302838 4852651419 5,30 0,047 nyata

(54)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Total 8 15201542471

S = 30266 R-Sq = 63,84% R-Sq(adj) = 51,79%

Hasil uji lanjut Duncan

ANOVA: Internal bond versus Perlakuan

Kriteria :

< 0.05 nyata

> 0.05 tidak nyata

< 0.01 sangat nyata

Analysis of Variance for Internal bond

Source DF SS MS F P Ket

Perlakuan 2 45,23 22,61 20,13 0,002 sangat nyata

Error 6 6,74 1,12 Total 8 51,96

S = 1,060 R-Sq = 87,03% R-Sq(adj) = 82,71%

Hasil uji lanjut Duncan

ANOVA: Kuat pegang skrup versus Perlakuan

Kriteria :

< 0.05 nyata

> 0.05 tidak nyata

(55)

Suranta H. Ginting : Oriented Strand Board Dari Tiga Jenis Bambu, 2009. USU Repository © 2009

Analysis of Variance for Kuat pegang sekrup

Source DF SS MS F P Ket

Perlakuan 2 337 169 0,37 0,703 tidak nyata

Error 6 2712 452 Total 8 3050

S = 21,26 R-Sq = 11,07% R-Sq(adj) = 0,00%

Gambar

Gambar 1. Bambu betung
Gambar 2. Bambu tali
Gambar 3. Bambu hitam
Gambar 4. Proses pengupasan kulit bambu.
+7

Referensi

Dokumen terkait

The focus of this study is to introduce a comprehensive technology to the development and updating of ESP manuals and means of technical support as well as

- Indonesia Banking Award Best Performance Banking 2014 Kategori Bank BUKU 2 Bank Swasta. - Gold Champion of Indonesia WOW Brand 2014, Kategori: Mortage

- Construction of 3D video scenes is carried out using 3D GIS tools by initial DEM and DOM obtained by various means for capture and processing of cartographic data, satellite

Plot of energy digitizer values over time for a return FW signal: characterization of waveform by amplitude (PE) and partial integral of parts including two echoes. The

Dalam Undang-undang ini, di dalam pasal I misalnya dijelaskan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan

A drawback of this sensor is the geometric quality of the delivered 3D data and the low repeatability: for example, if one compares different subsequent frames

Dari cerminan kedua bentuk integrasi penyokong keberadaan integrasi nasional itu, maka dapat dirumuskan bahwasnnya integrasi nasional merupakan penyatupaduan bagian-bagian

Jika status guru dalam pelaksanaan penelitian sebelumnya adalah guru sekolah yang menjadi objek penelitian dan kemudian dipromosikan/dimutasikan ke sekolah lain ataupun